kesetiaan perasaan

29
1 KESETIAAN PERASAAN (Galih Aditya M.) Handphone ku berdering menandakan adanya suatu panggilan masuk, sambil menyetir kulihat siapa yang menelepon, ternyata Anisa, temanku yang berada di Lampung, segera ku menepi di pinggir jalan dan mengangkat telepon itu. “Halo,aku harap kamu ngasih aku kabar baik malam ini?”, kataku langsung to the point “Maaf Dit,semuanya gak sesuai yang kamu harapkan,maafin aku gak bisa bantu kamu lebih lagi”.Suara Anisa tampak terdengar putus asa “Lantas?,apa sudah gak ada lagi kesempatan?, tolonglah Nis, rayu dia, Aku serius ingin meminangnya”,Aku memohon. “Gak bisa Dit,Putri udah punya pacar, seorang Polisi,Aku gak bisa maksaiin semua ini, dia sahabatku Dit,kamu ngertiin dong”, Anisa sedikit kesal karena kengeyelanku. “Pacar! Cuma pacar? Aku ini mau meminangnya, ingin menikahinya!”,jawabku “Kenapa gak kamu ngomong sendiri ke dia?”,Kata Anisa sedikit membentak. “Dia gak pernah mau berbicara padaku,dia selalu diam tanpa penjelasan seolah Aku ini seekor punguk yang diacuhkan bulan, e-mail,tweet,wall facebook semuanya gak ada yang dia balas! Untuk Nomor handphonenya aja kamu gak pernah mau ngasih ke aku!”,kataku tak kalah kesal. “Maafin aku, aku hanya menjaga kepercayaan dari dia, dia memintaku untuk tidak memberi nomornya padamu,maafin aku,lalu kenapa kamu gak kerumahnya saja?”, Anisa menyarankan. “Anisa, Aku bukan type orang yang datang ke rumah orang tanpa undangan dan seizinn tuan rumahnya tak ada jaminan dia bakal mau bertemu denganku saat aku kerumahnya,andai saja dia memintaku datang, aku rela pulang ke Lampung malam ini dan meninggalkan urusanku disini!” Kataku “Untuk saat ini maafin aku, aku benar-benar berada di posisi yang serba salah, maafin aku udah gak bisa bantu kamu lagi”, kata Anisa dengan rasa sedikit kesal dan serba salahnya. “Apa gara-gara aku pernah menjadi kekasih Via, dia tidak menganggapku?”tanyaku “Dit, aku harap kamu mengerti, meski Via dan Putri tidak akrab, namun mereka berdua sahabatku, dan Putri tahu kamu itu mantannya Via, Putri tahu cara menghormati wanita”, Jawabnya “Baiklah, tapi tolong selalu kabari aku soal Putri, aku masih mengha rapnya dan

Transcript of kesetiaan perasaan

Page 1: kesetiaan perasaan

1

KESETIAAN PERASAAN

(Galih Aditya M.)

Handphone ku berdering menandakan adanya suatu panggilan masuk, sambil

menyetir kulihat siapa yang menelepon, ternyata Anisa, temanku yang berada di

Lampung, segera ku menepi di pinggir jalan dan mengangkat telepon itu.

“Halo,aku harap kamu ngasih aku kabar baik malam ini?”,kataku langsung to the

point

“Maaf Dit,semuanya gak sesuai yang kamu harapkan,maafin aku gak bisa bantu

kamu lebih lagi”.Suara Anisa tampak terdengar putus asa

“Lantas?,apa sudah gak ada lagi kesempatan?”, tolonglah Nis, rayu dia, Aku

serius ingin meminangnya”,Aku memohon.

“Gak bisa Dit,Putri udah punya pacar, seorang Polisi,Aku gak bisa maksaiin

semua ini, dia sahabatku Dit,kamu ngertiin dong”, Anisa sedikit kesal karena

kengeyelanku.

“Pacar! Cuma pacar? Aku ini mau meminangnya, ingin menikahinya!”,jawabku

“Kenapa gak kamu ngomong sendiri ke dia?”,Kata Anisa sedikit membentak.

“Dia gak pernah mau berbicara padaku,dia selalu diam tanpa penjelasan seolah

Aku ini seekor punguk yang diacuhkan bulan, e-mail,tweet,wall facebook

semuanya gak ada yang dia balas! Untuk Nomor handphonenya aja kamu gak

pernah mau ngasih ke aku!”,kataku tak kalah kesal.

“Maafin aku, aku hanya menjaga kepercayaan dari dia, dia memintaku untuk

tidak memberi nomornya padamu,maafin aku,lalu kenapa kamu gak kerumahnya

saja?”, Anisa menyarankan.

“Anisa, Aku bukan type orang yang datang ke rumah orang tanpa undangan dan

seizinn tuan rumahnya tak ada jaminan dia bakal mau bertemu denganku saat aku

kerumahnya,andai saja dia memintaku datang, aku rela pulang ke Lampung

malam ini dan meninggalkan urusanku disini!” Kataku

“Untuk saat ini maafin aku, aku benar-benar berada di posisi yang serba

salah,maafin aku udah gak bisa bantu kamu lagi”, kata Anisa dengan rasa sedikit

kesal dan serba salahnya.

“Apa gara-gara aku pernah menjadi kekasih Via, dia tidak

menganggapku?”tanyaku

“Dit, aku harap kamu mengerti, meski Via dan Putri tidak akrab, namun mereka

berdua sahabatku, dan Putri tahu kamu itu mantannya Via, Putri tahu cara

menghormati wanita”, Jawabnya

“Baiklah, tapi tolong selalu kabari aku soal Putri, aku masih mengharapnya dan

Page 2: kesetiaan perasaan

2

selalu mengharapnya”,kataku meminta

Lalu obrolan kami lewat handphone pun berakhir dan aku melanjutkan perjalanan

pulang ke apartemenku hari semakin larut, etos kerja di Jakarta membuatku lelah

setiap harinya ditambah perasaan ini yang masih berharap sesuatu cinta yang

belum atau tidak pernah pasti.Putri namanya gadis yang selalu menjadi impianku,

ku mencintainya sejak lama, sejak dia berpacaran dengan pacar masa sekolahnya

dan ia menjalin hubungan jarak jauh dengan pacarnya itu, juga sampai saat dia

putus dengan kekasih masa sekolahnya, disela kesendiriannya ku coba

mendekatinya, namun tetap saja dia tak membuka pintu hatinya untukku, sampai

suatu ketika bisnisku berjalan pesat dan aku harus mengembangkan ke Jakarta

sampai sesukses ini Putri masih menutup hatinya untukku, malah dia memilih pria

lain yang sekarang menjadi kekasihnya, ya seorang polisi itu, haruskah aku

meninggalkan dan merelakan cintaku??

*******

Sinar mentari ini menyinari kelopak mataku dan menembus ke korneaku sehingga

menyadarkanku dari tidurku, ku lihat jam dikamarku pukul 08:27, lelap sekali aku

tidur, aku terduduk sesaat di tepi tempat tidur, aku melihat sejenak foto Putri yang

ada di meja kecil di samping tempat tidurku,

“Apa aku masih pantas menyimpan fotomu, apakah aku masih sportif dimata

lelaki mengingat statusmu kini?”, aku berbicara sendiri sambil menatap fotonya,

wajahnya sangat indah, begitupun senyumnya, juga rambutnya, fikiranku

menerawang jauh saat pertama kali bertemu dengannya…

Oktober 2011

saat itu aku masih di Lampung kuliah sambil bekerja merintis suatu usaha di

bidang education non formal, internet menjadi kebutuhan utama di hidupku saat

itu, selain Olivia tentunya yang selalu mensuport ku, Olivia atau Via biasa ia

disapa ialah kekasihku saat itu, satu kampus denganku namun berbeda jurusan,

kuliahku yang lenggang saat itu kugunakan untuk bekerja, merancang program

dan mencari bahan-bahan pembelajaran dan inovasi terbaru melalui internet, ku

datangi suatu warnet langgananku, aku masuk dan ternyata seeorang gadis manis

berambut panjang dengan mata yang mentap indah menjadi operatornya hari itu,

siapa dia? bukannya biasanya Bambang atau kiyay?, kedua orang itu seudah ku

kenal, tapi siapa gadis ini,aku langsung saja masuk ke bilik warnet biasa tepat di

depan meja operator, hari itu aku tidak konsentrasi dengan bahanku, aku menatap

gadis itu dari sisi bilik (karena bilik ku dan mejanya berhadapan),aku sesekali

Page 3: kesetiaan perasaan

3

menatapnya dia masih saja sibuk mengetak-ngetik di komputernya sesekali ber

sms-an dan melayani konsumen yang hendak bayar, sampai ketika limit ku habis,

aku segera membayar,

“berapa?,kataku, meski sebenarnya aku sudah tahu harganya dari bill otomatisnya

“5000”,jawabnya singkat

Aku keluarkan pecahan 20.000an saat dia sibuk menyiapkan kembalian untukku

aku sedikit ada niat ingin berkenalan dengannya, namun ku urungkan, aku ingat

Olivia, gadis baik yang selalu setia padaku, tak ada yang terjadi hari itu antara aku

dan gadis warnet itu, akupun pulang ke rumah, dan sorenya aku menjemput

Olivia dan berkencan dengannya.

Aku memang sering ke warnet itu beberapa hari terakhir karena memang

kebutuhan dan selalu bertemu gadis manis itu lagi, aku tak bisa memungkiri

perasaan ini, aku mulai tertarik pada dia, ya, aku tertarik fisiknya, aku beranikan

berkenalan, pada hari itu aku memprint beberapa dokumen, sambil menunggu

hasil print kami bebrbicara,

“Nama kamu siapa?” kataku

gadis itu menjawab dengan suara yang kecil, aku tidak mendengarnya sehingga

aku terus berkata apa dan apa, aku tampak bodoh, hingga dia menulis namanya di

kertas “Putri Amanda” dan ia berikan padaku, setelah membayar, aku keluar

warnet untuk pulang, kupacu motorku, dalam benakku berkecamuk, “Apa Tuhan

mengujiku? kenapa dia buat hati ini bergetar saat melihat Putri disaat aku masih

sangat menyayangi Olivia?”, pertanyaan itu terus berkecamuk, sampai akhirnya

cinta untuk Olivia perlahan hilang dan mulai tergantikan oleh sosok Putri,

perasaanku berselingkuh, aku menjadi kasar pada Olivia, kadang tak peduli lagi

dengnnya di tambah Olivia yang posesif, hubungan kami pun harus berakhir,,

dalam masa putusku dengan Olivia, aku mencoba ingin mengenal Putri lebih

dekat, aku search akun jejaring sosialnya dan kami ternyata sudah lama berteman

namun kami tidak sadar, aku sapa dia ku lihat infonya, sayang beribu sayang dia

sudah memiliki kekasih, namun sang kekasihnya jauh di Aceh sana untuk bekerja,

long distance relationship, apa bisa Putri setia?,

beberapa jam kemudian Putri membalas dan bertanya padaku, “kamu temannya

Anisa?”

Hah! Anisa? “kamu kenal dia darimana?”tanyaku balik

“dia teman aku dari kecil dan satu sekolah waktu SMA, Lebih dari teman, dia

sahabatku”,katanya

Ternyata dia melihat salah satu fotoku bersama Anisa dan Olivia, juga Anggi

kekasih Anisa, kami berfoto ber empat disuatu pusat perbelanjaan, jadi dalam

kasus ini :

Page 4: kesetiaan perasaan

4

Putri Anisa Olivia

Anisa sahabat keduanya! Astaga!, kenapa ini? Terlalu sempitkah Lampung ini?

segera kuhubungi Anisa dan bertanya tentang Putri padanya. Ya, benar saja,

Anisa sangat mengenalnya bahkan kekasih Putri pun Anisa sangat

mengenalnya,dia menjadi saksi suka duka kisah cinta Putri dan kekasihnya,

tampaknya Putri sangat menyayanginya, apa aku harus tega menghancurkan

hubungan mereka, ingin aku pergi dari perasaan tentangnya, tapi apa daya tidak

bisa,aku ingin bercerita waktu itu tentang bebanku, tapi aku tak tahu harus pada

siapa?,aku pacu motor bebekku entah kemana tak tahu arah, sampai terbesit lagi

Olivia di fikiranku, aku hubungi dia, syukurlah dia menjawab, kutanyakan

keberadaannya, ternyata dia di rumah neneknya, aku susul dia kesana, kami

bertemu dan kami berbicara di bungalau kecil di depan rumah neneknya

“kamu apa kabar?”,tanyaku tanpa ku berani menatap matanya

“Baik, ada perlu apa?”, tanyanya singkat

Aku tak tahu apa yang harus aku katakana hari itu,tidak etis rasanya aku berbicara

tentang Putri didepan Olivia, aku beranikan menatap Olivia, pandangannya sayu,

aku tahu dia masih mencintaiku,tak kuasa aku menatap wajahnya,

“Kenapa kamu diem?”, tanyanya lagi

“Via,maafin aku ya?” kataku

“Untuk apa? Yang kemaren-kemaren? Udahlah, kan udah putus ini, lupain lah?”,

katanya memandang nanar ke depan

“Kamu masih marah?”, tanyaku padanya.

“Aku tidak marah padamu, tapi aku sakit hati, sakit hati yang sebenar-

benarnya”,Olivia mengungkapkan isi hatinya.

“Apa bedanya antara kamu marah dan sakit hati,keduanya rasa yang menyebalkan

bukan?”, kataku

Olivia hanya menatap ku, aku lihat air matanya menetes,

“Kamu jangan nangis”, kataku sambil mengusap air matanya

“Apa kamu pernah belajar tentang perasaan?”, tanyanya dengan mata yang masih

berkaca-kaca

“Maksud kamu?”, aku sedikit bingung

“Kamu tahu kenapa aku sakit hati tapi tidak marah padamu?”, tanyanya lagi

“jelaskan itu vi?”, kataku penasaran

“Pernahkah kamu sangat jatuh cinta dan menyayangi seseorang dengan tulus,

mencoba berusaha sempurna di matanya meski tak sempurna,ingin selalu ada saat

Page 5: kesetiaan perasaan

5

kamu butuh?” Olivia menjelaskannya.

Aku hanya terdiam membisu kata-kata tak keluar lagi dari mulutku..

“kamu tahu kalau aku tulus mencintaimu apa adanya, meskipun tulus bukan tulus

yang sempurna, tulus dari seorang gadis biasa yang gak munafik mengharap

balasanmu,tapi apa?, aku tahu semuanya Aditya!, kamu mencintai Putri kan?”,

katanya dengan tangis yang semakin menjadi

Aku bingung Olivia mengetahui semuanya, mungkin dari Anisa,

“Kamu tahu dari mana Vi?”, hanya itu yang keluar dari mulutku

“Kamu tahu Anisa sahabat terbaikku sekarang, dan kamu pun sudah tahu kan

Putri dan Anisa sahabat sejak kecil? Kenapa harus Putri? Sahabat dari orang yang

paling dekat denganku sekarang?”, katanya menjawab tanyaku.

Aku masih diam saja, aku tidak bisa mengelak, akupun tak mampu berbohong

tentang perasaanku pada Putri, hati dan rasa ini mendominasi atas diriku, tak ada

sepatah katapun terucap..

“Sudah dit, kamu pergi aja, aku semakin sakit mengingat ini dan tahu kenyataan

ini,”pinta Olivia padaku

“Tapi vi, sesakit inikah kamu dan semarah inikah kamu sekarang?, aku tak tahu

apa yang membawaku sekarang menemui mu disini ,aku tak tahu apa yang

hendak aku sampaikan sekarang ak..”aku berusaha mengeluarkan kata yang ku

bisa namun Via memotong kata-kataku

“Dit, aku gak marah sama kamu, kalau kamu punya rasa seperti rasaku, kamu

akan sadar, cinta meredam amarah itu dan menjadikannya sakit, aku wanita Dit,

tak tahan bila harus menahan rasa sakit!”, kata Olivia

Mendengar itu aku tak kuasa lagi berkata, bodohnya aku meninggalkan gadis ini

demi seseorang yang sudah memiliki kekasih, air matanya membuat ku jatuh

cinta lagi padanya, kedua kalinya aku jatuh cinta pada Olivia, langsung kupeluk

dia..

“Maafkan aku, izinkan aku memulai semuanya dari awal dan mengulang kembali

kisah kita yang tertunda?”, kataku memohon.

Olivia melepas pelukanku dan memegang tepat di jantungku “Aku tahu detak

jantungmu ini, ini detak keraguan, kamu sebenarnya ragu akan yang tadi kamu

katakan,detak jantung ini sudah banyak terbagi,sudah tidak ada aku lagi disini?

“Apa maksudmu Vi,,,?”, aku bingung akan perkataannya

“Tuhan tanpa kamu sadari sudah mengisi sebagian besar jantungmu, lalu keluarga

mu, dan sisanya itu Putri, aku yakin Putri yang ada di jantungmu tidak mau

berbagi tempatnya denganku,” jawabnya

“Vi…beri aku kesempatan?, aku memohon padanya

“Kesempatan yang ada lebih baik kamu pakai untuk mendapatkannya, jaga

rasamu untuk Putri, kalau kamu benar cinta dia perjuangkan dia”, kata Olivia

dengan sendu, lalu pergi masuk ke rumah meninggalkanku sendiri di bungalau

Page 6: kesetiaan perasaan

6

kecil itu

Aku berfikir perkataan Olivia, aku tak bisa pungkiri ini, saat ini aku jatuh cinta

pada dua wanita, ingin kumiliki mereka berdua seandainya aku bisa, aku semakin

kalut dalam ke galauan ini..

……………………………………………………………………………………

“Woy! Ngelamu aja lu Dit!”, suara tak asing itu membuyarkan lamunan masa itu.

Suara rekan kerjaku Lukman, pria asli Jakarta

“Hey Man, dari mana lu masuk?”, tanyaku sambil meletakan foto Putri di

tempatnya

“Lu ceroboh pintu depan gak lu kunci, emang jam berape lu pulang semalem?”

tanyanya

“gak tau gue Man,” jawabku singkat

“Heh, lu masih galau ya soal Putri, ada cerita apa?”, Tanya nya

“Dia punya pacar Man, Polisi disana”, jawabku apa adanya

“Sabar lah,seenggaknya dia pernah jadi motivasi lu kan sampai lu jadi kayak

sekarang ini, sampai lu bisa ngelebarin bisnis lu di Jakarta ini?”, kata Lukman

menghiburku

“Kadang di balik suatu harapan kosong yang menyakitkan ada hikmahnya,”

kataku.

“Asli! Gue suka gaya lu! Usia 25 pengusaha muda dan lu amat sangat

dewasa,”Lukman memujiku.

“Ah bisa aja lu, ada apaan tumben pagi-pagi kerumah?”, tanyaku

“Astaga Bos! Lu lupa kita mau ketemu Pak Johan siang ini?,” Lukman

mengingatkan ku

“Astaga, maaf gue lupa, yaudah gue mandi dulu, kalau lu belum sarapan ada roti

tawar ma susu di kulkas makan aja tuh” kataku menawarkan Lukman.

Aku pun bergegas mandi untuk persiapan bertemu client, saat ini karier tujuan

utama ku unggul sedikit atas rasa Cinta.

******

Pukul 11.05, kami menerabas keramaian jalan Jakarta dengan BMW s-

class ku, Lukman yang menyetir, aku terlalu malas untuk menyetir hari itu,

dan asik memainkan i-phone ku, ku buka salah satu jejaring social dan ku

buka akun Putri, ternyata Husain adalah nama kekasihnya, seorang polisi

berpangkat Letnan satu di kesatuannya di Lampung sana, melihat dari senda

gurau mereka di jejaring itu, tampak bahagia mereka, aku sempat berfikir,

apa mungkin akhirnya Putri akan bersanding dengan Husain dan memupus

semua harapanku? Sudah berapa pria yang aku cemburui karena pernah

berpacaran atau dekat dengan Putri, tanpa sekalipun Putri berpaling padaku

di masa saat dia sedang sendiri, sekarang dia malah bersama Pria lain, aku

Page 7: kesetiaan perasaan

7

memang terlambat atau mungkin tidak akan datang sama sekali..

“Sialan! Pasti pesta nikahan pejabat tuh!, bikin macet!” Lukman kesal

karena ada irin-iringan pengantin yang dikawal oleh patwal dan polisi

sehinngga kami rakyat biasa terpaksa harus memberi jalan, tak ayal

kemacetan pun terjadi

“Sial!!! Gak tau apa kita diburu waktu!”, Lukman kesal dan terus mengeluh

namun aku tak peduli, aku melihat iring-iringan itu, pernikahan, ya,, itu

yang aku ingin capai, pernikahan yang indah sesuai dengan harapan ku,

pernikahan dengan Putri, satu-satunya wanita yang membuat aku

mengorbankan perasaan pada wanita lain,, Olivia…..

……………………………………………………………………………

Setelah kejadian di bungalau itu aku dan Olivia putus komunikasi, sibuk

dengan urusan masing-masing, kesibukanku sedikit mengalihkan perasaan

ku pada Putri dan Olivia, hingga suatu sore, hari itu aku sendiri dirumah

hanya menonton Televisi, sampai seseorang mengetuk pintu rumah segera

kubuka, ternyata Olivia datang

“Via”, kataku terkejut

“Boleh aku masuk?”, tanyanya sambil tersenyum

“Boleh, masuk aja,maaf berantakan orang tua ku pergi ke rumah tante ma

Abdia dan Zahra (kedua adiku)”, kataku smbil membereskan beberapa

Koran yang tampak acak-acakan di ruang tamu.

“Aku kira kamu, udah gak mau ketemu aku lagi?”, kataku memulai obrolan.

Olivia hanya diam sambil menatapku, aku bingung dengan tatapan

itu,sejenak terjadi keheningan diantara kami, aku pun berusaha memecah

suasana,

“Oh iya, kamu mau orange juice gak? Aku buatin dulu ya?”, kataku sambil

hendak ke dapur membuatkan orange juice tanpa menunggu persetujuannya,

“Aku memahami arti tulus yang sebenarnya”, kata-kata itu keluar dari mulut

mungil Olivia

“Maksudmu?”, kataku menatap nya

dia mendekatiku dan langsung memeluku erat sekali,pelukan dari seorang

wanita yang tulus

“Via, apa maksudmu?”, aku bertanya lagi

dia melepaskan pelukannya “Dit, kamu cium aku!”, pintanya

Aku kaget mendengar permintaannya, “cium??”, kataku tersentak

“iya cium aku dimanapun kamu suka, lakukan Dit!”, pintanya memaksaku

Aku ragu, tak biasanya Olivia seaneh ini, bahkan saat berpacaran, Aku yang

meminta untuk menciumnya bukan dia yang meminta, aku tatap matanya,

aku usap pipinya, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajahnya, dia hanya

memejamkan matanya dan….kukecup dia tepat di keningnya, dia membuka

Page 8: kesetiaan perasaan

8

matanya, air matanya menetes dan memeluku lagi, “Dit, apapun perasaanmu

pada Putri, tolong kembali padaku, aku tahu kamu masih menyayangiku?”,

pintanya

Mendengar itu aku terkejut lagi, dengan sikap gadis ini, “kamu tahu dari

mana aku masih menyayangimu?”, tanyaku padanya

“Ciuman itu, aku merasakannya Dit, kecupan di kening itu yang selalu aku

harap dari kamu, ada sayang yang kamu kirim ke aku dit”, kata Olivia

sambil menatap wajahku

“Aku rela bila harus menjadi tempat pijakanmu untuk menggapai Putri, aku

sayang kamu Dit, mungkin inilah sekarang tulusku yang aku lakukan

padamu,” tambahnya

“Tapi kamu akan terus tersakiti!”, kataku

“Cinta itu menyakitkan Dit, maslahnya untuk siapa kita rela tersakiti dan

aku rela untukmu”, katanya dengan tulus.

Mendengar itu langsung ku peluk dia dengan erat kami pun menjalin

hubungan kami kembali yang sempat putus, kami memulai lagi dari awal,

Olivia mewarnai hidupku lagi dibalik sisi lain perasaanku pada Putri yang

masih setia dengan pacaran jarak jauhnya, mudah-mudahan kebahagiaan

selalu memayungi kita (Aku,Olivia,putri,dan kekasihnya)

Januari 2012

Hubungan ku dengan Olivia masih baik-baik saja, sampai suatu ketika aku sedang

mengendarai motorku pulang dari rumah seorang teman sore itu, sore yang

mendung sampai akhirnya hujan setitik demi setitik membasahiku, aku bingung

berteduh dimana, aku ingat warnet itu tak jauh dari sini, aku masuk ke halaman

warnet itu untuk berteduh, aku berdiri diluar warnet itu, “Mudah-mudahan bukan

Putri operatornya,tak kuasa kalau aku harus menatap wajahnya”, kataku dalam

hati, karena hujan semakin deras akupun masuk ke warnet, dan.. Putri yang

menjadi operatornya, tidak ada pelanggan lain disitu hanya ada aku dan Putri, ada

yang beda darinya, rambutnya kini pendaek sebatas lehernya namun itu tak

mengubah keindahannya yang membuat aku jatuh cinta waktu itu,

“Hei”, sapaku, Putri tersenyum manis padaku

sambil menunggu hujan aku masuk bilik warnet favoritku, ya tepat di depan

mejanya Putri, aku terus melihat Putri, astaga,, ini benar-benar cinta, apalagi saat

Putri tertawa lepas karena video lucu di komputernya,

“Hei Dit, liat lucu deh!”,katanya padaku

Dia memanggil namaku, untuk pertama kalinya, aku hampiri dia,

“apaan sih berisik aja kamu?”, kataku dan kami pun menonton video lucu itu

berdua

Page 9: kesetiaan perasaan

9

“Put, aku matiin dulu komputer aku ya?”, kataku

“Lho, kan limitnya belum abis?lagian masih ujan”, kata Putri

“iya, aku gak pulang kok pingin ngobrol aja ma kamu,”, kataku sembari berlalu

ke bilik warnetku

“terserah deh, asal bayarnya full hhehe,”katanya

Kami pun bercerita panjang lebar tentang kehidupan kami dan banyak hal

ternyata warnet itu adalah warnet milik sepupunya dia menjadi operator kalau dia

ada jam kosong saat mengajar,Putri seorang guru muda, guru bahasa inggris di

Sekolah Tekhnik Mesin dia dan orang tuan nya mengabdi di sekolah itu yang

letak sekolah itu tepat di samping rumahku! astaga,Tuhan telah lama

mendekatkan kami, tapi apakah dengan dekat kami bisa bersatu??

lalu kami bercerita tentang Anisa juga hingga dia bertanya tentang Olivia, ya, aku

teringat kembali akan statusku, aku pacar Olivia sekarang dan aku mengobrol

dengan wanita lain yang aku cintai,aku malu akan diriku sendiri, aku menatap lagi

wajah Putri, itu membuatku semakin jatuh cinta padanya.

hujan telah reda saatnya aku harus pulang, aku membayar tarif warnet ku dan

menatap Putri lagi,

“Put, boleh minta kertas ma pinjem pulpen?”, kataku

“buat apa?”, katanya heran

“gak apa-apa”,kataku, lalu Putri memberiku kertas dan pulpen itu, aku catatkan

nomor handphone ku di situ,

“Hubungi aku”, pintaku pada Putri, namun Putri hanya diam saja, aku pun pergi,

“Dit!”, kata putri memanggilku

“Apa?”, kataku

Dia menunjuk jadwal hari dia menjadi operator yang menempel di dinding dekat

kursinya, aku hanya tersenyum dan pergi meninggalkannya.

……………………………………………………………………………………

tiba saat dimana Olivia harus study tour dikampusnya ke Jakarta-Jogjakarta-

Semarang tentunya bersama Anisa, karena mereka satu jurusan, pagi-pagi Aku

dan Anggi (kekasih Anisa) mengantarkan mereka ke kampus, pukul 09:00 tepat

mereka berangkat, seminggu aku ditinggal Olivia, terbesit fikiranku untuk

menemui Putri tepat di jadwal dia sebagai operator, dan aku bertemu dengannya

“Kenapa kamu belum menghubungi ku?”, tanyaku

“Gak apa-apa, mana pacarmu?”, Tanya nya

“Study tour mereka”, kataku

“Mereka?, ada berapa pacarmu?” tanya dia sambil tersenyum

“Maksud mereka itu pacarku dan si Anisa!,” jawabku

“Memang Anisa pacarmu juga?”, kata Putri becanda

“Bukanlah, udah deh,aku boleh minta nomor kamu?,” pinta ku

Page 10: kesetiaan perasaan

10

“Ehm, gimana ya,emang buat apa?”, katanya

“Buat apa ya?, buat ngehubungi kamu lah?”, kataku

“Buat apa ngehubungi aku?”, tanyanya lagi

“Buat,, booking tempat, ya booking tempat!”, kataku sekenanya

“kan ada nomer opertaopr lainnya?”, katanya

“Operator lain gak ada yang menarik”, jawabku sekenanya lagi

mendengar jawabanku Putri hanya terdiam dia melihatku, mungkin dia

menganggap apa aku ini, aku mempunyai kekasih dan bilang menarik ke wanita

lain,barang kali itu di fikirannya, apalagi status Putri yang memang tidak sendiri

dia mempunyai kekasih meski jauh. Putri hanya diam, aku tak dapat memaksanya

lagi,

“Yaudah aku permisi pulang, kamu tolong hubungi aku,” kataku, lalu aku berlalu

meninggalkannya, seandainya aku tahu sebenarnya hari itu adalah terakhir ku

melihatnya di masa itu..

……………………………………………………………………………………

“Huh sampai juga senayan city,” kata Lukman

“Cepet banget?”, kataku

“Cepet apa? Lu dijalan ngelamun terus ketiduran, ayo turun Pak Johan dah

nelponin dari tadi dia di food court”, kata Lukaman setelah memarkir mobil

Kami pun turun dari mobil dan berjalan ke lokasi Pak Johan berada, “Difikir-fikir

kayak ABG ya,ketemu sama partner bisnis di Mall?”, kata Lukman

“Yang penting ber duit, biar deal harga nya gak lama-lama”, kataku

kami menaiki lift sampai menuju tempat food court, hari itu ramai karena kami

tiba saat jam makan siang, “yang mana orangnya?”, tanyaku. Lukman mencari

sekeliling dan dia menemukannya, Pak Johan melambaikan tangannya, ternyata

dia tidak sendiri, dia bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil kira-kira 5

tahunan dan 6 tahunan, Pak Johan ku taksir berusia 40 tahun dan istrinya masih

tampak muda dan cantik khas mojang Bandung, mereka sekeluarga berasal dari

Bandung,kami berjabatan tangan dan duduk semeja untuk membahas bisnis kami,

“Bagaimana Pak suasana Jakarta?”, Tanya Lukman dengan ramah

“Panas, nyenengin anak-anak aja nih kesini, bosen katanya main di Bandung terus

pingin jalan-jalan hehe,” kata Pak Johan

“Anak-anak apa Papa Mama nya nih yang bosan?”, kata Lukman diikuti gelak

tawa kami, Lukman memang orang yang pintar bergaul dan berbasa-basi, setelah

itu terjadilah obrolan ringan antara sambil makan siang dan setelah itu masuk ke

inti obrolan tentang bisnis, aku menjelaskan tentang lembagaku dan sistemnya

karena Pak Johan ingin bermitra dengan ku, ia berminat membuka lembaga ku

yang bergerak di bidang pendidikan non-formal di Bandung tepatnya di daerah

Dago, tak perlu lama, kami sudah deal harga, setelah mengobrol sebentar kami

pun ke pergi dari Mall itu

Page 11: kesetiaan perasaan

11

“Oke bos kita mau kemana?”,tanya Lukman padaku

“Kita ke kantor bentar,cek materi pembelajaran tahun depan?”, kataku

“Oke Bos,” kata Lukman sambil memacu mobilku ke arah kuningan, kantor kami.

Pukul 18:30 aku sudah di apartemenku setelah seharian di kantor, Lukman baru

saja pulang, sambil ngedumel, aku bilangnya sebentar di kantor tapi sampai sore

karena memang banyak yang harus di urus, untungnya dia orang yang

professional, Lukman adalah tangan kanan ku dia yang membuat lembaga ku

besar di Jakarta, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu sangat

pandai dalam hal lobi sehingga anak cabang lembaga ku sudah menyebar di

Jakarta ini, sekarang tinggal di Bandung mudah-mudahan sesukses Jakarta, ku

buat teh hangat dan kuhidupkan laptop, dan ku koneksikan ke internet aku ingin

mengecek data financial lembaga pertama ku di Lampung yang dipegang oleh

teman seperjuangan ku Wiwit Sumodihardjo, dan ternyata masih sehat dan aman,

ku save dan ku pindahkan ke dokumen saat membuka dokumen ku tak sengaja

menemukan foto Aku dan Olivia, memakai sepasang jam couple yang dia beli

saat study tour hadiah untuku..

……………………………………………………………………………………

Hari kepulangan study tournya aku tidak menjemputnya ke kampus, aku ada

kerjaan waktu itu, samapai-sampai aku pun tak sempat menemui Putri lagi satu

hari setelah kepulangannya barulah kami bertemu, dia kerumahku membawa

oleh-oleh beberapa makanan khas Jogjakarta dan Semarang juga sepasang jam

couple,

“Sayang kita samaan sekarang,” katanya manja

“Makasih ya,aku suka,” kataku, dia hanya tersenyum dan kami pun mengobrol

biasa layaknya sepasang kekasih.

Suatu hari dia mengajaku jalan-jalan ke suatu pusat perbelanjaan, dan jalan yang

ku ambil ternyata harus melewati warnet tempat Putri biasa jadi operator.

“Sayang, aku ingin ketemu Putri”, katanya lirih

“hah! Untuk apa? Udah lah gak usah!”, kataku

“Sekali aja, kalau aku udah ketemu dia dan kenal dia mungkin aku gak sejealous

ini lagi ma dia, please?”, kata Olivia memohon

Aku tidak ada pilihan lain, mana kebetulan hari itu hari Jum‟at jadwal Putri

menjadi operator, aku pun menuruti kemauan Olivia, jantungku berdetak kencang

karena terakhir aku bertemu Putri bukanlah kesan yang baik untuknya, sampai

sekarang Putri tak menghubungi ku, aku meminta nomornya pada Anisa? Gila,

pasti dia mengadu pada Olivia, meskipun Olivia bilang rela tersakiti, pria mana

yang rela menyakitinya, termasuk aku, Olivia pun masuk ke warnet namun aku

tetap di luar, ku melihat wajah Olivia tampak kecewa, “masuk yang, Putri gak ada

Page 12: kesetiaan perasaan

12

kok, cowok operatornya?”, katanya dengan nada kekecewaan, legal ah aku

mendengar itu, “yaudah kita pergi aja?”, ajakku, “gak aku mau nanya Putri dulu

ma mas operatornya,” kata Olivia, Olivia pun masuk lagi ke dalam namun aku

hanya di luar, tak beberapa lama Olivia keluar, wajahnya tampak sumringah,

“Kenapa kamu, seneng banget kayaknya?”, Tanya ku

“Aku seneng pasti kamu galau?”, kata Olivia

“Galau kenapa?”, Tanya ku heran

“Putri melanjutkan sekolah ke Bandung,” jawabnya

“Apa?”, kata ku kaget,

“Iya dia ke Bandung,kenapa kamu?, galau ya ditinggal?”, kata Olivia

“Gak biasa aja”, kataku mencoba tegar sambil mengambil motor ku

“Ayo berangkat , katanya kamu mau beli kue buat Maya?”, kataku mengalihkan

omongan, Olivia hanya diam dan naik ke motor, dia memberiku tissue,

“Ini kamu simpen aja, nanti kamu pasti butuh,” katanya

Aku hanya terdiam, mana mungkin aku menangis gara-gara hal ini? gumanku

dalam hati, namun benar saja di sepnjang kencan ku sore itu aku masih saja

terfikir kepergian Putri, aku merasa kehilangan gadis yang kucintai sejak itu hari-

hariku tampak tak bersemangat lagi, semuanya terbengkalai hingga sampai Olivia

menegurku,suatu sore di sebuah taman,

“kamu kenapa sih belakangan ini? lesu, gak fokus, kerjaan gak beres?”, tanyanya

padaku

“Gak apa-apa vi, grafik aku lagi turun aja mungkin”, jawabku

“Karena kehilangan Putri?”, kata Olivia tegas

“Kenapa bawa-bawa Putri? Kasian dia gak tau apa-apa?”, kataku membela diri

“Kita sudah lama berpacaraan, aku tahu kamu, aku udah bisa membaca

sikapmu?”, kata Olivia

“Lalu harus bagaimana? Aku udah coba Vi lupain Putri tapi gak bisa! bayangnya

mengalahkan logika ku! logika tentang kisah kita sekarang, yang harusnya aku

mencintaimu bukan dia!”, kataku

“Jangan pakai logika dalam percintaan, cinta terlalu rumit untuk difahami logika,

kamu susul dia, nyatakan perasaanmu bila kamu diterimanya tinggalkan aku, aku

meng ikhlaskanmu”, katanya dengan lembut dan wajah menahan tangis

“Tapi dia punya pacar Vi!”, kataku

“Ingat jangan pakai logika!”, kata Olivia dan dia pergi berlalu

Serba salah perasaanku waktu itu, rumit sekali kisah ini,terlalu rumit diterima

akal ku, aku melihat Olivia yang semakin jauh melangkah meninggalkanku, apa

ini balasanku untuk ketulusannya? Sejahat inikah aku? Arggh!!!! Logika itu

merasuki ku, “JANGAN PAKAI LOGIKA”!! aku harus meyakini apa yang aku

yakini, aku mencintai Putri namun aku menyayangi Olivia, harus ada yang ku

korbankan salah satunya, aku berfikir sejenak, aku kejar Olivia dan memeluknya

Page 13: kesetiaan perasaan

13

dari belakang, “Vi, maafin aku”, kataku, “kejar cintamu dit,” perintahnya pada

ku, Aku hadapkan wajahnya pada wajahku ku kecup lagi keningnya dan ku lepas

jam couple pemberiannya, “Kamu bawa ini, suatu saat bila memang aku kembali

padamu, akan ku ambil lagi, serahkan semuanya pada Tuhan biar cara Tuhan

yang bekerja pada kisah kita,” kataku, setelah itu kami pergi masing-masing sama

seperti kisah kami kini, kami jalani masing-masing.

Kucari informasi tentang Putri, ku tanyakan pada Anisa, namun sejak Putri di

Bandung mereka lose contack, ku tanyakan pada beberapa operator warnet tempat

Putri bertugas, namun mereka pun tak ada yang tahu dan menyarankan aku

kerumahnya tanyakan pada keluarganya,namun ku urungkan melakukan saran

mereka, kurang pas rasanya , aku masih sangat asing bagi keluarganya, aku

hubungi Putri lewat jejaring social tapi tidak ada balasan, akhirnya aku hanya bisa

menggantungkan asa tanpa bisa kugapai dia mungkin tidak menginginkanku

dalam hidupnya,melakukan hal bodoh bila aku langsung susul dia ke Bandung

dan banyak meninggalkan tanggung jawab disini, aku pasrah saja,bila jodoh

tentunya Putri tak akan kemana, aku pulang ke rumah dengan kecewa, ku melihat

beberapa anak kost yang mengontrak di rumahku sedang asyik main gitar, aku

kumpul bareng mereka, dan suasana pun jadi hening

“Kenapa diem?”, tanyaku

“Tumben mas nongkrong ma kita?”, kata Deni salah satu anak kost yang tadi

bermain gitar

“gak apa-apa, ini rumah gue kan, suka-suka gue,”kataku ketus

“Lagi galau ya mas?” Tanya Rudi, anak kost lainnya

Aku melihat mereka satu persatu, hah! Aku baru sadar! Mereka ini murid dimana

Putri mengajar,

“Hei, kalian kenal Putri?”, tanyaku pada mereka

“Putri, siapa mas?”, Tanya Deni yang bingung

“Dia guru kalian! Seumuran gue lah?,” kataku

“Oh….Bu Putri???”. Kata mereka semua bersamaan

“Iya! Kalian kenal kan?”, kataku bersemangat

“Wah mas itu mah primadona di sekolah, semua anak naksir ma Bu Putri”, kata

Dimas yang sedari tadi kumpul dengan kami

“Gak peduli, kalian tahu dia ke Bandung ngelanjutin sekolah kan?”, kataku.

“Hah? Ke Bandung mas? Yaaah!!! Gak ada yang sedep dilihat lagi dong!”, kata

Deni kecewa

Aku melihat anak yang lain pun tampak kecewa guru favorit mereka pindah, aneh

seolah Putri pergi begitu saja, jelas anak-anak ini tidak tahu dimana keberadaan

Putri di Bandung, Putri pindah saja mereka tidak tahu.

Page 14: kesetiaan perasaan

14

“Bandungnya dimana mas?, oh iya kok mas kenal? Hayoo jangan-janagan?”,

sindir Rudi

“Nah itu sendiri gue gak tau, kalian gak bisa cari info?,” pintaku pada mereka

“Kita Tanya aja Pak Tamso”, kata Deni

“Siapa Pak Tamso?” tanyaku

“Pak Tamso itu Bapaknya Bu Putri, guru juga, mereka sekeluarga ngajar disitu,

ada juga Bu Nanik itu Ibunya Bu Putri Cuma kami gak di ajar sama Bu Nanik,”

kata Rudi menjelaskan

“Wah, bagus coba kalian Tanya secepatnya ya!” kataku dengan girang.

Tak sabar rasanya aku mendapat kabar dari mereka, aku persiapkan tabunganku

untuk berangkat kesana, aku sudah bertekad, aku ingin menyatakannya maslah

dia menerimaku atau tidak itu urusan belakangan yang penting aku sudah lega..

Esoknya jam pulang sekolah anak kost ku, segera kutemui Deni, “Hei Den,

gimana dapet info apa?”, tanyaku penasaran

“Oh, iya mas, gini, Bu Putri ngambil ekstensi di Universitas Pasundan jurusan

sastra Inggris”, katanya

“Di Unpas? Ya gue tau daerah situ, kampus berapa? Unpas ada 4 kampus?”

tanyaku lagi

“Aduh mas, aku gak nanya?, wong aku gak tau Universitas Pasundan itu dimana,

ke Bandung aja aku belum pernah”, katanya

“Oh, yaudah, makasih banyak ya Den, yang jelas gue tau dimana dia sekarang,

tinggal Tanya aja ma pihak kampus kalau sampai disana”, kataku

“Emang mas ada hubungan apa ma Bu Putri, kayaknya penting banget?”, Tanya

Deni penasaran

“Bayar utang, hahaha”, kataku becanda sambil berlalu meninggalkannya, minggu

depan aku susul dia ke Bandung. Tak sabar rasanya, tapi mau bagaimana lagi,

tabunganku belum cukup saat itu,karena uang masih kupakai untuk keperluan

modal lembaga ku yang baru kurintis.

Malang tak dapat diduga, ada keperluan mendadak untuk memebayar keperluan

lembagaku, aku tak bisa lepas tanggung jawab begitu saja, aku bingung waktu itu,

keuanganku menipis, tak bisa aku menyusulnya ke Bandung, mau pinjam? Argh

haruskah itu? Haruskah aku pergi kesana, sedangkan teman-teman

seperjuanganku dalam merintis bisnis ini masih sulit? Aku harus dewasa,

akhirnya ku urungkan niatku berangkat ke Bandung, lagipula Putri pun pasti tak

mengharap kedatanganku,kali ini logika memenangkan gejolak di diriku.

Page 15: kesetiaan perasaan

15

***********

Dering telepon membangunkan ku, aku tertidur di sofa malam itu, aku lihat

ternyata Anisa, tumben sekali dia menelpon ku sepagi ini,

“Halo?”, sapaku

“Halo Dit, baru bangun?”, Tanya nya

“Iya, ada apa nih, tumben?”, aku bertanya balik

“Aku gak tau ini bakal jadi kabar baik atau enggak buat kamu?”, kata Anisa

“Emang ada apa Nis?, masalah Putri?”, kataku penasaran

“Kamu mau ketemu Putri?”, Tanya Anisa lagi

“Mau lah Nis? Kapan? Dimana?”, tanyaku

“Minggu depan aku, Putri, Dinda, ma Tiara, pokoknya geng waktu SMA deh,

mau ke Bandung nganterin Putri ngambil ijazahnya di Pasundan sekaligus mau

refreshing, kata Putri dia mau nyenengin kami di masa-masa terakhirnya…..”,

Anisa tidak melanjutkan omongannya

“Terakhir apa Nis?”, kataku penasaran

“Udah deh, kamu Tanya sendiri nanti ma dia nya, kita janjian aja ketemuannya

oke, bye”, kata Anisa

“Oke lah, aku sudah tak sabar Nis?”, kataku, dan percakapan kami pun berakhir,

“Wah kebetulan sekali, minggu ini aku memang harus bolak-balik ke Bandung

ngurus cabang dengan Pak Johan, dan Putri akan kesana juga, Tuhan, apakah ini

pertanda kami jodoh?”, kataku dalam hati, entah kenapa spirit muncul di diriku

aku bersemangat, semangat ini lah yang sama seperti saat aku membangun

lembagaku yang bangkrut waktu lalu, sampai aku berhasil mendirikan banyak

cabang di Jakarta ini, terima kasih semangatku….

Hari demi hari ku lewati, Anisa pun sudah memeberi kabar bahwa Putri dan

kedua temannya sudah berangkat dari Lampung, Anisa ada keperluan mendadak

yang membuat dia tidak bisa ikut, namun ia janji akan memberiku kabar dimana

keberadaan Putri padaku, sedangkan aku, masih di Jakarta kemarin lusa aku baru

pulang dari Bandung keperluan bisnis dengan Pak Johan dan besok pagi aku pun

harus berangkat lagi ke Bandung, mungkin akan bermalam disana sambil

menunggu Putri datang,

Esoknya aku dan Lukman berangkat ke Bandung dengan mobil ku, meskipun

badanku kurang fit aku paksakan berangkat demi urusan bisnis ini, 2 jam kurang

lebih perjalanan sampailah aku di lokasi dan bertemu Pak johan, Lukman

mengobrol dengan Pak Johan sedangkan aku menunggu kabar dari Anisa, dalam

fikirku mingkin sekarang ini Putri dan kawan-kawannya sudah sampai banten, tak

sabar rasanya aku menemuinya,

Page 16: kesetiaan perasaan

16

“Dit, dokumen materinya mana?”, Tanya Lukman padaku

“Oh, di mobil, tolong lu ambil”, perintahku pada Lukman

Sesaat Lukman mengambil dokumen aku mengobrol tentang konsep lembagaku

disini dengan Pak Johan, Pak Johan pun menyampaikan ide-ide briliannya

padaku, sungguh pebisnis sejati Pak Johan ini, kataku memujinya,

“Dit, dimana? Kayaknya lu lupa bawa deh?”, Lukman berbicara dari dalam mobil

dengan kebingungan

“Loh itu di map?”, kataku

“Gak ada Dit?, nih lu cari sendiri”, kata Lukman

Aku pun masuk ke mobil dan mencari dokumen itu, benar saja dokumen penting

itu tertinggal di apartemenku, sial!

“Wah, lu Dit, gak enak kan ma Pak Johan?”, kata Lukman

“Yaudah, lu bantu rancangan disini, gue balik ke Jakarta, nanti gue balik lagi?”,

kata ku

“Beneran lu sob?, biar gue aja deh, kayaknya lu gak enak badan agak pucet muka

lu?”, kata Lukman

“Udeh aman aja, sekalian mau check up juga, oke?”, kataku

“Oke deh Bos”, kata Lukman

Tak lama aku pun pulang lagi ke Jakarta, sungguh sial, kenapa harus terjadi

seperti ini, capek-capek sampai ke Bandung malah harus balik lagi, aku pun

pulang ke Jakarta,

suara Handphone ku berbunyi, ternyata Anisa

“Dit, kamu udah dimana?”, Tanya nya

“Tadi aku udah di Bandung, tapi harus pulang lagi ke Jakarta, ada yang

ketinggalan, aku ada bisnis juga disana, oh ya, dimana Putri?”, tanyaku

“Dit, aku gak tau, nomor Putri udah gak aktif, temen-temen yang lain juga di

telpon gak ada yang di angkat?”, kata Anisa

“Oh ya mungkin gak denger kali, mereka naik bus?”, tanyaku lagi

“Gak, Putri bawa mobil sendiri?”, kata Anisa

“Yaudah, kalo udah nyambung kabarin lagi ya”, pintaku, dan obrolan kami

terputus, aku gas kecepatan mobilku agar segera tiba di Jakarta dan cepat balik

lagi ke Bandung.

Sampailah aku di Jakarta, hari menunjukkan pukul 15:30, lalu lintas macet, ada

kecelakaan tampaknya, benar saja, sebuah kopaja menabrak sebuah Xenia hitam,

sehingga ringsek xenia itu, aku lihat plat nya, astaga itu mobil Lampung, tapi

karena diburu waktu aku segera melanjutkan perjalanan ke apartemen.

Sesampainya di apartemen segera ku ambil dokumen itu dikamarku, setelah itu

Page 17: kesetiaan perasaan

17

kurebahkan sejenak tubuhku di sofa ruang tengah sambil ku SMS Anisa untuk

menanyakan keberadaan Putri, namun masih sama saja, belum ada kabar dari

Putrid an teman-temannya, bahkan nomor Handphone mereka pun tak ada

satupun yang aktif, “kemana mereka?”, gumanku dalam hati, hari pun semakin

sore, aku berencana langsung berangkat ke Bandung lagi namun sebelumnya aku

akan kerumah sakit menemui Dokter Fernandez, dokter langgananku meminta

beberapa suplemen dan obat untuk menjaga kondisi badan, berangkatlah aku ke

rumah sakit.

Sesampai di rumah sakit aku melihat ada mobil ambulance di depan UGD, dan

perawat sibuk menurunkan pasien dari dalam ambulance itu, aku melihat sekilas,

perempuan lebih dari satu orang, mungkin tabrak lari fikirku, namun tak terlalu

ku pedulikan, aku segera memarkir mobilku dan segera ku ke ruangan Dokter

Fernandez, hanya ada suster disana “oh mas Adit, tunggu sebentar ya, Dokter

masih di ruang UGD, ngurus yang kecelakaan, Dokter bedahnya belum datang,

gak lama kok mas”, kata suster itu

“Iya sus”, kataku sembari duduk di ruang tunggu, ku sms Lukman tentang

keberadaanku, sembari menunggu kabar dari Anisa tentang Putri.

15 menit kemudian, Dokter Fernandez datang dan tersenyum ramah, “Hei, mau

check up?, maaf tadi saya mengurus korban kecelakaan”, katanya sambil

mempersilakanku masuk ke ruangannya, “Keluhan anda apa?”, tanyanya

“Saya sedikit pusing Dok, dan mungkin masuk angin, beberapa hari ini saya

pulang pergi Jakarta-Bandung”, kataku

“Oh mungkin kelelahan, saya periksa ya?”, kata Dokter Fernandez, lalu

mempersilakanku tidur di ranjang tempat pasien biasa di periksa, dan Dokter

memeriksaku dengan stetoskop nya, tak lama selesailah check up hari itu.

“Saya kasih anda obat dan beberapa suplemen ya, saya buatkan resepnya”, kata

Dokter Fernandez sambil menulis resep di mejanya,

“Oh ya Dok, tadi kecelakaan ya?”, Tanya ku

“Iya, wanita semua, tanpa identitas, mungkin di jarah saat kecelakaan”, kata

Dokter Fernandez

“Oh, kecelakaan dimana Dok?”, Tanya ku

“Di Soedirman, tiga wanita, hanya satu yang selamat, tragis”, jawab Dokter

“Soedirman?, saya tahu Dok, kecelakaan dengan kopaja kan?”, kataku

“Iya, nampaknya mereka bukan warga Jakarta”, kata Dokter Fernandez lagi

“Tadi saya sempat melihat plat mobilnya, itu plat Lampung dok”, kataku

memberi informasi

“Benarkah? Pantas saja, mungkin pengemudi masih kagok dengan jalanan

Jakarta”, kata Dokter Fernandez

ku sempat berfikir tentang Putri, apa mungkin itu Putri dan teman-temannya,bisa

Page 18: kesetiaan perasaan

18

jadi karena nomor mereka tak ada satu pun yang dapat di hubungi, fikiranku itu

membuatku harap-harap cemas.

“Dok, boleh saya melihat korban?”, tanyaku

“Wah, kalau yang meninggal masih di urus, tapi kalau yang selamat masih

pingsan”, kata Dokter Fernandez

“Tak apa dok, saya ingin melihat yang pingsan itu, saya kan dari Lampung juga,

siapa tahu saya bisa membantu kalau dia sudah siuman”, kataku.

“Oh, baiklah, biar suster mengantar anda, dan ini resepnya”, kata Dokter

Fernandez,

“Terima kasih Dok”, kataku, sembari melangkah keluar menuju ke ruang UGD di

antar suster, semua fikiran buruk berkecamuk di benakku, sampailah aku di

ruangan UGD dan suster menunjukkan korban yang selamat dari kecelakaan itu.

Dan…….terkejutnya aku, wajahnya tak asing, wajah yang selama ini selalu hadir

di fikiranku, raga yang kucintai itu terkulai tak sadarkan diri, itu Putri!

“Sus, saya kenal dia”, kataku sambil berlari ke arah Putri, air mataku menetes

melihat kondisinya

“Mas kenal?, bisa beri kami data mas?, Polisi juga butuh data?”, Tanya suster

“Iya sus, nanti saya beri datanya,lalu bagaimana kondisinya?”, kataku

“Terjadi benturan di kepalanya, namun tidak fatal, Tuhan masih

menyelamatkannya, mungkin beberapa jam lagi dia sadar”, kata sang suster

Mendengar itu lega lah perasaanku, ku genggam erat tangan Putri, air mataku

menetes membasahi wajahku, air mata iba untuk seorang yang dicintai,

“Mas, ada Polisi di luar, mereka butuh data”, kata suster

“Baiklah”, kataku, lalu ke beri data tentang identitas Putri, lalu ku kabari kabar

buruk ini pada Anisa dan keluarganya di Lampung, masalah bisnisku di Bandung

ku suruh anak buahku mengantar dokumen ini ke Bandung dengan menggunakan

mobilku, setelah itu aku jaga Putri sampai dia tersadar, ku belai rambutnya, “Put,

bangun….jangan buat aku khawatir”, bisikku padanya, sampai 2 jam akhirnya

Putri siuman,

“Put, syukurlah kamu sadar Put?”, kataku

“Kamu……aku dimana? mana Dinda dan Tiara?”, Tanya nya sambil menahan

rasa sakit di kepalanya

“kamu di rumah sakit Put, kamu tiduran aja dulu”, kataku menenangkan Putri

“kenapa kamu ada disini? Mana teman-temanku?”, Tanya Putri

“Tenang Put, aku memang tinggal di Jakarta sekarang, tadi aku check up dan

ternyata kita bertemu disini dengan keadaanmu yang tidak baik”, jawabku

“Lalu mana Dinda dan Tiara?”, tanyanya

Aku tak tega memberitahukan ini pada Putri, aku panggil suster untuk memberi

tahukannya, mendengar itu Putri menangis sejadi-jadinya, dia mempersalahkan

dirinya sendiri karena dia yang menyetir, aku berusaha menenangkannya,

Page 19: kesetiaan perasaan

19

“Dit, bawa aku kesana! Aku ingin lihat Dinda dan Tiara!”, pinta Putri padaku

“Tapi kamu yang kuat ya?”, kataku sembari ku bantu dia berdiri dan kupapah ke

kamar mayat yang tak jauh dari ruangan itu, sesampainya disana, Putri menangis

lagi, berkali-kali dia minta maaf pada jasad Dinda dan Tiara, aku memeluknya

menenangkannya, Putri terlihat sangat shock, dia hanya bisa menangis, seorang

Dokter dan Polisi menghampiriku

“Maaf, anda ada hubungan apa dengan korban?”, Tanya seorang Polisi yang

memang menyelidiki kasus ini

“Saya temannya Pak, ada yang bisa saya bantu?”, kataku

“Begini Pak, kami dari kepolisian membutuhkan keterangan mbak korban yang

selamat ini untuk menjadi saksi”, kata Polisi itu

“Tapi jangan sekarang Pak, dia masih tampak shock”, pintaku pada polisi

“Baiklah, tapi semoga besok sudah bisa memberi keterangan, kami beri waktu 12

jam untuk menenangkan diri?”, kata Polisi itu

“Terima kasih Pak”, kataku, lalu Polisi itu pun pergi,

“Dok, apa putri boleh keluar dari rumah sakit ini?, tidak kondusif rasanya bila dia

harus menenangkan diri disini?”, kataku

“Oh, sudah bisa namun ada beberapa obat dari kami, nanti saya beri resepnya”,

kata Dokter tersebut

“Put, sudahlah ini takdir, tak ada yang bisa melawannya, kamu malam ini ikut aku

ya, besok kita kesini lagi, mungkin besok juga keluargamu sudah datang

menjemputmu”, kataku menenangkan Putri

“Tapi kenapa mereka Dit?, bukan aku? Aku yang menyebabkan mereka mati!”,

kata Putri

“Tenanglah Put, ayo kita pergi”, kataku dan megajak Putri keluar, putri masih

saja menangis.

Tuhan, kenapa engkau mempertemukan ku dengan Putri saat kondisinya seperti

ini, gumanku dalam hati, Putri masih saja menangis terisak.

“Dit,mau kemana kita sekarang?”, tanyanya dalam tangisnya

“Kita ke apartemenku,kamu istirahat dulu disana, besok kita kesini lagi saat

keluargamu datang”, kataku,

“Apartemen kamu?”, tanyanya sambil menatapku.

“Iya Put, kalau kamu disini kamu akan terus merasa bersalah, gak baik buat

psikologismu,tadi sudah ada obat dari dokter dan mungkin besok juga ada dokter

yang check up kamu datang”, kataku

“Bukan itu Dit, kita sekamar?”, Tanya nya sembari menahan tangisnya

“Oh, enggak tenang aja, kamu yang tidur di kamarku, aku di sofa, percaya ya

sama aku, aku gak macem-macem kok?”, kataku meyakinkannya

Putri hanya terdiam, aku genggam tangannya malam itu, dia masih trauma,

Page 20: kesetiaan perasaan

20

malang sekali gadis idaman ku ini. Dapatlah kami Taxi, kami pun naik Taxi ke

apartemenku..

_________________________________________________________________

Sampailah kami di apartemenku, ku persilahkan Putri masuk, dia masih terlihat

shock dan tampak lelah,

“Put, aku siapkan air hangat ya, kamu bersihkan badanmu, setelah itu kita makan

dulu”, kataku

“Iya Dit, makasih ya?”, katanya lirih

Aku siapkan air hangatnya di Bathtub, begitupun handuk dan pakaian, aku

pinjami dia pakaian ku,sweeter hangat dan celana trainingku yang mungkin pas di

Putri karena tubuh kami hampir sama, kami sama-sama sedikit kurus,Putri pun

mandi, dan aku mmemasak nasi goring special ke ahlianku, setelah selesai

memasak ku hidangkan di meja makanku, malam ini meskipun dalam suasana

duka, namun aku merasa ini malam sangat special, aku dan Putri makan malam

berdua, tak lama Putri pun keluar dengan menggunakan pakaian yang ku beri, dia

masih tampak cantik meskipun matanya masih sembab karena tangis,

“Duduk Put,kataku mempersiapkan kursi untuk dia duduk, dan kusiapkan nasi

gorengnya

“Ini nasi goring ala Aditya Gibran, pasti kamu suka”, kataku lagi membanggakan

masakanku,namun Putri hanya diam dan menatap kosong,

“Put, kamu makan dulu ya, biar kamu sehat, besok banyak prosedur yang harus

kita jalani”, kataku

“Dit, aku pembunuh ya?”, tanyanya dengan tatapan yang masih kosong

“ssssst,Put, jangan ngomong gitu, ini kecalakaan murni kok, kamu besok Cuma

diperiksa sebagai saksi, jadi gak apa-apa kok”, kataku

“Dit,makasih ya, udah mau nolong aku”, katanya, air matanya menetes lagi

“Iya, emang aku ditakdirkan nolong kamu kali hehe, oh ya, makan dulu walau

dikit, pasti kamu belum makan?”, kataku, Putri pun makan, terlihat dia tidak

nafsu makan, fikirannya pasti masih trauma dan rasa bersalahnya.

Selesai makan aku ajak Putri ke ruang tengah, kusiapkan obat yang diberi dokter,

semacam obat antiseptic untuk mengobati memarnya

“Put, aku obtain ya memarnya di sekitar keningmu”, kataku

“Iya Dit, maaf ya ngerepotin kamu?”, katanya

“Udah Put gak apa-apa, kita teman kan, wajarlah kalau kita saling menolong”,

katanya

“Dit, aku boleh pinjam ponsel mu, aku ingin menelpon keluargaku”, pintanya

“Tentu, Put”, kataku dan memberinya ponselku, dia pun menelpon Ibunya yang

sedang dalam perjalanan sekeluarga menjemputnya, begitupun dengan keluarga

almarhumah Dinda dan Tiara, sementara aku mengobati lukanya Putri, dalam

Page 21: kesetiaan perasaan

21

obrolannya Putri menyebut Husain, kekasihnya yang ikut juga menjemputnya,

bahkan mereka sempat mengobrol, Putri menangis lagi, aku menenangkannya,

kubelai rambutnya, Putri pun bersandar dipelukanku, gadis milik orang lain yang

ku cintai kini ada dipelukanku, tak rela rasanya bila besok aku harus

mengembalikan pada sang empunya,,

“Dit”, katanya lirih

“Iya Put,kamu butuh apa?”, kataku lembut

“Aku…butuh kamu malam ini, tetap didekatku ya”, katanya menatapku dalam

pelukku

“Iya Put, besok pacar kamu juga datang?” tanyaku, Putri hanya mengangguk.

Kugenggam tangannya, Putri hanya diam saja, kenapa harus pria lain jadi

kekasihnya bukan aku? Padahal aku pun pantas dengannya!, kata-kata itu

berkecamuk dalam hatiku

“Dit, tadi aku lihat foto aku dikamarmu”, katanya”

Astaga! Aku lupa kalau memajang fotonya dikamarku, dan Putri tahu sekarang,

malu lah aku!

“A…anu..put, itu….itu…”, kataku terbata tak bisa menjawab

“Aku tahu kamu mencintaiku Dit”, katanya

“Kalau kamu tahu kenapa kamu menghindar dariku? Kenapa kamu selalu diam

padaku? Kenapa kamu tidak pernah memberi aku kesempatan? Tidak sudikah kau

dekat denganku walau hanya sebagai teman? Kalau kamu tahu Put, aku selalu

memikirkanmu disetiap hariku dan….dan menyebut namamu di hatiku setiap

menitnya, namun kamu tidak pernah hadir untukku, hanya bayangmu yang setia

menemaniku Put!”, keluarlah kata-kata yang selama ini ingin ku sampaikan

padanya.

kali ini putri yang hanya diam, air mata menetes di pipinya lagi,,

“Put, kenapa aku tidak pernah kamu beri kesempatan untuk dekat denganmu

seperti pria-pria lain itu Put?”,air mataku pun mulai menetes.

“Adit, maafkan aku, aku tidak tahu kenapa denganku, aku tidak bisa membuka

hatiku untukmu,hati ini tak pernah bergetar bila ada kamu, apalagi kamu pun

mantan kekasih Olivia, sahabat Anisa, kamu tahu kan sedekat apa aku dan

Anisa?” katanya

“Seandainya hatiku bisa memilih, tentu aku tak pernah mau jatuh cinta padamu,

tak ingin rasanya pula ku mengkhianati perasaanku pada Olivia”, kataku

“Tapi Olivia gadis baik Dit, kenapa kamu tega menyakitinya?” tanyanya padaku

“Tapi aku juga Pria baik, kenapa kamu tega menyakitiku?”, kataku membalikan

kata-katanya

“Sadarlah Dit, aku bukan milikmu, kamu tahu untuk apa aku ke Bandung?” kata

Putri

“Anisa memberi tahuku untuk mengambil ijazah dan…lalu dia tak melanjutkan

Page 22: kesetiaan perasaan

22

kata-katanya lagi” kataku

“Selain mengambil ijazah, aku ingin have fun dengan Dinda dan Tiara, di masa-

masa terakhirku sebagai seorang gadis, lalu aku pun ingin mengambil rancangan

gaun pengantinku disana, aku akan menikah Dit, menikah dengan Husain!”,

katanya sambil menunjukkan cincin tunangan yang ada di jari manisnya, seolah

itu sebuah penegasan.

Hancurlah hatiku mendengar itu, harapanku bisa bersamanya sirna sudah tak

berbekas, aku tak bisa berkata apa-apa lagi,

“Maafkan aku Dit”, Putri menangis dan memelukku, pelukan dari sebuah harapan

yang pamit pergi meninggalkanku

“Iya, Put, gak apa-apa, kita memang gak jodoh, Husain lebih baik untukmu, aku

bersyukur, mencintaimu dan mengagumimu membuatku hidup, kamu semangatku

Put, terima kasih untuk harapan itu, aku merelakan dan meng ikhlaskanmu Put”,

kataku mencoba tegar setegar-tegarnya.

“Peluk aku dalam tidurku malam ini Dit, ini hadiah dari sebuah kesetiaan

perasaanmu”, kata Putri dan diapun menyenderkan tubuhnya lagi di pelukku, aku

mendekapnya erat sampai dia tertidur di pelukku, sedangkan aku menatap terus

wajahnya, besok wajah ini sudah tidak ada lagi di hadapanku selamanya,,,

**********

Keesokan harinya, Putri membangunkanku, “Dit bangun”, katanya sambil

mengusap pipiku

“Putri”, aku menatapnya, rasanya inilah yang ku harapkan selama ini, saat ku

membuka mata, gadis yang kucintai ini ada di hadapanku,

“Kamu kok mindahin aku ke kamar?”, kata Putri

“Kasian kamu, di luar dingin jadi aku pindahin kamu ke kamar tadi malam”,

kataku

“Dit, hari ini kita mau kemana?”,tanyanya

“Kita ke kantor polisi dulu Put, sore baru kita ke rumah sakit”, kataku

„Tapi temani aku ya disana, aku takut sendiri!”, katanya memohon

“Iya Put, sekarang kamu mandi dulu deh aku siapin baju buat kamu”, kataku

“Gak, kamu dulu yang mandi, aku nyiapin kamu baju dan nyiapin kamu sarapan”,

katanya

“Ini hadiah dari kesetiaan juga?”, kataku sambil tersenyum.

Namun Putri hanya tersenyum dan berlalu ke dapur, aku pun mandi, Tuhan terima

kasih engkau sudah memberiku kesempatan indah ini….

Selesai mandi, kulihat bajuku telah disiapkannya, “Dit, sarapan sudah siap”,

Page 23: kesetiaan perasaan

23

katanya dari ruang makan, “iya sebentar Put, aku pakai baju dulu, kataku, lalu aku

pun berpakaian setelah itu ,menemui Putri, “hmmm pasta”, kataku, “iya Cuma

ada ini di kulkas kamu Dit”, kata Putri.

“sekarang kamu mandi, aku siapkan kamu pakaian lalu kita sarapan bareng”,

kataku pada Putri, Putri pun tersenyum dan menuruti perintahku. Setengah jam

kira-kira putri keluar kamar dengan pakaianku, dia terlihat tampak tomboy,

memakai kemeja ku yang tampak kebesaran dan celana jeans ku, aku tersenyum

saja melihatnya, lalu kami pun sarapan berdua, setelah itu kami pergi ke kantor

polisi untuk membuat laporan.

Dikantor Polisi Putri dicecar berbagai pertanyaan masalah kecelakaan itu, begitu

pun dengan supir kopaja lawan tabrakan Putri, tidak ada korban nyawa dari pihak

kopaja, sedangkan dari Putri dua orang sahabatnya menjadi korban, Putri pun

sampai tak kuasa menahan tangis di kantor polisi, aku berusaha menenangkannya

mendampinginya dengan setia sampai akhir pemeriksaan.

Pukul 15:45 sore pemeriksaan selesai, hampir seharian kami disini,Putri hanya

dikenakan wajib lapor sebulan sekali dalam waktu yang ditentukan Polisi,

pastinya bukan aku lagi yang menemaninya namun sang Kekasihnya, Husain.

Setelah itu kami pun bergegas menuju rumah sakit,

“Put, ini no Husain ya?, dia berkali-kali menelpon tapi tak sempat terangkat, dan

dia sms katanya dia dan keluargamu sudah sampai di Jakarta”, kataku sembari

memberi ponselku pada Putri

“Benar Dit, ya sudah kita segera ke rumah sakit”, kata Putri

Setelah mendapat Taxi kami pun segera bergegas ke rumah sakit untuk menemui

Husain dan keluarga Putri, inilah saat terakhir ku bersama Putri, kunikmati detik

demi detik dalam perjalanan ini, ku genggam tangan Putri di sepanjang perjalanan

ke rumah sakit, kugenggam tangannya dengan erat, karena tangan ini tak ada lagi

dalam genggamanku selamanya…..

_________________________________________________________________

___________

Sampailah kami di rumah sakit, segera ku menuju tempat dimana keluarga Putri,

Husain dan keluarga ke dua almarhumah berkumpul, sesampainya disana

t6angisan pecah, kedua orang tua Putri langsung memeluk Putri, kulihat disana

ada Kakak laki-laki Putri, Anisa juga disana,di samping jasad kedua almarhumah

temannya tampaknya dia habis menangis, begitupun sekumpulan beberapa orang

yang ku kira itu adalah keluarga korban almarhumah, mereka menangisi

almarhumah, dan seorang Pria yangmenanti Putri dengan cemasnya, ya mungkin

Page 24: kesetiaan perasaan

24

itu Husain, berpostur tegap kekar, berambut cepat berwajah maskulin khas

seorang Polisi, dia segera memeluk Putri, tak kuasa aku melihat itu, aku keluar

dari ruangan, air mataku menetes,aku cemburu, aku duduk sendiri di ruang

tunggu, tak ada yang bisa kulakukan, kini Putri telah kembali pada pemilik

hatinya, aku..hanya aku…yang hanya dapat memiliki bayangnya saja…

“Adit,,,,!!!”, Lukman memanggilku dan menghampiriku lalu duduk disampingku

“Eh, Man, udah selesai urusan di Bandung?”, tanyaku

“Udah, Bos, gimana keadaan pujaan lu?”, tanyanya

“Udah baik-baik aja kok, sekarang dia ma keluarganya dan…”, kataku tak

melanjutkan kata-kataku

“Dan siapa?, lu habis nangis?”, Tanya Lukman padaku

“Dan tunangannya”, kataku dengan suara berat.

“Sabar Dit, mungkin dia bukan yang terbaik, cepat atau lambat jodoh lu yang

sebenarnya bakal datang kok”, Lukman menghiburku

“Makasih Man, lu sahabat terbaik gue!”, kataku

Lalu pintu ruangan pun terbuka, tampak mayat kedua almarhum sudah dimasukan

ke dalam peti dan akan di bawa pulang keluarganya, dibelakangnya keluarga

Putrid an keluarga korban mengiringinya, Kulihat Putri masih menangis dia di

gandeng oleh sang tunangannya

“Nak, terima kasih ya sudah menjaga Putri, saya ayahnya”, kata Ayah Putri yang

menghampiriku dan menjabat tanganku.

“Makasih banyak Nak”, timpal sang Ibu Putri

Aku pun menyalami satu persatu keluarga Putri, begitu pun dengan Husain

“Terima kasih banyak sudah menjaga Putri”, kata Husain dan menjabat tanganku

“Iya, kalian… selamat menempuh hidup baru ya?”, kataku dengan perasaan yang

berat.

“Iya makasih banyak, kalau anda punya waktu datanglah ke resepsi kami bulan

depan?”, kata Husain mengundangku.

Sungguh hancur hatiku mendengar itu ku tatap Putri, Putri pun demikian, tatapan

Putri sungguh penuh makna seolah dia merasa sakitku,

“Maaf kenapa anda menangis?”, kata Husain yang melihat air mataku menetes.

“Eh maaf ini tangis haru, Putri sahabatku,saya bahagia untuknya”, kataku

berbohong pada Husain.

“Wah, beruntung kamu sayang punya sahabat sebaik Mas Adit”, kata Husain

pada Putri.

Putri hanya tertunduk, dia hanya diam.. Tak lama mereka pun pamit karena

jenazah memang harus segera dikebumikan di Lampung, kuantar mereka ke

parkiran, aku masih melihat Putri, Putri tak menoleh padaku sedikitpun, Lukman

menenangkanku.

Page 25: kesetiaan perasaan

25

“Sabar ya Dit”, kata Lukman, dan aku hanya terdiam sambil menatap

Putri,berharap Putri menatapku untuk terakhir kalinya.

“Dit, jangan sedih ya,kalau kamu cinta Putri, biarkan dai bahagia dengan

pilihannya, aku pamit ya”, kata Anisa yang datang dari belakangku, aku hanya

tersenyum pada Anisa dan mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya

selama ini, satu persatu dari mereka pun memasuki mobil, tinggal Husain dan

Putri,

“Ayolah Put, tatap aku, aku sudah merindukan tatapanmu”, kataku dalam hati

penuh pengharapan.

Benar saja sebelum masuk mobil Putri menatapku, tatapan yang sangat indah,

beberapa detik dia menatapku, ku melihat air matanya menetes, lalu dia masuk ke

mobil, Husain tersenyum padaku dan dia pun masuk mobil, rombongan pun

pulang ke Lampung membawa Putrid an meninggalkanku sendiri lagi..

“Dit, ayo kita pulang?”, kata Lukman padaku

“Iya”, kataku singkat, kami pun pergi dari rumah sakit…

Sampailah aku di apartemen ku, gelap dan sendiri, aku masih membayangkan

kehadiran Putri disini kemarin, kunyalakan lampu, kulihat sofa tempat kami

duduk dan bercerita juga menangis berdua, ku masuki kamarku, ku lihat

ranjangku,Putri tertidur di ranjang ini kemarin, ku rebahkan tubuhku di

ranjangku, wangi Putri masih tercium menambah kegalauan hatiku,lagi-lagi aku

menangis, benar-benar tangis, sebuah tangis kehilangan ku menatap fotonya di

meja kecil di kamarku, dan di bawahnya di sebuah keranjang kecil, astaga

pakaian Putri masih tertinggal disitu, aku baru ingat Putri memakai pakaianku

pulang ke Lampung, segera ku hampiri pakaian Putri dan ku peluk pakaian

itu,aku pun tertidur memeluk pakaiannya sambil menangis,sampai aku tertidur

dalam tangis ku.

*********

Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian itu, minggu depan hari pernikahan Putri,

dan aku..masih belum bisa bangkit dari keterpurukanku, aku banyak

menghabiskan hari-hariku di kamar, Lukman yang ku tugasi mengurus bisnisku,

sesekali Lukman datang padaku dan beberapa staf di kantor yang akrab denganku

untuk menengokku dan memberi motivasi padaku, rasanya motivasi memang

sudah tidak mempan lagi padaku , aku butuh Putri, aku sangat merindukannya,,,

hari demi hari kulewati, tinggal lusa pernikahan Putri dan Husain, siang itu aku

Page 26: kesetiaan perasaan

26

masih saja dalam kegalauanku, ku duduk di sofa sendiri, ku gonta-ganti chanel

TV, apartemenku berantakan,sampai tiba-tiba suara bell terdengar.

“Pasti Lukman!”, gerutuku dalam hati

“Man, kan gue bilang gue gak mau diganggu dulu lu ngapain dat….”, kataku

nyerocos sambil berjalan membuka pintu, dan ternyata yang datang……….. Itu

Putri, dan Husain.

“Put…Putri..?”, kataku terbata

“Hei, Adit”, kata Putri

“Hei Dit”, sapa Husain

Aku tersenyum pada Husain,

“Eh, kok kalian ke Jakarta? bukannya lusa nikah kan?”, tanyaku.

“Ehm..boleh masuk dulu gak?”, kata Putri,

“Oh, maaf silahkan, ta..ta…tapi berantakan..”, kataku terbata, Husain dan Putri

pun masuk

“Astaga Adit, kamu jorok banget sih?, pertama kali aku datang kesiani rapi loh

apartemen kamu ini!”, kata Putri.

“Ini Put, aku lagi males aja beres-beres capek banget belakangan ini”, kataku,

“Bukannya karena lgi galau kan dit?”, kata Husain

Hah?, aku kaget Husain berbicara seperti itu, aku coba alihkan obrolan agar tak

curiga mereka dengan keadaanku.

“Eh iya, ada apa kalian kesini? Oh iya aku lupa? Mau nganter undangan ya? Jauh

banget harus datang kesini segala?,lewat telpon aja kan bisa? Hehe”, kataku amat

salah tingkah

“Enggak kok Dit”, kata Putri

“Oh iya? Mau buat laporan ke polisi atau... mau ngurus mobil kamu ya Put?”,

kataku lagi.

“Itu udah di urus mas Iqbal dan pengacaranya Putri Dit”, kata Husain menimpali.

“Oh begitu? Lalu apa?”, tanyaku.

“Aduh, gak nyaman banget ngobrol suasana kayak gini? Aku beres-beres ya,

kalian cowok-cowok, sana ke lobi!”, perintah Putri.

“Eh, Put gak usah….”, kataku sungkan

“Udah..keluar…keluar”, Putri mendorongku dan Husain agar meninggalkan

ruangan itu, yasudahlah apa boleh buat.

Aku pun mengobrol di lobi hotelku dengan Husain sambil menikmati

pemandangan Jakarta siang bolong itu.

“Dit, udah lama tinggal di Jakarta?”, Tanya Husain

“Udah 3 tahun lah,lu tugas di kesatuan mana?”, tanyaku berbasabasi

“Di Lampung Timur,Dit, Putri cantik ya?”, kata Husain.

“Eh, i….iiya,beruntung loh lu dapetin dia?”, kataku lagi.

“Memang,gue memang beruntung Dit, gue sayang banget ma dia?”, katanya

Page 27: kesetiaan perasaan

27

“Bagus lah, jadi gue gak was was, sahabat gue menikah dengan orang yang

tepat”, kataku

Husain sejenak menatapku, lalu kata-kata yang tak kuduga keluar dari mulutnya,

“Tapi gue bukan orang yang tepat buat dia Dit?”, katanya menatapku

“Maksud lu?,lu kan pilihan dia, jelaslah lu tepat buat dia, apalagi lu sayang kan

ma dia?”, kataku bingung.

“Iya emang gue sayang sama dia,tapi gue sadar ada yang lebih sayang ma dia, dan

dia lebih sayang sama orang itu daripada gue”, katanya.

“Eh, tunggu dulu deh, gue gak ngerti pembicaraan kita ini”, kataku semakin

bingung.

“Gue datang kesini untuk ngembaliin Putri ke lu”, katanya

“Tunggu dulu, gue semakin gak ngerti!, Husain! Putri gak pernah ada rasa cinta

ma gue, kami udah ngebahas ini waktu itu, dia sama sekali gak ada rasa sama gue,

dia milik lu, bukan milik gue”, katanya.

“Lu payah sih, gak mempertahankan cinta lu!”, kata Husain.

“Tapi percuma kalau gue cinta dia tak cinta! Terlalu menyakitkan!”, kata ku

Lalu Husain berdiri dan dia langsung menonjok pertutku,ouch…alangkah

sakitnya, “Kalau Putri memberi lu hadiah dari kesetiaan perasaan, gue ngasih lu

hukuman dari keputus asaan lu! Rasa sakit ini gak seberapa dari rasa sakit lu dan

rasa kehilangan lu terhadap Putri!”, kata Husain

“Tapi. Putri gak cinta sama gue!” kataku menahan rasa sakit.

“Aku memang tidak mencintaimu, kalau ada istilah lain yang menggambarkan

perasaanku padamu yang melebihi cinta, akan ku pakai kata itu untuk

memujimu!”, kata Putri tiba-tiba datang.

“Lu denger sendiri sekarang kan?”, kata Husain.

Aku hanya menatap Putri dengan takjub mendengar kata-katanya, Tuhan, apakah

kau memberinya untukku?, ku tatap Husain, “Hatinya milik lu,Adit!”, kata

Husain bijak.

segera kupeluk Putri di depan Husain, “Tapi kenapa kamu bilang kamu gak

mencintaiku Put waktu itu?, aku lemah tanpamu Put..”, kataku mengutarakan

semua penderitaanku padanya.

“Aku….aku,,lebih dari cinta denganmu, cintaku padamu tak pernah bisa

kurasakan namun datang menegurku dengan sayap-sayap indahnya dan membawa

hatiku terbang ke hatimu, ku mohon menikahlah denganku?”, kata Putri

Tuhan….itulah kata-kata terindah dari seorang wanita yang pernah ku dengar,ku

melihat Husain, dia tampak tegar, tatapan mataku pada Husain menandakan

permintaan maafku padanya, Husain hanya tersenyum.

“Put, ini hadiah dari kesetiaan perasaan?”, Tanyaku

“Iya terima kasih atas kesetiaan perasaan itu”, katanya…aku memper erat

Page 28: kesetiaan perasaan

28

pelukanku, akhirnya dia menjadi milikku, benar-benar milikku,

Selamanya……………

. “Cerpen berdasarkan kisah nyata penulis masa ini, dan impian penulis di tahun

2016, karena seharusnya bila cerita ini benar-benar terjadi, cerpen ini di tulis

tahun 2016”

TAMAT

Page 29: kesetiaan perasaan

29

Catatan Penulis: “saya memohon setiap tokoh yang terlibat dalam cerpen ini dan

mengetahui kisahnya, cobalah padang dari sisi penulis, meskipun sang penulis

menyakiti seorang gadi baik yang tulus dengannya”

Dedication for :

Putri Amanda (Bukan nama sebenarnya)

Olivia (Bukan nama sebenarnya)

Dan teman-teman yang terlibat

Thank you for the inspiration