Post on 16-Mar-2019
2
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahi Robbil alamin, Segala puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan, buku MODEL STRATEGI MENUJU
KEUNGGULAN DAYA SAING telah dapat diselesaikan penulisannya. Buku
ini berdasarkan kajian literatur disertasi penulis selama belajar di Program Doktor
dan diperkaya dengan berbagai sumber.
Keunggulan Daya Saing membawa konsekuensi pada kinerja perusahaan.
Penciptaan Keunggulan Daya Saing Sukses tentu saja banyak ditentukan oleh
strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuannya
Buku ini mengkaji literatur untuk mendukung pengembangan model
konseptuan teoritik yang membahas transformasi organisasional, pembelajaran
organisasional, corporate entrepreneurship, keunggulan daya saing, dan kinerja
perusahaan.
Harapan penulis semoga dapat digunakan untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi para mahasiswa, peneliti, praktisi, dan pengambil keputusan
untuk merespon proses perubahan yang semakin cepat
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Prof. Dr.H. Sugeng Wahyudi.
MM ,Dr. H.M.Chabachib, M.Si,Akt dan Prof. Dr.Augusty Tae Ferdinand, MBA, dari
Universitas Diponegoro atas bimbingan dan kerjasamanya selama penulis melakukan
3
penelitian dalam program Doktor di Universitas Diponegoro. Penulis juga berterimakasih
kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan buku ini.
Kami menyadari , ketidak sempurnaan dari buku ini, oleh karena itu mohon saran
dan kritik dari pembaca, dengan harapan semoga buku ini dapat memberi manfaat pada
pengembangan ilmu manajemen dibidang manajemen stratejik.
Semoga Allah SWT, selalu memberikan petunjuk dan memudahkan kita semua.
AMIN
Semarang, 12 Agustus 2010 Penulis
4
BAB I PENDAHULUAN
Kehidupan manusia modern tak bisa dilepaskan dari peranan organisasi.
Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi
memerlukan strategi. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai
unsur perusahaan seperti tingkat keuntungan, keunggulan kompetitif,
pengembangan para karyawan dan juga yang menyangkut berbagai aspek hasil
karya para anggota organisasi.
Manajemen stratejik bukan tugas dari sekelompok orang yang berada di
dalam organisasi, melainkan sebagai metode berpikir yang sebaiknya dimiliki
oleh setiap karyawan di organisasi tersebut. Hamel dan Prahalad (1994)
berpandangan, bahwa organisasi perusahaan lebih bermanfaat jika dilihat sebagai
himpunan kompetensi daripada dilihat sebagai himpunan unit usaha organisasi.
Perusahaan harus berusaha menciptakan lingkungan atau dimensi
persaingan baru, bila perlu selalu berlomba menentukan aturan main yang baru.
Untuk dapat bertahan di lingkungan yang lebih kompetitif, perusahaan perlu
menerapkan strategi , yang sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu melalui
analisis eksternal dan internal. Strategi adalah sesuatu yang dinamis, maka aspek
pembelajaran menjadi vital. Strategi sering sekali disama artikan dengan
keefektifan operasional. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
bahwa yang dimaksud dengan strategi bisnis ialah suatu keputusan dasar yang
diambil oleh manajemen puncak yang menentukan dalam bidang usaha apa
5
organisasi akan bergerak sekarang dan dalam bidang bisnis apa organisasi akan
bergerak di masa yang akan datang . Pearce dan Robinson (1997) menyebut enam
ciri strategic issues, yaitu : membutuhkan keputusan manajemen puncak,
melibatkan alokasi sumber daya yang cukup besar, kemungkinan menimbulkan
dampak yang berarti terhadap kemajuan organisasi, berkiblat ke masa depan dan
perumusannya membutuhkan pertimbangan faktor-faktor di luar organisasi.
Menurut Porter (1996), ada hubungan antara strategi dan daya saing.
Strategi melibatkan pilihan-pilihan yang sulit (trade-off) , dan berurusan dengan
upaya untuk menjadi berbeda (to be different), dan sering berkaitan dengan yang
harus dikerjakan (what to do). Strategi adalah lebih dari sekedar meningkatkan
efisiensi. Sementara Hax dan Majluf (1996) menyebut ada empat sumber dari
daya saing perusahaan yaitu : kompetensi yang unik, keberlanjutan dan
kemampuan memanfaatkan potensi . Kompetensi unik hanya muncul apabila
organisasi melakukan investasi pada asset yang berdaya tahan, spesialisasi, dan
sulit ditukar-tukar. Sumber daya organisasi yang paling berharga, dan jarang, sulit
ditiru dan tidak mudah tergantikan adalah “sumber daya” .
Pelaksanaan strategi yang diterjemahkan ke dalam program kerja, salah
satunya harus dibangun arsitektur organisasional. Arsitekstur organisasi berkaitan
dengan tiga hal dasar, yaitu siapa yang mempunyai kewenangan untuk
memutuskan tentang hal apa (distribution of authority), siapa meberi kontribusi
apa dan bagaimana mengukurnya (performance appraisal), dan siapa memperoleh
apa dan berapa banyak (reward system). Beberapa faktor yang mempengaruhi
6
pelaksanaan strategi, seperti : faktor kepemimpinan, faktor komunikasi dalam
organisasi, faktor struktur organisasi, faktor konflik, sistem imbalan, sistem
control, dan faktor sumber daya manusia. Yang penting, organisasi harus
memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses pembelajaran terus-menerus.
Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur
organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik
memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya
kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi
perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,
2002).
Privatisasi dilakukan oleh berbagai negara sebagai strategi yang dianggap
dapat memperbaiki kinerja BUMN. Privatisasi telah menjadi suatu strategi dalam
pengembangan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang.
Tuntutan untuk melakukan privatissai berasal dari lingkungan eksternal dan
internal. Desakan lembaga-lembaga keuangan multiteral dan keharusan
meningkatkan efisiensi memainkan peran penting dalam pelaksanaan berbagai
kebijakan privatisasi di banyak negara.
Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi
tujuan privatisasi perusahaan (De Castro & Uhlenbruck,1997;Drum,1993).
Namun, secara umum motif privatisasi perusahaan ditujukan karena adanya
kepercayaan bahwa kekuatan sistem pasar dapat dipakai sebagai penentu evolusi
paling baik untuk penciptaan dan pemerataan kesejahteraan. Privatisasi dipercaya
7
sebagai strategi jika dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan harga murah
bagi konsumen (Stiglitz,2002). Kekuatan pasar akan memaksa perusahaan untuk
melakukan perkembangan budaya untuk menerima risiko yang berkaitan dengan
keinginan inovasi dan diharapkan dapat merubah dinamika keunggulan secara
global (Zahra & Fescina,1991; Zahra,1995). Tujuan perusahaan melakukan
privatisasi secara umum adalah meningkatkan kompetisi, menurunkan biaya,
meningkatkan produktivitas, mengumpulkan dana, memperbaiki pasar modal,
meningkatkan efisiensi, meningkatkan kemajuan teknologi, dan memperbaiki
standar hidup serta kualitas ( Zahra, 2000).
Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya
dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan
dengan produk dan pasar. Keinginan untuk menciptakan kreatifitas dalam
mendorong inovasi ini dapat terwujud melalui pembelajaran yang ada di dalam
organisasi. Terdapat beberapa pandangan dari beberapa ahli diantaranya,
berpendapat bahwa privatisasi dapat menciptakan nilai jika ada proses
transformasi yang dapat mendorong pembelajaran organisasional.
Implikasi secara manajerial transformasi organisasional mempunyai
dampak positip terhadap pembelajaran ke arah orientasi inovasi dalam
pengembangan corporate entretreneurship. Transformasi organisasional setelah
privatisasi terdiri dari perubahan dimensi strategi, struktur, insentif manajerial,
budaya perusahaan dan informasi. Sementara strategi transformasi yang
mengiringi perusahaan dilakukan melalui management of change baik pada sisi
8
”pemilik” maupun ”manajemen ”sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi
pemilik terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan
perusahaan sebagai layaknya suatu korporasi, yang mempunyai tujuan stratejik.
Sedangkan perubahan pada sisi manajemen ditujukan pada sikap dan perilaku
manajemen dalam bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha
(corporate culture) yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan
memperhatikan peningkatan kompetensi organisasional.
Perubahan manajemen tersebut dimaksudkan untuk menciptakan
kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan
persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha akan berpengaruh positif terhadap
keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud dengan
memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam
organisasi ke arah corporate entrepreneurship yang didukung oleh proses
pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000).
Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa proses transformasi
organisasional sangat sulit dilakukan dengan keberadaan birokrasi institusional
dan system operasi yang ada di BUMN. Berdasarkan fenomena yang ada terdapat
berbagai hasil, sebagian menyebutkan transformasi organisasional tidak dapat
meningkatkan kinerja, namun sebagian menyebutkan transformasi dapat
meningkatkan kinerja.Perbedaan hasil ini sebagai “fenomena gap” yang akan
dianalisis lebih lanjut untuk menjawab permasalahan-permasalahan di BUMN.
9
Keterkaitan privatisasi yang lebih berfokus pada Kajian teoritik yang
mengintegrasi adanya “kinerja proses” sebagai mediasi untuk menghasilkan
“kinerja akhir” suatu perusahaan perlu dikaji untuk membangun suatu konsep
model teori dasar sebagai landasan dalam membuat model empirik.
Privatisasi BUMN telah banyak dibahas oleh banyak peneliti untuk
melakukan penelitian, namun penelitian yang mengkaitkan dampak dari
transformasi organisasional privatisasi BUMN belum banyak dilakukan.
Transformasi organisasi beserta konsekuensinya perlu dipahami sehingga
langkah-langkah penting yang dilakukan perusahaan dalam mewujudkan suatu
strategi jangka panjang akan memberikan arahan besar mengenai tujuan akhir
perusahaan.
Perusahaan yang di privatisasi akan menjadi perusahaaan baru yang lebih
berorientasi pada langkah “stratejik” dalam mencapai tingkat efisiensi optimal dan
keunggulan daya saing. Orientasi stratejik ke arah peningkatan kinerja dicapai
melalui peningkatan pembelajaran dan peningkatan jiwa entrepreneurship.
Kajian literatur sangat penting untuk mendukung pengembangan model
konseptual teoritik dan model empirik. Secara konseptual, diajukan tiga proposisi,
dimana proposisi pertama membahas hubungan antara transformasi
organisasional, pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship .
Sementara proposisi kedua membahas keunggulan daya saing yang berkaitan
dengan hubungan corporate entrepreneurship dan selanjutnya proposisi ketiga
10
membahas kinerja perusahaan. Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan
konsep The Proposesd Grand Theoretical Model .
Pengujian hipotesis yang berasal dari ketiga proposisi tersebut
menghasilkan Emperical Research Model penelitian. Studi ini merupakan studi
yang lebih menjelaskan bagaimana transformasi organisasional dapat
meningkatkan kinerja perusahaan yang mengkaitkan peran corporate
entrepreneurship melalui bangunan model teoritik dan pengujian empirik dengan
menggunakan pendekatan Resource Based View dan teori Organizational
Learning.
BAB II
STRATEGI DAN KEUNGGULAN DAYA SAING
2. 1. Pendekatan Teoritik
Penelitian privatisasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya
(Ramamurti 2000, Dharwadkar 2000, Doh 2000; Fahy 2003, Zahra 2000,
Antoncic B ,2003, Newman 2000) dengan menggunakan berbagai dasar
pendekatan teori . Untuk pengembangan model konseptual teoritik dan model
penelitian empirik, studi ini menggunakan dua pendekatan teori yaitu Resource
Based View dan Organizational learning yang mendasari penjelasan transformasi
organisasional menuju peningkatan kinerja pada perusahaan privatisasi BUMN.
Secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
11
2.1.1 Resource-based View
Resource-based View adalah sebagai pendekatan yang digunakan untuk
membahas sumber daya dan kapabilitas perusahaan privatisasi dalam mengambil
keuntungan peluang pasar yang berkelanjutan dan sebagai pendekatan untuk
menjustifikasi prediksi faktor faktor yang berperan dalam menciptakan keunggulan daya
saing.
Pandangan ini menjelaskan bagaimana perusahaan mengembangkan sumber
dayanya untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui proses corporate
entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan oleh Barney (2002), Wenerfelt (2000),
Teece (1997) bahwa Resource-based View merupakan pendekatan perusahaan
dalam pencapaian keunggulan daya saing berkelanjutan berbasis sumber daya.
Sementara Wenerfelt (1984) mengemukakan bahwa sumber daya dan kapabilitas
suatu perusahaan itu berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan
nilai, kelangkaan, perbedaan kemampuan untuk tidak dapat dipalsukan, dan
perbedaan kemampuan untuk digantikan (value, rareness, inimitability dan
substitutability). Selanjutnya Barney (1991) dan Teece (1986) mengemukakan
bahwa sumber daya yang langka dan “immobile” merupakan sumber daya untuk
mendukung peluang peluang bisnis.
Perusahaan yang mendayagunakan sumber daya yang langka dan
berharga, tentunya harus memiliki ‘resource position barries’ guna menghindari
peniruan dari perusahaan lain (Wernefelt,1989). Hal ini menunjukkan bahwa
12
untuk mempertahankan competitive advantage dalam jangka waktu tertentu,
dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat menghindari terjadinya peniruan
(Lippman&Rumelt,1982). Pendapat tersebut didukung Penrose (1959) yang
mengemukakan bahwa keragaman kapabilitas inilah yang menjadikan perusahaan
mempunyai karakteristik yang unik, sebagai esensi dari keunggulan daya saing.
Teori pandangan Resource-based biasanya dinyatakan sebagai pendekatan
strategi dengan dua pandangan yang berbeda, yaitu kecenderungan pandangan
yang mengarah bahwa kapabilitas yang merupakan inti posisi competitive tetapi
tetap dipengaruhi oleh kekuatan pasar (Prahalad&Hamel,1990). Pandangan
resources-based secara tidak langsung menyarankan pada perusahaan untuk
memfokuskan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien .
Unsur dasar resource base view khususnya mengidentifikasi sumber daya
yang ada di perusahaan yang tidak dapat ditiru yang akan mengalami erosi oleh
persaingan yang terlalu banyak (Schumpeter,1934). Sumber daya harus
dikembangkan terus menerus (Grant, 1991) untuk menyusun organisasi yang
berparadigma ke perubahan pasar (Cyert dan March 1963,Moorman dan Miner
1997). Proses dinamik dari pengembangan sumber daya yang memberikan hasil
secara terus menerus digambarkan memerlukan inovasi (Hunt,1997). Beberapa
kajian literatur mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan berhubungan pada
keunggulan daya saing (Teece, Pisano,Schuen.1977).
Walaupun penelitian terdahulu telah banyak memfokuskan pada isu
sumber daya dalam penciptaan keunggulan daya saing, perspektif resource base
13
view belum cukup banyak digunakan pada transformasi menuju penciptaan
corporate entrepreneurship. Sebagaian besar penelitian tampaknya berkonsentrasi
pada peningkatan keunggulan daya saing berbasis sumber daya yang ada pada
perusahaan ( Wiklund, 1999; Zajac et al, 1991). Pertanyaan kritikal yang belum
terjawab adalah bagaimana sumber daya dapat berkontribusi pada kinerja
perusahaan melalui aktivitas aktivitas entrepreneurial di corporate. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pandangan tidak hanya perhatian pada
posisi ”sumber daya” nya sendiri, tetapi juga berkaitan dengan ”proses
manajerial” dari sumber daya-nya. Secara mutlak, Resource Based View juga
mengundang perhatian strategi manajerial dan strategi praktis untuk
pengembangan keunggulan daya saing dan penciptaan kekayaan yang baru bagi
perusahaan (Ireland et al, 2003; Priem & Butler,2001;Teecee et al, 1997).
Sebagaimana pendapat penelitian terdahulu bahwa sumber daya yang langka
merupakan sumber keunggulan daya saing perusahaan.
Sumber daya perusahaan lebih memungkinkan menjadi sumber kompetitif
atau mempunyai keunggulan secara entrepreneurial jika perusahaan dapat
mengerjakan dengan eksploitasi sumberdaya melalui proses bisnis dan
manajemen praktis (Baden-Fuller, 1995; Ray et al,2004). Pendapat ini didukung
oleh Ireland (2003) yang mengemukakan bahwa jika perusahaan dapat mengatur
sumber daya dan kapabilitas secara stratejik dan terstruktur dapat meningkatkan
keunggulan daya saingnya. Manajemen dari berbagai sumber daya sebagai posisi
14
yang mengangkat suatu motif inti dari proses penciptaan corporate
entrepreneurship.
Penciptaan proses corporate entrepreneurship memerlukan beberapa
langkah yang harus dilakukan, seperti peluang invention dan innovation
pencarian informasi, akusisi, dan akumulasi sumber daya (Shane &
Venkataraman,2000; Ucbasaran et al, 2001). Dengan berbasis sumber daya,
penelitian ini memfokuskan pada proses penciptaan keunggulan daya saing dan
nilai baru perusahaan melalui akusisi dan akumulasi berbagai macam sumber daya
yang pada hakekatnya dihubungkan dengan pandangan resource base
perusahaan. Pandangan ini menekankan bahwa sumber daya dan kapabilitas
perusahaan adalah sebagai asas fundamental yang menentukan perbedaan dalam
hal kinerja perusahaan dan penciptaan kekayaaan perusahaan (Galunic & Rodan,
1998; Teece et al,1997).
Walaupun gagasan tersebut berasal dari stratejik manajemen, Resource
Based View juga akan menjadi makin bertambah digunakan pada penelitian
entrepreneurship untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan kinerja di
antara perusahaan yang dikaitkan dengan kemampuan entrepreneurial dalam
organisasi (Barnett et al, 1994; Ireland et al, 2003). Sebagaimana pendapat Teecee
(1997) bahwa keunggulan daya saing perusahaan mengalir dengan menyandarkan
dari sumber daya.
Keunggulan daya saing yang dibangun berdasarkan sumber daya
merupakan sumber yang terpenting untuk peningkatan kinerja. Pendapat ini
15
didukung oleh Ireland (2003) bahwa sumber daya yang lebih bernilai, langka,
imperfectly imitable dan non substitutable dibandingkan pesaing merupakan
sumber yang penting pada peningkatan keunggulan daya saing. Dengan
merancang organisasional yang berdasar pandangan Resource Based View,
diharapkan dapat menstimulasi inovasi perusahaan setelah privatisasi.
Karakteristik perusahaan BUMN, secara umum mempunyai keterbatasan
sumber daya manusia, keterbatasan mobilitas organisasi, lack of property right,
serta perencanaan dibuat secara sentralistik dengan tingkat prosedural yang tinggi
dan dispesialiskan secara fungsional (Makhija,2002). Perusahaan yang
menerapkan perencanaan sentralistik akan menerapkan pengambilan keputusan
secara sentralistik pula, yang berarti bahwa perencanaan yang dibuat tidak
berorientasi pada pasar dan tidak memperhatikan permintaan pasar. Oleh karena
itu, perencanaannya menjadi kurang kompetitif (Porter, 1995).
Perusahaan BUMN yang diprivatisasi memungkinkan untuk
meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara
desentralistik yang berorientasi pada pasar . Oleh karena itu, perilaku manajer di
perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN privatisasi.
Sebagaimana dikemukakan Makhija bahwa secara umum di perusahaan BUMN
peranan manajer secara individual dibatasi, tidak mempunyai keputusan secara
indipenden sehingga akan mempengaruhi perilaku dalam menciptakan inovasi.
Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif, terutama dalam hal
kurang proaktif, tidak menyukai risiko, dan kurang entrepreneurial, menyebabkan
16
mereka tidak mempunyai sifat sifat seperti rare, valuable , inimitable atau non
sustitutabel, yang penting untuk daya saing perusahaan ( Barney, 2002 ).
Dalam meningkatkan kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan
untuk berupaya lebih menuju perubahan, dari perilaku yang bersifat birokratis ke
arah perilaku yang lebih bersifat entrepreneurial dengan tetap memperhatikan
kemampuan sumber daya-nya.
Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai melalui
transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang berasal
dari perusahaan swasta. Untuk menjustifikasi peranan transformasi
organisasional pada perusahaan privatisasi yang terkait dengan merubah perilaku
BUMN dalam mentransformasi sumber daya-nya menjadi sumber daya yang
mempunyai keunggulan entrepreneurial yang dapat menciptakan corporate
entrepreneurship, pendekatan Resource-based View relevan digunakan untuk
mendasari penelitian ini.
Implikasi pandangan resources based pada kebijakan privatisasi akan
menjadi dasar pembentukan strategi yang digunakan perusahaan dalam
mendorong orientasi pengembangan corporate entrepreneurship yang bertujuan
memaksimalkan posisi kompetitif dalam rangka merespon privatisasi. Resource
Based View sebagai dasar penjelasan pengujian hubungan antara transformasi
organisasional dan kinerja yang mengkaitkan proses corporate entrepreneurship .
2.1.2 Organizational Learning Theory
17
Pembelajaran menurut pandangan klasik adalah suatu proses dimana
pembelajaran individual untuk menghubungkan nilai informasi dari stimulus yang
sifatnya netral ke stimulus yang tidak secara alami menyebabkan adanya respon
(Hellriegel, Slocum Jr, Woodman, 2001).
Teori organizational learning memberikan suatu dasar yang kuat untuk
memprediksi peranan pembelajaran dalam menghasilkan inovasi organisasi
sehingga tercapai keunggulan daya saing. Teori ini juga memberikan penjelasan
tentang proses proses yang terjadi sebelum pengembangan inovasi organisasi.
Sebagaimana dijelaskan pada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan strategic
management pada level perusahaan, menunjukkan bahwa pembelajaran
merupakan suatu kekuatan dalam memotivasi pencapaian keuntungan bersaing.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa pembelajaran dapat menjadi penentu yang
penting dalam memotivasi keberhasilan international joint ventures (Hamel,
1991;Inkpen,1995,1996). Pendapat ini didukung oleh Harper (1996) dan Cooke
(1996) bahwa kapabilitas pembelajaran perusahaan mempunyai peranan yang
penting dalam penciptaan inovasi perusahaan.
Motif perusahaan diprivatisasi dapat dijelaskan dengan Resource-based
dan teori organizational learning, yang menggambarkan bagaimana hubungan
transformasi organisasional dalam menciptakan keunggulan daya saing dapat
dikembangkan secara lebih baik. Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan
tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya pembelajaran
organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa perusahaan
18
privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat keputusan
manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial. Menurut
Cragg (1999) bahwa manajer perusahaan BUMN mempunyai keterbatasan
keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan inisiatif, implementasi perubahan
perubahan strategic, dan adanya ketidakleluasaan dalam birokrasi dan
pengawasan keuangan. Setelah dilakukan privatisasi, perusahaan akan lebih
banyak mengarah pada perencanaan dan pengembangan strategi yang
berdasarkan analisis pasar dan analisis industri, kebijaksanaan kebijaksanaan yang
lebih mengarah kepada tujuan, struktur, dan proses organisasional, serta
peningkatan incentive yang lebih tinggi untuk aktivitas-aktivitas dalam
meningkatkan nilai pemegang saham (Zahra,2000).
Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur
organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik
memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya
kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi
perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,
2002). Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya
dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan
dengan produk dan pasar.
Strategi transformasi yang mengiringi perusahaan privatisasi dilakukan
melalui management of change baik pada sisi pemerintah sebagai pemilik
maupun BUMN sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi pemerintah
19
terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan BUMN
sebagai layaknya suatu korporasi, daripada sebagai lembaga pemerintah atau
perpanjangan tangan pemerintah. Sedangkan perubahan pada sisi manajemen
BUMN ditujukan pada sikap dan perilaku manajemen sebagai wirausaha,
bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha (corporate culture)
yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan memperhatikan
peningkatan kompetensi organisasional.
Perubahan manajemen tersebut dimaksudkan untuk menciptakan
kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan
persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha BUMN akan berpengaruh positif
terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud dengan
memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam
organisasi ke arah corporate entrepreneurship yang didukung oleh proses
pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000).
BAB III
PENGEMBANGAN PROPOSISI
Pada bab ini diuraikan kajian literatur untuk mengembangkan proposisi
dengan menggunakan pendekatan teori Resource Based View dan Organizational
Learning. Berdasarkan rasionalitas teori yang telah diuraikan di bab sebelumnya,
20
diajukan tiga proposisi. Proposisi pertama adalah proposisi Transformasi
Organisasional yang membahas hubungan antara transformasi organisasional,
pembelajaran organiasasional dan Corporate Entrepreneurship. Proposisi kedua
adalah proposisi Keunggulan Daya Saing , dan proposisi ketiga adalah proposisi
Kinerja Perusahaan. Uraian secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.1.Proposisi Transformasi Organisasional
3.1.1. Transformasi Organisasional
Transformasi organisasional adalah proses perubahan strategic dari input
menjadi output yang berdaya saing melalui proses internal. Blumenthal dan
Haspeslagh (1994) mengemukakan bahwa untuk dapat beradaptasi pada
perubahan pasar perusahaan harus menciptakan kompentensi dengan cara
melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan transformasi
operasional, transformasi corporate self-renewal, dan transformasi strategic.
Transformasi organisasional dilakukan berawal dari tahap transformasi
operasional dengan tujuan utama untuk mencapai peningkatan efisiensi secara
signifikan melalui :penurunan biaya peningkatan kualitas, pemotongan waktu
proses, dan penyederhanaan proses. Transformasi operasional berfokus pada
input dan proses internal pada sistem organisasional. Pengembangan transformasi
organisasional akan terjadi ketika organisasi dapat mengidentifikasi input yang
berbeda dengan perusahaan lain.
21
Proses transformasi berikutnya adalah transformasi corporate self-renewal
yang memfokuskan pada proses kerja dan mekanisme umpan balik internal
dalam hubungan organisasional dan proses budaya organisasi untuk dapat
beradaptasi dengan perubahan kondisi. Sedangkan transformasi strategic
merupakan transformasi yang memokuskan pada seluruh sistem, yang
menentukan keuntungan bersaing dengan cara penciptaan ulang produksi yang
sesuai antara kompetensi inti perusahaan dan peluang kesempatan pasar.
Elemen transformasi organisasional sesuai yang dikemukakan Parker
(2001) meliputi transformasi yang berkaitan dengan misi, strategi, budaya dan
struktur. Dikemukakan bahwa untuk kesusksesan organisasi ditentukan oleh
elemen transformasi organisasional. Pengertian Parker tersebut mengacu pada
model yang digunakan Burke dan Litwin , (1998) bahwa elemen transformasi
organisasional mempunyai dampak untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Menurut Tushman dan O’Reilly, (1996) bahwa kesuksesan transformasi
organisasi akan tercapai setelah beberapa tahun. Perubahan yang berkaitan dengan
strategi, struktur, budaya dan skill kepemimpinan memerlukan waktu relatif lama.
dengan melalui berbagai tahapan. Menurut Zahra (2000), perusahaan privatisasi
berpotensi mempengaruhi transformasi organisasional. Transformasi
organisasional yang meliputi perubahan dalam hal nilai, budaya, sistem dan
strategi organisasional memungkinkan mendukung peningkatan aktivitas
entreprenurial, yang dicerminkan oleh adanya risk taking dan inovasi.
22
Goodman & Loveman (1991) memandang bahwa peralihan bentuk
organisasi dari perusahaan milik Negara ke perusahaan milik swasta akan
mengalami perubahan radikal yang dramatis dan memerlukan suatu katalisator
visi dan misi untuk membawa transformasi ke arah penyesuaian pasar.
Transformasi diperlukan oleh sebagian besar perusahaan karena
berhubungan dengan sumberdaya dan kapabilitas yang diperlukan perusahaan
sebagai fungsi keefektifan perubahan dari perencanaan pusat ke arah perencanaan
yang berorientasi pasar.
Privatisasi dapat digunakan sebagai sumber inisiatif entrepreneurial
untuk merencanakan transformasi ekonomi karena perusahaan privatisasi
tentunya akan berorentasi ke arah pasar, yang ditunjukkan oleh keinginannya pada
aktivitas yang lebih berisiko, lebih inovatif, dan lebih berkeinginan masuk ke
bisnis baru. Menurut Meyer (1993) bahwa perubahan organisasi dapat terjadi
melalui dua orde. Pertama, orde yang berhubungan dengan perubahan yang tidak
terkait dengan perubahan dasar strategi dan nilai inti korporat. Dotto & Dukerich
(1991) menyebutkan pada orde pertama ini sebagai orde perubahan incremental
& convergent yang membantu perusahaan mempertahankan realibilitas internal
yang terkait sistem, proses, dan struktur. Sementara orde perubahan kedua yang
sering disebut transformasi organisasional, sebagai dasar merubah inti organisasi
merupakan orde yang berkaitan dengan orientasi strategic
(Meyer,1982;Meyer,1993, Tushman & Romaneeli,1985), dan Meyer (1993)
23
menyebutkan sebagai metamorfosis organisasional, sedangkan Greewood &
Hinings (1988,1996) menyebutnya sebagai perubahan template or archetypes.
Penelitian yang dilakukan Haveman (1992) menemukan bahwa perubahan
perubahan strategic yang jauh menyimpang dari inti kapabilitas perusahaan akan
”lebih berisiko ” dibandingkan perubahan perubahan yang terkait pada kapabilitas
yang ada di perusahaan. Penelitian terdahulu banyak yang membahas anteseden
perubahan organisasi pada orde kedua, tetapi konsekuensi perubahan organisasi
orde kedua tersebut belum banyak diteiliti. Greenwood dan Hining
mengemukakan bahwa hasil perubahan organisasi orde dua adalah perubahan
yang mengarah pada perubahan organisasi yang berkaitan dengan kapabilitas
manajerial.
Sebelum privatisasi, keberadaan organisasi BUMN sebagai unit produsen
dengan sistem perencanaan yang pada umumnya dilakukan secara terpusat
(sentralistik), tetapi setelah privatisasi akan terjadi transformasi organisasional,
dimana perusahaan dapat menjadi agen ekonomi baik sebagai pembeli maupun
sebagai penjual (Meyer, 1988). Perusahaan harus dapat menyesuaikan kondisi
pasar yang baru, dimana perusahaan dipaksa untuk merubah dan memahami
dampak dari perubahan yang terjadi di perusahaan (Andrew 1980; Keats dan
Hitt1988). Perubahan lingkungan memunculkan suatu kondisi baru yang harus
direaksi dengan cara yang berbeda, sehingga diperlukan ”pembelajaran”.
3.1.2 Pembelajaran Organisasional
24
Pembelajaran organisasional adalah suatu proses perubahan pengetahuan
dan perubahan perilaku yang berkelanjutan (Tsang,1997; Sun, 2003). Perubahan
perubahan tersebut diartikan sebagai perubahan yang berhubungan dengan
perubahan potensial maupun aktual yang akan mempengaruhi perilaku
organisasional di masa yang akan datang .
Beberapa peneliti berpendapat bahwa Organizational Learning
merupakan suatu proses atau aktivitas yang bekelanjutan. Pembelajaran
organisasional merupakan pilihan stratejik karena pembelajaran merupakan
kapabilitas, dan membutuhkan keahlian untuk memproses pengetahuan (Weber,
2000). Perusahaan harus dapat menyebarkan pengetahuan baru kepada semua unit
yang akan digunakan sebagai upaya mereka dalam menciptakan kemakmuran
secara cepat. Transfer pengetahuan yang cepat juga penting dalam entrepreneurial
ventura, terutama dalam rangka memasuki pasar internasional (Zahra, Ireland, &
Hitt,2000).
Secara umum pembelajaran organisasional memfokuskan pada pentingnya
“acquiring, improving dan transferring knowledge, collective learning, integrasi,
modifikasi perilaku dan praktek praktek organisasi beserta anggotanya sebagai
hasil pembelajaran (Appelbaum dan Reichart,1998; Burgoyne dan
Blantern,1996). Pembelajaran organisasional secara umum menggambarkan
orientasi pasar yang memiliki budaya entrepreneurial seperti flexible, organic
structure, dan mempunyai facilitative leadership (Lundberg,1995;Luthans,
Rubach, & Marsnik,1995)
25
Menurut Shrivastava (1983) pembelajaran terdiri atas beberapa kategori
yang meliputi: pembelajaran tingkat organisasional, tingkat kelompok dan tingkat
individual. Shrivastava membedakan empat tipe pembelajaran : (1) sebagai
adaptation, (2) sebagai developing knowledge hubungan action-outcome, (3)
sebagai institutionalized experience (learning curve effect), dan (4) sebagai
assumption sharing. Pendukung konsep pembelajaran organisasional
mengemukakan bahwa adopsi strategi pembelajaran organisasional seharusnya
meningkatkan pembelajaran secara individu, kelompok,dan organisasional (Baker
dan Sinkula,1999; Day,1994)
Pembelajaran yang terjadi pada perusahaan privatisasi di negara
berkembang dan negara maju dipacu oleh adanya peluang dan tantangan
perusahaan. Faktor faktor yang memacu pembelajaran diantaranya: pertama,
hilangnya produk tradisional, faktor ini akan membuat perusahaan dipaksa untuk
dapat melakukan identifikasi peluang peluang baru yang diminati konsumen.
Kedua, adalah keterbatasan faktor pasar yang sulit diidentifikasi sebagai sumber
sumber eksternal yang dibutuhkan untuk melengkapi sumberdaya yang ada di
perusahaan (Peng dan Heath,1996). Berdasarkan pengalaman pada negara sosial
menunjukkan bahwa terbatasnya pengetahuan mengharuskan perusahaan untuk
melakukan identifikasi peluang yang ada secara optimal untuk mengejar dan
mendapatkan sumberdaya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut
(Swaan, 1997).
26
Sebelum privatisasi, sumber informasi utama perusahaan BUMN adalah
state agencies, dengan demikian proses pengamatan lingkungan yang khas jarang
sekali dilakukan. Namun, setelah privatisasi perusahaan secara aktif mulai
mengejar pengetahuan di lingkungan pasar (Djankov dan Pohl,1998; May et al,
2000). Perubahan kondisi pasar akan meningkatkan kebutuhan akuisisi
pengetahuan. Untuk dapat mengambil manfaat peluang-peluang pasar, perusahaan
setelah privatisasi harus sadar dari statusnya sekarang dan berkecenderungan
melakukan transformasi produk dan faktor pasar berdasarkan interpretasi proses
informasi yang diperoleh dari kapasitas pembelajaran dan akuisisi pengetahuaan.
Pembelajaran perusahaan diinterpretasikan sebagai proses informasi
dengan adanya penyebaran dan penyimpanan informasi baru dalam perusahaan.
Sumberdaya dalam bentuk manajer, karyawan, pengetahuan, kapabilitas
perusahaan, serta aset spesifik perusahaan memberikan dasar untuk peningkatan
kinerja dan kelanjutan perusahaan (Peteraf, 1993). Pembelajaran diperlukan untuk
kapabilitas dinamik. Oleh karena itu, terdapat hubungan ketergantungan antara
sumberdaya yang ada dan sumberdaya yang baru (Prahalad dan Hamel, 1990)
Setelah privatisasi akan tercipta perubahan secara makro (nasional ) dan
secara mikro (organisasional). Perubahan perubahan ini akan menjadi stimulasi
pembelajaran organisasional untuk akuisisi skil baru (Doh, Newman, 2000).
Kapabilitas pembelajaran dan tambahan skil tersebut akan memberikan pondasi
perusahaan untuk meningkatan peluang peluang teknologi misalnya kapabilitas
yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses jaringan domestik dan jaringan
27
internasional yang berbeda . Menurut Zahra (2000), privatisasi akan berdampak
pada learning, opportunities dan networks, yang merefleksikan kombinasi
pengaruh dari perubahan variabel secara internal di organisasi dan secara
eksternal di lingkungan makro.
Teori Organizational learning dapat dibedakan antara pembelajaran yang
bersifat observational dan experimental (Bandura, 1977; Weiss,1990). Akuisisi
pengetahuan dari partner aliansi mengarah ke pembelajaran observational, yang
mendorong pada proses peniruan (Huber,1991).
Proses meniru merupakan hal yang penting dalam tahap awal
pembelajaran. Hal ini akan dapat meningkatkan kemampuan perusahaan (Zahra et
al, 2000). Selanjutnya, pembelajaran observasional ini sering lebih efisien
dibandingkan pembelajaran experimental karena pembelajaran observasional
dapat mengurangi jenis kesalahan kesalahan percobaan (Bandura,1977). Namun
demikian, pembelajaran observasional sering gagal di lingkungan yang bersifat
”turbulent” seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang, karena
dibutuhkan ”penyesuaian ”pada kondisi yang baru (Huber,1991; Van de Ven and
Polley,1992). Sedangkan menurut (Kogut dan Zander, (1996) serta Kogut (1996)
bahwa untuk dapat menerapkan suatu kebiasaan perusahaan yang dilakukan
sehari-hari dengan cultural, values, resources dan routines yang ada, cara
pembelajaran dengan eksperimen dipandang ”lebih berguna” dalam
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru yang ”sesuai” dengan nilai budaya
dan sumberdaya yang ada di perusahaan.
28
Kim (1997) dan Zahra et al (2000) mengungkapkan bahwa untuk
menghasilkan inovasi internal pada perusahaan privatisasi, cara pembelajaran
yang diterapkan tidak hanya tergantung pada proses meniru , tetapi juga harus
melakukan investasi pembelajaran secara experimental. Oleh karena itu untuk
memperoleh keunggulan daya saing perusahaan harus menerapkan kedua bentuk
pembelajaran yaitu pembelajaran observational dan experimental .
Transformasi organisasional perusahaan privatisasi akan merubah mainset
organisasi secara radikal yang dibutuhkan untuk memahami dan mengkapitalisasi
cara cara baru yang lebih kompetitif (Smith et al 1999). Konsekuensi transformasi
organisasional akan menciptakan kondisi internal yang mendorong manajer untuk
melakukan ”percobaan” dalam mengeksplorasi alternatif strategi baru.
Perubahan kepemilikan pada perusahaan privatisasi dapat mempercepat
perubahan yang mendorong manajer untuk melakukan evaluasi pada industri, dan
lingkungan kompetisi mereka dengan perspektif yang berbeda (Dean et al,1999).
Perubahan tersebut biasanya mendatangkan ”percobaan percobaan inovatif ”
yang pada gilirannya akan meningkatkan pembelajaran secara organisasional
(Newman, 2000). Dengan melakukan privatisasi akan tercipta lingkungan bisnis
yang ramah terhadap investasi luar negeri, termasuk transfer teknologi, inovasi,
manajemen modern, teknik produksi, dan strategi pemasaran. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan privatisasi mempunyai kesempatan untuk
belajar keahlian dan kapabilitas baru dari sumberdaya yang lebih mumpuni. Hitt
et al, (2000) menyatakan bahwa partner investor dari luar negeri yang berbentuk
29
strategic aliansi seperti joint ventures akan memberikan peluang pada perusahaan
privatisasi untuk dapat belajar skill dan kapabilitas baru dari sumberdaya partner
asing yang lebih kaya dan biasanya partnership ini berasal dari negara maju.
Kemampuan BUMN privatisasi dapat mengkapitalisasi peluang peluang
pasar dengan mudah melalui kapabilitas pembelajaran yang baru. Perusahaan
selain dapat meningkatkan kebebasan dalam beraktivitas secara independen juga
mendorong inovasi yang akan meningkatkan peluang peluang teknologi, misalnya
perusahaan dapat memperkenalkan produk dan jasa baru ke pasar. Menurut
Nelson dan Winter (1982 ) ”kekakuan” organisasional dapat menjadi kendala
kemampuan perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas baru pada lingkungan
aktivitas bisnis yang berbeda secara signifikan dari aktivitas yang ada. Oleh
karena itu, privatisasi perusahaan diharapkan dapat membangun sumberdaya
menjadi lebih unggul dengan diiringi proses pembelajaran, sehingga dapat
memberikan kontribusi keunggulan kompetitif.
3.1.3 Corporate Entrepreneurship
Corporate entrepreneurship merupakan suatu konsep yang penting dalam
keputusan manajemen stratejik untuk penciptaan kekayaan perusahaan
(Rumelt,1994). Pendapat ini didukung oleh Hisric dan Peters (1998) yang
mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai salah satu unsur yang
penting dan merupakan peranan stratejik untuk membangkitkan nilai baru
perusahaan. Menurut Antoncic (2000) dan Lumpkin (1995) bahwa Corporate
30
entrepreneurship sebagai sifat kewirausahaan yang berada di dalam organisasi
yang mempengaruhi perilaku suatu organisasi yang menyimpang dari cara cara
kebiasaan rutin dalam mengerjakan bisnis.
Pengembangan Corporate entrepreneurship berkaitan pada proses inside
dan existing firm, yang berhubungan tidak hanya fokus dalam penciptaan bisnis
ventura baru, tetapi juga fokus dalam aktivitas aktivitas inovasi lainnya seperti
pengembangan produk, jasa, teknologi, teknik administrasi, strategi dan bentuk
kompetitif yang baru. Karakteristik corporate entrepreneurship meliputi : new
bisnis venturing, inovasi produk/ jasa, inovasi proses, self renewal, risk taking,
proactiveness, dan competitive aggressiveness. Pendekatan yang dikenal sebagai
the firm level orientation of entrepreneurship, menekankan proses entrepreneurial
dan peran filosofi manajemen puncak mengenai kewirausahaan .
Para peneliti terdahulu dan para praktisi mengemukakan bahwa corporate
entrepreneurship merupakan tantangan dari pengejaran entrepreneurship dalam
korporasi. Corporate entrepreneurship merupakan hasil aktivitas bersama-sama
para anggota dalam organisasi, sebagai aktivitas untuk mengejar tujuan stratejik.
Menurut (Covin & Slevin,1991 ; Miller, 1983) elemen penting dari Corporate
entrepreneurship adalah meliputi innovation, risk taking, dan proactiveness .
Pendapat ini didukung oleh Ireland, Kuratko dan Morris (2006) yang
menyebutkan bahwa corporate entrepreneurship merupakan proses yang
digunakan dalam membentuk perusahaan dengan menggunakan inovasi sebagai
maksud mengejar entrepreneurial opportunities. Dikemukkan bahwa corporate
31
entrepreneurship membantu perusahaan menciptakan bisnis baru melalui inovasi
produk dan inovasi proses dan pengembangan pasar, serta membantu
perkembangan strategic renewal operasi perusahaan.
Corporate entrepreneurship dapat menggunakan tempat pada corporate,
unit bisnis, level fungsional atau level proyek dengan tujuan memperbaiki posisi
kompetitif dan kinerja perusahaan. Derajat corporate entrepreneurship
diindikasikan seberapa luas upaya organisasi dalam innovative, risky, dan
proactive. Sementara penelitian sebelumnya pada tahun 1989 yang dilakukan oleh
Covin dan Slevin mengemukakan bahwa entrepreneurial perusahaan adalah
proactive, risk tolerant, and innovative. Menurut (Barringer & Bluedorn, 1999)
bahwa tingkat flexibility dan adaptability perusahaan penting untuk mengatasi
perubahan kondisi lingkungan. Covin & Slevin (1989) mengemukakan bahwa
proactive meliputi pengembangan pikiran suatu orientasi kompetitif yang agresif
dan kemampuan untuk mengidentifikasi besarnya peluang pesaing.
Elemen suatu orientasi yang bersifat entrepreneurial meliputi suatu
kecenderungan bertindak secara otonomi untuk menciptakan inovasi dan
mengambil risiko, dan suatu kecenderungan menjadi lebih agresif terhadap
pesaing dan relative proaktif terhadap peluang peluang pasar. Beberapa penelitian
terdahulu menemukan bahwa dimensi orientasi yang bersifat entrepreneurial
tidak selalu membawa akibat sama, tetapi sangat berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya (Cahill, 1995,1996).
32
Perusaahaan dengan orientasi entrepreneurial sering diindikasikan
dengan perilaku risk-taking, seperti heavy debt atau membuat large source
commitments, dalam perhatiannya untuk memperoleh ”high return” dari peluang
peluang pasar. Terdapat beberapa arti dari entrepreneurship namun yang penting
dari entrepreneurship adalah suatu gagasan gagasan baru yang masuk pada
perusahaan (Lumpkin and Dess 1996). Dengan dasar tersebut, entrepreneurship
pada perusahaan pivatisasi dapat digambarkan pada gagasan gagasan baru yamg
masuk untuk membuat suatu bisnis baru dengan derajat komitmen yang tinggi
serta meningkatkan toleransi dan fleksibilitas sebagai the creation of new
enterprise .
Sementara perubahan atas nilai, kebiasaan, tradisi dan kreativitas yang
terjadi di BUMN setelah di privatisasi merupakan hasil gabungan antara apa yang
terjadi di lingkungan eksternal dan lingkungan internal (Oliver, 1992). Setelah
privatisasi akan terjadi perubahan perubahan seperti penggantian top manajer
lama yang kemudian memasukkan manajer baru yang lebih berorientasi ke pasar
(Cunha & Cooper, 1998). Dengan dimasukkannya manajer baru diharapkan akan
membawa perubahan organisasi dengan ditandai adanya peningkatan
heterogenitas komposisi manajer. Menurut peneliti (Greiner & Barnes, 1970 ;
Lawrence, 1973) bahwa tingkat heterogenitas komposisi manajer yang semakin
tinggi akan membawa dampak positif terhadap perubahan perilaku karyawan
untuk berubah dalam mewujudkan suatu keinginan yang bertanggung jawab,
33
mempunyai pilihan resiko moderate, mempunyai keinginan untuk immediate
feedback dan mempunyai orientasi masa depan menuju pasar kompetitif.
Meskipun peranan stratejik telah diteliti oleh Antoncic (2000), dan
menemukan bahwa corporate entrepreneurship dapat meningkatkan profitabilitas
dan pertumbuhan perusahaan , namun Zahra (2000) berpendapat bahwa yang
memperlemah corporate entrepreneurship adalah sistem sentralisasi, dan sistem
birokratis perusahaan. Sebagaimana penelitian Ireland, Hitt , Camp dan Sexton,
(2001) yang mengemukakan bahwa faktor faktor organisasional dapat
memperkuat dan memperlemah corporate entrepreneurship, sedangkan menurut
Covin & Slevin, (1989) bahwa ukuran besar kecilnya perusahaan akan
mempengaruhi corporate entrepreneurship. Sementara Hisric (2000)
mengemukakan bahwa hubungan corporate entrepreneurship dengan kinerja
perusahaan dipengaruhi oleh kondisi negara apakah dilakukan pada negara maju
atau negara sedang berkembang. Sementara peneliti Zahra,(1991)
mengemukakan bahwa yang memperkuat corporate entrepreneurship adalah
teknologi. Perusahaan privatisasi akan mengakuisisi pengetahuan dengan transfer
teknologi dari partnership.
Manajer BUMN sebagian besar mempunyai skill teknikal yang kuat,
standard pendidikan dan profesi teknikal yang tinggi, tetapi manajer tersebut
kurang berpengalaman dalam mengelola perusahaan di lingkungan yang
berorientasi pasar (Fey dan Bjorkman,2001;Lawrence dan
Vlachoutsicos;1990;Pearce,1991;Puffer et al,1994). Untuk keberhasilan
34
perusahaan pada kondisi yang baru, perusahaan harus melakukan rekonfigurasi
sumberdaya mereka secara dramatikal. Reconfigurasi sumber daya diperlukan
untuk mengambil keuntungan dari peluang peluang baru karena mungkin
perusahaan tidak mempunyai sumberdaya yang cocok dalam memenuhi
kebutuhan sumber daya yang diperlukan pada kondisi yang baru.
Menurut Barringer & Bluedorn (1999) tingkat competitive suatu
perusahaan dipengaruhi oleh orientasi ke arah aktivitas yang bersifat
entrepreneurial. Misalnya, ditemukan hubungan positif antara intensitas
corporate entrepreneurship dan strategic management practice yang spesifik,
seperti scanning intensity, planning flexibility, locus of planning, dan strategic
control. Khususnya manfaat sebagai pionir dapat dipandang sebagai salah satu
elemen orientasi entrepreneurial dari tingkat perusahaan (Cooper & Dunkelberg,
1986).
Transformasi organisasional berpengaruh memacu entrepreneurial
outcome seperti innovation dan aktivitas aktivitas venturing. Organisasi dapat
dipandang pada suatu continuum yang mempunyai jangkauan dari perusahaan
yang bersifat kurang entrepreneurial ke arah perusahaan yang bersifat lebih
entrepreneurial. Pandangan entrepreneurship sebagai suatu continuum
dikemukakan oleh Slevin’s (1989) yang membedakan antara konservatif (risk
averse, non inovative, dan non reactive) dan perusahaan yang bersifat lebih
entrepreneurial (risk taking, innovative, dan proactive).
35
Menurut Brazeal dan Herbert’s (1999) organisasional yang bersifat
entrepreneurship ditunjukkan dengan tingkatan perusahaan yang termotivasi
untuk bersifat entrepreneurial, ditandai dengan ”adanya komitmen yang penuh”
terhadap aktivitas entrepreneurial, dimana (Zahra,1991, 1993; Knight,1997;
Lumpkin & Dess,1997; Lumkin,1998) menyebutnya corporate entrepreneurship.
Menurut Ireland, Kuratko dan Morris (2006) bahwa strategi corporate
entrepreneurship memerlukan empat element penting yaitu structure, control,
human resource manajemen system, dan culture. Perusahaan lebih memungkinkan
dapat mengembangkan corporate entrepreneurship secara berkelanjutan jika
perusahaan mempunyai organizational knowledge entrepreneurial yang
berpotensi dapat di sharing-kan secara luas ke seluruh individual. Berdasarkan
uraian di atas dapat disusun proposisi berikut:
Proposisi 1 : Transformasi Organisasional
Transformasi organisasional merupakan proses transformasi yang terkait dengan
perubahan inti organisasi yang meliputi strategi, sistem, budaya dan struktur.
Transformasi organisasional mempengaruhi corporate entrepreneurship secara
langsung atau secara tidak langsung dengan mediasi pembelajaran
organisasional .
Secara piktografis proposisi 1 dapat dilihat gambar 3.1. berikut :
GAMBAR 3.1
36
PROPOSISI 1
3.2 Proposisi Keunggulan Daya Saing
Keunggulan daya saing dapat diartikan beraneka ragam tergantung dari
pendekatan dari sudut pandang mana yang digunakan. Peneliti (Aharoni, 1993;
Porter,1985; dan Barney,1991) mengemukakan bahwa keungguluan daya saing
merupakan hasil dari strategi yang dapat membantu perusahaan untuk
mempertahankan posisi pasar yang menguntungkan secara berkelanjutan.
Keunggulan daya saing dapat diartikan sebagai keuntungan perusahaan
yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan pesaing dalam sektor industri yang
sama. Secara konseptual keunggulan daya saing adalah merupakan kemampuan
suatu bisnis dalam memperoleh keuntungan abnormal dalam industri kompetitif
berdasarkan strategi penciptaan nilai. Dengan kata lain keunggulan daya saing
merupakan pelaksanaan yang lebih unggul dari strategi yang dipakai oleh pesaing.
Transformasi Organisasional
Corporate Entrepreneurship
Permbelajaran Organisasional
Sumber : dikembangkan untuk kajian ini
37
Keunggulan daya saing akan sustainable jika keunggulannya dapat dipertahankan
dari peniruan atau duplikasi tindakan pesaing (Porter,1985; Barney,1991).
Berdasarkan pendapat para ahli pada penelitian terdahulu keunggulan daya
saing meliputi keberadaan strategi yang mana direncanakan dengan sengaja dan
dicapai melalui investasi dan kegiatan deployemnt sumber daya. Implementasi
dari strategi perusahaan sebagai hasil dari keunggulan daya saing jangka panjang,
dimana keunggulun daya saing tersebut tidak dapat ditiru oleh pesaing.
Sementara menurut Hall (1994) yang lebih lanjut dioperasionalkan oleh
Ferdinand’s (1999) sebagai (1) the durability of superior resource and
performance. (2) the key resource imitability, (3) the degree of ease for a
competitor to match a company’s key competitive strategic assets.
Teori Perusahaan berbasis sumber daya dan Resource Base View
mengatakan bahwa kombinasi atau jejaring sumber daya, kapabilitas, dan
kompetensi yang unik dan sukar untuk digandakan akan meningkatkan
keunggulan bersaing yang akan menciptakan economic value (Barney,1991; Amit
dan Soemaker,1993; Wernevelt,1964). Untuk memperoleh keunggulan kompetitif,
perusahaan harus memfokuskan pada penggunaan sumberdaya, kompetensi, dan
kapabilitas internal (Barney,1991). Menurut Barney (1995) dalam studi Augusty
Ferdinand (1999) secara teoretis terdapat banyak cara untuk mencapai dan
melanggengkan kinerja perusahaan. Salah satu alternatif yang dapat dirujuk
adalah sumber daya dan kapabilitas perusahaan (Barney,1995) yang dipandang
sebagai sebuah aset stratejik yang bersifat ”srategy driver”, bila ia memenuhi
38
syarat pertama, ia merupakan sebuah aset yang unik dari elemen-elemen stratejik
yang lebih baik dari yang dimiliki pesaingnya; kedua, aset stratejik itu harus
dikomposisi dengan baik agar sesuai dengan tuntutan manuver kompetisi,
sedangkan yang ketiga adalah ia mampu menetralisir ancaman dan mengatasi
kelemahan kelemahan stratejiknya.
Keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat diperoleh dengan
menciptakan temporary advantage melalui proses invention. Proses invention
tersebut kemudian dilanjutkan denga proses inovasi yang akan menghasilkan
commercial product yang mempunyai daya saing berkelanjutan. Inovasi
merupakan jumlah dari invention ditambah invention yang sudah dikomersialkan.
Inovasi dihasilkan dari pengembangan perusahaan secara efektif dalam
menggunakan teknologi baru dan pengetahuan baru tentang peluang peluang
pasar. Proses ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa membangun core
competencies yang terdiri atas resource dan capability (Hitt, Ireland dan
Hoskissob,2001).
Konsep corporate entrepreneurship secara luas betul betul
dipertimbangkan sebagai maksud yang penting untuk menstimulir dan
mempertahankan daya saing perusahaan untuk terciptanya kekayaan perusahaan
(Zahra,1991). Corporate Entrepreneurship meningkatkan keunggulan daya saing
perusahaan melalui inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi pasar, dan
menciptakan ventura baru. Perusahaan agar tetap bertahan hidup harus
mempertahankan daya saingnya dengan cara menghasilkan biaya-biaya yang lebih
39
rendah melalui pengoptimalan sumberdaya perusahaan. Perusahaan harus
memperhatikan faktor faktor input, termasuk manajemen dan modal yang sulit
diperoleh, melalui pengembangan sumber daya baru, termasuk sumberdaya
keuangan.
Sumberdaya dan kapabilitas perusahaan merupakan fondasi utama dalam
pengembangan strategi perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif
(Barney,1999). Pemikiran Barney dikemukakan berdasarkan teori Ricardo yang
menyatakan perusahaan akan memperoleh keunggulan kompetitif jika perusahaan
menggunakan faktor produksi yang mempunyai nilai marginal physical
productivity lebih tinggi dari pesaing. Kondisi ini menggambarkan perusahaan
beroperasi dengan menggunakan faktor produksi yang paling efisien. Nilai
marginal productivity yang tinggi dapat dipertahankan jika perusahaan melakukan
proses pembelajaran organisasional yang mampu meningkatkan kreativitas dan
inovasi (Penrose,1959). Proses pembelajaran organisasional tersebut harus
bertumpu pada pengetahuan konsumen agar dapat memperoleh keunggulan
kompetitif (Kumar,2004).
Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan tercipta perubahan untuk
mempercepat stimulasi pembelajaran organisasional (Doh,2000). Pembelajaran
merupakan kekuatan untuk memotivasi pencapaian keunggulan kompetitif dalam
tingkatan strategic management perusahaan. Beberapa peneliti mengemukakan
bahwa pembelajaran dapat menjadi determinan penting dalam motivasi awal
untuk kesuksesan joint venture secara internasional (Hamel, 1991; Inkpen, 1995,
40
1996). Peneliti Doh (2000) menunjukkan bahwa dengan mengembangkan F pada
perusahaan privatisasi akan diperoleh keunggulan daya saing yang diciptakan
melalui sumber daya khusus yang berorientasi entrepreneurial melalui kolaborasi
sumber daya dari partner perusahaan.
Perusahaan setelah melakukan privatisasi akan memungkinkan untuk
belajar dari partner asing, khususnya strategic partner perusahaan swasta yang
berasal dari negara maju. Perusahaan yang baru melakukan privatisasi akan dapat
belajar melalui observasi dari proses peniruan kesuksesan pesaing asing (Dacin et
al, 1997). Pembelajaran, khususnya pengetahuan tacit, dapat memberikan
kontribusi untuk meningkatkan keunggulan daya saing. Pengetahuan tacit sulit
dan tidak mungkin diperoleh melalui observasi. Oleh karena itu, perusahaan tidak
hanya bergantung kepada proses peniruan, tetapi juga perlu melakukan investasi
dalam pembelajaran secara ”percobaan percobaan” untuk memproduksi inovasi
internal (Kim 1997, Zahra, 2000). Percobaan berguna untuk mengembangkan
perilaku baru yang sesuai dengan budaya, nilai sumber daya, dan kebiasaan
sehari hari (Kogut dan Zander, 1996; Kogut,1996).
Kunci utama agar dapat memperoleh pengetahuan adalah pengamatan
lingkungan, network, dan aliansi (Huber,1991; March dan Levitt,1999). Oleh
karena itu, network mempunyai arti penting bagi perusahaan di masa transisi
ekonomi (Child dan Markoczy,1993; Peng dan Heath,1996; Stark,1996).
Misalnya reorganisasi network atau network baru mungkin akan membuka
kecepatan perusahaan untuk dapat meningkatkan pertumbuhannya (Peng dan
41
Heath,1996), dan dapat mempermudah pembelajaran yang terkait ”bagaimana
cara mengoperasikan” perusahaan berdasarkan orientasi pasar. Network sangat
diperlukan khususnya bagi produsen barang intermediate yang dalam prakteknya
harus melakukan integrasi dalam sistem produksi internasional dan membangun
hubungan jangka panjang dengan pelanggan pelanggan yang sebagian besar
merupakan pelanggan multinasional (Meyer,2000). Namun sebaliknya, network
juga dapat mengurangi keefektifan transformasi jika network tersebut tidak dapat
memperkuat interaksi antara pasar dan perdagangan (Ericson,1998). Dengan
demikian, secara siknifikansi network tidak hanya berpeluang untuk dapat
meningkatkan keberlanjutan perusahaan, tetapi juga dapat menurunkan
pertumbuhan perusahaan karena adanya transaksi transaksi lain, yang semuanya
akan mengurangi efisiensi perusahaan (Hoskisson et al, 2000; Woodruff,1999).
Bergabungnya dua perusahaan akan dapat mengeksploitasi keunggulan
masing-masing yang membentuk sinergi. Misal pembelian saham PT. Semen
Gresik oleh Cemex, dimana manajemen PT. Semen Gresik akan dapat
memanfaatkan jaringan pemasaran di seluruh dunia (meliputi: Mexico, Spanyol,
Venezuela, Panama, Republik Dominica, Columbia, negara negara Caribia,
Amerika Serikat, dan Filipina) yang dimiliki Cemex, sebagai trader semen
terbesar di dunia. Jaringan pemasaran ini dapat memanfaatkan kapasitas belum
terpakai di Semen Gresik. Berdasarkan aspek ini, BUMN dalam mencari mitra
strategis mempertimbangkan sinergi dan manfaat yang dapat diperoleh .
42
Selain penciptaan nilai perusahaan melalui biaya rendah, peningkatan
kualitas serta efisiensi operasional, perusahaan setelah privatisasi juga akan dapat
menimbulkan berbagai perubahan munculnya aktivitas baru, misalnya :
perubahan sumberdaya perusahaan khususnya sumber daya manusia (Cuncha &
Cooper,1995); perubahan struktur dan kultur perusahaan (Johnson dan Loveman,
1995); perubahan insentif manajer (Wright, Hoskisson, Busenitz, & Dial, 2000);
perubahan stimulasi pembelajaran organisasional (Doh, 2000); akuisisi skil baru
(Zahra, 2000); dan perubahan mainset baru organisasi. Sebagaimana
dikemukakan oleh Smit (1999) bahwa privatisasi perusahaan BUMN oleh swasta
asing akan menciptakan lingkungan bisnis baru (Hitt, 2000); proses peniruan
(Zahra, 2000); kegiatan percobaan percobaan sebagai transisi dari proses peniruan
ke proses inovasi (Kim,1997); dan transfer teknologi (Filatotchev, 1999). Product
differentiation merupakan stratejik bisnis yang diharapkan dapat memelihara dan
mempertahankan keunggulan kompetitif. Untuk membuat poin perbedaan dengan
produk lain haruslah dipahami lebih dulu konsep perbedaan dalam menilai suatu
produk. Untuk dapat menilai perbedaan produk dapat dilihat dari feature produk,
hubungan produk dengan fungsi, timing, lokasi, produk mix, hubungan dengan
perusahaan lain, dan reputasi perusahaan. Secara empirik, product diffentiation
dapat diukur dengan product customization, product complexity, customer
marketing, dan service. Untuk memenangkan persaingan di pasar global,
perusahaan harus berupaya memberikan pelayanan yang istimewa kepada para
pelanggan dan menawarkan produk yang inovatif dan bernilai tambah.
43
Schumpeter mempercayai bahwa kompetisi itu sebagai kekuatan dinamis yang
akan menghasilkan produksi dan teknik produksi baru, yang akan dikembangkan
oleh usahawan baru, yang akan mengganti produk dan teknik produksi yang ada
yang sudah ketinggalan .Teknologi merupakan sarana economic development dan
value creation. Perkembangan teknologi bersifat discontinue dan menyebabkan
destruction dan atau market disruption. Creative destruction dan market
disruption merupakan kegiatan yang dilakukan oleh entrepreneur untuk
membangun pasar baru dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
Menurut Kornai (1992) perusahaan BUMN mempunyai produk pasar
yang kecil dan soft budget constrains. Sementara Wright et al (1998)
mengemukakan bahwa sebagian besar BUMN mempunyai cadangan keuangan
yang sangat kecil, dan peneliti Cragg dan Dyck (1999) menyebutkan bahwa para
manajer BUMN mempunyai keterbatasan kebijakan dalam melakukan
implementasi perubahan strategi. Namun, setelah privatisasi perusahaan BUMN
beserta manajemennya sebagai subjek kekuatan pasar, sehingga terbentuk
corporate enterpreneurial. Sehubungan dengan itu, manajer menjadi bertanggung
jawab pada pemegang saham dan mendorong para manajer untuk menerapkan
strategi yang dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham (Zahra, 2000).
Manajer diasumsikan dapat melakukan reorganisasi modal, tenaga kerja,
penjualan dan unit pemasaran, melakukan implementasi sistem akuntansi dan
sistem pengendalian yang baru, menentukan strategi produk baru,
mengembangkan dan melakukan implementasi program investasi yang baru
44
( Sachs dan Lipton, 1990). Menurut Zahra (1996) hasil reputasi dan kompensasi
manajer akan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, manajer
akan berupaya memformulasikan dan melakukan implementasi strategi yang
dapat meningkatkan nilai perusahaan. Setelah privatisasi akan terjadi suatu
rangkaian baru yang bersifat dinamik, terutama manajer senior mulai
merencanakan dan mengembangkan strategi strategi berdasarkan analisis analisis
kondisi industri dan pasar. Para Manajer juga mempunyai kebijakan tersendiri
untuk menetapkan kembali tujuan organisasinya yang merefleksikan tujuan
pemegang saham utama. (Yarrow,1986). Selanjutnya, mereka mempunyai
kebijakan tersendiri dalam hubungannya dengan alokasi sumber daya dan tujuan
perusahaan. Kebijaksanaan kapabilitas melalui manajer adalah sebagai bagian
yang penting untuk mencapai tujuan perusahaan jangka panjang.
Keputusan alokasi sumberdaya sebaiknya merefleksikan realitas pasar
yang disesuaikan dengan tindakan tindakan stratejik yang berpeluang besar dalam
meningkatkan keuntungan perusahaan. Setelah melakukan privatisasi perusahaan
akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi sumberdaya dan kapabilitas sesuai
tujuan perusahaan. Peneliti Zahra berasumsi bahwa manajer mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan
melakukan implementasi startegi-strategi yang berorientasi pasar.
Studi mengenai corporate entrepreneurship oleh banyak peneliti
(Antoncic,2000; Selvin & Covin, 1995; Zahra, 2000) menghasilkan sebuah basis
teoretis untuk membuat proposisi bahwa corporate entrepreneurship memberikan
45
pengaruh pada keunggulan daya saing perusahaan. Studi Lumpkin (1995)
mengungkapkan bagaimana orientasi dan aktivitas perusahaan yang memberi jiwa
inovatif yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang positif terhadap
keunggulan daya saing perusahaan. Berdasarkan uraian di atas diajukan proposisi
sebagai berikut :
Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing
Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif perusahaan karena adanya
serangkaian sumberdaya dan kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan
daya saing akan tercipta karena pengaruh langsung corporate entrepreneurship
dan transformasi organisasional.
Secara piktografis proposisi 2 dapat dilihat gambar 3.2 berikut : GAMBAR 3.2
PROPOSISI 2
Sumber :dikembangkan untuk kajian ini
Corporate Entrepreneurship
Transformasi Organisasional
Keunggulan Daya Saing
46
3. 3. Proposisi Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk
mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Terdapat beberapa pendekatan
dalam mengukur kinerja perusahaan. Ukuran keberhasilan organisasi mencakup
profitabilitas, pertumbuhan penjualan, ukuran competitiveness dan market share
(Jacobson, 1996). Sementara Mahoney dan Pandian, 1992 berpandangan bahwa
perusahaan dapat mencapai keuntungan bukan karena memiliki sumber daya yang
lebih baik, tetapi bergantung kepada kemampuan perusahaan menjadikan sumber
daya yang ada menjadi distinctive competence. Barney (1991) juga berpendapat
bahwa upaya-upaya manajerial melalui distinctive competitive dan distinctive cost
mengarah sebagai sumber keunggulan daya saing. Sedangkan Grant Robert
(1991) serta Bharadwajd & Varadarajan (1993) menyebutkan bahwa sumber
keunggulan daya saing berasal dari differentiation advantage dan cost advantage.
Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas
stratejik yang bersifat khas perusahaan dapat diharapkan untuk menghasilkan
”kinerja pasar yang superior” yang meliputi volume penjualan, porsi pasar, serta
tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran, selain itu diharapkan juga menghasilkan
”kinerja keuangan” seperti profitabilitas, pendapatan atau deviden bagi pemegang
saham.
Rasio-rasio akuntansi dan ukuran kinerja pemasaran merupakan dua
indikator besar dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, indikator-
indikator itu telah dikritik karena tidak mampu menjelaskan dengan cukup semua
47
”intangibles” yang ada dalam perusahaan dan indikator tersebut tidak mudah
digunakan untuk menjelaskan sumber dari keunggulan kompetitif (Bharadwaj,
Varadarajan dan Fahy,1993). Sebagaimana dikemukakan oleh Grant (1991)
bahwa sumber daya dan kapabilitas adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan
dan merupakan penentu dasar bagi profitabilitas perusahaan. Sedangkan indikator
kinerja yang digunakan Slater & Olson (2001) mencakup: 1) profitabilitas
dibandingkan dengan rata rata industri, 2) tingkat market share dibandingkan
dengan rata rata industri, 3) efisiensi organisasi dibandingkan dengan rata rata
industri. Wiklund (1994) lebih menekankan ukuran pertumbuhan sebagai
indikator kinerja.
Penelitian disertasi ini mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan
ukuran ukuran yang berbasis ”kegiatan” sehingga dapat dimengerti variabilitas
kegiatan yang dilakukan dapat menghasilkan variabilitas dalam kinerja.
Berdasarkan penelitian terdahulu (Peters dan Waterman, 1982; Kanter, 1984
;Pinchot,1985) mengukur kinerja perusahaan dengan pertumbuhan dan
profitabilitas perusahaan. Peneliti (Covin dan Slevin, 1986; Zahra, 1991, 1993;
Zahra dan Covin,1995) dengan melihat hubungan corporate entrepreneurship dan
kinerja perusahaan menemukan bahwa corporate entrepreneurship akan
berhubungan pada kinerja yang diukur dengan pertumbuhan dan profitabilitas
perusahaan yang berskala besar.
Beberapa ukuran kinerja perusahaan yang diukur dari ukuran
profitabilitas, pertumbuhan penjualan, competitiveness, dan ukuran market share
48
yang dikaitkan dengan corporate entrepreneurship telah banyak dilakukan oleh
peneliti terdahulu. Sebagaimana dilakukan oleh Zahra (2000) yang
mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai faktor penting yang
dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Studi Antoncic dan Hisric (2001)
melakukan penelitian berkaitan dengan corporate entrepreneurship mengukur
kinerja perusahaan dengan menghitung profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan.
Pertumbuhan absolut diukur dengan rata rata pertumbuhan penjualan per
tahun dalam periode tiga tahun terakhir. Sedangkan pertumbuhan relatif diukur
dengan pertumbuhan market share dalam periode tiga tahun terakhir (Chandler
dan Hanks,1993). Sementara pengukuran profitabilitas absolut diukur dengan rata
rata tahunan return on sales (ROS), return on assets (ROA), dan return on equity
(ROE) dalam periode tiga tahun. Sedangkan pengukuran profitabilitas secara
relatif dalam operasionalnya dengan menggunakan pengukuran secara subjektif
kinerja perusahaan dibandingkan pesaing (Chandler dan Hanks,1993).
Setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh perbaikan akuntabilitas
manajemen dari capital market funding dan competitive product market ke
peningkatkan kinerja (Jensen, 1989; Vickers & Yarrow,1988). Penelitian
terdahulu yang menunjukkan bahwa perusahaan setelah privatisasi kinerjanya
meningkat secara siknifikan di negara maju maupun di negara berkembang adalah
peneliti (Boubakri & Cosset,1988; Megginsoon, Nash & Van Randenborg,1994),
sementara sebaliknya hasil penelitian di Eropa Tengah dan Timur yang dilakukan
49
oleh (Frydman et al 1998 ; Pohl, Anderson, Claessens & Djankov,1997)
menunjukkan perusahaan setelah privatisasi kinerjanya tidak meningkat.
Banyak penelitian terdahulu yang berkaitan dengan entrepreneurship dalam
mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran atau indikator yang
berbeda-beda. Aldrich, Rosen dan Woodward (1987) melakukan penelitian
berkaitan dengan sosial network mengukur kinerja perusahaan dengan
menghitung profitabilitas pada periode tiga tahun. Sementara Bailey (1986)
melakukan penelitian yang berkaitan dengan learning style dari entrepreneur
dengan mengukur kinerja perusahaan menggunakan business index yang
merupakan angka pertumbuhan penjualan, nilai aset, dan pertumbuhan karyawan.
Disamping itu Bailey (1986) mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan
ukuran subyektive yang berkaitan dengan persepsi para entrepreneur. Covin dan
Slevin (1990) melakukan penelitian terhadap New Venture dengan mengukur
kinerja perusahaan secara subyektif terhadap beberapa ukuran kinerja yang lazim
dilakukan oleh peneliti seperti Bailey (1986) dan Smith (1987).
Keberhasilan suatu perusahaan dalam konteks entrepreneurial ventures
bergantung kepada komitmen manajemen puncak di dalam menghandel
perusahaan melalui proses entrepreneurial. Proses entrepreneurial biasanya
dikaitkan dari langkah-langkah dan tahapan dalam pergerakan dari
mengidentifikasi opportunity ke suatu konsep bisnis, dan entrepreneurship dapat
50
diterapkan sebagai ukuran karakteristik entrepreneurial atau non entrepreneurial
suatu perusahaan.
Entrepreneurship akan berhubungan positif terhadap pertumbuhan dan
keuntungan perusahaan untuk meningkatkan kinerja melalui pertumbuhan dan
profitabilitas (Covin dan Slevin, 1991). Studi lain (Zahra dan Covin,1995;
Wiklund,1999) menemukan bahwa orientasi entrepreneurial perusahaan
berkecenderungan mempunyai pengaruh keberlanjutan jangka panjang dan
jangka pendek terhadap pertumbuhan dan kinerja. Perusahaan yang melakukan
inovasi akan memperoleh abnormal profit dan market share yang lebih besar
(Schumpeterian-rent) dibandingkan dengan pesaing
Penelitian yang berkaitan dengan inovasi telah dilakukan oleh Smith,
Bracker dan Miner (1987) yang menggunakan ukuran kinerja perusahaan dengan
pertumbuhan karyawan, volume penjualan, serta pertumbuhan profit. Stuart dan
Abetti (1999) melakukan penelitian terhadap inovasi juga menggunakan ukuran
kinerja secara multidimensional yang berkaitan dengan ukuran performance
seperti profitability dan ukuran operasional serta ukuran pertumbuhannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Bagchi-Sen (2001) mengukur keberhasilan
perusahaan di Amerika dan Canada menggunakan indikator pertumbuhan
penjualan, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan nilai tambah dan biaya dalam riset
dan pengembangan. Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran
kinerja perusahaan yang banyak digunakan para peneliti adalah ukuran
51
profitabilitas, pertumbuhan, ukuran operasional, dan sebagian ada yang
menggunakan ukuran persepsi subyektif dari manager atau entrepreneur.
Terdapat beberapa studi misalnya Zahra (2000) Antoncic (2003 ;2004),
Dharwadkar (2000) dan De Castro (2000) yang menunjukkan faktor-faktor secara
langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh pada peningkatkan kinerja
perusahaan setelah privatisasi. Uhlenbruck (2000) menggunakan pendekatan teori
resource based view dan organizational learning untuk menjelaskan transformasi
organisasional yang dilakukan perusahaan privatisasi. Studi ini
mengidentifikasikan transformasi organisasional setelah privatisasi dengan
menggunakan pengembangan karangka pikir Zahra (2000) yang menjelaskan
dampak tahap pertama dan tahap kedua transformasi organisasional terhadap
kinerja perusahaan.
Keseluruhan proses transformasi setelah privatisasi berujung pada
peningkatan kinerja perusahaan. Perusahaan setelah privatisasi akan mengalami
proses yang sangat kompleks (Ramamurti, 2000) dimana proses ini akan
mengantarkan perusahaan BUMN menuju transformasi organisasional ke arah
keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Transformasi organisasional BUMN privatisasi dapat meningkatkan
kinerja perusahaan melalui peningkatan aktivitas-aktivitas yang bersifat
entreprenuerial (Zahra, 2000) dan melalui akuisisi pengetahuan (Uhlebruck
,2000). Menurut teori manajemen strategi, perusahaan di privatisasi lebih dilihat
sebagai proses transformasi organisasional yang bersifat mendalam. Dimana
52
manajemen baru pada BUMN hasil privatisasi diharapkan mampu
mentransformasi strategi dan struktur organisasi BUMN sebelum privatisasi untuk
lebih adaptif dengan lingkungan baru yang lebih kompetitif setelah privatisasi
(Sparrow & Cooper, 1998).
Perdebatan baru muncul ketika banyak perusahaan privatisasi di berbagai
negara banyak yang menghasilkan kinerja tidak seperti yang diharapkan (Nellis,
1998). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Baumol (1998) bahwa perusahaan
setelah melakukan privatisasi mempunyai peluang kinerjanya akan menurun.
Pendapat lain Frydman, Hessel & Rapaczynki, (1988) mengemukakan bahwa
kinerja privatisasi BUMN menjadi salah satu kekuatan utama dalam
meningkatkan perkembangan ekonomi di negara berkembang. Privatisasi akan
menciptakan kondisi baru yang lebih tinggi tingkat persaingannya, dimana
perusahaan harus bersaing untuk dapat bertahan dan berhasil (Zahra,2000). Selain
itu, peneliti Zahra juga mengungkapkan bahwa outcome privatisasi adalah
corporate entrepreneurship. Dikemukakan bahwa corporate entepreneurship
sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, yang selama
ini masih sedikit perhatiannya dalam implikasinya pada perusahaan privatisasi.
Corporate entrepreneurship sebagai strategi yang bermanfaat khususnya untuk
organisasi bisnis yang masuk ke lingkungan ekonomi yang ke arah pasar. Oleh
karena itu, pada studi ini ingin lebih menjelaskan peranan privatisasi dalam
pengembangan aktivitas aktivitas corporate entrepreneurship yang dihubungkan
dengan kinerja perusahaan dengan mengembangkan model empirik berdasar
53
penelitian model normatif yang dilakukan oleh Antoncic (2003) dan Zahra
(2000).
Berbagai penelitian menunjukkan ada bukti perubahan aktivitas yang
bersifat entrepreneurial di perusahaan privatisasi BUMN, misalnya: Fisher and
Sahay, (2000) mengemukakan bahwa investor strategis mempunyai
kecenderungan dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja melalui pengembangan
sumber daya , teknologi, dan ketrampilan manajemen (Uhlenbruck and De Castro,
2000; World ). Riset menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur mendorong
aktivitas perusahaan berkonsentrasi pada dua karya utama, yaitu: (1)
memperkenalkan produksi/jasa baru dan (2) masuk pada pasar baru. Privatisasi
diharapkan dapat mendorong organisasi dalam meningkatkan outcome
entrepreneurial dalam pengembangan corporate entrepreneurship (Zahra, 2000;
Antoncic, 2003).
Corporate entrepreneurship sebagai orientasi aktivitas-aktivitas yang
bersifat entrepreneurial dalam tingkat organisasi yang juga dapat diakui sebagai
elemen penting organisasional dalam pengembangan ekonomi, kinerja dan
penciptaan nilai (Schollhammer,1981; 1982; Burgelman,1983; Guth &
Ginsberg,1990). Corporate entrepreneurship menjadi penting untuk revitalisasi
kinerja perusahaan tidak hanya untuk corporation besar tetapi juga untuk
perusahaan perusahaan berukuran sedang dan kecil (Covin & Slevin,1989
Carrier,1994). Corporate entrepreneurship akan berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas, penciptaan industri baru, dan mendorong
54
competitiveness secara internasional (Vennekers & Thurik,1999). Masih sedikit
penelitian terdahulu tentang privatisasi yang memberikan perhatian Corporate
entrepreneurship sebagai kinerja penting yang mengarah pada aktivitas ekonomi
dalam kontek privatisasi (Zahra,2000). Corporate entrepreneurship merupakan
elemen penting dalam peningkatan kinerja perusahaan tidak hanya dilakukan di
negara maju tetapi juga di negara berkembang (Antoncic dan Hisrich,2000).
Dengan model normative Antoncic menggunakan sampel perusahaan Slovenia
menemukan bahwa privatisasi mendorong orientasi corporate entrepreneurship
dan kinerja perusahaan, tetapi belum menjelaskan faktor faktor yang berpengaruh
dalam mendorong terciptanya corporate entrepreneurship.
Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa motif perusahaan
melakukan privatisasi didasarkan atas berbagai pertimbangan diantaranya untuk
meningkatkan posisi kompetitif perusahaan melalui peningkatan efisiensi
(Fahy,2000). Sebagaimana pendapat Jonhson dan Levin (1991) bahwa efisiensi
organisasi merupakan fokus utama dari pengukuran kinerja. Untuk melakukan
pengukuran ini perlu ”mengkaitkan dengan penggunaan sumberdaya” yang
digunakan untuk memproduksi output. Sedangkan Zahra (2000) berargumen,
privatisasi merupakan konsep multidimensional yang dapat mempengaruhi
berbagai bidang transformasi organisasional dalam beberapa cara. Privatisasi
melibatkan banyak sektor, diantaranya adalah aktivitas-aktivitas, dampak
privatisasi, dan hasil privatisasi.
55
Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan timbul transformasi
organisasional yang dapat mendorong kinerja yang lebih baik. Pencapaian kinerja
dapat dicapai dengan pengaruh langsung dan tidak langsung dari transformasi
organisasional, pembelajaran organisasional, corporate entrepreneurship ,
keunggulan daya saing.
Berdasarkan model Antoncic (2000) dan Zahra (2000) dan hasil penelitian-
penelitian yang telah disampaikan tersebut di atas memunculkan proposisi sebagai
berikut:
Proposisi 3 : Kinerja perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait
dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk baru , serta pertumbuhan.
Hubungan antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi secara
langsung atau di mediasi dengan corporate entrepreneurship dan keunggulan
daya saing.
Secara piktografis proposisi 3 dapat dilihat gambar 3.3 berikut :
GAMBAR 3.3
PROPOSISI 3
Corporate Entrepreneurship
Transformasi Organisasional
Keunggulan Daya Saing
Kinerja
56
BAB IV MODEL KONSEPTUAL TEORITIK DASAR
(The Proposed Grand Theoretical Model)
Resource based view memberikan pandangan terhadap sumberdaya dan
kapabilitas, dan pengembangannya untuk mendapatkan keuntungan dari peluang
peluang pasar (Barney,1986;1991; Dierickx dan Cool,1989; Makadok,2001;
Wnerfelt,1984). Sementara itu, teori Organizational learning memberikan
pandangan pada bagaimana perusahaan memahami dan mengevaluasi lingkungan
mereka seperti mereka mengembangkan kapabilitas untuk mengatasi dengan
lingkungan (Fiol dan Lyles,1985;Huber,1991;March dan Levitt,1999).
Berdasarkan konsep konsep tersebut diajukan tiga proposisi, sebagaimana
telah diuraikan di bab sebelumnya. Proposisi pertama membahas hubungan antara
transformasi organisasional, pembelajaran organiasasional dan Corporate
Entrepreneurship . Proposisi kedua membahas Competitive advantage yang
berkaitan dengan hubungan Corporate Entreprenurship . Proposisi ketiga
membahas pengaruh tidak langsung dan langsung terhadap kinerja perusahaan.
Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan Grand Theoretical Model
Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini
57
penelitian disertasi (Model Kosnseptual Teoretikal Dasar), seperti yang diragakan
pada gambar 4.1
GAMBAR 4.1
THE PROPOSED GRAND THEORETICAL MODEL Transformasi Organisasional
Gambar 2.5. menunjukkan bahwa Resource based view dan teori
organizational learning dapat menjelaskan keberhasilan transformasi
organisasional perusahaan privatisasi dalam meningkatkan kinerjanya.
Berdasarkan asumsi yang dipakai penelitian terdahulu, penelitian ini
mengasumsikan bahwa transformasi organisasional dapat mempengaruhi
Transformasi Organisasional
Corporate Entrepreneurship
Pembelajaran Organisasional
Keunggulan Daya Saing
Kinerja Perusahaan
ORGANIZATIONAL LEARNING THEORY
RESOURCE BASED VIEW
Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini
58
pembelajaran kearah perilaku entrepreneurship dalam organisasi. Asumsi ini
berdasar pada asumsi yang dipakai peneliti Zahra (2000) bahwa setelah
melakukan privatisasi, perusahaan akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi
sumberdaya dan kapabilitas sesuai keperluan pasar. Dengan menempatkan
struktur organisasional yang cenderung lebih otonomi sebagai indikasi
perubahan struktur yang dapat membangkitkan dan mengimplementasikan
pengembangan inovasi yang berdaya saing untuk memperoleh keuntungan. Dapat
dikatakan bahwa transformasi kearah organisasional yang lebih fleksibel sesuai
keinginan pasar akan mempercepat pengembangan corporate entrepreneurship
sebagi alur menuju keunggulan daya saing dan peningkatan profitabilitas.
Sebagaimana juga dikemukakan oleh Barney (2002), Uhlenbruck (2000) dan Fahy
(2003) bahwa keunggulan daya saing perusahaan didapatkan dari alokasi dan
kombinasi sumberdaya secara optimal dan alih kompetensi. Stiglitz (1995)
mengemukakan bahwa pengoptimalan sumberdaya yang terkait kearah orientasi
yang lebih produktif dan efisien didapat melalui perubahan struktur.
Resource based view, mengasumsikan bahwa kapabilitas dan sumberdaya
suatu perusahaan merupakan faktor utama yang mengarah pada keunggulan daya
saing dan kinerja perusahaan (Bruce Barringer,2006). Sumber daya dan
kapabilitas yang dimaksud meliputi aset (tangible dan intangible), ketrampilan
dan kemampuan organisasi.
Diasumsikan bahwa peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan perusahaan dalm mengorganisir sumberdaya merupakan prasyarat
59
peningkatan peningkatan keunggulan daya saing. Organisasi yang melakukan
proses pembelajaran sebagai dasar penciptaan inovasi akan mendapatkan
keunggulan daya saing. Asumsi bahwa corporate entrepreneurship yang berdaya
saing berasal dari ide ide penciptaan inovasi yang dihasilkan dari proses
pembelajaran organisasional.
Rasionalitas perusahaan melakukan privatisasi untuk memperbesar akses
sumberdaya finansial, pasar, teknologi dalam menghasilakan cost saving sehingga
memperoleh differentiation dan cost advantage, keduanya sebagai sumber
keunggulan daya saing (Barney, 2002) dan berhubungan positif dengan kinerja
(Bharradwaj,Varadarajan, Fahy,1993). Seperti dikemukakan Fahy (2000)
privatisasi yang dilakukan perusahaan memungkinkan untuk melakukan
optimalisasi alokasi dan kombinasi sumberdaya, karena perusahaan dapat
melakukan transfer sumber daya dan transfer kompetensi.
Perusahaan dengan sumber daya istimewa dan orientasi corporate
entrepreneurship akan memperoleh keunggulan daya saing. Dalam meningkatkan
kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan untuk berupaya lebih menuju
perubahan dari perilaku yang bersifat birokratis ke arah perilaku yang lebih
bersifat entrepreneurial dengan tetap memperhatikan kemampuan sumber
dayanya. Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai
melalui transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang
berasal dari perusahaan swasta .
60
Privatisasi berkaitan dengan acquisition, dan yang paling penting,
exchange of resource (Doh,2000). Perusahaan harus mengevaluasi kembali dan
memutuskan bagaimana yang paling baik dalam mendorong transfer sumber daya
untuk mempercepat transformasi entrepreneurial BUMN ke perluasan pasar.
Setelah perusahaan privatisasi BUMN melakukan transformasi
organisasional, akan tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya
pembelajaran organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa
perusahaan privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat
keputusan manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial.
Model ini mengasumsikan sejumlah perubahan organisasi secara
fundamental seperti struktur, otonomi, partisipatif, kontrol, komunikasi, insentif,
dan informasi sebagai sumber daya yang penting dalam keterkaitan
pengembangan corporate entrepreneurship. Struktur yang tidak ber lapis lapis
(flatter) merupakan struktur yang dapat membangkitkan dan
mengimplementasikan pengembangan inovasi.
Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur
organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik
memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya
kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi
perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,
2002).
61
Perspektif rasional perusahaan BUMN di privatisasi untuk menciptakan
struktur industri yang sehat dan kompetitif. Perusahaan yang diprivatisasi akan
meningkatkan posisi kompetitifnya dengan membangun inovasi melalui
peningkatan knowledge yang berhubungan dengan produk dan pasar. Dapat
dikatakan bahwa transformasi organisasional dapat menjadi pendorong corporate
entrepreneurship ketika terjadi proses pembelajaran organisasional karena
merubah inti organisasional yang meliputi perubahan struktur, manajemen
kontrol, dan kebijakan kompensasi .
Dua asumsi kritikal dari Resource based view bahwa sumber daya dapat
berkontribusi pada keunggulan daya saing jika sumber daya tersebut
heterogeneous dan immobile. Sumber daya akan dapat menunjang keunggulan
bersaing apabila value , rarety, imitability dan organization (VRIO).
Struktur dan mekanisme kontrol perusahaan dapat memberikan
kemampuan dan dorongan untuk memanfaatkan sumber daya perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai sumber daya bernilai akan memungkinkan
memperoleh keunggulan daya saing sepanjang sumber daya tersebut membantu
memproduksi produk dan jasa yang bernilai untuk pelanggan .
Perusahaan BUMN yang diprivatisasi memungkinkan untuk
meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara
desentralistik yang berorientasi pada pasar dan pelanggan. Oleh karena itu,
perilaku manajer di perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN
privatisasi. Sebagaimana dikemukakan Makhija (2003) bahwa pada umumnya
62
peranan manajer di perusahaan BUMN secara individual dibatasi, tidak
mempunyai keputusan secara independen sehingga akan mempengaruhi perilaku
dalam menciptakan inovasi. Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif,
terutama dalam hal tidak menyukai risiko, kurang proaktif, dan kurang
entrepreneurial, sehingga menyebabkan mereka tidak mempunyai sifat sifat
seperti valuable , rare, imitable , yang penting untuk daya saing perusahaan (
Barney, 2002 ). Daya saing akan terwujud dengan memperhatian aktivitas dan
orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam organisasi ke arah corporate
entrepreneurship yang didukung oleh proses pembelajaran organisasional
(Jacobs, 1991; Zahra, 2000).
Esensi dari privatisasi sebagai sumber keunggulan daya saing tidak hanya
valuable akan tetapi juga mempunyai karakteristik rarely dan costly to imitate
(Bharadwaj & Varadarajan, 1993, Barney,2002). Perusahaan setelah di privatisasi
bernilai (valuable) jika potensi ekononomis dapat dieksploitasi sebagai cost
advantage dan costly to duplicate. Transfer kompetensi merupakan costly to
duplicate. Sumber daya intangible biasanya lebih mahal untuk ditiru dibandingkan
sumber daya tangible. Sebagaimana Barkema dan Vermeulen (1998)
mengemukakan bahwa intangible resource seperti spesifik knowledge tentang
pasar/produk akan memberikan keuntungan kompetitif lebih besar dibandingkan
tangible resource.
Perusahaan BUMN setelah di privatisasi akan memperoleh tambahan
sumberdaya intangible yang biasanya terlalu mahal untuk ditiru perusahaan lain
63
seperti : brand, reputation, trademarks , entrepreneurial skill, cooperative
relationship, network . Sebagaimana dikemukakan Barney, 1991 bahwa sumber
daya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai kapasitas yang sulit
ditiru pesaing dan berhubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan.
Strategi kompetitif pada firm level dipengaruhi oleh orientasi
entrepreneurial. Barringer dan Bluedorn (1999) menemukan hubungan positif
antara intensitas corporate entrepreneurship dan stratejik manajemen praktis
secara spesifik. Dapat dikatakan bahwa corporate entrepreneurship yang
meliputi proactive, risk taking, inovatif dan penciptaan bisnis baru berhubungan
dengan posisi kompetitif perusahaan.
Peranan pembelajaran pada perusahaan privatisasi yang ekspansi ke pasar
internasional dengan mengembangkan knowledge baru dalam penciptaan
corporate entrepreneurship diperlukan untuk keefektifan organisasi (Senge,1990).
Akses untuk informasi merupakan suatu katalisator penting untuk pengembangan
produk dan pasar baru.
Hubungan knowledge sharing sebagai komplemen dalam menunjang
pengembangan sumberdaya dan kapabilitas akan efektif untuk kesuksesan
perusahaan secara kompetitif (Dyer & Singh,1998). Sementara Madhok (1997)
mengemukakan bahwa privatisasi memfasilitasi kecepatan proses pembelajaran
untuk masuk pasar baru dimana perusahaan dapat memanfaatkan share cost/risk
dan dapat ekspansi untuk menambah kombinasi produk/pasar secara
komplementer. Diasumsikan setelah privatisasi , perusahaan BUMN akan menjadi
64
perusahaan baru yang berpandangan pada pasar yang berperilaku lebih inovatif
dan lebih toleran dalam menerima resiko.
Perusahaan privatisasi BUMN berupaya melakukan ekspansi di pasar
internasional untuk memanfaatkan keuntungan sumber daya dan kapabilitas yang
ada dalam pasar baru. Disamping itu juga untuk mengembangkan sumber daya
dan kapabilitas baru dalam pasar asing. Secara kritikal bahwa sumber daya dan
kapabilitas yang dikembangkan memungkinkan menghasilkan suatu keuntungan
dalam pasar baru. Oleh karena itu perusahaan hendaknya me re-apply sumber
daya the VRIO framework ketika masuk pasar baru. Sebagaimana yang dilakukan
oleh perusahaan yang masuk pasar baru, dimana proses pembelajaran dalam
merubah mindset penting bagi kesuksesan perusahaan. Sumber daya dan
kapabilitas apa yang memenuhi kriteria VRIO dalam pasar baru serta apa yang
dapat perusahaan pelajari dari partner dalam pasar baru merupakan efek stratejik
transformasi organisasional.
Pembelajaran merupakan suatu kekuatan untuk memotivasi menuju
keunggulan daya saing. Hamel (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran dapat
menjadi determinan penting dalam motivasi awal untuk kesuksesan ekspansi
bisnis internasional. Barkema dan Vermeulen (1998) menerapkan perspektif
pembelajaran untuk determinan kondisi dimana perusahaan ekspansi ke
internasional.
Diasumsikan bahwa semakin besar tingkat intensitas corporate
entrepreneurship , semakin tinggi keunggulan daya saing. Rasionalitas
65
perusahaan privatisasi BUMN mengembangkan corporate entrepreneurship untuk
meningkatkan keunggulan daya saing. Oleh karena itu cara terbaik upaya
meningkatkan keunggulan daya saing, adalah secara langsung perhatian tidak
hanya pada transformasi organisasional saja, tetapi juga corporate
entrepreneurship dan pembelajaran organisasional.
Perusahaan privatisasi memungkinkan sebagai sumber keunggulan daya
saing karena dapat mengeksploitasi sinergi diantara unit bisnis untuk mencapai
keunggulan yang berbeda dengan pesaing.
Potensi ekonomis dapat diperoleh melalui hubungan network dari adanya
sharing activities & penghematan joint cost yang akan menghasilkan cost
advantage sebagai sumber kompetitif yang dapat meningkatkan pertumbuhan
perusahaan. Potensi lainnya dapat diperoleh dari transfer kompetensi melalui
technological leadership untuk membangun complementary aset sehingga
menghasilkan differentiation advantage, sebagai sumber keunggulan daya saing
(Barney 2002). Sesuai pandangan Resource based view bahwa kompetensi
melalui technological leadership sebagai suatu sumberdaya firm level yang
mempunyai sifat immobile dan inimitable yang dapat berpengaruh pada volume
penjualan (Lieberman & Montgomery,1988).
Untuk meningkatkan market share melalui penciptaan inovasi saja tidak
cukup, harus diperhatikan keberlanjutan inovasi dengan memfokuskan kapabilitas
manajerial, yang terkait dengan peranan pembelajaran dan pengalaman untuk
menggunakan inovasi. Reputasi yang di peroleh merupakan sumberdaya yang
66
akan berpengaruh pada volume penjualan. Integrasi Resource based view dan
teori organizational learning sebagai dasar teori dapat menjelaskan secara penuh
fenomena kinerja privatisasi BUMN.
Perusahaan privatisasi BUMN diasumsikan akan berada pada kondisi
pasar baru yang lebih kompetitif, dan untuk dapat mengambil keuntungan dari
peluang pasar baru tersebut perusahaan harus melakukan transformasi untuk
memperbaiki sumber daya perusahaan yang ada melalui pembelajaran,
pengembangan corporate entrepreneurship dan penciptaan keunggulan daya
saing. Perusahaan harus dapat mengelola sumber daya untuk menciptakan nilai
agar posisi kompetitifnya meningkat.
Resource based view dan teori organizational learning memberikan suatu
perspektif alternative pada transformasi perusahaan privatisasi BUMN. Dalam
penerapan perspektif ini, penelitian ini mempunyai implikasi yang berbeda
dibandingkan penelitian terdahulu tentang transformasi organisasional yang
sebagaian besar tidak berdasar pada aspek intermediate outcome sebagai dampak
dari proses transformasi.
Penelitian ini mengajukan suatu model yang menjelaskan bagaimana
perusahaan privatisasi BUMN melakukan transformasi sumber daya dan dapat
belajar menuju kondisi baru yang lebih kompetitif. Integrasi proses kegiatan dari
kapabilitas manajemen perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kinerja.
Perusahaan memungkinkan untuk belajar dari partnership stratejik, dalam
67
menciptakan inovasi yang akan memberikan kontribusi terhadap keunggulan
daya saing.
Model Transformasi Entrepreneurship Menuju Keunggulan Daya Saing
dan Kinerja yang diajukan mengasumsikan bahwa untuk keefektifan transformasi
perusahaan privatisasi BUMN memerlukan suatu paket koheren dari perubahan
komplemen yang membangun kekuatan perusahaan dan kemampuan organisasi
untuk belajar dan berkembang. Perusahaan berupaya memperbaiki sumber daya
yang ada sesuai yang diperlukan pasar dengan cara melakukan rekonfigurasi
sumber daya-nya.
Perubahan sumber daya yang berbentuk sumber daya organisasional dan
entrepreneurship merupakan faktor penting dalam membedakan tingkat
kesuksesan perusahaan privatisasi. Dimensi dari transformasi organisasional
untuk prediksi penciptaan keunggulan daya saing merupakan hal yang penting.
Model in menempatkan struktur, otonomi, insentif sebagai bagian
transformasi organisasioal yang penting dalam menekankan inovasi dan
kecenderungan mengambil resiko (risk taking) yang berhubungan dengan
kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa determinan dari
kinerja adalah karakteristik (sumberdaya dan kapabilitas) pada tingkatan firm-
level . Keunggulan daya saing berasal dari sumber daya dan kapabilitas yang
memenuhi kriteria VRIO. Dapat dikatakan bahwa dalam upaya miningkatkan
kinerja, perusahaan hendaknya mampu melakukan transformasi dan
68
pembelajaran organisasional serta mengembangkan corporate entreprneurship
yang berdaya saing.
Diasumsikan transformasi organisasional secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi proses peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing
mempunyai dampak pada kinerja perusahaan. Dapat dikatakan bahwa
transformasi organisasional mempengaruhi keunggulan daya saing dan proses
pembelajaran organisasional.
Perusahaan akan bertindak rasional untuk mengembangkan keunggulan
daya saing tidak hanya fokus pada proses transformasi organisasional namun juga
memperhatikan pengembangan corporate entrepreneurship yang didukung
proses pembelajaran. Oleh karena itu cara terbaik untuk mencapai kinerja
perusahaan adalah secara langsung perhatian tidak pada tahap proses transformasi
organisasional tetapi lebih difokuskan pada tahap proses peningkatan keunggulan
daya saing.
Sebagaimana ditunjukkan pada penelitian terdahulu, kinerja perusahaan
semakin besar signifikan ketika dipengaruhi oleh keunggulan daya saing
perusahaan. Dengan itu diasumsikan bahwa keunggulan daya saing perusahaan
dapat menjadi variabel mediasi hubungan antara corporate entrepreneurship dan
kinerja perusahaan dalam model Transformasi Entrepreneurship. Secara ringkas
proposisi proposisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang
disajikan dalam tabel.2.1.berikut ini.
69
TABEL 4.1 ISU KONSEP DAN PROPOSISI
ISU KONSEP PROPOSISI
Transformasi Organisasional
Pembelajaran Organisasional Corporate Entrepreneurship
Proposisi 1 : Transformasi Organisasional
Transformasi Organisasional merupakan proses
transformasi yamg terkait dengan perubahan inti organisasi
yamg meliputi strtaegi, sistem, budaya dan struktur.
Transformasi Organisasional mempengaruhi corporate
entrepreneurship secara langsung atau secara tidak
langsung dengan mediasi pembelajaran organisasional
Keunggulan daya Saing
Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing
Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif
perusahaan karena adanya serangkaian sumberdaya dan
kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan daya saing
akan tercipta karena pengaruh langsung corporate
entrepreneurship dan transformasi organisasional.
Kinerja
Perusahaan
Proposisi 3 : Kinerja perusahaan Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan
perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan
pasar dan produk baru , serta pertumbuhan. Hubungan
antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi
secara langsung atau di mediasi dengan integrasi proses
kegiatan. Perusahaan dengan orientasi corporate
entrepreneurship dan keunggulan daya saing yang didukung
proses transformasi organisasional akan dapat
meningkatkan kinerja perusahaan.
Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini
70
BAB IV
BAB V
PENGEMBANGAN MODEL EMPIRIK
Kajian literatur yang berbasiskan organizational learning dan resource
based view membentuk pengembangan proposisi. Berdasarkan proposisi satu,
tentang transformasi organisaional ,diusulkan hipotesis 1, 2, dan 3. Proposisi dua
sebagai konsep keunggulan daya saing mengusulan hipotesis 4, 5, dan 6. Dan
proposisi tiga tentang kinerja perusahaan mengusulkan 7, 8, 9, dan 10. Secara
detail dapat dijelaskan sebagai berikut :
4.1 Transformasi Organisasional dan Pembelajaran Organisasional
Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh Wright, Hoskisson,
Busenitz, dan Dial (2000) yang meneliti 189 perusahaan privatisasi di Central
East Europe menyimpulkan bahwa transformasi insentif para manajer pada
perusahaan privatisasi akan berpengaruh secara positif terhadap pembelajaran
organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada
tahun 2000 oleh Craggg & Dyck bahwa peningkatan kompensasi manajer pada
perusahaan privatisasi akan memperbaiki keinginan manajer untuk mau belajar
pengembangan produk dan pengetahuan pasar. Demikian juga dengan penelitian
oleh (Lyles dan Salk,1996) yang melakukan riset pada perusahaan privatisasi di
71
Hungaria menemukan hal yang sama bahwa peningkatam insentif manajer akan
meningkatkan kapasitas pembelajaran organisasional
Peneliti peneliti lain seperti Slevin dan Covin (1990), Cornwall dan
Perlman (1990) menyatakan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi
dari struktur organisasional secara hirarki dan birokratis menjadi struktur
organisasional yang tidak berlapis lapis akan lebih mudah dalam menyesuaikan
dan lebih terbuka melakukan komunikasi sehingga dapat membantu
meningkatkan penyebaran informasi. Menurut Nonaka dan Takeuchi,
(1995) faktor faktor organisasional akan mempengaruhi kemampuan untuk
memperbanyak dan menciptakan pengetahuan. Untuk memproses informasi,
kapasitas absorpsi suatu perusahaan sebagai fungsi dari karakteristik
organisasinya. Van den Bosh (1999) mengemukakan bahwa karakteristik
organisasi yang dapat mempunyai kapasitas absorpsi dalam proses informasi
terutama ditentukan oleh kombinasi antara struktur dan kapabilitas yang ada.
Dikemukakan oleh Van den Bosh bahwa perusahaan yang mempunyai struktur
horisontal mempunyai mekanisme koordinasi yang efektif dan lebih
memungkinkan untuk mempelajari dan menyebarkan pengetahuan. Menurut (Das
dan Elango,1995) faktor flexibility akan berpengaruh terhadap konsistensi
pembelajaran organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian perusahaan
privatisasi di Hungaria menunjukkan bahwa peningkatam fleksibilitas organisasi
akan meningkatkan kapasitas pembelajaran mereka (Lyles dan Salk,1996).
Dengan demikian faktor faktor organisasional dapat meningkatkan kemampuan
72
untuk memproses pengetahuan ketika terjadi kolaborasi dan pertukaran informasi
dalam perusahaan dan ketika terdapat kebebasan yang lebih banyak pada
karyawan untuk merubah pola aktivitasnya dalam proses penyesuaikan perubahan
kondisi. Dengan didukung penemuan secara empirik di Rusia bahwa perusahaan
privatisasi mempunyai struktur dan budaya yang bersifat lebih fleksibel
merupakan dimensi yang sangat berguna untuk memprediksi kinerja perusahaan
secara keseluruhan (Fey dan Denison,1999). Penciptaan strategic flexibility
merupakan faktor kritikal untuk kesuksesan transformasi organisasional, sebagai
perwujudan konsistensi internal antara sumber daya secara historis perusahaan
milik pemerintah, ke perusahaan baru yang dikembangkan melalui sumber daya
yang diperoleh dari sistem organisasional.
Pada tahun 1998 Sandvig dan Coakley melakukan riset empirik terhadap
sembilan perusahaan yang sukses melakukan transformasi dari perubahan tingkat
ketergantungan pemerintah. Hasil penelitian Sandvig dan Coakley mengacu pada
pendapat Mc Campbel (1988) yang menemukan bahwa transformasi strategi dapat
digunakan untuk daya pengungkitan kompetensi inti yang diperlukan untuk
meningkatkan kapabilitas pembelajaran. Berdasarkan penjelasan tersebut diajukan
hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap
pembelajaran organisasional
73
4.2 Transformasi Organisasional dan Corporate Entrepreneurship
Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh Zahra (2000)
menyimpulkan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi berpengaruh
secara positif terhadap kemauan dalam menerima risiko yang terkait dengan
keinginan inovasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hoskisson (1993)
yang menemukan bahwa peningkatan kompensasi akan memperbaiki keinginan
manajer untuk mengambil risiko dalam mendukung inovasi. Penelitian tentang
transformasi yang terkait dengan struktur dilakukan oleh Jennings (1994) yang
membedakan antara struktur organisasional yang bersifat organic dan
mechanistic. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa suatu organisasi akan
menjadi gencar berinovasi jika struktur organisasionalnya adalah secara
organicaly structures dengan sistem yang terdesentralisasi dan fleksibel.
Penelitian ini berkaitan dengan hasil penelitian Wilson (1966) yang
menyimpulkan bahwa struktur organic merupakan suatu struktur organisasi yang
dapat membangkitkan dan mengimplementasikan ide yang inovative.
Sebagaimana dikemukakan oleh Duncan (1976) bahwa untuk dapat menciptakan
gagasan gagasan baru, perusahaan perlu melakukan transformasi organisasional
ke arah struktur organic.
Peneliti Knigh (1986) dan Saxena (1991) menyimpulkan bahwa inovasi
korporat dapat dikelola dengan sukses, melalui cara pengelolaan manajemen
secara efektif yang terkait pengelolaan budaya yang lebih mengarah pada proses
74
inovatif. Pendapat ini sesuai dengan Merrifield (1993); Hisrich & Peters (1984);
Maclillan (1986) yang mengemukakan bahwa salah satu elemen penting
organisasi yang dapat diubah melalui privatisasi dalam pengembangan corporate
entrepreneurship adalah unsur dukungan organisasional dan dukungan manajerial
untuk aktivitas aktivitas entrepreneurial. Merrifield ( 1993) menyebutkan bahwa
kesuksesan corporate entrepreneurship karena dukungan manajerial terkait
dengan keterlibatan top manajemen. Hisrich & Peters (1984) menyebutkan bahwa
faktor organisasional dapat meningkatkan pengobaran semangat inovasi.
Sedangkan Maclillan, (1986) mengemukakan bahwa komitmen, gaya, susunan
kepegawaian, serta penghargaan akan dapat berguna untuk menciptakan aktivitas-
aktivitas entrepreneurial. Sementara Stevenson & Jarillo, (1990) mengemukakan
bahwa dukungan organisasional yang terkait dengan otonomi akan dapat
menemukan peluang dan membuat sumber daya yang tersedia tidak menganggur.
Kanter (1984) dan Pinchot (1985) juga menyatakan bahwa dukungan
organisasional dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas entreprneurial
perusahaan.
Sebagaimana penelitian Zahra (1993) tentang elemen-elemen yang
termasuk dalam dukungan organisasional terkait dengan dukungan manajemen,
kebijakan kerja, tersedianya waktu, dan penghargaan. Demikian juga Omsby et al
(1990,1993) menunjukkan bahwa elemen yang sebagai dukungan organisasional
merupakan elemen krusial organisasional yang dapat mempengaruhi corporate
entrepreneurship.
75
Aktivitas aktivitas entrepreneurial seperti ”inovasi dan venturing” dapat
dilihat sebagai dua kunci outcome entrepreneurial dari privatisasi yang
digerakkan oleh transformasi organisasional (Zahra, 2000). Peneliti lain yaitu
Hutchinson (1991) menemukan bahwa transformasi perusahaan privatisasi milik
pemerintah di United Kingdom mempunyai pengaruh positif terhadap
pengembangan inovasi.
Pengembangan inovasi dapat dijadikan elemen penting dari corporate
entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan Dunsire (1991) bahwa outcome
entrepreneurial perusahaan privatisasi dihasilkan dari upaya perubahan internal
ke arah “peningkatan output”. Zahra (2000), mengemukakan bahwa transformasi
organisasional perusahaan privatisasi akan mendorong pengembangan aktivitas
aktivitas yang bersifat entrepreneurial yang terkait dalam hal perubahan perilaku
pengambilan risiko dan inovasi. Manurut Cuervo & Villalonga (2000) perusahaan
privatisasi juga mengubah struktur organisasi mereka untuk menjamin
pengambilan keputusan yang lebih cepat dengan mengurangi lapisan-lapisan dari
manajemen dan mengurangi peraturan peraturan birokrasi.
Struktur organisasi flatter lebih umum dirancang pada perusahaan
privatisasi karena diharapkan dapat mempermudah komunikasi antara
manajemen dan karyawan. Dengan meningkatkan komunikasi dapat memperkuat
komitmen karyawan pada organisasi, yang selanjutnya dapat mendorong
karyawan untuk lebih produktif dan inovatif. Ketika budaya organisasi dapat
memperkuat karyawan dalam meningkatkan keinginan untuk mengambil risiko
76
yang mengarah pada dukungan dalam melakukan inovasi produk, inovasi proses,
dan inovasi administrasi (Kanter,1989). Setelah melakukan privatisasi, BUMN
akan menjadi perusahaan baru dengan berorientasi ke arah kebutuhan pasar,
yang ditunjukkan perilaku perusahaan dengan tingkatan yang lebih tinggi
dalam menerima risiko dan inovatif, serta keinginan untuk masuk ke bisnis baru
(Meyer, 1993). Sebagaimana dikemukakan Zahra (2000) bahwa transformasi
organisasional mampu memacu aktivitasi entrepreneurial yang meliputi
pengembangan inovasi dan peningkatan aktivitas aktivitas yang berisiko. Oleh
karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap
Corporate Entrepreneurship
4.3 Pembelajaran Organisasional dan Corporate Entrepreneurship
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah dan variasi
informasi akan membuka seseorang secara individual yang merupakan faktor
penentu untuk menciptakan kreatifitas. Beberapa penelitian terdahulu juga
menunjukkan kesamaan hasil penemuan bahwa salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap inovasi dalam organisasi adalah jumlah informasi yang
dapat membuka mainset organisasi dan anggotanya (Huber,1998). Dikemukakan
77
oleh Huber bahwa tidak diragukan lagi jika lingkungan yang kaya informasi akan
memberikan kontribusi kreatifitas dan inovasi dalam suatu organisasi.
Pembelajaran organisasional dapat dikelola secara aktif melalui tiga
perhatian pokok, yaitu: pertama, organisasi dapat belajar melalui sensing meliputi
perubahan teknologi, moral, atau tindakan pesaing di lingkungan internal dan
eksternal mereka. Kedua, mereka juga belajar secara experiental learning seperti
melalui pengalaman mereka dengan menemukan cara-cara yang lebih cepat
dengan biaya lebih rendah untuk produksi suatu produk. Ketiga, secara
organizations learn vicarously artinya organisasi belajar dari orang lain seperti
dari ahli-ahli yang berasal dari luar perusahaan dengan spesialisasi keahlian
tertentu.
Pembelajaran akan membuat peningkatan tersedianya jumlah informasi
dan pengetahuan yang dapat mempermudah pembentukan kreatifitas. Gagasan-
gagasan kreatifitas yang dibangkitkan dalam suatu organisasi sering disebut
sebagai inovasi organisasi. Jika diperluas arti inovasi, adalah proses dan gagasan
gagasan tersebut sering juga sebagai sumber daya dari inovasi. Menurut Zahra
(2000) terdapat hubungan antara pengalaman dan inovasi , yang mengarah tidak
hanya terhadap pembelajaran inovasi, tetapi juga terhadap pembelajaran
kapabilitas organisasi yang berhubungan dengan inovasi.
Kreatifitas dan inovasi yang mengarah pada peluang-peluang yang
menguntungkan tidak dapat dimanfaatkan organisasi tanpa tambahan
pengetahuan. Oleh karena itu, terdapat hubungan secara sinergis antara
78
pembelajaran experiential, vicarously, kreativitas dan inovasi. Pendapat tersebut
mendukung pendapat Fiol MC dan Lyles M A (1985) yang menyatakan bahwa
pembelajaran organisasional merupakan proses untuk meningkatkan pemahaman
pengetahuan yang lebih baik.
Penelitian Gorelick C, (2005) menganalisis hubungan antara pembelajaran
organisasional dan corporate entrepreneurship yang memfokuskan sebagai
strategi bisnis. Peneliti Crossan, (1995) menyebutkan bahwa corporate
entrepreneurship selain dipengaruhi pembelajaran organisasional secara ekternal
juga dipengaruhi pembelajaran secara internal seperti dalam mendukung
pengembangan inovasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Nason (1994) dan Bontis
(2002) bahwa selain hubungan antara transformasi otonomi organisasional dan
corporae entrepreneurship, juga perlu dipertimbangkan variabel pembelajaran
organisasional sebagai mediasi yang dapat mendukung kesuksesan corporate
entreprenership. Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 3: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap
corporate entrepreneurship
4.4 Transformasi Organisasional dan Keunggulan Daya Saing
Menurut Prahalad dan Hamel (1990) untuk mencapai keunggulan
kompetitif diperlukan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara
79
stratejik. Sebagaimana pendapat Barney bahwa keunggulan kompetitif
perusahaan bergantung kepada organizational capital atau Barney menyebutkan
dengan istilah ”socially complex resources”. Dikemukakan bahwa capital yang
dimanifestasikan melalui budaya organisasional dapat memberikan sumber
keunggulan kompetitif.
Penelitian Chung dan Gibbons (1997) menemukan bahwa budaya akan
memberikan ideologi atau visi untuk menjalankan komitmen yang memfokuskan
keuggulan kompetitif. Dikemukakan bahwa pengembangan budaya
entrepreneurial membangun kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang
akan memberikan perusahaan secara potensial dalam mencapai keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
Menurut Ferdinand (2003) bahwa kompetensi transformasi dapat
dipahami sebagai kapabilitas organisasional yang dibutuhkan untuk mengkonversi
input menjadi output secara berkeunggulan. Kompetensi transformasi dapat
mengambil bentuk inovasi dan budaya organisasi yang memungkinkan
perusahaan mencapai keunggulan bersaing dalam biaya rendah atau keunggulan
diferensiasi (Porter,1990).
Inovasi termasuk didalamnya antara lain inovasi teknologi, inovasi
pemasaran, dan inovasi manajerial, yang mana proses tersebut akan menyajikan
bagi organisasi sebuah kapabilitas untuk menghasilkan produk atau proses baru
yang lebih cepat daripada yang dilakukan oleh pesaingnya, yang memungkinkan
perusahaan mendapatkan sebuah keunggulan kompetitif atau keunggulan dalam
80
melakukan first mover (Bharadwaj, Varajan et al, 1993; Lieberman and
Montgomery 1998).
Untuk memahami bagaimana kompetensi ini mampu meningkatkan
keunggulan kompetitif, dalam studi ini lebih ditekankan dengan menggunakan
konsep kapital ”organisasional”. Sebagaimana dikemukakan oleh (Prescott and
Visscher 1980; Barney 1991) yang menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis
sumberdaya khas perusahaan yang mampu menghasilkan rente bagi organisasi
yaitu : (1) modal fisik, (2) modal insani, dan (3) modal organisasional.
Salah satu “invisible assets” yang muncul dari kategori modal tersebut di
atas adalah “portofolio kapabilitas organisasional” yang meliputi sistem kontrol
dan koordinasi, sistem informasi manajemen, sistem jenjang organisasional,
sistem lapisan manajemen, dan hubungan informal yang dibudidayakan dan
diberdayakan secara historis, dimana kesemuanya itu melekat dalam organisasi
secara organisasional yang bersifat rumit karena proses tersebut sulit untuk ditiru
(Barney,1991; Oliver,1997; Peteraf,1993). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa
semua “invisible assets” yang melekat secara organisasional pada sebuah
perusahaan akan mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Setelah privatisasi, perusahaan dan manajemen sebagai subjek untuk
kekuatan pasar, yang mana dalam rangka meningkatkan kekayaan pemegang
saham, perusahaan berupaya melakukan cara baru dengan membangun penjualan
dan unit pemasaran baru, mengimplementasikan sistem kontrol, dan accounting
yang baru, keputusan strategi strategi produk baru, dan mengembangkan serta
81
mengimplementasikan program investasi baru (Sachs & Lipton,1990). Dalam hal
mengenai reputasi dan kompensasi, manajer akan dikaitkan dengan implementasi
pada strategi-strategi yang dapat meningkatkan keunggulan daya saing
perusahaan (Zahra,1996).
Terdapat bukti empirik hubungan transformasi insentif mempengaruhi
keunggulan daya saing perusahaan, sebagaimana ditemukan pada penelitian
Sadler, (2002) bahwa kompensasi manajer meningkat setelah privatisasi dan
kompensasi manajer dalam perusahaan privatisasi sama dengan pada sistem
insentif pada perusahaan korporasi. Peningkatan kebijaksanaan kompensasi dapat
meningkatkan keinginan manajer dalam mengambil risiko untuk memperluas
akses pendanaan dan mengembangkan jaringan pasar dalam rangka upaya
pengurangan biaya.Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 4: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap
keunggulan daya saing
4.5 Pembelajaran Organisasional dan Keunggulan Daya Saing
Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional
dipertimbangkan sebagai suatu konstruk dan juga dapat membangkitkan
”generate learning serving” yang merupakan salah satu kompetensi inti yang
penting bagi perusahaan (Sinkula, Baker, Noordewier 1977, Baker dan Sinkula,
82
1999) untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan dan mempertahankan
keunggulan daya saing (Sinkula, Baker dan Noordwier,1997; Day,1991;
Dickson,1996) , dan juga dapat meningkatkan kinerja (Slater dan Narver, 1996;
Sinkula, Baker dan Noordewier,1997).
Peningkatan knowledge akan membantu organisasi dalam mencapai
sasaran sebagai peluang untuk mendapatkan keunggulan daya saing perusahaan
karena pengetahuan memberikan informasi luas yang melintasi batas kondisi
internal organisasi ( Hargadon & Sutton, 1997). Sedangkan Lopez, Peon Ordas
(2005) menunjukkan terdapat hubungan antara pembelajaran organisasional dan
keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh Ireland, Kuratko, dan
Morris (2006) bahwa knowledge merupakan sumber keunggulan kompetitif yang
lebih penting dibandingkan satu set fisik perusahaan. Hal ini karena knowledge
merupakan informasi yang memuat experience, judgment, intuition ,dan value.
Pengujian keunggulan daya saing yang berkelanjutan ditemukan William
(1992) yang menyatakan bahwa semua industri secara substansial berubah, yang
mengarah ke orientasi pelanggan, pesaing, dan teknologi suplier. Perubahan ini
menciptakan penekanan bisnis yang secara berkelanjutan untuk meningkatkan
produk dan servis mereka agar dapat mempertahankan atau meningkatkan nilai
mereka pada pelanggan (Ghemawat,1986; William,1992). Oleh karena itu,
kemampuan untuk dapat ”mempelajari sesuatu yang lebih cepat” dibandingkan
pesaingnya memungkinkan pada pencapaian keunggulan daya saing yang
berkelanjutan (De Gus,1988). Sebagaimana dikemukakan oleh Day (1994) dan
83
Slater & Narver (1995) bahwa kapabilitas yang unggul untuk dapat mempelajari
merupakan sesuatu yang penting untuk mencapai keunggulan daya saing.
Kapabilitas yang unggul merupakan sumber daya yang berharga yang
sulit ditiru, yang dapat mengantisipasi tindakan tindakan kompleksitas dari jumlah
aktivitas pengembangan produk dan jasa sebagai akselerasi pasar serta perubahan
teknologi.
Penelitian Hurley Robert F dan Hult G.Tomas M (1998) yang meneliti
hubungan antara pembelajaran dan daya saing menyimpulkan bahwa tingkat daya
saing yang lebih tinggi akan berhubungan dengan budaya yang menekankan pada
pembelajaran. Sementara Menon dan Varadarajan (1992) menyatakan bahwa
budaya yang dapat memfasilitasi knowledge sharing akan berdampak pada
keunggulan daya saing. Berman (1998) mengemukakan bahwa untuk mencapai
keunggulan daya saing, perusahaan harus mampu melakukan sharing information
dan evaluasi dalam memperoleh feedback.
Pembelajaran organisasional membantu perusahaan untuk
mengembangkan secara terus menerus perubahan kompetensi inti yang berdaya
saing. Sementara Williams Jeffrey R (1992) menyebutkan bahwa studi
keunggulan daya saing memfokuskan pada power dari proses pembelajaran
organisasional . Dikemukakan bahwa proses untuk dapat menawarkan pelayanan
superior kepada pelanggan merupakan salah satu faktor penentu keunggulan daya
saing berkaitan dengan proses pembelajaran organisasional yang melibatkan
84
peningkatan kompetensi sumber daya perusahaan . Berdasarkan uraian di atas
diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 5: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap
keunggulan daya saing
4. 6 Corporate Entrepreneurship dan Keunggulan Daya Saing
Penelitian yang banyak memberi perhatian pada corporate
entrepreneurship sebagai strategi pertumbuhan untuk mencapai keunggulan
kompetitif dilakukan oleh Manimala et al (2002) menyatakan bahwa untuk
mencapai pertumbuhan yang tinggi diperlukan sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif. Penelitian Manimala dilakukan pada sektor manufaktur
India dan ditemukan bahwa aktivitas-aktivitas corporate entrepreneurial
merupakan aktivitas yang penting dalam peningkatan daya saing perusahaan
untuk negara berkembang.
Penelitian ini mengacu pendapat Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) yang
menyatakan bahwa perilaku aktivitas entrepreneurial dipandang sebagai jalur
kritis yang penting untuk mencapai keunggulan kompetitif. Salah satu perusahaan
di bidang manajemen kesehatan di Acordia Inc menjadi makmur dan berkembang
melalui visi strategi entrepreneurial. Pada tahun 1986 entrepreurial action
digunakan sebagai “instrumental” untuk pencapaian perusahaan Acordia agar
dapat memimpin bisnis yang lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.
Dikemukakan bahwa entrepreneurial action dapat digunakan sebagai pondasi
85
untuk kesuksesan strategi corporate entrepreneurship dalam meningkatkan daya
saing.
Peneliti lainnya yang berpandangan sama, adalah Antonic B & Hisric
(2004) mengemukakan bahwa Corporate entrepreneurship merupakan orientasi
dan aktivitas entrepreneurial untuk keberlanjutan organisasi dan sebagai aspek
yang penting dalam keunggulan diferensiasi dan keunggulan biaya, dapat
digunakan sebagai upaya dalam memperbaiki dan meningkatkan daya saing
(Wennekers & Turik, 1999).
Menurut Zahra dan Covin (1995), corporate entrepreneurship
didefinisikan sebagai entrepreneurial activities dalam bentuk inovasi produk,
inovasi proses, dan inovasi organisasional. Antoncic dan Hisrich (2000)
menyatakan bahwa proses corporate entrepreneurship berkenaan untuk
penciptaan bisnis baru dan aktivitas-aktivitas innovative seperti pengembangan
produk/servis baru, teknologi baru, teknik admisnistrasi baru, strategi baru dan
pengembangan sikap kompetitif.
Menurut Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) menyatakan bahwa innovation
akan membawa sesuatu yang baru ke dalam produk, service, proses dan pasar
menuju keunggulan kompetitif. Penelitian empirik di Acordia ditemukan bahwa
strategi corporate entrepreneurship dapat digunakan untuk meningkatkan
keunggulan kompetitif dalam rangka mempersiapkan kesuksesan yang akan
datang. Miller dan Friesen (1982) mengemukakan bahwa corporate
entrepreneurship adalah untuk memperluas jangkauan implementasi inovasi
86
dalam meningkatakan keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh
Michael Porter (1995) bahwa daya saing perusahaan bergantung kepada
kapasitas perusahaan untuk melakukan inovasi.
Perusahaan dapat memperoleh keunggulan daya saing ketika perusahaan
mampu mengembangkan barang barang dan jasa yang inovatif dan dapat
mentransfer ke pasar dengan lebih cepat dibandingkan para pesaingnya. Menurut
K.M. Eisenhardt (1999) bahwa mengembangkan produk dengan cepat dalam
perekonomian global akan berdampak kuat dan positif bagi posisi daya saing
perusahaan. Penelitian Zahra, Nash, dan Bickford, (1995) menyebutkan bahwa
kepeloporan dapat memperkuat posisi keunggulan daya saing dengan peningkatan
inovasi produk dan pasar baru, akan membantu meningkatkan reputasi
perusahaan. Berdasarkan uraian d iatas diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 6: Corporate Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap
keunggulan daya saing
4.7 Transformasi Organisasional dan Kinerja
Transformasi organisasional pada dasarnya merupakan perubahan-
perubahan pokok parameter utama organisasional yang terkait dengan misi,
strategy, structure dan budaya secara simultan yang dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan (Lant et al,1992; Romanelli dan Tushman, 1994; Sabherwal et al,
87
2001; Sherman dan Chaganti, 1998; Virany et al, 1992). Sementara menurut
Johnson dan Loveman (1995) bahwa transformasi pada perusahaan privatisasi
akan mengubah struktur dan cara pengelolaan perusahaan, sehingga dapat
mendorong perubahan fundamental budaya perusahaan yang akan berpengaruh
pada kinerja perusahaan (Zahra,2000). Dikemukakan oleh Zahra bahwa
transformasi organisasional pada perusahaan yang diprivatisasi berarti akan
mengubah struktur, insentif manajerial, dan budaya perusahaan, yang diharapkan
dapat memotivasi tercapainya tujuan perusahaan dalam mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Beberapa penelitian empirik mendukung pendapat di atas, bahwa kinerja
dapat ditingkatkan melalui kesempatan perusahaan yang akan melakukan
transformasi organisasional (Lant et al, 1992; Zajac and Kratz, 1993; Webb dan
Dowson, 1991). Pendapat yang sama oleh Rindova dan Kotha (2001) dan
Romaneli & Tushman (1994) mengemukakan bahwa perubahan internal seperti
perubahan struktur dan budaya akan meningkatkan kinerja sebagai akibat dari
proses transformasi organisasional. Menurut D’Souza dan Megginson ( 1999 )
bahwa perusahaan privatisasi menjadi subjek penekanan pasar yang dipaksa untuk
menjadi lebih efisien dan efektif karena adanya perubahan struktur dan budaya
organisasional. Sementara peneliti Cuervo dan Vil (1989) mengemukakan bahwa
perusahaan privatisasi akan mengubah struktur organisasi mereka untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan dapat
meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih produktif dan inovatif (Kanter,
88
1989), yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Zahra, 2000).
Berdasarkan uraian di atas diajukan hiptesis :
Hipotesis 7 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
4.8 Pembelajaran Organisasional dan Kinerja
Pembelajaran melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik
memudahkan sikap untuk berubah yang mengarah pada peningkatan kinerja
(Simon, 1969; Fiol dan Lyles,1985; Senge,1990; Garvin,1993;Lei,1999).
Perusahaan yang sanggup untuk mempelajari kedudukan pelanggan, pesaing, dan
para regulator akan memiliki kesempatan yang lebih baik terhadap pemikiran dan
tindakannya serta mempunyai kecenderungan untuk dapat memposisikan dalam
marketplace, yang akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan (Tippins dan
Sohi,2003). Pembelajaran organisasional merupakan barang berharga untuk
peningkatan nilai di mata pelanggan. Oleh kerena itu, perusahaan akan
memfokuskan pada pemahaman dan keefektifan kepuasan pelanggan yang
diekspresikan melalui pengembangan produk, jasa, dan cara melakukan bisnis
yang merupakan kebutuhan laten bagi konsumen (Slater dan Narver,1995; Lukas,
1996). Hal ini akan berdampak secara langsung pada outcome yang lebih tinggi
dalam kesuksesan pengembangan produk baru dan dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan penjualan serta
89
meningkatkan profitabilitas perusahaan. (Slater dan Narver,1995; Lukas,1996;
Hurley dan Hult; Bontis,2002).
Oleh karena itu, pembelajaran organisasional merupakan kapasitas yang
komplek yang sulit ditiru dan dikembangkan, yang berguna untuk sejumlah
aktivitas-aktivitas pengembangan produk untuk jasa pelanggan dan dapat
dipertimbangkan sebagai sumber keunggulan daya saing (Day, 1994;
Slater,1997). Untuk menganalisis secara empirik signifikansi perbedaan
profitabilitas di antara perusahaan yang diakibatkan kapasitas pembelajaran
diperlukan pengujian hubungan pembelajaran, dan kinerja perusahaan yang
dibandingkan antara beberapa perusahaan perusahaan (Smith,1996). Sebagaimana
telah dikemukakan pada penelitian terdahulu bahwa terdapat pengaruh positif
antara pembelajaran organisasional terhadap kinerja bisnis. Penelitian terdahulu
telah menemukan dampak pembelajaran organisasional terhadap kinerja, dengan
menggunakan pendekatan teori Organizational learning . Peneliti Hunt (1977)
mengemukakan bahwa pengaruh perilaku kompetitif perusahaan dalam mengejar
keunggulan daya saing melalui penyebaran pengetahuan dan penambahan
pengalaman, di hipotesiskan untuk menghasilkan kinerja. Berbagai penelitian
terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional pada privatisasi
BUMN akan memungkinkan peningkatkan kinerja perusahaan melalui trasformasi
struktur organisasional (Uhlenbruck, 2003; Zahra, 2000 dan Newman, 2000).
Sebagaimana dikemukakan peneliti Ellinger, Yang dan Howton (2002), dan
Jashapara (2003) yang menemukan hubungan positif antara karakteristik
90
pembelajaran organisasional dan kinerja. Berdasarkan penjelasan tersebut,
diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 8: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
4.9 Corporate Entrepreneurship dan Kinerja
Kinerja yang unggul secara berkelanjutan dapat dicapai melalui
pengembangan produk, jasa, proses, dan pasar baru (Antoncic, 2000). Perbedaan
kinerja perusahaan dapat disebabkan karena perilaku entrepreneurship melalui
organisasi yang terkait penggunaan inovasi untuk penciptaan nilai ( Slevin dan
Covin, 1990). Sebagaimana penelitian Zahra, Nielsen, dan Bogner (1999);
Wiklund (1999); Zahra dan Covin (1995) yang menemukan bahwa Corporate
Entrepreneurship yang ditandai adanya peningkatan risiko yang terkait dengan
inovasi dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sementara Kanter (1984);
Peters dan Waterman (1982), Pinchot (1985) lebih memfokuskan pada
pertimbangan organisasional welath creation sebagai konsekuensi yang penting
dari corporate entrepreneurship. Penelitian lain yang menemukan hasil yang
sama yaitu Naman dan Slevin (1998) bahwa corporate entrepreneurship akan
mendorong kinerja. Dikemukakan bahwa organisasi yang bersifat
entrepreneurial, dicirikan dengan sikap manajemen puncak dalam mendorong
aktivitas aktivitas entrepreneurial yang diharapkan dapat mencapai tingkat
91
pertumbuhan, profitabilitas, dan new wealth creation yang lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan organisasi yang berorientasi pada corporate
entrepreneurship yang lebih rendah. Penemuan penelitian tentang Corporate
Entrepreneurship merupakan faktor penting untuk kesuksesan kinerja perusahaan,
juga dikemukakan oleh Peterson dan Berger (1971) bahwa aktivitas akivitas
entrepreneurial membantu perusahaan untuk mengembangkan bisnis baru yang
pada akhirnya dapat menciptakan revenue. Aktivitas aktivitas Corporate
Entrepreneurship juga mempertinggi keberhasilan perusahaan dengan memajukan
inovasi produk dan proses (Burgelman, 1983, 1991). Menurut Miller (1983)
Corporate Entrepreneurship sebagai perwujudan yang terkait dengan risk taking,
,pro-activeness, dan inovasi produk secara radikal. Berbagai penelitian empirik
yang dilakukan oleh Kuratko, Montagno dan Hornsby (1990); Lumpkin & Des,
(1996); Zahra, Covin, Zahra (1998); Zahra & Pearce (1994) menunjukkan bahwa
untuk Corporate Entrepreneurship berperan memperbaiki kinerja perusahaan
melalui peningkatan proactive perusahaan, sebagai wujud tindakan kepeloporan
pengembangan produk, servis, dan proses baru yang lebih berisiko. Sebagaimana
ditemukan pada penelitian Guth dan Ginsberg (1990) bahwa corporate
entrepreneurship mempengaruhi kinerja berkaitan dengan pengenalan produk
baru yang berdampak pada peningkatan profitablitas perusahaan. Menurut Zahra
(1991) corporate entrepreneurship berhubungan dengan pencapaian untuk
memperbaiki profitabilitas perusahaan melalui proses penciptaan bisnis baru dan
pengembangan usaha yang telah ada dalam perusahaan. Untuk menguji
92
bagaimana hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja, diajukan hipotesis
sebagai berikut :
Hipotesis 9 : Corporate Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
4.10 Keunggulan daya saing dan kinerja
Beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti manajemen pemasaran
dan manajemen stratejik (Aaker 1989; Amit dan Schoemaker 1993; Bharadwaj,
Varadarajan et al, 1993; Bogaert, Martens et al, 1994; Aaker 1995; Barker dan
Duhane 1997) dalam Ferdinand (2003) telah mengidentifikasikan faktor faktor
yang mampu menghasilkan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Aset aset
stratejik, sumber daya stratejik, kapabilitas startejik dan ketrampilan startejik
adalah terminalogi utama yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor faktor
yang dapat menghasilkan sebuah kinerja jangka panjang. Aaker (1989) menulis
bahwa mengelola sumber daya dan ketrampilan kompetensi adalah kunci bagi
pencapaian sebuah keunggulan bersaing berkelanjutan.
Seperti digambarkan oleh Grant (1991), sumber daya dan kapabilitas
adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan baik berupa orientasi mikro internal
(keunggulan kompetitif) maupun orientasi makro eksternal (daya tarik industri).
Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas,
diharapkan untuk menghasilan kinerja pasar yang superior (misalnya volume
penjualan, porsi pasar, serta tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran) dan kinerja
93
keuangan seperti return on investment (ROI), return on equity (ROE) dan cash
flow.
Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk
mengukur dampak sebuah strategi perusahaan. Fahy (2000) dalam studinya
tentang keunggulan daya saing pada perusahaan besar yang melakukan privatisasi
di Polandia, Hongaria, dan Slovenia dengan menggunakan ukuran secara
operasional dalam tiga konstruk utama, yaitu sumberdaya, kapabilitas pemasaran
stratejik, dan kinerja perusahaan. Ditemukan bahwa setelah privatisasi,
perusahaan akan memperoleh akses sumberdaya finansial yang lebih besar, yang
memperkuat modal perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaan. Lebih
lanjut ditemukan peningkatan kinerja perusahaan dicapai karena perusahaan dapat
memperbaiki posisi kompetitifnya melalui keefektifan dalam mentransfer
sumberdaya seperti finansial, brand dan skil entrepreneurial, hubungan dengan
pelanggan dan suplier yang dapat memperluas network.
Penemuan ini berkaitan dengan pernyataan Porter (1991) yang
menyebutkan bahwa hubungan antara sumberdaya dan keunggulan merupakan
proses longitudinal yang dapat meningkatkan kinerja.
Sumberdaya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai
kapasitas yang sulit ditiru pesaing, dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja
(Barney, 1989, Dierickx & Cool 1989). Penelitian mereka menemukan hasil
bahwa interaksi antara sumberdaya, keunggulan daya saing, dan kinerja
mempunyai signifikansi yang tinggi. Dikemukakan bahwa kinerja superior yang
94
berkelanjutan dapat dicapai melalui pengembangan sumber daya dan konversi
sumberdaya yang unik ke dalam posisi peningkatan keunggulan daya saing.
Sementara penelitian yang dilakukan Porter (1993) menyatakan bahwa
keunggulan ”biaya ”merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang
dimiliki perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai keunggulan biaya akan mencapai kinerja
yang unggul. Dikemukakan bahwa perusahaan yang memiliki keunggulan biaya
apabila biaya kumulatif dalam melakukan semua aktifitas nilainya lebih rendah
daripada biaya pesaing. Selain itu, nilai stratejik keunggulan biaya bergantung
kepada kesanggupan bertahannya. Kesanggupan bertahan akan ada apabila
sumber keunggulan biaya perusahaan sukar ditiru pesaing.
Keunggulan biaya menimbulkan kinerja unggul apabila perusahaan
menyediakan tingkat nilai yang dapat diterima oleh pembeli, sehingga
keunggulan biaya tidak hilang karena perlunya menetapkan harga lebih rendah
dibandingkan dengan harga pesaing. Penelitian ini didukung oleh studi yang
dilakukan Nellis (1998), Kay dan Thompson (1986) dan Wortzel (1989), Mandel
(2002), menemukan bahwa perusahaan yang diprivatisasi dapat memperbaiki
efisiensi melalui fokus nature of cost-based advantages dalam meningkatkan
kinerja perusahaan. Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan
kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi
diferensiasi, yang terkait dengan tindakan skil entrepreneurial yang lebih
menekankan pada keunggulan dalam pelayanan pelanggan yang berkualitas
95
dengan berfokus pada inovasi produk dan jasa baru sesuai kebutuhan pasar
(Kuratko, Ireland dan Hornsby, 2001). Sementara Jonathan P. Doh (2000)
menemukan bahwa perusahaan privatisasi dapat menciptakan competitif
advantage melalui strategi manajemen resource based dalam meningkatkan nilai
perusahaan. Ditemukan bahwa melalui kolaborasi partner sebagai sumber
keunggulan daya saing akan memberi manfaat bagi perusahaan untuk dapat lebih
cepat masuk dalam bisnis baru yang dapat menggali sumber keuntungan baru bagi
perusahaan.
Untuk menguji bagaimana hubungan keunggulan daya saing dan kinerja,
diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 10 : Keunggulan daya saing berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan
Keseluruhan hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 10 yang diajukan, diuji
berdasarkan model empiris dengan menggunakan Structural Equation Model.
Secara piktografis Model Empirik, disajikan pada gambar 5.1 berikut ini :
Gambar 5.1.
Model Penelitian Empirik
96
Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini Penelitian terdahulu yang merupakan acuan hubungan hipotesis yang diajukan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Hipotesis 1 :
adalah hubungan transformasi organisasional dan Pembelajaran organisasional (
Zahra, 2000 dan Uhlenbruck dan De Castro,2000).
2) Hipotesis 2 :
adalah hubungan transformasi organisasional dan corporate entrepreneurship
(Merrifield,1993; Hisrich dan Peters, 1984 dan Maclillan,1986).
TO
OL
CE KP
CA
H7
H9
H3 H5
H8
H10
H1
H4
H2
H6
97
3) Hipotesis 3 :
adalah hubungan pembelajaran dan corporate entrepreneurship (Sambrook dan Roberts,
2005).
4) Hipotesis 4:
adalah hubungan transformasi organisasional dengan keunggulan daya saing
(Zahra ,1996).
5) Hipotesis 5 :
Adalah hubungan pembelajaran organisasional dengan keunggulan daya saing(
Bharadwadj, 1993)
6) Hipotesis 6:
Adalah Untuk hubungan corporate entreprenurship dan keunggulan daya saing
(Bharadwj, 2001.
7) Hipotesis 7 :
Adalah hubungan transformasi organisasiol dengan kinerja (Wischnevsky dan
Damanpour,2006;Wischenevsky,2004).
8).Hipotesis 8 :
Adalah hubungan pembelajaran dan kinerja (Gorelick,2005;Lopez, Peon dan
Ordas,2005; Ellinger dan Howton,2002).
9).Hipotesis 9 :
Adalah hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja (Antoncic dan Hisrich,
2004 ; Antoncic dan Hisric,2000).
10)Hipotesis 10 :
98
Adalah hubungan keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan
(Bharadwadj,1993)
Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini
DAFTAR PUSTAKA Amit, R., and Schoemaker, P. J. H. 1993. ‘Strategic assets and organizational
rent’. Strategic Management Journal, 14,1, 33-46.
99
Andrews, K. R. 1980. The Concept of Corporate Strategy (rev. ed.). Homewood, III.: D. Irwin.
Antoncic B & Hisrich R D. 2000. “Intrapreneurship Modeling in Transition
Economies : A Comparison of Slovenia and the United States”. Journal of Developmental Entrepreneurship. Vol 5 No. 1.
____________, 2001, “Intrapreneurship: Construct Refinement and Cross-
Cultural Validation”, Journal of Business Venturing, Voll. 16 No. 5, pp. 495-527.
_______________, 2004, Corporate Entrepreneurship Contingencies and
Organizational Wealth Creation. Journal of Mangement Development,Vol. 23, 5/6.
Argyris, S., & Schon, D. 1978. Organizational Learning: A Thery of Action
Perspective. Addison wesley: Reading, MA. Bacelius Ruru,2002, “Privatisasi BUMN: Antara Kepentingan Pemerintah dan
Publik”. Kementrian BUMN Indonesia Bandura, A. 1997. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Barney, J. B. 1986. ‘Strategic factor markets’: Expectations, luck, and business
strategy. Management Science, 32, 10, 1231-41. Barringer, B. R. and Bluedorn, A. C. 1999. “The relationship between corporate
entrepreneurship and strategic management”. Strategic Management Journal, Vol. 20 No. 5, pp. 421-44.
Bastian Indra. 2002. ”Privatisasi di Indonesia”. Teori dan Implementasi. PPA-
FE-UGM-Salemba Empat Bharadwaj, Sushi, K Momaya (2005), Corporate Entrepreneurship : Application
of Moderator Method, Singapore managemnet Review, Volume 29 No 1 Brian McBeth, 1996, Privatization A Strategic Report , Published by Euromoney
Publications in association with Goldman Sachs, Printed in England by Clifford Press Ltd, Coventry
100
Bull, I., and Willard, G. E. 1983.“Towards a theory of entrepreneurship”. Journal of Business Venturing, Vol. 8 nNo. 3, pp. 183-95.
Burgelman, R. A. 1983, Corporate entrepreneurship and strategic management:
insight from a process study”. Management Science, Vol. 29 No. 12, pp. 1349-64
Carier, C. 1994. “Intrapreneurship in large firms and SMEs: acomparative study”.
International Small BusinessJournal. Vol. 12 No. 3,pp. 54-61. Carland, J. W., Hoy, F., Boulton, W. R. , and Carland, J. A. C.
1984.”Differentiating entrepreneurs from small business owners: a conceptualization”. Academy of management Review. Vol. 9 No.2, pp. 354-9.
Child, J, and Markkoczy, L. 1993. ‘Host-country managerial behaviour and
learning in Chinese and Hungarian joint ventures’. Journal of Management Studies, 30, pp. 611-632.
Cohen. W. M., and Levinthal, D. A. 1990. ‘Absortive capacity: A new perspective
on learning and innovation’. Administrative Science Quarterly, 35, 1:128-52.
Coolis, D. J. 1991. A resource-based analysis of global competition: The case of
the bearing industry. Strategic Management Journal. 12. 49-68. Cooper, A. C. 1981. “Strategic management: new ventures and small business”.
Lonjg Range Planing. Vol. 14 No. 5,pp. 39-45. Covin, J. G. 1991. “Entrepreneurial vs conservative firms: a comparison of
strategies and performance”. Journal of Management Studies. Vol. 25 No. 5,pp. 439-62.
Covin, J. G., and Slevin, D. P. 1986. “The development and testing of an
organizational-level entrepreneurship scale”, in Ronstandt, R. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Babson College, Wellesley, MA., pp. 629-39.
1991. “A conceptual model of entrepreneurship as firm behavior”,
Entrepreneurship Theory and Practice, Vol. 16 No. 1,pp. 7-25. Cragg, M. I., & Dyck, I. I. 1999. Management control and privatization in the
United Kingdom. Rand Journal of Economics, 30. 3-16.
101
Crossan, M. M., Lane, H. W., White. R.E. 1999. An organizational learning
framework: Fronm intuation to institution. Academy of Management Review, 24(3): 522-537.
D’Souza, J and Megginson, W. L. 1999. “The Financialsand Operating
Performance of Privatized Firms during the 1990” The Journal of Finance Vol LIV No4.
Daft, R. L., and Weick, K. E. 1984. ‘Toward a model of organizations as
interpretation system’. Academy of Management Review,9, 284-95. Das, T. K., and Elango, B. 1995. ‘managing strategic flexibility: Key to effective
performance’. Journal of General Management, 20(3), 60-75. Das, T. K., and Teng, B. 1998. “Between the trust and control: developing
confidence in partner cooperation in alliances”, Academy of Management Review, Vol. 23 No. 3, pp. 491-512
David J.Lemak & Pamela W. Henderson. 2004. “A New Look At Organizational
Transformation Using Systems Theory”. An Application To Federal Contractors, Journal of Business and Management-Winter
Day, D. L. 1992. Research linkages between entrepreneurship and strategic
management or general management. In D. L. Sexton & J. D. Kasarda, (Eds.), The State of Entrepreneurship. Boston: PWS_Kent Pub. Co: 117-163.
DeCastro J dan Uhlenbruck N ,1993, The Privaization Process In Developing
Countries: A Strategic Model from the Perspective of the Acquiring Firm, paper presented at the Academy of Management Annual Meeting, Atlanta. Georgia
DeBresson, C., and Amesse, F. 1991. “Networks of innovators: a review annd
introduction to the issue”, Research Policy, Vol. 20 No. 5, pp. 363-79. Dess, G. G., Lumpkin, G. T., and Covin, J. G. 1997. “Entrepreneurial strategy
making and firm performance: tests of contigency and configurational models”, Strategic Management Journal, Vol. 18 No. 9, pp. 677-95.
Dessler Gary. 1992. “Organization Theory Integrating Structure and Behavior”.
Prentice Hall New York London Toronto Sydney Tokyo Singapore
102
Dharwadkar Ravi, George G, Brandes P 2000. “Privatization in Emerging Economies”. An Agency Theory Perspective. Academy of Management Review,.
Doh. Jonathan P. 2000. “Entrepreneurial Privatization Strategies : Order of entry
and Local partner collaboration as sources of competitive advantage”. The Academy of Management Review. Mississipi State
Ferdinand. Augusty Tae 1999. Strategic Pathways Toward Sustainable
Competitive Advantage. Thesis, Submitted to the Graduate College of Management, Southern Cross University, Australia, in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Business Administration (tidak dipublikasikan).
Ferreira, J. 2002. Corporate entrepreneurship: a stratetegic and structural
perspective. International Council for Small Business. 47th World Conference.
Fey, C. F., and Denison, D. R. 1999. ‘Organizational culture and effectiveness:
The case foreign firms in Russia’. Presented at Academy of International Business, Charleston, SC.
Fiol, C. M., & Lyles, M. A. 1985. Organizational learning: Academy of Management Review. 10. (October), 803-813.
Firmanzah. 2003. “Perubahan Organissai dalam Post Privatisasi” Usahawan
No.05 Th XXXII. Fitzgerald, E, M. 2002, Identifying Variables Of Enterpreneurship, And
Competitive Skills In Central Europe: Survey Design, CR Vol. 12(1). Garvin, D. A. 1993. Building a learning organization. Harvard Business Review.
(July/August), 78-91. Gautam, V., and Verma, V. 1997. Corporate entrepreneurship: Changing
perspectives. The Journal of Entrepreneurship, 6(2): 233-247. George, G., and Prabhu,G. N. 2000, Developmental Financial Institutions As
Catalysts Of Enterpreneurship In Emerging Economies, Academy Of Management Review, Vol. 25(3), No. 620-629.
103
Gorelick, C., and tantawy-Monsou, B. 2005. For performance through learning, knowledge management is the critical practice. The Learning Organizatio, Vol. 12(2).
Guth, W. D., and Ginsberg, A. 1990. “Guest editors’ introduction: corporate
entrepreneurship”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 5-15. Hagen, A., Tootoonchi., and Hassan, M. 2005. Integreting entrepreneurship and
strategic management activitiea to gain Wealth: CEOs’ perspectives. A C R, Vol. 13 No. 1.
Hedberg, B. O. 1981. How organization learn and unlearn. In P.C. Nystrom & W.
H. Starbuck (Eds). Handbook of Organizational Design. London: Oxford University Press. 3-27.
Hisrich, R. D., and Peters, M. P. 1984. “Internal Venturing in large corporations”.
In Hornaday, J. A. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Wellesley, MA, PP. 321-46.
Hitt, M. A., Ireland, R. D., and Palia, K. A. !982. ”Industrial firm’ grand strategy
and fuctional importance: moderating effects of technology and uncertainty”, Academy of Management Journal, Vol. 25 No2, pp. 265-98.
Hitt, M. A., and Ireland, R. D., and Hoskisson, R. E. 1995. “Strategic
management Copetitiveness and Globalization”. West Publishing Company
Hitt, M.A., Dacin, M. T., Levitas, E., Arregle, J. L., & Borza, A. 2000. In press a. Partner selection in emerging and developed market contexts: Resource-based and organizational learning perspective. Academy of Management Journal, 43, 449-467.
Hitt, M. A., Keats, B. W., and DeMarie, S. M. 1998. ‘Navigating in the new competitive landscape: Building strategic flexibility and competitive advantage in the 21st century’. Academy of Management Executive, 12(4), 22-42.
Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne,K. P. 1999b. ‘The development and use of strategic resource’. In Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne, K. P. (Eds.), Dynamic Strategic Resources: Development , Diffusion, and Integration. Chichestershire, UK: Jhon Wiley & Co.
104
Hornsby, J. S., naffziger, D. W., Kuratko, D. F., and Montagno, R. V. 1993.
“Developing an intrapreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 49-58.
Hoskisson, R. E and Busenitz, L. W. 2000. “Entrepreneurial Growth Through
Privatization : The Upside Of Management Buyouts”. Academy of Management Review.
Hoskisson, R. E., Hitt, M. A., & Hill, C. W. L. 1993. Managerial incentives and investement in R&D in Large multiproduct firms. Organization Science, 4: 325-341.
Hoskisson, R. E., Eden, L., Lau, C. M., and Wrigth, M. 2000. ‘Strategy in emerging economies’. Academy of Management Journal, 43, 249-267
Huber, G. P. 1991. Organizational learning: The contributing processes and the literatures. Organizational Science, 21(1): 88.
Kogut, B., and Zander, U. 1993. ‘Knowledge of the firm and the firm and the
evolutionary theory of the multinational corporation’. Journal of International Business Studies, 24, 4, 625-45.
Kuratko, D. F., Montagno, R. V., & Honrnsby, J. S. 1990. Development an
entrepreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment. Strategic Management Journal 11: 49-58.
Lane, P. J., and Lubatkin, M. 1998. ‘Relative absortive capacity and
interorganizational learning’. Strategic Management Journal, 19, 5, 461-77.
Lemak, D. J., and Henderson, P. W. 2004. Look at the organizational transformation using systems theory: An application to federal contractors. Journal of Business and Management, Vol. 9 No. 4.
Liebeskind, J. P. 1996. Knowledge, strategy, and the theory of the firm. Strategic
Management Journal, 17, Winter, 93-07. Lopez, S. P., Peon, J. M. M., & Ordas, C. J. V. 2005. Organizational learning as a
determining factor in business performance. The Learning Organization,Vol. 12(3).
105
Lumpkin, G. T., and Dess, G. G. 1996. “Clarifying the entrepreneurial orientation
construct and linking it to performance”, Academy of Management review, Vol. 12 No. 1, pp. 135-72.
Mahoney, J. T. 1995. ‘The management of resources and the resources of
management’. Journal of Business Research, 33, 91-02. Makadok, R. 2001. ‘Toward a synthesis of the resource-based nd dynamic-
capability viewes of rent creation’. Strategic Management Journal, 22, 387-401.
Makhija, M .2003. ”Comparing the Resource-Based and Market-Based Views of
the Firm : Empirical Evidence from Czech Privatization”,Strategic Management Jurnal, Vol24,pp433-451
March, J. G., and Levitt, B. 1999. ‘Organizational Learning’. In March, J. G. (Ed),
The Pursuit of Organizational Intelligence. Oxford, UK: Blackwell Publisher, Ltd.
Mardjana, I. K. 1995. “Ownership or Managemnet Problems? Case Study Of
Three Indonesian State Enterprises”. Bulletin Indonesian Economic Studies Vol 31 No 1, pp 73-107
Markoczy, L. 1993. Managerial and organizational learning in Hungarian-Wester
mixed management organization. The International Journal of Human Resource Managemen, Vol. 4:2 (May).
McLaughlin, H, M. 2002. The Relationship Between Learning Orientation,
Market Orientation And Innovation And Their Effect On Organizational Performance. Doctor Of Business Administration. Nova Southeastern University.
Megginson, W. L, Robert C. Nash, and Matthias Van Randenborgh . 1994 .The
Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms : An International Empirical Analysis”. The Journal of Finance. Vol XLIX No.2.
Miller, D., and Friensen, P. H. 1983. “Strategy-making and environment”,
Strategic Management Journal, Vol. 4, pp. 231-35.
106
Mintzberg, H. 1979. The Structure of Organizations, Prentice-Hall, New York, NY.
Naman, J. L. and Slevin, D. P. 1993. “Entrepreneurship and the concept of fit: a
model and empirical tests”, Strategic Management Journal, Vol 14 No. 2, pp. 137-53.
Newman, K. L., & Nollen, S. 1998. Managing radical organization change:
Company transformation in emerging market economies. Thousand Oaks, CA:Sage Publications.
Newman ,K.L. 2000. “Organizational Transformation During Institutional
Upheaval”. Academy of Management Review, Vol.25 No.3,602-619 Nonaka, I., and Takeuchi, H. 1995. The knowledge-creating company: How
Japanese companies foster creativity and innovation for competitive advantage. New York: Oxford University Press.
Osborn, R. N., and Hagedoorn, J. 1997. “The institutionalization and evolutionary
dynamics of interorganizational alliance and networks”, Academy of Management Journal,Vol 40 No. 2, pp. 261-78.
Osborne, David dan Gaebler, Tedd. 2003. Mewirausahakan Birokrasi Reinventing
Government : Mentrasformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik PPM. Jakarta.
Parker dan Hartley (1991), Do Changes in Organizational Status Affect Financial
Performance? Strategic Management Journal 12,631-641 Parkhe, A. 1991, Interfirm diversity, organizational learning, and longevity in
global strategic alliances”, Jurnal of International Business Studies, Vol. 22 No. 4, pp. 579-601.
Parthasarthy, R., and Sethi, S.P. 1993. ‘Relating strategy and structure to flexible
automation: A test of fit and performance implications’. Strategic Management Journal, 14, 7, 529-49.
Prahlad K. Basu. 1994. “Demystifying Privatization in Developing Countries”
International Journal of Public Sector Management. Vol 7 No 3, , pp 44-55
107
Qian Sun and Wilson H.S.Tong. 2002. “Malaysia Privatization : A
Comprehensive Study”. Financial Management Ramamurti, Ravi. 1992. “Why are developing countries privatizing ?”. Journal of
International Business Studies. Second Quarter _______________, 2000, A Multilevel Model Of Privatization In Emerging
Economies” Academy of Management Review, Vol.25.No.3.525-550 Rao, H. 1994. ‘The social construction of reputtation: legitimation, and the
survival of organizations in the American automobile industry, 1895-1912’. Strategic Management Journal, 15, Winter, 29-44.
Robbins Stephen P. 2001. “Organizational Behavior”. Prentice Hall International,
Inc, Roberts P W and Dowling G R. 2002. “Corporate Reputation And Sustained
Superior Financial Performnace”. Strategic Managemnet Journal, 23:1077-1093
Rosario Faraci. 2001. “The Governance Of Privatized Firms : A Theoretical
Framework To Explore Environmental And Organizational Determinants Of Privatization And Restructuring”. Department Of Management & Business Economics Faculty of Economics Corso Italia
Rumelt, R. P., Schendel, D. E., and Teece, D. J. 1994. “ Fundamental issuess in
strategy”,in Rumelt, R. P. , Schendel, D. E., and Teece, D. J. (Eds), Fundamental Issues in Strategy: A Research Agenda, Harvard Business School Press, Boston, MA. Pp. 9-53.
Russel, R. D., and Russel, C. J. 1992. “An examination of effects of
organizational norms, organizational structure, and environmentalb uncertainty on entrepreneurial strategy”, Journalo of Management, Vol 20 No. 4, pp. 639-56.
Slater S and Olson E M . 2001. Marketing’s Constribution to Implementation of
Business Strategy: An Empirical Analysis: Strategic Management Journal 22. 1055-1067
Sambrook, S., and Roberts, C. 2005. Corporate entrepreneurship and
organizational learning: A Review of the literature and the development of a conceptual framework. Strategic Change, Volo. 14, pp. 141-155.
108
Schumpeter , Joseph .A. 2002, “The Economy As A Whole Seventh Chapter of
The Theory of Economic Development” Industry and Innovation,Vol 9. No.1/2,93-145, April/Agustus 2002
Shancez , R. 1995. ‘ Strategic flexibility in product competition’. Strategic
Management Journal, 16(Special issue), 135-159. Shane, S and Venkataraman, S. 2000. “The Promise Of Entrepreneurship AS A
Field Of Research” Academy of Management Review Sinkula, J. M. 1994. Market information processing and organizational learning.
Journal of Marketing. 58. 35-45. Sinkula, J. M., Baker, W., & Noordeweir, D. 1997. Af frame work for market
based original learning; Linking values, knowledge and behavior. Journal of Academy of Marketing Science, 25(Fall), 305-318.
Szulnanski, G. 1996. ‘exploring internal stickiness: Impediments to the transfer of
best practice within the firm’. Strategic Management Journal, 17, Winter, 27-43.
Souder, W. E. 1981. “Encouraging entrepreneurship in the large corporations”,
Research Management, Vol. 14 No.3, pp. 18-22 Starbuck, W. H. 1976. 1976. Organizations and their environments. In Handbook
of Industrial and Organizational Psychology. M.D. Dunnette. Ed. New York: Rand McNally. 1069-1123.
Stevenson, H. H., and Jarillo, J. C. 1990. “A paradigm of Entrepreneurship:
entrepreneurial management”, Strategic Management Journal, Vol 11, pp. 11-27.
Suhud, M. 2002. “Privatization: A Review on the Power Sector Restructuring in
Indonesia”. INFID, Jakarta Sulastri. 2006. Pilihan Strategi Diversifikasi Dan Implikasinya : Sebuah
Pengembangan Model Teoritik , Disertasi Program Studi Doktor (S3) Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro
Sun, H. 2003. Conceptual clarifications for ’organizational learning’, ’learning
organization’ and ’a learning organization’. Human Resource Development international, 6(2): 153-166.
109
Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. 1997. Dynamic capabilities and strategic
management. Strategic Management Journal. 8. 7. 509-602. Tosi, H. L., and Slocum, J. W. Jr. 1984. “Contigency theory: some suggested
directions”,Journal of Management, Vol. 10 No. 1, pp. 9-26. Tsai, W., and Ghosal, S. 1998. “Social capital and value creation: the role of
intrafirm networks”, Academy of Management Journal, Vol. 41 No. 4, pp. 464-76.
Tsang, E. W. K. 1997. Organizational learning and the learning organization: A
dichotomy between descriptive and perspective research. Human Relations, 50(1): 73-89
Tushman, Michael L., and Charles O’Reilly III,”Ambidextrous Organizations;
Managing Evolutionaey and Revolutionary Change”, California Management Review, (Vol. 38,No.4,Summer 1996)
Uhlenbruck, K., Meyer; K. E., and Hitt, M. A. 2000. “Organizational
Transformation in Transition Economies : Resource-Based And Organizational Learning Perspectives” Journal of Management Studies,
Van den Bosch, F. A. J., Volberda, H. W., and De Boer, M. 1999. ’Co-evolution
of firm absortive capacity and knowlwdge environment: Organizational forms and combinative capabilities’. Organizational Science, 10, 551-68.
Van de Ven, A. H., and Polley, D. 1992. ’Learning while innovating’.
Organization Science, 3, 1, 92-116. Venkatraman, N. 1989. “The concept of fit in strategy research: toward verbal and
statiscal correspondence”, Academy of Management Review, Vol. 14 No. 3, pp. 423-44.
Vozikis, G. S., bruton, G. D., Prasad, D., and Merikas, A. A. 1999. Linking
corporate entrepreneurship to financial theory through additional value creation. Entrepreneurship Theory and practice.
Wei Z, Varela O, D’Souza Juliet, dan Hasan Kabir H, 2003 ”The Financial and
operating Performance of China’s Newly Privatized Firms, Financial Management Summer 2003 pages 107-126
110
Weist, H. M. 1990. ‘Learning theory and industrial and organizational psychology’. In Dunnette and Hough, L. (Eds.), Handbook Of Industrial and Organizational Psychology. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.
Welfens, P. J. J. 1992. Foreign investment in the East European transition.
Management International Review, 32:199-218. Wernerfelt, B. 1984. ‘A resource-based view of the firm’.Strategic Management
Journal, 5, 171-80. Wiklund, J. 1999, The Sustainableof the entrepreneurial orientation-performance
relationship”, paper presented at the 1999 Babson College_ Kauffman Foundation Research Conference, Columbia, NC.
Wischnevsky, J. D. 2004. Change as the winds change: The impact of
organizational transformation on firm survival in a shifting environment. Organizational Analysis, Vol. 12 No. 4, pp. 361-377.
Wischnevsky, J. D., & Damanpour, F. 2006. Organizational transformation and
performance: An examination of three perspectives. Journal of Managerial Issues, Vol. 18 No. 1, pp. 104-128.
Woodward, J. 1965. Industrial Organization: Theory and Practice, Oxford
University Press, Oxford Wright, Mike, Hoskisson R E, Busenitz L W and Dial J. 2000. “Entrepreneurial
Growth Through Privatization : The Upside of Management Buyouts” Academy of Management Review. Vol 25.No.3,591-601
Wright, M., Hoskisson, R. E., Filatotchev, I., and Buck, T. 1998. ‘Revitalizing
privatized Rissian entreprises’. Academy of Management Executive, 12, 2, 74-5.
Zahra, Shaker A. 1991. “Predictors and financial outcomes of corporate
entrepreneurship: an exploratory study”, Journal of Business Venturing, Vol. 6 No. 4, pp. 259-85.
Zahra, Shaker A; Duane Ireland R Duane ; Gutierrez Isabel; Hitt Michael A.
2000. “Introduction To Special Topic Forum Privatization And Entrepreneurial Transformation : Emerging Issues And A Future Research Agenda” Academy of Management Review.