Post on 24-Apr-2015
description
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengisolasi suatu
mikroorganisme, mengetahui cara pemindahan kultur ke medium, mengetahui fungsi
dari mengisolasi mikroorganisme, mengetahui cara penentuan jenis mikroorganisme
pada suatu medium, dan ciri – ciri dari mikroorganisme yang ada pada medium.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Mengisolasi dalam mikrobiologi secara umum mempunyai artin memisahkan suatu
spesies mikroorganisme tertentu dari organisme lain yang umum dijumpai dalam
habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni ialah biakan yang
sel - selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Pengisolasian untuk
mendapatkan biakan murni ini diperlukan, karena semua metode mikrobiologis yang
digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk
penelaahan ciri - ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan
suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja ( Hadioetomo,
1993 ).
Pertumbuhan mikroba hanya dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi
lingkungannya sesuai. Kondisi fisik contohnya suhu dan struktur bahan. Sedangkan
kondisi kimiawi untuk pertumbuhan ditentukan oleh komponen yang menyusun
medium pertumbuhan seperti air, sumber karbon, sumber energi, sumber nitrogen,
mineral, faktor pertumbuhan, maupun konsentrasi ion hidrogen ( pH ). Flora mikroba
di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Mikroba
amat jarang ditemukan sebagai spesies tunggal di alam ( Hadioetomo, 1993 ).
Isolasi merupakan metode untuk memisahkan mikroba yang ada pada media menjadi
sel individu yang dipersiapkan untuk mendapatkan spesies tunggal yang diinginkan
( Atlas, 1984 ). Menurut Cappuccino & Sherman ( 1983 ), isolasi ialah suatu cara
untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk
mendapatkan spesies tunggal dengan sifat - sifat yang diinginkan. Untuk mengetahui
jenis mikroorganisme yang hidup dalam bahan pangan dapat dilakukan isolasi
mikrobia, dengan cara menggoreskan suspensi campuran sel pada suatu media padat
dalam cawan petri kemudian menginkubasikannya, sehingga setiap sel akan tumbuh
membentuk koloni dan memudahkan untuk memisahkannya.
Isolasi bertujuan untuk memisahkan suatu mikroba dengan mikroba lainnya dengan
tujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat - sifat yang diinginkan. Isolasi
dapat dilakukan dengan menggoreskan suspensi campuran sel pada suatu media padat
dalam cawan petri, kemudian menginkubasikannya. Isolasi berdasarkan pada teori
bahwa mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan membentuk koloni dengan sifat
yang berbeda. Sifat - sifat tersebut antara lain bentuk, ukuran, warna, tekstur,
permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak ( Lay, 1994 ).
Mikroorganisme yang diisolasi dapat berupa biakan murni, atau populasi campuran.
Bila identifikasi ini tercemar, perlu dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Lazimnya,
pemurnian dilakukan dengan suspensi mikrobia digoreskan pada media agar lempeng,
agar miring, atau media cair. Sifat biakan dari suatu mikrobia tergantung pada
penampilan pada berbagai media. Dalam praktikum mikrobiologi, isolasi mikrobia
dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba dari bahan yang dikehendaki yang
diisolasi pada suatu media selektif. Secara umum, untuk mendapatkan jamur dapat
digunakan media PDA sedangkan untuk menumbuhkan bakteri dan khamir dapat
digunakan media NA ( Lay, 1994 ).
Prinsip dasar dari isolasi yaitu mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan
membentuk koloni dengan karakter yang berbeda - beda pula, meliputi ukuran,
bentuk, warna, tekstur, bentuk koloni, permukaan, dan elevasi ( Vancleave, 1991 ).
Prinsip percobaan isolasi dimulai dengan membuat suspensi bahan sebagai sumber
mikrobia. Lalu suspensi tersebut dituangkan atau digoreskan ( dengan menggunakan
jarum ose steril ) pada media yang sebelumnya telah disediakan terlebih dahulu.
Tujuan dari pemerataan suspensi media dengan spatel agar mikrobia dapat tumbuh
membentuk koloni secara rata dengan bentuk yang wajar sehingga mudah diamati dan
dipelajari sifat-sifatnya ( Hadioetomo, 1993 ). Mikrobia yang berbeda sifat genetiknya
akan membentuk koloni dengan sifat yang berbeda. Sifat - sifat tersebut antara lain
bentuk, ukuran, warna, tekstur, permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak ( Lay,
1994 ).
Pemindahan kultur adalah langkah pertama dan mendasar dalam proses pengkulturan.
Salah satu hal mendasar adalah dipakai media untuk menumbuhkan mikroorganisme
tersebut, umumnya media umum yaitu NA dan NB atau PDA. Ada tiga cara dalam
melakukan pemindahan kultur, baik di dalam tabung reaksi maupun di dalam
petridish, dan digunakan peralatan yang berbeda-beda untuk masing-masing teknik
pemindahan kultur tersebut; ada yang menggunakan ose, ada pula yang memakai
jarum dan ada pula yang menggunakan pipet. Untuk mendapatkan mikroba yang dapat
ditumbuhkan dalam tabung reaksi maupun petridish, dapat dipakai beberapa sumber
mikroba, seperti makanan, mikroba yang telah dijadikan suspensi, ataupun koleksi
mikroba yang telah diisolasi di dalam tabung reaksi ( Hadioetomo, 1993 ).
Cara pemindahan kultur dari sumbernya ke dalam medium yang telah disiapkan, dapat
dilakukan dengan teknik Spread Plate, yaitu dengan :
1. Mengambil kultur mikrobia dari dalam sumber mikrobia yang telah disiapkan;
dengan cara menggoreskan atau mencelupkan ose ke dalam sumber mikrobia
tersebut secara aseptis.
2. Ose digoreskan di dalam tabung reaksi dari bawah ke atas secara zig zag secara
aseptis.
3. Tabung reaksi tersebut ditutup dengan kapas berlemak yang telah dibungkus
dengan kain kasa sebelumnya. Setelah selesai ose dipanaskan lagi diatas bunsen
( Fardiaz, 1992 ).
Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis. Hal ini
sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak
dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat, dan menghindari tersentuhnya
media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril.
Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung
dengan permukaan atau tangan yang tercemar ( Hadioetomo, 1993 ).
Pada saat mengambil mikroba dari media padat yang telah ditumbuhi
mikroorganisme, ose tidak boleh menggores permukaan media terlalu keras. Hal ini
penting untuk diperhatikan supaya media tidak ikut terambil dan tidak mengalami
kesulitan pada saat menghitung jumlah mikrobanya. Teknik penggoresan pada agar
atau media padat dilakukan dengan satu kali gerakan yang makin lama goresannya
makin tipis sehingga didapat hasil goresan garis yang berlikuk - likuk ( seperti ular )
dan semua permukaannya dapat ditumbuhi mikroorganisme ( Lay, 1994 ).
Untuk mendapatkan koloni yang terpisah sewaktu melakukan goresan harus
memperhatikan:
1. Gunakan ose yang telah dingin untuk menggores permukaan lempengan agar. Ose
yang panas akan mematikan mikrobia, sehingga tidak terjadi pertumbuhan pada
bekas goresan.
2. Sewaktu menggores, ose dibiarkan meluncur di atas permukaan lempengan agar
yang luka akan mengganggu pertumbuhan mikrobia, sehingga sulit diperoleh
koloni yang terpisah.
3. Ose harus dipijarkan setelah menggores suatu daerah, hal ini bertujuan mematikan
mikrobia yang melekat pada mata ose dan mencegah pencemaran pada penggoresan
berikutnya
( Waluyo, 2004 ).
Tabung reaksi disumbat dengan kapas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi oleh mikroorganisme dalam atmosfer. Sepertiga bagian tutup kapas
berada di luar mulut tabung sedangkan duapertiga bagian berada di dalam mulut
tabung. Tutup kapas yang baik dapat keluar dengan mudah namun tidak terlepas dari
gulungan ( Lay, 1994 ).
Mengkulturkan bertujuan untuk mempelajari suatu kultur mikroorganisme tertentu.
Dalam studi atau mempelajari mikroorganisme, maka diperlukan tiga langkah yang
meliputi enumerasi, isolasi dan determinasi atau identifikasi, dan langkah terakhir
disini merupakan cara untuk mengetahui ciri pertumbuhan yang bisa juga dijumpai
dalam makanan sehari - hari. Salah satu tahap yang perlu diperhatikan adalah
enumerasi atau perhitungan jumlah mikroorganisme baik secara langsung maupun tak
langsung. Sebelum digunakan untuk studi yang meliputi beberapa tahap tersebut,
namun pertama - tama harus melakukan pemindahan kultur mikroorganisme ke dalam
medium yang telah dibuat sebelumnya ( Trihendrokesowo, 1989 ).
Pada bagian agar tempat dimulainya goresan, populasi mikrobia biasanya terlalu pekat
sehingga koloni akan berkumpul menjadi satu. Dengan semakin banyaknya goresan
atau penyebaran yang dilakukan, akan semakin sedikit sel-sel yang terbawa oleh loop,
sehingga setelah inkubasi akan terbentuk koloni - koloni secara terpisah. Satu koloni
mungkin berasal dari satu sel atau beberapa sel tergantung dari tingkat penyebaran
atau kemurnian kultur. Goresan dan pembiakan yang diulangi beberapa kali terhadap
satu koloni yang tumbuh terpisah pada agar akan menghasilkan koloni - koloni yang
berasal dari satu sel ( Volk & Wheeler, 1993 ).
Agar miring merupakan salah satu bentuk medium yang digunakan untuk
membiakkan mikrobia, terutama yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. Ciri -
ciri kultur termasuk pembentukan warna dan bentuk pertumbuhannya dapat segera
diamati pada agar miring. Agar miring dapat digunakan untuk menyimpan kultur
dalam jangka waktu pendek di lemari es pada suhu 4oC. Penggunaan agar miring
adalah untuk mendapatkan permukaan media yang lebih luas sehingga mikrobia yang
tumbuh pada media ini semakin banyak dan jumlahnya tersebar sesuai dengan luas
permukaan media agar miring ( Cappucino & Sherman, 1983 ).
Digunakan NA sebagai media cair yang dimiringkan karena NA berfungsi untuk
memberikan keseimbangan kultur murni, selain itu dapat juga mnghasilkan
permukaan yang luas untuk isolasi dan mempermudah dalam mempelajari yang
tumbuh. Medium padat NA dan PDA ini miring dalam tabung reaksi yang apabila
ditumbuhi oleh mikroorganisme maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh rata
pada permukaan dan memudahkan kultur untuk dilakukan pemindahan ( Schelgel &
Schmidt, 1994 ). Di dalam medium cair, mikrobia akan tumbuh dalam waktu 24 - 48
jam. Pertumbuhan mikrobia di dalam suatu medium cair dapat terlihat dalam berbagai
bentuk misalnya :
Kekeruhan, yang biasanya terlihat pada seluruh bagian medium.
Pertumbuhan pada permukaan yang dapat berbentuk pelikel, cincin, flokulen atau
membran.
Sedimen / endapan, yaitu kumpulan sel-sel yang mengumpul pada dasar tabung
dan akan menyebar lagi jika tabung digerakkan atau dikocok ( Volk & Wheeler,
1993).
Timbulnya kekeruhan dan terbentuknya endapan putih terjadi sebagai tanda
pertumbuhan mikroorhanisme karena mikroba tidak menggerombol melainkan
menyebar pada seluruh bagian dari medium. Lama kelamaan sebagian dari sel-sel
yang menyebar tersebut mengendap di dasar tabung, sehingga terbentuklah endapan
( Fardiaz, 1992 ).
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk, ukuran, dan susunan suatu sel.
Untuk mengindentifikasikan suatu jenis mikroorganisme dapat dilakukan berdasarkan
ciri morfologinya ( Lay, 1994 ). Morfologi adalah bagian dari ilmu biologi yang
mempelajari bentuk dan panampilan fisik lainnya dari makhluk hidup. Makhluk hidup
ada yang bersel satu yaitu disebut mikroorganisme, dan dari sekian banyak
mikroorganisme tersebut ada yang dapat tumbuh pada makanan, yaitu beberapa
mikroorganisme dari golongan bakteri, jamur dan yeast. Disamping dapat tumbuh
pada makanan sebagai perusak namun ada pula yang tumbuh pada makanan memang
disengaja oleh manusia untuk membuat suatu bahan makanan menjadi suatu bentuk
baru, dimana proses pengolahan makanan dengan mikroorganisme disebut fermentasi.
Ada beberapa istilah yang sebenarnya perlu didefinisikan secara jelas, untuk
membedakan pandangan manusia tentang jamur atau yeast. Jamur adalah fungi yang
bertunas, sedangkan yeast adalah fungi yang tidak bertunas dan tidak bermiselium,
ada istilah ragi yang sering digunakan orang untuk menyebut suatu bentuk seperti
tepung dan berwarna putih serta tidak peduli apakah isi ragi itu jamur atau yeast.
Dalam masyarakat Indonesia jamur sering disebut kapang dan yeast sering disebut
khamir ( Volk & Wheeler, 1993 ).
Teknik atau cara pemindahan kultur dari sumbernya ke dalam medium yang telah
disiapkan, yaitu :
A. Teknik Spread Plate
Menggunakan tabung reaksi, caranya :
Dengan menggunakan jarum ose untuk mengambil kultur mikroorganisme dari
dalam sumber mikroorganisme yang telah disiapkan, dengan cara menggoreskan
atau mencelupkan jarum ose ke dalam sumber mikroorganisme tersebut secara
aseptis ( jarum ose dipanaskan di atas bunsen sampai berpijar, lalu panaskan pula
mulut tempat sumber mikroorganisme itu berada ).
Jarum ose digoreskan di dalam tabung reaksi dari bawah ke atas secara zig zag
( secara aseptis, yaitu dengan memanaskan mulut tabung reaksi sebelumnya ).
Tabung reaksi tersebut ditutup dengan kapas berlemak yang telah dibungkus
dengan kain kasa sebelumnya, setelah selesai jarum ose dipanaskan lagi di atas
bunsen.
Menggunakan petridish, caranya :
Dengan menggunakan jarum ose untuk mengambil kultur mikroorganisme dari
dalam sumber mikroorganisme yang telah disiapkan, dengan cara menggoreskan
atau mencelupkan jarum ose ke dalam sumber mikroorganisme tersebut secara
aseptis ( jarum ose dipanaskan di atas bunsen sampai berpijar, lalu panaskan pula
mulut tempat sumber mikroorganisme itu berada ).
Jarum ose digoreskan di dalam petridish secara zig zag sehingga makin lama
goresan akan makin menipis ( secara aseptis, yaitu dengan memanaskan tepi
petridish sebelumnya ).
Petridish tersebut ditutup dan setelah selesai, jarum ose dipanaskan lagi diatas
bunsen.
B. Teknik Pour Plate
Metode pertama yaitu :
Medium padat yang telah disiapkan dalam tabung reaksi dicairkan kembali sampai
mencapai suhu 40 0C.
Mengambil mikroorganisme di dalam sumber mikroorganisme yang telah
disiapkan ( secara aseptis ) dengan menggunakan pipet.
Mikroorganisme yang telah diambil diteteskan ke dalam tabung reaksi yang berisi
medium yang telah dicairkan.
Medium di dalam tabung reaksi digulung-gulung dalam posisi tegak untuk
menghomogenkan medium dan mikroorganisme, kemudian dituangkan ke dalam
petridish sambil diputar-putar agar medium dan mikroorganisme tersebut
menempati seluruh dasar petridish ( secara aseptis ).
Metode kedua, yaitu :
Medium padat yang telah disiapkan dalam tabung reaksi dicairkan kembali sampai
mencapai suhu 40 0C.
Mengambil mikroorganisme di dalam sumber mikroorganisme yang telah
disiapkan ( secara aseptis ) dengan menggunakan pipet.
Medium yang telah dicairkan tadi dituang ke dalam petridish ( secara aseptis ).
Mikroorganisme yang telah diambil diteteskan ke dalam petridish yang berisi
medium yang telah dicairkan ( secara aseptis ).
Petridish sambil diputar-putar agar medium dan mikroorganisme tersebut menjadi
homogen.
Dalam teknik ini medium dicairkan kembali sampai suhu 40 0C, karena bila lebih
dari 40 0C maka akan meyebabkan kematian atau kerusakan sel mikroorganisme
dan akan menyebabkan kondensasi yang berlebihan pada petridish setelah agar
memadat.
C. Teknik Titik atau John Pite
Medium disiapkan di dalam petridish.
Mikroorganisme diambil dengan menggunakan jarum ose dari sumber
mikroorganisme yang telah disiapkan.
Jarum ose yang telah mengandung mikroorganisme itu dititikkan ke dalam
petridish yang berisi medium.
D. Teknik Thin Layer Plates
Mikroorganisme dari sumber mikroorganisme yang telah disiapkan diambil
dengan jarum ose ( secara aseptis ).
Mikroorganisme pada jarum ose tersebut dimasukkan ke dalam medium cair lalu
dikocok agar homogen.
Campuran medium cair dan mikroorganisme tersebut dituangkan ke dalam
medium agar yang sudah memadat.
E. Teknik Layered Plates
Mikroorganisme dari sumber mikroorganisme yang telah disiapkan diambil
dengan jarum ose ( secara aseptis ).
Mikroorganisme pada jarum ose tersebut dimasukkan ke dalam medium cair lalu
dikocok agar homogen.
Campuran medium cair dan mikroorganisme tersebut dituangkan ke dalam
medium agar yang sudah memadat, namun ditambahkan satu lagi lapisan tipis
sampel yang sudah bercampur dengan medium cair ( Fardiaz, 1992 ).
Ada tiga golongan besar mikrobia yang dapat dikulturkan untuk berbagai tujuan
dalam berbagai bidang. Golongan tersebut adalah :
1. Bakteri, memiliki ciri kultur sebagai berikut : membentuk film atau lapisan pada
medium, menghasilkan lendir, menghasilkan bau tak sedap, dan tidak berwarna.
Contohnya : Microccocaceae, Streptoccocaceae, Enterobacterium.
2. Yeast, memiliki ciri kultur sebagai berikut : ada yang berwarna merah atau bercak
berwarna pada medium; ada yang membentuk film atau lapisan pada permukaan
medium; umumnya kering dan berlendir; berwarna putih atau krem; umumnya
kering, kecil, dan keriput; serta tidak berbau.
Contohnya : Saccharomyces sp, Zygosaccharomyces, Phicia.
3. Jamur, memiliki ciri kultur sebagai berikut : seperti kapas namun berwarna putih
atau keruh atau menghasilkan warna lainnya, loose atau lepas-lepas, fluffy atau
berserabut atau berserat, ada pula yang kompak, warna pada miseliumnya,
gelatinuous, tidak berbau.
Contohnya : Aspergillus sp., Penicillium, Mucor, Rhizopus ( Bibiana, 1994 ).
Bakteri merupakan mikroorganisme yang menempati golongan prokariotik, karena
tidak memiliki dinding inti yang jelas atau belum memiliki dinding inti yang sejati,
sehingga semua bagian intinya tersebar di dalam sitoplasma secara bebas. Tetap
memiliki faktor pembawa sifat yang tersimpan di dalam DNA yang berada di dalam
kromosom namun tersebar luas dan bebas di dalam sitoplasma. Meskipun demikian
bukannya tidak memiliki inti namun hanya saja tidak memiliki dinding inti yang jelas
sehingga tampak tidak berinti sel. Beberapa sifat morfologi bakteri perlu diperhatikan
karena pertumbuhannya di dalam makanan dan juga karena bakteri memiliki
ketahanan cukup tinggi selama pengolahan dengan panas maupun dengan suhu dingin
( Schlegel & Schmidt, 1994 ).
Beberapa sifat morfologi bakteri sangat penting dalam hubungannya dengan
pertumbuhan dan perkembang biakan bakteri tersebut pada makanan, serta
ketahanannya terhadap pengolahan bahan pangan. Sifat - sifat tersebut, meliputi
bentuk dan pengelompokan sel, susunan dinding sel, pembentukan kapsul, dan
pembentukan endospora. Pada umumnya, bakteri mempunyai ukuran sel 0,5 – 1,0 m
x 2,0 – 5,0 m, dan atas tiga bentuk dasar, yaitu bulat atau kokus, batang atau basilus,
dan spiral ( Fardiaz, 1992 ).
Bacillus termasuk bakteri pembentuk spora. Bentuk spora yang diproduksi oleh
Bacillus bermacam-macam, tergantung dari spesiesnya. B. subtilis dan B.cereus
memproduksi spora berbentuk silinder yang tidak membengkak. Sedangkan B. subtilis
memproduksi spora yang langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 m ( Fardiaz, 1992
). Bakteri sukar untuk dilihat dengan mikroskop cahaya biasa karena bakteri itu
tampak tidak bewarna, walaupun biakannya secara keseluruhan mungkin bewarna
( Volk & Wheeler, 1993 ). Kenampakan koloni bakteri B.subtilis dengan warna putih
ini merupakan kenampakan yang khas yang ditunjukkan oleh bakteri tersebut. Warna
koloni ini dipengaruhi oleh pH, suhu, temperatur, dan oksigen yang bebas
( Dwijoseputro, 1994 ).
Menurut Volk & Wheeler ( 1993 ), bakteri yang paling banyak menyusun flora normal
air susu tergolong dalam suku Lactobacillaceae seperti L.casei, L.brevis,
L.acidophillus. Bakteri - bakteri itu memfermentasi karbohidrat dalam air susu untuk
membentuk asam ( terutama asam laktat ), jadi menurunkan pH air susu. Apabila pH
menurun hingga 4,5 makan kasein dalam air susu menjadi mengumpal dan terjadi
endapan gumpalan. Juga karena terbentuknya asam ini air susu terasa asam. Air susu
mengandung protein, karbihidrat, lemak, vitamin, dan mineral dan mempunyai pH
sekitar 6,8 tidaklah mengherankan bahwa di samping merupakan makanan yang
sangat baik bagi manusia juga merupakan medium pertumbuhan yang sangat baik
bagi mikroorganisme. Selain itu, bakteri asam laktat juga sering menyebabkan
kebusukan asam pada beberapa makanan seperti susu. Yang termasuk bakteri asam
laktat yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus ( Fardiaz,
1992 ).
Ada dua macam yeast, yaitu film yeast dan fermentative yeast, dimana film yeast
tumbuh pada permukaan dan membentuk lapisan, sedangkan fermentative yeast
tumbuh pada dasar atau ada pula yang tumbuh pada permukaan dengan melepas
karbondiksida. Untuk fermentative yeast yang tumbuh pada permukaan biasanya
menggerombol, cepat melepas CO2 sehingga terapung, sedangkan yang tumbuh pada
dasar tabung atau di dalam medium tidak bergerombol dan pertumbuhannya lebih
lambat, sehingga pelepasan CO2 lambat dan hanya bisa mengumpul di dasar tabung
atau medium. Dalam pertumbuhannya yeast memerlukan beberapa faktor fisik atau
bisa disebut sebagai sifat fisiologi yeast, yaitu :
Keperluan lemak, butuh lebih banyak lemak daripada jamur namun butuh lebih
sedikit lemak daripada bakteri.
Dapat tumbuh pada kadar gula atau garam yang cukup tinggi dimana bakteri tidak
bisa hidup.
Suhu, mirip dengan jamur yaitu sekitar 25 - 30 0 C dan maksimum 35 - 47 0 C,
namun ada pula beberapa yang bisa bertahan pada suhu 00 C.
Kebutuhan pH, yeast bisa hidup hanya pada suasana asam yaitu dengan pH 4 - 4,8
sedangkan pada suasana basa tidak dapat tumbuh.
Kebutuhan O2, film yeast biasanya aerobik karena tumbuh pada permukaan,
sedangkan semua fermentative yeast pasti anaerob meskipun tumbuh di
permukaan, karena akan memfermentasi substratnya yang berupa gula dan
nantinya menghasilkan CO2 ( Volk & Wheeler, 1993 ).
Saccharomyces cerevisiae digunakan dalam pembuatan roti, dan produksi alkohol,
anggur, brem, gliserol, dan enzim invertase. Dalam industri alkohol dan anggur
digunakan khamir, yaitu : (1) Top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentatif kuat,
tumbuh dengan cepat pada suhu 200C, tumbuh secara menggerombol dan melepaskan
CO2 dengan cepat sehingga mengakibatkan sel terapung pada permukaan. (2) Bottom
yeast mempunyai suhu optimum fermentasi 10-150C, tidak hidup menggerombol dan
tumbuh serta memproduksi CO2 dengan lambat sehingga sel-sel akan mengumpul
pada dasar tabung. Sel khamir yang termasuk jenis Saccharomyces sp mungkin
berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin membentuk pseudomiselium,
dengan permukaan yang halus. Reproduksi khamir ini dilakukan dengan cara
pertunasan multipolar atau melalui pembentukan askospora. Askospora dapat
terbentuk setelah terjadi konjugasi atau berasal dari sel diploid ( Fardiaz, 1992 ).
Morfologi sel yeast terdiri dari kapsul, dinding sel, membran sitoplasma, nukleous,
vakuola, mitokondria, globula lipida, dan sitoplasma ( Fardiaz, 1992 ). Morfologi
yeast yang perlu diamati sebenarnya hampir sama dengan bakteri, namun yeast bisa
berkembang biak dengan banyak cara yaitu dengan pembelahan sel atau binary
fission, pertunasan, spora baik seksual maupun aseksual. Perbedaan lainnya dari
bakteri yaitu mengenai ukurannya, yeast lebih besar ukurannya dan bentuknya
bermacam-macam ada yang bulat, oval, ogival, botol, lemon, batang, pseudomiselium
yaitu seperti miselium pada jamur namun bukan miselium sebenarnya. Yeast punya
beberapa sifat umum, yaitu :
1. Tidak berfilamen
2. Uniseluler
3. Sebagai pembusuk makanan atau untuk fermentasi
Sedangkan karateristik kulturnya adalah :
Pada medium cair bisa mebentuk beberapa bentuk seperti memberikan warna
keruh dan ada endapan, bisa pula membentuk pelikel cincin atau pelikel
berupa garis melingkar putus - putus, pelikel yang tumbuh pada permukaan
serta bisa pula membentuk pelikel yang berbentuk seperti kulit.
Pada medium padat biasanya membentuk koloni dengan garis melingkar atau
garis radial, namun selain koloni juga dapat diamati tepian koloni, ada yang
rata atau halus, ada yang bergelombang, ada yang menggelembung, ada yang
bergerigi dan ada pula yang tampak berambut.
Bila masih muda biasanya lembek, namun selanjutnya akan menjadi bentuk
yang kecil namun berkerut.
Berlendir namun kering, bila bakteri hanya berlendir dan tidak kering.
Umumnya berwarna putih atau terkadang krem, sehingga dalam pengamatan
perlu dilakukan pewarnaan khusus untuk melihat bagian tertentu, yaitu anilin
untuk melihat seluruh sel, besi hemosiklin untuk melihat inti sel, tinta india
untuk melihat kapsulanya saja, kalium iodida untuk melihat granula pati dan
glikogen, merah netral untuk melihat granula metakromik dan vakuola, merah
sudan dan hitam sudan untuk melihat granula lemak, zink chlorida iodium
untuk melihat selulosa pada dinding sel, dan plochroma biru metilen untuk
melihat nukleoprotein pada tubuh yeast.
Untuk mengamati morfologi yeast bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan
menggunakan mikroskop biasa, dengan menggunakan mikroskop biasa namun sudah
melalui pewarnaan tertentu, dengan mikroskop elektron namun dinding sel telah
dipisahkan dari selnya, dan terakhir dengan menggunakan mikroskop elektron untuk
mengamati 1 potongan tipis sel yeast. ( Shclegel & Schmidt, 1994 ).
Kapang ( jamur ) merupakan multiseluler yang mempunyai filamen yang tumbuh pada
makanan serta mudah dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas.
Pertumbuhannya mula - mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul maka
akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Aspergillus termasuk
jenis spora konidiospora yang memiliki ciri : hifa septat dan miselium bercabang,
biasanya tidak berwarna, koloni kompak, konidiofora septat atau non - septat, muncul
dari " foot cell ", konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam,
dan beberapa species tumbuh baik pada suhu 37 0C atau lebih, mempunyai koloni
kompak. Yang terakhir adalah bentuk miselianya yang seperti bludru ( Fardiaz,
1992 ).
Jamur dari spesies Aspergillus habitatnya biasa pada sereal. Sedangkan dari warna
koloninya, jika dihasilkan warna koloni yang hijau, jamur yang diperkirakan adalah
Aspergillus flavus atau Aspergillus parasiticus. Pada Aspergillus flavus, warna
koloninya adalah hijau kekuningan. Sedangkan pada Aspergillus parasiticus, warna
koloninya adalah hijau gelap atau hijau tua ( Samson et al. , 1995 ). Jamur sangat
menyukai suatu bahan yang mengandung banyak karbohidrat. Sebagaimana kita tahu
bahwa pati ini adalah merupakan golongan polisakarida ( de Man, 1989 ).
Rhizopus sering disebut juga kapang roti karena sering tumbuh dan menyebabkan
kerusakan pada roti. Spesies Rhizopus yang umumnya ditemukan pada roti adalah R.
stolonifer dan R. nigricans. Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah mempunyai hifa
nonaseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua,
sporangofora tumbuh pada noda di mana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya
besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis bebentuk seperti cangkir,
tidak mempunyai sporangiola, membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi
pada substrat, dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora,
pertumbuhannya cepat, dan membentuk miselium seperti kapas ( Fardiaz, 1992 ).
Jamur merupakan suatu bentuk tak sejati, yaitu tidak memiliki akar, batang dan daun
sejati, namun memiliki bentuk tersendiri yang disebut hifa yang tumbuh pada awal
pertumbuhannya. Hifa ada tiga macam berdasarkan pertumbuhannya pada substrat
atau media serta berdasarkan fungsinya dalam tubuh jamur, yaitu :
A. Hifa vegetatif, yaitu hifa yang digunakan untuk pertumbuhan secara aseksual yaitu
dengan menghasilkan spora aseksual, seperti konidiospora, sporangiospora,
arthospora, klamidospora dan zoospora. Disamping itu hifa ini ditandai dengan
pertumbuhannya, yaitu selalu berada di dalam substrat.
B. Hifa fertile, yaitu hifa yang yang digunakan untuk reproduksi, yaitu menghasilkan
spora, khususnya spora seksual yaitu ascospora, basidiospora, zigospora, dan
oospora.
C. Hifa aerial, yaitu hifa yang tumbuh pada substrat, dimana selalu keluar ke
permukaan substrat ( Bibiana, 1994 ).
Disamping memiliki hifa, jamur membentuk pula miselium yang merupakan
gabungan dari beberapa hifa tersebut, dan kemudian bisa pula membentuk koloni yang
berupa yeast koloni dengan bentuk bulat, lonjong ada yang bertunas dan ada pula yang
tidak bertunas, serta pada keadaan lingkungan mendukung akan membentuk spora
seksual yaitru ascospora. Ada pula bentuk koloni berupa yeast like koloni, yang
memiliki bentuk seperti yeast koloni namun memiliki suatu bentuk yang mirip hifa
namun bukan hifa yang disebut pseudohifa. Dan terakhir umumnya membentuk
filamentous koloni, yaitu berupa bentuk yang kasar, atau berserat. Jamur punya
karakteristik umum pada makanan dan pada kultur, yaitu :
1. Seperti kapas namun berwarna putih atau keruh atau menghasilkan warna lainnya,
misalnya Aspergillus niger akan menunjukkan warna hitam, Aspergillus candidus
akan menunjukkan warna putih, dan pada Aspergillus flavus akan menunjukkan
warna hijau kekuningan, dan lain sebagainya.
2. Loose atau lepas - lepas.
3. Fluffy atau berserabut atau berserat.
4. Ada pula yang kompak.
5. Warna pada miseliumnya.
6. Gelatinuous.
7. Tidak berbau, tidak berlendir, tidak membentuk lapisan film di permukaan substrat.
8. Bila spora sudah matang akan menunjukkan warna.
9. Kering seperti serbuk, contohnya Aspergillus parasiticus.
10. Memiliki serat yang biasanya putih namun ada pula yang keruh atau gelap.
11. Ada yang memiliki bentuk lilin, seperti T.achoenleini.
12. Hifa umumnya tidak berwarna, atau jernih, ada yang bersepta ada pula yang tidak
namun ada pula yang keruh atau berwarna, bila beberapa hifa makin membesar
dan bergabung membentuk miselium, dan miselium inilah yang tampak
menghasilkan warna pada jamur tertentu.
13. Punya bentuk khusus, seperti rhizoid atau bangun seperti akar pada Rhizopus, sel
kaki pada Aspergillus sp, dan lain sebagainya
( Bibiana, 1994 ).
Dalam melakukan pengamatan terhadap jamur ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu mengenai bentuk, warna, dan susunan hifa, disamping itu perlu
juga diamati mengenai bentuk spora apakah aseksual atau seksual serta bagaimana
sporangium dan dasar dari sporangium itu apakah berupa vesikel yang menunjukkan
bahwa itu golongan Penicilium sp dan Aspergillus sp, atau apakah berupa kolumela
yang menunjukkan bahwa itu golongan Mucor dan Rhizopus. Dan juga diperhatikan
bentuk khusus yang bisa digunakan untuk identifikasi, seperti rhizoid atau bangun
seperti akar pada Rhizopus, sel kaki pada Aspergillus sp. Faktor fisiologi yang
mempengaruhi pertumbuhan jamur dalam media atau makanannya adalah :
Keperluan lemak, jamur hanya butuh sedikit lemak dalam pertumbuhannya dan
paling sedikit diantara kebutuhan lemak pada yeast dan bakteri.
Suhu, jamur umumnya dapat tumbuh pada suhu menengah yaitu antara 25 - 30 0C
namun ada pula yang tumbuh baik pada suhu lebih tinggi atau bahkan ada yang
tumbuh pada suhu sangat rendah.
Kebutuhan O2 dan pH, jamur dapat tumbuh pada suasana asam maupun basa
karena rentang pH untuk tumbuh adalah antara 2 - 8,5, namun kebanyakan
tumbuh baik pada suasana asam. Jamur umumnya aerobik atau butuh O2 dalam
pertumbuhannya.
Makanan, jamur bisa menggunakan semua makanan mulai dari yang paling
sederhana sampai yang kompleks kecuali logam dan plastik, karena jamur bisa
menghasilkan enzim hidrolitik, seperti amilase, pektinase, protease, dan lipase.
Air, biasanya bisa hidup pada kadar air cukup tinggi, namun pada kadar air rendah
yaitu 12 - 15% masih bisa bertahan, sedangkan jamur bisa tumbuh pada tingkat
aktivitas air yang rendah, yaitu 12 - 14.
Cahaya, jamur tidak tahan pada cahaya yang intensitasnya tinggi oleh karena itu
bila ada sinar ultraviolet akan menghambat pertumbuhannya.
Ada tidaknya bahan penghambat atau anti jamur.
Faktor fisiologis itu tersebut harus tercukupi dalam melakukan pengkulturan jamur
sehingga jamur bisa tumbuh dan selanjutnya bisa diamati. Dan untuk mengamati
tubuh jamur secara lengkap dapat dilakukan dengan satu cara yaitu dengan
mengkulturkan langsung pada kaca preparat sehingga setelah tumbuh dapat langsung
diamati ( Fardiaz, 1992 ).
Bentuk pertumbuhan mikroba, dapat dibedakan menjadi beberapa, berdasarkan cara
melihatnya. Yaitu bentuk pertumbuhan mikroba pada permukaan, terdiri dari bentuk
cincin, folikel, filiform, ekinulat, vilous, dll. Bentuk pertumbuhan koloni mikrobia
berdasarkan penonjolannya adalah datar, timbul, konveks, gunung, umbonat, berbukit,
dan tumbuh ke dalam media. Bentuk dari pinggir meliputi halus, bergelombang, lobat,
tidak teratur, siliat, benang, rambut, wool dan bercabang. Sedangkan bentuk dari atas
mencakup bulat, konsentrik, filamen, kompleks, rhizoid, filiform, permukaan kusut,
bulat dengan tepi timbul dan menyebar dengan tidak teratur ( Fardiaz, 1992 ).
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mamae ( ambing )
pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.
Susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena
komposisi nutrisinya ideal untuk pertumbuhan mikrobia ( Winarno, 1994 ). Karena air
susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan bahkan air susu
yang dipasteurisasi pun tidak steril, suhu dingin untuk menghambat pertumbuhan
bakteri merupakan sesuatu yang perlu. Bakteri coliformis anaerob dan beberapa
khamir mungkin memproduksi gas dan cita rasa yang tidak dikehendaki dalam air
susu ( Volk & Wheeler, 1993 ).
Kerusakan protein pada susu terjadi karena hidrolisis protein oleh mikrobia proteolitik
menyebabkan perubahan tekstur pada produk. Terutama disebabkan oleh koagulasi
dan likuifikasi protein sehingga mempercepat pembusukan serta terjadinya
penghancuran protein struktural seperti kolagen dan elastin. Kerusakan lemak
menyebabkan ketengikan, timbul rasa asam, bersabun, dan perubahan bau. Hal ini
dikarenakan lemak mengalami hidrolisis oleh enzim lipase, terutama Streptococcus
lactis (Winarno et al.,1980).
Bakteri asam laktat mempunyai sifat mampu memfermentasi gula menjadi asam
laktat. Sifat ini penting dalam pembuatan produk fermentasi seperti fermentasi
sayuran, susu, dan ikan. Selain itu, bakteri asam laktat juga sering menyebabkan
kebusukan asam pada beberapa makanan seperti susu. Yang termasuk bakteri asam
laktat yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus ( Fardiaz,
1992 ). Warna koloni merupakan sifat yang penting yang diperlukan untuk dapat
menentukan identifikasi dari suatu spesies yang dapat diamati. Warna koloni bakteri
Lactobacillus adalah putih. Mikroorganisme pada umumnya tidak bersifat
kromogenetik namun menampilkan warna putih ( Dwidjoseputro, 1994 ).
3. MATERI METODA
3.1. Materi
3.3.1 Alat
Dalam praktikum ini alat-alat yang digunakan antara lain adalah bunsen, korek api,
jarum ose, tabung reaksi, kapas, kertas tissue, masker, serbet , gelas objek , gelas
penutup.
3.3.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu roti yang telah dibusukkan ,
susu yang telah rusak , alkohol, mikroorganisme berupa Bacillus subtilis, Aspergillus
niger, dan Saccharomyces cerevisiae, media berupa Nutrien Agar ( NA ), Potato
Dextrose Agar ( PDA ), dan Pepton Glucose Yeast Extract ( PGY ).
3.2 Metoda
3.2.1. Isolasi
Kultur mikroorganisme yang digunakan ( jamur roti dan susu ) dipanen dengan
menggunakan jarum ose dan dioleskan pada media steril. Proses ini dilakukan secara
aseptis , yaitu perlakuan harus dalam keadaan steril. Meja dan tangan kita disemprot
dengan alcohol sebelum melakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan dekat dengan
Bunsen , dan jarum ose yang digunakan harus dipijarkan lebih dulu. Masing – masing
kultur diinkubasi selama beberapa hari dan diamati perkembangannya. Yang diamati
meliputi warna dan bentuk koloni dari atas dan bawah. Setelah itu disimpulkan apakah
mikroorganisme itu termasuk jamur atau bakteri.
3.2.2. Pemindahan Kultur
Dalam pemindahan kultur , disiapkan media yang digunakan yaitu media NA, PDA,
MEA, dan PGY. Pada kelompok 1 dan 2 digunakan mikrobia Bacillus subtilis ke
dalam medium NA. Pada kelompok 3 dan 4 digunakan mikrobia Aspergillus niger ke
dalam medium PDA. Pada kelompok 5 dan 6 digunakan mikrobia P.digitatum ke
dalam medium MEA. Pada kelompok 7 dan 8 digunakan mikrobia Saccharomyces
cerevisiae ke dalam medium PGY, dimana penggoresan mikrobia pada media
dilakukan secara zig zag. Pemindahan kultur ini harus dilakukan secara aseptis.
Sebelum melakukan pemindahan, meja harus disemprot dengan alkohol. Demikian
juga tangan kita harus disemprot dengan alkohol. Proses pemindahan dilakukan
dengan jarum ose yang telah dipijarkan lebih dulu, dan pemindahannya dilakukan
didekat bunsen. Medium tersebut didiamkan selama 2 hari. Lalu diamati hasilnya dan
digambar serta dicatat dalam tabel pengamatan.
4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Isolasi dan Indentifikasi
Pada percobaan ini , digunakan 2 macam bahan yaitu roti busuk dan susu. Jamur yang
tumbuh pada roti dan susu ini diamati. Hasil pengamatan berupa warna dan bentuk,
dapat diamati pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Hasil pengamatan jamur pada roti busuk dan susu
Kelompok Bahan Gambar Keterangan1 Roti Busuk Warna : putih
Bentuk dari atas: filamenBentuk dari pinggir : siliatBentuk koloni: filifoem
2 Roti Busuk Warna : coklat kekuninganBentuk dari atas: menyebar tidak teraturBentuk dari pinggir : tidak teraturBentuk koloni: filifoem
3 Roti Busuk Warna : hijau busukBentuk dari atas : bulat Bentuk dari pinggir : rambutBentuk koloni: efus
4 Roti Busuk Warna : merahBentuk dari atas: bulat dengan tepi berserabutBentuk dari pinggir : benangBentuk koloni: beaded
5 Susu Warna : putih gadingBentuk dari atas: huruf LBentuk dari pinggir : halusBentuk koloni: filifoem
6 Susu Warna : putih gadingBentuk dari atas: huruf LBentuk dari pinggir : halusBentuk koloni: filifoem
7 Susu Warna :putih gadingBentuk dari atas: huruf LBentuk dari pinggir : halusBentuk koloni: filifoem
8 Susu Warna : putih gadingBentuk dari atas: huruf LBentuk dari pinggir : halusBentuk koloni: filifoem
Dari hasil pengamatan, didapat hasil bahwa jamur yang dihasilkan dalam satu roti
dengan yang roti lainnya berbeda, sedangkan bakteri pada susu sama. Kemungkinan
persamaan hasil pada susu terjadi karena hanya dari sumber yang sama. Perbedaan ini
meliputi perbedaan warna dan bentuknya. Pengamatan bentuk diamati dari atas, dari
pinggir, dan berdasarkan bentuk koloninya.
4.2. Pemindahan Kultur dan Morfologi
Untuk pemindahan kultur dilakukan dengan menggunakan media yang berbeda – beda
dan jenis mikroorganisme yang berbeda – beda pada setiap kelompoknya. Hasil
percobaan dapat dilihat pada table 2 di bawah ini:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Perpindahan Kultur dan Morfologi.
KelompokMedia Jenis
MikroorganismeGambar Keterangan
1 NA Bacillus subtilis
Warna : putihBentuk dari atas : kompleksBentuk dari pinggir : halusBentuk penonjolan : datar
2 NA Bacillus subtilis
Warna : putihBentuk dari atas : kompleksBentuk dari pinggir : halusBentuk penonjolan : datar
3 PDA Aspergillus niger
Warna : hitamBentuk dari atas : bulatBentuk dari pinggir : siliatBentuk penonjolan : berbukit
4 PDA Aspergillus niger
Warna : hitamBentuk dari atas : bulatBentuk dari pinggir : siliat Bentuk penonjolan : berbukit
5 MEA P.Digitatum
Warna : hijau dengan bercak putihBentuk dari atas : filamenBentuk dari pinggir : woolBentuk penonjolan : konveks
6MEA
P.Digitatum
Warna : hijau dengan bercak putihBentuk dari atas : filamenBentuk dari pinggir :woolBentuk penonjolan : konveks
7 PGY Saccharomyces cerevisiae
Warna : kuning keruhBentuk dari atas : serabut seperti kapasBentuk dari pinggir : cairan kuning keruhBentuk penonjolan : endapan putih
8 PGYSaccharomyces
cerevisiae
Warna : kuning keruhBentuk dari atas : cairan kuning keruhBentuk dari pinggir : endapan putihBentuk penonjolan :
Dari table pengamatan yang didapat, dapat disimpulkan bahwa setiap mikroorganisme
memiliki warna dan bentuk yang berbeda – beda satu sama lain. Pembahasan
selengkapnya akan dibahas di pembahasan sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.
5. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan dua kali percobaan. Percobaan pertama adalah isolasi
dan identifikasi mikrobia yang menggunakan roti serta susu yang telah busuk.
Sedangkan percobaan yang kedua adalah pemindahan kultur dan morfologi mikrobia.
Pertumbuhan mikroba hanya dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi
lingkungannya sesuai. Kondisi fisik contohnya suhu dan struktur bahan. Sedangkan
kondisi kimiawi untuk pertumbuhan ditentukan oleh komponen yang menyusun
medium pertumbuhan seperti air, sumber karbon, sumber energi, sumber nitrogen,
mineral, faktor pertumbuhan, maupun konsentrasi ion hidrogen ( pH ). Flora mikroba
di lingkungan mana saja pada umumnya terdapat dalam populasi campuran. Mikroba
amat jarang ditemukan sebagai spesies tunggal di alam ( Hadioetomo, 1993 ). Masing
– masing mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda – beda satu
dengan yang lainnya. Contoh suhu optimum yang disenangi oleh mikrorganisme yaitu
suhu 37 0C, yang disenangi oleh Aspergillus dan suhu antara 25 - 30 0C yang
disenangi oleh jamur ( Fardiaz, 1992 )..
Menurut Hadioetomo ( 1993 ), mengisolasi artinya memisahkan suatu spesies
mikroorganisme tertentu dari organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya,
lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni yang dimaksud di sini adalah
biakan yang sel - selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Sedangkan menurut
Cappuccino & Sherman ( 1983 ), isolasi merupakan suatu cara untuk memisahkan
satu mikrobia dari mikrobia lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan spesies
tunggal dengan sifat - sifat yang diinginkan. Tentunya kegiatan / proses isolasi
dilakukan untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu. Tujuan isolasi, seperti yang
dikemukakan oleh Lay ( 1994 ), adalah untuk mendapatkan spesies tunggal dengan
sifat - sifat yang diinginkan. Sedangkan menurut Hadioetomo ( 1993 ), pengisolasian,
yang dilakukan untuk mendapatkan biakan murni ( seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya ) ini sangat diperlukan, karena semua metode mikrobiologis yang
digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme, termasuk
penelaahan ciri - ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis, memerlukan
suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja.
Dalam percobaan kali ini, semua dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Jarum ose yang akan digunakan harus dipijarkan dahulu diatas api
hingga berwarna merah. Dan pada saat pengambilan mikrobia dari medium padat,
jarum ose tidak boleh menggores permukaan medium terlalu keras. Hal ini sangat
penting agar medium tidak ikut terambil dan tidak mengalami kesulitan saat
menghitung jumlah mikroorganismenya. Menurut Lay ( 1994 ), teknik penggoresan
pada agar atau medium padat dilakukan dengan satu kali gerakan yang makin lama
goresannya makin tipis sehingga didapatkan hasil goresan garis yang berliku – liku
dan semua permukaan rata ditumbuhi oleh mikroorganisme. Menurut Volk & Wheeler
( 1993 ), pada bagian awal tempat dimulainya goresan, populasi mikrobia biasanya
terlalu pekat sehingga koloni akan berkumpul menjadi satu. Dengan semakin
banyaknya goresan, maka akan semakin sedikit sel yang terbawa oleh loop, sehingga
setelah diinkubasi maka akan didapatkan koloni secara terpisah yang mungkin berasal
dari satu sel atau beberapa sel. Sedangkan goresan yang dilakukan secara berulang –
ulang terhadap satu koloni yang tumbuh terpisah akan menghasilkan koloni yang
berasal dari satu sel.
Isolasi dilakukan dengan tujuan membentuk suatu biakan murni akhir yang sesuai
dengan keinginan. Tentunya kegiatan isolasi harus dilakukan dengan benar, agar hasil
yang dicapai sesuai dengan keinginan kita. Sedangkan dalam isolasi pada
mikroorganisme yang berbeda sifat genetiknya, menurut Vancleave ( 1991 ) akan
membentuk koloni dengan karakter yang berbeda - beda pula, meliputi ukuran,
bentuk, warna, tekstur, bentuk koloni, permukaan, dan elevasi. Hal ini sangat terlihat
jelas dalam percobaan, dimana dalam mikroorganisme yang berbeda – beda, akan
dihasilkan bentuk koloni yang akhir yang juga berbeda. Seperti dalam contoh
percobaan, yaitu timbulnya macam – macam bentuk koloni seperti bludru, kapas dan
lilin di setiap jamur roti yang beraneka macam warna ( hijau, putih dan merah ).
Dalam percobaan isolasi dan identifikasi, kelompok 1 sampai 4 menggunakan bahan
roti dengan media PDA. Sedangkan kelompok 5 sampai 8 menggunakan bahan susu
dengan biakan NA. Seperti yang dikatakan Volk & Wheeler ( 1993 ), karena air susu
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri, maka dapat diketahui susu
( bahan pangan cai ) mudah dikontaminasi oleh bakteri. Sedangkan untuk bahan
pangan yang berwujud padat , mudah dikontaminasi oleh jamur. Jamur Rhizopus
stolonifer lah yang paling sering dijumpai tumbuh pada roti dengan miselium
berbentuk kapas dan berwarna putih ( Fardiaz, 1992 ). Selain Rhizopus stolonifer,
khamir dengan spesies Endomycopsis fibuligera dan Trichosporon variable juga dapat
menyebabkan bintik-bintik putih seperti kapur pada roti. Namun kasus seperti ini
adalah kasus yang tidak umum terjadi. ( Frazier & Westhoff, 1988 ). Jamur yang
timbul pada roti yag telah busuk terkadang tidak hanya 1 macam, tetapi bisa
bermacam – macam.
Kelompok 1 mendapatkan jamur yang setelah diamati, memiliki ciri – ciri berwarna
putih, bentuk dari atas filamen, bentuk dari pinggir siliat, dan bentuk koloni filifoem.
Warna putih dari jamur menunjukkan jamur yang dilihat adalah termasuk pada
Rhizopus. Di kelompok 2, jamur yang timbul berwarna cokelat kekuningan, bentuk
dari atas menyebur tidak teratur, bentuk dari pinggir tidak teratur, dan bentuk
koloninya filifoem. Jika dilihat dari warna yang ditimbulkan, maka jamur ini termasuk
dalam jenis Aspergillus. Aspergillus termasuk jenis spora konidiospora yang memiliki
ciri konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam ( Fardiaz,
1992 ). Pengamatan pada kelompok 3, menggunakan jamur berwarna hijau busuk,
bentuk dari atas bulat, bentuk dari pinggir rambut, dan bentuk koloni efus. Dari warna
yang dihasilkan, praktikan berpendapat ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi. Jamur
yang terlihat merupakan Aspergillus parasiticus atau Penicillium expansum atau
Penicillium stoloniferum. Jika roti ditumbuhi oleh Penicillium expansum atau
Penicillium stoloniferum, maka pada roti akan tampak warna hijau yang berasal dari
spora Penicillium tersebut ( Frazier & Westhoff, 1988 ) atau Aspergillus parasiticus
yang warna koloninya adalah hijau gelap atau hijau tua ( Samson et al. ,
1995 ).Kelompok 4, jamur yang digunakan berwarna merah, bentuk dari atas bulat
dengan tepi berserabut, bentuk dari pinggir benang, dan mempunyai bentuk koloni
beaded. Hasil jamur yang berwarna merah, tidak cocok dengan teori yang
dikemukakan oleh sebagian orang ini mungkin disebabkan oleh adanya kontaminasi.
Selain itu, pigmen awal roti yang sudah berwarna merah mungkin dapat juga menjadi
penyebab munculnya warna merah dalam jamur roti tersebut.
Kontaminasi juga bisa berlangsung karena pada saat proses pemindahan bakteri ke
dalam media yang tidak berlangsung secara aseptis. Seperti yang dikatakan oleh
Hadioetomo ( 1993 ), pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan
secara aseptis. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh
mikroorganisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat
nantinya, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam
oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat
masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar. Jadi,
perlakuan pemindahan kultur ke dalam media harus sebisa mungkin dilakukan secara
aseptis, misalnya dengan cara menyemprotkan alkohol terlebih dahulu ke telapak
tangan dan ke atas permukaan meja, terutama sebelum melakukan pemindahan kultur.
Penyemprotan telapak tangan dengan menggunakan alkohol merupakan aplikasi dari
mensterilkan terlebih daulu permukaan tangan, sehingga pencemaran yang mungkin
dapat terjadi melalui perantaraan telapak tangan dapat diminimalisasikan. Cara kedua
yang perlu diperhatikan dan perlu diingat adalah bahwa proses pemindahan kultur
selalu dilakukan di dekat api bunsen.
Selain kedua penyebab di atas, kontaminasi bisa juga disebabkan oleh perlakuan
setelah pemanenan yang salah. Perlakuan yang salah itu, menurut Lay ( 1994 ) adalah
penutupan tabung reaksi dengan kapas yang kurang baik. Ditambahkan lagi bahwa
tabung reaksi disumbat dengan kapas dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi oleh mikroorganisme dalam atmosfer. Peletakkan kapas yang benar dan
yang disarankan ialah sepertiga bagian tutup kapas berada di luar mulut tabung
sedangkan dua pertiga bagian berada di dalam mulut tabung. Tutup kapas yang baik
dapat keluar dengan mudah namun tidak terlepas dari gulungan.
Jadi, untuk mencegah kontaminasi pada suatu usaha pembentukan biakan murni,
berbagai cara – cara berikut mutlak harus dilakukan. Cara yang pertama adalah
perlakuan percobaan yang mutlak menggunakan cara aseptis. Dengan alat dan bahan
yang steril namun percobaan berlangsung kurang aseptis maka kemungkinan bakteri
menyerang ( sebagai kontaminan ) masih ada. Cara yang kedua adalah mensterilkan
semua alat dan bahan yang akan digunakan, mulai dari tabung reaksi, jarum ose,
media dan alat – alat maupun bahan – bahan yang ingin digunakan. Cara yang terakhir
yang juga harus dilakukan adalah mempertahankan keadaan steril yang ada pada
semua alat – alat ( khususnya alat – alat yang masih digunakan ). Dengan melakukan
semua cara ini dengan baik, maka dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya
kontaminasi.
Pada praktikum ini susu yang diamati oleh kelompok 5, 6, 7, dan 8 memiliki ciri – ciri
bakteri susu yang sama, yaitu berwarna putih gading, bentuk dari atas huruf L , bentuk
dari pinggir halus, serta bentuk koloni filifoem. Menurut Bibiana ( 1994 ), bakteri
memiliki ciri kultur yaitu membentuk film atau lapisan pada medium, menghasilkan
lendir, menghasilkan bau tidak sedap, serta tidak berwarna. Dan menurut hasil
pengamatan dapat disimpulkan juga bahwa bakteri yang tumbuh termasuk dalam
golongan Lactobacillus. Hal ini sesuai dengan teori dari Dwidjoseputro ( 1994 ), yang
mengatakan bahwa warna koloni bakteri Lactobacillus adalah putih. Mikroorganisme
pada umumnya tidak bersifat kromogenetik namun menampilkan warna putih. Hal
tersebut juga diperkuat dengan pendapat dari Volk & Wheeler ( 1993 ) yang
menyatakan bakteri yang paling banyak menyusun flora normal air susu tergolong
dalam suku Lactobacillaceae seperti L.casei, L.brevis, L.acidophillus. Bakteri -
bakteri itu memfermentasi karbohidrat dalam air susu untuk membentuk asam
( terutama asam laktat ), jadi menurunkan pH air susu. Apabila pH menurun hingga
4,5 makan kasein dalam air susu menjadi mengumpal dan terjadi endapan gumpalan.
Juga karena terbentuknya asam ini air susu terasa asam. Air susu mengandung protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dan mempunyai pH sekitar 6,8 tidaklah
mengherankan bahwa di samping merupakan makanan yang sangat baik bagi manusia
juga merupakan medium pertumbuhan yang sangat baik bagi mikroorganisme. Selain
itu, bakteri asam laktat juga sering menyebabkan kebusukan asam pada beberapa
makanan seperti susu. Yang termasuk bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus,
Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus ( Fardiaz, 1992 ).
Dalam proses pengkulturan, pemindahan kultur merupakan langkah yang paling dasar.
Salah satu hal dasar adalah dipakai media untuk menumbuhkan mikroorganisme
tersebut, umumnya yang digunakan adalah media NA dan NB atau PDA
( Hadioetomo, 1993 ). Akan tetapi pada percobaan kali ini, kita menggunakan empat
macam media yaitu media NA yang berupa media agar miring, media PDA berupa
agar miring, MEA berupa agar cawan serta media PGY berupa media tegak yang
berwujud cair. Dalam percobaan ini, pemindahan kultur dilakukan dengan
menggunkan jarum ose. Hal ini sesuai dengan teori dari Hadioetomo ( 1993 ), yang
mengatakan bahwa ada tiga cara dalam melakukan pemindahan kultur baik di dalam
tabung reaksi maupun dalam petidrish, dan digunakan peralatan yang berbeda – beda
untuk masing – masing teknik pemindahan kultur tersebut. Ada yang menggunakan
jarum ose, ada yang menggunakan jarum, dan ada pula yang menggunakan pipet.
Menurut Trihendrokesowo ( 1989 ), medium yang telah dibuat pasti digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme atau dengan istilah lain adalah untuk mengkulturkan.
Mengkulturkan di sini artinya memindahkan kultur lalu diamati morfologinya.
Tujuan mengkulturkan mikroorganisme adalah untuk megontrolnya agar tidak tumbuh
dalam bahan - bahan makanan dan untuk dapat digunakan dalam berbagai tujuan
dalam berbagai bidang. Pemindahan kultur adalah langkah pertama dan mendasar
dalam proses pengkulturan ( Hadioetomo, 1993 ). Tujuan mengkulturkan adalah untuk
mempelajari suatu kultur mikrobia tertentu. Dalam studi mikrobia, maka diperlukan
tiga langkah yang meliputi enumerasi, isolasi dan identifikasi dan langkah terakhir
disini merupakan cara untuk mengetahui ciri pertumbuhan yang bisa juga dijumpai
dalam makanan sehari-hari. Sebelum digunakan untuk studi yang meliputi beberapa
tahap tersebut, namun pertama-tama harus melakukan pemindahan kultur mikrobia ke
dalam medium yang telah dibuat sebelumnya ( Trihendrokesowo, 1989 ).
Pemindahan yang dilakukan kali ini juga harus aseptis, agar kultur yang tumbuh tidak
terkontaminasi mikroorganisme yang lain. Sesuai pernyataan dari Hadioetomo
( 1993 ) yang mengatakan bahwa pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus
dilakukan secara aseptis. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya
kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan
dibuat, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam
oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat
masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar.
Lay ( 1994 ) mengatakan, pada saat mengambil mikroba dari media padat yang telah
ditumbuhi mikroorganisme, ose tidak boleh menggores permukaan media terlalu
keras. Hal ini penting untuk diperhatikan supaya media tidak ikut terambil dan tidak
mengalami kesulitan pada saat menghitung jumlah mikrobanya. Teknik penggoresan
pada agar atau media padat dilakukan dengan satu kali gerakan yang makin lama
goresannya makin tipis sehingga didapat hasil goresan garis yang berlikuk - likuk
( seperti ular ) dan semua permukaannya dapat ditumbuhi mikroorganisme. Hal itulah
yang menjadi landasan bagaimana cara mengambil kultur. Sehingga dapat dengan
mudah terlihat karena pertumbuhannya teratur dan koloni yang terbentuk dapat dilihat
dengan baik. Pada praktikum ini setiap 2 kelompok menggunakan jenis
mikroorganisme yang sama dan media yang sama. Kelompok 1 dan 2 menggunakan
media NA dengan jenis mikroorganisme B.subtilis . Kelompok 3 dan 4 menggunakan
media PDA dengan jenis mikroorganisme A.niger. Kelompok 5 dan 6 menggunakan
media MEA dnegan mikroorganisme P.digitatum dan kelompok 7 dan 8
menggunakan media PGY dengan mikroorganisme S.cereviseae.
Pada kelompok 1 dan 2 , hasil yang diperoleh sama. Warnanya putih, bentuk dari atas
kompleks, bentuk dari pinggir halus, dan bentuk penonjolannya datar. Dari Fardiaz
( 1992 ) dapat diketahui bahwa Bacillus termasuk bakteri pembentuk spora. B. subtilis
memproduksi spora berbentuk silinder yang tidak membengkak, dan memproduksi
spora yang langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 m. Bakteri sukar untuk dilihat
dengan mikroskop cahaya biasa karena bakteri itu tampak tidak bewarna, walaupun
biakannya secara keseluruhan mungkin bewarna ( Volk & Wheeler, 1993 ). Dari hasil
percobaan praktikan warna yang dilihat adalah warna putih. Hal tersebut sesuai
dengan teori dari Dwijoseputro ( 1994 ) yang mengatakan, kenampakan koloni bakteri
B.subtilis dengan warna putih ini merupakan kenampakan yang khas yang ditunjukkan
oleh bakteri tersebut. Warna koloni ini dipengaruhi oleh pH, suhu, temperatur, dan
oksigen yang bebas. Penampakan poenonjuolan yang datar juga sesuai dengan
pendapat dari Fardiaz ( 1992 ) yang mengatakan tidak terjadi pembengakan. Akan
tetapi pada bentuknya kemungkinan ada kesalahan yang terjadi secara paralax atau
kesalahan praktikan dalam melihat dan mengasumsikan bentuk dari bakteri tersebut.
Penyebabab yang lain mungkin karena saat pemindahan kultur terjadi kontaminasi
sehingga bentuknya yang dilihat tidak sesuai dengan tinjauan pustaka.
Kelompok 3 dan 4 menggunakan media PDA dengan kultur A.niger. Hasil yang
didapatkan kelompok 3 dan 4 juga sama. Yaitu terbentuk warna hitam, bentuk dari
atas bulat, bentuk dari pinggir siliat, dan bentuk penonjolan berbukit. Aspergillus
termasuk jenis spora konidiospora yang memiliki ciri - ciri : hifa septat dan miselium
bercabang, biasanya tidak berwarna, koloni kompak, konidiofora septat atau non-
septat, muncul dari “foot cell”, konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat
atau hitam, dan beberapa species tumbuh baik pada suhu 37C atau lebih ( Fardiaz,
1992 ). Pada morfologi Aspergillus sp. yang merupakan golongan Pycetomycetes,
terbentuk sel hifa, sel kaki bercabang yang membentuk hifa tegak lurus, serta
ujungnya berupa gelembung. Dari gelembung tersebut keluar sterigma, dan pada
sterigma tersebut tumbuh konidium - konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk
untaian mutiara berwarna kuning kehijauan. Aspergillus sp merupakan jamur yang
bersepta dan sel kakinya berwarna hijau, serta memiliki konidia berwarna hitam
( Hadioetomo, 1993 ). Warna yang dapat terlihat pada pengamatan kelompok 3 dan 4
sama dengan teori dari Bibiana ( 1994 ) yang menyatakan bahwa Aspergillus niger
akan menunjukkan warna hitam. Juga pada bentuk yang dapat dilihat dari samping
seperti siliat yang kemungkinan merupakan hifa yang tegak lurus. Serta penampakan
dari samping yang menyerupai bukit merupakan gelembung dari ujung hifa. Dengan
penampakan yang dapat dilihat, maka bisa disimpulkan bahwa mikroorganisme yang
terlihat merupakan A.niger.
Pada kelompok 5 dan 6 sama – sama menggunakan media MEA dengan jenis
mikroorganisme P. digitatum. Warna yang dihasilkan kedua kelompok sama yaitu
hijau dengan bercak putih. Demikian pula untuk bentuk dari atas, dari pinggir, dan
bentuk penonjolannya yaitu filamen, wool, dan konveks. Dilihat dari warnanya, maka
apa yang dilakukan praktikan cukup berhasil karena warna yang dilihat hijau dengan
bercak putih, yang mirip dengan teori dari Frazier ( 1988 ) yang menyatakan
Penicillium digitatum memiliki konidia berwarna kuning kehijauan dan banyak
terdapat pada tanaman jeruk. Warna hijau ini dapat menunjukkan spora yang tumbuh
pada Penicillium digitatum.
Pada kelompok yang terakhir yaitu kelompok 7 dan 8 media yang digunakan adalah
PGY dan jenis mikroorganisme S.cereviseae. Pada kelompok , warna yang dihasilkan
kuning keruh. Bentuk dari atas berupa serabut seperti kapas , ter7 bentuk cairan
kuning keruh , dan terbentuk endapan putih. Untuk kelompok 8 , warnanya kuning
keruh ( lebih keruh dari kelompok 7 ) dan
cairannya berwarna kuning keruh , terbentuk endapan putih , dan endapan yang
terbentuk itu dalam jumlah yang banyak. Saccharomyces merupakan yeast
ascoporogenous yang menghasilkan sel berbentuk ovoid, spherical, dan elongate.
Saccharomyces cerevisiae dapat mengakibatkan fermentasi terhadap glukosa
menghasilkan karbondioksida dan etanol. Sedangkan bentuk pelicle adalah sifat
khusus dari koloni koloni yang terdapat dalam media cair (Dwidjoseputro,
1994).Timbulnya warna putih dan hitam pada media tempat tumbuh mikrobia
disebabkan karena mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan membentuk koloni
dengan sifat yang berbeda. Sifat-sifat tersebut antara lain bentuk, ukuran, warna,
tekstur, permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak. Kekeruhan yang ditimbulkan
Saccharomyces cereviseae ini merupakan salah satu ciri khas dari khamir yang
mengalami pertumbuhan (Lay, 1994). Menurut Fardiaz (1992), kapang adalah fungi
multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada makanan mudah
dilihat karena penampakannya yang beserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-
mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna
tergantung dari jenis kapang. Hal ini sesuai dengan praktikum yang kita lakukan yaitu
terbentuk warna putih seperti kapas.
Dari percobaan dilakukan dapat diketahui bahwa pertumbuhan mikroba hanya
dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi lingkungannya sesuai. Kondisi fisik
contohnya suhu dan struktur bahan. Sedangkan kondisi kimiawi untuk pertumbuhan
ditentukan oleh komponen yang menyusun medium pertumbuhan seperti air, sumber
karbon, sumber energi, sumber nitrogen, mineral, faktor pertumbuhan, maupun
konsentrasi ion hidrogen ( pH ). Flora mikroba di lingkungan mana saja pada
umumnya terdapat dalam populasi campuran. Mikroba amat jarang ditemukan sebagai
spesies tunggal di alam ( Hadioetomo, 1993 ). Mikrobia yang berbeda sifat genetiknya
akan membentuk koloni dengan sifat yang berbeda. Sifat - sifat tersebut antara lain
bentuk, ukuran, warna, tekstur, permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak ( Lay,
1994 ). Prinsip dasar dari isolasi yaitu mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan
membentuk koloni dengan karakter yang berbeda - beda pula, meliputi ukuran,
bentuk, warna, tekstur, bentuk koloni, permukaan, dan elevasi ( Vancleave,
1991 ).Sifat biakan dari suatu mikrobia tergantung pada penampilan pada berbagai
mediaIsolasi berdasarkan pada teori bahwa mikrobia yang berbeda sifat genetiknya
akan membentuk koloni dengan sifat yang berbeda. Sifat - sifat tersebut antara lain
bentuk, ukuran, warna, tekstur, permukaan dan beberapa sifat lain yang tampak ( Lay,
1994 ).
6. KESIMPULAN
Mengisolasi artinya memisahkan suatu spesies mikroorganisme tertentu dari
organisme lain yang umum dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan
menjadi biakan murni
Isolasi bertujuan untuk memisahkan suatu mikroba dengan mikroba lainnya
dengan tujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat - sifat yang
diinginkan.
Isolasi ialah suatu cara untuk memisahkan satu mikrobia dari mikrobia
lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan spesies tunggal dengan sifat-sifat
yang diinginkan.
Tujuan mengkulturkan mikroorganisme adalah untuk megontrolnya agar tidak
tumbuh dalam bahan-bahan makanan dan untuk dapat digunakan dalam
berbagai tujuan dalam berbagai bidang.
Prinsip dasar dari isolasi yaitu mikrobia yang berbeda sifat genetiknya akan
membentuk koloni dengan karakter yang berbeda-beda pula, meliputi ukuran,
bentuk, warna, tekstur, bentuk koloni, permukaan, dan elevasi
Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis.
Suspensi diinokulasikan media agar miring untuk membentuk koloni
mikroorganisme yang banyak dan merata sehingga memudahkan pengamatan
identifikasi.
Media adalah tempat tumbuh dari suatu jenis mikroorganisme.
Dalam proses pemindahan kultur dan isolasi dalam menggoreskan kultur pada
media, harus aseptis agar tidak terkontaminasi mikroorganisme lain.
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk, ukuran, dan
susunan suatu sel.
Bakteri Bacillus subtilis mempunyai bentuk batang, berwarna putih dan
mempunyai spora yang tahan terhadap panas.
Rhizopus adalah jamur yang menghasilkan miselia non septa.
Warna hijau ini juga dapat disebabkan oleh adanya Aspergillus niger yang
memiliki kepala konidia yang berwarna kehijauan atau coklat keunguan
hingga hitam
Sel khamir yang termasuk jenis Saccharomyces sp mungkin berbentuk bulat,
oval, atau memanjang, dan mungkin membentuk pseudomiselium, dengan
permukaan yang halus
Saccharomyces merupakan yeast ascoporogenous yang menghasilkan sel
berbentuk ovoid, spherical, dan elongate
Streptococcus merupakan bakteri yang berbentuk bulat
Mikrobia dapat tumbuh secara baik apabila ditempatkan pada kondisi fisik
dan kondisi kimiawi yang sesuai.
Semarang , 18 Juni 2008
Praktikan, Asisten Dosen
Felicia A.W. F. Inananda
07.70.0110
7. DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. (1984). Microbiology: Fundamentals and Applications. MacMillan
Publishing Company. New York.
Bibiana,W.L. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Cappucino, J. G. & N. Sherman. (1983). Microbiology: A Laboratory Manual.
Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts.
Capucino, J.G. & N. Sherman. (1993). Microbiology: A Laboratorium Manual.
Addison Wesley Publishing Company Inc. USA.
De Man, J. M. (1989). Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar – dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Frazier, W. C. & D. C. Westhoff. (1988). Food Microbiology 4th edition. McGraw-
Hill Book Company. New York.
Frazier. (1988). Food Microbiology. McGraw-Hill Book.Singapore.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba Dalam Laboratorium. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Samson, R. A. ; E. S. Hoekstra ; J. C. Frisvad & O. Filtenborg. ( 1995 ). Introduction
To Food - Borne Fungi Fourth Edition. CBS Publisher. Netherlands.
Schlegel, H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Trihendrokesowo. (1989). Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta.
Vancleave, J. P. (1991). Gembira Bermain Dengan Biologi. Pemprint. Jakarta.
Volk, W. A. & M. F. Wheeler. ( 1993 ). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Winarno, F. G ; S. Fardiaz ; & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. (1994). Sterilisasi Produk Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia. Jakarta.
8. LAMPIRAN
8.1. Gambar
Aspergillus niger Bacillus subtilis Penicillium digitatum
S.cereviseae
8.2. Laporan Sementara