ISOLASI FENILPROPANOID

36
MAKALAH KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM METODE ISOLASI SENYAWA FENILPROPANOID Oleh : Kelompok II (Dua) 1. ARHAM (1213141003) 2. DINI PUSPITASARI (1213140011) 3. TRIANITA SARI (1213141001) 4. MERLIN TANDI (1213140010) 5. ROSNI KOTALA (1213140009) 6. RIA IRMAYANI (1213141004)

description

isolasi

Transcript of ISOLASI FENILPROPANOID

Page 1: ISOLASI FENILPROPANOID

MAKALAHKIMIA ORGANIK BAHAN ALAM

METODE ISOLASI SENYAWA FENILPROPANOID

Oleh :Kelompok II (Dua)

1. ARHAM (1213141003)2. DINI PUSPITASARI (1213140011)3. TRIANITA SARI (1213141001)4. MERLIN TANDI (1213140010)5. ROSNI KOTALA (1213140009)6. RIA IRMAYANI (1213141004)

PROGRAM STUDI KIMIAJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Page 2: ISOLASI FENILPROPANOID

2015

ii

Page 3: ISOLASI FENILPROPANOID

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq

dan hidayah-Nya lah penulisan makalah dengan judul “Metode Isolasi Senyawa

Fenil Propanoid” ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai pemenuhan

salah satu tugas mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam. Sholawat serta salam

semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan

para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan

yang terang benderang.

Penulis berharap makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun

isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini penulis akui

masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.

Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan

masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 8 April 2015

Penulis,

i

Page 4: ISOLASI FENILPROPANOID

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi....................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan........................................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2

C. Tujuan................................................................................................ 2

Bab II Pembahasan....................................................................................... 3

A. Pengertian dan Klasifikasi Fenilpropanoid....................................... 3

B. Isolasi Senyawa Bahan Alam............................................................ 7

C. Metode Isolasi Fenilpropanoid.......................................................... 15

Bab III Penutup............................................................................................ 18

Kesimpulan.................................................................................. 18

Daftar Pustaka.............................................................................................. 19

ii

Page 5: ISOLASI FENILPROPANOID

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman

tumbuhan terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

keadaan geografis Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata

tinggi sepanjang tahun. Setiap tumbuhan memiliki kandungan senyawa tertentu

yang disebut sebagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder pada suatu

tumbuhan dapat mempengaruhi bioaktivitas tumbuhan. Keberadaan senyawa

metabolit sekunder oleh beberapa ahli disebutkan sebagai pemikat (attractant),

penolak (reppelant), dan pelindung (protectant).

Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa organik yang merupakan

hasil proses metabolisme dalam organisme hidup. Senyawa dari jenis ini disebut

juga metabolit. Senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil yang

dihasilkan oleh suatu organisme tetapi tidak secara langsung dibutuhkan dalam

mempertahankan hidupnya, tidak seperti protein, asam nukleat, dan polisakarida

yang merupakan komponen dasar untuk proses kehidupan. Metabolit sekunder

merupakan kelompok metabolit yang sangat luas, dengan perbedaan yang tidak

terlalu terlihat, dan dikelompokkan dengan berbagai macam definisi.

Studi bahan alam dalam bidang kimia dapat beraspek luas antara lain suatu

penelitian terhadap struktur dan biosintesis, isolasi dan identifikasi senyawa-

senyawa berkhasiat atau berguna. Penggunaan ekstrak tumbuh- tumbuhan tertentu

sebagai ramu- ramuan obat- obatan secara trsdisional dari beberapa jenis tumbuh-

tumbuhan dikenal hampir diseluruh Indonesia, bahkan tumbuh- tumbuhan ini

telah dibudidayakan oleh sebagian masyarakat tertentu sebagai apotek hidup, dan

merupakan sumber bahan obat- obatan secara tradisional. Penggunaan obat-

obatan tradisional ini adalah merupakan warisan dari nenek moyang secara turun

menurun bagi masyarakat tertentu dan sampai saat ini masih digunakan sebagian

masyarakat.

1

Page 6: ISOLASI FENILPROPANOID

Tanaman obat merupakan bahan alam yang mampu menghasilkan

senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder mempunyai manfaat

yang berbeda-beda tergantung dari jenis senyawanya yaitu dapat sebagai

antikanker, antibakteri, antijamur maupun sebagai antioksidan (Megawati, 2014).

Senyawa antibakteri merupakan senyawa kimia yang mampu menghambat

pertumbuhan dan reproduksi bakteri (Yefrida, 2009).

Isolasi bahan alam berbeda dengan cara isolasi makromolekul biologi yang

umum karena lebih kecil dan secara kimia lebih beragam daripada protein, asam

nukleat, dan polisakarida yang relatif homogen. Sehingga teknik isolasi harus

benar-benar diperhatikan. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut

diantaranya yaitu steroid, fenilpropanoid, alkaloid, terpenoid, flavoinoid, saponin,

dan sebagainya.

Akhir-akhir ini senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada

berbagai jenis tumbuhan telah banyak dimanfaatkan sebagai zat warna, racun,

aroma makanan, obat-obatan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mengingat

betapa bermanfaatnya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tersebut bagi

umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka dirasa sangat

perlu untuk mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut. Di mana

pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai metode-metode yang

digunkan pada proses isolasi senyawa metabolit sekunder khususnya senyawa

fenilpropanoid.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

1. Apakah pengertian fenilpropanoid dan bagaimana klasifikasinya?

2. Bagaimana cara mengisolasi senyawa fenilpropanoid dari suatu bahan alam?

C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memberikan penjelasan

tentang cara mengisolasi senyawa golongan fenilpropanoid dari suatu bahan alam.

2

Page 7: ISOLASI FENILPROPANOID

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian dan Klasifikasi Fenilpropanoid

Fenilpropanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin

aromatik dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon. Golongan

fenilpropanoid yang paling tersebar luas adalah asam hidroksi sinamat, yaitu suatu

senyawa yang merupakan bangunan dasar lignin. Empat macam asam hidroksi

sinamat banyak terdapat dalam tumbuhan. Keempat senyawa tersebut yaitu asam

ferulat, sinapat, kafeat dan p-kumarat (Robby, 2011).

Fenilpropanoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia

senyawa fenol yaitu agak asam, dapat larut dalam basa, dan bersifat polar

sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air,

butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida (Mifta, 2010).

Senyawa fenilpropanoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenol

utama yang berasal dari jalur shikimat. Senyawa fenol ini mempunyai kerangka

dasar karbon yang terdiri dari cincin benzena (C6) yang terikat pada ujung rantai

karbon propana (C3) (Lenny, 2006).

Gambar 1. Kerangka Dasar Fenilpropanoid

Fenilpropanoid mewakili kelompok besar produk alamiah yang diturunkan

dari asam amino fenilalanin dan tirosin atau dalam beberapa kasus, di tengah jalur

biosintesisnya melalui biosintesis asam sikimat. Seperti yang terlihat dari

namanya, kebanyakan senyawa yang terkandung dalam strukturnya adalah cincin

fenil yang terletak dalam tiga sisi rantai karbon propana. Karena kebanyakan

3

Page 8: ISOLASI FENILPROPANOID

fenlipropanoid di alam merupakan fenolik dengan satu atau lebih kelompok

hidroksil dalam cincin aromatis, maka sering disebut sebagai tumbuhan fenolik.

Berikut adalah klasifikasi dari senyawa fenilpropanoid:

1. Kelompok Sinamat

Asam sinamat memiliki rumus kimia C6H5CHCHCOOH atau C9H8O2,

berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan mempunyai titik leleh 133°C

serta titik didih 300°C. Asam sinamat termasuk senyawa fenol yang dihasilkan

dari lintasan asam sikimat dan reaksi berikutnya. Bahan dasarnya adalah

fenilalanin dan tirosin sama seperti asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam

ferulat. Keempat senyawa tersebut penting bukan karena terdapat melimpah

dalam bentuk tak terikat (bebas), melainkan karena mereka diubah menjadi

beberapa turunan di samping protein. Turunannya termasuk fitoaleksin, kumarin,

lignin, dan berbagai flavonoid seperti antosianin. Diklasifikasi sebagai asam

karboksilat tak jenuh, ia terjadi secara alami pada sejumlah tanaman. Senyawa ini

secara bebas larut dalam pelarut-pelarut organik. Ia berada baik sebagai isomer cis

maupun trans, meskipun kemudian lebih umum.

Asam sinamat juga merupakan sejenis inhibitor-sendiri yang diproduksi

oleh spora jamur untuk mencegah germinasi. Berikut adalah beberapa struktur

senyawa turunan sinamat.

Gambar 2. Senyawa-Senyawa Turunan Sinamat

Asam sinamat mempunyai berat molekul 148,16 gr mol−1, dengan densitas

1,2475 gr/cm3. Asam sinamat mendidih pada suhu 300 °C, (572 °F), dengan titik

4

Page 9: ISOLASI FENILPROPANOID

leleh 133 °C, (271 °F). Dapat larut dalam sampai 500 mg/liter, dengan keasaman

(pKa) 4,44. Asam sinamat mempunyai titik nyala pada suhu >100 °C (212 °F).

Asam sinamat digunakan sebagai penyedap, indigo sintetik, dan produk farmasi

tertentu. Kegunaan utama ialah dalam pembuatan metil, etil dan benzil ester

untuki industri minyak wangi. Asam sinamat merupakan prekursor,  zat

pendahulu untuk pemanis aspartam melalui aminasi yang dikatalisis-enzim

menjadi fenilalanin.

2. Kelompok Kumarin

Kumarin merupakan senyawa metabolit sekunder berupa minyak atsiri

yang terbentuk terutama dari turunan glukosa non-atsiri saat penuaan atau

pelukaan. Skopoletin adalah kumarin beracun yang tersebar luas pada tumbuhan

dan sering dijumpai dalam kulit biji. Skopoletin merupakan salah satu senyawa

yang diduga menghambat perkecambahan biji tertentu, menyebabkan dormansi

sampai senyawa tersebut tercuci (misalnya, oleh hujan yang cukup lebat sehingga

kelembapannya cukup bagi pertumbuhan kecambah). Jadi peranannya adalah

sebagai penghambat alami perkecambahan biji.

Berikut adalah beberapa struktur senyawa turunan kumarin.

(a) (b)

(c)

Gambar 3. (a) Kumarin, (b) Umbeliferon, dan (c) Eskuletin

5

Page 10: ISOLASI FENILPROPANOID

3. Kelompok Alil Fenol dan Propenil Fenol

Senyawa alilfenol dan propenil fenol adalah jenis senyawa fenilpropanoid

yang berkaitan satu sama lainnya. Keduanya sama-sama berasal dari jalur

biosintesa shikimat. Senyawa-senyawa ini umumnya ditemukan bersama-sama

dalam minyak atsiri dari tumbuhan umbeliferae atau tumbuhan lain yang

digunakan sebagai rempah-rempah. Misalnya eugenol adalah komponen utama

dari minyak cengkeh dan miristin terdapat dalam minyak pala. Senyawa alilfenol

dan propenil fenol ini mempunyai gugus hidroksil atau gugus ester pada C4,

kadang-kadang diikuti oleh gugus metoksil atau metilendioksida yang lain.

Perbedaan kedua senyawa tersebut berada pada ikatan rangkap C-C yang

mengalami reaksi penataan ulang (rearrangement).

(a)

(b)

Gambar 4. (a) Senyawa Turunan Alilfenol, (b) Senyawa Turunan Propenil Fenol

6

Page 11: ISOLASI FENILPROPANOID

B. Isolasi Senyawa Bahan AlamIsolasi merupakan suatu cara untuk mengambil suatu senyawa aktif

tertentu yang terdapat di dalam tumbuhan. Untuk dapat melakukan isolasi harus

melalui berbagai tahapan yang cukup panjang hingga dapat diperoleh suatu

senyawa murni yang berkhasiat dalam tumbuhan tersebut. Teknik isolasi di

berbagai negara juga berbeda seperti di Indonesia dan jepang tapi prinsip yang

digunakan tetap sama (Patria, 2011).

Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan

dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan

senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga

dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga

secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut.

Secara umum, untuk melakukan isolasi harus melalui beberapa tahap,

yaitu:

1. Skrinning fitokimia

Skrinning fitokimia atau uji pendahuluan merupakan tahap pendahuluan

dalam penelitian isolasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar

metodenya merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna.

Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus

memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan

dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan

untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang

dipelajari, dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya

senyawa tertentu dalam dari golongan senyawa yang dipelajari (Noerono, 1994).

Senyawa fenilpropanoid termasuk dalam senyawa fenol. Oleh karena itu

digunakan uji senyawa fenol. Cara uji fenol yaitu serbuk sampel kering dengan

berat tertentu dipanaskan dengan metanol atau etanol. Selanjutnya disaring untuk

mengambil filtratnya. Filtrat selanjutnya ditambahkan dengan aquadest dan

larutan FeCl3, selanjutnya dilihat perubahan warna filtrat yang terjadi. Sampel

dinyatakan positif mengandung senyawa fenol (fenilpropanoid) jika warna filtrat

berubah menjadi hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat (Harborne, 1987).

7

Page 12: ISOLASI FENILPROPANOID

Ion Fe3+ bereaksi dengan beberapa senyawa organik golongan fenol

membentuk senyawa kompleks dengan warna yang kuat. Warna dari senyawa

kompleks yang terbentuk bervariasi.

Persamaan reaksi antara fenol dengan Fe3+ :

Fenol Kompleks Fenol

Senyawa fenol yang awalnya bening ketika ditetesi FeCl3 akan berubah menjadi

warna tertentu sesuai dengan jenis senyawa fenolnya. Hal ini menunjukkan bahwa telah

terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol merupakan senyawa yang

mengandung gugus hidroksil yang terikat pada karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi

dengan besi (III) klorida menghasilkan larutan berwarna.

Menurut Jones (2006), jika reaksi antara suatu senyawa organik dengan

pereaksi FeCl3 menyebabkan larutan berubah warna menjadi biru tua, biru

kehitaman, atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa

polifenol dan tanin.

2. Preparasi sampel/simplisia

Simplisia adalah bahan baku dalam proses pembuatan ekstrak, baik

sebagai obat maupun suatu produk lain. Simplisia dibedakan menjadi simplisia

nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.

Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi

sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya

dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa

kimia murni (DepKes RI, 2000).

Simplisia merupakan sampel yang digunakan dalam identifikasi suatu

senyawa. Bahan baku/sampel biasanya berupa daun yang dijadikan serbuk, atau

dapat berupa ekstrak kental yang selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap

8

Page 13: ISOLASI FENILPROPANOID

senyawa yang dikandungnya. Dilakukan pemisahan kotoran–kotoran atau bahan–

bahan asing lainya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari

akar suatu tanaman obat, bahan–bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang,

daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang. Hal ini disebut

sebagai sortasi basah. Pencucian simplisia selanjutnya dilakukan untuk

menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia.

Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur

atau air PAM.

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk memperbesar permukaan bahan

sehingga mempermudah proses pengeringan dan ekstraksi. Perajangan dapat

dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh

irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Selanjutnya dilakukan

proses pengeringan dengan cara diangin-anginkan. Pengeringan dengan cara

diangin-anginkan mempunyai suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan

di bawah sinar matahari sehingga dapat mencegah menguapnya senyawa yang

bersifat tidak stabil terhadap panas. Sortasi setelah pengeringan sebenarnya

merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan

benda–benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkandan pengotor–

pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

Tahap terakhir yaitu penumbukkan atau penghalusan bahan sehingga

dinding sel yang terdapat pada bahan menjadi rusak dan senyawa yang ada di

dalam tumbuhan akan dapat mudah ditarik oleh pelarut yang digunakan dalam

proses ekstraksi.

3. Ekstraksi

Ekstraksi merupaka proses penarikan atau pemisahan suatu komponen

bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dengan pelarut dilakukan

dengan mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan dengan pelarut selama

waktu tertentu yang diikuti dengan pemisahan filtrate terhadap residu bahan yang

diekstrak. Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila

9

Page 14: ISOLASI FENILPROPANOID

terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan

senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam

pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat telarut

dengan pelarut. Senyawa polar akan larut pada pelarut polar juga, begitu juga

sebaliknya (Ansel, 1989).

Selama proses ekstraksi terdapat gaya yang bekerja akibat adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar

sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan menyebabkan

protoplasma membengkak dan bahan yang terkandung di dalam sel akan terlarut

sesuai dengan kelarutannya (Voight 1994).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara dingin ataupun panas bergantung

pada sifat senyawa dari tanaman tersebut. Apabila senyawa yang akan diisolasi

adalah termostabil ekstraksi dengan cara dingin ataupun panas tidak akan

bermasalah. Namun apabila senyawa yang akan diisolasi adalah senyawa

termolabil maka cara panas tidak boleh dilakukan karena dapat merusak senyawa

tersebut. Jadi ekstrasi yang dilakukan harus mengikuti berbagai pertimbangan dari

sifat senyawa yang akan diisolasi. Metode ekstraksi panas berupa soxhletasi

sedangkan metode ekstraksi dingin berupa maserasi.

Ekstraksi menggunakan Soxhlet dengan pelarut cair merupakan salah satu

metode yang paling baik digunakan dalam memisahkan senyawa bioaktif dari

alam. Cara ini memiliki beberapa kelebihan dibanding yang lain antara lain

sampel kontak dengan pelarut yang murni secara berulang, kemampuan

mengekstraksi sampel lebih tanpa tergantung jumlah pelarut yang banyak. Metode

sokletasi merupakan suatu metode dengan pemanasan, pelarut yang digunakan

akan mengalami sirkulasi (Ichwan, 2014).

Maserasi merupakan metode ekstraksi konvensional yang dilakukan

dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-

10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang

dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil

ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-

senyawa tertentu karena tidak terjadi pemanasan namun demikian proses maserasi

10

Page 15: ISOLASI FENILPROPANOID

membutuhkan waktu yang relatif lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian

kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan

waktu yang lama (Hargono, 1986). Keadaan diam selama maserasi menyebabkan

turunnya perpindahan bahan aktif. Walaupun demikian, maserasi merupakan

proses ekstraksi yang masih umum digunakan karena cara pengerjaan dan

peralatannya sederhana dan mudah (Noerono, 1994).

Ekstraksi partisi adalah pemisahan senyawa yang terkandung dalam suatu

tanaman berdasarkan tingkat kepolaran dari pelarut yang digunakan. Contohnya

n-heksan (non polar), etil asetat (semi polar), air (polar) sehingga senyawa dapat

terpisah berdasarkan kepolarannya. Ekstraksi partisi merupakan metode

pemisahan dengan menggunakan dua cairan pelarut yang tidak saling bercampur,

sehingga senyawa tertentu terpisahkan menurut kesesuaian sifat dengan cairan

pelarut (prinsip solve dissolve like). Proses partisi ini dilakukan dengan

menggunakan corong pisah untuk memisahkan senyawa-senyawa yang

terkandung. Dimulai dari senyawa non polar terlebih dahulu, dimasukkan n-

heksan ke dalam corong pisah yang berisi ekstrak, dilakukan pengocokan lalu

fraksi n-heksan (bagian atas) ditampung. Hal ini dilakukan terus hingga ekstrak n-

heksan tidak berwarna/ jernih. Setelah jernih dilakukan pergantian pelarut dari n-

heksan ke etil asetat dan dilakukan hal yang sama seperti n-heksan. Ketika ekstrak

etil asetat selesai maka akan didapatkan 3 ekstrak yaitu fraksi n-heksan, etil asetat

dan air. Untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu kromatografi dilakukan uji

dahulu terhadap ekstrak yang didapatkan apakah ada aktivitas terhadap suatu

penyakit yang diperkirakan. Lalu dilakukan kromatografi terhadap ekstrak yang

memiliki aktifitas terhadap penyakit tersebut (Farmasea, 2015).

4. Pemisahan Senyawa

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-

komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa

gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara

selektif. Bila fasa gerak berupa gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya

kalau fasa gerak berupa zat cair, disebut kromatografi cair (Hendayana, 1994).

11

Page 16: ISOLASI FENILPROPANOID

Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi

yaitu dengan memisahkan ekstrak kasar menjadi fraksi-fraksinya yang lebih

sederhana. Pemisahan tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan

aliran fasa geraknya dibantu dengan pompa vakum. Fasa diam yang digunakan

dapat berupa silika gel atau alumunium oksida.

Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada

tekanan lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar

misalnya gas nitrogen. Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan

menggunakan kromatografi kolom vakum cair, oleh karena itu syarat utama

adalah mengetahui gambaran pemisahan cuplikan pada kromatografi lapis tipis

(Harris, 1982).

Adapun KCV ini merupakan pemisahan fraksi berdasarkan pelarutnya.

Agar fraksi tertentu turun, maka harus ditingkatkan kepolarannya dari non polar,

sedikit polar, semi polar, agak polar sampai 100% polar, hal ini dikarenakan

didalam sampel itu terdapat senyawa yang berbeda kepolarannya. Untuk

meningkatkan kepolaran pelarut dilakukan perbandingan campuran pelarut, pada

mulanya pelarut non polar dicampur dengan pelarut semi polar dengan

perbandingan tertentu, dan sampai nanti pelarut semipolar dicampur dengan

pelarut polar dengan perbandingan tertentu. Sampel atau fraksi yang turun itu

sesuai dengan kepolaran pelarut yang digunakan. Bila pelarut yang digunakan

adalah n-heksana (non polar) maka fraksi yang akan turun adalah senyawa non

polar, sedangkan senyawa polar tidak turun karena tidak larut dengan pelarut n-

heksana (Andy, 2014).

Gambar 5. KKCV

12

Page 17: ISOLASI FENILPROPANOID

Keuntungan dari kromatografi kolom vakum cair yaitu proses terjadi

secara cepat karena adanya bantuan vakum dan proses elusi terjadi secara

sempuna. Tetapi juga memiliki kerugian yaitu proses pemisahan senyawa tidak

sempurna karena prosesnya yang cepat dan prosesnya membutuhkan biaya yang

mahal.

Sebelum difraksinasi, ekstrak kental dianalisis dengan kromatografi lapis

tipis (KLT) dengan berbagai eluen dan berbagai perbandingan untuk mengetahui

jenis pelarut yang sesuai pada kromatografi kolom cair vakum. Ekstrak kental

yang terdiri dari beberapa komponen tersebut difraksinasi dengan metode

kromatografi kolom cair vakum. Hasil fraksinasi di KLT dengan eluen yang sama,

kemudian yang sama nilai Rfnya digabungkan.

Fraksi gabungan dianalisis kembali dengan kromatografi lapis tipis dan

diuapkan dengan maksud menentukan fraksi yang akan dimurnikan lebih lanjut

melalui metode kromatografi kolom flash.

Gambar 6. Kolom Flash

Kromatografi kolom flash merupakan kromatografi yang teratur dengan tekanan

rendah (pada umumnya < 20 psi) yang digunakan sebagai kekuatan bagi proses

elusi bahan pelarut melalui suatu ruangan atau kolom dengan proses yang lebih

cepat. Karena kolomnya lebih ramping dibandingkan kolom KCV sehingga

jumlah fase diam dan fase geraknya juga lebih sedikit.

5. Pemurnian

13

Page 18: ISOLASI FENILPROPANOID

Pemurnian senyawa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan

rekristalisasi, uji tiga eluen yang berbeda kepolarannya, serta uji titik leleh

senyawa tersebut. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada prinsip rekristalisasi

yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut pada suhu kamar tetapi dapat

larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi meliputi tahap awal yaitu

melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut atau

campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan

sehingga diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan

larutan yang akan dapat menyebabkan terbentuknya kristal, lalu dipisahkan

melalui penyaringan (Agusti, 2011).

Fraksi gabungan yang diperoleh kemudian di KLT sistem tiga eluen dengan

menggunakan larutan pengembang atau eluen yang sesuai. Jika hasil KLT

memperlihatkan noda tunggal, maka senyawa tersebut telah murni.

6. Identifikasi

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis golongan senyawa yang

telah diisolasi seperti fenilpropanoid, steroid, terpenoid, flavonoid, dan lain

sebagainya.

Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi

dengan pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru, hijau atau hitam yang kuat

menunjukkan bahwa isolat padat tersebut positif senyawa fenolik

(fenilpropanoid).

Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi

dengan pereaksi wagner. Terbentuknya endapan cokelat menunjukkan bahwa

ekstrak tersebut mengandung alkaloid. Beberapa gram isolat juga diteteskan pada

plat tetes lain lalu ditetesi dengan pereaksi Dragendroff. Terbentuknya warna

merah bata menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung alkaloid.

Beberapa gram isolat padat ditempatkan pada plat tetes lalu ditetesi

dengan pereaksi Liebermann Buchard. Terbentuknya warna merah hingga ungu

menunjukkan bahwa ekstrak tersebut positif terpenoid, jika terbentuk warna biru

hingga hijau maka isolat padat tersebut positif steroid.

14

Page 19: ISOLASI FENILPROPANOID

C. Metode Isolasi Fenilpropanoid

1. Persiapan Bahan dan Ekstraksi

Sampel bahan terlebih dahulu kemudian dikeringkan bukan dibawah sinar

matahari namun dengan cara diangin-anginkan. Pengeringan dengan cara diangin-

anginkan mempunyai suhu yang lebih rendah dibandingkan pengeringan di bawah

sinar matahari. Luximon-Ramma (2002), menyatakan bahwa perbedaan

kandungan fenol antara ekstrak yang berasal dari sampel segar dan kering

disebabkan akibat proses pengeringan. Senyawa fenol memiliki sifat mudah

teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas, sehingga dengan adanya proses

pengeringan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan senyawa fenol.

Suhu optimum pengeringan untuk mendapat kadar total fenol maksimum

adalah 600C. Pengeringan lebih tinggi dari 600C setelah 4 menit maka fenol akan

rusak dan kadarnya cenderung menurun (Sari, 2012). Peningkatan konsentrasi

flavonoid seiring dengan penurunan suhu dan intensitas radiasi (Schmidt, 2009).

Hal inilah yang menyebabkan kandungan total fenol pada pengeringan dibawah

sinar matahari paling sedikit dibandingkan dengan pengeringan mengunakan oven

dan kering angin. Chu (1997) menyatakan bahwa kadar total fenol meningkat

dengan menurunnya suhu pengeringan karena fenol tersebut tidak mengalami

penguapan yang disebabkan oleh pemanasan.

Bahan yang telah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender.

Serbuk sampel kemudian dimaserasi dengan metanol. Maserasi merupakan salah

satu jenis ekstraksi padat-cair. Penggunaan metode maserasi dikarenakan senyawa

fenilpropanoid yang merupakan senyawa fenol sehingga jika menggunakan

metode soxhletasi senyawa fenol tersebut akan teroksidasi dan dapat menurunkan

kandungan senyawa fenol yang akan diisolasi. Adapun penggunaan metanol

sebagai pelarut dikarenakan senyawa fenol bersifat polar sehingga digunakan

pelarut yang bersifat polar pula.

Ekstrak yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator sampai kira-

kira tinggal seperempat dari volume awal (ekstrak kental). Selanjutnya dilakukan

uji pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol yang diperoleh dengan berbagai

15

Page 20: ISOLASI FENILPROPANOID

pereaksi diantaranya pereaksi Liebermann-Burchard (terpenoid dan steroid), FeCl3

1% (uji fenol), Dragendroff (alkaloid), dan Wagner (alkaloid).

Ekstrak kental yang diperoleh dipartisi (ekstraksi cair-cair) dengan satu atau

lebih jenis pelarut menggunakan corong pisah, selanjutnya ekstrak-ekstrak hasil

partisi dipisahkan dari residunya dengan menggunakan evaporator. Selanjutnya

dilakukan uji pendahuluan terhadap ekstrak n-heksan yang diperoleh dengan

berbagai pereaksi diantaranya pereaksi Liebermann-Burchard, FeCl3 1%,

Dragendroff, dan Wagner.

2. Fraksinasi

Sebelum difraksinasi, beberapa jenis ekstrak kental yang dihasilkan dari

ekstraksi partisi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan

berbagai macam eluen pada berbagai perbandingan untuk mengetahui jenis

pelarut dan perbandingan yang sesuai pada kromatografi kolom cair vakum.

Ekstrak kental yang terdiri dari beberapa komponen tersebut selanjutnya

difraksinasi dengan metode kromatografi kolom cair vakum menggunakan silika

gel sebagai fasa diam, sedangkan eluennya menggunakan eluen dari hasil KLT.

Hasil fraksinasi kromatografi kolom cair vakum selanjutnya dianalisis dengan

KLT dan fraksi-fraksi yang mempunyai nilai Rf yang sama digabung. Fraksi

gabungan dianalisis kembali dengan kromatografi lapis tipis dan diuapkan dengan

maksud menentukan fraksi yang akan dimurnikan lebih lanjut melalui metode

kromatografi kolom flash.

Fraksi gabungan terpilih yang telah diuapkan dianalisis kembali

menggunakan kromatografi lapis tipis untuk mendapatkan eluen yang sesuai

untuk kromatografi kolom flash. Tujuan dari kromatografi kolom flash adalah

untuk memisahkan senyawa yang diperoleh yang berasal dari fraksinasi

kromatografi kolom cair vakum sehingga lebih murni. Fraksi-fraksi yang

diperoleh dianalisis menggunakan KLT dengan silika gel G 60 F254 sebagai fase

diamnya dan eluen yang sesuai sebagai fase geraknya. Fraksi-fraksi yang

mempunyai nilai Rf yang sama digabung kemudian diuapkan hingga diperoleh

padatan.

16

Page 21: ISOLASI FENILPROPANOID

3. Pemurnian

Isolat padat yang diperoleh direkristalisasi secara berulang. Kemurnian

senyawa yang diperoleh ditentukan dengan melakukan KLT sistem tiga eluen

dengan menggunakan larutan pengembang atau eluen yang sesuai, Jika hasil KLT

memperlihatkan noda tunggal, maka senyawa tersebut telah murni. Tahap

pemurnian yang lain yakni dengan melakukan uji titik leleh. Senyawa tersebut

dianggap murni apabila titik leleh senyawa menunjukkan trayek titik leleh yang

tajam.

4. Identifikasi

Isolat padat yang diperoleh diuji menggunakan pereaksi Liebermann-

Burchard (terpenoid dan steroid), FeCl3 1% (uji fenol), Dragendroff (alkaloid),

dan Wagner (alkaloid) untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder

yang terkandung di dalamnya pereaksi. Identifikasi lebih lanjut dilakukan uji

spektroskopi dengan menggunakan spektrofotometer inframerah dan

spektrofotometer massa untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam

senyawa tersebut.

17

Page 22: ISOLASI FENILPROPANOID

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan makalah, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Fenil propanoid merupakan senyawa fenol di alam yang mempunyai cincin

aromatik dengan rantai samping terdiri dari 3 atom karbon.

2. Klasifikasi senyawa fenil propanoid terdiri dari kelompok sinamat, kelompok

kumarin, alil fenol,dan propenil fenol.

3. Isolasi senyawa fenilpropanoid dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu

persiapan bahan, proses ekstraksi (ekstraksi padat dan cair-cair), fraksinasi,

pemurnian, dan identifikasi.

18

Page 23: ISOLASI FENILPROPANOID

DAFTAR PUSTAKA

Agusti P. 2012. Dua senyawa mangostin dari ekstrak n-heksana pada kayu akarmanggis (garcinia mangostana, linn.) Asalkab. Tugas Akhir.

Andy F. A. KCV. http://www. http://floaloronza.blogspot.com. Diakses diMakassar pada tanggal 11 April 2015.

Ansel. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.

Chu, D.C. dan L.R. Juneja.1997. General Chemical Composition of Green Teaand Its Infusion.Chemistry and Applications of Green Tea. CRC PressLLC. USA. hal 13-21.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.

Erniwati. 2005. Isolasi Kumarin Dari Daun Kayu Racun (Rhinacantus nasutus).[Tesis]. Prodi Kimia Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.

Farmasea. 2015. Contoh Isolasi Senyawa Dari Tumbuhan.http://www.farmasea.undip.ac.id. Diakses di Makassar pada tanggal 11April 2015.

Hargono, D., 1997, Obat tradisional dalam Zaman Teknologi, Majalah KesehatanMasyarakat No. 56, Hal: 3-5.

Harris, et.al. 1982. An Introduction To Chemical Analysis, SavdersCollege Publishing Philadelpia : Holt-Savders Japan.

Hendayana, Sumar, dkk. 1994. KIMIA ANALITIK INSTRUMENTASI IKIPSemarang Press: Semarang.

Hoa, C.H.L. Cacacea, J.E. dan Mazza, G., (2007), “Extraction of lignans, proteinsand carbohydrates from flaxseed meal with pressurized low polaritywater”, LWT, 40, hal 1637–1647.

Ichwan R. R., 2012. Ekstraksi Andrografolid Dari Andrographis Paniculata(Burm.F.) Nees Menggunakan Ekstraktor Soxhlet. Jurnal Pharmaciana.Vol. 4, No. 1.

Jones, W. P., A. D. Kinghorn. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites.In: Sarker, S. D., Latif, Z. and Gray, A. I., eds. Natural Products Isolation.2nd Ed. New Jersey: Humana Press. P.341-342.

19

Page 24: ISOLASI FENILPROPANOID

Lenny, Sovia. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida.Medan: USU.

Luximom R., A., T. Bahorun, M.A. Soobrate, O.I. Aruoma. 2002. AntioxidantActivities of Phenolic, Proanthocyanidin, and Flavonoid Components inExtract of Cassia fistula. J.Agric.Food Chem. 50:5042-5047.

Mifta. 2010. Senyawa Flavonoid. http://miftachemistry.blogspot.com. Diakses diMakassar pada tanggal 8 April 2015.

Patria A. 2011. Isolasi Senyawa dari Suatu Tanaman.http://patriaardhi.blogspot.com. Diakses di Makassar pada tanggal 8 April2015.

Rashamuse, T. J. 2008. Studies Towards The Synthesis of Novel, Coumarin-basedHIV-1 Protease Inhibitors. [Thesis]. Department of chemistry RhodesUniversity. Grahamstown.

Robby. 2011. Makalah Fenolik.http://robbyputrakapuasbloggmasboy.blogspot.com. Diakses di Makassarpada tanggal 8 April 2015.

Salas, P.G., Aranzazu M. S., Antonio S. C., Alberto F.G. 2010. PhenolicCompound-Extraction Systems for Fruit and Vegetable Samples.Molecules, 15, pp. 8813-8826 Noerono, Soendani. 1994. Buku PelajaranTeknologi Farmasi. UGM Press. Jogjakarta.

Sari, D.K., D.H. Wardhani, A. Prasetyaningrum. 2012. Pengujian KandunganTotal Fenol Kappahycus alvarezzi Dengan Metode Ekstraksi UltrasonicDengan Variasi Suhu dan Waktu. Prosiding SNST ke-3 tahun 2012.

Schmidt S, M Zietz, M Schreiner, S Rohn, LW Kroh, A. Krumbein. 2009.Genotypic and Climatic Influences on the Concentration and Compositionof Flavonoids in Kale (Brassica oleracea var. sabellica). FoodChemistry.119 : 1293–1299.

Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah MadaUniversitas press.

Wikipedia asam sinamat Ansarikimia.2013 Asam Sinamat Bahan Untuk Parfum.https://wawasanilmukimia.wordpress.com. Diakses pada tanggal 13 Maret2015.

20