Kasus Ganguan Delusional

Post on 04-Aug-2015

84 views 20 download

description

modul ME

Transcript of Kasus Ganguan Delusional

SEORANG PRIA YANG MERASA TERTULAR HIV/AIDS

KELOMPOK V

030.06.248 SPICA ADHARA

030.07.269 WAHYU RINTIYANI

030.08.029 ANGGIA DIAN PS.

030.08.030 ANGGUN RETNITA

030.08.035 AQSHA TIARA VIAZELDA

030.08.096 FAISHAL LATHIFI

030.08.097 FANI SAFITRI

030.08.102 FERDY

030.08.169 MUTIARA SAZKIA

030.08.173 NASKAYA SURIADINATA

030.08.174 NEYSA GLENDA PI.

030.08.239 THERESIA

030.08.240 TIARA RAHMAWATI

030.08.286 M. SYAHFIQ BIN ISMA

030.08.287 NADIAH BINTI ZAKARIA

030.08.291 NOR AZLYZA BT AHMAD

MOIN

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

Jakarta 25 Mei 2011

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pikiran normal mengacu kepada komponen ide dari aktivitas mental, proses untuk

membayangkan, menilai, mengevaluasi, meramalkan, merencanakan, menciptakan dan

kemauan.1 Pikiran dibagi menjadi proses (bentuk) dan isi, proses dimaksudkan sebagai cara

dimana seseorang menyatukan gagasan dan asosiasi yaitu bentuk dimana seseorang berpikir.

Sementara isi pikiran dimaksudkan pada apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh seseorang,

gagasan, keyakinan, preokupasi, obsesi. 2

Gangguan berpikir umumnya dikenali dari pembicaraan dan tulisan. Hal ini dapat

disimpulkan dari ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas. 3

Inti dari gangguan isi pikiran adalah keyakinan dari bentuk pendirian yang abnormal.

Perkembangan dari ketidaknormalan mengenai keyakinan dan pendirian harus

mempertimbangkan kultur seseorang. Keyakinan mungkin kelihatan tidak normal pada satu

kultur atau subkultur mungkin secara umum dapat diterima oleh kultur yang lain. 1

Waham adalah merupakan salah satu gangguan dari isi pikiran. 2

2

BAB II

LAPORAN KASUS

Tuan Budi, 35 tahun, datang ke RS Trisakti dengan keluhan merasa tertular HIV/AIDS. Pada

pemeriksaan penampilan Tn. Budi tampak sangat rapi, wajah sesuai dengan usianya. Ekspresi fasial

terkesan sangat percaya diri. Sikapnya formal agak kaku. Ketika ditanya apa masalahnya datang ke RS

ini, pasien serta merta menyatakan bahwa ada sekelompok orang yang ingin menjatuhkan reputasinya

lewat cara yang menjijikan yaitu dengan menularkan penyakit yang memalukan yaitu HIV/AIDS.

Celakanya, istrinya ikut serta dalam kelompok itu, “seperti musuh dalam selimut”. Tuan Budi ingin

menuntut kelompok itu melalui pengadilan, termasuk istrinya. Oleh karena itu ia perlu bukti yang

meyakinkan. Ia yakin jalan terbaik dengan menunjukkan bukti dirinya positif terinfeksi HIV/AIDS.

Tuan Budi dan istrinya telah menikah 10 tahun yang lalu dan telah dikaruniai dua orang anak berumur

8 dan 5 tahun. Menurut istrinya, selama ini suaminya baik-baik saja, termasuk kehidupan

keagamaannya, hanya memang dari dulu suaminya sangat disiplin dan tak mudah percaya pada orang.

Hampir semua urusannya ia kerjakan sendiri. Ia dikenal sangat kritis dan paling tidak suka bila ada

ketidakadilan. Sejak tiga bulan yang lalu tampak ada perubahan pada Tn. Budi. Ia sering marah tanpa

alasan yang jelas dan mulai curiga bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam rumah tangganya. Ia

melarang keras istrinya bicara dengan orang lain, terutama pria. Ia curiga istrinya sudah mengkhianati

kesetiaan pernikahannya. Ketika Tuan Budi menemukan punting rokok pada asbak di rumahnya, ia

langsung yakin istrinya telah berbuat serong dengan pria lain. Menurut istrinya, punting rokok itu

adalah punting rokok suaminya sendiri, namun Tn. Budi tetap pada keyakinannya bahwa istrinya telah

berbuat serong dan menularkan HIV/AIDS pada dirinya.

Pemeriksaan fisik dan neurologis pada Tn. Budi tidak ditemukan kelainan. Hasil pemeriksaan

laboratorium normal. Pemeriksaan HIV/AIDS hasilnya negative. Setelah mengetahui hasil

pemeriksaan tersebut, Tuan Budi marah dan menuduh dokternya telah bersekongkol dengan istrinya

dan sengaja memanipulasi hasil tes laboratorium sehingga hasilnya negative. Ia sangat yakin dirinya

telah terinfeksi dengan HIV/AIDS. Oleh karena itu, ia berniat mengadukan dokternya kepada Ketua

IDI dan Menteri Kesehatan agar dicabut izin praktiknya.

Menurut istrinya, Tn. Budi tidak pernah menderita gangguan jiwa apa pun dan bahkan belum pernah

berobat atau konsultasi ke bagian psikiatri. Baru tiga bulan belakangan inilah suaminya pertama kali

mendapat gangguan kejiwaan. Selama sakit ini, Tuan Budi tidak pernah mengatakan melihat

bayangan-bayangan atau mendengar suara-suara aneh yang tidak jelas sumbernya. Riwayat

keluarganya tidak pernah ada yang menderita gangguan jiwa.

3

I. IDENTITAS

Nama : Tn. B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 35 tahun

Pekerjaan : -

Status Pernikahan : menikah, 2 anak

Alamat : -

II. RIWAYAT PSIKIATRI

A. Keluhan Utama

Merasa terular HIV/AIDS

B. Riwayat Gangguan Sekarang

-Tn.Budi sering marah-marah tanpa alasan yang jelas dan mulai curiga bahwa ada

sesuatu yang tidak beres dalam rumah tangganya.

-Waham nonbizar selama 3 bulan -Halusinasi (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Psikiatri

Menurut istrinya, Tn.B tidak pernah menderita gangguan jiwa apa pun.

2. Riwayat medis

Tn. B tidak pernah mengalami penyakit yang mengharuskannya dirawat di Rumah

Sakit.

3. Riwayat Penggunaan zat psikoaktif (NAPZA) dan alcohol.

....

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Hubungan sosial

Menurut istrinya, suaminya sangat disiplin dan tak mudah percaya pada orang.

Dikenal sangat kritis dan paling tidak suka bila ada ketidakadilan.

2. Riwayat Pendidikan

....

3. Riwayat Pekerjaan

....

4. Riwayat Psikoseksual/Pernikahan

Menikah 10 tahun yang lalu dan telah dikaruniai dua orang anak berumur 8

dan 5 tahun.

4

5. Latar Belakang Agama

Menurut istrinya, kehidupan keagamaan suaminya baik-baik saja.

6. Riwayat Pelanggaran Hukum

....

E. Riwayat Keluarga

Tidak pernah ada yang menderita gangguan jiwa.

F. Riwayat Sosial Ekonomi

...

G. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Lingkungannya

Pasien merasa dirinya tertular HIV/AIDS, namun tidak percaya pada hasil

pemeriksaan dokter. Tn.B malah menuduh dokter telah bersekongkol dengan istrinya.

III.STATUS FISIK

A. Status Interna

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital : Normal

Status Generalis : Normal

B. Status Neurologis : Normal (tidak ditemukan kelainan)

IV. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Pasien seorang laki-laki berusia 35 tahun, Penampilan fisik sangat rapi, wajah

sesuai dengan usianya, ekspresi wajah terkesan sangat percaya diri. Penampilan

dan kebersihan diri cukup baik. Selama wawancara pasien duduk dengan tenang.

Pembicaraan lancar. Kontak dengan pewawancara cukup, sikap pasien kooperatif.

2. Kesadaran

Kesadaran neurologis : compos mentis

Kesadaran psikologis : terganggu

Kesadaran social : terganggu

5

3. Perilaku dan aktivitas motorik

Selama wawancara : pasien menjawab hampir semua pertanyaan terjawab

4. Pembicaraan

Pasien aktif menjawab pertanyaan, menjawab sesuai yang ditanyakan.

5. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif. Namun marah saat disinggung tentang wahamnya (dokter mengatakan

hasil pemeriksaan lab. normal dan HIV/AIDS negative.

B. Alam Perasaan

1. Mood : Euthym

2. Afek

- Stabilitas : stabil

- Pengendalian : cukup

- Echt/unecht : echt

- Dalam/dangkal : dalam

- Keserasian : serasi

C. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi : tidak ada

2. Ilusi : tidak ada

3. Depersonalisasi : tidak ada

4. Derealisasi : tidak ada

D. Fungsi Intelektual

1. Intelegensi dan kemampuan informasi :

Taraf pendidikan : ….

Taraf pengetahuan : ....

Taraf kecerdasan : ...

2. Orientasi waktu : baik

Orientasi tempat : baik

Orientasi personal : baik

3. Daya ingat jangka panjang : baik

Daya ingat jangka pendek : baik

6

4. Daya konsentrasi : cukup

5. Kemampuan membaca dan menulis: baik

6. Kemampuan visuospasial : baik

7. Pikiran abstrak : baik

8. Kemampuan menolong sendiri : baik

E. Proses Pikir

1. Arus pikir

- Produktivitas : ...

- Kontinuitas : ...

- Hendaya berbahasa : tidak terganggu

2. Isi Pikir

- Preokupasi

- Waham : waham curiga,kejar,kebesaran,cemburu,somatik

F. Pengendalian Impuls : cukup

G. Daya Nilai

1. Daya nilai sosial : terganggu

2. Uji daya nilai : cukup

3. Daya nilai realita : terganggu

H. Taraf dapat dipercaya : tidak dapat dipercaya

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I : Gangguan Delusional (Tipe Campuran)

Aksis II : Gangguan Kepribadian Paranoid

Aksis III : tidak ada diagnosis

Aksis IV : tidak ada diagnosis

Aksis V : Global Assessment Functional (GAF) Scale 65

7

Masalah pasien:

- Merasa tertular HIV/AIDS

- Hidupnya sangat disiplin dan tidak mudah percaya pada orang.

- Sering marah-marah tanpa alasan jelas

- Waham kebesaran

- Waham curiga

- Waham cemburu

- Waham somatic

Rencana terapi

Medikamentosa

- Phenotiazine

Non – medikamentosa

- Membangun kepercayaan hubungan dokter dan pasien

- Rujuk ke psikiater

- Psikoterapi individu/keluarga

VI._PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad fungsionam : ad bonam

Kurang dari 25% dari semua pasien dengan gangguan delusional menjadi skizofrenia,

kurang dari 10% pasien gangguan delusional menjadi gangguan afektif. Kira-kira 50% pasien

pulih dalam follow-up jangka panjang, 20% mengalami penurunan gejala dan 30% lain tidak.

Faktor-faktor berikut ini berhubungan dengan prognosis yang baik : tingkat pekerjaan

yang baik, kehidupan sosial dan penyesuaian fungsional yang tinggi, jenis kelamin wanita,

onset dibawah umur 30 tahun, onset yang tiba-tiba, lama penyakit yang singkat, dan adanya

faktor pencetus. Walaupun data yang dapat dipercaya adalah terbatas, pasien dengan waham

kejar, somatik dan erotik diperkirakan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien

dengan waham kebesaran dan cemburu.

8

BAB III

PEMBAHASAN

GANGGUAN DELUSIONAL

A. EPIDEMIOLOGI

Usia onset rata-rata adalah kira-kira 40 tahun, tetapi rentang usia untuk onset adalah

dari 18 tahun sampai 90 tahun. Terdapat sedikit lebih banyak pasien perempuan, orang yang

sudah menikah dan bekerja, tetapi mungkin terdapat hubungan dengan status sosioekonomi

yang rendah.

B. ETIOLOGI

Pada umumnya, etiologi masih tidak diketahui. Ada suatu kemungkinan bahwa

gangguan delusional adalah sub tipe dari skizofrenia/gangguan afektif.

Namun hasil studi menyatakan bahwa gangguan delusional merupakan gangguan yang

tersendiri. Disamping itu gangguan delusional biasanya muncul pertama kali pada usia yang

lebih tua dibandingkan dengan skizofrenia atau gangguan afektif.

Faktor Genetik

Kendler (1981) mencatat adanya prevalensi yang rendah dari skizofrenia dalam

keluarga pasien dengan gangguan delusional (0,6%) dibandingkan keluarga dengan

skizofrenia(3,8%).

Kemudian Kendler dan koleganya (1985) menunjukkan bahwa riwayat gangguan

kepribadian paranoid lebih sering terjadi pada pasien dengan gangguan delusional (4,8%)

dibandingkan dengan kontrol (0%) dan pasien dengan skizofrenia (0,8%). Dalam

penelitiannya mereka menemukan tidak adanya peningkatan insiden skizofrenia, gangguan

kepribadian schizoid-skizotipal, dan gangguan afektif pada pasien dengan gangguan

delusional.

9

Faktor Biologis

Keadaan neurologis yang paling sering berhubungan dengan waham adalah kelainan

yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis. Pasien yang memiliki waham yang

disebabkan oleh kondisi neurologis tanpa adanya gangguan kecerdasan cenderung memiliki

waham yang kompleks yang mirip dengan yang ditemukan pada pasien dengan gangguan

delusional.

Sebaliknya, pasien yang menderita gangguan neurologis dengan gangguan kecerdasan

seringkali memiliki waham yang sederhana yang tidak sama dengan yang ditemukan pada

pasien dengan gangguan delusional. Jadi mungkin gangguan delusional melibatkan patologi

dalam sistem limbik atau ganglia basalis pada pasien dengan fungsi kortikal serebral yang

intak. Hipotesis bergantung pada adanya pengalaman mirip halusinasi yang perlu dijelaskan.

Adanya pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan delusional belum dibuktikan.

Faktor Psikodinamika

Pada tahun 1911,Freud menerbitkan "Psychoanalytic Notes upon an

autobiographical Account of a Case of Paranoia (Dementia Paraniods)" .

Interpretasinya dari kasus ini, yang menjadi dasar teori psikodinamika dari paranoia, didasari

pada hasil bacaannya dari pengalaman seorang hakim ketua pengadilan di Dresden yaitu

Daniel Paul Schreber yang menderita episode penyakit psikiatrik di tahun 1884, 1885 dan

1893. Episode kedua menyebabkannya dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama dimana

pasien keluar pada tahun 1902.

Freud menyatakan bahwa Schreber pada tahun 1903 mengeluarkan penjelasan,

Memoirs of My Nervous Illnes, yang memberikan dasar teori "penderita paranoia tidak

dapat dipaksa untuk menghadapi masalah internal, dan dalam banyak kasus, mereka hanya

mengatakan apa yang ada dalam pikiran mereka...". Freud berargumentasi bahwa kasus yang

tercatat merupakan pengenalan personal; dan pada kasus Schreber, Freud tidak pernah melihat

pasiennya. Namun ia menyatakan bahwa kasus Schreber menggambarkan suatu mekanisme

umum dari pembentukan waham yang meliputi penyangkalan atau kontradiksi, proyeksi

represi dari impuls homoseksual yang timbul dari alam bawah sadar pasien paranoid. Bentuk-

bentuk waham dari paranoia dapat timbul sebagai kontradiksi "I (seorang laki-laki) love him

(seorang laki-laki)". Ada nuansa homoseksual.

10

Secara lebih rinci, contoh-contoh berikut menggambarkan bentuk-bentuk yang tidak logis :

1. Waham kejar

Karena secara sadar homoseksual tidak dapat diterima, maka pikiran "I love

him"diingkari dan dengan menggunakan reaksi formasi, berubah menjadi "It is

not I who hate him, itis him who hates me".Pada keadaan paranoid yang

kemudian berkembang penuh, pikiran itu menjadi "I am persecuted by

him".Kemudian pasien merasionalisasikan kemarahannya dan secara sadar

menjadi apa yang ia persepsikan akan membenci dirinya. Pasien bukannya

menjadi sadar akan adanya impuls homoseksualitas, malahan ia menolak cinta

siapapun, kecuali dirinya sendiri.

2. Waham erotomania

Pasien pria akan merubah "I love him"menjadi "I love her",dan pikiran ini

melalui proyeksi menjadi "She love me and so I love her"

3. Waham cemburu

Freud percaya bahwa homoseksualitas merupakan penyebab terbentuknya

waham cemburu. Dalam upaya mennghilangkan impuls-impuls yang

menyakitkan, maka pasien berpreokupasi dengan pikiran-pikiran cemburu.

Dengan demikian pasien dapat menjadi asertif. "I don't love him"diubah

menjadi "She love him".

4. Waham kebesaran (megalomania)

Di sini terdapat kontradiksi "I do not love him - I love myself".

Berdasarkan teori psikoanalisis, inti teori ini adalah waham yang menunjukkan usaha

untuk mengatasi impuls homoseksual yang tidak disadari. Dinamika dari impuls homoseksual

yang tidak disadari adalah serupa, pada pasien paranoid laki-laki maupun perempuan.

Beberapa kejadian klinis yang kurang mendukung teori Freud, seperti misalnya :

pasien yang jelas memperlihatkan gejala gangguan delusional tidak menunjukkan adanya

indikasi homoseksual. Sebaliknya pasien-pasien homoseksual, kebanyakan diantaranya tidak

menunjukkan simptom paranoid atau waham.

11

Mekanisme Freud tentang waham membedakan antara isi dan bentuk dalam

psikopatologik. la mengajukan kesimpulan tentang proses waham tetapi tidak mejelaskan

dengan baik bagaimana waham itu dibentuk dibandingkan dengan gejala lain seperti

halusinasi. Kebenaran dari mekanisme hipotesis ditentukan dengan adanya bukti bahwa

waham berhubungan dengan kecenderungan homoseksual.

Teori ini telah dibenarkan karena tidak adanya homoseksualitas yang mempunyai

waham kebesaran. Beberapa usaha fundamental yang telah dilakukan untuk menguji hipotesis

ini tidak dapat mencapai suatu kesimpulan.

Beberapa kecenderungan homoseksual dapat ditemukan pada beberapa pasien

delusional, dan kondisi ini dapat melawan mekanisme bawah sadar dari homoseksualitas.

Pendekatan klasik menunjukkan bahwa konsep psikoanalisis yang penting seperti

proyeksi dan suatu kewaspadaan bahwa pengalaman perkembangan dapat mempengaruhi isi

pikir delusional. Paranoid komunitas semu (paranoid pseudocommunity). Norman Cameron

menggambarkan tujuh situasi yang memungkinkan perkembangan gangguan delusional, yaitu

:

1. Peningkatan keinginan untuk mendapatkan terapi yang sadistik.

2. Situasi yang meningkatkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.

3. Isolasi sosial.

4. Situasi yang meningkatkan kecemburuan dan iri hati.

5. Situasi yang merendahkan harga diri.

6. Situasi yang menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain.

7. Situasi yang meningkatkan potensi untuk merenungi tentang arti dan motivasi.

Patogenesis

Walaupun patogenesis waham tidak diketahui dengan pasti, namun ada beberapa teori

yang sudah dikembangkan. Pada hipotesis pembentukan waham, kiranya perlu

dipertimbangkan beberapa hal yang berikut ini, yaitu :

12

1. Waham terdapat pada penyakit-penyakit umum dan psikiatrik.

2. Tidak semua orang dengan gangguan tersebut mengalami waham.

3. Isi waham menentukan tipe-tipe waham.

4. Waham dapat hilang bila diberi pengobatan terhadap gangguan yang mendasar.

5. Waham dapat menetap atau menjadi sistematik.

6. Waham dapat menyertai perubahan persepsi seperti halusinasi dan gangguan

sensorik.

7. Keberadaan waham dapat dikaburkan bila fungsi sosial, intelektual dan emosional

tidak terganggu.

Ada 3 kategori dari Teori Pembentukan Waham :

1. Waham yang timbul pada sistem kognitif muncul karena adanya pola yang

berbeda dari motivasi yang ada (mekanisme psikodinamika dan teori fungsi

sosial).

2. Waham timbul sebagai akibat dari defek kognitif fundamental yang

mengakibatkan

kapasitas pasien untuk membuat kesimpulan dari bukti-bukti (gangguan hubungan

sebab akibat).

3. Waham yang timbul dari proses kognitif yang normal menunjukkan adanya

pengalaman persepsi abnormal (mekanisme psikobiologik, hipotesis pengalaman

yang menyimpang)

Teori-teori ini penting untuk tidak saling mengistimewakan satu dengan yang lainnya.

Keyakinan delusional yang demikian merupakan hasil yang berbeda dan melibatkan 1 atau

lebih dari mekanisme psikodinamika.

13

C. GAMBARAN KLINIS

STATUS MENTAL

Deskripsi Umum

Pasien biasanya berdandan dengan baik dan berpakaian rapi, tanpa adanya

bukti-bukti adanya disintegrasi nyata pada kepribadian atau aktifitas harian. Tetapi,

pasien mungkin terlihat eksentrik, aneh, pencuriga atau bermusuhan. Pasien seringkali

cerdik dan membuat kecenderungan yang jelas bagi pemeriksa. Apa yang biasanya

paling luar biasa, tentang pasien dengan gangguan delusional adalah bahwa

pemeriksaan status mental menunjukkan bahwa mereka adalah sangat normal kecuali

adanya sistem waham abnormal yang jelas.

Suasana Perasaan dan Afek

Suasana perasaan pasien adalah sejalan dengan isi waham. Seorang pasien

dengan waham kebesaran adalah euforik; seorang pasien dengan waham kejar adalah

pencuriga. Adapun sifat sistem wahamnya, pemeriksa mungkin merasakan adanya

kualitas depresif ringan.

Gangguan Persepsi

Menurut definisinya, pasien dengan gangguan delusional tidak memiliki

halusinasi yang menonjol atau menetap. Menurut DSM IV, halusinasi raba dan

cium mungkin ditemukan jika hal tersebut adalah sejalan dengan wahamnya.

Beberapa pasien dengan gangguan delusional mengalami halusinasi lain, hampir

semua adalah halusinasi dengar, bukan visual.

Pikiran

Gangguan isi pikiran terutama dalam bentuk waham merupakan gejala

utama dari gangguan. Waham biasanya sistematis dan karakteristiknya adalah

sesuatu yang mungkin, contohnya, waham kejar, pasangan tidak jujur, terinfeksi

oleh virus, dicintai orang terkenal. Contoh isi pikiran itu berbeda dengan waham

bizzare pada pasien skizofrenia.

14

Sensorium dan kognisi

Orientasi : Pasien dengan gangguan delusional biasanya tidak memiliki

gangguan dalam orientasi, kecuali bila mereka memiliki waham spesifik tentang

orang, tempat, waktu.

Daya ingat : Daya ingat dan proses kognitif pada pasien dengan gangguan

delusional adalah tidak terganggu.

Pertimbangan dan tilikan

Pasien dengan gangguan delusional hampir seluruhnya tidak memiliki

tilikan terhadap kondisi mereka dan hampir selalu dibawa ke rumah sakit oleh

orang lain. Keputusan terbaik dapat diperoleh dengan menilai perilaku pasien di

masa lalu, sekarang dan perilaku yang direncanakan.

Kejujuran

Pasien dengan gangguan delusional, biasanya dapat dipercaya informasinya,

kecuali jika hal tersebut membahayakan sistem wahamnya.

TIPE GANGGUAN DELUSIONAL

1. Tipe erotomanik

Di dalam tipe erotomanik waham inti adalah bahwa pasien yang terkena

dicintai mati-matian oleh orang lain (biasanya seorang yang terkenal), seperti

bintang film, atau atasan ditempat kerja. Pasien dengan waham erotik adalah

sumber gangguan bermakna terhadap tokoh masyarakat. Gangguan delusional tipe

erotomanik juga dinamakan erotomania, psychose passionelle, dan sindroma de

Clerambault. Onset gejala dapat mendadak dan seringkali menjadi pusat perhatian

utama pada kehidupan seseorang yang terkena. Usaha untuk berhubungan dengan

obyek wahamnya biasanya dilakukan lewat telepon, surat, mengirim hadiah,

mengawasi atau mengintai, walaupun pasien biasanya merahasiakan wahamnya.

Beberapa orang dengan gangguan ini, khususnya laki-laki, melakukan konflik

dengan hukum dalam usaha mereka mengejar objek didalam waham mereka atau

dalam usaha yang salah jalan untuk membebaskan diri mereka dari suatu bahaya yang

dikhayalkan. Sebagai contohnya, seorang laki-laki dengan gangguan delusional

15

mungkin berusaha membunuh suami dari seorang wanita yang dianggapnya jatuh

cinta kepada dirinya.

Orang yang terkena seringkali ditemukan hidup terisolisasi dan menarik diri.

Mereka biasanya hidup sendirian dan mempunysi kontak seksual yang terbatas,

biasanya mereka bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang sederhana.

2. Tipe Grandios (kebesaran)

Gangguan delusional tipe ini disebut juga dengan istilah megalomania. Bentuk

yang paling umum dari waham kebesaran adalah keyakinan bahwa seseorang

memiliki bakat atau wawasan yang luar biasa tetapi tidak diketahui atau membuat

penemuan penting.

Waham kebesaran mungkin memiliki isi religius dan orang dengan waham

dapat menjadi pemimpin sekte religius. Contohnya di Jepang adanya sekte Aum Shin

Rikyo dimana pemimpinnya adalah Asahara. Asahara mengaku dirinya sebagai

Tuhan, diapun mengatakan bahwa perbuatan dosa yang paling besar adalah

membunuh hewan khususnya yang berjenis serangga. Sedangkan bila pengikut sekte

melakukan pembunuhan itu bukan dosa.

Latar belakang sosial-budaya dan lingkungan (di Jepang) :

Mungkin di negara Jepang setiap warga negara diberikan kebebasan untuk percaya

atau tidak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan pada pendidikan tingkat dasar, sampai

tingkat tinggi tidak terdapat pendidikan Agama secara formal. Sehingga hal tersebut

mungkin menjadi faktor pencetus timbulnya waham kebesaran yang memiliki isi

religius.

3. Tipe cemburu

Gangguan delusional tipe cemburu terjadi jika waham mempermasalahkan

kesetiaan pasangan, maka tipe ini dikenal sebagai paranoia konjugal dan sindrom

othello. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan wanita. Gangguan ini adalah

jarang, mengenai kemungkinan kurang dari 0,2 persen dari semua pasien psikiatrik.

Onset sering kali mendadak, dan gejala menghilang hanya setelah perpisahan atau

16

kematian pasangan. Waham cemburu dapat menyebabkan penyiksaan verbal dan

fisik yang bermakna terhadap pasangan dan bahkan dapat menyebabkan

pembunuhan pasangan.

Jika seseorang terkena gangguan delusional tipe cemburu, kumpulan "bukti-

bukti" seperti pakaian yang kusut dan noda pada seperai, dapat dikumpulkan dan

digunakan untuk memutuskan waham.

4. Tipe kejar

Tipe ini adalah tipe dari gangguan delusional yang paling sering ditemukan,

dan merupakan tipe yang terasing. Bentuk waham presekutoriknya mungkin

sederhana atau lebih rumit dan biasanya menyangkut tema tunggal atau seri, tema

yang berhubungan seperti: komplotan perlawanan, diburu, ditipu, dibicarakan orang,

dibuntuti, diracuni, difitnah dengan penuh kebencian, dihalangi dalam mencapai

tujuan jangka panjang. Hinaan kecil dapat diperbesar dan menjadi pusat sistem

waham. Orang dengan waham kejar seringkali membenci dan marah, dan mereka

mungkin melakukan kekerasan terhadap orang lain yang diyakininya akan

menyerang dirinya.

5. Tipe somatik

Gangguan delusional tipe somatik juga dikenal sebagai psikosis

hipokondriakal monosimptomatik. Perbedaan antara hipokondriasis dan gangguan

delusional tipe somatik terletak pada derajat keyakinan yang dimiliki pasien dengan

gangguan delusional tentang anggapan adanya penyakit pada dirinya. Waham yang

paling sering diderita adalah infeksi, infestasi serangga di atas atau di dalam kulit,

dismorfobia, waham tentang bau badan yang berasal dari kulit, mulut, atau vagina,

dan waham bahwa bagian tubuh tertentu seperti usus besar tidak berfungsi. Tipe ini

mengenai kedua jenis kelamin dengan persentasi yang sama dan diperkirakan jarang

ditemui, walaupun sebagian besar pasien kemungkinan pergi berobat ke dokter

nonpsikiatrik. Riwayat penyalah gunaan zat atau cedera kepala mungkin sering

ditemukan pada pasien dengan ganggguan ini. Frustasi yang disebabkan oleh gejala

dapat menyebabkan beberapa pasien bunuh diri.

17

D. PERJALANAN PENYAKIT

Beberapa klinisi dan beberapa data riset menyatakan bahwa stresor psikososial yang

dapat diidentifikasi seringkali ditemukan pada saat onset gangguan. Sifat stresor dapat

sedemikian rupa sehingga diperlukan suatu tingkat kecurigaan atau permasalahan pada pihak

pasien. Contoh dari stresor tersebut adalah imigrasi yang baru dilakukan, konflik sosial

dengan anggota keluarga atau teman, dan isolasi sosial. Pada umumnya, suatu onset yang

tiba-tiba diperkirakan lebih sering terjadi daripada suatu onset yang perlahan-lahan. Beberapa

klinisi percaya bahwa kepribadian pramorbid seorang pasien dengan gangguan delusional

kemungkinan ekstrovert, dominan dan hipersensitif. Beberapa klinisi juga percaya bahwa

seorang pasien dengan gangguan delusional kemungkinan memiliki kecerdasan yang dibawah

rata-rata. Kecurigaan atau permasalahan awal pasien secara bertahap menjadi besar sehingga

menyita sebagian besar perhatian pasien, dan akhirnya menjadi waham. Pasien mungkin

mulai berselisihan dengan teman kerjanya, mungkin mencari perlindungan dari FBI atau

polisi, atau mungkin mulai mendatangi banyak dokter medis atau bedah untuk berkonsultasi.

Jadi, kontak awal dengan pasien mungkin bukan dengan seorang dokter psikiatrik, tetapi

malahan dengan ahli hukum tentang gugatan, dokter pelayanan primer tentang keluhan medis,

atau polisi tentang kecurigaan yang bersifat waham.

E. DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik menurut DSM-IV untuk gangguan delusional :

1. Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan

nyata seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai dari jarak jauh, atau

dikhianati oleh pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) selama

sekurangnya satu bulan.

2. Kriteria 1 untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Catatan : Halusinasi taktil dan

cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan

tema waham.

3. Terlepas dari pengaruh waham-waham atau percabangannya, fungsi adalah tidak

terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.

4. Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama

totalnya adalah relatif singkat dibandingkan dengan lama periode waham.

18

5. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,

obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe (tipe berikut ini disusun berdasarkan tema waham yang menonjol) :

1. Tipe erotomanik : Waham biasanya berkisar pada ide-ide percintaan yang romantik

atau persatuan spiritual. Atraksi seksual kurang menjadi

pemikirannya. Orang yang dilibatkannya bisanya dari kalangan

atas: orang yang terkenal, superior. Mereka biasanya tidak

mengenal pasien (asing). Upaya untuk berhubungan dengan

objek wahamnya biasanya dilakukan lewat hubungan telepon,

surat, mengirim hadiah, mengawasi atau mengintai, walaupun

pasien biasanya merahasiakan wahamnya. Kasus-kasus klinis

biasanya wanita, sedangkan kasus-kasus forensik biasanya pria.

Beberapa pasien dengan gangguan ini, terutama pasien pria,

sering konflik dengan penegak hukum, dalam upaya mengejar

objek wahamnya atau upaya penyelamatan dari imajinasi bahaya

terhadap objek wahamnya.

Prevalensi waham erotomanik merupakan sumber ancaman

terhadap tokoh masyarakat yang dianggap penting. Tipe

erotomatik disebut juga sebagai sindrom clerambault.

2. Tipe kebesaran : Waham yang biasanya berbentuk sebagai peningkatan

kemampuan, kekuatan, pengetahuan, identitas atau hubungan

khusus dengan dewa atau orang terkenal. Waham kebesaran

dapat berisi masalah keagamaan, pasien bahkan bisa menjadi

pemimpin suatu sekte keagamaan.

3. Tipe cemburu : Waham yang menyatakan bahwa pasangan seksual pasien

adalah tidak jujur atau tidak setia. Peristiwa kecil seperti pakaian

yang tidak teratur, suatu bintik pada kertas, mungkin akan

dikumpulkan dan dijadikan bukti atas wahamnya. Pasien dengan

waham ini sering konfrontasi dengan pasangannya dan dapat

mengambil langkah-langkah yang tidak biasa untuk

19

mengintervensi penghianatan dalam imajinasinya. Langkah ini

mungkin berupa membatasi autonomi pasangannya dengan

meminta ia tidak pergi tanpa kawalan pasien. Secara rahasia

membuntutinya atau menyelidikinya. Pasien dengan waham ini

mungkin bisa melakukan tindakan fisik terhadap pasangannya,

gangguan pada pasien disebut Conjugal paranoia atau sindrom

Othello.

4. Tipe persekutorik : Tipe ini adalah tipe yang terasing. Bentuk waham

persekutoriknya mungkin sederhana atau lebih rumit dan

biasanya menyangkut tema tunggal atau seri tema yang

berhubungan seperti : komplotan perlawanan, ditipu,

dibicarakan orang, dibuntuti, diracuni, difitnah dengan penuh

kebencian, dikacau, dihalang-halangi dalam mencapai tujuan.

Hal kecil mungkin dibesar-besarkan dan menjadi fokus

delusinya.

5. Tipe somatik : Waham somatik dapat muncul dalam beberapa bentuk.

Tersering adalah mencium bau busuk dari kulit, mulut, rektum,

atau vaginanya. Terinfeksi kuman, parasit dalam kulit/tubuhnya,

bagian tertentu kurang/tidak berfungsi dengan baik.

6. Tipe campuran : Pasien mempunyai lebih dari satu waham tetapi tidak ada satu

tema yang menonjol.

7. Tipe tidak ditentukan

F. DIAGNOSIS BANDING

Delirium dan demensia perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding pasien

dengan waham. Delirium dapat dibedakan dengan adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau

gangguan kemampuan kognitif. Waham pada awal perjalanan penyakit yang Alzheimer,

dapat memberikan gambaran suatu gangguan delusional; tetapi tes neurofisiologis biasanya

mendeteksi gangguan kognitif. Walaupun penyalahgunaan alkohol adalah ciri penyerta pada

pasien dengan gangguan delusional, gangguan delusional harus dibedakan dari gangguan

20

psikotik akibat alkohol dengan halusinasi. Intoksikasi dengan simpatomimetik, marijuana,

atau L-dopa kemungkinan menyebabkan geala waham.

Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan delusional adalah berpura-pura dan

gangguan buatan. Gangguan yang bukan buatan di dalam diagnosis banding adalah

skizofrenia, gangguan afektif, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan somatoform, dan

gangguan kepribadian paranoid.

G. PENATALAKSANAAN

Perawatan di rumah sakit

Pada umumnya pasien dengan gangguan delusional dapat diobati dengan rawat jalan,

tetapi ada alasan tertentu dimana diperlukan perawatan di rumah sakit , yaitu : Pertama

diperlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap menunjukkan kondisi medis

nonpsikiatris yang menyebabkan gangguan delusional. Kedua jika pasien tidak mampu

mengendalikan impulsnya, sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Ketiga

jika perilaku pasien tentang waham telah mempengaruhi fungsi kehidupannya, sehingga

kemampuannya untuk dapat berfungsi dalam keluarga dan masyarakat berkurang. Dengan

demikian memerlukan intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial atau

pekerjaan.

Jika dokter yakin bahwa pasien akan baik jika diobati di rumah sakit, harus

diusahakan untuk membujuk pasien supaya menerima perawatan di rumah sakit; jika hal

tersebut gagal, komitmen hukum mungkin diindikasikan. Seringkali, jika dokter

meyakinkan pasien bahwa perawatan di rumah sakit adalah diperlukan, pasien secara

sukarela masuk ke rumah sakit untuk rnenghindari komitmen hukum.

Farmakoterapi

Dalam keadaan gawat darurat, pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu

obat antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara

adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat

antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional

kemungkinan menolak medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian

obat ke dalam sistem wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah

21

perawatan di rumah sakit, malahan harus menggunakan beberapa hari untuk dapat membina

hubungan yang baik dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada

pasien, sehingga pasien kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong.

Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman terbaik dalam memilih suatu

obat. Biasanya obat diberikan dalam dosis rendah dan ditingkatkan secara perlahan-lahan.

Jika respon gagal dalam masa percobaan selama 6 minggu, dapat dicoba antipsikotik dari

golongan lain. Adakalanya pasien dengan gangguan psikotik menolak pemberian medikasi

ini, karena mereka memasukkan hal ini ke dalam sistem wahamnya, misalnya pasien curiga

ada racun di dalam obat yang diberikan. Dalam hal ini perlu kebijaksanaan dokter untuk

menjelaskan kepada pasien secara perlahan-lahan, bahwa sama sekali tidak ada niat untuk

berbuat jahat pada dirinya.

Beberapa dokter menyatakan bahwa pimozide (oral) atau serotonin-dopamin antagonis

mungkin efektif dalam mengatasi gangguan delusional terutama pada pasien dengan waham

somatik. Penyebab kegagalan tersering adalah ketidakpatuhan.

Jika pasien tidak merespon terhadap pengobatan antipsikotik, obat harus dihentikan.

Dapat digunakan anti depresan atau anti konvulsan. Percobaan dengan obat-obat tersebut

dipertimbangkan jika pasien memiliki ciri suatu gangguan afektif.

Hasil dari pengobatan dengan serotonin-dopamin antagonis (contoh : clozapin

[Clozaril], olanzapine [Zyprexa], dan risperidone) berhubungan dengan pengobatan

sebelumnya. Pada beberapa kasus berespon baik terhadap SSRIs (selective serotonin reuptake

inhibitors), terutama pada kasus-kasus gangguan morfologi tubuh.

Psikoterapi

Elemen terpenting dari suatu psikoterapi adalah menjalin hubungan yang baik antar

pasien dengan ahli terapinya. Terapi individual tampaknya lebih efektif daripada terapi

kelompok. Terapi suportif berorientasi tilikan, kognitif dan perilaku seringkali efektif. Ahli

terapi tidak boleh setuju atau menantang waham pasien, walaupun ahli terapi harus

menanyakan waham untuk menegakkan diagnosis. Dokter dapat menstimulasi motivasi untuk

mendapatkan bantuan dengan menekankan kemauannya untuk membantu pasien mengatasi

kecemasan dan iritabilitasnya, tanpa menyatakan bahwa waham yang diobati. Ahli terapi

tidak boleh secara aktif mendukung gagasan bahwa waham adalah kenyataan.

22

Kejujuran ahli terapi sangat penting. Ahli terapi harus tepat waktu dan terjadwal,

tujuannya adalah agar tercipta suatu hubungan yang kuat dengan pasien dan pasien dapat

percaya sepenuhnya pada ahli terapinya. Kepuasan yang berlebihan malahan dapat

meningkatkan permusuhan dan kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua

kebutuhan dapat dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan dengan

tidak memperpanjang periode perjanjian yang telah ditentukan, dengan tidak memberikan

perjanjian ekstra kecuali mutlak diperlukan, dan tidak toleran terhadap bayaran.

Ahli terapi tidak boleh membuat tanda-tanda yang meremehkan waham atau gagasan

pasien, tetapi dapat secara simpatik menyatakan pada pasien bahwa keasyikan mereka dengan

wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupannya yang

konstruktif. Jika pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, ahli terapi dapat meningkatkan

tes realitas dengan meminta pasien memperjelas masalah mereka.

Terapi keluarga

Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di

dalam rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat berpihak pada musuh, klinisi harus

berusaha mendapatkan keluarga sebagai sekutu di dalam proses pengobatan. Sebagai

akibatnya, baik pasien dan anggota keluarganya perlu mengerti bahwa konfidensialitas

dokter-pasien akan dijaga oleh ahli terapi dan dengan demikian membantu pasien.

Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter psikiatrik untuk berespon

terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan

kegagalan yang dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu kepuasan

penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.

23

BAB IV

KESIMPULAN

Dari gejala-gejala dan anamnesis, kami menyimpulkan bahwa Tuan Budi menderita gangguan

delusional dengan gambaran utama adalah :

Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata

seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari infeksi, dicintai dari jarak jauh, atau dikhianati

oleh pasangan atau kekasih, atau menderita suatu penyakit) selama sekurangnya satu

bulan.

Kriteria 1 untuk skizofrenia tidak pernah terpenuhi. Catatan : Halusinasi taktil dan

cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional jika berhubungan dengan tema

waham.

Terlepas dari pengaruh waham-waham atau percabangannya, fungsi adalah tidak

terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.

Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama totalnya

adalah relatif singkat dibandingkan dengan lama periode waham.

Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat

yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

24

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Yager J. Gitlin MJ. Clinical Manifestations of Psychiatric. Ed.S Sadock BJ, Sadock

VA. In Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7th Edition.

Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2000: 797-802

2. Kusua W. Trans, Synopsis of Psychiatry. By Kaplan HI. Sadock BJ. Green JA,

Jakarta, Binarupa Aksara. 1997: 460-61; 736-42; 42: 757-71.

3. Gelder M. gath D. Mayou R. Et al. Oxfoidr Textbook of Psychiatry. 3 th Edition. New

York, Oxford University Press. Inc. 1996: 9-15

4. Maslim Rudi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-

III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2003.

5. American Psychiatric Associates. Diagnostic Criteria From DSM-IV. Washington.

2000.

6. Elvira Sylvia D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

2010.

7. Dr. Tony Setiabudhi, Sp. KJ(K) PhD. Ilmu Kedokteran Jiwa (PSIKIATRI). Cetakan

ke-8. Jakarta, 2007.

8. Prof. Dr. Ayub Sani Ibrahim, Sp. KJ. Spliting Personality. Cetakan ke-3. 2002.

9. W. F. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan ke-7. Surabaya, 1998.

25

BAB V

PENUTUP

Secara keseluruhan kasus ini terasa sulit, tapi sangat memicu diskusi yang kondusif

dari seluruh peserta diskusi. Kami menyadari bahwa diskusi dan laporan kami masih belum

sempurna dan, dengan bimbingan dan panduan dari para dosen, akan berusaha untuk terus

memperbaikinya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada segenap keluarga besar

Trisakti secara umum, dan secara khusus kepada seluruh staff dan kontributor Modul Organ

ME.

26