Post on 07-Feb-2016
1
Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control
Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction
Pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
Ni Made Isti Paramita Sari
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya
istiparamita@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran antara gaya hidup hedonisme dan locus of control
(internal locus of control dan external locus of control) dalam menjelaskan kecenderungan shopping
addiction pada remaja putri Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya. Sampel penelitian adalah remaja putri yang berusia 18 hingga 22 tahun,
berstatus sebagai mahasiswi psikologi, dan memiliki kesenangan untuk melakukan aktivitas
berbelanja sejumlah 103 orang. Metodologi penelitian menggunakan kuantitatif korelasional. Data
dianalisis dengan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme,
internal locus of control dan external locus of control memiliki peran secara simultan dalam
menjelaskan kecenderungan shopping addiction. Jika dilihat hubungan masing-masing variabel bebas
secara parsial, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup hedonisme dan external locus of
control dapat menjelaskan terjadinya kecenderungan shopping addiction. Efek parsial internal locus
of control menunjukkan adanya hubungan yang negatif terhadap kecenderungan shopping addiction
yang menandakan bahwa semakin tinggi tingkat dominansi internal locus of control, maka semakin
rendah terjadinya kecenderungan shopping addiction di kalangan remaja putri.
Kata kunci: gaya hidup hedonisme, locus of control, internal locus of control, external locus of
control, kecenderungan shopping addiction
ABSTRACT
This study was aimed to understand the role of hedonism life style and locus of control (internal
locus of control and external locus of control) to explain girl teenagers shopping addiction tendencies
at pshychology major social and political science of Brawijaya University. The samples of study were
103 girl teenagers on age 18 until 22 years old, have a status as pshycology student and like to do
shopping activity. Methodology of this study was correlational quantitative. Data were analyzed by
multiple linier regression. The summary of analysis showed that hedonism life style, internal locus of
control and external locus of control have significant effect on shopping addiction tendencies. Partial
effect of independent variable showed that life style hedonism and external locus of control have
significant effect of shopping addiction tendencies. Partial effect of internal locus of control on
shopping addiction tendencies were negative corelation, that showed the higher level of dominance of
internal locus of control, the lower tendency of shopping addiction happened on girl teenagers.
Keywords: life style of hedonism, locus of control, internal locus of control, external locus of control,
shopping addiction tendencies
2
PENDAHULUAN
Meningkatnya pendapatan perkapita di Indonesia merupakan suatu wujud keberhasilan dalam
pembangunan pada bidang ekonomi (Ekowati, 2009). Salah satu area bisnis yang menyebabkan
pendapatan perkapita meningkat adalah semakin banyaknya pembangunan mall atau shopping centre
di berbagai kota di Indonesia (Japarianto dan Sugiharto, 2011). Para konsumen disajikan dengan
berbagai informasi secara terus menerus terkait dengan produk-produk yang disajikan para produsen.
Informasi tersebut berupa iklan, tulisan, promosi langsung, maupun penjualan secara langsung bahkan
dengan menggunakan media gambar yang memiliki pesan tentang berbagai kegunaan dan keuntungan
dari produk (Widawati, 2011). Hasil survey Nielsen menempatkan negara Indonesia pada posisi
teratas sebagai negara dengan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi dibandingkan dengan negara-
negara lainnya (Gerald, 2013). Kelompok masyarakat yang menjadi target potensial dalam pemasaran
produk, baik produk dari perusahan lokal maupun internasional, adalah masyarakat yang berada pada
kelompok usia remaja (Mangkunegara, 2005).
Kelompok usia remaja merupakan kelompok usia yang sedang berada pada periode transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang melibatkan perubahan-
perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Pada masa-masa tersebut, para
remaja sedang berada pada tahap pencarian identitas sehingga mereka biasanya menciptakan sesuatu
yang berbeda, baik dari sisi pakaian, gaya rambut, cara berdandan, maupun bertingkah laku. Remaja
juga cenderung untuk memiliki keingintahuan yang lebih akan hal-hal yang baru sehingga mereka
tidak ragu untuk mencobanya (Sholihah dan Kuswardani, 2011). Selain itu, remaja biasanya mudah
dipengaruhi oleh rayuan iklan, mudah terpengaruh oleh perubahan, serta cenderung boros dalam
menggunakan uangnya (Sari, 2009).
Remaja, umumnya membeli sesuatu tidak berdasarkan kebutuhan, akan tetapi lebih mengarah pada
pemenuhan kebutuhan psikologis. Artinya, berbelanja (shopping) tidak hanya sekedar untuk
mendapatkan produk yang dinginkan, melainkan berbelanja (shopping) telah menjadi suatu aktivitas
yang sifatnya rekreasi untuk mendapatkan kepuasan, berupa motif-motif sosial dan personal (Ekowati,
2009). Dengan adanya tujuan tersebut, maka para remaja ingin menunjukkan bahwa mereka dapat
mengikuti mode atau fashion yang sedang tren dalam menunjang penampilan mereka dimuka publik
(Hurlock. 1999).
Kecenderungan berbelanja biasanya lebih banyak dilakukan oleh remaja putri yang berstatus
sebagai mahasiswi. Berdasarkan observasi awal, remaja putri dengan status mahasiswi Program Studi
Psikologi tergolong mengikuti mode atau fashion dan tren masa kini. Perilaku remaja putri Program
Studi Psikologi tersebut tidak terlepas dari karakteristik khas yang dimilikinya. Papalia, dkk. (2008)
menyebutkan bahwa karakteristik khas yang dimiliki oleh remaja putri dapat dilihat dari
perkembangannya secara fisik, perkembangan moral, pembentukan identitas diri, dan pembentukan
kepribadian yang berpengaruh terhadap perkembangan sosioemosional remaja putri.
Perkembangan secara fisik yang dialami oleh remaja putri Program Studi Psikologi menuntut
mereka memberikan perhatian yang besar terhadap penampilan, seperti menggunakan bermacam-
macam kosmetik, assesoris, parfum, sepatu dan pakaian-pakaian menarik yang disesuaikan dengan
tren masa kini. Perkembangan moral dan perkembangan identitas diri membentuk remaja putri
Program Studi Psikologi untuk mementingkan persahabatan yang dilakukan melalui kerjasama,
seperti membeli assesoris, sepatu, maupun pakaian. Perkembangan kepribadian remaja putri lebih
menunjukkan adanya konformitas sosial dibandingkan dengan remaja putra. Sama halnya dengan
remaja putri Program Studi Psikologi, ketika berpenampilan menarik maka mereka akan lebih mudah
untuk diterima di lingkungannya. Monk, dkk. (2002) menjelaskan bahwa penampilan merupakan aset
yang paling penting bagi seorang remaja putri karena dengan berpenampilan menarik dan mengikuti
tren masa kini membuat mereka merasa lebih percaya diri sehingga mudah diterima oleh lingkungan
3
sekitarnya, terutama teman-teman sebaya. Dengan adanya fenomena tersebut diduga dapat
mendorong terjadinya kecenderungan shopping addiction pada remaja putri.
Menurut Edwards (1993) shopping addiction merupakan suatu aktivitas berbelanja yang bersifat
abnormal, dimana konsumen memiliki kekuatan yang kuat, tidak terkontrol, kronis, dan adanya
keinginan berulang untuk berbelanja. Para pelaku shopping addiction cenderung tidak mampu
mengendalikan keinginannya atau mengontrol dirinya untuk berbelanja (shopping) sehingga akan
melakukan apa saja secara berulang dan terus menerus agar keinginannya dapat terpenuhi, dan
mereka juga tidak mampu untuk mengontrol diri (Moeljosoedjono, 2008).
Shopping addiction dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Siregar (2010) shopping
addiction disebabkan oleh faktor yang berasal dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. Jika dilihat
dari faktor diri sendiri, pelaku shopping addiction biasanya memiliki kebutuhan emosi yang tidak
terpenuhi. Mereka merasa kurang percaya diri dan tidak dapat berpikir positif tentang dirinya sendiri
sehingga beranggapan bahwa belanja bisa membuat dirinya lebih baik.
Dari faktor keluarga, orang tua yang membiasakan anaknya menerima uang atau barang-barang
secara berlebihan, secara tidak langsung mendidik anaknya menjadi konsumtif serta dapat
mempengaruhi kecenderungan anaknya untuk menjadi pelaku shopping addiction. Jika dilihat dari
faktor lingkungan pergaulan, memiliki teman yang hobi berbelanja dapat menimbulkan rasa ingin
meniru dan memiliki apa yang dimiliki juga oleh temannya, sehingga dapat memicu terjadinya
kecenderungan shopping addiction.
Salah satu aspek kehidupan manusia yang diduga dapat mendorong terjadinya kecenderungan
dalam berperilaku shopping addiction adalah gaya hidup. Kotler (2001) berpendapat bahwa gaya
hidup adalah pola interaksi seseorang yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat
seseorang. Siregar (Masmuadi, 2007) menambahkan bahwa gaya hidup yang terjadi pada remaja tidak
hanya ditentukan oleh faktor usia, kelompok sosial, akan tetapi lebih mengarah pada latar belakang
sosial budaya, dimana mereka berada. Salah satu gaya hidup yang umumnya banyak ditemukan di
kalangan remaja adalah gaya hidup hedonisme.
Menurut Salam (2002) hedon artinya kesenangan (pleasure). Prinsip hedonisme ini menganggap
bahwa hal yang baik merupakan sesuatu yang mendatangkan kesenangan, sedangkan sesuatu yang
mendatangkan kesusahan, penderitaan, atau tidak menyenangkan merupakan hal yang tidak baik.
Seseorang yang menganut prinsip hedonisme menjadikan kesenangan sebagai tujuannya hidupnya.
Kecenderungan gaya hidup hedonisme yang biasanya dilakukan oleh remaja yang berstatus
mahasiswa, seperti lebih banyak mengisi waktu luang di mall atau shopping centre, memiliki
sejumlah barang dengan merek-merek tertentu dan prestisius serta cenderung untuk mengikuti mode
yang sedang tren (Martha dan Setyawan, 2010). Dengan adanya kecenderungan gaya hidup
hedonisme tersebut memicu remaja untuk mempersepsikan bahwa individu lainnya sebagai sosok
yang human having.
Human having adalah seseorang yang mempersepsikan orang lain berdasarkan apa yang
dimilikinya (Rema, 2012). Akibatnya, seseorang tersebut akan merasa kekurangan secara terus
menerus, serta selalu diliputi oleh perasaan cemas. Ditambah lagi dengan iklan-iklan yang
ditampilkan oleh berbagai media masa bahwa dengan gaya hidup yang hedonis dan konsumtif akan
mampu mengobati stress.
Dalam melakukan aktivitas berbelanja (shopping), keputusan membeli seorang remaja yang
mengalami kecenderungan berperilaku shopping addiction diduga dibentuk melalui variabel eksternal
(reinforcement) maupun variabel internal (proses kognitif). Kedua faktor kendali tersebut merupakan
bagian dari locus of control.
4
Hjele dan Ziegler (Santoso, 2005) menjelaskan bahwa locus of control diartikan sebagai persepsi
seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan. Locus of
control terdiri atas dua jenis, yaitu internal locus of control dan external locus of control.
Internal locus of control adalah faktor pengendali atas diri yang merupakan akibat dari perilaku
dan tindakannya sendiri, sedangkan external locus of control merupakan faktor pengendali atas diri
yang berada di luar kontrol dirinya, seperti kekuasaan orang lain, kesempatan, dan nasib (Pinasti,
2011). Menurut Lefcourt dan Petri (Widawati, 2011) seseorang yang tergolong dalam external locus
of control memiliki ciri, seperti memiliki sifat patuh, lebih nyaman terhadap otoritas atau pengaruh-
pengaruh yang ada, dan lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain. Seseorang
dengan internal locus of control memiliki ciri-ciri, seperti lebih mandiri, lebih tahan dalam
menghadapi pengaruh sosial, lebih mampu menunda pemuasan, tidak mudah terpengaruhi, serta lebih
aktif dan ulet dalam mencari dan menggunakan informasi yang relevan untuk menguasai keadaan.
Kedua aspek locus of control tersebut tidak bersifat statis tetapi dapat berubah, individu yang
berorientasi internal dapat berubah menjadi individu yang berorientasi eksternal, begitu pula
sebaliknya (Arifin dan Rahayu, 2007). Hal tersebut disebabkan oleh situasi dan kondisi yang
menyertainya, yaitu di tempat individu tinggal dan sering melakukan aktivitasnya (Kresnawan, 2010).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Widawati (2011), menjelaskan bahwa produk yang
ditawarkan belum tentu mempengaruhi perasaan dan emosi konsumen dalam melakukan proses
pembelian, bahkan mereka konsisten untuk tetap melakukan pembelian pada barang yang telah
direncanakan semula.
Dengan melihat fenomena serta paparan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
mendalam mengenai: Peran Gaya Hidup Hedonisme dan Locus of Control Dalam Menjelaskan
Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
HIPOTESIS
1. Ha1: Terdapat peran simultan yang signifikan antara gaya hidup hedonisme, internal locus of
control, dan external locus of control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction
pada Remaja Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya.
2. Ha2: Terdapat peran parsial yang signifikan pada gaya hidup hedonisme dalam menjelaskan
kecenderungan shopping addiction.
3. Ha3: Terdapat peran parsial yang signifikan pada internal locus of control dalam menjelaskan
kecenderungan shopping addiction.
4. Ha4: Terdapat peran parsial yang signifikan pada external locus of control dalam menjelaskan
kecenderungan shopping addiction.
METODE
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian korelasional.
Metode penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauhmana variasi pada satu variabel
berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefesien korelasi, dimana
variabel benar-benar diukur bukan dimanipulasi (Azwar, 2013).
5
Variabel Penelitian
Variabel independent (bebas) pada penelitian ini adalah gaya hidup hedonisme, internal locus of
control, dan external locus of control. Sedangkan variabel dependent (terikat) adalah kecenderungan
shopping addiction.
Subjek
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang berstatus sebagai
mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Brawijaya. Sampel untuk penelitian ini berjumlah 103 orang perempuan dengan individu yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Remaja putri.
b. Berusia 18 hingga 22 tahun.
c. Berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
d. Memiliki kesenangan untuk melakukan aktivitas belanja (shopping)
Alat Ukur
1. Gaya Hidup Hedonisme
Skala gaya hidup hedonisme akan peneliti susun berdasarkan konsep teori gaya hidup yang
dikemukakan oleh Kotler dan Amstrong (2008), dimana aspek-aspek gaya hidup digabungkan dengan
karakteristik-karakteristik hedonisme. Skala ini terdiri atas 30 aitem yang disusun berdasarkan tiga
dimensi yang disertai dengan penjelasannya.
Tabel 1. Dimensi, dan Indikator Perilaku Gaya Hidup Hedonisme
No Dimensi Indikator Perilaku
1 Activities
(aktivitas/kegiatan)
- Mengejar modernitas fisik.
- Menghabiskan banyak uang berapa pun yang dimiliki.
2 Interest (minat dan
kepentingan)
- Memenuhi banyak keinginan spontan yang muncul
- Memandang hidup sebagai sesuatu yang instan dengan
melakukan rasionalisasi atau pembenaran dalam memenuhi
kesenangan tersebut
3 Opinion (pendapat) - Memiliki anggapan bahwa dunia sangat membencinya ketika
sebuah masalah berat muncul
- Memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-rata yang tinggi
2. Locus of Control
Skala locus of control yang peneliti gunakan pada penelitian ini menggunakan skala
multidimensional locus of control yang dikembangkan oleh Levenson, dimana skala ini telah dialih
bahasa terlebih dahulu oleh Liestiorini. Skala ini peneliti gunakan sebagai salah satu instrumen
penelitian dengan alasan bahwa validitas dan reliabilitas dari skala tersebut tergolong baik. Skala ini
terdiri atas 24 aitem. Berikut merupakan dimensi dan indikator perilaku dari locus of control.
6
Tabel 2. Variabel, Dimensi dan Indikator Perilaku Locus of Control
Variabel Dimensi Indikator Perilaku
Internal
locus of
control
faktor
internalisasi
kenyakinan bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya
dapat dikontrol oleh dirinya sendiri, seperti usaha dan
kemampuannya sendiri
External
locus of
control
eksternal
power full
other
individu yang meyakini bahwa kejadian-kejadian di dalam
hidupnya dan peristiwa yang mereka ditentukan oleh
orang lain yang berkuasa
eksternal
chance
individu yang bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya
ditentukan oleh nasib, keberuntungan, kesempatan dan
kondisi-kondisi diluar pengendaliannya serta adanya
kesempatan
3. ShoppingAddiction
Skala shopping addiction ini yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala shopping
addiction yang dikembangkan oleh Elizabeth E. Edwards dari Michigan University. Peneliti
menggunakan skala shopping addiction yang telah dialih bahasa dalam bahasa Indonesia atau telah
diadaptasi oleh Hamanda Kesumaratih Moeljosoedjono dengan dibantu oleh penerjemah tersumpah
resmi, yaitu Rudy Palenkahu. Skala ini terdiri atas 13 aitem yang disusun berdasarkan lima dimensi
yang disertai dengan penjelasannya.
Tabel 3. Dimensi dan Indikator Perilaku Shopping Addiction
Dimensi Indikator Perilaku
Tendency to spend sebagian besar mengarah pada kecenderungan seseorang untuk
melakukan aktivitas berbelanja dan menghabiskan uang dengan
sering, dimana ada episode tertentu pada aktivitas berbelanjanya
Drive to spend mendeskripsikan tentang adanya dorongan, preokupasi
(pemusatan pikiran pada satu hal tertentu), kompulsif (dilakukan
secara berulang-ulang) dan adanya perilaku impulsif dalam
berbelanja
Feelings about
shopping
mendeskripsikan seberapa besar seseorang menikmati aktivitas
berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk berbelanja
Dysfunctional
spending
mendeskripsikan bahwa disfungsinya lingkungan dapat
menyebabkan atau menggiring seseorang untuk melakukan
aktivitas berbelanja dan menghabiskan waktunya untuk
berbelanja
Post-purchase guilt menjelaskan bahwa ada perasaan menyesal dan pengalaman yang
memalukan setelah melakukan aktivitas berbelanja.
Metode Analisis
Analisis yang dilakukan bertujuan untuk melakukan uji hipotesis. Berdasarkan desain penelitian
dan tujuan yang akan dicapai, peneliti menggunakan analisis regresi berganda dengan Uji F untuk
analisis simultan dan Uji T untuk analisis parsial.
7
HASIL
1. Dengan menggunakan uji F diketahui nilai Fhitung adalah 17.345. Jika dibandingkan dengan Ftabel
sebesar 2.693, maka nilai Fhitung > Ftabel. Berdasarkan hasil olah data menggunakan SPSS 16.0
dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.000 yang lebih kecil dari α (0.05). Oleh karena itu,
Ho1 ditolak dan Ha1 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran simultan
yang signifikan antara gaya hidup hedonisme dan locus of control dalam menjelaskan terjadinya
kecenderungan perilaku shopping addiction pada Remaja Putri Program Studi Psikologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Berdasarkan uji regresi linier berganda yang
telah dilakukan, maka model persamaan regresi yang didapatkan berdasarkan hasil penghitungan
adalah sebagai berikut.
Keterangan :
Y = shopping addiction
X1 = gaya hidup hedonisme
X2 = internal locus of control
X3 = external locus of control
2. Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar 3.463. Jika dibandingkan
dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil olah data
menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.001 yang lebih kecil dari
α (0.05). Oleh karena itu, Ha2 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran
parsial yang signifikan pada gaya hidup hedonisme dalam menjelaskan shopping addiction,
dimana semakin tinggi tingkat perilaku gaya hidup hedonisme, maka semakin tinggi pula
kecenderungan terjadinya perilaku shopping addiction.
3. Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar -1.313. Jika dibandingkan
dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil olah data
menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.192 yang lebih besar dari
α (0.05). Namun, tanda negatif yang diperoleh dari thitung menandakan adanya hubungan yang
negatif. Dengan demikian, Ha3 ditolak sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat
peran parsial yang signifikan pada internal locus of control dalam menjelaskan shopping
addiction.
4. Berdasarkan tabel uji t, maka dapat diketahui bahwa thitung sebesar 4.260. Jika dibandingkan
dengan ttabel yang sebesar 1.660, maka nilai thitung > ttabel. Berdasarkan hasil olah data
menggunakan SPSS 16.0 dapat diketahui nilai signifikansinya adalah 0.000 yang lebih kecil dari
α (0.05). Oleh karena itu, Ha4 diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat peran
parsial yang signifikan pada external locus of control dalam menjelaskan shopping addiction,
dimana semakin tinggi tingkat external locus of control.
Y = 15.398 + 0.234 X1 + (-0.129 ) X2 + 0,189 X3
8
PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai peran antara gaya hidup
hedonisme dan locus of control (internal locus of control dan external locus of control)
terhadap kecenderungan shopping addiction pada remaja putri di Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
1. Peran Simultan Antara Gaya Hidup Hedonisme, Intermal Locus of Control dan External
Locus of Control Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction Pada Remaja
Putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya.
Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan
program software SPSS versi 16, maka diperoleh hasil bahwa peran gaya hidup hedonisme dan
locus of control secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh terhadap terjadinya
kecenderungan perilaku shopping addiction. Peran secara bersama-sama (simultan) ini dapat
dilihat dari nilai R square, yaitu sebesar 0.345. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup
hedonisme, internal locus of control dan external locus of control memiliki peran atau pengaruh
secara bersama-sama (simultan) sebesar 34.5% untuk menunjang terjadinya kecenderungan
seorang remaja putri dalam shopping addiction. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 65.5%
dipengaruhi oleh faktor lainnya, dimana faktor ini tidak diamati dalam penelitian ini. Artinya
bahwa semakin tinggi tingkat gaya hidup hedonisme dan external locus of control, dimana
semakin rendah tingkat internal locus of control, maka kecenderungan untuk terjadinya perilaku
shopping addiction semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat gaya hidup hedonisme
dan external locus of control, dimana semakin tinggi tingkat internal locus of control, maka
kecenderungan untuk terjadinya perilaku shopping addiction semakin rendah.
Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya kecenderungan perilaku shopping
addiction terkait dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh remaja putri.
Karakteristik psikologis tersebut seperti tingkat konformitas pada teman-teman sebayanya, dalam
hal ini teman-teman dalam lingkungan kampus, dan harga diri. Masa remaja merupakan masa
dimana seseorang mengalami perubahan dalam berbagai aspek, yaitu aspek biologis, kogntif, dan
sosio-emosional (Santrock, 2007). Dengan terjadinya perubahan-perubahan dalam berbagai
aspek tersebut, maka memicu seorang remaja, khususnya remaja perempuan, untuk melakukan
kecenderungan berperilaku shopping addiction. Hal ini berkaitan dengan karakteristik remaja
dalam meningkatkan kualitas eksistensial diri mereka, dimana eksistensial diri tersebut
dipengaruhi oleh pencarian identitas diri yang mereka lakukan (Rahma dan Reza, 2013). Salah
satunya adalah dengan melakukan konformitas terhadap teman-teman sebayanya.
Morgan, King dan Robinson (Wardhani, 2009) mengatakan bahwa konformitas berkaitan
dengan kecenderungan individu untuk mengubah pandangan atau perilakunya, dengan tujuan
untuk melakukan penyesuaian diri terhadap tuntutan norma sosialnya. Remaja putri cenderung
lebih banyak melakukan konformitas terhadap teman sebayanya sehingga tidak mengherankan
jika teman sebaya memiliki pengaruh yang tinggi terhadap diri mereka (Hotpascaman, 2009).
Tujuannya adalah untuk menjaga harmonisasi, mencapai persetujuan, dan penerimaan secara
sosial (Rice (Wardhani 2009)). Dengan demikian, remaja putri dapat meningkatkan pandangan
teman-teman sebaya mengenai dirinya dan diakui eksistensinya sebagai bagian dari suatu
kelompok pertemanan sehingga mereka rela untuk menghabiskan uangnya untuk berbelanja
(shopping) barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.
9
Segala barang-barang yang mereka beli sebenarnya juga mereka gunakan sebagai upaya untuk
meningkatkan citra atau image tentang dirinya yang berisikan gambaran mengenai bagaimana
setiap remaja mempersepsikan dirinya (Zebua dan Nurdjayadi, (Wardhani, 2009)). Dalam hal ini,
remaja putri juga mencoba untuk menampilkan dirinya secara fisik. Penampilan secara fisik
justru membuat mereka menjadi lebih sensitif sehingga terkadang membuat mereka merasa
rendah diri. Oleh karena itu, mereka mencari berbagai cara untuk meningkatkan harga dirinya.
Salah satunya adalah dengan berpenampilan yang menarik. Hal ini disebabkan karena kecantikan
dan berpenampilan menarik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari diri remaja putri
sehingga mereka cenderung lebih banyak melakukan aktivitas berbelanja (shopping). Aktivitas
tersebut mereka lakukan agar mereka merasa bahwa dirinya dihargai dan dibutuhkan sehingga
citra mengenai diri mereka akan lebih tinggi. Dengan keterkaitan tersebut, maka tidak
mengherankan jika beberapa faktor lain dari sisa sumbangan variabel X terhadap variabel Y,
yaitu sebesar 65.5% tersebut dapat mempengaruhi terjadinya kecenderungan berperilaku
shopping addiction.
2. Peran Parsial Pada Gaya Hidup Hedonisme Dalam Menjelaskan Kecenderungan Shopping
Addiction
Gaya hidup hedonisme merupakan gaya hidup yang mengutamakan kesenangan dan
kenikmatan dalam tujuan hidupnya. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa gaya hidup
hedonisme memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction
pada remaja perempuan, dalam hal ini adalah remaja putri di Program Studi Psikologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Pengaruh ini dapat dilihat berdasarkan hasil
dari uji statistik yang telah peneliti lakukan dengan menggunakan uji t. Berdasarkan uji tersebut
diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi gaya hidup hedonisme terhadap kecenderungan perilaku
shopping addiction tidak lebih dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa seorang remaja putri
yang menerapkan gaya hidup hedonisme pada kehidupannya sehari-hari, maka cenderung akan
mempengaruhinya dalam melakukan perilaku shopping addiction. Terjadinya kecenderungan
shopping addiction ini juga tidak lepas dari karakteristik gaya hidup hedonisme, seperti
cenderung suka untuk mencari perhatian, cenderung impulsive, kurang rasional, mudah
dipengaruhi, memenuhi banyak keinginan spontan yang muncul, mengejar modernitas fisik, dan
sebagainya.
Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa mayoritas dari subjek penelitian terkadang menerapkan
gaya hidup hedonisme dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini terlihat dari mayoritas subjek
penelitian masuk pada kategori sedang dengan jumlah sebesar 98 subjek atau sekitar 95.14%.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa remaja putri di Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya menerapkan perilaku gaya hidup hedonisme dalam
kehidupannya sehari-hari walaupun tidak sering. Ketidakseringan tersebut juga dapat disebabkan
karena adanya pengaruh dari aspek keuangan yang dimiliki remaja. Remaja putri dengan rentang
usia 18 hingga 22 tahun rata-rata masih tergolong berstatus remaja putri dan belum memiliki
penghasilan tetap sendiri sehingga masih sangat tergantung dengan uang pemberian dari orang
tua (Sholihah dan Kuswardani, 2011). Meski demikian, gaya hidup hedonisme tetap memiliki
peran yang cukup tinggi untuk membentuk kecenderungan remaja putri melakukan perilaku
shopping addiction.
Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, maka penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sholihah dan Kuswardani (2011). Dalam penelitian tersebut
dijelaskan bahwa gaya hidup hedonisme yang diterapkan oleh subjek penelitian, yaitu Siswa
10
SMA Negeri X, dalam kehidupan sehari-harinya tergolong rendah. Namun, gaya hidup
hedonisme pada penelitian tersebut memiliki korelasi yang positif dengan perilaku konsumtif
terhadap ponsel ketika disandingkan dengan konformitas teman sebaya.
3. Peran Parsial Pada Internal Locus of Control Dalam Kecenderungan Perilaku Menjelaskan
Kecendrungan Shopping Addiction
Hipotesis ketiga yang berbunyi terdapat peran parsial yang signifikan pada internal locus of
control dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction, dimana semakin tinggi tingkat
internal locus of control, maka semakin rendah kecenderungan perilaku shopping addiction,
sebaliknya semakin rendah tingkat internal locus of control, maka semakin tinggi pula
kecenderungan perilaku shopping addiction tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansinya yang melebihi α (0.05). Nilai signifikansi tersebut adalah 0.192. Meski demikian,
antara internal locus of control dan kecenderungan perilaku shopping addiction tetap berkorelasi
negatif. Hal ini masih sesuai dengan hipotesis penelitian.
Pengaruh negatif ini menandakan adanya suatu pengaruh yang berbanding terbalik. Artinya,
jika seorang remaja putri memiliki orientasi internal locus of control yang lebih dominan, maka
kecenderungan seorang remaja putri untuk melakukan kecenderungan shopping addiction akan
semakin rendah. Hal ini bisa dilihat dari hasil penghitungan uji t yang telah peneliti lakukan,
dimana nilai thitung < ttabel (-1.313 < 1.660). Meski terdapat pengaruh negatif, namun pengaruh
internal locus of control terhadap shopping addiction tidak signifikan, dimana nilai signifikansi
melebihi nilai α (0.05), yaitu 0.192 > 0.05. Hal ini dapat terjadi karena locus of control bukanlah
suatu konsep yang bersifat tipologik, akan tetapi berupa konsep yang kontinum atau dapat
dikatakan bahwa locus of control tidak bersifat statis. Artinya, orientasi locus of control dapat
berubah dengan cepat sesuai dengan peristiwa yang sedang dialaminya saat itu. Ditambah lagi
dengan karakteristik remaja putri yang lebih emosional.
4. Peran Parsial Pada External Locus of Control Dalam Kecenderungan Perilaku
Menjelaskan Kecenderungan Shopping Addiction
Hipotesis keempat terbukti, dimana dijelaskan bahwa external locus of control memiliki
pengaruh secara parsial terhadap terjadinya kecenderungan shopping addiction, semakin tinggi
tingkat external locus of control, maka semakin tinggi pula kecenderungan shopping addiction,
sebaliknya semakin rendah tingkat external locus of control, maka semakin rendah pula
terjadinya kecenderungan perilaku shopping addiction. Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai
signifikansinya. Nilai signifikansi dari external locus of control adalah sebesar 0.000. Nilai ini
tentu tidak melebihi dari α (0.05).
Individu dengan orientasi external locus of control dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu individu yang meyakini bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya dan
peristiwa yang mereka ditentukan oleh orang lain yang berkuasa (powerfull) dan individu yang
bahwa kejadian-kejadian di dalam hidupnya ditentukan oleh nasib, keberuntungan, dan kondisi-
kondisi diluar pengendaliannya serta adanya kesempatan (chance) (Kresnawan, 2010).
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, remaja putri di Program Studi Psikologi FISIP UB
sebagian besar memiliki orientasi external locus of control di tingkat sedang, yaitu sebanyak 78
orang atau sekitar 75.73%. Sedangkan remaja putri yang memiliki orientasi external locus of
11
control pada tingkat rendah dan tinggi masing-masing berjumlah 17 dan 8 orang atau sekitar
16.50% dan 7.77%.
Meski jumlah subjek hanya berada pada tingkat sedang, akan tetapi external locus of control
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya perilaku shopping adiction. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widawati (2011). Pada hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa mereka yang memiliki orientasi external locus of control yang
lebih dominan lebih mudah terstimulasi oleh faktor diluar dirinya, sehingga peran keluarga,
teman, saran ahli, iklan, tampilan kemasan produk, dan sampel produk menjadi determinan
tingkah dalam melakukan perilaku membeli.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Gaya hidup hedonisme, internal locus of control dan external locus of control memiliki peran
secara bersama-sama (simultan) dalam menjelaskan kecenderungan shopping addiction pada
subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai mahasiswi Program
Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
2. Gaya hidup hedonisme berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan shopping
addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai
mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya.
3. Internal locus of control tidak berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan
shopping addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus
sebagai mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya. Meski demikian, internal locus of control tetap memiliki hubungan yang negatif
dengan terjadinya kecenderungan shopping addiction.
4. External locus of control berperan secara parsial dalam menjelaskan kecenderungan shopping
addiction pada subjek remaja putri dengan usia 18 hingga 22 tahun yang berstatus sebagai
mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diperoleh, maka peneliti dapat
memberikan beberapa saran pada beberapa aspek, diantaranya:
1. Saran Metodologis
a. Bagi peneliti pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan karakteristik
psikologis maupun faktor-faktor demografis lainnya sebagai variabel untuk menjelakan
terjadinya kecenderungan shopping addiction.
b. Penelitian selanjutnya yang menggunakan variabel gaya hidup hedonisme, locus of
control, dan shopping addiction dapat tetap menggunakan alat ukur ini karena memiliki
reliabilitas yang tergolong tinggi. Namun, sebelum digunakan harap dilakukan uji coba
kembali untuk menghindari heterogenitas dari karakter subjek.
12
2. Saran Praktis
a. Pada konsumen dengan kategori shopping addiction yang tinggi diharapkan agar
merencanakan segala sesuatunya sebelum melakukan proses pembelian. Selain itu,
diharapkan agar setiap mengalami kecemasana atas suatu peristiwa tidak menggunakan
aktivitas berbelanja sebagai penawarnya.
b. Keluarga memiliki peran yang penting bagi perkembangan seorang remaja putri dalam
segala aspek. Jika keluarga telah mengajarkan untuk bergaya hidup hedonisme sejak dini,
maka seorang remaja putri akan mengikuti pola tingkah laku dari orang tuanya sehingga
orang tua harus benar-benar bisa mengajarkan pola hidup yang tepat demi kehidupannya
kelak.
c. Para remaja putri diharapkan mampu memilih pergaulan yang tepat sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh pergaulan yang telah terlebih dahulu menerapkan gaya hidup hedonisme
pada kehidupan mereka sehari-hari.
d. Remaja putri diharapkan agar selalu berusaha untuk lebih percaya diri akan kondisi dirinya
saat ini dengan cara lebih menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki sehingga
perilaku untuk mengikuti tren guna menutupi kekurangan diri dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. dan Rahayu I. T. (2007). Hubungan Antara Orientasi Religius, Locus of Control dan
Psychoogical Well-Being Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang. Jurnal Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Diakses melalui http://ejournal.uin-malang.ac.id tanggal 22 Januari 2013.
Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Edwards, E. A. (1993). Development of a New Scale Measuring Compulsive Buying Behavior.
Michigan: Michigan University Dept. Diakses melalui www.afcpe.org tanggal 22 Januari 2013.
Ekowati, T. (2009). Compulsive Buying : Tinjauan Pemasar dan Psikolog. Segmen Jurnal Manajemen
dan Bisnis No. 08 Januari 2009. Diakses melalui http://ejournal.umpwr.ac.id tanggal 4 Maret
2013.
Gerald, V. (2013). Fenomena Konsumtif Kelas Menengah Indonesia. (Online),
(http://www.shnews.co), diakses tanggal 5 Agustus 2013.
Hotpascaman. (2010). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas Pada
Remaja. Skripsi. Univeritas Sumatera Utara. Diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 6 Maret 2013
Hurlock, E. B. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
13
Japarianto, E. dan Sugiharto, S. (2011). Pengaruh Shopping Life Style dan Fashion
Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya.
Jurnal Manajemen Pemasaran, 6, 1, April 2011. Diakses melalui
http://repository.petra.ac.id 4 Maret 2013.
Kotler, P. (2001). Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta Erlangga.
Kresnawan, J. D. (2010). Hubungan Antara Locus of Control Dengan Strategi Coping Pada Santri
Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang. Diakses melalui http://lib.uin-malang.ac.id tanggal 8 Juli 2013.
Mangkunegara, A. (2005). Perilaku Konsumen. Bandung: Refika Aditama.
Martha, S. H. dan Setyawan, I. (2010). Correlation Among Self-Esteem with A Tendency Hedonist
Lifestyle of Students At Diponegoro University. Jurnal. Diakses melalui
http://www.eprints.undip.ac.id tanggal 27 Januari 2013.
Masmuadi, A. (2007). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis
Pada Remaja. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Diakses melalui http://psychology.uii.ac.id
tanggal 6 Maret 2013.
Moeljosoedjono, H. K. (2008). Attachment Style Pada Wanita yang Mengalami Shopping Addiction.
Skripsi. Universitas Indonesia. Diakses melalui http://digilib.ui.ac.id tanggal 7 Januari 2013.
Monk, F. J., dkk. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Papalia, D. E., dkk. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan.
Boston: McGraw-Hill.
Pinasti, W. (2011). Pengaruh Self-Efficacy, Locus of Control, dan Faktor Demografis
Terhadap Kematangan Karir Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses melalui
http://repository.uinjkt.ac.id tanggal 7 Juni 2013.
Rahma, F. A. dan Reza M. (2013). Hubungan Antara Pembentukan Identitas Diri Dengan
Perilaku Konsumtif Pembelian Merchandise Pada Remaja. Character, 01, 03, Tahun
2013. Diakses melalui (http://ejournal.unesa.ac.id), tanggal 5 Agustus 2013.
Rema, D. (2012). 7 Alasan Mengapa Wanita Suka Berbelanja. (Online),
(http://www.wolipop.detik.com), diakses tanggal 1 Februari 2013.
Salam, B. (2002). Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. C.I. Jakarta: Rineka Cipta.
14
Santoso, E. (2005). Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi dan Locus of Control Terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Menjelang Merger di PT Amarta Karya). Thesis. Diakses melalui
http://eprints.undip.ac.id tanggal 22 Januari 2013.
Santrok, J. W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sari, T. Y. (2009). Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri.
Skripsi. Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream tanggal 4 Maret 2013.
Sholihah, N. A. dan Kuswardani, I. (2011). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis dan Konformitas
Teman Sebaya Dengan Perilaku Konsumtif Terhadap Ponsel Pada Remaja. Jurnal
Psikohumanika, 4, 1. Diakses http://psikohumanika.setiabudi.ac.id tanggal 26 Februari 2013.
Siregar. (2010). Shopping Disorders. Majalah Gogirl.
Wardhani, M. D. (2009). Hubungan Antara Konformitas dan Harga Diri Dengan Perilaku Konsumtif
Pada Remaja Putri. Skripsi. Universitas Negeri Surabaya. Diakses melalui
http://eprints.uns.ac.id tanggal 7 Agustus 2013.
Widawati, L. (2011). Analisis Perilaku “Impulse Buying” dan “Locus of Control” Pada Konsumen di
Carrefour Bandung. Mimbar. XXVII, 2 (Desember 2011), 125-132. Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung. Bandung. Diakses melalui http://mimbar.lppm.unisba.ac.id tanggal
5 Maret 2013.