Post on 29-Jan-2016
Case Report Session
KISTA ENDOMETRIOSIS
DISUSUN OLEH:
Hadya Goerga
Shabrina Izzati 1010313101
PEMBIMBING:
Dr. Zeino
ILMU PENYAKIT OBSTETRY DAN GYNECOLOGY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR AHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia
reproduksi.1 Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan
keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.2
Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu
endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan
endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan
menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas.1
Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung
atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini
bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis
dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organ-organ di rongga
pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodul-nodul. Endometriosis
bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan
membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista endometriosis atau kista
coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah berwarna
merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa
tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di
sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang
ditimbulkannya.1
2
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-
60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan
dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih
besar untuk berkembang menjadi endometriosis.3 Endometriosis menyebabkan nyeri
panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%,
angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-
1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki
angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%.2
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak
memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum
terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat
dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan
tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi
dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan
yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang tidak
mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis
sudah berhasil diobati atau tidak.2
Berikut ini akan disampaikan kasus seorang pasien yang datang ke Poliklinik
Ginekologi RSUD Ahmad Mochtar dengan keluhan benjolan di perut bawah disertai
keluhan tambahan berupa nyeri haid yang hebat. Pasien ini didiagnosis sebagai kista
endometriosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
serta diperkuat oleh temuan operasi laparatomi yang dilakukan pada pasien ini.
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar-
kelenjar dan stroma.4 Kista endometriosis adalah suatu jenis kista yang berasal dari
jaringan endometrium. Ukuran kista bisa bervariasi antara 0.4-4 inchi. Jika kista
mengalami ruptur, isi dari kista akan mengisi ovarium dan rongga pelvis.5
Gambar 1. Kista endometriosis
3.2 Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini
didasari atas 3 asumsi:
4
1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke
peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.6,7
Teori diatas berdasarkan penemuan:
1. Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid,
ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90% wanita
dengan tuba falopii paten.
2. Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan
peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat
melekat serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum.
3. Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan
mulerian daripada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat
saluran keluar dari darah haid.
4. Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus
haid yang pendek atau menoragia.6,7
2. Teori metaplasia soelomik
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam
sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan
pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti
5
infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan
endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja,
pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak
biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan,
kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor
vaskular dan limfatik dari sel endometrium.6,7
3. Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang
hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi,
dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan
pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.5
4. Teori genetik dan imun
Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang
mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya
berat, wanita lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari
lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan
lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas.6,7
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu
dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar
genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan
matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan
endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada
awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan
6
abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada
wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar
biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap
didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi
invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari
permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.6,7
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang
menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif.
Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang
tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag
mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran
mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk
membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai
macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-
fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang
lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya
meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis,
makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga
penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang
merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi
pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam
proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat
pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.6,7
7
5. Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen
telah diimplikasikan daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang
merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol.
Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium,
sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.6,7 Lihat gambar 2.
Gambar 2. Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan
kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan
kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu
perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga
dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat
prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma
8
yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara
lokal. 6,7 Lihat gambar 3.
Gambar 3. Sintesis estrogen pada susukan endometriosis
Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid
dehidrogenase (17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi
estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi
estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2
dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar
endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara
normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak
merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor
progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B,
keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan
endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.6,7
3.3 Klasifikasi
9
Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi
dan tipe lesi, yaitu:8
1. Peritoneal endometriosis
Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga
menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan
timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan
fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal
dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan
ditemukan debris glandular.
2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)
Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks
ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan
endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak
seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista.
3. Deep Nodular Endometriosis
Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum
rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan ligamentum
utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis
di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai
nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis yangberhubungan dengan endomeriosis
nodular dalam.
10
Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan
endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah
sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini
menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan
adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk
mengklasifikasikan stadium:9
- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)
- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)
Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS
Per
iton
eum
Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm
Permukaan 1 2 4
Dalam 2 4 6
Ova
rium
Kanan Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Kiri Permukaan 1 2 4
Dalam 4 16 20
Perlekatan kavum Douglasi Sebagian Komplit
4 40
Ova
rium
Perlekatan <1/3 1/3-2/3 >2/3
Tipis 1 2 4
11
Kanan Tebal 4 8 16
Kiri Kiri
Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Tub
a
Kanan Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Kir Kiri
Tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk
mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap
endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10
Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning,
hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi
Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan
coklat.
Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar
belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah
dan gelap dengan latar belakang putih.
Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama.
12
Gambar 4. Adhesi akibat endometriosis
3.4 Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah teori
dari Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir
kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa
dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel
endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.
4
Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi
karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan
hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasia dari sel-sel
epitel itu sehingga terbentuk jaringan endometrium. 4
Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat
menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat
menghilangkan endometriosis. Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH,
LH dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan bahwa pertumbuhan
endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen dalam tubuh. Pendapat ini mulai
diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan Jacoeb menemukan kadar E2 yang
13
cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb pada tahun 1990 pun
menemukan kadar E2 serum pada setiap kelompok derajat endometriosis hampir
semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada beratnya derajat
endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan endometriosis bergantung
pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat hubungan bermakna antara
beratnya derajat endometriosis dengan kadar E2 di lain pihak, apabila kadar E2 dalam
tubuh maka senyawa ini akan diubah kembali menjadi androgen melalui proses
aromatisasi. Akibatnya, kadar testosterone pun akan meninggi. Tetapi kenyataannya
pada penelitian ini, kadar T tidak berubah secara bermakna menurut beratnya
penyakit. 11
Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun.
Teori imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang
membungkus peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang sama,
oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah diketahui
bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula diduga khas
untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses proliferasi sel yang bersifat
destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125. Banyak yang
berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun karena memiliki
kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat familiar, menimbulkan
gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal.11
3.5 Patologi
14
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering
terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista
biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar
sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan
antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat
kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum
karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada
endometriosis biasanya normal.4
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis
yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru
berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin.
Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan
normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di
dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari
pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah
secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan
perlekatan.4
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis.
Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi
sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan
endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan
semu (pseudopregnancy).4
15
3.6 Gejala Klinis
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:1,4
Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi
mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang
endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak selalu
didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas sebaliknya
kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat
dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore primer terjadi selama
tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat dengan usia saat
melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan dengan
endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan semakin
meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda peringatan
akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan
endometriosis tidak terlalu merasakannya.
Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh karena
adanya endometriosis di kavum Douglasi.
Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding
rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar
tersebut.
Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan pada
ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.
16
Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena fibrosis
dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita dengan
endometriosis menderita infertilitas.
3.7 Diagnosis
Tidak ada pemeiksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis.
Dalam kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis
adalah dengan melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan. Pemeriksaan
ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis endometriosis.12
Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis
dan adanya penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik. Melalui
pemeriksaan rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di dalam
rectum) akan teraba nodul (jaringan endometrium) di belakang uterus dan di
sepanjang ligamentum yang menyerang dinding pelvis. Suatu saat bisa saja nodul
tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak
nyaman.13
3.8 Penatalaksanaan
17
Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan.
Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau
memperbaiki fertilitas.6,13,14
Endometriosis dan subfertilitas
o Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan
transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan
subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam
menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan
motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase
dipercaya dapat meningkatkan kadar prostaglandin E melalui
peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan
subfertilitas melalui peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel
ampulla sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.
o Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang
tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang
sampai berat harus dioperasi.
o Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi
intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian
case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis.
Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan kejadian
kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
18
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).
Terapi interval
o Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan
pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi
berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol
sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan
mengatasi fertilitas subsekuen.
o Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga
dapat meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.
Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak
ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau
pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus.
Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational,
dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam
mengurangi nyeri dan durasinya.
o Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
o Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi
endometrium.
Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.
Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
19
The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna
dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.
o Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak
berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH
menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis.
o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating
hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah
steroidogenesis di korpus luteum.
Terapi Bedah
Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi
reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi
dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium
diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi,
perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika
memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14
Pembedahan konservatif
o Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan
perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala
nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah
metode pilihan untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa
dilakukan dengan dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan,
20
angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi
bipolar atau laser efktif dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista
endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi
laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase.
Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak
berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
o Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka
kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis.
o Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel
saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian
distalnya diligasi.
o Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi
gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.
o Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant
postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada
fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal
ini.
Pembedahan semikonservatif
o Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak
dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan
merasa terganggu oleh gejala-gejala endometriosis. Pembedahan yang
dimaksud adalah histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis
21
pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan
ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang
dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki
risiko enam kali lipat lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan
dengan wanita yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi.
o Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki
efek dalam mereduksi gejala.
Pembedahan radikal
o Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari
endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan
mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam
rongga pelvis.
o Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian
yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus
dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid
anterior.
22
Gambar 5. Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis
3.9 Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat
menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis
jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum Douglasi
dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri
dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat
menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium. Sedangkan
endometriosis yang berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma.4
3.10 Prognosis
Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan
histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis
23
setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun. Ablasi
komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90%
kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah metode yang baik untuk
menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. 8
Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan
tingkat berat ringannya penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki
peluang untuk hamil sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang
berat keberhasilannya hanya 35%.8
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Nn.R
Umur : 23 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Alamat : Kompleks RSAM, Bukittinggi
No.MR :125066
24
Pasien dirawat di RS Dr.Achmad Mochtar tanggal 19-8-20015 di bagian
ginekologi, dengan :
Anamnesa (24-9-15)
Keluhan Utama :
Benjolan pada perut bawah sisi kiri sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Benjolan di perut bawah sisi kiri sejak lebih kurang 1 tahun yang lalu , sebesar
kepalan tangan, konsistensi kistik,permukaan rata, tidak mudah digerakkan,
tidak nyeri, semakin lama dirasakan semakin membesar.
Nyeri perut saat menstruasi dirasakan pasien sejak ± 10 tahun yang lalu, nyeri
mengganggu aktifitas, semakin lama semakin bertambah.
Menstruasi tidak teratur, menstruasi berlangsung ±7 hari, sehari mengganti
pembalut ±3x. Menstruasi pertama kali usia 13 tahun.
Keputihan tidak ada
Keluar darah dari kemaluan tidak ada
Buang air besar dan buang air kecil biasa
Penurunan nafsu makan dan berat badan tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menalami keluhan seperti pasien.
Pemeriksaan fisik :
Status Generalis :
25
Keadaan Umum : sedang
Kesehatan :compos mentis cooperatif
Tekanan darah : 110/80
Nadi :76x/menit
Nafas :20x/menit
Suhu :37ºC
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak Ikterik
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, JVP=5-2 cmH2O
Thorak
Jantung
I : Iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung normal
Aus : irama murni, teratur, bising (-)
Paru
I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri dan kanan sama
Pe : sonor
Aus : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampat sedikit membuncit
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi :teraba masa di regio kiri bawah, ukuran ± 7x5x3 cm, konsistensi
kistik, tidak mudah digerakkan, nyeri tekan (+)
Perkusi : timpani
26
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, perdarahan pervagina tidak ada
Ekstremitas : refleks fisiologis ++/++, refleks patologis --/--, udem (-), akral
hangat perfusi baik
Diagnosa kerja : kista ovarium susp kista endometriosis sinistra
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (14-09-2015) :
Hb: 13,3 gr/dl
Leukosit : 6,8x10 3 /uL
Trombosit : 295X103/uL
PT: 10,2 detik
APTT: 34,7 detik
Kalium : 4,28 mEq/l
Natrium: 143,1 mEq/l
Khlorida : 106,6 mEq/l
Ca 125: 29,03 u/ml
USG Abdomen (27-8-15)
27
Hasil USG:
Hepar: tidak membesar, permukaan rata, parenkim homogen, tidak tampak SOL,
Vena porta dan vena hepatika tidak melebar.
Kandung empedu: bentuk dan dinding normal, tidak tampak batu/ sludge, duktus
biliaris tidak melebar.
Limpa tidak membesar, parenkim homogen halus
Pankreas: tidak membesar,tak tampak massa/kalsifikasi
Ginjal: bentuk, ukuran normal, intensitas gemaparenkim serta batas terhadap sentral
sinus normal, sistem pelvikalikes tidak melebar, tak tampak batu.
28
Vesika urinaria: Bentuk dan dinding normal tidak tampak batu/ massa.
Paraaorta dan parailiaka: kaliber aorta tidak melebar, tidak tampak pembesaran KGB/
struktur apendiks.
Uterus: Antefleksi dengan ukuran normal, parenkim homogen, endometrial line
normal. Pada posterior kiri uterus tampak lesi multipel hipoechoikhomogen dinding
tipis32x25x20 mm, serta lesi hipoechoic dengan butir gema interna bergerak 84x
47x66 mm, dengan posterior enhancement. Cairan bebas minimal.
Kesan
Lesi multipel suspek kista ovarium (kista coklat dan kista simpel), hepatobilier
limpa, pankreas ginjal tak tampak kelaina
Rontgen thoraks :
Kesan: Cor dan Pulmo dalam batas normal
Diagnosa :Kista coklat ovarium dan kista simpleks sinistra
Rencana : salphingo-ooforektomi sinistra
Pasien dilakukan laparotomi (SOS/ salphingo-ooforektomi sinistra) pada
tanggal 21-9-15
29
Laporan operasi
Pasien tidur telentang dalam spinal anestesi
Dilakukan insisi kulit linea mediana
Insisi dilakukan sampai peritoneum
Dilakukan pengangkatan tuba dan ovarium kiri serta kista
Setelah diyakini tidak ada perdaarahan dirongga abdomen dijahit lapis demi lapis
Perdarahan ±100 cc
Jaringan di pa kan
Follow up pasien 22-9-15
S BAB (-), BAK (+), demam (-), perdarahan pervaginam (-)
O Vital sign: dalam batas normal
Abdomen: luka bekas operasi tenang, bu (+) , nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
defanse muskular (-)
Genitalia : v/u tenang, ppv (-)
A Post salpingo-ooforektomi sinistra hari l
P Cefixim 2x200 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Sulfas ferosus 1x1 tab
Vitamin c 3x1 tab
Follow up pasien 23-9-15
S BAB (-), BAK (+), demam (-), perdarahan pervaginam (-)
O Vital sign: dalam batas normal
Abdomen: luka bekas operasi tenang, bu (+) , nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
defanse muskular (-)
Genitalia : v/u tenang, ppv (-)
30
A Post salpingo-ooforektomi sinistra hari ll
P Cefixim 2x200 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Sulfas ferosus 1x1 tab
Vitamin c 3x1 tab
Follow up pasien 24-9-15
S BAB (-), BAK (+), demam (-)
O Vital sign: dalam batas normal
Abdomen: luka bekas operasi tenang. bu (+) , nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-), defanse muskular (-)
Genitalia : v/u tenang, ppv (-)
A Post salpingo-ooforektomi sinistra hari lll
P Cefixim 2x200 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Sulfas ferosus 1x1 tab
Kontrol poli untuk hasil pa
Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi : Cystadenoma Serosum
Ovarii Dengan Kista Folikel
BAB IV
DISKUSI
31
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 23 tahun dengan diagnosa kista
coklat dan kista simpleks ovarium. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan
utama pasien benjolan pada perut kiri bawah pasien. Benjolan pada perut kiri bawah
pasien menandakan adanya suatu tumor pada organ di pelvis kiri, diantaranya
ovarium. Adanya tumor di ovarium diperkuat dengan pemeriksaan fisik yakni
adanyanya massa teraba di inguinal kiri ukuran ukuran ± 7x5x3 cm, konsistensi
kistik, tidak mudah digerakkan, nyeri tekan (-). Dari rektal touce didapatkan adanya
benjolan di cavum douglass. Pemeriksaan vaginal touche bimanual tidak dapat
dilakukan pada pasien karena pasien belum menikah.
Tumor di ovarium sendiri terdiri dari tumor yang bersifat neoplastik dan yang
bersifat non neoplastik. 15 Tumor neoplastik ada yang bersifat jinak dan ganas. Tumor
non neoplastik Tumor non neoplastik dapat berupa tumor akibat radang dan tumor
lain seperti kista folikel, kista korpus luteum, kista lutein, kista inklusi germinal, kista
endometrium, dan kista stein-leventhal. Kista neoplastik jinak dapat berupa kista
dengan konsistensi kistik ataupun solid. Kista kistik dapat berupa kista ovarii
simpleks, kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista
endometroid, dan kista dermoid. Tumor ovarium solid terdiri dari fibroma,
leiomioma, papiloma, angioma, limfangioma, tumor brenner, dan tumor sisa adrenal.
7,15
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor
ovarium kecil. Sebagian gejala dan tanda adalah akibat pertumbuhan, aktivitas
endokrin, atau komplikasi tumor tersebut.
32
Dari anamnesis selain adanya bengkak perut kiri bawah didapatkan pula riwayat
adanya nyeri yang mengganggu aktivitas saat menstruasi (dismenorea) yang
mengarahkan diagnosis kearah kista endometriosis Konsistensi kistik dari palpasi
abdomen mengarahkan tumor ke arah suatu kista. Namun gejala lain pada pasien ini,
seperti nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid serta poli atau hipermenorea
tidak ditemukan. Gejala dispereunia dan infertilitas tidak didapat pada pasien ini
karena pasien belum menikah. Gejala dismenorea pada pasienendometriosis biasanya
semakin menghebat. Sebab dari gejala dismenorea ini tidak diketahui, kemungkinan
ada h ubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam sarang endometriosis
pada waktu sebelum dan sesudah haid.
Pada pasien tidak ada riwayat peradangan alat genitalia seperti adanya
keputihan atau demam pada pasien sehingga kemungkinan tumor non neoplastik
akibat peradangan dapat disingkirkan. Tidak adanya gejala keganasan seperti
penurunan berat badan dan usia pasien yang muda menyingkirkan diagnosa ke arah
keganasanmengarahkan diagnosa kearah tumor jinak. Tumor ganas ovarium terjadi
60 % di usia premenopouse.
Untuk menegakkan diagnosa selanjutnya dilakukan pemeriksaan USG.
Dengan pemeriksaan USG dapat letak serta batas tumor . Apakah tumor berasal dari
ovarium, uterus, atau kandung kencing. Apakah tumor kistik atau solid. Pada pasien
ini didapatkan hasil USG kesan Lesi multipel suspek kista ovarium (kista coklat dan
kista simpel), hepatobilier limpa, pankreas ginjal tak tampak kelainan.
Pada pasien direncanakan dilakukan laparotomi untuk tindakan salpingo-
oovorektomi.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. American Society. Endometriosis a guide for patient
http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/endometriosis.pdf [diakses 22
september 2015]
2. Oepomo TD. Concentration of TNF-α in the peritoneal fluid and serum of
endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf
[diakses 22 september 2015]
3. NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis – Epidemiology
and aetiology. http://www.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx?
resID=258981&tabID=290&catID=11472 [diakses 22 september 2015]
4. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2009. p.314-36
5. Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-
Endometriosis---Cyst-in-the-Walls-of-the-Womb&id=179467P8 [diakses 22
september 2015
6. Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 2007;
http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml [diakses 22 september 2015]
7. Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3 rd ed.
London: Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36
8. Sud S, Tulandi T. Endometriosis
http://www.obgyn.net/medical.asp?page=/english/pubs/features/mcgill-
student-projects/endometriosis. london [diakses 22 september 2015]
9. Kandeel M, Endometriosis: An update
http://www.gfmer.ch/GFMER_members/pdf/Endometriosis_Kandeel_2008.p
df [diakses 22 september 2015]
10. Martin DC. Endometriosis staging. http://www.memfert.com/endostage.htm
[diakses 22 september 2015]
11. Farid. Endometriosis di Sekitar Kita.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=201
[diakses 22 september 2015]
34
12. Endometriosis Research Foundation. Diagnosing endometriosis,.
http://www.endometriosis.org/endometriosis.html [diakses 22 september
2015]
13. Stoppler MC, Endometriosis
http://www.medicinenet.com/endometriosis/page3.htm#tocg [diakses 22
september 2015]
14. Kapoor D, Davila. Endometriosis: Treatment & Medication.
http//www.emedicine.com [diakses 22 september 2015]
15. Prawiroharjo S, 2009. Ilmu kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
35