Permendagri no 22 tahun 2009 tentang petunjuk teknis kerjasama antar daerah
LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN KERJASAMA ANTAR …
Transcript of LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN KERJASAMA ANTAR …
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI
(PEKERTI)
POTENSI MUTACIN STREPTOCOCCUS MUTANS SEBAGAI INHIBITOR
COLLAGEN BINDING PROTEIN PADA SEL ENDOTEL KAITAN
DENGAN STROKE HAEMORAGIK DAN ENDOCARDITIS
KETUA DAN ANGGOTA
Ketua TPP : Drh. Basri, M.Si (0007037504)
Anggota TPP : Drh. Abdillah Imron Nasution, M.Si (0014047704)
Ketua TPM : Prof. Drg. Boy M. Bachtiar, MS., Ph.D (0024055202)
Anggota TPM : Drg. Nurtami, Ph.D (0015067405)
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian
Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
NOPEMBER 2014
3
RINGKASAN
Latar Belakang. Streptococcus mutans dilaporkan sebagai agen utama penyebab karies dan
dapat bersifat bakterinemia dapat dapat menginfeksi endocardium jantung (endokarditis)
dan pembuluh darah serebrum otok (stroke haemoragi). Selain itu S. mutans menghasilkan
antibiotik mutacin yang dapat menghambat sejumlah golongan bateri streptococci, termasuk
perlekatan protein Cnm S. mutans pada Collagen binding protein sel endothel pembuluh
darah serembrum dan jantung, potensi tersebut memberikan informasi bahwa mutacin dapat
mencegah perlekatan S. mutans pada sel endothel, sehingga dapat mencegah infeksi
endocarditis dan infeks strok haemoragik. Tujuan penelitian mengevaluasi kemampuan S.
mutans menginfeksi jantung dan lapisannya serta otak dan pembuluh darah serembrum dan
menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi.
Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kultur bakteri, histopatologi,
spektrofotometer, dan ELISA, selain itu metode purifikasi mutacin dan kultur sel endothel.
Hasil Penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 5 dan 6 dan suhu 40°C
pertumbuhan sel bakteri S. mutans lebih rendah dibandingkan dengan pH 8 dan suhu 37°C
berdasarkan absorbansi spektrofotometer pada hari ke 7, 14, 21, dan 30, secara histopatologi
jantung dan katup jantung menunjukkan perubahan histopatologis berupa infiltrasi sel
radang, hiperemi hemoragi, cloudy swelling dan nekrosis sel yang ditandai dengan piknosis
mulai pada hari ke-7 hingga pada akhirnya jaringan menjadi lisis pada hari ke-30 hal yang
sama juga terjadi pada endokardium, miokardium, epikardium dan katup jantung juga terjadi
hipertrofi otot jantung dan infiltrasi sel fibroblas pada epikardium. Sedangkan pada otak
secara histopatologis pada pembuluh darah serebrum menujukkan terjadi perubahan susunan
sel endotel, nekrosis sel endotel dan destruksi tunika media, nekrosis sel endotel dan tunika
intima dan media menjadi lisis selanjutnya pada hari ke-30 terlihat sel endotel hilang dan
rupturnya pembuluh darah. Begitu juga pada otak serebrum terjadi hiperemi dan infiltrasi sel
radang pada semua kelompok perlakuan dan pada fase infeksi hari ke 30 terjadi peningkatan
hemoragi dan nekrosis sel dan ruptur pembuluh darah. Pada uji reaktifitas mutacin S.
mutans mampu bereaktifitas dengan sel endotel pada berbagai konsentrasi. Pembahasan.
Streptococcus mutans isolate darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan
alkalis, dibandingkan isolat labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu 37 0C dan
40 0C dan S. mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar
(serebrum) dengan intensitas yang meningkat seiring lama infeksi. Infeksi oleh S. mutans
pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran merusak sel endotel dan jaringan
host, yang merupakan media untuk melakukan infeksi. Sedangkan mutacin S. mutans dapat
bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai
konsentrasi. Kesimpulan. Streptococcus mutans mampu menginfeksi jantung dan pembuluh
darah otak, sekaligus mutacin S. mutans mampu berinteraksi dengan sel endotel pembuluh
darah otak dan jantung.
Kata Kunci: Streptococcus mutans, mutacin, jantung, serebrum, dan sel endothel
4
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji beserta syukur penulis panjatkan kepada sang Khalik Ilahi Rabbi yang telah
memberikan penghidupan yang layak bagi umatNya. Atas kudrah dan IradahNyalah penulis
telah diberikan kemampuan untuk menyelesaikan penelitian beserta laporannya dengan
judul Potensi Mutacin Streptococcus Mutans Sebagai Inhibitor Collagen Binding Protein
Pada Sel Endotel Kaitan dengan Stroke Haemoragik Dan Endocarditis. Laporan ini terdiri
dari laporan hasil penelitian dan draf artikel ilmiah.
Laporan penelitian ini sejatinya telah memberikan kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan tentang kedokteran gigi lebih
spesifik sebagai upaya untuk penvegahan penyakit karies gigi. Selain itu, laporan penelitian ini dibuat sebagai bentuk tanggungjawab peneliti atas hibah dana penelitian yang telah
dibiayai oleh Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014 Tanggal 26 Mei 2014.
Penulis megucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu
terlaksananya penelitian dan penulisan laporan ini, terutama kepada tim peneliti serta
keluarga yang telah berperan aktif untuk menyelesaikan laporan penelitian. Penulis sungguh
mengharapkan masukan, saran serta kritikan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis mengharapkan kepada pembaca kiranya tulisan ini dapat bermanfaat baik
sebagai referensi penelitian maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Amin.
Darussalam, November 2014
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMA PENGESAHAN .......................................................................... ii
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN
RINGKASAN ........................................................................................ iii
SUMMARY ........................................................................................... iv
PRAKATA ............................................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL DAN SKEMA .......................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II. PERUMUSAN MASALAH ...................................................... 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 5
BAB IV. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................ 25
BAB V. METODE PENELITIAN .......................................................... 26 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 33
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 48
LAMPIRAN ........................................................................................... 51
B. DRAFT ARTIKEL ILMIAH
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Nilai Reaktifitas konsentrasi Mutacin S.mutans terhadap sel endotel berdasarkan uji anova ...................................................................... 29
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Model mekanisme bakteriocin dalam tanpa imunitas ..................... 7
Gambar 2. Grafik perbandingan pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 Dengan isolate darah berdasarkan pH ........................................... 16
Gambar 3. Grafik perbandingan pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 Dengan isolate darah berdasarkan suhu ........................................ 17
Gambar 4. Gambaran Histopatologis lapisan jantung ..................................... 20
Gambar 5. Gambaran Histopatologis endocardium dan katup jantung............ 23
Gambar 6. Gambaran histopatologi otak tikus setelah di infeksi dengan
S. mutans ..................................................................................... 25
Gambar 7. Gambaran histopatologi sel endotel pembuluh darah .................... 27
Gambar 8. Derajat Reatifitas Mutacin S. mutans ........................................... 15
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Hasil Penelitian .......................................................................... 40
Lampiran II.Instrumen Penelitian .................................................................. 56 Lampiran III. Personalia Peneliti ................................................................... 58
Lampiran IV. Draf Publikasi ......................................................................... 78
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke haemoragik terjadi terjadi akibat aliran darah yang masuk ke otak terganggu
karena penyumbatan pembuluh darah dalam otak sehingga mengakibatkan pembuluh darah
pecah, dan suplai darah, makanan dan oksigen sel saraf dalam otak terganggu dan
menyebabkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara bahkan sampai penurunan
kesadaran. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi yang
berakhir dengan kelumpuhan. Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab cacat nomor satu
dan penyebab kematian nomor dua di dunia serta telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia sehingg perlu penanganan secara serius (Adam, 2003). Berdasarkan data dari
Yayasan Stroke Indonesia jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki
urutan pertama di Asia sedangkan organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang
sangat rentan terhadap resiko sehingga perlu upaya penanganan secara serius (Aliah, 2007).
Beberapa penelitian stroke melaporkan bahwa stroke dapat dipicu oleh faktor
perlilaku dan medis termasuk infeksi mikroorganisme. Kejadian stroke tersebut sangat
berhubungan dengan gangguan jantung, karena jantung selain berfungsi sebagai suplai
aliran darah, juga sebagai pengontrol tekanan darah keseluruh tubuh sekaligus mensuplai
oksigen tubub termasuk ke otak. Gangguan jantung seperti jantung koroner dan infeksi
endocarditis terutama pada pasien dengan kelainan kongenital pada jantungnya (Arif, 2009).
Di negara berkembang insiden endokarditis dapat mencapai 1,6 – 4,3 diantara 100.000
penduduk. Angka kematian mencapai 20%-40%, meskipun diberikan antibiotik yang cukup.
Komplikasi neurologis endokarditis dapat berkisar 20%-40%, hal ini akan mempertinggi
angka kematian (41%-86%), biasanya kematian tersebut terjadi secara mendadak (Alwi,
2007).
Endokarditis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
golongan jamur (Candida sp dan Aspergillus sp) maupun bakteri berupa Streptococcus
viridans alpha hemolytic paling sering dan disusul dengan staphylococcus koagulase positif
(Fauci, 2008). Streptococcus mutans dilaporkan berperan pada kasus stroke haemoragik
(Nakano, 2011) dan juga berperan pada endocarditis (Abrances, 2011). Kejadian ini
dipengaruhi oleh aktivitas faktor virulensi yang dimiliki S. mutans salah satunya adalah
collagen binding protein atau protein Cnm memiliki berat molekul 120 kDa dengan
10
mengikat komponen extraceluler matrix (ECM) yang terdiri dari fibronectin, collagen,
laminin, dan elastin (Nakano 2010, dan Nomura, 2006).
Selain itu, S. mutans juga memproduksi bacteriocin (mutacin) yang merupakan
protein atau peptides anti microbial terhadap beberapa bakteri seperti Enterococcus faecalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia
coli dan mycobacteria (Kamiya, 2008). Secara umum mutacin berfungsi sebagai
bakteriosidal melalui jalur adhesin molekuler dengan menghambat pembentukan biofilm
sebagai inisiasi pertama invasi mikrobial terhadap host (Kamiya, 2011) yang melibatkan
protein ektraseluler seperti collagen binding protein sebagai unsur bioaktivator adhesin
terhadap host, khusunya pada kejadian infeksi S. mutans baik pada infeksi karies gigi
maupun perannya pada infeksi stroke hemoragik dan endocarditis.
Penelitian ini mengeksplorasi potensi S. mutans yang dapat menyebabkan stroke
haemoragi dan endocarditis, sekaligus menguji kepekaan mutacin terhadap terhadap perlekatan S.
mutans pada sel endotel. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi upaya penentuan mutacin
sebgai inhibitor perlekatan S. mutans pada sel endotel yang dapat mencegah terjadinya infeksi
endocarditis dan stroke haemoragik.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Streptoccus mutans
Streptococcus mutans dilaporkan sebagai floral normal rongga mulut yang memiliki
sifat α-hemolitik dan oportunistik (Basri, 2010). Bakteri ini pertama kali diisolasi dari plak
gigi oleh Clark pada tahun 1924 berbentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila
ditanam pada medium BHI sedangkan pada media agar lainnya memperlihatkan rantai
pendek dengan bentuk sel tidak beraturan selain tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob,
S. mutans juga dianggap sebagai oral mikrobiota patogen yang paling penting pada
patogenesis karies gigi, karena kemampuannya membentuk polisakarida ekstraseluler dan
memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. (Basri, 2006). Streptococcus mutans terdiri
dari serotipe c, e, f, dan k sedangkan. Keempat serotipe ini, yang paling sering dijumpai
pada infeksi karies gigi adalah serotipe c (70%) dan e (20%) dan kurang dari 5% serotipe k
(Nakano, 2004). S. mutans Serotipe k menurut Nakano (2004) berperan pada patogenesis
stroke hemoragik (Nakano, 2011) dan endocarditis (Nakano, 2010).
Dengan demikian, S. mutans yang dikenal sebagai patogen untuk karies gigi tetapi
juga sebagai bakteremia. Penelitian yang dilakukan oleh Eishi (1995) memperlihat S.
mutans berperan pada infeksi penyakit sistemik lainnya seperti endokarditis dan infeksi
komplikasi intraserebral di pada beberapa penderita stroke hemoragik di Jepang. Indikasi S.
mutans serotipe k terlibat pada infeksi tersebut adalah ditemukan bakteri ini dalam darah
penderita stroke hemoragik dan penderita endocarditis (Fujiwara, 2001). Hasil penelitian
Nakano (2011) menunjukkan bahwa infeksi pada stroke hemoragik berhubungan erat
dengan infeksi S. mutans dan dianggap sebagai faktor risiko potensial pada pendarahan otak
dan virulensi S. mutans serotipe k sangat penting pada penyakit sistemik (Nakano, 2009).
Selain itu, S. mutans juga memproduksi mutacin (bakteriocin) untuk membantu kolonisasi
pada proses pembentukan biofilm (Merritt, 2012). Sekaligus dapat menghambat
pertumbuhan bakteri lainnya. Peran mutacin menjadi penting ketika proses infeksi terjadi,
selain itu dilaporkan juga mutacin mampu menghambat beberapa protein binding yang
dimiliki golongan bakteri streptoccus, termsuk S. mutans (Dramsi, 2010).
12
2.2. Mutacin
Streptococcus mutans dapat menghasilkan mutacin (bacteriocins) untuk
mempertahankan dirinya dengan lingkungan sekitar. Terdapat dua mutacin S. mutans
berdasarkan karakteristik yaitu lantibiotic secara umum bersifat spektrum luas dan non-
lantibiotics secara umum jenis mutacin ini cendrung digunakan sebagai target atraktif bahan
antimikrobial. Secara moleculer interaksi dari protein mutacin ini diperantarai oleh dua
komponen protein ComCDE dari protein LytTR yang difasilitasi oleh sistem regulasi
protein HdrRM dan BrsRM. Dua sistem ini berperan mengasilkan mutacin untuk menjaga
kelangsungan hidup S. mutans dari pengaruh lingkunganya (Merrit, 2012).
Mutacins pertama kali dipelajari oleh Kelstrup dan Gibbons pada tahun 1969 dan
kata 'mutacin' diciptakan oleh Hamada dan Ooshima pada tahun 1975. Mota-Meira (2000)
dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil mutacin dapat menghambat
bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L. monocytogenes, B. cereus,
C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin juga dapat menghambat
berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain resisten multi-obat
(Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria gonorrhoeae (Mota-Meira,
2005).
Mutacin B-Ny266 memiliki aktivitas penghambatan terhadap banyak nisin-A strain
resisten (L. monocytogenes Scott A, Pediococcus acidilactici), strain yang resisten oksasilin
(Enterococcus faecalis, S. aureus dan S. epidermidis) dan strain resisten vankomisin (N.
gonorrhoeae , E. faecalis) Mota-Meira (2000). Mutacins I dan III telah terbukti memiliki
potensi lebih dari nisin untuk menghambat methicilin-resistant S. aureus (MRSA),
vancomycin-resistant Enterococcus (VRE) dan S. epidermidis, memperlihatkan
konsentrasi hambat minimum lebih rendah dari 10 mg / ml (Qi, 1999)). Mutacins I, II, III
dan IV dapat menghambat kelompok A streptococcus (GAS) dan penisilin-tahan S.
pneumoniae dengan MIC bawah 1µg/ml (Qi, 2000).
Mutacins Lantibiotic menunjukkan aktivitas terhadap berbagai bakteri gram positif,
sedangkan mutacins non-lantibiotic (NLM) terutama aktif terhadap bakteri terkait erat.
Sejauh ini, enam mutacins lantibiotic telah ditandai yang meliputi mutacin I, mutacin II,
mutacin III/mutacin 1140 (Hilman, 1998), mutacin B-NY266, mutacin K8 (Robson, 2007)
dan mutacin SMB (Yonezawa, 2005). Di sisi lain, mutacins non-lantibiotic terdapat dalam
berbagai serotipe S. mutans.
13
2.3. Collagen Binding Protein Sebagai Potensial Stroke dan Endocarditis
Kemampuan infeksi S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis tidak
terlepas dari faktor viruensi yang dimiliki S. mutans untuk menginvasi host. Nakano (2010)
melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang berperan
penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain itu protein 190-kDa (Nakano
2008). Protein Cnm ini mengikat kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada
jaringan, berkoloni dan menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel
endotelium yang merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012).
Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein Cnm
memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah
dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein
permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan
kolagen host untuk. Nakano (2011) melaporkan bahwa Streptococcus mutans serotipe k
mengekspresikan Cbp yang merupakan faktor risiko potensial pada stroke hemoragik, hasil
ini juga diperjelas kembali oleh ia bahwa frekuensi S. mutans mengekpresikan Cbp pada
pasien stroke hemoragik secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan kontrol, dengan
demikian secara langsung Cbp S. mutans terlibat dalam haemoragik stroke dan endocarditis.
2.4. Stroke Hemoragik dan Endocarditis
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi mikroorganisme
seperti streptococcus mutans (Nakano 2011). Patogenesis stroke haemoragik terjadi akibat
tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah
otak. Stroke haemoragik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, perdarahan subarachnoid
dan perdarahan intraserebral (Sutrisno, 2007).
Perdarahan subaraknoi yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke
permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di
sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada
sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 %
disebabkan karena tekanan darah yang naik danterjadi saat aktivitas. Sedangkan perdarahan
intraserebral, adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat aneurisma
yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan
darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi
(Aliah, 2007).
14
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada
endokardium atau katub jantung. Infeksi endokarditidis biasanya terjadi pada jantung yang
telah mengalami kerusakan yang didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit
jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat seperti infeksi oleh bakteri yang
disebut dengan endokariditis bakterial. Endokarditis paling banyak disebabkan oleh
streptococcus mutans, Staphilococcus aureus E. faecalis dan jamur Candida albicans (Eisi,
1995; Nomura 2006)
2.5. Peran Streptococcus mutans Pada Stroke Hemoragik dan Endocarditis
Nakano (2010) melaoprkan bahwa S. mutans merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan dalam jaringan katup jantung dari penderita endocarditis. Selanjutnya Nakano
(2011) juga melaporkan bahwa S. mutans juga berperan pada kasus stroke hemoragik.
Selain itu, S. mutans serotipe k berperan pada infeksi vaskular intraserebral, dengan
demikian, S. mutans yang dikenal sebagai patogen pada karies gigi tetapi juga bersifat
bakteremia karena terlibat pada patogenesis penyakit intraserebral (Fujiwara, 2001).
Streptococcus mutans selain sebagai penyebab utama karies gigi juga dilaporkan
sebagai sumber infeksi endokarditis, kejadian ini diawali dengan trauma seluler (Banas,
2004).
Kira-kira 20% kasus endokarditis disebabkan oleh S. mutans (Chia, 2000).
Streptococcus mutans disebut sebagai penyebab endokarditis, karena memiliki protein
permukaan yang spesifik (Antigen I/II) dan protein Cbp terhadap reseptor matrik
ektraseluler sel epitel rongga mulut. Fibrinogen, kolagen, dan fibronektin termasuk dalam
matrik ekstraselluler (Well, 1993). Fibronektin (Fn), selain berperan dalam proses
pembekuan darah, embriogenesis, perbaikan jaringan, juga secara umum berperan sebagai
molekul adhesin pada dinding sel melalui interaksi antara reseptor fibronektin dengan
reseptor permukaan dinding sel antigen lainnya (Ward, 2001)
Patogenesis endokarditis sampai terjadi bakteremia dan kolonisasi S. mutans pada
katup jantung, diawali dengan terjadinya interaksi antara protein Cbp dengan fibronectin
binding protein (Fbp-130). Fibronektin insoluble glycoprotein dimer mengikat S. mutans
untuk melekat pada komponen matrik ekstraselluler. Selanjutnya S. mutans dibawa ke darah
melalui perlekatan Fibronectin Soluble disulphide yang terdapat di dalam plasma darah.
Komponen plasma darah seperti integrin, kolagen fibrin, gelatin, dan heparin mengikat S.
mutans dalam darah dan melalui sistem sirkulasi darah, S. mutans dibawa ke katup jantung,
menetap dan membentuk kolonisasi yang menyebabkan infeksi endokarditis. Sedangkan Gtf
dan Gbp tidak memperantarai perlekatan S. mutans pada sel epitel rongga mulut, hal ini
berhubungan dengan kemampuan reseptor Fbp-130 fibronektin mengenal antigen Gbp dan
15
Gtf. Gtf lebih berperan pada sintesis glukan dari sukrosa, sedangkan Gbp berperan dalam
perlekatan S. mutans pada pelikel gigi.(Hiroshi, 1997; Beg, 2002)
2.6. Target Reseptor Bakteriocin (Mutacin)
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang
dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh
bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu
sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah
molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006),
Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran
sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme
seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme
aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau
membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140
dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005)
Gambar. 1. Model mekanisme bakteriocin dalam tanpa imunitas (A) dan dengan imunitas
(B) dari classIIa bakteriosin. (A) bakteriosin (merah) sebagai target reseptor (oranye) sebagai target reseptor sel (1). kemudian mengikat komponen IIC (C) dan IID (D) dari
mannose-PTS (2) dan menyebabkan membran sitoplasma sel (3) dan kematian akhirnya sel. (B) kekebalan sel sebagai penghasil nonbacteriocin (1), protein kekebalan (pink)
terkait dengan protein reseptor. Ketika bakteriosin secara eksogen ditambahkan atau diproduksi oleh bakteri sendiri (2), protein kekebalan erat kaitan dengan reseptor untuk
mencegah bakteriosin terikat pada reseptor dan mencegah pembentukan pori-pori dan
membran sitoplasma tidak bocor (3). Dalam semua kasus, komponen IIAB sitoplasma
(AB) berada dalam kontak dengan mitranya membran-terletak, tetapi tanpa terlibat
langsung dalam fungsi reseptor atau dalam fungsi imunitas. (Gravesen, 2002).
16
2.7.Keterkaitan Usulan Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan tentang pemanfaatan S. mutans
sebagai agen infeksi yang menguntungkan. Penelitian sebelumnya oleh TPP menggunakan
telah S. mutans sebagai injuser atau subjek untuk memproduksi IgY anti S. mutans sebagai
penyebab karies gigi. Penelitian ini dilaksanakan juga di laboratorium TPM dan
Laboratorium Mikrobiologi FKH IPB yang didanai melalui program RUUI 2006-2007.
Selanjutnya penelitian yang sama menggunakan S. mutans sebagai ukuran kontrol biologi
perubahan pH rongga mulut untuk mencegah karies gigi dan infeksi oral candidiasis yang di
danai DIPA Unsyiah tahun 2011. Penggunaan S. mutans sebagai subjek penelitian untuk
kaitannya memproduksi antibodi anti karies gigi masih sejalan dengan penelitian yang
pernah dilakukan TPM. Penelitian yang telah dilakukan tersebut, khususnya terkait dengan
IgY anti S. mutans telah memproduksi IgY clone ComD S. mutans anti karies gigi dan dari
penelitian tersebut TPM telah menghasilkan paten Caries DNA Vaccine pcDNA-ComD (Co
inventor). Penelitian yang diusulkan melalui program Pekerti ini merupakan keterkaitan S.
mutans sebagai bakterinemia penyebab endocarditis dan stroke hemoragik disamping
penyebab karies gigi. Ide dan gagasan penelitian ini memberikan temuan baru untuk
mengeksplorasikan keberadaan S. mutans selain penyebab karies gigi juga menyebabkan
endocarditis dan strok hemoragik.
17
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan Penelitian
3.1.1. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan S. mutans sebagai pemicu infeksi
stroke haemoragik dan endocarditid, serta kemampuan mutacin S. mutans
berinteraksi dengan sel endothel. Sedangkan tujuan khusus mengevaluasi berbagai
kerusakan bagian jantung dan otak besar tikus model setelah diinfeksi dengan S.
mutans serta menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada
berbagai konsentrasi.
3.1.2. Tujuan tahun kedua, menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh
Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi
collagen binding protein pada sel endhothel untuk mencegah terjadinya stroke
hemoragik dan endocarditis.
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mendukung pemanfaatan bahan asal bakteri sebagai
sumber atau bahan sediaan untuk farmakoterapi stroke dan endocarditis. Selain itu dapat
dijadikan referensi pengembangan ilmu pengetahuan terutama untuk mendukung upaya
pencegahan stroke dan endocarditis. Kaitan lainnya penelitian ini memberikan kontribusi
dalam bentuk penyediaan bahan kits analisis untuk kepentingan penelitian selanjutnya
terkait dan hubungannya dengan penyakit ini. Sedangkan kontribusi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan, memberikan kontribusi terhadap upaya mencari solusi untuk penanganan
dan penanggulangan penyakit stroke dan infeksi endocarditis. Selain itu, mengkaji potensi
terkait penggunaan bakteri patogen yang berguna bagi pencegahan penyakit dengan
pendekatan analisis molekuler dan seluler.
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Gambaran Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek bakteri Streptococcus mutans dan tikus model yang telah
dilaksanakan dalam tahun 2014 di Laboratorium mikrobiologi dan patologi FKH dan
laboratorium mikrobiologi FK Unsyiah, selanjutnya menggunakan laboratorium Oral
Biologi FKG Universitas Indonesia selaku mitra kerjasama penelitian, untuk mendapatkan
hasil penelitan, maka menggunakan beberapa pendekatan eksperimental laboratorium,
dimana rincian masing-masing kegiatan penelitian setiap tahunnya sebagai berikut: tahun
pertama mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan otak sekaligus dan
aktivitas mutacin S. mutans menghambat aktivitas seluler collagen binding protein (Cbp)
pada sel endothel. Sedangkan pada tahun kedua menguji efektifitas antibiotik mutacin yang
dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan
interaksi collagen binding protein pada sel endhothel untuk mencegah terjadinya stroke
hemoragik dan endocarditis.
4.2. Metode Penelitian
1. Kultur Bakteri Streptococcus mutans dan Sel Endothel-Kollagen
Streptococcus mutans isolat klinis yang dikoleksi dari penderita karies gigi, endocarditis,
dan stroke haemorhagic dikultur pada media padat selektif TYS20B dan diinkubasi
selama 12-72 jam pada suhu 370C dalam suasana mikroaerofilik. Satu koloni dari
masing sampel yang dianalisis yang tumbuh pada media padat tersebut diambil dengan
oase untuk selanjutnya dibiakkan dalam media cair TSB selama 24-72 jam pada suhu
370C, dalam suasana suasana mikroaerofilik. Pembuluh darah arteri coronary jantung
dan pembuluh darah cerebral dibersihkan dengan larutan PBS dan diberi larutan
Collagenase. Pemisahan larutan Collagenase dengan melakukan sentrifugasi 1000 rpm
selama 8 menit. Bagian supernatan dibuang, kemudian menambahkan 4 ml medium
kultur dan selanjutnya dipindahkan ke dalam plate well 24. Plate untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam inkubator CO2 sampai mono-layer (membentuk cobblestone)
kurang lebih 3-4 hari dan media diganti setiap 2 hari sekali. Setelah sel tersebut
dikoleksi selanjutnya ditanam secara terpisah pada cawan kultur.
19
2. Ektraksi dan Preparasi Mutacin dari Streptococus mutans
Streptococcus mutans yang telah dikultur dalam TBS diambil 15 ml dan selanjutnya
dengan pH 2 yang kedalamnya ditambah 4 N HCl 0,5 ml untuk menyerap mutacin yang
diproduksi pada permukaan sel S. mutans (Nicolasa, 2004). Setelah itu, dipanaskan
selama 10 menit pada suhu 70 0C untuk membunuh sel dan menghambat enzim protease.
The supernatants containing the antibacterial activity were obtained after centrifugation
at 10,000 rpm selama 5 menit dan siap digunakan untuk uji mutacin. Tidak semua
ektraksi ini dapat berhasil untuk ditentukan jika semua mutacin dapat dipindahkan dari
sel, untuk memastikannya maka dilakukan pengujian pada triplicate. Satu koloni S.
mutans yang mengandung mutacin diinokulasikan pada media TSBYE dan
diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 37 0C. A 1% (v/v) dan ditambahkan
kemudian dalam media tersebut 10 ml atau 100 ml fresh medium (Sesuai kebutuhan)
selanjutnya dipersiapkan test optimalisasi produksi mutacin
Metode yang digunakan untuk menentukan ekpresi mutacin dari S. mutans dilakukan
berdasarkan prinsip produksi mutacin berdasarkan Parrot (1989) yang dimodifikasi oleh
Nicolasa(2004) dan Waterhouse (2006). Serial two-fold dilusi dari ektra sel free S.
mutans dibuat 100 µl dalam pengecer yang berbeda dalam 96-well Falcon microtitre
plate (Fisher Scientific, Montre´al, QC, Canada). Aktifitas mutacin yang telah
diekspresikan dinyatakan dalam satuan per ml (AU / ml), hasil yang sesuai dengan
pengenceran terakhir menunjukkan zona hambatan terdeteksi terhadap S. mutans setelah
24 jam inkubasi pada 37 8C dalam kondisi aerobik.
3. Uji Interaksi Mutacin dengan Sel Endothel
Sel endothel dari pembuluh darah cerebelum dan arteri coronary yang telah dikultur
dipersiapkan untuk diinteraksikan dengan mutacin S. mutans berdasarkan prinsip kerja
Dorn (2000) yang dimodifikasi Nakano (2004). Uji proteksi antibiotik ini untuk menilai
kapasitas interaksi mutacin S. mutans dengan sel endhotel. Dimana sebelumnya sel
endhotel dikultur pada basal medium (EBM-2; Lonza) dilengkapi dengan EGM-2MV
single-use aliquots (Lonza). Kemudian diinkubasi 37°C dengan 5% CO2. Selanjutnya
dianalisi hasilnya pada panjang gelombang OD500. Atau kapasitas interaksi S. mutans
dengan sel endothel dinilai dengan cytochalasin D (Sigma) seperti yang dijelaskan oleh
Dorn (2000).
20
4. Uji Reaktivitas S. mutans Mutacin dengan Collagen Binding Protein Pada Sel
Endothel
Uji rektivitas ini menggunakan prinsip kerja ELISA, dimana interaksi antara mutacin
dengan collagen binding protein pada sel endtothel menjadi indikator untuk
menghambat kerja S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis. Potensi
reaktifitas mutacin dengan collagen binding protein (Cbp) pada sel endothel pembuluh
darah akan diuji secara imunologis dengan metoda ELISA. Dilusi mutacin paling rendah
yang memberikan OD tertinggi menyatakan reaktifitas mutacin terhadap protein Cbp
tertinggi. Assay akan dilakukan 3 kali secara independent.
5. Pembuatan Suspensi Bakteri, Preparasi Kandang dan Perlakuan Hewan Coba
Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media
TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu diinkubasi dalam inkubator selama
24 jam pada suhu 37ºC. Setelah diinkubasi kekeruhannya dibandingkan dengan
kekeruhan Mc Farland 3. Bila kekeruhan S. mutans dalam media TSB sama dengan
kekeruhan Mc Farland 3 maka jumlah S.mutans diperkirakan sebanyak 9 x 108 CFU/ml.
Apabila larutan berisi bakteri lebih keruh dibandingkan larutan Mc Farlan 3 maka
larutan ditambahkan cairan TSB sampai kekeruhannya sama, jika larutan bakteri tidak
sama keruh dengan larutan Mc Farland 3 maka ditambahkan larutan bakteri lagi sampai
kekeruhannya sama.
Sebanyak 24 ekor tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) berjenis kelamin
jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari
FKH Universitas Syiah Kuala diadaptasi selama seminggu untuk proses aklimatisasi
sebelum penelitian dimulai. Selama perlakuan tikus dikandangkan dalam kandang
individual dengan sekam padi yang menutupi lantai dan diberikan pakan standar berupa
pelet dan air secara ad libitum. Ruangan tempat kandang tikus berada di tempat yang
mudah dibersihkan dan disanitasi dengan kondisi standar, siklus gelap dan terang 12/12
jam.
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 ekor tikus putih
jantan galur wistar yang dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan
(K(p)) sebanyak 12 ekor tikus dan kelompok kontrol negatif (K(-)) sebanyak 12 ekor
tikus. Kelompok K(-) diinjeksikan NaCl 0,9% dan kelompok K(p) disuntikkan S. mutans
sebanyak 109 CFU/ml. Penyuntikan dilakukan pada vena ekor tikus. Dilatasi vena untuk
memudahkan penyuntikan dapat dilakukan dengan menghangatkan ekor tikus dengan
21
menggunakan kapas yang dibasahi air hangat kemudian dioleskan pada ekor tikus.
Setelah dilatasi dilakukan penyuntikan melalui vena ekor tikus dengan respirasi terlebih
dahulu.
Sampel darah diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang
diinfeksi dengan S. mutans. Sampel darah diambil melalui vena ekor tikus menggunaka
spuit 3cc 25 G sebanyak 1 ml. Sampel darah ini dijadikan sebagai kelompok perlakuan
dan pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke 7, 14, 21 dan 30.
6. Penentuan Infeksi Pada Endokardium dan Serebrum dan Kultur Streptococcus
mutans Isolat Darah
Sampel darah yang akan dijadikan kelompok perlakuan diambil dari tikus putih galur
wistar (Rattus norvegicus) yang terinfeksi oleh bakteri S. mutans. Tikus putih galur
wistar (Rattus norvegicus) akan dilakukan pemeriksaan histopatologis jantung dan otak
untuk memastikan bahwa tikus yang diambil sampel darahnya telah terinfeksi pada
endokardium dan serebrum. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat perubahan
yang terjadi pada histopatologis endokardium dan serebrum pada hari ke-30.
Bakteri S. mutans isolat darah dibiakan dalam cawan petri berisi media selektif
TYS20B. Bakteri S. mutans diambil menggunakan jarum ose kemudian digoreskan pada
permukaan media dengan teknik goresan T. Kemudian dimasukkan ke dalam anaerobic
jar untuk memperoleh suasana anaerob. Untuk mengetahui suasana telah anaerob
digunakan indikator metilen blue dimana indikator ini akan berubah warna dari biru
menjadi putih dalam waktu 1-2 jam lalu diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC
selama 2x24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram terhadap bakteri S. mutans
dengan melihat warna, bentuk, dan cirinya di bawah mikroskop.
7. Pembuatan Suspensi Streptococcus mutans Isolat Darah
Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media
TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu dinkubasikan dalam inkubator
selama 24 jam pada suhu 37ºC, dan 40ºC serta pH 5, 6 dan 8. pH diatur terlebih dahulu
dengan cara menambahkan NaOH dan HCL, apabila larutan terlalu basa maka
ditambahkan HCL dan jika larutan terlalu asam maka ditambahkan NaOH kemudian
nilai pH diukur, jika pH sudah mencapai nilai yang dinginkan dan diinkubasikan pada
suhu 37ºC.
22
8. Perbandingan Pertumbuhan S. mutans Isolat Laboratorium (ATCC 31987) dengan
Isolat Darah tikus Rattus norvegicus
Bakteri S. mutans isolat laboratorium (ATCC 31987) diinkubasikan dalam suhu 37
ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Selanjutnya bakteri S. mutans yang
diperoleh dari isolat darah infeksi endokardium dan serebrum diinkubasikan dengan
suhu dan pH yang sama dengan S. mutans isolat laboratorium yaitu 37 ºC dan 40 ºC
serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Setelah 24 jam masa inkubasi berdasarkan beberapa
suhu dan pH tersebut bakteri kemudian dibandingkan jumlah pertumbuhannya. Jumlah
bakteri akan dihitung menggunakan Spektrofotometer.
9. Pembuatan Preparat Histopatologis dan Pengamatan Hasil
Setiap tikus putih dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol dieuthanasia
dengan inhalasi eter 5%. Langkah pertama adalah kranium dibuka dan otak dikeluarkan
lalu difiksasi menggunakan larutan neutral buffered formaline 10% selama 12 jam.
Selanjutnya dibuat sediaan histopatologis sesuai dengan prosedur teknik yang biasa
dilakukan di Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Tahap selanjutnya adalah melakukan
trimming organ dengan memotong organ dengan ukuran 1cm x 1cm x 1cm lalu
dilakukan dehidrasi organ otak dalam larutan aseton sebanyak dua kali masing-masing
dalam waktu 1,5 jam. Lalu dilakukan clearing dengan memasukkan otak ke dalam
larutan xylol sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam. Kemudian dilakukan proses infiltrasi
parafin dengan memasukkan organ ke dalam parafin cair sebanyak 2 kali dalam waktu
1,5 jam yang dilakukan di dalam oven pemanas dengan suhu 60 0C. Setelah itu, lakukan
embedding/blok jaringan dengan menanam otak ke dalam blok parafin dan dibiarkan
membeku kemudian diiris dengan ukuran 5µm dengan menggunakan mikrotom rotari.
Hasil irisan dibentangkan dalam air hangat dengan suhu 500 C lalu ditempelkan pada
object glass yang telah diberi perekat albumin Mayers dan dikeringkan di atas hot plate
selama ± 2 menit untuk menghilangkan sisa-sisa air serta dibiarkan pada suhu kamar
selama ± 24 jam.
Langkah selanjutnya adalah pewarnaan hematxylin-eosin dengan merendam jaringan
di dalam xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, lalu di dalam alkohol
absolut sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 96% sebanyak 2 kali
masing-masing selama 2 menit, alkohol 90% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2
menit dan air selama 2 menit. Kemudian rendam kembali jaringan ke dalam hematoxylin
dan bilas dengan air sampai menjadi bening. Lalu celup ke dalam acid alkohol sebanyak
2 kali, akuades sebanyak 3 kali, eosin selama 1-2 menit dan terakhir celup ke dalam air
23
sebanyak 3 kali. Selanjutnya rendam di dalam alkohol 96% sebanyak 2 kali masing-
masing selama 1 menit, alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing 1 menit dan
xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah jaringan
ditutup dengan cover menggunakan balsem Kanada dan dibiarkan sampai perekat kering
(± 12 jam) dan siap diamati di bawah mikroskop elektrik. Pengamatan histopatologis
dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 400 kali.
Sasaran pembacaan preparat adalah melihat gambaran histopatologis otak tikus.
24
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Pertumuhan S. mutans Isolat Darah Tikus (Rattus novergituss) Berdasarkan
Suhu dan pH
Gambar 2. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan pH
Keterangan :
ATCC : S. mutans ATCC 31987
M1 : S. mutans isolat darah minggu pertama
M2 : S. mutans minggu kedua
M3 : S. mutans minggu ketiga
M4 : S. mutans minggu keempat
0.547
0.257
0.591
0.849
0.435
0.945
0.5690.577
0.017
0.467
0.976
1.105
0.753
0.102
0.591
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8
ATCC M 1 M 2 M3 M 4 ATCC M 1 M2 M 3 M 4 ATCC M1 M 2 M 3 M 4
25
Gambar 3. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah Berdasarkan Suhu
Keterangan :
ATCC : S. mutans ATCC 31987
M1 : S. mutans isolat darah minggu pertama M2 : S. mutans isolat darah minggu kedua
M3 : S. mutans isolat darah minggu ketiga
M4 : S. mutans isolat darah minggu keempat
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan oneway-ANOVA menunjukkan
bahwa perubahan beberapa tingkatan pH (5, 6 dan 8) pada setiap minggu memiliki
perbedaan yang bermakna terhadap pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S.
mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus (p≤0,05). Hasil uji T untuk pertumbuhan koloni
S. mutans ATCC 31987 dengan S. muans isolat darah tikus Rattus norvegicus pada 2
tingkatan suhu yakni 37°C dan 40°C menunjukkan perbedaan yang bermakna pada minggu
pertama dan minggu kedua penghitungan bakteri S. mutans (p≤0,05) sedangkan untuk
minggu ketiga dan keempat hasil uji T penghitungan koloni S. mutans tidak memiliki
perbedaan yang bermakna (p≥0,05).
Pertumbuhan S. mutans isolat darah dan ATCC 31987 pada beberapa suhu ditinjau
berdasarkan absorbansi. Penghitungan jumlah S. mutans isolat darah berdasarkan suhu 37⁰C
pada minggu kedua menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan S. mutans ATCC
31987. Streptococcus mutans diketahui tumbuh dengan baik pada suhu 18 ⁰C-40 ⁰C
(Hidayati, 2010). Penghitungan koloni yang terhitung lebih baik pada suhu 37⁰C
diakibatkan oleh suhu 37⁰C merupakan suhu yang umum digunakan untuk inkubasi bakteri
(Sabir, 2005). Bakteri Gram-positif lain seperti Staphylococcus saprophyticus diketahui
akan tumbuh dengan cepat pada suhu 37⁰C. Bakteri ini memiliki beberapa kesamaan dengan
0.5580.503
0.616
0.109
0.379
0.051 0.0390.096
0.059
0.38
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
ATCC M 1 M 2 M3 M 4 ATCC M 1 M2 M 3 M 4
26
bakteri Gram-positif S. mutans yaitu memfermentasi karbohidrat serta mengasilkan asam
seperti asam laktat (Dewi, 2010). Pada suhu 37⁰C S. mutans isolat darah menunjukan nilai
yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Meskipun pada suhu 37⁰C larutan yang
berisi S. mutans isolat darah memiliki nilai yang lebih tinggi pada beberapa minggu
daripada suhu 40⁰C, namun S. mutans masih mampu hidup pada suhu tinggi dimana
diketahui bahwa pada seseorang yang mengalami infeksi akan mengalami kenaikan suhu
tubuh (Meregetthe, 2008).
Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus
Rattus Norvegicus pada dua variasi suhu yaitu 37⁰C dan 40⁰C menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua berdasarkan (p≤0,05). Penghitungan S.
mutans isolat darah dan S. mutans ATCC 31987 pada suhu 40⁰C tidak menunjukan nilai
sebaik suhu 37⁰C pada setiap minggu berdasarkan absorbansi, namun pada minggu keempat
suhu 40⁰C menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987 maupun
dengan S. mutans isolat darah pada suhu 37⁰C. Kemampuan tumbuh S. mutans pada suhu
tinggi disebabkan oleh kemampuan S. mutans mempertahankan diri terhadap berbagai
perubahan yang terjadi di lingkungan tempat hidup bakteri tersebut. Perubahan suhu
merupakan salah satu hal yang sering terjadi pada perubahan lingkungan, dilaporkan bahwa
bakteri mampu merubah atau memodifikasi paling sedikit 10% dari suhu bakteri tersebut
baik tinggi maupun rendah. Sebagian besar perubahan pada bakteri dipengaruhi oleh
metabolisme, penyesuaian diri, struktur membran bakteri, dan virulensi pada masing-masing
bakteri (Meregetthe, 2008).
Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus
Rattus norvegicus yang dikultur pada media TYS20B dan kemudian ditanamkan ke media
cair 5 ml yang diatur pHnya menjadi 5, 6 dan 8, hasil yang didapat menunjukkan tidak ada
perbedaan yang bermakna (p≥0,05). Pada pH 5 pertumbuhan bakteri berdasarkan nilai
absorbansi menunjukan bahwa pertumbuhan S. mutans isolat darah pada minggu ketiga
lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH
5 menunjukan peningkatan dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Pertumbuhan S.
mutans baik pada pH rendah dikarenakan tiga sifat virulensi S. mutans yang banyak
dilaporkan oleh peneliti yaitu mampu menyebabkan karies gigi melalui pembentukan
biofilm pada gigi, memproduksi asam organik melalui metabolisme karbohidrat dan
kemampuan tumbuh serta memproduksi asam dalam lingkungan dengan pH rendah (Palmer,
2013)
27
Streptococcus mutans mampu mengasamkan lingkungannya sampai pH 3,5 (Fozo,
2004). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang sangat baik bertahan dalam banyak
tingkatan pH dibandingkan Streptococci lain. Mengidentifikasi kemampuan bakteri yang
bisa menghasilkan asam untuk bisa bertahan pada pH basa diketahui bahwa sitoplasma pada
bakteri biasanya akan lebih basa dari lingkungan sekitar tempat bakteri hidup, untuk
menyesuaikannya maka bakteri akan melepaskan proton (H+) dan mengasamkan
sitoplasmanya (Cotter, 2003).
Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 6 tidak memiliki nilai yang lebih baik
daripada S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 8
menunjukan nilai yang sangat baik pada minggu pertama dibandingkan dengan S. mutans
ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah terus menurun sampai minggu ketiga.
Streptococcus mutans ternyata masih tetap mampu bertahan pada pH basa, Elizabeth (2004)
menyebutkan bahwa pada pH 7 S. mutans masih tetap hidup. Streptococcus mutans yang
tumbuh pada pH 7 memiliki pH intraselular 7,88 sedangkan pada S. mutans yang tumbuh
pada pH 5,5 memiliki pH intraselular 6,22 (Hanh, 1999). Penelitian Elizabeth (2004)
menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri yang baik pada pH 8 bisa terjadi karena
kemampuan bakteri untuk hidup dalam tekanan perubahan pH. Jose A. Lemos (2008)
menyebutkan bahwa S. mutans akan tetap tumbuh baik pada pH yang berkisar 5 sampai 7
(Lemos, 2008). Kemampuan biofilm untuk menghasilkan senyawa basa bisa menetralkan
suasana asam dan mencegah timbulnya mikroflora kariogenik. Pada kenaikan pH internal,
diatur dengan memproduksi produksi NH3 dengan kombinasi proton dalam sitoplasma
untuk memproduksi NH4+ (Cotter, 2003).
28
5.2. Profil Histopatologis Jantung Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans
5.2.1. Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung
Gambar 4. Gambaran histopatologi kelompok perlakuan hari ke-30. A. Endokardium : a. destruksi jaringan,
(HE, 400x), b. infiltrasi sel-sel radang, c. lisis jaringan, d. nekrosis sel (HE, 1000x): B. Miokardium : a.
hemoragi, b. hiperemi (HE, 400x), c. lisis jaringan, d. infiltrasi sel radang, e. pembesaran ruang, f. hipertropi
otot, g. nekrosis sel (HE, 1000x). C. Epikardium : a. hemoragi (HE, 1000x), b. destruksi jaringan (HE, 400x),
c. sel fibroblast, d. lisis jaringan, e. nekrosis sel, f. infiltrasi sel-sel radang, (HE, 1000x).
Hasil pengamatan histopatologis lapisan jantung pada hari ke-30 (Gambar 4).
Menunjukkan kerusakan yang semakin menyebar ditandai dengan jumlah sel nekrosis
meningkat, lisis jaringan dan terjadi destruksi jaringan endokardium. Miokardium jantung
mengalami hemoragi, hiperemi, hipetrofi otot, nekrosis sel, lisis jaringan, pembesaran ruang
dan infiltrasi sel-sel radang. Epikardium mengalami hemoragi, nekrosis sel, destruksi
jaringan, lisis jaringan, infiltrasi sel-sel radang dan sel fibroblas.
Bakteri S. mutans melakukan invasi dalam sirkulasi darah dengan mengeluarkan
eksotoksin berupa peptidoglikan yang dapat menginduksi peradangan dengan tujuan untuk
mengeliminasi bakteri. Proses peradangan menimbulkan perubahan vaskular berupa
hiperemi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbin (2007) bahwa peradangan akan
mengalami vasokontriksi dan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan
29
penyumbatan lokal (hiperemi). Selanjutnya mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel yang
mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskuler sehingga sel
darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik, terjadi peningkatan viskositas darah
dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik memperlihatkan dilatasi pembuluh darah
yang dipadati eritrosit. Neutrofil keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang
endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan. Toksin S.
mutans menyebabkan kerusakan sel endotel sehingga memicu kebocoran vaskular
(hemoragi) yang dapat berlangsung beberapa jam atau berhari-hari. Hemoragi merupakan
keadaan darah keluar dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau
keluarnya darah dari tubuh (Ayu, 2014, Robbi, 2007)
Bakteri S. mutans dalam aliran darah akan menyebabkan kebocoran pembuluh darah
sehingga menstimulasi faktor pembekuan. Fibrinogen selain merupakan faktor penting
dalam pembekuan darah juga berikatan dengan S. mutans. Hal ini sesuai dengan penelitian
Philip (2004) bahwa S. mutans masuk dalam aliran darah akan menyebabkan kerusakan
pada sel endotel. Kemudian matriks ekstraseluler seperti fibrin, fibronektin dan kolagen
terpapar dan terjadi agregasi platelet untuk proses pembekuan darah. namun fibrin, platelet
S. mutans dan sel-sel inflamasi akan membentuk suatu massa yang disebut vegetasi (Prince,
2005)
Lapisan jantung kelompok perlakuan menunjukkan infiltrasi sel-sel radang yang
berfungsi sebagai imunitas alami untuk mengeliminasi S. mutans. Bakteri ini berada dalam
aliran darah akan mengeluarkan eksotoksin yang mengaktifkan TFN-α dan IL-1 yang akan
meningkatkan neutrofil dan sel-sel radang untuk memfagosit bakteri. Sel-sel radang yang
berperan pada endokarditis berupa komplemen, neutrofil, monosit dan makrofag. Namun
sel-sel radang ini tidak terlalu dominan, hal ini dapat dilihat pada lapisan jantung tikus
kelompok perlakuan gambar 5.2. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Philip (2004)
bahwa S. mutans merupakan bakteri Gram-positif yang resisten terhadap komplemen. Selain
itu S. mutans mempunyai kapsul pada dinding sel sehingga mencegah fagositosis oleh
makrofag pejamu (Damjanov, 1998, Moreiion, 2004)
Infeksi S. mutans dapat menyebabkan nekrosis sel lapisan jantung tikus putih baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung eksotoksin merusak
pembuluh darah sehingga terjadi obstruksi suplai darah yang mengakibatkan terjadinya
nekrosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alan (2000) bahwa bakteri dalam tubuh akan
menghindari fagosit, berproliferasi dan menyebabkan nekrosis sel. Nekrosis sel ditandai
dengan inti sel menyusut, memiliki batas yang tidak beraturan dan berwarna gelap, proses
ini disebut piknotik. Kemudian sel akan mengalami karioreksis yang ditandai dengan inti sel
30
hancur dan membentuk fragmen-fragmen yang tersebar dalam sel. Akhirnya, pada beberapa
keadaan inti sel menghilang (kariolisis). Nekrosis akan menyebabkan hilangnya fungsi
daerah yang mati. Selain itu, beberapa daerah nekrotik dapat menjadi fokus infeksi yang
merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
(Junquiera, 2007, Sandritter, 2003)
Infeksi S. mutans menyebabkan kelompok perlakuan PII, PIII, PIV mengalami
nekrosis, kerusakan jaringan dan lisis jaringan semakin meningkat seiring berjalan waktu
seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Hal ini dikarenakan bakteri menetap dan
menyebabkan infeksi kronis yang dapat menyebabkan destruksi dan lisis jaringan. Infeksi
akan menstimulasi respon inflamasi untuk menghancurkan antingen namun jaringan sekitar
juga mengalami destruksi. Alan (2000) mengemukakan eksotoksin bakteri Gram-positif
menyebabkan kerusakan jaringan. Gambaran histopatologis miokardium yang mengalami
destruksi jaringan memperlihatkan hilangnya garis melintang. Jika suatu daerah mengalami
nekrosis akan menstimulasi respon peradangan pada jaringan yang berdekatan. Sehingga
jaringan ini akan mengalami nekrosis dan lisis (Gambar 4) (Steven, 2004).
Gambaran histopatologis lapisan jantung menunjukkan adanya hipertropi otot
jantung yang ditandai dengan penambahan ukuran sel, keadaan ini terjadi karena
peningkatan fungsional organ (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Silvia
(2006) bahwa endokarditis dapat menyebabkan inkopetensi katup sehingga memaksa
jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk menggantikan aliran balik ke atrium.
Sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kerja miokardium, pembesaran ruang dan
hipertrofi otot jantung. Endokarditis menyebabkan peradangan pada miokardium, dimana
infeksi menyebar secara langsung dari katup jantung. Respon peradangan menyebabkan
edema interstisium sehingga memisahkan sel-sel miokardium dan sebagian lagi mengalami
nekrosis (Gani, 2006).
Epikardium yang mengalami infiltrasi sel fibroblas, dimana sel ini berfungsi dalam
proses perbaikan jaringan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam
pembentukan jaringan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Ivan (1998) bahwa
infeksi pada lapisan epikardium menyebabkan kerusakan sel mesotel dan dilapisi oleh
eksudat yang kaya dengan fibrin, terdapat infiltrasi sel radang dan pembentukan jaringan
fibrosa (Kusyanti, 2010).
31
5.2.1. Gambaran Histopatologis Endocardium dan Katup Jantung
Gambar 5. Gambaran histopatologis katup jantung tikus A: a: infiltrasi sel radang (HE, 400x); B: a: inti sel
karioreksis, b: inti sel piknotik, c: kariolisis, d: jaringan lisis (HE, 1000x)
Hasil pengamatan histopatologis katup jantung tikus pada kelompok perlakuan yang
dieuthanasia pada hari ke-30 menunjukkan adanya infiltrasi sel radang, inti sel karioreksis,
inti sel kariolisis, inti sel piknotik dan lisis jaringan. Perubahan histopatologis endokardium
dan katup jantung tikus putih setelah diinjeksi S. mutans meliputi hiperemi, hemoragi,
infiltrasi sel radang, cloudy swelling, nekrosis sel serta lisis jaringan. Pada penelitian ini,
perubahan tersebut diamati pada hari ke-7, ke-14, ke-21, ke-30. Hiperemi terlihat pada hari
ke-7 pada lapisan endokardium. Hiperemi terjadi pada fase peradangan akut. Pertama jejas
yang terbentuk akan menyebabkan dilatasi arteri lokal yang didahului vasokonstriksi
singkat, hal ini menyebabkan darah terbendung. Terbendungnya aliran arah disebabkan oleh
beberapa hal. Bila hyperemia terjadi, venula dan kapiler bertambah permeabel
mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke dalam jaringan hiperemi yang terus meningkat
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular sehingga darah di dalam pembuluh
merembes ke jaringan dan membentuk hemoragi (Robbins, 2010). Hemoragi terlihat pada
hari ke-14 dan ke-30 pada lapisan endokardium, hemoragi disebabkan oleh rupturnya
pembuluh darah sehingga perdarahan masuk ke dalam jaringan (Steve, 2000)
Pada lapisan endokardium, infiltrasi sel radang terlihat pada hari ke-14, ke-21 dan
pada katup jantung terlihat pada hari ke-30. Hal ini diasumsikan akibat toksin yang
dihasilkan oleh S. mutans dapat memicu respon inflamasi berupa sitokin. Pada penelitian
Shun dkk (2005) menyatakan bahwa tikus salah satu protein permukaan yang dimiliki S.
mutans adalah glukosiltransferase (Gtfs) yang diketahui dapat menginduksi produksi
sitokin, seperti interleukin 6 (IL-6) dari monosit, IL-6 terlihat 72 jam stetelah infeksi dan
tidak hanya ditemukan pada infeksi akut saja, tetapi juga pada tahap kronis dari
endokarditis, S. mutans juga dilaporkan dapat menginduksi produksi kemokin IL-8 dan
32
monocyte chemoattractant protein (MCP-1) yang ikut berperan pada rekrutmen sel-sel
inflamatori (Shu, 2005, Purwanto, 2014).
Degenerasi Cloudy swelling (bengkak keruh) terlihat di lapisan endokardium dan
katup jantung pada hari ke-7 sampai hari ke-30. Degenerasi CS terjadi akibat gangguan
metabolit yang mempertahankan lingkungan ion dari sel. Bila mekanisme regulasi ini gagal,
maka natrium dan air mengalir ke dalam sel dan kalium meninggalkan sel, akibatnya
mitokondria membengkak dan sitoplasma tampak terisi dengan granula protein yang halus
(Sandritter, 1998). Pada hari ke-30 di katup tidak terlihat lagi degenerasi CS karena banyak
jaringan yang telah lisis.
Nekrosis sel sudah mulai terlihat pada hari ke-7, 14, 21, 30 pada lapisan
endokardium dan katup jantung. Nekrosis (kematian sel) terjadi akibat jejas saat individu
masih hidup. Nekrosis bias akut tanpa tahapan kemunduran sel, bila terjadi gangguan fungsi
mendadak baik akibat trauma maupun perdarahan. Secara mikroskopik jaringan nekrotik
seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin. Perubahan
yang terjadi saat nekrosis tampak pada intinya, yaitu: hilangnya gambaran kromatin, inti
menjadi keriput karena tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat yang berwarna gelap
hitam (piknotik), inti terbagi atas fragmen-fragmen atau robek disebut karioreksis, inti tidak
lagi mengambil warna banyak sehingga pucat dan tidak nyata (kariolisis). Akhirnya seluruh
jaringan menjadi satu masa amorf, granuler tanpa inti atau meninggalkan bayangan-
bayangan kerangka sel dan akhirnya menghilang, Faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan lisis sel dibagi atas pengaruh eksterna dan interna. Pengaruh eksterna meliputi
mikroorganisme, suhu sekitar, kelembaban udara, sedangkan pengaruh interna meliputi
umur setelah inti sel lisis, maka daerah tersebut akan mengaami kekurangan nutrisi sehingga
akan terjadi lisis jaringan seperti yang terlihat pada hari ke-30 dilapisan endokardium dan
katup jantung (Khrisanti, 2010).
Dari hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas S. mutans dapat merusak
endokardium dan katup jantung apabila telah masuk kedalam aliran darah, yang dimulai
dengan adanya peradangan akut, ditandai dengan infiltrasi sel radang dan adanya hiperemi,
karena imun tidak dapat memfagosit S. mutans secara menyeluruh sehingga infeksi berlanjut
ke tahap kronis dengan ditandai adanya hemoragi, degenerasi sel, nekrosis sampai terjadinya
lisis jaringan.
33
5.3. Profil Histopatologis Otak Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans
5.3.1. Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Galur Wistar Setelah Diinfeksi
Dengan Streptococcus Mutans
Gambar 6. Gambaran Histopatologis Serebrum Kelompok Perlakuan Hari Ke-30. (A) a. Jaringan nekrosis; b.
Hiperemi pembuluh arteri; c. Hemoragi; d. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (B) a. Nekrosis jaringan; b.
Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (C) a. Infiltrasi sel radang; b. Pembuluh arteri ruptur (HE, 400x)
Gambaran histopatologis serebrum tikus putih setelah diinjeksi S. mutans
menunjukkan adanya hiperemi, infiltrasi sel radang, hemoragi, nekrosis sel dan jaringan
serta ruptur pembuluh darah. Hiperemi dan infiltrasi sel radang terlihat pada semua
kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah darah dalam kapiler
yang mana merupakan respon inflamasi terhadap infeksi yang disebabkan oleh S. mutans
(Fedi, 2005). Ketika masuk ke dalam darah, S. mutans akan mengeluarkan eksotoksin
berupa peptidoglikan yang akan menginisiasi pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin,
histamin dan serotonin (Sudiono, 2003, Myhre, 2004). Zat-zat ini akan tersebar di dalam
jaringan dan menyebabkan terjadinya perubahan vaskular dimana pembuluh darah akan
mengalami vasokontriksi sementara (beberapa detik) lalu terjadi vasodilatasi arteri yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah. Melebarnya pembuluh darah ini merupakan
penyebab timbulnya warna kemerahan (eritema) (Kumar, 2004).
Dilatasi pembuluh darah juga akan menimbulkan perubahan pada sel endotel sehingga
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Cairan plasma keluar ke jaringan
sehingga tekanan hidrostatik darah menjadi lebih tinggi dan menyebabkan sel darah merah
menjadi lebih lengket dan menggumpal. Akibatnya viskositas darah merah meningkat dan
memperlambat sirkulasi (Sudiono 2003; Kumar, 2004).
Gambaran histopatologis hemoragi dan nekrosis terlihat pada kelompok PII, PIII dan
PIV, yang mana kerusakan tersebut meningkat setiap minggunya. Hemoragi ditandai dengan
adanya darah yang masuk ke jaringan. Hal tersebut terjadi karena tekanan hidrostatik darah
meningkat dan porositas kapiler bertambah besar sehingga menyebabkan sel darah merah
keluar dari pembuluh darah (Sudiono, 20003). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Plumb
34
(1994) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma atau meningkatnya porositas
pembuluh darah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (cit. Plumb, 1994)
(Asniatih, 2013).
Nekrosis dapat ditandai dengan pengerutan inti (piknosis), fragmentasi inti
(karioreksis) dan penghancuran inti (kariolisis) (Kevin, 2010; Thomas, 1998). Pertama, sel
yang nekrosis akan menunjukkan pengerutan inti, dimana inti sel menjadi kecil dan padat.
Selanjutnya inti sel yang mengalami piknosis akan terbagi menjadi beberapa potongan kecil
(karioreksis) dan berlanjut dengan hilangnya inti sel (kariolisis) (Steve, 2000). Nekrosis sel
dapat terjadi karena adanya kerusakan pada arteri yang bertugas memperdarahi daerah
tertentu. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan suplai nutrisi terhambat sehingga
metabolisme sel pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan sel menjadi
nekrosis (Janqueira, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prince dan Wilson
(2006) bahwa nekrosis merupakan sel-sel yang mempunyai aktivitas yang sangat rendah dan
akhirnya mengalami kematian sel sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pada daerah
yang mengalami nekrosis (Prince, 2006).
Gambaran histopatologis kelompok PIV menunjukkan pembuluh arteri telah ruptur
dan jaringan yang nekrosis semakin luas. Rupturnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh
melemahnya lapisan tunika intima akibat infeksi yang terus terjadi sehingga dinding arteri
akan terus melebar dan melemah (Janqueira, 2007). Selain itu hal ini dapat juga disebabkan
karena S. mutans memiliki protein permukaan berupa collagen binding protein yang akan
menggantikan platelet dalam mengikat kolagen yang terekspos karena cedera sehingga tidak
terjadi proses hemostasis dan perdarahan terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Nakano (2011) dimana tikus model stroke hemoragik yang diinfeksi S. mutans
menunjukkan hemisfer ipsilateral serebrum mengalami perdarahan yang lebih parah
dibandingkan pada kelompok kontrol akibat aktivitas collagen binding protein S. mutans.
Ruptur pembuluh darah pada kelompok PIV belum menyebabkan stroke pada tikus
perlakuan, dimana secara histopatologis, walaupun sudah terdapat ruptur pembuluh darah,
hemoragi dan nekrosis jaringan, kerusakan yang disebabkan oleh infeksi S. mutans pada
serebrum belum terlalu luas. Keadaan klinis tikus pada kelompok PIV juga belum
menunjukkan tanda-tanda adanya gejala stroke hemoragik seperti kelumpuhan maupun
hilang kesadaran. Parmet (2004) melaporkan bahwa gejala klinis stroke hemoragik adalah
kehilangan kesadaran, paralisis pada lengan, kaki atau seluruh anggota tubuh, gangguan
pengelihatan dan kesulitan berbicara.
Apabila terdapat tanda-tanda klinis yang menunjukkan stroke hemoragik, maka
diperlukan pemeriksaan CT scan atau MRI. CT scan stroke hemoragik akan menunjukkan
35
gambaran otak lebih padat dan kelihatan berwarna putih dan dapat ditentukan penyebab dari
kerusakan yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dapat mendeteksi
kerusakan yang terjadi di otak lebih baik daripada CT scan, dimana MRI mampu
mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Efek visualisasi MRI dapat memperlihatkan aliran
darah di otak dengan jelas (Sunardi, 2014).
5.3.2. Gambaran Histopatologis Sel Endothel Pembuluh Darah Serebrum Tikus
Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans
Gambar 7. Gambaran histopatologis sel endotel pembuluh darah tikus pada kelompok (a) sel endotel lisis (b)
lapisan pembuluh darah ruptur (c) sel endotel tidak tersusun rapat dan rapi (d) hemoragi
Hasil pengamatan preparat histopatologis sel endotel pembuluh darah serebrum tikus
putih jantan setelah disuntikkan S. mutans menunjukkan terjadi perubahan susunan sel
endotel pembuluh darah yang ditandai dengan susunan sel endotel tidak rapat dan rapi,
nekrosis sel (inti lisis) dan lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis
berupa destruksi lapisan media.
Perubahan susunan dan nekrosis sel terjadi pada semua kelompok perlakuan.
Perubahan susunan sel endotel diduga terjadi karena S. mutans yang disuntikkan ke sirkulasi
darah dapat menginduksi respons inflamasi. Respon inflamasi ini dapat terjadi karena
produk bakteri S. mutans (peptidoglikan) akan mengaktifkan fagosit agar mensekresi sitokin
dan menginduksi leukosit ke tempat infeksi (Amijaya, 2012). Sitokin merupakan respon
utama tubuh terhadap bakteri ekstraseluler misalnya S. mutans yang diproduksi oleh
makrofag. Makrofag akan memicu sitokin proinflamasi salah satunya adalah TNF-α yang
dapat menginduksi terjadinya kerusakan sel endotel dengan mengaktifkan sitokin
proinflamasi lainnya seperti IL-6 dan IL-1β. TNF-α berpengaruh pada kerusakan sel
endotel, menyebabkan perubahan susunan sel dan abnormalitas struktur sel endotel. Sel
yang semula rapat akibat kerusakan sel endotel menjadi renggang (perubahan susunan)
36
bahkan menjadi hilang. Hal tersebut sesuai pernyataan Sri Murni dkk bahwa pelepasan
TNF-α dapat mengganggu pelepasan nitric-oxide dan prostacyclin, yang berlanjut terjadinya
perubahan sel endotel (Purwanto, 2014).,
Selain itu, bakteri ini juga dapat merusak sel endotel selama invasi dengan
menghasilkan toksin. Lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa
destruksi lapisan media. Diduga toksin bakteri S. mutans dan keterlibatan sel-sel
inflamatorik dalam mengeliminasi bakteri dapat merusak jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
sesuai dengan Karnen GB (2010) bahwa bakteri menghasilkan toksin yang dapat merusak
jaringan (Baratawidjaja, 2010). Nekrosis sel endotel diduga disebabkan karena toksin yang
dihasilkan oleh S. mutans dapat menyebabkan kerusakan pada inti sel, yang ditandai dengan
destruksi inti sel (piknotik), kariolisis, dan karioreksis (Murwani, 2007). Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Alan Steves yang menyatakan bahwa toksin dapat menyebabkan
nekrosis sel endotel pembuluh darah. Selain itu, nekrosis sel juga dapat disebabkan karena
obstruksi suplai darah sehingga suplai nutrisi menjadi berkurang (Steve, 2003). Selain
nekrosis sel dan perubahan susunan sel endotel pada perlakuan III hari ke-21 terlihat juga
lapisan intima lisis dan pada hari ke-30 PIV sudah terjadinya ruptur pembuluh darah
sehingga menyebabkan masuknya darah ke jaringan. Rupturnya pembuluh darah disebabkan
oleh melemahnya tunika intima akibat infeksi yang terus menerus terjadi sehingga dinding
arteri akan terus melebar dan melemah.
Pada kelompok perlakuan (PIV) hari ke-30 terjadi hemoragi (keluarnya darah dari
kardiovaskular). Hal tersebut diduga karena pembuluh darah terinfeksi S. mutans sehingga
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan Plumb (1994) bahwa
hemoragi dapat disebabkan oleh trauma, atau meningkatnya porositas yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus atau toksin (Asmiatih, 2013). Kerusakan yang terjadi pada sel endotel
akan mengakibatkan terjadinya agregasi platelet di sekitar sel endotel yang rusak dan
merangsang timbulnya inflamasi, yang ditandai dengan rubor, tumor, kalor dan dolor.
Segera setelah pembuluh darah rusak, rangsangan dari pembuluh darah rusak tersebut akan
menyebabkan terjadinya vasokontriksi yang akan mengakibatkan aliran darah berkurang.
Ketika S. mutans berakumulasi pada sel endotel pembuluh darah yang rusak, maka bakteri
ini akan mengekspresikan collagen binding protein yang dapat berikatan dengan lapisan
kolagen yang terekspos menggantikan platelet, sehingga menyebabkan area yang
mengalami kerusakan tidak dapat sembuh dan terjadi perdarahan yang terus menerus pada
pembuluh darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik (Kazuhiko,
2011).
37
5.4. Derajat Reaktivitas Mutacin S. mutans Terhadap Sel Endotel Pembuluh Darah
Penggunaan teknik ELISA dimaksudkan untuk menentukan tingkat reaktifitas
mutacin S. mutans terhadap sel endotel. Berdasarkan nilai Optikal densitas (OD) yang telah
dibaca dengan Elisa Reader, ada perbedaan nilai konsentrasi mutacin (100, 50, 25, 12,5, dan
6,25 mg/ml) pada semua sampel sel endotel. Perbedaan nilai OD sel endotel dianalisis
menggunakan uji ANOVA one-way dan dilanjutkan dengan Post hoc-Duncan,
menggunakan software SPSS for windows. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan nilai
kemaknaan korelasi derajat reaktifitas konsentrasi IgY terhadap berbagai sampel S. mutan.
Gambar 8. Derajat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endothel pembuluh darah.
Reaktifitas mutacin terhadap sel endotel berbagai konsentrasi diukur berdasarkan Optikal
Densitas (OD) pada panjang gelombang 450 nm.
Tabel 1. Nilai reaktifitas konsentrasi mutacin S. mutans terhadap Sel endothel berdasarkan
uji ANOVA
Konsentrasi
IgY(mg/ml)
S. mutans Nilai Probalitas
Tingkat Kemaknaan
6.25 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2
Endotel Lab
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
P≤0,005
12.5 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2
Endotel Lab
0,05
0,05
0,05
0,05
0.05
P≤0,005
38
25 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2 Endotel Lab
0,109
0,100
0,096
0,085 0,072
P>0,005
50 Endotel J. 1 Endodet J. 2
Endotel O.1 Endotel O.2
Endotel Lab
0,109 0,101
0,096 0,084
0,080
P>0,005
100 Endotel J. 1
Endodet J. 2 Endotel O.1
Endotel O.2 Endotel Lab
0,322
0,315 0,310
0,309 0,300
P>0,005
Hasil uji ANOVA ini dikorelasikan dengan nilai OD reaktifitas mutacin S.mutans
dengan sel endotel yang dibaca dengan elisa reader, dimana reaktifitas mutacin terhadap sel
endotel memiliki tendensi yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi
mutacin. Pada konsentrasi 100 mg/ml, mutacin masih menujukkan reaktifitas terhadap sel
endotel lab, sedangkan konsentrasi 6,25 mg/ml, IgY masih mampu memperlihatkan
reaktifitas terbaiknya, sedangkan sel endotel (Kontrol positif) berada pada reaktifitas
terakhir, namun masih mampu melakukan rekatifitas. Hal ini mengindikasikan, mutacin
yang dipakai dalam penelitian ini memiliki tendensi reaktifitas yang sama terhadap semua
sel endotel.
Berbagai laporan hasil penelitian yang disebutkan di atas dapat menjelaskan
informasi tentang potensi mutacin mengenal atau bereaktifitas dengan sel endotel.
Hubungan dengan penelitian ini bahwa mutacin dapat berinteraksi dengan aviditas yang
tinggi terhadap sel endotel walaupun Hasil uji ELISA yang dilakukan dalam penelitian ini
menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05) reaktifitas mutacin terhadap sel endotel mulai
dari konsentrasi tertinggi sampai konsentrasi terendah, khususnya pada konsentrasi yang
terendah (gambar 8). Perbedaan reaktifitas tersebut, selain dipengaruhi oleh konsentrasi
mutacin, juga ditentukan oleh protein permukaan sel entodel (collagen binding protein)
(Nakano, 2011). Dengan demikian penelitian ini mempertegas laporan Abranches (2009),
bahwa mutacin S. mutans yang digunakan dalam penelitian ini bersifat spesifik terhadap sel
endotel. Mota-Meira (2000) dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil
mutacin dapat menghambat bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L.
monocytogenes, B. cereus, C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin
juga dapat menghambat berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain
39
resisten multi-obat (Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria
gonorrhoeae (Mota-Meira, 2005).
Kemampuan mutacin S. mutans berinterksi dengan host, karena mutacin S. mutans
dapat berinteraksi dengan protein Cnm sel endotel senagai media untuk memfasilitasi
ikatan dengan kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada jaringan, berkoloni dan
menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel endotelium yang
merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012). Nakano (2010)
melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang
berperan penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain protein 190-kDa
(Nakano 2008). Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein
Cnm memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah
dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein
permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan
kolagen host untuk.
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang
dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh
bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu
sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah
molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006),
Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran
sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme
seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme
aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau
membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140
dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005).
40
BAB VI
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 tahun (2 tahap) yang akan
dilaksanakan di dua tempat yaitu di laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi FK dan FKH
Unsyiah serta di Laboratorium Oral biologi dan Molekuler FKG Universitas Indonesia
dalam tahun 2014-2015.
Penelitian tahun berjalan (2014) telah melakukan berbagai pendekatan analisis,
selain mengevaluasi kemampuan S. mutans yang dapat menyebakan terjadinya infeksi
stroke haemoragik dan kemampuan mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel.
juga mengevaluasi berbagai kerusakan bagian jantung dan otak besar tikus model setelah
diinfeksi dengan S. mutans dan disamping itu menguji kepekaaan rekatifitas mutacin
terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi. Sedangkan untuk tahun kedua yaitu menguji
efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik
menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel
untuk mencegah terjadinya stroke hemoragik dan endocarditis.
41
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
1. Streptococcus mutans isolat darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan
alkalis, dibandingkan isolate labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu
370C dan 40
0C.
2. Streeptcoccus mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar
(serebrum) dengan intensitas yang meningkat dari minggu pertama sampai minggu
ke empat (hari ke-30).
3. Infeksi oleh S. mutans pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran
merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media untuk melakukan
infeksi.
4. Mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan
jantung pada berbagai konsentrasi.
7.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka untuk melengkapi tujuan penelitian ini
adalah perlu dilakukan:
1. Penentuan serotype S. mutans isolat darah tikus.
2. Penentuan molekul protein mutacin S. mutans isolate darah dan protein plasma yang
terpapar dengan S. mutans.
3. Uji menguji efektifitas antibiotik mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus
mutans secara spesifik menghambat aktivitas adhesin dan interaksi collagen binding
protein pada sel endhothel.
7.3. Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014
Tanggal 26 Mei 2014.
42
DAFTAR PUSTAKA
Abranches J, et al. 2009. Invasion of human coronary artery endothelial cells by
Streptococcus mutans OMZ175. Oral Microbiol. Immunol. 24:141–145.
Adams C. 2003. Quality Of Life For Caregivers and Stroke Survivors in the Immediate
Discharge Periode. Elsevier. 16:21;26-130.
Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115.
Alwi dan Idrus. 2007. Endokarditis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,
Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Amijaya APP, Murwani S, Wardhana AW. Efek ekstrak air daun kelor (moringa oleifera)
terhadap kadar tumor necrosis faktor alpha (tnf-α) dan gambaran histopatologi sel endotel arteri coronaria pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet
aterogenik. Jurnal Universitas Brawijaya, 2012. Hal.12-16.
Arif M. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013;
3(12):13-21.
Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013; 3: 13-21
Ayu DS. Induksi S. mutans terhadap aktivitas proteinase netrofil pada degradasi kolagen
tipe IV. Journal pustaka kesehatan 2014;2(1):160-166.
Banas J.A. 2004. Virulence properties of streptococcus mutans. Frontiers in Bioscience (9)
1267-1277.
Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imonulogi Dasar. Ed 9. Jakarta: FKUI, 2010. p: 265.
Beg AM, Jones MN, Miller-Torbert T, and Holt RG. 2002. Binding of Streptococcus
mutans to extracellular matrix molecules and fibrinogen. Biochem Biophys Res
Commun 298, 75-79,
Bonelli, R. R., T. Schneider, H. G. Sahl, and I. Wiedemann. 2006. Insights into in vivo
activities of lantibiotics from gallidermin and epidermin modeof- action studies.
Antimicrob. Agents Chemother. 50:1449–1457.
Breukink, E., and B. de Kruijff. 2006. Lipid II as a target for antibiotics. Nat. Rev. Drug.
Discov. 5:321–332.
Chatterjee, C., M. Paul, L. Xie, and W. A. van der Donk. 2005. Biosynthesis and mode of
action of lantibiotics. Chem. Rev. 105:633–684.
43
Chia JS, Yeh CY, and Chen JY. 2000. Identification of a fibronectin binding protein from
Streptococcus mutans. Infect Immun 68, 1864-1870.
Cotter PD, Hill C. Surviving the acid test: responses of Gram-possitive bacteria to low pH.
Microbiology and Molecular 2003; 67 : 437,445
Damjanov, Ivan. Histopatologi : Buku Teks Dan Atlas Berwarna. Jakarta : Widya Media,
1998.p.91-110.
Dewi FK. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citifloria, linneaus)
terhadap bakteri pembusuk daging segar. Surakarta : Jurusan Biologi Universitas
Sebelas Maret. 2010. Skripsi
Dorn B. R., Burks J. N., Seifert K. N., Progulske-Fox A. 2000. Invasion of endothelial and
epithelial cells by strains of Porphyromonas gingivalis. FEMS Microbiol. Lett. 187:139–144)
Dramsi S, Morello E, Poyart C, Trieu-Cuot P. 2012. Epidemiologically and clinically
relevant Group B Streptococcus isolates do not bind collagen but display enhanced
binding to human fibrinogen. Microbes Infect. Oct;14(12):1044-8
Eishi, K. et al. 1995. Surgical management of infective endocarditis associated with cerebral
complications. Multi-center retrospective study in Japan. J. Thorac. Cardiovasc.
Surg. 110, 1745–1755.
Fauci, A.S. Braunwald, E. Kasper, D.L. Hauser, S.L. Longo, D.L. 2008. Harrison's:
Principles of Internal Medicine 17th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies.
Fedi FP, Vernino Ar, Gray JL. Silabus Periodonti. Jakarta: EGC, 2005.
Fozo EM, Quivey RG, Jr. Shifts in the membrane fatty acid profile of Streptococcus mutans
enhance survival in acidic environments. American society For Microbiolgy 2004;
70 : 929
Fujiwara, T. et al. 2001. Biochemical and genetic characterization of serologically untypable
Streptococcus mutans strains isolated from patients with bacteremia. Eur. J. Oral
Sci. 109, 330–334.
Gani BA, Tanzil A, Mangundjaja S. 2006. Molecular aspect of the Streptococcus mutans
virulence properties. Indonesian Journal of Dentistry. 13(2) 107-114. (13)
Gani BA. 2010. Acidogenic and aciduric properties of Streptococcus mutans as the
bacteriostatic against oral microbiota pathogen. Cakradonya Dental Journal. 2:1; 128-136
Gravesen, A., M. Ramnath, K. B. Rechinger, N. Andersen, L. Jansch, Y. Hechard, J. W.
Hastings, and S. Knochel. 2002. High-level resistance to class IIa bacteriocins is
associated with one general mechanism in Listeria monocytogenes. Microbiology
148:2361–2369.
Hahn K, Faustoferri RC, Quivey RG, Jr. induction of an AP endonuclease activity in
Streptococcus mutans during growth a low pH. Molecular Microbiology 1999;
31(5) : 1489
Hamada, S., and T. Ooshima. 1975. Inhibitory spectrum of a bacteriocinlike substance
(mutacin) produced by some strains of Streptococcus mutans. J Dent Res 54:140-5.
44
Hidayati N. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih (Allium sativum)
sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan
Escherichia coli. Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. 2010.
Skripsi
Hillman, J. D., J. Novak, E. Sagura, J. A. Gutierrez, T. A. Brooks, P. J. Crowley, M. Hess, A. Azizi, K. Leung, D. Cvitkovitch, and A. S. Bleiweis. 1998. Genetic and
biochemical analysis of mutacin 1140, a lantibiotic from Streptococcus mutans. Infect Immun 66:2743-9.
Hiroshi, M. 1997. Interaction of fibronectin with integrin receptors: evidence by use of
synthetic peptides. Peptides 18:899–907.
Janqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Ed. 10. Jakarta: EGC, 2007.
Kamiya RU, Taiete T, Gonçalves RB. 2011. Mutacins of Streptococcus Mutans. Brazilian
Journal of Microbiology 42: 1248-1258
Kamiya, R.U.; Hofling, J.F.; Goncalves, R.B. 2008. Frequency and expression of mutacin
biosynthesis genes in isolates of Streptococcus mutans with different mutacin-
producing phenotypes. J Med Microbiol. 57 (5), 626-635.
Kazuhiko N, Kazuya H, Naho T, Koichiro W, Chiho K, Ryota N, et al. The collagen-
binding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nat.
Commun. 2:485 doi:10.1038/ncomms 1491 (2011).
Kevin T. Uji toksisitas akut monocrotophos dosis bertingkat per oral dilihat dari gambaran
histopatologis otak besar mencit Balb/C. Semarang: Univesitas Diponegoro. 2010.
Skripsi.
Khrisanti P. Perbedaan kecepatan lisis sel ginjal tikus wistar pada media tanah dan air tawar:
berdasarkan gambaran histopatologi. Univ Diponegoro. Skripsi 2010.
Koo H., et al. 2003. Inhibition of Streptococcus mutans biofilm accumulation and
polysaccharide production by apigenin and tt-farnesol. J. Antimicrob. Chemother. 52:782–789
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC,
2004.
Kusyanti E. Pengaruh supplemen vitamin C terhadap luka insisi pada tikus usia tua.
Universitas Dipeneogoro, 2010. Tesis.
Lemos JA, Burne RA. A model of efficiency: stress tolerance by Streptococcus mutans.
Microbiology 2008; 154 : 3247
Meregetthi L, sitkiewicz I, Green Nm, Musser JM. Remodeling of Streptococcus agalactiae
transcriptome in response to growth temperature. Plos One 2008; 3(7) : 1
Merritt, J., and F. Qi. 2012. The mutacins of Streptococcus mutans: regulation and ecology.
Mol Oral Microbiol 27:57-69.
Moreiion P, Que Y. Infective endocarditis. The Lancet 2004; 363:139-149.
Morency, H., M. Mota-Meira, G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2001.
Comparison of the activity spectra against pathogens of bacterial strains producing
a mutacin or a lantibiotic. Can J Microbiol 47:322-31.
45
Mota-Meira, M., G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2000. MICs of mutacin B-
Ny266, nisin A, vancomycin, and oxacillin against bacterial pathogens. Antimicrob Agents Chemother 44:24-9.
Mota-Meira, M.; Morency, H.; Lavoie, M.C. 2005. In vivo activity of mutacin B-Ny266. J.
Antimicrob. Chemother. 56 (5), 869-871.
Murwani S, Hidayati DYN. Identiifkasi protein imunogenik chlamydia pneumoniae
terhadap serum penderita infark mioard akut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2007:
23(2): 100-105
Myhre AE, Strestøl JF, Wang JE. Organ injury and cytokine release caused by
peptidoglycan are dependent on the structural integrity of the glucan chain.
Infection and Immunity 2004; 72(3):1311-1317.
Nakano K, Hokamura K, Taniguchi N, Wada K, Kudo C, Nomura R, et al. The collagen-
binding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nature
Communication 2011; 2:485-294.
Nakano K, Nomura R, Matsumoto M, Ooshima T. 2010. Roles of oral bacteria in cardiovascular diseases--from molecular mechanisms to clinical cases: Cell-surface
structures of novel serotype k Streptococcus mutans strains and their correlation to virulence. J Pharmacol Sci.113(2):120-5.
Nakano K, Nomura R, Nakagawa I, Hamada S, Ooshima T. 2004. Demonstration of
Streptococcus mutans with a cell wall polysaccharide specific to a new serotype, k,
in the human oral cavity. J Clin Microbiol.42(1):198-202.
Nakano K, Nomura R, Nemoto H, Lapirattanakul J, Taniguchi N, Grönroos L, Alaluusua S,
Ooshima T. 2008. Protein antigen in serotype k Streptococcus mutans clinical
isolates. J Dent Res 87(10):964-8.
Nakano K, Nomura R, Taniguchi N, Lapirattanakul J, Kojima A, Naka S, Senawongse P, Srisatjaluk R, Grönroos L, Alaluusua S, Matsumoto M, Ooshima T. 2010.
Molecular characterization of Streptococcus mutans strains containing the cnm gene encoding a collagen-binding adhesin. Arch Oral Biol. 55(1):34-9.
Nakano K, Ooshima T. 2009. Serotype classification of Streptococcus mutans and its
detection outside the oral cavity. Future Microbiol. 4(7):891-902.
Nicolasa G, Augera I, Beaudoina M, Hallena F, Morencya H, LaPointeb G, Lavoiea MC. 2004. Improved methods for mutacin detection and production. Journal of
Microbiological Methods 59;351– 361.
Nomura R, Nakano K, Naka S, Nemoto H, Masuda K, Lapirattanakul J, Alaluusua S,
Matsumoto M, Kawabata S, Ooshima T. 2012. Identification and characterization
of a collagen-binding protein, Cbm, in Streptococcus mutans. Mol Oral
Microbiol.27(4):308-23.
Nomura R, Nakano K, Nemoto H, Fujita K, Inagaki S, Takahashi T, Taniguchi K, Takeda
M, Yoshioka H, Amano A, Ooshima T. 2006. Isolation and characterization of
Streptococcus mutans in heart valve and dental plaque specimens from a patient
with infective endocarditis. J Med Microbiol.55(Pt 8):1135-40.
Nomura, R. 2009. Molecular and clinical analyses of the gene encoding the collagen-
binding adhesin of Streptococcus mutans. J. Med. Microbiol. 58, 469–475.
46
Palmer SR, Miller JH, Abranches J, Zeng L, Lefebure T, Richards VP, et all. Phenotypic
heterogenecity of genomically-diverse isolates of Streptococcus mutans. Plos One
2013; 8(4) :1
Parmet S, Glass JT, Glass RM. Hemorrhagic stroke. The Journal of the American Medical
Association 2004; 292:1916..
Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6 ed. Jakarta : EGC,
2005.p.615-617.
Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed. 6 Vol.1. Jakarta: EGC, 2006.
Purwanto, Susilawati ID. Induksi Streptococcus mutans terhadap aktivitas proteinase
neutrofil pada degradasi kolagen tipe IV. E Journal Pustaka kesehatan 2014; 2(1):
160-166
Qi, F., Chen P., Caufield PW. 2000. Comparative studies of peptide antibiotics produced by
the oral bacterium Streptococcus mutans. Interspecies Conference. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy. 40:231
Qi, F., P. Chen, and P. W. Caufield. 1999. Functional analyses of the promoters in the
lantibiotic mutacin II biosynthetic locus in Streptococcus mutans. Appl Environ
Microbiol 65:652-8.
Robbins SL, Kumar V. Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2010. p. 566-568.
Robson, C. L., P. A. Wescombe, N. A. Klesse, and J. R. Tagg. 2007. Isolation and partial characterization of the Streptococcus mutans type AII lantibiotic mutacin K8.
Microbiology 153:1631-41.
Sabir A. aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap bakteri Streptococcus
mutans (in vitro). Dental J 2005; 38 : 137
Sandritter, W. Histopatologis. Jakarta : EGC, 2003.hal. 23-49.
Sato Y, Okamoto K, Kagami A, Yamamoto Y, Igarashi T, Kizaki H. 2004. Streptococcus
mutans strains harboring collagen-binding adhesin. J Dent Res. 83(7):534-9.
Shun CT, Lu SY, Yeh CY, Chiang CP, Chia JS, Yen JY. Glucosiltransferase of viridians
streptococci are modulins of ilterleukin-6 induction in infective endocarditis.
Infection and Immunity. 2005; 73 (6).
Steven, Alan. Lone, Jane. Pathology. 2 ed. Philladelphia. Mosby, 2004.p. 185-187.
Steves A. Pathology of The Circulatory System. 2003. p: 45,152.
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003.
Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada Sistem Neurologis. http://nardinurses.files.wordpress. com/2008/01/konsep-
ct-scan-mri.pdf. Diakses pada tanggal 15 Juli 2014.
Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.Hal: 1-13
Thomas C. Histopatologi : Buku Teks dan Atlas untuk Pelajaran Patologi Umum dan
Khusus Ed. 10. Jakarta: EGC, 1988.
47
Towbin H, Staehelin T, Gordon J. 1979. Electrophoretic transfer of proteins from
polyacrylamide gels to nitrocellulose sheets: procedure and some applications.
Proc. Natl. Acad. Sci.; 76:4350-4354.
Underwood JCE. Patology Umum dan Sistemik. Jakarta: ECG,1999. hal. 353-369
Vandepitte J. Basic Laboratory Procedures in clinical Bacteriology. 2nd edition. Geneva.
2003 : 20
Ward, M and Marcey D. 2001. Fibronectin, an extracelluler adhesion molecule. Molecular Biology Tutorial. Kenyon College, California Lutheran University, USA; 1-4.
Waterhouse, JC and Russell, RR. 2006. Dispensable genes and foreign DNA in
Streptococcus mutans. Microbiology 152, 1777–1788.
Wells VD, Munro C, Sulavik M, Clewell DB, and Macrina, FL. 1993. Infectivity of a
glucan synthesis-defective mutant of Streptococcus gordonii (Challis) in a rat
endocarditis model. FEMS Microbiol Lett 112, 301-306.
Wiedemann I, Bottiger T, Bonelli RR, Wiese A, Hagge SO, Gutsmann T, Seydel Un,
Deegan L, Hill C, Ross P, and Sahl HG. 2006. The mode of action of the lantibiotic lacticin 3147—a complex mechanism involving specific interaction of two peptides
and the cell wall precursor lipid II. Mol. Microbiol. 61:285–296.
Yonezawa, H., and H. K. Kuramitsu. 2005. Genetic analysis of a unique bacteriocin, Smb,
produced by Streptococcus mutans GS5. Antimicrob Agents Chemother 49:541-8.
48
LAMPIRAN
Lampiran I: Hasil Penelitian
A. Lampiran Penelitian. Analisis Perbandingan Pertumbuhan Streptococcus Mutans
(Atcc 31987) Dengan Isolat Darah Berdasarkan Pendekatan Suhu Dan Ph (Kajian
Pada Kasus Infeksi Endokardium Dan Serebrum)
Oneway
Descriptives
2 ,4020 ,20506 ,14500 -1,4404 2,2444 ,26 ,55
2 ,7570 ,26587 ,18800 -1,6318 3,1458 ,57 ,95
2 1,0405 ,09122 ,06450 ,2209 1,8601 ,98 1,11
6 ,7332 ,32571 ,13297 ,3914 1,0750 ,26 1,11
2 ,5690 ,03111 ,02200 ,2895 ,8485 ,55 ,59
2 ,7610 ,26022 ,18400 -1,5769 3,0989 ,58 ,95
2 ,8645 ,15768 ,11150 -,5522 2,2812 ,75 ,98
6 ,7315 ,19156 ,07820 ,5305 ,9325 ,55 ,98
2 ,6980 ,21355 ,15100 -1,2206 2,6166 ,55 ,85
2 ,4810 ,65620 ,46400 -5,4147 6,3767 ,02 ,95
2 ,5390 ,61801 ,43700 -5,0136 6,0916 ,10 ,98
6 ,5727 ,42629 ,17403 ,1253 1,0200 ,02 ,98
2 ,4910 ,07920 ,05600 -,2205 1,2025 ,44 ,55
2 ,7060 ,33800 ,23900 -2,3308 3,7428 ,47 ,95
2 ,7835 ,27224 ,19250 -1,6624 3,2294 ,59 ,98
6 ,6602 ,23937 ,09772 ,4090 ,9114 ,44 ,98
pH 5
pH 6
pH 8
Total
pH 5
pH 6
pH 8
Total
pH 5
pH 6
pH 8
Total
pH 5
pH 6
pH 8
Total
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
N Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Lower
Bound
Upper
Bound
95% Confidence
Interval for Mean
Minimum Maximum
49
T-Test
ANOVA
,409 2 ,205 5,073 ,109
,121 3 ,040
,530 5
,090 2 ,045 1,442 ,364
,094 3 ,031
,183 5
,050 2 ,025 ,088 ,918
,858 3 ,286
,909 5
,092 2 ,046 ,708 ,560
,195 3 ,065
,286 5
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Group Statistics
2 ,5305 ,03889 ,02750
2 ,0450 ,00849 ,00600
2 ,5870 ,04101 ,02900
2 ,0735 ,03182 ,02250
2 ,3335 ,31749 ,22450
2 ,0550 ,00566 ,00400
2 ,4685 ,12657 ,08950
2 ,2155 ,23264 ,16450
Suhu
Suhu 37
Suhu 40
Suhu 37
Suhu 40
Suhu 37
Suhu 40
Suhu 37
Suhu 40
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
Independent Samples Test
17,249 2 ,003 ,48550 ,02815 ,36439 ,60661
17,249 1,095 ,029 ,48550 ,02815 ,19345 ,77755
13,990 2 ,005 ,51350 ,03670 ,35557 ,67143
13,990 1,884 ,006 ,51350 ,03670 ,34585 ,68115
1,240 2 ,341 ,27850 ,22454 -,68760 1,24460
1,240 1,001 ,432 ,27850 ,22454 -2,57022 3,12722
1,351 2 ,309 ,25300 ,18727 -,55276 1,05876
1,351 1,544 ,341 ,25300 ,18727 -,82954 1,33554
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
95% Confidence
Interval of the
Difference
t-test for Equality of Means
50
Gambar 1. Pengelompokkan dan aklimatisasi tikus.
Gambar 2. Pewarnaan Gram bakteri
Gambar 3. Penyetaraan dengan Mc Farland
3
Gambar 4. Gambar Mikroskop
51
Gambar 5. Penyuntikan Bakteri
Streptococcus mutans ke tikus
Gambar 6. Isolat Darah
Gambar 7. Suspensi Bakteri Isolat Darah
Gambar 8. Absorbansi Bakteri dengan
Spektrofotometer
Gambar 9. Hasil Kultur S. mutans ATCC
31987
Gambar 10. Hasil Kultur S. mutans Isolat
Darah Minggu 1
52
Gambar 11. Hasil Kultur S. mutans Isolat
Darah Minggu 2
Gambar 12. Hasil Kultur S. mutans Isolat
Darah Minggu 3
Gambar 13. Hasil Kultur S. mutans Isolat Darah Minggu 4
53
B. Lampiran Penelitian: Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung Tikus Putih
Setelah Diinfeksi Streptococcus mutans Kaitan Dengan Endokarditis
Gambar 1. Proses aklimatisasi tikus Gambar 2. Suspensi bakteri Streptococcus mutans
Gambar 3. Injeksi streptococcus
mutans pada tikus
Gambar 4. Euthanasia tikus
Gambar 5. Nekropsi tikus Gambar 6. Fiksasi organ dalam larutan
formalin 10%
54
Gambar 7. Organ jantung Gambar 8. Pemotongan organ
jantung
Gambar 9. Dehidrasi menggunakan
aseton
Gambar 10. Blok parafin
Gambar 11. Mikrotom Rotari Gambar 12. Penempatan pita pada
water bath
55
Gambar.13 Tahapan deperafinisasi
dan pewarnaan secara
keseluruhan
Gambar 14. Preparat histopatologis
56
C. Lampira Hasil Penelitian: Profil Histopatologis Endokardium Dan Katup Jantung
Tikus Putih Setelah Diinfeksi Streptococcus Mutans
Gambar 1. Aklimatisasi Hewan Coba
Gambar 2. Suspensi S. mutans
Gambar 3. Injeksi S. mutans
Gambar 4. Inhalasi Eter
Gambar 5. Nekropsi Hewan Coba
Gambar 6. Fiksasi Organ
57
Gambar 7. Trimming Organ
Gambar 8. Blok Parafin
Gambar 9. Pemotongan Blok Parafin
dengan Mikrotom
Gambar 10. Pita Jaringan Dimasukkan
Dalam Waterbath
Gambar 11. Pewarnaan HE
Gambar 12. Hasil Pewarnaan HE
58
D. Lampiran Hasil Penelitian: Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Putih Galur
Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans Kaitan Dengan Infeksi Stroke Hemoragik
Gambar 1. Aklimatisasi tikus
Gambar 2. Penyetaraan suspensi S.mutans
dengan larutan Mc Farland 3
Gambar 3. Injeksi S. mutans pada vena
ekor tikus
Gambar 4. Euthanasia tikus dengan
menggunakan ether
Gambar 5. Fiksasi organ tikus dalam larutan formalin 10%
Gambar 6. Pemotongan organ
59
Gambar 7. Proses dehidrasi
Gambar 8. Infiltrasi parafin
Gambar 9. Blok parafin
Gambar 10. Pemotongan organ menggunakan mikrotom
Gambar 11. Penempatab pita pada
waterbath
Gambar 12. Tahapan pewarnaan secara
keseluruhan
60
Gambar 13. Preparat hasil penelitian
Gambar 14. Pengamatan gambaran
histopatologis
61
E. Lampiran Hasil Penelitian: Rofil Histopatologis Sel Endotel Pembuluh Darah
Serebrum Tikus Putih Jantan Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus Mutans
(Pendekatan Pada Stroke Hemoragik).
Gambar 1. Fakultas Kedokteran
Hewan
Gambar 2. Aklimatisasi t ikus
Gambar 3. Suspensi bakteri
Gambar 4. Penyunt ikan hewan coba
Gambar 5. Eutanasia t ikus
Gambar 6. Pembedahan t ikus
62
Gambar 7. Fikasasi dalam BNF 10%
Gambar 8. Pemotongan Organ
Gambar 9. Dehidrasi dalam larutan
aseton
Gambar 10. Penanaman blok
Gambar 11. Pemotongan organ
dengan microtom rotary
Gambar 12. Penempatan pita
waterbath
63
Gambar 13. Pewarnaan Hematoxylin
Eosin
Gambar 14. Hasil Pembuatan Preparat
64
Lampiran 2. Insrumen Penelitian
1. Laboratorium:
No Laboratorium Kemampuan Penunjang
Penelitian
1. Laboratorium Mikrobiologi dan
Immunologi serta laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan dan
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala
Melakukan kultur
bakteri dan sel serta
analisis aktivitas uji
immunologi
50%
2. Laboratorium Biologi Oral dan
Molekuler Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia
Analisis seluler dan
molekuler dengan
teknologi RT PCR, ELISA, dan kultur
Medium
50%
1. Peralatan Utama:
No Alat Tempat Kegunaan Kemampuan
1.
Gas pack (Anaerogen)
(Oxoid Limited,
Basingstoke, Hampshire,
England)
TPP dan
TPM
Medium pertumbuhan
bakteri S. mutans bersifat anaerob
30 sampel/hari
2. Elisa reader (Bio-Rad, Laboratories, Inc).
TPP/ TPM
Untuk membaca hasil elisa
20 sampel/hari
3 Spectrofotometer (Ultraspec 4300 pro)
TPP/ TPM
Untuk mengukur kadar protein
20 sampel/hari
4
Conventional PCR,
iCyclerTM
Thermal Cycler
(Bio-Rad Laboratories, Inc)
Sentrifus mini (Bio-Rad
Laboratories, Inc)
TPM
Untuk mengindentifikasi
protein sampel
sekaligus
memperpanjang rantai
protein sampel agar
dapat dibaca band
protein, dalam
penelitian ini untuk
penentuan serotype S.
mutans berdasarkan
primers
20 sampel/hari
5 Gel Doc (Bio-Rad
Laboratories, Inc) TPM
Untuk membaca hasil
PCR 20 sampel/hari
6 Step One RT-PCR TPM
Untuk menentukan
siknifikansi RNA dan
DNA sampel
20 sampel/hari
7 DNA Eletroforesis TPM Untuk membaca hasil DNA sampel
20 sampel/hari
8
Agarose LE (Low
Electroendosmosis) (Roche
Diagnostics Corporation, Indianapropolis IN, USA)
TPM Media untuk transpor
protein 20 sampel/hari
65
9 Culture cell medium
(medium DMEM) TPM
Medium kultur sel dan
jaringan 20 sampel/hari
10 Luminometer TPM Untuk pengamatan
aktivitas biofilm 20 sampel/hari
2. Peralatan Pendukung:
1. Inkubator (Memmert, Jerman)
2. Elisa (microplate) reader
3. Sentrifugal (Sorvall).
4. Mini protein glass plates dan casting frame SDS (Bio-Rad Laboratories, Inc).
5. Mini format vertical electrophoresis (Bio-Rad Laboratories, Inc)
6. Penangas air (Certomat® WR).
7. Freezer 40
C (-400 C (Modena, Uni Eropa), -80
0 C (Sanyo Ultra Low, Japan).
8. pH meter MP220 (Mettler Toledo).
9. Fiber pad (sponse) (Bio-Rad Laboratories, Inc)
10. Filter paper mini trans-blot (Bio-Rad Laboratories, Inc)
11. Trans-blot transfer medium nitrocellulose membrane (0-45 µm) (Bio-Rad
Laboratories, Inc) 12. Shaker (Certomat
®U).
13. Thermo-block (N-Biotek, Inc). 14. Western blot apparatus (BioRad)
15. Water bath (Certomat WR) 16. Anaerobic jar
17. Petri dishes 18. Osse
19. Erlemayer 20. Gelas ukur
21. Bunsen
22. Inkubator 370C (Memmert, Germany)
23. Tabung sentrifuge 15 ml
24. Tabung sentrifuge 50 ml
25. Eppendorf tube
26. Blue tips dan Yellow tips
27. Pipet eppendorf
28. Sentrifuge
29. Timbangan miligram
30. Kertas saring (Whatman paper 9,0 cm) (Whatman Limited, England)
31. Plate polysterine (96 well microtiter plate) (Greiner, Germany)
32. Tissue Culture Plate (Greiner, Germany)
33. Thermo-Block NB-305TB (N-Biotek, Inc)
3. Keterangan Tambahan
Ruang peneliti utama TPP dan TPM dilengkapi dengan satu set komputer beserta
printer beserta jaringan internet. Fasilitas ini digunakan untuk analisis data, penelusuran
pustaka dan pelaporan penelitian. Selain itu dilengkapi dengan fasilitas pekerjaan kultur,
ruang pertemuan dan perangkat presentasi hasil penelitian.
66
Lampiran 3. Personalia Tenaga Peneliti
3.1. Ketua Peneliti TPP
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drh. Basri, M.Si
2 Jenis Kelamin Laki-laki
3 Jabatan Fungsional Lektor
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 197507032006061002
5 NIDN 0007037504
6 Tempat dan Tanggal Lahir Unoe, Pidie, 3 Juli 1975
7 E-mail [email protected]
9 Nomor Telepon/HP +62 85270894166
10 Alamat Kantor Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,
Darussaalam Banda Aceh
11 Nomor Telepon/Faks 0651-7551843
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 37 orang; S-2 = … orang; S-3 = … orang
13. Mata Kuliah yg Diampu
1. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar
2. Ilmu Kesehatan Masyarakat
3. Oral Biologi (Imunologi)
4. Biostatistik Penelitian Ilmu Kesehatan
5. Metodelogi Penelitian
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Univ. Syiah Kuala Univ. Indonesia
Bidang Ilmu Pendidikan Dokter
Hewan
Biologi Oral
Tahun Masuk-Lulus 1995-2003 2004-2007
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prevalensi Parasit
Intestitinal pada primata
di Kebun Binatang
Bukit Tinggi
Analisis Reaktifitas
Immunoglobulin Y (Igy) Anti
Streptococcus mutans
Terhadap Berbagai Serotipe
Mutan Streptococci Dengan
Menggunakan Metode
Western Blot dan Elisa
Nama Pembimbing/Promotor Drh. Muhammad
Hambal, PhD
Drh. I. Wayan. T.
Wibawan, MS, PhD
67
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2013 Evaluasi Getah Jarak dan Biduri
Sebagai Stimulator Penyembuhan
Ulser Traumatik secara Klinis dan
Histopatologis
Pribadi 15.000.000
2 2012 Pengaruh Mikrobiota Patogen Rongga
Mulut Terhadap Perubahan pH Saliva
Buatan Secara In-Vitro
Pribadi 15.000.000
3 2011 Pemanfaatan Susu Sapi Sebagai
Minuman Kesehatan Anti Alergi
Ristek
KKP3T
Deptan RI
91.830.000
4 2011 Indentifikasi dan Produksi IgY Anti
Alergi Rhinits Sebagai Kandidat
Vaksin
Hibah
Bersaing
DIKTI
49.000.000
5 2010 Indentifikasi dan Produksi IgY Anti
Alergi Rhinits Sebagai Kandidat
Vaksin
Hibah
Bersaing
DIKTI
38.500.000
6 2009 Analisis Reaktifitas Immunogloblin
Ayam (Igy) Terhadap Protein
Permukaan Streptococcus mutans
Isolat Klinis Sebagai Kandidat
Imunoterapi Pasif
Untuk Pencegahan Karies Gigi
Rusnas DIPA
Unsyiah,
DIKTI
100.000.000
7 2009 Identifikasi Berat Molekul Protein
Cairan Mukos Alergi Rhinitis sebagai
Kandidat Antigen dengan Menggunakan Metode SDS-PAGE
Dosen Muda
Dipa Unsyiah
15.000.000
8 2006-
2007
Evaluasi Penggunaan Imunoglobulin
Ayam (IgY) untuk Imunoterapi Pasif dalam Pencegahan Karies Gigi
RUUI 60.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 2012 Panitia Orientasi Belajar Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala
FK Unsyiah 50.000.000
2 2011 Aksi Kemanuasiaan Anak Kedokteran
Gigi Unsyiah
Pemerintah
Aceh
250.000.000
3 2011 Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG) FK Unsyiah 20.000.000
4 2010 Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG) FK Unsyiah 20.000.000
68
5 2009 Bakti Sosial Masyarakat (Tim PSKG) FK Unsyiah 20.000.000
6 2009 Pedagogical Training Skill Kepada
Tenaga Medis Aceh Tengah
Handicap
International
30.000.000
7 2008 Sosialisasi Penggunaan Obat Kumur
Untuk Mencegah Pembentukan Karang
Gigi pada Masyarakat di Desa Cot
Karieng Aceh Besar.
Dipa Unsyiah 20.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat
DIKTI
maupun dari sumber lainnya.
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/No
mor/Tahun
1 Alteration of Artificial Saliva pH After
Interacted by Streptococcus mutans, Candida
albicans and Aggregatibacter
actinomycetemcpmitans
Dental Journal Vol. 45 ( 4)
2012.
2 Relationship between Fluor Concentration and
Structure Pattern of Enamel Prism in Enamel
Surface after Coffee and Black Tea Exposure.
World J Dent 3(4):284-
289. 2012
3 Keragaman Virulensi Faktor Candida Albicans
Sebagai Penentu Infeksi
Cakradonya Dental
Journal (PSKG FK
Unsyiah)
Vol 3. No.
No. 1
Hal: 323-
331. 2011
4 Virulence Factors of Aspergillus niger and
Candida albicans
DentikaDental
Journal (FKG
USU), Akreditasi
Vol 16 No.
1
Hal 4-8.
2011
5 Sifat Asidogenik dan Asidurik Streptococcus
mutans sebagai bakteriostatik mikrobiota patogen
rongga mulut
Cakradonya Dental Journal (PSKG FK
Unsyiah)
Vol 2(1):128-
136. 2010.
6 Manifestasi Molekuler Biofilm Streptococcus
mutans Sebagai Organisme Utama Penyebab Karies
Cakradonya
Dental Journal (PSKG FK
Unsyiah)
Vol
2(1):140-143. 2010
7 The Ability of IgY to Recognize Surface
Proteins of Streptococcus mutans Using Western Blot
Method
Dental Journal
(FKG UNAIR)/ Akreditasi
Vol. 42. No.
4. 2009 Hal:
191-195.
2009
8 Derajat Reaktifitas Immunoglobulin Ayam
(IgY) terhadap Protein permukaan berbagai
serotype Streptococcus mutans menggunakan
metode ELISA
DentikaDental
Journal (FKG
USU)
Akreditasi
Vol. 14, No.
2. 2009
Hal: 153-
157. 2009
9 Kekuatan Ikatan Antar Lapisan Restorasi
Komposit dengan Teknik Tumpat Inkremental
DentikaDental
Journal (FKG
USU)
Akreditasi
Vol. 14, No.
1. 2009
Hal: 74-77.
2009
69
10 Molekul Adhesin dan Reseptor Spesifik
Streptococcus mutans
Cakradonya
Dental Journal
(PSKG FK
Unsyiah)
Vol. 1 No.2.
Hal-54-61.
2009
11 Aspek Molekuler Sifat Virulensi Streptococcus
mutans.
Indonesian Journal of
Dentistry (FKG UI)
Akreditasi:
Vol 13(2) Hal
107-114. 2006
13 Profil Antigen Streptococcus mutans yang
dideteksi dengan Immunoglobulin Ayam anti
Streptococcus mutans
Majalah
Kedokteran Gigi
(FKG UGM)
Vol 13(2)
Hal 106-
110. 2006
14 Protein Permukaan Sel Streptococcus mutans yang
dapat dideteksi dengan Immunoglobulin Y
Dentika Dental
Journal (FKG
USU) Akreditasi
Vol 11(2) Hal
188-193. 2006
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No
Nama Pertemuan
Ilmiah / Seminar
Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Tempat
1 Manado Dentistry, Sifat Asidogenik dan Asidurik
Streptococcus mutans sebagai
bakteriostatik mikrobiota patogen
Manado, 2010
2 Regional Dental
Meeting and Exhibiton
(RDM-E), FKG USU
Virulence Factors of Aspergillus
niger
and Candida albicans
Medan, 2011
3 Asiah DM -2, PSKG
Unsyiah
Molekul Adhesin dan Reseptor
Spesifik Streptococcus mutans
Banda Aceh, 2009
4 Seminar International Lustrum FKH Unsyiah
Risk Factors of Species Microorganisms Rhinitis as a Potential
Antigen
Banda Aceh, 2011
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No
Judul Buku
Tahun Jumlah
Halaman
Penerbit
1 Ilmu Kedokteran Dasar 2011 200 PSKG FK Unsyiah
2 Ilmu Kedokteran Gigi Dasar Untuk Mahasiswa Kedokteran Gigi
2013 200 PSKG FK Unsyiah
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun Terakhir
No Judul/Tema/Jenis Rekayasa
Sosial Lainnya yang Telah
Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respon Masyarakat
70
1 Qanun (Peraturan) Kesehatan
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Aceh
2008 Aceh Besar
Provinsi Aceh
Telah disahkan
Desember 2008, dan
telah menjadi referensi
untuk masyarakat Aceh
Besar dalam aktivitas
pelayanan kesehatan,
skaligus menjadi
referensi penyusunan
qanun (peraturan)
tentang kesehatan untuk
tingkat Provinsi Aceh
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau
institusi lainnya)
No.
Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
1 Research Grant Hibah Bersaing Tahun Dikti, Kemdikbud 2010-2011
2 Research Grant KPP3T Litbang, Deptan RI 2011
3 Research Grant Rusnas Dikti, Kemdikbud 2009
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi
(Pekerti)
Banda Aceh, 18 Nopember 2014
Pengusul
,
drh. B a s r i, M.Si
Nip. 197507032006041002
71
3.2. Anggota Peneliti TPP
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drh. Abdillah Imron Nasution, M. Si
2 Jenis Kelamin L
3 Jabatan Fungsional Staff Pengajar
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 197704142009121002
5 NIDN 0014047704
6 Tempat dan Tanggal Lahir Tanjung Morawa Deli Serdang Sumatera Utara/ 14 April 1077
7 E-mail [email protected]
9 Nomor Telepon/HP 08126988519
10 Alamat Kantor Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Kopelma Darussalam Banda Aceh
11 Nomor Telepon/Faks 0651-7551843
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 35 orang; S-2 = … orang; S-3 = … orang
13. Mata Kuliah yg Diampu
1. Pengantar Ilmu Kesehatan dan Kedokteran
Gigi (Blok 2)
2. Ilmu Kedokteran Dasar
3. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar
4. Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat
5. Metodelogi Penelitian
6. Disaster Management
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia
Bidang Ilmu Klinik Veteriner Ilmu Kedokteran
Dasar
Tahun Masuk-Lulus 1996-2003 2006-2009
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Feed Intake, Water
Intake, Defekasi, Urinasi,
Gajah Sumatra (Elephas
maximus) pada TPG2L
Saree Aceh Besar
Gambaran
Nanostruktur Kristal
Hidroksiapatit pada
Email Fluorosis
Nama Pembimbing/Promotor 1. Prof. Dr. Abdullah
Ali, M. Sc
2. Drh. Irwandi Yusuf,
M. Sc
1. Dr. drg. Harun
Atjik Gunawan,
MS
2. Drg. Sri Angky
Soekanto, PhD
72
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No.
Tahun
Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta
1 2011 Indentifikasi dan Produksi IgY Anti
Alergi Rhinits Sebagai Kandidat
Vaksin
Hibah Bersaing
DIKTI
49.000.000
2 2010 Indentifikasi dan Produksi IgY Anti
Alergi Rhinits Sebagai Kandidat
Vaksin
Hibah Bersaing
DIKTI
38.500.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber* Jml (Juta
1 2012 Panitia Orientasi Belajar Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala
FK Unsyiah 50.000.000
2 2011 Aksi Kemanuasiaan Anak Kedokteran Gigi
Unsyiah
Pemerintah
Aceh
250.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat
DIKTI maupun dari sumber lainnya.
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Judul Artikel Ilmiah
Nama Jurnal Volume/
Nomor/Tah
un 1 Nanostructure of Crystal Hydroxyapatite
from Fluorosis Enamel: Affected enamel
World Journal of
Dentistry
2/4/2011
2 Gambaran Kristalinitas HA Email pada
paparan asam sunti (Averhoa bilimbi. L)
Cakradonya 2/2/2010
3 Anti-angiogenesis Angiostatin pada terapi
Gen Kanker
Majalah ILmiah
Kedokteran Gigi-Scientific Journal in
Dentistry
24/4/2009
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah /
Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
Tempat
1
73
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No
Judul Buku
Tahun Jumlah
Halaman
Penerbit
1 Ilmu Kedokteran Dasar 2011 200 PSKG FK
Unsyiah
2 Ilmu Kedokteran Dasar Untuk Mahasiswa
Kedokteran Gigi
2013 200 PSKG FK
Unsyiah
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1
2
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya
yang Telah Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Resp
on
Masyara1
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau
institusi lainnya)
No.
Jenis Penghargaan Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
1
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata
dijumpai ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi
(Pekerti)
Banda Aceh, 18 Nopember 2014
Pengusul,
drh. Abdillah Imron Nasution, M.Si
Nip. 197704142009121002
74
3. 3. Ketua Peneliti TPM
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Prof. drg. Boy. M. Bachtiar MS, PhD
2 Jenis Kelamin Laki-Laki
3 Jabatan Fungsional Professor/Guru Besar
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19520524197902 1 001
5 NIDN 0024055202
6 Tempat dan Tanggal Lahir Padang, 24 Mei 1952 / 56 tahun
7 E-mail [email protected]
9 Nomor Telepon/HP 08170935434
10 Alamat Kantor Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat 10430
11 Nomor Telepon/Faks Tel. (62-21) 31930270, 3151035.
Fax. (62-21) 31932412
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 57 orang; S-2 = 6 orang; S-3 = 7 orang
13. Mata Kuliah yg Diampu
1. Oral Mikrobiologi
2. Oral Immunologi
3. Metode Penelitian
4. Advance Molecular Teknologi
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Fakultas
Kedokteran gigi Univ. Indonesia
Pascasarjana Univ.
Indonesia
RMIT-University
Bidang Ilmu Pendidikan Dokter
Ilmu Kedokteran Dasar
Biotechnology
Tahun Masuk-Lulus 1971-1978 1984-1986 2001-2005
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Peran bakteriodes
pada patogenesis Necrotik dan
Ulseratif
Isolasi Actinomices
israeli dari cavitas karies gigi dan
kalkulus
Camppylobacter
jejuni
Polysaccharides and
thei Role in Host Intaractions
Nama Pembimbing/Promotor Drg. Setya
Atmaja, MS
Prof. Yan Susilo 1. Ben Frwy, PhD
2. Prof. Peter Coloe
75
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1 1998 Analysis of HLA antigen in
Recurrent Stomatitis,
Mininistry of
Research and
Technology, The
Republic of
Indonesia
50.000.000
2 2000 Immunohistochemistry analysis of
rat’s palatal mucosa induced by
Candida albicans,
NISHIKA
Fellowwship
Japan
Yen 240,000
3 2006 Production Imunoglobulin anti
ComD S. mutans by using DNA
vaccine (Co investigator).
Mininistry of
Research and
Technology, The
Republic of
Indonesia
266.000.000
4 2007 Inactivation of Htrb gene A
acetemcomittans and its involvement in bacterial interaction
with macrophages and epithelial cells
Universitas
Indonesia Research Grant
100.000.000
5 2008 Bmp-2 gene transfection to Dental
pulp stem cells (Co investigator),
Universitas
Indonesia
Research Grant
100.000.000
6 2008 Effect of milk suplemented by
chitosan-Ag nanocomposite and
IgY anti S. mutans on malnutrition
Rat.(Co investigator),
Universitas
Indonesia
Research Grant
100.000.000
7 2008 Effect of chitosan on differentiation
of periodontal Ligament Stem cells
into osteoblastic lineage (Co
investigator)
Universitas
Indonesia
Research Grant
100.000.000
8 2009 In vivo study of utilizing anti S.
mutans IgY for caries pasive
immunization (Co investigator)
Universitas
Indonesia
Research Grant
150.000.000
9 2009 Utilizing chitosan and quorum
sensing molecule for development
of anti dental biofilm,
Ministry of
Education The
Republic of
Indonesia
170.000.000
10 2009 Transfection of Gdf11 gene on
periodontal ligament stem cell and
its differentiation into osteoblastic
lineage (Co investigator)
Ministry of
Education The
Republic of
Indonesia
123.000.000
11 2010 Lactoferin gene polymorphism and
CDT activity of A
acetemcommittans in aggresive
Periodontitis,
Ministry of
Education The Republic of
Indonesia
90.000.000
76
12 2012 Aptamer for detecting C. albicans
and E. Faecalis Genotypic and
Phenotypic characterization of
Enterococcus faecalis in relation to bacterial adaptation in oral niches,
Universitas
Indonesia
Research Grant
TWAA (The Academy of
Sciences for Developing
World) UNESCO
280.000.000
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Tahun
Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan
Sumber* Jml (Juta Rp)
1
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat
DIKTI maupun dari sumber lainnya.
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/
Nomor/Tahun
1 AI of A. actinomycetemcomitans
Inhibits C. albicans Biofilm
Formation
Submitted into
Journal Dental
Research
2012
2 Combination of Recombinant
Human Bone Morphogenetic
Protein-2 and Dental Pulp Stem
Cells Enhanced Expession of
Alkaline Phosphatase on inflamed
Rat’s pulp
Dentika Dental
Journal
2011
3 Effect of Aggregatibacter
actinomycetemcomitans LuxS
Molecule on Candida albicans
Biofilm
General session
IADR, Barcelona,
Spain
2010
4 The involvement of htrB gene in
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans in host
interaction.
General session
IADR, MIAMI-
Florida USA.
2009
5 BA. Gani, S Chismirina, EW
Bachtiar, B M Bachtiar, IWT
Wibawan, The ability of IgY to
recognize surface proteins of
Streptococcus mutans by using
western blot method
Dentika Dental
Journal .
Vol. 42 - No. 4 /
October 2009
6 Expression of BMP2 in transfected
dental pulp cell.
2nd Meeting of
IADR PAPF Wuhan,
China.
2009
7 Alkaline phosphates produced by Makara Health 2009
77
BMP2-infected cultured dental pulp Sciences Journal,vol
13 Juni 2009
8 Effect of sucrose concentration on
the growth of C. albicans in vitro.
Indonesia Journal of
Dentistry.
Vol.16/No.1/2008:
April 2009
9 Xylitol inhibits C. albicans biofilm,
in vitro.
Indonesia Journal of
Dentistry. ISSN
1693-9697.
Vol.16/No.1/2008:
April 2009.
10 The Role of HLA-antigen in
Periodontal diseases
Dental Journal
University of
Airlangga.
Feb.2006
11 Cross reaction between IgY-anti S.
mutans and S. sobrinus
Indonesian Dental
Journal
Vol. 11, Number
2,2006
12 Producing IgY-anti S. mutans for
immunopreventive of dental caries
Dentika Dental
Journal
Vol.11, Number
2,2006
13 The involvement of quorum
sensing molecule in oral biofilm
Indonesian Dental
Journal
Vol.13/2006 Sept.
2006
14 Knock out mutagenesis of kpsE
gene of C. jejuni 81116 and its involving in bacterium host-
interaction.
FEMS Immunol Med
Microbiol.
2007;49(1):149-54
15 Two methods to inactivate capsule synthesis genes in Campylobacter
jejuni.
Poster presented in IADR ASEAN
regional meeting, Malacca, Malaysia.
2005
16 PCR-RFLP genotyping of
Campylobacter jejuni based on Wla
gene claster
Poster presented in
ASM congress,
Brisbane, Australia
2005
17
Adhesion and Invasion capabilities
of Campylobacter jujuni strains
Poster presented in
ASM congress,
Melbourne, Australia
2002
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar
Judul Artikel Ilmiah Wakt dan
Tempat
1 General session
IADR,
Effect of Aggregatibacter
actinomycetemcomitans LuxS Molecule on Candida albicans
Biofilm
2010, Barcelona,
Spain
2 General session
IADR,
The involvement of htrB gene in
Aggregatibacter actinomycetemcomitans in host
interaction.
2009, MIAMI-
Florida USA.
3 2nd Meeting of
IADR PAPF
Expression of BMP2 in
transfected dental pulp cell.
2009, Wuhan, China.
78
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No
Judul
Buku
Tahun Jumlah
Halaman
Penerbit
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1 Caries DNA Vaccine pcDNA-ComD (Co
inventor)
2009 paten 049.2779
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial
Lainnya yang Telah
Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respon
Masyarakat
1
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau
institusi lainnya)
No.
Jenis Penghargaan
Institusi Pemberi
Penghargaan
Tahun
1 Best paper award for research, National Scientific
Meeting, organized by University of Airlangga,
FKG UNAIR 2006
2 Best paper award for research, National Scientific
Meeting, organized by University of prof. Dr.
FKG MOESTOPO 2006
3 QUE Project for Staff Development (PhD program
at RMIT Univ. Australia)
RMIT University 2006
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi
(Pekerti).
Jakarta, 18 Nopember 2014
Pengusul,
Prof. drg. Boy. M. Bachtiar MS, PhD
Nip. 19520524 197902 1 001
79
3. 4. Anggota Peneliti TPM
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drg. Nurtami, Ph.D
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19740615 200812 2 002
5 NIDN 0015067405
6 Tempat dan Tanggal Lahir Jakarta, 15 Juni 1974
7 E-mail [email protected]
9 Nomor Telepon/HP 0818776556
10 Alamat Kantor Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat 10430
11 Nomor Telepon/Faks Tel. (62-21) 31930270, 3151035.
Fax. (62-21) 31932412
12 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 30 orang; S-2 = 2 orang; S-3 = 1 orang 13. Mata Kuliah yg Diampu
1. Oral Mikrobiologi dan Immunologi
2. Genom Fungsi, Forensik Kedokteran Gigi
3. Metode Penelitian
4. Advance Molecular Teknologi
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S2 S-3
Nama Perguruan Tinggi Fakultas Kedokteran gigi
Univ. Indonesia
Tokyo Medical and Dental University (TMDU), Japan
Bidang Ilmu Pendidikan
Dokter Gigi
Molecular Pathology
Tahun Masuk-Lulus 1993-1998 2001-2006
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Prakiraan usia dengan metode
radiografis
Evaluation of RANK, RANK-L, OPG
polymorphism on aggressive periodontitis
Nama Pembimbing/Promotor Drg. Gimawati Muljono, Sp.Prost
Prof. Akira Yamaguchi, DDS, PhD
80
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber* Jml (Juta
Rp)
1 2007-
2009
Tap73 isoform and p53 gene status
towards hTERT activities in oral
squamous cell carcinoma.
Risbiniptekdok 200
2 2007-
2009
Analysis of α-enolase Streptococcus mutans in caries bottle syndrome patients related to mutacin gene activity.
Risbiniptekdok 200
3 2007-
2010
Identification of novel molecular
targets and prognostic markers in
the 53 pathway for oral cancer
therapy in Indonesia.
JSPS-DGHE 2 juta Yen
4
2008-
2009
Forensic Identification based on saliva analysis.
- -
Development of DNA Database System for Disaster
Victims/Terorists Identification
UI Multidiscipline 200
5 2008-
2010
Effect of coral goniopora and
coral apatit on hard tissue
regeneration.
Fulbright -
6
2009-
2010
Sonic Hedgehog and BMP-2
interaction for osteoblast activity
in bone regeneration.
Risbiniptekdok 200
Dental pulp stem cell and
chitosan biomaterial for hard
tissue regeneration in oral cavity.
Hibah
Pascasarjana-Dikti
(multiyears)
300
Effect of chitosan nanoparticles
as an antiproliferative and
anticarcinogenic agents towards
oral cancer cells.
Hibah
Pascasarjana-Dikti
(multiyears)
300
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari
sumber lainnya.
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2013 Peningkatan kompetensi dan partisipasi aktif
personil SAR dalam prosedur DVI fase I dalam upaya keberhasilan identifikasi individu
korban bencana masal
UI 70
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat
DIKTI maupun dari sumber lainnya.
81
E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir
No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal
Volume/
Nomor/T
ahun
1 Tooth, an excellent DNA source for forensic identification
International Forensic DNA symposium & workshop:
Identification and medicolegal aspects, (proceedings)
2007
2 DNA Analysis from dentine & pulp using two DNA
extraction methods
International Forensic DNA symposium & workshop:
Identification and medicolegal aspects, 2007 (proceedings)
2007
3 Tooth, an excellent DNA source for forensic identification
International Forensic DNA symposium & workshop:
Identification and medicolegal aspects, (proceedings)
2007
4 DNA Analysis from dentine & pulp using two DNA
extraction methods
International Forensic DNA symposium & workshop:
Identification and medicolegal aspects, 2007 (proceedings)
2007
5 STR-based analysis of dental tissues:enamel, dentine, pulp and
cementum
International Forensic DNA symposium: Now and beyond,
Kuala Lumpur 2007 (proceedings
2007
6 Single Nucleotide Polymorphisms
(SNPs) in Aggressive Periodontitis
The 29th Asia Pacific Dental Congress 2007 (proceedings)
2007
7 The role of forensic odontology in personal
identification: Indonesian Perspective
Indonesian Journal of Legal and Forensic
Sciences 2008
1(1): 21-25.2007
8 DNA Analysis of Dental Tissue as a Tool of Sex and Personal
Identification in forensic cases
Dentsply Table Clinic Competition Indonesia
2007
2007
9 STR-based analysis of dental
tissues: enamel, dentine, pulp and
cementum
Forensic DNA: Now and
beyond, International DNA symposium, Kuala Lumpur
2007
2007
10 The role of forensic
odontology in personal
identification: Indonesian
perspectice.
Indonesian Journal of Legal
and Forensic Sciences,
vol.1,
no.1, Jan
2008
11 Effect of chitosan on osteoclast
proliferation and radical oxygen
product
Regional IADR Manila
(proceedings)
2008
12 Effect of chitosan on
osteoclast proliferation and bone 3rd International Conference On Postgraduate
2008
82
resorption in the primary
osteoclast culture of mouse
bone marrow
Education, Penang, Malaysia
(proceedings)
13 Bioinformatics approach for
Short Tandem Repeats profile
improvement in DNA Forensic Identification System.
Draft to be submitted to
Forensic Science
International journal
2009
14 Effect of coral goniopora and
coral apatit on dental pulp stem cells.
TIMNAS V, Universitas
Airlangga, 2009 (proceedings)
2009
15 Effect of coral goniopora in comparison with
coral apatite towards human dental pulp stem cells
mineralization activities
Thailand International conference of Oral
Biology, Thailand 2009 (proceedings)
2009
16 Case study of uncovering
suicide bomber of JW Mariott Hotel Bombing in Jakarta 2009
15th Indonesian Scientific
Meeting &
Refresher Course in Dentistry
(KPPIKG XV)
2009 (proceedings)
2009
18 Effect of chitosan on
osteoclast proliferation,
bone resorption, and radical
oxygen product of primary
osteoclast culture of mouse
bone marrow.
5th FDI-IDA Joint Meeting
2009 submitted to
J Dent Mater
2009
F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan
tempat
1 International Forensic
DNA symposium & workshop:
Identification and medicolegal aspects
DNA Analysis from dentine
& pulp using two DNA
extraction methods
2007
2 International Forensic DNA symposium & workshop: Identification and medicolegal aspects,
Tooth, an excellent DNA
source for forensic identification
2007
3 International Forensic
DNA symposium:
Now and beyond
STR-based analysis of dental
tissues:
enamel, dentine, pulp and
cementum
Kuala Lumpur
2007
4 The 29th Asia Pacific
Dental Congress Single Nucleotide
Polymorphisms
(SNPs) in Aggressive
Periodontitis
2007
83
5 Indonesian Journal of
Legal and Forensic Sciences
The role of forensic
odontology in
personalidentification: Indonesian
Perspective
Jakarta, 2008
6 Dentsply Table Clinic Competition Indonesia
DNA Analysis of Dental Tissue
as a Tool of Sex and Personal
Identification in forensic cases.
Jakarta, 2007
7 Forensic DNA:
Now and beyond, International DNA
symposium
STR-based analysis of dental
tissues:
enamel, dentine, pulp and
cementum
2007
8 Presented at the 9th
INPALMS Congress on Legal Medicine and
Forensic Sciences
The role of forensic
odontology in personal
identification: Indonesian
perspectice
Jakarta, 2007
9 Regional IADR Manila Effect of chitosan on osteoclast
proliferation and radical oxygen
product
Manila 2008
10 3rd International
Conference On
Postgraduate Education, Penang, Malaysia
Effect of chitosan on
osteoclast proliferation and bone
resorption in the primary
osteoclast culture of mouse
bone marrow
Malaysia,
20008
11 TIMNAS V, Universitas Airlangga
Effect of coral goniopora and
coral apatit on dental pulp stem
cells.
Surabaya 2009
12 Thailand International
conference of Oral
Biology,
Effect of coral goniopora
in comparison with coral
apatite towards human dental
pulp stem cells
mineralization activities
Thailand
2009
13 15th Indonesian Scientific Meeting & Refresher Course in
Dentistry (KPPIKG
XV)
Case study of uncovering
suicide bomber of JW Mariott
Hotel Bombing in Jakarta 2009
Jakarta 2009
14 5th FDI-IDA Joint Meeting 2009
submitted to J Dent Mater
Effect of chitosan on osteoclast
proliferation, bone resorption,
and radical oxygen product of
primary osteoclast culture of
mouse bone marrow.
2009
84
G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir
No
Judul Buku
Tahun Jumlah
Halama
Penerbit
1 Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan (Abdul Munim Idries)
2008 50 Sagung Seto
H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir
No.
Judul/Tema HKI
Tahun
Jenis
Nomor P/ID
1
I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5
Tahun Terakhir
No. Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial
Lainnya yang Telah Diterapkan
Tahun Tempat
Penerapan
Respon
Masyarakat
1
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau
institusi lainnya)
No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun
1 PhD scholarship the Japanese Ministry of
Education, Culture, Sports, Science
and Technology
2001-2006
2 Travel Grant Award of the Second Annual McLaughlin Symposium in Infection and Immunity
James W. McLaughlin Endowment
Fund of the University of Texas
Medical Branch at Galveston and
the National Institute of Dental and
Craniofacial Research, National
Institutes of Health, Bethesda,
Maryland
2003
3 Biology Group Representative, Sasakawa Grant Award
The Japan Science Society 2004
4 Japan-Indonesia Joint Research Grant FY
Japan 2007
5 Research grant Indonesian Ministry of Health 2007
85
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi
(Pekerti).
Jakarta, 18 Nopember 2014
Pengusul,
Drg. Nurtami, Ph.D
Nip. 19740615 200812 2 002
86
Lampiran 4. Draft Artikel Publikasi
POTENSI MUTACIN STREPTOCOCCUS MUTANS SEBAGAI INHIBITOR COLLAGEN
BINDING PROTEIN PADA SEL ENDOTEL KAITAN DENGAN
STROKE HAEMORAGIK DAN ENDOCARDITIS1
Oleh
Basri dan Abdillah Imron Nasution2 Boy M. Bachtiar dan Nurtami
3
ABSTRAK
Latar Belakang. Streptococcus mutans dilaporkan sebagai agen utama penyebab karies dan dapat
bersifat bakterinemia yang dapat menyebabkan menginfeksi endocardium jantung (endokarditis) dan
menginfeksi pembuluh darah serebrum otok (stroke haemoragi). Selain itu S. mutans menghasilkan
antibiotik mutacin yang dapat berperan menghambat sejumlah golongan bateri streptococci,
termasuk S. mutans dengan menghambat perlekatan Collagen binding protein S. mutans dengan
binding site collagen protein sel endothel pembuluh darah serembrum dan jantung, potensi tersebut
memberikan informasi bahwa mutacin dapat menghambat perlekatan S. mutans pada sel endothel,
sehingga dapat mencegah infeksi endocarditis dan infeks strok haemoragik. Tujuan penelitian
mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung dan lapisannya serta otak dan pembuluh
darah serembrum dan menguji kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai
konsentrasi. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kultur bakteri, histopatologi,
spektrofotometer, dan ELISA, selain itu metode purifikasi mutacin dan kultur sel endothel. Hasil
Penelitian dan Pembahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pH 5 dan 6 dan suhu
40°C pertumbuhan sel bakteri S. mutans lebih rendah dibandingkan dengan pH 8 dan suhu 37°C
berdasarkan absorbansi spektrofotometer pada hari ke 7, 14, 21, dan 30. secara histopatologi jantung
dan katup jantung menunjukkan perubahan histopatologis berupa infiltrasi sel radang, hiperemi
hemoragi, cloudy swelling dan nekrosis sel yang ditandai dengan piknosis mulai pada hari ke-7
hingga pada akhirnya jaringan menjadi lisis pada hari ke-30 hal yang sama juga terjadi pada
endokardium, miokardium, epikardium dan katup jantung juga terjadi hipertrofi otot jantung dan
infiltrasi sel fibroblas pada epikardium. Sedangkan pada otak secara histopatologis pada pembuluh
darah serebrum menujukkan terjadi perubahan susunan sel endotel, nekrosis sel endotel dan
destruksi tunika media, nekrosis sel endotel dan tunika intima dan media menjadi lisis selanjutnya
pada hari ke-30 terlihat sel endotel hilang dan rupturnya pembuluh darah. Begitu juga pada otak
serebrum terjadi hiperemi dan infiltrasi sel radang pada semua kelompok perlakuan dan pada fase
infeksi hari ke 30 terjadi peningkatan hemoragi dan nekrosis sel dan ruptur pembuluh darah. Pada uji
reaktifitas mutacin S. mutans mampu bereaktifitas dengan sel endotel pada berbagai konsentrasi..
pada infeksi jantung dan otak, S mutans tidak hanya sebagai faktor resiko, namun sebagai penentu infeksi
dengan intensitas yang meningkat seiring lama infeksi dan merusak sasaran merusak sel endotel dan
jaringan host, yang merupakan media interaksi antara S. mutans dengan host. Sedangkan mutacin S.
mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung pada berbagai
konsentrasi. Kesimpulan. Streptococcus mutans mampu menginfeksi jantung dan pembuluh darah
otak, sekaligus mutacin S. mutans mampu berinteraksi dengan sel endotel pembuluh darah otak dan
jantung.
Kata Kunci: Streptococcus mutans, mutacin, jantung, serebrum, dan sel endothel
1 Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan
Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014
Tanggal 26 Mei 2014 2 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh
3 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Darussalam Banda Aceh
87
PENDAHULUAN
Stroke haemoragik terjadi terjadi akibat aliran darah yang masuk ke otak terganggu
karena penyumbatan pembuluh darah dalam otak sehingga mengakibatkan pembuluh darah
pecah, dan suplai darah, makanan dan oksigen sel saraf dalam otak terganggu dan
menyebabkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara bahkan sampai penurunan
kesadaran. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi yang
berakhir dengan kelumpuhan. Penyakit ini dilaporkan sebagai penyebab cacat nomor satu
dan penyebab kematian nomor dua di dunia serta telah menjadi masalah kesehatan yang
mendunia sehingg perlu penanganan secara serius (Adam, 2003). Berdasarkan data dari
Yayasan Stroke Indonesia jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki
urutan pertama di Asia sedangkan organisasi stroke dunia mencatat hampir 85% orang
sangat rentan terhadap resiko sehingga perlu upaya penanganan secara serius (Aliah, 2007).
Beberapa penelitian stroke melaporkan bahwa stroke dapat dipicu oleh faktor
perlilaku dan medis termasuk infeksi mikroorganisme. Kejadian stroke tersebut sangat
berhubungan dengan gangguan jantung, karena jantung selain berfungsi sebagai suplai
aliran darah, juga sebagai pengontrol tekanan darah keseluruh tubuh sekaligus mensuplai
oksigen tubub termasuk ke otak. Gangguan jantung seperti jantung koroner dan infeksi
endocarditis terutama pada pasien dengan kelainan kongenital pada jantungnya (Arif, 2009).
Di negara berkembang insiden endokarditis dapat mencapai 1,6 – 4,3 diantara 100.000
penduduk. Angka kematian mencapai 20%-40%, meskipun diberikan antibiotik yang cukup.
Komplikasi neurologis endokarditis dapat berkisar 20%-40%, hal ini akan mempertinggi
angka kematian (41%-86%), biasanya kematian tersebut terjadi secara mendadak (Alwi,
2007).
Endokarditis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
golongan jamur (Candida sp dan Aspergillus sp) maupun bakteri berupa Streptococcus
viridans alpha hemolytic paling sering dan disusul dengan staphylococcus koagulase positif
(Fauci, 2008). Streptococcus mutans dilaporkan berperan pada kasus stroke haemoragik
(Nakano, 2011) dan juga berperan pada endocarditis (Abrances, 2011). Kejadian ini
dipengaruhi oleh aktivitas faktor virulensi yang dimiliki S. mutans salah satunya adalah
collagen binding protein atau protein Cnm memiliki berat molekul 120 kDa dengan
mengikat komponen extraceluler matrix (ECM) yang terdiri dari fibronectin, collagen,
laminin, dan elastin (Nakano 2010, dan Nomura, 2006).
Selain itu, S. mutans juga memproduksi bacteriocin (mutacin) yang merupakan
protein atau peptides anti microbial terhadap beberapa bakteri seperti Enterococcus faecalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia
88
coli dan mycobacteria (Kamiya, 2008). Secara umum mutacin berfungsi sebagai
bakteriosidal melalui jalur adhesin molekuler dengan menghambat pembentukan biofilm
sebagai inisiasi pertama invasi mikrobial terhadap host (Kamiya, 2011) yang melibatkan
protein ektraseluler seperti collagen binding protein sebagai unsur bioaktivator adhesin
terhadap host, khusunya pada kejadian infeksi S. mutans baik pada infeksi karies gigi
maupun perannya pada infeksi stroke hemoragik dan endocarditis.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan S. mutans sebagai pemicu infeksi
stroke haemoragik dan endocarditid, serta kemampuan mutacin S. mutans berinteraksi
dengan sel endothel. Sedangkan tujuan khusus mengevaluasi berbagai kerusakan bagian
jantung dan otak besar tikus model setelah diinfeksi dengan S. mutans serta menguji
kepekaaan rekatifitas mutacin terhadap sel endotel pada berbagai konsentrasi,
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan subjek bakteri Streptococcus mutans ATCC dan tikus
model (rattus novergicus) yang telah dilaksanakan dalam tahun 2014 di Laboratorium
mikrobiologi dan patologi FKH Unsyiah dan laboratorium mikrobiologi FK Unsyiah serta
laboratorium Oral Biologi FKG Universitas Indonesia. Penelitian ini telah lulus kelayakan
etik penelitian , untuk mendapatkan hasil penelitan, maka menggunakan beberapa
pendekatan eksperimental yaitu mengevaluasi kemampuan S. mutans menginfeksi jantung
dan otak sekaligus dan aktivitas mutacin S. mutans berinteraksi dengan sel endothel
pembuluh darah jantung dan otak.
1. Kultur Bakteri Streptococcus mutans dan Sel Endothel-Kollagen
Streptococcus mutans isolat klinis yang dikoleksi dari penderita karies gigi, endocarditis,
dan stroke haemorhagic dikultur pada media padat selektif TYS20B dan diinkubasi
selama 12-72 jam pada suhu 370C dalam suasana mikroaerofilik. Satu koloni dari
masing sampel yang dianalisis yang tumbuh pada media padat tersebut diambil dengan
oase untuk selanjutnya dibiakkan dalam media cair TSB selama 24-72 jam pada suhu
370C, dalam suasana suasana mikroaerofilik. Pembuluh darah arteri coronary jantung
dan pembuluh darah cerebral dibersihkan dengan larutan PBS dan diberi larutan
Collagenase. Pemisahan larutan Collagenase dengan melakukan sentrifugasi 1000 rpm
selama 8 menit. Bagian supernatan dibuang, kemudian menambahkan 4 ml medium
kultur dan selanjutnya dipindahkan ke dalam plate well 24. Plate untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam inkubator CO2 sampai mono-layer (membentuk cobblestone)
89
kurang lebih 3-4 hari dan media diganti setiap 2 hari sekali. Setelah sel tersebut
dikoleksi selanjutnya ditanam secara terpisah pada cawan kultur.
2. Ektraksi dan Preparasi Mutacin dari Streptococus mutans
Streptococcus mutans yang telah dikultur dalam TBS diambil 15 ml dan selanjutnya
dengan pH 2 yang kedalamnya ditambah 4 N HCl 0,5 ml untuk menyerap mutacin yang
diproduksi pada permukaan sel S. mutans (Nicolasa, 2004). Setelah itu, dipanaskan
selama 10 menit pada suhu 70 0C untuk membunuh sel dan menghambat enzim protease.
The supernatants containing the antibacterial activity were obtained after centrifugation
at 10,000 rpm selama 5 menit dan siap digunakan untuk uji mutacin. Tidak semua
ektraksi ini dapat berhasil untuk ditentukan jika semua mutacin dapat dipindahkan dari
sel, untuk memastikannya maka dilakukan pengujian pada triplicate. Satu koloni S.
mutans yang mengandung mutacin diinokulasikan pada media TSBYE dan
diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 37 0C. A 1% (v/v) dan ditambahkan
kemudian dalam media tersebut 10 ml atau 100 ml fresh medium (Sesuai kebutuhan)
selanjutnya dipersiapkan test optimalisasi produksi mutacin
Metode yang digunakan untuk menentukan ekpresi mutacin dari S. mutans dilakukan
berdasarkan prinsip produksi mutacin berdasarkan Parrot (1989) yang dimodifikasi oleh
Nicolasa(2004) dan Waterhouse (2006). Serial two-fold dilusi dari ektra sel free S.
mutans dibuat 100 µl dalam pengecer yang berbeda dalam 96-well Falcon microtitre
plate (Fisher Scientific, Montre´al, QC, Canada). Aktifitas mutacin yang telah
diekspresikan dinyatakan dalam satuan per ml (AU / ml), hasil yang sesuai dengan
pengenceran terakhir menunjukkan zona hambatan terdeteksi terhadap S. mutans setelah
24 jam inkubasi pada 37 8C dalam kondisi aerobik.
3. Uji Interaksi Mutacin dengan Sel Endothel
Sel endothel dari pembuluh darah cerebelum dan arteri coronary yang telah dikultur
dipersiapkan untuk diinteraksikan dengan mutacin S. mutans berdasarkan prinsip kerja
Dorn (2000) yang dimodifikasi Nakano (2004). Uji proteksi antibiotik ini untuk menilai
kapasitas interaksi mutacin S. mutans dengan sel endhotel. Dimana sebelumnya sel
endhotel dikultur pada basal medium (EBM-2; Lonza) dilengkapi dengan EGM-2MV
single-use aliquots (Lonza). Kemudian diinkubasi 37°C dengan 5% CO2. Selanjutnya
dianalisi hasilnya pada panjang gelombang OD500. Atau kapasitas interaksi S. mutans
dengan sel endothel dinilai dengan cytochalasin D (Sigma) seperti yang dijelaskan oleh
Dorn (2000).
90
4. Uji Reaktivitas S. mutans Mutacin dengan Collagen Binding Protein Pada Sel
Endothel
Uji rektivitas ini menggunakan prinsip kerja ELISA, dimana interaksi antara mutacin
dengan collagen binding protein pada sel endtothel menjadi indikator untuk
menghambat kerja S. mutans pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis. Potensi
reaktifitas mutacin dengan collagen binding protein (Cbp) pada sel endothel pembuluh
darah akan diuji secara imunologis dengan metoda ELISA. Dilusi mutacin paling rendah
yang memberikan OD tertinggi menyatakan reaktifitas mutacin terhadap protein Cbp
tertinggi. Assay akan dilakukan 3 kali secara independent.
5. Pembuatan Suspensi Bakteri, Preparasi Kandang dan Perlakuan Hewan Coba
Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media
TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu diinkubasi dalam inkubator selama
24 jam pada suhu 37ºC. Setelah diinkubasi kekeruhannya dibandingkan dengan
kekeruhan Mc Farland 3. Bila kekeruhan S. mutans dalam media TSB sama dengan
kekeruhan Mc Farland 3 maka jumlah S.mutans diperkirakan sebanyak 9 x 108
CFU/ml.
Apabila larutan berisi bakteri lebih keruh dibandingkan larutan Mc Farlan 3 maka
larutan ditambahkan cairan TSB sampai kekeruhannya sama, jika larutan bakteri tidak
sama keruh dengan larutan Mc Farland 3 maka ditambahkan larutan bakteri lagi sampai
kekeruhannya sama.
Sebanyak 24 ekor tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) berjenis kelamin
jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram yang diperoleh dari
FKH Universitas Syiah Kuala diadaptasi selama seminggu untuk proses aklimatisasi
sebelum penelitian dimulai. Selama perlakuan tikus dikandangkan dalam kandang
individual dengan sekam padi yang menutupi lantai dan diberikan pakan standar berupa
pelet dan air secara ad libitum. Ruangan tempat kandang tikus berada di tempat yang
mudah dibersihkan dan disanitasi dengan kondisi standar, siklus gelap dan terang 12/12
jam.
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 ekor tikus putih
jantan galur wistar yang dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan
(K(p)) sebanyak 12 ekor tikus dan kelompok kontrol negatif (K(-)) sebanyak 12 ekor
tikus. Kelompok K(-) diinjeksikan NaCl 0,9% dan kelompok K(p) disuntikkan S. mutans
sebanyak 109 CFU/ml. Penyuntikan dilakukan pada vena ekor tikus. Dilatasi vena untuk
memudahkan penyuntikan dapat dilakukan dengan menghangatkan ekor tikus dengan
91
menggunakan kapas yang dibasahi air hangat kemudian dioleskan pada ekor tikus.
Setelah dilatasi dilakukan penyuntikan melalui vena ekor tikus dengan respirasi terlebih
dahulu.
Sampel darah diambil dari tikus putih galur wistar (Rattus norvegicus) yang
diinfeksi dengan S. mutans. Sampel darah diambil melalui vena ekor tikus menggunaka
spuit 3cc 25 G sebanyak 1 ml. Sampel darah ini dijadikan sebagai kelompok perlakuan
dan pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke 7, 14, 21 dan 30.
6. Penentuan Infeksi Pada Endokardium dan Serebrum dan Kultur Streptococcus
mutans Isolat Darah
Sampel darah yang akan dijadikan kelompok perlakuan diambil dari tikus putih galur
wistar (Rattus norvegicus) yang terinfeksi oleh bakteri S. mutans. Tikus putih galur
wistar (Rattus norvegicus) akan dilakukan pemeriksaan histopatologis jantung dan otak
untuk memastikan bahwa tikus yang diambil sampel darahnya telah terinfeksi pada
endokardium dan serebrum. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat perubahan
yang terjadi pada histopatologis endokardium dan serebrum pada hari ke-30.
Bakteri S. mutans isolat darah dibiakan dalam cawan petri berisi media selektif
TYS20B. Bakteri S. mutans diambil menggunakan jarum ose kemudian digoreskan pada
permukaan media dengan teknik goresan T. Kemudian dimasukkan ke dalam anaerobic
jar untuk memperoleh suasana anaerob. Untuk mengetahui suasana telah anaerob
digunakan indikator metilen blue dimana indikator ini akan berubah warna dari biru
menjadi putih dalam waktu 1-2 jam lalu diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC
selama 2x24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram terhadap bakteri S. mutans
dengan melihat warna, bentuk, dan cirinya di bawah mikroskop.
7. Pembuatan Suspensi Streptococcus mutans Isolat Darah
Suspensi bakteri dibuat dengan cara mengambil 1 ose biakan S. mutans pada media
TYS20B, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi medium TSB 5 ml.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam anaerobic jar lalu dinkubasikan dalam inkubator
selama 24 jam pada suhu 37ºC, dan 40ºC serta pH 5, 6 dan 8. pH diatur terlebih dahulu
dengan cara menambahkan NaOH dan HCL, apabila larutan terlalu basa maka
ditambahkan HCL dan jika larutan terlalu asam maka ditambahkan NaOH kemudian
nilai pH diukur, jika pH sudah mencapai nilai yang dinginkan dan diinkubasikan pada
suhu 37ºC.
92
8. Perbandingan Pertumbuhan S. mutans Isolat Laboratorium (ATCC 31987) dengan
Isolat Darah tikus Rattus norvegicus
Bakteri S. mutans isolat laboratorium (ATCC 31987) diinkubasikan dalam suhu 37
ºC dan 40 ºC serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Selanjutnya bakteri S. mutans yang
diperoleh dari isolat darah infeksi endokardium dan serebrum diinkubasikan dengan
suhu dan pH yang sama dengan S. mutans isolat laboratorium yaitu 37 ºC dan 40 ºC
serta pH 5, 6 dan 8 selama 24 jam. Setelah 24 jam masa inkubasi berdasarkan beberapa
suhu dan pH tersebut bakteri kemudian dibandingkan jumlah pertumbuhannya. Jumlah
bakteri akan dihitung menggunakan Spektrofotometer.
9. Pembuatan Preparat Histopatologis dan Pengamatan Hasil
Setiap tikus putih dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol dieuthanasia
dengan inhalasi eter 5%. Langkah pertama adalah kranium dibuka dan otak dikeluarkan
lalu difiksasi menggunakan larutan neutral buffered formaline 10% selama 12 jam.
Selanjutnya dibuat sediaan histopatologis sesuai dengan prosedur teknik yang biasa
dilakukan di Laboratorium Patologi FKH Unsyiah. Tahap selanjutnya adalah melakukan
trimming organ dengan memotong organ dengan ukuran 1cm x 1cm x 1cm lalu
dilakukan dehidrasi organ otak dalam larutan aseton sebanyak dua kali masing-masing
dalam waktu 1,5 jam. Lalu dilakukan clearing dengan memasukkan otak ke dalam
larutan xylol sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam. Kemudian dilakukan proses infiltrasi
parafin dengan memasukkan organ ke dalam parafin cair sebanyak 2 kali dalam waktu
1,5 jam yang dilakukan di dalam oven pemanas dengan suhu 60 0C. Setelah itu, lakukan
embedding/blok jaringan dengan menanam otak ke dalam blok parafin dan dibiarkan
membeku kemudian diiris dengan ukuran 5µm dengan menggunakan mikrotom rotari.
Hasil irisan dibentangkan dalam air hangat dengan suhu 500 C lalu ditempelkan pada
object glass yang telah diberi perekat albumin Mayers dan dikeringkan di atas hot plate
selama ± 2 menit untuk menghilangkan sisa-sisa air serta dibiarkan pada suhu kamar
selama ± 24 jam.
Langkah selanjutnya adalah pewarnaan hematxylin-eosin dengan merendam jaringan
di dalam xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, lalu di dalam alkohol
absolut sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit, alkohol 96% sebanyak 2 kali
masing-masing selama 2 menit, alkohol 90% sebanyak 2 kali masing-masing selama 2
menit dan air selama 2 menit. Kemudian rendam kembali jaringan ke dalam hematoxylin
dan bilas dengan air sampai menjadi bening. Lalu celup ke dalam acid alkohol sebanyak
2 kali, akuades sebanyak 3 kali, eosin selama 1-2 menit dan terakhir celup ke dalam air
93
sebanyak 3 kali. Selanjutnya rendam di dalam alkohol 96% sebanyak 2 kali masing-
masing selama 1 menit, alkohol absolut sebanyak 2 kali masing-masing 1 menit dan
xylol sebanyak 2 kali masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir adalah jaringan
ditutup dengan cover menggunakan balsem Kanada dan dibiarkan sampai perekat kering
(± 12 jam) dan siap diamati di bawah mikroskop elektrik. Pengamatan histopatologis
dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektrik dengan pembesaran 400 kali.
Sasaran pembacaan preparat adalah melihat gambaran histopatologis otak tikus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Pertumuhan S. mutans Isolat Darah Tikus (Rattus novergituss) Berdasarkan
Suhu dan pH
Gambar 1. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah
Berdasarkan pH
Keterangan :
ATCC : S. mutans ATCC 31987
M1 : S. mutans isolat darah minggu pertama
M2 : S. mutans minggu kedua
M3 : S. mutans minggu ketiga
M4 : S. mutans minggu keempat
0.547
0.257
0.591
0.849
0.435
0.945
0.5690.577
0.017
0.467
0.976
1.105
0.753
0.102
0.591
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 5 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 6 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8 pH 8
ATCC M 1 M2 M 3 M 4 ATCC M 1 M 2 M3 M 4 ATCC M 1 M 2 M3 M 4
94
Gambar 2. Grafik Perbandingan Pertumbuhan S. mutans ATCC 31987 dengan Isolat Darah
Berdasarkan Suhu
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan oneway-ANOVA menunjukkan
bahwa perubahan beberapa tingkatan pH (5, 6 dan 8) pada setiap minggu memiliki
perbedaan yang bermakna terhadap pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S.
mutans isolat darah tikus Rattus norvegicus (p≤0,05) (Gambar 1). Hasil uji T untuk
pertumbuhan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. muans isolat darah tikus Rattus
norvegicus pada 2 tingkatan suhu yakni 37°C dan 40°C menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua penghitungan bakteri S. mutans (p≤0,05)
sedangkan untuk minggu ketiga dan keempat hasil uji T penghitungan koloni S. mutans
tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p≥0,05) (gambar 2)
Pertumbuhan S. mutans isolat darah dan ATCC 31987 pada beberapa suhu ditinjau
berdasarkan absorbansi. Penghitungan jumlah S. mutans isolat darah berdasarkan suhu 370C
pada minggu kedua menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan S. mutans ATCC
31987. Streptococcus mutans diketahui tumbuh dengan baik pada suhu 18 0C-40
0C
(Hidayati, 2010). Penghitungan koloni yang terhitung lebih baik pada suhu 370C
diakibatkan oleh suhu 370C merupakan suhu yang umum digunakan untuk inkubasi bakteri
(Sabir, 2005). Bakteri Gram-positif lain seperti Staphylococcus saprophyticus diketahui
akan tumbuh dengan cepat pada suhu 370C. Bakteri ini memiliki beberapa kesamaan dengan
bakteri Gram-positif S. mutans yaitu memfermentasi karbohidrat serta mengasilkan asam
seperti asam laktat (Dewi, 2010). Pada suhu 370C S. mutans isolat darah menunjukan nilai
yang lebih baik daripada S. mutans ATCC 31987. Meskipun pada suhu 370C larutan yang
berisi S. mutans isolat darah memiliki nilai yang lebih tinggi pada beberapa minggu
daripada suhu 40⁰C, namun S. mutans masih mampu hidup pada suhu tinggi dimana
0.5580.503
0.616
0.109
0.379
0.051 0.0390.096
0.059
0.38
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
37ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
Suhu
40ºC
ATCC M 1 M 2 M 3 M 4 ATCC M 1 M 2 M3 M 4
95
diketahui bahwa pada seseorang yang mengalami infeksi akan mengalami kenaikan suhu
tubuh (Meregetthe, 2008).
Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus
Rattus Norvegicus pada dua variasi suhu yaitu 370C dan 40
0C menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada minggu pertama dan minggu kedua berdasarkan (p≤0,05). Penghitungan S.
mutans isolat darah dan S. mutans ATCC 31987 pada suhu 400C tidak menunjukan nilai
sebaik suhu 370C pada setiap minggu berdasarkan absorbansi, namun pada minggu keempat
suhu 400C menunjukan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987 maupun
dengan S. mutans isolat darah pada suhu 370C. Kemampuan tumbuh S. mutans pada suhu
tinggi disebabkan oleh kemampuan S. mutans mempertahankan diri terhadap berbagai
perubahan yang terjadi di lingkungan tempat hidup bakteri tersebut. Perubahan suhu
merupakan salah satu hal yang sering terjadi pada perubahan lingkungan, dilaporkan bahwa
bakteri mampu merubah atau memodifikasi paling sedikit 10% dari suhu bakteri tersebut
baik tinggi maupun rendah. Sebagian besar perubahan pada bakteri dipengaruhi oleh
metabolisme, penyesuaian diri, struktur membran bakteri, dan virulensi pada masing-masing
bakteri (Meregetthe, 2008).
Penghitungan koloni S. mutans ATCC 31987 dengan S. mutans isolat darah tikus
Rattus norvegicus yang dikultur pada media TYS20B dan kemudian ditanamkan ke media
cair 5 ml yang diatur pHnya menjadi 5, 6 dan 8, hasil yang didapat menunjukkan tidak ada
perbedaan yang bermakna (p≥0,05). Pada pH 5 pertumbuhan bakteri berdasarkan nilai
absorbansi menunjukan bahwa pertumbuhan S. mutans isolat darah pada minggu ketiga
lebih baik dibandingkan dengan ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH
5 menunjukan peningkatan dari minggu pertama sampai minggu ketiga. Pertumbuhan S.
mutans baik pada pH rendah dikarenakan tiga sifat virulensi S. mutans yang banyak
dilaporkan oleh peneliti yaitu mampu menyebabkan karies gigi melalui pembentukan
biofilm pada gigi, memproduksi asam organik melalui metabolisme karbohidrat dan
kemampuan tumbuh serta memproduksi asam dalam lingkungan dengan pH rendah (Palmer,
2013)
Streptococcus mutans mampu mengasamkan lingkungannya sampai pH 3,5 (Fozo,
2004). Streptococcus mutans merupakan bakteri yang sangat baik bertahan dalam banyak
tingkatan pH dibandingkan Streptococci lain. Mengidentifikasi kemampuan bakteri yang
bisa menghasilkan asam untuk bisa bertahan pada pH basa diketahui bahwa sitoplasma pada
bakteri biasanya akan lebih basa dari lingkungan sekitar tempat bakteri hidup, untuk
menyesuaikannya maka bakteri akan melepaskan proton (H+) dan mengasamkan
sitoplasmanya (Cotter, 2003).
96
Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 6 tidak memiliki nilai yang lebih baik
daripada S. mutans ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah pada pH 8
menunjukan nilai yang sangat baik pada minggu pertama dibandingkan dengan S. mutans
ATCC 31987. Pertumbuhan S. mutans isolat darah terus menurun sampai minggu ketiga.
Streptococcus mutans ternyata masih tetap mampu bertahan pada pH basa, Elizabeth (2004)
menyebutkan bahwa pada pH 7 S. mutans masih tetap hidup. Streptococcus mutans yang
tumbuh pada pH 7 memiliki pH intraselular 7,88 sedangkan pada S. mutans yang tumbuh
pada pH 5,5 memiliki pH intraselular 6,22 (Hanh, 1999). Penelitian Elizabeth (2004)
menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri yang baik pada pH 8 bisa terjadi karena
kemampuan bakteri untuk hidup dalam tekanan perubahan pH. Jose A. Lemos (2008)
menyebutkan bahwa S. mutans akan tetap tumbuh baik pada pH yang berkisar 5 sampai 7
(Lemos, 2008). Kemampuan biofilm untuk menghasilkan senyawa basa bisa menetralkan
suasana asam dan mencegah timbulnya mikroflora kariogenik. Pada kenaikan pH internal,
diatur dengan memproduksi produksi NH3 dengan kombinasi proton dalam sitoplasma
untuk memproduksi NH4+ (Cotter, 2003).
5.2. Profil Histopatologis Jantung Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans
5.2.1. Gambaran Histopatologis Lapisan Jantung
97
Gambar 3. Gambaran histopatologi kelompok perlakuan hari ke-30. A. Endokardium : a.
destruksi jaringan, (HE, 400x), b. infiltrasi sel-sel radang, c. lisis jaringan, d. nekrosis sel (HE, 1000x): B. Miokardium : a. hemoragi, b. hiperemi (HE, 400x), c. lisis jaringan, d.
infiltrasi sel radang, e. pembesaran ruang, f. hipertropi otot, g. nekrosis sel (HE, 1000x). C. Epikardium : a. hemoragi (HE, 1000x), b. destruksi jaringan (HE, 400x), c. sel
fibroblast, d. lisis jaringan, e. nekrosis sel, f. infiltrasi sel-sel radang, (HE, 1000x).
Hasil pengamatan histopatologis lapisan jantung pada hari ke-30 (Gambar 3).
Menunjukkan kerusakan yang semakin menyebar ditandai dengan jumlah sel nekrosis
meningkat, lisis jaringan dan terjadi destruksi jaringan endokardium. Miokardium jantung
mengalami hemoragi, hiperemi, hipetrofi otot, nekrosis sel, lisis jaringan, pembesaran ruang
dan infiltrasi sel-sel radang. Epikardium mengalami hemoragi, nekrosis sel, destruksi
jaringan, lisis jaringan, infiltrasi sel-sel radang dan sel fibroblas.
Bakteri S. mutans melakukan invasi dalam sirkulasi darah dengan mengeluarkan
eksotoksin berupa peptidoglikan yang dapat menginduksi peradangan dengan tujuan untuk
mengeliminasi bakteri. Proses peradangan menimbulkan perubahan vaskular berupa
hiperemi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbin (2010) bahwa peradangan akan
mengalami vasokontriksi dan vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan
penyumbatan lokal (hiperemi). Selanjutnya mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel yang
mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskuler sehingga sel
darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik, terjadi peningkatan viskositas darah
dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik memperlihatkan dilatasi pembuluh darah
yang dipadati eritrosit. Neutrofil keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang
endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan. Toksin S.
mutans menyebabkan kerusakan sel endotel sehingga memicu kebocoran vaskular
(hemoragi) yang dapat berlangsung beberapa jam atau berhari-hari. Hemoragi merupakan
keadaan darah keluar dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau
keluarnya darah dari tubuh (Ayu, 2014)
Bakteri S. mutans dalam aliran darah akan menyebabkan kebocoran pembuluh darah
sehingga menstimulasi faktor pembekuan. Fibrinogen selain merupakan faktor penting
dalam pembekuan darah juga berikatan dengan S. mutans. Hal ini sesuai dengan penelitian
Philip (2004) bahwa S. mutans masuk dalam aliran darah akan menyebabkan kerusakan
pada sel endotel. Kemudian matriks ekstraseluler seperti fibrin, fibronektin dan kolagen
terpapar dan terjadi agregasi platelet untuk proses pembekuan darah. namun fibrin, platelet
S. mutans dan sel-sel inflamasi akan membentuk suatu massa yang disebut vegetasi (Prince,
2006)
98
Lapisan jantung kelompok perlakuan menunjukkan infiltrasi sel-sel radang yang
berfungsi sebagai imunitas alami untuk mengeliminasi S. mutans. Bakteri ini berada dalam
aliran darah akan mengeluarkan eksotoksin yang mengaktifkan TFN-α dan IL-1 yang akan
meningkatkan neutrofil dan sel-sel radang untuk memfagosit bakteri. Sel-sel radang yang
berperan pada endokarditis berupa komplemen, neutrofil, monosit dan makrofag. Namun
sel-sel radang ini tidak terlalu dominan, hal ini dapat dilihat pada lapisan jantung tikus
kelompok perlakuan gambar 5.2. Keadaan ini sejalan dengan pernyataan Banas (2004)
bahwa S. mutans merupakan bakteri Gram-positif yang resisten terhadap komplemen. Selain
itu S. mutans mempunyai kapsul pada dinding sel sehingga mencegah fagositosis oleh
makrofag pejamu (Damjanov, 1998, Moreiion, 2004)
Infeksi S. mutans dapat menyebabkan nekrosis sel lapisan jantung tikus putih baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung eksotoksin merusak
pembuluh darah sehingga terjadi obstruksi suplai darah yang mengakibatkan terjadinya
nekrosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Beg (2002) bahwa bakteri dalam tubuh akan
menghindari fagosit, berproliferasi dan menyebabkan nekrosis sel. Nekrosis sel ditandai
dengan inti sel menyusut, memiliki batas yang tidak beraturan dan berwarna gelap, proses
ini disebut piknotik. Kemudian sel akan mengalami karioreksis yang ditandai dengan inti sel
hancur dan membentuk fragmen-fragmen yang tersebar dalam sel. Akhirnya, pada beberapa
keadaan inti sel menghilang (kariolisis). Nekrosis akan menyebabkan hilangnya fungsi
daerah yang mati. Selain itu, beberapa daerah nekrotik dapat menjadi fokus infeksi yang
merupakan medium pembiakan yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
(Junquiera, 2007, Sandritter, 2003)
Infeksi S. mutans menyebabkan kelompok perlakuan PII, PIII, PIV mengalami
nekrosis, kerusakan jaringan dan lisis jaringan semakin meningkat seiring berjalan waktu
seperti yang terlihat pada gambar 5.5. Hal ini dikarenakan bakteri menetap dan
menyebabkan infeksi kronis yang dapat menyebabkan destruksi dan lisis jaringan. Infeksi
akan menstimulasi respon inflamasi untuk menghancurkan antingen namun jaringan sekitar
juga mengalami destruksi. Beg (2002) mengemukakan eksotoksin bakteri Gram-positif
menyebabkan kerusakan jaringan. Gambaran histopatologis miokardium yang mengalami
destruksi jaringan memperlihatkan hilangnya garis melintang. Jika suatu daerah mengalami
nekrosis akan menstimulasi respon peradangan pada jaringan yang berdekatan. Sehingga
jaringan ini akan mengalami nekrosis dan lisis (Gambar 4) (Steven, 2004).
Gambaran histopatologis lapisan jantung menunjukkan adanya hipertropi otot
jantung yang ditandai dengan penambahan ukuran sel, keadaan ini terjadi karena
peningkatan fungsional organ (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan yang dikemukanan Silvia
99
(2006) bahwa endokarditis dapat menyebabkan inkopetensi katup sehingga memaksa
jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk menggantikan aliran balik ke atrium.
Sehingga menyebabkan peningkatan tekanan kerja miokardium, pembesaran ruang dan
hipertrofi otot jantung. Endokarditis menyebabkan peradangan pada miokardium, dimana
infeksi menyebar secara langsung dari katup jantung. Respon peradangan menyebabkan
edema interstisium sehingga memisahkan sel-sel miokardium dan sebagian lagi mengalami
nekrosis (Gani, 2006).
Epikardium yang mengalami infiltrasi sel fibroblas, dimana sel ini berfungsi dalam
proses perbaikan jaringan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam
pembentukan jaringan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Kusyanti (2010) bahwa
infeksi pada lapisan epikardium menyebabkan kerusakan sel mesotel dan dilapisi oleh
eksudat yang kaya dengan fibrin, terdapat infiltrasi sel radang dan pembentukan jaringan
fibrosa (Kusyanti, 2010).
5.2.1. Gambaran Histopatologis Endocardium dan Katup Jantung
Gambar 4. Gambaran histopatologis katup jantung tikus A: a: infiltrasi sel radang (HE,
400x); B: a: inti sel karioreksis, b: inti sel piknotik, c: kariolisis, d: jaringan lisis (HE,
1000x)
Hasil pengamatan histopatologis katup jantung tikus pada kelompok perlakuan yang
dieuthanasia pada hari ke-30 menunjukkan adanya infiltrasi sel radang, inti sel karioreksis,
inti sel kariolisis, inti sel piknotik dan lisis jaringan. Perubahan histopatologis endokardium
dan katup jantung tikus putih setelah diinjeksi S. mutans meliputi hiperemi, hemoragi,
infiltrasi sel radang, cloudy swelling, nekrosis sel serta lisis jaringan. Pada penelitian ini,
perubahan tersebut diamati pada hari ke-7, ke-14, ke-21, ke-30. Hiperemi terlihat pada hari
ke-7 pada lapisan endokardium. Hiperemi terjadi pada fase peradangan akut. Pertama jejas
yang terbentuk akan menyebabkan dilatasi arteri lokal yang didahului vasokonstriksi
singkat, hal ini menyebabkan darah terbendung. Terbendungnya aliran arah disebabkan oleh
100
beberapa hal. Bila hyperemia terjadi, venula dan kapiler bertambah permeabel
mengakibatkan keluarnya cairan plasma ke dalam jaringan hiperemi yang terus meningkat
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular sehingga darah di dalam pembuluh
merembes ke jaringan dan membentuk hemoragi (Robbins, 2010). Hemoragi terlihat pada
hari ke-14 dan ke-30 pada lapisan endokardium, hemoragi disebabkan oleh rupturnya
pembuluh darah sehingga perdarahan masuk ke dalam jaringan (Steve, 2004)
Pada lapisan endokardium, infiltrasi sel radang terlihat pada hari ke-14, ke-21 dan
pada katup jantung terlihat pada hari ke-30. Hal ini diasumsikan akibat toksin yang
dihasilkan oleh S. mutans dapat memicu respon inflamasi berupa sitokin. Pada penelitian
Shun (2005) menyatakan bahwa tikus salah satu protein permukaan yang dimiliki S. mutans
adalah glukosiltransferase (Gtfs) yang diketahui dapat menginduksi produksi sitokin, seperti
interleukin 6 (IL-6) dari monosit, IL-6 terlihat 72 jam stetelah infeksi dan tidak hanya
ditemukan pada infeksi akut saja, tetapi juga pada tahap kronis dari endokarditis, S. mutans
juga dilaporkan dapat menginduksi produksi kemokin IL-8 dan monocyte chemoattractant
protein (MCP-1) yang ikut berperan pada rekrutmen sel-sel inflamatori (Shu, 2005,
Purwanto, 2014).
Degenerasi Cloudy swelling (bengkak keruh) terlihat di lapisan endokardium dan
katup jantung pada hari ke-7 sampai hari ke-30. Degenerasi CS terjadi akibat gangguan
metabolit yang mempertahankan lingkungan ion dari sel. Bila mekanisme regulasi ini gagal,
maka natrium dan air mengalir ke dalam sel dan kalium meninggalkan sel, akibatnya
mitokondria membengkak dan sitoplasma tampak terisi dengan granula protein yang halus
(Sandritter, 1998). Pada hari ke-30 di katup tidak terlihat lagi degenerasi CS karena banyak
jaringan yang telah lisis.
Nekrosis sel sudah mulai terlihat pada hari ke-7, 14, 21, 30 pada lapisan
endokardium dan katup jantung. Nekrosis (kematian sel) terjadi akibat jejas saat individu
masih hidup. Nekrosis bias akut tanpa tahapan kemunduran sel, bila terjadi gangguan fungsi
mendadak baik akibat trauma maupun perdarahan. Secara mikroskopik jaringan nekrotik
seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin. Perubahan
yang terjadi saat nekrosis tampak pada intinya, yaitu: hilangnya gambaran kromatin, inti
menjadi keriput karena tidak vesikuler lagi, inti tampak lebih padat yang berwarna gelap
hitam (piknotik), inti terbagi atas fragmen-fragmen atau robek disebut karioreksis, inti tidak
lagi mengambil warna banyak sehingga pucat dan tidak nyata (kariolisis). Akhirnya seluruh
jaringan menjadi satu masa amorf, granuler tanpa inti atau meninggalkan bayangan-
bayangan kerangka sel dan akhirnya menghilang, Faktor yang dapat mempengaruhi
kecepatan lisis sel dibagi atas pengaruh eksterna dan interna. Pengaruh eksterna meliputi
101
mikroorganisme, suhu sekitar, kelembaban udara, sedangkan pengaruh interna meliputi
umur setelah inti sel lisis, maka daerah tersebut akan mengaami kekurangan nutrisi sehingga
akan terjadi lisis jaringan seperti yang terlihat pada hari ke-30 dilapisan endokardium dan
katup jantung (Khrisanti, 2010).
Dari hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas S. mutans dapat merusak
endokardium dan katup jantung apabila telah masuk kedalam aliran darah, yang dimulai
dengan adanya peradangan akut, ditandai dengan infiltrasi sel radang dan adanya hiperemi,
karena imun tidak dapat memfagosit S. mutans secara menyeluruh sehingga infeksi berlanjut
ke tahap kronis dengan ditandai adanya hemoragi, degenerasi sel, nekrosis sampai terjadinya
lisis jaringan.
5.3. Profil Histopatologis Otak Tikus Setelah di Infeksi dengan S. mutans
5.3.1. Gambaran Histopatologis Serebrum Tikus Galur Wistar Setelah Diinfeksi
Dengan Streptococcus Mutans
Gambar 5. Gambaran Histopatologis Serebrum Kelompok Perlakuan Hari Ke-30. (A) a.
Jaringan nekrosis; b. Hiperemi pembuluh arteri; c. Hemoragi; d. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (B) a. Nekrosis jaringan; b. Infiltrasi sel radang (HE, 400x). (C) a. Infiltrasi sel
radang; b. Pembuluh arteri ruptur (HE, 400x)
Gambaran histopatologis serebrum tikus putih setelah diinjeksi S. mutans
menunjukkan adanya hiperemi, infiltrasi sel radang, hemoragi, nekrosis sel dan jaringan
serta ruptur pembuluh darah. Hiperemi dan infiltrasi sel radang terlihat pada semua
kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah darah dalam kapiler
yang mana merupakan respon inflamasi terhadap infeksi yang disebabkan oleh S. mutans
(Fedi, 2005). Ketika masuk ke dalam darah, S. mutans akan mengeluarkan eksotoksin
berupa peptidoglikan yang akan menginisiasi pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin,
histamin dan serotonin (Sudiono, 2003, Myhre, 2004). Zat-zat ini akan tersebar di dalam
jaringan dan menyebabkan terjadinya perubahan vaskular dimana pembuluh darah akan
mengalami vasokontriksi sementara (beberapa detik) lalu terjadi vasodilatasi arteri yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah. Melebarnya pembuluh darah ini merupakan
penyebab timbulnya warna kemerahan (eritema) (Kumar, 2004).
102
Dilatasi pembuluh darah juga akan menimbulkan perubahan pada sel endotel sehingga
permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Cairan plasma keluar ke jaringan
sehingga tekanan hidrostatik darah menjadi lebih tinggi dan menyebabkan sel darah merah
menjadi lebih lengket dan menggumpal. Akibatnya viskositas darah merah meningkat dan
memperlambat sirkulasi (Sudiono 2003; Kumar, 2004).
Gambaran histopatologis hemoragi dan nekrosis terlihat pada kelompok PII, PIII dan
PIV, yang mana kerusakan tersebut meningkat setiap minggunya. Hemoragi ditandai dengan
adanya darah yang masuk ke jaringan. Hal tersebut terjadi karena tekanan hidrostatik darah
meningkat dan porositas kapiler bertambah besar sehingga menyebabkan sel darah merah
keluar dari pembuluh darah (Sudiono, 20003). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Plumb
(1994) bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma atau meningkatnya porositas
pembuluh darah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin (cit. Plumb, 1994)
(Asniatih, 2013).
Nekrosis dapat ditandai dengan pengerutan inti (piknosis), fragmentasi inti
(karioreksis) dan penghancuran inti (kariolisis) (Kevin, 2010; Thomas, 1998). Pertama, sel
yang nekrosis akan menunjukkan pengerutan inti, dimana inti sel menjadi kecil dan padat.
Selanjutnya inti sel yang mengalami piknosis akan terbagi menjadi beberapa potongan kecil
(karioreksis) dan berlanjut dengan hilangnya inti sel (kariolisis) (Steve, 2000). Nekrosis sel
dapat terjadi karena adanya kerusakan pada arteri yang bertugas memperdarahi daerah
tertentu. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan suplai nutrisi terhambat sehingga
metabolisme sel pada daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan sel menjadi
nekrosis (Janqueira, 2007). Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prince dan Wilson
(2006) bahwa nekrosis merupakan sel-sel yang mempunyai aktivitas yang sangat rendah dan
akhirnya mengalami kematian sel sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pada daerah
yang mengalami nekrosis (Prince, 2006).
Gambaran histopatologis kelompok PIV menunjukkan pembuluh arteri telah ruptur
dan jaringan yang nekrosis semakin luas. Rupturnya pembuluh arteri dapat disebabkan oleh
melemahnya lapisan tunika intima akibat infeksi yang terus terjadi sehingga dinding arteri
akan terus melebar dan melemah (Janqueira, 2007). Selain itu hal ini dapat juga disebabkan
karena S. mutans memiliki protein permukaan berupa collagen binding protein yang akan
menggantikan platelet dalam mengikat kolagen yang terekspos karena cedera sehingga tidak
terjadi proses hemostasis dan perdarahan terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Nakano (2011) dimana tikus model stroke hemoragik yang diinfeksi S. mutans
menunjukkan hemisfer ipsilateral serebrum mengalami perdarahan yang lebih parah
dibandingkan pada kelompok kontrol akibat aktivitas collagen binding protein S. mutans.
103
Ruptur pembuluh darah pada kelompok PIV belum menyebabkan stroke pada tikus
perlakuan, dimana secara histopatologis, walaupun sudah terdapat ruptur pembuluh darah,
hemoragi dan nekrosis jaringan, kerusakan yang disebabkan oleh infeksi S. mutans pada
serebrum belum terlalu luas. Keadaan klinis tikus pada kelompok PIV juga belum
menunjukkan tanda-tanda adanya gejala stroke hemoragik seperti kelumpuhan maupun
hilang kesadaran. Parmet (2004) melaporkan bahwa gejala klinis stroke hemoragik adalah
kehilangan kesadaran, paralisis pada lengan, kaki atau seluruh anggota tubuh, gangguan
pengelihatan dan kesulitan berbicara.
Apabila terdapat tanda-tanda klinis yang menunjukkan stroke hemoragik, maka
diperlukan pemeriksaan CT scan atau MRI. CT scan stroke hemoragik akan menunjukkan
gambaran otak lebih padat dan kelihatan berwarna putih dan dapat ditentukan penyebab dari
kerusakan yang terjadi. Pemeriksaan dengan menggunakan MRI dapat mendeteksi
kerusakan yang terjadi di otak lebih baik daripada CT scan, dimana MRI mampu
mendeteksi perubahan isi jaringan otak. Efek visualisasi MRI dapat memperlihatkan aliran
darah di otak dengan jelas (Sunardi, 2014).
5.3.2. Gambaran Histopatologis Sel Endothel Pembuluh Darah Serebrum Tikus
Galur Wistar Setelah Diinfeksi Dengan Streptococcus mutans
Gambar 6. Gambaran histopatologis sel endotel pembuluh darah tikus pada kelompok (a) sel endotel lisis (b) lapisan pembuluh darah ruptur (c) sel endotel tidak tersusun rapat dan
rapi (d) hemoragi
Hasil pengamatan preparat histopatologis sel endotel pembuluh darah serebrum tikus
putih jantan setelah disuntikkan S. mutans menunjukkan terjadi perubahan susunan sel
endotel pembuluh darah yang ditandai dengan susunan sel endotel tidak rapat dan rapi,
nekrosis sel (inti lisis) dan lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis
berupa destruksi lapisan media.
104
Perubahan susunan dan nekrosis sel terjadi pada semua kelompok perlakuan.
Perubahan susunan sel endotel diduga terjadi karena S. mutans yang disuntikkan ke sirkulasi
darah dapat menginduksi respons inflamasi. Respon inflamasi ini dapat terjadi karena
produk bakteri S. mutans (peptidoglikan) akan mengaktifkan fagosit agar mensekresi sitokin
dan menginduksi leukosit ke tempat infeksi (Amijaya, 2012). Sitokin merupakan respon
utama tubuh terhadap bakteri ekstraseluler misalnya S. mutans yang diproduksi oleh
makrofag. Makrofag akan memicu sitokin proinflamasi salah satunya adalah TNF-α yang
dapat menginduksi terjadinya kerusakan sel endotel dengan mengaktifkan sitokin
proinflamasi lainnya seperti IL-6 dan IL-1β. TNF-α berpengaruh pada kerusakan sel
endotel, menyebabkan perubahan susunan sel dan abnormalitas struktur sel endotel. Sel
yang semula rapat akibat kerusakan sel endotel menjadi renggang (perubahan susunan)
bahkan menjadi hilang. Hal tersebut sesuai pernyataan Sri Murni dkk bahwa pelepasan
TNF-α dapat mengganggu pelepasan nitric-oxide dan prostacyclin, yang berlanjut terjadinya
perubahan sel endotel (Purwanto, 2014).
Selain itu, bakteri ini juga dapat merusak sel endotel selama invasi dengan
menghasilkan toksin. Lapisan pembuluh darah mengalami perubahan histopatologis berupa
destruksi lapisan media. Diduga toksin bakteri S. mutans dan keterlibatan sel-sel
inflamatorik dalam mengeliminasi bakteri dapat merusak jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
sesuai dengan Karnen (2010) bahwa bakteri menghasilkan toksin yang dapat merusak
jaringan (Baratawidjaja, 2010). Nekrosis sel endotel diduga disebabkan karena toksin yang
dihasilkan oleh S. mutans dapat menyebabkan kerusakan pada inti sel, yang ditandai dengan
destruksi inti sel (piknotik), kariolisis, dan karioreksis (Murwani, 2007). Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Alan Steves yang menyatakan bahwa toksin dapat menyebabkan
nekrosis sel endotel pembuluh darah. Selain itu, nekrosis sel juga dapat disebabkan karena
obstruksi suplai darah sehingga suplai nutrisi menjadi berkurang (Nakano, 2011). Selain
nekrosis sel dan perubahan susunan sel endotel pada perlakuan III hari ke-21 terlihat juga
lapisan intima lisis dan pada hari ke-30 PIV sudah terjadinya ruptur pembuluh darah
sehingga menyebabkan masuknya darah ke jaringan. Rupturnya pembuluh darah disebabkan
oleh melemahnya tunika intima akibat infeksi yang terus menerus terjadi sehingga dinding
arteri akan terus melebar dan melemah (Eishi, 1995).
Pada kelompok perlakuan (PIV) hari ke-30 terjadi hemoragi (keluarnya darah dari
kardiovaskular). Hal tersebut diduga karena pembuluh darah terinfeksi S. mutans sehingga
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan Ward (2001) bahwa
hemoragi dapat disebabkan oleh trauma, atau meningkatnya porositas yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus atau toksin (Asmiatih, 2013). Kerusakan yang terjadi pada sel endotel
105
akan mengakibatkan terjadinya agregasi platelet di sekitar sel endotel yang rusak dan
merangsang timbulnya inflamasi, yang ditandai dengan rubor, tumor, kalor dan dolor.
Segera setelah pembuluh darah rusak, rangsangan dari pembuluh darah rusak tersebut akan
menyebabkan terjadinya vasokontriksi yang akan mengakibatkan aliran darah berkurang.
Ketika S. mutans berakumulasi pada sel endotel pembuluh darah yang rusak, maka bakteri
ini akan mengekspresikan collagen binding protein yang dapat berikatan dengan lapisan
kolagen yang terekspos menggantikan platelet, sehingga menyebabkan area yang
mengalami kerusakan tidak dapat sembuh dan terjadi perdarahan yang terus menerus pada
pembuluh darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik (Kazuhiko,
2011).
5.5. Derajat Reaktivitas Mutacin S. mutans Terhadap Sel Endotel Pembuluh Darah
Penggunaan teknik ELISA dimaksudkan untuk menentukan tingkat reaktifitas
mutacin S. mutans terhadap sel endotel. Berdasarkan nilai Optikal densitas (OD) yang telah
dibaca dengan Elisa Reader, ada perbedaan nilai konsentrasi mutacin (100, 50, 25, 12,5, dan
6,25 mg/ml) pada semua sampel sel endotel. Perbedaan nilai OD sel endotel dianalisis
menggunakan uji ANOVA one-way dan dilanjutkan dengan Post hoc-Duncan,
menggunakan software SPSS for windows. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan nilai
kemaknaan korelasi derajat reaktifitas konsentrasi IgY terhadap berbagai sampel S. mutan.
Gambar 7. Derajat reaktifitas mutacin S. mutans terhadap sel endothel pembuluh darah. Reaktifitas mutacin terhadap sel endotel berbagai konsentrasi diukur berdasarkan Optikal
Densitas (OD) pada panjang gelombang 450 nm.
106
Tabel 1. Nilai reaktifitas konsentrasi mutacin S. mutans terhadap Sel endothel berdasarkan
uji ANOVA.
Konsentrasi
IgY(mg/ml)
S. mutans Nilai Probalitas
Tingkat Kemaknaan
6.25 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2
Endotel Lab
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
P≤0,005
12.5 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2
Endotel Lab
0,05
0,05
0,05
0,05
0.05
P≤0,005
25 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2
Endotel Lab
0,109
0,100
0,096
0,085
0,072
P>0,005
50 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1
Endotel O.2 Endotel Lab
0,109
0,101
0,096
0,084 0,080
P>0,005
100 Endotel J. 1
Endodet J. 2
Endotel O.1 Endotel O.2
Endotel Lab
0,322
0,315
0,310 0,309
0,300
P>0,005
Hasil uji ANOVA ini dikorelasikan dengan nilai OD reaktifitas mutacin S.mutans
dengan sel endotel yang dibaca dengan elisa reader, dimana reaktifitas mutacin terhadap sel
endotel memiliki tendensi yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi
mutacin. Pada konsentrasi 100 mg/ml, mutacin masih menujukkan reaktifitas terhadap sel
endotel lab, sedangkan konsentrasi 6,25 mg/ml, IgY masih mampu memperlihatkan
reaktifitas terbaiknya, sedangkan sel endotel (Kontrol positif) berada pada reaktifitas
terakhir, namun masih mampu melakukan rekatifitas. Hal ini mengindikasikan, mutacin
yang dipakai dalam penelitian ini memiliki tendensi reaktifitas yang sama terhadap semua
sel endotel.
Berbagai laporan hasil penelitian yang disebutkan di atas dapat menjelaskan
informasi tentang potensi mutacin mengenal atau bereaktifitas dengan sel endotel.
Hubungan dengan penelitian ini bahwa mutacin dapat berinteraksi dengan aviditas yang
tinggi terhadap sel endotel walaupun Hasil uji ELISA yang dilakukan dalam penelitian ini
107
menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05) reaktifitas mutacin terhadap sel endotel mulai
dari konsentrasi tertinggi sampai konsentrasi terendah, khususnya pada konsentrasi yang
terendah (gambar 7). Perbedaan reaktifitas tersebut, selain dipengaruhi oleh konsentrasi
mutacin, juga ditentukan oleh protein permukaan sel entodel (collagen binding protein)
(Nakano, 2011). Dengan demikian penelitian ini mempertegas laporan Abranches (2009),
bahwa mutacin S. mutans yang digunakan dalam penelitian ini bersifat spesifik terhadap sel
endotel. Mota-Meira (2000) dan Morency (2001) melaporkan bahwa bakteri penghasil
mutacin dapat menghambat bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, seperti L.
monocytogenes, B. cereus, C. perfringens, S. aureus dan Campylobacter jejuni. Mutacin
juga dapat menghambat berbagai streptococus dan enterococci, termasuk beberapa strain
resisten multi-obat (Kreth,2005) juga terhadap Helicobacter pylori dan Neisseria
gonorrhoeae (Mota-Meira, 2005).
Kemampuan mutacin S. mutans berinterksi dengan host, karena mutacin S. mutans
dapat berinteraksi dengan protein Cnm sel endotel senagai media untuk memfasilitasi
ikatan dengan kolagen tipe I host untuk selanjutnya menetap pada jaringan, berkoloni dan
menginfeksi host yang pada akhirnya melemahkan aktivitas sel endotelium yang
merupakan langkah penting pada infeksi endocarditis (Nomura, 2012). Nakano (2010)
melaporkan bahwa protein 120-kDa (protein Cnm) dianggap molekul protein yang
berperan penting pada kasus stroke hemoragik dan endocarditis selain protein 190-kDa
(Nakano 2008). Menurut Sato (2004) sekuen asam amino yang telah dideduksi oleh protein
Cnm memperlihatkan kesamaan yang akurat dengan collagen-binding adhesins dan setelah
dikonfirmasi ternyata protein Cnm termasuk dengan Cbp yang merupakan protein
permukaan yang memfasilitasi S. mutans untuk melekat pada jaringan sel endotel dan
kolagen host untuk.
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa bakteriosin merupakan peptida aktif yang
dapat menyebabkan gangguan permeabisasi dinding sel bakteri dan sampai membunuh
bakteri. Sasaran reseptor dari kerja bakteriocin (mutacin) lantibiotics mampu mengganggu
sintesis dinding sel melalui afinitas yang tinggi dengan mengikat molekul lipid II, sebuah
molekul yang berperan peran penting dalam sintesis lapisan peptidoglikan Bonelli (2006),
Breukink (2006). Ikatan molekul lipid II dapat membentuk pori-pori pada membran
sitoplasma sel target. Mekanisme ini sangat penting dalam membunuh mikroorganisme
seperti juga peptida lantibiotic lacticin 3147 (Wiedemann, 2006). Sedangkan mekanisme
aksi lantibiotics dari streptococcu belum dilaporkan perannya dalam menghambat atau
membunuh mikroorganisme patogen, namun beberapa lantibiotics, seperti mutacin I, 1140
dan B-Ny266, juga menggunakan lipid II sebagai molekul target (Chatterjee, 2005).
108
KESIMPULAN DAN SARAN
Streptococcus mutans isolat darah lebih bagus pertumbuhan pada kondisi lingkungan
alkalis, dibandingkan isolate labaoratorium, khususnya pada pH 8 dan pada suhu 370C dan
400C. Streeptcoccus mutans sebagai penentu terjadinya infeksi pada jantung dan otak besar
(serebrum) dengan intensitas yang meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke empat
(hari ke-30). Infeksi oleh S. mutans pada jantung dan pembuluh darah otak, dengan sasaran
merusak sel endotel dan jaringan host, yang merupakan media untuk melakukan infeksi.
Mutacin S. mutans dapat bereaksi baik dengan sel endotel pembuluh darah otak dan jantung
pada berbagai konsentrasi. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penentuan
serotype S. mutans isolat darah yang diisolasi dari darah tikus, selanjutnya perlu dilakukan
Penentuan molekul protein mutacin S. mutans isolate darah dan protein plasma yang
terpapar dengan S. mutans. Selanjutnya perlu dilakukan pengujian efektifitas antibiotik
mutacin yang dihasilkan oleh Streptococcus mutans secara spesifik menghambat aktivitas
adhesin dan interaksi collagen binding protein pada sel endhothel
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Penelitian Hibah Pekerti Tahun Anggaran 2014 Nomor :496.a /UN11/S/LK-BOPT/2014
Tanggal 26 Mei 2014.
DAFTAR PUSTAKA
Abranches J, et al. 2009. Invasion of human coronary artery endothelial cells by
Streptococcus mutans OMZ175. Oral Microbiol. Immunol. 24:141–145.
Adams C. 2003. Quality Of Life For Caregivers and Stroke Survivors in the Immediate
Discharge Periode. Elsevier. 16:21;26-130.
Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115.
Alwi dan Idrus. 2007. Endokarditis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi,
Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Amijaya APP, Murwani S, Wardhana AW. Efek ekstrak air daun kelor (moringa oleifera)
terhadap kadar tumor necrosis faktor alpha (tnf-α) dan gambaran histopatologi sel endotel arteri coronaria pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet
aterogenik. Jurnal Universitas Brawijaya, 2012. Hal.12-16.
109
Arif M. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013;
3(12):13-21.
Asniatih, Idris M, Sabilu K. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Mina Laut Indonesia 2013;
3: 13-21
Ayu DS. Induksi S. mutans terhadap aktivitas proteinase netrofil pada degradasi kolagen
tipe IV. Journal pustaka kesehatan 2014;2(1):160-166.
Banas J.A. 2004. Virulence properties of streptococcus mutans. Frontiers in Bioscience (9)
1267-1277.
Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imonulogi Dasar. Ed 9. Jakarta: FKUI, 2010. p: 265.
Beg AM, Jones MN, Miller-Torbert T, and Holt RG. Binding of Streptococcus mutans to
extracellular matrix molecules and fibrinogen. Biochem Biophys Res Commun,
2002. 298, 75-79,
Bonelli, R. R., T. Schneider, H. G. Sahl, and I. Wiedemann. 2006. Insights into in vivo
activities of lantibiotics from gallidermin and epidermin modeof- action studies.
Antimicrob. Agents Chemother. 50:1449–1457.
Breukink, E., and B. de Kruijff. 2006. Lipid II as a target for antibiotics. Nat. Rev. Drug.
Discov. 5:321–332.
Chatterjee, C., M. Paul, L. Xie, and W. A. van der Donk. 2005. Biosynthesis and mode of
action of lantibiotics. Chem. Rev. 105:633–684.
Cotter PD, Hill C. Surviving the acid test: responses of Gram-possitive bacteria to low pH.
Microbiology and Molecular 2003; 67 : 437,445
Damjanov, Ivan. Histopatologi : Buku Teks Dan Atlas Berwarna. Jakarta : Widya Media,
1998.p.91-110.
Dewi FK. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citifloria, linneaus)
terhadap bakteri pembusuk daging segar. Surakarta : Jurusan Biologi Universitas
Sebelas Maret. 2010. Skripsi
Dorn B. R., Burks J. N., Seifert K. N., Progulske-Fox A. 2000. Invasion of endothelial and
epithelial cells by strains of Porphyromonas gingivalis. FEMS Microbiol. Lett.
187:139–144)
Eishi, K. 1995. Surgical management of infective endocarditis associated with cerebral
complications. Multi-center retrospective study in Japan. J. Thorac. Cardiovasc.
Surg. 110, 1745–1755.
Fedi FP, Vernino Ar, Gray JL. Silabus Periodonti. Jakarta: EGC, 2005.
Fozo EM, Quivey RG, Jr. Shifts in the membrane fatty acid profile of Streptococcus mutans
enhance survival in acidic environments. American society For Microbiolgy 2004;
70 : 929
Gani BA, Tanzil A, Mangundjaja S. 2006. Molecular aspect of the Streptococcus mutans
virulence properties. Indonesian Journal of Dentistry. 13(2) 107-114. (13)
Hahn K, Faustoferri RC, Quivey RG, Jr. induction of an AP endonuclease activity in
Streptococcus mutans during growth a low pH. Molecular Microbiology 1999;
31(5) : 1489
110
Hidayati N. Isolasi dan identifikasi jamur endofit pada umbi bawang putih (Allium sativum)
sebagai penghasil senyawa antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans dan
Escherichia coli. Malang: Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. 2010.
Skripsi
Janqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas Ed. 10. Jakarta: EGC, 2007.
Kamiya RU, Taiete T, Gonçalves RB. 2011. Mutacins of Streptococcus Mutans. Brazilian
Journal of Microbiology 42: 1248-1258
Kamiya, R.U.; Hofling, J.F.; Goncalves, R.B. 2008. Frequency and expression of mutacin
biosynthesis genes in isolates of Streptococcus mutans with different mutacin-
producing phenotypes. J Med Microbiol. 57 (5), 626-635.
Kazuhiko N, Kazuya H, Naho T, Koichiro W, Chiho K, Ryota N, et al. The collagen-
binding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nat.
Commun. 2:485 doi:10.1038/ncomms 1491 (2011).
Kevin T. Uji toksisitas akut monocrotophos dosis bertingkat per oral dilihat dari gambaran
histopatologis otak besar mencit Balb/C. Semarang: Univesitas Diponegoro. 2010.
Skripsi.
Khrisanti P. Perbedaan kecepatan lisis sel ginjal tikus wistar pada media tanah dan air tawar:
berdasarkan gambaran histopatologi. Univ Diponegoro. Skripsi 2010.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC,
2004.
Kusyanti E. Pengaruh supplemen vitamin C terhadap luka insisi pada tikus usia tua.
Universitas Dipeneogoro, 2010. Tesis.
Lemos JA, Burne RA. A model of efficiency: stress tolerance by Streptococcus mutans.
Microbiology 2008; 154 : 3247
Meregetthi L, sitkiewicz I, Green Nm, Musser JM. Remodeling of Streptococcus agalactiae
transcriptome in response to growth temperature. Plos One 2008; 3(7) : 1
Moreiion P, Que Y. Infective endocarditis. The Lancet 2004; 363:139-149.
Morency, H., M. Mota-Meira, G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2001.
Comparison of the activity spectra against pathogens of bacterial strains producing
a mutacin or a lantibiotic. Can J Microbiol 47:322-31.
Mota-Meira, M., G. LaPointe, C. Lacroix, and M. C. Lavoie. 2000. MICs of mutacin B-
Ny266, nisin A, vancomycin, and oxacillin against bacterial pathogens. Antimicrob
Agents Chemother 44:24-9.
Mota-Meira, M.; Morency, H.; Lavoie, M.C. 2005. In vivo activity of mutacin B-Ny266. J.
Antimicrob. Chemother. 56 (5), 869-871.
Murwani S, Hidayati DYN. Identiifkasi protein imunogenik chlamydia pneumoniae
terhadap serum penderita infark mioard akut. Jurnal Kedokteran Brawijaya 2007:
23(2): 100-105
Myhre AE, Strestøl JF, Wang JE. Organ injury and cytokine release caused by
peptidoglycan are dependent on the structural integrity of the glucan chain.
Infection and Immunity 2004; 72(3):1311-1317.
Nakano K, Hokamura K, Taniguchi N, Wada K, Kudo C, Nomura R, et al. The collagen-
binding protein of Streptococcus mutans is involved in hemorrhagic stroke. Nature
Communication 2011; 2:485-294.
111
Nakano K, Nomura R, Matsumoto M, Ooshima T. 2010. Roles of oral bacteria in
cardiovascular diseases--from molecular mechanisms to clinical cases: Cell-surface structures of novel serotype k Streptococcus mutans strains and their correlation to
virulence. J Pharmacol Sci.113(2):120-5. Nakano K, Nomura R, Nakagawa I, Hamada S, Ooshima T. 2004. Demonstration of
Streptococcus mutans with a cell wall polysaccharide specific to a new serotype, k, in the human oral cavity. J Clin Microbiol.42(1):198-202.
Nakano K, Nomura R, Nemoto H, Lapirattanakul J, Taniguchi N, Grönroos L, Alaluusua S, Ooshima T. 2008. Protein antigen in serotype k Streptococcus mutans clinical
isolates. J Dent Res 87(10):964-8.
Nicolasa G, Augera I, Beaudoina M, Hallena F, Morencya H, LaPointeb G, Lavoiea MC.
2004. Improved methods for mutacin detection and production. Journal of
Microbiological Methods 59;351– 361.
Nomura R, Nakano K, Nemoto H, Fujita K, Inagaki S, Takahashi T, Taniguchi K, Takeda
M, Yoshioka H, Amano A, Ooshima T. 2006. Isolation and characterization of
Streptococcus mutans in heart valve and dental plaque specimens from a patient
with infective endocarditis. J Med Microbiol.55(Pt 8):1135-40.
Palmer SR, Miller JH, Abranches J, Zeng L, Lefebure T, Richards VP, et all. Phenotypic
heterogenecity of genomically-diverse isolates of Streptococcus mutans. Plos One
2013; 8(4) :1
Parmet SR, Glass JT, Glass RM. Hemorrhagic stroke. The Journal of the American Medical
Association 2004; 292:1916..
Prince SA, Wilson LM. Patofisiologi Ed. 6 Vol.1. Jakarta: EGC, 2006.
Purwanto, Susilawati ID. Induksi Streptococcus mutans terhadap aktivitas proteinase
neutrofil pada degradasi kolagen tipe IV. E Journal Pustaka kesehatan 2014; 2(1):
160-166
Robbins SL, Kumar V. Pathologic Basis of Disease. 8th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2010. p. 566-568.
Sabir A. aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap bakteri Streptococcus
mutans (in vitro). Dental J 2005; 38 : 137
Sandritter, W. Histopatologis. Jakarta : EGC, 2003.hal. 23-49.
Sato Y, Okamoto K, Kagami A, Yamamoto Y, Igarashi T, Kizaki H. 2004. Streptococcus
mutans strains harboring collagen-binding adhesin. J Dent Res. 83(7):534-9.
Shun CT, Lu SY, Yeh CY, Chiang CP, Chia JS, Yen JY. Glucosiltransferase of viridians
streptococci are modulins of ilterleukin-6 induction in infective endocarditis.
Infection and Immunity. 2005; 73 (6).
Steven, Alan. Lone, Jane. 2004. Pathology. 2 ed. Philladelphia. Mosby, 185-187.
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003.
Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pada Sistem Neurologis. Diakses pada tanggal 15 Juli 2014.
Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.Hal: 1-13.
Thomas C. Histopatologi : Buku Teks dan Atlas untuk Pelajaran Patologi Umum dan
Khusus Ed. 10. Jakarta: EGC, 1988.
Ward, M and Marcey D. 2001. Fibronectin, an extracelluler adhesion molecule. Molecular
Biology Tutorial. Kenyon College, California Lutheran University, USA; 1-4.
112
Waterhouse, JC and Russell, RR. 2006. Dispensable genes and foreign DNA in
Streptococcus mutans. Microbiology 152, 1777–1788.
Wiedemann I, Bottiger T, Bonelli RR, Wiese A, Hagge SO, Gutsmann T, Seydel Un,
Deegan L, Hill C, Ross P, and Sahl HG. 2006. The mode of action of the lantibiotic
lacticin 3147—a complex mechanism involving specific interaction of two peptides
and the cell wall precursor lipid II. Mol. Microbiol. 61:285–296.