Post on 29-Jun-2015
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh : Kamaludin Dini Martianti Panna Putri Isworo Trisna Wijaya
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDIKA CIKARANGD.III KEPERAWATAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Makalah Gangguan Alam Perasaan
(Mood)”.
Makalah ini disusun agar pembaca mengetahui pengertian, rentang respon emosi,
tipe gangguan alam perasaan, tipe gangguan alam perasaan, faktor – faktor predisposisi
gangguan dan gejala – gejala gangguan mood depresi. Makalah ini kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan paper ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR …………………………………………..………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………..….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang …………………………………………………. 1
1. 2 Rumusan Masalah ………………………………………………. 2
1. 3 Tujuan Penulisan ………………………………………………… 2
1. 4 Manfaat Penulisan ……………………………………………...… 2
1. 5 Metode Penulisan …………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
2. 1. Pengertian alam perasaan (mood) ………………………………....
2. 2. Rentang Respon Emosi ………………………………….................
2. 3. Tipe – tipe gangguan alam perasaan …………….………………...
2. 4. Faktor – faktor predisposisi gangguan ………………………..……
2. 5. Gejala gangguan mood depresi ........................................................
2. 6. Asuhan keperawatan Gangguan Alam Perasaan (Mood) ...................
BAB III PENUTUP
3. 1. KESIMPULAN …………………………………………….………..
3. 2. SARAN ……………………………………………………………....
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Kecendrungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus
berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja
pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi,
tetapi juga kalangan menengah keatassebagai dampak langsung atau tidak langsung
ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus
berubah. Sedikitnya 20% penduduk dewasa Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa,
dengan 4 jenis penyakit langsung yang ditimbulkannya yaitu depresi, penggunaan
alkohol, gangguan bipolar, danskizoprenia.
Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam setiap
harinya. Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain sebagainya yang biasanya
berlangsung sementara. Namun jika berlangsung berkepanjangan dapan mengakibatkan
gangguan terhadap suasana hati (mood) atau depresi berat yang membuat seseorang
selalu tidak bergairah murung dan apatis. Kelompok kondisi kejiwaan, juga dikenal
sebagai mood disorder, dicirikan oleh gangguan yang mempengaruhi emosi, berpikir,
dan prilaku. Depresi adalah dampak yang paling umum terjadi, dan sekitar 10-20% dari
orang – orang yg terkena dampak juga mengalami manic episode. (Abdul Nasir, 2010).
Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering
kali terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal
yang khas seiring berlalunya waktu. (Depkes RI, 1993)
Pengalaman yang kurang menyenangkan menyebabkan seseorang mengalami rasa
tidak aman, kehampaan, kesedihan, dan kemarahan. Hal tersebut menimbulkan kemarahan
yang tidak terkendali dan diintroyeksikan ke dalam alam bawah sadar. Apa yang dialami
sebagai suatu pengalaman yang kurang menyenangkan berakibat duka cita yang
mendalam, kepahitan jiwa, yang semuanya merupakan bentuk gejala depresi. (Abdul
Nasir, 2010) Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan
besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab sehari - harinya
(WHO,2011). Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada
15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
1.2 BATASAN MASALAH
Berfokus pada pengertian, rentang respon emosi, tipe gangguan alam perasaan, tipe
gangguan alam perasaan, faktor – faktor predisposisi gangguan dan gejala – gejala
gangguan mood depresi dalam upaya pemberian asuhan keperawatan yang tepat.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui tentang apa itu gangguan alam perasaan (mood).
Untuk mengetahui rentang respon emosional.
Untuk mengetahui tipe – tipe gangguan alam perasaan.
Untuk mengetahui faktor – faktor predisposisi gangguan.
Untuk mengetahui gejala gangguan mood depresi.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan alam
perasaan (mood)
1.4 MANFAAT PENULISAN
Agar dapat mengetahui tentang pengertian, faktor pemicu timbulnya gangguan
mood, jenis serta gejala yang tampak. Dalam upaya penanganan serta penerapan asuhan
keperawatan pada gangguan alam perasaan (mood).
1.5 METODE PENULISAN
Dalam membuat atau menyusun makalah ini, penyusun menggunakan study
kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah yang akan ditulis.
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1 Pengertian
Dalam hidup semua manusia memiliki perasaan yang berbeda-beda dalam setiap
harinya. Perasaan itu terkadang sedih, senang, marah, dan lain sebagainya yang biasanya
berlangsung sementara. Perasaan tersebut sering disebut dengan mood. Alam perasaan
(mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang mempengaruhi seluruh
kepribadian dari fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam perasaan adalah gangguan
emosional yang disertai gejala mania dan depresi. (Ernawati Dalami, 2009). Perubahan
tersebut akibat adanya suatu pikiran yang negative secara menyeluruh, di mana seseorang
memangdang diri sendiri, dunia dan masa depan sebagai suatu kegagalan yang
menyimpang. Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan dalam menginterprestasikan
sebuah pengalaman sehingga merasa terbebani dan menganggapdirinya tidak mampu dan
tidak kompeten, serta tidak bertangguang jawab. Seseorang dengan gangguan afektif
merasa kehilangan hubungan dengan orang lain atau kehilangan peran penting dalam
hidupnya. (Abdul Nasir, 2011).
Mania adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat. Keadaan ini diiringi dengan prilaku berupa peningkatan
kegiatan, banyak bicara, ide – ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual. (Ernawati Dalami, 2009)
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih
dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan. Depresi adalah gangguan mental umum
yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan
bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang
konsentrasi. (Ernawati Dalami, 2009).
Berikut pengertian menurut para ahli :
Menurut Stuart Laraia dalam Psychiatric Nursing (1998: 349);
Keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh
kepribadian individu dan fungsi kehidupannya. Hal ini berhubungan dengan emosi.
Seperti aspek – aspek lain dalam kepribadian, emosi atau mood berperan dalam
proses adaptasi. Ada empat fungsi adaptasi dari emosi, yaitu sebagai bentuk
komunikasi social, merangsang fungsi fisiologis, keadaan secara subjektif, dan
mekanisme pertahanan psikodinamis.
Menurut John W. Santrock dalam Psychology the Science of Mind and Behavior
(1991: 490);
Gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai
meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira
yang berlebihan (euphoria), dan gerak yang berlebihan (agitation). Depresi dapat
terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk lain seperti
mania sebagai gangguan tipe bipolar.
Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Ilness (998: 302);
Gangguan mental afektif (gangguan alam perasaan) meliputi kondisi mental
yang menyebabkan perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek)
atau keadaan emosional dalam periode waktu yang panjang. Perubahan keadaan
emosional tersebut dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi berbagai
sklus (tipe).
Buskist Gerbing dalam Psychology Boundaries and frontiers (1990: 548);
Gangguan mood dapat dicirikan dengan depresi yang dalam, atau
kombinasi dari depresi dan gembira yang berlebihan. Dengan kata lain individu
dengan kelainan mood selain depresi yang mendalam dapat berupa periode elasi
(keceriaan) dan depresi.
Menurut Clinton Nelson dalam Mental Health Nursing Practice (1996);
Gangguan mental yang memperlihatkan perubahan suasana perasaan
menonjol dan menetap dan bersifat patologis. Sebagian besar gangguan alam
perasaan berupa depresi dan mania. Alam perasaan (mood) merujuk pada keadaan
emosional internal dari individu, seperti “saya merasa bahagia, saya marah, saya
sedih”. Affect merujuk pada tampilan luar dari ekspresi emosi seperti mimik wajah,
atau postur tubuh yang menunjukan perasaan sedih atau marah. (Iyus Yosep, 2009)
II. 2 Rentang Respon Emosional
Respon adatif Respon
Maladatif
ResponsiveReaksi Kehilangan
yang wajarSupresi
Reaksi
Kehilangan yang
memanjang
Mania/
depresi
Rentang respon emosi seseorang yang normal bergerak secara dinamis. Tidak
merupakan suatu titik yang statis dan tetap. Dinamisasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai
factor seperti organobiologis, psikoedukatif, sosiokultural. Pada klien yang mengalami
gangguan alam perasaan, reaksinya cenderung menetap dan memanjang. Tetapi hal
tersebut juga sangat tergantung pada tipe gangguan alam perasaannya. Apakah termasuk
tipe manic, depresif, atau kombinasi dari keduanya. Rentang respon emosi bergerak dari
emotional responsive sampai mania/ depresi dengan ciri sebagai berikut: (Iyus Yosep,
2009)
Keterangan Gambar :
Responsif adalah respons emosional individu yang terbuka dan sadar akan
perasaannya. Pada rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal
(memahami harapan orang lain) dan internal (memahami harapan dirinya).
Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh
individu yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu menghadapi realita
dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan, misalnya bersedih, berfokus
pada diri sendiri, berhenti melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi kehilangan yang
wajar ini tidak berlangsung lama.
Supresi merupakan tahap awal respons emosional yang maladaptif, individu
menyangkal, menekan atau menginternalisasikan semua aspek perasaannya
terhadap lingkungan.
Reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang menetap dan
memanjang, tetapi tidak tampak reaksi emosional terhadap kehilangan. Reaksi
berduka yang memanjang ini dapat terjadi beberapa tahun.
Mania/Depresi merupakan respons emosional yang berat dan dapat dikenal melalui
intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi sosial. Yang hebat
dan lama, menetap pada individu yang bersangkutan. (Ernawati Dalami, 2009)
II. 3 Tipe Gangguan Alam Perasaan
Secara garis besar tipe gangguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
mood episode, depressive disorder, dan bipolar disorders.
1. Mood episode
a) Mayor depressive episode
Untuk diagnose kelompok ini, terdapat 5 atau lebih gejala – gejala yang
ditampilkan selama periode 2 minggu dan menampilkan perubahan fungsi dan
fungsi sebelumnya paling sedikit dari gejala tersebut adalah salah satu dari 2 hal
berikut: (1) perasaan depresif; (2) kehilangan ketertarikan terhadap kesenangan
(pleasure). Tanda – tanda secara lengkap adalah sebagai berikut:
Perasaan depresif lebih banyak dalam sehari, hamper setiap hari yang
diindikasikan berdasarkan data subjektif atau hasil observasi.
Menurunnya secara nyata minat terhadap kesenangan, hampir semua
aktivitas dalam sehari atau hampir setiap hari.
Kehilangan berat badan yang berarti meskipun tidak diet.
Kesulitan tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan (hypersomnia).
Terjadi peningatan aktivitas psikomotor (psychomotor agitation) atau
perlambatan motorik (retardation) hamper setiap hari.
Kelelahan atau kehilangan energy hamper setiap hari.
Perasaan-perasaan tidak berharga atau berlebihan atau perasaan berdosa
yang berlebihan hamper setiap hari.
Berkurangnya kemampuan untuk berfikir atau berkonsentrasi, atau
perasaan ragu-ragu hampir setiap hari.
Terus-menerus berpikir tentang kematian, berulangnya ide-ide untuk bunuh
diri tanpa perencanaan yang jelas, atau percobaan bunuh diri dengan
perencanaan untuk pelaksanaan bunuh dirinya.
b) Manik episode
Episode manik ditandai dengan periode gangguan yang nyata dan peningkatan
secara menetap, meluap-luap atau mood yang mudahterangsang (irritable) selama 1
minggu (atau beberapa periode saat di rumah sakit juga penting). Selama periode
gangguan, 3 atau lebih gejala-gejala berikut telah menetap dan telah Nampak dalam
tingkat yang berarti:
Melambungnya harga diri atau Grandiosity.
Menurunnya kebutuhan untuk tidur.
Lebih banyak bicara disbanding biasanya atau adanya dorongan yang kuat
untuk bicara.
Ide yang meloncat (fligh of ideas) atau pengalaman subjektif bahwa ia berpikir
meloncat.
Perhatian yang mudah teralih (distractibility).
Peningkatan dalam perilaku yang bertujuan atau agitasi psikomotor.
Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang
berpotensi untuk mengakibatkan cedera.
Pada saat episode manik dimulai,penampilan klien menjadi meningkat, tidak
rapi, lebih cepat secara fisik, dalam intelektual, dan emosional. Klien menjadi
meningkat dalam aktivitas (retless) dan agresif. Aspek id terlihat berlebihan, dan
aspek super ego cenderung dilanggar. Klien berpikir ceoat dengan demikian ia
menjadi mudah teralih perhatiannya (distractibility). Hal ini menyebabkan adanya
ide yang meloncat-loncat (fight of ideas). Mood klien menjadi gembira yang
berlebihan (euphoria) dan berganti menjadi exaltation (gembira berlebihan yang
disertai hiperaktivitas motorik) dan akhirnya mencapai puncaknya menjadi gelisah
dan sangat gaduh. Klien dalam keadaan ini tidur dan makan sangat sedikit,
kehilangan berat badan yang sangat cepat ia dapat memukul apa saja apabila
dicegah menjadi marah.
c) Tipe lainnya (other)
Tipe lain dari episode mood meliputi mixed episode dan hypomanic episode
pada mixed episode, kriterianya merupakan perpaduan antara manic episode
dan mayor depressive episode. Sedangkan pada Hypomanic episode secara
jelas menunjukkan meningkatnya mood yang berbeda dari mood
nondepresif yang biasa tetapi tidak dikelompokkan sebagai episode manik.
2. Depressive disorders
a) Mayor depressive disorders
Mayor depressive disorders dapat berupa episode berulang atau episode
tunggal. Hal ini dapat juga memiliki gambaran khusus seperti adnya
penampilan diam melamun (catatonic) atau melankolik atau menyertai
kejadian post partum.
klien yang mengalami Mayor depressive berbicara menjadi lambat, berhenti
bicara (halting), cemas dank lien menjadi menyalahkan diri sendiri. Pada
tipe episode depresif gerakan klien menjadi lambat, lambat untuk duduk di
kursi, kaku (rocking back), suara mengerang yang sedih (moaning
dejectedly), dan lebih banyak duduk dilantai atau tempat tidur. Klien secara
langsung bersikap agresif ke dalam dirinya sendiri dan kadang-kadang
menyalahkan diri sendiri, perasaan berdosa, dan bersalah di dunianya.
Kesengsaraannya sangat mendalam, selanjutnya setelah periode ini klien
dapat mencoba bunuh diri.
b) Dysthimicdisorder
Dalam Diagnostic and statistical manual of Mental Disordes, kondisi
kelompok ini dikenal dengan Depresi neurosis (neurotic depression)
kondisi ini ditandai dengan mood yang terdepresi dalam sebagian besar
hari. Dua atau lebih gejala depresi berikut dapat ditampilkan: menurut
nafsu makan (poor appetite), kelelahan yang sangat (low energy level or
fatigue), susah tidur atau tidur berlebihan (insomnia or excessive
sleeping), harga diri rendah (low self esteem),kesulitan konsentrasi atau
kesulitan membuat keputusan (poor concentration or difficulty making
decision) dan perasaan putus harapan (feeling hopelessness).
3. Bipolar disorders
a) Bipolar disorders
Klien dengan tipe bipolar mendemonstrasikan kekuatan (strong) meluap-
luap (exaggregated) dan menggambarkan siklus irama mood (cyclid mood
swings). Pada semua orang normal subjek mengalami tingkat perubahan
irama mood secara dinamis dan moderate. Bentuk yang ditemukan dalam
tipe gangguan mental ini adalah kapan pun mengalami keadaan meluap-
luap (exaggregated) selama waktu satu minggu atau satu bulan. Kejadian
tersebut bersifat lambat tetapi secara bertahap meningkat dalam emosi dan
aktivitas sampai klimaks menjadi gaduh gelisah (frenzy). Selanjutnya
terjadi penurunan secara lambat dalam aktivitasnya menuju kea rah perilaku
normal lagi. Selanjutnya klien akan memulai lagi siklus hypoaktivitas,
disertai depresi.
b) Cyclothymic disorders
Individu dengan kelainan cyclothimic cenderung untuk mengalami irama
mood di antara exhilaration and depression (kerianangan dan depresif).
Bagaimana pun ia akan mengalami manic depreeive psychosis pada
situasi kehidupan yang penuh stress (stressfull) dan pada beberapa kasus
terjadi penyebab yang tidak jelas. (change in brain chemistry have been
postulated). (Iyus Yosep, 2009)
II. 4 Faktor – Factor Predisposisi Gangguan Mood
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang
parah. Teori ini menunjukan rentang factor – factor penyebab yang mungkin bekerja
sendiri atau dalam kombinasi.
Faktor genetik,
Faktor genetic dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat
keluarga atau keturunan. Hal ini disebabkan bahwa factor keturunan dan
lingkungan memegang peranan penting dalam beberapa gangguan mood.
Gangguan tipe bipolar dan mayor depressive terjadi pada keluarga, tetapi fakta
menunjukan bahwa yang menunjukan bahwa yang diturunkan adalah tipe bipolar,
dengan kecenderungan sebagai berikut :
Salah satu orangtua menderita gangguan mood tipe bipolar: kecenderungan
terjadi 25% pada anak.
Dua orang tua menderita gangguan mood bipolar: kecenderungan terjadi
50 – 75% pada anaknya.
Satu monozygote kembar mengalami bipolar : 40 – 70%
kecenderungannya terjadi pada kembarannya.
Satu dizygote kembar mengalami bipolar : kecenderungan 20% terjadi
pada saudara kembarnya.
Satu orangtua mengalami kelainan tipe depresif : 10 -30% kecenderungan
terjadi pada anaknya.
Agression turned inward theory
Teori agresi menyerang ke dalam menunjukan bahwa depresi terjadi karena
perasaan marah yang ditunjukan kepada diri sendiri. Menurut Sigmund Freud
depresi adalah agresi yang diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafsu
bawaan yang bersifat merusak (instinc agresif). Untuk beberapa alasan tidak secara
langsung diarahkan pada objek yang nyata atau objek yang berhubungan serta
disertai perasaan berdosa/ bersalah. Prosesnya terjadi akibat kehilangan atau
perasaan ambivalen terhadap objek yang sant dicintai. Klien merasa marah dan
mencintai yang terjadi secara bersamaan dan hal ini tidak mampu untuk
mengekspresikan kemarannya sebab dianggap tidak tepat dan tidak rasional.
Misalnya: ia marah pada kekasihnya yang diketahui memiliki kekasih selain
dirinya. Ia ungkapkan kemarahanya kepada diri sendiri karena timbul perasaan
ambivalen pada kekasihnya, yaitu perasaan membenci sekaligus mencintai. Bila hal
tersebut dianggap sebagai pemecahan masalah yang adatif maka seharusnya ia
akan menggunakan koping tersebut yang sebenarnya bersikap destruktif.
Object loss theory
Teori kehilangan objek merujuk pada perpisahan traumatic individu dengan
benda atau seseorang yang sangat berate dalam fase membutuhkan seseorang yang
memberikan rasa aman untuk letakan (attachment). Dua isu penting dalam teori ini
adalah : kehilangan dalam masa kanak – kanak sebagai factor predisposisi
terjadinya depresi pada masa dewasa dan perpisahan dalam kehidupan setelah
dewasa yang menjadi factor pencetus terjadinya stress. Fakta untuk model ini
pertamakali dilaporkan oleh Spitz yang mendeskripsikan reaksi perpisahan bayi
dari ibunya saat usia 6-12 bulan. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut:
kekhawatiran (apprehension), menangis, menarik diri, gerakan psikomotor yang
lambat, sedih, dan patah hati, pingsan, kesulitan tidur, tidak nafsu makan,
kelambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sindroma ini dikenal dengan
Analytic Depression.
Personality Organization Theory
Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaiman konsep diri yang negative
dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang
terhadap stressor. Pandangan lain dari depresi adalah memfokuskan pada variable
utama dari psikososial, yaitu harga diri rendah. Konsep diri klien menjadi isu
pokok. Ketika mengekspresikan kesedihan hati atau depresi atau over kompensasi.
Gambaran harga diri yang terancam seringkali memperlihatkan manic atau
hippomanic episode. Ancaman terhadap harga diri menimbulkan penampilan peran
yang miskin, merasakan tingkat yang rendah fungsi kehidupan sehari – hari dan
hilangnya identitas diri secara jelas.
Cognitive model
Model congnitive menyatakan bahwa depresi merupakan masalah
congnitive yang didominasi oleh evaluasi negative seseorang terhadap dirinya
sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Berdasarkan teori ini adanya kejadian
yang merugikan, sebagai contoh: seorang suami mengatakan “ia meninggalkan
saya karena saya tidak mampu mencintainya”, tanpa mempertimbangkan alternatif
lainnya sebagai penyebab, misalnya kepribadiannya yang tidak cocok, istrinya
memiliki masalah sendiri, atau perubahan perasaan istrinya terhadap suami. Ia
selalu memfokuskan pada kekurangan pribadinya, ia hanya dapat berpikir tentang
dirinya secara negtif dan tidak mencoba memahami kemampuannya, prestasinya,
dan atribut – atribut yang ada pada dirinya. Kesimpulan dalam teori ini adalah klien
depresi didominasi oleh sikap pesimis.
Learned helplessness model
Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukan bahwa bukan semata
–mata trauma depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali
terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang
respon yang adatif. Orang ini percaya bahwa tidak seorangpun yang dapat
membantunya, dan tidak seorangpun dapat melakukan sesuatu untuknya.
Keyakinan yang negative tersebut menyebabkan dia putus harapan, bersikap pasif,
dan ketidakmampuan untuk bersikap aseratif pada dirinya dan orang lain.
Behavioral model
Model prilaku berkembvang dari kerangka teori belajar social, yang
mengasumsi bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara
individu memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mempertimbangkan
perilakunya. Mereka bukan hanya melakukan reaksi dari factor internal. Mereka
menyeleksi, mengorganisir, dan mentransformasikan stimulus yang datang pada
dirinya.
Individu tidak dipandang sebagai objek yang tidak berdaya yang dikendalikan
lingkungan. Tetapi tidak juga bebas dari pengaruh lingkungan dan melakukan apa
saja yang mereka pilih tetapi antarindividu dengan lingkungan memiliki pengaruh
yang bermakna antarsatu dengan yang lainnya. Konsep reinforcement sangat
penting dalam pandanganya tentang depresi. Interaksi positif antarindividu dengan
lingkungan menyediakan reinforcement yang positif. Kurangnya reinforcement
yang positif dari lingkungan menyebabkan kesedihan. Asumsi kunci dari model ini
adalah rendahnya jumlah reinforcement positif dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya prilaku depressive.
Bilogical model
Model biologic menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi
selama masa depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin,
hipersekresi kortisol, dan variasi periodic dalam irama biologis. Abnormalitas yang
signifikan dapat dilihat ketika terjadi depresi. Termasuk di dalamnya adalah
kelainan dalam elektrolit, khususnya sodium dan kalium. Perubahan dalam
neurofisiologis, kegagalan fungsi regulasi otonom dari aktivitas sistem syaraf
seperti adrenokortikal, tiroid, perubahan gonad, perubahan dalam neurotransmitter
seperti katekolamin, norepinephrin, dan epinephrine.
Masalah dalam bounding and attachment dan genetik
Gangguan ikatan antara ibu dan anak (mother-child bonding) pada usia dini,
sangat penting dalam terjadinya keadaan patologis pada perkembangan kepribadian
di kemudian hari. Bila seseorang ibu menderita depresi, makaperan dan fungsinya
sebagai ibu akan terganggu, yang mengakibatkan relasi patologik pada anak.
Pengalaman pada awal pertama kehidupan masa kanak – kanak yang menimbulkan
trauma psikis, dapat membentuk kepribadian yang rentan untuk mengalami depresi.
Mengapa R lebih rentan atau mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami
depresi dibandingkan anak – anak lainnya? Karena sebenarnya banyak yang
mendapat perlakuan lebih buruk dari R (pernah dipermalukan atau dikecewakan
oleh guru dan teman – teman sekolah), tetapi mereka tidak sampai depresi. Bila R
menjadi depresi, tentu ada sesuatu yang membuatnya menjadi rentan.
Selain hal tersebut diatas yang tidak boleh dilupakan adalah faktor genetik. Depresi
lebih banyak dijumpai pada seseorang dengan kepribadian tertentu, sedang kepribadian
banyak ditentukan oleh genetik. Pada keluarga yang salah satu orang tuanya mengalami
depresi akan berpeluang 10 -15% untuk memiliki anak yang akan menderita depresi di
kemudian hari. Di sisi lain meskipun anak tidak mempunyai riwayat depresi secara
genetik, anak – anak akan belajar untuk meniru perilaku depresi dari orang tuanya.
Seseorang yang sehat kepribadian dan jiwanya, bisa saja menderita depresi apabila yang
bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang dialami. (Iyus Yosep,
2009)
II. 5 Gejala Gangguan Mood Depresi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif,
mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan
putus asa. (Iyus Yosep, 2009). Dengan kata lain depresi metupakan perasaan berduka yang
belum terselesaikan, mekanisme koping yang digunakan adalah represi, supresi, denial dan
disosial. Tingkah laku mania merupakan mekanisme koping pertahanan terhadap depresi
yang di akibatkan dari kurang efektifnya koping dalam mengadapi kehilangan. (Ernawati
Dalami, 2009).
Tanda dan gejala depresi mungkin bervariasi bergantung usia, anak – anak yang
depresi sering kali menunjukan keluhan somatis, seperti sakit perut atau sakit kepala,
sedangkan orang dewasa yang depresi sering kali mudah lupa dan mudah terdistraksi.
(Abdul Nasir, 2010). Gejala lain yang sering menyertai gangguan mood adalah:
Sulit konsentrasi dan daya ingat menurun
Nafsu makan dan berat badan menurun
Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi – mimpi yang
tidak menyenangkan, missal mimpi orang yang sudah meninggal.
Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlembatan gerakan motorik).
Hilang perasaan senang, semangat, dan minat, meninggalkan hobi.
Kreativitas dan produktivitas menurun.
Gangguan seksual (libido menurun).
Pikiran – pikiran tentang kematian dan bunuh diri.
Bila seseorang lebih rentan untuk menderita depresi dibandingkan orang lain,
biasanya yang bersangkutan mempunyai corak kepribadian sendiri (diri kepribadian
depresif), dengan cirri – cirri:
Mereka sukar untuk merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan khawatir, irritable,
tegang dan agitatif.
Mereka yang kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah, dan lebih senang
berdamai untuk menghindari konflik atau konfrontasi, merasa gagal dalam usaha
atau sekolah, lamban, lemah, lesu atau sering mengeluh sakit ini dan itu.
Pengembalian dorongan dan implus terlalu kuat, menarik diri, lebih suka menyisih,
sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu, menjaga jarak dan
menghindari keterlibatan dengan orang lain.
Suka mencela, mengeritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan mekanisme
pertahanan penyangkalan. (Iyus Yosep, 2009).
Tindakan depresi
1) depresi ringan
Setiap individu pasti pernah mengalaminya yang ciri-cirinya antara lain bersifat
sementara, alaminya adanya rasa sedih, perubahan proses pikir, komunikasi dan hubungan
sosial kurang baik dan merasa tidak nyaman
2). Depresi sedang
Afek:
Murung, cemas, kesal, marah, menangis, rasa bermusuhan dan harga diri rendah
Proses pikir
Perhatian sempit, berpikir lambat, ragu-ragu atau bimbang, konsentrasi menurun,
berpikir rumit dan putus asa serta pesimis
Sensasi somatik dan aktifitas motorik.
Bergerak lamban, tugas-tugas terasa berat, tubuh lemah dan sakit kepala dan dada,
mual, muntah, konstipasi, nafsu makan dan berat badan menurun, tidur terganggu.
Pola komunikasi
Bicara lambat, berkurang komunikasi verbal dan komunikasi non verbal meningkat.
Partisipasi sosial
Menarik diri, tidak mau berkerja atau sekolah. Mudah tersinggung, bermusuhan, tidak
memperhatiakan kebersihan diri.
3). Depresi berat
Mempunyai dua episode yang berlawanan yaitu melankolis ( rasa sedih tertentu depresi
berat ) dan mania ( rasa gembira berlebihan disertai dengan gerakan hiperaktif). (Ernawati
Dalami, 2009).
Untuk mengetahui masalah yang berhubungan dengan kerentanan remaja
mengalami depresi dan bunuh diri, telah dilakukan penelitian terhadap 39.000 remaja. Dari
penelitian tersebut ditemukan bahwa kemurungan, kelesuan yang melumpuhkan, rasa
ditolak, keputusasaan, depresi, dan bunuh diri telah bergeser, dan mulai pada usia yang
semakin lama semakin dini. Selain itu diketahui pula bahwa meningkatnya kasus depresi
dan bunuh diri di masyarakat, erat kaitannya dengan situasi krisis (politik, social, ekonomi,
dan moral), pengangguran, kemiskinan, persaingan yang keras dan kriminalitas. Dalam
beberapa decade terakhir ini telah terjadi erosi besar – besaran terhadap keluarga inti.
Semakin hari semakin sedikit waktu yang disediakan orangtua untuk anak, berlipat ganda
angka perceraian, semakin jarang keluarga ada di rumah dan semakin banyakkeluarga
menjalankan sikap tidak perduli terhadap kebutuhan tumbuh kembang anak remaja. Selain
itu kita dapat menyaksikan peningkatan individualism, lenyapnya keyakinan yang lebih
dalam terhadap agama, serta dukungan masyarakat dan keluarga besar yang menyebabkan
hilangnya sumber penopang dari kekalahan atau kegagalan.
Salah satu gejala dari gangguan depresi adalah bunuh diri (suicide), sebanyak 40%
penderita depresi mempunyai ide untuk bunuh diri, dan hanya lebih kurang15% saja yang
sukses melakukannya. Angka bunuh diri pada remaja di AS dalam satu tahun antara 1,7-
5,9% dan untuk selam hidup antara 3,0-7,1%. Diperkirakan 12% dari kematian pada
kelompok anak dan remaja di AS disebabkan karena bunuh diri. Di Indonesia kasus bunuh
diri pada anak belum diketahui besar angkanya. (Iyus Yosep, 2009).
II. 6 Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Alam Perasaan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor predisposisi
dan factor presipitasi dan perubahan perilaku serta mekanisme koping yang
digunakan klien.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang berhubungan dengan respon emosional
(gangguan alam perasaan) antara lain :
> Berduka disfungsional
> Ketidakberdayaan
> Peningkatan mobilitas fisik
> Gangguan pola tidur
> Resiko terhadap cedera
> Perubahan nutrisi
> Defisit perawatan diri
> Ansietas
> Potensial bunuh diri
3. Perencanaan
Tujuan keperawatan
Tujuan umum atau jangka pendek mengajarkan klien untuk berespon emosional
yang adaptif dan meningkatkan rasa puas serta kesenangan yang dapat diterima
oleh lingkungan
Tujuan jangka panjang
1. Klien dapat mengekspresikan perasaan meningkari,ketidakberdayaan,putus
asa,marah dan rasa bersalah
2. Klien dapat menganalisa stressor dan kekuatan yang dimiliki
3. Klien dapat meningkatkan control, tanggung jawab dan kesadaran diri
4. Klien dapat membina hubungan intrapersonal yang sehat
5. Klien dapat meningkatkan pengertian tentang respon mal adaptif dan
mengembangkan koping yang adaptif
4. Tindakan Keperawatan
Pada dasarnya intervensi difokuskan pada
Lingkungan
Hubungan perawat klien
Afektif
Kognitif
Perilaku
Sosial
Fisiologis
1. LINGKUNGAN
Prioritas utama dalam merawat klien mania dan depresi adalah mencegah
terjadinya kecelakaan, karena klien mania memiliki daya nilai yang rendah, hiperaktif,
senang. Tindakan yang beresiko tinggi, maka klien ditempatkan di lingkungan yang aman
yaitu :
Di lantai dasar
Ruangan dengan perabotan yang sederhana
Kurangi rangsangan/batasi rangsangan ligkungan
Suasana yang tenang
Sedangkan merawat pasien yang lebih di fokuskan pada observasi terhadap
potensi bunuh diri karena klien tidak berdaya, tidak berharga dan keputusan
2. HUBUNGAN PERAWAT KLIEN
Hubungan saling tidak percaya yang terapeutik perlu dibina dan dipertahankan.
Bekerja dengan klien defresi perawat harus bersifat
Hangat
Menerima
Jujur
Empati
Bicara lambat sederhana
Beri waktu pada klien untuk berfikir dan menjawab.
Sedangkan pada klien mania, perawat harus membuat batasan yang
konstruktif ,hal ini
Perlu untuk mengontrol perilaku klien. Kontrol dari lingkungan (perawat, dokter,
klien. Yang konsisten akan mempercepat kesadaran diri klien untuk mengontrol
perilakunya.
3. INTERVENSI AFEKTIF
Kesadaran dan kontrol diri perawat pada dirinya merupakan sarat utama. Merawat
Klien depresi, perawat harus mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik, Sikap
Perawat yang menerima klien dengan hangat, sederhana akan mengekspresikan
pengharapan pada klien. Prinsip intervensi afektif adalah:
Menerima dan menenangkan klien
Bukan menggemirakan atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir
Klien didorong untuk mengekspresikan pengalaman yang menyakitkan dan
menyedihkan secara verbal, sehingga akan mengurangi intensitas masalah yang
dihadapi.
4. INTERVENSI KOGNITIF
Intervensi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kontrol diri klien terhadap
tujuan dan perilakunya, meningkatkan harga diri dan membantu klien
memodifikasi harapan yang negative. Cara merubah pikiran yang negatif adalah
Identifikasi semua ide, pikiran yang negative
Identifikasi aspek yang positif yang dimiliki klien (kemampuan, keberhasilan )
Dorong klien menilai persepsi, logika, rasional
Bantu klien mengubah persepsi yang salah /negatif kepositif dan dan yang tidak
realitas ke realitas
Sertakan klien pada aktifitas yang memperlihatkan dan beri penguatan dan pujian
akan keberhasilan yang di capai klien
5. INTERVENSI PERILAKU
Intervensi perilaku bertujuan untuk mengaktifkan klien pada tujuan yang
realitas, yaitu dengan member tanggung jawab secara bertaha dalam kegiatan di
ruangan. Klien depresiberat dengan penurunan motivasi perlu di buat kegiatan yang
terstruktur, tugas yang diberikan tidak sulit dan tidak memerlukan waktu yang lama
untuk mencegah rasa bosan , berikan pujian jika klien berhasil melakukan kegiatan
dengan baik. Pada klien mania diberikan tugas yang sederhana dan cepat selesai
6. INTERVENSI SOSIAL
Intervensi social bertujuan untuk meningkatkan huungan social dengan cara
Kaji kemampuan ,dukungan dan minat klien
Observasi dan kaji sumber dukungan yang ada pada klien
Bimbing klien melakukan hunbungan interpersonal yang positis
Beri reinforcement posistif terhadap keterampilan sosial yang efektif
Dorong klien memulai hubungan sisal yang lebih luas (perawat, klien lain )
7. INTERVENSI FISIOLOGIS
Intervensi fisiologis bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan klien. Bila
klien tidak mampu merawat diri,bantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti
makan, istirahat dan kebersihan diri. Terapi somatic diberikan pada klien yang
mengalami depresi berulang dan resisten terhadap obat.
Kewaspadaan perawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan
alam perasaan berat,perawat harus memberikan prioritas yang utama terhadap
potensial bunuh diri. Perawatan di rumah sakit diperlukan bila ada resiko bunuh
diri ,yaitu gejala meningkat secara cepat dan support system tidak atau kurang.
Asuhan keperawatan pada keadaan ini untuk melindungi dan menjamin afar klien
tidak mencelakakan diri sendiri. Percobaan bunuh diri biasanya terjadi pada saat
klien keluar dari fase depresi. Klien dalam keadaan mania akut juga dapat
mengancam kehidupan.
EVALUASI
Adanya perubahan respon emosi maladaptive kearah adaptif, dimana klien
dapat :
1. Menerima dan mengakui perasaannya dan perasaan orang lain
2. Memulai komunikasi
3. Mengontrol perilaku sesuai keterbatasannya
4. Menggunakan proses pemecahan masalah. (Ernawati Dalami, 2009).
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
Alam perasaan (mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan
yang mempengaruhi seluruh kepribadian dari fungsi kehidupan seseorang. Gangguan alam
perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania dan depresi. Seseorang
dengan gangguan afektif merasa kehilangan hubungan dengan orang lain atau kehilangan
peran penting dalam hidupnya. Rentang respon emosi seseorang yang normal bergerak
secara dinamis. Tidak merupakan suatu titik yang statis dan tetap. Dinamisasi tersebut
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti organobiologis, psikoedukatif, sosiokultural. Pada
klien yang mengalami gangguan alam perasaan, reaksinya cenderung menetap dan
memanjang. Secara garis besar tipe gangguan dapat diklasifikasikan berupa mood episode,
depressive disorder, dan bipolar disorders. Faktor – Factor Predisposisi Gangguan Mood
berupa factor genetic, Agression turned inward theory, Object loss theory, Personality
Organization Theory, Cognitive model, Learned helplessness model, Behavioral model,
Bilogical model dan Masalah dalam bounding and attachment dan genetic.
Tanda dan gejala depresi mungkin bervariasi bergantung usia, anak – anak yang
depresi sering kali menunjukan keluhan somatis, seperti sakit perut atau sakit kepala,
sedangkan orang dewasa yang depresi sering kali mudah lupa dan mudah terdistraksi.
(Abdul Nasir, 2010). Gejala lain yang sering menyertai gangguan mood adalah:
Sulit konsentrasi dan daya ingat menurun
Nafsu makan dan berat badan menurun
Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi – mimpi yang
tidak menyenangkan, missal mimpi orang yang sudah meninggal.
Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlembatan gerakan motorik).
Hilang perasaan senang, semangat, dan minat, meninggalkan hobi.
Kreativitas dan produktivitas menurun.
Gangguan seksual (libido menurun).
Pikiran – pikiran tentang kematian dan bunuh diri
III. 2 Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah keperawatan
khusunya klien dengan Gangguan Alam Perasaan harus memiliki pengetahuan yang luas
dan tindakan yang dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan keperawatan
hendaknya diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural dan spiritual.
Kesehatan jiwa dapat didapatkan dengan jalan ada kesinkronan antara pasien,
keluarga dan tenaga medis dalam upaya proses penyembuhan. Jika salah satu dari
komponen tersebut, maka akan menghambat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ernawati, dkk. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Trans Info
Media. Jakarta: 2009
Nasir, Abdul. Muhith, Abdul. Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan teori.
Salemba Medika. Jakarta: 2010
Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung: 2009