Post on 28-May-2022
KEMENTERIAN KAJIAN,
AKSI STRATEGIS DAN ADVOKASI
BE PERMATA FT-UH TAHUN 2020
SITASI
PERMATA FT-UH. 2020. Madu dan Racun UU Minerba. Gowa, Indonesia.
@PERMATA FT-UH
Rekomendasi
1. Melaksanakan Judicial Review (Uji Formil dan Materil) terhadap UU 3/2020
Berdasarkan hasil kajian ditemukan berbagai masalah dalam penyusunan dan
pembahasan UU 3/2020 terkait tidak terpenuhinya kriteria carry over, hilangnya peran
DPD RI dalam pembahasan dan tidak terpenuhinya asas keterbukaan dalam
pembahasan UU 3/2020. Secara substansi pun ditemui hal yang bertentangan dengan
konstitusi terkait sentralisasi kewenangan dan jaminan perpanjangan kontrak/perjanjian.
2. Mendorong Pemerintah, DPR dan DPD mengkaji kembali UU 3/2020 dengan
memperhatikan asas keterbukaan
Kajian kembali terhadap UU 3/2020 perlu dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan DPD
dengan memperhatikan asas keterbukaan agar masyarakat serta stakeholder dapat
memberi masukan sehingga menghasilkan peraturan perundang-undangan yang
mengakomodir kepentingan rakyat Indonesia.
3. Mendorong Pemerintah untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dan penegakan
hukum terhadap perusahaan tambang
Pemerintah perlu melakukan pengawasan secara maksimal terkait pengolahan dan
pemurnian mineral sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Serta melaksanakan
penegakan hukum secara maksimal terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran
terhadap aturan yang ada.
Mineral dan batubara sebagai kekayaan yang sifatnya tidak
terbarukan namun manfaatnya menyangkut hajat orang banyak,
maka pengelolaan minerba harus dilakukan negara secara efisien,
dapat berkelanjutan dan berkeadilan serta dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
“
1 MADU & RACUN UU MINERBA
Pendahuluan
Mineral dan batubara sebagai kekayaan yang sifatnya tidak terbarukan namun
manfaatnya menyangkut hajat orang banyak, maka pengelolaan minerba harus dilakukan
negara secara efisien, dapat berkelanjutan dan berkeadilan. Hal inilah yang harus menjadi roh
dari setiap peraturan mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal 33 ayat 3
UUD 1945 dijelaskan bahwa seluruh kekayaan bumi, air, dan alam digunakan untuk
kemakmuran rakyat. Terdapat pula tolok ukur terhadap unsur “kemakmuran rakyat” yang
tertuang di Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007 yang menjadi tujuan dari tindakan “penguasaan oleh negara”. Dalam putusan
a quo dikemukakan empat tolok ukur, yaitu:
1. Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat.
2. Tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat
3. Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta
4. Penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan
sumber daya alam.
Pemerintah dalam rangka menertibkan tata kelola usaha pertambangan mineral dan
batubara (minerba) telah lama menerbitkan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Undang-undang tersebut menjadi muara hukum dalam penyelenggaraan usaha
pertambangan di Indonesia. Namun seiring bejalannya waktu UU 4/2009 dinilai tidak
implementatif dan terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Berpijak pada asas
het rech hink achter de feiten aan yang mana dapat diartikan bahwa hukum selalu tertinggal
dari peristiwanya, perubahan undang-undang merupakan hal yang wajar sebagai bentuk
Photo by Reza Denni
2 MADU & RACUN
UU MINERBA
penyesuaian perkembangan zaman. Termasuk dalam hal ini adalah Perubahan UU Minerba
(Mahayunan, 2020).
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Revisi UU
4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Mei 2020 dan telah diundangkan
pada 10 Juni 2020. Namun UU Minerba menuai kritik dari berbagai pihak khususnya lembaga
swadaya masyarakat dan aktivis lingkungan yang menilai muatan UU Minerba tersebut
mengabaikan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, lembar
kajian bertujuan untuk menjabarkan permasalahan terkait UU 3/2020 baik secara formil
maupun substantif.
3 MADU & RACUN UU MINERBA
Gambaran Umum UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba
Mineral dan Batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai dengan ketentuan Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara melalui
Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas penggunaan Mineral dan Batubara yang ada di
wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pengelolaan dan pemanfaatan
Mineral dan Batubara secara optimal, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong dan
mendukung perkembangan serta kemandirian pembangunan industri nasional berbasis
sumber daya Mineral dan/atau energi Batubara.
Dalam perkembangannya, landasan hukum yang ada, yaitu Undang- Undang Nomor
4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan pelaksanaannya
belum dapat menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pengusahaan
Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk permasalahan lintas sektoral antara sektor
Pertambangan dan sektor nonpertambangan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pengelolaan dan
pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pelaku usaha di bidang Mineral dan
Batubara.
Photo by Reza Denni
4 MADU & RACUN
UU MINERBA
Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam
Undang-Undang ini yaitu:
1. pengaturan terkait konsep Wilayah Hukum Pertambangan;
2. kewenangan pengelolaan Mineral dan Batubara;
3. rencana pengelolaan Mineral dan Batubara;
4. penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau
Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan
WIUP.
5. penguatan peran BUMN;
6. pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan Mineral dan Batubara termasuk di
dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau
untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan
7. penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha
Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang.
Dalam Undang-Undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan
peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan
pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan
kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B.
Adapun struktur dari UU 3/2020 ini terdiri atas 209 pasal (sebelumnya 175 pasal).
Sehingga lebih dari 80% UU 4/2009 yang diubah dengan rincian sebagai berikut (DPR RI,
2020):
1. 28 Bab (2 bab baru)
2. Pasal yang berubah sebanyak 83 pasal
3. Pasal tambahan/baru sebanyak 52 pasal
4. Pasal yang dihapus sebanyak 18 pasal
Proses Penyusunan dan Pembahasan UU 3/2020 tentang
Pertambangan Minerba
UU 3/2020 menuai kontroversi terkait penyusunan dan pembahasannya. Adapun
proses penyusunannya telah dilakukan sejak tahun 2015. RUU Minerba tersebut telah menjadi
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019, dan telah menjadi program
prioritas tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018. Pada tanggal 10 April 2018, RUU Minerba
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR sebagai RUU Inisiatif DPR dan disampaikan kepada
Presiden. Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan Surat Nomor R-29/Pres/06/2018
5 MADU & RACUN UU MINERBA
tanggal 5 Juni 2018 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas Rancangan
Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada akhir masa jabatan DPR Periode 2014-2019,
Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR
pada tanggal 25 September 2019 (DPR RI, 2020).
RUU Minerba masuk Prolegnas 2020-2024 dan Prioritas 2020 dengan status carry
over dari DPR periode sebelumnya pada tanggal 22 Januari 2020. Pembahasan terhadap DIM
secara intensif oleh Panja DPR dan Pemerintah dimulai pada 17 Februari hingga 6 Mei 2020.
Pada 11 Mei 2020, pembahasan RUU Minerba telah memasuki Pembicaraan/Pengambilan
Keputusan Tingkat I dalam Rapat Kerja Komisi, dengan hasil 8 fraksi setuju dan 1 fraksi
menolak. Kemudian pada 12 Mei 2020, Pembicaraan/Pengambilan Keputusan Tingkat II
dalam Rapat Paripurna DPR RI, RUU Minerba ditetapkan menjadi UU. UU Minerba
diundangkan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 (DPR RI, 2020).
6 MADU & RACUN
UU MINERBA
Aspek Formil UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba
Terdapat berbagai potensi inkonstitusionalitas yang terlihat dalam pembentukan UU
Minerba ini (Redi, 2020).
UU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over
Berdasarkan pasal 71A UU 15/2019 bahwa pembahasan RUU yang telah memasuki
pembahasan DIM dan hasil pembahasan RUU tersebut dapat disampaikan kepada DPR
periode berikutnya serta dapat dimasukkan ke dalam daftar Prolegnas prioritas tahunan. RUU
Minerba merupakan RUU inisiatif DPR yang disusun sejak DPR Periode 2014-2019 dan
hingga masa jabatannya berakhir pada 30 September 2019 belum pernah dilakukan
pembahasan terkait DIM RUU Minerba. Hal ini menjadikan RUU Minerba tidak memenuhi
kriteria carry over dan bertentangan dengan pasal 71A UU 15/2019.
Hilangnya peran DPD RI dalam pembahasan
Berdasarkan pasal 22D UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.
92/PUU-X/2012 mengenai kewenangan DPD di bidang legislasi untuk ikut membahas
bersama DPR dan Pemerintah serta mengajukan DIM atas RUU yang berkaitan dengan salah
satunya pengelolaan sumber daya alam. Namun sepanjang pembahasan RUU Minerba tidak
ada DIM yang buat oleh DPD. Ketiadaan DIM dari DPD dan keterlibatan DPD yang nihil dalam
penyusunan dan pembahasan ini bertentangan dengan Pasal 22D UUD 1945 dan Putusan
MK.
Tidak memenuhi asas keterbukaan
Berdasarkan pasal 5 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan
Photo by Reza Denni
7 MADU & RACUN UU MINERBA
berdasarkan pada asas yang baik, salah satunya ialah asas keterbukaan. Asas keterbukaan
yang dimaksud adalah pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Namun, proses pembahasan DIM RUU Minerba dilaksanakan secara
intensif tanpa melibatkan melibatkan partisipasi masyarakat dalam rapat dengar pendapat
umum. Sehingga pembahasan RUU Minerba tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat
secara luas dan secara formil hal ini menjadi cacat dalam proses penyusunannya.
8 MADU & RACUN
UU MINERBA
Substansi UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba
Pemerintah berharap UU Minerba hasil revisi dapat menjawab permasalahan dan
tantangan pengelolaan pertambangan Indonesia di masa yang akan datang. Namun, ada
sejumlah poin penting yang diatur dalam revisi UU Minerba yang perlu dikaji lebih lanjut.
Reduksi Semangat Otonomi Daerah dan Desentralisasi Terkait IUP
Pembagian kewenangan serta hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
sangatlah penting dalam menjalankan tata kelola pertambangan di Indonesia. Salah satu
dasar dilakukannya perubahan UU 11/1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan menjadi UU
4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ialah penyesuaian dengan aturan
mengenai Pemerintah Daerah (UU 22/1999, UU 32/2004, UU 12/2008) (Tiess and Mujiyanto,
2019) dan Amandemen Kedua UUD NRI 1945 Tahun 2000.
Berdasarkan pasal 10 ayat (3) UU 32/2004 yang mengatur bahwa urusan pemerintah
pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
serta agama. Sedangkan pada pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 dan pasal 2 ayat (3) UU
32/2004 bahwa Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
Pemerintah Pusat. Maka kewenangan menjalankan tata kelola pertambangan menjadi salah
satu kewenangan otonom yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Meski demikian pada pasal
2 ayat (4) dan (5) UU 32/2004 bahwa Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
lainnya.
Namun pada UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara pasal 4 ayat (2) bahwa penguasaan Minerba oleh negara diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat (sebelumnya pada UU 4/2009: diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
Photo by Reza Denni
9 MADU & RACUN UU MINERBA
pemerintah daerah), serta dihapuskannya ketentuan Pasal 7 dan 8 mengenai kewenangan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini menunjukkan bahwa UU 3/2020
tidak selaras dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah dalam UUD NRI 1945.
Adapun konsekuensi akibat sentralisasi ini akan berdampak pada penyelenggaraan tata kelola
pertambangan di Indonesia terkait perizinan, pembinanan dan pengawasan, serta penegakan
hukum.
Kewajiban melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral hasil Penambangan
Peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara tetap menjadi prioritas dalam UU
3/2020. Terkait kebijakan pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral di dalam
negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beranggapan
bahwasannya pengaturan dan kebijakan terkait peningkatan nilai tambah tersebut konsisten
dengan esensi kebijakan peningkatan niali tambah dalam UU 4/2009 dan Putusan MK No.
10/PUU-XII/2014 (Petriella, 2020).
Berdasarkan Pasal 103 UU 3/2020 bahwa pemegang IUP dan IUPK pada tahap
kegiatan Operasi Produksi Mineral wajib melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral
hasil Penambangan di dalam negeri. Hal ini (frasa dan/atau) didasari pada anggapan bahwa
tidak semua mineral dapat dimurnikan (mis. batuan) dan yang wajib dimurnikan (mis. emas,
tembaga, nikel, dll). Namun perlu diperhatikan frasa dan/atau dapat menjadi sebuah celah
untuk sebuah perusahaan menafsirkan bahwa hal tersebut sebuah pilihan untuk hanya
melakukan salah satunya. Jika hal tersebut terjadi maka negara berpotensi mengalami
kerugian. Oleh karena itu, diperlukan aturan turunan yang menjelaskan secara spesifik
mengenai pengolahan dan pemurnian mineral.
Relaksasi ekspor mineral (bijih)
Berdasarkan Pasal 170A UU 3/2020 mengenai relaksasi ekspor bijih selama 3 (tiga)
tahun. Pasal ini bertujuan untuk menjaga alir kas perusahaan pertambangan terjaga sehingga
nantinya dapat melakukan pengolahan dan pemurnian secara mandiri dan efisien. Namun jika
berkaca dari implementasi UU 4/2009, permasalahan muncul ketika pemerintah selalu
memberi relaksasi terhadap waktu untuk melaksanakan kewajiban pemurnian.
Diawali dari keluarnya PP 23/2010 yang secara teknis merupakan aturan pelaksana
dari UU 4/2009. PP ini menguatkan pasal 170 yang menyatakan bahwa pemegang KK wajib
melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak undang-undang ini disahkan.
Persoalan kemudian muncul ketika disaat berakhirnya batas ekspor mineral mentah pada
tahun 2014. Pemerintah kemudian mengeluarkan PP 1/2014 yang merupakan perubahan
kedua atas PP 23/2010. Pemerintah memberikan toleransi kepada perusahaan tambang
pemegang IUP/IUPK yang belum melaksanakan aktifitas pengolahan dan pemurnian di dalam
10 MADU & RACUN
UU MINERBA
negeri, selambat-lambatnya 12 Januari 2017. Pada saat batas waktu toleransi ekspor yang
diberikan pemerintah akan habis, Pemerintah kembali mengeluarkan tiga regulasi terkait tata
kelola minerba secara sekaligus. Salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri ESDM
5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian. Pada pasal 10 (2) dan (3), Pasal 17 (2), (3), dan (4), dan pasal 18 Permen tersebut,
pemerintah kembali memberi waktu relaksasi terhadap limit ketentuan ekspor kepada
pemegang IUP/IUPK sampai 5 tahun ke depan. Pemberian relaksasi secara terus menerus
merupakan ketidakpastian dan menunjukan bahwa tidak ada jaminan hukum bagi industri
mineral dan batubara di Indonesia (Pratama, 2017).
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwasannya upaya peningkatan nilai
tambah minerba melalui pengolahan dan pemurnian telah ada sejak lama. Namun dalam
implementasinya pemerintah terkesan tidak tegas dalam melaksanakannya, hal ini
dikarenakan pemerintah selalu memberikan waktu relaksasi untuk melakukan ekspor bijih
sehingga perusahaan dapat terus menunda melaksanakan kewajiban pemurnian. Dampak
dari relaksasi yang terus-menerus dilakukan ialah peningkatan pendapatan negara demi
kesejahteraan rakyat Indonesia hanya akan sangat sulit untuk dicapai.
Kewajiaban Divestasi Saham
Berdasarkan Pasal 112 UU 3/2020 mengenai pemegang IUP atau IUPK pada tahap
kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi
saham sebesar 51% secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
BUMN, BUMD, maupun badan usaha swasta nasional. Kewajiban divestasi saham berjenjang
tersebut merupakan jalan tengah yang bisa diambil pemerintah, hal ini diperlukan agar investor
tetap tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor pertambangan. Sedangkan terkait batas
waktu divestasi saham tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan, melainkan melalui
assesment oleh Kementerian ESDM (CNN Indonesia, 2020).
Divestasi bertujuan baik yaitu untuk memperbesar penguasaan negara dan untuk
mendapatkan hasil atau keuntungan yang lebih besar. Namun divestasi ini tidak gratis,
melainkan membeli saham dengan nilai dana yang bisa sangat besar, sehingga sumber dana
juga akan menjadi masalah tersendiri. Divestasi merupakan aksi yang bisa potensi untung
namun sebaliknya bisa juga rugi, jika mengalami rugi dipastikan akan merugikan keuangan
negara atau keuangan BUMN. Sehingga divestasi dapat bersifat kontra produktif dengan
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kewajiban divestasi saham
negara dalam hal ini melalui Kementerian ESDM perlu mempertimbangkan secara matang
agar keputusan divestasi saham menjadi tepat sasaran. Selain itu, penentuan harga saham
11 MADU & RACUN UU MINERBA
dan asal sumber dana untuk membeli saham harus dipublikasikan secara transparan (Pushep,
2019).
Ambiguitas Penegakan Hukum
Perubahan juga terjadi dalam pengaturan sanksi administratif dalam Perubahan UU
4/2009. Spesifiknya terdapat pada pemberi sanksi dan jenis sanksi. Karena Perubahan UU
4/2009 menarik kewenangan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, konsekuensinya
kewenangan memberikan sanksi pun hanya dimiliki oleh Menteri. Oleh karena itu, tidak ada
lagi second line enforcement (penegakan hukum lini kedua), jika pemerintah daerah tidak
memberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 152 UU 4/2009. Penarikan kewenangan
memberikan sanksi ini membuat masyarakat sulit mengakses keadilan, karena membuat
pelaporan atau pengaduan pelanggaran masyarakat menjadi berjarak, dari yang sebelumnya
kepada pemerintah daerah di wilayahnya menjadi kepada Menteri di Pemerintah Pusat
sehingga masyarakat menjadi sulit untuk melaporkan atau mengadukan pelanggaran yang
terjadi di wilayahnya (ICEL, 2020). Hal ini menjadi salah satu dampak yang diakibatkan oleh
sentralisasi kewenangan.
Secara umum, ketentuan pidana dalam UU 3/2020 meliputi:
1. Besaran ancaman pidana denda meningkat
2. Penambahan tindak pidana baru
3. Keterdapatan pasal kriminalisasi masyarakat
4. Penghapusan tindak pidana bagi pejabat
Sisi baik dalam UU 3/2020, terlihat intensi penekanan subjek pidana korporasi dengan
menambahkan besaran ancaman pidana denda (dari 10 miliar rupiah menjadi 100 miliar
rupiah) dan mengurangkan ancaman pidana penjara yang terdapat pada Pasal 158, 159, 160
dan 161. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan para ahli hukum pidana bahwa
ancaman pidana bagi korporasi yang tepat adalah sanksi moneter/finansial, berupa denda.
Namun diperlukan pengawasan yang ketat guna menunjang keterlaksanaan pasal ini secara
maksimal. Selain itu, menambahkan Pasal 161A mengenai larangan memindahtangankan
IUP sebagai tindak pidana, sebelumnya larangan ini tidak memiliki implikasi sanksi dalam UU
4/2009 (ICEL, 2020).
Namun di sisi lain, UU 3/2020 tetap memuat pasal (Pasal 162 dan 164) yang digunakan
untuk mengkriminalisasi masyarakat dan aktivis lingkungan terkait tindakan mereka dalam
penyuaraan aspirasinya. Penghapusan Pasal 165 mengenai sanksi bagi pejabat yang
mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan undang-undang dan penyalahgunaan
kewenangan. Sehingga hal ini membuat tidak adanya ancaman pidana bagi pejabat yang
12 MADU & RACUN
UU MINERBA
menyeleweng dan mengekalkan opini publik bahwasannya hukum tajam ke bawah dan tumpul
ke atas.
Jaminan Perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK
Berdasarkan Pasal 169A ayat (1) UU 3/2020 bahwa KK dan PKP2B diberikan jaminan
perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah
memenuhi persyaratan yang dimuat pada pasal tersebut. Peningkatan penerimaan negara
merupakan hal yang dijadikan pertimbangan dalam jaminan perpanjangan tersebut. KK dan
PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali
perpanjangan masing-masing paling lama 10 tahun, sedangkan ketika telah memperoleh
perpanjangan pertama maka dijamin perpanjangan paling lama 10 tahun.
Pasal 169A ayat (2) mengatur, upaya peningkatan penerimaan negara dilakukan
melalui pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan
pajak; dan/atau luas wilayah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai
rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui Menteri. Pasal
ini dikuti oleh asumsi pemerintah bahwasannya aturan ini dibuat untuk menghormati
kontrak/perjanjian serta penerimaan negara yang dijadikan pertimbangan utama dalam
jaminan ini.
Namun, sesuai Amanat Konstitusi UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (2) yang mengatur
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara. Serta Pasal 33 ayat (3) bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Berdasarkan putusan MK Nomor 25/PUU-VIII/2010 rakyat secara kolektif itu
dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan
kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad),
pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengelolaan dilakukan melalui mekanisme kepemilikan
saham (shareholding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang
melaluinya Negara, Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber sumber
kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini
mengartikan bahwa fungsi negara tidak hanya mempunyai fungsi mengatur, namun termasuk
ke dalamnya kebijakan dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan
(Magnar dkk., 2010).
13 MADU & RACUN UU MINERBA
Oleh karena itu, KK dan PKP2B yang habis jangka waktu perizinannya harus
mengembalikan wilayah tersebut kepada negara. Sehingga pengelolaannya dapat diserahkan
kepada BUMN yang merupakan perpanjangan tangan milik negara untuk mengusahakan dan
mengelola sumber daya alam yang penting bagi negara untuk digunakan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat Indonesia. Adapun dalam kondisi tertentu BUMN dapat melakukan
pengusahaan bersama perusahaan pemegang KK dan PKP2B dengan menjunjung aspek
proporsionalitas dan keadilan.
14 MADU & RACUN
UU MINERBA
DAFTAR PUSTAKA
CNN Indonesia. 2020. Revisi UU Minerba, Perusahaan Wajib Divestasi 51 Persen Saham.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200512133603-85-502479/revisi-uu-minerba-
perusahaan-wajib-divestasi-51-persen-saham Diakses tanggal 9 Juli 2020.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2020. Paripurna DPR Sahkan RUU Minerba Jadi
UU.http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/28748/t/Paripurna+DPR+Sahkan+RUU+Minerba+Jadi+
UU Dikases tanggal 8 Juli 2020.
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
________. Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, UU No. 22 Tahun 1999, TLN No. 3839.
________. Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, TLN No. 4437.
________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 12 Tahun 2008, TLN No. 4844.
________. Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 4 Tahun 2009, TLN
No. 4959.
________. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12 Tahun
2011, TLN No. 5234.
________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 15 Tahun 2019, TLN No. 6398.
________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 3 Tahun 2020, TLN No. 6525.
________. Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, PP No. 23 Tahun 2010, TLN No. 5111.
________. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No.
1 Tahun 2014, TLN No. 5489.
________. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tentang Peningkatan
Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri,
Peraturan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2017.
Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL). 2020. Beberapa Kritik Hukum Terhadap Perubahan UU
No.4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Jakarta: ICEL.
Magnar, K., Junaenah, I., dan Taufik, G., A. 2010. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD 1944: Studi Atas Putusan
MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002. Jurnal
Konstitusi, Vol. 7(1), hal 111-180.
Mahayunan, G., R. 2020. Catatan Kritis Perubahan Minerba: Babak Baru Pertambangan di Indonesia.
https://www.suara.com/yoursay/2020/05/22/134329/catatan-kritis-perubahan-uu-minerba-
babak-baru-pertambangan-di-indonesia Diakses tanggal 8 Juli 2020.
15 MADU & RACUN UU MINERBA
Petriella, Y. 2020. Tingkatkan Nilai Tambah, UU Minerba Juga Mewajibkan Pembangunan Smelter.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200512/44/1239743/tingkatkan-nilai-tambah-uu-minerba-
juga-mewajibkan-pembangunan-smelter Diakses tanggal 9 Juli 2020.
Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep). 2019. Catatan Akhir Tahun 2019 Sektor Energi
dan Pertambangan. https://pushep.or.id/catatan-akhir-tahun-2019-sektor-energi-dan-
pertambangan/ Diakses tanggal 9 Juli 2020.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-VII/2010.
________________________ No. 92/PUU-X/2012.
________________________ No. 10/PUU-XII/2014.
Redi, A. 2020. Menguji Konstitusionalitas UU Minerba. https://analisis.kontan.co.id/news/menguji-
konstitusionalitas-uu-minerba Diakses tanggal 8 Juli 2020.
Tiess, G. dan Mujiyanto, S. 2019. Mineral Resources Policies and Governance in Indonesia.
16 MADU & RACUN
UU MINERBA