Post on 12-Jan-2016
description
FAKTOR RISIKO PRESBIKUSIS PADA KELAS
SOSIO-EKONOMI MENENGAH
Presbikusis terutama melibatkan telinga bagian dalam dan saraf koklea, menyebabkan tuli
sensorineural. Faktor risiko meliputi penyakit sistemik dan kebiasaan buruk yang
menyebabkan kerusakan telinga bagian dalam dan menyebabkan presbikusis. Identifikasi
yang benar dari faktor risiko ini relevan terhadap pencegahan. Tujuan: Untuk mengevaluasi
prevalensi dan mengidentifikasi faktor-faktor risiko presbikusis pada sampel berusia di atas
40 tahun. Desain studi: serial kasus retrospektif. Subyek dan Metode: rekam medis dari 625
pasien. Presbikusis diidentifikasi menggunakan nada murni Audiometri, pidato audiometri
dan pengujian impedansi dari semua pasien. Hasil: Prevalensi presbikusis adalah 36,1%; usia
rata-rata adalah 50,5 tahun dengan rentang usia 40 sampai 86 tahun; 85,5% adalah laki-laki
dan 14,5% perempuan. Usia, jenis kelamin laki-laki, diabetes mellitus, dan keturunan
gangguan pendengaran diidentifikasi sebagai faktor risiko dari presbikusis. Penyakit
kardiovaskular, merokok dan konsumsi alkohol tidak terbukti sebagai faktor risiko, meskipun
hal ini sering disebut-sebut sebagai faktor risiko untuk presbikusis. Kesimpulan: presbikusis
memiliki beberapa faktor risiko, adapun penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor risiko
untuk penyakit ini.
PENDAHULUAN
Presbikusis (dari prébys Yunani = tua, dan ákousis = pendengaran) mengacu pada
hilangnya pendengaran terkait usia tanpa sebab yang jelas. Istilah tua atau usia mengacu
kepada orang-orang berusia 60 tahun atau lebih, seperti yang didefinisikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1984. The Brazilian Geographical and Statistical
Institute (Instituto Brasileiro de Geografia e Estatística atau IBGE) mendefinisikan kelas
sosial dan ekonomi menengah adalah dengan penghasilan bulanan rata-rata 7 hingga 15 gaji
minimum Brasil.
Menurut IBGE, jumlah orang berusia di atas 60 tahun tiga juta orang di tahun 1960
menjadi tujuh juta orang pada tahun 1975 dan 14 juta pada tahun 2002; terjadi peningkatan
500% selama periode 40 tahun. Setiap tahunnya, 650 ribu orang usia lanjut menjadi
1
penduduk Brasil. Proyeksi untuk 2024 menunjukkan bahwa akan terdapat 32 juta orang usia
lanjut di Brazil, sekitar 15% dari populasi; hal ini menempatkan Brasil berada di tempat
keenam dalam klasifikasi dunia negara-negara dengan populasi terbesar dari orang
tua. Terdapat beberapa studi epidemiologi tentang prevalensi presbikusis di Brasil.
Presbikusis ditandai dengan ditemukannya lesi histopatologi di telinga bagian dalam
dan saraf koklea, dan secara fungsional mengalami gangguan pendengaran atau tuli
sensorineural. Keadaan ini bermula pada dekade kelima kehidupan dan saat ini dianggap
sebagai penyebab paling sering dari gangguan pendengaran pada dewasa; hal ini
memperlihatkan bahwa timbulnya degenerasi pada sistem pendengaran dimulai sebelum awal
usia tua. Presbikusis meperlihatkan adanya kesulitan komunikasi, penarikan sosial, depresi
dan penurunan kualitas hidup menyebabkan masalah kesehatan yang signifikan, dan
mempengaruhi secara signifikan pada sistem kesehatan masyarakat.
Faktor risiko seperti penyakit sistemik dan kebiasaan yang buruk meningkatkan angka
kejadian presbikusis. Menurut literatur, faktor risiko yang dimaksud adalah jenis kelamin
pria, merokok, paparan kebisingan pada istirahat/bersantai, stres, kondisi metabolisme dan
pembuluh darah (diabetes, dislipidemia, hipertensi arteri sistemik, aterosklerosis, keluaran
dgn otak rendah) dan herediter/keturunan. Hubungan antara presbikusis dan faktor risiko ini,
bagaimanapun masih kontroversial dan belum terbukti jelas. Namun demikian, faktor-faktor
ini harus diperhatikan untuk mencegah efek dari presbikusis.
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai prevalensi presbikusis dan untuk
meghubungkan faktor risiko yang mungkin berperan dalam sampel populasi usia 40 tahun ke
atas, dengan atau tanpa keluhan gangguan pendengaran.
SERIES DAN METODE
Sebuah studi observasi cross-sectional dengan sampel dari data rekam medis dari
kedua jenis kelamin (pria dan wanita) berusia 40 tahun ke atas di unit check-up Rumah Sakit
X dari Januari 2001 hingga Agustus 2005. Komite Lembaga Etika Penelitian menyetujui
studi (protokol jumlah 16/03 dari 12/08/2003).
2
Pasien yang menjalani check-up dan evaluasi di unit ini umumnya memiliki gelar
universitas di bawah sarjana dan bekerja di perusahaan menengah dan besar; pendapatan
mereka menempatkan mereka di antara penduduk Brasil untuk kelas sosial / ekonomi yang
tinggi.
Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, 625 rekam medis yang dipilih.
Kriteria inklusi:
1. Subyek berusia 40 tahun atau lebih.
2. Tidak ada keluhan vestibular dan tidak ada riwayat operasi otological.
3. Pendengaran normal dicirikan sebagai:
a. Ambang nada murni (konduksi udara) lebih dari 25 dBHL pada 250 Hz sampai 8 kHz
b. Tipe A (Jerger) kurva tympanometric.
4. Gangguan pendengaran sensorineural dengan diagnosis presbikusis:
a. Bilateral dan simetris gangguan pendengaran.
b. Ambang nada murni menurun dari 26 dBHL setidaknya pada 2 kHz ke 8 kHz (datar
atau turun)
c. Tipe A (Jerger) kurva tympanometric.
Kriteria eksklusi:
1. Penyakit telinga tengah atau luar
2. Gangguan pendengaran sensorineural, dengan penyebab yang jelas selain presbikusis.
3. Pasien yang bekerja di lingkungan bising tanpa perlindungan pendengaran yang memadai.
Sebuah form yang dihasilkan oleh peneliti utama didapat dari data yang akan
dikumpulkan. Faktor risiko yang diteliti adalah: jenis kelamin, usia, profesi, diabetes mellitus,
dislipidemia (kolesterol dan trigliserida), hipertensi arteri, penggunaan jangka panjang obat,
penggunaan hormon, konsumsi alkohol (dua kali atau lebih seminggu), merokok, riwayat
genetik gangguan pendengaran usia-terkait atau idiopatik.
3
Pasien yang melakukan check-up rutin termasuk pemeriksaan telinga hidung dan
tenggorokan dan audiologi evaluasi, ujian laboratorium, dan penilaian klinis spesialisasi
medis lainnya. Pemeriksaan telinga hidung dan tenggorokan (THT) terdiri dari pemeriksaan
fisik dan audiologi. Para profesional yang sama (dua dokter dan dua terapis wicara) yang
melaksanakan pemeriksaan.
Terapis wicara dilakukan dengan suara standar dan audiometri nada murni dan
pengujian dalam bilik akustik. Sebuah audiometer Interacoustics AC5 dengan headphone
TDH 19 digunakan untuk suara dan audiometri nada murni; perangkat Interacoustics AZ7
digunakan untuk pengujian dalam bilik akustik akustik. Alat ini dikalibrasi setiap tahunnya.
Hasil audiometri diklasifikasikan sebagai normal atau presbyacustic, terlepas dari
tingkat gangguan pendengaran. Analisis statistik bivariat digunakan untuk menguji variabel,
mengevaluasi hubungan antara presbikusis dan kemungkinan faktor risiko yang terkait.
Usia dibagi menjadi enam kelompok yaitu : 40-45 tahun, 46-50 tahun, 51-55 tahun,
56-60 tahun, 61-65 tahun, dan di atas usia 65 tahun.
Dua kelompok profesi meliputi: insinyur dan lain-lain. Sebagian besar sampel terdiri
dari insinyur, yang menjelaskan divisi ini; juga terdapat beberapa profesi lainnya yang
diwakili.
Uji chi-square statistik dilakukan untuk mempelajari hubungan antara variabel
kualitatif; hasil tes audiometri (outcome) dan tes non-parametrik Kruskal-Wallis digunakan
untuk membandingkan distribusi variabel kuantitatif dalam tes audiometri. Tingkat
signifikansi (p) adalah 5%.
Model regresi logistik linear (analisis multivariat) digunakan untuk memilih variabel-
variabel yang terbaik menjelaskan gangguan pendengaran. Variabel dengan p <0,20 dalam
analisis bivariat digunakan dalam model awal. Metode mundur (Wald) digunakan untuk
seleksi variabel. Rasio odds yang disesuaikan (OR) dari variabel yang terdiri dari model akhir
dan interval kepercayaan 95% mereka (CI) dihitung. SPSS untuk perangkat lunak Windows,
versi 13.0, yang digunakan dalam penelitian ini.
4
HASIL
Berdasarkan data, pasien laki-laki adalah 534 orang (85,4%) dari 625. Presbikusis
ditemukan pada 226 orang (36,1%) dari kasus-kasus ini. Usia rata-rata dalam sampel adalah
50,5 tahun (- 6,7 tahun SD); pasien termuda berusia 40 tahun dan yang tertua 86 tahun. Tabel
1 memperlihatkan gambaran sosial dan demografi sampel dan distribusi berdasarkan uji chi-
square. Variabel jenis kelamin dan usia signifikan secara statistik (p <0,05); variabel profesi
secara statistik tidak berhubungan dengan presbikusis.
Tabel 1. Gambaran sosial dan demografi sampel dan profil audiometri
Tabel 2 memperlihatkan hubungan antara data klinis dan presbikusis; uji chi-square
mengungkapkan signifikansi statistik positif bagi variabel diabetes mellitus dan riwayat
keluarga dengan gangguan pendengaran. Terdapat hubungan non-signifikan dengan variabel:
konsumsi alkohol, merokok, riwayat keluarga dislipidemia, hipertensi arteri sistemik,
penggunaan hormon, penggunaan obat-obatan terus menerus, dan penyakit lainnya.
5
Variabel Profil Audiometrik
% Normal Presbikusis p
N % N %
Riwayat
penurunan
pendengaran di
keluarga
Tidak/tidak
diketahui
Iya
85,1
14,9
359
40
90%
10%
173
53
76,50%
23,50%
0
Hipertensi Tidak
Iya
66,7
33,3
275
124
68,90%
31,10%
142
84
62,80%
37,20%
0,121
DM Tidak
Iya
95,7
4,3
388
11
97,20%
2,80%
210
16
92,90%
7,10%
0,011
Penggunaan
obat
berkelanjutan
Tidak
Iya
27,7
72,3
297
71
74,40%
31,40%
155
102
68,60%
25,60%
0,116
Penggunaan
hormon
Tidak
Iya
92,2
7,8
368
31
92%
7,80%
208
18
92%
8,00%
0,93
Riwayat
dislipidemia
keluarga
Tidak/Tidak
diketahui
Iya
90,6
9,4
361
38
90,50%
9,50%
205
21
90,70%
9,30%
0,924
Penyakit
lainnya
Tidak
Iya
77,3
22,7
316
83
79,20%
20,80%
167
59
73,90%
26,10%
0,128
Merokok Tidak
Iya
77,9
22,1
313
86
78,40%
21,60%
174
52
77%
23%
0,674
Minum
alkohol
Tidak
Iya
25,3
74,7
107
292
26,80%
73,20%
51
175
22,60%
77,40%
0,24
Sub-total 399 226
Tabel 2. Data klinis dan profil audiometri
P: level signifikansi tes chi-square
Tidak terdapat hubungan statistik positif antara profil lipid dan presbikusis (Tabel 3).
Variabel yang dipilih untuk model regresi logistik adalah mereka yang terkait dengan
presbikusis dalam sampel ini. Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan adalah
faktor protektif terhadap gangguan pendengaran (OR <1). Subyek berusia di atas 50 tahun
6
memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami presbikusis, seperti yang ditemukan pada
subyek dengan diabetes mellitus dan riwayat keluarga positif gangguan pendengaran.
Tabel 3. Hasil profil lipid dan profil audiometrik
Variabel Profil Audiometrik p
Normal Berubah Total
TG 345 215 560 0,086
Kolesterol total 345 214 559 0,623
LDL-kolesterol 337 208 545 0,966
P: level signifikansi Kruskal-Wallis tes non parametrik
Tabel 4. Variabel terpilih pada mode regresi logistik dan hasil
Variabel p QR 95,0% CI
Lebih rendah Lebih tinggi
Seks Perempuan 0,003 0,286 0,22 0,727
Kelompok
umur
40-45
46-50
51-55
56-60
61-65
Diatas 65
Referensi
0,321
0
0
0
0
1,367
1,953
3,677
10,851
12,217
0,738
1,07
1,908
3,441
3,875
2,535
3,564
7,089
34,213
38,519
Riwayat
penurunan
pendengaran
di keluarga
Iya 0 3,098 1,853 5,18
DM iya 0,93 2,12 0,883 5,088
P level signifikansi dari metode sebelumnya (Wald).
OR odds ratio <1.
CI confidence interval.
7
Tabel 5 menunjukkan hasil model regresi logistik. Perbandingan antara prediksi dan
profil audiometrik pada sampel menunjukkan bahwa persentase pasien dengan profil
audiometri normal 80,3% dan 50,7% untuk profil audiometri berubah. Total persentase yaitu
68,9%.
Tabel 5. Sensitivitas dan spesifitas model
Profil Audiometrik Normal Presbikusis %ketepatan
Normal 277 68 80,3
Presbikusis 106 109 50,7
%ketepatan 68,9
8
PEMBAHASAN
Menurut penelitian histopatologi, onset presbikusis terjadi pada dekade kelima
kehidupan. WHO mendefinisikan tua yaitu seseorang yang mencapai dekade ketujuh
kehidupan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai faktor risiko presbikusis;
kelompok umur ditetapkan berdasarkan studi histopatologis penuaan sistim auditori, yaitu
subjek dengan usia dekade kelima keatas.
Presbikusis merupakan proses multifaktor dimana terdapat variasi luas individual
dalam tiap-tiap faktor; dan literatur mendukung fakta ini.
Prevalensi presbikusis 36,1% pada sampel. Prevalensi penurunan pendengaran yang
telah dipublish sebelumnya berkisar 5% sampai 71,8%, populasi berdasarkan penelitian
epidemiologi menunjukkan angka prevalensi dari 20 sampai 40%. Ditemukannya
perbedaan/variasi ini pada literatur kebanyakan terjadi akibat variasi metode deteksi
presbikusis, mulai dari kuesioner sampai pemeriksaan audiologi lengkap.
Pendapatan keluarga dan pendidikan berbanding terbalik terhadap prevalensi
presbikusis. Pada orang Brazil ditemukan prevalensi 71,8% (tertinggi pada review ini)
sampel terdiri dari yang berpenghasilan rendah (44,7%) dan populasi berpengetahuan rendah
yang berisiko tinggi. Hasil ini menyarankan agar sampel lebih berpendidikan dan lebih kaya
(dimana merekan memiliki akses lebih terhadap informasi dan pelayanan kesehatan) sehingga
dapat lebih mengontrol faktor risiko presbikusis.
Metode terdiri atas sampel berusia dekade kelima keatas; berdasar literatur rentang
usia ini presbikusis sering terjadi. Hubungan antara peningkatan usia dan prevalensi
presbikusis secara statistik signifikan, dan sesuai dengan data yang ada.
Sampel penelitian terdiri atas laki-laki (85,4%), berdasar variabel demografik:
variabel profesi pada manajerial atau direktur perusahaan menengah dan besar; juga terdapat
beberapa perempuan. Pada penelitian ini jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan
presbikusis; kesimpulan ini menggambarkan bahwa laki-laki lebih berisiko mengalami
presbikusis. Pernyataan ini, bagaimanapun masih merupakan isu terbuka; beberapa referensi
9
berpendapat perempuan memiliki faktor risiko presbikusis. Dua dokumen menyimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan presbikusis.
Persentase ahli mesin pada sampel (47,40%) menstimulasi investigasi profesi ini
sebagai faktor risiko presbikusis. Subjek kemungkinan terpapar lingkungan tidak sehat dari
sudut auditori, yang mengarah pada presbikusis. Namun pada penelitian ini tidak terdapat
hubungan positif antara ahli mesin dan presbikusis. Penjelasannya adalah kebanyakan ahli
mesin pada sampel terpapar lingkungan bising periode singkat dan secara rutin menggunakan
alat pelindung diri (penyumbat telinga dan/ penutup telinga). Korelasi positif antara
penurunan pendengaran dan profesi tertentu sering terjadi, meskipun tidak perlu digolongkan
sebagai penurunan pendengaran akibat bising.
Temuan pada penelitian ini memberikan hubungan positif antara diabetes dan
presbikusis; tipe diabetes tidak spesifik. Hubungan ini diketahui dan diterima secara umum;
namun beberapa peneliti meragukan hubungan/korelasi ini. Penurunan pendengaran pada
beberapa bentuk diabetes mellitus tipe I berasal dari fenotipe mitokondrial yang diwariskan
ditambah efek disglikemia pada telinga dalam.
Hipertensi sistemik sering dihubungkan dengan presbikusis, meskipun hanya sedikit
konsensus sejak beberapa penelitian tidak menetapkan korelasi ini; kemungkinan akibat
tatalaksana medis kondisi ini. Peneliti menemukan tidak ada hubungan antara hipertensi dan
presbikusis.
Peneliti juga menemukan tidak ada hubungan positif antara dislipidemia dan
presbikusis, hal ini merupakan temuan yang sering pada literatur. Beberapa penulis
berpendapat bahwa hubungan ini bergantung pada tingkat keparahan dan durasi dislipidemia.
Terapi pengganti hormon (progesteron dan/ estrogen) telah lama dianggap sebagai
faktor risiko presbikusis. Penelitian ini tidak menemukan ada hubungan antara presbikusis
dan terapi pengganti hormon, kemungkinan akibat jumlah sampel.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara merokok/ alkohol dan
presbikusis. Kebiasaan ini dikoding secara kualitatif sebagai ada atau tidak ada pada
kuesioner; tidak terdapat informasi mengenai durasi dan intensitas. Beberapa dokumen
meningkatkan kemungkinan asosiasi antara merokok dan Presbikusis, sementara yang lain
tidak mengkonfirmasi korelasi ini.
10
Terdapat asosiasi positif antara presbikusis dan riwayat keluarga, merupakan
konsensus di literatur. Penelitian genom menemukan kemungkinan X-linked lokus gen
mitokondrial mempengaruhi sampel/subjek laki-laki.
KESIMPULAN
Sebuah penelitian faktor risiko presbikusis pada subjek sosial/ekonomi menengah
mengungkapkan bahwa:
1. Angka prevalensi presbikusis adalah 36,1%
2. Secara statistik ditemukan hubungan positif antara presbikusis dan: umur, laki-laki,
diabetes mellitus dan riwayat presbikusis dalam keluarga.
3. Tidak terdapat hubungan antara presbikusis dan: profesi, hipertensi sistemik, dislipidemia
(trigliserida, kolesterol total, dan low-density lipoprotein), riwayat keluarga dislipidemia, dan
merokok dan alkohol.
4. Hasil menunjukkan bahwa meski terdapat faktor risiko multipel presbikusis pada literatur,
faktor ini terbatas pada sampel penelitian.
11