Post on 28-Nov-2015
description
Kegigihan Salman Al Farisy Dalam Mencari Hidayah Islam
Silakan Download Kajian MP3-nya oleh Ust. Abdurrohman At Tamimy DI SINI
Saat hidayah menerangi hati, takkan gentar jiwa
menantang aral. Gunung tak masalah untuk didaki, laut pun tak
peduli untuk diarungi, lezatnya pangkat pun siap ditanggalkan.
Semua ini guna mencecap nikmatnya hidayah yang tak terbeli.
Dalam lipatan buku sejarah dan hadits, tertoreh nama
Salman Al-Farisi. Seorang sahabat Nabi dari negeri seberang.
Seorang alim yang mengetahui dua kitab suci. Sejarah
keislamannya mencerminkan mahal dan manisnya hidayah.
Kisah Salman masuk Islam termaktub di dalam Musnad Ahmad
secara lengkap dengan sanad yang shahih. Salman
menceritakannya secara langsung kepada Ibnu ‘Abbas.
Sebelum Rasulullah diutus membawa cahaya hidayah,
pemuda Salman adalah pemuda Persia, anak kesayangan dari
seorang tokoh di sana, sampai-sampai ayahnya tidak
membiarkannya keluar rumah lantaran sayang terhadap
putranya.
Salman awalnya adalah seorang Majusi penyembah api
yang taat. Dia senantiasa menjaga api agar tidak padam. Suatu
hari, Salman diperintah untuk melihat kebun ayahnya. Dia pun
bertolak dari rumah menuju kebunnya. Di tengah perjalanan,
Salman mendengar suara orang-orang Nasrani sedang
beribadah di dalam gereja. Salman, yang tidak mengetahui
dunia luar, pun penasaran terhadap suara tersebut. Dia masuk
ke dalam gereja melihat ibadah yang mereka lakukan.
“Demi Allah, ini lebih baik daripada agama yang kami anut.”
tukasnya dalam hati.
“Dari mana asal agama ini?” tanya Salman kepada mereka.
Mereka menjawab, “Syam.”
Dia terus di gereja hingga matahari tenggelam dan tidak
mendatangi kebun ayahnya. Saat dia pulang, ayahnya
mengatakan padanya, “Dari mana kamu, Nak? Bukankah aku
telah menyuruhmu untuk melihat kebun?” Salman pun
menceritakan perihalnya. Demi melihat anaknya condong
kepada agama Nasrani, ayahnya pun merantai kakinya dan
tidak memperbolehkannya keluar rumah.
Salman tak patah arang. Dia mengirim utusan untuk
menemui orang-orang Nasrani dan berpesan, “Jika ada orang
yang datang dari Syam, tolong beritahu saya.”
Datanglah saudagar Nasrani dari Syam. Tatkala mereka
ingin pulang ke negari Syam, Salman lepaskan rantai besi di
kakinya, lari dari rumah, dan ikut bersama rombongan
saudagar tersebut. Sesampainya di Syam, Salman bertanya,
“Siapa yang paling utama ilmunya dalam agama ini?”
“Uskup di gereja.” jawab mereka.
Salman pun mendatanginya dan tinggal bersamanya.
Ternyata, pendeta ini adalah pendeta yang berakhlak jelek. Dia
memotivasi orang-orang untuk mengumpulkan uang, namun
ternyata dia gunakan untuk kepentingan pribadi, dan tidak
memberikannya kepada orang miskin.
Saat ajal menjemput pendeta ini, dia digantikan oleh
seorang yang baik. Seorang figur yang zuhud terhadap dunia,
berakhlak mulia, cinta terhadap akhirat, dan rajin beribadah
siang dan malam. Salman sangat mencintai gurunya ini.
Tak lama, pendeta ini pun menemui ajalnya. Sebelum
pendeta meninggal, Salman bertanya kepadanya siapa orang
yang masih berada di atas agama ini. Pendeta itu pun
mengatakan, “Anakku, Demi Allah, pada hari ini aku tidak
mengetahui ada seseorang yang menganut ajaran sepertiku.
Orang-orang telah binasa dan merubah ajaran Nasrani. Mereka
telah meninggalkan banyak dari ajarannya. Kecuali, seseorang
di daerah Maushil, Fulan, dia menganut ajaran sepertiku.
Ikutilah dia.”
Demikianlah, Salman ke Maushil setelah penguburan
pendeta dan berguru kepada seorang Nasrani di sana. Lagi,
maut pun menjemput gurunya. Sebelum ajal menjemput, dia
bertanya kepada gurunya siapa yang masih berada di atas
ajaran ini. “Fulan di daerah Nashibin.” katanya. Hal ini berulang
kali terjadi pada Salman, berpindah dari satu guru ke guru yang
lain dari satu tempat ke tempat yang lain demi mencari
hidayah ajaran agama yang benar. Sampai-sampai, Salman
pernah berujar, “Saya berganti guru sebanyak belasan kali.
Dari satu guru ke guru yang lain.”
Hingga pada akhirnya, dia berguru kepada seorang
pendeta di kota yang bernama ‘Ammuriyah. Tak lama, pendeta
itu pun meninggal dunia. Sebelum pendeta itu meninggal
dunia, Salman bertanya dengan pertanyaan yang sama, siapa
orang yang masih dengan setia memeluk agama Nasrani yang
murni. Pendeta pun menjawab, “Anakku, Demi Allah, sekarang
ini saya tidak tahu ada seseorang yang menganut seperti
agama kita ini. Tetapi, sudah dekat zaman Nabi yang diutus
membawa agama Nabi Ibrahim. Tempat hijrahnya banyak
pohon kurma dan diapit dua tempat yang banyak batu hitam
(Madinah). Dia memiliki tanda yang tidak tersembunyi: mau
memakan hadiah, tidak mau memakan sedekah, dan antara
dua pundaknya ada tanda kenabian. Jika kamu bisa tinggal
bersamanya di negeri itu, lakukanlah.”
Selang beberapa lama, datanglah serombongan saudagar
dari negeri Arab. Salman pun meminta tumpangan kepada
mereka dengan bayaran beberapa sapi dan kambing hasil
pekerjaannya. Di tengah perjalanan, tepatnya di Wadi Al-Qura,
saudagar tadi menzhalimi Salman. Dia menjual Salman sebagai
budak kepada seorang Yahudi.
Tak lama bersama Yahudi itu, Salman pun dijual lagi
kepada seorang Bani Quraizhah dari Madinah. Salman dibawa
ke Madinah. Saat memasukinya, Salman paham inilah kota
yang dimaksud oleh gurunya.
Lalu, Rasulullah ` pun diutus. Saat itu, beliau tinggal di
Makkah dan Salman tidak mengetahui perihal beliau
dikarenakan kesibukannya sebagai budak.
Pada saat Nabi ` hijrah ke Madinah, seorang sepupu
tuannya datang tergopoh-gopoh mengeluhkan sesuatu, “Wahai
Fulan, semoga Allah membinasakan Bani Qailah (yakni Anshar),
Demi Allah! Hari ini mereka berkumpul di Quba menemui
seseorang dari Makkah, dia sangka bahwa dirinya Nabi.”
tukasnya kepada sepupunya.
Salman yang waktu itu berada di atas pohon gemetar
demi mendengar berita ini hingga hampir menjatuhi tuannya.
Dia turun dan bertanya kepada sepupu tuannya, “Apa katamu?
Apa katamu?”
Tuannya pun marah dan memukulnya. “Apa urusanmu?!
Kembali bekerja!” katanya.
Salman menjawab, “Tidak, saya hanya ingin memastikan saja.”
Malamnya, Salman mengambil perbekalan yang dia
kumpulkan. Dia pergi ke Quba menemui Rasulullah `. Salman
menemui beliau dan mengatakan, “Saya diberitahu bahwa
Anda adalah seorang yang shalih dan sahabat Anda adalah
orang yang membutuhkan. Ini milik saya untuk sedekah.”
Salman mendekatkan bekalnya kepada Nabi `. Beliau pun
berkata, “Makanlah kalian.” Sedang beliau tidak menyentuhnya
sama sekali. “Ini satu tanda.” kata Salman dalam hati.
Salman pun pulang. Saat Rasulullah ` hendak berangkat
ke Madinah, Salman mendatangi beliau, membawa bekal yang
lebih banyak daripada kemarin, dan mengatakan, “Saya
melihat Anda tidak memakan sedekah, ini hadiah untuk Anda
sebagai bentuk pemuliaan saya terhadap Anda.” Beliau pun
makan darinya dan menyuruh sahabatnya untuk makan
bersama beliau. “Dua tanda.” kata Salman dalam hati.
Di lain hari, Salman menemui Nabi ` di pekuburan Baqi’.
Salman pun melihat punggung Nabi ` untuk memeriksa tanda
ketiga yang berupa tanda kenabian di antara pundak beliau.
Rasulullah ` paham bahwa Salman ingin melihat tanda
kenabian. Maka Rasulullah ` pun menurunkan pakaian atasnya
yang berupa selendang waktu itu. Saat Salman melihat tanda
kenabian pada punggung beliau, dia pun memeluk Rasulullah `,
menciumnya, dan menangis. Setelah sekian lama merindu
hidayah, akhirnya Salman pun bertemu dengan pembawa panji
hidayah. Rasul yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam.
Makhluk yang pantas untuk dibela hingga titik darah
penghabisan. Tak heran, Salman pun kemudian menjadi salah
satu benteng Rasulullah ` dalam sekian peperangan.
Demikianlah kisah indah Abu Abdillah Salman Al-Farisi.
Seorang sahabat yang mencari jati diri. Kesulitan demi
kesulitan dialaminya demi menuntut kebenaran. Kasih sayang
dari ayahnya tak cukup untuk menghentikannya dari memburu
kebenaran. Begitulah jiwa yang telah Allah kehendaki
menerima cahaya hidayah. Semoga Allah meridhai dan
merahmatinya. (Abdurrahman)
Salman Al-Farisi, dan Perjalanan Panjangnya Menggapai HidayahOkt 10
Pembaca yang budiman, kisah Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu adalah pelajaran berharga bagi pendamba kebahagiaan dunia dan pengharap surga. Al-Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya (5/441) meriwayatkan perjalanan panjang seorang Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu dalam mencari hidayah.
Disebutkan bahwa Salman dulunya adalah penyembah api. Ayahnya, selaku kepala suku, menugaskan Salman untuk menjaga api agar terus menyala, tidak boleh padam. Salman pun tidak pernah keluar dari rumahnya, layaknya gadis pingitan.
Suatu hari, Salman disuruh oleh ayahnya untuk mengurus kebun dan menyelesaikan beberapa tugas. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah gereja. Dia mendengar suara-suara merdu dari dalam gereja. Dia pun masuk dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani. Salman takjub dan ingin memeluk agama mereka. Dia pun tertahan di situ hingga matahari tenggelam. Salman pun menanyakan asal usul agama tersebut yang ternyata berasal dari Syam.
Ketika pulang, Salman langsung diinterogasi dan dimarahi oleh ayahnya. Dia lalu ditahan di kamar dengan kaki terlilit belenggu dari besi. Walhasil, akhirnya Salman berhasil kabur dari rumah. Berangkatlah ia menuju Sxam bersama kafilah dagang dari Syam yang singgah di daerahnya. Di Syam inilah, Salman memulai sejarah perjalanannya mencari hidayah: agama Islam yang haq, Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di Syam, Salman tinggal bersama seorang penddta di gereja. Ternyata pendeta tersebut adalah orang yang jelek. Di akhir kisah, umat Nasrani menyalib pendeta tersebut.
Salman lalu tinggal bersama seorang pendeta lain yang menggantikan posisi pendeta sebelumnya. Pendeta tersebut adalah orang yang saleh dan baik. Namun, tidak lama berselang, pendeta tersebut tiba ajalnya. Sebelum wafat, dia berwasiat kepada Salman untuk mendatangi seorang saleh di negeri Maushil.
Salman pun segera berangkat ke Maushil dan tinggal bersama orang saleh tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian orang tersebut wafat. Sebelum meninggal, dia berwasiat kepada Salman agar datang kepada seorang yang saleh di negeri Nashibin.
Tanpa membuang waktu, Salman bergegas menuju Nashibin dan bertemu dengan orang saleh tersebut. Salman lalu tinggal bersamanya. Namun dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, cepat pula ajal menjemput orang ini. Dia pun wafat, setelah sebelumnya memberitahu Salman tentang seorang saleh di daerah Ammuriyah.
Di Ammuriyah, Salman bertemu dan tinggal bersama orang saleh tersebut dalam waktu yang cukup lama. Salman bahkan sempat mencari usaha hingga memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Tatkala ajal tiba, orang saleh tersebut memberitakan bahwa tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang saleh seperti dirinya. Namun, dia memberitahu Salman bahwa waktu itu telah datang masa munculnya nabi akhir zaman. Disebutkannya pula ciri-ciri nabi itu: nabi itu muncul di negeri Arab, lalu berhijrah ke daerah yang diapit oleh dua bukit berbatu hitam, di tengahnya terdapat pohon-pohon kurma, nabi itu mau memakan hadiah tetapi tidak mau memakan sedekah, dan di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian.
Setelah orang saleh itu wafat, Salman masih tinggal di Ammuriyah beberapa lama. Ketika datang kafilah dagang dari kabilah Kalb, Salman meminta mereka membawanya ke tanah
Arab dengan bayaran seluruh sapi dan kambing yang dia miliki. Mereka pun menyetujuinya dan membawa serta Salman. Namun, setibanya mereka di Wadi Qura, mereka menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman pun tinggal di sana beberapa waktu.
Tidak seberapa lama, datanglah sepupu Yahudi itu dari Bani Quraizhah Madinah. Dia pun membeli Salman dan membawanya ke kota Madinah. Sesampainya di sana, Salman langsung mengenali Madinah sebagaimana kriteria yang disebutkan oleh orang saleh dari Ammuriyah.
Di Madinah, Salman disibukkan oleh statusnya sebagai budak. Bersamaan dengan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah diutus sebagai nabi di Makkah, lalu berhijrah ke Madinah.
Singkat kisah, Salman pun berhasil menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Quba, lalu menemuinya lagi di Madinah untuk melihat ciri-ciri kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Semuanya telah diketahui, kecuali satu hal: tanda kenabian di antara kedua pundak beliau.
Pada suatu hari, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengantarkan jenazah seorang sahabat ke pekuburan Baqi’. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di antara para sahabat. Datanglah Salman lalu mengucapkan salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak sabar, Salman pun langsung berputar ke belakang punggung beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melihat apakah ada tanda kenabian seperti yang disebutkan oleh orang saleh dari Ammuriyah.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tahu bahwa Salman sedang memastikan sesuatu, beliau pun melepaskan kainnya dari pundak. Salman pun melihat dan mengenali tanda kenabian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Salman langsung memeluk beliau sambil menangis dan menceritakan perjalanan panjangnya mencari hidayah, hingga akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam takjub dengan kisah Salman dan memintanya untuk menceritakannya kepada para sahabat.
Hadits ini dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam al-Jami’ ash-Shahih (1/85).
[Kisah ini diambil dari Majalah Asy Syariah no. 64/VI/1431 H/2010 dalam artikel berjudul "Hidayah at-Taufiq wal Ilham" tulisan Al-Ustadz Muhammad Afifuddin, hal. 26-27]