Post on 20-Mar-2019
KERAGAMAN SPESIES TRIPS DAN MUSUH ALAMINYA
PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA
NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT
IRMA UTAMI SIAGIAN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRAK
IRMA UTAMI SIAGIAN. Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada
Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Di-
bimbing oleh RULY ANWAR dan DEWI SARTIAMI.
Identifikasi spesies trips perlu dilakukan untuk mengetahui statusnya pada
pertanaman mawar. Pemantauan populasi trips dapat dilakukan dengan menggu-
nakan perangkap likat berwarna. Cendawan entomopatagen merupakan salah satu
musuh alami bagi trips, akan tetapi di Indonesia belum diketahui keberadaan trips
terinfeksi cendawan Entomophthorales. Penelitian ini bertujuan mengetahui ke-
ragaman spesies trips dan musuh alaminya, terutama cendawan entomopatogen,
pada tanaman mawar. Penelitian ini dilakukan di Taman Bunga Nusantara, Desa
Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Penghitungan populasi trips yang terperangkap pada perangkap likat serta identi-
fikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan iden-
tifikasi cendawan entomopatogen yang ditemukan pada trips sampel dilakukan di
Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Perta-
nian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Maret
2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. Evaluasi perangkap likat warna biru,
putih, dan kuning yang dipasang secara acak di pertanaman mawar lokal, mawar
impor, dan barrier. Trips diidentifikasi dan dilakukan penghitungan jumlah trips
yang terperangkap. Pengamatan populasi trips per bunga mawar lokal dan mawar
impor dilakukan di lapangan dengan menepuk bunga sebanyak 10 kali di atas baki
putih. Trips yang diperoleh dihitung dan dimasukkan ke dalam eppendorf berisi
alkohol 70%. Trips sampel untuk eksplorasi cendawan entomopatogen diambil
dari tanaman mawar lokal dan mawar impor, serta dibuat preparat dengan meng-
gunakan pewarna lactophenol-cotton blue dan diidentifikasi. Selama penelitian
ditemukan spesies trips dari subordo Terebrantia dan Tubulifera. Trips subordo
Terebrantia yang diidentifikasi sampai tingkat spesies yaitu Thrips parvispinus,
Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips dorsalis, Microcephalothrips ab-
dominalis, dan Megalurothrips usitatus,. Dari semua spesies trips yang diidenti-
fikasi, T. parvispinus dan F. intonsa yang paling banyak ditemukan. Selain itu,
hanya kedua spesies trips tersebut yang ditemukan terinfeksi cendawan entomo-
patogen, ordo Entomophthorales, genus Neozygites. Stadia cendawan yang dite-
mukan yaitu konidia primer dan konidia sekunder. Populasi trips per bunga pada
mawar lokal lebih tinggi daripada mawar impor. Hal ini dikarenakan mawar lokal
memiliki jumlah petal yang lebih banyak dan ukuran bunga yang lebih besar di-
bandingkan dengan mawar impor. Berdasarkan evaluasi warna perangkap likat,
warna biru dan putih lebih disukai T. parvispinus dan F. intonsa dibandingkan
dengan warna kuning.
KERAGAMAN SPESIES TRIPS DAN MUSUH ALAMINYA
PADA TANAMAN MAWAR DI TAMAN BUNGA
NUSANTARA KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT
IRMA UTAMI SIAGIAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul usulan : Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada
Tanaman Mawar di Taman Bunga Nusantara Kabupaten
Cianjur Jawa Barat
Nama mahasiswa : Irma Utami Siagian
NRP : A34070057
Disetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si Dra. Dewi Sartiami, M.Si
NIP 19641224 199103 1 003 NIP 19641204 199103 2 001
Tanggal Lulus:
Diketahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
NIP 19650621 198910 2 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muara Bangun, tanggal 24 Maret 1989. Anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan bapak Abdul Manap Siagian (Alm) dan ibu
Jurriah Pasaribu.
Penulis lulus dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Muara Bangun pada tahun
2001 dan pada tahun 2004, lulus dari SLTP N 2 Rao. Penulis menyelesaikan pen-
didikan sekolah lanjutan atas di SMA N 1 Rao (2004-2007). Tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada kurikulum berbasis mayor-minor. Penulis dite-
rima sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian dan
selama 1 tahun pertama mengikuti masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB).
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA) yaitu salah satu pengurus Divisi Pengembangan
Minat dan Bakat periode 2008/ 2009, dan periode 2009/2010 sebagai salah satu
pengurus Divisi Fasilitas dan Properti serta pernah mengikuti kepanitian pada be-
berapa acara kampus. Selain itu, penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja
Profesi sekitar 2 bulan di Desa Batumirah, Kabupaten Tegal (2010). Selama masa
kuliah, penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
”Keragaman Spesies Trips dan Musuh Alaminya pada Tanaman Mawar di Taman
Bunga Nusantara Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini dilaksanakan di
Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
dan Laboratorium Patologi Serangga serta Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari
bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011. Penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku dosen pem-
bimbing skripsi yang dengan sabarnya membimbing, memberikan ilmu, dan
perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
2. Kedua orang tua penulis, Alm. Abdul Manap, S.Pd. dan Jurriah Pasaribu
serta saudara penulis Arif Andi Siagian, Iyerni Hida Siagian, dan Gusni
Amini Siagian atas doa, motivasi, kasih sayang, dan perhatian yang diberi-
kan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang
telah memberikan kritikan dan saran kepada penulis.
5. M. Iqbal Harraz, SE.MM sebagai General Manager, Agus Taryat, SP seba-
gai Manager Hortikultura dan Lingkungan, Novinaldi, SP sebagai Kepala
Unit Litbang, Tatep Sopiyullah sebagai Asisten Manager Hortikultura dan
Lingkungan, dan keluarga besar Taman Bunga Nusantara atas kerjasama-
nya, saran, dan perhatian selama penulis menjalankan penelitian.
6. Kurniatus Ziyadah, SP, Nurul Widyanti, SP, Rita Kurnia Apindiati, SP, Ida
Parida, SP, Listika Minarti, SP, Anik Nurhayati, SP, Ahmad Khoerudin La-
tif, SP, Ibu Aisyah, dan teman-teman di Laboratorium Patologi Serangga
dan Laboratorium Biosistematika serangga, serta keluarga besar di Departe-
men Proteksi Tanaman khususnya angkatan 44 yang memberikan semangat
dan perhatian kepada penulis.
7. Drh. Linda Sayuti, Patmawati, S.Pi, Amelia Susan Anggraeni, S.Si, Siti Ma-
waddah, S.Pt, Lusi Triyani, dan keluarga besar Wisma Wahdah Indah yang
memberikan dorongan semangat dan perhatian kepada penulis.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.
Bogor, 27 Januari 2012
Irma Utami Siagian
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
Cendawan Entomophthorales ........................................................... 4
Taksonomi Cendawan Entomophthorales .................................. 4
Struktur Cendawan Entomophthorales ...................................... 4
Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales ............................... 6
Trips (Ordo Thysanoptera) ............................................................... 7
Bioekologi ................................................................................ 7
Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips .................... 7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips .................... 8
Metode Sampling untuk Trips ................................................... 10
Perangkap Likat ............................................................................... 10
Tanaman Mawar .............................................................................. 11
BAHAN DAN METODE ......................................................................... 14
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 14
Metode Penelitian ............................................................................ 14
Pengujian Perangkap Likat ........................................................ 14
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan
Populasi Trips ........................................................................... 15
Analisis Data ................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 17
Gambaran Umum ............................................................................. 17
Keragaman Spesies Trips ................................................................. 18
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen pada Trips ............................ 27
Populasi Trips pada Bunga Mawar ................................................... 30
Ketertarikan Trips pada Warna Perangkap Likat .............................. 31
KESIMPULAN ......................................................................................... 36
Kesimpulan ...................................................................................... 36
Saran ............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37
LAMPIRAN ............................................................................................. 40
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase Thrips parvispinus dan Frankliniella intonsa terinfeksi
cendawan entomopatogen pada delapan kali pengamatan tahun 2011
............................................................................................................ 29
2 Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor tahun 2011
............................................................................................................ 31
3 Rataan trips (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat
yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ............................... 33
4 Rataan T. parvispinus (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ....... 34
5 Rataan F. intonsa (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................ 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV
sense cone berbentuk garpu, (C) kepala memiliki 2 pasang seta
oseli, (D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII .............. 19
2 Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena (C) kepala
memiliki 3 pasang seta oseli, (D) pronotum memiliki 5 pasang seta
utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada
abdomen tergit VIII, (H) comb posteromarginal pada abdomen tergit VIII, dan (I) imago jantan ....................................................... 20
3 Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum
dengan campaniform sensilla, dan (D) abdomen tergit VIII ............. 21
4 Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum, (D) sayap depan, dan (E) abdomen tergit VIII .................................. 22
5 Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena
berjumlah 7 segmen, (C) metanotum, dan (D) abdomen tergit VIII
memiliki ctenedia dan comb dengan microtrichia pada dasar
segitiga ........................................................................................... 23
6 Megalurothrips usitatus, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala,
(D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, dan (G) abdomen
tergit VIII memiliki kelompok microtrichia dan memiliki comb dengan microtrichia tapi kosong di bagian tengah . .......................... 24
7 Spesies A, (A) imago betina, (B) antena berjumlah 7 segmen, (C)
kepala memiliki 2 pasang seta oseli dan barisan seta postokular
berjajar ke arah posterior, (D) metanotum, (E) sayap depan, (F)
abdomen tergit VII memiliki ctenidia dibagian lateral, dan (G)
abdomen tergit VIII dengan ctenedia di posteromesad spirakel ....... 25
8 Spesies B, (A) imago betina, (B) kepala, (C) metanotum, (D) sayap
depan, (E) abdomen tergit VIII memiliki comb dengan microtrichia
yang panjang dan ramping, dan (F) imago jantan ............................. 26
9 Trips Subordo Tubulifera ................................................................. 26
10 Trips terinfeksi cendawan entomopatogen, (A) konidia primer,
konidia sekunder, dan ghost conidia pada abdomen trips dan (B)
konidia sekunder menempel pada antena trips .................................. 28
11 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar lokal tahun 2011 ....................................................................................... 30
12 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar
impor tahun 2011 ............................................................................. 30
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rataan Thrips palmi (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................ 41
2 Rataan Scirtothrips dorsalis (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ....... 42
3 Rataan Microcephalothrips abdominalis (individu/perangkap) pada
tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan
barrier ............................................................................................... 43
4 Rataan Megalurothrips usitatus (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ....... 44
5 Rataan spesies A (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................ 45
6 Rataan spesies B (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ......................... 46
7 Rataan Tubulifera (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ........................ 47
8 Rataan trips tidak diidentifikasi (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier ....... 48
9 Data curah hujan bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2011 ............ 49
10 Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit
tanaman mawar .................................................................................. 49
11 Denah lokasi penelitian ...................................................................... 50
12 Kondisi petak pengamatan populasi trips ............................................ 51
13 Kondisi petak pemasangan perangkap likat ........................................ 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mawar merupakan salah satu tanaman hias yang dikenal karena keharuman-
nya serta memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang beragam. Selain digunakan
sebagai penghias taman dan buket bunga, bunga mawar juga digunakan dalam
upacara ritual keagamaan dan upacara adat. Bunga mawar juga dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan makanan, minuman, dan bahan baku industri minyak
wangi (Satuhu & Murtiningsih 2005).
Taman Bunga Nusantara (TBN) merupakan salah satu aset wisata berbasis
wisata agro nasional dengan standar berskala internasional menyajikan taman ma-
war dan tanaman hias lainnya. Taman mawar mendapat perlakuan khusus agar
dapat bertahan hidup terutama dari serangan hama dan penyakit tanaman. Salah
satu hama penting yang menyerang tanaman mawar adalah hama trips (Novinaldi
31 Januari 2010, komunikasi pribadi).
Hama trips menyerang tanaman mawar terutama pada bagian bunga, tunas,
dan daun. Trips mulai menyerang bunga pada stadia kuncup dan memakan bagian
tepi petal bunga, sehingga petal menjadi warna coklat mengkilap dan berubah
bentuk pada saat bunga mekar. Serangan trips yang berat menyebabkan kuncup
mengeras dan gagal membuka. Serangan trips pada tunas akan mengakibatkan tu-
nas mengering, sedangkan serangannya pada daun akan mengakibatkan daun ber-
warna coklat keperakan, keriput, ukuran daun mengecil, dan tepi daun menggu-
lung ke bawah (Wijayanti 1990; Muharram 1995).
Spesies trips yang dilaporkan menyerang tanaman mawar yaitu hama trips,
yaitu Frankliniella intonsa (Chang 1999), Frankliniella occidentalis (Park et al.
2002), dan Scirtothrips dorsalis (Talekar 1999). Ketiga spesies tersebut termasuk
famili Thripidae, ordo Thysanoptera. Frankliniella intonsa menyerang berbagai
macam bunga di Eropa, menjadi hama tanaman kapas di Turki, dan vektor penya-
kit TSWV (Tomato spotted wilt tospovirus) (Moritz et al. 2004). F. occidentalis
menjadi hama penting pada beberapa bunga potong, salah satunya tanaman krisan
(Fauziah & Saharan 1999). S. dorsalis menjadi hama yang merugikan pada perta-
naman cabai di Thailand (Bansiddhi & Poonchaisri 1999). Identifikasi spesies
2
trips yang menyerang tanaman mawar perlu dilakukan untuk mengetahui status
hama tersebut pada pertanaman.
Perubahan status hama trips pada pertanaman dapat diketahui dengan pe-
mantauan secara rutin. Salah satu cara untuk memantau populasi trips pada per-
tanaman dan memperkirakan kemungkinan terjadinya serangan trips yang dapat
menyebabkan kerusakan yang serius yaitu dengan pemasangan perangkap likat.
Sebagian besar petani menggunakan perangkap likat berwarna kuning. Hal terse-
but dikarenakan warna kuning secara luas mampu menarik serangga hama (Shipp
1995). Trips sendiri banyak yang tertarik terhadap warna biru, putih, dan kuning
(Teulon & Penman 1992; Chu et al. 2000). Untuk mengetahui warna perangkap
yang efektif memantau populasi trips di pertanaman dilakukan evaluasi warna pe-
rangkap likat terhadap trips.
Pengendalian terhadap trips oleh sebagian besar petani, hanya mengandal-
kan insektisida (Prabaningrum & Moekasan 2007). Cara pengendalian tersebut
dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan mengakibatkan hama menjadi resis-
ten. Berdasarkan prinsip pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian secara
biologi merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan insektisida.
Pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami
seperti cendawan entomopatogen.
Salah satu spesies cendawan entomopatogen dari ordo Entomophthorales di-
laporkan menginfeksi F. occidentalis (Montserrat et al. 1998). Di Indonesia, in-
feksi cendawan Entomophthorales ditemukan pada kutu putih pepaya Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada pertanaman pepaya (Anwar et al.
2010; Shylena 2010). Namun, belum diketahui kemungkinan trips terinfeksi cen-
dawan entomopatogen tersebut. Untuk mengetahui keberadaan trips yang terin-
feksi cendawan Entomophthorales, maka perlu dilakukan eksplorasi cendawan
Entomophthorales dengan mengambil sampel trips di lapangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman spesies trips dan musuh ala-
minya, terutama cendawan entomopatogen, pada tanaman mawar di Taman Bunga
Nusantara.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keragaman
spesies trips dan keberadaan cendawan entomopatogen pada trips di pertanaman
mawar. Penggunaan warna perangkap likat yang cocok dapat digunakan juga un-
tuk memantau populasi trips di lapangan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Entomophthorales
Taksonomi Cendawan Entomophthorales
Ordo Entomophthorales termasuk dalam divisi Zygomycota, kelas Zygomy-
cetes (Roy et al. 2006). Famili dalam ordo Entomophthorales yaitu Entomoph-
thoraceae, Neozygitaceae, Completoriaceae, Ancylistaceae, Meristacraceae, dan
Basidiobolaceae (Pell et al. 2001). Genus cendawan entomopatogen dalam famili
Entomophthoraceae yaitu Entomophaga, Entomophthora, Erynia, Eryniopsis, Fu-
ria, Massospora, Pandora, Strongwellsea, Tarichium, dan Zoopthora, sedangkan
dalam famili Neozygitaceae yaitu Neozygites (Roy et al. 2006).
Struktur Cendawan Entomophthorales
Identifikasi Entomophthorales biasanya dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentang inang (spesies, genus) dan struktur cendawan (Keller 2007). Tipe konidia
sekunder dan model pembentukan merupakan kriteria yang penting. Terdapat 5
tipe pembentukan konidia sekunder (Ben-Ze’ev dan Kenneth 1982 dalam Keller
2007). Tipe I menghasilkan konidia sekunder satu persatu dan kemudian dike-
luarkan dengan sedikit tekanan. Biasanya, konidia sekunder dihasilkan dari per-
tumbuhan yang pendek dari konidia primer. Tipe I tersebut dibagi menjadi tipe Ia
dan Ib. Tipe 1a ditandai dengan bentuk konidia sekunder mirip dengan konidia
primer dan merupakan tipe yang hampir ada di semua jenis cendawan Entomoph-
thorales. Tipe 1b ditandai dengan bentuk konidia sekunder yang berbeda dengan
konidia primer. Ciri tersebut ditemukan pada Erynia, Furia, Pandora, Strong-
wellsea, Eryniopsis carolinina, Entomophaga ptychopterae, dan Entomophaga
transitans. Tipe II atau kapilikonidia, konidia sekunder dihasilkan satu-persatu,
memiliki tabung kapiler langsing yang muncul pada konidia primer, dan kapili-
konidia dilepaskan secara pasif. Konidia sekunder Tipe II ditemukan pada Zooph-
thora, Neozygites, Orthomyces, dan Eryniopsis lampyridarum. Tipe III atau mic-
roconidia, konidia dilepaskan dengan sedikit tekanan, dihasilkan satu persatu dari
pertumbuhan tabung yang muncul dari konidia primer, konidia sekunder mirip
dengan konidia primer tapi ukuran lebih kecil dan biasanya ditemukan pada
5
spesies Conidiobolus. Tipe IV atau microspora, tidak ditemukan pada spesies pa-
togen bagi arthropoda. Tipe V dikenal dengan istilah aquatic secondary conidia,
tetraradiate propagules, tetraradiate conidia, branched, stellate, coronate. Koni-
dia sekunder dihasilkan di dalam air atau ketika kontak dengan air. Ciri tersebut
ditemukan pada beberapa spesies Erynia yang berasosiasi dengan air.
Badan hifa terdapat pada semua spesies, merupakan tahap pertama yang
berkembang dalam infeksi inang atau yang berkembang dari protoplas. Badan hi-
fa pada genus Conidiobolus dan Batkoa berbentuk polymorphic, amoeboid atau
composed dengan sedikit membulat. Badan hifa pada genus Entomophaga ber-
bentuk kecil, pendek, spherical sampai subsperical. Genus Entomophthora me-
miliki badan hifa yang berbentuk spherical, subsperichal, ellipsoidal sampai ben-
tuk lingkaran kecil (short rod-shaped). Bentuk badan hifa Neozygitaceae yaitu
spherical. Genus Erynia dengan karakteristik badan hifa yaitu spherical sampai
subspherical (Keller 2007).
Konidiofor muncul dari badan hifa. Konidiofor yang terbentuk dapat berca-
bang (Erynioideae) atau tidak bercabang (Entomophthoroideae). Adapun Tipe ca-
bang konidiofor berupa dikotomus dan digital. Konidia primer tunggal diproduksi
di ujung konidiofor dan dilepaskan secara aktif. Konidia primer yang diproduksi
pada konidiofor tidak bercabang, akan mengandung dua nukleat atau lebih, se-
dangkan konidia primer yang diproduksi pada konidiofor yang bercabang, biasa-
nya mengandung satu nukleat. Bentuk konidia genus Conidiobolus dan famili En-
tomophthorideae sebagian besar spherical dan pyriform. Genus Entomophthora
memiliki tubuh konidia spherical dengan papilla demarcated. Konidia primer
Eryniopsis berbentuk memanjang dan sebagian besar epapillate. Konidia tersusun
dari tubuh konidia dan papila. Konidia Neozygitaceae dan Entomophthoroideae
tidak memiliki membran luar (unitunicate), kecuali genus Entomophthora (Keller
2007).
Spora istirahat memiliki struktur dinding berukuran tebal untuk bertahan hi-
dup pada kondisi yang kurang menguntungkan. Umumnya, cendawan Entomoph-
thorales memiliki bentuk spora istirahat spherical, hialin, dan ada beberapa yang
dikelilingi episporium. Spora istirahat spesifik genus hanya dapat ditemukan pada
Neozygites. Spora istirahat pada Neozygites berwarna coklat gelap sampai hitam,
6
spherical atau ellipsoid, berstruktur halus dan binucleate. Spora istirahat lainnya
berbentuk multinucleate. Spora istirahat biasanya tidak cepat menyebar. Spora
tersebut berkecambah dengan tabung kecambah tunggal yang terbentuk dari ke-
cambah konidium (Entomophthoroideae dan Neozygites) atau terbentuk dari be-
berapa konidia (Keller 2007).
Siklus Hidup Cendawan Entomophthorales
Siklus hidup cendawan Entomophthorales biasanya terdiri dari konidia dan
spora istirahat. Konidia merupakan bentuk spora yang memungkinkan untuk in-
feksi selama inang aktif. Konidia melekat pada kutikula dan membentuk suatu ta-
bung penetrasi. Multiplikasi atau proses perbanyakan cendawan di dalam inang
berlangsung dari protoplas atau badan hifa. Kolonisasi cendawan dapat terlihat
pada abdomen ataupun seluruh tubuh inang. Umumnya badan hifa akan memben-
tuk konidiofor. Selanjutnya, konidiofor menembus kutikula inang. Konidia pri-
mer secara aktif dilepas dengan adanya tekanan hidrostatik. Konidia sekunder di-
bentuk secara lateral pada konidia primer. Konidia primer relatif mudah pecah
dan lama hidupnya pendek tapi berkecambah dengan cepat. Konidia sekunder
biasanya lengket, ditutupi oleh mukus, dan alat bantu untuk melekat pada inang
(Pell et al. 2001; Keller 2007).
Pertumbuhan cendawan berhenti setelah nutrisi habis dan inang biasanya
mati pada keadaan tahap ini. Pada beberapa spesies, sporulasi terjadi saat inang
masih hidup atau aktif. Saat inang mati, cendawan entomopatogen akan mengha-
silkan konidia baru untuk menyebar dan menghasilkan spora istirahat untuk berta-
han. Spora istirahat merupakan jalan terpenting bagi cendawan Entomophthorales
pada periode bertahan ketika tidak ada inang atau keadaan lingkungan tidak men-
dukung. Spora istirahat merupakan penggabungan dua badan hifa (zygospora)
atau satu badan hifa (azygospora). Spora istirahat biasanya resisten dan memiliki
dua dinding yang tebal (Pell et al. 2001; Keller 2007).
Aktivitas cendawan dipengaruhi oleh lingkungan abiotik dan biotik. Cenda-
wan entomopatogen membutuhkan kelembaban lebih dari 95% untuk konidia ber-
kecambah, infeksi, sporulasi, dan kecepatan membunuh inang diatur oleh suhu.
Spesis dalam ordo Entomophthorales tidak menghasilkan toksin untuk infeksi dan
7
merupakan patogen yang obligat. Cendawan Entomophthorales biasanya menjaga
inang tetap hidup sampai semua sumber dimanfaatkan (Roy et al. 2006).
Trips (Ordo Thysanoptera)
Bioekologi
Siklus hidup trips terdiri atas telur, dua instar larva yang aktif makan, dua
atau tiga instar tidak aktif makan (prapupa dan satu atau dua instar pupa). Trips
famili Phlaeotripidae menyimpan telur pada substrat makanan secara horizontal,
tapi kadang-kadang secara vertikal. Semua anggota famili Phlaeotripidae memili-
ki dua instar pupa dan ditemukan bersama-sama dengan larva dan imago. Sebagi-
an besar trips subordo Terebrantia memasukkan telur ke dalam jaringan tanaman
dengan ovipositor yang bergerigi tajam. Semua spesies subordo Terebrantia me-
miliki satu instar pupa, begitu pula dengan prapupa. Proses berpupa pada subordo
Terebrantia biasanya terjadi pada tanah yang jauh dari tempat larva makan. Siklus
hidup biasanya membutuhkan paling sedikit 21 hari pada kondisi panas (Mound
& Kibby 1998).
Karakter yang Digunakan dalam Identifikasi Trips
Kepala. Identifikasi spesies trips melalui kepala dapat dilakukan dengan
mengamati sculpture, seta oseli, dan antena. Skulptur pada permukaan kepala da-
pat terlihat halus atau jelas. Panjang dan posisi seta oseli merupakan salah satu
yang penting dalam identifikasi pada bagian kepala. Trips dalam famili Thripidae
memiliki tiga pasang seta oseli, sepasang seta oseli I berada di bagian depan oseli
(biasanya tidak ditemukan pada spesies Thrips), sepasang seta oseli II berada di
samping oseli, sepasang seta oseli III berada di dalam atau di luar segitiga oseli.
Trips famili Phlaeothripidae biasanya memiliki sepasang seta postocular. Antena
trips biasanya terdiri atas 7 atau 8 segmen, tapi ada juga antara 4 sampai 9 seg-
men, segmen III dan IV biasanya muncul dalam bentuk sense cone (menggarpu
atau sederhana) (Mound & Kibby 1998).
Toraks. Trips dalam famili Phlaeothripidae memiliki sepasang epimeral
kecil (notopleural) pada bagian posterolateral pronotum, dan biasanya memiliki
lima pasang seta major: anteromarginal, anteroangular, midlateral, epimeral, dan
posteroangular. Protoraks trips dalam famili Phlaeothripidae pada bagian ventral
8
sering memiliki basantra (praepectal plates), sedangkan pada bagian posterior ter-
dapat sepasang ferna (probasiternal plates) dan mesoprasternum transversal. Me-
sosternum famili Phlaeothripidae memiliki sepasang benang longitudinal di dekat
mesokoksa, yaitu sternopleural suture. Mesofurka dan metafurka trips famili
Thripidae mirip dengan bentuk spinula internal spesies dari Dendothrips yang di-
sebut dengan lyre-shaped. Sayap subordo Terebrantia memiliki venasi costal dan
dua venasi longitudinal, biasanya menghasilkan rangkaian seta kuat yang permu-
kaan sayapnya ditutupi mictrotrichia dan silia yang terbentuk pada pinggiran pos-
teromarginal yang disebut soket. Sayap trips Phlaeothripidae ditandai dengan ve-
nasi longitudinal yang tidak kelihatan, permukaan sayap halus, silia tidak nyata
bersambung dengan permukaan sayap, dan sayapnya sering berkurang panjangnya
atau absen. Tungkai trips memiliki tarsi dengan satu atau dua segmen (Mound &
Kibby 1998).
Abdomen. Tergit II-VII famili Phlaeothripidae pada trips yang makroptera
sering muncul satu pasang atau lebih seta penahan sayap (wing-retaining setae)
yang sigmoid, pada tergit IX terdapat tiga pasang seta posteromarginal panjang
(B1,B2,B3), tubular tergit X yaitu berbentuk silindris dengan lubang genital pada
bagian dasar, dan ujung anal dikelilingi oleh seta terminal. Jantan Phlaeothripidae
memiliki tubular basal yang menggali secara anterolateral sampai bisa menekan
genitalia, ujung tubular (aedeagus) biasanya digunakan untuk mengenali spesies
pada Haplothrips. Jantan Phlaeothripidae memiliki area glandular (kelenjar) pada
sternit VIII dan seta B2 pada tergit IX kuat dan pendek (Mound & Kibby 1998).
Trips Subordo Terebrantia ditandai dengan tergit VIII memiliki comb poste-
romarginal dengan microtrichia, pada beberapa genus terdapat kelompok micro-
trichia secara lateral di dekat spirakel, dan beberapa genus microtrichia tersusun
menjadi sepasang ctenedia yang teratur. Pada sternit muncul seta diskal yang di-
kenal dengan seta marginal. serangga jantan sering memiliki area glandular dan
betina memiliki ovipositor (Mound & Kibby 1998).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Populasi Trips
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi trips yaitu sumber maka-
nan, musuh alaminya, dan lingkungan fisik. Keberhasilan pemanfaatan sumber
9
makanan terjadi jika sumber melimpah dan tidak ada halangan trips dalam eksplo-
itasi sumber (Morse & Hoddle 2006)
Kesesuaian trips terhadap tanaman inang bervariasi. Pemilihan peletakan
telur oleh betina pada tanaman menjadi penting untuk kelangsungan hidup trips.
Rambut-rambut pada daun menjadi faktor resisten trips terhadap tanaman. Ram-
but tebal menghalangi akses trips kepermukaan daun untuk makan dan meletak-
kan telur karena rambut-rambut daun tersebut dapat menjebak atau melukai se-
rangga. Trips berukuran kecil dan fitofag, hidup di tempat yang beruang sempit
seperti pelepah daun dan didalam inflorescens, sehingga kesulitan dalam pengen-
daliannya dengan insektisida dan sukar mendeteksinya saat di karantina (Kirk
1997).
Serangan trips yang hebat dapat muncul ketika musuh alami (predator, pa-
rasitoid, parasit, dan patogen) gagal mengendalikan trips. Hal tersebut terjadi ka-
rena ketiadaan musuh alami khusus di ekosistem ketika terjadi serangan spesies
trips, se-hingga peningkatan populasi trips berlangsung cepat. Selain itu, cenda-
wan entomopatogen juga jarang menyebabkan infeksi alami untuk mengatur po-
pulasi trips. Musuh alami lainnya, Hymenoptera parasitoid yang menyerang telur
dan larva trips, biasanya hanya mampu menyebabkan mortalitas yang rendah. Sik-
lus hidup trips yang singkat juga meminimalkan munculnya musuh alami. Selain
itu, prilaku bertahan trips dengan lingkungan, dapat mengurangi keberhasilan mu-
suh alami (Morse & Hoddle 2006).
Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan trips yang me-
nyerang tanaman hias dan sayuran di rumah kaca dan di lapangan yaitu tungau
Phytoseiidae, kepik Anthocoridae, dan nematoda predator atau kombinasinya.
Musuh alami lainnya seperti cendawan entomopatogen dan parasitod dapat digu-
nakan untuk menekan serangan hama trips. Cendawan entomopatogen terutama
Beauveria bassiana, Metarhizium anisoplae, dan Verticillium lecanii dapat digu-
nakan mengendalikan trips tanaman baik secara tunggal maupun dikombinasikan
dengan musuh alami lainnya (Morse & Hoddle 2006).
Musim juga mempengaruhi populasi trips. Kehilangan hasil pada musim
kemarau lebih besar dibandingkan dengan musim hujan. Kehilangan hasil pada
musim kemarau diduga karena adanya peningkatan intensitas kerusakan tanaman
10
akibat terjadinya peningkatan populasi trips. Kelembaban rendah dan suhu yang
tinggi pada musim kemarau, merupakan lingkungan yang cocok bagi hama trips
sehingga perkembangbiakannya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007).
Hujan deras dapat berperan menjatuhkan trips dari daun kepermukaan tanah. Hu-
jan kadang-kadang tidak hanya memindahkan trips secara mekanik, tetapi juga
merangsang laju pertumbuhan daun baru yang mengurangi kepadatan trips per
daun dan meningkatkan proporsi daun sehat (Kirk 1997).
Metode Sampling untuk Trips
Metode sampling dapat digunakan untuk memantau populasi trips di perta-
naman dan memperkirakan terjadinya serangan trips yang dapat menyebabkan
kerusakan yang serius. Metode sampling terbagi menjadi destructive dan non-
destructive methods. Metode destructive dilakukan dengan mengamati secara
langsung larva dan imago pada sampel bunga atau buah. Metode non-destructive
dilakukan dengan menepuk bunga atau tunas dan pemasangan perangkap. Mene-
puk bunga atau tunas lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan pengamatan
destructive pada bunga (Pearsall & Myers 2002).
Perangkap Likat
Perangkap untuk serangga yang memiliki kemampuan terbang, biasanya di-
letakkan di atas tanaman dan merupakan cara yang relatif mudah untuk memantau
kehadirannya lebih awal, pertambahan populasi hama, musim perubahan aktivitas
spesies hama. Perangkap juga digunakan untuk menentukan kebutuhan, waktu,
tindakan pengendalian dan dampak penafsiran. Perangkap likat dan perangkap air
digunakan secara luas di lapangan terbuka, sedangkan di rumah kaca lebih me-
milih menggunakan perangkap likat (Lewis 1997).
Di rumah kaca, perangkap likat lebih baik digantung secara vertikal karena
perpindahan angin sedikit. Selain itu, lebih murah dan mudah dilakukan. Akan
tetapi, di lapangan terbuka perangkap likat dengan bentuk silindris lebih efektif
digunakan karena aliran udara di sekitarnya yang sedikit bergolak dan serangga
yang terperangkap berasal dari tiupan angin segala arah (Lewis 1997).
Posisi perangkap juga berpengaruh. Perangkap untuk tujuan memantau per-
kembangan serangga, akan lebih baik jika diletakkan lebih tinggi dari permukaan
11
tanaman (Lewis 1997). Banyak trips yang terperangkap di atas kanopi tanaman,
meskipun ada juga yang dilaporkan terperangkap yang setara dengan tinggi tana-
man, akan tetapi jumlah yang terperangkap pada perangkap setara tanaman sangat
sedikit. Serangga yang terperangkap di atas tanaman, mungkin sedang memencar
atau mencari pasangannya, ketika baru muncul dari pupa (Jacobson 1997).
Ukuran perangkap likat tergantung pada kepadatan populasi yang diharap-
kan dan frekuensi pengamatan (Lewis 1997). Trips mungkin lebih banyak terpe-
rangkap pada perangkap yang berukuran lebih besar, tetapi tidak ada hubungan
yang linear antara jumlah yang terperangkap dengan ukuran perangkap (Shipp
1995).
Warna digunakan serangga untuk membedakan inang dan lingkungan. Satu
warna dapat menarik beberapa spesies trips. Komponen warna yang kritis untuk
membedakan inang dan non-inang adalah panjang gelombang dominan yang di-
pantulkan permukaan, kejenuhan (kemurnian hue), dan kecerahan (total energi,
persentase refleksi panjang gelombang maksimun) (Terry 1997).
Ketertarikan trips terhadap warna dipengaruhi oleh panjang gelombang yang
dipantulkan (Terry 1997). Cahaya ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang
350-445 nm dipantulkan oleh warna biru, sedangkan cahaya biru dengan panjang
gelombang 455-500 nm dipantulkan oleh warna biru dan kuning. Selain itu, war-
na putih dan warna biru paling kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan panjang
gelombangnya sekitar 300-400 nm (Ranamukhaarachchi & Wickramarachchi
2007). Menurut Natwick et al. (2007), warna biru memiliki panjang gelombang
yang kuat memantulkan cahaya ultraviolet dan cahaya biru dibandingkan dengan
warna kuning, sedangkan warna kuning lebih banyak memantulkan cahaya ku-
ning dan merah. Menurut Chu et al. (2000) warna kuning memantulkan cahaya
hijau, kuning, dan jingga dengan panjang gelombang 490-600 nm.
Tanaman Mawar
Tanaman mawar termasuk kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdi-
visi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Rosaceae, genus
Rosa, species Rosa damascena Mill., Rosa multiflora Thunb., Rosa hybrida Hort.,
dan lain-lain (BPP Teknologi 2000).
12
Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Seiring
perkembangannya, tanaman mawar menyebar luas di daerah-daerah beriklim di-
ngin (subtropis) dan panas (tropis). Daerah pusat tanaman mawar terdapat di Ka-
wasan Alaska atau Siberia, India, Indonesia dan Afrika Utara. Sentra penanaman
bunga potong, tabur, dan tanaman pot di Indonesia berada di daerah Jawa Barat,
Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Mawar yang berkem-
bang di Indonesia merupakan mawar jenis hibrida yang berasal dari Belanda (BPP
Teknologi 2000).
Tanaman mawar merupakan tanaman semak atau perdu berduri dengan
tinggi antara 0,3 sampai 5 meter. Mawar termasuk tanaman berakar tunggang
dengan banyak cabang akar. Batang mawar berkayu dan bercabang-cabang dari
bagian bawah atau beberapa cm di atas permukaan tanah. Tipe batang mawar ada
yang tegak dan ada yang menjalar. Daun mawar termasuk daun majemuk dengan
3 atau 5 helai daun berselang dan beririp ganjil yang dilengkapi penumpu. Setiap
pangkal tangkai daun terdapat titik tumbuh yang akan berkembang menjadi tunas
bunga atau cabang (Kartapradja 1995).
Bunga mawar ada yang tunggal dan ada yang tersusun indah dalam bentuk
payung. Mawar termasuk jenis bunga sempurna dengan benang sari dan putik ter-
susun pada dasar bunga yang berbentuk guci. Buah mawar adalah buah buni (hip)
yang di dalamnya berisi biji (Kartapradja 1995). Mawar memiliki dua jenis pem-
bungaan yaitu mawar berbunga terus menerus sepanjang tahun (recurrent flo-
wering) dan mawar yang tidak berbunga terus menerus (non recurrent flowering)
(Darliah 1995).
Berdasarkan mahkota bunga, mawar dibedakan atas mawar berbunga tung-
gal, berbunga semi ganda dan berbunga ganda. Mawar yang berbunga tipe tung-
gal memiliki mahkota bunga yang terdiri atas 5-7 helai yang berada dalam satu
lingkaran. Mawar yang berbunga semi ganda memiliki mahkota bunga terdiri atas
10-20 helai tanaman dalam beberapa lingkaran. Mawar yang berbunga ganda me-
miliki mahkota lebih dari 20 helai dan tersusun dalam tandan bunga (Kartapradja
1995).
Berdasarkan sifat tumbuh dan penampilannnya, mawar dikelompokkan
menjadi kelompok Hybrid tea, Polyantha dan Baby rose, Floribunda, Grandi-
13
flora, dan Climbing rose (mawar merambat). Kelompok Hybrid tea berbentuk
perdu dan semak, berbunga besar, kompak, padat, tangkai bunga panjang serta
berbau harum. Contohnya Camelot, golden lustee, Queen Elisabeth, Charleston,
Mr. Lincoln, dan Cherry brandy. Kelompok Polyantha dan Baby rose memiliki
ciri berbentuk perdu atau semak, berbunga kecil-kecil dalam cluster bunga dengan
diameter kuntum kurang dari 2 cm. Contoh dari kelompok ini yaitu Gloria mun-
di, Katharina zeimet, dan Irian merah. Kelompok Floribunda merupakan gabung-
an sifat baik Hybrid tea dan Polyantha. Contohnya Fashion, Else poulsen, dan
Cimacan merah. Kelompok Grandiflora merupakan gabungan sifat-sifat Hybrid
tea dengan Floribunda. Jenis ini sering digunakan sebagai bunga potong atau ta-
naman taman. Contohnya Queen Elizabeth, Granada, dan John Amstrong. Per-
tumbuhan tanaman kelompok Climbing rose ini memanjat dan memerlukan pe-
nunjang, ukuran bunga beraneka ragam, berbunga tunggal dan rangkap, seperti
pada var. Gadenza, Crimpson glory, dan Golden shower (Kartapradja 1995).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Bunga Nusantara, Desa Kawungluwuk,
Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penghitungan populasi
trips pada perangkap likat dan identifikasi trips dilakukan di Laboratorium Biosis-
tematika Serangga, sedangkan identifikasi cendawan entomopatogen pada trips
dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fa-
kultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari
bulan Maret 2011 sampai bulan Agustus 2011.
Metode Penelitian
Pengujian Perangkap Likat
Pembuatan Perangkap Likat. Perangkap likat dibuat dari papan triplek
dengan dimensi 0,3 x 21,5 x 15 cm. Cat yang digunakan yaitu Altex dengan no-
mor 99 untuk warna biru, Masterlac dengan nomor 17-103 (Yellow ribbon) untuk
warna kuning, dan Cap Kuda Terbang untuk warna putih. Triplek yang sudah di-
cat dipakukan pada bambu dengan panjangnya 50 cm, 150 cm, dan 200 cm. Plas-
tik bening dengan dimensi 17 cm x 47 cm dilapisi dengan lem tikus. Plastik be-
ning tersebut dipasang pada triplek yang dicat dengan bagian yang dilapisi lem ti-
kus menghadap keluar.
Penentuan Petak. Sampel petak tanaman mawar dipilih 6 petak untuk
mawar lokal dan 3 petak untuk mawar impor. Selain itu, ditentukan juga 3 petak
barrier yaitu petak yang berada di antara lahan mawar dengan pagar, petak ter-
sebut lapangan terbuka yang ditumbuhi rumput gajah (Axonopus compressus).
Setiap petak dipasang 3 perangkap likat yang berwarna biru, putih, dan kuning.
Posisi warna perangkap pada petak ditentukan dengan cara acak.
Pemasangan dan Pelepasan Perangkap Likat. Perangkap diletakkan
pada petak lahan mawar dan barrier. Tinggi perangkap sekitar 10 cm dari pucuk
tanaman mawar, sedangkan perangkap di barrier sekitar 30 cm dari permukaan
rumput. Permukaan perangkap menghadap kearah timur-barat. Pemasangan pe-
rangkap dilakukan selama 3 hari dan diulangi selama 8 minggu. Setelah 3 hari
15
perangkap dilepas dan dibawa ke laboratorium. Pemasangan perangkap pertama
kali dilakukan pada minggu ke-4 bulan Maret 2011.
Pembuatan Preparat. Trips yang terperangkap diambil dan dimasukkan
ke dalam larutan carboxylen untuk menghilangkan lem tikus yang menempel pada
tubuh trips. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam larutan alkohol 100%, al-
kohol 80%, dan alkohol 70%. Trips sampel kemudian dibuat preparat sementara
dengan menggunakan media Hoyers (Mound & Kibby 1998).
Identifikasi Trips. Identifikasi trips sampai tingkat spesies dilakukan di
bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali pada masing-
masing spesimen. Identifikasi trips dilakukan berdasarkan pada Mound & Kibby
(1998) dan Moritz et al. (2004).
Pengamatan Populasi Trips pada Perangkap Likat. Trips yang terpe-
rangkap, diamati di bawah mikroskop stereo dengan bantuan cahaya lampu. Trips
diamati dan dikelompokkan berdasarkan spesiesnya untuk subordo Terebrantia,
sedangkan spesies lain dikelompokkan ke dalam satu kelompok lain, yaitu sub-
ordo Tubulifera. Trips yang tubuhnya hancur dan sulit dibedakan spesiesnya di-
masukkan pada kelompok trips tidak diidentifikasi.
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen dan Pengamatan Populasi Trips
Penentuan Petak Pengamatan. Petak sampel untuk tanaman mawar di-
pilih 6 petak mawar lokal dan 3 petak mawar impor. Setiap petak ditentukan 5 ta-
naman sampel dengan masing-masing tanaman dipilih 2 bunga sampel.
Pengamatan Populasi Trips dan Pengambilan Sampel Trips. Penga-
matan populasi trips per bunga dilakukan menggunakan metode yang dikembang-
kan oleh Pearsall dan Myers (2002) dengan cara menepuk bunga sebanyak 10 kali
di atas baki putih. Jumlah trips yang yang diperoleh dihitung langsung di lapang-
an dan dimasukkan kedalam tabung eppendorf yang berisi alkohol 70%. Tabung
tersebut diberi label tanggal, lokasi, tanaman inang, petak, dan kolektor. Penga-
matan populasi trips per bunga dilakukan sekali seminggu dan diulang selama 8
minggu. Pengambilan sampel trips untuk identifikasi cendawan patogenik dilaku-
kan dua kali seminggu dan diulang selama 4 minggu. Jumlah trips sampel yaitu
50 ekor per petak mawar.
16
Identifikasi Cendawan Entomophthorales. Identifikasi cendawan dila-
kukan dengan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995). Sampel
trips yang diperoleh ditiriskan sebelum dibuat preparat. Pewarna yang digunakan
adalah lactophenol-cotton blue. Untuk setiap preparat berjumlah 10 ekor trips.
Identifikasi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan melihat stadia cenda-
wan yang terbentuk pada atau dalam tubuh trips. Sampel trips yang diamati dikla-
sifikasikan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Steinkraus et al. (1995),
yaitu trips terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidiofor
dan konidia primer, mengandung spora istirahat, terdapat cendawan saprofitik,
dan trips sehat.
Jumlah trips terinfeksi cendawan
Persentasi infeksi cendawan = x 100%
Jumlah trips
Analisis Data
Analisis untuk populasi trips per bunga mawar lokal dan mawar impor
menggunakan pendugaan nilai tengah 2 populasi (uji t) yang diolah dengan meng-
gunakan program Minitab 13.3. Analisis populasi trips yang terperangkap
menggunakan Rancangan Split Plot Acak Lengkap dengan petak utamanya jenis
tanaman (mawar lokal, mawar impor, dan barrier) dan anak petaknya warna pe-
rangkap (biru, putih, dan kuning). Perbandingan nilai tengah dilakukan dengan
uji berganda Duncan pada taraf 5% yang diolah dengan program SAS 9.1.3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Taman Bunga Nusantara, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur berada
pada ketinggian 824 m dpl serta berada 060.43.57 lintang selatan dan 107
0.04.77
bujur timur. Intensitas curah hujan pada bulan Maret, April, dan Mei tahun 2011
berturut-turut yaitu 65,61 ml/hari, 118,77 ml/hari, dan 113,90 ml/hari. Jumlah
hari hujan pada Maret, April, dan Mei tahun 2011 berturut-turut yaitu 23 hari, 27
hari, dan 21 hari. Luas taman mawar sekitar 2.000 m2 dan jenis mawar yang di-
tanam adalah mawar lokal dan mawar impor (Baby rose, Miss american beauty,
camelot, playboy). Budidaya tanaman mawar meliputi pengolahan media tanam,
penanaman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, penyiraman, pemangkasan,
perbanyakan tanaman dilakukan dengan cangkok dan stek, serta pengendalian ha-
ma dan penyakit tanaman mawar.
Lahan mawar lokal ditambahkan dengan campuran pupuk kandang, dolo-
mit, furadan, dan dekastar. Lahan mawar impor ditambahkan dengan campuran
pasir (10 kg), pupuk kandang (5 kg), dolomit (250 gr), dekastar (20 gr), dan hu-
mus bambu. Sebelum dan setelah tanam, pada lubang tanam dimasukkan EM4
500 ml yang dicampur dengan 50 liter air. Lubang tanam dibuat dengan kedalam-
an 50 cm dan lebar 50 cm. Jarak tanam mawar berkisar 120 cm × 120 cm atau 30
cm × 30 cm, tergantung jenis mawar.
Pemupukan menggunakan NPK (16:16:16) dan pupuk kandang dilakukan
sekali 2 minggu. Pupuk NPK yang diberikan pada mawar lokal sebanyak 50 gram
per tanaman dengan cara disebar pada larikan yang dibuat di sekitar tanaman, se-
dangkan mawar impor diberi pupuk NPK sebanyak 20 gram/tanaman dengan cara
membuat lubang di sekitar tanaman dan pupuk NPK dimasukkan ke dalam lubang
tersebut. Pupuk kandang sebanyak 10-15 kg dicampur dengan 50 liter air dan di-
tambahkan EM4 sebanyak 200 ml. Pupuk tersebut sebanyak 10 liter dapat
digunakan untuk 4 sampai 6 tanaman.
Pemangkasan pada tanaman mawar terdiri dari pemangkasan berat dan pe-
mangkasan ringan. Pemangkasan berat dilakukan dengan cara memotong cabang
atau ranting 20 cm dari batang utama, bertujuan meremajakan tanaman kembali
18
dan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit dan sulit ditanggulangi.
Pemangkasan ringan dilakukan sekali seminggu dengan cara membuang tunas-
tunas yang kecil, tunas atau cabang yang terserang penyakit, dan tunas-tunas yang
tidak produktif atau tangkai bunga yang sudah rontok. Pemangkasan ini bertujuan
merangsang tumbuhnya tunas-tunas yang produktif.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman mawar dilakukan secara mekanik
dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan cara sanitasi pada
gulma yang ada di sekitar pertanaman, mengambil langsung bekicot yang ada di
pertanaman, memotong bagian tanaman yang terserang penyakit, dan mengorek
bagian tanaman yang terserang lumut. Selain itu, pada lahan mawar impor dilaku-
kan pemasangan perangkap kuning (yellow sticky trap) dan mulsa plastik hitam
yang ditutupi dengan daun pinus.Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan
penyemprotan pestisida secara rutin 2 kali seminggu.
Keragaman Spesies Trips
Hasil identifikasi trips, ditemukan 8 spesies trips yang menyerang tanaman
mawar yaitu, Thrips parvispinus, Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips
dorsalis, Microcephalothrips abdominalis, Megalurothrips usitatus, spesies A dan
spesies B. Semua spesies trips tersebut termasuk subordo Terebrantia. T. parvi-
spinus, F. intonsa T. palmi, S. dorsalis, M. abdominalis, dan M. usitatus merupa-
kan spesies trips dalam famili Thripidae. Sebagian besar famili Thripidae menjadi
hama pada pertanaman. Identifikasi sampai tingkat spesies dilakukan berdasarkan
karakter morfologi yang ditemukan.
Thrips parvispinus Karny (Gambar 1). Imago betina makroptera, tubuh
berwarna coklat, tetapi warna kepala dan toraks lebih terang dibandingkan dengan
abdomen (Gambar 1A). Antena berjumlah 7 segmen, warna kuning pada segmen
III serta dasar segmen IV dan V, segmen III dan IV dengan sense cone berbentuk
garpu (Gambar 1B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III muncul di
anterior margin segitiga oseli (Gambar 1C). Pronotum memiliki 2 pasang seta
posteroangular panjang dan 3 pasang seta posteromarginal (Gambar 1D). Meta-
notum tidak memiliki campaniform sensilla, seta median panjang dan berada di
belakang anterior margin (Gambar 1E). Mesofurka dengan spinula. Sayap depan
19
berwarna coklat, tetapi pada bagian dasar berwarna terang, barisan seta venasi
pertama dan kedua lengkap (Gambar 1F). Abdomen tergit II memiliki 3 seta mar-
ginal lateral, tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral dan pada tergit VIII
ctenedia berada di posteromesad spirakel (Gambar 1G). Abdomen sternit II me-
miliki 2 pasang seta marginal, sternit III-VII memiliki 3 pasang seta marginal,
sternit II dan VII tanpa seta diskal, sternit III-VI memiliki 6-12 seta diskal yang
barisannya tidak beraturan (Gambar 1H). Imago jantan mirip imago betina, tetapi
jantan berwarna kuning.
Gambar 1 Thrips parvispinus, (A) imago betina, (B) antena segmen III & IV
sense cone berbentuk garpu, (C) kepala dengan 2 pasang seta oseli,
(D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada
abdomen tergit VIII, dan (H) abdomen sternit VI-VII.
Frankliniella intonsa Trybom (Gambar 2). Tubuh berwarna coklat tetapi
kepala dan pronotum lebih terang dibandingkan dengan abdomen, imago betina
makroptera (Gambar 2A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen III dan IV ber-
warna kuning dan sense cone berbentuk garpu (Gambar 2B). Kepala memiliki 3
A
B
H F
E D
C
G
20
I
A F
B
G
H
E
pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang daripada seta oseli II dan berada di
anterior margin segitiga oseli (Gambar 2C). Pronotum memiliki lima pasang seta
utama, seta pada anteromarginal lebih pendek dari seta anteroangular (Gambar
2D). Metanotum memiliki 2 pasang seta pada anterior margin dan tidak memiliki
campaniform sensilla (Gambar 2E). Sayap depan berwarna terang dengan seta
berwarna gelap dan pada venasi pertama dan kedua memiliki barisan seta lengkap
(Gambar 2F). Abdomen tergit V-VIII mempunyai ctenedia di bagian lateral, pada
tergit VIII ctenedia di anterolateral spirakel (Gambar 2G), Comb posteromar-
ginal pada tergit VIII lengkap, microtrichia pendek dan halus yang berada pada
dasar segitiga (Gambar 2H). Abdomen sternit III-VII tidak memiliki seta diskal.
Imago jantan mirip dengan imago betina, tetapi tubuh jantan berwarna kuning dan
seta posterolateral lebih tebal (Gambar 2I).
Gambar 2 Frankliniella intonsa, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala
memiliki 3 pasang seta oseli, (D) pronotum dengan 5 pasang seta
utama, (E) metanotum, (F) sayap depan, (G) ctenedia pada abdomen
tergit VIII, (H) comb posteromarginal pada abdomen tergit VIII, dan
(I) imago jantan.
C
D
21
Thrips palmi Karny (Gambar 3). Imago betina makroptera, tubuhnya dan
tungkai berwarna kuning (Gambar 3A). Antena berjumlah 7 segmen, segmen I-III
berwarna terang, sedangkan segmen VI-VII berwarna coklat, segmen III dan IV
memiliki sense cone berbentuk garpu. Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta
oseli III berada di luar segitiga oseli. Pronotum memiliki 2 pasang seta postero-
angular panjang dan 3 pasang seta posterior margin (Gambar 3B). Metanotum
memiliki pola retikulasi garis longitudinal yang terpusat pada posterior margin
dan garis transversal melengkung pada anterior, memiliki campaniform sensilla,
seta median muncul di belakang anterior margin (Gambar 3C). Mesofurka memi-
liki spinula. Sayap depan berwarna terang, barisan seta venasi pertama 2 atau 3
seta setengah distal dan barisan seta pada venasi kedua sekitar 15 seta. Abdomen
tergit II memiliki 4 seta marginal pada bagian lateral, pada tergit V-VIII memiliki
ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spi-
rakel, comb pada posterior margin lengkap, dengan microtrichia yang panjang dan
ramping (Gambar 3D). Abdomen sternit II memiliki 2 pasang seta marginal, pada
sternit III-VII memiliki 3 pasang seta marginal, dan seta marginal pada median
sternit VII berada di depan margin, sternit tanpa seta diskal.
Gambar 3 Thrips palmi, (A) imago betina, (B) pronotum, (C) metanotum dengan
campaniform sensilla, dan (D) abdomen tergit VIII. (a)
A B
C D
22
Scirtothrips dorsalis Hood (Gambar 4). Imago betina makroptera, tubuh
berwarna kuning, tapi antecostal tergit dan sternit abdomen berwarna coklat gelap
(Gambar 4A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen I–III berwarna terang dan
segmen V-VIII berwarna coklat, segmen III dan IV sense cone berbentuk garpu.
Kepala memiliki 3 tiga pasang seta oseli dan seta oseli III berada di antara oseli
belakang (Gambar 4B). Pronotum memiliki 4 pasang seta posterior margin dan
sculpture dengan garis-garis transversal yang sempit (Gambar 4C). Metanotum
memiliki sculpture berupa garis longitudinal paralel pada setengah posterior,dan
tidak memiliki campaniform sensilla. Mesofurka dan metafurka dengan spinula.
Sayap depan mempunyai barisan seta pada venasi pertama 3 seta pada setengah
distal dan venasi kedua dengan jarak 2 seta, serta fringe cilia pada posterior sayap
biasanya lurus (Gambar 4D). Klavus memiliki 4 seta venasi. Abdomen pada ter-
git VIII mempunyai comb lengkap yang melewati posterior margin (Gambar 4E).
Sternit abdomen tanpa seta diskal dan ditutupi oleh barisan microtrichia kecuali di
anteromedial, serta tidak terdapat comb dengan microtrichia di posterior margin
sternit. Jantan hampir mirip dengan betina tapi ukuran lebih kecil.
-
Gambar 4 Scirtothrips dorsalis, (A) imago betina, (B) kepala, (C) pronotum, (D)
sayap depan, dan (E) abdomen tergit VIII.
A
E D
C
B
23
Microcephalothrips abdominalis Crawford (Gambar 5). Imago betinanya
makroptera, tubuh dan sayap berwarna coklat (Gambar 5A). Antena berjumlah 7
segmen, segmen antena lebih kecil-kecil, segmen III dan IV dengan sense cone
berbentuk garpu, segmen III berwarna coklat terang dibandingkan dengan segmen
antena lainnya (Gambar 5B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III
berada di anterolateral segitiga oseli, dan kepala memiliki seta postokular kecil.
Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular dan 5 pasang seta posterior mar-
gin. Metanotum memiliki sculpture linear halus, dan memiliki campaniform sen-
silla (Gambar 5C). Mesofurka dengan spinula. Sayap depan ditandai dengan 3
seta setengah distal pada venasi pertama dan venasi kedua sekitar 7 seta. Abdo-
men tergit V-VIII memiliki ctenedia di bagian lateral, pada tergit VIII ctenedia
berada di posteromesad spirakel dan memiliki comb dengan microtrichia ramping
yang berada pada dasar segitiga (Gambar 5D).
Gambar 5 Microcephalothrips abdominalis, (A) imago betina, (B) antena
berjumlah 7 segmen, (C) metanotum, dan (D) abdomen tergit VIII
memiliki ctenedia dan comb dengan microtrichia pada dasar segitiga.
B A
C D
24
Megalurothrips usitatus Bagnall (Gambar 6). Imago betina makroptera,
tubuh berwarna coklat gelap (Gambar 6A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen
III lebih terang dari segmen lainnya, segmen III dan IV mempunyai sense cone
berbentuk garpu (Gambar 6B). Kepala memiliki 3 pasang seta oseli, seta oseli III
lebih panjang dari seta oseli II dan berada di anterior margin segitiga oseli
(Gambar 6C). Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular panjang dan 3
pasang seta posterior margin (Gambar 6D). Metanotum dengan sculpture yang
tidak terlalu jelas, memiliki campaniform sensilla (Gambar 6E). Mesofurka
dengan spinula. Sayap depan berwarna belang-belang yaitu coklat dan agak putih,
venasi pertama dengan sebaris seta panjang kemudian terputus dan diikuti dua
seta terakhir, barisan seta venasi kedua lengkap (Gambar 6F). Abdomen pada
bagian tergit tidak memiliki ctenidia, tapi pada tergit VIII terdapat kelompok
microtrichia di anteromesad spirakel, tergit VIII memiliki comb posteromarginal
dengan microtrichia halus tapi pada bagian tengah kosong (Gambar 6G). Sternit
abdomen tanpa seta diskal, sepasang seta marginal pada median sternit VII berada
di depan margin.
Gambar 6 Megalurothrips usitatus, (A) imago betina, (B) antena, (C) kepala,
(D) pronotum, (E) metanotum, (F) sayap depan, dan (G) abdomen
tergit VIII memiliki kelompok microtrichia dan memiliki comb
dengan microtrichia tapi kosong di bagian tengah.
A B
E F
C
D
G
25
Spesies A (Gambar 7). Imago betinanya berwarna kuning (Gambar 7A).
Antena trips berjumlah 7 segmen, segmen III dan IV dengan sense cone sederhana
(Gambar 7B). Kepala memiliki 2 pasang seta oseli, seta oseli III di anterolateral
oseli bagian depan, dan memiliki barisan seta postokular berjajar menggaris ke
arah posterior (Gambar 7C). Pronotum memiliki 2 pasang seta posteroangular.
Metanotum dengan sculpture garis longitudinal tidak beraturan, tidak memiliki
campaniform sensilla (Gambar 7D). Mesofurka dengan spinula, tapi metafurka
tanpa spinula. Sayap depan berwarna belang-belang yaitu kuning dan agak putih,
venasi pertama dan kedua pada sayap depan mempunyai barisan seta tidak sera-
gam bersambung (Gambar 7E). Abdomen tergit V-VIII mempunyai ctenedia di
bagian lateral (Gambar 7F), pada tergit VIII ctenedia berada di posteromesad spi-
rakel dan tidak terdapat comb posteromarginal pada bagian tengah (Gambar 7G).
Abdomen sternit II memiliki 2 seta diskal dan 2 pasang seta marginal, sedangkan
sternit III-VII memiliki 8 seta diskal dan 3 pasang seta margin.
Gambar 7 Spesies A, (A) imago betina, (B) antena (C) kepala memiliki 2 pasang
seta oseli dan barisan seta postokular berjajar ke arah posterior, (D)
metanotum, (E) sayap depan, (F) abdomen tergit VII memiliki
ctenidia di bagian lateral, dan (G) abdomen tergit VIII dengan
ctenedia di posteromesad spirakel.
A
B C
E
F
G D
26
Spesies B (Gambar 8). imago betina makroptera, tubuh berwarna coklat
gelap dan tarsi kuning (Gambar 8A). Antena berjumlah 8 segmen, segmen VIII
lebih panjang dari segmen VI, segmen III dan IV mempunyai sense cone ber-
bentuk garpu, segmen III dan dasar segmen IV berwarna terang. Kepala memiliki
3 pasang seta oseli, seta oseli III lebih panjang dari seta oseli II dan seta oseli III
berada di luar anterior margin segitiga oseli (Gambar 8B). Pronotum memiliki 2
pasang seta posteroangular panjang dan memiliki 3 pasang seta posterior margin.
Metanotum tanpa campaniform sensilla, mesofurka dengan spinula (Gambar 8C).
Sayap depan dengan barisan seta venasi pertama 2 seta setengah distal dan barisan
seta venasi kedua lengkap (Gambar 8E). Tergit abdomen tidak memiliki ctenedia
tapi ditemukan kelompok microtrichia dan pada tergit VIII terdapat comb lengkap
dengan microtrichia panjang dan ramping (Gambar 8D). Sternit abdomen tidak
memiliki seta diskal, sternit VII memiliki sepasang seta marginal pada median
muncul di anterior hingga margin. Imago jantan (Gambar 8F) mirip imago betina,
tetapi imago jantan memiliki area glandular (kelenjar) di bagian abdomen.
Gambar 8 Spesies B, (A) imago betina, (B) kepala, (C) metanotum, (D) sayap
depan, (E) abdomen tergit VIII memiliki comb dengan microtrichia
yang panjang dan ramping, dan (F) imago jantan.
A
E
B
D C
F
27
Perbedaan antara trips subordo Terebrantia dan Tubulifera dapat dilihat dari
struktur ujung abdomen dan sayap depan. Subordo Terebrantia memiliki ujung
abdomen yang tidak berbentuk pipa dan terdapat barisan seta venasi, serta pada
permukaan sayap depan terdapat microtrichia. Subordo Tubulifera memiliki ciri
pada ujung abdomen yang berbentuk seperti pipa, permukaan sayap depan halus
dan tidak memiliki barisan seta venasi (Gambar 9).
Gambar 9 Trips Subordo Tubulifera
Eksplorasi Cendawan Entomopatogen pada Trips
Total preparat trips pada eksplorasi cendawan entomopatogen berbeda-beda.
Jumlah preparat trips mawar lokal 240 preparat. Preparat trips dari mawar impor
berjumlah 150 preparat.
Stadia cendawan entomopatogen yang ditemukan saat pengamatan adalah
konidia primer dan konidia sekunder (Gambar 10). Konidia primernya berbentuk
bulat dan memiliki tabung kapiler hialin. Konidia primer dan kapiler hialin yang
telah melepaskan konidia sekunder disebut ghost conidia. Konidia sekunder ber-
bentuk lonjong seperti gabah. Konidia sekunder yang dilepaskan kapiler hialin,
biasanya menempel pada antena, tungkai, atau bagian luar tubuh trips. Konidia
sekunder bersifat infektif dan konidia yang tahan terhadap lingkungan yang tidak
sesuai.
Berdasarkan deskripsi di atas, konidia sekunder yang diamati termasuk Tipe
II atau kapilikonidia. Konidia sekunder dihasilkan satu-persatu dari tabung kapi-
ler langsing yang muncul dari konidia primer, dan kapilikonidia dilepaskan secara
pasif. Cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi trips termasuk
genus Neozygites.
28
Gambar 10 Trips terinfeksi cendawan entomopatogen, (A) konidia primer,
konidia sekunder, dan ghost conidia pada abdomen trips dan (B)
konidia sekunder menempel pada antena trips.
Montserrat et al. (1998) menemukan imago dan nimfa F. occidentalis ter-
infeksi Neozygites parvispora. Kadaver trips yang ditemukan menempel pada
daun. Stadia konidia primer berbentuk bola (spherical) dengan papila terpotong
(truncate). Bentuk dan ukuran konidia sekunder mirip dengan konidia primer.
Kapillikonidia berbentuk oval, menghasilkan bahan perekat mucilaginous distal
dan disangga oleh kapiler dan biasanya kapilikonidia muncul di ujung kapiler.
Infeksi cendawan entomopatogen ditemukan pada sampel trips baik dari
tanaman mawar lokal maupun mawar impor. Spesies trips yang yang ditemukan
terinfeksi cendawan entomopatogen yaitu T. parvispinus dan F. intonsa (Tabel 1).
Infeksi cendawan entomopatogen pada T. parvispinus ditemukan pada tanggal 28
Maret, 31 Maret, 4 April dan 15 April 2010. Infeksi cendawan entomopatogen
pada F. intonsa ditemukan pada tanggal 4 April, 11 April dan 15 April 2010.
Infeksi cendawan entomopatogen tertinggi terjadi pada tanggal 4 April 2011, pada
T. parvispinus mawar impor, yaitu sebesar 2,7%.
Menurut Steinkraus et al. (1995), populasi hama dan curah hujan dapat me-
pengaruhi infeksi cendawan Entomophthorales. Populasi hama meningkat, di-
sertai dengan terjadinya peningkatan infeksi cendawan Entomophthorales pada
hama. Serangga hama juga berperan penting dalam penyebaran cendawan Ento-
mophthorales. Hujan deras dapat menyebabkan tersapunya hama dan cendawan
yang terdapat pada hama dari tanaman.
B A
29
Tabel 1 Persentase T. parvispinus dan F. intonsa terinfeksi cendawan entomo-
patogen pada delapan kali pengamatan tahun 2011
Tanggal Mawar
Jumlah
trips (individu)
T. parvispinus F. intonsa
Jumlah
terinfeksi
(individu)
Persentase
infeksi
Jumlah
terinfeksi
(individu)
Persentase
infeksi
28 Maret Lokal 300 1 0,3 0 0
Impor 150 0 0 0 0
31 Maret Lokal 300 1 0,3 0 0
Impor 150 1 0,7 0 0
4 April Lokal 300 1 0,3 1 0,3
Impor 150 4 2,7 1 0,7
7 April Lokal 300 0 0 0 0
Impor 150 0 0 0 0
11 April Lokal 300 0 0 0 0
Impor 150 2 1,3 1 0,7
14 April Lokal 300 0 0 0 0
Impor 150 1 0,7 1 0,7
18 April Lokal 300 0 0 0 0
Impor 150 0 0 0 0
21 April Lokal 300 0 0 0 0
Impor 150 0 0 0 0
Persentase stadia cendawan entompatogen yang ditemukan pada atau di
dalam tubuh trips mawar lokal tercantum pada Gambar 11. Stadia konidia primer
ditemukan pada pengambilan sampel trips tanggal 28 Maret dan 31 Maret, dengan
persentase masing-masing 0,3%. Konidia sekunder ditemukan pada pengambilan
sampel trips tanggal 4 April yaitu 0,7%.
Persentase stadia cendawan entomopatogen yang ditemukan pada atau di
dalam tubuh trip mawar impor tercantum pada Gambar 12. Stadia konidia primer
ditemukan pada pengambilan sampel trips tanggal 4 April yaitu 0,7%. Stadia
konidia sekunder di-temukan pada sampel trips tanggal 31 Maret, 4 April, 11
April dan 14 April. Persentase infeksi berturut-turut yaitu 0,7%, 2,7%, 2%, dan
1,3%.
30
Gambar 11 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar lokal
tahun 2011.
Gambar 12 Persentase stadia cendawan entomopatogen pada trips mawar impor
tahun 2011.
Populasi Trips pada Bunga Mawar
Secara umum, jumlah trips pada bunga mawar lokal lebih tinggi dibanding-
kan dengan jumlah trips pada bunga mawar impor, terutama pada tanggal 24
Maret, 14 April, 21 April, 28 April, dan 5 Mei 2011 (Tabel 2). Hal tersebut di-
duga terjadi karena pengaruh dari jumlah petal dan ukuran bunga. Mawar lokal
memiliki jumlah petal lebih banyak dan ukuran bunga lebih besar dibandingkan
dengan mawar impor, sehingga tempat bagi trips pada bunga mawar lokal lebih
luas.
95%
96%
97%
98%
99%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8
Pers
en
tase
sam
pel
tri
ps
Waktu pengambilan sampel
Sehat Konidia sekunder Konidia PrimerBadan hifa Spora istirahat Cendawan saprofitik
28 Mar 31 Mar 4 Apr 7 Apr 11 Apr 14 Apr 18 Apr 21 Apr
90%91%92%93%94%95%96%97%98%99%
100%
1 2 3 4 5 6 7 8
Pers
en
tase
sam
pel
trip
s
Waktu pengambilan sampel
Sehat Konidia sekunder Konidia Primer
Badan hifa Spora istirahat Cendawan saprofitik
28 Mar 31 Mar 4 Apr 7Apr 11 Apr 14 Apr 18 Apr 21 Apr
31
Tabel 2 Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor tahun 2011
(*) berbeda nyata pada taraf nyata (α) 5%, aSD = Standar deviasi
Populasi trips pada bunga mawar lokal dan mawar impor paling tinggi ter-
jadi pada awal pengamatan, hal tersebut dikarenakan kondisi pada pertanaman
mawar cukup kering. Kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi pada musim
kemarau merupakan kondisi yang cocok bagi hama trips sehingga perkembangan-
nya lebih cepat (Prabaningrum & Moekasan 2007). Pengamatan minggu berikut-
nya sudah memasuki musim penghujan dan populasi trips berkurang dibanding-
kan dengan pengamatan sebelumnya. Menurut Tobing (1996) curah hujan yang
tinggi dan jumlah hari hujan yang lama dapat mengganggu proses berpupa trips di
dalam tanah.
Ketertarikan Trips pada Warna Perangkap Likat
Trips pada perangkap likat yang diidentifikasi sampai tingkat spesies yaitu,
T. parvispinus, F. intonsa, S. dorsalis, M. abdominalis, T. palmi, M. usitatus. Dari
semua spesies trips yang diidentifikasi, T. parvispinus dan F. intonsa yang paling
banyak ditemukan. Genus Thrips, Frankliniella, dan Scirtothrips, sebagian besar
menjadi hama pada tanaman (Morse & Hoddle 2006). Thrips parvispinus me-
rupakan hama serius pada pertanaman cabai di Indonesia (Sastrosiswojo 1991).
Selain trips tersebut, pada perangkap likat juga ditemukan 2 spesies yang belum
dapat diidentifikasi yaitu spesies A dan spesies B, serta ditemukan juga spesies
dari subordo Tubulifera.
Berdasarkan analisis ragam, umumnya perbedaan jenis tanaman tidak mem-
pengaruhi jumlah trips yang terperangkap. Akan tetapi warna perangkap mempe-
ngaruhi jumlah trips yang terperangkap terutama T. parvispinus dan F. intonsa.
Menurut Park et al. (2002), trips menemukan inangnya lebih dipengaruhi warna
bunga dibandingkan dengan varietas tanaman.
Mawar Jumlah trips (individu/bunga/10 tepuk) ± SDa pada tanggal
24 Maret 31 Maret 7 April 14 April 21 April 28 April 5 Mei 15 Mei
Lokal 5,3±3,22 2,7±1,59 3,08±2,0 2,6±1,6 2,5±1,85 2,8±2,05 2,2±1,48 2,3±1,18
Impor 3,4±2,46 2,3±1,26 2,9±1,94 1,8±1,09 1,8±1,14 1,9±1,06 1,4±0,62 2,0±1,36
Nilai p 0,002* 0,239 0,971 0,012* 0,033* 0,006* 0,001* 0,337
32
Rataan trips yang terperangkap pada perangkap berwarna biru, putih, dan
kuning yang dipasang di pertanaman mawar lokal, mawar impor, dan barrier se-
lama 8 minggu pengamatan tercantum pada Tabel 3. Berdasarkan analisis ragam,
interaksi antara jenis tanaman dan warna perangkap hanya terjadi pada pengama-
tan ke-3. Trips lebih banyak terperangkap warna biru dan putih yang dipasang di
mawar impor dibandingkan dengan warna biru dan putih yang dipasang di mawar
lokal. Umumnya, jenis tanaman secara tunggal tidak mempengaruhi jumlah trips
yang terperangkap, kecuali pada pengamatan ke-4. Jumlah trips pada perangkap
yang dipasang di mawar impor secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pe-
rangkap yang dipasang di mawar lokal dan barrier. Warna perangkap mempe-
ngaruhi jumlah trips yang terperangkap pada pengamatan ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-
4. Warna biru dan putih lebih disukai trips dibandingkan dengan warna kuning.
Rataan T. parvispinus yang terperangkap pada perangkap warna biru, putih,
dan kuning yang dipasang di pertanaman mawar lokal, mawar impor, dan barrier
selama 8 minggu pengamatan tercantum pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis
ragam, tidak terdapat interaksi antara jenis tanaman dan warna perangkap terha-
dap jumlah T. parvispinus yang terperangkap. Jenis tanaman juga, tidak ditemu-
kan secara nyata mempengaruhi jumlah T. parvispinus yang terperangkap. Warna
perangkap mempengaruhi ketertarikan T. parvispinus pada pengamatan ke-1, ke-
2, ke-3, ke-4, dan ke-5. Warna biru dan putih paling disukai T. parvispinus diban-
dingkan dengan warna kuning.
Rataan F. intonsa yang terperangkap pada perangkap berwarna biru, putih,
dan kuning yang dipasang di pertanaman mawar lokal, mawar impor, dan barrier
selama 8 minggu pengamatan tercantum pada Tabel 5. Hasil analisis ragam, tidak
ditemukan interaksi antara jenis tanaman dan warna perangkap. Jenis tanaman
umumnya tidak mempengaruhi ketertarikan F. intonsa, kecuali pada pengamatan
ke-3. Jumlah F. intonsa lebih banyak pada perangkap yang dipasang di mawar
impor dibandingkan dengan perangkap yang dipasang di mawar lokal dan barrier.
Warna mempengaruhi ketertarikan F. intonsa di lapangan. Pada pengamatan ke-
1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-6, warna biru dan putih lebih disukai F.intonsa diban-
dingkan dengan warna kuning. Menurut Chu et al. (2006), warna biru dan putih
lebih disukai F. intonsa dibandingkan dengan warna kuning.
33
Tabel 3 Rataan trips (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat yang
dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata
Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 12,3 6,0 11,3 9,9 a
Putih 14,0 9,7 11,0 11,6 a
Kuning 4,0 3,3 3,3 3,5 b
Rata-rata
10,1 a 6,3 a 8,5 a
2
Biru 7,3 7,3 8,7 7,8 ab
Putih 10,0 9,7 10,0 9,9 a
Kuning 3,2 8,3 3,7 5,1 b
Rata-rata 6,8 a 8,4 a 7,4 a
3
Biru 5,5 c 17,0 a 12,7 ab 11,7
Putih 7,8 c 17,3 a 17,0 a 14,1
Kuning 7,8 c 11,3 abc 5,7 c 8,3
Rata-rata 7,1 15,2 11,8
4
Biru 8,3 16,3 8,0 10,9 a
Putih 9,3 16,0 13,0 12,8 a
Kuning 2,8 6,0 1,0 3,3 b
Rata-rata 6,8 b 12,8 a 7,3 b
5
Biru 5,5 4,0 4,7 4,7 a
Putih 5,7 8,0 7,0 6,9 a
Kuning 4,2 3,0 2,7 3,3 a
Rata-rata 5,1 a 5,0 a 4,8 a
6
Biru 10,8 6,3 6,0 7,7 a
Putih 8,0 9,3 7,0 8,1 a
Kuning 6,2 3,0 3,7 4,3 a
Rata-rata 8,3 a 6,2 a 5,6 a
7
Biru 3,5 12,0 2,7 6,1 a
Putih 5,7 3,3 5,0 4,7 a
Kuning 9,3 9,0 4,0 7,4 a
Rata-rata 6,2 a 8,1 a 3,9 a
8
Biru 3,3 5,7 4,7 4,6 a
Putih 6,0 6,3 6,7 6,3 a
Kuning 2,3 2,0 2,3 2,2 a
Rata-rata 3,9 a 4,7 a 4,6 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
34
Tabel 4 Rataan T. parvispinus (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 6,5 1,7 5,3 4,5 a
Putih 6,3 3,3 6,7 5,4 a
Kuning 0,7 0,3 1,7 0,9 b
Rata-rata 4,5 a 1,8 a 4,6 a
2
Biru 3,5 3,3 3,3 3,4 ab
Putih 6,0 4,3 5,7 5,3 a
Kuning 0,5 2,7 1,7 1,6 b
Rata-rata 3,3 a 3,4 a 3,6 a
3
Biru 2,5 3,3 2,0 2,6 ab
Putih 2,8 4,3 2,3 3,1 a
Kuning 1,0 1,0 2,3 1,4 b
Rata-rata 2,1 a 2,9 a 2,2 a
4
Biru 3,5 5,3 3,3 4,0 a
Putih 4,3 7,0 4,7 5,3 a
Kuning 0,3 1,3 0,3 0,6 b
Rata-rata 2,7 a 4,5 a 2,8 a
5
Biru 1,0 1,0 0,3 0,8 b
Putih 1,3 2,7 2,3 2,1 a
Kuning 0,0 0,0 0,3 0,1 b
Rata-rata 0,8 a 1,2 a 1,0 a
6
Biru 2,2 2,0 0,3 1,5 a
Putih 1,3 0,3 2,7 1,4 a
Kuning 0,5 2,3 0,0 0,9 a
Rata-rata 1,3 a 1,5 a 1,0 a
7
Biru 0,7 0,3 0,7 0,6 a
Putih 1,3 0,7 1,0 1,0 a
Kuning 0,2 1,3 0,0 0,5 a
Rata-rata 0,7 a 0,8 a 0,6 a
8
Biru 1,1 1,0 2,0 1,4 a
Putih 0,2 0,0 0,7 0,3 a
Kuning 2,2 2,3 1,0 1,8 a
Rata-rata 1,2 a 1,1 a 1,2 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
35
Tabel 5 Rataan F. intonsa (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap likat
yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 3,5 1,3 1,3 2,0 a
Putih 3,2 2,3 2,0 2,5 a
Kuning 0,5 0,7 0,3 0,5 b
Rata-rata 2,4 a 1,4 a 1,2 a
2
Biru 0,7 0,7 1,0 0,8 a
Putih 0,8 1,0 0,7 0,8 a
Kuning 0,0 0,3 0,0 0,1 b
Rata-rata 0,5 a 0,7 a 0,6 a
3
Biru 1,3 5,7 0,7 2,6 a
Putih 0,8 3,7 0,7 1,7 ab
Kuning 0,5 1,3 0,0 0,6 b
Rata-rata 0,9 b 3,6 a 0,5 b
4
Biru 2,5 5,3 0,7 2,8 a
Putih 1,3 2,7 2,3 2,1 a
Kuning 0,2 0,7 0,3 0,4 b
Rata-rata 1,3 a 2,9 a 1,1 a
5
Biru 2,7 1,0 1,3 1,7 a
Putih 1,2 2,7 1,7 1,9 a
Kuning 1,7 0,7 0,0 0,8 a
Rata-rata 1,9 a 1,5 a 1,0 a
6
Biru 6,3 1,7 1,3 3,1 a
Putih 4,2 2,0 1,3 2,5 ab
Kuning 2,8 0,7 0,3 1,3 b
Rata-rata 4,4 a 1,5 a 1,0 a
7
Biru 0,5 9,3 0,0 3,3 a
Putih 2,3 1,0 0,0 1,1 a
Kuning 0,3 2,3 0,0 0,9 a
Rata-rata 1,0 a 4,2 a 0,0 a
8
Biru 0,8 1,7 0,3 0,9 a
Putih 1,7 0,0 0,3 0,7 a
Kuning 0,3 0,0 0,0 0,1 a
Rata-rata 0,9 a 0,6 a 0,2 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Spesies trips yang ditemukan menyerang mawar lokal dan mawar impor
yaitu Thrips parvispinus, Frankliniella intonsa, Thrips palmi, Scirtothrips dor-
salis, Microcephalothrips abdominalis, Megalurothrips usitatus, spesies A dan
spesies B. Dari semua spesies tersebut, hanya T. parvispinus dan F. intonsa yang
ditemukan terinfeksi cendawan Entomophthorales. Stadia cendawan Entomoph-
thorales yang ditemukan yaitu konidia primer dan konidia sekunder. Cendawan
tersebut termasuk genus Neozygites. Berdasarkan evaluasi warna perangkap likat,
warna ditemukan mempengaruhi T. parvispinus dan F. intonsa. Warna biru dan
putih lebih disukai T. parvispinus dan F. intonsa dibandingkan dengan warna
kuning.
Saran
Perlu dilakukan penelitian populasi trips per bunga berdasarkan warna bu-
nga mawar. Pengujian bentuk perangkap terhadap jumlah trips yang terperangkap
dan luas area perangkap likat serta pengujian perangkap dengan menggunakan se-
nyawa aktraktan. Penelitian cendawan Entomophthrales pada musim hujan dan
musim kemarau serta perlu dilakukan identifikasi cendawan Entomophthorales
sampai tingkat spesies. Penelitian musuh alami trips, selain cendawan Entomoph-
thorales.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar R, Dadang, Sartiami D, Harahap IS. 2010. Infeksi cendawan
Entomophthorales pada kutu putih pepaya Paracoccus marginatus
(Hemiptera: Pseudococcidae) pada pertanaman papaya di Jawa Barat.
Peranan Entomologi dalam Mendukung Pengembangan Ramah Lingkungan
dan Kesehatan. Prosiding seminar nasional VI Perhimpunan Entomologi
Indonesia (PEI); Bogor, 24 Juni 2010. Bogor: PEI.
Bansiddhi K, Poonchaisri S. 1999. Thrips of vegetables and other commercially
important crops in Thailand. In: Talekar NS, (ed.). Thrips in Southeast
Asia. Proceedings of a regional consultation workshop; Bangkok, Thailand,
13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research and Development
Center. p.34-39.
Ben-Ze’ev I. S, Kenneth R.G. 1982. Features-criteria of taxonomic value in the
Entomophthorales: I. A reision of the Batkoan classification. Mycotaxon 14:
393-455.
BPP Teknologi [Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi]. 2000. Budidaya pertanian; mawar (Rosa damascena
Mill.). http://www.ristek.go.id [6 Maret 2011].
Chang NT. 1999. Important thrips species in Taiwan. In: Talekar NS, (ed.).
Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation workshop;
Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research
and Development Center. p.40-56.
Chu CC, Pinter PJ, JR, Henneberry TJ, Umeda K, Natwick ET, Wei YA, Reddy
VR, Shrepatis M. 2000. Use of CC traps with different trap base color for
silverleaf whiteflies (Homoptera: Aleyrodidae), thrips (Thysanoptera:
Thripidae), and leafhoppers (Homoptera: Cicadellidae). J. Econ. Entomol.
93(4): 1329-1337.
Chu CC, Ciomperlik MA, Chang NT, Richards M, Henneberry T. 2006.
Developing and evaluating traps for monitoring Scirtothrips dorsalis
(Thysanoptera: Thripidae). Florida Entomol. 89(1): 47-55.
Darliah. 1995. Pemuliaan mawar. Balai Penelitian Tanaman Hias: Jakarta
Fauziah I, Saharan HA. 1999. Research on thrips in Malaysia. In: Talekar NS,
(ed.). Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation
workshop; Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable
Research and Development Center. p.29-33.
Jacobson RJ. 1997. Integrated pest management (IPM) in glasshouse. In: Lewis
T, (ed.). Thrips as Crop Pests. Oxon: CAB International. p.639-666.
Kartapradja R. 1995. Botani dan ekologi mawar. Balai Penelitian Tanaman
Hias: Jakarta.
Kirk DF. 1997. Distribution, abundance, and population dynamics. In: Lewis T,
(ed.). Thrips as Crop Pests. Oxon: CAB International. p.217-257.
38
Keller S. 2007. Fungal struktur and biology. In: Keller S, (ed.). Artropoda-
pathogenic Entomophthorales: Biology, ecology, identification. Brussels:
COST Office. p.27-54.
Lewis T. 1997. Field and laboratory techniques. In: Lewis T, (ed.). Thrips as
Crop Pests. Oxon: CAB International. p.435-466
Montserrat M, Castan C, Santamaria S. 1998. Neozygites parvispora
(Zygomycotina: Entomophthorales) causing an epizootic in Frankliniella
occidentalis (Thysanoptera: Thripidae) on cucumber in Spain. J. Invertebr
Pathol. 71: 165-168.
Moritz G, Mound LA, Morris DC, Goldarazena A. 2004. Pest thrips of the
World [CD-Rom]. Ausralia: Csiro Publishing. 1 CD-ROM dengan
penuntun di dalamnya.
Morse JG, Hoddle MS. 2006. Invasion biologi of thrips. Annu. Rev. Entomol.
51: 67-89.
Mound LA, Kibby G. 1998. Thysanoptera an identification guide Second
Edition. Oxon: CAB International.
Muharram K. 1995. Pengendalian hama dan penyakit mawar. Balai Penelitian
Tanaman Hias: Jakarta.
Natwick ET, Byers JA, Chu CC, Lopez M, Hennenberry TJ. 2007. Early
detection and mass trapping of Frankliniella occidentalis and Thrips tabaci
in vegetable crop. Southwest. Entomol. 32(4): 229-238.
Park JD, Kim SG, Kim DI, Cho K. 2002. Population dynamics of Frankliniella
occidentalis on different rose cultivars and flowering stages. J. Asia-Pasific
Entomol. 5: 97-102.
Pearsall IA, Myers JH. 2000. Evaluation of sampling for determining the
phenollogy relative density and diversion of western flower thrips
(Thysanoptera: Thripidae) in nectarine orchards. J. Econ. Entomol. 93(2):
494-502.
Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology, and pest
management potential of Entomophthorales. In: Butt TM, Jackson C,
Magan N, (ed.). Fungi as Biocontrol Agents. Oxon: CAB International. p.
57-154.
Prabaningrum L, Moekasan TK. 2007. Identifikasi status hama pada budidaya
paprika (Capsicum annuum var. grossum) di Kabupaten Bandung Jawa
Barat. J. Hort. 17(2): 161-167.
Ranamukharaarachchi SL, Wickramarachchi KS. 2007. Color prefarance and
sticky trap for field management of Thrips Ceratothripoides claratris
(Shumsher) (Thysanoptera: Thripidae) in tomato in Central Thailand. Int. J.
Agri. Biol. 9(3): 392-397.
Roy HE, Steinkraus DC, Eilenberg J, Hajek AE, Pell JK. 2006.
Entomopathogenic fungi and their Arthropoda hosts. Annu. Rev. Entomol.
51: 331-357.
39
Sastrosiswojo S. 1991. Thrips on vegetables in Indonesia. In: Talekar NS, (ed.).
Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation workshop;
Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable Research
and Development Center. p.12-17.
Shylena Y. 2010. Potensi cendawan Entomophthorales dalam mengendalikan
kutu putih pepaya Paracoccus marginatus William & Granara de Willink
(Hemiptera: Pseudococcidae) di lapangan [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Satuhu S, Murtiningsih. 2005. Mawar; pemanfaatan untuk bunga botong, bunga
kering, aromaterapi, kosmetik, dan makanan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Shipp J L. 1995. Monitoring of western flower thrips on glasshouse and
vegetable crops. In: Parker BL, Skinner M, Lewis T, (ed.). Thrips Biology
and Management. New York: Plenum Press. p.547-555.
Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of
Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids
(Homoptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environ. Entomol. 24: 465-
474.
Talekar NS. 1999. Thrips on pepper: AVRDC’s research strategy. In: Talekar
NS, (ed.). Thrips in Southeast Asia. Proceedings of a regional consultation
workshop; Bangkok, Thailand, 13 March 1991. Taiwan: Asian Vegetable
Research and Development Center. p.61-67.
Terry LI. 1997. Host selection, communication and reproductive behavior. In:
Lewis T, (ed.). Thrips as Crop Pests. Oxon: CAB International. p.639-
666.
Teulon DJ, Penman DR. 1992. Colour preferences of New Zealand thrips
(Terebrantia: Thysanoptera). N. Z. Entomol. 15: 8-13.
Tobing MC. 1996. Biologi dan perkembangan populasi Thrips palmi Karny
(Thysanoptera: Thripidae) pada tanaman kentang [Disertasi]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wijayanti R. 1990. Inventarisasi hama mawar (Rosa hybrida Horti.) dan
pengamatan sebaran trips pada tanaman Mawar [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
41
Lampiran 1 Rataan Thrips palmi (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,7 0,3 1,7 0,9 a
Putih 1,0 0,0 0,3 0,4 a
Kuning 0,3 0,7 0,0 0,3 a
Rata-rata 0,7 a 0,3 a 0,7 a
2
Biru 1,5 0,7 1,3 1,2 a
Putih 0,7 1,3 1,7 1,2 a
Kuning 0,5 0,7 1,0 0,7 a
Rata-rata 0,9 a 0,9 a 1,3 a
3
Biru 0,5 b 4,3 ab 4,3 ab 3,0
Putih 0,7 b 3,7 ab 6,0 a 3,5
Kuning 5,0 ab 1,3 ab 0,3 ab 2,2
Rata-rata 2,1 3,1 3,5
4
Biru 0,8 1,3 0,3 0,8 ab
Putih 1,2 1,3 2,3 1,6 a
Kuning 0,3 0,0 0,0 0,1 b
Rata-rata 0,8 a 0,9 a 0,9 a
5
Biru 0,5 0,0 0,7 0,4 a
Putih 0,5 0,7 0,3 0,5 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,3 a 0,2 a 0,3 a
6
Biru 0,5 0,0 1,7 0,7 a
Putih 0,7 0,0 0,0 0,2 a
Kuning 0,7 0,0 0,0 0,2 a
Rata-rata 0,6 a 0,0 a 0,6 a
7
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,0 a 0,0 a 0,0 a
8
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,0 a 0,0 a 0,0 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
42
Lampiran 2 Rataan Scirtothrips dorsalis (individu/perangkap) pada tiga warna
perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,2 0,7 0,0 0,3 a
Putih 0,2 0,7 0,0 0,3 a
Kuning 0,7 0,0 0,0 0,2 a
Rata-rata 0,4 a 0,5 a 0,0 a
2
Biru 0,3 0,3 0,3 0,3 a
Putih 0,0 1,0 0,0 0,3 a
Kuning 0,5 0,7 0,3 0,5 a
Rata-rata 0,3 a 0,7 a 0,2 a
3
Biru 0,8 b 1,3 b 1,3 b 1,1
Putih 1,7 b 0,7 b 0,0 b 0,8
Kuning 0,8 b 5,0 a 0,3 b 2,0
Rata-rata 1,1 2,3 0,5
4
Biru 0,5 bcd 1,7 ab 0,7 bcd 1,0
Putih 1,3 bc 0,3 cd 0,7 bcd 0,8
Kuning 0,0 d 2,7 a 0,0 d 0,9
Rata-rata 0,6 1,6 0,5
5
Biru 0,2 0,3 0,7 0,4 a
Putih 0,2 0,0 0,0 0,1 a
Kuning 2,2 0,7 0,7 1,2 a
Rata-rata 0,9 a 0,3 a 0,5 a
6
Biru 0,3 2,0 0,0 0,8 a
Putih 0,0 2,3 0,0 0,8 a
Kuning 1,3 0,3 0,3 0,6 a
Rata-rata 0,5 ab 1,5 a 0,1 b
7
Biru 2,0 0,0 0,3 0,8 b
Putih 0,8 0,3 0,0 0,4 b
Kuning 7,8 2,7 1,0 3,8 a
Rata-rata 3,5 a 1,0 a 0,4 a
8
Biru 0,2 0,7 0,0 0,3 a
Putih 1,2 1,3 0,3 0,9 a
Kuning 1,2 1,0 0,3 0,8 a
Rata-rata 0,9 a 1,0 a 0,2 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
43
Lampiran 3 Rataan Microcephalothrips abdominalis (individu/perangkap) pada
tiga warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan
barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,5 0,0 0,7 0,4 a
Putih 1,3 1,3 0,7 1,1 a
Kuning 0,7 1,0 0,3 0,7 a
Rata-rata 0,8 a 0,8 a 0,6 a
2
Biru 0,2 1,3 0,0 0,5 a
Putih 0,3 0,3 0,0 0,2 a
Kuning 0,3 1,7 0,0 0,7 a
Rata-rata 0,3 b 1,1 a 0,0 b
3
Biru 0,0 d 0,0 ad 1,0 bcd 0,3
Putih 0,3 cd 1,6 b 4,0 a 2,0
Kuning 0,0 d 1,3 bc 1,0 bcd 0,8
Rata-rata 0,1 1,0 2,0
4
Biru 0,0 0,7 0,0 0,2 a
Putih 0,2 1,0 0,0 0,4 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,1 b 0,6 a 0,0 b
5
Biru 0,2 0,7 0,0 0,3 a
Putih 0,5 1,3 0,7 0,8 a
Kuning 0,0 1,0 0,3 0,4 a
Rata-rata 0,2 a 1,0 a 0,3 a
6
Biru 0,8 0,0 0,0 0,3 a
Putih 0,2 1,0 0,3 0,5 a
Kuning 0,0 1,3 0,7 0,7 a
Rata-rata 0,3 a 0,8 a 0,3 a
7
Biru 0,0 0,3 0,3 0,2 b
Putih 0,8 1,3 1,7 1,3 a
Kuning 0,3 2,0 1,7 1,3 b
Rata-rata 0,4 a 1,2 a 1,2 a
8
Biru 0,5 1,0 0,7 0,7 a
Putih 0,2 1,0 2,3 1,2 a
Kuning 0,2 0,0 0,7 0,3 a
Rata-rata 0,3 a 0,7 a 1,2 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
44
Lampiran 4 Rataan Megalurothrips usitatus (individu/perangkap) pada tiga
warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan
barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,2 0,7 0,0 0,3
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,3 0,3 0,0 0,2
Rata-rata 0,2 0,3 0,0
2
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 2,0 0,0 0,0 0,7
Rata-rata 0,7 0,0 0,0
3
Biru 0,0 0,0 0,3 0,1
Putih 0,0 0,0 0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,3 0,1
Rata-rata 0,0 0,0 0,2
4
Biru 0,0 0,0 0,3 0,1
Putih 0,0 0,3 0,0 0,1
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,1 0,1
5
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,0 0,0
6
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,3 0,1
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,0 0,1
7
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,0 0,0
8
Biru 0,2 0,0 0,0 0,1
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,1 0,0 0,0
45
Lampiran 5 Rataan spesies A (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,2 0,3 0,3 0,3
Putih 0,3 0,3 0,7 0,4
Kuning 0,2 0,0 0,0 0,1
Rata-rata 0,2 0,2 0,3
2
Biru 0,0 0,0 0,7 0,2
Putih 0,3 0,7 0,0 0,3
Kuning 0,0 0,3 0,0 0,1
Rata-rata 0,1 0,3 0,2
3
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,3 0,0 0,1
Rata-rata 0,0 0,1 0,0
4
Biru 0,3 0,3 0,3 0,3
Putih 0,2 1,0 0,0 0,4
Kuning 0,0 0,7 0,0 0,2
Rata-rata 0,2 0,7 0,1
5
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,0 0,0
6
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,2 0,0 0,0 0,1
Kuning 0,2 0,0 0,0 0,1
Rata-rata 0,1 0,0 0,0
7
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,3 0,1
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0
Rata-rata 0,0 0,0 0,1
8
Biru 0,0 0,3 0,0 0,1
Putih 0,0 0,3 1,0 0,4
Kuning 0,0 0,0 0,3 0,1
Rata-rata 0,0 0,2 0,4
46
Lampiran 6 Rataan spesies B (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,2 0,0 0,7 0,3 a
Putih 0,0 0,3 0,0 0,1 a
Kuning 0,0 0,3 0,7 0,3 a
Rata-rata 0,1 a 0,2 a 0,4 a
2
Biru 0,0 0,0 1,0 0,3 a
Putih 0,2 0,0 0,3 0,2 a
Kuning 0,5 0,0 0,0 0,2 a
Rata-rata 0,2 a 0,0 a 0,4 a
3
Biru 0,2 0,0 0,0 0,1 b
Putih 0,2 0,7 2,0 1,0 a
Kuning 0,2 0,0 0,0 0,1 b
Rata-rata 0,2 a 0,2 a 0,7 a
4
Biru 0,0 0,0 0,7 0,2 a
Putih 0,0 0,7 0,7 0,5 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,0 a 0,2 a 0,5 a
5
Biru 0,0 0,0 0,3 0,1 a
Putih 0,3 0,0 0,3 0,2 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,1 a 0,0 a 0,2 a
6
Biru 0,2 0,0 1,0 0,4 a
Putih 0,2 0,0 0,0 0,1 a
Kuning 0,0 0,0 0,7 0,2 a
Rata-rata 0,1 a 0,0 a 0,6 a
7
Biru 0,2 0,7 0,0 0,3 a
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 a
Rata-rata 0,1 a 0,2 a 0,0 a
8
Biru 0,0 0,0 0,7 0,2 a
Putih 0,0 0,0 0,7 0,2 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 b
Rata-rata 0,0 a 0,0 a 0,5 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
47
Lampiran 7 Rataan Tubulifera (individu/perangkap) pada tiga warna perangkap
likat yang dipasang di pertanaman mawar dan barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman
Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,0 0,7 1,0 0,6 ab
Putih 1,0 0,3 0,7 0,7 a
Kuning 0,0 0,0 0,0 0,0 b
Rata-rata 0,3 a 0,3 a 0,6 a
2
Biru 0,8 0,0 0,3 0,4 a
Putih 0,3 0,0 0,3 0,2 a
Kuning 0,3 1,0 0,7 0,7 a
Rata-rata 0,5 a 0,3 a 0,4 a
3
Biru 0,0 b 0,3 b 3,0 a 1,1
Putih 1,0 b 0,3 b 1,0 b 0,8
Kuning 0,0 b 0,3 b 0,0 b 0,1
Rata-rata 0,3 0,3 1,3
4
Biru 0,7 0,7 7,0 2,8 a
Putih 0,5 0,7 0,3 0,5 a
Kuning 1,0 0,3 2,3 1,2 a
Rata-rata 0,7 a 0,6 a 3,2 a
5
Biru 1,0 1,0 1,3 1,1 a
Putih 1,7 0,7 1,7 1,4 a
Kuning 0,3 0,7 1,0 0,7 a
Rata-rata 1,0 a 0,8 a 1,3 a
6
Biru 0,5 0,7 1,7 1,0 a
Putih 1,3 1,3 2,3 1,6 a
Kuning 0,5 0,0 1,7 0,7 a
Rata-rata 0,8 a 0,7 a 1,9 a
7
Biru 0,2 1,0 0,7 0,6 a
Putih 0,3 0,0 1,7 0,7 a
Kuning 0,3 0,0 0,7 0,3 a
Rata-rata 0,3 a 0,3 a 1,0 a
8
Biru 0,3 0,3 1,0 0,5 a
Putih 0,7 0,7 0,3 0,6 a
Kuning 0,3 0,7 0,3 0,4 a
Rata-rata 0,4 a 0,6 a 0,5 a
Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris per waktu pengamatan, tidak berbeda
secara nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan.
48
Lampiran 8 Rataan trips tidak diidentifikasi (individu/perangkap) pada tiga
warna perangkap likat yang dipasang di pertanaman mawar dan
barrier
Waktu
pengamatan Warna
Tanaman Rata-rata Mawar
lokal
Mawar
impor Barrier
1
Biru 0,5 0,3 0,3 0,4
Putih 0,7 1,0 0,0 0,6
Kuning 0,7 0,0 0,3 0,3
Rata-rata 0,6 0,4 0,2
2
Biru 0,3 1,0 0,7 0,7
Putih 0,8 1,0 1,3 1,0
Kuning 0,3 1,0 0,0 0,4
Rata-rata 0,5 1,0 0,7
3
Biru 0,2 2,0 0,0 0,7
Putih 0,3 2,3 1,0 1,2
Kuning 0,3 0,7 1,3 0,8
Rata-rata 0,3 1,7 0,8
4
Biru 0,0 1,0 1,0 0,7
Putih 0,3 1,0 0,0 0,4
Kuning 0,5 0,3 0,0 0,3
Rata-rata 0,3 0,8 0,3
5
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,0 0,0 0,0
Kuning 0,0 0,0 0,3 0,1
Rata-rata 0,0 0,0 0,1
6
Biru 0,0 0,0 0,0 0,0
Putih 0,0 0,3 0,0 0,1
Kuning 0,2 0,3 0,0 0,2
Rata-rata 0,1 0,2 0,0
7
Biru 0,0 0,3 0,7 0,3
Putih 0,0 0,0 0,3 0,1
Kuning 0,3 0,7 0,7 0,6
Rata-rata 0,1 0,3 0,6
8
Biru 0,2 0,0 0,0 0,1
Putih 0,2 0,7 0,0 0,3
Kuning 0,2 0,3 0,0 0,2
Rata-rata 0,2 0,3 0,0
49
Lampiran 9 Data curah hujan bulan Januari sampai bulan Mei tahun 2011
Lampiran 10 Pestisida yang digunakan mengendalikan hama dan penyakit
tanaman mawar
Bulan Volume curah hujan (ml)
Jumlah hari
hujan (hari) Volume per bulan Rata-rata per hari
Januari 1.466 47,29 18
Februari 863 30,82 10
Maret 2.043 65,61 23
April 3.563 118,77 27
Mei 2.392 113,90 21
No Nama Merk Dagang Bahan Aktif Kegunaan
1 Marshall 200EC Karbosulfan 200,11 g/l Insektisida racun kontak
dan lambung
2 Decis 25 EC Deltametrin 25 g/l Insektisida racun kontak
dan lambung
3 Cypermax 100 EC Sipermetrin 100 g/l Insektisida racun kontak
dan lambung
4 Larvin 75 WP Tiodikarb 75% Insektisida racun kontak
dan lambung
5 Proclaim Emamektin benzoat 5% Insektisida berbentuk
racun perut
6 Anvil 50 SC Heksakonazol 50 g/l Fungisida sistemik
7 Daconil 75 WP Klorotalonil 75% Fungisida kontak
8 Bendas 50 WP Karbendazim 50% Fungisida sistemik
9 Previcur N7225L Propamokarb
hidroklorida 722 g/l
Fungisida sistemik
10 Folicur 430 SC Fungisida sistemik
11 Samite 135 EC Piridaben 135 g/l Akarida racun kontak
12 SUPER GRO 7,5% N, 2%P2O5,
3%K2O, Fe, Mn, Zn,
Cu, Co, B, Mo, Mg
Pupuk pelengkap cair
untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman
dan mempercepat
pembesaran buah
13 Agristick 400L Bahan Perata dan
Pelekat
Keterangan
a. Mawar Lokal berada di bagian luar (kiri & kanan) ditandai dengan garis warna hitam
b. Mawar Impor berada di bagian tengah yang ditandai
dengan garis warna biru
c. Petak barrier ditandai dengan garis hijau d. Petak pengamatan populasi trips yang ditandai dengan
nomor 123456
e. Petak perangkap likat ditandai dengan huruf ABCDEF 50
DENAH LOKASI PENELITIAN
6
E
4
5
F
D
C
B
3
2
A 1
TIMUR
1
2
B
C
3
A
Petak utama
Mawar Lokal
Mawar Impor
Barrier
Anak petak
Biru
Putih
Kuning
A C B
51
Lampiran 11 Kondisi petak pengamatan populasi trips
Varietas Petak Luas (m2)
Jumlah
tanaman Warna bunga
Mawar lokal Petak 1 39,36 27 Merah muda
Petak 2 41,82 22 Salem, merah muda
Petak 3 30 10 Salem, merah muda
Petak 4 36 26 Salem, merah muda
Petak 5 44,1 14 Merah muda
Petak 6 31,08 15 Merah muda
Mawar Impor Petak 1 ±58 ±300 Putih
Petak 2 ±71,4 ±64 Merah muda
Petak 3 ±100,8 ±70 Merah muda
Lampiran 12 Kondisi petak pemasangan perangkap likat
Varietas Petak Luas
(m2)
Jumlah
tanaman Warna bunga
Jarak
antara
perangkap
Mawar lokal Petak A 37,8 17 Merah muda 2 m
Petak B 36,12 19 Merah muda 2 m
Petak C 33,82 16 Merah muda 2 m
Petak D 34,2 85 Merah 2 m
Petak E 34,68 16
Merah muda,
salem 2 m
Petak F 30,8 12 Merah muda 2 m
Mawar Impor Petak A
±101,1 ± 250 Merah muda 3 m
Petak B ±79,8 ± 250 Putih 3 m
Petak C ±44,88 ± 250 Merah muda 2 m