Post on 19-Mar-2019
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
TRIWULAN IV 2014
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan iii
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah
disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan
moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah
dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin
berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulawesi Barat tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
(10,02%; yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang
mencapai 16,98% (yoy), serta ekspor yang mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 31,95% (yoy). Sementara itu, dari
sisi sektoral pertumbuhan Sulbar, disokong oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Sementara itu, sektor
pertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh 3,44% (yoy). Secara keseluruhan,
perekonomian Sulbar tahun 2014 tumbuh 8,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy).
Percepatan ekonomi bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan lapangan pertanian (6,00%;
yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang, perdagangan, konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi
di tahun 2014.
Inflasi Sulbar di triwulan IV 2014 tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan
laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi
masyarakat pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar.Dari sisi kesejahteraan masyarakat,
tantangan yang masih perlu mendapat perhatian adalah ketimpangan pendapatan masyarakat yang semakin lebar dan
tingkat kemiskinan yang masih belum berhasil ditekan.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara
langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa
pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para
pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, Maret 2015
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –
Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan v
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan vi
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR III
DAFTAR ISI VI
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PERMINTAAN 11
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 13
2. KEUANGAN PEMERINTAH 23
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 24
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD SULAWESI BARAT 25
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI SULAWESI BARAT 26
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH TERHADAP EKONOMI DAERAH 27
3. INFLASI DAERAH 29
3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 30
3.2. DISAGREGASI INFLASI 35
3.3. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 35
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 37
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 38
4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 40
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 41
4.4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 42
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 45
5.1. TENAGA KERJA 46
5.2. PENDUDUK MISKIN 47
5.3. RASIO GINI 48
5.4. NILAI TUKAR PETANI 49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan vii
6. PROSPEK PEREKONOMIAN 53
6.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 54
6.2. PROSPEK INFLASI 56
LAMPIRAN 59
DAFTAR BOKS
BOKS 1.A. 20
PERUBAHAN TAHUN DASAR 2010 DAN SNA 2008 DALAM PELAPORAN PDRB TRIWULAN IV 2014
BOKS 4.A. 43
SOSIALISASI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH (CIKUR)
BOKS 6.A. 51
TIPOLOGI WILAYAHPROVINSI SULAWESI BARAT
DAFTAR ISI
viii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
Sektor Industri PengolahanPendorong Utama Pertumbuhan
Gambaran Umum
Perekonomian Sulawesi Barat
triwulan IV 2014 tumbuh tinggi
disertai laju inflasi yang
meningkat dari triwulan
sebelumnya.
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulbar tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya (10,02%; yoy). Dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan
disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 16,98% (yoy). Di
sisi lain, ekspor mencatat akselerasi pertumbuhan sebesar 31,95% (yoy). Sementara itu
dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulbar disokong oleh lapangan usaha Industri
Pengolahan (56,06%; yoy). Sementara itu, lapangan usahaPertanian yang merupakan
sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh 3,44% (yoy). Tekanan inflasi di
triwulan laporan mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat
sebesar 7,88% (yoy), jauh lebih tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan
laju inflasi disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok
barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) jenis Premium dan Solar. Sektor Perbankan masih melanjutkan tren
perlambatan sejak pertengahan tahun 2013, antara lain terkait dengan kebijakan
stabilisasi baik dari sisi moneter maupun makroprudensial. Perlambatan sektor
perbankan tersebut juga searah dengan indikator-indikator keuangan Sulbar yang
relatif melambat dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kinerjaekspor dan Industri
Pengolahan mendorong
penguatan kinerja
perekonomian Sulbar.
Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami pertumbuhan yang lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya, yaitu dari 10,02% (yoy) menjadi 10,90% (yoy). Dari
sisi permintaan, percepatan pertumbuhan ditopang oleh akselerasi pertumbuhan
ekspor sebesar 31,95% (yoy) dan peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai
16,98% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Sulbar didorong
oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Adapunlapangan
usahaPertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar tumbuh
relatif rendah, yaitu 3,44% (yoy).
Secara keseluruhan tahun 2014, perekonomian Sulawesi Barat tumbuh 8,73% (yoy)
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy). Percepatan ekonomi
bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan lapangan
pertanian (6,00%; yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang, perdagangan,
konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014.
Keuangan Pemerintah
Perkembangan ekonomi Sulbar
yang masih tinggi mendorong
Realisasi keuangan pemerintah hingga akhir tahun 2014, cenderung lebih baik
dibandingkan akhir tahun 2013, terutama pada APBD Provinsi. Dari sisi pendapatan,
RINGKASAN EKSEKUTIF
2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
meningkatnya realisasi
pendapatan APBD.
persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi masih lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya karena meningkatnya realisasi pendapatan hampir dari semua komponen,
didorong oleh upaya optimalisasi pemungutan pajak dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi Sulbar.Sementara dari sisi belanja, persentase realisasi tahun 2014 belanja
APBD Provinsi maupun instansi vertikal di Sulbar cenderung lebih rendah dari akhir
2013, meskipun penyerapannya masih tergolong moderat (90,95%). Lebih rendahnya
persentase realisasi belanja terebut terutama dalam belanja modal, sehingga perlu
menjadi perhatian untuk penyerapannya pada tahun 2015.
Inflasi Daerah
Inflasi Sulbar pada triwulan IV
2014 mengalami peningkatan
disebabkan oleh kenaikan
harga BBM bersubsidi.
Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggi dari
triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi disebabkan oleh peningkatan
tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat
pasca kenaikan harga bahan bakar minnyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Inflasi
tertinggi terjadi pada kelompok barang yang terkait dengan administered price
(kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan), dan kelompok barang yang
terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi). Secara
kelembagaan, seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah terbentuk,
diiringi dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama untuk mengantisipasi
implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja sistem keuangan
melambat namun risiko kredit
tetap terjaga dalam batas
aman,disertai deselerasi pada
kegiatan transaksi RTGS.
Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami perlambatan
dibandingkan dengan triwulan III 2014. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada
beberapa indikator utama seperti penghimpunan dana pihak ketiga, serta penyaluran
kredit. LDR tercatat naik dari 133,43% pada triwulan lalu menjadi 146,78%. Total kredit
mengalami pertumbuhan sebesar 7,47% (yoy) pada triwulan IV 2014, lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,13% (yoy). Risiko kredit perbankan masih
terjaga pada level yang aman, dengan angka Non Performing Loans (NPLs) secara total
berada di bawah 5%. Perlambatan kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja
sistem pembayaran, salah satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Secara nilai dan
jumlah transaksi RTGS mengalami kontraksi pada triwulan laporan.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan
kesejahteraan mengalami
penurunan kualitas.
Sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), indikator ketenagakerjaan dan
kemiskinan sudah menunjukkan kondisi yang kurang baik. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014 sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari
periode Februari 2014 (1,60%). Demikian pula, jumlah penduduk miskin mengalami
peningkatan, terutama yang berada di kota, menjadi 154,69 ribu (September 2014),
dari 153,89 (Maret 2014). Namun, apabila dihitung rasio penduduk miskin
dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin relatif turun menjadi
12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%).
Pasca kenaikan harga bahan bakar minyak, indikator kesejahteraan yang tersedia
mencerminkan pelemahan kondisi kinerja sektor unggulan (pertanian).Pasca
kenaikan harga BBM, Nilai Tukar Petani (NTP)cenderung melemah pada akhir tahun
2014 dibandingkan dengan kuartal ketiga 2014. Adapun dari sisi upah minimum, terjadi
peningkatan UMP 2015 yang relatif tinggi sebesar 18,2% menjadi Rp1,655 juta.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 3
Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulbar pada
triwulan I 2015diperkirakan
tumbuh melambat, disertai
inflasi yang rendah dan stabil.
Pertumbuhan ekonomi Sulbar triwulan I 2015 diperkirakan tumbuh cukup tinggi
namun cenderung melambat, disertai dengan laju inflasi dalam kisaran target
nasional. Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun
2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,8% (yoy) dan
8,0% - 9,0% (yoy). Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan disebabkan oleh
ekspor yang melambat, seiring melemahnya permintaan negara mitra dagang dan tren
penurunan harga internasional komoditas perkebunan. Di sisi penawaran, perlambatan
terjadi pada sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa-Jasa, sejalan dengan
perlambatan ekspor. Apabila harga minyak dunia dalam tren stabil dan cenderung
menurun, laju inflasi akhir 2015 diprakirakan akan rendah dan stabil dalam kisaran
3,0% - 4,0%, atau di dalam cakupan target nasional.
RINGKASAN EKSEKUTIF
4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
PERTUMBUHAN Tabel Indikator Ekonomi
A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI KC/KCP) DAN TRANSAKSI RTGS)
I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset (Rp Juta) 3,089,264 3,398,697 3,578,480 3,705,973 3,859,655 4,121,751 4,439,760 4,291,262 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403
2,069,117 2,408,952 2,564,590 2,432,838 2,556,662 2,674,766 2,835,539 2,750,875 2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043
Giro 608,443 704,439 887,749 460,744 794,424 898,572 987,392 466,595 822,227 914,268 981,369 504,877
Tabungan 1,290,902 1,515,993 1,516,620 1,814,780 1,580,271 1,579,961 1,671,632 2,107,967 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909
Deposito 169,772 188,520 160,221 157,314 181,968 196,233 176,515 176,313 177,941 305,694 317,766 221,257
2,888,791 3,095,029 3,237,469 3,363,738 3,452,371 3,624,778 3,750,679 3,869,600 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052
- Modal Kerja 1,136,219 1,426,747 1,207,855 1,213,518 1,246,201 1,269,822 1,294,881 1,334,227 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731
- Investasi 269,392 271,254 285,691 299,338 312,837 406,515 409,410 415,559 425,897 373,157 394,005 410,852
- Konsumsi 1,483,181 1,397,028 1,743,923 1,850,882 1,893,334 1,948,441 2,046,388 2,119,814 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469
139.61% 128.48% 126.24% 138.26% 135.03% 135.52% 132.27% 140.67% 142.17% 135.67% 133.43% 146.78%
2,888,791 3,095,029 3,237,469 3,363,738 3,452,371 3,624,778 3,750,679 3,869,600 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052
- Pertanian 133,679 147,299 166,826 167,586 169,427 196,196 205,451 216,675 228,883 224,084 241,339 254,470
- Pertambangan 1,551 1,813 1,903 1,903 2,223 1,991 2,026 2,222 1,975 1,912 2,775 2,387
- Industri pengolahan 28,283 39,190 38,151 37,659 40,959 33,005 32,585 36,157 37,125 43,340 43,714 46,850
- Listrik, Gas, dan Air 366 341 355 361 393 656 757 809 863 2,919 3,104 1,511
- Konstruksi 45,497 47,002 52,248 16,297 36,566 43,711 47,969 45,912 47,810 41,366 44,163 41,843
- Perdagangan 907,792 1,244,596 1,045,578 1,054,827 1,078,324 1,240,584 1,236,455 1,268,176 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922
- Pengangkutan 3,762 5,239 5,406 7,239 7,081 5,636 6,190 6,992 7,533 9,014 9,624 10,979
- Jasa Dunia Usaha 39,230 39,098 39,313 69,287 39,546 63,901 64,317 58,940 55,480 58,238 43,237 42,353
- Jasa Sosial Masyarakat 110,369 98,008 77,369 68,562 84,591 90,657 108,541 113,904 124,886 83,892 106,536 107,268
- Lain-lain 1,618,261 1,472,443 1,810,320 1,940,017 1,993,263 1,948,441 2,046,388 2,119,814 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469
1,221,778 1,484,847 1,367,179 1,403,043 1,451,752 1,577,491 1,632,715 1,680,397 1,721,578 1,805,658 1,828,428 1,850,393
479,488 463,446 501,401 488,579 486,291 535,593 533,297 545,251 580,263 644,615 616,127 680,553
- Modal Kerja 384,444 378,290 410,519 393,991 407,242 428,970 441,500 455,362 474,477 543,378 498,659 548,769
- Investasi 95,044 85,156 90,883 94,588 79,049 106,624 91,797 89,889 105,786 101,237 117,468 131,784
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
668,296 823,413 798,764 838,425 885,271 933,858 971,940 1,017,552 1,014,600 1,020,970 1,087,409 968,344
- Modal Kerja 524,422 672,434 620,106 648,995 669,622 661,626 688,045 723,896 731,644 794,094 857,146 758,625
- Investasi 143,873 150,978 178,658 189,430 215,649 272,232 283,894 293,656 282,957 226,876 230,263 209,719
- Konsumsi - - - - - - - - - - - -
73,995 197,988 67,014 76,039 80,191 108,039 127,478 117,593 126,715 140,074 124,892 201,496
- Modal Kerja 60,175 184,628 60,544 67,190 67,650 84,203 96,514 88,994 93,324 100,936 86,562 139,859
- Investasi 13,819 13,360 6,470 8,849 12,541 23,837 30,964 28,600 33,391 39,138 38,330 61,637
- Konsumsi - - - - - - - - - - -
3.72% 3.74% 3.68% 2.55% 4.56% 4.46% 4.19% 3.81% 4.68% 4.59% 4.43% 3.43%
7.31% 6.67% 7.13% 4.04% 4.86% 5.34% 4.74% 3.94% 5.93% 8.79% 8.71% 6.92%
Sumer : Laporan Bank Umum, diolah.Catatan:* (<Rp50 juta)** (Rp50 < X < Rp500 juta)*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)**** Angka sementara
2014****20132012
Kredit Menengah *** (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
INDIKATOR
BANK UMUM :
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta)
LDR
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit Mikro* (Rp Miliar)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
Kredit Kecil ** (Rp Miliar)
I II III IV I II III IV I II III IV
Transaksi RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 367.93 495.62 515.29 826.48 222.18 329.92 429.3 699.95 366.44 503.03 515.54 848.85
To / Incoming (Rp Miliar) 457.9 501.28 599.6 642.52 652.23 677.82 959.91 1077.63 870.44 731.74 758.81 941.82
201420132012INDIKATOR
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 7
C. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulbar
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
Pertumbuhan Ekonomi Sulbar(yoy)
0%
1%
1%
2%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang)Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan
Jumlah Penduduk
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
130
135
140
145
150
155
160
165
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala KananJumlah Penduduk Miskin
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 9
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pada triwulan IV 2014 ekonomi Sulbar tumbuh sebesar 10,90% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya (10,02%; yoy). Dari sisi permintaan,
percepatan pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah
yang mencapai 16,98% (yoy), serta ekspor yang akselerasi sebesar
31,95% (yoy). Sementara itu dari sisi sektoral, pertumbuhan Sulbar
ditopang oleh lapangan usaha Industri Pengolahan (56,06%; yoy). Adapun
sektor pertanian yang merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar
tumbuh relatif rendah, yaitu 3,44% (yoy).
Perekonomian Sulbar tahun 2014 tumbuh 8,73% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,94% (yoy). Percepatan ekonomi
bersumber dari lapangan usaha industri pengolahan (35,92%; yoy) dan
lapangan pertanian (6,00%; yoy). Di sisi lain, penurunan sektor tambang,
perdagangan, konstruksi, dan jasa menjadi penahan pertumbuhan ekonomi
di tahun 2014.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Sulbar di triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.Pada triwulan IV 2014
ekonomi Sulbar tumbuh 10,90% (yoy)1 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dimana tercatat
sebesar 10,02% (yoy)2. Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh konsumsi khususnya konsumsi pemerintah yang
tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi (16,98%; yoy) diantara komponen pengeluaran konsumsi yang lain. Ekspor
di triwulan IV 2014 juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu 31,95% (yoy) disertai dengan pertumbuhan
impor yang cukup besar (20,95%; yoy). Sementara itu komponen investasi yang tercermin dari pembentukan PMTB dan
perubahan inventori tercatat mengalami kontraksi, dimana secara berurutan kedua komponen ini mengalami kontraksi
sebesar -0,76% (yoy) dan -8,90% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif
di triwulan IV 2014. Pertumbuhan terbesar terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan yang mampu tumbuh
56,06% (yoy), sedangkan lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan yang merupakan lapangan usaha dengan
share terbesar tumbuh 3,44% (yoy).
Secara tahunan, ekonomi di Sulbar tahun 2014 tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2013.Pertumbuhan ekonomi Sulbar
di tahun 2014 tercatat sebesar 8,73% (yoy), atau merupakan pertumbuhan daerah tertinggi di Indonesia. Pertumbuhan
tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2013 yang tercatat sebesar 6,94% (yoy) (Grafik 1.1). Pertumbuhan
Sulbar tahun 2014 ini berlawanan arah dengan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, yang mengalamai penurunan dari
6,03% (yoy) pada tahun 2013 menjadi 5,02% (yoy) pada tahun 2014. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Sulbar di tahun
2014 didorong oleh peningkatan seluruh komponen , terutama ekspor yang mampu tumbuh 12,08% (yoy) tertinggi dari
seluruh komponen pengeluaran. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan Sulbar tahun 2014 didorong oleh
industri pengolahan yang mampu tumbuh 35,92% (yoy) dan memberikan andil 3,18% dari total pertumbuhan. Selain itu,
sektor pertanian yang menyumbang 40,38% dari total PDRB tahun 2014 tumbuh sebesar 6,00 % (yoy).
Sumber: BPS
Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Sulbar
Sumber: BPS Sumber: BPS
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Usaha Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
1Berdasarkan tahun dasar 2010 2Berdasarkan tahun dasar 2000
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 11
1.2. Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, penguatan ekonomi Sulbar pada triwulan IV 2014 terutama didorong oleh peningkatan konsumsi
pemerintah dan ekspor.Konsumsi pemerintah tumbuh 16,98% (yoy), lebih besar dari pertumbuhan konsumsi rumah
tangga (4,88%; yoy) dan konsumsi LNPRT (5,45%; yoy). Ekspor Sulbar periode pelaporan mampu tumbuh 31,95% (yoy)
yang diimbangi dengan pertumbuhan impor sebesar 20,95% (yoy). Di sisi lain, kondisi investasi mengalami penurunan
yang tercermin dari kontraksi PMTB (-0,76%; yoy) dan perubahan inventori (-8,90%; yoy) (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Ekspor menjadi motor pertumbuhan Sulbar di tahun 2014. Komponen pengeluaran ini memberikan andil sebesar 7,96%
dari total pertumbuhan Sulbar di Tahun 2014. Dari sisi pertumbuhan, ekspor juga tercatat sebagai komponen
pengeluaran dengan pertumbuhan tertinggi yaitu 19,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang
tercatat sebesar 8,87% (yoy). Komponen pengeluaran lain yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi di tahun 2014
adalah konsumsi LNPRT, konsumsi pemerintah, perubahan inventori dan impor yang secara berurut mengalami
pertumbuhan sebesar 13,80% (yoy), 6,95% (yoy), 9,65% (yoy) dan 12,08% (yoy). Disisi lain, komponen konsumsi rumah
tangga tercatat mengalami perlambatan dimana di tahun 2014 tercatat 5,03% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun
2013 yang tercatat sebesar 5,69% (yoy). Investasi yang tercermin dari PMTB juga mengalami perlambatan di tahun 2014.
PMTB tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 6,32% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 11,83% (yoy) (Tabel 1.1).
1.2.1 Konsumsi
Konsumsi pada triwulan IV 2014 tumbuh positif.Hal ini tercermin dari ketiga komponen konsumsi yang menunjukkan
pertumbuhan positif, dimana konsumsi rumah tangga tumbuh 4,88% (yoy), konsumsi LNPRT tumbuh 5,45% (yoy), dan
konsumsi pemerintah tumbuh 16,98% (yoy). Tingginya pengeluaran pemerintah diperkirakan berasal dari realisasi
keuangan daerah (APBD Provinsi dan APBN).Sampai dengan triwulan IV 2014 penyerapan anggaran di Sulbar mencapai
94,22%, sedikit lebih tinggi dari periode tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 94,15%.
Secara tahunan, konsumsi tahun tahun 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi tahun 2013.Secara
agregat, konsumsi di tahun 2014 tumbuh 5,56% (yoy), lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 5,25% (yoy).
Pendorong utama pertumbuhan pada komponen konsumsi di periode pelaporan adalah konsumsi pemerintah yang
tumbuh sebesar 6,95% (yoy) lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,84% (yoy). Konsumsi LNPRT juga
mengalami percepatan pertumbuhan di tahun 2014, yaitu 7,36% (yoy) di tahun 2013 menjadi 13,80% (yoy) di tahun 2014.
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan, dimana di periode pelaporan komponen pengeluaran ini
tercatat tumbuh sebesar 5,03% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,69% (yoy).
Perlambatan konsumsi rumah tangga disebabkan penurunan daya beli masyarakat, yang dipicu oleh kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM). Perlambatan yang terjadi lebih dipengaruhi oleh menurunnya aktivitas konsumsi
masyarakat. Kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar, secara langsung mengakibatkan penyesuaian tarif angkutan
umum, dan secara tidak langsung mendorong peningkatan harga di berbagai komoditas utama. Efek langsung dan tidak
langsung tersebut, mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.
I II III IV TOTAL
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.39 4.27 5.07 5.69 4.88 5.03
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 8.74 8.86 5.05 7.36 5.45 13.80
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4.11 6.73 4.37 3.84 3.38 1.28 2.34 16.98 6.95
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto -6.66 14.65 7.23 11.83 14.98 6.99 4.33 -0.76 6.32
5. Perubahan Inventori -452.33 -55.27 72.22 7.87 41.48 51.71 -67.41 -8.90 9.65
6. Ekspor 17.86 5.73 2.65 8.87 13.71 19.36 22.65 31.95 19.53
7. Impor 13.08 -6.63 -1.25 9.00 7.49 3.39 2.33 20.95 12.08
PDRB 11.23 10.73 9.25 6.94 8.85 8.93 10.02 10.90 8.73
6.01 5.87 6.21
2010 2011 2012 2013
Tahun Dasar 2010
KomponenTahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010
2014
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
1.2.2 Investasi
Investasi di triwulan IV 2014 menurun.Penurunan investasi tercermin dari PMTB dan perubahan inventori yang
mengalami kontraksi di periode pelaporan. PMTB tercatat mengalami kontraksi sebesar –0,76% (yoy) sedangkan
perubahan inventori mengalami kontraksi sebesar -9,90% (yoy).
Secara tahunan, investasi tahuh 2014 di Sulbar mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013.Total investasi Sulbar
tercatat turun dari 11,29% (yoy) di tahun 2013 menjadi 6,73% (yoy). Penyebab penurunan investasi berasal dari
komponen PMTB, dimana pada tahun periode pelaporan tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) melambat dibandingkan
tahun 2013 yang tercatat sebesar 11,83% (yoy). Di sisi lain, komponen investasi lainnya yaitu inventori mengalami
pertumbuhan dari 7,58% (yoy) di tahun 2013 menjadi 9,65% (yoy) di tahun 2014.
Penurunan investasi diakibatkan tidak adanya investasi baru sepanjang periode pelaporan. Saat ini investasi di Sulbar
hanya mengandalkan kelanjutan proyek-proyek investasi jangka panjang dan mega proyek yang saat ini tengah berjalan
seperti pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Access Road to Port Belang-Belang, PLTU, Rumah Sakit Sulbar, Depo
Pertamina dan jalan strategis nasional. Pembangunan jalan MamujuMulty Mood Access Road to Port Belang-Belang
dirancang sepanjang 102 kilometer dengan lebar jalan 30 meter (Rp800 miliar). Kemudian pembangunan PLTU
berkapasitas 2x25 megawatt di Mamuju oleh PT Rekayasa Industri dengan investasi sekitar USD100 juta (dana berasal
dari pinjaman bank lokal sebesar 70% dan internal perusahaan 30%). Kemudian untuk pembangunan rumah sakit
bekerjasama dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Rumah sakit tersebut akan dibangun bertipe B dengan kualitas
pelayanan internasional. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan investasi tercermin pertumbuhan kredit investasi yang
negatif. Trend penurunan kredit investasi sejak awal tahun 2013 terus berlanjut hingga akhir tahun 2014 (Grafik 1.4).
Sumber: Laporan Bank, diolah
Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Investasi
1.2.3 Ekspor dan Impor
Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan IV 2014 menunjukkan perbaikan meskipun masih defisit.Perbaikan neraca
perdagangan ini dikarenakan pertumbuhan ekspor yang signifikan. Pertumbuhan ekspor di triwulan IV 2014 mencapai
31,95% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan impor yang mencapai 20,95% (yoy). Pertumbuhan ekspor yang signifikan ini
mengakibatkan perbaikan defisit neraca perdagangan, dimana neraca perdagangan Sulbar pada triwulan IV 2014 berada
di level Rp177 milyar.
Secara agregat, kinerja perdagangan Sulbar di tahun 2014 mengalami perbaikan meskipun masih defisit.Neraca
perdagangan Sulbar di tahun tercatat mengalami defisit sebesar Rp277 milyar lebih baik dari tahun 2013 yang tercatat
deficit sebesar Rp851 milyar. Perbaikan neraca perdagangan ini di dorong kinerja ekspor, dimana pada tahun 2014 ekspor
tumbuh sebesar 19,53% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 8,87% (yoy). Disisi lain, impor di tahun
2014 juga mengalami peningkatan sebesar 12,08% (yoy) lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 9,00%
(yoy).
Peningkatan ekspor didorong oleh peningkatan sektor tradable.Dorongan dari tingkat produksi sektor tradable,
khususnya berasal dari sektor pertanian yang menghasilkan komoditas unggulan Sulbar seperti kakao, kopi, kelapa sawit,
dan jagung yang tumbuh menguat pada triwulan laporan. Adapun penguatan ekspor didorong oleh peningkatan produksi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 13
CPO yang menjadi produk olahan unggulan dari Sulbar, seiring mulai meningkatnya hasil pengolahan CPO yang dimulai
sejak awal 2014.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.5. Perkembangan Ekspor Neto
1.3. Sisi Lapangan Usaha
Pada triwulan IV 2014, ekonomi Sulbar mengalami pertumbuhan sebesar 10,90% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan III 2014. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha industri pengolahan 56,06% (yoy), disusul oleh
lapangan usaha pertambangan dan penggalian (20,55%; yoy), dan lapangan usaha administrasi pemerintahan (16,78%;
yoy). Mulai triwulan IV 2014, BPS menerapkan perubahan kategori sektor ekonomi dan tahun dasar. Semula 9 sektor
menjadi 17 kategori lapangan usaha (sektor), dan semula tahun dasar 2000 menjadi tahun dasar 2010 (Tabel 1.2 dan boks
1.A).
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Per Triwulan)
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sangat sementara
Pada tahun 2014, kinerja ekonomi Sulbar (8,73% yoy) dengan pendorong utama berasal dari sektor industri
pengolahan. Industri pengolahan tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi di tahun 2014, dimana sektor ini tercatat
tumbuh sebesar 35,92% (yoy), lebih tinggi dari tahun 2013 yang tercatat sebesar 7,09% (yoy). Sektor lain yang mengalami
percepatan pertumbuhan adalah sektor pertanian (6,00%; yoy), sektor transportasi (7,39%), sektor jasa kesehatan
(6,05%; yoy) dan sektor jasa lainnya (8,92%; yoy) (Tabel 1.3).
I II III IV TOTAL
1 Pertanian A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7.59 6.63 4.51 3.44 6.00
2 Pertambangan dan Penggalian B Pertambangan dan Penggalian 7.57 8.05 3.97 20.55 8.04
3 Industri Pengolahan C Industri Pengolahan 29.67 47.42 74.49 56.06 35.92
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 27.19 10.90 11.30
D Pengadaan Listrik, Gas 1.09 9.65
E Pengadaan Air 10.22 6.46
5 Bangunan F Konstruksi 9.60 4.78 3.96 2.83 8.11
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 10.14 7.10 4.80
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 4.03 7.10
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.98 6.51
7 Pengangkutan dan Komunikasi 10.16 5.86 5.12
H Transportasi dan Pergudangan 10.73 7.39
J Informasi dan Komunikasi 9.51 7.20
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 6.06 6.14 2.98
K Jasa Keuangan 6.70 3.35
L Real Estate 3.60 4.14
9 Jasa-jasa 0.38 -1.45 0.75
M,N Jasa Perusahaan -2.08 2.98
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 16.78 4.19
P Jasa Pendidikan 10.71 4.02
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 15.62 6.05
R,S,T,U Jasa lainnya 10.69 8.92
8.85 8.93 10.02 10.90 8.73
2014*Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010
PDRB PRDB
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Per Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Pertanian masih menjadi sektoryang memiliki share PDRB terbesar di tahun 2014, meski dalam trend yang menurun.
Sharesektor pertanian pada PDRB 2014 sebesar 40,38%, lebih kecil dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 41,38%. Hal
ini diakibatkan oleh peningkatan sektor industri pengolahan yang cukup pesat di beberapa tahun terakhir. Pada tahun
2014 share industri pengolahan mencapai 11,06%, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
8,85% (Grafik 1.6).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.6. Share PDRB Per Lapangan Usaha
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha pertanian mengalami penurunan akibat gangguan produksi di subsektor
tanaman bahan makanan (tabama) dan subsektor perikanan.Sektor pertanian tumbuh sebesar 3,44% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,51% (yoy). Subsektor tabama, dalam hal ini komoditas padi
palawija, menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya pertumbuhan. Baru masuknya musim tanam menjadi
pendorong turunnya produksi beras di triwulan pelaporan.Hal ini terkonfirmasi dari Indeks NTP yang lebih rendah dari
periode yang sama tahun sebelumnya dan juga pertumbuhan NTP pada triwulan IV 2014 yang masih negatif (Grafik 1.7).
Meski demikian, sektor pertanian Sulbar diharapkan masih dapat tumbuh tinggi,sejalan dengan upaya pemerintah Sulbar
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.39 7.32 5.71 6.00
B Pertambangan dan Penggalian 12.13 11.77 10.60 8.04
C Industri Pengolahan 14.90 6.79 7.09 35.92
D Pengadaan Listrik, Gas 12.84 17.27 13.32 9.65
E Pengadaan Air 27.00 12.38 12.76 6.46
F Konstruksi 9.95 7.74 10.09 8.11
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.08 7.71 8.15 7.10
H Transportasi dan Pergudangan 8.10 5.39 6.37 7.39
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15.85 7.49 7.61 6.51
J Informasi dan Komunikasi 9.09 9.89 11.11 7.20
K Jasa Keuangan 20.75 15.53 5.81 3.35
L Real Estate 5.03 2.79 4.38 4.14
M,N Jasa Perusahaan 14.79 6.83 7.16 2.98
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 19.05 20.37 7.15 4.19
P Jasa Pendidikan 18.01 16.77 6.94 4.02
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.68 16.59 5.63 6.05
R,S,T,U Jasa lainnya 5.13 9.27 6.72 8.92
10.73 9.25 6.94 8.73
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
PRDB
2011 2012 2013* 2014**
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 15
untuk meningkatkan produksi padi hingga mencapai 1 (satu) juta ton per tahun. Upaya tersebut dilakukan dengan
caramemperluas areal tanam padi dan peningkatan sarana pertanian (sarana irigasi, pemupukan berimbang, dan
pemanfaatan benih unggul bermutu).
Sumber: BPS
Grafik 1.7. Nilai Tukar Petani
Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektorperikanan,sebagai dampak dari peningkatan intensitas hujan
sepanjang periode triwulan laporan. Curah hujan yang terus meningkat selama periode Oktober sampai dengan
Desember 2014 membuat aktivitas penangkapan ikan terkendala gelombang yang tinggi. Di samping itu, peningkatan
intensitas hujan juga mengakibatkan terganggunya kegiatan budidaya ikan.
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
Ekspor hasil tambang yang kembali berjalan mendorong pertumbuhan lapangan usaha pertambangan dan penggalian
di triwulan IV 2014. Pada periode pelaporan, lapangan usaha ini tumbuh 22,55% (yoy), meningkat signifikan
dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 3,97% (yoy).
Ekspor tambang meningkat pasca pemberian izin ekspor hasil tambang kembali berjalan.Perbaikan sektor ini
diindikasikan oleh perkembangan ekspor komoditas pertambangan yang kinerjanya juga membaik pada triwulan laporan
seiring harga internasional komoditas tambang yang sedikit meningkat pada periode laporan. Kedepan sektor
pertambangan diharapkan akan terus meningkat mengingat masih terdapat tiga blok migas yang masih pada tahap
eksplorasi. Di sisi lain, tingginya pertumbuhan sektor ini tidak dibarengi dengan peningkatan penyaluran kredit perbankan
untuk sektor pertambangan. Hal ini terlihat dari menurunnya kredit di sektor pertambangan (Grafik 1.8).
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan IV 2014 mencatat akselerasi pertumbuhan tertinggidibandingkan
sektor lainnya. Sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi diantara lapangan usaha lainnya. Sektor ini
tumbuh 56,06% (yoy) di triwulan IV 2014. Peningkatan pertumbuhan ini dinilai merupakan dampak dari peningkatan
produksi beberapa subsektor industri pengolahan di Sulbar sehingga terjadi peningkatan kinerja pada subsektor tersebut
dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.9).
Mulai beroperasinya perusahaan CPO terbesar di Sulbar menjadi faktor pendorong utama lapangan usaha industri
pengolahan di tahun 2014.Peresmian PT Tanjung Sarana Lestari (TSL) yang merupakan anak dari PT Astra Agro Lestari Tbk
di periode pelaporan menjadi pendorong industri pengolahan yang signifikan.Pabrik tersebut termasuk dalam mega
proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Sulawesi.Kapasitas
produksi industri ini mencapai 2.000 metrik ton crude palm oil (CPO) per hari, yang menghasilkan olein, stearin dan
PFAD.Selain minyak sawit mentah dari Sulawesi Barat, perusahaan ini juga mengolah minyak sawit mentah Grup Astra
Agro dari Kalimantan Timur.
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: BPS
Grafik 1.8. Kredit Sektor Pertambangan Grafik 1.9. Pertumbuhan Produksi Industri
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)3
Lapangan usaha LGA tumbuh lebih tinggi di triwulan laporan.Pada lapangan usahaPengadaan Listrik danGas mengalami
pertumbuhan sebesar 1,09% (yoy), sedangkan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami pertumbuhan sebesar 10,22%
(yoy). Makin luasnya jangkauan listrik di pelosok seiring perkembangan harga jual usaha sektor LGA diperkirakan menjadi
faktor pendorong peningkatan di sektor ini.
Terus meningkatnya jumlah gabungan pelanggan listrik di Sulbar, Sulbar, dan Sultra menjadi salah satu faktor
pendorong pertumbuhan sektor LGA.Hingga saat ini provinsi Sulawesi Barat terus menambah PLTM (Pembangkit Listrik
Tenaga Mini-Hidro) sebagai alternatif pembangkit listrik. Sulbar saat ini telah memiliki sejumlah pembangkit PLTM, yaitu
diantaranya : PLTM Balla (2 x 0,35 MW), PLTM Kalukku (2 x 0,7 MW), PLTM Bona Hau (2 x 2 MW) dan PLTM Budong-
budong (2 x 1 MW) dan pada tahun 2013 hampir 67% kebutuhan listrik di Mamuju dapat dipasok dengan energi air yang
lebih murah dibanding BBM. Kedepan, pasokan listrik Sulbar akan meningkat seiring dengan pembangunan PLTA
Tumbuan Mamuju yang pengerjaannya dilakukan Kalla Group, dimanaground breaking-nya telah dilakukan pada bulan
Februari 2014.
1.3.5 Lapangan Usaha Bangunan
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha bangunan tumbuh melambatdibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini
tercatat tumbuh sebesar 2,83% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,96% (yoy).
Rendahnya realisasi proyek yang tengah berjalan menjadi faktor penyebab penurunan lapangan usaha
bangunan.Penurunan pertumbuhan pada lapangan usaha bangunan terkonfirmasi dari penurunan penyaluran kredit di
sektor konstruksi di triwulan laporan (Grafik 1.10).Selain itu, penurunan juga terkonfirmasi dari data realisasi pengadaan
semen selama periode laporan. Tercatat pada triwulan IV 2014 realisasi pengadaan semen mengalami penurunandari
59,99% (yoy) di tahun 2013 menjadi 6,78% (yoy) di tahun 2014 (Grafik 1.11).Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih
dikerjakan secara berkelanjutan adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group,
yang diringi dengan pembangunan jalan ke lokasi PLTA Tumbuan di Desa Karama Kecamatan Kalumpang Kabupaten
Mamuju.
3Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 17
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: ASI, diolah
Grafik 1.10. Kredit Sektor Konstruksi Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran4
Pada triwulan IV 2014, lapangan usaha PHR tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.Lapangan usaha
Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 4,03% (yoy), sedangkan
lapangan usaha Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 4,98% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan
dengan pertumbuhan sektor PHR di triwulan IV 2014 maka terjadi percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya (4,80%;
yoy).
Peningkatan konsumsi mendorongpeningkatan di sektor perdagangan.Dari sisi lapangan usaha perdagangan,
pertumbuhan lapangan usaha ini didiorong oleh komponenkonsumsi yang secara keseluruhan mengalami
peningkatan.Peningkatan lapangan usaha perdagangan terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor
perdagangan di triwulan IV 2014 (Grafik 1.12).Di sisi lain, pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodiasi makan
minum sejalan dengan peningkataan pariwisata menjelang akhir tahun. Hal ini terkonfirmasi dari peningkatan rata-rata
tamu hotel di triwulan IV 2014 (Grafik 1.13).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.12. Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.13. Rata-rata Tamu Per Kamar Hotel & Akomodasi Lainnya
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi5
Di triwulan laporan, kelompok transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 10,73% (yoy). Sedangkan kelompok
informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Secara agregat, sektor angkutan dan komunikasi mengalami
percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Percepatan yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya kinerja
4Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan
Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 5 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan
kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
moda transportasi udara dan laut. Hal ini terlihat dari indikator lalu lintas penumpang udara (Grafik 1.14) dan laut (Grafik
1.15) yang meningkat di triwulan IV 2014.Meski meningkat secara triwulanan seiring kegiatan liburan Natal dan tahun
baru, peningkatan yang terjadi tidak signifikan yang dinilai dipengaruhi oleh naiknya harga tiket. Pada indikator yang lain,
kredit ke sektor pengangkutan menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan (Grafik 1.16).
Potensi transportasi kelautan di wilayah Sulbar sangat besar. Sulbar memiliki luas lautan sekitar 20.000 kilometer
persegi dan sedang terus melakukan peningkatan percepatan pembangunan dermaga untuk memperlancar alur
transportasi laut guna mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di daerah ini.Terdapat lima
pelabuhan yang akan menjadi motor tonggak penggerak perekonomian Sulbar, yaitu pelabuhan Pasangkayu di Mamuju
Utara, pelabuhan Mamuju, pelabuhan Belang-Belang dan pelabuhan tanjung Selopa di Kabupaten Polman.
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.14. Jumlah Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.15. Jumlah Penumpang Kapal Laut
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.16. Kredit Sektor Pengangkutan
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan6
Pada periode pelaporan, lapangan usaha keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2014.Di triwulan laporan, kategori jasa keuangan tumbuh sebesar 6,70% (yoy). Sedangkan kategori real estate
tumbuh sebesar 3,60% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan di triwulan III 2014 maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan.
Kinerja perbankan masih menjadi pendorong utama lapangan suaha ini.Akselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran
kredit mendorong peningkatan nilai tambah bruto perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014. Di sisi lain, lapangan usaha
real estate tumbuh stabil di periode pelaporan. Hal ini tercermin dari kredit jasa dunia usaha yang stagnan di triwulan IV
2014 (Grafik 1.17).
6 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat
dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 19
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa7
Lapangan usaha jasa-jasa tumbuh lebih tinggi di triwulan IV 2014.Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan;
kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa
lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar -2.08% (yoy); 16,78% (yoy); 10,71% (yoy); 15,62% (yoy); dan 10,69% (yoy).
Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan III 2014, maka terjadi akselerasi
pertumbuhan di periode pelaporan.
Peningkatan konsumsi masyarakat mendorong akselerasi di sektor usaha jasa-jasa.Peningkatan konsumsi masyarakat
diperkirakan menjadi faktor pendorong akselerasi di periode pelaporan. Selain itu, banyaknya kegiatan menjelang natal
dan akhir tahun juga mendorong peningkatan sektor usaha jasa khususnya beberapa subsektor jasa swasta. Hal ini
terkonfirmasi oleh indikator kredit ke sektor jasa sosial masyarakat, yang tercatat mengalami peningkatan pada triwulan
IV 2014 (Grafik 1.18).
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti
Grafik 1.17. Kredit Jasa Dunia Usaha Grafik 1.18. Kredit Jasa Sosial Masyarakat
7 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan
lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Boks 1.A. Perubahan Tahun Dasar 2010 dan SNA 2008 dalam Pelaporan PDRB Triwulan IV 2014
Sejak terbitnya berita resmi statistik Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan IV 2014, Badan Pusat Statistik
(BPS) menerapkan perubahan tahun dasar dan metodologi dalam perhitungan PDRB. Perubahan yang dilakukan adalah
penggantian tahun dasar (dari tahun dasar 2000 ke 2010), serta metodologi System of National Accounts (SNA) 1993 ke
SNA 2008. SNA 2008 atau Sistem Neraca Nasional (SNN) adalah rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun
ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi.
Rekomendasi yang dimaksud dinyatakan dalam sekumpulan konsep, definisi, klasifikasi, dan aturan neraca yang
disepakati secara internasional dalam mengukur indikator tertentu seperti PDRB. Perubahan antara SNA 1993 ke SNA
2008 terlihat dari pendekatan konsep pada beberapa hal seperti perhitungan output pertanian, metode perhitungan bank
komersial, proses valuasi, dan pencatatan biaya eksplorasi mineral dan pembuatan produk (Tabel 1.A.1). Implementasi
SNA 2008 juga mengubah klasifikasi lapangan usaha yang sebelumnya terdiri dari 9 lapangan usaha menjadi 17 lapangan
usaha (Tabel1.A.2.).
Latar belakang perubahan metodologi adalah adanya pengaruh perekonomian global terhadap struktur perekonomian
nasional dalam sepuluh tahun terakhir; rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengimplementasikan
System of National Accounts 2008 (SNA 2008) dalam penyusunan PDB melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT); dan
menjaga konsistensi antara tiga pendekatan PDB dan memperkecil perbedaan antara PDB nasional dan PDRB.
Tabel 1.A.1 Perbandingan Konsep dan Metode SNA
Tabel1.A.2. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Lapangan Usaha
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 21
Perubahan tahun dasar dari 2000 ke 2010 menimbulkan beberapa efek, diantaranya adalah perubahan nominal PDRB.
Sebagai contoh, total nominal PDRB ADHK Sulbar tahun 2014 berdasarkan tahun dasar 2000 mencapai Rp 6.649milyar
sedangkan berdasarkan tahun dasar 2010 mencapai Rp 24.169milyar atau naik 263%. Perubahan tahun dasar juga akan
mengakibatkan perubahan indikator makro seperti rasio pajak, rasio hutang, rasio investasi dan tabungan, nilai neraca
berjalan, struktur dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perubahan tahun dasar juga akan menyebabkan perubahan
pada input data untuk modeling dan forecasting.
Tabel1.A.3. Perbandingan Klasifikasi PDB menurut Pengeluaran
Sumber : Sosialisasi Perubahan Tahun Dasar PDRB Berbasis SNA 2008 (BPS, 2014)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 22
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 23
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Realisasi keuanganpemerintah hingga akhir tahun 2014, cenderung lebih
baik dibandingkan akhir tahun 2013
Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi masih
lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya karena meningkatnya realisasi
pendapatan hampir dari semua komponen, didorong oleh upaya
optimalisasi pemungutan pajak dan peningkatan pertumbuhan ekonomi
Sulbar.
Sementara dari sisi belanja, persentase realisasi tahun 2014 belanja APBD
Provinsimaupun instansi vertikal di Sulbar cenderung lebih rendah dari akhir
2013 meskipun penyerapannya masih tergolong rendah (90,95%). Lebih
rendahnya persentase tersebut, didorong oleh realisasi belanja modal,
sehingga perlu menjadi perhatian untuk penyerapannya pada tahun 2015.
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
2.1. Struktur Anggaran
Keuangan Pemerintah di Sulbar terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah/APBD) dan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota.
Keuangan pemerintah daerahterdiri atas APBD Provinsi Sulbar dan APBD 6 (enam) Kabupaten. Sementara keuangan
pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulbar. Pada tahun 2014, jumlah
anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah, berjumlah sebesar Rp7,42 triliun
(39,88% PDRB ADHB), dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp1,31 triliun (17,59%), APBD Kabupaten/Kota sebesar
Rp3,63 trilun (48,91%), dan instansi vertikal sebesar Rp2,49 triliun (33,50%). Sementara pada tahun 2015, jumlah
anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp8,81 triliun dengan
proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 17,07%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 49,35%, dan instansi vertikal senilai
33,58%.
Grafik 2.1. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2014 Grafik 2.2. Struktur Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2015
Anggaran pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2015 secara nominal naik 16,79% (yoy)dibandingkan tahun
2014. Pada tahun 2015 pendapatan Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp 1,44triliun, sementara tahun 2014
dianggarkan sebesar Rp1,23triliun. Peningkatan anggaran pendapatan daerah pada 2015 tersebut didorong oleh
peningkatan pada pos Pendapatan Asli Daerah terutama komponen Pajak Daerah. Transfer dari pemerintah pusat juga
meningkat 16,81% (yoy) didukung oleh Dana Alokasi Umum(DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang masing-masing
naik 15,38% (yoy) dan 19,49% (yoy), menjadi Rp895,58miliar dan Rp60,45miliar.
Grafik 2.3. Proporsi Pendapatan APBD Provinsi
Grafik 2.4. Proporsi Belanja APBD Provinsi
Anggaran belanja daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2015secara nominal naik 10,74% (yoy) dibandingkan 2014.
Pada tahun 2015 belanja Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp 1,36triliun, sementara tahun 2014 dianggarkan sebesar
Rp1,50triliun. Anggaran belanja daerah mengalami peningkatan karena terdapat kenaikan pada komponen belanja modal
sebesar 47,88% (yoy) menjadi Rp443,41miliar. Di dalam komponen tersebut, pos belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
meningkat 124,56% (yoy) menjadi Rp265,83miliar. Peningkatan pada pos belanja modal menunjukkan bahwa pemerintah
provinsi memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur di wilayah Sulawesi Barat.
Di sisi lain, struktur anggaran belanja pada instansi vertikal di Sulawesi Barat juga mengalami perubahan pada kurun
lima tahun terakhir (Grafik 2.5). Secara nominal, terjadi penurunan anggaran belanja berturut-turut pada tahun 2013 dan
2014 sebesar -4,00% (yoy) dan -7,90% (yoy). Turunnya anggaran belanja instansi vertikal terutama terjadi pada
subkomponen belanja modal sementara belanja operasi baru mengalami penurunan pada tahun 2014 dari Rp 1,2 triliun
APBD Provinsi17,6%
APBD Kabupaten/Kota
48,9%
Anggaran Instansi Vertikal
33,5%Rp1,31 triliun
Rp2,48 triliun
Rp3,63 triliun
APBD Provinsi
17,1%
APBD Kabupaten/Kota
49,4%
Anggaran Instansi Vertikal
33,6%
Rp1,50 triliun
Rp2,96 triliun
Rp26,2M Rp47,5M Rp109,0M Rp154,0M Rp155,8M
Rp483,9M Rp456,8M Rp511,7M Rp663,0M Rp769,8M
Rp64,0M Rp82,2M Rp103,5M Rp134,9M Rp164,5M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah
Rp373,2M
Rp421,8M Rp535,7M Rp820,5MRp961,3M
Rp230,7M
Rp186,8M Rp240,3M Rp148,5MRp228,2M
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2011 2012 2013 2014 2015
Belanja Modal Belanja Operasional
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 25
menjadi Rp1,1 triliun. Namun jika dilihat dari persentasenya, porsi belanja modal masih menunjukkan tren meningkat
setiap tahunnya dengan porsi tertinggi mencapai 51,7% pada tahun 2012.
Grafik 2.5 Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulbar
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Sulawesi Barat
2.2.1 Pendapatan
Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan IV 2014tercatat lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah pada akhir tahun 2014sebesar Rp1,5 triliun atau
mencapai 101,22% dari target pendapatan sebesar Rp1,254 triliun.Persentase dan nilai inilebih tinggi dibandingkan
realisasi pada triwulan yang sama tahun 2013 yang mencapai 98,50% atau sebesar Rp1,07 triliun dari target Rp1,09 triliun
pada APBD 2013. Peningkatan kinerja realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Baratdidorong oleh peningkatan
realisasi yang terjadi hampir pada semua subkomponen, baik di pendapatan asli daerah (antara lain pajak daerah
(104,14%) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (525,64%), maupun transfer dari pemerintah pusat
(dana bagi hasil pajak/bukan pajak (134,45%)). Peningkatan pendapatan asli daerah didorong oleh upaya pemerintah
daerah dalam mengoptimalkan pemungutan pajak.
Sumber pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Barat, terutama berasal dari transfer Pemerintah Pusat, dengan
persentase realisasi yang relatif meningkat dari tahun 2013. NominalDana Alokasi Umum (DAU) mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) mengalami
penurunan. Realisasi DAU hingga triwulan IV 2014 meningkat menjadi Rp776,21 miliar (100,0%) dibanding triwulan IV
tahun sebelumnya (Rp685,50miliar ; 100,0%). Demikian pula, persentase realisasi DAK dan Dana Bagi Hasil cenderung
meningkat dari 100,0% dan 106,1% pada triwulan IV tahun 2013 menjadi 100,0% dan 134,5% pada triwulan IV 2014.
Peningkatan dana bagi hasil tersebut diperkirakan terkait dengan peningkatan ekonomi Sulbar, misalnya hasil penjualan
ekspor dan cukai rokok.
Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah s.d. Triwulan IV
Sumber: Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
1.0301.297 1.356 1.463 1.331
639
856
1.454 1.2361.155
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2010 2011 2012 2013 2014
Rp miliar
Belanja Modal Belanja Operasional
Rp Juta
2015
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Anggaran
Pendapatan 1.090.245,64 1.073.860,19 98,50% 1.231.411,12 1.246.403,49 101,22% 1.438.115,51
PAD 163.935,07 154.131,86 94,02% 220.715,26 229.854,73 104,14% 239.795,82
Pajak daerah 120.322,49 132.801,33 110,37% 175.605,90 196.816,80 112,08% 216.196,52
Retribusi daerah 4.529,00 2.320,66 51,24% 4.141,00 4.002,39 96,65% 4.141,80
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
1.508,19 530,81 35,20% 1.175,00 6.176,25 525,64% 1.175,00
Lain-lain PAD yang sah 37.575,38 18.479,06 49,18% 39.793,36 22.859,29 57,44% 18.282,50
Pendapatan Transfer 769.834,36 772.106,14 100,30% 849.334,74 857.098,93 100,91% 992.140,19
Dana Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Pajak 37.319,77 39.591,55 106,09% 22.534,91 30.299,10 134,45% 36.113,90
Dana Alokasi Umum 685.497,59 685.497,59 100,00% 776.214,12 776.214,12 100,00% 895.580,93
Dana Alokasi Khusus 47.017,00 47.017,00 100,00% 50.585,71 50.585,71 100,00% 60.445,35
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 153.579,98 147.500,63 96,04% 158.615,54 159.046,70 100,27% -
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2.896,23 121,56 4,20% 2.745,58 403,12 14,68% 206.179,50
Triwulan IV-2014Uraian
Triwulan IV - 2013
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
2.2.2 Belanja
Persentase realisasi belanja daerah Sulawesi Baratpada triwulan IV2014 lebih rendah dibanding pencapaian pada
triwulan IV2013. Realisasi belanja daerah hingga akhir 2014 adalah sebesar Rp1.235,66 miliar atau 90,95% dari target
pengeluaran dalam APBD 2014, sementara realisasi belanja pada triwulan IV 2013 adalah sebesar Rp1.043,99triliun atau
91,27% dari target dalam APBD 2013. Penurunan realisasi belanja terutama disebabkan oleh menurunnya realisasi
belanja modal dari 92,24% pada triwulan IV 2013 menjadi 86,38% pada akhir 2014.
Persentase realisasi belanja modal tahun 2014 Sulawesi Barat yang cenderung lebih rendah menjadi perhatian untuk
percepatan belanja modal tahun 2015. Secara nominal, realisasi belanja modal mengalami kenaikan, menjadi Rp259,0
miliar dari tahun 2013 (Rp183,45miliar). Namun demikian, penambahan anggaran belanja modal di tahun 2014, belum
diikuti dengan persentase realisasi yang optimal. Persentase realisasi belanja modal tahun 2014 hanya mencapai 86,38%
dibandingkan tahun 2013 yang dapat mencapai 92,24%. Beberapa fokus pembangunan infrastruktur pada tahun 2014
sudah dilakukan, antara lain pembangunan jalan arteri dan poros, serta jembatan. Oleh karena itu, pada tahun 2015
dengan anggaran belanja modal yang meningkat menjadi Rp443,41 miliar, perlu upaya optimalisasi penyerapan anggaran
belanja modal, sehingga persentase realisasinya meningkat.
Tabel 2.2. Realisasi Anggaran Belanja Daerah s.d. Triwulan IV
Sumber: Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Realisasi belanja operasi meningkat, baik nominal maupun persentasenya, terutama didorong oleh penyerapan
anggaran belanja barang dan jasa. Secara nominal dan persentase realiasasi belanja barang dan jasa mengalami
peningkatan dari Rp285,24 miliar (64,47% dari target) di tahun 2013, menjadi Rp466,64 miliar (88,62% dari target) pada
tahun 2014. Secara persentase terhadap pagu dalam APBD, realisasi Belanja Pegawai hingga triwulan IV2014 lebih tinggi
dibandingkan dengan realisasi pada triwulan IV2013, demikian pula dengan persentase realisasi belanja bantuan sosial
dan belanja bantuan keuangan. Persentase belanja pegawai mengalami kenaikan seiring bertambahnya jumlah pegawai
negeri sipil pada tahun 2014.
2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Sulawesi Barat
Hingga akhir tahun 2014, realisasi belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat relatif tinggi, dan terjadi peningkatan
realisasi dibandingkan tahun 2013.Realisasi anggaran sampai dengan triwulan IV 2014 sebesar 94,22% sementara pada
triwulan IV 2013 realisasi anggaran tercatat 94,15%.Namun secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi
vertikal di Sulawesi Barat pada tahun 2014 sebesar Rp2,44 triliun, sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp2,54triliun.
Peningkatan persentase realisasi anggaran belanja APBN di Sulawesi Barat terutama terjadi pada belanja pegawai dan
belanja barang. Hingga triwulan IV 2014, realisasi belanja pegawai APBN di Sulbarsebesar Rp392,9 miliar (95,74%), disusul
oleh belanja barang sebesar Rp 628,6 miliar (90,62%).Sementara belanja modal dan belanja bantuan sosial juga terealisasi
dengan baik, masing-masing mencapai 95,40% (Rp1,10 trliun) dan 95,78% (Rp312,9 miliar).
Rp Juta
2015
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Anggaran
Belanja 1.143.812,90 1.043.985,31 91,27% 1.358.580,62 1.235.660,20 90,95% 1.504.425,99
Belanja Operasi 894.767,22 808.730,32 90,38% 988.242,73 915.200,01 92,61% 973.735,29
Belanja Pegawai 249.124,81 235.038,45 94,35% 228.048,08 221.687,78 97,21% 241.369,99
Belanja Barang dan Jasa 442.443,24 285.242,58 64,47% 526.558,16 466.638,31 88,62% 427.173,46
Belanja Bunga - - -
Belanja Subsidi - - -
Belanja Hibah 169.484,60 259.988,94 153,40% 178.236,52 173.152,93 97,15% 222.942,80
Belanja Bantuan Sosial 1.548,08 122,40 7,91% 12.137,06 11.125,74 91,67% 11.500,00
Belanja Bantuan Keuangan kepada
Prov/Kab/Kota dan Pemdes
32.166,48 28.337,95 88,10% 43.262,90 42.595,24 98,46% 70.749,05
Belanja Modal 198.882,55 183.451,34 92,24% 299.837,89 259.009,46 86,38% 443.409,75
Belanja tidak terduga 2.500,00 265,00 10,60% 500,00 - 0,00% 1.000,00
47.663,14 51.538,65 108,13% 70.000,00 61.450,73 87,79% 86.280,96
Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota/Desa 47.663,14 51.538,65 108,13% 70.000,00 61.450,73 87,79% 86.280,96
(53.567,27) 29.874,88 (127.169,50) 10.743,29 (66.310,49)
Pembiayaan Netto 53.567,27 (2.000,00) -3,73% 127.168,70 127.465,59 100,23% 66.310,49
Penerimaan Pembiayaan 55.567,27 - 0,00% 129.168,70 129.465,59 100,23% 68.310,49
Pengeluaran Pembiayaan 2.000,00 2.000,00 100,00% 2.000,00 2.000,00 100,00% 2.000,00
Triwulan IV-2014Uraian
Transfer
Surplus/(Defisit)
Triwulan IV - 2013
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 27
Tabel 2.3. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Instansi Vertikal
2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah terhadap Ekonomi Daerah
Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD)terhadap ekonomi daerah8 pada tahun 2014 relatif meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD per PDRB ADHB (atas dasar harga berlaku) pada tahun 2014 sebesar 0,78%
meningkat dari tahun 2013 yang hanya sebesar 0,60%. Meskipun mengalami penurunan secara persentase terhadap pagu
APBD, namun secara nominal realisasi PAD tumbuh sebesar 43,13% sehingga kontribusinya terhadap APBD PDRB ikut
meningkat. Di sisi lain, rasio dana perimbangan terhadap PDRB ADHB mengalami sedikit penurunan dari 3,06% pada
tahun 2013 menjadi 2,92% pada tahun 2014.
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Pada tahun 2014, peran realisasi komponen belanja APBD Sulbar untuk stimulus ekonomi daerah9relatif menurun
dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio belanja operasional turun dari 8,77% pada tahun 2013 menjadi 7,65% pada
tahun 2014. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga menurun pada tahun 2014 dari
5,43% menjadi 4,63%. Namun demikian, Sulbar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 8,73% (yoy)
yang sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi daerah tertinggi se-Indonesia pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemerintah Sulbar dapat menekan belanja daerah dan menggerakkan sektor swasta/rumah tangga untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 9 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif
(miliar Rp)
PAGU REALISASI % Realisasi PAGU REALISASI % Realisasi
1 BELANJA PEGAWAI 387,78 354,79 91,49% 410,40 392,90 95,74%
2 BELANJA BARANG 703,63 631,57 89,76% 693,70 628,60 90,62%
3 BELANJA MODAL 1.235,67 1.191,50 96,43% 1.155,40 1.102,20 95,40%
4 BELANJA BANTUAN SOSIAL 358,37 351,36 98,04% 326,70 312,90 95,78%
2.699,10 2.541,23 94,15% 2.586,20 2.436,60 94,22%
TAHUN 2014NO JENIS BELANJA
T O T A L
2013
0,52 0,57 0,62 0,600,78
2,662,54
2,97 3,062,92
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
2010 2011 2012 2013 2014
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
8,218,71
9,078,77
7,65
4,675,22
5,47 5,43
4,63
3
4
5
6
7
8
9
10
2010 2011 2012 2013 2014
Belanja Operasional Belanja Modal
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 29
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Pada triwulan IV 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan III 2014 (4,46%, yoy). Peningkatan laju inflasi
disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi pada beberapa kelompok
barang/jasa yang dikonsumsi masyarakat pasca kenaikan harga bahan
bakar minnyak (BBM) jenis Premium dan Solar. Inflasi tertinggi terjadi pada
kelompok barang yang terkait dengan administered price (kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan), dan kelompok barang yang
terkait dengan volatile food (kelompok bahan pangan dan makanan jadi).
Secara kelembagaan, seluruh TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota
telah terbentuk, diiringi dengan peningkatan kegiatan koordinasi, terutama
untuk mengantisipasi implikasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
BAB 3 INFLASI DAERAH
30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa10
Inflasi Provinsi Sulbar pada triwulan IV2014 tercatat sebesar 7,88% (yoy), lebih tinggidibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 4,46% (yoy).Faktor utama penyebab peningkatan inflasi adalah kenaikan harga BBM jenis
premium dan solar sebesar Rp 2.000 per liter atau 30,77% untuk premium dan 36,36% untuk solar. Kenaikan harga bahan
bakar ini berimplikasi pada kenaikan tarif angkutan umum yang tercermin pada kenaikan tekanan inflasi pada kelompok
komoditas transportasi. Kelompok transportasi merupakan kelompok dengan kenaikan tertinggi, dimana pada triwulan
pelaporan kalompok ini mengalami inflasi sebesar 11,34% (yoy) melonjak tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 3,90% (yoy). Selain pada kelompok transportasi, kenaikan harga premium dan solar juga mengakibatkan kenaikan
pada kemompok bahan makanan, kelompok perumahan-air-listrik-gas-bahan bakar, kelompok sandang, dan kelompok
pendidikan. Ketiga kelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 5,73% (yoy), 8,28% (yoy), 5,28% (yoy)
dan 4,70% (yoy). Di lain sisi, kelompok makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan tekanan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode pelaporan, ketiga kelompok ini secara berurut tercatat mengalami
inflasi sebesar 9,05% (yoy) dan 3,36% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berturut-turut
mengalami inflasi sebesar -0,01% (yoy) dan 6,76% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik
Inflasi Sulbar lebih rendah dari inflasi Nasional.Bila dibandingkan dengan nasional, inflasi Sulbar tetap lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi Nasional melanjutkan tren sejak triwulan II 2014. Pada triwulan pelaporan, inflasi Nasional
tercatat sebesar 8,36% (yoy) lebih tinggi 0,48% dibandingkan inflasi Sulbar yang tercatat mencapai 7,88% (yoy). Bila
dibandingkan dengan data triwulan III 2014, Sulbar mengalami tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan agregat
nasional, hal ini terlihat dari peningkatan inflasi dari triwulan III 2014 ke triwulan IV 2014 dimana Sulbar mengalami
peningkatan sebesar 3,42% sedangkan inflasi Nasional naik sebesar 3,83%.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Barat
10
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Bahan Makanan 14.18 12.77 8.02 2.05 -0.31 -1.47 1.46 3.34 8.52 6.54 6.78 5.65 1.09 3.93 -0.01 5.73
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1.71 3.47 5.43 6.61 6.09 6.57 5.38 4.40 3.27 4.31 5.06 5.98 9.31 8.02 9.39 9.05
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 5.41 6.28 7.01 9.30 7.75 6.74 5.56 3.06 2.53 2.88 4.72 5.03 5.82 6.51 5.43 8.28
Sandang 3.07 2.64 10.61 7.98 9.02 8.05 3.68 5.18 3.65 3.54 2.97 0.85 2.79 3.61 4.36 5.28
Kesehatan 3.44 4.18 4.39 3.35 4.33 4.22 4.45 2.45 1.52 1.28 4.99 7.00 14.49 15.41 6.76 3.36
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 6.35 7.22 10.97 4.12 3.34 2.46 5.06 6.21 6.88 7.01 4.17 4.25 3.38 3.56 4.62 4.70
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan -0.03 0.20 -0.30 1.16 0.90 0.92 0.67 0.88 0.45 2.89 8.73 10.06 11.81 9.62 3.90 11.34
UMUM/TOTAL 5.92 6.18 6.05 4.91 3.81 3.24 3.70 3.28 4.19 4.30 5.86 5.91 6.24 6.65 4.46 7.88
2014KETERANGAN
2011 20132012
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 31
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan
Efek lanjutan kenaikan harga Premium dan Solar mengakibatkan inflasi kelompok bahan makanan melonjak tinggi. Kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami lonjakan inflasi paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada triwulan III 2014, kelompok ini tercatat mengalami deflasi sebesar -3,91% (yoy) yang kemudian angka ini melonjak tinggi menjadi 5,73% (yoy) di triwulan pelaporan (Grafik 3.2). Inflasi tertinggi berasal dari sub kelompok bumbu-bumbuan (23,70%; yoy) di susul oleh sub kelompok telur-susu-dan hasilnya (10,50%; yoy), dan sub kelompok daging dan hasilnya (9,25%, yoy). Di sisi lain, sub kelompok ikan segar dan sub kelompok kacang-kacangan mengalami deflasi (-2,61% (yoy) dan -1,36% (yoy)) dan menjadi salah satu faktor penahan inflasi di kelompok bahan makanann sehingga tidak meningkat lebih tinggi (Tabel 3.2).
Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Melonjaknya harga bumbu-bumbuan menjadi pendorong utama inflasi di triwulan IV 2014.faktor musiman dimana
beberapa sentra bumbu-bumbuan baru memasuki musim tanam baru menjadi salah satu penyebab peningkatan inflasi di
kelompok bahan makanan. Keadaan stok yang terbatas ini, ditengarai dimanfaatkan untuk mencari untung dengan
meningkatkan harga.Secara trend, permintaan bumbu-bumbuan khususnya cabai dan bawang di Sulbar terus meningkat
namun peningkatan ini tidak di imbangi dengan pengingkatan produksi.Saat ini, kebutuhan bumbu khususnya cabai masih
di pasok dari wilayah Sulawesi Barat.Ketergantungan terhadap pasokan dari luar wilayah Sulbar ini mengakibatkan
rentannya fluktuasi harga bumbu di Sulawesi Barat.
Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan tekanan inflasi. Intensitas hujan terus meningkat
sepanjang akhir tahun 2014 dan diperkirakan akan mencapai puncak pada bulan Januari-Februari 2015. Peningkatan
intensitas hujan ini mengakibatkan peningkatan gelombang laut yang berakibat pada terganggunya aktifitas melaut yang
dilakukan oleh para nelayan. Intensitas hujan yang tinggi juga bepengaruh pada produktifitas ikan budidaya.
Terganggunya pH air kolam budidaya mengakibatkan ikan yang di budidayakan tidak tumbuh secara optimal.
Selain faktor cuaca, kendala pasokan BBM jenis solar juga menjadi kendala para nelayan untuk melaut. Berdasarkan
informasi anecdotal, kelangkaan Solar sempat terjadi pada bulan November 2014 dan akibatnya nelayan tradisional
umumnya memilih libur melaut akibat kelangkaan solar tersebut. Akibat kelangkaan tersebut, harga solar di tingkat
pengecer sempat melonjak hingga Rp.20.000 per liter.Tidak adanya SPBU khusus bagi nelayan juga menjadi kendala
sendiri bagi nelayan di wilayah Sulbar.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Kelompok Makanan Jadi – Minuman – Rokok – Tembakautercatat mengalami inflasi sebesar 9,05% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,39% (yoy).Tingkat inflasi terbesar pada sub kelompok makanan jadi,
yaitu sebesar 11,92% (yoy), kemudian tembakau dan minuman beralkohol 6,43% (yoy), terakhir minuman tidak
beralkohol sebesar 4,89% (yoy). Masih tingginya tekanan inflasi di kelompok makanan jadi disebabkan oleh beberapa
komoditas seperti ikan bakar, rokok kretek, dan mie seiring dengan peningkatan permintaan menjelang akhir tahun.
Selain faktor permintaan, meningkatnya harga bahan baku juga menjadi faktor pendorong inflasi di kelompok makanan
jadi khususnya produk-produk olahan berbahan dasar beras dan ikan.
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Padi-padian 4.74 4.55 5.19 5.16
Daging & Hasilnya -4.89 4.09 -3.45 9.25
Ikan Segar 11.08 10.11 2.15 -2.61
Ikan Diawetkan 7.03 7.03 7.50 4.47
Telur, Susu & Hslnya 5.56 7.87 1.81 10.50
Sayur-sayuran 2.81 0.59 -3.70 7.39
Kacang-kacangan 9.92 6.34 -3.93 -1.36
Buah-buahan 5.88 6.61 0.83 6.17
Bumbu-bumbuan -30.81 -12.71 -16.97 23.70
Lemak & Minyak -3.95 -1.20 -0.82 7.25
Bahan Makan Lainnya 1.65 1.77 -0.82 3.89
Inflasi Kelompok 1.09 3.93 -0.01 5.73
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
BAB 3 INFLASI DAERAH
32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Sumber: BPS
Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar pada triwulan IV 2014 mencatat inflasi sebesar 8,28% (yoy),
meningkat tajamdibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,43% (yoy).Peningkatan tekanan inflasi
terutama adanya peningkatan inflasi di sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air sebagai dampak kenaikan BBM
jenis Premium dan Solar di bulan November 2014. Pada triwulan pelaporan, inflasi di sub kelompok ini mencapai 17,30%
(yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang mencapai 10,59% (yoy). Kenaikan harga BBM juga
berakibat pada kenaikan harga komoditas pada sub kelompok lainnya, hal ini terlihat dari kenaikan tekanan inflasi di sub
kelompok biaya tempat tinggal, sub kelompok perelngkapan rumah tangga dan sub kelompok penyelenggaraan RT
dimana pada triwulan pelaporan ketiga sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 6,46% (yoy), 4,05%
(yoy) dan 8,08% (yoy) lebih besar dibandingkan triwulan III 2014 yang secara berurut mengalami inflasi sebesar 4,18%
(yoy), 2,95% (yoy) dan 8,05% (yoy).
Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
Sumber: BPS
Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan
3.1.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok sandang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.Pada triwulan pelaporan inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 5,28% lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 4,36%. Peningkatan tekanan
inflasi di dorong oleh inflasi di sub kelompok sandang laki-laki, sub kelompok sandang wanita, dan sub kelompok sandang
anak-anak dimana pada triwulan pelaporan ketiga sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 7,84% (yoy),
3,46% (yoy) dan 6,08% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di periode sebelumnya yang secara perurut tercatat sebesar
5,43% (yoy), 2,91% (yoy) dan 5,14% (yoy). Di sisi lain penurunan tekanan inflasi terjadi di sub kelompok barang pribadi
dan sandang lainnya, dimana pada triwulan IV 2014 inflasi tercatat sebesar 3,13% (yoy) menurun dibandingkan periode
sebelumnya (5,28%; yoy).
Peningkatan permintaan menjelang akhir tahun menjadi faktor pendorong inflasi kelompok sandang di triwulan IV
2014.Sesuai dengan pola tahun-tahun sebelumnya, permintaan barang sandang di akhir tahun mengalami peningkatan
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Makanan Jadi 9.59 8.78 12.95 11.92
Minuman Tdk Beralkohol 4.69 3.60 3.97 4.89
Tembakau & Min. Beralkohol 12.54 10.02 6.45 6.43
Inflasi Kelompok 9.31 8.02 9.39 9.05
y.o.y (%)SUB KELOMPOK
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Biaya Tempat Tinggal 4.92 6.70 4.18 6.46
Bhn Bkr, Penerangan & Air 9.02 6.84 10.59 17.30
Perlengkapan Rumah Tangga 6.49 5.52 2.95 4.05
Penyelenggaraan RT 4.10 5.34 8.05 8.08
Inflasi Kelompok 5.82 6.51 5.43 8.28
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 33
dibandingkan triwulan sebelumnya.Even hari raya Natal yang di barengi dengan libur panjang akhir tahun meningkatkan
permintaan masyarakat terhadap komoditas sandang.
Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: BPS
Grafik 3.5. Inflasi Kelompok Sandang
Dilain sisi, penurunan harga emas dunia menjadi faktor penahan inflasi kelompok sandang.Pada triwulan IV 2014, harga
emas dunia kembali menunjukan penurunan melanjutkan tren sepanjang tahun 2014. Tercatat pada triwulan IV 2014
rata-rata harga emas dunia mencapai 1,199.48 USD/troy oz turun sebesar 5,56% (qtq) dibandingkan periode sebelumnya.
Implikasi nya adalah pada harga emas perhiasan yang mengalami penurunan di triwulan IV 2014 (2,78%; qtq) yang
selanjutnya menahan inflasi kelompok sandang tidak terakselerasi lebih lanjut.
3.1.5 Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan kembali mengalami penurunan tekanan inflasi di triwulan IV 2014.Setelah mengalami penurunan
tekanan yang signifikan di triwulan III 2014, kelompok ini kembali mengalami penurunan tekanan meski dalam level yang
lebih rendah. Tercatat pada periode pelaporan kelompok ini mengalami inflasi sebesar 6,36% (yoy) lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat mengalami inflasi sebesar 6,76% (yoy) (Grafik 3.6). Turunnya laju inflasi
kelompok ini terutama karena penurunan inflasi sub kelompok perawatan jasmani & kosmetika, dimana pada triwulan IV
2014 sub kelompok ini mengalami penurunan inflasi dari 7,36% (yoy) ke 5,02% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok obat-
obatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani mengalami kenaikan inflasi dimana pada triwulan pelaporan kedua
kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar 7,08% (yoy) dan 28,42% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang secara berurut mengalami inflasi sebesar 5,26% (yoy) dan 7,08% (yoy) (Tabel 3.6).
Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: BPS
Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan
Penurunan permintaan dan mulai stabilnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab
penurunan tekanan inflasi di kelompok kesehatan. Permintaan akan layanan kesehatan serta produk kosmetika
menurun pasca musim perayaan hari besar keagamaan di triwulan sebelumnya. Selain itu itu, dampak penyesuaian harga
produk impor seiring mulai stabilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar Amerika Serikat (US$).Hal ini
dinilai membuat harga produk perawatan jasmani dan kosmetik ikut mengalami penyesuaian (imported inflation).
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Sandang Laki-laki 2.15 1.89 5.43 7.84
Sandang Wanita 3.81 3.75 2.92 3.46
Sandang Anak-anak 2.70 3.72 5.14 6.08
Brg Pribadi & Sandang Lainnya 2.28 6.02 4.05 3.13
Inflasi Kelompok 2.79 3.61 4.36 5.28
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Jasa Kesehatan 31.06 31.06 3.69 3.69
Obat-obatan 7.21 8.56 5.26 7.08
Jasa Perawatan Jasmani 17.45 17.63 24.01 28.42
Perawatan Jasmani & Kosmetika 6.20 7.63 7.36 5.02
Inflasi Kelompok 14.49 15.41 6.76 6.36
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
BAB 3 INFLASI DAERAH
34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2014. Pada
triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 4,70% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai
4,62%(yoy) (Grafik 3.7). Naiknya inflasi tersebut di dorong oleh peningkatan inflasi di sub kelompok Olahraga dan sub
kelompok rekreasi , dimana pada periode pelaporan dua sub kelompok ini secara berurut mengalami inflasi sebesar
7,26% (yoy) dan 10,28% (yoy) lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 6,77% (yoy) dan 10,12% (yoy).
Sementara itu inflasi di sub kelompok jasa pendidikan dan sub kelompok kursus/pelatihan tercatat meningkat stabil di
level 3,38% (yoy) dan 2,46% (yoy). Di sisi lain, sub kelompok perlengkapan pendidikan kembali mengalami deflasi sebesar
-0,29% (yoy).
Efek musiman menjadi faktor pendorong peningkatan inflasi di triwulan IV 2014.Peritiwa hari raya natal, musim liburan
panjang akhir tahun, dan event hari jadi Sulawesi Barat ke-10 di awal periode pelaporan dinilai menjadi faktor penyebab
peningkatan permintaan khususnya di sub kelompok rekreasi. Selain itu, berlangsungnya beberapa event olahraga dalam
rangka hari jadi Sulawesi Barat ke-10 seperti Katinting racedanSandeq race menyebabkan kenaikan inflasi pada
subkelompok olahraga.
Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan
Sumber: BPS
Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Kenaikan BBM berdampak besar pada peningkatan inflasi di kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan.Selain kenaikan harga BBM Solar dan Premium, kenaikan BBM juga di ikuti dengan penyesuaian tarif angkutan
umum. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi sub kelompok transport dari 4,85% (yoy) di triwulan III 2014 menjadi 15,19%
(yoy) di triwulan IV 2014. Inflasi terjadi merata di seluruh jenis angkutan, baik angkutan dalam kota, luar kota, angkutan
penyebrangan, taxi, bahkan angkutan udara ikut mengalami kenaikan tekanan inflasi. Efek kenaikan BBM juga
mengakibatkan kenaikan biaya pengiriman barang yang merupakan salah satu komponen perhitungan inflasi di
subkelompok komunikasi dan pengiriman. Selain efek kenaikan BBM, kenaikan tekanan inflasi juga terjadi akibat kenaikan
di sub kelompok jasa keuangan akibat dari kenaikan biaya administrasi kartu ATM dan biaya administrasi transfer uang.
Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor
Sumber: BPS
Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Transpor
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Jasa Pendidikan 4.27 4.27 3.38 3.38
Kursus-kursus/Pelatihan 2.46 2.46 2.46 2.46
Perlengkapan/Peralatan Pendd 1.99 0.76 -0.40 -0.29
Rekreasi 2.59 3.87 10.12 10.28
Olahraga 4.47 6.11 6.77 7.26
Inflasi Kelompok 3.38 3.38 4.62 4.70
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014
Transpor 16.08 12.74 4.85 15.19
Komunikasi & Pengiriman 1.78 1.83 0.97 0.87
Sarana & Penunjang Transpor 4.57 4.70 3.58 3.54
Jasa Keuangan 0.00 0.00 0.00 9.72
Inflasi Kelompok 11.81 11.81 3.90 11.34
SUB KELOMPOKy.o.y (%)
BAB 3 INFLASI DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 35
3.2. Disagregasi Inflasi11
Bila dilihat dari disagregasi berdasarkan kelompoknya, peningkatan laju inflasi pada triwulan IV2014 didorong oleh
peningkatan pada komponen inflasi inti, volatile food, dan administered price.Tekanan paling tinggi berasal dari
komponen administered price sebagai dampak dari kenaikan harga BBM jenis Premium dan Solar yang di ikuti dengan
kenaikan tarif angkutan umum. Peningkatan juga terjadi pada kelompok core terutama terjadi pada kelompok makanan
jadin akibat meningkatnya harga bahan baku dan penigkatan permintaan menjelang event natal dan tahun baru. Selain
itu, inflasi volatile food juga mengalami peningkatan terutama terjadi pada kelompok bahan makanan akibat terbatasnya
pasokan beberapa bahan makanan seperti daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan
bumbu-bumbuan.
3.3. Koordinasi Pengendalian Inflasi
Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulbar kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari
sisi kelembagaan dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten. Dengan peresmian TPID Kabupaten Majene pada
tanggal 8 Juli 2014, maka saat ini TPID telah berdiri di seluruh kabupaten Sulawesi Barat (Tabel 3.9). Dengan telah
berdirinya TPID di seluruh kabupaten maka diharapkan kedepannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat
berjalan lebih baik.
Tabel 3.9. TPID Di Sulawesi Barat
NO TPID SURAT KEPUTUSAN
KET NOMOR TANGGAL
1 Provinsi Sulawesi Barat 225 Tahun 2010 06-Apr-10 -
2 Kabupaten Mamuju Tengah 751/035/KPTS/XII/2013 23-Des-13 -
3 Kabupaten Mamasa 700/KPTS-II.b/I/2014 08-Jan-14 -
4 Kabupaten Mamuju Utara 170 Tahun 2014 20-Jan-14 -
5 Kabupaten Polewali Mandar KPTS/580/241/HUK 21-Apr-14 -
6 Kabupaten Mamuju 18845/293/KPTS/V/2014 01-Mei-14 SAMPEL IHK
7 Kabupaten Majene 1489/HK/KEP-BUP/VII/2014 08-Jul-14 -
Selama triwulan IV 2014, TPID Sulbar telah melakukan koordinasi baik di tingkat provinsi.Salah satu kegiatan yang
dilakukan TPID Sulbar di triwulan IV 2014 adalah penyelenggaraan High Level Meeting (HLM) TPID yang dilaksanakan pada
tanggal 6 s/d 7 November 2014 yang di pimpin oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan Provinsi Sulawesi
Barat dengan agenda evaluasi perkembangan Inflasi Mamuju menjelang Kenaikan BBM, proyeksi dan antisipasi Dampak
Kenaikan BBM Bersubsidi terhadap Sulbar, dan potensi Inflasi Sulawesi Barat menjelang Kenaikan BBM Bersubsidi dan
Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Inflasi. Dari hasil HLM tersebut ditetapkan langkah langkah antisipasi
untuk meminimalkan dampaknya terhadap resiko inflasi yang lebih tinggi antara lain :
1. Melakukan pembahasan terkait batas atas tariff angkutan baik antar kota maupun dalam kota secara wajar ( tidak
berlebihan) dengan tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat.
2. Menjaga kelancaran pasokan dan distribusi barang (terutama bahan pangan)sehingga tidak memberikan
tambahan tekanan inflasi.
3. Memperkuat program komunikasi kepada masyarakat dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi
4. Mencegah dan melakukan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan (penimbunan dan penyelewengan) BBM
bersubsidi
5. Memperkuat dan memperbaiki sistim distribusi LPG 3 kg untuk meminimalkan penyalahgunaan mengingat subsidi
pada komoditas ini masih cukup besar dan disparitas harganya dengan LPG 12 kg sangat lebar.
6. Mempersiapkan stock pangan yang cukup, khususnya beras, karena penurunan produksi dan pengaruh El-Nino
yang menyebabkan bergesernya musim tanam.
11 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non inti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
BAB 3 INFLASI DAERAH
36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
7. Melakukan penguatan pada beberapa sector yang dianggap penting untuk menjaga keterkaitan ekonomi terutama
pada hasil peningkatan pertanian masyarakat di daerah masing masing.
8. SKPD/instansi/lembaga terkait terus memonitor perkembangan harga harga ditingkat masyarakat sehingga
intervensi pasar ( operasi pasar ) dapat ditempuh sewaktu waktu jika diperlukan.
9. Menghimbau para pedagang dan distributor untuk tidak memanfaatkan situasi untuk kepentingan sesaat dengan
melakukan spekulasi dan penimbunan barang yang menyebabkan langkanya pasokan ditingkat masyarakat. Terkait
hal ini Pemprov/Pemkab/Lembaga/Institusi terkait dapat menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap
aktivitas spekulasi yang melanggar hukum.
Hasil HLM TPID ini juga di tindak lanjuti dengan penyelenggaraan rapat teknis yang dilaksanakan pada tanggal 21
November 2014 dengan agenda tindak lanjut rekomendasi rapat koordinasi (High Level Meeting) Tim Pengendali Inflasi
Daerah Provinsi Sulawesi Barat dan diskusi tentang pelaksanaan teknis pengendalian inflasi akibat dari kenaikan BBM
bersusidi. Rapat teknis ini menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya:
1. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Barat diperintahkan agar segera
menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan segera melakukan pembahasan untuk menetapkan batas atas tarif
angkutan baik antar kota maupun dalam kota.
2. Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Sulawesi Barat agar segera melakukan koordinasi dengan Bulog dan
Lembaga terkait dalam mempersiapkan stock pangan yang cukup terutama beras.
3. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral bekerjasama dengan Kepolisian agar melakukan pengawasan, pencegahan
dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan (penimbunan dan penyelewengan) BBM bersubsidi dan LPG 3
kg.
4. Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Barat agar terus menerus memonitor
perkembangan harga ditingkat masyarakat sehingga intervensi pasar (Operasi Pasar) dapat ditempuh sewaktu
waktu jika diperlukan, dan juga menghimbau kepada para pedagang dan distributor untuk tidak melakukan
aktifitas spekulasi.
5. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan Biro Humas dan
Protokoler Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat agar memberikan informasi kepada masyarakat melalui
media massa dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi bahwa dampak dari penyesuaian harga BBM ini hanya
berlangsung dalam 3 bulan ke depan, penyesuaian harga yang terjadi adalah bukan menaikkan harga BBM tetapi
menghilangkan subsidi BBM dan dampak dari dihilangkannya subsidi BBM tersebut adalah merupakan upaya
reformasi dibidang energi yang diperlukan untuk kesehatan, dan perekonomian dalam jangka waktu panjang, dan
juga kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat seyogyanya terukur karena hanya diakibatkan oleh kenaikan
distribusi saja sementara stok mencukupi.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 37
4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami
pertumbuhan namun lebih lambat dibandingkan dengan triwulan III 2014.
Beberapa indikator utama seperti penghimpunan dana pihak ketiga, serta
penyaluran kredit tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan. LDR
tercatat naik dari 133,43% pada triwulan lalu menjadi 146,78%. Total
kredit mengalami pertumbuhan sebesar 7,47% pada triwulan IV 2014 lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,13%. Risiko kredit
perbankan masih terjaga pada level yang aman dengan angka Non
Performing Loans (NPLs secara total berada di bawah 5%). Perlambatan
kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran, salah
satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Baik total nilai dan jumlah transaksi
RTGS mengalami kontraksi pada triwulan laporan.
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
4.1. Kondisi Umum Perbankan12
4.1.1 Perkembangan Kelembagaan
Dari sisi kelembagaan, pada triwulan IV 2014, jumlah bank umum di Sulbar relatif tidak mengalami perubahan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 14 bank. Dari jumlah tersebut, 12 diantaranya merupakan
bank konvensional sedangkan sisanya merupakan bank syariah. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama
seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 3 (tiga) BPR. Sementara itu, jumlah jaringan kantor bank di Sulbar hingga
periode laporan tercatat sebanyak 82 kantor, atau tidak terdapat perubahan (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
4.1.2 Aset Perbankan
Total aset bank umum Sulbar pada triwulan IV 2014 tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 11,67% (yoy) atau menjadi Rp4,79 triliun, lebih tinggi dari triwulan III 2014 yang
tumbuh sebesar 5,11% (yoy) (Tabel 4.2). Meningkatnya pertumbuhan aset perbankan disebabkan oleh peningkatan
pertumbuhan aset bank pemerintah. Aset bank pemerintah tercatat tumbuh 13,87% (yoy) menjadi Rp4,32 triliun setelah
sebelumnya tumbuh sebesar 4,94% (yoy). Aset bank swasta turun dari 6,63% (yoy) pada triwulan III 2014 menjadi -5,25%
(yoy) dengan total aset sebesar Rp0,47 triliun.
Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
4.1.3 Intermediasi Perbankan
Pada triwulan IV 2014, baik penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit mengalami
pertumbuhan walaupun terjadi perlambatan. Melambatnya pertumbuhan pada tabungan dan simpananmenyebabkan
perlambatan kinerja DPK secara keseluruhan. Jenis simpanan tabungan tumbuh melambat dengan angka pertumbuhan
tercatat sebesar 3,84% (yoy) di triwulan IV 2014 setelah sebelumnya tumbuh mencapai 10,96% (yoy). Sejalan dengan
tabungan, jenis simpanan dalam bentuk deposito juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 80,02% (yoy) pada
triwulan III 2014 menjadi 25,35% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sebaliknya, jenis simpanan giro mengalami ekspansi pada
triwulan laporan. Kinerja giro tercatat meningkat hingga 8,02% (yoy) setelah sebelumnya turun sebesar -0,61% (yoy) pada
triwulan III 2014.Selanjutnya, DPK secara total tumbuh sebesar 6,0% (yoy) menjadi Rp2,92 triliun, atau tumbuh lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat11,23% (yoy)(Tabel 4.3).
12 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan
data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
I II III IV I II III IV I II III IV
Bank Umum (Konv. + Syariah) 12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 14 14
Konvensional 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 12 12
Syariah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah Kantor* 70 74 74 75 76 76 76 81 81 81 82 82
BPR 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF
RINCIAN2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Total Aset 24.94 21.27 24.07 15.79 14.44 10.43 5.11 11.67 3,860 4,122 4,440 4,291 4,417 4,552 4,667 4,792
Bank Pemerintah 24.97 21.27 23.11 13.74 12.98 9.76 4.94 13.87 3,471 3,704 3,980 3,796 3,922 4,065 4,176 4,323
Bank Swasta Nasional 24.62 21.28 33.05 34.43 27.40 16.44 6.63 (5.25) 389 418 460 495 495 487 491 469
Aset Menurut Kelompok Bank 2013 20132014
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
2014
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 39
Dalam aspek penyaluran kredit mengalami pertumbuhan positif meskipun terjadi perlambatanyang didorong oleh
perlambatan kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja tercatat tumbuh walaupun lebih lambat pada
triwulan IV 2014 sebesar 10,10% (yoy) setelah sebelumnya mencatat angka pertumbuhan sebesar 13,21% (yoy) pada
triwulan III 2014. Kredit konsumsi juga masih menunjukkan kinerja yang melambat. Pada triwulan laporan, kredit
konsumsi tumbuh 13,17% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2014 (14,76%, yoy). Sementara itu, meski masih mengalami
kontraksi, kredit untuk keperluan investasi mencatat sedikit perbaikan menjadi -1,34% (yoy) setelah pada triwulan
sebelumnya tercatat sebesar -3,76% (yoy). Total kredit secara keseluruhan tumbuh sebesar 10,61% (yoy) menjadi Rp4,28
triliun setelah pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 12,20% (yoy). Dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi
daripada pertumbuhan DPK, LDR perbankan tercatat meningkat dari 133,43% menjadi 146,78% pada triwulan laporan
(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Berdasarkan sektor ekonomi, pertumbuhan kreditpada triwulan IV 2014 tumbuh lebih lambat dibanding triwulan III
2014, antara lain disebabkan olehperlambatan kinerja kredit dengan memiliki pangsa terbesar yaitu kredit pada sektor
perdagangan yang tumbuh sebesar 8,26% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 10,43% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan dialami hampir seluruh jenis kredit yang disalurkan seperti sektor listrik, gas, dan air (LGA),
sektor pertambangan, sektor konstruksi dan industri pengolahan. Sektor LGA tercatat mengalami perlambatan dari
sebelumnya tumbuh 310,04% (yoy) menjadi 86,77% (yoy) pada triwulan laporan. Meski demikian, terdapat sektor lain
yangmengalami perbaikan kinerja yaitu sektor pengangkutan (Tabel 4.4). Dari segi kualitas, rasio Non Performing Loans
(NPLs) perbankan mengalami perbaikan dantetap terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu sebesar 3,43% pada
triwulan IV 2014 atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4.43% (Tabel 4.3).
Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
DPK 23.56 11.03 10.57 13.07 9.10 13.47 11.23 6.00 2,557 2,675 2,836 2,751 2,789 3,035 3,154 2,916
a. Giro 30.57 27.56 11.22 1.27 3.50 1.75 (0.61) 8.02 794 899 987 467 822 914 981 504
b. Tabungan 22.42 4.22 10.22 16.16 13.22 14.88 10.96 3.84 1,580 1,580 1,672 2,108 1,789 1,815 1,855 2,189
c. Deposito 7.18 4.09 10.17 12.08 (2.21) 55.78 80.02 25.35 182 196 177 176 178 306 318 221
Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 10.61 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208 4,280
a. Modal Kerja 9.68 (11.00) 7.21 9.95 9.06 14.02 13.21 10.10 1,246 1,270 1,295 1,334 1,359 1,448 1,466 1,469
b. Investasi 16.13 49.87 43.31 38.83 36.14 (8.21) (3.76) (1.34) 313 407 409 416 426 373 394 410
c. Konsumsi 27.65 39.47 17.34 14.53 15.17 17.87 14.76 13.17 1,893 1,948 2,046 2,120 2,181 2,297 2,348 2,399
LDR (%) 135.03 135.52 132.27 140.67 142.17 135.67 133.43 146.78
NPLs Gross (%) 4.56 4.46 4.19 3.81 4.68 4.59 4.43 3.43
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
Nominal (Rp Miliar)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 8.75 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208 4,208
Pertanian 26.74 33.20 23.15 29.29 35.09 14.21 17.47 17.44 169 196 205 217 229 224 241 254
Pertambangan 43.33 9.82 6.46 16.76 (11.16) (3.97) 36.97 7.43 2.2 2.0 2.0 2.2 2.0 1.9 2.8 2.4
Industri Pengolahan 44.82 (15.78) (14.59) (3.99) (9.36) 31.31 34.15 29.57 41 33 33 36 37 43 44 47
Listrik, Gas, Air 7.38 92.38 113.24 124.10 119.59 344.97 310.04 86.77 0.4 0.7 0.8 0.8 0.9 2.9 3.1 1.5
Konstruksi (19.63) (7.00) (8.19) 181.72 30.75 (5.36) (7.93) (8.86) 37 44 48 46 48 41 44 42
Perdagangan 18.79 (0.32) 18.26 20.23 18.75 7.88 10.43 8.26 1,078 1,241 1,236 1,268 1,280 1,338 1,365 1,373
Pengangkutan 88.22 7.58 14.50 (3.41) 6.38 59.94 55.48 57.02 7.1 5.6 6.2 7.0 7.5 9.0 9.6 11.0
Jasa Dunia Usaha 0.81 63.44 63.60 (14.93) 40.29 (8.86) (32.78) (28.14) 40 64 64 59 55 58 43 42
Jasa Sosial Masyarakat (23.36) (7.50) 40.29 66.13 47.64 (7.46) (1.85) (5.83) 85 91 109 114 125 84 107 107
Lain-lain 23.17 32.33 13.04 9.27 9.40 18.79 14.76 13.19 1,993 1,948 2,046 2,120 2,181 2,314 2,348 2,399
Komponen 2013 2013
Pertumbuhan (%, yoy)
2014 2014
Nominal (Rp Miliar)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah
Di triwulan IV 2014, penyaluran kredit korporasi di Sulbar
tetap didominasi sektor perdagangan. Kredit korporasi
tercatat memiliki pangsa sangat rendah yaitu 1,61%
terhadap total kredit produktif. Hal tersebut
mengindikasikan perkembangan UMKM dan kredit
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga lebih
dominan dalam menggunakan jasa pembiayaan
perbankan di Sulbar. Dari kredit korporasi, kredit kepada
sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar yaitu 89%
atau Rp26,86 miliar (kredit produktif non-UMKM). Pangsa
sektor perdagangan tersebut melebihi setengah dari total
kredit yang disalurkan pada triwulan IV 2014. Selain sektor
perdagangan, sektor yang memiliki pangsa terbesar adalah
sektor jasa sosial masyarakat, sektor konstruksi dan sektor
industri pengolahan dimana sumbangan masing-masing
adalah 6,80%, 1,95% dan 1,08% (Grafik 4.1).
Dari aspek pertumbuhan, penyaluran kredit kepada
sektor korporasi pada triwulan IV 2014 mengalami
penurunan atau terkontraksi. Penurunan ini terutama
didorong oleh kinerja sektor pertanian dan jasa dunia
usaha yang menurun pada triwulan laporan. Sektor ini
tercatat menurun masing-masing hingga -99,94% (yoy)
dan -98,58% (yoy) pada triwulan IV 2014. Sementara
sektor perdagangan mampu menahan laju penurunan
yang lebih dalampada kredit sektor korporasi dengan
pertumbuhan mencapai 146,20%. Secara total, kredit
korporasi mengalami penurunan sebesar -56,49% (yoy)
lebih tinggi angka penurunan yang tercatat pada triwulan
sebelumnya sebesar -55,97% (yoy)(Grafik 4.2).
Dari aspek kualitas, penyaluran kredit korporasi secara
keseluruhan mengalami perbaikan kinerja. Pada triwulan
laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari rasio
non-performing loans atau NPLs kembali mengalami
perbaikan menjadi 0,04% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,06% (Grafik 4.3). Turunnya
NPLs sektor perdagangan menjadi faktor utama penyebab
turunnya rasio NPLs secara keseluruhan. Meski memiliki
kualitas yang membaik, dampak penyaluran kredit
korporasi terhadap keseluruhan kredit tidak signifikan
mengingat pangsanya yang sangat kecil dibandingkan
kredit UMKM maupun kredit lain-lain (konsumsi).
Grafik 4.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Grafik 4.2. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Grafik 4.3. NPLs Kredit Korporasi
Pangsa Triwulan IV 2014
Pertanian (0.1%)
Industri (1.1%)
Konstruksi (1.9%)
Perdagangan (89%)
Jasa Sosial Masyarakat (6.8%)
Lainnya (1.1%)
(100)
(50)
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoy Pertanian Perdagangan
Total Jasa Dunia Usaha
0
20
40
60
80
100
0
20
40
60
80
100
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%%
Total Jasa Dunia Usaha Pertanian - Skala Kanan Perdagangan - Skala Kanan
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 41
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah
Kredit rumah tangga multiguna beserta kredit rumah
tangga jenis lainnya mengambil pangsa yang terbesar
dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan IV
2014. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah
tangga sebesar Rp2,39 triliun, kredit multiguna memiliki
pangsa mencapai lebih dari 50%, disusul kredit rumah
tangga lainnya (37,8%), KPR (10,3%), dan terakhir kredit
kendaraan bermotor atau KKB (0,5%) dengan pangsa yang
terkecil (Grafik 4.4).
Searah dengan kredit pada umumnya, penyaluran kredit
kepada sektor rumah tangga mengalami pertumbuhan
namun melambat di triwulan IV 2014. Perlambatan
tersebut disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
kredit yang disalurkan untuk hampir seluruh jenis kredit
rumah tangga, kecuali kredit multiguna dan kredit
kendaraan bermotor (KKB) yang masih mengalami
akselerasi pertumbuhan. Secara keseluruhan, kredit
rumah tangga tumbuh lebih kecil dari triwulan
sebelumnya yaitu dari 14,76% (yoy) menjadi 13,19% (yoy).
Secara total, kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap
masih terjaga pada tingkat yang aman di triwulan IV
2014. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki angka
NPLs di bawah angka batas atas yang ditetapkan yaitu 5%.
KPR yang mencatat angka NPLs tertinggi, sebesar 2,25%
juga tetap memiliki rasio yang tergolong aman (Grafik 4.6).
Angka NPLs yang tercatat secara total adalah 0,78% atau
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan triwulan
sebelumnya yang memiliki NPLs sebesar 1,14%. Cukup
rendahnya NPLs didukung oleh kualitas kredit yang baik
pada jenis KKB, kredit multiguna, maupun kredit rumah
tangga lainnya.
Grafik 4.4. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.6. NPLs Kredit Rumah Tangga
4.3. Pengembangan Akses Keuangan
Penyaluran kredit UMKM kembali mengalami pertumbuhan yang positif namun terjadi perlambatan pada triwulan IV
2014. Melambatnya pertumbuhan kredit di UMKM dari 11,99% pada triwulan III 2014 menjadi 10,12% pada triwulan IV
2014 lebih disebabkan kepada unsur kehati-hatian yang diterapkan dari pihak perbankan. Angka NPLs kredit UMKM
bergerak membaik pada triwulan IV 2014 hingga mencapai 6,92% dibanding triwulan III 2014 yang tercatat sebesar 8,71%
(Grafik 4.7). Angka tersebut telah berada di atas batas aman yang ditetapkan yaitu sebesar 5%. Meskipun NPLs untuk
keseluruhan kredit perbankan Sulbar masih di bawah 5%, kualitas kredit UMKM harus terus ditingkatkan melalui
pendampingan dari para pemangku kepentingan. Sementara itu, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit produktif di
Sulbar mencapai 43,23% atau sebesar Rp1,85 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar 78% merupakan kredit UMKM yang
digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.8).
(500)
0
500
1,000
1,500
2,000
(60)
(10)
40
90
140
190
240
290
340
390
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoy%, yoyTotal KPRLainnya KKB - Skala KananMultiguna - Skala Kanan
0
2
4
6
8
10
12
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%%
Total KKB Lainnya Multiguna KPR - Skala Kanan
Pangsa Triwulan IV 2014
Kredit PemilikanRumah, KPR (10.3%)
Kredit KendaraanBermotor, KKB (0.5%)
Kredit Multiguna(51.5%)
Kredit Rumah TanggaLainnya (37.8%)
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Grafik 4.7. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.8. Pangsa Kredit UMKM
4.4. Perkembangan Sistem Pembayaran
Transaksi nontunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang mengalami kontraksi pada triwulan IV
2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulbar di triwulan IV 2014 sebesar
Rp1,9 triliun atau turun -16,70% (yoy), jauh lebih baik jika dibandingkan triwulan III 2014 yang penurunannya relatif
besaryaitu -25,52% (yoy) (Tabel 4.5). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran dana yang masuk
(to) ke perbankan Sulbar dengan nilai Rp0,98 triliun, lebih tinggi dari aliran yang keluar (from) dari perbankan Sulbar yang
tercatat sebesar Rp0,88 triliun pada triwulan IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,59 triliun.
Sementara itu, kegiatan RTGS antarbank di Sulbar (From-To) tercatat mencapai Rp0,51 triliun. Volume transaksi RTGS juga
tercatat mengalami kinerja yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Setelah terjadi penurunan pertumbuhan
volume sebesar -3,77% (yoy) pada triwulan III 2014, jumlah transasksi RTGS di Sulbar pada triwulan IV 2014 mengalami
penurunan yang lebih dalam hingga mencapai -14,07% (yoy) (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Perkembangan Transaksi RTGS
0
5
10
15
20
25
30
35
0123456789
10
I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014
%, yoy%
NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan
Total Kredit Non-UMKM
57%
Total Kredit UMKM
43% 78%
22%
Pangsa Kredit UMKM
Modal Kerja Investasi
I II III IV I II III IV (qtq) (yoy)
Nilai (Rp Miliar) 268.59 387.58 489.35 740.60 406.16 558.63 586.93 883.35 50.50% 19.27%
Volume 2,463 2,838 2,761 2,831 2,367 2,643 2,693 2,822 4.79% -0.32%
Nilai (Rp Miliar) 1,036.43 973.12 1,474.24 1,454.40 1,129.64 789.08 865.07 981.58 13.47% -32.51%
Volume 742 905 1,287 1,893 848 929 1,212 1,556 28.38% -17.80%
Nilai (Rp Miliar) 14.75 30.92 42.92 105.88 21.87 27.71 42.47 51.79 21.94% -51.08%
Volume 59 117 195 644 58 88 178 235 32.02% -63.51%
Nilai (Rp Miliar) 1,319.77 1,391.62 2,006.51 2,300.88 1,557.67 1,375.42 1,494.48 1,916.72 28.25% -16.70%
Volume 3,264 3,860 4,243 5,368 3,273 3,660 4,083 4,613 12.98% -14.07%
Pertumbuhan Tw IV 2014
From
To
From-To
TOTAL
Keterangan2013 2014
BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 43
Boks 4.A. Sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR)
Selain sosialisasi GNNT di atas, pada akhir triwulan tahun 2014, sosialisasi tentang sistem pembayaran baik
tunai maupun non-tunai dilakukan di Kabupaten Mamuju Tengah dan Mamasa. Selain bertujuan untuk
memasyarakatkan penggunaan alat pembayaran non-tunai, sosialisasi yang dihadiri oleh kalangan perbankan,
instansi pemerintah, pelajar dan masyarakat umum ini juga mengupas studi kasus penanganan tindak pidana
pemalsuan uang.
Gambar 4.1.A Sosialisasi Sistem Pembayaran di Kabupaten Mamuju Tengah
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 45
5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014
sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus
2013). Demikian pula, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan,
terutama berada di kota. Namun, apabila dihitung rasio penduduk miskin
dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin relatif turun
menjadi 12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%).
Sementara itu, indikator kesejahteraan yang dapat mencerminkan kondisi
kinerja sektor unggulan (pertanian) pasca kenaikan harga BBM, yaitu Nilai
Tukar Petani (NTP),juga cenderung melemah pada akhir tahun 2014
dibandingkan dengan kuartal ketiga 2014.Namun demikian, dari sisi upah
minimum, terjadi peningkatan UMP 2015 yang relatif tinggi mencapai 18,2%
menjadi Rp1,655 juta.
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
5.1. Tenaga Kerja
Jumlah penduduk yang bekerja di Sulbar pada Agustus 2014 meningkat tipis dibandingkan periode sebelumnya. Per
Agustus 2014, angkatan kerja Sulbar tercatat sebanyak 608,4 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 6,65% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Dari jumlah tersebut jumlah penduduk yang bekerja sejumlah 595,8 ribu
orang, meningkat 13,71% (yoy) dibandingkan kondisi tenaga kerja Agustus 2013. Jumlah penduduk usia kerja, namun
bukan angkatan kerja pada Agustus 2014 mengalami penuruan sebesar -6,96% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%, mengalami peningkatan dari
Agustus 2013 yang tercatat 66,82%. Peningkatan TPAK sebagai indikasi penyerapan tenaga kerja yang semakin membaikdi
periode laporan. Peningkatan penduduk yang bekerja terutama didorong oleh peningkatan jumlah pekerja penuh dan
pekerja paruh waktu, sementara jumlah pekerja setengah penganggur mengalami penurunan pada Agustus 2014.
Sektor primer (pertanian) pada Agustus 2014 menyerap lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan Agustus 2013. Sektor
primer pada bulan Agustus 2014 masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 338,6 ribu orang
meskipun porsinya sedikit berkurang dari 57,6% pada Agustus 2013 menjadi 56,84% pada Agustus 2014. Jumlah tenaga
kerja sektor sekunder (industri dan konstruksi) mencatat pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,3% (yoy) sementara
tenaga kerja sektor tersier mengalami penurunan sebesar -0,4% (yoy). Peningkatan jumlah tenaga kerja sektor sekunder
sehubungan dengan telah dimulainya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2014.
Sektor formal dan informal pada Agustus 2014 menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan Agustus 2014.
Jumlah tenaga kerja pada sektor formal dan informal mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan masing-masing
sebesar 19,4 ribu orang (13,9%) dan 52,39 ribu orang (13,7%) dibandingkan Agustus 2013. Namun, jika dilihat dari periode
sebelumnya, terjadi penurunan tenaga kerja formal dari 179,77 ribu orang (30,4%) pada Februari 2013 menjadi 159,8 ribu
orang (26,8%) pada Agustus 2014. Sementara tenaga kerja informal mengalami peningkatan dari 411,35 ribu orang
(69,6%) menjadi 435,99 ribu orang (73,2%).
Pekerja formal merupakan kategori pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan
dengan porsi masing-masing sebesar 2,01% dan 24,81% pada Agustus 2014. Sisanya adalah pekerja informalyang
mencakup kategori pekerja yang berusaha sendiri (16,06%), berusaha dibantu buruh tidak tetap (24,93%), pekerja bebas
(6,59%) dan pekerja tidak dibayar (25,59%).
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 5.1. Komposisi Pekerja per Sektor Ekonomi Grafik 5.2. Komposisi Pekerja per Sektor Formal - Informal
Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Sumber: BPS
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 47
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami kenaikan pada Agustus 2014 namunmasih merupakan
yang terendah di Sulawesi. Angka TPT Sulbar tercatat sebesar 2,08% mengalami kenaikan dari 1,60% pada Februari 2014.
Dengan persentase tersebut, selama empat tahun berturut-turut, Sulbar selalu menjadi provinsi dengan TPT yang paling
rendah di Sulawesi. Tingkat pengangguran Sulbar juga lebih rendah dibandingkan tingkat pengangguran nasional yang
tercatat 5,94%.
Tabel 5.2. Tingkat Pengangguran di Provinsi se-Sulawesi
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah Grafik 5.3. Pengangguran di Sulbar
5.2. Penduduk Miskin13
Jumlah penduduk miskin di Sulbar hingga September 2014 meningkat dibanding Maret 2014, yang terutama terjadi di
kota. Jumlah penduduk miskin di Sulbar mengalami peningkatan menjadi 154,69 ribu pada September 2014, dari
153,89ribu per Maret 2014, atau naik tipis sebesar 0,32% (yoy). Jumlah penduduk miskin kota mengalami peningkatan
sebesar 21,47% (yoy) menjadi 29,87 ribu orang (Grafik 6.3). Sementara penduduk pedesaan yang mengalami penurunan
sebesar -3,70% (yoy), menjadi 124,82 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 80,69% dari
total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,31% disumbang oleh penduduk kota. Sementara itu,
apabila dihitung rasio penduduk miskin dibandingkan seluruh penduduk, persentase penduduk miskin turun menjadi
12,1% pada September 2014 dibandingkan Maret 2014 (12,3%).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 5.4. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Barat Grafik 5.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di
bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014
menjadi sebesar 4,47% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,01% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh
pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, serta kelompok kesehatan. Pelemahan
tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung oleh harga barang yang
turun setelah Ramadhan. Namun demikian, kondisi kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan
13 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
29,68 28,2 29,1 27,1 24,6 26,31 29,87
135,19 132,3 131,5
126,9 129,6 127,58 124,82
13,9
13,2
13,0
12,3 12,2 12,312,1
11,0
11,5
12,0
12,5
13,0
13,5
14,0
14,5
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
%ribu orang
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - sisi kanan
7,48,3
9,5
12,1 12,813,6
17,418,4
26,327,8
0
5
10
15
20
25
30
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
harga bahan bakar minyak pada November 2014, sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 7,89%
(yoy).
Tabel 5.3. Garis Kemiskinan Sulsel
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Kota 230.973 235.934 245.959 8,65% 8,01% 6,49% 5,86% 5,01% 4,47%
Desa 228.346 233.215 246.695 11,18% 10,08% 8,04%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulbar relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain se-
Sulampua. Persentase penduduk miskin Sulbar berada pada urutan keempat terendah (12,1%) setelah Provinsi Maluku
Utara (7,4%), Sulawesi Utara (8,3%), dan Sulawesi Barat (9,5%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara, Sulawesi Utara,
dan Sulawesi Barat tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan
persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
Peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP)tetap tinggi pada tahun 2015.PeningkatanUMP Sulbar tahun 2015 lebih dari
dua digit, mencapai 18,2% dibandingkan tahun 2014, sehingga UMP Provinsi Sulawesi Barat 2015mencapai sebesar
Rp1,655 juta. Namun demikian, peningkatan UMP Sulbar tersebut tercatat masih lebih rendah dibandingkan rata-rata
kenaikan Komponen Hidup Layak (KHL) yang sebesar 32,95%, sehingga nilainya menjadi Rp1,981 juta. Peningkatan UMP
Sulbar diperkirakan sudah mempertimbangkan ukuran ekonomi Sulbar yang cenderung ditopang oleh sektor informal.
Sumber: BPS
Grafik 5.6. Perkembangan UMP Provinsi Sulbar
5.3. Rasio Gini14
Gini ratio Provinsi Sulawesi Barat kembali memburuk setelah 2 tahun terakhir menunjukkan pembaikan. Nilai giniratio
Sulbar pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,35 atau memburuk dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar 0,31.
Semakin besarnya indikator yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk tersebut yang kemungkinan besar
dipengaruhi oleh melemahnya indikator ketenagakerjaan dan NTP pada periode dimaksud. Namun demikian, giniratio
Sulbar masih lebih rendah daripada angka Nasional (0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi
Barat relatif rendah. Angka gini ratio tertinggi masih tercatat di Gorontalo dan Papua dengan nilai yang sama dengan
tahun lalu yaitu 0,44. Angka berikutnya sebesar 0,43 tercatat untuk Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat.
Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Maluku Utara yang sedikit menurun dibandingkan tahun 2012
(0,34).
14Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu).Nol
mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
1.0
06
1.1
27
1.1
65
1.4
00
1.6
55
1.0
06
1.1
27
1.2
00
1.4
90
1.9
81
6,5%
12,0%
3,4%
20,2%
18,2%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2011 2012 2013 2014 2015
Rp ribu
UMP KHL % Kenaikan UMP - sisi kanan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 49
Tabel 5.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi 2010 2011 2012 2013
Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44
Papua 0,41 0,42 0,44 0,44
Sulawesi Barat 0,40 0,41 0,41 0,43
Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43
Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43
Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42
Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41
Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37
Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35
Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32
Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41
Sumber: Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS
5.4. Nilai Tukar Petani15
Indikator kinerja sektor unggulan (pertanian) melemah, tercermin dari turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan
IV 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NTP Sulbar pada triwulan IV 2014 kembali turun menjadi sebesar
101,40 dibandingkan triwulan sebelumnya (103,37) (Grafik 5.6). Penurunan tersebut secara umum disebabkan oleh
kenaikan inflasi, sehingga indeks harga yang dibayar petani (IB) naik lebih tinggi daripada indeks harga yang diterima
petani (IT). Indeks harga yang dibayar petani meningkat 7,17% (yoy) dari 110,60 pada triwulan sebelumnya menjadi
114,47 pada triwulan laporan. Sementara indeks harga yang diterima petani naik lebih rendah daripada IT (6,07%; yoy)
dari 114,33 menjadi 116,07.NTPSulbar yang masih di atas 100, namun mulai mendekati batas garis 100, menunjukkan
bahwa kemampuan/daya beli petani Sulbar justru semakin menurun, dengan adanya kenaikan bahan bakar minyak yang
diikuti harga barang-barang yang dibayarkan oleh petani. Inflasi berkorelasi negatif dengan perkembangan NTP, semakin
tinggi inflasi, maka perkembangan kesejahteraan petani ditengarai juga semakin melemah.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.7. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat
Sumber: BPS, diolah
Grafik 5.8. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat
Tabel 5.5. Perkembangan NTP Sulbar
Sumber: BPS, diolah
15
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
-2,0%
-1,5%
-1,0%
-0,5%
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
2,5%
3,0%
90
95
100
105
110
115
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
indeks
IT IB
NTP Sulbar g.NTP - sisi kanan
yoy
-4,0%
-2,0%
0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014
yoy NTP Inflasi
Trw I Trw II Trw III Trw IV y.o.y q.t.q y.o.y q.t.qTanaman Pangan 94,7 92,1 91,3 92,9 10,75% -0,83% -2,53% 1,80%Hortikultura 102,2 100,7 102,4 100,9 15,49% 1,73% -4,54% -1,46%Tanaman Perkebunan Rakyat 109,0 114,1 112,9 108,5 -15,44% -1,07% 1,36% -3,91%Peternakan 101,2 101,2 103,0 100,5 -9,19% 1,74% -0,92% -2,44%Perikanan 96,2 97,0 97,3 96,3 -7,95% 0,31% 0,30% -1,06%NILAI TUKAR PETANI (NTP) 102,4 103,3 103,4 101,4 2,54% 0,10% -1,02% -1,91%a Indeks yang Diterima (It) 110,2 112,5 114,3 116,1 6,39% 1,64% 6,07% 1,52%b Indeks yang Dibayar (lb) 107,7 108,9 110,6 114,5 3,75% 1,54% 7,17% 3,50%
Tw IV-14Tw III-14KOMPONEN
2014
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Berdasarkan subsektornya, penurunan NTP didorong oleh subsektor tanaman pangan, subsektor hortikultura, dan
subsektor peternakan. Subsektor tersebut secara tahunan (yoy) masing-masing turun -2,53%; -4,54%; dan -0,92%.
Peningkatan inflasi kelompok bahan makanan yang mencapai 16,02% (yoy) tidak diikuti dengan peningkatan harga di
tingkat petani, sementara biaya transportasi yang harus dibayarkan mengalami kenaikan signifikan. Sementara untuk
subsektor perkebunan dan subsektor perikanan, petani kedua subsektor tersebut masih mengalami peningkatan
pendapatan, dikarenakan hasil kedua komoditas subsektor tersebut juga diekspor. Perkembangan harga internasional
komoditas perkebunan (kopi) dan ikan, serta peningkatan nilai dolar terhadap rupiah, ditengarai mendorong NTP kedua
subsektor tersebut masih tumbuh positif.
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 51
Boks 6.A. Tipologi WilayahProvinsi Sulawesi Barat16
Seiring pemekaran wilayah, selama 10 tahun terakhir, jumlah desa semakin meningkat.Berdasarkan hasil pendataan
Potensi Desa(Podes) 2014, pada bulan April 2014 di Sulawesi Barat (Sulbar) tercatat 648 wilayah administrasi setingkat
desa yang terdiri dari 575 desa, 71 kelurahan, dan 2 UPT. Podes juga mencatat sebanyak 69 kecamatan dan 6
kabupaten.Dari 648 desa/kelurahan di Sulawesi Barat terdapat 152 desa/kelurahan (23,46%) yang berbatasan dengan
tepi laut dan yang berbatasan dengan bukan tepi laut sebanyak 496 desa/kelurahan (76,54%).
Grafik 6.A.1 Perkembangan Jumlah Desa di Provinsi Sulawesi Barat
Indeks Kesulitan Geografis (IKG) Desa untuk Sulbar masih relatif tinggi yang menunjukkan kesulitan geografis yang
masih besar. IKG terendah sebesar 17,74 yang terdapat di Desa Baru (Kabupaten Polewali Mandar) dan IKG tertinggi
sebesar 84,58 yang terdapat di Desa Bela (Kabupaten Mamuju). Nilai tengah IKG secara provinsi sebesar 46,18, lebih
tinggi dari nilai tengah IKG secara nasional (40,91). Nilai IKG Provinsi terendah berada di Provinsi D.I. Yogyakarta (27,73)
dan tertinggi berada di Papua (76,33).
Tabel 6.A.1.IKG Desa Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat, 2014
Kabupaten/Kota dan Provinsi IKG Desa
Terendah Nilai Tengah Tertinggi
Majene 25,54 40,13 74,43
Polewali Mandar 17,74 39,97 66,61
Mamasa 30,98 49,91 77,69
Mamuju 22,36 53,68 84,58
Mamuju Utara 24,53 38,47 60,94
Mamuju Tengah 30,45 49,99 70,7
Sulawesi Barat 17,74 46,18 84,58
Sumber : Podes 2014, BPS
Keberadaan infrastruktur di Sulbar relatif cukup baik, dari ketersediaan sekolah, sarana kesehatan, pasar, listrik, dan
jalan. Pembangunan wilayah desa bisa diarahkan ke desa yang relatif masih minim sarana infrastruktur. Dari hasil Podes
2014 tercatat sebagai berikut:
1. Dari sisi sarana pendidikan, hanya 3,24 persen (21 desa/kelurahan) yang tidak ada SD/MI, sedangkan SMP/MTs
sebanyak 46,30 persen (300 desa/kelurahan). Sarana pendidikan menengah atas juga telah tersedia di sebagian
wilayah kecamatan di Sulawesi Barat. Sebanyak 69 kecamatan yang tercatat dalam Podes 2014 terdapat 68
kecamatan yang ada SMU/SMK/MA.
2. Dari sisi sarana kesehatan, semua wilayah kecamatan di Sulbar (100 persen) telah mempunyai
Puskesmas/Puskesmas Pembantu.
3. Dari sarana pasar, terdapat sebanyak 61 kecamatan (88,41%) sudah ada pasar, sedangkan 8 kecamatan (11,59%)
tidak ada pasar.
16Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 (Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sulsel No. 16/02/73/Th. I, 16 Februari 2015). Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun, yaitu tahun 2008, 2011, dan 2014
5 5
6
2008 2011 2014
Kabupaten
65
69 69
2008 2011 2014
Kecamatan
536
638 648
2008 2011 2014
Desa/Kelurahan
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
4. Dari sisi sarana listrik, tercatat sebanyak 403 desa/kelurahan (47,75%) terdapat keluarga pengguna listrik yang
disalurkan oleh PLN. Selain itu, pula ada 1 desa/kelurahannya dimana seluruh keluarga tidak menggunakan
listrik, yaitu Desa Saludurian (Kabupaten Mamasa).
5. Dari sisi sarana jalan, terdapat sebanyak 622 desa/kelurahan (95,99%) menggunakan sarana transportasi darat
dan diantaranya ada sebanyak 468 desa/kelurahan (72,22%) sudah tersedia jalan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor roda 4 atau lebih sepanjang tahun. Namun demikian, masih terdapat 180 desa/kelurahan (27,78%)
yang lalu-lintasnya masih bergantung pada kondisi jalan dan cuaca.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 53
6. PROSPEK PEREKONOMIAN
Bab 6 Prospek Perekonomian
Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2015 dan untuk keseluruhan tahun
2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,8% - 8,8%
(yoy) dan 8,0% - 9,0% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulbar triwulan I
2015diperkirakan melambat, walaupun tumbuh tetap tinggi. Di sisi
permintaan, perlambatan didorong oleh ekspor, seiring tren penurunan
harga internasional komoditas perkebunan.Di sisi penawaran, perlambatan
terjadi pada Sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Jasa-Jasa.
Apabila harga minyak dunia dalam tren stabil dan melambat, laju inflasi
akhir 2015 diprakirakan akan melambat, dalam kisaran 3,0% - 4,0%, atau
di dalam cakupan target nasional.
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
54 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulbar diprakirakan melambat sebesar 7,8%-8,8% pada triwulan I2015 dan 8,0% - 9,0% pada 2015,
seiring melambatnyaproduksi dari sektor-sektor utama.Ekonomi Sulbar cenderung melambat namun dalam level yang
tinggi pada triwulan I 2015, sehubungan dengan melambatnya sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan. Sektor
Pertanian didorong oleh penurunan produksi perkebunan kelapa sawit. Sementara Pertumbuhan sektor industri
pengolahan tahun cenderung tetap di atas dua digit, seiring rencana penambahan pabrik pengolahan kelapa sawit.
Sementara secara keseluruhan 2015, perkembangan Sektor Industri Pengolahan, masih tetap akan meningkat seiring
penambahan pabrik baru. Selanjutnya, perkembangan tersebut diikuti oleh pertumbuhan di sektor Bangunan dan sektor
Jasa-jasa yang akan ikut terdorong naik, seiring peningkatan pembangunan infrastruktur pendukung dan insentif dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Grafik 6.1. Perkembangan PDRB Sulbar dan Proyeksinya
6.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, pada triwulan I 2015, akan terjadi perlambatan ekspor, seiring harga internasional yang melemah.
Ekspor komoditi utama diperkirakan melambat, karena permintaan negara mitra dagang yang masih rendah,
yangterpantau dari Purchasing Managers Index (PMI) dari negara Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang cenderung
melemah. Demikian pula, harga CPO cenderung terkoreksi atau turun 22,0% (yoy) menjadi USD 701,3/mt. Di sisi lain,
terjadipeningkatan konsumsi dan investasi, didukung oleh pembangunan infrastruktur dan ekspansi industri pengolahan.
Peningkatan konsumsi terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga dan lembaga non profit yang melayani rumah
tangga (LNPRT), didorong olehkenaikan konsumsi karena peningkatan upah minimum provinsi tahun 2015, yang sebesar
18,2% dari tahun 2014 menjadi Rp1.655.000,-. Sementara untuk investasi, pembangunan infrastruktur akan mulai pada
tahun 2015, antara lain sarana jalan, dua bendungan, dan tambahan lima pabrik kelapa sawit.
Sumber: Bloomberg p) Proyeksi
Sumber: World Bank
Grafik 6.2. PMI Index Asia Grafik 6.3. Harga Internasional CPO
4
5
6
7
8
9
10
11
12
20
13
Q1
20
13
Q2
20
13
Q3
20
13
Q4
20
14
Q1
20
14
Q2
20
14
Q3
20
14
Q4
20
15
Q1
20
15
Q2
20
15
Q3
20
15
Q4
%, yoy
2014 :8,73%
2013 : 6,94%
2015:8,3% - 9,3%
46
48
50
52
54
56
58
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2013 2014 2015
Indeks
Jepang Tiongkok Zona Eropa
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/mt
CPO
g.CPO - sisi kanan
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 55
Sumber: BPS
Grafik 6.4. Tingkat Hunian Kamar Hotel
Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah Sulbar
Grafik 6.5. Perkiraan Belanja Fiskal Daerah
6.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Sektor Pertanian diproyeksikan tumbuh stabil dengan kecenderungan melambat pada triwulan I2015, seiring
penurunan produksi dan harga komoditas perkebunan. Hasil angka sementara(ASEM) BPS, produksi tanaman padi
diperkirakan turun-0,87%, lebih dalam dari angka ramalan II (ARAMII) yang memperkirakan melambat 1,50%.Demikian
pula jagung turun 14,5%%, lebih dalam dari ARAMII hanya akan turun 3,33%. Sementara kedelai, ASEM melambat 239,2%
daripada ARAM II (253,6%). Perlambatan tersebut seiring mayoritas lahan pertanian Sulbar yang masih berupa non irigasi
teknis (lebih dari 80%). Di sisi komoditas perkebunan, harga komoditas coklat melambat. Harga coklat hingga Januari
2015melambat 3,4% (yoy) menjadi sekitar USD2,92/kg.Demikian pula, harga tandan buah segar (TBS) sawit untuk
industri pengolahan minyak sawit relatif stabil17
.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Produksi Padi
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.7. Perkembangan Produksi Jagung
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.8. Perkembangan Produksi Kedelai
Sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9. Harga Internasional Coklat
17 Dinas Perkebunan Provinsi Sulbar, menyatakan, harga TBS sawit petani di Sulbar pada bulan Januari 2015ditetapkan sebesar Rp
Rp1.472,24 per Kilogram untuk tanaman sawit petani berumur sekitar 10 sampai 20 tahun. Penetapan harga sawit berdasarkan kesepakatanantara pemerintah, petani dan pihak perusahaan di Sulbar. Harga TBS sawit di Sulbar yang ditetapkan tersebut hanya mengalami kenaikansekitar Rp0,24 dibandingkan harga sawit pada bulan sebelumnya, atau padaakhir tahun 2014.
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121
2012 2013 2014 2015
Hotel Berbintang
Akomodasi Lainnya
TPK (%)
7,9%
25,8%
48,0%
88,4%
7,8%
24,3%
45,6%
88,0%
13,0%
32,4%
55,0%
91,0%
16,5%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
80,0%
90,0%
100,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I-p
2012 2013 2014 2015
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2010 2011 2012 ATAP2013
ASEM2014
Padi
Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
20
40
60
80
100
120
140
2010 2011 2012 ATAP2013
ASEM2014
Jagung
Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
2010 2011 2012 ATAP2013
ASEM2014
Kedelai
Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/kg
Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
56 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Sektor Industri Pengolahan diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan I2015.Produksi industri pengolahan CPO
terus meningkat, meskipun tidak setinggi tahun 2014, seiring beroperasinya pabrik pengolahan (refinery) di Sulawesi
Barat. Hasil survei industri menengah kecil (IMK) melambat7,49%(yoy) pada triwulan IV 2014, dibandingkan triwulan III
2014 (-12,02%; yoy). Sementara hasil survei industri besar sedang (IBS) melambat1,09% (yoy) pada triwulan IV2014,
dibandingkan triwulan III2014 (4,78%; yoy).
Sektor Jasa-jasa diprakirakan akan meningkatpada triwulan I 2015, seiring optimalisasi penyerapan belanja
daerah.Sektor jasa-jasa di dalamnya termasuk belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja hingga triwulan IV2014 terus
meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mencapai 91,0%, sementara realisasi pendapatan melebihi target atau
mencapai 101,22%. Dengan perkembangan tersebut, berdasarkan pola historisnya, diperkirakan pada kuartal pertama
akan terealisasi 16,5%.Selain itu juga transfer dana dari pusat diperkirakan juga menambah belanja fiskal daerah.
6.2. Prospek Inflasi
Dengan asumsi perkembangan harga tidak berubah, yaitu harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun, maka
diperkirakan laju inflasi Sulbar tahun 2015melambat dalam rentang 3,0% - 4,0% (yoy). Adapun Bank Indonesia
senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah koordinasi
akan dilakukan, untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak tidak
langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, namun
dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah),
tekanan inflasi diperkirakan akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang
dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulbar maupun TPID di
tingkat kabupaten/kota. TPID Provinsi Sulbar melakukan pemantauan harga yang berlakudi pasar tradisional setelah
pemerintah pusat menurunkan harga bahanbakar minyak (BBM). TPID melakukan pemantauan lebih awal terhadap
perkembangan harga sembilan bahan pokok untuk memastikan hargajual sembako terpengaruh dampak harga BBM
ataukah karena faktor stok. Kegiatan pemantau harga tersebut, juga dilakukan di setiap kabupaten.
Kenaikan inflasi volatile foodperlu diwaspadai. Produksi padi akan terancam, seiring terjadinya gagal panen karena
sebagaian besar lahan pertanian di Sulbar belum terairi oleh irigasi teknis. Hingga Februari 2015, inflasi kelompok bahan
makanan yang mencerminkan inflasi volatile food mengalami kenaikan 7,12% (yoy).
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Blommberg
Grafik 6.10. Fan Chart Inflasi Sulawesi Barat Grafik 6.11. Harga Internasional Emas
Inflasi inti diperkirakan stabil.Konsumsi masyarakat yang masih relatif kuat, perlu diimbangi dengan ketersediaan barang
yang memadai18
, sehingga akan mendorong ekspektasi yang positif kepada konsumen dan pedagang. Tren perkembangan
harga emas juga cenderung stabil. Harga emas terkoreksi menjadi US$ 1.208,9 per troy oz atau masih turun3,1% (yoy)
dari akhir2014 (-5,7%; yoy).
18
Ketersediaan stok beras Bulog Sulselbar memadai sampai dengan 10 (sepuluh) bulan ke depan.
2
3
4
5
6
7
8
9
I III III IV I III III IV I III III IV I III III IV
2012 2013 2014 2015
%, yoy
2014:7,89%
2015:3,0% - 5,0%
2012 :3,28%
2013:5,91% -30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
1700
1800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Jan
2011 2012 2013 2014 2015
yoyUSD/troy onz
Emas g.Emas - sisi kanan
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 57
Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Barat
IV Total IP Total
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 4,26 5,07 5,69 4,88 5,03 4,8 - 5,8 5,8 - 6,8
Konsumsi LNPRT 9,35 4,61 7,55 5,45 13,80 11,9 - 12,9 13,3 - 14,8
Konsumsi Pemerintah 6,73 4,37 3,85 16,98 6,95 5,5 - 6,5 7,5 - 8,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 14,64 7,23 11,84 (0,76) 6,32 7,7 - 8,7 8,6 - 9,6
Ekspor 5,73 2,65 8,86 31,95 19,53 13,8 - 14,8 15,1 - 16,1
Impor (6,63) (1,26) 9,00 20,95 12,08 9,3 - 10,3 10,4 - 11,4
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8,39 7,32 5,71 3,44 6,00 2,9 - 3,9 5,3 - 6,3
Pertambangan dan Penggalian 12,13 11,77 10,60 20,55 8,04 9,4 - 10,4 10,5 - 11,5
Industri Pengolahan 14,90 6,79 7,09 56,06 35,92 34,2 - 35,2 20,7 - 21,7
Pengadaan Listrik, Gas 12,84 17,27 13,32 1,09 9,64 12,8 - 13,8 9,9 - 10,9
Pengadaan Air 27,00 12,38 12,76 10,02 6,46 11,3 - 12,3 8,4 - 9,4
Konstruksi 9,95 7,74 10,09 2,83 8,11 6,8 - 7,8 9,6 - 10,6
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,08 7,71 8,15 4,03 7,10 7,4 - 8,4 7,6 - 8,6
Transportasi dan Pergudangan 8,10 5,39 6,37 10,73 7,39 5,5 - 6,5 6,7 - 7,7
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15,85 7,49 7,61 4,98 6,53 4,2 - 5,2 5,5 - 6,5
Informasi dan Komunikasi 9,09 9,89 11,11 9,51 7,20 7,2 - 8,2 7,6 - 8,6
Jasa Keuangan 20,75 15,53 5,81 6,70 3,35 4,1 - 5,1 3,5 - 4,5
Real Estate 5,03 2,79 4,38 3,60 4,14 8,0 - 9,0 7,5 - 8,5
Jasa Perusahaan 14,79 6,83 7,16 (2,08) 3,01 1,8 - 2,8 2,9 - 3,9
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 19,05 20,37 7,15 16,78 4,19 5,4 - 6,4 5,6 - 6,6
Jasa Pendidikan 18,01 16,77 6,94 10,71 4,02 3,7 - 4,7 5,3 - 6,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16,68 16,59 5,63 15,62 6,05 9,6 - 10,6 7,6 - 8,6
Jasa lainnya 5,13 9,27 6,72 10,69 8,92 10,8 - 11,8 9,6 - 10,6
PDRB 10,73 9,25 6,94 10,90 8,73 7,8 - 8,8 8,0 - 9,0
Inflasi 4,91 3,28 5,91 7,89 7,89 5,8 - 6,8 3,0 - 4,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi dan
Inflasi Provinsi Sulsel201320122011
2014 2015P
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN
58 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 59
LAMPIRAN
Lampiran
A. Daftar Istilah
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
LAMPIRAN
60 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Istilah Keterangan
nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
LAMPIRAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 61
Istilah Keterangan
Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu terhadap satu bulan
sebelumnya
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah
LAMPIRAN
62 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan IV 2014
Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan
Istilah Keterangan
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional
Yield Imbal hasil
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember)
Yuan Mata uang Tiongkok