Post on 06-Feb-2018
NASKAH PUBLIKASI
KONSEP DIRI REMAJA PUNK
Oleh:
ULFA AMALIA
Rr. INDAHRIA SULISTYARINI, S.PSI., PSI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
NASKAH PUBLIKASI
KONSEP DIRI REMAJA PUNK
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Rr. INDAHRIA SULISTYARINI, S.PSI., PSI)
KONSEP DIRI REMAJA PUNK
Ulfa Amalia Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi,. Psi
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Konsep diri remaja punk. Masa remaja merupakan masa transisi, keadaan emosi remaja belumlah stabil. Idealnya seorang remaja dapat menjaga sikap dan berperilaku sesuai nilai moral yang ada di masyarakat, karena bagaimanapun remaja adalah generasi penerus bangsa. Namun saat ini, problem sosial yang sering muncul adalah remaja lebih senang berkelompok atau membentuk peers group, dimana rasa solidaritas remaja dituntut di dalam kelompok tersebut. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri atau konsep dirinya. Saat ini di Yogyakarta bermunculan anak muda yang tergabung dalam suatu kelompok yang mereka namakan dengan kelompok Punk dengan gaya yang khas dengan rambutnya yang Mohawk, atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge, tindik (percing) di hidung, bibir, telinga, alis, dan tato. Mereka berkumpul dengan teman-teman sesama punk hingga larut malam bahkan sampai pagi hari, sekedar bermain gitar, merokok, minum-minuman keras, ngamen, mereka tidak mengetahui apakah yang mereka lakukan sesuai dengan pribadinya, yang mereka inginkan adalah menjadi punkers seumur hidupnya. Lalu bagaimanakah konsep diri remaja punk ini?
Subjek penelitian ini adalah remaja punk yang memiliki karakteristik yaitu berusia antara 13-19 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berasal dan tinggal didaerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Subyek penelitian berjumlah 5 orang, dan 5 Informan Penelitian, yang merupakan orang-orang yang dekat dan mengenal baik subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan Metode Fenomenologis dengan metode pengambilan data adalah wawancara mendalam. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan penandaan/pengkodean (coding). Dari hasil wawancara didapatkan gambaran mengenai konsep diri remaja punk, dimana konsep diri mereka dipengaruhi dari dalam maupun lingkungan luar dirinya Dalam penelitian ini juga diketahui latar belakang dan dampak yang ditimbulkan dengan menjadi remaja punk, serta nilai-nilai positif yang dimiliki remaja punk. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini.
Kata kunci: Konsep Diri, Remaja Punk
Pengantar
Latar Belakang Masalah
Yogi, remaja berusia 15 tahun yang telah cukup lama bergabung
dalam komunitas punk. Ia merupakan seorang pelajar disalah satu
sekolah menengah pertama di Yogyakarta. Selain sekolah, Yogi sering
menghabiskan waktu berkumpul besama teman-teman punknya, sekolah
baginya hanya formalitas saja untuk memenuhi kewajibannya sebagai
anak yang harus patuh pada keinginan orang tuanya. Ia mengaku tidak
menyukai belajar, “melihat buku saja aku ngantuk” ungkapnya. Yogi
adalah anak tunggal, ayah dan ibunya telah bercerai semasa Yogi
masih duduk dibangku sekolah dasar. Kondisi seperti itu membuat Yogi
shock (kaget), yang dipahami Yogi hingga saat ini adalah ayahnya
meninggalkan begitu saja dirinya dan ibunya, suasana keluarga
harmonis (ada ayah dan ibu bersama-sama) yang dulu pernah
dirasakan Yogi tidak lagi ia dapatkan, Yogi menganggap selama ini saat
ayahnya datang hanya sekedar untuk memberi uang pada ibunya, itupun
jarang sekali, hingga Yogi merasa prihatin, kasihan dengan beban berat
yang dipikul ibunya sebagai satu-satunya sumber ekonomi keluarga,
ibunya mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci dari rumah kerumah,
walaupun dibawah terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan
niat ibunya untuk tetep bekerja sebagai buruh cuci.
Kondisi keluarga yang tidak nyaman ini, akhirnya membuat Yogi
mulai mencari-cari hal lain diluar rumah. Sudah cukup lama dia
mengenal dengan komunitas punk, namun pada awalnya ia mengaku
tidak tertarik dengan punk karena pakaian atau gaya dandanan
kelompok punk yang menurutnya kumal, dan aneh, tapi hal lain ternyata
didapatkan Yogi pada kelompok punk ini yaitu kebersamaan juga
kebebasan yang selama ini memang dicari Yogi, karena ia merasa tidak
nyaman dengan kondisi dirumah yang akhirnya membuat yogi
bergabung dengan komunitas punk, meskipun kebersamaan ataupun
kebebasan yang dianut kelompok ini cenderung pada hal-hal yang
negatif seperti minum-minuman keras yang mereka anggap sebagai
cara untuk menunjukkan rasa saling bersama, tidak ada perbedaan
diantara mereka, ngamen untuk membeli rokok atau makanan dan
atribut-atribut khas punk. Selain itu kelompok anak-anak punk ini sering
berkumpul atau nongkrong pada malam hari untuk sekedar ngobrol,
gitar-gitaran, saat malam minggupun mereka sering tidur dipingir
jalan. Semua hal itu mereka anggap sebagai suatu hal yang sangat
penting, mereka tidak peduli dengan pendapat atau pandangan orang
lain atas semua perilaku mereka, akibatnya sekolah terabaikan,
hubungan dengan orang tua renggang, hal itulah yang dialami Yogi.
Semenjak Yogi menjadi punk, Yogi jarang dirumah dan sering pulang
malam, ia tidak mau mendengarkan apapun yang dikatakan ibunya,
hanya sikap pasrah saja yang ditunjukkan ibunya mengahadapi Yogi
yang memiliki sifat keras kepala. Yogi mengaku merasa lebih nyaman
berada bersama teman-teman punknya daripada dirumah, ia merasa
teman-temannya lebih mengerti dirinya, ia ingin bebas tanpa aturan
dari siapapun. (Wawancara, 05 Juni 2008).
Kasus diatas menggambarkan realitas remaja saat ini, Kehidupan yang
semakin modern membawa remaja turut larut di dalamnya. Masa remaja merupakan
masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja
merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan yang
dialaminya. Masa-masa pencarian jati diri yang kerap ditunjukkan dengan melakukan
perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi terhadap sesuatu sehingga
menimbulkan perilaku-perilaku unik sekaligus aneh pada diri kaum remaja. Masa
remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan individu yang terentang sejak
anak masih dalam kandungan sampai dengan meninggal. Masa remaja memiliki ciri
yang berbeda dengan masa sebelum atau sesudahnya, sehingga masa remaja menjadi
menarik untuk dibicarakan. Usia masa remaja dimulai pada usia 11 tahun sampai
dengan 18 tahun (Zulkifli, 2001). Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa
dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa)
mempunyai banyak aspek efektif, termasuk juga perubahan intelektual yang khas dari
cara berfikir remaja yang memungkinkannya untuk mencapai integritas dalam
hubungan sosial orang dewasa (Santrock, 2003).
Masa remaja merupakan masa transisi, keadaan emosi remaja belumlah stabil
sehingga hendaknya sebagai remaja harus mampu mengembangkan kemampuan diri
semaksimal mungkin dan memperbanyak pengalaman serta melakukan kegiatan-
kegiatan yang bersifat positif. untuk menemukan bakat yang dimilikinya. Idealnya
seorang remaja dapat menjaga sikap dan berperilaku sesuai nilai moral yang ada di
masyarakat, karena bagaimanapun remaja adalah generasi penerus bangsa. Namun
saat ini, problem sosial yang sering muncul adalah remaja lebih senang berkelompok
atau membentuk peers group, dimana rasa solidaritas remaja dituntut di dalam
kelompok tersebut. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh
terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri atau konsep dirinya. Konsep
diri remaja terbentuk berdasarkan informasi tentang dirinya yang mereka peroleh dari
orang tua, saudara, teman dan lingkungan sekitarnya.
Konsep diri adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana
penerimaannya terhadap diri sendiri, sebagaimana yang dirasakan, diyakini dan
dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal dan sosial
(Partosuwido, dkk, 1985) Sedangkan Centi (1993) menyatakan bahwa konsep diri
adalah suatu yang ada pada diri seseorang, berupa pandangan yang berasal dari dalam
diri orang yang bersangkutan. Konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri
yang berisikan bagaimana individu memandang dirinya sendiri sebagai pribadi,
bagaimana individu merasa tentang dirinya dan bagaimana individu menginginkan
dirinya menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Kelompok teman sebaya
mulai memerankan peran dominan, menggantikan orang tua sebagai orang yang turut
berpengaruh pada pembentukan konsep diri remaja. Remaja cenderung merasa ingin
untuk diperhatikan dengan cara menonjolkan diri dan menaruh perhatian kepada
orang lain. Remaja juga sering menerima aturan dan berusaha untuk menentang demi
urusan pribadinya. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja
bersikap dan berperilaku. Pengaruh teman sebaya cenderung pada hal-hal yang
berhubungan dengan gaya berpakaian, musik dan sebagainya
Berdasarkan pengamatan peneliti, akhir-akhir ini di Yogyakarta bermunculan
anak muda yang tergabung dalam suatu kelompok yang mereka namakan dengan
kelompok Punk atau disebut dengan Punkers. Secara umum masyarakat dapat
mengenali remaja dengan gaya punk yang ada di kehidupan sehari-hari, karena
gayanya sangat khas. Mulai dari rambut bergaya Mohawk warna-warni, baju robek-
robek penuh badge (lencana), jaket penuh dengan spike (gelang berbahan kulit dan
besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) kaos bergambar grup band punk,
celana panjang maupun pendek ketat yang kumal penuh dengan badge, peniti, sabuk
rantai, sepatu boat, dan berbagai asesoris yang dikenakannya. Gaya anak punk ini
sering ditemui di malam hari, dandanan rambut mereka yang bergaya punk, tindik
(percing) di hidung, bibir, telinga dan di alis, tato yang ada ditangan, leher, dan kaki.
Mereka menggunakan pakaian kaos warna hitam dan menggunakan celana jeans belel
dengan model pensil dan kentat serta menggunakan sepatu sneakers, namun
pandangan negatif masih menyertai setiap kehadiran anak punk, tampilan anak-anak
punk yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis,
semau sendiri, brutal, dan bikin onar, seperti yang telah disebutkan dalam Batam Pos
9 Januari 2008 (http://batampos.co.id/Geng-Punk-Keroyok-Porter.html), telah
terjadinya penganiayaan tak terkendali yang dilakukan beberapa remaja punk yang
sudah dipengaruhi minuman keras disebabkan karena kelompok remaja punk merasa
tersinggung karena salah satu anggotanya dilecehkan, mereka mengaku penganiayaan
tersebut dilakukan sebagai bukti solidaritas dan kekompakan mereka, Mereka rela
menjaga rasa solid diantara mereka walaupun melanggar hukum.
Punk pada mulanya merupakan aliran musik dengan dandanan yang khas
yang banyak menghinggapi anak muda, namun lambat laun punk berubah menjadi
satu bagian gaya hidup remaja, dimana kenyataannya remaja punk cenderung lebih
sering dijalanan, berkumpul dengan teman-teman sesama punk hingga larut malam
bahkan sampai pagi hari, sekedar bermain gitar, merokok, minum-minuman keras
dan lainnya, padahal remaja punk mayoritas adalah anak-anak sekolah yang
seharusnya mereka lebih dapat memanfaatkan waktu mereka dengan mengisi
kegiatan positif dan memiliki tujuan yang jelas. Selain itu, tak lupa juga setiap kali
berkumpul, mereka mengenakan pakaian dengan aksesoris lengkap khas gaya punk,
dengan rambut gaya Mohawk warna warni, jaket penuh dengan spike, celana ketat,
tindik ditelinga, hidung, alis serta menggunakan atribut rantai, membuat mereka
semakin terkesan garang dan anarkis.
Berdasarkan hasil wawancara awal yaitu pada 10 Maret 2008 terhadap
punkers (sejumlah remaja bergaya ala punk), bahwa awal tertarik dengan punk karena
ajakan teman dan beberapa diantaranya karena keinginan sendiri, Mulanya mereka
merupakan anggota geng tapi karena sering terjadinya tawuran, ricuh, saingan antar
geng, mereka lebih tertarik bergabung dalam komunitas punkers, karena walaupun
dandanan mereka yang sanggar dan kumal tapi menurut pandangan mereka punk itu
damai, bersaudara, saling membantu, tidak ada permusuhan, solid itulah yang mereka
sebut dengan “Jiwa Punkers”. Mayoritas anggota punk adalah remaja sekolah,
beberapa diantaranya drop out sekolah dan juga anak jalanan. Saat ini di Yogyakarta,
banyak sekali terdapat komunitas punk dan masing-masing punk memiliki daerah
pangkalan atau basecamp. Mayoritas pangkalan mereka terletak tak jauh dari rumah
pribadinya, mereka sering pulang malam, minum-minuman keras, merokok,
berkumpul dipinggir jalan dan sebagainya. Rata-rata anak punk berasal dari keluarga
ekonomi menengah kebawah, mereka justru merasa nyaman bergabung dengan
orang-orang yang berasal dari kalangan yang sama dengan mereka, karena menurut
mereka kadang anak yang berasal dari keluarga mampu yang kemudian bergabung
dengan punk hanya sekedar ingin bergaya tapi tidak memiliki “Jiwa Punkers” (berani,
solid, kebersamaan, percaya diri, mandiri).
Punk, menurut mereka adalah kebebasan dan kebersamaan, bebas dan
bersama-sama dalam segala hal,. Mereka menjadi punkers dengan alasan karena ingin
mendapatkan pengalaman, pergaulan luas, memiliki banyak teman bukan hanya dari
daerah yogyakarta tapi juga dari luar kota. Hal lain yang menarik dari punk adalah
gaya dandanan mereka yang nyentrik, terkesan amburadul, kumal, baju penuh dengan
besi-besi, rantai, celana ketat, sepatu boat. Mereka kadangkala membuat sendiri
kostum punk dengan modal bahan bekas jaket lalu dipasang dengan aksesoris ala
punk seperti besi-besi atau rantai, ataupun membeli atribut punk dari uang hasil
ngamen, maka tak heran jika kadang masyarakat melihat anak punk dengan
dandanannya yang terkesan anarkis itu akan merasa takut, dan menghindar. Kostum
yang mereka pakai itu mereka anggap sebagai identitas, mereka ingin menunjukkan
bahwa dirinya sebagai remaja punk,. mereka tidak perduli bagaimana anggapan
masyarakat terhadap penampilannya, mereka rela tubuh mereka ditato, di pasang
dengan percing, rambut Mohawk warna warni. Setiap malam mereka nongkrong atau
kumpul-kumpul, merokok, minum-minuman keras, ngamen, mereka tidak
mengetahui apakah yang mereka lakukan sesuai dengan pribadinya, yang mereka
inginkan adalah menjadi punkers seumur hidupnya. Lalu bagaimanakah para remaja
punk ini memandang, menilai dirinya sendiri baik secara fisik, sosial, moral maupun
psikis.
Metode Penelitian
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja punk yang memiliki karakteristik
yaitu berusia antara 13-19 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berasal dan tinggal
didaerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Subjek penelitian berjumlah 5 orang remaja
punk, dan 5 Informan Penelitian, yang merupakan orang-orang yang dekat dan
mengenal baik subjek penelitian.
Metode Pengmpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode wawancara mendalam. Wawancara merupakan salah satu metode penting
dalam Psikologi. Definisi wawancara menurut Stewart & Cash (2000) adalah suatu
proses interaksi komunikasi antara dua pihak (manusia), sekurang-kurangnya ada satu
orang yang mengatur terlebih dahulu dengan memiliki tujuan dan biasanya
melibatkan dalam menjawab pertanyaan. Tujuan utama dari wawancara sendiri untuk
menggali informasi agar memperoleh data-data yang dibutuhkan dari narasumber
yang bersangkutan. Wawancara mendalam yaitu proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa
menggunakan interview guide.
Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep
diri remaja punk. Konsep diri adalah gambaran individu mengenai dirinya, baik
secarafisik, sosial, psikologis, dan moral yang dibentuk berdasarkan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan, dimana konsep dirinya dapat mempengaruhi sikap,
perilaku dan pikiran individu. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan
terbuka tentang hal-hal yang diungkap dalam wawancara mendalam untuk menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang bermanfaat untuk menjadi
dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh dan mendalam. Interview guide
dalam penelitian ini didasarkan atas berbagai aspek-aspek konsep diri sebagai
referensi pertanyaan, yaitu aspek dari Berzonsky.
Metode analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif.
Menurut Strauss & Corbin (2003) setelah proses pengumpulan data dengan
menggunakan metode wawancara selanjutnya melanjutkan dengan proses analisis
data. Analisis dan interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan temuan atau teori.
Proses ini disebut penandaan/pengkodean (coding). Menurut Strauss & Corbin
(Poerwandari,2005) dapat dilakukan melalui langkah-langkah :
a. Open Coding (koding terbuka)
Pada koding-koding ini memungkinkan mengidentifikasi kategori-kategori,
property-properti dan dimensi-dimensinya.
b. Axial Coding (koding aksial)
Pada tahap koding aksial mengorganisasikan data dengan cara baru melalui
dikembangkan hubungan-hubungan (koneksi) diantara ketegori-kategori, atau
diantara subkategori-subkategori dibawahnya. Subkategori-subkategori
dikaitkan dengan kategori diatasnya melalui set hubungahubungan
c. Selective Coding (koding selektif)
Peneliti menyeleksi kategori yang paling mendasar, secara sistematis
menghubungkannya dengan kategori-kategori lain dan memvalidasi hubungan
tersebut.
Setelah melakukan koding, tahap selanjutnya adalah analisis tematik, yaitu
proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau
indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya dengan tema. Tema merupakan
gambaran atau deskripsi mengenai fenomena yang terjadi.
Hasil penelitian
Pada penelitian ini mendapatkan gambaran mengenai konsep diri remaja punk
yaitu Pertama, aspek fisik, remaja punk bangga dan percaya diri dengan gaya rambut
mohawk, merasa lebih menjiwai punk dengan memakai tindik di tubuhnya. Kedua,
Aspek sosial yaitu respon negatif orang tua terhadap remaja punk, pandangan
negatif masyarakat pada remaja punk, dengan adanya pandangan tersebut, remaja
punk justru menunjukkan sikap tidak perduli (cuek) dengan semua respon negatif dari
lingkungan sosial. Selain itu secara sosial mereka berasal dari keluarga dengan
ekonomi menengah kebawah dan salah seorang responden menyatakan bahwa
perilaku dirinya selama menjadi remaja punk karena meniru perilaku dari lingkungan
sosialnya yaitu adanya perilaku imitatif. Ketiga, Aspek moral yaitu Mengartikan
kebebasan dan kebersamaan punk dalam hal negatif dengan bebas dan bersama-sama
juga dalam melakukan hal-hal yang negatif seperti minum-minum, ngrokok, mencuri,
nyantop dan remaja punk memiliki tingkat religiusitas rendah, mereka jarang atau
bahkan tidak pernah melakukan kewajibannya sebagai umat beragama islam.
Keempat, Aspek psikis yaitu remaja punk merasa sedih, tidak mendapatkan kasih
saying setelah orang tua bercerai, keinginan untuk mendapatkan kebebasan karena
dirumah sering diatur, merasa tidak nyaman dengan sikap keluarga.
Pada penelitian ini diperoleh juga dampak yang dialami remaja punk, yaitu
adanya konflik dengan keluarga, sering bolos sekolah, menurunnya nilai sekolah, dan
sering pulang malam. Selain itu juga remaja punk memilki nilai-nilai positif yaitu,
keberanian, rasa percaya diri yang tinggi, selalu menjaga kebersamaan, solidaritas,
dan kemandirian.
Pembahasan
Masa remaja merupakan periode perkembangan yang paling optimal
dibanding periode kehidupan lainnya, remaja lebih banyak mempunyai energi untuk
melakukan banyak hal dan mengembangkan potensi kemampuan yang dimilikinya,
namun disamping itu ternyata remaja juga mengalami banyak godaan maupun
gejolak dalam diri mereka baik dari internal maupun eksternal, karena hal inilah
maka dunia remaja selalu menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini peneliti
berusaha mengungkap bagaimana konsep diri remaja punk, dimana komunitas punk
ini mayoritas dianut oleh remaja dan berbeda dengan komunitas remaja yang lain,
karena memiliki ciri khas sendiri dari dandanannya juga perilakunya.
Penelitian ini menggunakan lima responden dan lima informan penelitian
yang merupakan orang yang kenal dekat dengan responden yaitu orang tua. Dari hasil
penelitian ini bahwa konsep diri remaja punk dapat digambarkan berdasarkan dari
penilaian yang telah diberikan responden yaitu pertama secara fisik remaja punk ini
bangga dan percaya diri dengan gaya rambut mohawk, penuh dengan warna-warni,
memakai keling-keling, juga bertindik ditubuhnya agar lebih menjiwai sebagai
seorang punkers. Adanya rasa bangga pada style punk ini membuat mereka semakin
menunjukkan eksistensi diri mereka, ada perasaan ingin tampil beda, dengan
penilaian secara fisik seperti itu membuat remaja punk ini semakin ingin mendalami
punk dan mengukuhkan identitas diri sebagai remaja punk.. Rini (Murmanto, 2007)
mengemukakan bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa
pertumbuhan seseorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman
dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep
diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan
informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Berdasarkan hasil riset yang
dilakukan oleh peneliti diperoleh bahwa remaja punk menerima respon negatif dari
orang tuanya yang menolak dengan punk, hingga remaja punk ini diusir dari rumah,
dirobek-robek pakaian punk, dan dipukul tetapi orang tua pun tetap pada prinsipnya
bahwa apa yang dilakukan remaja punk adalah negatif. Begitu juga dengan
lingkungan sosial yang lain seperti masyarakat, guru yang juga memandang remaja
punk dengan pandangan negatif karena pakaiannya yang kumal, kotor, nyentrik
dengan berbagai aksesorisnya, kumpul-kumpul dijalanan, ngamen.
Mulyana (2000) mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh
keluarga, dan orang-orang dekat lain disekitarnya. Respon negatif yang diberikan
orang tua juga lingkungan ini tentu besar pengaruhnya bagi perkembangan konsep
diri remaja punk, ketika pandangan negatif yang diberikan pada diri mereka, mereka
juga akan mengembangkan konsep diri negatif sesuai dengan pandangan tersebut,
dimana remaja menilai dirinya berdasarkan apa yang dialaminya dan apa yang
diperolehnya. Seperti contohnya, jika seorang anak selalu dikatakan ”kamu itu
bodoh”, maka yang akan muncul dan terkonsep dalam dirinya adalah aku bodoh dan
menjadi rendah diri. Selain itu, remaja punk ini mengungkapkan bahwa justru mereka
menunjukkan sikap “cuek” atau tidak perduli dengan semua anggapan negatif yang
diterimanya, prinsip yang dipegang adalah “kamu..kamu… aku..aku”, yang berarti
bahwa prinsip tersebut menunjukkan cara yang diambil remaja punk atas anggapan
negatif pada diri mereka, mereka berpandangan atau menilai apa yang mereka
lakukan selama ini benar, tentunya dengan begitu remaja ini akan semakin berontak.
Secara sosial, hal lain yang dialami remaja punk ini adalah mereka merupakan
anak-anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah kebawah,
baik itu orang tuanya bekerja sebagai satpam, buruh cuci, pegawai hotel, kerja
serabutan. Keadaan ekonomi yang kurang itu membuat remaja punk ini berontak
dirinya untuk dapat mandiri, memiliki uang sendiri, salah satunya dengan cara
ngamen, dimana mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik seperti
dikemukakan oleh Frey & Carlock (1984) yang berpendapat bahwa setiap orang
berharap untuk menjadi lebih baik. Keinginan untuk mendapatkan hal yang lebih baik
ini membuat remaja punk melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang
mereka inginkan, mereka ngamen dijalanan hingga malam hari, atau memberhentikan
dengan paksa mobil bak yang dilewat dijalan kemudian mereka naik dimobil bak itu
dan minta diantarkan ketempat tujuan mereka, bahkan ada diantara mereka yang
mencuri rokok dikios, nyantop atau nodong demi mendapatkan apa yang mereka
inginkan.
Myers (1983), memandang bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang
timbul akibat pengaruh lingkungannya. Senada dengan pendapat diatas, bahwa pada
perilaku remaja punk ini dipengaruhi oleh lingkungan, salah satunya yaitu adanya
proses imitasi yang dilakukan remaja punk. Proses imitasi adalah anak meniru apa
yang dilakukan orang tuanya (Subandi, 1995). Responden Mk mengungkapkan, saat
dirinya masih kecil sering melihat lingkungan sekitarnya yang negatif, pemabuk,
merokok, sehingga karena seringnya menyaksikan kondisi lingkungan seperti itu
yang kemudian ditiru dirinya dan telah menjadi kebiasaan baginya, karena hal inilah
juga yang melatar belakangi remaja punk ini berperilaku negatif.
Punk sangat identik dengan kebersamaan yang kuat dan menginginkan
kebebasan, mereka saling membantu antar teman, mengumpulkan uang kas dari hasil
ngamen untuk menolong temannya yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah,
disisi lain mereka tidak mau diatur, mereka ingin bebas dengan hidupnya dijalanan
bersama teman-teman punk, namun yang terjadi pada remaja punk ini adalah mereka
mengartikan kebersamaan dan kebebasan dalam hal-hal negatif, seperti minum-
minuman keras, yang menurut mereka itu adalah salah satu cara agar mereka menjadi
akrab, tidak saling takut antar punk, mereka minum-minuman keraspun dengan
takaran yang sama yaitu yang diukur dengan menggunakan botol minuman bekas
kemudian diputerin atau dibagi bersama-sama, mereka yang awalnya tidak menyukai
minuman keras, akhirnya terbiasa minum-minuman keras. Teman-teman memiliki
pengaruh pada pola kepribadian remaja, karena konsep diri remaja merupakan
cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan dirinya
berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh
kelompok. Setiap orang cenderung untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri
masing-masing. Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005), mengemukakan bahwa konsep
diri merupakan pandangan individu mengenai dirinya yang diperolehnya dari
pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Konsep diri dapat berupa konsep diri
positif atau negatif. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang mulia, tetapi tidak
dapat dipungkiri manusia dapat tergoda dengan pengaruh lingkungan, hanya
keimanan akan membimbing untuk membentuk konsep diri yang positif, dan konsep
diri yang positif akan melahirkan perilaku yang positif juga, begitu juga sebaliknya
jika keimanan itupun sudah tidak ada atau memudar dari diri seseorang, maka dirinya
akan mudah goyah dan terbentuk konsep diri negatif yang akan tercermin dari
perilakunya. Hasil riset ini bahwa remaja punk menyatakan dirinya tidak pernah
melaksanakan kewajiban agama, jarang sholat, hanya sholat idhul fitri dan idhul
adha, puasa gendhang saat ramadhan (awal dan akhir bulan), merasa berdosa tetapi
menganggap bahwa dosa itu merupakan urusan belakangan, bagi mereka yang
terpenting saat ini adalah punk.
Segala persoalan orang tua itu akan mempengaruhi jiwa anak-anak, dan akan
ikut membentuk konsep diri mereka. Remaja yang dibesarkan dalam lingkungan
sosial keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam
keluarga sehat/harmonis (Retnowati, 2008 ). Pada remaja punk ini dapat diketahui
bahwa ada diantara mereka yang berasal dari keluarga broken home, perbedaan
kondisi keluarga yang dialaminya membuat dirinya memilih untuk keluar dari rumah
dan bergabung dengan teman-temannya sesama punk. dirinya merasakan kesedihan
tidak mendapatkan kasih sayang, merasa kasihan pada ibunya yang membesarkan
dirinya seorang diri tanpa ayahnya, mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci dan ia
mengatakan “kasihan… sebenarnya, ayahku ga’ tahu pergi kemana!!”. Perasaan
seperti ini membuat remaja ini berontak dan ingin keluar dari kondisi yang tidak
menyenangkan bagi dirinya dan memilih lingkungan yang ada diluar yaitu punk ini
yang membuat dirinya merasa nyaman, dan menganggap semua hal yang ada dalam
punk adalah baik. Penilaian itulah yang akhirnya membuat dirinya tidak dapat lagi
terhindar dari pengaruh negatif seperti minum-minuman keras, dijalanan hingga larut
malam dan hal ini juga yang melatar belakangi remaja ini menjadi punkers.
Selain itu hubungan dalam keluarga yang tidak nyaman merupakan bahaya
psikologis remaja karena pada saat itulah remaja sangat tidak percaya pada diri
sendiri dan memilih begabung dengan komunitas diluar untuk memperoleh rasa
aman. Seperti halnya yang terjadi pada remaja punk ini, hubungan remaja dalam
keluarga dapat mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah, saat
dirumah merasa tidak nyaman atau suka karena sering diatur, dimarahi orang tua, dan
juga dipukul, karena itu dengan adanya perlakuan atau sikap orang tua maupun
anggota keluarga lain, remaja punk ini kemudian mencari rasa nyaman diluar rumah,
karena tidak mendapatkan kenyamananan dalam kondisi keluarga yang sehat.
Kondisi keluarga yang sehat menurut Dodson (Furhman, 1990) yaitu keluarga yang
memberikan tempat bagi setiap individu, menghargai perubahan yang terjadi akibat
perkembangan kedewasaan dan mengajarkan kemampuan berinteraksi kepada
anggota keluarga.
Pada penelitian ini, terungkap beberapa dampak yang dialami remaja punk
yang tergambarkan dari konsep diri mereka, yaitu Pertama, konflik dengan keluarga,
dimana karena keyakinan terhadap dirinya yang keliru membuat remaja punk ini
berusaha melawan siapapun termasuk juga dengan keluarganya, yang tidak menyukai
apa yang dilakukannya akan dapat menimbulkan gejolak dihati remaja ini untuk
mempertahankan apa yang menjadi kepercayaannya. Kedua, sering bolos sekolah,
mayoritas remaja punk merupakan remaja sekolah juga, sekolah hanya menjadi
kewajiban saja yang harus dijalankan pada orang tua, ditambah lagi ketika dirinya
telah tercebur dalam komunitas atau kelompok yang kemudian menjadi tolak ukur
bagi remaja ini. Bolos menurut mereka untuk pengalaman, bagaimana rasanya bolos
dengan teman, hingga yang terjadi justru sampai berbulan-bulan bolos sekolah.
Ketiga, yaitu menurunnya nilai sekolah, hal ini tentunya terjadi jika minat belajar
remaja ini sudah hilang dan lebih mementingkan berkumpul bersama teman-teman,
nongkrong dan seterusnya. Keempat, yaitu remaja punk sering pulang malam.
Aktivitas punk sering dilakukan pada malam hari, atau biasanya mereka ngamen
kemudian malamnya kumpul bersama teman-teman ditempat tongkrongan, nonton
band lengkap dengan atribut punknya.
Selain sisi negatif dari remaja punk, mereka juga memiliki nilai-nilai positif
yang selama ini terabaikan dan tidak dinilai orang lain karena sering hanya dipandang
dari perilaku negatif mereka saja, tetapi ternyata dibalik itu semua mereka memiliki
nilai-nilai positif yaitu Pertama, keberanian. Kehidupan sehari-hari mereka dijalanan
yang penuh dengan tantangan, menghadapi berbagai karakter orang lain, yang
menunjukkan bahwa remaja punk ini memiliki keberanian untuk bertahan dan mampu
menghadapi itu semua, karena belum tentu semua orang mampu menjalani kehidupan
seperti mereka. Kedua, percaya diri yang tinggi. Remaja Punk mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dengan semua hal yang mereka miliki, baik dari
dandanan mereka, latar belakang keluarga, dan sebagainya, meskipun dandanan
mereka sering dipandang kumuh, kumal, kotor, aneh dan mereka berasal dari
keluarga menengah kebawah, namun itu semua tidak membuat mereka rendah diri.
Ketiga, selalu menjaga kebersamaan sesama punk. Kebersamaan adalah hal
terpenting dari diri mereka, karena itu mereka selalu menjaga rasa kebersamaan dan
setiap ada konflik akan diselesaikan secara bersama-sama. Keempat, Solidaritas.
Mereka selalu membantu temannya yang sedang mengalami masalah atau kesulitan
dan Kelima, yaitu Kemandirian. Remaja punk memiliki motivasi untuk melakukan
dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari hasil jerih payah mereka sendiri,
meskipun dengan cara ngamen diberbagai tempat atau hal lainnya, namun prinsip
mereka adalah mereka tidak ingin menyusahkan orang lain terutama orang tua untuk
memenuhi keinginan mereka.
Kesimpulan
Konsep diri secara umum adalah keyakinan, pandangan atau penilaian
seseorang terhadap dirinya. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan berkaitan
dengan konsep diri remaja punk, yaitu:
Konsep diri remaja punk dipengaruhi dari dalam maupun lingkungan luar
dirinya, dalam hal ini ada empat aspek diantaranya yaitu pertama, aspek fisik dimana
remaja punk merasa bangga dan percaya diri dengan dandanan gaya Mohawk punk,
merasa lebih menjiwai punk dengan memakai tindik ditubuhnya, sehingga hal ini
mereka terlihat selalu ingin menonjol dengan penampilannya. kedua, aspek sosial
dimana orang tua maupun masyarakat memberikan pandangan negatif pada anak
punk dan merekapun menunjukkan sikap tidak perduli (cuek). Selain itu juga kondisi
ekonomi remaja punk yang menengah kebawah membuat dirinya merasa harus
mandiri dengan cara apapun termasuk ngamen ataupun nyantop dan mereka semakin
solid karena merasa memiliki kesamaan nasib. Perilaku negatif yang dilakukan
remaja punk merupakan perilaku imitatif (meniru) dari lingkungan sosialnya Ketiga,
aspek moral yang berarti bahwa kebebasan dan kebersamaan yang dianut diartikan
dalam hal-hal negatif, seperti minum-minum, merokok dan seterusnya. Kemudian
rendahnya tingkat religiusitas, sehingga membuat remaja inipun tidak mempunyai
benteng diri agar terhindar dari godaan negatif. Keempat, aspek psikis dimana remaja
punk ada yang berasal dari keluarga broken home, dan dirinya tidak siap menerima
perubahan yang terjadi dalam keluarganya dan memilih untuk keluar. Selain itu juga
munculnya keinginan untuk mendapatkan kebebasan dan ada rasa ketidaknyamanan
dengan kondisi dirumah karena sikap dan perlakuan keluarga, sehingga anak mencari
kondisi yang nyaman diluar. Beberapa hal ini juga yang melatar belakangi remaja ini
merasa lebih nyaman dan menjadi seorang punkers.
Pada penelitian ini diperoleh juga dampak yang dialami remaja punk, yaitu
adanya konflik dengan keluarga, sering bolos sekolah, menurunnya nilai sekolah, dan
sering pulang malam. Namun dari berbagai hal yang dialami remaja punk ini, ada
beberapa nilai-nilai positif yang mereka miliki, tetapi terabaikan karena sering sekali
hanya dipandang ataupun dinilai sisi perilaku negatif yang mereka tunjukkan,
diantaranya yaitu Pertama, mereka memiliki keberanian, dimana remaja punk ini
berani untuk memilih hidup dijalan, menghadapi semua tantangn hidup dijalanan
yang sangat keras, karena tidak semua orang memiliki keberanian yang dimiliki
remaja punk ini. Kedua, Percaya diri yang tinggi, Gaya dandanan punk yang khas
membuat mereka semakin percaya diri, dengan punk remaja ini tidak malu untuk
tampil atau menunjukkan apa adanya diri mereka didepan umum. Ketiga, Selalu
menjaga kebersamaan sesama punk, mereka selalu menjaga rasa kebersamaan
diantara mereka dan menghindari konflik. Keempat, Solidaritas, mereka selalu
membantu teman mereka yang mengalami kesusahan dan rela memeberikan apa yang
mereka miliki. Kelima, Kemandirian, dimana mereka selalu ingin mendapatkan
sesuatu yang diinginkannya dari hasil kerja keras mereka sendiri dan tidak
merepotkan orang lain.
Saran
1. Saran untuk responden
Saran untuk responden dalam penelitian ini adalah untuk dapat memfilter atau
menyaring segala hal yang diterimanya, tidak secara langsung mengikutinya tanpa
tahu apa akibat yang ditimbulkan bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Responden dalam penelitian ini dalam usia remaja yang merupakan masa yang labil,
hendaknya mereka dapat mengenali dirinya dan potensi yang dimiliki dengan
memanfaatkan waktu yang mereka miliki dengan aktivitas-aktivitas yang lebih positif
sehingga dapat mengarahkan mereka pada tujuan hidup dan masa depan yang cerah.
2. Saran Bagi orang tua.
Saran bagi orang tua yang merupakan informan penelitian pada penelitian ini,
diharapkan orang tua memahami apa yang dialami anaknya bukan dari sudut pandang
diri sendiri sebagai orang tua, tapi memahaminya secara menyeluruh sehingga anak
tidak merasa dikekang, tertekan dengan sikap orang tua dan hendaknya orang tua
dapat mengenali pribadi anaknya juga lingkungan bergaulnya. Selain itu pentingnya
untuk menjalin komunikasi dua arah, bukan satu arah yaitu hanya dari pihak orang
tua saja, tetapi juga dari pihak anak, dengan begitu anak merasa dihargai, menjadi
terbuka, dan terjalin hubungan yang dekat antara orang tua dengan anak.
3. Saran untuk peneliti selanjutnya
Penelitian ini lebih fokus pada konsep diri remaja punk dengan menggali data
dari beberapa aspek konsep diri, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk lebih
menggali hal menarik lainnya dan diharapkan Peneliti selanjutnya untuk dapat
melakukan intervensi berupa pembinaan bagi remaja dalam komunitasnya, sehingga
komunitas yang ada dilingkungan remaja bukan digunakan untuk ajang berkumpul-
kumpul, minum-minuman keras atau lainnya, tetapi dapat disi dengan kegiatan yang
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, A. 2003. Punk sebagai Fenomena Pop Culture di Yogyakarta. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan.Pendekatan Ekologi Kaitannya
dengan Konsep diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.
Al-Hajir, M, dkk .2002. Konsep Diri Etnis Dayak yang Beragama Islam. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://209.85.175.104/search?q=cache:B5jIq8wptkJ:eprints.ums.ac.id/651/1/3KONSEP_DIRI_ETNIS_DAYAK_YANG_BERAGAMA_ISLAM.doc+Konsep+Diri+Etnis+Dayak+yang+Beragama+Islam&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id.
Ali, M, dkk. 2006. Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: P.T.Bumi Aksara.
AlMighwar, M. 2006. Psikologi Remaja.Petunjuk bagi Guru dan Orang tua. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Berzonsky, M.D. 1981. Adolescent Development. New York: McMillan Publishing
Co.Inc Brake, Nicki. 2006. Physical self concept and gender differences in children,
adolescent, and young adult. http://www.aare.edu.au/06pap/bra06511.pdf. Burns, R.B. 1979. The Self Concept:Theory, Measurement, Development and
Behaviour. New York: Logman Inc. Centi, J Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri?. Yogyakarta: Kanisius. Colhoun F. J. & Acocella J. R. 1978. Psychology of Adjusment and Human
Relationship. Random House Inc. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Furhman, B.S. 1990. Adolescence,adolescent. London: Foresman and company. Frey, D & Carlock, C.J. 1984. Enhancing self Esteem.Muncie: Accelerated
development,Ins.
Hederson, et.al. 2006. Family fuctioning, self concept and severity of adolescent
externalizing problems. Journal. http://www.acf.hhs.gov/programs/opre/strengthen/marr_employ/reports/economic_frmwk/economic_framework.pdf
Helmi, A.F. 1999. Gaya Kelekatan dan Konsep Diri.
http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/gayakelekatan_avin.pdf
Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan.Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV.Mandar Maju.
Mulyana, D. 2000. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murmanto, D. M. 2007. Pembentukan Konsep Diri Siswa Melalui Pembelajaran
Partisipatif. Jakarta : Jurnal Pendidikan Penabur no 08/th VI/Juni. Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Myers, E.G. 1983. Social Psychology. Tokyo: McGraw Hill. O’Hara, C. 1999. The Philosophy of Punk:More Than Noise!.AK Press: San
Fransisco. Oktaviana, R. 2004. Hubungan antara Penerimaan Diri terhadap Ciri-ciri
Perkembangan Sekunder dengan Konsep Diri pada Remaja Puteri SLTPN 10 Yogyakarta. http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_rina.pdf
Partosuwido, S.R., Nuryoto, S & Irfan, S. 1985. Peranan Konsep Diri dan
Perkembangan Psikososial Anak Remaja yang kurang Berprestasi di Yogyakarta.Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Partosuwido, S.R. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan
Konsep diri Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana.Universitas Gajah Mada.
Poerwandari, E,K. 2005. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Purwanti . 2000. Konsep Diri Perempuan Marginal. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana.Universitas Gajah Mada. Rahmat, J. 2005. Psikologi Komunikasi. edisi revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Retnowati, S. 2008. Remaja dan Permasalahannya. http://sofia-psy.staff.ugm.ac.id/h-17/remaja-dan-permasalahannya.html
Santrock, J. W. 2003.Adolescence, Perkembangan Remaja.Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Secord, P.F. & Backman, C.W. 1974. Social Psychology(2nded). Tokyo: McGraw- Hill,koghakusha Ltd.
Shavelson, B.J & Roger, B. 1982. Self Concept: The Interplay of Theory ang methods. Journal of educational psychology.
Strauss, A & Corbin J. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Terjemahan:
Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Stuart, G. W. & Sundeen, S. 1991. Principles and Practice of Psychiatric Nursin.
Fourth Edition. Mosby-Year-Book, Inc. Subandi. 1995. Perkembangan Kehidupan Beragama. Buletin Psikologi. Tahun III,
no 1 Agustus 1995. Diterbitkan: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Walgito, B. 2003. Psikologi sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta:Andi. Zulkifli. L, Drs. 2001. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
______ 2004. Geng Punk Keroyok.. http://batampos.co.id/Geng-Punk-Keroyok-Porter.html.
Identitas Peneliti :
Nama : Ulfa Amalia
Alamat : Jl. Wali Songo Rt : 01 Rw : 01 72 Ngabar Siman
Ponorogo Jawa Timur 63471
Email : ulfaamalia@yahoo.co.in
No. Telp : (0352) 311778/ 081 328 501 336