Post on 26-Jul-2015
1
KESETIAAN PERASAAN
(Galih Aditya M.)
Handphone ku berdering menandakan adanya suatu panggilan masuk, sambil
menyetir kulihat siapa yang menelepon, ternyata Anisa, temanku yang berada di
Lampung, segera ku menepi di pinggir jalan dan mengangkat telepon itu.
“Halo,aku harap kamu ngasih aku kabar baik malam ini?”,kataku langsung to the
point
“Maaf Dit,semuanya gak sesuai yang kamu harapkan,maafin aku gak bisa bantu
kamu lebih lagi”.Suara Anisa tampak terdengar putus asa
“Lantas?,apa sudah gak ada lagi kesempatan?”, tolonglah Nis, rayu dia, Aku
serius ingin meminangnya”,Aku memohon.
“Gak bisa Dit,Putri udah punya pacar, seorang Polisi,Aku gak bisa maksaiin
semua ini, dia sahabatku Dit,kamu ngertiin dong”, Anisa sedikit kesal karena
kengeyelanku.
“Pacar! Cuma pacar? Aku ini mau meminangnya, ingin menikahinya!”,jawabku
“Kenapa gak kamu ngomong sendiri ke dia?”,Kata Anisa sedikit membentak.
“Dia gak pernah mau berbicara padaku,dia selalu diam tanpa penjelasan seolah
Aku ini seekor punguk yang diacuhkan bulan, e-mail,tweet,wall facebook
semuanya gak ada yang dia balas! Untuk Nomor handphonenya aja kamu gak
pernah mau ngasih ke aku!”,kataku tak kalah kesal.
“Maafin aku, aku hanya menjaga kepercayaan dari dia, dia memintaku untuk
tidak memberi nomornya padamu,maafin aku,lalu kenapa kamu gak kerumahnya
saja?”, Anisa menyarankan.
“Anisa, Aku bukan type orang yang datang ke rumah orang tanpa undangan dan
seizinn tuan rumahnya tak ada jaminan dia bakal mau bertemu denganku saat aku
kerumahnya,andai saja dia memintaku datang, aku rela pulang ke Lampung
malam ini dan meninggalkan urusanku disini!” Kataku
“Untuk saat ini maafin aku, aku benar-benar berada di posisi yang serba
salah,maafin aku udah gak bisa bantu kamu lagi”, kata Anisa dengan rasa sedikit
kesal dan serba salahnya.
“Apa gara-gara aku pernah menjadi kekasih Via, dia tidak
menganggapku?”tanyaku
“Dit, aku harap kamu mengerti, meski Via dan Putri tidak akrab, namun mereka
berdua sahabatku, dan Putri tahu kamu itu mantannya Via, Putri tahu cara
menghormati wanita”, Jawabnya
“Baiklah, tapi tolong selalu kabari aku soal Putri, aku masih mengharapnya dan
2
selalu mengharapnya”,kataku meminta
Lalu obrolan kami lewat handphone pun berakhir dan aku melanjutkan perjalanan
pulang ke apartemenku hari semakin larut, etos kerja di Jakarta membuatku lelah
setiap harinya ditambah perasaan ini yang masih berharap sesuatu cinta yang
belum atau tidak pernah pasti.Putri namanya gadis yang selalu menjadi impianku,
ku mencintainya sejak lama, sejak dia berpacaran dengan pacar masa sekolahnya
dan ia menjalin hubungan jarak jauh dengan pacarnya itu, juga sampai saat dia
putus dengan kekasih masa sekolahnya, disela kesendiriannya ku coba
mendekatinya, namun tetap saja dia tak membuka pintu hatinya untukku, sampai
suatu ketika bisnisku berjalan pesat dan aku harus mengembangkan ke Jakarta
sampai sesukses ini Putri masih menutup hatinya untukku, malah dia memilih pria
lain yang sekarang menjadi kekasihnya, ya seorang polisi itu, haruskah aku
meninggalkan dan merelakan cintaku??
*******
Sinar mentari ini menyinari kelopak mataku dan menembus ke korneaku sehingga
menyadarkanku dari tidurku, ku lihat jam dikamarku pukul 08:27, lelap sekali aku
tidur, aku terduduk sesaat di tepi tempat tidur, aku melihat sejenak foto Putri yang
ada di meja kecil di samping tempat tidurku,
“Apa aku masih pantas menyimpan fotomu, apakah aku masih sportif dimata
lelaki mengingat statusmu kini?”, aku berbicara sendiri sambil menatap fotonya,
wajahnya sangat indah, begitupun senyumnya, juga rambutnya, fikiranku
menerawang jauh saat pertama kali bertemu dengannya…
Oktober 2011
saat itu aku masih di Lampung kuliah sambil bekerja merintis suatu usaha di
bidang education non formal, internet menjadi kebutuhan utama di hidupku saat
itu, selain Olivia tentunya yang selalu mensuport ku, Olivia atau Via biasa ia
disapa ialah kekasihku saat itu, satu kampus denganku namun berbeda jurusan,
kuliahku yang lenggang saat itu kugunakan untuk bekerja, merancang program
dan mencari bahan-bahan pembelajaran dan inovasi terbaru melalui internet, ku
datangi suatu warnet langgananku, aku masuk dan ternyata seeorang gadis manis
berambut panjang dengan mata yang mentap indah menjadi operatornya hari itu,
siapa dia? bukannya biasanya Bambang atau kiyay?, kedua orang itu seudah ku
kenal, tapi siapa gadis ini,aku langsung saja masuk ke bilik warnet biasa tepat di
depan meja operator, hari itu aku tidak konsentrasi dengan bahanku, aku menatap
gadis itu dari sisi bilik (karena bilik ku dan mejanya berhadapan),aku sesekali
3
menatapnya dia masih saja sibuk mengetak-ngetik di komputernya sesekali ber
sms-an dan melayani konsumen yang hendak bayar, sampai ketika limit ku habis,
aku segera membayar,
“berapa?,kataku, meski sebenarnya aku sudah tahu harganya dari bill otomatisnya
“5000”,jawabnya singkat
Aku keluarkan pecahan 20.000an saat dia sibuk menyiapkan kembalian untukku
aku sedikit ada niat ingin berkenalan dengannya, namun ku urungkan, aku ingat
Olivia, gadis baik yang selalu setia padaku, tak ada yang terjadi hari itu antara aku
dan gadis warnet itu, akupun pulang ke rumah, dan sorenya aku menjemput
Olivia dan berkencan dengannya.
Aku memang sering ke warnet itu beberapa hari terakhir karena memang
kebutuhan dan selalu bertemu gadis manis itu lagi, aku tak bisa memungkiri
perasaan ini, aku mulai tertarik pada dia, ya, aku tertarik fisiknya, aku beranikan
berkenalan, pada hari itu aku memprint beberapa dokumen, sambil menunggu
hasil print kami bebrbicara,
“Nama kamu siapa?” kataku
gadis itu menjawab dengan suara yang kecil, aku tidak mendengarnya sehingga
aku terus berkata apa dan apa, aku tampak bodoh, hingga dia menulis namanya di
kertas “Putri Amanda” dan ia berikan padaku, setelah membayar, aku keluar
warnet untuk pulang, kupacu motorku, dalam benakku berkecamuk, “Apa Tuhan
mengujiku? kenapa dia buat hati ini bergetar saat melihat Putri disaat aku masih
sangat menyayangi Olivia?”, pertanyaan itu terus berkecamuk, sampai akhirnya
cinta untuk Olivia perlahan hilang dan mulai tergantikan oleh sosok Putri,
perasaanku berselingkuh, aku menjadi kasar pada Olivia, kadang tak peduli lagi
dengnnya di tambah Olivia yang posesif, hubungan kami pun harus berakhir,,
dalam masa putusku dengan Olivia, aku mencoba ingin mengenal Putri lebih
dekat, aku search akun jejaring sosialnya dan kami ternyata sudah lama berteman
namun kami tidak sadar, aku sapa dia ku lihat infonya, sayang beribu sayang dia
sudah memiliki kekasih, namun sang kekasihnya jauh di Aceh sana untuk bekerja,
long distance relationship, apa bisa Putri setia?,
beberapa jam kemudian Putri membalas dan bertanya padaku, “kamu temannya
Anisa?”
Hah! Anisa? “kamu kenal dia darimana?”tanyaku balik
“dia teman aku dari kecil dan satu sekolah waktu SMA, Lebih dari teman, dia
sahabatku”,katanya
Ternyata dia melihat salah satu fotoku bersama Anisa dan Olivia, juga Anggi
kekasih Anisa, kami berfoto ber empat disuatu pusat perbelanjaan, jadi dalam
kasus ini :
4
Putri Anisa Olivia
Anisa sahabat keduanya! Astaga!, kenapa ini? Terlalu sempitkah Lampung ini?
segera kuhubungi Anisa dan bertanya tentang Putri padanya. Ya, benar saja,
Anisa sangat mengenalnya bahkan kekasih Putri pun Anisa sangat
mengenalnya,dia menjadi saksi suka duka kisah cinta Putri dan kekasihnya,
tampaknya Putri sangat menyayanginya, apa aku harus tega menghancurkan
hubungan mereka, ingin aku pergi dari perasaan tentangnya, tapi apa daya tidak
bisa,aku ingin bercerita waktu itu tentang bebanku, tapi aku tak tahu harus pada
siapa?,aku pacu motor bebekku entah kemana tak tahu arah, sampai terbesit lagi
Olivia di fikiranku, aku hubungi dia, syukurlah dia menjawab, kutanyakan
keberadaannya, ternyata dia di rumah neneknya, aku susul dia kesana, kami
bertemu dan kami berbicara di bungalau kecil di depan rumah neneknya
“kamu apa kabar?”,tanyaku tanpa ku berani menatap matanya
“Baik, ada perlu apa?”, tanyanya singkat
Aku tak tahu apa yang harus aku katakana hari itu,tidak etis rasanya aku berbicara
tentang Putri didepan Olivia, aku beranikan menatap Olivia, pandangannya sayu,
aku tahu dia masih mencintaiku,tak kuasa aku menatap wajahnya,
“Kenapa kamu diem?”, tanyanya lagi
“Via,maafin aku ya?” kataku
“Untuk apa? Yang kemaren-kemaren? Udahlah, kan udah putus ini, lupain lah?”,
katanya memandang nanar ke depan
“Kamu masih marah?”, tanyaku padanya.
“Aku tidak marah padamu, tapi aku sakit hati, sakit hati yang sebenar-
benarnya”,Olivia mengungkapkan isi hatinya.
“Apa bedanya antara kamu marah dan sakit hati,keduanya rasa yang menyebalkan
bukan?”, kataku
Olivia hanya menatap ku, aku lihat air matanya menetes,
“Kamu jangan nangis”, kataku sambil mengusap air matanya
“Apa kamu pernah belajar tentang perasaan?”, tanyanya dengan mata yang masih
berkaca-kaca
“Maksud kamu?”, aku sedikit bingung
“Kamu tahu kenapa aku sakit hati tapi tidak marah padamu?”, tanyanya lagi
“jelaskan itu vi?”, kataku penasaran
“Pernahkah kamu sangat jatuh cinta dan menyayangi seseorang dengan tulus,
mencoba berusaha sempurna di matanya meski tak sempurna,ingin selalu ada saat
5
kamu butuh?” Olivia menjelaskannya.
Aku hanya terdiam membisu kata-kata tak keluar lagi dari mulutku..
“kamu tahu kalau aku tulus mencintaimu apa adanya, meskipun tulus bukan tulus
yang sempurna, tulus dari seorang gadis biasa yang gak munafik mengharap
balasanmu,tapi apa?, aku tahu semuanya Aditya!, kamu mencintai Putri kan?”,
katanya dengan tangis yang semakin menjadi
Aku bingung Olivia mengetahui semuanya, mungkin dari Anisa,
“Kamu tahu dari mana Vi?”, hanya itu yang keluar dari mulutku
“Kamu tahu Anisa sahabat terbaikku sekarang, dan kamu pun sudah tahu kan
Putri dan Anisa sahabat sejak kecil? Kenapa harus Putri? Sahabat dari orang yang
paling dekat denganku sekarang?”, katanya menjawab tanyaku.
Aku masih diam saja, aku tidak bisa mengelak, akupun tak mampu berbohong
tentang perasaanku pada Putri, hati dan rasa ini mendominasi atas diriku, tak ada
sepatah katapun terucap..
“Sudah dit, kamu pergi aja, aku semakin sakit mengingat ini dan tahu kenyataan
ini,”pinta Olivia padaku
“Tapi vi, sesakit inikah kamu dan semarah inikah kamu sekarang?, aku tak tahu
apa yang membawaku sekarang menemui mu disini ,aku tak tahu apa yang
hendak aku sampaikan sekarang ak..”aku berusaha mengeluarkan kata yang ku
bisa namun Via memotong kata-kataku
“Dit, aku gak marah sama kamu, kalau kamu punya rasa seperti rasaku, kamu
akan sadar, cinta meredam amarah itu dan menjadikannya sakit, aku wanita Dit,
tak tahan bila harus menahan rasa sakit!”, kata Olivia
Mendengar itu aku tak kuasa lagi berkata, bodohnya aku meninggalkan gadis ini
demi seseorang yang sudah memiliki kekasih, air matanya membuat ku jatuh
cinta lagi padanya, kedua kalinya aku jatuh cinta pada Olivia, langsung kupeluk
dia..
“Maafkan aku, izinkan aku memulai semuanya dari awal dan mengulang kembali
kisah kita yang tertunda?”, kataku memohon.
Olivia melepas pelukanku dan memegang tepat di jantungku “Aku tahu detak
jantungmu ini, ini detak keraguan, kamu sebenarnya ragu akan yang tadi kamu
katakan,detak jantung ini sudah banyak terbagi,sudah tidak ada aku lagi disini?
“Apa maksudmu Vi,,,?”, aku bingung akan perkataannya
“Tuhan tanpa kamu sadari sudah mengisi sebagian besar jantungmu, lalu keluarga
mu, dan sisanya itu Putri, aku yakin Putri yang ada di jantungmu tidak mau
berbagi tempatnya denganku,” jawabnya
“Vi…beri aku kesempatan?, aku memohon padanya
“Kesempatan yang ada lebih baik kamu pakai untuk mendapatkannya, jaga
rasamu untuk Putri, kalau kamu benar cinta dia perjuangkan dia”, kata Olivia
dengan sendu, lalu pergi masuk ke rumah meninggalkanku sendiri di bungalau
6
kecil itu
Aku berfikir perkataan Olivia, aku tak bisa pungkiri ini, saat ini aku jatuh cinta
pada dua wanita, ingin kumiliki mereka berdua seandainya aku bisa, aku semakin
kalut dalam ke galauan ini..
……………………………………………………………………………………
“Woy! Ngelamu aja lu Dit!”, suara tak asing itu membuyarkan lamunan masa itu.
Suara rekan kerjaku Lukman, pria asli Jakarta
“Hey Man, dari mana lu masuk?”, tanyaku sambil meletakan foto Putri di
tempatnya
“Lu ceroboh pintu depan gak lu kunci, emang jam berape lu pulang semalem?”
tanyanya
“gak tau gue Man,” jawabku singkat
“Heh, lu masih galau ya soal Putri, ada cerita apa?”, Tanya nya
“Dia punya pacar Man, Polisi disana”, jawabku apa adanya
“Sabar lah,seenggaknya dia pernah jadi motivasi lu kan sampai lu jadi kayak
sekarang ini, sampai lu bisa ngelebarin bisnis lu di Jakarta ini?”, kata Lukman
menghiburku
“Kadang di balik suatu harapan kosong yang menyakitkan ada hikmahnya,”
kataku.
“Asli! Gue suka gaya lu! Usia 25 pengusaha muda dan lu amat sangat
dewasa,”Lukman memujiku.
“Ah bisa aja lu, ada apaan tumben pagi-pagi kerumah?”, tanyaku
“Astaga Bos! Lu lupa kita mau ketemu Pak Johan siang ini?,” Lukman
mengingatkan ku
“Astaga, maaf gue lupa, yaudah gue mandi dulu, kalau lu belum sarapan ada roti
tawar ma susu di kulkas makan aja tuh” kataku menawarkan Lukman.
Aku pun bergegas mandi untuk persiapan bertemu client, saat ini karier tujuan
utama ku unggul sedikit atas rasa Cinta.
******
Pukul 11.05, kami menerabas keramaian jalan Jakarta dengan BMW s-
class ku, Lukman yang menyetir, aku terlalu malas untuk menyetir hari itu,
dan asik memainkan i-phone ku, ku buka salah satu jejaring social dan ku
buka akun Putri, ternyata Husain adalah nama kekasihnya, seorang polisi
berpangkat Letnan satu di kesatuannya di Lampung sana, melihat dari senda
gurau mereka di jejaring itu, tampak bahagia mereka, aku sempat berfikir,
apa mungkin akhirnya Putri akan bersanding dengan Husain dan memupus
semua harapanku? Sudah berapa pria yang aku cemburui karena pernah
berpacaran atau dekat dengan Putri, tanpa sekalipun Putri berpaling padaku
di masa saat dia sedang sendiri, sekarang dia malah bersama Pria lain, aku
7
memang terlambat atau mungkin tidak akan datang sama sekali..
“Sialan! Pasti pesta nikahan pejabat tuh!, bikin macet!” Lukman kesal
karena ada irin-iringan pengantin yang dikawal oleh patwal dan polisi
sehinngga kami rakyat biasa terpaksa harus memberi jalan, tak ayal
kemacetan pun terjadi
“Sial!!! Gak tau apa kita diburu waktu!”, Lukman kesal dan terus mengeluh
namun aku tak peduli, aku melihat iring-iringan itu, pernikahan, ya,, itu
yang aku ingin capai, pernikahan yang indah sesuai dengan harapan ku,
pernikahan dengan Putri, satu-satunya wanita yang membuat aku
mengorbankan perasaan pada wanita lain,, Olivia…..
……………………………………………………………………………
Setelah kejadian di bungalau itu aku dan Olivia putus komunikasi, sibuk
dengan urusan masing-masing, kesibukanku sedikit mengalihkan perasaan
ku pada Putri dan Olivia, hingga suatu sore, hari itu aku sendiri dirumah
hanya menonton Televisi, sampai seseorang mengetuk pintu rumah segera
kubuka, ternyata Olivia datang
“Via”, kataku terkejut
“Boleh aku masuk?”, tanyanya sambil tersenyum
“Boleh, masuk aja,maaf berantakan orang tua ku pergi ke rumah tante ma
Abdia dan Zahra (kedua adiku)”, kataku smbil membereskan beberapa
Koran yang tampak acak-acakan di ruang tamu.
“Aku kira kamu, udah gak mau ketemu aku lagi?”, kataku memulai obrolan.
Olivia hanya diam sambil menatapku, aku bingung dengan tatapan
itu,sejenak terjadi keheningan diantara kami, aku pun berusaha memecah
suasana,
“Oh iya, kamu mau orange juice gak? Aku buatin dulu ya?”, kataku sambil
hendak ke dapur membuatkan orange juice tanpa menunggu persetujuannya,
“Aku memahami arti tulus yang sebenarnya”, kata-kata itu keluar dari mulut
mungil Olivia
“Maksudmu?”, kataku menatap nya
dia mendekatiku dan langsung memeluku erat sekali,pelukan dari seorang
wanita yang tulus
“Via, apa maksudmu?”, aku bertanya lagi
dia melepaskan pelukannya “Dit, kamu cium aku!”, pintanya
Aku kaget mendengar permintaannya, “cium??”, kataku tersentak
“iya cium aku dimanapun kamu suka, lakukan Dit!”, pintanya memaksaku
Aku ragu, tak biasanya Olivia seaneh ini, bahkan saat berpacaran, Aku yang
meminta untuk menciumnya bukan dia yang meminta, aku tatap matanya,
aku usap pipinya, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajahnya, dia hanya
memejamkan matanya dan….kukecup dia tepat di keningnya, dia membuka
8
matanya, air matanya menetes dan memeluku lagi, “Dit, apapun perasaanmu
pada Putri, tolong kembali padaku, aku tahu kamu masih menyayangiku?”,
pintanya
Mendengar itu aku terkejut lagi, dengan sikap gadis ini, “kamu tahu dari
mana aku masih menyayangimu?”, tanyaku padanya
“Ciuman itu, aku merasakannya Dit, kecupan di kening itu yang selalu aku
harap dari kamu, ada sayang yang kamu kirim ke aku dit”, kata Olivia
sambil menatap wajahku
“Aku rela bila harus menjadi tempat pijakanmu untuk menggapai Putri, aku
sayang kamu Dit, mungkin inilah sekarang tulusku yang aku lakukan
padamu,” tambahnya
“Tapi kamu akan terus tersakiti!”, kataku
“Cinta itu menyakitkan Dit, maslahnya untuk siapa kita rela tersakiti dan
aku rela untukmu”, katanya dengan tulus.
Mendengar itu langsung ku peluk dia dengan erat kami pun menjalin
hubungan kami kembali yang sempat putus, kami memulai lagi dari awal,
Olivia mewarnai hidupku lagi dibalik sisi lain perasaanku pada Putri yang
masih setia dengan pacaran jarak jauhnya, mudah-mudahan kebahagiaan
selalu memayungi kita (Aku,Olivia,putri,dan kekasihnya)
Januari 2012
Hubungan ku dengan Olivia masih baik-baik saja, sampai suatu ketika aku sedang
mengendarai motorku pulang dari rumah seorang teman sore itu, sore yang
mendung sampai akhirnya hujan setitik demi setitik membasahiku, aku bingung
berteduh dimana, aku ingat warnet itu tak jauh dari sini, aku masuk ke halaman
warnet itu untuk berteduh, aku berdiri diluar warnet itu, “Mudah-mudahan bukan
Putri operatornya,tak kuasa kalau aku harus menatap wajahnya”, kataku dalam
hati, karena hujan semakin deras akupun masuk ke warnet, dan.. Putri yang
menjadi operatornya, tidak ada pelanggan lain disitu hanya ada aku dan Putri, ada
yang beda darinya, rambutnya kini pendaek sebatas lehernya namun itu tak
mengubah keindahannya yang membuat aku jatuh cinta waktu itu,
“Hei”, sapaku, Putri tersenyum manis padaku
sambil menunggu hujan aku masuk bilik warnet favoritku, ya tepat di depan
mejanya Putri, aku terus melihat Putri, astaga,, ini benar-benar cinta, apalagi saat
Putri tertawa lepas karena video lucu di komputernya,
“Hei Dit, liat lucu deh!”,katanya padaku
Dia memanggil namaku, untuk pertama kalinya, aku hampiri dia,
“apaan sih berisik aja kamu?”, kataku dan kami pun menonton video lucu itu
berdua
9
“Put, aku matiin dulu komputer aku ya?”, kataku
“Lho, kan limitnya belum abis?lagian masih ujan”, kata Putri
“iya, aku gak pulang kok pingin ngobrol aja ma kamu,”, kataku sembari berlalu
ke bilik warnetku
“terserah deh, asal bayarnya full hhehe,”katanya
Kami pun bercerita panjang lebar tentang kehidupan kami dan banyak hal
ternyata warnet itu adalah warnet milik sepupunya dia menjadi operator kalau dia
ada jam kosong saat mengajar,Putri seorang guru muda, guru bahasa inggris di
Sekolah Tekhnik Mesin dia dan orang tuan nya mengabdi di sekolah itu yang
letak sekolah itu tepat di samping rumahku! astaga,Tuhan telah lama
mendekatkan kami, tapi apakah dengan dekat kami bisa bersatu??
lalu kami bercerita tentang Anisa juga hingga dia bertanya tentang Olivia, ya, aku
teringat kembali akan statusku, aku pacar Olivia sekarang dan aku mengobrol
dengan wanita lain yang aku cintai,aku malu akan diriku sendiri, aku menatap lagi
wajah Putri, itu membuatku semakin jatuh cinta padanya.
hujan telah reda saatnya aku harus pulang, aku membayar tarif warnet ku dan
menatap Putri lagi,
“Put, boleh minta kertas ma pinjem pulpen?”, kataku
“buat apa?”, katanya heran
“gak apa-apa”,kataku, lalu Putri memberiku kertas dan pulpen itu, aku catatkan
nomor handphone ku di situ,
“Hubungi aku”, pintaku pada Putri, namun Putri hanya diam saja, aku pun pergi,
“Dit!”, kata putri memanggilku
“Apa?”, kataku
Dia menunjuk jadwal hari dia menjadi operator yang menempel di dinding dekat
kursinya, aku hanya tersenyum dan pergi meninggalkannya.
……………………………………………………………………………………
tiba saat dimana Olivia harus study tour dikampusnya ke Jakarta-Jogjakarta-
Semarang tentunya bersama Anisa, karena mereka satu jurusan, pagi-pagi Aku
dan Anggi (kekasih Anisa) mengantarkan mereka ke kampus, pukul 09:00 tepat
mereka berangkat, seminggu aku ditinggal Olivia, terbesit fikiranku untuk
menemui Putri tepat di jadwal dia sebagai operator, dan aku bertemu dengannya
“Kenapa kamu belum menghubungi ku?”, tanyaku
“Gak apa-apa, mana pacarmu?”, Tanya nya
“Study tour mereka”, kataku
“Mereka?, ada berapa pacarmu?” tanya dia sambil tersenyum
“Maksud mereka itu pacarku dan si Anisa!,” jawabku
“Memang Anisa pacarmu juga?”, kata Putri becanda
“Bukanlah, udah deh,aku boleh minta nomor kamu?,” pinta ku
10
“Ehm, gimana ya,emang buat apa?”, katanya
“Buat apa ya?, buat ngehubungi kamu lah?”, kataku
“Buat apa ngehubungi aku?”, tanyanya lagi
“Buat,, booking tempat, ya booking tempat!”, kataku sekenanya
“kan ada nomer opertaopr lainnya?”, katanya
“Operator lain gak ada yang menarik”, jawabku sekenanya lagi
mendengar jawabanku Putri hanya terdiam dia melihatku, mungkin dia
menganggap apa aku ini, aku mempunyai kekasih dan bilang menarik ke wanita
lain,barang kali itu di fikirannya, apalagi status Putri yang memang tidak sendiri
dia mempunyai kekasih meski jauh. Putri hanya diam, aku tak dapat memaksanya
lagi,
“Yaudah aku permisi pulang, kamu tolong hubungi aku,” kataku, lalu aku berlalu
meninggalkannya, seandainya aku tahu sebenarnya hari itu adalah terakhir ku
melihatnya di masa itu..
……………………………………………………………………………………
“Huh sampai juga senayan city,” kata Lukman
“Cepet banget?”, kataku
“Cepet apa? Lu dijalan ngelamun terus ketiduran, ayo turun Pak Johan dah
nelponin dari tadi dia di food court”, kata Lukaman setelah memarkir mobil
Kami pun turun dari mobil dan berjalan ke lokasi Pak Johan berada, “Difikir-fikir
kayak ABG ya,ketemu sama partner bisnis di Mall?”, kata Lukman
“Yang penting ber duit, biar deal harga nya gak lama-lama”, kataku
kami menaiki lift sampai menuju tempat food court, hari itu ramai karena kami
tiba saat jam makan siang, “yang mana orangnya?”, tanyaku. Lukman mencari
sekeliling dan dia menemukannya, Pak Johan melambaikan tangannya, ternyata
dia tidak sendiri, dia bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil kira-kira 5
tahunan dan 6 tahunan, Pak Johan ku taksir berusia 40 tahun dan istrinya masih
tampak muda dan cantik khas mojang Bandung, mereka sekeluarga berasal dari
Bandung,kami berjabatan tangan dan duduk semeja untuk membahas bisnis kami,
“Bagaimana Pak suasana Jakarta?”, Tanya Lukman dengan ramah
“Panas, nyenengin anak-anak aja nih kesini, bosen katanya main di Bandung terus
pingin jalan-jalan hehe,” kata Pak Johan
“Anak-anak apa Papa Mama nya nih yang bosan?”, kata Lukman diikuti gelak
tawa kami, Lukman memang orang yang pintar bergaul dan berbasa-basi, setelah
itu terjadilah obrolan ringan antara sambil makan siang dan setelah itu masuk ke
inti obrolan tentang bisnis, aku menjelaskan tentang lembagaku dan sistemnya
karena Pak Johan ingin bermitra dengan ku, ia berminat membuka lembaga ku
yang bergerak di bidang pendidikan non-formal di Bandung tepatnya di daerah
Dago, tak perlu lama, kami sudah deal harga, setelah mengobrol sebentar kami
pun ke pergi dari Mall itu
11
“Oke bos kita mau kemana?”,tanya Lukman padaku
“Kita ke kantor bentar,cek materi pembelajaran tahun depan?”, kataku
“Oke Bos,” kata Lukman sambil memacu mobilku ke arah kuningan, kantor kami.
Pukul 18:30 aku sudah di apartemenku setelah seharian di kantor, Lukman baru
saja pulang, sambil ngedumel, aku bilangnya sebentar di kantor tapi sampai sore
karena memang banyak yang harus di urus, untungnya dia orang yang
professional, Lukman adalah tangan kanan ku dia yang membuat lembaga ku
besar di Jakarta, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu sangat
pandai dalam hal lobi sehingga anak cabang lembaga ku sudah menyebar di
Jakarta ini, sekarang tinggal di Bandung mudah-mudahan sesukses Jakarta, ku
buat teh hangat dan kuhidupkan laptop, dan ku koneksikan ke internet aku ingin
mengecek data financial lembaga pertama ku di Lampung yang dipegang oleh
teman seperjuangan ku Wiwit Sumodihardjo, dan ternyata masih sehat dan aman,
ku save dan ku pindahkan ke dokumen saat membuka dokumen ku tak sengaja
menemukan foto Aku dan Olivia, memakai sepasang jam couple yang dia beli
saat study tour hadiah untuku..
……………………………………………………………………………………
Hari kepulangan study tournya aku tidak menjemputnya ke kampus, aku ada
kerjaan waktu itu, samapai-sampai aku pun tak sempat menemui Putri lagi satu
hari setelah kepulangannya barulah kami bertemu, dia kerumahku membawa
oleh-oleh beberapa makanan khas Jogjakarta dan Semarang juga sepasang jam
couple,
“Sayang kita samaan sekarang,” katanya manja
“Makasih ya,aku suka,” kataku, dia hanya tersenyum dan kami pun mengobrol
biasa layaknya sepasang kekasih.
Suatu hari dia mengajaku jalan-jalan ke suatu pusat perbelanjaan, dan jalan yang
ku ambil ternyata harus melewati warnet tempat Putri biasa jadi operator.
“Sayang, aku ingin ketemu Putri”, katanya lirih
“hah! Untuk apa? Udah lah gak usah!”, kataku
“Sekali aja, kalau aku udah ketemu dia dan kenal dia mungkin aku gak sejealous
ini lagi ma dia, please?”, kata Olivia memohon
Aku tidak ada pilihan lain, mana kebetulan hari itu hari Jum‟at jadwal Putri
menjadi operator, aku pun menuruti kemauan Olivia, jantungku berdetak kencang
karena terakhir aku bertemu Putri bukanlah kesan yang baik untuknya, sampai
sekarang Putri tak menghubungi ku, aku meminta nomornya pada Anisa? Gila,
pasti dia mengadu pada Olivia, meskipun Olivia bilang rela tersakiti, pria mana
yang rela menyakitinya, termasuk aku, Olivia pun masuk ke warnet namun aku
tetap di luar, ku melihat wajah Olivia tampak kecewa, “masuk yang, Putri gak ada
12
kok, cowok operatornya?”, katanya dengan nada kekecewaan, legal ah aku
mendengar itu, “yaudah kita pergi aja?”, ajakku, “gak aku mau nanya Putri dulu
ma mas operatornya,” kata Olivia, Olivia pun masuk lagi ke dalam namun aku
hanya di luar, tak beberapa lama Olivia keluar, wajahnya tampak sumringah,
“Kenapa kamu, seneng banget kayaknya?”, Tanya ku
“Aku seneng pasti kamu galau?”, kata Olivia
“Galau kenapa?”, Tanya ku heran
“Putri melanjutkan sekolah ke Bandung,” jawabnya
“Apa?”, kata ku kaget,
“Iya dia ke Bandung,kenapa kamu?, galau ya ditinggal?”, kata Olivia
“Gak biasa aja”, kataku mencoba tegar sambil mengambil motor ku
“Ayo berangkat , katanya kamu mau beli kue buat Maya?”, kataku mengalihkan
omongan, Olivia hanya diam dan naik ke motor, dia memberiku tissue,
“Ini kamu simpen aja, nanti kamu pasti butuh,” katanya
Aku hanya terdiam, mana mungkin aku menangis gara-gara hal ini? gumanku
dalam hati, namun benar saja di sepnjang kencan ku sore itu aku masih saja
terfikir kepergian Putri, aku merasa kehilangan gadis yang kucintai sejak itu hari-
hariku tampak tak bersemangat lagi, semuanya terbengkalai hingga sampai Olivia
menegurku,suatu sore di sebuah taman,
“kamu kenapa sih belakangan ini? lesu, gak fokus, kerjaan gak beres?”, tanyanya
padaku
“Gak apa-apa vi, grafik aku lagi turun aja mungkin”, jawabku
“Karena kehilangan Putri?”, kata Olivia tegas
“Kenapa bawa-bawa Putri? Kasian dia gak tau apa-apa?”, kataku membela diri
“Kita sudah lama berpacaraan, aku tahu kamu, aku udah bisa membaca
sikapmu?”, kata Olivia
“Lalu harus bagaimana? Aku udah coba Vi lupain Putri tapi gak bisa! bayangnya
mengalahkan logika ku! logika tentang kisah kita sekarang, yang harusnya aku
mencintaimu bukan dia!”, kataku
“Jangan pakai logika dalam percintaan, cinta terlalu rumit untuk difahami logika,
kamu susul dia, nyatakan perasaanmu bila kamu diterimanya tinggalkan aku, aku
meng ikhlaskanmu”, katanya dengan lembut dan wajah menahan tangis
“Tapi dia punya pacar Vi!”, kataku
“Ingat jangan pakai logika!”, kata Olivia dan dia pergi berlalu
Serba salah perasaanku waktu itu, rumit sekali kisah ini,terlalu rumit diterima
akal ku, aku melihat Olivia yang semakin jauh melangkah meninggalkanku, apa
ini balasanku untuk ketulusannya? Sejahat inikah aku? Arggh!!!! Logika itu
merasuki ku, “JANGAN PAKAI LOGIKA”!! aku harus meyakini apa yang aku
yakini, aku mencintai Putri namun aku menyayangi Olivia, harus ada yang ku
korbankan salah satunya, aku berfikir sejenak, aku kejar Olivia dan memeluknya
13
dari belakang, “Vi, maafin aku”, kataku, “kejar cintamu dit,” perintahnya pada
ku, Aku hadapkan wajahnya pada wajahku ku kecup lagi keningnya dan ku lepas
jam couple pemberiannya, “Kamu bawa ini, suatu saat bila memang aku kembali
padamu, akan ku ambil lagi, serahkan semuanya pada Tuhan biar cara Tuhan
yang bekerja pada kisah kita,” kataku, setelah itu kami pergi masing-masing sama
seperti kisah kami kini, kami jalani masing-masing.
Kucari informasi tentang Putri, ku tanyakan pada Anisa, namun sejak Putri di
Bandung mereka lose contack, ku tanyakan pada beberapa operator warnet tempat
Putri bertugas, namun mereka pun tak ada yang tahu dan menyarankan aku
kerumahnya tanyakan pada keluarganya,namun ku urungkan melakukan saran
mereka, kurang pas rasanya , aku masih sangat asing bagi keluarganya, aku
hubungi Putri lewat jejaring social tapi tidak ada balasan, akhirnya aku hanya bisa
menggantungkan asa tanpa bisa kugapai dia mungkin tidak menginginkanku
dalam hidupnya,melakukan hal bodoh bila aku langsung susul dia ke Bandung
dan banyak meninggalkan tanggung jawab disini, aku pasrah saja,bila jodoh
tentunya Putri tak akan kemana, aku pulang ke rumah dengan kecewa, ku melihat
beberapa anak kost yang mengontrak di rumahku sedang asyik main gitar, aku
kumpul bareng mereka, dan suasana pun jadi hening
“Kenapa diem?”, tanyaku
“Tumben mas nongkrong ma kita?”, kata Deni salah satu anak kost yang tadi
bermain gitar
“gak apa-apa, ini rumah gue kan, suka-suka gue,”kataku ketus
“Lagi galau ya mas?” Tanya Rudi, anak kost lainnya
Aku melihat mereka satu persatu, hah! Aku baru sadar! Mereka ini murid dimana
Putri mengajar,
“Hei, kalian kenal Putri?”, tanyaku pada mereka
“Putri, siapa mas?”, Tanya Deni yang bingung
“Dia guru kalian! Seumuran gue lah?,” kataku
“Oh….Bu Putri???”. Kata mereka semua bersamaan
“Iya! Kalian kenal kan?”, kataku bersemangat
“Wah mas itu mah primadona di sekolah, semua anak naksir ma Bu Putri”, kata
Dimas yang sedari tadi kumpul dengan kami
“Gak peduli, kalian tahu dia ke Bandung ngelanjutin sekolah kan?”, kataku.
“Hah? Ke Bandung mas? Yaaah!!! Gak ada yang sedep dilihat lagi dong!”, kata
Deni kecewa
Aku melihat anak yang lain pun tampak kecewa guru favorit mereka pindah, aneh
seolah Putri pergi begitu saja, jelas anak-anak ini tidak tahu dimana keberadaan
Putri di Bandung, Putri pindah saja mereka tidak tahu.
14
“Bandungnya dimana mas?, oh iya kok mas kenal? Hayoo jangan-janagan?”,
sindir Rudi
“Nah itu sendiri gue gak tau, kalian gak bisa cari info?,” pintaku pada mereka
“Kita Tanya aja Pak Tamso”, kata Deni
“Siapa Pak Tamso?” tanyaku
“Pak Tamso itu Bapaknya Bu Putri, guru juga, mereka sekeluarga ngajar disitu,
ada juga Bu Nanik itu Ibunya Bu Putri Cuma kami gak di ajar sama Bu Nanik,”
kata Rudi menjelaskan
“Wah, bagus coba kalian Tanya secepatnya ya!” kataku dengan girang.
Tak sabar rasanya aku mendapat kabar dari mereka, aku persiapkan tabunganku
untuk berangkat kesana, aku sudah bertekad, aku ingin menyatakannya maslah
dia menerimaku atau tidak itu urusan belakangan yang penting aku sudah lega..
Esoknya jam pulang sekolah anak kost ku, segera kutemui Deni, “Hei Den,
gimana dapet info apa?”, tanyaku penasaran
“Oh, iya mas, gini, Bu Putri ngambil ekstensi di Universitas Pasundan jurusan
sastra Inggris”, katanya
“Di Unpas? Ya gue tau daerah situ, kampus berapa? Unpas ada 4 kampus?”
tanyaku lagi
“Aduh mas, aku gak nanya?, wong aku gak tau Universitas Pasundan itu dimana,
ke Bandung aja aku belum pernah”, katanya
“Oh, yaudah, makasih banyak ya Den, yang jelas gue tau dimana dia sekarang,
tinggal Tanya aja ma pihak kampus kalau sampai disana”, kataku
“Emang mas ada hubungan apa ma Bu Putri, kayaknya penting banget?”, Tanya
Deni penasaran
“Bayar utang, hahaha”, kataku becanda sambil berlalu meninggalkannya, minggu
depan aku susul dia ke Bandung. Tak sabar rasanya, tapi mau bagaimana lagi,
tabunganku belum cukup saat itu,karena uang masih kupakai untuk keperluan
modal lembaga ku yang baru kurintis.
Malang tak dapat diduga, ada keperluan mendadak untuk memebayar keperluan
lembagaku, aku tak bisa lepas tanggung jawab begitu saja, aku bingung waktu itu,
keuanganku menipis, tak bisa aku menyusulnya ke Bandung, mau pinjam? Argh
haruskah itu? Haruskah aku pergi kesana, sedangkan teman-teman
seperjuanganku dalam merintis bisnis ini masih sulit? Aku harus dewasa,
akhirnya ku urungkan niatku berangkat ke Bandung, lagipula Putri pun pasti tak
mengharap kedatanganku,kali ini logika memenangkan gejolak di diriku.
15
***********
Dering telepon membangunkan ku, aku tertidur di sofa malam itu, aku lihat
ternyata Anisa, tumben sekali dia menelpon ku sepagi ini,
“Halo?”, sapaku
“Halo Dit, baru bangun?”, Tanya nya
“Iya, ada apa nih, tumben?”, aku bertanya balik
“Aku gak tau ini bakal jadi kabar baik atau enggak buat kamu?”, kata Anisa
“Emang ada apa Nis?, masalah Putri?”, kataku penasaran
“Kamu mau ketemu Putri?”, Tanya Anisa lagi
“Mau lah Nis? Kapan? Dimana?”, tanyaku
“Minggu depan aku, Putri, Dinda, ma Tiara, pokoknya geng waktu SMA deh,
mau ke Bandung nganterin Putri ngambil ijazahnya di Pasundan sekaligus mau
refreshing, kata Putri dia mau nyenengin kami di masa-masa terakhirnya…..”,
Anisa tidak melanjutkan omongannya
“Terakhir apa Nis?”, kataku penasaran
“Udah deh, kamu Tanya sendiri nanti ma dia nya, kita janjian aja ketemuannya
oke, bye”, kata Anisa
“Oke lah, aku sudah tak sabar Nis?”, kataku, dan percakapan kami pun berakhir,
“Wah kebetulan sekali, minggu ini aku memang harus bolak-balik ke Bandung
ngurus cabang dengan Pak Johan, dan Putri akan kesana juga, Tuhan, apakah ini
pertanda kami jodoh?”, kataku dalam hati, entah kenapa spirit muncul di diriku
aku bersemangat, semangat ini lah yang sama seperti saat aku membangun
lembagaku yang bangkrut waktu lalu, sampai aku berhasil mendirikan banyak
cabang di Jakarta ini, terima kasih semangatku….
Hari demi hari ku lewati, Anisa pun sudah memeberi kabar bahwa Putri dan
kedua temannya sudah berangkat dari Lampung, Anisa ada keperluan mendadak
yang membuat dia tidak bisa ikut, namun ia janji akan memberiku kabar dimana
keberadaan Putri padaku, sedangkan aku, masih di Jakarta kemarin lusa aku baru
pulang dari Bandung keperluan bisnis dengan Pak Johan dan besok pagi aku pun
harus berangkat lagi ke Bandung, mungkin akan bermalam disana sambil
menunggu Putri datang,
Esoknya aku dan Lukman berangkat ke Bandung dengan mobil ku, meskipun
badanku kurang fit aku paksakan berangkat demi urusan bisnis ini, 2 jam kurang
lebih perjalanan sampailah aku di lokasi dan bertemu Pak johan, Lukman
mengobrol dengan Pak Johan sedangkan aku menunggu kabar dari Anisa, dalam
fikirku mingkin sekarang ini Putri dan kawan-kawannya sudah sampai banten, tak
sabar rasanya aku menemuinya,
16
“Dit, dokumen materinya mana?”, Tanya Lukman padaku
“Oh, di mobil, tolong lu ambil”, perintahku pada Lukman
Sesaat Lukman mengambil dokumen aku mengobrol tentang konsep lembagaku
disini dengan Pak Johan, Pak Johan pun menyampaikan ide-ide briliannya
padaku, sungguh pebisnis sejati Pak Johan ini, kataku memujinya,
“Dit, dimana? Kayaknya lu lupa bawa deh?”, Lukman berbicara dari dalam mobil
dengan kebingungan
“Loh itu di map?”, kataku
“Gak ada Dit?, nih lu cari sendiri”, kata Lukman
Aku pun masuk ke mobil dan mencari dokumen itu, benar saja dokumen penting
itu tertinggal di apartemenku, sial!
“Wah, lu Dit, gak enak kan ma Pak Johan?”, kata Lukman
“Yaudah, lu bantu rancangan disini, gue balik ke Jakarta, nanti gue balik lagi?”,
kata ku
“Beneran lu sob?, biar gue aja deh, kayaknya lu gak enak badan agak pucet muka
lu?”, kata Lukman
“Udeh aman aja, sekalian mau check up juga, oke?”, kataku
“Oke deh Bos”, kata Lukman
Tak lama aku pun pulang lagi ke Jakarta, sungguh sial, kenapa harus terjadi
seperti ini, capek-capek sampai ke Bandung malah harus balik lagi, aku pun
pulang ke Jakarta,
suara Handphone ku berbunyi, ternyata Anisa
“Dit, kamu udah dimana?”, Tanya nya
“Tadi aku udah di Bandung, tapi harus pulang lagi ke Jakarta, ada yang
ketinggalan, aku ada bisnis juga disana, oh ya, dimana Putri?”, tanyaku
“Dit, aku gak tau, nomor Putri udah gak aktif, temen-temen yang lain juga di
telpon gak ada yang di angkat?”, kata Anisa
“Oh ya mungkin gak denger kali, mereka naik bus?”, tanyaku lagi
“Gak, Putri bawa mobil sendiri?”, kata Anisa
“Yaudah, kalo udah nyambung kabarin lagi ya”, pintaku, dan obrolan kami
terputus, aku gas kecepatan mobilku agar segera tiba di Jakarta dan cepat balik
lagi ke Bandung.
Sampailah aku di Jakarta, hari menunjukkan pukul 15:30, lalu lintas macet, ada
kecelakaan tampaknya, benar saja, sebuah kopaja menabrak sebuah Xenia hitam,
sehingga ringsek xenia itu, aku lihat plat nya, astaga itu mobil Lampung, tapi
karena diburu waktu aku segera melanjutkan perjalanan ke apartemen.
Sesampainya di apartemen segera ku ambil dokumen itu dikamarku, setelah itu
17
kurebahkan sejenak tubuhku di sofa ruang tengah sambil ku SMS Anisa untuk
menanyakan keberadaan Putri, namun masih sama saja, belum ada kabar dari
Putrid an teman-temannya, bahkan nomor Handphone mereka pun tak ada
satupun yang aktif, “kemana mereka?”, gumanku dalam hati, hari pun semakin
sore, aku berencana langsung berangkat ke Bandung lagi namun sebelumnya aku
akan kerumah sakit menemui Dokter Fernandez, dokter langgananku meminta
beberapa suplemen dan obat untuk menjaga kondisi badan, berangkatlah aku ke
rumah sakit.
Sesampai di rumah sakit aku melihat ada mobil ambulance di depan UGD, dan
perawat sibuk menurunkan pasien dari dalam ambulance itu, aku melihat sekilas,
perempuan lebih dari satu orang, mungkin tabrak lari fikirku, namun tak terlalu
ku pedulikan, aku segera memarkir mobilku dan segera ku ke ruangan Dokter
Fernandez, hanya ada suster disana “oh mas Adit, tunggu sebentar ya, Dokter
masih di ruang UGD, ngurus yang kecelakaan, Dokter bedahnya belum datang,
gak lama kok mas”, kata suster itu
“Iya sus”, kataku sembari duduk di ruang tunggu, ku sms Lukman tentang
keberadaanku, sembari menunggu kabar dari Anisa tentang Putri.
15 menit kemudian, Dokter Fernandez datang dan tersenyum ramah, “Hei, mau
check up?, maaf tadi saya mengurus korban kecelakaan”, katanya sambil
mempersilakanku masuk ke ruangannya, “Keluhan anda apa?”, tanyanya
“Saya sedikit pusing Dok, dan mungkin masuk angin, beberapa hari ini saya
pulang pergi Jakarta-Bandung”, kataku
“Oh mungkin kelelahan, saya periksa ya?”, kata Dokter Fernandez, lalu
mempersilakanku tidur di ranjang tempat pasien biasa di periksa, dan Dokter
memeriksaku dengan stetoskop nya, tak lama selesailah check up hari itu.
“Saya kasih anda obat dan beberapa suplemen ya, saya buatkan resepnya”, kata
Dokter Fernandez sambil menulis resep di mejanya,
“Oh ya Dok, tadi kecelakaan ya?”, Tanya ku
“Iya, wanita semua, tanpa identitas, mungkin di jarah saat kecelakaan”, kata
Dokter Fernandez
“Oh, kecelakaan dimana Dok?”, Tanya ku
“Di Soedirman, tiga wanita, hanya satu yang selamat, tragis”, jawab Dokter
“Soedirman?, saya tahu Dok, kecelakaan dengan kopaja kan?”, kataku
“Iya, nampaknya mereka bukan warga Jakarta”, kata Dokter Fernandez lagi
“Tadi saya sempat melihat plat mobilnya, itu plat Lampung dok”, kataku
memberi informasi
“Benarkah? Pantas saja, mungkin pengemudi masih kagok dengan jalanan
Jakarta”, kata Dokter Fernandez
ku sempat berfikir tentang Putri, apa mungkin itu Putri dan teman-temannya,bisa
18
jadi karena nomor mereka tak ada satu pun yang dapat di hubungi, fikiranku itu
membuatku harap-harap cemas.
“Dok, boleh saya melihat korban?”, tanyaku
“Wah, kalau yang meninggal masih di urus, tapi kalau yang selamat masih
pingsan”, kata Dokter Fernandez
“Tak apa dok, saya ingin melihat yang pingsan itu, saya kan dari Lampung juga,
siapa tahu saya bisa membantu kalau dia sudah siuman”, kataku.
“Oh, baiklah, biar suster mengantar anda, dan ini resepnya”, kata Dokter
Fernandez,
“Terima kasih Dok”, kataku, sembari melangkah keluar menuju ke ruang UGD di
antar suster, semua fikiran buruk berkecamuk di benakku, sampailah aku di
ruangan UGD dan suster menunjukkan korban yang selamat dari kecelakaan itu.
Dan…….terkejutnya aku, wajahnya tak asing, wajah yang selama ini selalu hadir
di fikiranku, raga yang kucintai itu terkulai tak sadarkan diri, itu Putri!
“Sus, saya kenal dia”, kataku sambil berlari ke arah Putri, air mataku menetes
melihat kondisinya
“Mas kenal?, bisa beri kami data mas?, Polisi juga butuh data?”, Tanya suster
“Iya sus, nanti saya beri datanya,lalu bagaimana kondisinya?”, kataku
“Terjadi benturan di kepalanya, namun tidak fatal, Tuhan masih
menyelamatkannya, mungkin beberapa jam lagi dia sadar”, kata sang suster
Mendengar itu lega lah perasaanku, ku genggam erat tangan Putri, air mataku
menetes membasahi wajahku, air mata iba untuk seorang yang dicintai,
“Mas, ada Polisi di luar, mereka butuh data”, kata suster
“Baiklah”, kataku, lalu ke beri data tentang identitas Putri, lalu ku kabari kabar
buruk ini pada Anisa dan keluarganya di Lampung, masalah bisnisku di Bandung
ku suruh anak buahku mengantar dokumen ini ke Bandung dengan menggunakan
mobilku, setelah itu aku jaga Putri sampai dia tersadar, ku belai rambutnya, “Put,
bangun….jangan buat aku khawatir”, bisikku padanya, sampai 2 jam akhirnya
Putri siuman,
“Put, syukurlah kamu sadar Put?”, kataku
“Kamu……aku dimana? mana Dinda dan Tiara?”, Tanya nya sambil menahan
rasa sakit di kepalanya
“kamu di rumah sakit Put, kamu tiduran aja dulu”, kataku menenangkan Putri
“kenapa kamu ada disini? Mana teman-temanku?”, Tanya Putri
“Tenang Put, aku memang tinggal di Jakarta sekarang, tadi aku check up dan
ternyata kita bertemu disini dengan keadaanmu yang tidak baik”, jawabku
“Lalu mana Dinda dan Tiara?”, tanyanya
Aku tak tega memberitahukan ini pada Putri, aku panggil suster untuk memberi
tahukannya, mendengar itu Putri menangis sejadi-jadinya, dia mempersalahkan
dirinya sendiri karena dia yang menyetir, aku berusaha menenangkannya,
19
“Dit, bawa aku kesana! Aku ingin lihat Dinda dan Tiara!”, pinta Putri padaku
“Tapi kamu yang kuat ya?”, kataku sembari ku bantu dia berdiri dan kupapah ke
kamar mayat yang tak jauh dari ruangan itu, sesampainya disana, Putri menangis
lagi, berkali-kali dia minta maaf pada jasad Dinda dan Tiara, aku memeluknya
menenangkannya, Putri terlihat sangat shock, dia hanya bisa menangis, seorang
Dokter dan Polisi menghampiriku
“Maaf, anda ada hubungan apa dengan korban?”, Tanya seorang Polisi yang
memang menyelidiki kasus ini
“Saya temannya Pak, ada yang bisa saya bantu?”, kataku
“Begini Pak, kami dari kepolisian membutuhkan keterangan mbak korban yang
selamat ini untuk menjadi saksi”, kata Polisi itu
“Tapi jangan sekarang Pak, dia masih tampak shock”, pintaku pada polisi
“Baiklah, tapi semoga besok sudah bisa memberi keterangan, kami beri waktu 12
jam untuk menenangkan diri?”, kata Polisi itu
“Terima kasih Pak”, kataku, lalu Polisi itu pun pergi,
“Dok, apa putri boleh keluar dari rumah sakit ini?, tidak kondusif rasanya bila dia
harus menenangkan diri disini?”, kataku
“Oh, sudah bisa namun ada beberapa obat dari kami, nanti saya beri resepnya”,
kata Dokter tersebut
“Put, sudahlah ini takdir, tak ada yang bisa melawannya, kamu malam ini ikut aku
ya, besok kita kesini lagi, mungkin besok juga keluargamu sudah datang
menjemputmu”, kataku menenangkan Putri
“Tapi kenapa mereka Dit?, bukan aku? Aku yang menyebabkan mereka mati!”,
kata Putri
“Tenanglah Put, ayo kita pergi”, kataku dan megajak Putri keluar, putri masih
saja menangis.
Tuhan, kenapa engkau mempertemukan ku dengan Putri saat kondisinya seperti
ini, gumanku dalam hati, Putri masih saja menangis terisak.
“Dit,mau kemana kita sekarang?”, tanyanya dalam tangisnya
“Kita ke apartemenku,kamu istirahat dulu disana, besok kita kesini lagi saat
keluargamu datang”, kataku,
“Apartemen kamu?”, tanyanya sambil menatapku.
“Iya Put, kalau kamu disini kamu akan terus merasa bersalah, gak baik buat
psikologismu,tadi sudah ada obat dari dokter dan mungkin besok juga ada dokter
yang check up kamu datang”, kataku
“Bukan itu Dit, kita sekamar?”, Tanya nya sembari menahan tangisnya
“Oh, enggak tenang aja, kamu yang tidur di kamarku, aku di sofa, percaya ya
sama aku, aku gak macem-macem kok?”, kataku meyakinkannya
Putri hanya terdiam, aku genggam tangannya malam itu, dia masih trauma,
20
malang sekali gadis idaman ku ini. Dapatlah kami Taxi, kami pun naik Taxi ke
apartemenku..
_________________________________________________________________
Sampailah kami di apartemenku, ku persilahkan Putri masuk, dia masih terlihat
shock dan tampak lelah,
“Put, aku siapkan air hangat ya, kamu bersihkan badanmu, setelah itu kita makan
dulu”, kataku
“Iya Dit, makasih ya?”, katanya lirih
Aku siapkan air hangatnya di Bathtub, begitupun handuk dan pakaian, aku
pinjami dia pakaian ku,sweeter hangat dan celana trainingku yang mungkin pas di
Putri karena tubuh kami hampir sama, kami sama-sama sedikit kurus,Putri pun
mandi, dan aku mmemasak nasi goring special ke ahlianku, setelah selesai
memasak ku hidangkan di meja makanku, malam ini meskipun dalam suasana
duka, namun aku merasa ini malam sangat special, aku dan Putri makan malam
berdua, tak lama Putri pun keluar dengan menggunakan pakaian yang ku beri, dia
masih tampak cantik meskipun matanya masih sembab karena tangis,
“Duduk Put,kataku mempersiapkan kursi untuk dia duduk, dan kusiapkan nasi
gorengnya
“Ini nasi goring ala Aditya Gibran, pasti kamu suka”, kataku lagi membanggakan
masakanku,namun Putri hanya diam dan menatap kosong,
“Put, kamu makan dulu ya, biar kamu sehat, besok banyak prosedur yang harus
kita jalani”, kataku
“Dit, aku pembunuh ya?”, tanyanya dengan tatapan yang masih kosong
“ssssst,Put, jangan ngomong gitu, ini kecalakaan murni kok, kamu besok Cuma
diperiksa sebagai saksi, jadi gak apa-apa kok”, kataku
“Dit,makasih ya, udah mau nolong aku”, katanya, air matanya menetes lagi
“Iya, emang aku ditakdirkan nolong kamu kali hehe, oh ya, makan dulu walau
dikit, pasti kamu belum makan?”, kataku, Putri pun makan, terlihat dia tidak
nafsu makan, fikirannya pasti masih trauma dan rasa bersalahnya.
Selesai makan aku ajak Putri ke ruang tengah, kusiapkan obat yang diberi dokter,
semacam obat antiseptic untuk mengobati memarnya
“Put, aku obtain ya memarnya di sekitar keningmu”, kataku
“Iya Dit, maaf ya ngerepotin kamu?”, katanya
“Udah Put gak apa-apa, kita teman kan, wajarlah kalau kita saling menolong”,
katanya
“Dit, aku boleh pinjam ponsel mu, aku ingin menelpon keluargaku”, pintanya
“Tentu, Put”, kataku dan memberinya ponselku, dia pun menelpon Ibunya yang
sedang dalam perjalanan sekeluarga menjemputnya, begitupun dengan keluarga
almarhumah Dinda dan Tiara, sementara aku mengobati lukanya Putri, dalam
21
obrolannya Putri menyebut Husain, kekasihnya yang ikut juga menjemputnya,
bahkan mereka sempat mengobrol, Putri menangis lagi, aku menenangkannya,
kubelai rambutnya, Putri pun bersandar dipelukanku, gadis milik orang lain yang
ku cintai kini ada dipelukanku, tak rela rasanya bila besok aku harus
mengembalikan pada sang empunya,,
“Dit”, katanya lirih
“Iya Put,kamu butuh apa?”, kataku lembut
“Aku…butuh kamu malam ini, tetap didekatku ya”, katanya menatapku dalam
pelukku
“Iya Put, besok pacar kamu juga datang?” tanyaku, Putri hanya mengangguk.
Kugenggam tangannya, Putri hanya diam saja, kenapa harus pria lain jadi
kekasihnya bukan aku? Padahal aku pun pantas dengannya!, kata-kata itu
berkecamuk dalam hatiku
“Dit, tadi aku lihat foto aku dikamarmu”, katanya”
Astaga! Aku lupa kalau memajang fotonya dikamarku, dan Putri tahu sekarang,
malu lah aku!
“A…anu..put, itu….itu…”, kataku terbata tak bisa menjawab
“Aku tahu kamu mencintaiku Dit”, katanya
“Kalau kamu tahu kenapa kamu menghindar dariku? Kenapa kamu selalu diam
padaku? Kenapa kamu tidak pernah memberi aku kesempatan? Tidak sudikah kau
dekat denganku walau hanya sebagai teman? Kalau kamu tahu Put, aku selalu
memikirkanmu disetiap hariku dan….dan menyebut namamu di hatiku setiap
menitnya, namun kamu tidak pernah hadir untukku, hanya bayangmu yang setia
menemaniku Put!”, keluarlah kata-kata yang selama ini ingin ku sampaikan
padanya.
kali ini putri yang hanya diam, air mata menetes di pipinya lagi,,
“Put, kenapa aku tidak pernah kamu beri kesempatan untuk dekat denganmu
seperti pria-pria lain itu Put?”,air mataku pun mulai menetes.
“Adit, maafkan aku, aku tidak tahu kenapa denganku, aku tidak bisa membuka
hatiku untukmu,hati ini tak pernah bergetar bila ada kamu, apalagi kamu pun
mantan kekasih Olivia, sahabat Anisa, kamu tahu kan sedekat apa aku dan
Anisa?” katanya
“Seandainya hatiku bisa memilih, tentu aku tak pernah mau jatuh cinta padamu,
tak ingin rasanya pula ku mengkhianati perasaanku pada Olivia”, kataku
“Tapi Olivia gadis baik Dit, kenapa kamu tega menyakitinya?” tanyanya padaku
“Tapi aku juga Pria baik, kenapa kamu tega menyakitiku?”, kataku membalikan
kata-katanya
“Sadarlah Dit, aku bukan milikmu, kamu tahu untuk apa aku ke Bandung?” kata
Putri
“Anisa memberi tahuku untuk mengambil ijazah dan…lalu dia tak melanjutkan
22
kata-katanya lagi” kataku
“Selain mengambil ijazah, aku ingin have fun dengan Dinda dan Tiara, di masa-
masa terakhirku sebagai seorang gadis, lalu aku pun ingin mengambil rancangan
gaun pengantinku disana, aku akan menikah Dit, menikah dengan Husain!”,
katanya sambil menunjukkan cincin tunangan yang ada di jari manisnya, seolah
itu sebuah penegasan.
Hancurlah hatiku mendengar itu, harapanku bisa bersamanya sirna sudah tak
berbekas, aku tak bisa berkata apa-apa lagi,
“Maafkan aku Dit”, Putri menangis dan memelukku, pelukan dari sebuah harapan
yang pamit pergi meninggalkanku
“Iya, Put, gak apa-apa, kita memang gak jodoh, Husain lebih baik untukmu, aku
bersyukur, mencintaimu dan mengagumimu membuatku hidup, kamu semangatku
Put, terima kasih untuk harapan itu, aku merelakan dan meng ikhlaskanmu Put”,
kataku mencoba tegar setegar-tegarnya.
“Peluk aku dalam tidurku malam ini Dit, ini hadiah dari sebuah kesetiaan
perasaanmu”, kata Putri dan diapun menyenderkan tubuhnya lagi di pelukku, aku
mendekapnya erat sampai dia tertidur di pelukku, sedangkan aku menatap terus
wajahnya, besok wajah ini sudah tidak ada lagi di hadapanku selamanya,,,
**********
Keesokan harinya, Putri membangunkanku, “Dit bangun”, katanya sambil
mengusap pipiku
“Putri”, aku menatapnya, rasanya inilah yang ku harapkan selama ini, saat ku
membuka mata, gadis yang kucintai ini ada di hadapanku,
“Kamu kok mindahin aku ke kamar?”, kata Putri
“Kasian kamu, di luar dingin jadi aku pindahin kamu ke kamar tadi malam”,
kataku
“Dit, hari ini kita mau kemana?”,tanyanya
“Kita ke kantor polisi dulu Put, sore baru kita ke rumah sakit”, kataku
„Tapi temani aku ya disana, aku takut sendiri!”, katanya memohon
“Iya Put, sekarang kamu mandi dulu deh aku siapin baju buat kamu”, kataku
“Gak, kamu dulu yang mandi, aku nyiapin kamu baju dan nyiapin kamu sarapan”,
katanya
“Ini hadiah dari kesetiaan juga?”, kataku sambil tersenyum.
Namun Putri hanya tersenyum dan berlalu ke dapur, aku pun mandi, Tuhan terima
kasih engkau sudah memberiku kesempatan indah ini….
Selesai mandi, kulihat bajuku telah disiapkannya, “Dit, sarapan sudah siap”,
23
katanya dari ruang makan, “iya sebentar Put, aku pakai baju dulu, kataku, lalu aku
pun berpakaian setelah itu ,menemui Putri, “hmmm pasta”, kataku, “iya Cuma
ada ini di kulkas kamu Dit”, kata Putri.
“sekarang kamu mandi, aku siapkan kamu pakaian lalu kita sarapan bareng”,
kataku pada Putri, Putri pun tersenyum dan menuruti perintahku. Setengah jam
kira-kira putri keluar kamar dengan pakaianku, dia terlihat tampak tomboy,
memakai kemeja ku yang tampak kebesaran dan celana jeans ku, aku tersenyum
saja melihatnya, lalu kami pun sarapan berdua, setelah itu kami pergi ke kantor
polisi untuk membuat laporan.
Dikantor Polisi Putri dicecar berbagai pertanyaan masalah kecelakaan itu, begitu
pun dengan supir kopaja lawan tabrakan Putri, tidak ada korban nyawa dari pihak
kopaja, sedangkan dari Putri dua orang sahabatnya menjadi korban, Putri pun
sampai tak kuasa menahan tangis di kantor polisi, aku berusaha menenangkannya
mendampinginya dengan setia sampai akhir pemeriksaan.
Pukul 15:45 sore pemeriksaan selesai, hampir seharian kami disini,Putri hanya
dikenakan wajib lapor sebulan sekali dalam waktu yang ditentukan Polisi,
pastinya bukan aku lagi yang menemaninya namun sang Kekasihnya, Husain.
Setelah itu kami pun bergegas menuju rumah sakit,
“Put, ini no Husain ya?, dia berkali-kali menelpon tapi tak sempat terangkat, dan
dia sms katanya dia dan keluargamu sudah sampai di Jakarta”, kataku sembari
memberi ponselku pada Putri
“Benar Dit, ya sudah kita segera ke rumah sakit”, kata Putri
Setelah mendapat Taxi kami pun segera bergegas ke rumah sakit untuk menemui
Husain dan keluarga Putri, inilah saat terakhir ku bersama Putri, kunikmati detik
demi detik dalam perjalanan ini, ku genggam tangan Putri di sepanjang perjalanan
ke rumah sakit, kugenggam tangannya dengan erat, karena tangan ini tak ada lagi
dalam genggamanku selamanya…..
_________________________________________________________________
___________
Sampailah kami di rumah sakit, segera ku menuju tempat dimana keluarga Putri,
Husain dan keluarga ke dua almarhumah berkumpul, sesampainya disana
t6angisan pecah, kedua orang tua Putri langsung memeluk Putri, kulihat disana
ada Kakak laki-laki Putri, Anisa juga disana,di samping jasad kedua almarhumah
temannya tampaknya dia habis menangis, begitupun sekumpulan beberapa orang
yang ku kira itu adalah keluarga korban almarhumah, mereka menangisi
almarhumah, dan seorang Pria yangmenanti Putri dengan cemasnya, ya mungkin
24
itu Husain, berpostur tegap kekar, berambut cepat berwajah maskulin khas
seorang Polisi, dia segera memeluk Putri, tak kuasa aku melihat itu, aku keluar
dari ruangan, air mataku menetes,aku cemburu, aku duduk sendiri di ruang
tunggu, tak ada yang bisa kulakukan, kini Putri telah kembali pada pemilik
hatinya, aku..hanya aku…yang hanya dapat memiliki bayangnya saja…
“Adit,,,,!!!”, Lukman memanggilku dan menghampiriku lalu duduk disampingku
“Eh, Man, udah selesai urusan di Bandung?”, tanyaku
“Udah, Bos, gimana keadaan pujaan lu?”, tanyanya
“Udah baik-baik aja kok, sekarang dia ma keluarganya dan…”, kataku tak
melanjutkan kata-kataku
“Dan siapa?, lu habis nangis?”, Tanya Lukman padaku
“Dan tunangannya”, kataku dengan suara berat.
“Sabar Dit, mungkin dia bukan yang terbaik, cepat atau lambat jodoh lu yang
sebenarnya bakal datang kok”, Lukman menghiburku
“Makasih Man, lu sahabat terbaik gue!”, kataku
Lalu pintu ruangan pun terbuka, tampak mayat kedua almarhum sudah dimasukan
ke dalam peti dan akan di bawa pulang keluarganya, dibelakangnya keluarga
Putrid an keluarga korban mengiringinya, Kulihat Putri masih menangis dia di
gandeng oleh sang tunangannya
“Nak, terima kasih ya sudah menjaga Putri, saya ayahnya”, kata Ayah Putri yang
menghampiriku dan menjabat tanganku.
“Makasih banyak Nak”, timpal sang Ibu Putri
Aku pun menyalami satu persatu keluarga Putri, begitu pun dengan Husain
“Terima kasih banyak sudah menjaga Putri”, kata Husain dan menjabat tanganku
“Iya, kalian… selamat menempuh hidup baru ya?”, kataku dengan perasaan yang
berat.
“Iya makasih banyak, kalau anda punya waktu datanglah ke resepsi kami bulan
depan?”, kata Husain mengundangku.
Sungguh hancur hatiku mendengar itu ku tatap Putri, Putri pun demikian, tatapan
Putri sungguh penuh makna seolah dia merasa sakitku,
“Maaf kenapa anda menangis?”, kata Husain yang melihat air mataku menetes.
“Eh maaf ini tangis haru, Putri sahabatku,saya bahagia untuknya”, kataku
berbohong pada Husain.
“Wah, beruntung kamu sayang punya sahabat sebaik Mas Adit”, kata Husain
pada Putri.
Putri hanya tertunduk, dia hanya diam.. Tak lama mereka pun pamit karena
jenazah memang harus segera dikebumikan di Lampung, kuantar mereka ke
parkiran, aku masih melihat Putri, Putri tak menoleh padaku sedikitpun, Lukman
menenangkanku.
25
“Sabar ya Dit”, kata Lukman, dan aku hanya terdiam sambil menatap
Putri,berharap Putri menatapku untuk terakhir kalinya.
“Dit, jangan sedih ya,kalau kamu cinta Putri, biarkan dai bahagia dengan
pilihannya, aku pamit ya”, kata Anisa yang datang dari belakangku, aku hanya
tersenyum pada Anisa dan mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya
selama ini, satu persatu dari mereka pun memasuki mobil, tinggal Husain dan
Putri,
“Ayolah Put, tatap aku, aku sudah merindukan tatapanmu”, kataku dalam hati
penuh pengharapan.
Benar saja sebelum masuk mobil Putri menatapku, tatapan yang sangat indah,
beberapa detik dia menatapku, ku melihat air matanya menetes, lalu dia masuk ke
mobil, Husain tersenyum padaku dan dia pun masuk mobil, rombongan pun
pulang ke Lampung membawa Putrid an meninggalkanku sendiri lagi..
“Dit, ayo kita pulang?”, kata Lukman padaku
“Iya”, kataku singkat, kami pun pergi dari rumah sakit…
Sampailah aku di apartemen ku, gelap dan sendiri, aku masih membayangkan
kehadiran Putri disini kemarin, kunyalakan lampu, kulihat sofa tempat kami
duduk dan bercerita juga menangis berdua, ku masuki kamarku, ku lihat
ranjangku,Putri tertidur di ranjang ini kemarin, ku rebahkan tubuhku di
ranjangku, wangi Putri masih tercium menambah kegalauan hatiku,lagi-lagi aku
menangis, benar-benar tangis, sebuah tangis kehilangan ku menatap fotonya di
meja kecil di kamarku, dan di bawahnya di sebuah keranjang kecil, astaga
pakaian Putri masih tertinggal disitu, aku baru ingat Putri memakai pakaianku
pulang ke Lampung, segera ku hampiri pakaian Putri dan ku peluk pakaian
itu,aku pun tertidur memeluk pakaiannya sambil menangis,sampai aku tertidur
dalam tangis ku.
*********
Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian itu, minggu depan hari pernikahan Putri,
dan aku..masih belum bisa bangkit dari keterpurukanku, aku banyak
menghabiskan hari-hariku di kamar, Lukman yang ku tugasi mengurus bisnisku,
sesekali Lukman datang padaku dan beberapa staf di kantor yang akrab denganku
untuk menengokku dan memberi motivasi padaku, rasanya motivasi memang
sudah tidak mempan lagi padaku , aku butuh Putri, aku sangat merindukannya,,,
hari demi hari kulewati, tinggal lusa pernikahan Putri dan Husain, siang itu aku
26
masih saja dalam kegalauanku, ku duduk di sofa sendiri, ku gonta-ganti chanel
TV, apartemenku berantakan,sampai tiba-tiba suara bell terdengar.
“Pasti Lukman!”, gerutuku dalam hati
“Man, kan gue bilang gue gak mau diganggu dulu lu ngapain dat….”, kataku
nyerocos sambil berjalan membuka pintu, dan ternyata yang datang……….. Itu
Putri, dan Husain.
“Put…Putri..?”, kataku terbata
“Hei, Adit”, kata Putri
“Hei Dit”, sapa Husain
Aku tersenyum pada Husain,
“Eh, kok kalian ke Jakarta? bukannya lusa nikah kan?”, tanyaku.
“Ehm..boleh masuk dulu gak?”, kata Putri,
“Oh, maaf silahkan, ta..ta…tapi berantakan..”, kataku terbata, Husain dan Putri
pun masuk
“Astaga Adit, kamu jorok banget sih?, pertama kali aku datang kesiani rapi loh
apartemen kamu ini!”, kata Putri.
“Ini Put, aku lagi males aja beres-beres capek banget belakangan ini”, kataku,
“Bukannya karena lgi galau kan dit?”, kata Husain
Hah?, aku kaget Husain berbicara seperti itu, aku coba alihkan obrolan agar tak
curiga mereka dengan keadaanku.
“Eh iya, ada apa kalian kesini? Oh iya aku lupa? Mau nganter undangan ya? Jauh
banget harus datang kesini segala?,lewat telpon aja kan bisa? Hehe”, kataku amat
salah tingkah
“Enggak kok Dit”, kata Putri
“Oh iya? Mau buat laporan ke polisi atau... mau ngurus mobil kamu ya Put?”,
kataku lagi.
“Itu udah di urus mas Iqbal dan pengacaranya Putri Dit”, kata Husain menimpali.
“Oh begitu? Lalu apa?”, tanyaku.
“Aduh, gak nyaman banget ngobrol suasana kayak gini? Aku beres-beres ya,
kalian cowok-cowok, sana ke lobi!”, perintah Putri.
“Eh, Put gak usah….”, kataku sungkan
“Udah..keluar…keluar”, Putri mendorongku dan Husain agar meninggalkan
ruangan itu, yasudahlah apa boleh buat.
Aku pun mengobrol di lobi hotelku dengan Husain sambil menikmati
pemandangan Jakarta siang bolong itu.
“Dit, udah lama tinggal di Jakarta?”, Tanya Husain
“Udah 3 tahun lah,lu tugas di kesatuan mana?”, tanyaku berbasabasi
“Di Lampung Timur,Dit, Putri cantik ya?”, kata Husain.
“Eh, i….iiya,beruntung loh lu dapetin dia?”, kataku lagi.
“Memang,gue memang beruntung Dit, gue sayang banget ma dia?”, katanya
27
“Bagus lah, jadi gue gak was was, sahabat gue menikah dengan orang yang
tepat”, kataku
Husain sejenak menatapku, lalu kata-kata yang tak kuduga keluar dari mulutnya,
“Tapi gue bukan orang yang tepat buat dia Dit?”, katanya menatapku
“Maksud lu?,lu kan pilihan dia, jelaslah lu tepat buat dia, apalagi lu sayang kan
ma dia?”, kataku bingung.
“Iya emang gue sayang sama dia,tapi gue sadar ada yang lebih sayang ma dia, dan
dia lebih sayang sama orang itu daripada gue”, katanya.
“Eh, tunggu dulu deh, gue gak ngerti pembicaraan kita ini”, kataku semakin
bingung.
“Gue datang kesini untuk ngembaliin Putri ke lu”, katanya
“Tunggu dulu, gue semakin gak ngerti!, Husain! Putri gak pernah ada rasa cinta
ma gue, kami udah ngebahas ini waktu itu, dia sama sekali gak ada rasa sama gue,
dia milik lu, bukan milik gue”, katanya.
“Lu payah sih, gak mempertahankan cinta lu!”, kata Husain.
“Tapi percuma kalau gue cinta dia tak cinta! Terlalu menyakitkan!”, kata ku
Lalu Husain berdiri dan dia langsung menonjok pertutku,ouch…alangkah
sakitnya, “Kalau Putri memberi lu hadiah dari kesetiaan perasaan, gue ngasih lu
hukuman dari keputus asaan lu! Rasa sakit ini gak seberapa dari rasa sakit lu dan
rasa kehilangan lu terhadap Putri!”, kata Husain
“Tapi. Putri gak cinta sama gue!” kataku menahan rasa sakit.
“Aku memang tidak mencintaimu, kalau ada istilah lain yang menggambarkan
perasaanku padamu yang melebihi cinta, akan ku pakai kata itu untuk
memujimu!”, kata Putri tiba-tiba datang.
“Lu denger sendiri sekarang kan?”, kata Husain.
Aku hanya menatap Putri dengan takjub mendengar kata-katanya, Tuhan, apakah
kau memberinya untukku?, ku tatap Husain, “Hatinya milik lu,Adit!”, kata
Husain bijak.
segera kupeluk Putri di depan Husain, “Tapi kenapa kamu bilang kamu gak
mencintaiku Put waktu itu?, aku lemah tanpamu Put..”, kataku mengutarakan
semua penderitaanku padanya.
“Aku….aku,,lebih dari cinta denganmu, cintaku padamu tak pernah bisa
kurasakan namun datang menegurku dengan sayap-sayap indahnya dan membawa
hatiku terbang ke hatimu, ku mohon menikahlah denganku?”, kata Putri
Tuhan….itulah kata-kata terindah dari seorang wanita yang pernah ku dengar,ku
melihat Husain, dia tampak tegar, tatapan mataku pada Husain menandakan
permintaan maafku padanya, Husain hanya tersenyum.
“Put, ini hadiah dari kesetiaan perasaan?”, Tanyaku
“Iya terima kasih atas kesetiaan perasaan itu”, katanya…aku memper erat
28
pelukanku, akhirnya dia menjadi milikku, benar-benar milikku,
Selamanya……………
. “Cerpen berdasarkan kisah nyata penulis masa ini, dan impian penulis di tahun
2016, karena seharusnya bila cerita ini benar-benar terjadi, cerpen ini di tulis
tahun 2016”
TAMAT
29
Catatan Penulis: “saya memohon setiap tokoh yang terlibat dalam cerpen ini dan
mengetahui kisahnya, cobalah padang dari sisi penulis, meskipun sang penulis
menyakiti seorang gadi baik yang tulus dengannya”
Dedication for :
Putri Amanda (Bukan nama sebenarnya)
Olivia (Bukan nama sebenarnya)
Dan teman-teman yang terlibat
Thank you for the inspiration