Post on 05-Jan-2016
Laporan KasusSTROKE HEMORRAGIC
Disusun Oleh :
Anisah Noviariyanti 201730008
Dokter Pembimbing :
dr.Wiwin Sundawiyani, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI
RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-
negara berkembang. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan
pembangunannasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di
Indonesia akan cenderungmeningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler
(penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer). Data di Indonesia
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasusstroke baik dalam hal kematian,
kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkanumur adalah: sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5%(umur 65
tahun). Kejadian stroke(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan
kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia
45-64 tahun54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang
usia produktif dan usialanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke
iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor
resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang
tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang
2
dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor
resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.
3
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny W
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jakarta
Tanggal Masuk RS : 5 september 2015
Ruang : Matahari dua
ALLO-ANAMNESIS
Keluhan Utama : penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSIJ Cempaka putih pada tanggal 5 september
2015 dengan kesadaran menurun sejak 8 jam SMRS, keluhan ini dirasakan tiba-
tiba. Menurut keluarga pasien, sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala di
bagian belakang sejak satu hari SMRS, keluhan disertai mual dan muntah.
Keluhan sakit kepala dirasakan semakin hebat, sampai akhirnya pasien tidak
sadarkan diri, bicara pasien menjadi pelo, dan terdapat kelemahan anggota tubuh
sebelah kiri. Saat di tiba di UGD, pasien sempat sadar dan masih kooperatif.
Namun setelah beberapa hari di rawat inap rumah sakit, kesadaran pasien makin
menurun. Hingga saat ini pasien masih belum kooperatif dan tidak dapat diajak
bicara. Pasien menjadi lebih sering tertidur dan tidak peka terhadap lingkungan.
4
Tidak ada demam, batuk, Riwayat trauma dan kejang disangkal. Riwayat batuk
lama disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
Pasien mempunyai riwayat tekanan darah tinggi tidak terkontrol
Riwayat TBC paru tahun 2010. Menurut keluarga pasien pasien telah selesai
mengonsumsi obat selama 6 bulan, namun setelah selesai pengobatan, pasien
tidak control lagi, untuk mengecek keadaan parunya.
Riwayat Diabetes Mellitus (+).
Riwayat penyakit Jantung, Ginjal, kolesterol disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang sama disangkal, riwayat DM disangkal,hipertensi (+).
Riwayat Psikososial : Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alcohol.
STATUS GENERALIS
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen
Tanda Vital
- TD : 170/100mmHg
- Nadi : 88 kali/menit (reguler)
- Respirasi : 20 kali/menit (reguler)
- Suhu : 36,50C
Status Generalis
Kepala : Normochepal, hematoma dibagian belakang kepala (-)
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)..
Hidung : Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)
5
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor
(-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thorax
Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), splenomegali (-), hepatomegaly (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-),sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : somnolen
GCS : E3 M5 V4
Rangsang Meningeal
Tidak dilakukan
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Dextra Sinistra
Daya pembau Sulit dinilai Sulit dinilai
6
N.II (Optikus )
Dextra Sinistra
Tajam Penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengenalan warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi
Tidak dilakukanPapil edema
Arteri:Vena
N.III (Okulomotorius)
Dextra Sinistra
Ptosis - -
Gerakan Bola Mata
Medial
Atas
Bawah
+ +
Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS ±3 mm
Refleks Cahaya
Langsung+ +
Refleks Cahaya
Konsensual+ +
Akomodasi Baik Baik
N.IV (Trokhlearis)
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Medial BawahBaik Baik
N.V (Trigeminus)
7
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
Oftalmikus
Maksilaris
Mandibularis
+
+
+
Refleks kornea +
N.VI (ABDUSENS)
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
N.VII (FASIALIS)
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + +
Kerutan dahi + +
Menutup mata Normal Normal
Menyeringai Normal Tertinggal
N.VIII (Vestibulochoclearis)
Dextra Sinistra
Tes bisik + +
Tes Rinne
Tidak dilakukanTes Weber
Tes Schwabach
N. IX (Glosofaringeus) Dan N. X (Vagus)
Arkus faring Gerakan simetris
8
Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Sulit dinilai
Uvula Letak di tengah
Menelan Normal
Refleks muntah Tidak dilakukan
N. XI (Aksesorius)
Dextra Sinistra
Memalingkan kepala Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi -
Tremor lidah -
Atrofi otot lidah -
Motorik
Kekuatan Otot 5555 0000
5555 2222
Tonus otot : Normal
Atrofi : Tidak ada
Sensorik
Dextra Sinistra
Rasa Raba + +
9
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
+
+
+
+
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas
- Ekstremitas Bawah
Tidak dilakukan
Refleks Fisiologi
Dextra Sinistra
Bisep + +
Trisep + +
Brachioradialis + +
Patella + +
Achilles + +
Reflex Patologis
Dextra Sinistra
Babinski - +
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Hoffman Trommer - -
10
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : hemiparesis sinistra, paralisis nervus VII sentral
dan XII sentral
Diagnosis Etiologi : hipertensi
Diagnosis topis : intraventrikel lateral dan ketiga dextra
Diagnosis Patologis : perdarahan intraventrikel
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
EKG
Foto toraks
CT-Scan Kepala/MRI
11
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Medika mentosa
Oksigen kanul 3 L
IVFD RL 20 tpm
Inj. Manitol
Inj. Ranitidine 1 ampul/24jam IV
Inj vit K 1 x 1
Inj transamin 3 x 1ampul
Inj citicoline 2 x 500 mg
12
Captopril 3 x 25 mg
Farbion 1ampul/24 jam/IV
Non Medika Mentosa
Bed rest
Elevasi kepala 30 derajat
Rehabilitasi medik : fisioterapi
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. anatomi
Lapisan meningeal
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak, terdiri dari tiga
lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dengan tabula
interna atau bagian dalam kranium. Duramater tidak melekat dengan lapisan
dibawahnya (araknoid), terdapat ruang subdural. Arteri-arteri meningea
terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak di ruang
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media). Dibawah duramater
terdapat araknoid yang merupakan lapisan kedua dan tembus pandang.
Lapisan yang ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaput araknoid
dan piameter dalam ruang sub araknoid.
14
Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon
(Satyanegara, 1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus
kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas
adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula
oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan
bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
15
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi.
Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius. Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh
dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke
otak.
b. Nervus optikus. Mensarafi bola mata, membawa rangsangan
penglihatan ke otak.
c. Nervus okulomotoris. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot
pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati
untuk melayani otot siliaris dan otot iris
d. Nervus troklearis. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf
pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak
mata.
e. Nervus trigeminus. Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini
mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga,
saraf ini merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.
16
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen. Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis. Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di
dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis)
untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris. Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar,
membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i. Nervus glosofaringeus. Sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan
cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus. Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung
saraf-saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam
abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius. Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid
dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus. Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya
sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
17
18
Sirkulasi darah otak
Anatomi Pembuluh Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara,
1998).
19
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki
tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula
oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum,
otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-
cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-
venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus
duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena
ekstrakranial.
B. Stroke
I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan
gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam
20
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan
arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau
perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan
arachnoidea
II. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler
III.FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
21
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun.
Setiap penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan
risiko stroke sebesar 11 – 20 %. Orang yang berusia > 65
tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat usia
65 – 45 tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada
orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki
dibanding perempuan.
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada
orang kulit putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada
usia < 65 tahun, meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya
stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke
sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah
kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke
mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke,
namun tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh
22
terhadap terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada
penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena
memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung
dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di
otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner,
kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi
jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami
paling sedikit 1 kali serangan iskemik sesaat (TIA)
seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar
1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke
dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3
akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam
waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi,
dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas meningkatkan
risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan
hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena
serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung
meningkatkan faktor
23
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density
Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah
baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total >
200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke
sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan
pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di
otak dan jantung), sehingga merokok mendorong
terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes
melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah,
dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain – lain.
Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena
stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres
psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi
berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya,
aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi)
dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama
jenis suntikan akan mempermudah terjadinya stroke,
24
akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh darah
otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah
terserang stroke.
IV. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada.
Perdarahan intraserebri ditandai oleh adaya perdarahan ke
dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial
dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di
bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya
usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri
penetrans ini terjadi aneurisma kecil – kecil
(mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut
aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat
sehingga terjadilan perdarahan ke dalam parenkim otak.
Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke
ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan cairan
serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak,
seringkali terjadi saat beraktivitas dan disertai nyeri kepala
berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang
juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
25
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada
laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai
penyebab lemahnya dinding pembuluh darah dan
pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi
usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan
intraserebri adalah amiloid angiopathy. Penyebab lainnya
dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa,
diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin,
alkohol dan tumor otak. Dari hasil anamnesa tidak
dijumpai adanya riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah
ganglia basalis, pons, serebelum dan thalamus. Perdarahan
pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai
kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam
ventrikel lateral lalu menyebar melalui system ventrikuler
ke dalam rongga subarachnoid. Adanya Perluasan
intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada
lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas
dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat
bertahan hidup, adanya darah dan jaringan nekrotik otak
akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah
rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan
pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil
yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran
hematoma. Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-
muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan
menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume
darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong,
26
maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi
berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air
cucian daging (xanthocrome) pada pungsi lumbal dan
adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam
rongga subarachnoid. Onsetnya sangat mendadak dan
disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan
muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi
pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui,
Umumnya akibat rupture aneurisma, kadang-kadang juga
karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus
Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah
segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke
dalam parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit
kepala kronik akibat penekanan aneurisma yang besar
terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma
mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan
penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam
likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada
funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal
dan CT scan menunjukkan adanya darah dalam rongga
subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme dapat
terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya
infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang
kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
27
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70%
dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali
muncul.
Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan
Hess :
Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma
belum ruptur
Derajat 1 : Sakit kepala ringan
Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda
rangsang meningeal dan kemungkinan adanya
defisit saraf kranial
Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan defisit
fokal neurologi ringan
Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai
berat, awal deserebrasi
28
Derajat 5 : Koma dalam, deserebrasi
2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi hemisfer serebri
seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga
timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang.
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini
memberikan tanda dan gejala disfungsi batang otak
termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah,
gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem sensorimotorik
kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga
timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan
lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi
tergantung dari area otak yang terkena dan seberapa luasnya
perdarahan. Stroke hemoragik biasanya menunjukkan gejala
peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan daripada tipe lain
dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia,
afasia, disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat
29
dirasakan oleh penderita sebagai gangguan gerakan tangkas.
Hemiparestesia hampir selamanya dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan
berupa :
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian
dari anggota tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah
hemisfer dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan
berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese
otot otot ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan
(hemiparese atau tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal
(hemianestesia) baik unilateral maupun bilateral
30
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) -
(0,1 X tekanan darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
Scoring :
Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma,
koma = 2
Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1
(Diabetes mellitus, angina, claudicatio intermitten).
Interpretasi hasil score :
> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
31
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan
Klasifikasi berdasarkan aloggaritma gajah mada
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien,
kemudian status neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama
hemiparesis yang jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring
hemiparese yang dinamakan gangguan Upper Motor Neuron (UMN)
ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting
daripada mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke
yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka
dari itu urutan pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut:
32
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks Babinsky
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Refleks Schaefer
Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung
jenis, trombosit, masa perdarahan, masa
pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas
Darah)
Asam Urat
Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku
emas untuk membedakan stroke infark dengan
stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya
secara umum adalah didapatkan gambaran
hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
33
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di
batang otak (sangat sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi
pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada
tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan
ekstra kranial , menentukan ada tidaknya stenosis arteri
karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan
atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian
daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA didapatkan
LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark tidak
didapatkan perdarahan (jernih).
VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan
saturasi oksigen < 95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa
orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan
bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
34
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien
dengan hipoksia ( pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
(hindari cairan hipotonik seperti glukosa)
Optimalisasi tekanan darah
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif,
segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat
kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, dan
keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko
edema serebral
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS
< 9 dan penderita yang mengalami penurunan
kesadaran karena peningkatan TIK
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70
mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan
hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
35
o Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama >
20 menit, diulang setiap 4 – 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsm/L.
Furosemid dengan dosis inisial 1
mg/KgBB IV bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk
mengatasi edema otak dan tingginya TIK pada
stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada
hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan
iskemik serebelar yang menimbulkan efek
masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20
mg dan diikuti oleh fenitoin loading dose 15 – 20
mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit
Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke pendarahan intraserebral, obat
antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1
bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertau demam harus
diberikan obat antipiretik dan diatas penyebabnya
36
Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C
atau > 37.5°C
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan diberikan antibiotik
Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan
terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi,
faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin,
analisa gas darah, dan elektroklit)
Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan
pungsi lumbal untu pemeriksan CSF
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT
scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila
TDS > 200 mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah
diturunkan secara kontinyu dengan pemantauan tekanan
darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai
dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, lakukan
pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinyu atau intermiten
dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa
disertai dengan gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan
darah diturunkan secara hati – hati dengan menggunakan
obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
37
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110
mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150
– 220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga
TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan
tekanan darah pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta
blocker (labetalol dan esmolol), calcium channel blocker
(nikardipin dan diltiazem) intravena digunakan dalam upaya
diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah
harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan
tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko terjadinya
stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah
diturunkan hingga TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS
160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat
dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada
kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru,
gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
38
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi
pengganti faktor koagulasi atau trombosit
Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi
defisiensi faktor pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah
sebagai berikut :
Identifikasi dan atasi nyeri kepala
sedini mungkin
Tidah baring total dengan posisi
kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3
LPM bila perlu
Hati – hati dalam penggunaan sedatif
Usahakan euvolemia dan monitor ketat
sistem kardiopulmoner dan kelainan
neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
Lakukan penatalaksanaan ABC
Perawatan dilakukan di ruang intensif
Lakukan intubasi ETT untuk
mencegah aspirasi dan menjamin jalan
napas yang adekuat.
Hindari pemakaian sedatif
Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
39
o Terapi antifibrinolitik :
Epsilon-aminocaproic acid : loading 4
mg IV, kemudian diikuti dengan infus
kontinu 1 gr/jam atau asam
traneksamat 1 gram IV kemudian
dilanjutkan 1 gr setiap 6 jam sampai
aneurisma tertutup atau biasanya
disarankan selama 72 jam.
Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses
secara reguler
o Analgetik :
Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam
dengan dosis maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin
SC atau IV 5 – 10 mg/4 – 6 jam
Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam
VII. KOMPLIKASI
1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark
maupun karena perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi
secara vasogenik dan sitoksik, pada intra dan extraseluler.
b. Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang
dikelilingi oleh sejumlah besar darah subarachnoid.
Vasospasme ini timbul sebagai akibat langsung dari darah
atau sebagian produk darah, seperti hematin atau produk
40
keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah
arteri. Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran
(misalnya bingung, disorientasi,”drowsiness”) dan defisit
neurologis fokal tergantung pada daerah yang terkena.
Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang dalam
beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
c. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh
darah, merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri
ruang subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan
memasuki foramen Luschka dan Magendie. Dimana pasien
akan mengalami penurunan kesadaran hingga pingsan
sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut
dapat terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh
darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya
didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
d. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat
akibat kelainan osmotik.
2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :
a. Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon
fisiologis terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan
turun kembali setelah fungsi otak membaik kembali.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis
stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung
41
pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia
pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke
hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko
meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
Analisis Kasus
42
1) Mengapa pasien ini didiagnosis stroke iskemik bukan perdarahan epidural,
subdural mapun subarakhnoid?
Stroke adalah sindrome yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak dengan awita akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit
neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma dan infeksi SSP.
Perdaraha yang terdapat pada ruang subarakhnoid, biasanya disertai hilang
kesadaran, nyeri kepala berat dan perubahan status mental yang cepat.
Dalam suber lain menggambarkan tentang manifestasi kliiis pada
perdrahan sub araknoid, adapu gejalanya adalah sebagai berikut :
(a) Sakit kepala tiba tiba dan hebat
(b) Kesadaran terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama
(c) Kaku kuduk disebabkan oleh iritasi meningeal oleh darah
subarakhnoid
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi pada daerah subdural.
Penyebabnya hampir selalu fraaktur tulang temporalis dengan robekan
arteri meningea media.
Gambaran klinisnya antara lain :
(a) Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi
penurunan kesadaran
(b) Dilatasi pupil ipsilateral
(c) Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya
(d) Hemiparesis kontralateral
Perdarahan epidural adalah kumpulan darah yang terletak diantara
duramater dan periosteum.
Gambaran klinisnya antara lain :
(a) Interval lucid
(b) hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil ipsilateral.
Berdasarkan gejala klinis yang dirasakan pasien lebih kearah sroke,
dikarenakan pada pasien ini tidak didapatkan penurunan kesadaran hingga
43
hari ke-2 pasca cidera kepala, tidak disertai nyeri kepala, muntah dan keluar
cairan maupun darah dari hidung dan telinga. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg, pasien memang memiliki riwayat
Hipertensi sudah sejak lama dan tidak terkontrol. Selain itu, usia pasien
merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Tidak terdapat adanya krepitasi
pada seluruh bagian kepala dan wajah. Pada status neurologis, pasien tampak
sakit ringan, kesadaran komposmentis, refleks cahaya (+/+), pupil bulat
isokor ODS 3mm, gerak bola mata kesegara arah, wajah parese N VII kiri
sentral, parese N XII kiri sentral, motorik 0 pada bagian sinistra, atrofi (-)
sensorik baik. Test babinski (+) pada sinistra.
Penilaian berdasarkan skor stroke
Skor Siriraj:
= (2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x headache) + (0,1 x diastole) –
(3 x n ateroma) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3 x 1) – 12
= (0 + 0 + 0 + 9 – 3) – 12
= -6
Derajat kesadaran 0 = composmentis, 1 = somnolen, 2 = sopor
Muntah 0 = tidak ada, 1 = ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada, 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada, 1 = salah satu atau lebih (DM, angina,
penyakit pembuluh darah)
Interpretasi
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor < 1 : infark serebri
2) Apa perbedaan lesi nervus VII sentran dan perifer?
Sentral
44
Pada lesi sentral, otot-otot wajah bagian bawah saja yang mengalami
kelumpuhan sedangkan otot wajah atas tidak lumpuh
Perifer
Pada lesi perifer, baik otot wajah atas maupun bawah mengalami
kelumpuhan
3) Apa perbedaan lesi nervus XII sentral dan perifer?
Sentral
Pada lesi sentral, terdapat kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan
fasikulasi.
Perifer
Pada lesi perifer, terdapat atrofi dan fasikulasi pada lidah.
4) Bagaimana penatalaksanaan pada kasus cidera kepala?
1) Penanganan
1. Cidera kepala ringan
Penangananya mencangkup anamnesa yang berkaitan dengan jenis
dan waktu kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran dan pingsan,
riwayat adanya amnesia serta keluhan-keluhan lain yang berkaitan
dengan peninggian tekanan intrakranial seperti : nyeri kepala,
pusing dan muntah. Amnesia retrograde cenderung merupakan
tertanda ada-tidaknya trauma pada kepala, sedangkan amnesia
antegrade lebih berkonotasi akan berat-ringannya konklusi cedera
kepala yang terjadi. Pemeriksaan fisik disini ditekankan untuk
menyingkirkan adanya gangguan sistemik lainnya, serta
mendeteksi defisit neurologis yang mungkin ada. Kepentingan
pemeriksaan radiologis berupa foto polos kepa dimaksudkan untuk
mengetahui adanya fraktur tengkorak, posisi kelenjar pineal,
pneumosefalus, korpus alinenum dan lainnya, sedangkan foto
servikal atau bagian tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan
45
indikasi. Pemeriksaan CT scan memang secara ideal perlu
dilakukan bagi semua kasus cidera kepala.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cidera kepala ringan
adalah
Amnesia antegrade
Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat moderat
sampai berat
Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
Adanya fraktur tulang tengkorak
Adanya kebocoran likuor serebrospinal
Indkasi sosial (tidak ada keluarga/pndamping dirumah)
Penderita cedera kepala yang tidak mempunya kriteria indikasi
rawat diatas, setelah beberapa saat menjalani pemantauan dirumah
sakit diperkenan kan untuk pulang berobat jala dengan catatan bila
ada gejal-gejala seperti yang ercantum dibawah ini harus segera
kembali kerumah sakit.
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah
Kejang
Salahsatu pupil melebar
Kelumpuhan anggota gera salah satu sisi
Nyeri kepala yang hebat
Kacau/bingung
Gaduh, gelisah
Peubahan denyut nadi dan nafas
Pusing hebat
2. Cedera kepala sedang
46
Penanganan pertama selain mencangkup anamnesis (seperti
diatas) dan pemeriksaan fisik serta foto polos tengkorak, juga
mencangkup pemeriksaan CT-scan. Pada tingkat ini semua kasus
mempunyai indikasi untuk rawat. Selama hari pertama perawatan
dirumahsakit perlu dilakukan pemeriksaan neurologis setiap
setengah jam sekali, sedangkan follow up CT-scan otak pada hari
ketiga atau bila ada perburukan.
3. Cidera kepala berat
Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan pada
penderita kelompok ini karena sedikit keterlambatan akan
mempunyai resiko terbesar berkaitan dengan morbiiditas dan
mortalitas, dimana tindakan “menunggu” disini dapat berakibat
fatal. Penanganan kasus-kasus yang termasuk kelompok ini
mencangkup :
(1) Stabilisasi ABC. Keadaan-keadaan hipoksemia, hipotensi dan
anemia akan cenderung memperhebat peninggian tekanan
intrakranial dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
Semua penderita cidera kepala berat memerlukan tindakan
intubasi pada kesempatan pertama
(2) Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cidera
atau gangguan-gangguan dibagian tubuh lainnya.
(3) Pemeriksaan neurologis mencakup respon mata, motoorik,
verbal, pemeriksaan pupil, pemriksaan rrefleks. Penilaian
neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
mmasih rendah (syok)
(4) Penanganan cidera-cidera dibagian ainnya
(5) Pemberiaan pengobatan , seperti : antiedema cerebro,
antikejang, dan natrium bikarbonat
(6) Tindakan pemeriksaan diagnosis seperti : CT-scan, angiografi
cerebral dan lainnya.
47
5) Bagaimana penatalaksanaan apabila pasien tersebut mengalami stroke
iskemik?
Penatalaksanaan Umum
Nutrisi
Hidrasi intravena
Hiperglikemi : koreksi dengan insulin skala luncur. Bilaa stabil, beri
insulin reguler subkutan
Neuro rehabilitasi dini : stimulasi seceatnya dan fisioterapi gerak anggta
badan aktif maupun pasif
Perawatan kandung kemih : kateter menetap hanya pada keadaan khusu
(kesadaran menuru, demensia dan afasia global)
Penatalaksanaan khusus
Terapi spesifik stroke iskemik akut :
Trombolisis rt-PA intravena/intraarterial pada <3jam setelah awitan
stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90mg). Sebanyak 10% dosis
awal diberikan sebagai bentuk bolus , sisanya dilanjutkan melalui infus
dalam waktu 1 jam.
Antiplatelet : asam salisilat 160-325mg/hari 48 jam setelah awitan stroke
atau clopidogrel 75mg/hari
Obat neuroprotektif
Hipertensi :
pada stroke iskemik akut, tekana darah diurunkan apabila tekanan sistolik
>220 mmHg dan atau tekanan diastolik >120mmHg dengan penurua
maksimal 20% dari tekanan arteri rat-rata awal perhari.
Panduan penurunan tekanan darah tinggi
Bila tekanan darah sistolik >230mmHg atau tekanan diiastolik >140
mmHg berikan nikardipin (5-15mg/jam infus kontinu) atau nimodipin
(60mg/4 jam PO)
48
Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekan diastolik 105-140 mmHg
atau tekanan darah arteri ratarata 130 mmHg pada dua kali pengukuran
tekanan darah dengan selang 20 menit atau pada keadaan gawat darurat
dapat diberikan:
(a) Labetalol
(b) Nirkadipin
(c) Diltiazem
(d) Nimodipin
Trombosis vena dalam :
Heparin 5000unit/12 jam selama 5-10 hari
Low molecular weight heparin (enoksaparin/nadroparin) 2x0,3-0,4 IU SC
abdomen.
49