Post on 05-Feb-2018
PENDAPAT HUKUM
2013
Disusun oleh
Komunitas Pegiat
Sejarah (KPS) Semarang
Keabsahan Negara dalam
Penguasaan Bangunan
Bersejarah Gedung Rakyat
Indonesia (GRI) Peninggalan
Sarekat Islam (SI) Semarang
2
SEJARAH SINGKAT
Sumber: Buku sejarah berjudul SEMARANG halaman 47, karya Acting Djawatan Penerangan Kota Besar Semarang Soekirno dkk, 1956. Pada halaman 47 tersebut memang tidak tertulis nama alamatnya, namun mengacu 191-197 buku tersebut, disebutkan berbagai organisasi beralamat di GRI Gendong No 1144 Semarang. Jadi tampaknya GRI peninggalan SI Semarang tersebut merupakan nama alamat tersendiri.
3
Keabsahan Negara dalam Penguasan Bangunan Bersejarah Gedung
Rakyat Indonesia (GRI) Peninggalan Sarekat Islam (SI) Semarang1
1. Posisi Perkara (Case Position)
Bahwa terdapat suatu situs bersejarah berupa bangunan gedung yang bernama
Gedung Rakyat Indonesia peninggalan Sarekat Islam (SI) Semarang, disingkat GRI,
terletak di Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Kota
Semarang. Gedung yang belakangan bernama Balai Muslimin dan sebelum mangkrak
sempat berfungsi sebagai masjid selama kurun 1979-2008, sejatinya memiliki kandungan
nilai sejarah tinggi kaitannya pergerakan prakemerdekaan hingga revolusi fisik
Pertempuran Lima Hari Semarang melawan Jepang, serta sejarah perlawanan terhadap
Belanda dan Inggris selepas Jepang dilucuti Sekutu. Gedung ini telah melahirkan tokoh-
tokoh besar revolusi Indonesia seperti pahlawan nasional Tan Malaka dan ketua Bapri Mr
Moch Ihsan, wali kota Semarang Pertama pasca-Proklamasi RI, serta pergerakan tokoh-
tokoh cabang Semarang dari PNI Pendidikan, Partindo, dan PBI dr Sutomo, dll. Sebagai
salah satu ikon pergerakan prakemerdekaan di kancah nasional, GRI Sarekat Islam ini
pula pernah dikunjungi Bung Karno (PNI, Partindo), Bung Hatta (PNI Pendidikan), Sutan
Syahrir (PNI Pendidikan), AK Gani (kelak menjadi wakil Perdana Menteri, Menteri
Perdagangan, Menteri Pertanian), Moh Yamin (pelopor Sumpah Pemuda, kelak menjadi
Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kehakiman), Amir Syarifudin (kelak menjadi
Menteri Pertahanan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Perdana Menteri ketika
Revolusi Nasional Indonesia), dokter Sutomo (pendiri Boedi Oetomo), dll. Sebagai
bagian dari sejarah Kota Semarang maupun sejarah nasional, nilai kesejarahannya antara
lain telah diulas di buku sejarah Semarang karya Acting Djawatan Penerangan Kota
Besar Semarang Soekirno dkk (1956), Riwayat Semarang karya Liem Thiam Joe (1931),
Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia (1905-1942) karya Safrizal
Rambe (2008), Sarekat Islam Mencari Ideologi (1924-1942) karya Nasihin (2012),
Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia karya Dr Dewi Yuliati, pengajar Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Undip Semarang. Sebagai sejarah dunia, yang ditandai dengan
pergerakan tokoh kaliber internasional Tan Malaka, sedang Tan Malaka itu sendiri
merupakan bagian dari sejarah pergerakan sosialisme dan nasionalisme di kancah dunia,
4
GRI Sarekat Islam menjadi bagian dari sejarah hidup Bapak Republik Indonesia tersebut
selama di Kota Semarang pada tahun 1921-1922, mengenai riwayatnya dapat dibaca di
buku biografi Tan Malaka periode tahun 1989-1925 berjudul Menuju Republik Indonesia
Jilid I, 1987, karya Harry A Poeze, peneliti KITLV Belanda. Selain itu masih terdapat
studi-studi dari universitas-universitas di Amerika Serikat dan Eropa mengenai babak
sejarah pergerakan Sarekat Islam Semarang dan Semaoen dalam kancah dunia di masa
prakemerdekaan, misalnya studi Cornell University, Ithaca, New York, yang diterbitkan
Cornell University Press tahun 1965.2
Bahwa situs-bangunan GRI ini merupakan peninggalan Sarekat Islam (SI)
Semarang yang didirikan oleh Ketua SI Semarang Semaoen bersama kawan-kawannya
pada tahun 1919, dan selesai dibangun pada tahun 1920.3 Semaoen sendiri menjabat
sebagai ketua SI Semarang sejak 1917,4 menggantikan ketua sebelumnya, Haji M
Joesoef. Pada masa GRI mulai didirikan, selain mengetuai SI Semarang, Semaoen juga
merupakan Serikat Buruh Kereta Api dan Trem.5 Bangunan GRI merupakan bangunan
rakyat (terjajah) yang memiliki arsitektur yang mirip stasiun kereta api. Corak ini
dimungkinkan lantaran Ketua SI Semarang Semaoen juga merupakan pemimpin Serikat
Buruh Kereta Api dan Trem.6 Dari segi arsitektur gedung ini secara umum tentu kalah
bila dibanding dengan bangunan-bangunan peninggalan kolonialis (penjajah) Belanda
seperti Lawangsewu, Gereja Kathredal Gedangan, Gereja Blenduk atau bangunan lain
bercorak Eropa dan Cina yang terdapat di Kota Semarang. Pembangunan Gedung Rakyat
Indonesia tersebut dilakukan dengan kemampuan yang serbaterbatas, yakni berupa iuran
1 sen - 2 sen, ada pula yang tidak punya dengan barang, misalnya bata dan sebagainya.7
Dengan segala keterbatasan sebagai rakyat terjajah, material pembangunan dan
arsitekturnya sudah barang tentu tak sepadan dengan kemampuan ekonomi penjajahnya.
Bahwa pada tahun 1921, Datuk Ibrahim Tan Malaka yang merupakan pahlawan
nasional8 melakukan perjalanan ke Semarang dan bertemu Semaoen, keduanya lantas
mendirikan Sekolah Sarekat Islam Semarang (SI School),9 yang gedung sekolahnya
adalah di GRI Sarekat Islam/Balai Muslimin.10
Pada saat itu, gedung ini kalau siang
berfungsi sebagai tempat pendidikan untuk rakyat pribumi Kota Semarang dan kalau
malam di waktu lowong dibuat rapat-rapat umum.11
Sekolah SI didirikan untuk
menyiapkan pemimpin-pemimpin revolusioner masa depan. Tujuan Sekolah SI bukanlah
5
untuk mendidik murid menjadi juru tulis seperti tujuannya Sekolah Gubernemen (sekolah
kolonial), melainkan untuk mencari nafkah diri sendiri, keluarganya, dan membantu
pergerakan rakyat.12
Awal berdiri, Sekolah SI Semarang ada lebih 200 murid. Sekolah ini
kemudian menjadi perhatian nasional dan permintaan mendirikan sekolah lantas datang
dari berbagai pelosok. Setelah Semarang, terbentuklah sekolah kerakyatan di Bandung13
dengan jumlah siswa antara 200-300 murid. Namun belum sempat permintaan-
permintaan pendirian sekolah rakyat itu terwujud, Tan Malaka sudah dibuang pemerintah
kolonial Belanda ke Kupang dan selanjutnya diasingkan ke Belanda gara-gara Tan
Malaka memimpin pemogokan buruh di Semarang pada tahun 1922. Sebelum dibuang,
Tan Malaka sempat mengadakan perpisahan bersama murid-murid Sekolah SI di GRI
Sarekat Islam Semarang, yang acara perpisahan itu diabadikan dalam foto.14
Bahwa setelah pecahnya Sarekat Islam, maka muncullah Sarekat Rakyat (SR),15
dan Tan Malaka juga merupakan pemimpin SR yang menggunakan GRI Sarekat Islam
tersebut.16
Sepanjang Tan Malaka selama setahun berada di Semarang sebagai pendiri
sekolah SI dan juga pemimpin SR, di Kampung Gendong (GRI Sarekat Islam) ia pernah
memimpin pemogokan umum selama berhari-hari. Pada 22 Januari 1922 di kantor
Sarekat Islam (GRI Semarang) yang berlokasi di Kampung Gendong, diadakan rapat
yang dihadiri 5.000 orang, di situ Tan Malaka menunjukkan sikap orang Belanda yang
sangat melecehkan orang bumiputera. Pemogokan di Semarang ini didorong semangat
solidaritas terhadap pegawai pegadaian Ngupasan, Yogyakarta, yang melancarkan
pemogokan sejak tanggal 11 sampai 18 Januari 1922, dengan faktor pemicu yang sama,
yaitu perintah beheerder terhadap seorang pegawai untuk mengangkat sendiri barang-
barang yang akan dilelang. Karena perintah tersebut ditolak, terjadilah perselisihan yang
mendorong pemogokan umum di kantor-kantor pegadaian. Setelah pemogokan di
Yogyakarta melemah, kekuatan pemogokan di Semarang melemah. Tan Malaka dan P
Bergsma (seorang berdarah Belanda yang melawan penindasan bangsanya sendiri)
diasingkan ke Belanda atas tuduhan memimpin pemogokan buruh pegadaian.17
Riwayat
hidup Tan Malaka, dapat kita baca di berbagai buku seperti: Di Bawah Lentera Merah:
Sarekat Islam Semarang 1917-1920 karya Soe Hok Gie, buku sejara Semarang karya
Soekirno dkk (1956), buku Riwayat Semarang karya Liem Thiam Joe (1931), buku PKI
Sibar Contra Tan Malaka (Soedijono Djojoprajitno, 1962) beserta sambutan Semaun
6
berjudul Bung Tan dalam buku tersebut, kemudian biografi Tan Malaka berjudul Menuju
Repulik Indonesia (1999) dan buku riwajat berjudul Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan
Revolusi Indonesia karya peneliti KITLV Belanda Harry A Poeze, otobiografi Tan
Malaka berjudul Dari Penjara ke Penjara, laporan khusus Majalah Tempo edisi
kemerdekaan berisi ulasan riwayat hidup Tan Malaka berjudul Bapak Republik yang
Dilupakan (11 Agustus 2008), Wikipedia Bahasa Indonesia, dan sejumlah buku sejarah
lainnya.
Bahwa dimulai pertengahan tahun 1922 terjadi krisis dunia dan semakin
menghimpit kehidupan buruh. Di Semarang, mulai Januari 1923 terjadi pemotongan-
pemotongan tunjangan tahunan, naiknya harga sewa perumahan, anjuran buruh
mengundurkan diri, hapusnya tunjangan perumahan dan tunjangan jabatan, penghapusan
segala tunjangan gaji, dan sebagainya.18
Maka Ketua SI Semarang Semaoen yang juga
pemimpin Serikat Buruh Kereta Api dan Trem di Kampung Gendong (GRI Sarekat
Islam) mengadakan rapat-rapat untuk melancarkan pemogokan. Pada 8 Mei 1923,
Semaoen ditangkap di Tegal Wareng dan dipenjara di Alun-alun Semarang dengan
tuduhan pelanggaran terhadap ketentuan membuat pernyataan secara lisan di depan
umum. Hari itui juga buruh-buruh kereta api di Semarang menyelenggarakan rapat di
gedung Sarekat Islam (GRI Semarang) di Kampung Gendong untuk memproklamirkan
bahwa sejak saat itu pemogokna harus dimulai. Ajakan mogok itu juga disiarkan melalui
harian milik Sarekat Islam Semarang, Sinar Hindia. Meski seruan untuk mogok
disebarluaskan, pimpinan Serikat Buruh Kekreta Api dan Trem yang diwakili Soegono
menganjurkan agar jangan sampai ada kerusakan. Pada 9 Mei 1923 pecahlah pemogokan
umum di Kota Semarang. Pemogokan bukan hanya pegawai kereta api, melainkan juga
oleh pekerja di kota ini: tram kota Jomblang-Bulu, bengkel kereta api Semarang-Juana,
pegawai-pegawai bumiputera, pedagang-pedagang di pasar Johar dan Pedamaran, dan
tukang-tukang sado.19
Seruan pemogokan buruh kereta api itu ternyata bukan hanya
mendapat sambutan di Semarang, melainkan menggerakkan solidaritas di berbagai
tempat. Para buruh di Stasiun Weleri, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Kertosono, Madiun,
dan Surabaya, juga ikut mogok. Pemogokan tersebut dilakukan saat bulan puasa
Ramadan. Perjuangan Nabi Muhammad dalam berpuasa Ramadan dijadikan teladan
untuk memerangi kejahatan dan untuk merayakan kemenangan pada akhir bulan. Dalam
7
konteks pergerakan buruh saat itu, kapitalisme-imperialisme Belanda dianggap sebagai
kejahatan dan bulan Ramadan merupakan saat baik untuk berjuang melawan penjahat dan
buruh boleh merayakan kemenangan jika mereka berhasil dalam perjuangan itu.20
Pemogokan yang kian meluas itu bukan hanya melibatkan Pasarbond, Gemeentebond,
Dokarbond, PVH, Kleermakerbond, namun kemudian juga melibatkan Nationaal
Indische Partij (NIP),21
partai yang sebelumnya bernama Indische Partij, didirikan tiga
serangkai Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Organisasi-
organisasi tersebut pada 10 Mei 1923 mengadakan konsolidasi untuk pertahanan
pemogokan. Karena pemogokan buruh kereta api yang keputusannya lahir di GRI Sarekat
Islam itu berakibat mogoknya sektor ekonomi di berbagai tempat, pemerintah kolonial
segera melakukan campur tangan untuk menindas gerakan buruh itu. Pemberlakuan pasal
161 bis membuat buruh tak berkutik lagi. Harapan untuk mencapai kemenangan setelah
berpuasa Ramadan pun sirna sebelum Hari Raya Fitri tiba.22
Peristiwa ini menjadi sejarah
pertama pemogokan umum yang meluas di sepanjang bercokolnya kolonial Hindia
Belanda di Indonesia. Akibat peristiwa itu, pada bulan Agustus 1923 Semaoen
diasingkan ke luar negeri.23
Bahwa kegiatan pendidikan di SI Semarang yang didirikan Tan Malaka akhirnya
berjalan hingga tahun 1926, oleh karena pada tahun tersebut para pemimpinnya
mengalami pembuangan ke Boven Digoel, Papua.24
Hal ini diduga menjadi penyebab
matinya kegiatan pendidikan rakyat Tan Malaka yang telah dilakukan selama lima tahun.
GRI Sarekat Islam selanjutnya dikuasai militer Belanda.25
Bahwa pada tahun 1930, Gedung GRI Sarekat Islam ini dibuka oleh cabang dari
PNI Pendidikan, Partindo, Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dr Sutomo, untuk rapat-
rapat umum pergerakan. Antara tahun 1930-1938 pernah dikunjung Bung Karno, Bung
Hatta, Sutan Syahrir, AK Gani, Moh Yamin, Amir Syarifudin, dokter Sutomo, dll. Saat
terjadi Pertempuran Lima Hari di Semarang, situs GRI Semarang ini menjadi Pos Palang
Merah.26
Bahwa berikutnya status GRI ini dikuasai Bapri yang dipimpin oleh Mr Moch
Ihsan27
(wali kota Semarang yang namanya saat ini diabadikan sebagai nama salah satu
gedung di lingkungan Balai Kota Semarang). Selanjutnya pasca-Proklamasi Inggris
menyerahkan Semarang kepada Belanda, sehingga Pemerintah Semarang harus ke
8
pedalaman,28
gedung GRI itu diserahkan Mr Ihsan kepada Panitia GRI (PAGRI) yang
diketuai Mohammad, Soekamsi, dan Soedarso.29
Setelah Indonesia berdaulat penuh dan
Belanda hengkang dari Tanah Air, sekembalinya Wali Kota Semarang Mr Ihsan dari
pedalaman ke Semarang lagi, GRI Sarekat Islam itu diminta lagi oleh Panitia GRI yang
sebelumnya.30
Bahwa setelah peristiwa Gestapu/1965, SOBSI/PKI berusaha menempati GRI
Sarekat Islam pada tahun 1966, dan kemudian mereka diserbu ormas Islam sebagai
buntut peristiwa Gestapu.31
Tidak jelas sejarah gedung bagaimana, namun kemudian oleh
Abdul Rosyid –seorang Muhammadiyah yang tinggalnya di sekitar situs GRI Sarekat
Islam itu—bersama kawan-kawannya menghadap Dandin 0733/Semarang meminta agar
mengamankan GRI Sarekat Islam tersebut. Menurut Agus Harsoyo, yang tidak lain
adalah anak ke-5 Abdul Rosyid, setidaknya ada dua pertimbangan ayahnya dkk ingin
mengamankan gedung itu, pertama adalah gedung itu merupakan gedung bersejarah
peninggalan SI Semarang, sebuah organisasi politik perintis kemerdekaan, dan
pertimbangan kedua, bila gedung itu sampai dibakar maka akan ikut membakar rumah-
rumah di sebelah-sebelahnya.32
Agus Harsoyo tidak ingat persis kapan tahun
kejadiannya, yang ia ingat adalah itu terjadi sebelum tahun 1979, sebab pada tahun 1979
ayahnya dkk telah mendirikan Yabami untuk mengelola GRI Sarekat Islam dan
menjadikannya sebagai masjid. Pemfungsian sebagai masjid tersebut berjalan hingga Mei
2008, selanjutnya gedung itu terlantar. Baik Agus Harsoyo maupun warga lain yang lahir
di Kampung Gendong Kelurahan Sarirejo, misalnya diungkapkan oleh Jiem33
dan
Supardi,34
mereka tidak ada yang tahu bahwa gedung itu pernah menjadi markas rapat-
rapat PNI Pendidikan, Partindo, PBI, organisasi Bapri yang ketuanya Mr Ihsan (wali kota
Semarang), serta tidak tahu juga bahwa gedung itu pernah menjadi pos palang merah
Pertempuran Lima Hari Semarang. Agus Harsoyo bahkan mengatakan, ayahnya (Abdul
Rosyid) yang merawat gedung itu dari 1979 hingga almarhum diduga kuat sama sekali
tidak tahu sejarah gedung itu secara utuh, tahunya hanya bahwa itu peninggalan Sarekat
Islam, pun tidak tahu siapa pimpina SI Semarang saat gedung itu dibangun.
Bahwa menurut keterangan Agus Harsoyo, warga Kampung Gendong yang
rumah tinggalnya di sebelah persis GRI Sarekat Islam, pada tahun 1980 ke atas ayahnya
ingin mempercantik bangunan GRI Sarekat Islam, namun dicegah oleh lembaga negara
9
Suaka Peninggalam Sejarah (SPSP) Jateng karena pembangunan itu diduga akan
mengubah bentuk asli bangunan peninggalan sejarah tersebut. Ini membuktikan bahwa
pada masa itu GRI Sarekat Islam sudah dilindungi SPSP Jateng –sekarang bernama Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng. Dan ternyata menurut dokumen yang didapat
dari Perpustakaan SPSP Jateng, isinya memuat bahwa pada tahun 1983 pihak SPSP
Jateng yang kantornya berkedudukan di Prambanan, Klaten, telah menginventasisasi
bangunan-bangunan peninggalan sejarah di Kota Semarang, dan GRI Sarekat Islam
Semarang yang berlokasi di Kampung Gendong tercatat sebagai salah satu dari 55
bangunan peninggalan sejarah yang patut dilindungi.35
Bahwa pada tahun 2008 Abdul Rosyid yang sejak 1979 merawat gedung itu
kondisi fisiknya kian tidak baik sebab sudah sepuh. Seiring dengan itu, atap gedung GRI
pada awal Mei 2008 atapnya ambrol dan jadi jalan masuk air,36
kemudian kondisi fisik
bangunannya kian parah dan selanjutnya mangkrak. Sementara terus kepikiran nasib
bangunan itu, di sisi lain pihak keluarga Abdul Rosyid meminta beliau melepas
pengurusan gedung itu, lantaran kondisinya yang kian sepuh.37
Bahwa pada tahun 2008 Ketua YTKM Rifki Muslim dan Masduki Yusak –
pengurus YKTM yang juga pengurus Yabami—bernafsu ingin membangun gedung baru
yang lebih megah dengan total dana pendanaan berjumlah Rp 5 miliar, artinya pihak
Yayasan akan melakukan pembongkaran secara total dan tentunya ini berisiko akan
menghilangkan cagar budaya, keaslian bangunan.38
Bahwa gedung GRI Sarekat Islam ini secara fisik dikuasai Yabami/YKTM hingga
2008, konon atas seizin Dandim 0733/Semarang, adapun surat-surat kepemilikan situs itu
sampai kini masih misterius. Sedang surat Dandim Semarang yang memberi izin
pemanfaatan gedung GRI kepada Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM),
konon hilang sejak 1996.39
Semenjak Mei 2008 bangunan ini tak terawat, terlantar, dan
mangkrak hingga sekarang.
Bahwa Yabami/YKTM sendiri sesungguhnya tidak mempunyai hak status
kepemilikan GRI Sarekat Islam dikarenakan pihak Yayasan Balai Muslimin tidak
memegang sertifikat hak milik, tetapi faktanya telah mengusai secara fisik gedung GRI
Semarang dalam kurun waktu lebih dari 20 (dua puluh) tahun. Adapun surat penyerahan
10
dari Pihak KODIM-0733 kepada Yayasan Balai Muslimin sudah hilang, jadi tidak ada
bukti untuk status kepemilikan.40
Bahwa pada hari Kamis, tanggal 12 Juni 2008 pukul 10.15, tiga orang
PENGHADAP, masing-masing yaitu Prof dr H Rifki Muslim SpBSpUK selaku ketua
Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM) Semarang; Drs H Radjab Sene
salah satu pengurus YKTM; dan Dr H Masduki Yusak SH MPd, ketua Bidang Usaha
YKTM telah bertemu dengan pelaksana tugas wali kota Semarang.41
Bahwa dalam pertemuan tersebut plt wali kota menyarankan:42
1. Gedung bersejarah yang didirikan oleh Sarikat Islam (SI) yang terletak di Kelurahan
Gendong, Kecamatan Semarang Utara dilestarikan, dan dikelola oleh orang-orang
muslim untuk dimanfaatkan bagi umat masyarakat di sekitarnya;
2. Bukan hanya pemanfaatan saja, tetapi mencari sumber dana untuk pembangunan
gedung dan maintenensnya, karena kondisi bangunan sudah sangat membahayakan
terhadap keselamatan para pengguna gedung tersebut;
3. Pemanfaatan dan penggunaan gedung yang renumouratif-produktif sehingga dapat
revolving pendanaan untuk pengelolaanya;
4. Agar gedung tersebut dibangun di atas tanah yang memiliki status hukum yang jelas,
maka Walikota memerintahkan kepada Sdr Margono, pegawai Pemkot Semarang
untuk menelusuri status pemilikan tanah;
5. Adapun ketiga penghadap diatas yang merupakan pelaku sejarah yang masih hidup
ditugaskan untuk menyusun laporan secara kronologis yang dimulai sejak terjadinya
pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, tentang penyerahan gedung tersebut yang
dikuasi oleh SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Indonesia) onderbouw PKI yang sudah
dilarang di Indonesia.
Bahwa Adapun sejarah kronologis pelimpahan sebagai berikut:43
1. Pada tanggal 6 April 1966, setelah Gedung GRI Semarang yang terletak di kampung
Gendong merupakan tempat kegiatan SOBSI/PKI. Gagal dalam coupe d’ etat
(kudeta) tahun 1965, gedung tersebut diobrak-abrik massa di bawah panji-panji Islam.
Para penghadap menghadap KODIM 073344
Semarang selaku penguasa perang
(PEPEKUPER);
11
2. Para penghadap bertiga yang tinggal di sekitar gedung tersebut, masing-masing
bernama:
a) Masduki Yusak, bertempat tinggal Jl Ligu Selatan No 115 Kelurahan Ligu Kec
Semarang Utara45
dalam hal ini mewakili Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam,
Nahdlatul Ulama (NU);
b) Abd. Rasyid, beralamat Jl Ligu Selatan No 1159, Kelurahan Ligu Kec Semarang
Utara, mewakili Organisasi Islam (Ormas) Muhammdiyah;
c) Soedirdjo, beralamat Jl Ligu Selatan No 1169 (Partai Serikat Islam Indonesia).
Namun sekarang Sdr Soedirdjo sudah meninggal dunia, diganti dengan Sdr
Baharuddin.
3. Dalam pertemuan dengan Komandan KODIM-733 Semarang, setelah menanyakan
indentitas para penghadap, kemudian menanyakan tentang riwayat gedung tersebut.
Dengan keterbatasan pengalaman ketiga pengahadap tersebut tentang sejarah Gedung
GRI, mereka hanya semula mengetahui, bahwa:46
a) Gedung GRI Semarang itu milik SOBSI/PKI, karena kegiatan sehari-harinya diisi
oleh ormas-ormas onderbouw-nya PKI;
b) Setelah coup-PKI tahun 1965 gagal total, dan isi gedung memuat dokumen aliran
komunis diobrak-abrik oleh aksi front Pembela Pancasila yang seluruh anggota
terdiri-dari anggota ormas-ormas Islam memasuki gedung tersebut, terdapat
ditengah-tengah lantai tulisan SI dengan menggunakan keramik warna hitam;
c) Mereka mengetahui bahwa gedung kuno itu didirikan pada tahun 1911 oleh
Sarekat Islam (SI), Dalam sejarah pada tahun 1920, Sarekat Islam pecah menjadi
2 (dua), yaitu Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah. Ternyata gedung
tersebut dikuasi oleh Sarekat Islam Merah (SI Merah) dan berubah menjadi PKI
(Partai Komunis Indonesia);
d) Dengan bukti tulisan yang terdapat di lantai berbunyi S.I, komandan KODIM-
0733 Semarang, tidak menanyakan sejarahnya dan pemilikan status tanah, karena
dalam situasi perang melawan komunisme, maka bersimpatis dan senang bila
ormas-ormas terutama bernafaskan Islam berpartisipasi membangun kekuatan
untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari rongrongan kaum komunis yang
anti agama, maka mereka bertiga yang mewakili ormas-ormas Islam untuk
12
bersatu menyelamatkan aset-aset yang dikuasi komunis, khusus gedung yang
dibangun oleh S.I. pada tahun 1911 tersebut.47
e) Mereka bertiga mengusulkan membentuk Front Pembela Pancasila. Namun
Komandan KODIM-0733
tidak menyetujui kata front, karena seakan-akan
mengajak perang, maka namanya mereka mengganti dengan Kesatuan Aksi
Pembela Pancasila Semarang dan gedungnya kami beri nama ―Balai Muslimin
Semarang‖. Gedung yang hampir roboh sekarang ini dan sangat berbahaya diisi
untuk kegiatan pengajian dan shalat jumatan serta Taman Kanak-kanak (TK)
Tunanetra yang diselenggarakan oleh YKTM.
f) Alhasil setelah menghadap Komadan KODIM-0733 Semarang, pemanfaatan dan
penggunaannya dikelola oleh ketiga ormas muslim tersebut di atas. Hanya
sayangnya SK dari Komandan-0733 Semarang dalam perkembangan waktu dari
tahun 1996 sampai 2008, tidak ditemukannya keberadaan surat tersebut.
Bahwa hasil pertemuan mereka bertiga yang namanya sudah disebutkan di atas
dengan pelaksana tugas wali kota Semarang saat itu, plt wali kota yang dalam pimpinan
otoritas Pemerintah Kota Semarang sesuai dengan Undang-Undang No 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah, memerintahkan kepada mereka sebagai pelaku sejarah yang
masih hidup, untuk menyusun secara tertulis riwayat penyerahan gedung tersebut dari
Komandan KODIM-0733 Semarang, agar memiliki kekuatan hukum formal riwayat yang
tertulis tersebut dengan akte notaris.
Bahwa dengan landasan tersebut dan saran-saran yang positif dari pelaksana tugas
wali kota Semarang, penghadap menyatakan kesiapannya untuk membangun gedung
tersebut, yang diikuti dengan konsekuensi logis pendanaan, demi kemaslahatan umat.
Perencanaan pembangunan gedung tersebut dengan amanat visi dan misi Sarekat Islam
(S.I), yaitu untuk kepentingan Ibadah, pendidikan, dan kesejahteraan secara inklusif-
renuemourative productive yang artinya pelayanan pendidikan dan kesehatan tidak
terbatas hanya kaum muslimin saja, tetapi untuk umum, terutama untuk masyarakat
sekililingnya. Pengelolaan secara produktif, agar supaya menghasilkan untuk membayar
karyawan, beli peralatan medis, pembayaran listrik, air dan maintenens gedunya secara
mandiri. Gedung tersebut direncanakan 3 (tiga) lantai. Lantai ke-1 untuk pelayanan
kesehatan, lantai II untuk pendidikan, dan lantai III untuk Jum’atan, pengajian dan
13
ruangan serba guna yang dapat disewa oleh masyarakat. Adapu rencana biaya untuk
pembangunan gedung tersebut menelan biaya ± Rp 5 miliar (lima milyar rupiah).
Demikian semoga niat ibadah yang diiringi dengan rasa penuh keikhlasan mendapat
hidayah dari ridho dan Allah Subhnahu wa Ta’ala. Amin ya Robbal Alamin.
Bahwa Hasil Laporan pertemuan dengan wali kota ini ditandangtangani oleh
pelaku sejarah yaitu wakil dari NU bernama Masduki Yusak, wakil dari SI bernama
Baharuddin, wakil dari Muhammdiyah. DPC NU Semarang bernama Drs KH Ahmad
Hadlor Ihsan Ro’is Syuriyah, DPC Muhammdiyah Semarang Utara tanpa nama, Para
PENGHADAP Walikota Semarang, PENGHADAP I bernama Dr H Masduki Yusak SH
M Pd, PENGHADAP II bernama Prof DR dr H Rifki Musliman SpBSpUK,
PENGHADAP III bernama Drs H Radjab Senen. Selanjutnya laporan ini dalam bentuk
fotocopy disesuaikan dengan aslinya disahkan oleh NIKEN PUSPITARINI, Sarjana
Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Semarang, surat mana kemudian aslinya
dikembalikan kepada NIKEN PUSPTARINI selaku Notaris, untuk diberikan kepada yang
berhak pada tanggal 07 September 2009.
Bahwa pada tahun 2012, pegaiat sejarah Rukardi dkk telah mendapati dokumen
―Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota‖ (2008) tersebut. Kaget dengan
substansinya yang berisi rancangan pembangunan gedung baru yang itu jelas berisiko
terjadinya penghilangan gedung asli GRI Sarekat Islam yang terletak di Kampung
Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, temuan tersebut selanjutnya
dilaporkan ke Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah (BP3) Jateng –sekarang bernama
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng—melalui surat tertanggal 10 Agustus
2012. Isi surat melaporkan bahwa bangunan GRI Sarekat Islam Semarang yang diduga
sebagai bangunan peninggalan sejarah (cagar budaya) yang kondisinya mengalami
kerusakan-kerusakan parah dan mangkrak sejak atapnya ambrol pada tahun 2008, dan
memohon supaya BP3 meninjau ke lokasi sebab khawatir akan terjadi pembongkaran
dalam waktu dekat. Pada 4 September 2012 tim dari BP3 Jateng telah melakukan
peninjauan ke lokasi GRI Sarekat Islam di Kampung Gendong.48
Bahwa sekitar satu bulan sejak pelaporan Rukardi dkk ke BP3 Jateng tersebut,
Lurah Sarirejo Kecamatan Semarang Timur telah memfasilitasi pertemuan antara
Rukardi dkk dengan pengurus Yabami/YKTM Masuki Yusak. Pertemuan buntu,
14
Masduki Yusak tidak bisa menerima pendapat Rukardi dkk yang berpandangan bahwa
pelestarian GRI Sarekat Islam harus mendasarkan pada ketentuan UU Cagar Budaya.
Malah dalam kesempatan itu Masduki Yusak memamerkan ―kepintarannya‖ dengan
membeberkan pengalamannya yang sudah ke luar negeri di berbagai negara, di Arab
tidak ada bangunan peninggalan sejarah yang perlu dipertahankan, pernah menjabat
sebagai wakil bupati Kendal dan jabatan-jabatan lainnya lagi, dan sebagainya.
Bahwa pada 8 Mei 2013 pemerhati sejarah, Rukardi, Yunantyo Adi, dan Adhitia
Armitrianto, telah mengadakan audiensi dengan Plt Wali Kota Semarang Hendrar
Prihadi, untuk menyampaikan permohonan perlindungan mengenai GRI Sarekat Islam
Semarang di Kampung Gendong tersebut, dari pihak-pihak yang mungkin ingin
menghilangkan bentuk aslinya, sebab bangunan tersebut merupakan bangunan
bersejarah.49
Plt Wali Kota saat itu didampingi Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman
Eko Cahyono yang menyampaikan akan membantu penelusuran status tanahnya dan
menyatakan Pemkot akan menyurati BPCB Jateng.
Bahwa pada 30 Mei 2013 pegiat sejarah Rukardi, Yunantyo Adi, Tjahjono
Rahardjo, dan M Syukron, menjumpai ketua Yabami yang baru, Prof Rifki Muslim, yang
sebelumnya merupakan ketua YTKM, di ruang kerjanya di RS Kariadi Semarang –
mantan direktur RS Sultan Agung Semarang ini juga merupakan dokter spesialis bedah di
RS Kariadi. Rukardi dkk telah menyampaikan agar bangunan asli GRI Sarekat Islam
jangan sampai dibongkar untuk diganti dengan gedung baru, dan supaya pelestariannya
tidak bertentangan dengan UU Cagar Budaya 11/2010. Prof Rifki selanjutnya
menceritakan bahwa pada malam sebelumnya, 29 Mei 2013, telah mendapat telepon dari
Fadli Zon, pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia yang juga wakil Ketua
Umum Partai Gerindra, yang intinya menyampaikan hal yang sama dengan Rukardi dkk.
Namun Rifki Muslim tidak berani mengambil keputusan, supaya dirinya tidak
disalahkan, sebab ia baru sebulan di kepengurusan Yabami, sedang yang menurutnya
paling paham perihal sejarah GRI Sarekat Islam hingga kemudian dikelola oleh Yabami
adalah Masduki Yusak, mantan wakil bupati Kendal yang merupakan penngurus Yabami
sejak lama, dan sejumlah nama lagi. Rifki Muslim selanjutnya menyatakan kesediannya
untuk dialog antara Fadli Zon dan para pegiat sejarah, untuk itu ia menunggu kabar
perihal luangnya waktu Fadli Zon ke Semarang untuk berdiskusi bersama. Sebelum
15
rombongan Rukardi dkk meninggalkan tempat, Yunantyo Adi kepada Prof Rifki
memberikan salinan buku sejarah berjudul Semarang karya Acting Djawatan Penerangan
Kota Besar Semarang Soekirno dkk (1956) dan menunjukan halaman 47 yang memuat
nilai sejarahnya, buku tersebut diterima Prof Rifki. Prof Rifki pun sempat mengatakan
dirinya baru tahu perihal nilai sejarahnya tersebut dan mengatakan pula pendahulunya di
Yabami pun perlu tahu itu.
Bahwa sehari setelah Rukardi dkk bertemu dengan Prof Rifki di RS Kariadi,
yakni tanggal 31 Mei 2013, pengurus YKTM/Yabami –kadang-kadang mereka
menggunakan nama YKTM, kadang bernama Yabami— antara lain Prof Rifki Muslim
bersama Masduki Yusak mengadakan audiensi dengan Plt Wali Kota Semarang Hendrar
Prihadi di ruang kerja plt wali kota. Selepas audiensi Masduki Yusak kepada wartawan
mengaku bahwa pihaknya telah mendapat persetujuan dari walli kota untuk membongkar
gedung lama GRI dan membangun gedung baru, serta tinggal mengajukan IMB (izin
mendirikan bangunan). Yunantyo Adi dari Komunitas Pegiat Sejarah telah
mengkonfirmasi pernyataan Masduki tersebut ke Plt Wali Kota Hendrar Prihadi dan
memprotes jika pernyataan Masduki itu benar. Menurut keterangan Plt Wali Kota,
pertemuan dengan Yabami itu baru sebatas audiensi, sedang Pemkot sendiri sama sekali
belum menerima permohonan izin dari Yabami serta belum menerima pengajuan konsep
tertulis apa pun kaitannya rencana pembangunan oleh Yabami.
Bahwa pada 1 Agustus 2013 para aktivis Komunitas Pegiat Sejarah (KPS)
Semarang menyurati Plt Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi guna meminta
perlindungan agar Pemkot Semarang melindungi dan mengamankan gedung GRI Sarekat
Islam dari ancaman akan terjadinya pembangunan gedung baru yang berisiko hilangnya
gedung asli GRI Sarekat Islam, sebab tersiar kabar kalau Ketua YKTM Prof Rifki
Muslim yang belakangan juga jadi Ketua Yabami dan kawan-kawannya akan
mengadakan acara pemasangan baliho yang menandai dimulainya pembangunan gedung
baru.
Bahwa pada 2 Agustus 2013 Prof Rifki Muslim menjawab pertanyaan kepada
pers yang intinya membenarkan bahwa akan ada pembangunan gedung baru dua lantai
menggantikan gedung lama GRI Sarekat Islam yang sudah rusak. Sebagaimana dimuat
Kompas edisi 3 Agustus 2013 di rubrik Nusantara, Rifki Muslim mengatakan akan
16
mengadakan event pemasangan baliho sebagai penanda dimulainya pembangunan gedung
baru itu. Kompas juga memuat pernyataannya: ―Gedung (GRI Sarekat Islam, Red) itu
tidak perlu dirobohkan nantinya akan roboh sendiri.‖
Bahwa Kasi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya pada
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng, Gutomo, telah menyatakan bahwa
terhadap situs GRI Sarekat Islam pihaknya sedang melakukan pengkajian cagar
budayanya dari berbagai aspek termasuk arsitektur dan sejarah yang menyertainya dan
selama proses kajian ini tidak boleh ada kajian dan perobohan apa pun. (Kompas, 3
Agustus 2013; Tribun Jateng, 5 Agustus 3013).
Bahwa Ketua Dewan Pertimbangan Kota Semarang Prof Eko Budiharjo agar
siapa pun jangan terburu-buru ingin membongkar bangunan GRI Sarekat Islam, sebab
perlakuan bangunan tersebut harus menunggu kajian dan studi mendalam yang dilakukan
BPCB Jateng. Terhadap bangunan tua bernilai sejarah yang kondisinya rusak parah,
dapat dipugar dengan mempertahankan bangunan asli yang masih ada, yang itu semua
bergantung pada hasil rekomendasi BPCB. (Kompas, 6 Agustus 2013).
Bahwa pada 2 Agustus 2013, jejaring Komunitas Pegiat Sejarah Semarang yang
ada di Solo, yakni Sdr Lammax Blegur, menghadap pimpinan BPCB Jateng, yakni Plt
Kepala BPCB Jateng Sri Ediningsih dan Kasi Perlindungan, Pengembangan, dan
Pemanfaatan Cagar Budaya BPCB Jateng Gutomo, di kantor BPCB Jateng yang
berkedudukan di Prambanan, Klaten, guna mengantarkan data-data baru yang dipunyai
Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang, sebagai masukan data kepada BPCB Jateng.
Dalam kesempatan itu Sdr Blegur pun memperoleh informasi bahwa Wakil Menteri
Kebudayaan telah menelepon Kepala BPCB Jateng Sri Ediningsih, menanyakan kabar
mengenai peletakan batu pertama yang akan dilakukan Yabami/KTYM. Pada tanggal itu
juga pimpinan BPCB Jateng memerintahkan dua pegawai BPCB Jateng, Sdri Iwuk dan
Bp Winda, untuk langsung menuju ke Kampung Gendong Semarang guna mencari
informasi ke penduduk mengenai dugaan adanya peletakan batu pertama berupa
pemasangan baliho yang akan menandai dimulainya pembangunan gedung baru yang
berisiko dapat menghilangkan situs asli GRI Sarekat Islam.
Bahwa pada 3 Agustus 2013 harian Kompas menurunkan tulisan ―Bangunan
Bersejarah, Peninggalan Sarekat Islam Terancam Dirobohkan‖, isinya memuat
17
wawancara dengan ketua Yabami/YTKM Rifki Muslim, Rifki Muslim mengakui akan
membangun gedung baru dua lantai menggantikan bangunan asli GRI Sarekat Islam, dan
pada tanggal 4 Agustus 2013 akan diadakan pemasangan baliho yang menandai
dimulainya rencana pembangunan gedung baru tersebut. Atas berita itu Plt Wali Kota
Semarang meminta Satpol PP dan Camat Semarang Timur50
untuk memeriksa kondisi
bangunan GRI Sarekat Islam sebab Yabami/YTKM sendiri sama sekali tidak memiliki
izin-izin terkait pembangunan. Membaca berita di Kompas tersebut, pengajar Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Indonesia Fadzli Zon menelepon Rifki Muslim beberapa kali
tetapi tidak diangkat. Pendiri Fadli Zon Library tersebut lantas menelepon Plt Wali Kota
Hendrar Prihadi dan memberi masukan agar jangan pernah memberi izin siapa pun yang
mengajukan IMB pembangunan gedung baru yang menggantikan gedung asli GRI
Sarekat Islam. Kepala Plt Wali Kota, melalui sambungan telepon, Fadli Zon juga
menerangkan nilai-nilai sejarah penting yang ada pada GRI Sarekat Islam, sehingga
bagaimana pun gedung itu harus dipertahankan keasliannya dan dimasukkan sebagai
cagar budaya.
Bahwa pada 4 Agustus 2013 Plt Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi tidak
bersedia hadir dalam acara pemasangan baliho penanda pembangunan gedung baru yang
diselenggarakan YKTM/Yabami tersebut, sebab Yabami/YKTM tidak memiliki izin apa
pun, termasuk IMB.51
Namun pada tanggal ini, menurut keterangan warga setempat,
pengurus Yabami/YKTM tetap mengadakan pertemuan dengan warga di sekitar GRI
Sarekat Islam dan dalam pertemuan yang berlangsung hingga malam, Yabami/YKTM
menjanjikan akan membangun gedung baru dua lantai yang akan sudah terbangun pada
Lebaran tahun depan (2014).52
Bahwa atas perkembangan tindakan YKTM/Yabami tersebut, pada 5 Agustus
2013, Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang dengan dasar Pasal 23 UU Cagar
Budaya 11/2010 mengadu ke Polrestabes Semarang dan Polsek Gayamsari Kota
Semarang, sebagai upaya preventif demi meminta perlindungan atas situs GRI Sarekat
Islam tersebut. (Tribun Jateng, 6 Agustus 2013; Barometer, 6 Agustus 2013). Tindakan
preventif Komunitas Pegiat Sejarah tersebut didasari Pasal 23 ayat (1) UU Cagar Budaya
yang juga memberi wewenang kepada Polri dalam hal penemuan dan pelaporan benda-
bangunan-situs yang diduga cagar budaya.
18
2. Analisis Hukum (Legal Analysis)
1) Bahwa Gedung GRI Sarekat Islam dapat dikatakan termasuk ―bangunan cagar
budaya‖ sebab gedung adalah bangunan yang perlu dilestarikan mengingat gedung ini
dalam kondisi memprihatikan, sementara gedung ini memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan/atau kebudayaan tetapi harus dilakukan proses
penetapan. Nilai sejarah, karena gedung ini adalah bekas gedung yang di dirikan dan
digunakan oleh Sarekat Islam, salah satu partai yang menjadi cikal bakal pergerakan
kemerdekaan. Salah satu orang yang pernah berperan besar mengembangkan gedung
ini adalah Tan Malaka yang telah diakui sebagai pahlawan nasional. Pada tahun
1930, gedung GRI Semarang ini dibuka oleh PNI Pendidikan, Partindo, Persatuan
Bangsa Indonesia, disingkat PBI untuk rapat-rapat umum. Antara tahun 1930-1938
pernah dikunjung Bung Karno (PNI, Partindo), Bung Hatta (PNI Pendidikan), Sutan
Syahrir (PNI Pendidikan), AK Gani (wakil Perdana Menteri, Menteri Perdagangan,
Menteri Pertanian), Moh Yamin (pelopor Sumpah Pemuda), Menteri Pendidikan
Nasional, Menteri Kehakiman), Amir Syarifudin (Menteri Pertahanan, Menteri
Komunikasi dan Informatika, Perdana Menteri ketika Revolusi Nasional Indonesia),
dokter Sutomo (pendiri Boedi Oetomo), dll. Saat terjadi Pertempuran Lima Hari di
Semarang, situs GRI Sarekat Islam ini menjadi Pos Palang Merah. Gedung ini juga
pernah dimanfaatkan pendidikan, yaitu Pada tahun 1921, Datuk Ibrahim Tan Malaka
yang merupakan pahlawan nasional melakukan perjalanan ke Semarang dan bertemu
Semaun, keduanya lantas mendirikan Sekolah SI Semarang (Sarekat Islam School)
yang sekarang adalah gedung GRI Sarekat Islam atau Yayasan Kesejahteraan
Tunanetra Muslimin (YKTM). Pada saat itu, gedung ini berfungsi sebagai tempat
pendidikan untuk rakyat pribumi Kota Semarang memanfaatkan Gedung Rakyat
Indonesia atau sekarang bernama Balai Muslimin. Kegiatan pendidikan yang
dijalankan Datuk Ibrahim Tan Malaka hingga tahun 1926. Pada tahun 1930, Gedung
GRI Semarang ini dibuka oleh PNI Pendidikan, Partindo, Persatuan Bangsa
Indonesia, disingkat PBI untuk rapat-rapat umum. Antara tahun 1930-1938 pernah
dikunjung Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, AK Gani, Moh Yamin, Amir
Syarifudin, dokter Sutomo, dll. Saat terjadi Pertempuran Lima Hari di Semarang,
19
situs GRI Semarang ini menjadi Pos Palang Merah. Untuk itu, Gedung GRI
Semarang dapat dinyatakan telah memenuhi unsur-unsur yang diatur di dalam Pasal 1
angka 2 UU No. 11 Tahun 2010, yaitu ―Cagar Budaya adalah warisan budaya
bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau
di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.‖
2) Bahwa gedung GRI Sarekat Islam, sekali lagi, merupakan bangunan yang terbuat dari
benda buatan manusia yang memenuhi unsur akan adanya kebutuhan ruangan dan
beratap, hal ini dapat dibuktikan dengan foto terlampir. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No 11 Tahun 2010, yaitu ―Bangunan Cagar Budaya
adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia
untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan
beratap.‖
3) Bahwa Menurut Pasal 1 angka 4 UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu
―Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang
menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan
manusia.‖ Gedung GRI Sarekat Islalm memenuhi kriteria sebagai cagar budaya
dikarenakan gedung ini mempunyai susunan yang terbuat dari benda buatan manusia
berbentuk bangunan yang ditujukan untuk memenuhi ruang kegiatan yang terletak di
darat, serta adanya saran dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
4) Bahwa gedung GRI Sarekat Islam memenuhi unsur-unsur yang dikategorikan
bangunan cagar budaya sesuai dengan Pasal 5 UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar
budaya, yaitu Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi
kriteria:
20
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Gedung GRI Sarekat Islam dibangun pada tahun 1919 hingga tahun 1920 artinya
telah berdiri selama 93 tahun jika dihitung dari tahun 1920. Gaya arsitekturnya
berusia lebih dari 50 (lima puluh) puluh tahun. Gedung sebernarnya memilki arti
khusus karena gedung ini merupakan gedung Sarekat Islam yang berperan
memajukan pendidikan di sekitar gedung tersebut dan telah dikunjungi oleh tokoh-
tokoh sebagaimana telah disebutkan diatas. Satu hal perlu ditegaskan bahwa gedung
ini memiliki peranan besar dalam lintas sejarah Kota Semarang sebagai tempat Pos
Palang Merah pada saat pertempuran lima hari di Semarang.
Menurut Pasal 7 UU No 11 Tahun 2010, Bangunan Cagar Budaya dapat:
a. berunsur tunggal atau banyak; dan/atau
b. berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.
Situs-bangunan GRI Semarang memenuhi unsur pasal ini yaitu berunsur tunggal
berbentuk bangunan gedung.
5) Bahwa melalui proses penetapan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 1 angka 1 UU
No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu Cagar Budaya adalah warisan
budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,
Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui
proses penetapan. Perolehan proses penetapan bangunan cagar budaya harus melalui
pengkajian yang dilakukan oleh Tim Ahli yang diatur di dalam Pasal 1 angka 13
Undang-Undang No 11 Tahun 2010, yaitu ―Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok
ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk
memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar
Budaya.‖ Status penetapan GRI Sarekat Islam sebagai bangunan cagar budaya masih
21
dalam proses pengkajian, hal itu mengacu keterangan Kasi Perlindungan,
Pengembangan, dan Pemanfaatan BPCB Jateng, Gutomo, di Kompas edisi tanggal 3
Agustus 2013 pada rubrik Nusantara dan di Tribun Jateng tanggal 5 Agustus 2013
pada rubrik Simpanglima Lines.
6) Bahwa gedung GRI Sarekat Islam dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar
budaya meskipun dahulu gedung tersebut pernah juga digunakan oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang merupakan partai mengajarkan suatu paham yang sekarang
telah dilarang oleh UU No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Tentang Keamanan Negara.
Pelestarian suatu situs/atau bangunan cagar budaya bukan berdasarkan konteks
sejarah kelam yang dialami dari suatu negara, melainkan justru sebagai suatu
pembalajaran bahwa sesuatu yang telah terjadi di masa lampau dapat dijadikan acuan
untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Salah satunya wujud dari pelestarian
suatu situs/bangunan cagar budaya. Bangunan GRI Sarekat Islam sebagai sumber
daya budaya yang memiliki sifat rapuh disebabkan usianya yang semakin tua serta
tanpa adanya pemeliharaan dan perawatan, oleh karena itu diperlukan suatu tindakan
untuk segera melestarikannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya untuk kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis.
Kepentingan akademis yaitu kepentingan untuk pendidikan dalam bidang sejarah.
Kepentingan ideologis yaitu kepentingan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila. Kepentingan ekonomis yaitu kepentingan pemanfaatan bangunan cagar
budaya untuk mendukung program pengembangan pariwisata di Kota Semarang.
7) Bahwa pelestarian gedung GRI Sarekat Islam memenuhi beberapa asas-asas yang
telah ditentukan di dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, yaitu:
- Asas Pancasila, bahwa meskipun dulu digunakan oleh Pergerakan Komunis di
Indonesia, bukan berarti sekarang gedung GRI Sarekat Islam dimanfaatkan untuk
mengajarkan paham komunis, melainkan dipergunakan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila;
22
- Asas Bhineka Tunggal Ika, pelestarian gedung GRI Semarang bukan untuk
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa melainkan untuk memperat
keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, khususnya bagi masyarakat
di sekitar gedung GRI Sarekat Islam, guna menuju kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang damai dan sejahtera;
- Asas keadilan, pelestarian gedung GRI Sarekat Islam untuk mencerminkan rasa
keadilan dan kesetaraan secara proporsional bagi setiap warga negara, bukan
ditujukan kepada pihak-pihak tertentu;
- Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa pelestarian gedung GRI Sarekat
Islam membawa ketertiban, khususnya masyarakat di sekitar gedung GRI
Semarang melalui jaminan kepastian hukum. Oleh sebab itu diperlukan segera
penetapan menjadi bangunan cagar budaya;
- Asas kemanfaatan, bahwa pelestarian gedung GRI Sarekat islam sebagai cagar
budaya diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar gedung GRI, dalam aspek agama,
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.
8) Bahwa status kepemilikan bangunan gedung GRI Sarekat Islam saat ini bukanlah
milik dari pada ketiga Pihak PENGHADAP yang bertindak atas nama Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM) Semarang sebagaimana tertuang dalam
―Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota‖ (2008), disebabkan tidak adanya
penyerahan secara hukum formil dari pihak manapun. Adapun penyerahan status
kepemilikan bangunan gedung GRI Semarang, sebagaimana pengakuan YKTM
sendiri, adalah sebagai berikut:
- Gedung GRI Semarang itu milik SOBSI/PKI, karena kegiatan sehari-harinya diisi
oleh ormas-ormas onderbouw-nya PKI;
- Setelah coup-PKI tahun 1965 gagal total, dan isi gedung memuat dokumen aliran
komunis diobrak-abrik oleh aksi front Pembela Pancasila yang seluruh anggota
terdiri-dari anggota ormas-ormas Islam memasuki gedung tersebut, terdapat
ditengah-tengah lantai tulisan SI dengan menggunakan keramik warna hitam;
23
- Pihak PENGHADAP mengetahui bahwa gedung kuno itu didirikan pada tahun
1911 oleh Sarekat Islam (SI), Dalam sejarah pada tahun 1920, Sarekat Islam
pecah menjadi 2 (dua), yaitu Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah.
Ternyata gedung tersebut dikuasi oleh Sarekat Islam Merah (SI Merah) dan
berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia);
- Dengan bukti tulisan yang terdapat di lantai berbunyi S.I, Komandan KODIM-
0733 Semarang, tidak menanyakan sejarahnya dan pemilikan status tanah, karena
dalam situasi perang melawan komunisme, maka bersimpatis dan senang bila
ormas-ormas terutama bernafaskan Islam berpartisipasi membangun kekuatan
untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari rongrongan kaum komunis yang
anti agama, Maka mereka bertiga yang mewakili ormas-ormas Islam untuk
bersatu menyelamatkan aset-aset yang dikuasi komunis, Khusus gedung yang
dibangun oleh S.I pada tahun 1911 tersebut.
- Pihak PENGHADAP mengusulkan membentuk Front Pembela Pancasila. Namun
Komandan KODIM-0733 tidak menyetujui kata Front, karena seakan-akan
mengajak perang, Maka namanya mereka mengganti dengan Kesatuan Aksi
Pembela Pancasila Semarang dan gedungnya kami beri nama ―Balai Muslimin
Semarang‖. Gedung yang hampir roboh sekarang ini dan sangat berbahaya diisi
untuk kegiatan pengajian dan sholat Jum’atan serta Taman Kanak-kanak (TK)
Tunanetra yang diselenggarakan oleh YKTM.
- Alhasil setelah menghadap Komadan KODIM-0733 Semarang, pemanfaatan dan
penggunaannya dikelola oleh ketiga ormas muslim tersebut diatas. Hanya
sayangnya SK dari Komandan-0733 Semarang dalam perkembangan waktu dari
tahun 1996.
- Hasil Laporan pertemuan dengan wali kota ini ditandangtangani oleh pelaku
sejarah yaitu wakil dari NU bernama Masduki Yusak, wakil dari SI bernama
Baharuddin, wakil dari Muhammdiyah. DPC NU Semarang bernama Drs KH
Ahmad Hadlor Ihsan Ro’is Syuriyah, DPC Muhammdiyah Semarang Utara tanpa
nama, Para PENGHADAP Walikota Semarang, PENGHADAP I bernama Dr H
Masduki Yusak SH MPd, PENGHADAP II bernama Prof DR dr H Rifki
Musliman SpBSpUK, PENGHADAP III bernama Drs H Radjab Senen.
24
Selanjutnya laporan ini dalam bentuk fotokopi disesuaikan dengan aslinya
disahkan oleh NIKEN PUSPITARINI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
Notaris di Semarang, surat mana kemudian aslinya dikembalikan kepada NIKEN
PUSPTARINI selaku Notaris, untuk diberikan kepada yang berhak pada tanggal
07 September 2009.
- Hasil Laporan Pertemuan dengan Wali Kota ini ditandangtangani oleh pelaku
sejarah yaitu wakil dari NU bernama Masduki Yusak, wakil dari SI bernama
Baharuddin, wakil dari Muhammdiyah. DPC NU Semarang bernama Drs KH
Ahmad Hadlor Ihsan Ro’is Syuriyah, DPC Muhammdiyah Semarang Utara tanpa
nama, Para PENGHADAP Walikota Semarang, PENGHADAP I bernama Dr H
Masduki Yusak SHMPd, PENGHADAP II bernama Prof Dr dr H Rifki Musliman
SpBSpUK, PENGHADAP III bernama Drs H Radjab Senen. Selanjutnya laporan
ini dalam bentuk fotocopy disesuaikan dengan aslinya disahkan oleh NIKEN
PUSPITARINI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Semarang,
surat mana kemudian aslinya dikembalikan kepada NIKEN PUSPTARINI selaku
Notaris, untuk diberikan kepada yang berhak pada tanggal 07 September 2009.
- Hasil Laporan pertemuan dengan Walikota ini ditandangtangani oleh pelaku
sejarah yaitu wakil dari NU bernama Masduki Yusak, wakil dari SI bernama
Baharuddin, wakil dari Muhammdiyah. DPC NU Semarang bernama Drs KH
Ahmad Hadlor Ihsan Ro’is Syuriyah, DPC Muhammdiyah Semarang Utara tanpa
nama, Para PENGHADAP Walikota Semarang, PENGHADAP I bernama DR. H.
Masduki Yusak SHMPd, PENGHADAP II bernama Prof Dr dr H Rifki Musliman
SpBSpUK, PENGHADAP III bernama Drs H Radjab Senen. Selanjutnya laporan
ini dalam bentuk fotokopi disesuaikan dengan aslinya disahkan oleh NIKEN
PUSPITARINI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Semarang,
surat mana kemudian aslinya dikembalikan kepada NIKEN PUSPTARINI selaku
Notaris, untuk diberikan kepada yang berhak pada tanggal 07 September 2009.
- Selanjutnya para PENGHADAP yang melakukan pertemuan dengan Bapak
Walikota Mahfud Ali sebagai subyek hukum yang memiliki kepentingan untuk
mendapatkan hak penguasaan atas bangunan GRI Sarekat Islam berdasarkan akta
notaris yang dibuat oleh notaris NIKEN PUSPITARINI. Akta notaris ini adalah
25
Hasil Laporan pertemuan dengan Walikota ini ditandangtangani oleh pelaku
sejarah yaitu wakil dari NU bernama Masduki Yusak, wakil dari SI bernama
Baharuddin, wakil dari Muhammdiyah. DPC NU Semarang bernama Drs KH
Ahmad Hadlor Ihsan Ro’is Syuriyah, DPC Muhammdiyah Semarang Utara tanpa
nama, Para PENGHADAP Walikota Semarang, PENGHADAP I bernama Dr H
Masduki Yusak SHMPd, PENGHADAP II bernama Prof Dr dr H Rifki Musliman
SpBSpUK, PENGHADAP III bernama Drs H Radjab Senen. Selanjutnya laporan
ini dalam bentuk fotocopy disesuaikan dengan aslinya disahkan oleh NIKEN
PUSPITARINI, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Semarang,
surat mana kemudian aslinya dikembalikan kepada NIKEN PUSPTARINI selaku
Notaris, untuk diberikan kepada yang berhak pada tanggal 07 September 2009.
9) Bahwa menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2007 tentang
Pendaftaran Tanah, objek pendaftaran tanah meliputi: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, dan hak milik atas satuan
rumah susun. Berdasarkan catatan sejarah, status hak atas bangunan gedung GRI
Semarang adalah tanah wakaf yang diberikan oleh Wakif yaitu Sdr Tasripin kepada para
pengurus Sarekat Islam (SI) pada waktu itu yaitu Sdr Samaun selaku nadzir. Namun
demikian tidak terdapat bukti autentik berupa Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh
Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan Pihak yang mendaftarkan tanah yang diwakafkan di
Kantor Pertanahan kabupaten/kota, atau setidak-tidaknya adanya bukti autentik Ikrar
Wakaf yang dilakukan di hadapan Notaris sebagai bukti data yuridis.
10) Bahwa berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2007
tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur tentang Pembuktian Lama tidak pernah
dilakukan oleh para PENGHADAP atau para pihak yang mengatasnamakan Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM) untuk melakukan perbuatan hukum dalam
hal tidak ada atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian yang berupa
pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah
meskipun yang bersangkutan telah menguasai gedung GRI Sarekat Islam selama 20 (dua
puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh akan tetapi permohonan pendaftaran
26
dan/atau pendahulu-pendahulunya tidak pernah melakukan tindakan hukum untuk
menjadikan hak milik.
11) Bahwa apabila ketentuan di atas tidak dapat dipenuhi oleh para PENGHADAP dan/atau
para pihak yang mengatasnamakan Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM)
dapat melakukan permohonan penetapan wakaf selaku nadzir kepada Pengadilan Agama
Kota Semarang sebagaiman diatur oleh Pasal 49 Undang-Undang No 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
akan tetapi hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh para PENGHADAP dan/atau Para
Pihak yang mengatasnamakan Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM).
12) Bahwa apabila tidak diketahui status kepemilikan atas harta benda wakat, dalam hal ini
bangunan gedung GRI Sarekat Islam, maka status kepemilikannya menjadi tanggung
jawab Badan Wakaf Indonesia, sebagaimana diatur di dalam Pasal 49 huruf b UU No 41
Tahun 2004 tentang Wakaf.
13) Bahwa bangungan gedung GRI peninggalan Sarekat Islam dapat dikategorikan bangunan
cagar budaya meskipun saat ini statusnya dalam pengkajian oleh Tim Ahli, maka berlaku
asas hukum yaitu lex specialis derogat lex generalis (aturun khusus mengesampingkan
aturan umum). Oleh karena itu status kepemilikan atas bangunan gedung GRI Sarekat
Islam belum jelas atau bukan dimiliki oleh pihak manapun, berdasarkan Pasal 15
Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya, berbunyi ―Cagar Budaya
yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasi oleh Negara.‖
14) Bahwa apabila ketiga pihak PENGHADAP tetap bersikeras untuk mengakui status
hukum gedung GRI Semarang sebagai pemilik akan tetapi tidak mampu membuktikan
maka tindakan ketiga pihak PENGHADAP dapat dikategorikan perbuatan melawan
hukum sebagaiman diatur di dalam Pasal 101 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010
tentang Cagar budaya yang menyatakan bahwa ―Setiap orang yang tanpa izin
mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 5 (lima)
27
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)‖, Jo Pasal 104
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya yang menyatakan bahwa
―Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah), Jo Pasal 105 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar budaya
yang menyatakan bahwa ―Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).‖
3. Kesimpulan (Conclusion)
Berdasarkan analisis hukum di atas dapat disumpulkan bahwa: --------------------------------
1. Bahwa bangunan GRI Sarekat Islam Semarang adalah termasuk bangunan
peninggalan sejarah yang mesti tetap dipertahankan.
2. Bahwa Bahwa status kepemilikan gedung GRI Semarang saat ini bukanlah milik dari
pada para pihak PENGHADAP yang bertindak atas nama Yayasan Kesejahteraan
Tunanetra Muslimin (YKTM) Semarang disebabkan tidak adanya penyerahan secara
hukum formil dari pihak manapun. Walaupun terdapat pernyataan bahwa gedung
GRIS merupakan tanah wakaf, akan tetapi sampai saat ini belum ada bukti bahwa
para PENGHADAP sebagai Nadzir atau setidak-tidaknya para PENGHADAP
ditunjuk sebagai ahli waris yang ditunjuk oleh Wakif selaku pemberi Wakaf.
3. Bahwa menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2007 tentang
Pendaftaran Tanah, objek pendaftaran tanah meliputi: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, tanah wakaf, dan hak milik atas satuan
rumah susun. Berdasarkan catatan sejarah, status hak atas bangunan gedung GRI
Semarang adalah tanah wakaf yang diberikan oleh Wakif yaitu Sdr Tasripin kepada
para pengurus Sarekat Islam (SI) pada waktu itu yaitu Sdr Samaun selaku Nadzir.
28
Namun demikian tidak terdapat bukti autentik berupa Akta Ikrar Wakaf yang dibuat
oleh Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan Pihak yang mendaftarkan tanah yang
diwakafkan di Kantor Pertanahan Kabupaten/kota, atau setidak-tidaknya adanya bukti
autentik Ikrar Wakaf yang dilakukan di hadapan Notaris sebagai bukti data yuridis.
4. Bahwa berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2007
tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur tentang Pembuktian Lama tidak pernah
dilakukan oleh para PENGHADAP atau para pihak yang mengatasnamakan Yayasan
Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM). Dengan demikian status kepemilikan
atas gedung GRI Semarang tidak jelas siapa yang berhak memilikinya.
5. Bahwa apabila tidak diketahui status kepemilikan atas harta benda wakaf, dalam hal
ini gedung GRI Semarang, maka status kepemilikannya menjadi tanggung jawab
Badan Wakaf Indonesia, sebagaimana diatur di dalam Pasal 49 huruf b UU No 41
Tahun 2004 tentang Wakaf. Namun demikian gedung GRI dapat dikategorikan
bangunan cagar budaya meskipun saat ini statusnya dalam pengkajian oleh Tim Ahli,
maka berlaku asas hukum yaitu lex specialis derogat lex generalis (aturun khusus
mengesampingkan aturan umum) atau berlakunya Undang-Undang No 11 tahun 2010
tentang Cagar Budaya untuk mengesampingkan keduduakan UU No 41 Tahun 2004
tentang Wakaf. Oleh karena itu status kepemilikan atas bangunan gedung GRIS
belum jelas atau bukan dimiliki oleh pihak manapun, berdasarkan Pasal 15 UU No 11
Tahun 2010 tentang Cagar budaya, berbunyi: ―Cagar Budaya yang tidak diketahui
kepemilikannya dikuasi oleh Negara.‖
4. Saran (Legal Suggestion)
Berdasarkan uraian di atas yang didukung oleh analisis hukum yang mendasarinya, maka
kami Rukardi dkk selaku pelapor cagar budaya GRI Sarekat Islam Semarang
memberikan saran-saran kepada Pemerintah Kota Semarang (Wali Kota Semarang)
dan/atau instansi lain yang berwenang di bidang peninggalan sejarah/cagar budaya, serta
Kantor Pertanahan Kota Semarang, agar melakukan langkah-langkah hukum sebagai
berikut:--------------------------------------------------------------------------------------------------
29
1. Bahwa memohon kepada pemerintah untuk segera menetapkan status hukum situs-
bangunan GRI Semarang sebagai bangunan cagar budaya sebagaimana diamanatkan
oleh Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
2. Bahwa ketiga pihak PENGHADAP bukanlah pemiliki dari situs-bangunan GRI sebab
ketigak pihak PENGHADAP tersebut bukanlah ahil waris atau setidak-tidaknya
ditunjuk sebagai Nadzir atas situs-bangunan GRI apabila situs-bangunan GRI tersebut
benar-benar menjadi harta benda wakaf yang diwakafkan oleh Sdr Tasripin selaku
wakaf;
3. Bahwa memohon kepada Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk menolak
pengajuan status kepemilikan atau setidak-tidaknya perubahan status gedung GRI
Sarekat Islam Semarang menjadi hak milik dari Yayasan Kesejahteraan Tunanetra
Muslimin (YKTM) Semarang atau Yayasan Balai Muslimin (Yabami) Semarang
yang diajukan oleh ketiga pihak PENGHADAP atau wakilnya atau kuasanya
mengingat status kepemilikan gedung saat ini belum jelas dimiliki oleh siapa pun.
4. Bahwa apabila suatu obyek tanah atau gedung tidak dimiliki oleh pihak siapa pun
atau ditelantarkan maka obyek tanah atau gedung tersebut sepenuhnya menjadi tanah
milik negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 27 Undang-Undang No 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo Pasal 15 Undang-Undang No
11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya apabila status kepemilikan bangunan budaya
tidak diketahui pemiliknya, atau setidak-tidaknya dikuasai dikuasai oleh negara –
dalam hal ini dapat Pemerintah Kota Semarang/Wali Kota Semarang—dan untuk
selanjutnya negara menelusuri status kepemilikannya, dan bila betul-betul tidak
diketemukan bukti-bukti dokumen wakaf tanah tersebut maka Pemerintah Kota
Semarang/Wali Kota Semarang memperbaharui status wakafnya menjadi milik
negara (Pemerintah Kota Semarang/Wali Kota Semarang).
----------------
1 Disusun oleh Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang –Danang Hardianto dan Yunantyo Adi— Agustus-September 2013. 2 The Raise of Indonesian Communism, Ruth McVey, peneliti Cornell University, Ithaca, New York, diterbitkan
Cornell University Press, 1965.
30
3 Buku sejarah berjudul “Semarang”, disusun Acting Djawatan Penerangan Kota Besar Semarang Soekirno dkk, 1956, halaman 47. Sedang perubahan nama dari GRI menjadi Balai Muslimin mengacu pada “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota” (2008) yang disusun oleh Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Muslimin (YKTM). 4 Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia (1905-1942) karya Safrizal Rambe (2008). 5 Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia, Dr Dewi Yuliati, pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Undip Semarang. 6 Laporan Susriyono kepada Kepala Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jateng Drs I Gusti Ngurah Anom, 21 Desember 1983. 7 Soekirno, 1956. 8 Presiden Soekarno memberikan gelar pahlawan nasional kepada Tan Malaka berdasarkan Keputusan Presiden No 53 Tahun 1963. 9 Biografi Tan Malaka “Pergulatan Menuju Republik” Jilid I, Harry A Poeze (1976). 10Soekirno, 1956. 11
Soekirno (1956) dan esai Tan Malaka berjudul “Sarekat Islam Semarang dan Onderwijs” (1921). Onderwijs = pengajaran. 12 Tan Malaka, Sarekat Islam Semarang dan Onderwijs, 1921. 13 Otobiografi Tan Malaka, Dari Penjara ke Penjara Jilid I, 1947. 14 Foto tersebut tertuang dalam buku biografi Tan Malaka berjudul Pergulatan Menuju Republik Jilid I, Harry A Poeze, 1976. Bila dibandingkan dengan kondisi bangunan sekarang, susunan tiang-tiangnya masih sama. 15 Sarekat Rakyat merupakan onderbouw Partai Komunis Indonesia. Dalam kongres ISDV di GRI Semarang pada 23 Mei 1920, nama ISDV diubah namanya menjadi PKI, dan ketua PKI pertama adalah Ketua SI Semarang Semaoen. 16
Soekirno, 1956. 17 Dewi Yuliati, Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia. 18 Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia, Dewi Yuliati. 19 Riwayat Semarang, Liem Thian Joe, 1931. 20 Pergulatan Menuju Republik Jilid I, Harry A Poeze, 1976. 21 Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia, Dewi Yuliati. 22 Nasionalisme Buruh dalam Sejarah Indonesia, Dewi Yuliati. 23 Soekirno, 1956. 24
Soekirno, 1956. 25 Laporan Susriyono kepada kepala Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jateng, 1983. 26 Soekirno, 1956. 27 Soekirno dkk, 1956. 28 Situs web Badan Arpusda Jateng. 29 Soekirno dkk, 1956. 30 Soekirno dkk, 1956. 31 Keterangan ini mengacu “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota” (2008). 32 Keterangan Agus Harsoyo, 15 Agustus 2013. 33 Keterangan Jiem, warga Kampung Gendong, 2 September 2013. 34 Supardi merupakan perangkat Kelurahan Sarirejo Kecamatan Semarang Timur, lahir di kelurahan itu, ia pun mengatakan dirinya dan warga lainnya tidak tahu nilai-nilai sejarah GRI Sarekat Islam. 35 Laporan pegawai SPSP Jateng Susriono kepada Kepala SPSP Jateng Drs I Gusti Ngurah Anom, 1983. 36 Keterangan Abdul Rosyid dalam “Jejak Kaum pergerakan di Kampung Gendong”, Suara Merdeka, 23 Mei 2008. 37 Keterangan Agus Harsoyo, 16 Agustus 2013. 38 Data ini mengacu “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota”, 2008. 39 Dijelaskn dalam “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota”, 2008. 40 Keterangan ini diakui YTKM dalam “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota” (2008) yang mereka susun-susun sendiri dan mereka notariskan. 41 Mengacu “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota”, 2008. 42 Seluruh keterangan ini dan selanjutnya mengacu “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota” (2008). 43 Mengutip “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota”, 2008.
31
44 Dalam seluruh dokumen “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota” (2008) ini YKTM keliru menyebut KODIM 073 Semarang, harusnya Kodim 0733 Semarang. 45 Saat itu kecamatannya ikut Semarang Utara, sekarang Kelurahan Sarirejo Kecamatan Semarang Timur. 46 Mengutip “Laporan Hasil Pertemuan dengan Wali Kota”, 2008. 47 Terjadi kesalahan dalam menyebut tahun. Ini wajar terjadi lantaran YKTM sendiri kurang memahami sejarah gedung itu. Penulisan tahun 1911 sepertinya mengacu sejarah berdirinya Sarekat Dagang Islam. 48 “BP3 Pantau Gedung-Gedung Kuno, Bangunan Bersejarah Terancam Dirobohkan”, Suara Merdeka, 6 September 2012. 49 “Kepemilikan Bekas Gedung SI Ditelusuri”, Suara Merdeka, 13 Mei 2013. 50 Gedung SI Diusulkan Jadi Cagar Budaya, Radar Semarang 4 Agustus 2013. Camat Semarang Timur Bambang Suranggono mengaku kepada harian Radar Semarang bahwa Yabami sama sekali tidak memiliki izin pembangunan. 51 Ketidaksediaan Plt Wali Kota Hendrar Prihadi dengan alasan tersebut disampaikan yang bersangkun kepada Yunantyo Adi (Komunitas Pegiat Sejarah Semarang). 52
Keterangan tersebut diperoleh Rukardi (Komunitas Pegiat Sejarah Semarang) dari RT 7 RW 6 Kelurahan Sarirejo, di kediaman ketua RT, saat menemani budayawan Adin cs menjumpai ketua RT kaitannya event kebudayaan yang direncanakan akan diselenggarakan di Kampung Gendong.