Post on 15-Dec-2015
description
Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan
solusio plasenta. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
atau di dekat ostium uteri internum. Prevalensi plasenta previa di negara
maju berkisar antara 0,26 - 2,00 % dari seluruh kehamilan. Angka kejadian
plasenta previa relatif tetap dalam tiga dekade yaitu rata-rata 0,36-0,37 %,
tetapi pada dekade selanjutnya angka kejadian meningkat menjadi 0,48 %,
mungkin disebabkan karena meningkatnya faktor risiko terjadinya
plasenta previa seperti umur ibu hamil semakin tua, kelahiran secara bedah
sesar, paritas yang tinggi serta meningkatnya jumlah abortus yang terjadi,
terutama abortus provokatus.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuzovic et al (2003) merupakan
sebuah studi kasus retrospektif yang dilakukan dalam jangka waktu 10
tahun yaitu antara Januari 1992 sampai dengan Desember 2001 yang
dilakukan pada Women’s Hospital, Zagreb University School of Medicine
yang merupakan pusat kesehatan tingkat tersier di Kroasia dengan angka
kelahiran 5000 – 6000 kelahiran per tahun. Plasenta previa memiliki
insidensi 204 kasus dengan 202 diantaranya adalah janin tunggal dan 2
merupakan kehamilan kembar (gemeli).
Dalam jangka waktu 10 tahun didapatkan 53.042 persalinan.
Kelompok kontrol terdiri dari 1.004 primigravida baik yang melahirkan
per vaginam maupun melalui sectio cesaria. Kriteria ekslusi meliputi
multigravida, plasenta previa maupun abnormalitas lain seperti plasenta
adherent, plasenta akreta, plasenta suksenturia, solusio plasenta), dan data
yang tidak lengkap. Kebenaran umur kehamilan dihitung dari hari pertama
haid terakhir dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan USG.
Penelitian ini menggunakan angka outcome meliputi usia ibu
hamil, riwayat obstetri, riwayat paritas, kecuali persalinan dengan sectio
sesar, riwayat abortus spontan atau provokatus, riwayat plasenta previa
sebelunya atau operasi uteri maupun anomali, riwayat penggunaan zat dan
obat-obatan terlarang saat hamil (merokok & narkotika), hubungan seks
saat masih anak-anak, presentasi patologis ( presbo, letak lintang, letak
oblique, data persalinan, dan data outcome neonatal ( umur kehamilan saat
persalinan, berat badan dan tinggi badan saat lahir, apgar scores, dan nilai
pH dari darah tali pusat.
Data dianalisis dengan menggunakan program STATISTICA versi
6.0 (StatSoft, Inc., Tulsa, OK, USA). Pasien dengan plasenta previa
dibandingkan dengan pasien tanpa plasenta previa.
Insidensi plasenta previa adalah 0,4 % di populasi tersebut. Angka
insidensi tersebut relatif tetap dari 1992 sampai 1998 (0,31%-0,4%)
namun terlihat sedikit meningkat pada 1999-2000 namun tidak signifikan
(0,6%)
Hasil penelitian tersebut tertera dalam tabel berikut ini
Usia berpengaruh terhadap peningkatan risiko terhadap
terbentuknya plasenta previa (p< 0,001). Usia > 34 tahun lebih sering
mengalami plasenta previa apabila dibandingkan dengan kelompok
kontrol dengan perbedaan sebesar 25.7% vs 13.6% secara signifikan .
Sebaliknya frekuensi lebih rendah ditemukan pada wanita berusia < 25
tahun dengan perbandingan (7.9% vs 26.3%)
Wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita paritas rendah. Risiko plasenta previa
meningkat seiring dengan banyaknya jumlah kehamilan sebelumnya.
Wanita grandemultipara memiliki risiko 7 kali lipat untuk mengalami
plasenta previa.
Wanita dengan riwayat sectio cessaria memiliki risiko 2 kali lipat.
Diantara ibu hamil yang mengalami plasenta previa terdapat frekuensi ibu
hamil dengan riwayat sectio cessaria lebih tinggi yang signifikan
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat sectio sebelumnya. Meskipun
tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah riwayat sectio
sebelumnya.
Riwayat abortus spontan/provokatus juga memiliki risiko yang
lebih besar secara signifikan untuk mengalami plasenta previa. Dengan
perbandingan 45.5% vs 23.0%, p<0.001. Semakin banyak jumlah riwayat
abortus baik itu spontan maupun provokatus semakin meningkatkan risiko
dengan nilai chi square 73.23, p<0.001
Plasenta previa berpengaruh terhadap tidak bisa masuknya bagian
terbawah janin ke dalam panggul, sehingga sering ditemukan janin dalam
keadaan malpresentasi. Pada penelitian ini letak janin yang patologis pada
plasenta previa ditemukan dalam frekuensi yang lebih tinggi dengan beda
yang signifikan sebesar 20.5 % vs 3.9%, p<0.001
Ibu hamil dengan plasenta previa memiliki frekuensi kelainan
uterin seperti septum uteri atau myoma uteri. Tidak ada hubungan antara
penyalahgunaan obat terlarang dengan terbentuknya plasenta previa. Pada
penelitian ini tidak ada bukti adanya penyalahgunaan obat terlarang
diantara pasien dengan plasenta previa. Sementara itu di kontrol grup
terdapat 0,2% wanita dengan penyalahgunaan obat seperti metadon dan
heroin.
Bukti adanya risiko yang meningkat setelah memiliki riwayat
plasenta previa tidak ditemukan pada penelitian ini.
Terdapat frekuensi perokok yang lebih rendah pada kelompok
eksperimental dibandingkan kelompok kontrol.Risiko untuk persalinan
preterm 14 kali lipat lebih tinggi pada kelompok plasenta previa 41.1% vs
4.8%, p<0.001. Namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada outcome
persalinan. Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengna plasenta previa
memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol 3,300 g vs 3,500 g, p<0.001
PEMBAHASAN
Dari penelitian ini didapatkan bahwa ada peningkatan risiko
terhadap plasenta previa pada ibu hamil dengan usia > 35 tahun.
Mekanisme sesungguhnya belum diketahui. Namun diduga bahwa
presentasi perubahan sklerotik pada arteri intramiometrium meningkat
seiring bertambahnya usia sehingga terjadi penurunan suplai darah pada
plasenta.
Jaringan parut pada uterus yang menjadi faktor predisposisi dari
tempat implantasi plasenta yang rendah belum diketahui secara pasti.
Namun hal ini ditunjukan dengan adanya jaringan parut mencegah migrasi
plasenta selama masa kehamilan pada fundus uteri yang kaya dengan.
Vaskularisasi. Hal ini mendukung bahwa insidensi plasenta previa lebih
tinggi secara signifikan pada awal usia kehamilan dibandingkan pada usia
kehamilan akhir.
Pengaruh adanya riwayat abortus baik spontan maupun provokatus
dibuktikan dengan adanya frekuensi yang lebih tinggi pada wanita dengan
riwayat abortus sebelumnya. Mekanisme abortus sebagai faktor
predisposisi terhadap plasenta previa dapat dijelaskan dengan adanya
kemungkinan jaringang parut pada endometrium selama abortus yang
berulang yang mencegah keberhasilan implantasi plasenta pada fundus
uteri.
Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa faktor obstetrik
yang menjadi predisposisi terbentuknya plasenta previa sangat penting
untuk tindakan pencegahan yang adekuat untuk para wanita. Para tenaga
medis harus dapat mengenal risiko plasenta previa pada wanita seperti usia
> 34 tahun, pernah hamil > 3 kali, pernah melahirkan > 2 kali, dan riwayat
abortus maupun sectio sebelumnya. Konseling harus dilakukan sesegera
mungkin saat diagnosis kehamilan ditegakkan, khususnya pada wanita
dengan ketaatan Antenatal care yang buruk. Pemantauan terhadap
kehamilan risiko tinggi terhadap plasenta previa ini dikhuduskan pada
pemeriksaan ultrasonografi dimanakah lokasi plasenta pada trimester
kedua kehamilan. Pengenalan awal dan pemantauan yang benar mencegah
terjadinya perdarahan antepartum yang masif.