LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …
Transcript of LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …
i
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
JUDUL PENELITIAN:
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARIBONGGOL TANAMAN PISANG (Musa paradiasiaca L.)
Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun
TIM PENELITI
Ketua :Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si. (NIDN. 0002066802)
Anggota :Ni Putu Diantariani, S.Si., M.Si. (NIDN. 0018067008)Dra. Ni Wayan Bogoriani, M.Si. (NIDN. 0031126611)
UNIVERSITAS UDAYANANOPEMBER 2014
ii
iii
RINGKASAN
Penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenekmoyang harus tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan,pembatikan dan perancangan busana, walaupun akhir-akhir ini penggunaannya telahtergeser oleh keberadaan zat warna sintesis. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasisumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yangmelimpah. Salah satu sumber daya alam Indonesia yang dapat digunakan sebagai salahsatu sumber zat warna alam adalah bonggol pisang. Diharapkan hasilnya dapat semakinmemperkaya jenis-jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warnaalam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam.
Pada penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian tahap I maka dilakukanpenelitian pemanfatan ekstrak dari bonggol tanaman pisang sebgai zat warna alam padakain, kayu, dan daun lontar. Selanjutnya diuji kemampuan melekatnya zat warna padabahan dengan penambahan mordan dan tanpa penambahan modan, serta ketahanan dankecerahan zat warna.
Kata Kunci : Ekstraksi, Zat Warna Alami, Bonggol, Tanaman Pisang
iv
PRAKATA
Puji syuhur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya
sehingga peneliti dapat menjalankan penelitian tahun kedua ini dengan baik.
Penelitian ini dikerjakan dengan tiga metode ekstraksi yakni maserasi, refluks,
dan sokletasi, selanjutnya ekstrak hasil ekstraksi di terapkan pada kain, kayu, dan daun
lontar.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana, Direktorat
Pendidik Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dukungan dan bantuan
dana BOPTN tahun anggaran 2014 sehingga penelitian tahap kedua ini dapat dikerjakan.
Semoga penelitian ini bermanfaat untuk para ilmuawan, praktisi pengguna zat
warna alam, dan masyarakat secara luas.
Denpasar, 24 Nopember 2014
Peneliti,
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
RINGKASAN .............................................................................................. iii
PRAKATA ................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4
2.1. Pisang ............................................................................... 4
2.2. Zat Warna ........................................................................ 6
2.3. Pigmen Penimbul Warna ................................................. 9
2.4. Eksplorasi Zat Warna Alam ............................................ 12
2.5. Metode Ekstraksi ............................................................. 12
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................. 13
3.1. Tujuan Penelitian ............................................................. 13
3.4. Manfaat Penelitian ........................................................... 13
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 14
4.1. Tempat, Waktu dan Pengambilan Sampel ............................ 14
4.2. Bahan dan Alat yang Digunakan ..................................... 14
4.3. Perlakuan dan Rancangan Percobaan .............................. 15
4.4. Indikator Capaian ............................................................ 16
4.5. Pengamatan ...................................................................... 16
4.6. Prosedur Percobaan ......................................................... 16
BAB V HASIL YANG DICAPAI ......................................................... 18
5.1. Warna Ekstrak Dari Ekstraksi Bonggol Pisang ............... 18
5.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna ……………….................... 19
5.2.1. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain ……......... 19
5.2.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu ……........ 20
vi
5.2.3. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar .... 21
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ................................ 22
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 23
7.1. Kesimpulan ...................................................................... 23
7.2. Saran ................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24
LAMPIRAN ................................................................................................. 26
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Rencana Kegiatan Penelitian di Laboratorium ....................... 14
Tabel 4.2. Rencana Kerja Yang Akan Dilakukan Dalam 3 Tahun .......... 15
Tabel 5.1. Warna Ekstrak Pekat Bonggol Pisang Dari Masing-masing
Pengekstak .............................................................................. 18
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Bonggol Pisang dari
Masing-masing Pelarut …………………………………… 19
Tabel 5.3. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan
Pada Kain Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan
Ditambahkan Mordan ............................................ 20
Tabel 5.4. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan
Pada Kayu Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan
Ditambahkan Mordan ............................................ 21
Tabel 5.5. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan
Pada Daun Lontar Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan
Perlakuan Ditambahkan Mordan ............................................ 21
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur tanin terkondensasi (proantosianidin) .................... 10
Gambar 2.2. Galotanin .............................................................................. 10
Gambar 2.3. Elagitanin .............................................................................. 10
Gambar 2.4. Struktur flavonoid ................................................................. 11
Gambar 2.5. Struktur −karotena ............................................................. 11
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Ekstrak Zat Warna Hasil Ekstraksi ....................................... 26
Lampiran 2. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain ...................... 30
Lampiran 3. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu ..................... 31
Lampiran 4. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar .......... 32
Lampiran 5. Biodata Peneliti .................................................................... 33
Lampiran 6. Publikasi ………………………………………................... 40
1
BAB I PENDAHULUAN
Industri kerajinan rumah tangga penghasil cendera mata pada saat ini telah
banyak yang menggunakan zat warna buatan. Hal ini sangat merugikan konsumen
karena dapat mengganggu kesehatan. Sementara itu masih banyak tanaman yang
berpotensi sebagai sumber zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih
mudah diperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih
praktis dalam penggunaannya. Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat
warna alam, tetapi dengan kemajuan teknologi dalam penemuan zat warna sintetis untuk
tekstil maka semakin terkikis penggunaan zat warna alam. Penggunaan zat warna alam
yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga
keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan, pembatikan dan
perancangan busana, walaupun akhir-akhir ini penggunaannya telah tergeser oleh
keberadaan zat warna sintesis. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan
zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai
seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif (Fitrihana,
2007; Bogoriani, 2011).
Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak
berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-
pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan
tekstil beberapa diantaranya adalah: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh
(Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum
ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) (Robinson,
1991).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang
berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat
sintetis seperti polyester, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik
terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna
alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat
warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas (Fitrihana, 2007).
Beberapa contoh zat pewarna alam yang biasa digunakan untuk mewarnai
makanan (Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya Nur Hidayat dan Elfi Anis
2
Saati terbitan Trubus Agrisarana 2006) adalah pertama karoten yang diperoleh dari
wortel, dan pepaya menghasilkan warna jingga sampai merah. Kedua biksin yang
diperoleh dari biji pohon Bixa orellana, memberikan warna kuning seperti mentega.
Biksin karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)
karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Ketiga klorofil yang diperoleh dari daun
misalnya daun suji daun pandan, dan daun katuk menghasilkan warna hijau. Keempat
antosianin, yang menghasilkan warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat
pada bunga dan buah−buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga
tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel. Kelima kurkumin, berasal
dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warna kuning pada
masakan yang kita buat (Hidayat, 2007).
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah
ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap
pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna
tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Dibalik
kekurangannya tersebut, zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai
komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada
karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Sebagai upaya mengangkat kembali
penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna
alam dengan melakukan eksplorasi sumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber
daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk
pencelupan tekstil. Diharapkan hasilnya dapat semakin memperkaya jenis-jenis tanaman
sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi
warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari
memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga,
batang, kulit ataupun akar. Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan
pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman-tanaman yang berwarna atau jika
bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan
berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan
menggunakan teknologi dan peralatan sederhana (Fitrihana, 2007).
Salah satu kekayaan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alam,
misalnya pisang. Pisang dikonsumsi bukan saja sebagai tambahan makanan pokok, akan
3
tetapi dibeberapa negara pisang dikonsumsi sebagai makanan pokok. Manusia telah
mengkonsumsi pisang sejak zaman dahulu kala. Kata pisang berasal dari bahasa Arab,
yaitu musa yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae, untuk
memberikan penghargaan kepada Antonius Musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar
Romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah
sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa paradisiaca. Berdasarkan
sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama Islam
disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang
menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis (Astawan, 2008).
Batangnya yang berupa batang semu berpelepah berwarna hijau sampai coklat.
Jantung pisang yang merupakan bunga pisang berwarna merah tua keunguan. Di bagian
dalamnya terdapat bakal pisang. Bonggol pisang, yakni bagian terbawah berwarna coklat
dari batang semu yang berada di dalam tanah, mengandung banyak cairan yang bersifat
menyejukkan dan berkhasiat menyembuhkan (Astawan, 2008). Batang pisang ditebang,
sampai dekat bonggolnya, kemudian pada bagian bonggol itu dikeruk seperti ceruk.
Dibiarkan semalam, besoknya sudah ada air menggenang. Air itulah yang digunakan
untuk minum oleh orang Palue (Annapurna, 2008)
Bonggol pisang dimanfaatkan untuk menetralkan tanah yang tingkat
keasamannya tinggi. Bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%
(Sumanta, 2007).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini dilakukan kelanjutan
penelitian tahan I yakni pemanfaatn ekstrak dari bonggol pisang sebagai zat warna alam
pada kain, kayu, dan daun lontar.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia), yaitu berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina,
tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa pisang berasal dari Brasil dan India, dari sini
kemudian menyebar hingga ke daerah Pasifik (Astawan, 2008).
Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman pisang dapat diklasifikasikan (Astawan,
2008) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa parasidisca L.
Pisang memiliki banyak kandungan yang berguna bagi tubuh dan memiliki
banyak manfaat. Dalam buah pisang mulai dari rhizome yang dimilikinya sampai kulit
pisang dapat kita ambil manfaatnya. Daging buahnya sebagai makanan, kulit pisang
dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka pisang dengan proses fermentasi, bonggol
pisang dapat dijadikan soda sebagai bahan baku sabun dan pupuk kalium. Batangnya
dapat digunakan sebagai penghasil serat bahan baku kain dan makanan ternak, daun
pisang yang digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional Indonesia (Astawan,
2008). Buah pisang rasanya manis, sifatnya dingin, astrigen, penawar racun, penurun
panas, anti radang, dan peluruh kencing. Akarnya berkhasiat sebagai penawar racun,
pereda demam, mendinginkan darah, anti radang dan peluruh kencing. Hati batang
pisang berkhasiat sebagai penurun panas dan untuk perawatan rambut. Cairan dari
bonggol pisang dapat mengatasi infeksi saluran kencing, menghentikan peredaran darah,
penurun panas, serta penghitam rambut dan pencegah rambut rontok. Buah muda
berkhasiat anti diare, anti disentri dan untuk pengobatan tukak lambung (Astawan,
2008).
Kandungan kimia yang terdapat pada akar mengandung serotonin, norepinefrin,
tanin, hidroksitriptamin, dopamine, vitamin A, B dan C.
5
Buahnya mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak,
minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor,
Fe), pectin, serotonin, 5−hidroksi triptamin, dopamine, dan noradrenalin. Kandungan
kalium pada buah pisang cukup tinggi yang kadarnya bervariasi tergantung jenis
pisangnya. Buah muda mengandung banyak tanin (Astawan, 2008). Kandungan energi
pisang ini merupakan energi instan yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga
bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan
cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh
(Astawan, 2008).
Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas
tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat (Musa
textilis), yang dimanfaatkan bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan
tekstil. Pisang hias umumnya ditanam bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai
hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas dan pisang−pisangan. Pisang buah
(Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah
dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:
1. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja),
contohnya adalah: pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon
lumut, barangan, serta pisang cavendish.
2. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang
tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu.
3. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih
dahulu, contohnya pisang kepok dan pisang raja.
4. Pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misalnya pisang klutuk (pisang
batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya
sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut setelah makan
rujak.
Negara-negara penghasil pisang yang terkenal di antaranya adalah: Brasilia,
Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico,
Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di
dunia. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah: Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur,
Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo,
Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur (Banyuwangi, Malang),
6
Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir, Tarutung), Sumatera Barat
(Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing Tinggi, OKI, OKU, Baturaja),
Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa
Tenggara Barat (Astawan, 2008).
Bonggol pisang merupakan bagian tanaman yang kurang dimanfaatkan dan
sering dibuang sebagai sampah oleh kebanyakan masyarakat karena dianggap tidak
memiliki fungsi ekonomis, yang sebenarnya mempunyai kandungan karbohidrat tinggi.
Disamping mengandung karbohidrat, bonggol pisang juga mengandung protein, mineral
dan vitamin (Astawan, 2008). Berdasarkan penelitian Pipit Puspitowati diperoleh hasil
skrining fitokimia yang menunjukkan bahwa air bonggol pisang mengandung
senyawa−senyawa dari polifenol, tanin, dan flavonoid.
2.2 Zat Warna
Pewarna Alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,
hewan, atau dari sumber-sumber mineral (Hagermae, 2002). Warna merupakan hasil dari
suatu perangkat kompleks respon faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang
tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata. Penginderaan warna ditimbulkan oleh
berbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang
warna. Sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang
warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang gelombang dengan rentang (range)
sempit jatuh pada retina akan diamati warna−warna individu (Kristianti, 2008).
Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan
dengan menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan
Kubelka−Munk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih
dianggap sebagai absennya seluruh pigmen (Sastrohamidjojo, 1991).
Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini
menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu
warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun
dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran warna Brewster mampu menjelaskan teori
kontras warna (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad (Pararaja, 2008).
Pada tahun 1876, Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan
gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan
auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna
7
tersusun dari hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration,
levelling, wetting agent) (Pararaja, 2008).
Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya
(benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena), Fenol dan derivatifnya (fenol,
orto/meta/para kresol), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum)
(Robinson, 1991).
Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi Chromopores (Yunani :chroma
“warna”; phoros, “mengemban”) yaitu gugus tak jenuh yang dapat mengalami transisi
→ dan n→ . Khromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal dari radikal
kimia, seperti; kelompok nitroso: −NO, kelompok nitro: −NO2, kelompok azo: −N=N,
kelompok etilin: >C=C<, kelompok karbonil: >C=O, kelompok carbon−nitrogen:
>C=NH dan −CH=N−, kelompok belerang: >C=S dan >C−S−S−C<. Macam−macam zat
warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia
lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang
bergabung dengan senyawa lain membentuk hydrokarbon dimethyl fulvene (Fessenden,
1986).
Auxochrome, (Yunani; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat
menjalani transisi → tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Merupakan gugus
yang dapat meningkatkan daya kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan.
Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu −NH2, −NHMe, −NMe2 seperti
−+NMe2Cl−, dan golongan anion yaitu SO3H−, −OH, −COOH, seperti −O−, −SO3
−.
Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: −COOH
atau –SO3H. Dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: −NH2 atau –OH.
Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih.
Penggolongan zar warna dapat dikatagorikan bermacam-macam menurut parameter yang
dijadikan rujukan, sebagai contoh penggolongan zat warna berdasarkan cara
diperolehnya, (Pararaja, 2008) yaitu:
1. Zat warna alam, diperoleh dari alam yaitu bersal dari hewan (lac dyes) ataupun
tumbuhan dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, kulit dan bunga.
Contohnya: hematoxylin dan carmin.
2. Zat warna sintetis adalah zat warna buatan (zat warna kimia). Contohnya: bacis
fuchsin.
8
Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya
(Pararaja, 2008) yaitu:
1. Zat warna monogenetik, apabila memberikan hanya satu warna.
2. Zat warna poligenetik, apabila memberikan beberapa jenis warna.
Berdasarkan perbedaan struktur kimianya, zat warna dibedakan menjadi enam (Suntoro,
1983) yaitu:
1. Triphenil methane yaitu zat warna yang merupakan derivat dari 3 atom hidrogen
dari methane diganti oleh 3 cincin phenyl. Contohnya: bacis fuchsin, dahlia
(Hofman violet), acid fuchsin, dan methyl blue.
2. Xanthene yaitu zat warna yang mempunyai molekul terdiri dari cincin quinonoid
yang dihubungkan dengan cincin nonquinonoid oleh atom−atom C dan O.
Contohnya: eosin Y.
3. Thiazine yaitu zat warna yang molekulnya mengandung cincin quinonoid yang
dihubungkan dengan nonquinonoid melalui atom−atom N dan S. Contohnya:
thionine.
4. Azine yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang
dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Contohnya:
safranin.
5. Azo yaitu zat warna yang mempunyai chromophore −N═N−, yang terikat pada
sebuah rantai quinonoid yang terletak pada suatu tempat didalam molekul.
Contohnya: orange G, biebrich scarlet dan chlorazol black E.
6. Nitro yaitu zat warna yang mengandung chromophore –NO2. Contohnya: picric
acid.
Berdasarkan sifatnya, zat warna dibedakan menjadi dua (Suntoro, 1983) yaitu:
1. Zat warna asam adalah garam-garam dari asam-asam pembawa warna dengan
radikel basa yang tidak berwarna. Contohnya: acid fuchsin dan eosin.
2. Zat warna basa adalah garam-garam dari basa-basa pembawa warna dengan
radikel asam yang tidak berwarna. Contohnya: hematoxylin dan basic fuchsin.
Van Croft membagi zat warna berdasarkan pemakainnya (Pararaja, 2008), yaitu:
1. Zat warna subtantif yaitu warna yang langsung dapat mewarnai serat. Contohnya:
neutral red dan janus green B (Suntoro, 1983).
9
2. Zat warna ajeaktif yaitu warna yang memerlukan obat bantu pokok supaya dapat
mewarnai serat. Contohnya: hematoxylin ehrlich (Suntoro, 1983).
2.3 Pigmen Penimbul Warna
2.3.1 Tanin sebagai pigmen penimbul warna
Tanin adalah senyawa fenol yang terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,
dalam angoispermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin
dapat bereaksi dengan protein membentuk kapolismer yang tidak larut dalam air. Dalam
industri, tanin digunakan untuk mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap
pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Dalam tumbuhan, letak tanin
terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, bila jaringan tumbuhan rusak, misalnya
hewan memakanannya, maka dapat terjadi reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan
protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian besar tumbuhan
yang banyak mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya
sepat, sehingga mungkin mempunyai arti sebagai pertahanan bagi tumbuhan (Harbone,
1996).
Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisiskan. Tanin terkondensasi (proantosianidin) yang mempunyai oligomer
katekin dan flavan−3,4−diol banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan
tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson,
1991).
Tanin terhidrolisiskan terutama terdiri dari dua kelas, yaitu galotanin
(mempunyai struktur ester asam galat dan glukosa) dan elagitanin (memiliki struktur
ester asam heksadihidroksidifenat dan glukosa). Pada galotanin, inti yang berupa glukosa
dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada elagitanin, inti molekul berupa
senyawa dimer asam galat (asam heksadihidrosidifenat), yang mengikat glukosa
(Harbone, 1996).
Tanin terhidrolisiskan biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, dan
berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan
koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam
air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut dalam pelarut polar dan
tidak larut dalam pelarut non polar (Robinson, 1991).
10
Struktur dari tanin terkondensasi (proantosianidin) dan tanin terhidrolisiskan
(Hagermae, 2002) seperti gambar berikut:
Gambar 2.1 Struktur tanin terkondensasi (proantosianidin)
Contoh Struktur tanin terhidrolisis ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan 2.3
Gambar 2.2 Galotanin Gambar 2.3 Elagitanin
2.3.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan pengecualian alga
dan hornwort (Markham, 1988). Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum
dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae
(Robinson, 1991). Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk
daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji. Hanya sedikit saja
catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya pada kelenjar bau
berang-berang, “propilis” (sekresi lebah), dan didalam sayap kupu-kupu; itu pun dengan
anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan
11
tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka (Markham, 1988). Struktur dari
flavonoid seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Struktur flavonoid
2.3.3 Kuinon
Warna pigmen kuinon beragam, mulai dari kuning pucat sampai hampir hitam,
dan struktur yang dikenal sudah hampir 450. Pigmen kuinon sering terdapat dalam kulit,
galih atau akar, atau dalam jaringan lain (misalnya daun), tetapi pada jaringan tersebut
warnanya tertutupi pigmen lain. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai
kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil
yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi
kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu: benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harbone, 1996).
2.3.4 Karotenoid
Karotenoid, yaitu tetraterpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang larut
dalam lipid dan tersebar luas, terdapat dalam semua jenis tumbuhan. Pada hewan, suatu
karotenoid khusus, yaitu −karotena, merupakan makanan yang diperlukan karena ia
merupakan sumber vitamin A. Pada tumbuhan, karotenoid mempunyai dua fungsi, yaitu
sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna dalam bunga dan
buah. Bila kita mengisolasi karotenoid dari sumber tumbuhan tinggi baru, kemungkinan
besar karotenoid tersebut ialah −karotena karena senyawa ini biasanya yang paling
umum. Struktur dari −karotena seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.6 Struktur −karotena
12
2.4 Eksplorasi Zat Warna Alam
Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni−Soetjipto (1999) sebagian besar
warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen
tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya.
Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flavonoid dan kuinon.
Untuk itu pigmen-pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ
tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses
eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air (Fitrihana, 2007).
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil
pigmen-pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada
daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat
warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus
bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang
diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang,
akar, kulit buah, biji ataupun buahnya (Fitrihana, 2007).
13
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kemampuan ekstrak dari bonggol tanaman pisang sebagai zat warna
alam,
2. Mengetahui Pengaruh Penambahan mordan terhadap kemampuan ekstrak
bonggol tanaman pisang sebagai pewarna,
3. Mengetahui daya tahan dan kecerahan zat warna dari ekstrak bonggol tanaman
pisang.
3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak
dari bonggol tanaman pisang sebagai zat warna alam.
14
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat, Waktu dan Pengambilan Sampel
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Kimia Analitik, Kimia
Fisik, dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana dari saat diterimanya usulan penelitian ini.
Tabel 4.1. Rencana Kegiatan Penelitian di Laboratorium
4.2 Bahan dan Alat yang Digunakan
4.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: bonggol tanaman pisang
yang diambil dari daerah Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar, Bali pada bulan Februari
No KegiatanBulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Survey dan pengambilanbongkol pisang keGianyar
X
2 Penanganan awal bongkolpisang dan penyiapanbahan penelitian
X X
3 Eksperimen di lab :
A Proses Ekstraksi ZatWarna Alam
X X X
B Pemanfaatan Ekstrakdari Bonggol PisangSebagai Zat WarnaAlami
Penentuan PengaruhMordan
PenentuanKetahanan danKecerahan Warna
X X X
4 Analisis Data danPenyusunan laporan X X X
5 Publikasi pada JurnalNasional Terakretasi X X
15
2014, kain, kayu, dan daun lontar. Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini
adalah air, etanol, aseton, n-heksana, dan mordan (KmnO4 dan gambir).
4.2.2 AlatAlat−alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, pemanas (hot
plate), gelas ukur 50 mL, pipet tetes, panci, kompor gas, kasa penyaring, neraca analitik,
alat penguji kekuatan, dan kecerahan warna.
4.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Penelitian ini akan dilakukan selama 3 tahun seperti yang diberikan Tabel 2.
Tabel 4.2. Rencana Kerja Yang Dilakukan Dalam 3 Tahun
Tahun Penelitian Hahan Yang
Diteliti
Parameter
Penelitian
Luaran
Tahun I (2013) Bonggol Pisang 1. Ekstrak kental
2. Uji Fitokimia
3. Panjang
Gelombang
1.Rendemen
2.Golongan
Senyawa
3.Pengekstrak
Terbaik
Tahun II (2014) 1. Bonggol Pisang
2. Ekstrak Kental
3. Kain, Kayu, dan
Daun Lontar
4. Mordan
1. Pemanfaatan
Sebagai Pewarna
2. Pengaruh
Mordan
3. Kekuatan
4. Kecerahan
1. Zat Warna
2. Publikasi
Tahun III (2015) Zat Warna Komponen
Penyususun Zat
warna
Struktur Molekul
ZatWarna
16
4.4 Indikator Capaian
Indikator capaian dari penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan ekstrak bonggol tanaman pisang sebagai zat warna alam diperoleh
pada akhir bulan ke-8.
2. Laporan Penelitian diperoleh pada bulan ke-11
3. Publikasi dilakukan paling lambat bulan ke-12
4.5 Pengamatan
Parameter yang akan diamati pada penelitian ini adalah :
1. Pengaruh Mordan
2. Kekuatan zat warna
3. Kecerahan zat warna
4.6 Prosedur Percobaan
4.6.1 Penyiapan Bahan
Bonggol tanaman pisang yang berwarna coklat diambil dari pohon pisang.
Dibersihkan dan selanjutnya bonggol pisang di potong kecil−kecil untuk dikeringkan
dengan cara diletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan terkena
sinar matahari langsung kemudian setelah kering diblender dan diayak.
4.6.2 Proses Ekstraksi Zat Warna Alam
Serbuk kering bonggol tanaman pisang 50 gr diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan empat macam pelarut yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana.
Masing−masing pelarut digunakan sebanyak 500 mL. Ekstrak yang diperoleh disaring,
filtratnya ditampung, dan ampasnya dimaserasi sebanyak dua kali lagi dengan masing-
masing pelarut tersebut. Ekstrak dari masing-masing pelarut yang diperoleh lalu
dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga didapat ekstrak
17
kental dan ditimbang. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian digunakan sebagai
pewarna pada kain, kayu, dan daun lontar
4.6.3 Pengaruh Mordan
Ekstrak dari bonggol tanaman pisang dilakukan perlakuan dengan menambah
mordan dan tanpa menambah mordan. Keduanya diterapkan kepada kain, kayu, dan daun
lontar sebagai pewarna. Selanjutnya dibandingkan hasil sifat pewarnaannya.
4.6.4 Uji Kekuatan dan Kecerahan Warna
Ekstrak bonggol tanaman pisang yang sudah diterapkan pada kain, kayu, dan
daun lontar diuji kekuatan daya tahan pewarnaanya dengan cara dicuci dengan detergen
sambil digosok-gosok lalu tentukan daya tahannya dan tingkat kecerahan warnanya.
18
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Warna Ekstrak Dari Ekstraksi Bonggol Pisang
Sampel serbuk bonggol tanaman pisang yang digunakan sebanyak 50 g dengan
cara maserasi selama 24 jam menggunakan pelarut air. Setelah dievaporasi, di peroleh
ekstrak kering air. Kemudian ekstrak kering air diamati warnanya. Kemudian untuk
masing-masing 50 g serbuk bonggol pisang yang menggunakan 3 macam pelarut yang
berbeda yaitu etanol, aseton, dan n-heksana dimaserasi selama 24 jam. Kemudian
dievaporasi, sama perlakuannya seperti pada ekstrak air.
Pada proses refluks sampel serbuk bonggol pisang sebanyak 50 g ditambahkan
pelarut yang sama seperti pada proses maserasi tetapi bedanya metode refluks
membutuhkan waktu lebih singkat yaitu kurang dari 24 jam.
Pada proses sokletasi dikerjakan seperti halnya metode refluks tetapi
pengekstraknya berjalan secara sirkulasi.
Warna ekstrak bonggol pisang dari masing-masing pelarut setelah dipekatkan
dari ketiga metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Warna Ekstrak Pekat Bonggol Pisang Dari Masing-masing Pengekstrak
Ektrak Pelarut Metode Ekstraksi
Maserasi Refluks Sokletasi
1. Ekstrak pelarut air Coklat tua Coklat tua Coklat tua
2. Ekstrak pelarut etanol Coklat muda Coklat muda Coklat muda
3. Ekstrak pelarut aseton Coklat muda Coklat muda Coklat muda
4. Ekstrak pelarut n-heksana Kuning Kuning Kuning
Data hasil ekstraksi dari ketiga metode yang telah selesai dikerjakan dan
selanjutnya dievaporasi diperoleh warna ekstrak kering pelarut air yang sama antara
metode maserasi, refluks, dn sokletasi yaitu coklat tua.
Untuk ekstrak kering etanol dan aseton diperoleh warna ekstrak yang sama antara
metode maserasi, refluks, dan sokletasi yakni menghasilkan warna coklat muda.
Ekstrak kering n-heksana yang warna ekstraknya sama antara metode maserasi,
refluks, dan sokletasi yaitu warna kuning.
19
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Bonggol Pisang dari Masing-masingPelarut
PelarutPengekstak
Metode EkstraksiMaserasi Refluks Sokletasi
BeratEkstrakPekat
Rende-men
BeratEkstrakPekat
Rende-men
BeratEkstrakPekat
Rende-men
Air 2,03 g 8,12% 2,17 g 8,68% 1,20 g 4,80%Etanol 0,60 g 2,40% 0,46 g 1,84% 0,28 g 1,12%Aseton 0,13 g 0,52% 0,36 g 1,44% 0,11 g 0,44%n-heksana 0,29 g 1,16% 0,26 g 1,04% 0,14 g 0,56%
5.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna
Berdasarkan perhitungan rendemen, ternyata ekstrak air yang menghasilkan
rendemen tertinggi, sehingga zat warna dari hasil ekstraksi dengan pengekstraksi air
diaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar.
5.2.1. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain
Aplikasi zat warna tanpa penambahan mordan dilakukan dengan cara merendam
kain yang telah diberi label A sebagai kontrol dan kain berlabel B digunakan untuk uji
ketahanan warna, sedangkan kain yang berlabel C sebagai kontrol dan D digunakan
untuk uji ketahanan warna direndam ke dalam ekstrak zat warna bonggol tanaman pisang
dengan penambahan mordan. Aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman
pisang pada kayu tanpa penambahan mordan diberi kode E (kontrol) dan F (untuk uji
ketahanan), serta penambahan mordan diberi kode G (kontrol) dan H (untuk uji
ketahanan). Sedangkan aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman pisang
pada daun lontar tanpa penambahan mordan diberi kode I (kontrol) dan kode J (untuk uji
ketahanan) serta penambahan mordan diberi kode K (kontrol) dan kode L (untuk uji
ketahanan).
Warna yang dihasilkan pada kain setelah direndam pada ekstrak zat warna
bonggol tanaman pisang yakni warna kain menjadi berwarna krem, hal ini berarti zat
warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kain. Sedangkan dengan
penambahan mordan, warna kain dari warna putih menjadi warna coklat muda, hal ini
berarti bahwa zat warna dari bonggol tanaman pisang dipengaruhi oleh adanya mordan
sehingga dapat memberikan perubahan warna pada kain yakni warna krem pada tanpa
penambahan mordan menjadi warna coklat muda yang lebih tajam setelah ditambahkan
20
mordan. Setelah dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kain dengan atau
tanpa mordan diperoleh hasil yaitu pada kain tanpa mordan menjadi lebih pudar
warnanya sedangkan warna yang dihasilkan pada kain dengan mordan memberikan hasil
warna yang tidak pudar. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan
mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni lebih baik dari pada
tanpa mordan karena fungsi mordan sebenarnya adalah mempertahankan warna dan
menambah kekuatan ikatan antara zat warna dengan serat sehingga menyebabkan zat
warna pada kain tidak mudah luntur (Fitrihana, 2007; Manurung, et al.,2004).
Tabel 5.3. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Kain Antara
Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan Mordan
Ulangan Perlakuan
Tanpa Mordan Penambahan Mordan
Kain Katun 1 Krem Coklat Muda / Kuning
Kain Katun 2 Krem Coklat Muda / Kuning
Kain Katun 3 Krem Coklat Muda / Kuning
5.2.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu
Penerapan zat warna pada kayu setelah kayu direndam pada ekstrak zat warna
bonggol tanaman pisang menghasilkan warna kayu menjadi coklat, hal ini berarti zat
warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kayu. Sedangkan dengan
penambahan mordan menghasilkan warna kayu menjadi warna coklat tua. Setelah
dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kayu dengan atau tanpa mordan
diperoleh hasil yaitu pada kayu tanpa mordan warnanya menjadi lebih pudar dan
terkelupas, sedangkan warna yang dihasilkan pada kayu dengan mordan memberikan
hasil warna coklat muda dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna
yang ditambahkan mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni
lebih baik dari pada tanpa mordan karena mordan mampu meningkatkan kekuatan ikatan
antara zat warna alam dengan serat kayu sehingga zat warna menjadi menyebar secara
merata pada permukaan kayu (Bogoriani, 2011).
21
Tabel 5.4. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Kayu
Cempaka Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan
Mordan
Ulangan Perlakuan
Tanpa Mordan Penambahan Mordan
Kayu Cempaka 1 Coklat Coklat Tua
Kayu Cempaka 2 Coklat Coklat Tua
Kayu Cempaka 3 Coklat Coklat Tua
5.2.3. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar
Daun lontar yang diwarnai dengan zat warna alam hasil ekstraksi dari bonggol
tanaman pisang dikerjakan dengan cara merendam daun lontar pada ekstrak zat warna
bonggol tanaman pisang. Hasil yang diperoleh untuk perlakuan tanpa penambahan
mordan yakni daun lontar terlapisi dengan lapisan berwarna coklat muda, hal ini berarti
zat warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat daun lontar. Sedangkan dengan
penambahan mordan menghasilkan warna daun lontar menjadi warna coklat tua. Setelah
dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing daun lontar dengan atau tanpa
mordan diperoleh hasil yaitu pada perlakuan tanpa mordan warna lapisan zat warna pada
daun lontar menjadi pudar dan terlepas, sedangkan warna yang dihasilkan pada daun
lontar dengan penambahan mordan memberikan hasil warna coklat kekuning-kuningan
dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan mordan
berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut dan menambah daya tahan antaraksi
zat warna dengan serat daun lontar (Bogoriani, 2011).
Tabel 5.5. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Daun Lontar
Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan Mordan
Ulangan Perlakuan
Tanpa Mordan Penambahan Mordan
Daun Lontar 1 Coklat Muda Coklat Tua
Daun Lontar 2 Coklat Muda Coklat Tua
Daun Lontar 3 Coklat Muda Coklat Tua
22
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Rencana tahap selanjutnya yakni :
1. Melanjutkan penelitian untuk tahap penentuan struktur golongan senyawa pembawa
zat warna dari ekstrak bonggol tanaman pisang
2. Mengidentifikasi golongan senyawa penyusun zat warna pada tanaman bonggol
tanaman pisan
3. Mengelusidasi zat warna alam yang diperoleh dari dari hasil identifasi
4. Menyelesaikan penulisan artikel ilmiah untuk dipublikasikan di Jurnal Ilmiah
Nasional.
23
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang dilakukan menggunakan
metode maserasi, refluks, dan sokletasi dengan empat pelarut ekstraksi (air, etanol,
aseton, dan n-heksana) dan diperoleh hasil rendemen terbaik dengan metode maserasi
dan refluks dengan pengekstraksi air.
Hasil aplikasi ekstrak zat warna alam hasil ektraksi dari bongkol tanaman pisang
pada kain, kayu, dan daun lontar menunjukkan bahwa penambahan mordan memberikan
warna yang lebih merata, tajam, dan warnanya lebih kuat menempel pada kain, kayu,
maupun daun lontar.
7.2. Saran
Penelitian ini perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari
senyawa penimbul warna yang terdapat pada zat warna alam dari bongkol tanaman
pisang.
24
DAFTAR PUSTAKA
Annapurna, S., 2008, Pisang, Pohon Buah Kehidupan, http://pbm−id.com/article.php?m=show&nid=20080805174025, 11 November 2008
Astawan, M., 2008, Pisang Sebagai Buah Kehidupan, http://lovemelz.wordpress.com/2008/10/page/3, 15 Oktober 2008
Astiti Asih, I. A. R. dan Adi Setiawan, I M., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid PadaEkstrak n-Butanol Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), JurnalKimia, 2 (2) : 111-116
Bogoriani, N. W., 2011, Studi Pemanfaatan Campuran zat Warna Alam dan Asam sitratSebagai Mordan Terhadap Kayu Jenis Akasia dengan Metode SimultanMordaning, Jurnal kimia, 5 (1) : 51-56
Fessenden, r. J. and Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Jilid 2, a.b. Pudjatmaka, H.,Gramedia, Jakarta
Fitrihana, N., 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar KitaUntuk Pencelupan Bahan Tekstil, http://www.batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/Teknik−Eksplorasi−Zat−Pewarna−Alam−Dari−Tanaman−Di−Sekitar−Kita−Untuk−Pencelupan−Bahan−Tekstil, 2 November 2008
Hagermae, A. E., 2002, Tannin chemistry, http://www.users.muohio.edu/hagermae/tannin.pdf, 11 November 2008
Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, a.b. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua,Penerbit ITB, Bandung
Hidayat, N., 2007, Pengembangan Produk dan Teknologi Proses, http://www.wordpress.com, 11 November 2008
Kristianti, A. N., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlnggan University Press, Surabaya
Mariance Thomas, Manuntun Manurung, dan I. A. R. astiti Asih, 2013, Pemanfaatan ZatWarna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) PadaKain Katun, Jurnal Kimia, 7 (2) : 119-126
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, a.b. Kosasih Padmawinata,Penerit ITB, Bandung
Pararaja, A., 2008, Mengenal Kimia Zat Warna (Colorant), http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/12/mengenal-kimia-zat-warna-colorant/, 11 November2008
25
Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, Bandung
Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta
Silverstein, R. M., Clayton Bassler, G., and Terence C. Morrill, 1991, SpecrometricIdentification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, Inc, New York
Suarsa, I W., Suarya, P., dan Ika Kurniawati, 2011, Optimasi Jenis Pelarut DalamEkstraksi Zat Warna Alami Dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cvkepok) dan Batang Pisang Susu (Musa paradiasiaca L. Cv susu), Jurnal Kimia, 5(1) : 72-80
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Penerbit Bina Aksara, Jakarta
Sumanta, W., 2007, Bonggol Pisang Penyubur Padi, http://www.biovermint.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=2, 11 November 2008
Suntoro, H. S., 1983, Metode pewarnaan (Histologi dan Histokimia), Bhratara KaryaAksara, Jakarta
26
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ekstrak Zat Warna Hasil Ekstraksi
27
28
29
30
Lampiran 2. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain
31
Lampiran 3. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu
32
Lampiran 4. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar
33
Lampiran 5. Biodata Peneliti
1. Ketua Peneliti
01. Nama : Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si.
02. NIP : 196806021996011001
03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana
04. Tempat/tanggal lahir : Gianyar/2 Juni 1968
05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Laki
06. Pangkat/Golongan : Pembina/IV/a
07. Jabatan: Struktural
Akademik
: -
: Lektor Kepala
08. Alamat kantor dan
No. Tel/Faks/e-mail
: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.
(0361)701954 ext 255.
09. Alamat rumah : Br. Samu, Singapadu Kaler, Sukawati, Gianyar, Bali
10 Pendidikan yang pernah diikuti :
Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus
S1 Kimia Universitas Udayana,Denpasar
1988/1994
S2 Ilmu Kimia Universitas Padjadjaran,Bandung
1998/2001
11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:
No. Judul tulisan Tahun Diterbitkan sebagai:*)
01 PERBANDINGAN MASSA OPTIMUMCAMPURAN PEWARNA ALAMI PADAKAYU JENIS AKASIA (Acacialeucopholea)
2009 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 3,Nomor 1, Januari 2009ISSN 1907-9850
02 PENYEPUHAN TEMBAGA DENGANPERAK DALAM ELEKTROLIT KCNDAN HASIL PENAMPAKANNYA
2008 Artikel pada JURNALELSIKOM, Volume 4,Nomor 2, Agustus 2008ISSN 1829-961X
34
03 SINTESIS DAN UJI AKTIVITASANTIINFLAMASI SENYAWA N,N-dimetil-N(2,3-xilil)antranilamida PADAMENCIT JANTAN
2008 PROCEEDINGSNHKI 2008, ISBN978-979-8286-83-4
04 STUDI ADSORPSI-DESORPSI LOGAMTIMBAL DALAM LARUTAN DENGANCANGKANG TELUR AYAM
2008 Artikel pada SIGMAJURNAL SAINS DANTEKNOLOGI, Volume11, Nomor 2, Juli 2008ISSN 1410-5888
05 KAJIAN KAPASITAS DANEFEKTIVITAS RESIN PENUKARANION UNTUK MENGIKAT KLORDAN APLIKASINYA PADA AIR
2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 2, Juli 2008
ISSN 1907-9850.06 EFEKTIVITAS DAN KAPASITAS RESIN
PENUKAR ANION DENGAN SISTEMBATCH DALAM MENGIKAT NITRATDAN APLIKASINYA PADA AIR DARISUMBER MATA AIR DI DESA SEDANG
2007 Artikel padaECOTROPHIC, Volume2, Nomor 2, November2007ISSN 1907-5626
07 PENENTUAN pH OPTIMUM ISOLASIKARAGINAN DARI RUMPUT LAUTJENIS Eucheuma Cottonii
2007 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 1,Nomor 1, Januari 2007ISSN 1907-9850
08 KAJIAN KAPASITAS DANEFEKTIVITAS RESIN PENUKARANION UNTUK MENGIKAT KLORDAN APLIKASINYA PADA AIR
2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 2, Juli 2008ISSN 1907-9850
09 STUDI ADSORPSI-DESEORPSILOGAM TIMBAL DALAMLARUTAN DENGAN CANGKANGTELUR AYAM
2008 Artikel pada SIGMAJURNAL SAINS DANTEKNOLOGI, Volume11, Nomor 2, Juli 2008ISSN 1410-5888
10 PENYEPUHAN TEMBAGA DENGANPERAK DALAM ELEKTROLIT KCNDAN HASIL PENAMPAKANNYA
2008 Artikel pada JURNALELSIKOM, Volume 4,Nomor 2, Agustus2008ISSN 1829-961X
11 PERBANDINGAN MASSAOPTIMUM CAMPURAN PEWARNAALAMI PADA KAYU JENIS AKASIA(Acacia leucopholea)”
2009 JURNAL KIMIA,Volume 3, Nomor 1,Januari 2009ISSN 1907-9850
35
36
2. Anggota Peneliti I
01. Nama : Ni Putu Diantariani, S.Si., M.Si.
02. NIP : 197006181997022001
03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana
04. Tempat/tanggal lahir : Baluk, 18 Juni 1970
05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Perempuan
06. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I/III/d
07. Jabatan: Struktural
Akademik
: -
: Lektor
08. Alamat kantor dan
No. Tel/Faks/e-mail
: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.
(0361)701954 ext 255.
09. Alamat rumah : Jalan Tegalsari gang Seroja no 4 Biaungasri Kesiman
Kertalangu Denpasar
10 Pendidikan yang pernah diikuti :
Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus
S1 Kimia Universitas Udayana,Denpasar
1989/1995
S2 Ilmu Kimia Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
1999/2001
11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:
No. Judul tulisan Tahun Diterbitkan sebagai:*)
01 Proses Biosorpsi dan Desorpsi Ion Cr(VI) pada Biosorben Rumput LautEucheuma spinosum.
2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 1, Januari 2008ISSN 1907-9850
02 Biosorption of Cr (III) Ion on AlgaeEuchema spinosum Biomassa
2008 Indonesian Journal ofChemistry, vol. 8, no. 1,March 2008,Accredited by DIKTINo. :108/DIKTI/Kep/2007
37
03 Peningkatan Potensi Batu PadasLadgestone sebagai Adsorben IonLogam Berat Cr(III) dalam Air MelaluiAktivasi Asam dan Basa
2010 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 4,Nomor 1, Januari 2010ISSN 1907-9850
04 Fotodegradrasi Metilen Biru denganSinar Uv dan Katalis Al2O3
2011 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 5,Nomor 1, Januari 2011ISSN 1907-9850
05 Modifikasi silika Gel dari Abu SekamPadi dengan Ligan Difenilkarbazon
2013 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 7,Nomor 1, Januari 2013ISSN 1907-9850
38
3. Anggota Peneliti II
01. Nama : Dra. Ni Wayan Bogoriani, M.Si.
02. NIP : 196612311993032006
03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana
04. Tempat/tanggal lahir : Gianyar/31 Desember 1966
05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Perempuan
06. Pangkat/Golongan : Pembina, IV/a
07. Jabatan: Struktural
Akademik
: -
: Lektor Kepala
08. Alamat kantor dan
No. Tel/Faks/e-mail
: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.
(0361)701954 ext 255.
09. Alamat rumah : Desa Sanding, Tampaksiring, Gianyar, Bali
10 Pendidikan yang pernah diikuti :
Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus
S1 Kimia Universitas Airlangga,Surabaya
1986/1991
S2 Ilmu Kimia Universitas Padjadjaran,Bandung
1998/2001
11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:
No. Judul tulisan TahunDiterbitkansebagai:*)
01 Isolasi dan Identifikasi SenyawaSaponin dari Daun Andong (Cordylineterminalis
2001 Artikel pada ChemicalReviews, Volume 4.,Nomor 2., August 2001(ISSN. 1410-8321)
02 Isolasi Senyawa Sitotoksik dari DaunAndong (Cordyline terminalis Kunth
2007 Artikel pada JurnalKimia, Vol. 1, No.1,Januari 2007 (ISSN.1907-9850)
03 Isolasi dan Identifikasi GlikosidaSteroid dari Daun Andong (Cordylineterminalis Kunth)
2008 Artikel pada JurnalKimia, Vol. 2, No.1,Januari 2008 (ISSN.1907-9850)
39
04Perbandingan Massa OptimumCampuran Pewarna Alami Pada KayuJenis Akasia (Acacia leucopholea)
2009
Artikel pada JurnalKimia, Vol. 3, No.1,Januari 2009 (ISSN.1907-9850)
05
Ektraksi Zat Warna Alami CampuranBiji Pinang, Daun Sirih, Gambir, danPengaruh Penambahan KMnO4
Terhadap Pewarnaan Kayu Jenis Albasia
2010
Artikel pada JurnalKimia, Vol. 4, No.2,Januari 2010 (ISSN.1907-9850)
Denpasar, 11 Desember 2013
40
Lampiran 6. Publikasi
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DARI BONGGOLTANAMAN PISANG (Musa paradiasciaca L.) DAN APLIKASINYA
PADA KAIN, KAYU, DAN DAUN LONTAR
A. A. Bawa Putra*, N. P. Diantariani, dan N. W. Bogoriani
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran*email : [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi zat warna alam dari bonggoltanaman pisang (Musa paradiasiaca L.). Ekstraksi zat warna alam dalam penelitian inidilakukan dengan tiga metode yaitu maserasi, refluks, dan sokletasi denganmenggunakan empat macam pelarut pengekstrak yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana.Warna ekstrak yang dihasilkan dengan pengekstrak air berwarna coklat tua, denganpengekstrak etanol dan aseton berwarna coklat muda, sedangkan dengan pengekstraksin-heksana berwarna kuning, dan hasil rendemen dengan metode maserasi yakni: air(8,12%); etanol (2,40%); aseton (0,52%); dan n-heksana (1,16%). Rendemen denganmetode refluks yaitu: air (8,68%); etanol (1,84%); aseton (1,44%); dan n-heksana(1,04%). Rendemen dengan metode sokletasi yaitu: air (4,80%); etanol (1,12%); aseton(0,44%); dan n-heksana (0,56%). Ekstrak kental yang diperoleh selanjutnyadiaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar. Penerapan zat warna alam tanpapenambahan mordan memberikan hasil warna krem dan kurang cerah, sedangkanpenambahan mordan memberikan hasil warna kuning cerah.
Kata kunci: bonggol pisang, ekstraksi, zat warna alam, rendemen, mordan
ABSTRACT
Research on natural dyes extracted from banana (Musa paradiasiaca L.) weevilhas been conducted. Extraction of natural dyes in this study was carried out by threedifferent methods namely maceration, reflux, and soxhlet and by using four types ofsolvent including water, ethanol, acetone, and n-hexane. Color of water extract was darkbrown, ethanol and acetone extracts exhibited light brown color, and the color of n-hexane extract was yellow. Each extract obtained by the three methods with four types ofsolvent used was concentrated and each yield obtained was determined. The yield ofdyes extracted by maceration method using water was 8.12%, ethanol 2.40%, acetone0.52%, and n-hexane 1.16% respectively while the yield of dyes using the reflux methodwas 8.68%, 1.84%, 1.44%, and 1.04% respectively and the yield using the soxhletmethod was 4.80%, 1.12%, 0.44%, 0.56% respectively. Each viscous dyes extract
41
obtained was then applied to cloth, wood, and lontar leaf . The application of naturaldyes without the addition of mordant gave a less bright beige color, while with theaddition of mordant produced a bright yellow color.
Keywords: banana weevil, extraction, natural dyes, yield, mordant
PENDAHULUAN
Zat warna sintetis semakin banyak dimanfaatkan untuk mewarnai produk-produkkerajinan rumah tangga, karena keunggulan zat warna sintetis yakni lebih mudahdiperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih praktisdalam penggunaannya (Bogoriani, 2011).
Penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenekmoyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan,pembatikan, dan perancangan busana. Kain batik yang menggunakan zat warna alammemiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warnakhas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif (Fitrihana, 2007).
Pewarna dari bahan alam untuk bahan tekstil diperoleh dari hasil ekstraksiberbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji, ataupun bunga. Beberapadiantaranya adalah: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriopscandolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curncuma), teh (Tea),akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum),kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) (Robinson, 1991; Mariance,et al, 2013).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yangberasal dari serat alam contohnya sutera, wol, dan kapas (katun). Bahan-bahan dari seratsintesis seperti polyester, nilon, dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarikterhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulut terwarnai dengan zat warnaalam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zatwarna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas (Fitrihana, 2007).
Beberapa contoh zat pewarna alam yang biasa digunakan untuk mewarnaimakanan yakni karoten yang diperoleh dari wortel dan papaya menghasilkan warnajingga sampai merah, biksin yang diperoleh dari biji pohon Bixa orellana, memberikanwarna kuning, klorofil diperoleh dari daun suji, pandan, dan katuk yang menghasilkanwarna hijau, antosianin yang menghasilkan warna merah, oranye, ungu, dan biru yangterdapat pada bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan,pelargonium, aster cina, dan buah apel, kurkumin diperoleh dari kunyit yangmemberikan warna kuning (Hidayat, 2007).
Kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaanvariasi warnanya sangat terbatas dan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukanproses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna. Dibalik kekurangannyatersebut, zar warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulanproduk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik,etnik, dan eksklusif (Fitrihana, 2007).
Eksplorasi kekayaan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alamyakni pisang (Suarsa, et al., 2011). Bonggol tanaman pisang, yakni bagian terbawahberwarna coklat dari batang semu yang berada di dalam tanah dan mengandung banyakcairan (Astawan, 2008). Air inilah yang diminum oleh orang Palue (Annapurna, 2008),serta Bonggol tanaman pisang dimanfaatkan untuk menetralkan tanah yang tingkat
42
keasamannya tinggi karena bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%(Sumanta, 2007).
Pengambilan pigmen zat warna alam dilakukan melalui proses ekstraksi danekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur, dan kandungan airbahan tumbuhan yang akan diekstraksi, serta pengambilan pigmen-pigmen penimbulwarna yang berada di dalam tumbuhan dikerjakan untuk menghasilkan larutan zat warnaalam dan diteruskan sampai diperoleh ekstrak kentalnya (Harbone, 1996)..
Ekstraksi zat warna alam dapat dilakukan dengan metode maserasi, refluks, atausokletasi dengan menggunakan pelarut pengekstrak dengan tingkat kepolaran tertentu.Metode maserasi merupakan metode ekstraksi pada kondisi dingin dan diskontinyu.Sedangkan metode refluks dan sokletasi dikerjakan pada kondisi pelarut pengekstrakyang suhunya di atas suhu kamar, hanya bedanya pada refluks dikerjakan secaradiskontinyu sedangkan sokletasi dikerjakan secara kontinyu (Kristanti, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi zat warnaalam bonggol tanaman pisang dengan metode maserasi, refluks, dan sokletasi,selanjutnya diaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar yang selanjutnya diujikecerahan dan daya tahannya.
MATERI DAN METODEBahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bonggol tanaman pisang(spesies Pisang Ketip) yang diambil dari daerah Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar,Bali pada bulan Pebruari 2014, kain, kayu, dan daun lontar. Bahan kimia yang digunakanpada penelitian ini adalah air, etanol, aseton, n-heksana, HCl pekat, H2SO4 pekat, serbukmagnesium, FeCl3, dan Mordan (KMnO4).Peralatan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, pemanas (hotplate), gelas ukur, pipet tetes, seperangkat alat ekstraksi (maserasi, refluks, dansokletasi), belender, kertas saring, neraca analitik, dan rotary vaccum evaporator.
Cara KerjaPreparasi Penyiapan Bahan
Bonggol tanaman pisang dipotong kecil-kecil untuk dikeringkan dengan caradiletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan terkena sinar mataharilangsung kemudian setelah kering diblender dan diayak.
Proses Ekstraksi Zat Warna AlamSerbuk kering bonggol tanaman pisang sebanyak 50 g diekstraksi dengan cara
maserasi, refluks, dan sokletasi menggunakan empat macam pelarut yaitu air, etanol,aseton, dan n-heksana.
Masing-masing pelarut digunakan sebanyak 250 mL. Ekstrak yang diperolehdisaring, filtratnya ditampung, dan ampasnya dibuang. Filtrat yang diperoleh laludipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrakkental selanjutnya ditimbang.
Dengan cara yang sama dikerjakan untuk metode refluks dan metode sokletasidengan masing-masing pelarut air, etanol, aseton, dan n-heksana.
43
Aplikasi Zat Warna Bonggol PisangAplikasi zat warna tanpa menggunakan mordan
Sebanyak 50 g serbuk bonggol tanaman pisang dilarutkan dengan air sebanyak500 mL, selanjutnya dipanaskan sampai pelarutnya menjadi setengahnya lalu disaring.Kemudian kain katun yang telah diberi label A dan B direndam ke dalam filtrat zatwarna selama 24 jam. Setelah 24 jam kain dijemur, perubahan warna yang dihasilkandiamati, kain yang berlabel A digunakan sebagai kontrol dan kain berlabel B kemudiandiuji ketahanan warnanya dengan mencuci kain tersebut ke dalam air detergen.
Dengan cara yang sama, zat warna juga diaplikasikan pada kayu dan daun lontar.
Aplikasi zat warna dengan menggunakan mordanSebanyak 50 g serbuk bonggol tanaman pisang dilarutkan dengan air sebanyak
500 mL, selanjutnya dipanaskan sampai pelarutnya menjadi setengahnya lalu disaringkemudian ke dalam filtratnya ditambahkan mordan dan dipanaskan lagi hinggamendidih, setelah itu kain katun yang telah diberi label C dan D direndam ke dalamekstrak zat warna selama 24 jam. Setelah 24 jam kain dijemur, perubahan warna yangdihasilkan diamati, kain yang berlabel C digunakan sebagai kontrol dan kain yangberlabel D diuji ketahanan warnanya dengan mencuci kain tersebut ke dalam airdetergen.
Dengan cara yang sama, zat warna juga diaplikasikan pada kayu dan daun lontar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna Ekstrak Bonggol PisangHasil ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang yang dikerjakan
dengan metode maserasi dan pengekstraksi air selanjutnya dievaporasi sampai diperolehekstrak kental, kemudian ekstrak tersebut dihitung rendemennya. Dengan cara yangsama, dikerjakan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu etanol, aseton, dan n-heksana.Pada metode refluks, sampel serbuk bonggol pisang ditambahkan pelarut yang samaseperti pada proses maserasi tetapi bedanya metode refluks dikerjakan pada suhu di atassuhu kamar dan membutuhkan waktu lebih singkat yaitu kurang dari 24 jam. Sedangkanmetode sokletasi, sampel serbuk bonggol pisang dikerjakan seperti pada metode reflukstetapi pada metode sokletasi membutuhkan waktu lebih singkat dan pelarut bekerjasecara sirkulasi (Bawa Putra, et al., 2014).
Ekstrak dari ketiga metode dengan pelarut air menghasilkan zat warna yangwarnanya sama antara ketiga metode tersebut yaitu coklat tua, untuk ekstrak kentaletanol dan aseton juga diperoleh warna ekstrak yang sama antara ketiga metode yaknimenghasilkan warna coklat muda, sedangkan ekstrak kental dari pengekstrak n-heksanajuga menghasilkan warna ekstrak sama untuk ketiga metode yaitu warna kuning.
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa ketiga metode ekstraksimenghasilkan golongan pembawa zat warna yang mirip dan proses pemanasan larutanpengekstraksi tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil antara tanpa pemanasandengan perlakuan pemanasan pelarut pengekstraksinya. Ini menunjukkan peningkatansuhu pelarut pengekstraksi tidak merusak kandungan zat warna yang terdapat padabongkol tanaman pisang (Hagermae, 2002; Silverstein, et al., 1991).
Pelarut yang digunakan sebagai pengekstraksi berpengaruh terhadap kandunganzat warna pada bongkol pisang yang terekstraksi. Hal ini ditunjukkan dari perbedaanwarna ekstrak hasil ekstraksi yaitu ekstrak berwarna coklat tua dihasilkan dari ekstraksi
44
pelarut air, tetapi pelarut etanol dan aseton menghasilkan ekstrak yang warnanya samayaitu coklat muda, sedangkan pelarut n-heksana menghasilkan warna ekstrak kuning. Inimenunjukkan bahwa tingkat kepolaran pelarut pengekstraksi berpengaruh terhadap jenispigmen zat warna yang terekstraksi (Kristianti, 2008).
Rendemen ekstrak bonggol pisangSetelah diperoleh ekstrak kental dari hasil ekstraksi dari masing-masing metode
ekstraksi dan variasi pelarut, selanjutnya dihitung rendemennya. Hasil perhitunganrendemen ekstrak pekat dari masing-masing metode dan variasi pelarut yakni untukmetode mserasi diperoleh data dengan pelarut air (8,12%), etanol (2,40%), aseton(0,52%), n-heksana (1,16%), untuk metode refluks diperoleh data dengan pelarut air(8,68%), etanol (1,84%), aseton (1,44%), n-heksana (1,04%), dan untuk metode sokletasidiperoleh data dengan pelarut air (4,80%), etanol (1,12%), aseton (0,44%), n-heksana(0,56%).
Data dari hasil perhitungan rendemen antara ketiga metode menunjukkan bahwametode maserasi, refluks, maupun sokletasi cukup baik untuk mengekstraksi zat warnawalaupun masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya, karenakelarutan zat padat dalam zat cair (daya larut) dipengaruhi oleh jenis pelarut, jenis zatterlarut, suhu, dan tekanan (Sukardjo, 1989).
Kekurangan untuk metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lebih lamadari pada refluks dan sokletasi, serta ekstrak air yang dihasilkan pada metode maserasiakan cepat rusak dan berbau tidak sedap (Kristianti, 2008).
Ketiga metode ekstraksi pada ekstraksi zat warna dari bonggol tanaman pisangini menunjukkan hasil rendemen yang paling tinggi pada ekstrak pelarut air, sehingga aircocok digunakan sebagai pelarut pengekstraksi. Ini menunjukkan bahwa pigmen zatwarna yang terkandung pada bonggol tanaman pisang terekstraksi dengan baik dalam air(Bawa Putra, et al., 2014).
Rata-rata hasil ekstraksi menunjukkan bahwa pengaruh pemanasan tidakmenunjukkan perubahan yang linier. Hal ini berarti ada penyimpangan dengan teori yangmenyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut makin mudahmasuk ke dalam bahan sehingga ekstraksi dari sampel yang terekstraksi semakin banyak.Pengekstraksi air dengan metode refluks menghasilkan hasil rendemen tertinggisedangkan pada metode sokletasi menghasilkan nilai rendemen terendah, hal inimenunjukkan bahwa pemanasan berpengaruh tetapi waktu kontak antara pelarutpengekstraksi dengan sampel juga menentukan karena pada metode refluks waktu kontakantara pelarut pengekstraksi dengan sampel lebih lama jika dibandingkan dengan waktukontak antara pelarut pengekstraksi dengan sampel pada metode sokletasi, dimana padametode sokletasi sistem sirkulasi pelarut yang kontinyu menyebabkan waktu kontak danjumlah volume pelarut yang kontak dengan sampel berubah-ubah (Hagermae, 2002).
Kelebihan untuk metode refluks dan sokletasi yaitu waktu yang dibutuhkan lebihsingkat daripada maserasi dan lebih efisien. Untuk dua pelarut yaitu pelarut air danaseton lebih cocok ekstraksinya menggunakan metode refluks dibandingkan metodemaserasi dan sokletasi karena pada metode refluks ekstrak pelarut air dan asetonrendemennya lebih tinggi dibandingkan dengan metode maserasi dan sokletasi. Hal inimenunjukkan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut ke dalambahan semakin mudah sehingga sampel yang terekstraksi semakin banyak (Hagermae,2002).
45
Aplikasi zat warna bonggol pisang pada kain, kayu, dan daun lontarBerdasarkan perhitungan rendemen, ternyata ekstrak air yang menghasilkan
rendemen tertinggi, sehingga zat warna dari hasil ekstraksi dengan pengekstraksi airdiaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar.
Aplikasi zat warna tanpa penambahan mordan dilakukan dengan cara merendamkain yang telah diberi label A sebagai kontrol dan kain berlabel B digunakan untuk ujiketahanan warna, sedangkan kain yang berlabel C sebagai kontrol dan D digunakanuntuk uji ketahanan warna direndam ke dalam ekstrak zat warna bonggol tanaman pisangdengan penambahan mordan. Aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanamanpisang pada kayu tanpa penambahan mordan diberi kode E (kontrol) dan F (untuk ujiketahanan), serta penambahan mordan diberi kode G (kontrol) dan H (untuk ujiketahanan). Sedangkan aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman pisangpada daun lontar tanpa penambahan mordan diberi kode I (kontrol) dan kode J (untuk ujiketahanan) serta penambahan mordan diberi kode K (kontrol) dan kode L (untuk ujiketahanan).
Warna yang dihasilkan pada kain setelah direndam pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang yakni warna kain menjadi berwarna krem, hal ini berarti zatwarna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kain. Sedangkan denganpenambahan mordan, warna kain dari warna putih menjadi warna coklat muda, hal iniberarti bahwa zat warna dari bonggol tanaman pisang dipengaruhi oleh adanya mordansehingga dapat memberikan perubahan warna pada kain yakni warna krem pada tanpapenambahan mordan menjadi warna coklat muda yang lebih tajam setelah ditambahkanmordan. Setelah dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kain dengan atautanpa mordan diperoleh hasil yaitu pada kain tanpa mordan menjadi lebih pudarwarnanya sedangkan warna yang dihasilkan pada kain dengan mordan memberikan hasilwarna yang tidak pudar. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkanmordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni lebih baik dari padatanpa mordan karena fungsi mordan sebenarnya adalah mempertahankan warna danmenambah kekuatan ikatan antara zat warna dengan serat sehingga menyebabkan zatwarna pada kain tidak mudah luntur (Fitrihana, 2007; Manurung, et al.,2004).
Penerapan zat warna pada kayu setelah kayu direndam pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang menghasilkan warna kayu menjadi coklat, hal ini berarti zatwarna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kayu. Sedangkan denganpenambahan mordan menghasilkan warna kayu menjadi warna coklat tua. Setelahdilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kayu dengan atau tanpa mordandiperoleh hasil yaitu pada kayu tanpa mordan warnanya menjadi lebih pudar danterkelupas, sedangkan warna yang dihasilkan pada kayu dengan mordan memberikanhasil warna coklat muda dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warnayang ditambahkan mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yaknilebih baik dari pada tanpa mordan karena mordan mampu meningkatkan kekuatan ikatanantara zat warna alam dengan serat kayu sehingga zat warna menjadi menyebar secaramerata pada permukaan kayu (Bogoriani, 2011).
Daun lontar yang diwarnai dengan zat warna alam hasil ekstraksi dari bonggoltanaman pisang dikerjakan dengan cara merendam daun lontar pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang. Hasil yang diperoleh untuk perlakuan tanpa penambahanmordan yakni daun lontar terlapisi dengan lapisan berwarna coklat muda, hal ini berartizat warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat daun lontar. Sedangkan denganpenambahan mordan menghasilkan warna daun lontar menjadi warna coklat tua. Setelahdilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing daun lontar dengan atau tanpamordan diperoleh hasil yaitu pada perlakuan tanpa mordan warna lapisan zat warna pada
46
daun lontar menjadi pudar dan terlepas, sedangkan warna yang dihasilkan pada daunlontar dengan penambahan mordan memberikan hasil warna coklat kekuning-kuningandan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan mordanberpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut dan menambah daya tahan antaraksizat warna dengan serat daun lontar (Bogoriani, 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanEkstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang dilakukan menggunakan
metode maserasi, refluks, dan sokletasi dengan empat pelarut ekstraksi (air, etanol,aseton, dan n-heksana) dan diperoleh hasil rendemen terbaik dengan metode maserasidan refluks dengan pengekstraksi air.
Hasil aplikasi ekstrak zat warna alam hasil ektraksi dari bongkol tanaman pisangpada kain, kayu, dan daun lontar menunjukkan bahwa penambahan mordan memberikanwarna yang lebih merata, tajam, dan warnanya lebih kuat menempel pada kain, kayu,maupun daun lontar.
SaranPenelitian ini perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari
senyawa penimbul warna yang terdapat pada zat warna alam dari bongkol tanamanpisang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan TinggiKementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Ketua LembagaPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telahmemberikan dana penelitian BOPTN scheme Unggulan Perguruan Tinggi tahunanggaran 2014 yang merupakan penelitian lanjutan tahap kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Annapurna, S., 2008, Pisang, Pohon Buah Kehidupan,http://pbm−id.com/article.php?m=show&nid= 20080805174025, 11 November2008
Astawan, M., 2008, Pisang Sebagai Buah Kehidupan, http://lovemelz.wordpress.com/2008/10/page/3, 15 Oktober 2008
Astiti Asih, I. A. R. dan Adi Setiawan, I M., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid PadaEkstrak n-Butanol Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), JurnalKimia, 2 (2) : 111-116
Bawa Putra, A. A., Bogoriani, N. W., Diantariani, N. P., dan Utari Sumadewi, N. L.,2014, Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musaparadiasciacaa L.) Dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi, JurnalKimia, 8 (1) : 113-119
Bogoriani, N. W., 2011, Studi Pemanfaatan Campuran zat Warna Alam dan Asam sitratSebagai Mordan Terhadap Kayu Jenis Akasia dengan Metode SimultanMordaning, Jurnal kimia, 5 (1) : 51-56
47
Fitrihana, N., 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar KitaUntuk Pencelupan Bahan Tekstil,http://www.batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/Teknik−Eksplorasi−Zat−Pewarna−Alam−Dari−Tanaman−Di−Sekitar−Kita−Untuk−Pencelupan−Bahan−Tekstil, 2 November 2008
Hagermae, A. E., 2002, Tannin chemistry,http://www.users.muohio.edu/hagermae/tannin.pdf, 11 November 2008
Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, a.b. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua,Penerbit ITB, Bandung
Hidayat, N., 2007, Pengembangan Produk dan Teknologi Proses,http://www.halalguide.info/ content/view/778/, 11 November 2008
Kristianti, A. N., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlnggan University Press, SurabayaMariance Thomas, Manuntun Manurung, dan I. A. R. Astiti Asih, 2013, Pemanfaatan Zat
Warna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) PadaKain Katun, Jurnal Kimia, 7 (2) : 119-126
Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, a.b. Kosasih Padmawinata,Penerit ITB, Bandung
Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, BandungSastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty, YogyakartaSilverstein, R. M., Clayton Bassler, G., and Terence C. Morrill, 1991, Specrometric
Identification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, Inc, New YorkSuarsa, I W., Suarya, P., dan Ika Kurniawati, 2011, Optimasi Jenis Pelarut Dalam
Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cvkepok) dan Batang Pisang Susu (Musa paradiasiaca L. Cv susu), Jurnal Kimia, 5(1) : 72-80
Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Penerbit Bina Aksara, JakartaSumanta, W., 2007, Bonggol Pisang Penyubur Padi, http://www.biovermint.com/index.
php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=2, 11 November 2008