Post on 07-Feb-2016
Model Kemitraan Keperawatan Komunitas Dalam Pengembangan Kesehatan Masyarakat
1. Latar Belakang
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih
memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat
dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat
yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu
pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari
terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah
kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat.
Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan
salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program
pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002)
menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk
membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan
bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber
daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas
harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam
menciptakan perubahan di masyarakat.
Terdapat lima model kemitraan yang menurut anggapan penulis cenderung dapat dipahami
sebagai sebuah ideologi kemitraan, sebab model tersebut merupakan azas dan nafas kita dalam
membangun kemitraan dengan anggota masyarakat lainnya. Model kemitraan tersebut antara
lain: kepemimpinan(manageralism) (Rees, 2005), pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme
berorientasi pada negara (state-oriented radicalism), kewirausahaan (entrepreneurialism) dan
membangun gerakan(movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan dengan praktik
keperawatan komunitas di atas, maka model kemitraan yang sesuai untuk mengorganisasi
elemen masyarakat dalam upaya pengembangan derajat kesehatan masyarakat dalam jangka
panjang adalah model kewirausahaan(entrepreneurialism). Model kewirausahaan memiliki dua
prinsip utama, yaitu prinsip otonomi (autonomy) –kemudian diterjemahkan sebagai upaya
advokasi masyarakat—dan prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination) yang selanjutnya
diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan.
Menurut penulis model kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada pengembangan
model praktik keperawatan komunitas dan model kemitraan dalam pengorganisasian
pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Praktik keperawatan mandiri atau kelompok
hubungannya dengan anggota masyarakat dapat dipandang sebagai sebuah institusi yang
memiliki dua misi sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi dan institusi yang dapat
memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan dengan azas keadilan
sosial dan azas pemerataan bidang kesehatan. Oleh karenanya praktik keperawatan sebagai
institusi sangat terpengaruh dengan dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004;
Korsching & Allen, 2004), dan perkembangan kemasyarakatan tentunya juga akan
mempengaruhi bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang dikembangkan (Robinson, 2005)
sesuai dengan slogan National Council for Voluntary Organizations (NCVO) yang
berbunyi : “New Times, New Challenges” (Batsler dan Randall, 1992).
Pada bagian lain, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan pola permintaan
pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari pelayanan kesehatan tradisional di
rumah sakit beralih ke pelayanan keperawatan di rumah disebabkan karena terjadinya
peningkatan pembiayaan kesehatan yang cukup besar dibanding sebelumnya (Depkes RI, 2004a,
2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000). Sedangkan secara filosofis, saat ini telah terjadi
perubahan “paradigma sakit” yang menitikberatkan pada upaya kuratif ke arah “paradigma
sehat” yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan
(Cohen, 1996). Sehingga situasi tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik
keperawatan komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di Indonesia.
Tulisan ini mencoba untuk: (1) mengidentifikasi model kemitraan keperawatan komunitas dalam
pengembangan kesehatan masyarakat; (2) menganalisis kemanfaatan model kemitraan
keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat; dan (3) mengidentifikasi
implikasi model pada pengembangan kebijakan keperawatan komunitas dan promosi kesehatan.
2. Pengembangan Kesehatan Masyarakat
Nies dan Mc. Ewan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan masyarakat (community
health development) sebagai pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat yang
mengkombinasikan konsep, tujuan, dan proses kesehatan masyarakat dan pembangunan
masyarakat. Dalam pengembangan kesehatan masyarakat, perawat spesialis komunitas
mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan kemudian
mengembangkan, mendekatkan, dan mengevaluasi tujuan-tujuan pembangunan kesehatan
melalui kemitraan dengan profesi terkait lainnya (Nies & Mc.Ewan, 2001; CHNAC, 2003; Diem
& Moyer, 2004; Falk-Rafael, et al.,1999).
Bidang tugas perawat spesialis komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat sebagai
klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu: individu, keluarga, dan
kelompok khusus. Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat spesialis komunitas dalam
melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat dapat
menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi
sosial atau pengembangan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat
yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan pengorganisasian masyarakat
dengan model pengembangan masyarakat (community development).
Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah (1) agar individu dan
kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif dalam setiap tahapan proses
keperawatan, dan (2) perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan kemandirian
masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status
kesehatannya di masa mendatang (Nies & McEwan, 2001; Green & Kreuter, 1991). Menurut
Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas adalah meningkatkan
kemampuan dan kemandirian fungsional klien / komunitas melalui pengembangan kognisi dan
kemampuan merawat dirinya sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan masyarakat
difokuskan pada dayaguna aktifitas kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri, dan
adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan berdampak pada
peningkatan partisipasi aktif masyarakat (Lihat Gambar 1).
Gambar 1. Partisipasi klien sebagai Luaran Kesehatan pada Praktik Keperawatan Komunitas
Sumber : Kudakwashe G. Mapanga dan Margo B. Mapanga (2004) halaman 275
Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu
mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya kesehatan masyarakat. Anderson dan McFarlane
(2000) dalam hal ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang
masyarakat sebagai mitra (community as partner model). Fokus dalam model tersebut
menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan komunitas, yaitu (1) lingkaran
pengkajian masyarakat pada puncak model yang menekankan anggota masyarakat sebagai
pelaku utama pembangunan kesehatan, dan (2) proses keperawatan.
Asumsi dasar mekanisme kolaborasi perawat spesialis komunitas dengan masyarakat tersebut
adalah hubungan kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus yaitu meningkatnya
partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, &
Young, 2000). Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan
kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan terhadap kolaborasi profesi kesehatan
dengan masyarakat (Schlaff, 1991; Sienkiewicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut
dapat diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat dimanfaatkan,
meningkatnya kredibilitas program kesehatan, serta keberlanjutan koalisi perawat spesialis
komunitas-masyarakat (Bracht, 1990).
3. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan Kesehatan
Masyarakat
Menurut Hitchcock, Scubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi kesehatan adalah
konsep pemberdayaan (empowerment)dan kemitraan (partnership). Konsep pemberdayaan dapat
dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga
membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan,
pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.
Sedangkan kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih,
berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat
(Depkes RI, 2005). Partisipasi klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan
inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan (Mapanga & Mapanga, 2004)
Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar. Perawat
spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka ia juga harus
memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip “bekerja
bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat
spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar
muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat tidak
terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi
masyarakat (Nies & McEwan, 2001), namun perawat spesialis komunitas perlu membangun dan
membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait (Robinson, 2005), misalnya:
profesi kesehatan lainnya, penyelenggara pemeliharaan kesehatan, Puskesmas, donatur / sponsor,
sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.
Berdasarkan hubungan elemen-elemen di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan
sebuah model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat
yang dijiwai oleh ideologi entrepreneurialisme (Gambar 2).
Gambar 2. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas dalam Pengembangan Kesehatan
Masyarakat
Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat
merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep penting,
tujuan dan proses dalam tindakan pengorganisasian masyarakat yang difokuskan pada upaya
peningkatan kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies & McEwan, 2001). Konsep utama dalam
model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai dan kepercayaan yang dianut,
pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan kepemimpinan yang didasarkan pada pelaksanaan
prinsip-prinsip kewirausahaan dan advokasi masyarakat.
4. Ideologi Entrepreneurialisme dalam Kemitraan Keperawatan Komunitas
Profesi perawat memiliki implikasi pada pengembangan praktik keperawatan yang profesional,
etis dan legal (PPNI, 2004) sehingga profesi perawat berhak menyelenggarakan praktik secara
mandiri atau berkelompok. Berdasarkan tugas dan fungsi perawat spesialis komunitas tersebut,
penulis berpandangan bahwa perawat spesialis komunitas dalam membina kemitraan di
masyarakat perlu memiliki ideologi kewirausahaan(entrepreunership) sebab segala tindakan dan
kebijakan yang diambil selalu berkaitan dinamika perubahan kehidupan masyarakat, baik
kehidupan sosial, ekonomi, dan politik (William, 2004; Korsching & Allen, 2004).
Menurut Batsleer dan Randall (1992) ideologi entrepreneurialisme memiliki dua karakter, yaitu:
prinsip otonomi (autonomy) dan penentuan nasib sendiri (self determination). Dalam prinsip
otonomi, perawat spesialis komunitas berupaya membela dan memperjuangkan hak-hak dan
keadilan masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perawat spesialis
komunitas memainkan perannya sebagai advokator (pembela) dan mitra(partner) bagi kliennya
(masyarakat) (Stanhope & Lancaster, 1997). Sedangkan dalam prinsip penentuan nasib sendiri,
perawat sebagai profesi berhak untuk melaksanakan praktik legal yang dapat diselenggarakan
secara mandiri maupun berkelompok sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1239
tahun 2001. Praktik keperawatan komunitas sebagai institusi perlu dijalankan secara profesional
agar dapat bertahan menghadapi perkembangan kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang
dinamis.
4.1. Advokasi
Walaupun istilah advokasi mempunyai banyak definisi, dua definisi di bawah ini mengandung
konsep-konsep utama advokasi hak asasi manusia (hak masyarakat) yang esensial. Pengertian
pertama advokasi sebagai segala aktivitas yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran publik
di antara para pengambil-keputusan dan khalayak umum atas sebuah masalah atau kelompok
masalah, dalam rangka menghasilkan berbagai perubahan kebijakan dan perbaikan situasi
(Black, 2002, hal.11). Pengertian kedua, advokasi keadilan sosial, yaitu upaya pencapaian hasil-
hasil yang berpengaruh – meliputi kebijakan-publik dan keputusan-keputusan alokasi sumber
daya dalam sistem dan institusi politik, ekonomi, dan sosial – yang mempengaruhi kehidupan
banyak orang secara langsung (Cohen et al., 2001, hal. 8).
4.2. Kewirausahaan
Definisi kewirausahaan adalah individu (kelompok) yang dapat mengidentifikasi kesempatan
berdasarkan kemampuan, keinginan, dan kepercayaan yang dimilikinya serta membuat
pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan upaya menyelaraskan sumber daya dalam
pencapain keuntungan personal (Otuteye & Sharma, 2004). Perawat spesialis komunitas dapat
dianggap sebagai institusi penyedia layanan keperawatan. Sehingga untuk menggambarkan
faktor-faktor institusi yang dapat mempengaruhi etos kewirausahaan perawat spesialis
komunitas, Penulis menggunakan kerangka kerja Douglass C. North dalam Mary Jesselyn Co
(2004). Kerangka kerja tersebut menganalisis bagaimana institusi dan perubahan institusi
berdampak pada penampilan ekonominya.
Kemitraan antara perawat spesialis komunitas dan pihak-pihak terkait dengan masyarakat
digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-komponen yang ada. Hal ini
memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian masing-
masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi peningkatan kesehatan masyarakat.
Pihak-pihak terkait yang dapat dibina hubungannya dengan perawat spesialis komunitas dalam
pengembangan kesehatan masyarakat, adalah :
1. Profesi kesehatan lainnya, misalnya dokter, ahli gizi, sanitarian, bidan/bidan di desa, atau
fisioterapist.
2. Puskesmas
3. Organisasi Penyelenggara Pemeliharaan Kesehatan (PPK) atau Health Maintenance
Organization (HMO). Organisasi PPK memberikan jaminan pelayanan keperawatan dan
pelayanan profesi kesehatan lainnya dengan prinsip managed care. Managed care yaitu
suatu integrasi antara pembiayaan dan penyediaan pelayanan kesehatan yang tepat guna
untuk menjamin anggota masyarakat (Thabrany, 2000a). Pembiayaan managed care
menggunakan sistem kapitasi (Thabrany, 2000b).
4. Donatur / sponsor, merupakan badan atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
finansial baik secara sukarela atau mengikat untuk program pengembangan kesehatan
masyarakat.
5. Lintas sektor terkait, merupakan institusi formal (birokrasi) yang terkait dengan upaya
pengembangan kesehatan masyarakat dari tingkat teknis lapangan sampai ke tingkat
kabupaten/kota. Misalnya: Pemerintah Daerah, Bappeda, Dinas Pertanian / Peternakan,
BKKBN, PDAM, Dinas Pekerjaan Umum, dan lain-lain.
6. Organisasi masyarakat formal dan informal, misalnya: Organisasi
Muhammadiyah/Aisyah, Nahdlatul Ulama/Fatayat NU, Lembaga Swadaya Masyarakat,
TP-PKK, kelompok pengajian, kelompok arisan, dasa wisma, dan lain-lain.
7. Tokoh masyarakat atau tokoh agama yang memiliki pengaruh kuat di tengah
masyarakat (key persons).
Kesehatan masyarakat digambarkan sebagai bangun segitiga beserta unsur partisipasi, kapasitas,
dan kepemimpinan (Nies & Mc. Ewan, 2001). Partisipasi berkaitan dengan peran serta aktif
seluruh komponen masyarakat, yaitu individu, keluarga, kelompok risiko tinggi, dan sektor
terkait lainnya, dalam upaya perencanaan dan peningkatan derajat kesehatan secara
komprehensif. Kapasitas memiliki makna tingkat pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan
anggota masyarakat secara keseluruhan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Sedangkan kepemimpinan
mengindikasikan kemampuan mempengaruhi anggota masyarakat dalam meningkatkan
fungsionalnya pada pengembangan kesehatan masyarakat. Masyarakat memerlukan pemimpin
yang dapat mengorganisasikan, bertanggungjawab, dan memobilisasi anggota masyarakat lain
untuk lebih berperan aktif dalam pengembangan kesehatannya.
Garis panah penghubung masing-masing unsur dalam bangun segitiga menggambarkan tingkat
pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai panutan masyarakat yang berpengaruh terhadap upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Fokus utama model adalah masyarakat atau
komunitas secara keseluruhan. Tiga tanda panah yang mengarah pada “Kesehatan Masyarakat”
memberikan makna adanya interaksi berbagai unsur dalam model untuk mencapai tujuan
bersama yaitu masyarakat yang sehat. Menurut Nies dan Mc. Ewan (2001), terminologi
“kesehatan masyarakat” dalam pembangunan kesehatan masyarakat memiliki dua pengertian.
Pertama, digunakan untuk menggambarkan pencapaian kualitas kesehatan yang diinginkan atau
dampak dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat (outcome indicators). Dan kedua,
sebagai perangkat utama untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan masyarakat (input
indicators danprocess indicators).
5. Analisis Kemanfaatan Model Kemitraan Keperawatan Komunitas
Berdasarkan penjelasan model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan
kesehatan komunitas, maka perlu dianalisis dari beberapa aspek, yaitu :
5.1. Keperawatan Spesialis Komunitas
1. Dapat dikembangkannya model praktik keperawatan komunitas yang terintegrasi antara
praktik keperawatan dengan basis riset ilmiah.
2. Mengenalkan model praktik keperawatan komunitas.
3. Meningkatkan proses berpikir kritis dan pengorganisasian pengembangan kesehatan
masyarakat
4. Meningkatkan jejaring dan kemitraan dengan masyarakat dan sektor terkait
5. Meningkatkan legalitas praktik keperawatan spesialis komunitas
6. Mendorong praktik keperawatan komunitas yang profesional
5.2. Sistem Pendidikan Keperawatan Komunitas
1. Memperbaiki sistem pendidikan keperawatan spesialis komunitas yang profesional dan
aplikatif
2. Meningkatkan kepercayaan diri perawat pada umumnya dan perawat spesialis komunitas
pada khususnya
3. Menunjukkan peran baru perawat spesialis komunitas
4. Sejak awal mahasiswa keperawatan komunitas dikenalkan dengan kegiatan intervensi
keperawatan pada pengembangan kesehatan masyarakat, yaitu: kolaborasi, kemitraan dan
mengembangkan jaringan kerja.
5. Meningkatkan kesiapan mahasiswa pendidikan keperawatan spesialis komunitas dalam
praktik keperawatan komunitas
6. Merumuskan bentuk pembelajaran keperawatan komunitas yang inovatif
5.3. Regulasi
1. Mendorong para pengambil kebijakan dan elemen-elemen yang terkait lainnya untuk
memberikan perhatian dan dukungan pada model praktik keperawatan komunitas.
2. Mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi yang dapat memberikan jaminan pada
penyelenggaraan praktik keperawatan komunitas yang profesional
3. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi yang efisien dan efektif
5.4. Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Memperkenalkan dan meningkatkan sistem praktik keperawatan komunitas sebagai Sub
Sistem Kesehatan Nasional
2. Meningkatkan jaringan kerja pelayanan kesehatan yang berbasis rumah sakit dan
masyarakat
3. Meningkatkan jaringan kerja pelayanan keperawatan komunitas dengan elemen-elemen
dalam masyarakat
4. Mengarahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada paradigma
sehat atau mengutamakan upaya preventif dan promotif
5. Mempercepat pencapaian Indonesia Sehat 2010 melalui Kabupaten/Kota Sehat,
Kecamatan Sehat, dan Desa Sehat.
6. Menurunkan angka pelayanan di rumah sakit
7. Membentuk model praktik keperawatan komunitas bagi daerah-daerah lain di Indonesia
8. Meningkatkan sistem informasi kesehatan masyarakat berbasis pelayanan keperawatan
9. Meningkatkan jaringan kerja dengan spesialisasi keperawatan lainnya
5.5. Masyarakat
1. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
2. Meningkatkan pelayanan pasca kesakitan (pasca hospitalisasi) pada masyarakat.
3. Meningkatkan peran serta aktif individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat
dalam pengembangan kesehatan masyarakat.
4. Meningkatkan kapasitas, partisipasi, dan kepemimpinan anggota masyarakat dalam
pengembangan kesehatan masyarakat.
5. Meningkatkan kolaborasi, kemitraan, dan jaringan kerja antar elemen masyarakat dalam
pengembangan kesehatan masyarakat.
6. Meningkatkan pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat dalam hidup
berperilaku sehat.
7. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat terutama upaya kesehatan
mandiri yang bersifat preventif dan promotif.
8. Menurunkan insidensi penyakit menular berbasis masyarakat dan lingkungan.
6. Implikasi Model pada Pengembangan Kebijakan Keperawatan Komunitas dan Promosi
Kesehatan
6.1. Implikasi model pada pengembangan kebijakan keperawatan komunitas
Berdasarkan kompleksitas bidang tugas keperawatan komunitas terutama dalam membangun
kolaborasi, kemitraan dan jaringan kerja dengan elemen masyarakat lainnya, maka perlu :
1. Didorong penyusunan Undang-undang tentang Profesi Perawat
2. Disusun Kode Etik dan Standar Kompetensi Perawat Spesialis Komunitas Indonesia
3. Disusun Standar Pelayanan Praktik Keperawatan Komunitas
4. Disusun Sistem Keperawatan Komunitas termasuk sistem pendidikan berkelanjutan
5. Dibentuk kolegia perawat spesialis komunitas untuk meningkatkan standar mutu
pelayanan
6. Dibentuk suasana praktik keperawatan komunitas yang berbasis pada penelitian ilmiah
7. Menyusun integrasi antara sistem pendidikan perawat spesialis komunitas dengan praktik
perawat spesialis komunitas.
6.2. Implikasi model pada promosi kesehatan
1. Meningkatkan peran dan fungsi perawat spesialis komunitas sebagai koordinator,
kolaborator, penghubung, advokat, penemu kasus, pemimpin, pemberi pelayanan
keperawatan, role model, pengelola kasus, referal resource, peneliti, community care
agent dan change agent.
2. Memberikan pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/ kesehatan Individu,
keluarga, kelompok, masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan serta pembinaan peran serta
masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang keperawatan/ kesehatan
3. Meningkatnya kolaborasi, kemitraan dan jaringan kerja perawat spesialis komunitas
dengan masyarakat maupun elemen masyarakat terkait lainnya.
4. Meningkatnya upaya preventif dan promotif dibanding upaya kuratif dan rehabilitatif.
5. Meningkatnya tiga upaya preventif (tindakan pencegahan)
7.Penutup
Fokus praktik keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat. Pengorganisasikan komponen masyarakat yang dilakukan oleh perawat spesialis
komunitas dalam upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat
dapat menggunakan pendekatan pengembangan masyarakat (community development).Intervensi
keperawatan komunitas yang paling penting adalah membangun kolaborasi dan kemitraan
bersama anggota masyarakat dan komponen masyarakat lainnya, karena dengan terbentuknya
kemitraan yang saling menguntungkan dapat mempercepat terciptanya masyarakat yang sehat.
“Model kemitraan keperawatan komunitas dalam pengembangan kesehatan masyarakat”
merupakan paradigma perawat spesialis komunitas yang relevan dengan situasi dan kondisi
profesi perawat di Indonesia. Model ini memiliki ideologi kewirausahaan yang memiliki dua
prinsip penting, yaitu kewirausahaan dan advokasi pada masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan.
Dalam tulisan ini telah disajikan analisis mengenai kemanfaatan model kemitraan keperawatan
komunitas terhadap: keperawatan spesialis komunitas, sistem pendidikan keperawatan
komunitas, regulasi, sistem pelayanan kesehatan, dan masyarakat serta implikasi model terhadap
pengembangan kebijakan keperawatan komunitas dan promosi kesehatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Anderson, E.T. & J. McFarlane, 2000. Community as Partner Theory and Practice in
Nursing 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Black, M. 2002. A Handbook on Advocacy – Child Domestic Workers: Finding a Voice.
Anti-Slavery International. Sussex, UK: The Printed Word.
3. Bracht, N. (Ed.). 1990. Health promotion at the community level. Newbury Park, CA:
Sage.
4. Co, M.J. 2004. The Formal Institutional Framework of Entrepreneurship in the
Philippines: Lessons for Developing Countries. The Journal of Entrepreneurship, 13 (2):
185-203.
5. Cohen, E. 1996 Nurse Case Management in the 21st Century. St. Louis: Mosby-Year
Book. Inc.
6. Cohen, D., de la Vega, R., & Watson, G. 2001. Advocacy for Social Justice: A Global
Action and Reflection Guide. Bloomfield, CT: Kumarian Press.
7. Community Health Nurses Association of Canada. 2003. Canadian community health
nursing standards of practice. Ottawa: Author.
8. Depkes RI. 2004a. Kajian Sistem Pembiayaan, Pendataan dan Kontribusi APBD untuk
Kesinambungan Pelayanan Keluarga Miskin (Exit Strategy). Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
9. Depkes RI. 2004b. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
10. Depkes RI. 2005. Kemitraan. Pusat Promosi Kesehatan http://www. promokes.go.id,
diunduh pada tanggal 25 September 2005.