KONFLIK SUMBER DAYA ALAM_tugas pak arya

Post on 01-Jul-2015

230 views 2 download

Transcript of KONFLIK SUMBER DAYA ALAM_tugas pak arya

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011

KONFLIK SUMBER DAYA ALAM

DI BOLAPAPU-SULAWESI TENGAH DAN BENGKALIS-RIAU

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah sebagai pusat pemerintahan kecamatan seiring dengan perkembangan zaman, saat ini memiliki dua pemimpin lokal yang berasal dari Golongan Tua dan Golongan Pemuda. Masyarakat Adat (MA) Bolapapu yang bertempat tinggal di dalam hutan Lore Lindu memiliki kearifan tradisional dalam mengelola dan memanfaatkan hutannya. Pada sisi lain hutan tersebut pada tahun 1978 ditetapkan menjadi Taman Nasional (TNLL) sebagai aplikasi dari peraturan pemerintah. Posisi Bolapapu yang dihimpit oleh TNLL di sebelah timur dan penghijauan di sebelah barat membatasi MA untuk memperluas wilayahnya, sementara itu kebutuhan akan lahan seiring dengan populasi yang bertambah juga meningkat.

Kabupaten Bengkalis-Riau memiliki potensi sumberdaya pesisir yang belum dikelola secara optimal, seiring dengan ditetapkannya UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, membuat Pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut. Kebijakan tersebut antara lain berupa penetapan tiga jalur penangkapan ikan dan pemberian izin menangkap ikan menggunakan Jaring Batu, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi sebesar 15.000 ton per tahun. Penetapan kebijakan tersebut berpengaruh terhadap dua komunitas nelayan yang bertempat tinggal di sekitar wilayah Bengkalis, antara lain Komunitas Nelayan Parit III dan Komunitas Nelayan Melati.

Perumusan Masalah

MA Bolapapu merasa memiliki hak menggunakan lahan yang termasuk dalam wilayah TNLL, sehingga MA seringkali dengan sengaja merambah lahan di TNLL dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Sementara itu Golongan Pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi, menilai bahwa masalah sebenarnya adalah bagaimana caranya mempertahankan hutan agar tetap lestari guna memenuhi kebutuhan MA. Berdasarkan itu maka Golongan Pemuda berinisiatif untuk merevitalisasi pengetahuan lokal terkait pengelolaan dan pemanfaatan hutan.

Adapun revitalisasi tersebut ditempuh dengan cara meninjau ulang hukum adat yang berlaku sekaligus mengadaptasikannya kedalam sistem pemerintahan lokal. Akan tetapi hal ini ditentang oleh Golongan Tua karena berdasarkan adat istiadat, hanya Maradika dan Totua Ngata yang memiliki wewenang untuk meninjau ulang hukum adat. Berdasarkan itu maka aksi reformasi Golongan Pemuda tersebut, oleh Golongan Tua dianggap sebagai tindakan menyimpang yang menyalahi adat istiadat setempat.

Komunitas Nelayan Parit III di wilayah Bengkalis merupakan komunitas nelayan tradisional yang menangkap ikan di wilayah Jalur I, yaitu wilayah penangkapan ikan yang hanya menggunakan alat tangkap konvensional seperti rawai atau jaring tanpa modifikasi. Komunitas Nelayan Melati merupakan komunitas nelayan modern yang menangkap ikan di wilayah Jalur II dan III, yaitu wilayah penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap yang dimodifikasi seperti Jaring Batu. Komunitas nelayan tradisional senantiasa menjaga kelestarian laut menggunakan cara-cara yang ramah lingkungan saat berinteraksi dengan sumberdaya pesisir.

Sedangkan komunitas nelayan tradisional hanya mengembangkan interaksi sosial antar nelayan dan tidak memiliki aturan-aturan yang berhubungan dengan alam, sehingga

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011

terbilang lebih komersil dibanding komunitas nelayan tradisional karena memiliki orientasi ekonomi. Oleh karena itu seringkali ditemukan salah seorang warga Komunitas Nelayan Melati tengah menangkap ikan di luar wilayah jalur yang ditetapkan, yaitu di wilayah Jalur I sebagai wilayah penangkapan ikan Komunitas Nelayan Parit III. Hal tersebut kemudian menimbulkan respon keras dari komunitas nelayan tradisional, selain karena telah menyalahi aturan, secara tidak langsung juga merugikan Komunitas Nelayan Parit III.

Berdasarkan kedua contoh kasus yang dijabarkan sebelumnya, maka terdapat beberapa permasalahan penting untuk ditelaah lebih lanjut, antara lain :

1. Ada berapa konflik yang terjadi pada masing-masing contoh kasus ?2. Siapa sajakah yang berperan dalam konflik di kedua contoh kasus tersebut ?3. Tipe konflik apa yang terjadi pada kedua contoh kasus tersebut ?4. Seberapa dalamkah konflik di kedua contoh kasus tersebut berlangsung ?5. Apa akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik ?

Tujuan

Berangkat dari pertanyaan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membandingkan konflik kepentingan terkait Sumber Daya Alam (SDA) pada dua wilayah yang berbeda di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih individu yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher dalam Shaliza, 2004). Pandangan lain disampaikan Kriesberg dalam Shaliza (2004), yang beranggapan bahwa konflik sosial dapat terjadi ketika dua atau lebih individu atau kelompok memperlihatkan keyakinan bahwa mereka mempunyai tujuan yang tidak harmonis. Lebih lanjut Dharmawan dalam Sardi (2010) menyatakan bahwa konflik sosial dapat berlangsung pada aras antar ruang kekuasaan, yang terdiri dari tiga ruang yaitu : Ruang Kekuasaan Negara, Masyarakat Sipil atau Kolektivitas-Sosial, dan Sektor Swasta.

Dinamika konflik sosial antar-ruang kekuasaan akan beerlangsung makin kompleks, manakala unsur-unsur pembentuk sebuah ruang kekuasaan tidak merepresentasikan struktur sosial dengan atribut atau identitas sosial yang homogen. Di ruang kekuasaan negara, termuat sejumlah konflik sosial internal baik yang bersifat laten (terselubung atau terpendam) maupun manifest (terbuka atau berwujud nyata). Fisher dalam Shaliza (2004), menyatakan bahwa konflik dapat terjadi dikarenakakan beberapa hal, antara lain :

1. Polarisasi, ketidak percayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat -Teori Hubungan Masyarakat-

2. Terdapat posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik -Teori Negosiasi Konflik-

3. Adanya usaha untuk menghalang-halangi pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik kebutuhan fisik, mental, dan sosial –Teori Kebutuhan Manusia-

4. Terancamnya identitas yang sering berakar pada hilangnya sesuatu hal atau karena penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan –Teori Identitas-

5. Ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda –Teori Kesalahpahaman antar Budaya-

6. Masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi –Teori Transformasi Konflik-

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011

Konflik dapat berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda (Fisher dalam Idris, 2010). Tahap-tahap ini penting sekali diketahui dan dapat diperoleh berdasarkan pada lima tahap analisis dasar, antara lain :

1. Pra KonflikPeriode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran antara dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik tersembunyi, juga terdapat ketegangan hubungan dan keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain.

2. KonfrontasiKonflik semakin terbuka dan terdapat perilaku konfrontatif seperti pertikaian dan kekerasan pada tingkat rendah, bahkan masing-masing pihak mungkin akan mengumpulkan sumberdaya, kekuatan, atau sekutu guna meningkatkan konfrontasi.

3. KrisisMerupakan puncak konflik yaitu ketika ketegangan atau kekerasan terjadi paling hebat dan menelan korban.

4. AkibatApapun keadaannya pada periode ini tingkat ketegangan, konfrontasi, dan kekerasan agak menurun disertai dengan kemungkinan adanya penyelesaian.

5. Pasca KonflikSituasi terselesaikan, ketegangan berkurang, dan hubungan antar kedua pihak menjadi lebih normal, namun jika isu-isu dan masalah yang timbul tidak diatasi tahap ini akan kembali menjadi situasi Pra Konflik.

PEMBAHASAN

Tabel 1. Matriks Perbandingan Konflik pada Contoh Kasus

KeteranganKASUS 1 KASUS 2

Konflik 1 Konflik 2 Konflik 1 Konflik 2

Aktor-AktorPengelola

TNLL MA

Golongan Pemuda

Golongan Tua

Komunitas Nelayan Parit III

Komunitas Nelayan Melati

Komunitas Nelayan Parit III dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laksana Samudera

Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) dan Kepolisian Kabupaten Bengkalis

Tipe Konflik

Laten Terbuka Terbuka Terbuka

Kedalaman Konflik

Provokasi/Pra Konflik

Ketegangan/Konfrontasi

Clash terbuka/Pasca Konflik

Ketegangan/Konfrontasi

Akar Konflik

Klaim penguasaan SDA/Teori Kebutuhan Manusia

Politik/Teori Identitas

Klaim penguasaan SDA/Teori Identitas

Ekonomi-Politik/Teori Transformasi Konflik

Berdasarkan tabel di atas, terlihat jelas bahwa pada masing-masing contoh kasus terjadi dua konflik, dimana munculnya konflik kedua merupakan lanjutan dari konflik pertama yang tidak terselesaikan dengan baik. Kasus 1 merupakan contoh konflik yang terjadi di Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah, sedang kasus 2 merupakan contoh konflik yang terjadi di Kabupaten Bengkalis-Riau. Adapun penjelasan konflik pada kedua kasus secara jelas adalah sebagai berikut :

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011

KASUS 1 : Konflik Kepentingan di Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah

Terdapat dua jenis konflik yang muncul di Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah, antara lain : Konflik 1 yang bersifat laten atau tersembunyi dan Konflik 2 yang bersifat terbuka atau manifest. Konflik 1 muncul dikarenakan adanya tindakan provokatif MA terhadap pengelola TNLL, yaitu dengan melakukan perluasan lahan di dalam kawasan TNLL dengan alasan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan sumber pendapatan ekonomi mereka. Tindakan provokatif MA yang melanggar aturan TNLL lama-kelamaan tidak ditanggapi oleh pihak pengelola, sehingga terlihat jelas bahwa masing-masing pihak satu sama lain saling menghindari kontak fisik secara langsung tanpa melakukan penyelesaian akhir.

Akibatnya melahirkan konflik baru (Konflik 2) antara Golongan Pemuda dengan Golongan Tua, dimana Golongan Pemuda memiliki misi untuk merevitalisasi pengetahuan lokal terkait pengelolaan dan pemanfaatan hutan namun dianggap sebelah mata oleh Golongan Tua.. Bahkan kemenangan mereka dalam pemilihan Kepala Daerah tidak dapat merubah penolakan sebagian Golongan Tua, karena selain secara adat Golongan Pemuda tidak memiliki status sosial penting Golongan Tua memiliki kepentingan tersendiri, dimana mereka tidak ingin kehilangan status quonya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka jelas terlihat bahwa Konflik 2 sifatnya lebih terbuka dibanding Konflik 1, dimana didalamnya telah terjadi konfrontasi yang secara tidak langsung menjadikan mereka saling memperebutkan identitas di dalam MA.

KASUS 2 : Konflik Kepentingan di Kabupaten Bengkalis-Riau

Pada Kasus 2 juga terdapat dua jenis konflik yang sama-sama bersifat terbuka namun memiliki perbedaan pada kedalamannya, dimana Konflik 1 sudah berada pada tahap Pasca Konflik sedang Konflik 2 baru masuk pada tahap konfrontasi sebagai akibat dari belum baiknya penyelesaian Konflik 1. Konflik 1 muncul akibat dari tindakan provokatif Komunitas Nelayan Melati, yang dengan sengaja memasuki wilayah penangkapan ikan yang bukan jalurnya, yaitu Jalur 1 yang merupakan jalur penangkapan ikan untuk Komunitas Nelayan Parit III. Tindakan provokatif yang dilakukan secara terus menerus oleh Nelayan Melati secara langsung memancing emosi Nelayan Parit III, hingga pada puncaknya terjadilah bentrok fisik yang menelan korban luka dari masing-masing pihak dan menyebabkan terjadinya saling sandera selama beberapa hari.

Usaha mediasi yang dilakukan DPK dan Kepolisian Kabupaten Bengkalis bukan merupakan solusi yang efektif karena setahun kemudian konflik yang sama kembali terjadi, sehingga lama kelamaan timbulah rasa curiga pada Nelayan Parit III bahwa pihak DPK dan kepolisian setempat memberi perhatian khusus terhadap Nelayan Melati. Akibatnya muncullah Konflik 2 antara Komunitas Nelayan Parit III dengan pihak DKP dan Kepolisian Kabupaten Bengkalis, dimana Komunitas Nelayan Parit III bersama LSM Laksana Samudera melakukan konfrontasi berupa aksi demo di depan gedung DPRD Kabupaten Bengkalis untuk melarang penggunaan Jaring Batu sebagai alat tangkap ikan. Pihak DPK tidak dapat berbuat banyak karena selain telah mendapat izin dari Pemerintah Provinsi, DPK sendiri juga saat itu tengah memenuhi target produksi pada sektor perikanan. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa strategi pemerintah setempat dalam pembangunan berpusat pada produksi bukan pada rakyat, yang berarti kepentingan produksi perikanan lebih utama bagi pemerintah dibanding kepentingan rakyat.

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011

Alternatif Solusi

KASUS 1 : Konflik Kepentingan di Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah

o Pengelola harus melibatkan MA dalam perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan SDA dalam hutan, dalam rangka pemberdayaan masyarakat seperti yang tertulis dalam UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

o Diharapkan dengan adanya keterlibatan masyarakat tersebut akan memberikan pengertian kepada masyarakat terkait TNLL dan peraturan-peraturannya, sehingga pemanfaatan yang dilakukan MA dapat berjalan secara lestari dan berkelanjutan.

o Pemerintah turut serta dalam mediasi antara kedua golongan yang ada didalam masyarakat, agar kearifan tradisional (hukum adat) dan peraturan pemerintah (hukum positif) dapat berjalan secara bersamaan

KASUS 2 : Konflik Kepentingan di Kabupaten Bengkalis-Riau

o Membentuk tim pengawasan di lapangan sebagai suatu bentuk penegasan batas antar jalur, untuk menjaga agar setiap nelayan berada pada jalur penangkapan yang benar sesuai peraturan berlaku

o Menindak tegas setiap nelayan yang melanggar batas jalur penangkapan dan pemberian sangsi oleh Pemerintah Pusat kepada pihak berwenang yang lalai dalam tugasnya

o Pemerintah Provinsi harus senantiasa memikirkan kesejahteraan masyarakat lokal selain menetapkan target produksi untuk kepentingan perekonomian wilayah, dengan melakukan pemberdayaan pada masyarakat lokal yang diharapkan nantinya akan meningkatkan perekonomian wilayah secara tidak langsung

KESIMPULAN

Perbedaan konflik antara kedua daerah yang menjadi contoh kasus dalam makalah ini terletak pada tipe dan kedalaman konfliknya. Pada Desa Bolapapu-Sulawesi Tengah karena Konflik 2 sifatnya lebih terbuka dan berada pada tahap konfrontasi, maka konflik yang dominan adalah konflik kepentingan antara Golongan Pemuda dan Golongan Tua (Konflik 2). Sementara itu pada Kabupaten Bengkalis-Riau, walau kedua konflik yang ada di sana sama-sama bersifat terbuka namun salah satu konflik telah mencapai tahap Pasca Konflik yang tidak terselesaikan secara baik, sehingga munculah konflik baru dan menjadi konflik yang dominan pada daerah tersebut yaitu konflik kepentingan antara Komunitas Nelayan Parit III dengan pihak DPK dan kepolisian setempat (Konflik 2).

DAFTAR PUSTAKA

Hunowu, Momy A. 2004. Forest Resource Management : Battlefield of Local Knowledges among Local Leaders (A Case Study of Local Leadership in Kulawi Community of Bolapapu, Central Sulawesi). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.

Sardi, Idris. 2010. Konflik Sosial dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan (Studi Kasusdi Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.

Shaliza, Fara. 2004. Dinamika Konflik Antar Komunitas dan Transformasi Modal Sosial (Studi Kasus Konflik antara Komunitas Nelayan Parit III dan Melati di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.

Tugas m.k. Dasar Dasar Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganProgram Studi Pengelolaan SDA dan LingkunganSekolah Pasca Sarjana-Institut Pertanian Bogor

Nama : Andini Tribuana T. Hari : Jumat

NIM : P 052100111 Tanggal : 28 Januari 2011