Post on 21-Jul-2021
ISOLASI ACTINOMYCETES DARI TANAH
PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK GULA TEBU
(CAMMING) BONE SEBAGAI PENGHASIL
ANTIBIOTIKA
MUTMAINNAH N111 09 276
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
ISOLASI ACTINOMYCETES DARI TANAH
PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK GULA TEBU
(CAMMING) BONE SEBAGAI PENGHASIL
ANTIBIOTIKA
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
MUTMAINNAH
N111 09 276
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
iii
PERSETUJUAN
ISOLASI ACTINOMYCETES DARI TANAH
PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK GULA TEBU (CAMMING) BONE SEBAGAI PENGHASIL
ANTIBIOTIKA
MUTMAINNAH
N111 09 276
Disetujui oleh:
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
Prof. Dr.H.M.Natsir Djide, MS. Apt. Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19500817 197903 1 003 NIP. 19860116 201012 2 009 Pada tanggal : 18 Juli 2013
iv
PENGESAHAN
ISOLASI ACTINOMYCETES DARI TANAH PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK GULA TEBU
(CAMMING) BONE SEBAGAI PENGHASIL ANTIBIOTIKA
Oleh :
MUTMAINNAH N111 09 276
Dipertahankan Dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada tanggal : 18 Juli 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. ( Ketua ) : ..........................
2. Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt. ( Sekretaris ) : ..........................
3. Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS. Apt. ( Ex.officio ) : ..........................
4. Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., Apt. ( Ex.officio ) : ..........................
5. Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt. ( Anggota ) : ..........................
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.
NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 18 Juli 2013
Penyusun
MUTMAINNAH
vi
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah swt, atas berkat dan
rahmatNya, penulis mampu merampungkan penyusunan skripsi ini
sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada
Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah, Ya Rahmaan, Ya Rahiim, Ya Kariim,
Ya Razzaaq, Ya Waduud.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini,
namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis
menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr.H.M. Natsir Djide, MS. Apt. sebagai pembimbing
utama dan Ibu Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., Apt. sebagai pembimbing
pertama yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan
arahan, nasihat, dan solusi-solusi dengan penuh kesabaran dan
keramahan serta dorongan agar penulis segera menyelesaikan studi,
serta Ibu Dra. Aliyah, M.S., Apt. sebagai penasihat akademik atas
bimbingan dan arahan dalam pengurusan Kartu Rencana Studi dan
penelitian.
2. Dekan, Wakil Dekan, serta staf dosen Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan.
vii
3. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Sarifuddin dan ibunda Hj.
Alfiah, atas segala pengorbanan materi, kasih sayang, ketulusan hati
mendoakan sehingga penulis bisa menyelesaikan kuliah sampai saat
ini.
4. Saudari dan saudara penulis dr. Paramita s. Ked dan Nurul Haq, atas
dukungannya dan kasih sayangnya selama ini. Semoga kita
senantiasa menjadi anak yang berbakti, memberikan yang terbaik
untuk orang tua kita.
5. Teman-teman farmasi angkatan 2009 (Ginkgo ’09), terkhusus Helmi
Nurliani, Halijah, Nurul Haq, Satria Putra Penarosa, Nurhadri Azmi,
Rizki Husein, Habiburrahim, Harold dan Kuandi untuk beberapa tahun
yang sangat menyenangkan.
6. Sahabat-sahabat terdekat penulis yang menemani mulai dari pagi
hingga sore terkhusus Helmi Nurliani, Halijah, dan Satria Putra
Penarosa, atas segala bantuan, kesenangan, waktu, dan menjadi
tempat berkeluh kesah bagi penulis selama ini.
7. Laboran dan kru Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Kak Haslia dan
seluruh korps asisten mikrobiologi farmasi terkhusus Kak Sherwin, Nur
Afni dan Agnes terima kasih telah memberi bantuan atas segala
kesulitan yang dihadapi penulis mulai dari awal hingga akhir
penelitian.
8. Kepada pihak yang tidak sempat disebut namanya. Semoga Allah
membalas semua kebaikan kalian selama ini.
viii
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya,
semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan ke depannya.
Makassar, Mei 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
Actinomycetes merupakan salah satu golongan mikroorganisme yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba. Telah dilakukan isolasi dan penapisan Actinomycetes dari tanah limbah pembuangan limbah pabrik gula tebu (Camming) Bone Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan Actinomycetes penghasil antibiotika berdasarkan identifikasi morfologi dan fisiologi. Isolasi dilakukan dengan metode tuang dan sebar. Dari hasil isolasi diperoleh total 3 isolat. Setelah dilakukan penapisan diperoleh satu isolat aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan kode isolat T-3 yang kemudian difermentasi dan diekstraksi untuk memperoleh metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri dengan masing-masing diameter daya hambat untuk konsentrasi 20% b/v, 10% b/v, 5% b/v, 2.5% b/v dan 1.25% b/v ialah berturut-turut 19.23 mm, 16.12 mm, 13.40 mm, 12.79 mm dan 11.79 mm. Hasil identifikasi morfologi dan fisiologi dari isolat T-3 adalah diduga genus Actinomyces sp dimana secara morfologi memiliki hifa yang bercabang.
viii
ABSTRACT
Actinomycetes is a group of microorganisms that are able to produce antimicrobial compounds. The isolation and screening of soil Actinomycetes of waste soil the waste disposal plant cane sugar (Camming) Bone Makassar, has been conducted. This study aims to obtain antimicrobial-producing Actinomycetes based on the identification of morphology and physiology. Isolation was conducted using the pour and spread plate method. The results obtained a total of 3 isolates. The screening of the isolates revealed that one isolate active against Staphylococcus aureus with coding is T-3 which is then fermented and extracted to produce secondary metabolites with antibacterial activity with diameters of the inhibition of concentration 20% b/v, 10% b/v, 5% b/v, 2.5% b/v and 1.25% b/v respectively 19:23 mm, 16:12 mm, 13:40 mm, 12:79 mm dan 11:79 mm. Results of morphological and physiological identification of isolates T-3, its Actinomyces sp. Where morphologically has branched hypae.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .. ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .. ............................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 5
II.1 Uraian Sampel .............................................................................. 5
II.2 Uraian Tentang Actinomycetes .................................... ................... 6
II.2.1 Karakteristik Actinomycetes ......................................…………….. 6
II.2.2 Lingkungan dan Populasi Actinomycetes ................................... . 6
II.2.3 Klasifikasi Actinomycetes ............................................................ 8
II.3 Uraian Tentang Antibiotika ............................................................. 8
II.3.1 Penggolongan Antibiotika ........................................................... 10
II.3.2 Mekanisme Kerja ...........…………………………………………….. 11
II.4 Isolasi Mikroorganisme Tanah ................................................. ..... 11
II.4.1 Pengambilan Sampel Tanah ................................................ ...... 11
II.4.2 Identifikasi Mikroorganisme .................................................. ...... 12
x
II.5 Pertumbuhan Bakteri ..................................................................... 12
II.6 Fermentasi.. .................……………………………………………...... 15
II.7 Produksi Metabolit Sekunder ................................................ ........ 16
II.8 Pengujian Aktivitas Antibitika ........................................... ............. 18
II.8.1 Metode Pengenceran.................................................................. 18
II.8.2 Metode Difusi .............................................................................. 18
II.9 Uraian Mikroorganisme Uji yang Digunakan ............................ ..... 20
II.9.1 Escherichia coli ........................................................................... 20
II.9.2 Staphylococcus aureus ............................................................... 20
II.9.3 Candida albicans ........................................................................ 21
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ................................................. 23
III.1 Alat dan Bahan ............................................................................ 23
III.2 Metode Kerja ................................................................................. 24
III.2.1 Sterilisasi Alat ............................................................................ 24
III.2.2 Pembuatan Medium ................................................................... 24
III.2.2.1 Medium Starch Nitrate Agar .............................. ..................... 24
III.2.2.2 Medium Starch Nitrate Broth ................................................... 24
III.2.2.3 Medium Produksi . .................................................................. 25
III.2.2.4 Medium Potato Dekstrosan Agar ............................................ 25
III.2.2.5 Medium Nutrient Agar ............................................................. 25
III.2.2.6 Medium Tryptone 1% .............................................................. 25
III.2.2.7 Medium Oksidasi Fermentasi 1% ........................................... 26
III.2.2.8 Fluid Thiolycollate Medium ...................................................... 26
xi
III.2.2.9 Medium Starch Agar ............................................................... 26
III.2.2.10 Medium Sukrosa Broth .......................................................... 26
III.2.2.11 Medium Glucosa Broth.............................. ............................ 27
III.2.2.12 Medium Lactosa Broth .. ....................................................... 27
III.2.3 Penyiapan Mikroba Uji .. ............................................................ 27
III.2.3.1 Peremajaan Mikroba Uji .. ....................................................... 27
III.2.4 Pengambilan dan Penyiapan Sampel .. ..................................... 28
III.2.4.1 Pengambilan Sampel .... ......................................................... 28
III.2.4.2 Penyiapan Suspensi Sampel .. ............................................... 28
III.2.5 Isolasi Actinomycetes .. .............................................................. 28
III.2.6 Penentuan Aktivitas Isolat Actinomycetes .. ............................... 29
III.2.6.1 Penentuan Aktivitas Antibakteri .. ........................................... 29
III.2.6.2 Penentuan Aktivitas Antifungi .. .............................................. 29
III.2.7 Fermentasi, Ekstraksi dan Uji Aktivitas Isolat Actinomycetes ... 29
III.2.7.1 Fermentasi .. ........................................................................... 29
III.2.7.2 Ekstraksi Senyawa Metabolit . ................................................ 30
III.2.7.3 Uji Aktivitas Antibiotika .. ......................................................... 30
III.2.7.4 Pengukuran Zona Hambat .. ................................................... 31
III.3 Identifikasi Mikroorganisme .. ........................................................ 31
III.3.1 Identifikasi Morfologi Secara Makroskopik .. .............................. 31
III.3.2 Identifikasi Morfologi Secara Mikroskopik .. ............................... 32
III.3.2.1 Pengecatan Gram .. ................................................................ 32
III.3.2.2 Pewarnaan Spora .. ................................................................ 32
xii
III.3.3 Identifikasi Fisiologi .. ................................................................. 33
III.3.3.1 Uji Katalase .. .......................................................................... 33
III.3.3.2 Uji Indol .. ................................................................................ 33
III.3.3.3 Uji Karbohidrat .. ..................................................................... 33
III.3.3.4 Uji Anaerob ... ......................................................................... 33
III.3.3.5 Uji Oksidasi Fermentasi .. ....................................................... 34
III.3.3.6 Uji Polisakarida .. .................................................................... 34
III.4 Pengumpulan dan Analisis Data .. ................................................ 34
III.5 Kesimpulan ... ............................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 35
IV.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 35
IV.1.1 Isolasi Bakteri ............................................................................ 35
IV.1.2 Hasil Pengujian Antagonis ......................................................... 36
IV.1.3 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan ..................................... 37
IV.1.3.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Ekstrak Etil Asetat
Filtrat .................................................................................................... 37
IV.1.3.2 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Ekstrak Metanol
Residu. ................................................................................................. 37
IV.1.4 Hasil Identifikasi Mikroorganisme .. ........................................... 38
IV.2 Pembahasan ... ............................................................................ 39
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 45
V.1 Kesimpulan .................................................................................... 45
V.2 Saran ............................................................................................. 45
xiii
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 46
LAMPIRAN........................................................................................... 49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman I. Komposisi Medium................................................................... 50
II. Skema Kerja Secara Umum..................................................... 53
III. Skema Kerja............................................................................. 54
a. Isolasi Sampel Tanah........................................................... 54 b. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibiotika................................. 54
IV. Gambar Penelitian.................................................................... 56
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Pengujian Antagonis Isolat Bakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri............................................................... 36
2. Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambat Ekstrak Etil Asetat Filtrat Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus........... 37
3. Hasil Identifikasi Mikroorganisme Isolat T-3............................. 38
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Hasil Isolasi Pengenceran 10-2,10-3 dan 10-5............................. 35
2. Hasil Uji Antagonis.................................................................... 36
3. Grafik Daya Hambat T-3........................................................... 42
4. Pengenceran Sampel................................................................ 55 5. Hasil Isolasi Pengenceran 10-1,10-4,10-6 dan 10-7...................... 55
6. Hasil Pertumbuhan Isolat T-1,T-2,T-3 dan Isolat Stok pada
Medium SNA............................................................................. 56
7. Hasil Identifikasi Morfologi Isolat T-3........................................ 57
8. Hasil Identifikasi Fisiologi Isolat T-3.......................................... 58
9. Hasil Fermentasi Selama 11 x 24 jam pada Suhu Kamar.......... 59
10. Hasil Diameter Hambatan Isolat T-2 pada Medium NA............................................................................................. 60
11. Hasil Diameter Hambatan Isolat T-3 pada Medium
NA............................................................................................. 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotik merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba,
terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba
jenis lain (1). Obat-obat antimikroba digunakan untuk membasmi
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada manusia, hewan
ataupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif artinya obat atau zat
tersebut harus bersifat sangat toksik terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit tetapi relatif tidak toksik terhadap jasad inang atau hospes.
Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan fungi, bakteri dan
virus (2).
Mikroorganisme penghasil antibiotika dapat diisolasi dari tanah, air
laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk
dan lain-lain. Tanah merupakan tempat interaksi biologis yang paling
dinamis dan mempunyai lima komponen utama yaitu mineral, air, udara,
zat organik dan organisme hidup dalam tanah antara lain : bakteri,
actinomycetes, fungi, algae, dan protozoa (3).
Peranan terpenting mikroorganisme tanah ialah fungsinya yang
membawa perubahan kimiawi pada substansi-substansi di dalam tanah,
terutama pengubahan persenyawaan organik yang mengandung karbon,
nitrogen, sulfur dan fosfor menjadi persenyawaan anorganik (4).
2
Sampai saat ini sumber utama antibiotik adalah dari Actinomycetes.
Menurut Miyadoh dan Misa (2004) Actinomycetes dikenal sebagai bakteri
penghasil antibiotik, karena lebih dari 10.000 antibiotik yang telah
ditemukan, dua pertiganya dihasilkan oleh bakteri ini (5).
Actinomycetes termasuk bakteri yang berbentuk batang, gram
positif, bersifat anaerobik atau fakultatif. Struktur Actinomycetes berupa
filament lembut yang sering disebut hifa atau miselia, sebagaimana yang
terdapat pada fungi, memiliki konidia pada hifa yang menegak.
Actinomycetes merupakan bakteri yang bereproduksi dengan pembelahan
sel, rentan terhadap pinicilin tetapi tahan terhadap zat antifungi.
Actinomycetes selalu ditemukan pada substrat alam, seperti tanah dan
kompos, air kolam, bahan makanan, dan di atmosfer. Laut dalam, bukan
merupakan habitat yang baik bagi Actinomycetes. Actinomycetes hidup
dan memperbanyak diri dalam tanah dan kompos pada kedalaman yang
bervariasi, pada daerah yang dingin dan tropik. Streptomyces merupakan
genus yang paling banyak ditemukan di tanah dan kompos. Pada tanah
yang kering dan panas (hangat), banyak ditemukan Actinomycetes,
seperti : Streptomyces (6).
Di Indonesia, limbah industri gula (ampas, blotong dan abu ketel)
secara umum kurang diperhatikan sebagai sumber bahan organik, dan
kalau tidak ditangani secara baik dapat mengganggu lingkungan. Padahal
limbah tersebut sebenarnya berpotensi besar sebagai sumber bahan
organik dapat mengatasi masalah pengadaan bahan pembenah tanah
3
dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan. Limbah proses pabrik
gula, antara lain blotong dan ampas tebu yang kadar bahan organiknya
dapat mencapai di atas 50% . Limbah padat pabrik gula berpotensi besar
sebagai sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah dan
merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah.
Tanah limbah gula tebu merupakan tanah yang basa. Actinomycetes
hidup dan memperbanyak diri dalam tanah yang basa dan netral dari pada
tanah yang asam seperti humus hutan dan rawa-rawa (7).
Mengingat Indonesia merupakan negara tropis yang iklimnya
sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi
manusia (8) dan pola penyakit di Indonesia menunjukkan bahwa penyakit
infeksi masih menempati urutan teratas sehingga kebutuhan akan obat
antimikroorganisme cukup besar, sehingga sudah waktunya mulai
dikembangkan cara-cara isolasi mikroorganisme tanah (9).
Tanah yang digunakan disini merupakan tanah pada lokasi sekitar
pembuangan limbah pabrik gula tebu. Dimana limbah tersebut terdiri dari
ampas,blotong dan abu ketel yang mengandung bahan organik sebagai
sumber nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan berbagai
mikroorganisme tanah (7). Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu
apakah isolat mikroba Actinomycetes dari tanah sekitar pembuangan
limbah pabrik gula tebu dapat menghasilkan senyawa antimikroba ?
Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian mengenai
isolasi mikroba Actinomycetes penghasil antibiotika pada tanah
4
pembuangan limbah pabrik gula tebu. Adapun maksud dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mengisolasi mikroba tanah kelas
Actinomycetes sebagai penghasil antibiotika dengan tujuan untuk
memperoleh mikroba penghasil antibiotika.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Sampel
Tanah merupakan suatu ekosistem yang mengandung berbagai
jenis mikroba dengan morfologi dan sifat fisiologi yang berbeda-beda.
Jumlah tiap kelompok mikroba sangat bervariasi, ada yang hanya terdiri
atas beberapa individu, ada pula yang jumlahnya mencapai jutaan per g
tanah. Banyaknya mikroba berpengaruh terhadap sifat kimia dan fisik
tanah serta pertumbuhan tanaman. Dengan mengetahui jumlah dan
aktivitas mikroba didalam suatu tanah dapat diketahui apakah tanah
tersebut termasuk subur atau tidak karena populasi mikroba yang tinggi
menunjukkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup, suhu yang
sesuai, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi tanah yang
mendukung perkembangan mikroba (10). Actinomycetes merupakan
kelompok mikroba yang paling banyak menghasilkan senyawa bioaktif
antibiotika (70 %), fungi (20 %) dan bakteri (10%) (11).
Tanah limbah gula tebu merupakan tanah limbah proses pabrik
gula antara lain blotong dan ampas tebu yang kadar organiknya dapat
mencapai di atas 50 %. Limbah pabrik gula berpotensi besar sebagai
sumber bahan organik yang berguna untuk kesuburan tanah dan juga
sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikroba tanah (7).
6
II.2 Uraian tentang Actinomycetes
II.2.1 Karakteristik Actinomycetes
Actinomycetes adalah organisme tanah yang memiliki sifat-sifat
yang umum dimiliki oleh bakteri dan jamur tetapi juga mempunyai ciri khas
yang cukup berbeda. Pada lempeng agar, Actinomycetes dapat
dibedakan dengan mudah dengan bakteri yang sebenarnya. Tidak seperti
koloni bakteri sebenarnya yang jelas berlendir dan tumbuh dengan cepat,
sedangkan koloni Actinomycetes muncul perlahan menunjukkan
konsistensi berbubuk dan melekat erat pada permukaan agar.
Pengamatan yang diteliti pada suatu koloni dibawah mikroskop yang
membentuk spora aseksual untuk perkembangbiakannya (12).
Actinomycetes awalnya dinamakan “ray fungi”. Actinomycetes
tumbuh dalam bentuk filamen miselium dan membentuk spora. Ada dua
hal penting untuk membedakan antara fungi dengan Actinomycetes, yakni
: 1). Actinomycetes tidak mempunyai nukleus, sehingga dimasukkan
prokariotik; 2). Bentuk hifa Actinomycetes dengan diameter 0,5 – 10 mm,
sehingga lebih kecil dari hifa jamur (3 – 8 mm diameternya) (13).
II.2.2 Lingkungan dan Populasi Actinomycetes
Actinomycetes termasuk bakteri yang tidak tahan asam, berbentuk
batang, gram positif, bersifat anaerobik atau anaerobik fakultatif (mampu
tumbuh baik jika ada terdapat O2 bebas atau tidak ada O2). Actinomycetes
tidak toleran terhadap asam dan jumlanya menurun pada keadaan
lingkungan dengan pH dibawah suhu 5,0. Rentang pH yang paling cocok
7
untuk perkembangbiakkan Actinomycetes adalah antara 6,5 – 8,0. Tanah
yang tergenang air tidak cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes,
sedangkan tanah gurun yang kering atau setengah kering dapat
mempertahankan populasi dalam jumlah besar, karena adanya spora.
Pertumbuhan optimum pada suhu antara 28 – 37OC, tetapi beberapa
Actinomycetes masih dapat tumbuh dalam jumlah besar pada suhu 55 -
65OC (14).
Populasi Actinomycetes berada pada urutan kedua setelah bakteri,
bahkan kadang-kadang hampir sama Actinomycetes hidup saprofit dan
aktif mendekomposisi bahan organik, sehingga dapat meningkatkan
kesuburan tanah. Actinomycetes merupakan salah satu mikroorganisme
yang mampu mendegradasi selulosa disamping bakteri, kapang dan
khamir. Jenis Actinomycetes tergantung pada tipe tanah, karakteristik
fisik, kadar bahan organik, dan pH lingkungan (14).
Actinomycetes terdiri dari 10 – 20 % total populasi mikroba dalam
tanah. Jumlah Actinomycetes meningkat dengan adanya bahan organik
yang mengalami dekomposisi. Organisme ini ditemukan (hampir semua),
dalam kompos dan sedimen (14).
8
II.2.3 Klasifikasi Actinomycetes
Actinomycetes termasuk ordo Actinomycetales. Dimana terdiri atas
3 famili yaitu (15):
a. Famili Mycobakteriaceae
Sel- sel tidak membentuk miselium atau hanya miselium yang
rudimentar. Misalnya Mycobacterium dan Mycococcus.
b. Familia Actinomycetaceae
Tidak membentuk spora dan motil. Misalnya Actinomyces dan
Nocardia.
c. Familia Streptomycetaceae
Membentuk miselium, miselium vegetatif tidak terbagi-bagi.
Misalnya Streptomyces, Micromonosora dan Thermoactinomyces.
II.3 Uraian tentang Antibiotika
Aktivitas antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan secara
kebetulan oleh Sir Alexander Fleming (inggris, 1829, Penicillin) yang
merupakan titik tolak penelitian yang menghasilkan senyawa dengan daya
anti infeksi yang sangat menakjubkan, yang sekarang dikenal dengan
nama antibiotika. Akan tetapi penemuan Fleming tersebut tidak
mempunyai arti dalam pengobatan praktis, sebelum Florey dan Chain
serta kawan-kawannya di Oxford melakukan penelitian penerapan
antibiotika tersebut dalam terapi. Namun jauh sebelumnya manusia telang
menggunakan sejumlah bahan yang pada saat ini diduga efektif karena
mengandung bahan yang bersifat antibiotika (1).
9
Penemuan Vuillemin pada tahun 1889 telah menggunakan istilah
antibiosis (melawan hidup) yang diartikan bahwa suatu organisme yang
menghancurkan yang lain dalam melindungi kepentingan hidupnya
sendiri. Dari kata dasar inilah berkembang menjadi kata antibiotika yang
luas digunakan baik oleh masyarakat awam, profesi kesehatan ataupun
oleh ilmu pengetahuan lainnya, sehingga istilah tersebut hampir tidak
mungkin untuk didefinisikan secara memuaskan. Demikian pula Waksman
pada tahun 1943 mengatakan definisi yang lebih luas digunakan, bahwa
antibiotika atau bahan antibiotika adalah bahan yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang mempunyai kemampuan menghambat atau
mematikan mikroorganisme lain. Disamping itu Benedict dan Langlyke
mengatakan bahwa antibiotika adalah senyawa kimia yang diturunkan dari
atau diproduksi oleh organisme hidup yang dalam kadar kecil mampu
menginhibisi proses kehidupan mikroorganisme lain (2).
Antibiotika merupakan substansi yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, dalam konsentrasi rendah mampu menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. Setiap antibiotik
mempunyai aktivitas penghambatan hanya terhadap grup kuman spesifik,
yang disebut spektrum penghambat. Sampai saat ini telah ditemukan lebih
dari 3000 antibiotik, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara
komersil. Beberapa antibiotik telah dapat diproduksi dengan kombinasi
sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain golongan
penisilin, sefalosporin, dihidrostreptomisin, klindamisin, tetrasiklin dan
10
rifampisin. Pengujian potensi antibiotik adalah suatu teknik pengujian
potensi suatu antibiotik dengan cara mengukur efek senyawa-senyawa
tersebut terhadap pertumbuhan mikroba uji (16).
II.3.1 Penggolongan Antibiotika
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan atas tempat kerja,
spektrum aktivitas dan struktur kimia. Sedangkan penggolongan
antibiotika berdasarkan atas spektrum aktivitasnya dapat dibagi atas
beberapa golongan yaitu (2):
1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif
maupun gram negatif. Sebagai contohnya adalah turunan tetrasiklin,
turunan amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan makrolida,
rifampisin, beberapa turunan penisilin (ampisilin, amoksisilin,
bakampisin, karbenisilin, hetasilin dan lain-lain dan sebagian besar
turunan sefalosporin).
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
positif. Sebagai contohnya adalah basitrasin, eritromisin, sebagian
besar turunan penisilin seperti benzil penisilin, kloksasilin, penisilin G
prokain dan beberapa turunan sefalosporin.
3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
negatif. Sebagai contohnya adalah kolistin, polimiksin B sulfat, dan
sulfomisin.
11
4. Antibiotika yang aktivitasnya dominan pada Mycobacteriae. Sebagai
contohnya adalah streptomisin, kanamisin, sikloserin, vimisin dan lain-
lain.
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur. Sebagai contohnya adalah
grisofulvin, antibiotika polien (nistatin dan amfoterisin B).
6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (anti kanker). Sebagai
contohnya adalah aktinomisin, bleomisin, mitomisin, mitramisin dan
lain-lain.
II.3.2 Mekanisme Kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dikelompokkan
kedalam (17):
1. Antibiotika yang mengganggu serta merusak metabolisme sel
mikroba.
2. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba.
3. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba.
4. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba.
5. Antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
II.4 Isolasi Mikroorganisme Tanah
II.4.1 Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah dikumpulkan pada kedalaman 5 cm - 15 cm dari
permukaan tanah dan dipindahkan ke tempat yang bersih. Diambil dari
beberapa titik yang kemudian dicampur rata. Dari campuran sampel
12
tersebut diambil beberapa gram tanah yang digunakan sebagai sampel
pengujian (12).
II.4.2 Identifikasi Mikroorganisme
Langkah pertama yang dilakukan untuk identifikasi mikroorganisme
adalah identifikasi morfologi makroskopik, identifikasi morfologi
mikroskopik dan identifikasi fisiologi.
a. Identifikasi morfologi secara makroskopik meliputi sifat-sifat koloni
(bentuk,warna,keadaan permukaan dan tepi koloni).
b. Identifikasi morfologi secara mikroskopik meliputi pengecatan gram
dan pengecatan spora.
c. Identifikasi fisiologi meliputi uji katalase,uji indol,uji katalase,uji
polisakarida dan uji glukosa, laktosa serta sukrosa (16).
II.5 Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau
volume serta ukuran sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti
suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid.
A
B
C
D
E
F
G
13
Fase-fase pertumbuhan, yaitu:
A : Fase permulaan (adaptasi)
Pada fase ini mikroorganisme melakukan penyesuaian diri dengan
lingkungannya yang baru. Berbagai macam enzim dan zat-zat
perantara yang dibentuk pada fase ini, sehingga memungkinkan
akan terjadi pertumbuhan lebih lanjut. Sel-sel pada fase ini mulai
membesar, tetapi belum melakukan pembelahan sel.
B : Fase pertumbuhan dipercepat
Bersama-sama dengan fase permulaan fase ini disebut fase
penyesuaian diri “lag phase” atau “phase of adjustment” terhadap
faktor lingkungan yang ada. Populasi sel yang ada mulai
menyesuaikan diri terhadap jenis nutrisi yang baru, enzim induktif
dibentuk oleh sel selama fase penyesuaian diri ini. Kecepatan
pertumbuhan makin lama makin tinggi waktu generasi (waktu yang
dibutuhkan oleh populasi sel untuk berkembang menjadi dua kali
lipat).
C : Fase pertumbuhan logaritma
Pada saat ini anggota populasi sel berkembang biak dengan
kecepatan maksimum yang konstan. Waktu generasi paling pendek
dan konstan pada setiap titik digaris fase ini. Ukuran sel paling
minimum dengan dinding sel dan membran sitoplasma paling tipis.
Kecepatan metabolismenya paling tinggi. Bila populasi sel dari fase
ini dipindahkan ke medium baru dengan komposisi dan kondisi
14
lingkungan yang sama, maka dalam medium baru ini populasi sel
akan langsung mengalami fase pertumbuhan logaritma, tanpa
melalui fase adaptasi. Berakhirnya fase logaritma ini disebabkan
oleh habisnya nutrisi (sebagian atau seluruh komponen).
D : Fase pertumbuhan mulai terhambat
Pada fase ini kecepatan pertumbuhan menurun. Jumlah sel mati
semakin bertambah, disebabkan oleh peracunan metabolit. Pada
fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah populasi naik
karena jumlah sel yang tumbuh masih banyak dibanding dengan
jumlah sel yang mati.
E : Fase stasioner maksimum
Pada saat ini jumlah sel yang hidup seimbang dengan jumlah sel
yang mati yang disebabkan oleh peracunan metabolit. Ukuran sel
pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah
meskipun nutrisi sudah mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi,
maka sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel
yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel menjadi
lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi
dan bahan kimia.
15
F : Fase kematian dipercepat
Pada fase ini jumlah sel yang mengalami kematian makin lama
makin banyak, sedangkan jumlah pembentukan sel baru makin
lama makin menurun.
G : Fase kematian logaritma
Pada fase kematian ini tidak terjadi perkembangbiakan sel, yang
terjadi adalah kematian sel dengan kecepatan konstan (2).
II.6 Fermentasi
Fermentasi dalam mikrobiologi industri digambarkan sebagai
proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki
dalam kultur mikroba tertentu.
Sistem fermentasi dapat dilakukan dengan 3 macam, yaitu :
1. Sistem Batch
Sistem ini adalah sistem yang paling sederhana dan sering
digunakan di laboratorium untuk mendapatkan produk sel atau
metabolitnya. Fermentasi sistem batch adalah sistem tertutup, artinya
semua nutrisi yang dibutuhkan mikroba selama pertumbuhan dan
pembentukan produk berada di dalam 1 fermentor. Jadi tidak ada
penambahan bahan atau pengambilan hasil selama fermentasi
berlangsung.
2. Sistem Fed-batch
Sistem ini tidak tertutup seperti halnya sistem batch. Selama
fermentasi, substrat, nutrisi, atau induser dapat ditambahkan ke dalam
16
fermentor. Sistem fed-batch dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sistem
volume tetap dan sistem volume berubah. Sistem volume tetap berarti
setiap ada penambahan medium baru ke dalam fermentor, ada medium
lama, produk, atau sel yang dikeluarkan sebanyak medium baru yang
dimasukkan fermentor; sedangkan sistem volume berubah, berarti ke
dalam fermentor ditambahkan medium baru tetapi tidak ada medium lama
atau produk yang dikeluarkan dari dalam fermentor.
3. Sistem Continous
Sistem fermentasi ini biasanya digunakan dalam skala industri.
Sistem continous adalah sistem batch yang fase eksponensialnya
diperpanjang, dengan tetap menjaga fluktuasi nutrisi dan jumlah
sel/biomassa. Mikroba diberi nutrisi/medium segar, sementara itu
sejumlah sel atau medium dikeluarkan dari sistem dengan kecepatan
yang sama. Hal ini menjamin tingkat kestabilan dari faktor-faktor seperti
volume kultur, biomassa, konsentrasi produk dan substrat, pH, suhu, dan
oksigen terlarut (25).
II.7 Produksi Metabolit Sekunder
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses
fermentasi mikroorganisme antara lain (26):
1. Kultur Permukaan (surface culture)
Pada metode ini, medium diinokulasikan spora atau miselium
fungi. Miselium akan tumbuh diseluruh permukaan medium cair
membentuk suatu koloni bervariasi. Ini merupakan metode yang paling
17
mudah dan murah, akan tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu
pertumbuhan yang tidak homogen dimana koloni terdiri dari beberapa
miselium yang berbeda pertumbuhannya dan lingkungan tumbuhnya
dimana miselium yang berada diatas pemukaan koloni berada dalam
kondisi yang lebih aerobik dibandingkan yang dibawah permukaan
koloni, hal ini berkebalikan pada keadaan kontak dengan medium.
2. Kultur dengan pengocokan (shaker culture)
Pada metode ini medium dikocok setelah diinokulasikan spora
atau miselium sehingga pertumbuhan akan tampak pada seluruh
medium. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode kultur
permukaan yaitu pemanfaatan medium oleh mikroorganisme lebih
efisien, mempercepat pertumbuhan dan pertumbuhannya lebih
homogen.
3. Kultur dengan pengocokan, mengalirkan udara (stirred aerate culture)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode kultur dengan
pengocokan, menggunakan pengaduk medium dan jalur udara atau
oksigen. Dikarenakan efisiensi pengocokan dan aerasi produksi dapat
meningkat pesat dan ini merupakan metode yang paling efisien untuk
memproduksi metabolit fungi dalam skala besar.
4. Kultur berkelanjutan (continous culture)
Metode ini dilakukan dengan cara berkala mengganti medium
pada fermentor dengan medium fermentasi yang baru, hal ini akan
menyebabkan proses fermentasi akan terus berlangsung. Metode ini
18
akan sangat bermanfaat untuk penelitian laboratorium fermentasi,
karena dengan menjaga ketersediaan medium baru kita dapat menjaga
proses fermentasi pada tahapan yang diinginkan sementara efek yang
lain dipelajari.
II.8 Pengujian Aktivitas Antibiotik
II.8.1 Metode Pengenceran
Metode ini menggunakan teknik tabung pengenceran
penghambatan pertumbuhan (berkurangnya pertumbuhan) yang
dihasilkan oleh sampel yang diuji terhadap pertumbuhan mikroorganisme
dapat diukur dengan alat Fotokolorimeter. Prinsip kerjanya yaitu cahaya
yang mengenai sel-sel mikroorganisme di dalam sampel akan
dihamburkan sedangkan cahaya yang diteruskan setelah melewati
suspensi mikroorganisme akan mengaktivasi foto tabung yang akan
mencatat persen transmitan (%T). Makin sedikit jenis sel di dalam
suspensi maka makin besar intensitas cahaya yang lolos dan semakin
tinggi pula persen transmitan yang tercatat (18).
II.8.2 Metode Difusi
Metode difusi adalah proses perembesan larutan contoh media.
Pada media ini kemampuan zat antibiotika ditentukan berdasarkan daerah
hambatan yang dibentuk oleh larutan contoh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji pada media tersebut. Beberapa modifikasi dari cara ini
adalah (18):
19
1. Metode Difusi dengan Plat Silinder
Cara ini berdasarkan perbandingan antara daerah hambatan yang
dibentuk oleh larutan contoh terhadap pertumbuhan mikroorganisme
dengan daerah hambatan yang terjadi oleh larutan pembanding. Pada
cara ini digunakan plate silinder yang diletakkan pada media
kemudian larutan contoh dimasukkan ke dalam plate silinder tersebut.
2. Metode Difusi dengan Cup Plate
Prinsip cara ini sama dengan plat silinder perbedaannya disini
digunakan mangkok yang dibuat langsung pada media agarnya.
3. Metode Difusi dengan Kertas Saring
Perbedaan metode ini dengan cara-cara di atas yaitu metode ini
digunakan kertas saring yang dibuat dengan bentuk dan ukuran
tertentu biasanya berbentuk bulat dengan diameter 0,7-1,0 cm yang
nanti akan dicelupkan dalam larutan contoh dan larutan pembanding.
Pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi dengan mengukur
daerah hambatan yang terjadi.
4. Metode Difusi Kirby Bauer
Prinsip dan cara kerjanya sama dengan metode difusi kertas saring.
Perbedaannya adalah di sini menggunakan alat untuk meletakkan
kertas saring ke dalam cawan petri yang berukuran 15 x 50 mm
sehingga langsung di uji dengan berbagai variasi konsentrasi dalam
larutan contoh.
20
5. Metode Agar Berlapis
Cara ini merupakan dari cara Kirby Bauer. Perbedaannya adalah pada
cara ini menggunakan dua lapis agar, lapisan pertama “Base Layer”
tidak mengandung bakteri yang dicampurkan pada media agar.
II.9 Uraian Mikroorganisme Uji yang Digunakan
II.9.1 Escherichia coli
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang
yang pendek dengan diameter 0,4 – 0,7 µm x 1,4 µm, mempunyai flagella
peritrik yang digunakan sebagai alat untuk bergerak dan ada juga yang
tidak bergerak. Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif dapat
memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas.
Bakteri ini biasa ditemukan dalam saluran pencernaan manusia
maupun hewan vertebrata. Di alam bebas biasa terdapat dalam air, tanah,
dan bahan organik. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah suhu
37OC (14).
21
II.9.2 Staphylococcus aureus
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat
dengan diameter 0,8 – 1,0 µm, tidak mempunyai alat gerak dan tidak
tahan asam. Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 10 -
45OC dengan suhu optimum yaitu 37OC. Pada tubuh biasanya terdapat
pada permukaan kulit, saluran pernapasan bagian atas, saluran air kemih,
mulut, hidung, luka yang terinfeksi, selaput lendir dan tempat-tempat
lainnya (14).
II.9.3 Candida albicans
Divisi : Eumycophyta
Kelas : Ascomucetes
Bangsa : Saccharomycetales
Famili : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans
Spesies Candida dianggap Yeast karena tumbuh pada budaya
tipikal pada ukuran 4 – 6 µm, berbentuk lingkaran atau oval dibawah
22
kondisi dan suhu terbaik. Perhatian besar lebih banyak ditujukan kepada
Candida albicans karena sering menyebabkan penyakit dibanding dengan
spesies lainnya. Penyakit yang disebabkan oleh Candida adalah
Kandidiasis. Kandidiasis ini yang paling sering dijumpai pada infeksi akut
dan kronik dari kulit, kuku dan membran mukosa (14).
23
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan adalah alat – alat gelas, cawan petri,
centrifugator (Model DKC-1006T), enkas, inkubator (Memmert®), jangka
sorong (Tricle Brand®), Laminar Air Flow (Envirco®), lemari pendingin
(Pannasonic®), otoklaf (All American®), oven (WTB Binder® type E115),
paper disk, sentrifuge (DSD 154®), shaker (Gemmy orbit® model VRN-
480), sonikator (Elmasonic®), dan timbangan analitik (Chyo JL 200®).
Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, etanol 70 %, etil
asetat, hidrogen peroksida 3 %, kloramfenikol, larutan NaCl fisiologis,
metanol, mikroba uji (Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus
aureus ATCC 25923, Candida albicans ATCC 1023, medium FTM (Fluid
Thiolycollate Medium), medium GB (Glucosa Broth), medium LB (Lactosa
Broth), medium NA (Nutrien Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar),
medium OF (Oksidasi Fermentasi) 1 %, medium Produksi, medium SA
(Starch Agar), medium SB (Sukrosa Broth), medium SNA (Starch Nitrate
Agar), medium SNB (Starch Nitrate Broth), medium Tryptone 1 %, nistatin,
tetrasiklin dan sampel tanah.
24
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan detergen lalu dibilas
dengan air mengalir dan terakhir dengan air suling. Selanjutnya
dikeringkan, dibungkus dan disterilkan. Tabung reaksi dan labu
Erlenmeyer terlebih dahulu disumbat dengan kapas bersih. Alat yang
terbuat dari gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam,
sedangkan alat-alat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan berskala
disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121OC, tekanan 2 atm selama 15
menit. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung hingga
memijar.
III.2.2 Pembuatan Medium
III.2.2.1 Medium Starch Nitrate Agar (SNA)
Ditimbang 20 g solubel agar, 1 g KNO3, 0,5 g NaCl, 0,01 g FeSO4 . 7
H2O, 0,5 g K2HPO4 . 3 H2O, 0,5 g MgSO4 . 7 H2O dan 20 g agar,
kemudian didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan
medium di atas penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C
selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2
(10).
III.2.2.2 Medium Starch Nitrate Broth (SNB)
Ditimbang 20 g solubel agar, 1 g KNO3, 0,5 g NaCl, 0,01 g FeSO4 . 7
H2O, 0,5 g K2HPO4 . 3 H2O dan 0,5 g MgSO4 . 7 H2O, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
25
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (10).
III.2.2.3 Medium Produksi
Ditimbang 20 g glukosa, 10 g pati terlarut, 25 g tepung kedelai, 1 g
dekstrosa, 1 g ekstrak ragi dan 5 g NaCl, kemudian didispersikan dengan
air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas penangas air dan
disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan
2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (22).
III.2.2.4 Medium Potato Dekstrosa Agar (PDA)
Ditimbang 39,0 g medium potato dekstrosa agar sintetik, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 5,6 ± 0,1 (22).
III.2.2.5 Medium Nutrient Agar (NA)
Ditimbang 23,0 g medium Nutrient Agar sintetik, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (22).
III.2.2.6 Medium Tryptone 1 %
Ditimbang 10 g medium Tryptone sintetik, kemudian didispersikan
dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas penangas air
dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan
tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,3 ± 0,2 (22).
26
III.2.2.7 Medium OF 1%
Ditimbang 10 g medium OF sintetik, kemudian didispersikan dengan
air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas penangas air dan
disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan
2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (22).
III.2.2.8 Fluid Thiolycollate Medium (FTM)
Ditimbang 29,8 g medium Fluid Thiolycollate Medium sintetik,
kemudian didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan
medium di atas penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C
selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2
(22).
III.2.2.9 Medium Starch Agar (SA)
Ditimbang 5 g pepton, 3 g ekstrak daging, 2 g solubel agar dan 2 g
agar, kemudian didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL.
Didihkan medium di atas penangas air dan disterilkan di autoklaf pada
suhu 121°C selama 15 menit dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH
7,5 ± 0,2 (22).
III.2.2.10 Medium Sukrosa Broth (SB)
Ditimbang 5 g pepton, 3 g ekstrak daging dan 5 g sukrosa, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (22).
27
III.2.2.11 Medium Glucosa Broth (GB)
Ditimbang 5 g pepton, 3 g ekstrak daging, dan 5 g glukosa, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 7,0 ± 0,2 (22).
III.2.2.12 Medium Lactosa Broth (LB)
Ditimbang 5 g pepton, 3 g ekstrak daging dan 5 g laktosa, kemudian
didispersikan dengan air suling hingga 1000 mL. Didihkan medium di atas
penangas air dan disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
dengan tekanan 2 atm. Kemudian di cek pH 6,9 ± at 25°C (22).
III.2.3 Penyiapan Mikroba Uji
III.2.3.1 Peremajaan Mikroba Uji
Bakteri uji berupa Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan
Escherichia coli ATCC 25922 masing-masing diambil satu ose lalu
diinokulasi dengan cara digoreskan pada medium NA miring lalu
diinkubasi pada suhu 37OC selama 1 x 24 jam.
Dan untuk khamir / fungi uji yaitu Candida albicans ATCC 1023
diambil satu ose lalu diinokulasi dengan cara digoreskan pada medium
PDA miring, lalu diinkubasikan pada suhu 25OC selama 3 x 24 jam.
28
III.2.4 Pengambilan dan Penyiapan Sampel
III.2.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel tanah diambil disekitar pembuangan limbah pabrik gula
tebu (Camming) di wilayah Kecamatan Libureng Kabupaten Bone dengan
menggunakan sendok stainless steel yang telah disemprot dengan alkohol
70% pada kedalaman 5 - 15 cm dari permukaan tanah. Sampel
dimasukkan kedalam botol steril dan disimpan dalam coolbox, selanjutnya
dibawa kelaboratorium untuk digunakan dalam penelitian.
III.2.4.2 Penyiapan Suspensi Sampel
Sampel tanah ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke
dalam botol pengencer dan dicukupkan dengan air suling steril hingga 10
mL (pengenceran 10-1). Kemudian 10 mL (pengenceran 10-1) dipanaskan
pada suhu 60 OC selama 15 menit. Suspensi sampel pengenceran 10-1
kemudian dibuat pengenceran 10-2 sampai pengenceran 10-7 .
III.2.5 Isolasi Actinomycetes
Isolasi actinomycetes dari sampel tanah dilakukan dengan metode
sebar dan tuang untuk mendapatkan koloni tunggal. Sebanyak 1 mL dari
masing – masing pengenceran tersebut disebar kedalam cawan petri
kemudian dituang medium SNA sebanyak 20 mL. Selanjutnya cawan
diinkubasi selama 4 - 2 minggu pada suhu 28 OC, dan koloni yang
menunjukkan actinomycetes dilakukan reisolasi untuk mendapatkan koloni
tunggal. Koloni yang telah murni selanjutnya diinokulasikan kedalam
media SNA miring untuk digunakan pada pengujian selanjutnya (10).
29
III.2.6 Penentuan Aktivitas Isolat Actinomycetes (Uji Antagonis)
III.2.6.1 Penentuan Aktivitas Antibakteri
Identifikasi awal dari actinomycetes yang menghasilkan senyawa
antibiotik dilakukan dengan uji antagonis sebagai berikut : Pengujian
antagonis dilakukan untuk melihat aktifitas bakteri langsung terhadap
bakteri uji. Pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan medium NA
(Nutrient Agar) untuk bakteri. Kemudian diinkubasi pada suhu 37OC
selama 1 x 24 jam. Diamati kemampuannya menghambat bakteri uji yang
ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar cakram uji (10).
III.2.6.2 Penentuan Aktivitas Antifungi
Identifikasi awal dari actinomycetes yang menghasilkan senyawa
antibiotik dilakukan dengan uji antagonis sebagai berikut : Pengujian
antagonis dilakukan untuk melihat aktifitas fungi langsung terhadap fungi
uji. Pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan medium PDA (Potato
Dextrose Agar) untuk fungi. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar
selama 3 x 24 jam. Diamati kemampuannya menghambat fungi uji yang
ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar cakram uji (10).
III.2.7 Fermentasi, Ekstraksi dan Uji Aktivitas Antibiotik isolat
Actinomycetes
III.2.7.1 Fermentasi (Produksi Senyawa Metabolit)
Isolat aktif dibuat prekultur pada labu erlenmeyer 50 mL yang
mengandung 10 mL medium cair SNB dan diinkubasi pada suhu 28° C
selama 3 hari pada kondisi tergojok pada laju pengojokan 150 rpm.
30
Prekultur (starter) dipindahkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang
mengandung 100 mL medium SNB. Fermentasi dilakukan pada suhu 28°
C selama 11 hari pada kondisi tergojok pada laju penggojokan 150 rpm
(10).
III.2.7.2 Ekstraksi Senyawa Metabolit
Setelah fermentasi selama 11 hari, media pertumbuhan mikroba
disentrifugasi 3000 rpm selama 15 – 30 menit untuk memisahkan
senyawa antibakteri yang disekresikan ke dalam media tumbuhnya. Filtrat
diekstraksi 2 kali dengan pelarut etilasetat (1:1 v/v) dalam corong pisah
selama 20 menit. Dan untuk residu disonikasi dengan pelarut metanol
selama 15 menit, kemudian disentrifugasi 3000 rpm selama 15 – 30 menit.
Ekstrak yang diperoleh diuapkan lalu disimpan pada desikator untuk
digunakan pada pengujian aktivitas antibiotika (10).
III.2.7.3 Uji Aktivitas Antibiotika
Aktivitas antibiotika dapat ditentukan dengan melihat kemampuan
daya hambat metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri
menggunakan metode difusi agar. Media yang digunakan untuk
penentuan daya hambat adalah medium NA (Nutrien Agar) untuk bakteri
dan medium PDA (Potato Dextrose Agar) untuk fungi. Masing-masing
sebanyak 0,1 mL suspensi mikroba uji diinokulasikan pada cawan petri
dan ditambahkan dengan medium yang sesuai sebanyak 20 mL.
Ekstrak etil dan metanol sebanyak 20 µL diteteskan pada kertas
cakram steril kemudian diuapkan, lalu diletakkan diatas media uji yang
31
telah mengandung mikroba uji. Cawan kemudian diinkubasi selama 1 x 24
jam pada suhu 37oC untuk bakteri dan 3 x 24 jam pada suhu kamar untuk
fungi.
Pada setiap media uji terdapat kontrol positif yaitu antibiotik
tetrasiklin pada cawan petri yang terdapat inokulasi Staphylococcus
aureus dan kloramfenikol untuk Escherichia coli. Nistatin untuk Candida
albican. Adanya aktivitas antimikroba ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekitar paper disk steril setelah masa inkubasi dan diukur
diameter hambatannya dengan menggunakan jangka sorong.
III.2.7.4 Pengukuran Diameter Hambatan
Aktivitas antibiotika diperoleh dengan mengukur diameter
hambatan yaitu zona bening yang terbentuk di sekitar paper disk. Zona
bening yang terbentuk di sekitar paper disk menunjukkan mikroba tidak
dapat tumbuh di sekitar paper disk. Zona uji yang terbentuk di sekitar
paper disk tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong dan di
evaluasi : >20 mm (strong inhibition), 5-10 mm (moderate inhibition) and
<5 mm (weak inhibition) (10).
III.3 Identifikasi Mikroorganisme
III.3.1 Identifikasi Morfologi Secara Makroskopik
Medium NA dituang sebanyak 20 mL kedalam cawan petri dan
dibiarkan memadat kemudian diinokulasikan dengan biakan murni secara
goresan. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam.
32
Pengamatan dilakukan dengan melihat bentuk, warna dan permukaan
koloni (21).
III.3.2 Identifikasi Morfologi Secara Mikroskopik
III.3.2.1 Pengecatan Gram
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 96 %, kemudian difiksasi
diatas lampu spiritus selanjutnya biakan murni diambil secara aseptis dan
diletakkan diatas gelas objek lalu diratakan. Difiksasi kembali diatas
lampu spiritus, setelah dingin diteteskan cat Gram A (Kristal Violet) 2 – 3
tetes selama 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan
dikeringkan. Setelah itu ditetesi dengan Gram B (Iodium) selama 1 menit,
kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian ditetesi
dengan Gram C (Alkohol 96 %) selama 30 detik, kemudian dicuci dengan
air mengalir dan dikeringkan. Terakhir ditetesi dengan Gram D (Safranin)
selama 45 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir dan kelebihan air
dihilangkan dengan kertas serap. Pengamatan dilakukan dengan melihat
bentuk dan warna sel dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x (23).
III.3.2.2 Pewarnaan Spora dan Hifa
Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 96 %, kemudian difiksasi
diatas lampu spiritus, selanjutnya biakan murni diambil secara aseptis dan
diletakkan diatas gelas objek lalu diratakan. Difiksasi kembali diatas lampu
spiritus, setelah dingin diteteskan pewarna Malachite green, dibiarkan
selama 4 menit, dicuci dengan air mengalir selama 30 detik, kemudian
ditetesi dengan Safranin selama 30 detik. Setelah dibilas dengan air
33
dikeringkan diatas kertas serap. Pengamatan dilakukan dengan melihat
adanya spora. Dan untuk pengujian hifa, dimana biakan murni diambil
secara aseptis kemudian ditetesi medium SNA dan diinkubasi pada suhu
28oC selama 4 hari. Kemudian setelah tumbuh pada medium SNA
tersebut lalu dilakukan pengamatan dimana terlebih dahulu ditetesi
metilen blue, kemudian dicuci dengan air mengalir. Pengamatan dilakukan
dengan melihat adanya hifa (23).
III.3.3 Identifikasi Fisiologi
III.3.3.1 Uji Katalase
Gelas objek ditetesi dengan 2 tetes hidrogen peroksida 3 %
kemudian secara aseptik diinokulasi dengan biakan murni dan dicampur
dengan baik. Uji positif ditandai dengan terbentuknya gelembung udara.
III.3.3.2 Uji Indol
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan diinokulasikan
kedalam medium trypton, kemudian diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu
37oC. Setelah itu permukaannya ditetesi dengan reagen kovac sekitar
0,25 mL. Uji positif ditandai dengan adanya cincin merah (18).
III.3.3.3 Uji Karbohidrat (Glukosa, Laktosa dan Sukrosa)
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan diinokulasikan
kedalam medium Glukosa, Laktosa dan Sukrosa, kemudian diinkubasi
selama 1 – 2 x 24 jam pada suhu 37oC. Uji positif ditandai dengan
terjadinya perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan menghasilkan
gas atau gelembung udara (18).
34
III.3.3.4 Uji Anaerob
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan diinokulasikan
kedalam medium FTM, kemudian diinkubasi kedalam Anaerobic Jar yang
berisi Gaspack dan indikator selama 3 x 24 jam pada suhu 37oC. Uji positif
ditandai dengan adanya pertumbuhan diatas medium yang berarti bersifat
anaerob (18).
III.3.3.5 Uji Oksidasi dan Fermentasi (OF)
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan diinokulasi
kedalam medium OF secara tusukan dan diinkubasi selama 7 x 24 jam
pada suhu 37oC. Yang salah satunya ditetesi parafin. Uji positif ditandai
dengan perubahan warna dari hijau menjadi biru (18).
III.3.3.6 Uji Polisakarida
Medium SA dimasukkan kedalam cawan petri yang telah
disterilkan. Kemudian diinokulasi dengan biakan murni dan diinkubasi 1 x
24 jam pada suhu 37oC. Setelah itu ditetesi iod. Uji positif ditandai dengan
adanya zona bening disekitar koloni (18).
III.4 Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan berupa isolat Actinomycetes, data
pengamatan terhadap diameter hambatan yang dihasilkan oleh tiap isolat
terhadap tiap-tiap mikroba uji.
III.4 Kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil data yang diperoleh.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Isolasi Bakteri
Berdasarkan hasil isolasi bakteri Actinomycetes diperoleh 3 isolat
bakteri yang diberi kode T-1, T-2 dan T-3 (gambar 1).
A B
C
Gambar 1. Hasil Isolasi selama 4 hari inkubasi
Keterangan : (A) Pengenceran 10-2
(B) Pengenceran 10
-3
(C) Pengenceran 10
-5
T-1
T-2
T-3
36
IV.1.2 Hasil Pengujian Antagonis
Hasil pengujian antagonis isolat bakteri terhadap mikroba uji di
dapatkan 2 isolat yang menghasilkan zona bening yaitu T-2 dan T-3.
Tabel 1.Hasil pengujian antagonis isolat bakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus auresus, Escherichia coli dan Candida albicans.
Keterangan : (+) = Terbentunknya zona bening
(−) = Tidak terbentuk zona bening
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Gambar 2. Hasil Uji Antagonis T-1, T-2 dan T-3 pada Medium NA
Isolat
Hasil pertumbuhan mikroba uji
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Candida
albicans
T-1 - - -
T-2 - + -
T-3 + - -
T-1 T-2
T-3 T-3
T-3
T-2
T-1 T-2
37
IV.1.3 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan
IV.1.3.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Ekstrak Etil Asetat
Filtrat
Hasil pengukuran diameter hambatan terhadap mikroba uji
didapatkan 2 ekstrak etil filtrat yaitu T-2 dan T-3, dimana untuk T-2 tidak
terbentuk diameter hambatan (gambar 9) dan T-3 (gambar 10)
menunjukkan adanya diameter hambatan dengan besar diameter
hambatan sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil pengukuran diameter daerah hambat ekstrak etil filtrat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Ekstrak etil filtrat
Konsentrasi
(%b/v)
Diameter zona hambat (mm)
Staphylococcus aureus Uji I
Staphylococcus aureus Uji II
Rata-rata Uji I
dan II Nilai
Rata- Rata
Nilai Rata-Rata
T-3
20
21,05
21,13
17,05
17,15 19,23 21,05 17,05
21,30 17,35
10
15,10
15,47
1,10
17,18 16,12 16,25 1,10
15,05 17,35
5
13,25
13,52
1,40
13,27 13,40 14,05 13,20
13,25 13,20
2.5
12,25
12,25
13,40
13,33 12,79 12,25 13,30
12,25 13,30
1.25
11,25
11,25
12,20
12,3 11,79 11,25 12,45
11,25 12,35
IV.1.3.1 Hasil Pengukuran Diameter Hambatan Ekstrak Metanol
Residu
Hasil pengukuran diameter hambatan terhadap mikroba uji
didapatkan 2 ekstrak metanol residu yaitu T-2 dan T-3 dimana hasil yang
38
diperoleh tidak menunjukkan adanya diameter hambatan (gambar 9 dan
10).
IV.1.4 Hasil Identifikasi Mikroorganisme
Tabel 3. Hasil identifikasi mikroorganisme isolat T-3
Isolat Pengujian Hasil Secara Teoritis
(18,21) Kesimpulan
- Makroskopik
Koloni kecil, halus,
permukaan
cembung dan tepi
datar.
Koloni kecil sampai
sedang, halus,
permukaan
cembung dan tepi
yang tampak datar.
- Mikroskopik
Pengecatan
Gram Basil gram positif Basil gram positif
Pewarnaan
Spora dan Hifa
Tidak membentuk
spora dan
mempunyai hifa
Tidak membentuk
spora dan
mempunyai hifa
- Uji Aktivitas
Biokimia
T-3
Anaerob Anaerob Anaerob
Diduga
Actinomyces
sp.
Indol Negatif Negatif
Katalase Negatif Negatif / Positif
Karbohidrat
- Glukosa
- Laktosa
- Sukrosa
- Negatif
- Negatif
- Negatif
- Negatif
- Negatif
- Negatif
Solubel Starch Positif Positif
OF Positif Positif
39
IV.2 Pembahasan
Actinomycetes termasuk bakteri yang berbentuk batang, gram
positif, bersifat anaerobik atau fakultatif. Actinomycetes selalu ditemukan
pada substrat alam, seperti tanah, kompos, air kolam dan bahan
makanan. Tanah yang basa dan netral lebih disukai dari pada tanah yang
asam seperti humus hutan dan rawa-rawa. Pertumbuhan optimum pada
suhu antara 28 – 37OC, tetapi beberapa Actinomycetes masih dapat
tumbuh dalam jumlah besar pada suhu 55 - 65OC. Jenis Actinomycetes
tergantung pada tipe tanah, karakteristik fisik, kadar bahan organik, dan
pH lingkungan (6,14).
Pada penelitian ini dilakukan isolasi mikroba Actinomycetes
penghasil antibiotika dari tanah limbah sekitar pembuangan limbah pabrik
gula tebu (Camming) Bone dilakukan tahap pengujian yakni isolasi,
fermentasi, ekstraksi, pengujian aktivitas antibiotik dan identifikasi
Actinomycetes.
Persiapan sampel yang dilakukan yaitu pertama-tama sampel
tanah dengan kode sampel (A dan B) yang diambil dari dua titik
pengambilan dicampur kemudian diambil sebanyak 1 gram dan dibuat
pengenceran 10-1 sampai 10-7 yang diisolasikan kedalam medium Starch
Nitrat Agar (SNA). Dimana terlebih dahulu pengenceran 10-1 dipanaskan
pada suhu 60 OC selama 15 menit dan untuk mencegah pertumbuhan
jamur digunakan nistatin.
40
Hasil isolasi didapatkan 3 isolat bakteri Actinomycetes yaitu : T-1,
T-2 dan T-3 (gambar 1). Kemudian di lakukan pemurnian isolat dengan
cara menggores isolat ke cawan petri yang berisi medium SNA baru. Hasil
isolat murni ditandai dengan bentuk koloni dan warna yang sama.
Uji antagonis bakteri adalah untuk melihat aktifitas bakteri langsung
terhadap organisme uji dan menyeleksi isolat-isolat bakteri yang memiliki
aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan jamur. Hasil positif ditandai
dengan terbentuknya zona bening di sekitaran isolat.
Hasil pengujian antagonis didapatkan 2 isolat bakteri yang
menghasilkan diameter hambatan yaitu isolat T-2 dan T-3 (gambar 2).
Isolat T-2 menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan T-3
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang
ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar isolat.
Untuk memperoleh senyawa metabolit sekunder dari bakteri
dilakukan dengan cara fermentasi. Sebelumnya dibuat prekultur/starter
dalam medium Starch Nitrate Broth (SNB) yang diinkubasi menggunakan
shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 3 x 24 jam. Selanjutnya starter
difermentasikan ke dalam medium Produksi yang diinkubasi
menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit.
Fermentasi dilakukan selama 11 hari pada suhu kamar. Fermentasi
dengan shaker merupakan metode pemanfaatan medium oleh
mikroorganisme yang hasilnya lebih efisien dan pertumbuhannya lebih
homogen.
41
Fermentasi dilakukan terhadap isolat bakteri yang menghasilkan
diameter hambatan pada uji antagonis yaitu isolat T-2 dan T-3. Hasil
fermentasi isolat bakteri T-2 dan T-3 memberi warna kuning yang tadinya
berwarna putih. Perubahan warna yang terjadi karena adanya proses
fermentasi yang dilakukan oleh isolat bakteri dimana perubahan ini
menunjukkan metabolit sekunder telah diproduksi. Dan fermentasi
menjadi keruh dikarenakan medium yang digunakan yaitu medium
produksi mengandung tepung kedelai yang tidak larut dalam air.
Hasil fermentasi disentrifus terlebih dahulu untuk memisahkan filtrat
dan residu, hal ini dilakukan karena mikroorganisme dapat menghasilkan
antibiotika diluar sel (ekstrasel) berupa bahan-bahan toksik yang dapat
larut dan dikeluarkan dari sel selama proses pertumbuhan
mikroorganisme (eksotoksin) yang biasanya terdapat pada filtrat.
Antibiotika dapat pula dihasilkan didalam sel mikroorganisme dan
dikeluarkan jika selnya dihancurkan (endotoksin) dan endotoksin tersebut
terdapat pada residu, sehingga untuk pengujian aktivitas antibiotik
dilakukan dengan baik terhadap filtrat maupun residunya (19).
Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiotika terlebih dahulu dilakukan
proses ekstraksi senyawa metabolit dengan tujuan untuk memecah sel
bakteri sehingga senyawa metabolit berdifusi ke pelarut. Filtrat yang
diperoleh diekstraksi 2 kali dengan pelarut etilasetat (1:1 v/v) dalam
corong pisah selama 20 menit. Kemudian residu disonikasi dengan pelarut
metanol selama 15 menit, kemudian dicentrifuge 3000 rpm selama 15 –
42
30 menit. Ekstrak yang didapat diuapkan dan disimpan pada desikator.
Berat ekstrak etil filtrat yang di dapat untuk T-2 yaitu 109 mg dan T-3 yaitu
120 mg dan untuk ekstrak metanol residu yang didapat untuk T-2 yaitu
290 mg dan T-3 yaitu 460 mg.
Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar yang
menggunakan paper disk yang dibuat berbentuk bulat dengan diameter 5
mm dan memiliki ketebalan 0,5 mm. Metode difusi agar memiliki beberapa
kelebihan yaitu sederhana untuk dilakukan dan dapat digunakan untuk
melihat sensitivitas berbagai jenis mikroba terhadap antimikroba pada
konsentrasi tertentu (24). Mikroba uji yang digunakan untuk uji aktivitas
antibiotik adalah bakteri gram positif Staphylococcus aureus serta bakteri
gram negatif Escherichia coli dan untuk fungi adalah Candida albicans.
Berdasarkan uji daya hambat didapatkan hasil bahwa setiap ekstrak
isolat bakteri memiliki aktivitas yang bervariasi pada tiap konsentrasinya.
Ekstrak isolat bakteri memperlihatkan daya hambat yang aktif hanya
terhadap Staphylococcus aureus.
43
Gambar 3. Grafik Daya Hambat Isolat T-3
Hasil uji aktivitas antibiotik ekstrak etil filtrat T-2 (gambar 9) tidak
membentuk diameter hambatan terhadap Escherichia coli dan untuk T-3
(gambar 10) menghasilkan diameter hambatan berturut-turut sebesar
19.23 mm, 16.12 mm, 13.40 mm, 12.79 mm dan 11.79 mm terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Dan untuk ekstrak metanol residu
terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak
terbentuk diameter hambatan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa
hal, seperti tingkat sensitifitas dari organisme uji, kecepatan difusi dari
senyawa antibakteri dan konsentrasi senyawa antibakteri (24).
Dari hasil penelitian telah diisolasi 1 jenis isolat Actinomycetes yang
mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba disekitarnya
yang dapat menjadi indikasi bahwa mikroorganisme tersebut dapat
menghasilkan senyawa aktif metabolit yang ditandai dengan adanya zona
bening disekitar pertumbuhannya. Dari 1 isolat tersebut dilanjutkan
0
5
10
15
20
Dia
me
ter
zon
a h
amb
at (
mm
)
Konsentrasi (b/v)
44
dengan pengujian identifikasi morfologi mikroorganisme yaitu pengecatan
gram, pewarnaan spora dan hifa. Setelah melewati proses pengecatan
gram ternyata isolat T-3 termasuk dalam bakteri Gram positif yang
ditunjukkan pada mikroskop yaitu bakteri berwarna ungu (basil gram
positif). Hal ini disebabkan bakteri gram positif mempunyai kadar lipid dan
protein yang rendah sehingga mengalami denaturasi protein pada dinding
selnya oleh pencucian dengan alkohol sehingga protein menjadi keras
dan beku, pori-pori mengecil sehingga kompleks kristal violet dan iodium
dipertahankan karenanya sel bakteri berwarna ungu atau biru (20). Dan
untuk pewarnaan spora dan hifa, isolat T-3 tidak membentuk spora dan
mempunyai hifa yang bercabang.
Pada pengujian identifikasi fisiologi yaitu pada uji aktivitas biokimia
isolat T-3 pada uji katalase hasil yang diperoleh yaitu negatif sehingga
tidak menghasilkan enzim katalase. Pada uji anaerob hasil yang diperoleh
yaitu positif anaerob. Dan pada uji oksidasi fermentasi (OF) hasil yang
diperoleh yaitu positif sehingga dapat melakukan proses oksidasi dan
fermentasi sama untuk uji polisakarida hasil yang diperoleh yaitu positif
sehingga dapat menghasilkan enzim amilase dan untuk uji indol hasil
yang diperoleh yaitu negatif sehingga triptofan tidak menghasilkan
asetilmetilkarbinol begitupun dengan uji karbohidrat hasil yang diperoleh
yaitu negatif sehingga tidak dapat memfermentasi glukosa, laktosa dan
sukrosa (4,20).
45
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diduga untuk
genus Actinomyces sp mempunyai ciri-ciri koloni kecil sampai sedang,
halus, permukaan cembung, dengan tepi yang tampak datar, berupa basil
gram positif, tidak membentuk spora dan mempunyai hifa yang
bercabang. Pada uji indol negatif, bersifat anaerob,uji katalase negatif,uji
solubel starch positif, uji oksidasi fermentasi positif dan uji karbohidrat
negatif (Tabel 3).
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Tanah dari sekitar pembuangan limbah pabrik gula tebu (Camming)
Bone mengandung Actinomycetes sebagai penghasil antibiotik.
2. Hasil isolasi dari tanah tersebut diperoleh 3 isolat yaitu T-1, T-2
dengan T-3.
3. Isolat T-3 memiliki diameter hambatan yang paling besar.
4. Isolat T-3 diduga termasuk dalam genus Actinomyces sp.
V.2 Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui spesies dari isolat T-3.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswara, G. S. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009. Hal. 585.
2. Djide, M.N dan Sartini. Dasar - Dasar Mikrobiologi Farmasi. Cetakan I.
Penerbit Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makassar.
2009. Hal. 206-210,339, 343, 344, 347.
3. Oktaria U. W. Penipisan Bakteri Penghasil Antibiotika Dan Pengujian
Aktivitas Antibiotikanya. Skripsi Sarjana Biologi. Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. 2011. Diakses pada
tanggal 1 Desember 2012.
4. Irianto, K. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid II.
Penerbit CV. Yrama Widya. 2007. Hal.141.
5. Miyadoh, S. and Misa. Workshop on isolation methods and
classification of actinomycetes. Biotechnology Center, Indonesian
Institute of Sciences, Bogor. 2004.
6. Ambarwati dan Gama Azizah. Isolasi Actinomycetes dari Tanah Sawah
Sebagai Penghasil Antibiotik. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2009. Diakses pada tanggal 13 Desember
2012.
7. Yoseph Dyan., Pemanfaatan Limbah Industri Gula untuk Meningkatkan
Produksi Kedelai (Glycine max) pada Tanah Mediteran (Typic
Hapludalf) di Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta. 2004. Diakses pada
tanggal 13 Desember 2012.
8. Pelczar, M.J. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jilid II. Terjemahan Ratna
Siri Hadioetomo dkk. UI Press. Jakarta. 1988.
9. Sapoetro, H. Produksi Antibiotik di Dunia dan Indonesia. Seminar
Antibiotika. Institut Teknologi Bandung. 1987.
10. Saraswati Rasti, Edi Husen dan R.D.M. Simanungkalit. Metode
Analisis Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 2007. hal 11
47
11. Herlina R, Wahyono, Yosi B Murti dan Gemini Alam. Purifikasi Dan
Karakterisasi Senyawa Antibakteri Dari Actinomycetes Asosiasi spons
Terhadap Bakteri Patogen Resisten. Bagian Biologi Farmasi
Fak.Farmasi UGM,Fakultas Farmasi UNHAS Majalah Farmasi
Indonesia, 21(3). 2010. Hal. 159-160.
12. Roa, N.S.S. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi
II. UI Press. Jakarta. 1994. Hal 13, 38, 50.
13. Holt J.G, Krieg N.r, Snenath Peter.H.a, Stanley J.T, Williams.S.Stanley.
Bergey’s Manual Of Determinative Bacteriology. Eighth Edition.
Williams And Wilkins Company, Baltimore. USA. 1994.
14. Jawetz, Melnik dan Aldeberg’s. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta. 2001. Hal 311.
15. Waluyo, L. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhammadiyah
Malang Press. Malang. 2005. Hal 298
16. Hadioetomo, R, S. Mikrobiologi Dasar Praktek dan Prosedur Dasar
Dalam Laboratorium, PT. Gramedia. Jakarta. 1993.
17. Tjay, T.H. Rahardja, K. Obat – Obat Penting. Edisi VI. Cetakan I.
Penerbit PT Elex Media Computindo. Jakarta. 2007. hal 65.
18. Buchanan, R.E and Gibbons N.E., 1974. Bergey’s Manual Of
Determinative Bacteriology. Eight Edition. William and Wilkins
Company. Baltimore. 1974. Hal 660.
19. Waluyo, L. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhammadiyah
Malang Press, Malang. 2005.
20. Lay, W.B. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta. 1994.
21. Mac Faddin, Jean F. Biochemical Test For Identification Of Medical
Bacteria. Williams and Wilkins 428 E. Preston Street Baltimore, Md
21202, U.S.A. 1980. Hal 358.
22. Difco Cultur Media Handbook. Merck Darmstadt Federal : Republic Of
Germany. 1988. Hal 254, 349,468,532.
48
23. Djide M. N dan Sartini. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi
Dasar. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Fakultas
Farmasi.Universitas Hasanuddin. 2010. Hal 54,57,89.
24. Mawaddah Rosliana. Kajian Hasil Riset Potensi Antimikroba Alami dan
Aplikasinya Dalam Bahan Pangan di Pusat Informasi Teknologi
Pertanian Fateta IPB. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. 2008. Diakses pada tanggal 19 April 2013.
25. Djide, M.N dann Sartini. Dasar – Dasar Bioteknologi Farmasi.
Laboratorium Mikrobiologi – Bioteknologi Farmasi Universitas
Hasanuddin. Makassar. 2012. Hal 77-81.
26. Fardiaz, S.. Fisiologi Fermentasi. Lembaga sumber daya informasi –
IPB. Bogor. 1988. Hal. 79, 105-107.
49
Lampiran
Lampiran 1. Komposisi Medium
No Medium Komposisi
1 Nutrien Agar (NA)
Pepton 5 gram
Ekstrak daging 15 gram
Agar 15 gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
2 Starch Nitrate Broth
(SNB)
KNO3 1 gram
K2HPO4.3H2O 0,5 gram
MgSO4.7H2O 0,5 gram
NaCl 0,5 gram
Solubel starch 20 gram
FeSO4.7H2O 0,01gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
3 Starch Nitrate Agar
(SNA)
Agar 20 gram
KNO3 1 gram
K2HPO4.3H2O 0,5 gram
MgSO4.7H2O 0,5 gram
NaCl 0,5 gram
Solubel starch 20 gram
FeSO4.7H2O 0,01gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
4 Potato Dextrose Agar
(PDA)
Pepton 10 gram
Glukosa 40 gram
Agar 15gram
Air suling ad 1000 ml
pH 5,6 ± 0,1
50
No Medium Komposisi
5 Medium Produksi
Glukosa 20 gram
Pati Terlarut 10 gram
Dextrosa 1 gram
Tepung Kedelai 25 gram
Ekstrak Yeast 1 gram
NaCl 2 gram
Air Suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
6 Oksidasi Fermentasi
(OF)
Pepton 2 gram
NaCl 5 gram
K2HPO4 0,3 gram
Agar 3,8 gram
Brom Timol Biru 0,2% 15 ml
Air Suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
7 Fluid Thiolycollate Medium
(FTM)
Pancreatic Digest Of Casein 15 gram
Yeast Extract 5 gram
Dextrose 5,5 gram
Sodium Chloride 2,5 gram
L- Cystine 0,5 gram
Sod. Thiolycollate 0,5 gram
Agar 0,01 gram
Resazurin 0,001 gram
pH 7,0 ± 0,2
8 Tryptone 1 %
Tryptone 10 gram
NaCl 5 gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,3 ± 0,2
51
No Medium Komposisi
9 Strach Agar
Peptone 5 gram
Ekstrak Daging 3 gram
Solubel Starch 2 gram
Agar 2 gram
Air Suling ad 1000 ml
pH 7,5 ± 0,2
10 Lactosa Broth
(LB)
Pepton 5 gram
Ekstrak Daging 3 gram
Laktosa 5 gram
Air Suling ad 1000 ml
pH 6,9 ± at 25°C
11 Sukrosa Broth
(SB)
Pepton 5 gram
Ekstrak Daging 3 gram
Sukrosa 5 gram
Air Suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
12
Glucosa Broth (GB)
Pepton 5 gram
Ekstrak Daging 3 gram
Glukosa 5 gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
52
Lampiran 2. Skema Kerja Secara Umum
Penyiapan Suspensi
Sampel
Pengambilan Sampel
Pembuatan Suspensi
Sampel
Identifikasi dan
Penentuan Aktivitas
Antibiotik Isolat
Actinomycetes
Fermentasi
Ekstraksi
Uji Aktivitas Antibiotik
Ekstrak
53
Lampiran 3. Skema Kerja
a. Isolasi Sampel Tanah
Koloni Murni / Tunggal
Isolasi Actinomycetes,
dan Reisolasi
Suspensi Sampel
Sampel Tanah
Ditimbang 1 gram,
ditambahkan air steril
hingga 10 mL
(101),kemudian
dipanaskan pada suhu
60 O
C selama 15 menit.
Dibuat pengenceran 10-2
,
10-3
, 10-4
, 10-5
, 10-6
, 10-7
.
Isolat Actinomycetes
Diisolasi dengan
menggunakan medium
SNA selama 4-2 minggu
pada suhu 28 O
C
54
b. Identifikasi dan Uji Aktivitas Antibiotika
NA PDA
Zona Hambat Fermentasi
Kesimpulan
Pembahasan
Candida albicans
diinkubasikan pada suhu
kamar selama 3 x 24 jam.
Ekstraksi
Uji Aktivitas
antibiotik / zona
hambat
Pengumpulan
Data
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
diinkubasikan pada
suhu 37OC selama 1 x
24 jam.
Identifikasi Isolat
Isolat Actinomycetes
1. Morfologi secara makroskopik 2. Morfologi secara mikroskopik : - Pengecatan Gram - Pengecatan Spora 3. Identifikasi fisiologi : - Uji Indol - Uji FTM - Uji Katalase - Uji Karbohidrat - Uji Oksidasi Fermentasi - Uji Polisakarida
Uji Antagonis Isolat
55
Lampiran 4. Gambar Penelitian
Gambat 4. Foto Pengenceran Sampel
A
B
C
D
56
Gambar 5. Hasil Isolasi (A) Pengenceran 10
-1
(B) Pengenceran 10-2
(C) Pengenceran 10-3
(D) Pengenceran 10-4
(E) Pengenceran 10-5
(F) Pengenceran 10-6
(G) Pengenceran 10-7
E
F
G
57
Gambar 6. Hasil Reisolasi
(A) Hasil Pertumbuhan Isolat T-1 (Pengenceran 10-2
)
(B) Hasil Pertumbuhan Isolat T-2 (Pengenceran 10-3
)
(C) Hasil Pertumbuhan Isolat T-3 (Pengenceran 10-5
)
(D) Isolat Stok T-1, T-2 dan T-3
C B A
A
B
C
D
58
Gambar 7. Hasil Identifikasi Morfologi Isolat T-3 (Pengenceran 10
-5)
(A) Pengecatan Gram
(B) Pewarnaan Spora
(C) Pewarnaan Hifa
A B
C
59
Gambar 8. Hasil Identifikasi Fisiologi Isolat T-3 (Pengenceran 10-5
)
(A) Uji Indol
(B) Uji Oksidasi Fermentasi
(C) Uji FTM
(D) Uji Karbohidrat
(E) Uji Polisakarida
A B C D
E
60
A B
Gambar 9. Hasil Fermentasi selama 11 x 24 jam pada Suhu Kamar
(A) Isolat T-2 (Pengenceran 10-3
)
(B) Isolat T-3 (Pengenceran 10-5
)
T-3 T-2
61
A Escherichia coli B
C
Gambar 10. Hasil Diameter Hambatan Isolat T-2 pada Medium NA
(A) Uji Pertama (Filtrat)
(B) Uji Kedua (Filtrat)
(C) Uji Pertama (Residu)
Keterangan : 1. T2/1 = Konsentrasi (20% b/v)
2. T2/2 = Konsentrasi (10% b/v)
3. T2/3 = Konsentrasi (5% b/v)
4. T2/4 = Konsentrasi (2,5% b/v)
5. T2/5 = Konsentrasi (1,25% b/v)
6. P = Pelarut
7. K = Kontrol (Kloramfenikol)
T2/1
T2/2
T2/3
T2/4
T2/5
P
K
T2/1
T2/2
T2/3
T2/4
T2/5
P
K
T2/1
T2/2
T2/3
T2/4
T2/5
P
K
62
A Staphylococcus aureus B
C
Gambar 11. Hasil Diameter Hambatan Isolat T-3 pada Medium NA
(A) Uji Pertama (Filtrat)
(B) Uji Kedua (Filtrat)
(C) Uji Pertama (Residu)
Keterangan : 1. T3/1 = Konsentrasi (20% b/v)
2. T3/2 = Konsentrasi (10% b/v)
3. T3/3 = Konsentrasi (5% b/v)
4. T3/4 = Konsentrasi (2,5% b/v)
5. T3/5 = Konsentrasi (1,25% b/v)
6. P = Pelarut
7. K = Kontrol (Tetrasiklin)
T3/1
P
T3/5
T3/4
T3/3
T3/2
K
T3/1
T3/2
T3/3
T3/4
T3/5
P
K
T3/2 T3/1
T3/2
T3/3
T3/4
T3/5
P
K