ISBN 978-602-9019-07-0 -...

111
1 ISBN 978-602-9019-07-0 Kesi Widjajanti MoDEL STRATEGI MENUJU KEUNGGULAN DAYA SAING RANSFORMASI

Transcript of ISBN 978-602-9019-07-0 -...

1

ISBN 978-602-9019-07-0

Kesi Widjajanti

MoDEL

STRATEGI MENUJU KEUNGGULAN DAYA SAING RANSFORMASI

2

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahi Robbil alamin, Segala puji dan syukur kami panjatkan

kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan, buku MODEL STRATEGI MENUJU

KEUNGGULAN DAYA SAING telah dapat diselesaikan penulisannya. Buku

ini berdasarkan kajian literatur disertasi penulis selama belajar di Program Doktor

dan diperkaya dengan berbagai sumber.

Keunggulan Daya Saing membawa konsekuensi pada kinerja perusahaan.

Penciptaan Keunggulan Daya Saing Sukses tentu saja banyak ditentukan oleh

strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuannya

Buku ini mengkaji literatur untuk mendukung pengembangan model

konseptuan teoritik yang membahas transformasi organisasional, pembelajaran

organisasional, corporate entrepreneurship, keunggulan daya saing, dan kinerja

perusahaan.

Harapan penulis semoga dapat digunakan untuk menambah ilmu

pengetahuan bagi para mahasiswa, peneliti, praktisi, dan pengambil keputusan

untuk merespon proses perubahan yang semakin cepat

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Prof. Dr.H. Sugeng Wahyudi.

MM ,Dr. H.M.Chabachib, M.Si,Akt dan Prof. Dr.Augusty Tae Ferdinand, MBA, dari

Universitas Diponegoro atas bimbingan dan kerjasamanya selama penulis melakukan

3

penelitian dalam program Doktor di Universitas Diponegoro. Penulis juga berterimakasih

kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan buku ini.

Kami menyadari , ketidak sempurnaan dari buku ini, oleh karena itu mohon saran

dan kritik dari pembaca, dengan harapan semoga buku ini dapat memberi manfaat pada

pengembangan ilmu manajemen dibidang manajemen stratejik.

Semoga Allah SWT, selalu memberikan petunjuk dan memudahkan kita semua.

AMIN

Semarang, 12 Agustus 2010 Penulis

4

BAB I PENDAHULUAN

Kehidupan manusia modern tak bisa dilepaskan dari peranan organisasi.

Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi

memerlukan strategi. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai

unsur perusahaan seperti tingkat keuntungan, keunggulan kompetitif,

pengembangan para karyawan dan juga yang menyangkut berbagai aspek hasil

karya para anggota organisasi.

Manajemen stratejik bukan tugas dari sekelompok orang yang berada di

dalam organisasi, melainkan sebagai metode berpikir yang sebaiknya dimiliki

oleh setiap karyawan di organisasi tersebut. Hamel dan Prahalad (1994)

berpandangan, bahwa organisasi perusahaan lebih bermanfaat jika dilihat sebagai

himpunan kompetensi daripada dilihat sebagai himpunan unit usaha organisasi.

Perusahaan harus berusaha menciptakan lingkungan atau dimensi

persaingan baru, bila perlu selalu berlomba menentukan aturan main yang baru.

Untuk dapat bertahan di lingkungan yang lebih kompetitif, perusahaan perlu

menerapkan strategi , yang sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu melalui

analisis eksternal dan internal. Strategi adalah sesuatu yang dinamis, maka aspek

pembelajaran menjadi vital. Strategi sering sekali disama artikan dengan

keefektifan operasional. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli

bahwa yang dimaksud dengan strategi bisnis ialah suatu keputusan dasar yang

diambil oleh manajemen puncak yang menentukan dalam bidang usaha apa

5

organisasi akan bergerak sekarang dan dalam bidang bisnis apa organisasi akan

bergerak di masa yang akan datang . Pearce dan Robinson (1997) menyebut enam

ciri strategic issues, yaitu : membutuhkan keputusan manajemen puncak,

melibatkan alokasi sumber daya yang cukup besar, kemungkinan menimbulkan

dampak yang berarti terhadap kemajuan organisasi, berkiblat ke masa depan dan

perumusannya membutuhkan pertimbangan faktor-faktor di luar organisasi.

Menurut Porter (1996), ada hubungan antara strategi dan daya saing.

Strategi melibatkan pilihan-pilihan yang sulit (trade-off) , dan berurusan dengan

upaya untuk menjadi berbeda (to be different), dan sering berkaitan dengan yang

harus dikerjakan (what to do). Strategi adalah lebih dari sekedar meningkatkan

efisiensi. Sementara Hax dan Majluf (1996) menyebut ada empat sumber dari

daya saing perusahaan yaitu : kompetensi yang unik, keberlanjutan dan

kemampuan memanfaatkan potensi . Kompetensi unik hanya muncul apabila

organisasi melakukan investasi pada asset yang berdaya tahan, spesialisasi, dan

sulit ditukar-tukar. Sumber daya organisasi yang paling berharga, dan jarang, sulit

ditiru dan tidak mudah tergantikan adalah “sumber daya” .

Pelaksanaan strategi yang diterjemahkan ke dalam program kerja, salah

satunya harus dibangun arsitektur organisasional. Arsitekstur organisasi berkaitan

dengan tiga hal dasar, yaitu siapa yang mempunyai kewenangan untuk

memutuskan tentang hal apa (distribution of authority), siapa meberi kontribusi

apa dan bagaimana mengukurnya (performance appraisal), dan siapa memperoleh

apa dan berapa banyak (reward system). Beberapa faktor yang mempengaruhi

6

pelaksanaan strategi, seperti : faktor kepemimpinan, faktor komunikasi dalam

organisasi, faktor struktur organisasi, faktor konflik, sistem imbalan, sistem

control, dan faktor sumber daya manusia. Yang penting, organisasi harus

memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses pembelajaran terus-menerus.

Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur

organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik

memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya

kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi

perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,

2002).

Privatisasi dilakukan oleh berbagai negara sebagai strategi yang dianggap

dapat memperbaiki kinerja BUMN. Privatisasi telah menjadi suatu strategi dalam

pengembangan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang.

Tuntutan untuk melakukan privatissai berasal dari lingkungan eksternal dan

internal. Desakan lembaga-lembaga keuangan multiteral dan keharusan

meningkatkan efisiensi memainkan peran penting dalam pelaksanaan berbagai

kebijakan privatisasi di banyak negara.

Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi

tujuan privatisasi perusahaan (De Castro & Uhlenbruck,1997;Drum,1993).

Namun, secara umum motif privatisasi perusahaan ditujukan karena adanya

kepercayaan bahwa kekuatan sistem pasar dapat dipakai sebagai penentu evolusi

paling baik untuk penciptaan dan pemerataan kesejahteraan. Privatisasi dipercaya

7

sebagai strategi jika dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan harga murah

bagi konsumen (Stiglitz,2002). Kekuatan pasar akan memaksa perusahaan untuk

melakukan perkembangan budaya untuk menerima risiko yang berkaitan dengan

keinginan inovasi dan diharapkan dapat merubah dinamika keunggulan secara

global (Zahra & Fescina,1991; Zahra,1995). Tujuan perusahaan melakukan

privatisasi secara umum adalah meningkatkan kompetisi, menurunkan biaya,

meningkatkan produktivitas, mengumpulkan dana, memperbaiki pasar modal,

meningkatkan efisiensi, meningkatkan kemajuan teknologi, dan memperbaiki

standar hidup serta kualitas ( Zahra, 2000).

Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya

dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan

dengan produk dan pasar. Keinginan untuk menciptakan kreatifitas dalam

mendorong inovasi ini dapat terwujud melalui pembelajaran yang ada di dalam

organisasi. Terdapat beberapa pandangan dari beberapa ahli diantaranya,

berpendapat bahwa privatisasi dapat menciptakan nilai jika ada proses

transformasi yang dapat mendorong pembelajaran organisasional.

Implikasi secara manajerial transformasi organisasional mempunyai

dampak positip terhadap pembelajaran ke arah orientasi inovasi dalam

pengembangan corporate entretreneurship. Transformasi organisasional setelah

privatisasi terdiri dari perubahan dimensi strategi, struktur, insentif manajerial,

budaya perusahaan dan informasi. Sementara strategi transformasi yang

mengiringi perusahaan dilakukan melalui management of change baik pada sisi

8

”pemilik” maupun ”manajemen ”sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi

pemilik terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan

perusahaan sebagai layaknya suatu korporasi, yang mempunyai tujuan stratejik.

Sedangkan perubahan pada sisi manajemen ditujukan pada sikap dan perilaku

manajemen dalam bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha

(corporate culture) yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan

memperhatikan peningkatan kompetensi organisasional.

Perubahan manajemen tersebut dimaksudkan untuk menciptakan

kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan

persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha akan berpengaruh positif terhadap

keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud dengan

memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam

organisasi ke arah corporate entrepreneurship yang didukung oleh proses

pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000).

Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa proses transformasi

organisasional sangat sulit dilakukan dengan keberadaan birokrasi institusional

dan system operasi yang ada di BUMN. Berdasarkan fenomena yang ada terdapat

berbagai hasil, sebagian menyebutkan transformasi organisasional tidak dapat

meningkatkan kinerja, namun sebagian menyebutkan transformasi dapat

meningkatkan kinerja.Perbedaan hasil ini sebagai “fenomena gap” yang akan

dianalisis lebih lanjut untuk menjawab permasalahan-permasalahan di BUMN.

9

Keterkaitan privatisasi yang lebih berfokus pada Kajian teoritik yang

mengintegrasi adanya “kinerja proses” sebagai mediasi untuk menghasilkan

“kinerja akhir” suatu perusahaan perlu dikaji untuk membangun suatu konsep

model teori dasar sebagai landasan dalam membuat model empirik.

Privatisasi BUMN telah banyak dibahas oleh banyak peneliti untuk

melakukan penelitian, namun penelitian yang mengkaitkan dampak dari

transformasi organisasional privatisasi BUMN belum banyak dilakukan.

Transformasi organisasi beserta konsekuensinya perlu dipahami sehingga

langkah-langkah penting yang dilakukan perusahaan dalam mewujudkan suatu

strategi jangka panjang akan memberikan arahan besar mengenai tujuan akhir

perusahaan.

Perusahaan yang di privatisasi akan menjadi perusahaaan baru yang lebih

berorientasi pada langkah “stratejik” dalam mencapai tingkat efisiensi optimal dan

keunggulan daya saing. Orientasi stratejik ke arah peningkatan kinerja dicapai

melalui peningkatan pembelajaran dan peningkatan jiwa entrepreneurship.

Kajian literatur sangat penting untuk mendukung pengembangan model

konseptual teoritik dan model empirik. Secara konseptual, diajukan tiga proposisi,

dimana proposisi pertama membahas hubungan antara transformasi

organisasional, pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship .

Sementara proposisi kedua membahas keunggulan daya saing yang berkaitan

dengan hubungan corporate entrepreneurship dan selanjutnya proposisi ketiga

10

membahas kinerja perusahaan. Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan

konsep The Proposesd Grand Theoretical Model .

Pengujian hipotesis yang berasal dari ketiga proposisi tersebut

menghasilkan Emperical Research Model penelitian. Studi ini merupakan studi

yang lebih menjelaskan bagaimana transformasi organisasional dapat

meningkatkan kinerja perusahaan yang mengkaitkan peran corporate

entrepreneurship melalui bangunan model teoritik dan pengujian empirik dengan

menggunakan pendekatan Resource Based View dan teori Organizational

Learning.

BAB II

STRATEGI DAN KEUNGGULAN DAYA SAING

2. 1. Pendekatan Teoritik

Penelitian privatisasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya

(Ramamurti 2000, Dharwadkar 2000, Doh 2000; Fahy 2003, Zahra 2000,

Antoncic B ,2003, Newman 2000) dengan menggunakan berbagai dasar

pendekatan teori . Untuk pengembangan model konseptual teoritik dan model

penelitian empirik, studi ini menggunakan dua pendekatan teori yaitu Resource

Based View dan Organizational learning yang mendasari penjelasan transformasi

organisasional menuju peningkatan kinerja pada perusahaan privatisasi BUMN.

Secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :

11

2.1.1 Resource-based View

Resource-based View adalah sebagai pendekatan yang digunakan untuk

membahas sumber daya dan kapabilitas perusahaan privatisasi dalam mengambil

keuntungan peluang pasar yang berkelanjutan dan sebagai pendekatan untuk

menjustifikasi prediksi faktor faktor yang berperan dalam menciptakan keunggulan daya

saing.

Pandangan ini menjelaskan bagaimana perusahaan mengembangkan sumber

dayanya untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui proses corporate

entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan oleh Barney (2002), Wenerfelt (2000),

Teece (1997) bahwa Resource-based View merupakan pendekatan perusahaan

dalam pencapaian keunggulan daya saing berkelanjutan berbasis sumber daya.

Sementara Wenerfelt (1984) mengemukakan bahwa sumber daya dan kapabilitas

suatu perusahaan itu berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan

nilai, kelangkaan, perbedaan kemampuan untuk tidak dapat dipalsukan, dan

perbedaan kemampuan untuk digantikan (value, rareness, inimitability dan

substitutability). Selanjutnya Barney (1991) dan Teece (1986) mengemukakan

bahwa sumber daya yang langka dan “immobile” merupakan sumber daya untuk

mendukung peluang peluang bisnis.

Perusahaan yang mendayagunakan sumber daya yang langka dan

berharga, tentunya harus memiliki ‘resource position barries’ guna menghindari

peniruan dari perusahaan lain (Wernefelt,1989). Hal ini menunjukkan bahwa

12

untuk mempertahankan competitive advantage dalam jangka waktu tertentu,

dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat menghindari terjadinya peniruan

(Lippman&Rumelt,1982). Pendapat tersebut didukung Penrose (1959) yang

mengemukakan bahwa keragaman kapabilitas inilah yang menjadikan perusahaan

mempunyai karakteristik yang unik, sebagai esensi dari keunggulan daya saing.

Teori pandangan Resource-based biasanya dinyatakan sebagai pendekatan

strategi dengan dua pandangan yang berbeda, yaitu kecenderungan pandangan

yang mengarah bahwa kapabilitas yang merupakan inti posisi competitive tetapi

tetap dipengaruhi oleh kekuatan pasar (Prahalad&Hamel,1990). Pandangan

resources-based secara tidak langsung menyarankan pada perusahaan untuk

memfokuskan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien .

Unsur dasar resource base view khususnya mengidentifikasi sumber daya

yang ada di perusahaan yang tidak dapat ditiru yang akan mengalami erosi oleh

persaingan yang terlalu banyak (Schumpeter,1934). Sumber daya harus

dikembangkan terus menerus (Grant, 1991) untuk menyusun organisasi yang

berparadigma ke perubahan pasar (Cyert dan March 1963,Moorman dan Miner

1997). Proses dinamik dari pengembangan sumber daya yang memberikan hasil

secara terus menerus digambarkan memerlukan inovasi (Hunt,1997). Beberapa

kajian literatur mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan berhubungan pada

keunggulan daya saing (Teece, Pisano,Schuen.1977).

Walaupun penelitian terdahulu telah banyak memfokuskan pada isu

sumber daya dalam penciptaan keunggulan daya saing, perspektif resource base

13

view belum cukup banyak digunakan pada transformasi menuju penciptaan

corporate entrepreneurship. Sebagaian besar penelitian tampaknya berkonsentrasi

pada peningkatan keunggulan daya saing berbasis sumber daya yang ada pada

perusahaan ( Wiklund, 1999; Zajac et al, 1991). Pertanyaan kritikal yang belum

terjawab adalah bagaimana sumber daya dapat berkontribusi pada kinerja

perusahaan melalui aktivitas aktivitas entrepreneurial di corporate. Untuk

menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pandangan tidak hanya perhatian pada

posisi ”sumber daya” nya sendiri, tetapi juga berkaitan dengan ”proses

manajerial” dari sumber daya-nya. Secara mutlak, Resource Based View juga

mengundang perhatian strategi manajerial dan strategi praktis untuk

pengembangan keunggulan daya saing dan penciptaan kekayaan yang baru bagi

perusahaan (Ireland et al, 2003; Priem & Butler,2001;Teecee et al, 1997).

Sebagaimana pendapat penelitian terdahulu bahwa sumber daya yang langka

merupakan sumber keunggulan daya saing perusahaan.

Sumber daya perusahaan lebih memungkinkan menjadi sumber kompetitif

atau mempunyai keunggulan secara entrepreneurial jika perusahaan dapat

mengerjakan dengan eksploitasi sumberdaya melalui proses bisnis dan

manajemen praktis (Baden-Fuller, 1995; Ray et al,2004). Pendapat ini didukung

oleh Ireland (2003) yang mengemukakan bahwa jika perusahaan dapat mengatur

sumber daya dan kapabilitas secara stratejik dan terstruktur dapat meningkatkan

keunggulan daya saingnya. Manajemen dari berbagai sumber daya sebagai posisi

14

yang mengangkat suatu motif inti dari proses penciptaan corporate

entrepreneurship.

Penciptaan proses corporate entrepreneurship memerlukan beberapa

langkah yang harus dilakukan, seperti peluang invention dan innovation

pencarian informasi, akusisi, dan akumulasi sumber daya (Shane &

Venkataraman,2000; Ucbasaran et al, 2001). Dengan berbasis sumber daya,

penelitian ini memfokuskan pada proses penciptaan keunggulan daya saing dan

nilai baru perusahaan melalui akusisi dan akumulasi berbagai macam sumber daya

yang pada hakekatnya dihubungkan dengan pandangan resource base

perusahaan. Pandangan ini menekankan bahwa sumber daya dan kapabilitas

perusahaan adalah sebagai asas fundamental yang menentukan perbedaan dalam

hal kinerja perusahaan dan penciptaan kekayaaan perusahaan (Galunic & Rodan,

1998; Teece et al,1997).

Walaupun gagasan tersebut berasal dari stratejik manajemen, Resource

Based View juga akan menjadi makin bertambah digunakan pada penelitian

entrepreneurship untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan kinerja di

antara perusahaan yang dikaitkan dengan kemampuan entrepreneurial dalam

organisasi (Barnett et al, 1994; Ireland et al, 2003). Sebagaimana pendapat Teecee

(1997) bahwa keunggulan daya saing perusahaan mengalir dengan menyandarkan

dari sumber daya.

Keunggulan daya saing yang dibangun berdasarkan sumber daya

merupakan sumber yang terpenting untuk peningkatan kinerja. Pendapat ini

15

didukung oleh Ireland (2003) bahwa sumber daya yang lebih bernilai, langka,

imperfectly imitable dan non substitutable dibandingkan pesaing merupakan

sumber yang penting pada peningkatan keunggulan daya saing. Dengan

merancang organisasional yang berdasar pandangan Resource Based View,

diharapkan dapat menstimulasi inovasi perusahaan setelah privatisasi.

Karakteristik perusahaan BUMN, secara umum mempunyai keterbatasan

sumber daya manusia, keterbatasan mobilitas organisasi, lack of property right,

serta perencanaan dibuat secara sentralistik dengan tingkat prosedural yang tinggi

dan dispesialiskan secara fungsional (Makhija,2002). Perusahaan yang

menerapkan perencanaan sentralistik akan menerapkan pengambilan keputusan

secara sentralistik pula, yang berarti bahwa perencanaan yang dibuat tidak

berorientasi pada pasar dan tidak memperhatikan permintaan pasar. Oleh karena

itu, perencanaannya menjadi kurang kompetitif (Porter, 1995).

Perusahaan BUMN yang diprivatisasi memungkinkan untuk

meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara

desentralistik yang berorientasi pada pasar . Oleh karena itu, perilaku manajer di

perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN privatisasi.

Sebagaimana dikemukakan Makhija bahwa secara umum di perusahaan BUMN

peranan manajer secara individual dibatasi, tidak mempunyai keputusan secara

indipenden sehingga akan mempengaruhi perilaku dalam menciptakan inovasi.

Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif, terutama dalam hal

kurang proaktif, tidak menyukai risiko, dan kurang entrepreneurial, menyebabkan

16

mereka tidak mempunyai sifat sifat seperti rare, valuable , inimitable atau non

sustitutabel, yang penting untuk daya saing perusahaan ( Barney, 2002 ).

Dalam meningkatkan kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan

untuk berupaya lebih menuju perubahan, dari perilaku yang bersifat birokratis ke

arah perilaku yang lebih bersifat entrepreneurial dengan tetap memperhatikan

kemampuan sumber daya-nya.

Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai melalui

transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang berasal

dari perusahaan swasta. Untuk menjustifikasi peranan transformasi

organisasional pada perusahaan privatisasi yang terkait dengan merubah perilaku

BUMN dalam mentransformasi sumber daya-nya menjadi sumber daya yang

mempunyai keunggulan entrepreneurial yang dapat menciptakan corporate

entrepreneurship, pendekatan Resource-based View relevan digunakan untuk

mendasari penelitian ini.

Implikasi pandangan resources based pada kebijakan privatisasi akan

menjadi dasar pembentukan strategi yang digunakan perusahaan dalam

mendorong orientasi pengembangan corporate entrepreneurship yang bertujuan

memaksimalkan posisi kompetitif dalam rangka merespon privatisasi. Resource

Based View sebagai dasar penjelasan pengujian hubungan antara transformasi

organisasional dan kinerja yang mengkaitkan proses corporate entrepreneurship .

2.1.2 Organizational Learning Theory

17

Pembelajaran menurut pandangan klasik adalah suatu proses dimana

pembelajaran individual untuk menghubungkan nilai informasi dari stimulus yang

sifatnya netral ke stimulus yang tidak secara alami menyebabkan adanya respon

(Hellriegel, Slocum Jr, Woodman, 2001).

Teori organizational learning memberikan suatu dasar yang kuat untuk

memprediksi peranan pembelajaran dalam menghasilkan inovasi organisasi

sehingga tercapai keunggulan daya saing. Teori ini juga memberikan penjelasan

tentang proses proses yang terjadi sebelum pengembangan inovasi organisasi.

Sebagaimana dijelaskan pada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan strategic

management pada level perusahaan, menunjukkan bahwa pembelajaran

merupakan suatu kekuatan dalam memotivasi pencapaian keuntungan bersaing.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa pembelajaran dapat menjadi penentu yang

penting dalam memotivasi keberhasilan international joint ventures (Hamel,

1991;Inkpen,1995,1996). Pendapat ini didukung oleh Harper (1996) dan Cooke

(1996) bahwa kapabilitas pembelajaran perusahaan mempunyai peranan yang

penting dalam penciptaan inovasi perusahaan.

Motif perusahaan diprivatisasi dapat dijelaskan dengan Resource-based

dan teori organizational learning, yang menggambarkan bagaimana hubungan

transformasi organisasional dalam menciptakan keunggulan daya saing dapat

dikembangkan secara lebih baik. Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan

tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya pembelajaran

organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa perusahaan

18

privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat keputusan

manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial. Menurut

Cragg (1999) bahwa manajer perusahaan BUMN mempunyai keterbatasan

keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan inisiatif, implementasi perubahan

perubahan strategic, dan adanya ketidakleluasaan dalam birokrasi dan

pengawasan keuangan. Setelah dilakukan privatisasi, perusahaan akan lebih

banyak mengarah pada perencanaan dan pengembangan strategi yang

berdasarkan analisis pasar dan analisis industri, kebijaksanaan kebijaksanaan yang

lebih mengarah kepada tujuan, struktur, dan proses organisasional, serta

peningkatan incentive yang lebih tinggi untuk aktivitas-aktivitas dalam

meningkatkan nilai pemegang saham (Zahra,2000).

Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur

organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik

memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya

kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi

perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,

2002). Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya

dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan

dengan produk dan pasar.

Strategi transformasi yang mengiringi perusahaan privatisasi dilakukan

melalui management of change baik pada sisi pemerintah sebagai pemilik

maupun BUMN sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi pemerintah

19

terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan BUMN

sebagai layaknya suatu korporasi, daripada sebagai lembaga pemerintah atau

perpanjangan tangan pemerintah. Sedangkan perubahan pada sisi manajemen

BUMN ditujukan pada sikap dan perilaku manajemen sebagai wirausaha,

bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha (corporate culture)

yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan memperhatikan

peningkatan kompetensi organisasional.

Perubahan manajemen tersebut dimaksudkan untuk menciptakan

kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan

persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha BUMN akan berpengaruh positif

terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud dengan

memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam

organisasi ke arah corporate entrepreneurship yang didukung oleh proses

pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000).

BAB III

PENGEMBANGAN PROPOSISI

Pada bab ini diuraikan kajian literatur untuk mengembangkan proposisi

dengan menggunakan pendekatan teori Resource Based View dan Organizational

Learning. Berdasarkan rasionalitas teori yang telah diuraikan di bab sebelumnya,

20

diajukan tiga proposisi. Proposisi pertama adalah proposisi Transformasi

Organisasional yang membahas hubungan antara transformasi organisasional,

pembelajaran organiasasional dan Corporate Entrepreneurship. Proposisi kedua

adalah proposisi Keunggulan Daya Saing , dan proposisi ketiga adalah proposisi

Kinerja Perusahaan. Uraian secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.1.Proposisi Transformasi Organisasional

3.1.1. Transformasi Organisasional

Transformasi organisasional adalah proses perubahan strategic dari input

menjadi output yang berdaya saing melalui proses internal. Blumenthal dan

Haspeslagh (1994) mengemukakan bahwa untuk dapat beradaptasi pada

perubahan pasar perusahaan harus menciptakan kompentensi dengan cara

melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan transformasi

operasional, transformasi corporate self-renewal, dan transformasi strategic.

Transformasi organisasional dilakukan berawal dari tahap transformasi

operasional dengan tujuan utama untuk mencapai peningkatan efisiensi secara

signifikan melalui :penurunan biaya peningkatan kualitas, pemotongan waktu

proses, dan penyederhanaan proses. Transformasi operasional berfokus pada

input dan proses internal pada sistem organisasional. Pengembangan transformasi

organisasional akan terjadi ketika organisasi dapat mengidentifikasi input yang

berbeda dengan perusahaan lain.

21

Proses transformasi berikutnya adalah transformasi corporate self-renewal

yang memfokuskan pada proses kerja dan mekanisme umpan balik internal

dalam hubungan organisasional dan proses budaya organisasi untuk dapat

beradaptasi dengan perubahan kondisi. Sedangkan transformasi strategic

merupakan transformasi yang memokuskan pada seluruh sistem, yang

menentukan keuntungan bersaing dengan cara penciptaan ulang produksi yang

sesuai antara kompetensi inti perusahaan dan peluang kesempatan pasar.

Elemen transformasi organisasional sesuai yang dikemukakan Parker

(2001) meliputi transformasi yang berkaitan dengan misi, strategi, budaya dan

struktur. Dikemukakan bahwa untuk kesusksesan organisasi ditentukan oleh

elemen transformasi organisasional. Pengertian Parker tersebut mengacu pada

model yang digunakan Burke dan Litwin , (1998) bahwa elemen transformasi

organisasional mempunyai dampak untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Menurut Tushman dan O’Reilly, (1996) bahwa kesuksesan transformasi

organisasi akan tercapai setelah beberapa tahun. Perubahan yang berkaitan dengan

strategi, struktur, budaya dan skill kepemimpinan memerlukan waktu relatif lama.

dengan melalui berbagai tahapan. Menurut Zahra (2000), perusahaan privatisasi

berpotensi mempengaruhi transformasi organisasional. Transformasi

organisasional yang meliputi perubahan dalam hal nilai, budaya, sistem dan

strategi organisasional memungkinkan mendukung peningkatan aktivitas

entreprenurial, yang dicerminkan oleh adanya risk taking dan inovasi.

22

Goodman & Loveman (1991) memandang bahwa peralihan bentuk

organisasi dari perusahaan milik Negara ke perusahaan milik swasta akan

mengalami perubahan radikal yang dramatis dan memerlukan suatu katalisator

visi dan misi untuk membawa transformasi ke arah penyesuaian pasar.

Transformasi diperlukan oleh sebagian besar perusahaan karena

berhubungan dengan sumberdaya dan kapabilitas yang diperlukan perusahaan

sebagai fungsi keefektifan perubahan dari perencanaan pusat ke arah perencanaan

yang berorientasi pasar.

Privatisasi dapat digunakan sebagai sumber inisiatif entrepreneurial

untuk merencanakan transformasi ekonomi karena perusahaan privatisasi

tentunya akan berorentasi ke arah pasar, yang ditunjukkan oleh keinginannya pada

aktivitas yang lebih berisiko, lebih inovatif, dan lebih berkeinginan masuk ke

bisnis baru. Menurut Meyer (1993) bahwa perubahan organisasi dapat terjadi

melalui dua orde. Pertama, orde yang berhubungan dengan perubahan yang tidak

terkait dengan perubahan dasar strategi dan nilai inti korporat. Dotto & Dukerich

(1991) menyebutkan pada orde pertama ini sebagai orde perubahan incremental

& convergent yang membantu perusahaan mempertahankan realibilitas internal

yang terkait sistem, proses, dan struktur. Sementara orde perubahan kedua yang

sering disebut transformasi organisasional, sebagai dasar merubah inti organisasi

merupakan orde yang berkaitan dengan orientasi strategic

(Meyer,1982;Meyer,1993, Tushman & Romaneeli,1985), dan Meyer (1993)

23

menyebutkan sebagai metamorfosis organisasional, sedangkan Greewood &

Hinings (1988,1996) menyebutnya sebagai perubahan template or archetypes.

Penelitian yang dilakukan Haveman (1992) menemukan bahwa perubahan

perubahan strategic yang jauh menyimpang dari inti kapabilitas perusahaan akan

”lebih berisiko ” dibandingkan perubahan perubahan yang terkait pada kapabilitas

yang ada di perusahaan. Penelitian terdahulu banyak yang membahas anteseden

perubahan organisasi pada orde kedua, tetapi konsekuensi perubahan organisasi

orde kedua tersebut belum banyak diteiliti. Greenwood dan Hining

mengemukakan bahwa hasil perubahan organisasi orde dua adalah perubahan

yang mengarah pada perubahan organisasi yang berkaitan dengan kapabilitas

manajerial.

Sebelum privatisasi, keberadaan organisasi BUMN sebagai unit produsen

dengan sistem perencanaan yang pada umumnya dilakukan secara terpusat

(sentralistik), tetapi setelah privatisasi akan terjadi transformasi organisasional,

dimana perusahaan dapat menjadi agen ekonomi baik sebagai pembeli maupun

sebagai penjual (Meyer, 1988). Perusahaan harus dapat menyesuaikan kondisi

pasar yang baru, dimana perusahaan dipaksa untuk merubah dan memahami

dampak dari perubahan yang terjadi di perusahaan (Andrew 1980; Keats dan

Hitt1988). Perubahan lingkungan memunculkan suatu kondisi baru yang harus

direaksi dengan cara yang berbeda, sehingga diperlukan ”pembelajaran”.

3.1.2 Pembelajaran Organisasional

24

Pembelajaran organisasional adalah suatu proses perubahan pengetahuan

dan perubahan perilaku yang berkelanjutan (Tsang,1997; Sun, 2003). Perubahan

perubahan tersebut diartikan sebagai perubahan yang berhubungan dengan

perubahan potensial maupun aktual yang akan mempengaruhi perilaku

organisasional di masa yang akan datang .

Beberapa peneliti berpendapat bahwa Organizational Learning

merupakan suatu proses atau aktivitas yang bekelanjutan. Pembelajaran

organisasional merupakan pilihan stratejik karena pembelajaran merupakan

kapabilitas, dan membutuhkan keahlian untuk memproses pengetahuan (Weber,

2000). Perusahaan harus dapat menyebarkan pengetahuan baru kepada semua unit

yang akan digunakan sebagai upaya mereka dalam menciptakan kemakmuran

secara cepat. Transfer pengetahuan yang cepat juga penting dalam entrepreneurial

ventura, terutama dalam rangka memasuki pasar internasional (Zahra, Ireland, &

Hitt,2000).

Secara umum pembelajaran organisasional memfokuskan pada pentingnya

“acquiring, improving dan transferring knowledge, collective learning, integrasi,

modifikasi perilaku dan praktek praktek organisasi beserta anggotanya sebagai

hasil pembelajaran (Appelbaum dan Reichart,1998; Burgoyne dan

Blantern,1996). Pembelajaran organisasional secara umum menggambarkan

orientasi pasar yang memiliki budaya entrepreneurial seperti flexible, organic

structure, dan mempunyai facilitative leadership (Lundberg,1995;Luthans,

Rubach, & Marsnik,1995)

25

Menurut Shrivastava (1983) pembelajaran terdiri atas beberapa kategori

yang meliputi: pembelajaran tingkat organisasional, tingkat kelompok dan tingkat

individual. Shrivastava membedakan empat tipe pembelajaran : (1) sebagai

adaptation, (2) sebagai developing knowledge hubungan action-outcome, (3)

sebagai institutionalized experience (learning curve effect), dan (4) sebagai

assumption sharing. Pendukung konsep pembelajaran organisasional

mengemukakan bahwa adopsi strategi pembelajaran organisasional seharusnya

meningkatkan pembelajaran secara individu, kelompok,dan organisasional (Baker

dan Sinkula,1999; Day,1994)

Pembelajaran yang terjadi pada perusahaan privatisasi di negara

berkembang dan negara maju dipacu oleh adanya peluang dan tantangan

perusahaan. Faktor faktor yang memacu pembelajaran diantaranya: pertama,

hilangnya produk tradisional, faktor ini akan membuat perusahaan dipaksa untuk

dapat melakukan identifikasi peluang peluang baru yang diminati konsumen.

Kedua, adalah keterbatasan faktor pasar yang sulit diidentifikasi sebagai sumber

sumber eksternal yang dibutuhkan untuk melengkapi sumberdaya yang ada di

perusahaan (Peng dan Heath,1996). Berdasarkan pengalaman pada negara sosial

menunjukkan bahwa terbatasnya pengetahuan mengharuskan perusahaan untuk

melakukan identifikasi peluang yang ada secara optimal untuk mengejar dan

mendapatkan sumberdaya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut

(Swaan, 1997).

26

Sebelum privatisasi, sumber informasi utama perusahaan BUMN adalah

state agencies, dengan demikian proses pengamatan lingkungan yang khas jarang

sekali dilakukan. Namun, setelah privatisasi perusahaan secara aktif mulai

mengejar pengetahuan di lingkungan pasar (Djankov dan Pohl,1998; May et al,

2000). Perubahan kondisi pasar akan meningkatkan kebutuhan akuisisi

pengetahuan. Untuk dapat mengambil manfaat peluang-peluang pasar, perusahaan

setelah privatisasi harus sadar dari statusnya sekarang dan berkecenderungan

melakukan transformasi produk dan faktor pasar berdasarkan interpretasi proses

informasi yang diperoleh dari kapasitas pembelajaran dan akuisisi pengetahuaan.

Pembelajaran perusahaan diinterpretasikan sebagai proses informasi

dengan adanya penyebaran dan penyimpanan informasi baru dalam perusahaan.

Sumberdaya dalam bentuk manajer, karyawan, pengetahuan, kapabilitas

perusahaan, serta aset spesifik perusahaan memberikan dasar untuk peningkatan

kinerja dan kelanjutan perusahaan (Peteraf, 1993). Pembelajaran diperlukan untuk

kapabilitas dinamik. Oleh karena itu, terdapat hubungan ketergantungan antara

sumberdaya yang ada dan sumberdaya yang baru (Prahalad dan Hamel, 1990)

Setelah privatisasi akan tercipta perubahan secara makro (nasional ) dan

secara mikro (organisasional). Perubahan perubahan ini akan menjadi stimulasi

pembelajaran organisasional untuk akuisisi skil baru (Doh, Newman, 2000).

Kapabilitas pembelajaran dan tambahan skil tersebut akan memberikan pondasi

perusahaan untuk meningkatan peluang peluang teknologi misalnya kapabilitas

yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses jaringan domestik dan jaringan

27

internasional yang berbeda . Menurut Zahra (2000), privatisasi akan berdampak

pada learning, opportunities dan networks, yang merefleksikan kombinasi

pengaruh dari perubahan variabel secara internal di organisasi dan secara

eksternal di lingkungan makro.

Teori Organizational learning dapat dibedakan antara pembelajaran yang

bersifat observational dan experimental (Bandura, 1977; Weiss,1990). Akuisisi

pengetahuan dari partner aliansi mengarah ke pembelajaran observational, yang

mendorong pada proses peniruan (Huber,1991).

Proses meniru merupakan hal yang penting dalam tahap awal

pembelajaran. Hal ini akan dapat meningkatkan kemampuan perusahaan (Zahra et

al, 2000). Selanjutnya, pembelajaran observasional ini sering lebih efisien

dibandingkan pembelajaran experimental karena pembelajaran observasional

dapat mengurangi jenis kesalahan kesalahan percobaan (Bandura,1977). Namun

demikian, pembelajaran observasional sering gagal di lingkungan yang bersifat

”turbulent” seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang, karena

dibutuhkan ”penyesuaian ”pada kondisi yang baru (Huber,1991; Van de Ven and

Polley,1992). Sedangkan menurut (Kogut dan Zander, (1996) serta Kogut (1996)

bahwa untuk dapat menerapkan suatu kebiasaan perusahaan yang dilakukan

sehari-hari dengan cultural, values, resources dan routines yang ada, cara

pembelajaran dengan eksperimen dipandang ”lebih berguna” dalam

mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru yang ”sesuai” dengan nilai budaya

dan sumberdaya yang ada di perusahaan.

28

Kim (1997) dan Zahra et al (2000) mengungkapkan bahwa untuk

menghasilkan inovasi internal pada perusahaan privatisasi, cara pembelajaran

yang diterapkan tidak hanya tergantung pada proses meniru , tetapi juga harus

melakukan investasi pembelajaran secara experimental. Oleh karena itu untuk

memperoleh keunggulan daya saing perusahaan harus menerapkan kedua bentuk

pembelajaran yaitu pembelajaran observational dan experimental .

Transformasi organisasional perusahaan privatisasi akan merubah mainset

organisasi secara radikal yang dibutuhkan untuk memahami dan mengkapitalisasi

cara cara baru yang lebih kompetitif (Smith et al 1999). Konsekuensi transformasi

organisasional akan menciptakan kondisi internal yang mendorong manajer untuk

melakukan ”percobaan” dalam mengeksplorasi alternatif strategi baru.

Perubahan kepemilikan pada perusahaan privatisasi dapat mempercepat

perubahan yang mendorong manajer untuk melakukan evaluasi pada industri, dan

lingkungan kompetisi mereka dengan perspektif yang berbeda (Dean et al,1999).

Perubahan tersebut biasanya mendatangkan ”percobaan percobaan inovatif ”

yang pada gilirannya akan meningkatkan pembelajaran secara organisasional

(Newman, 2000). Dengan melakukan privatisasi akan tercipta lingkungan bisnis

yang ramah terhadap investasi luar negeri, termasuk transfer teknologi, inovasi,

manajemen modern, teknik produksi, dan strategi pemasaran. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan privatisasi mempunyai kesempatan untuk

belajar keahlian dan kapabilitas baru dari sumberdaya yang lebih mumpuni. Hitt

et al, (2000) menyatakan bahwa partner investor dari luar negeri yang berbentuk

29

strategic aliansi seperti joint ventures akan memberikan peluang pada perusahaan

privatisasi untuk dapat belajar skill dan kapabilitas baru dari sumberdaya partner

asing yang lebih kaya dan biasanya partnership ini berasal dari negara maju.

Kemampuan BUMN privatisasi dapat mengkapitalisasi peluang peluang

pasar dengan mudah melalui kapabilitas pembelajaran yang baru. Perusahaan

selain dapat meningkatkan kebebasan dalam beraktivitas secara independen juga

mendorong inovasi yang akan meningkatkan peluang peluang teknologi, misalnya

perusahaan dapat memperkenalkan produk dan jasa baru ke pasar. Menurut

Nelson dan Winter (1982 ) ”kekakuan” organisasional dapat menjadi kendala

kemampuan perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas baru pada lingkungan

aktivitas bisnis yang berbeda secara signifikan dari aktivitas yang ada. Oleh

karena itu, privatisasi perusahaan diharapkan dapat membangun sumberdaya

menjadi lebih unggul dengan diiringi proses pembelajaran, sehingga dapat

memberikan kontribusi keunggulan kompetitif.

3.1.3 Corporate Entrepreneurship

Corporate entrepreneurship merupakan suatu konsep yang penting dalam

keputusan manajemen stratejik untuk penciptaan kekayaan perusahaan

(Rumelt,1994). Pendapat ini didukung oleh Hisric dan Peters (1998) yang

mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai salah satu unsur yang

penting dan merupakan peranan stratejik untuk membangkitkan nilai baru

perusahaan. Menurut Antoncic (2000) dan Lumpkin (1995) bahwa Corporate

30

entrepreneurship sebagai sifat kewirausahaan yang berada di dalam organisasi

yang mempengaruhi perilaku suatu organisasi yang menyimpang dari cara cara

kebiasaan rutin dalam mengerjakan bisnis.

Pengembangan Corporate entrepreneurship berkaitan pada proses inside

dan existing firm, yang berhubungan tidak hanya fokus dalam penciptaan bisnis

ventura baru, tetapi juga fokus dalam aktivitas aktivitas inovasi lainnya seperti

pengembangan produk, jasa, teknologi, teknik administrasi, strategi dan bentuk

kompetitif yang baru. Karakteristik corporate entrepreneurship meliputi : new

bisnis venturing, inovasi produk/ jasa, inovasi proses, self renewal, risk taking,

proactiveness, dan competitive aggressiveness. Pendekatan yang dikenal sebagai

the firm level orientation of entrepreneurship, menekankan proses entrepreneurial

dan peran filosofi manajemen puncak mengenai kewirausahaan .

Para peneliti terdahulu dan para praktisi mengemukakan bahwa corporate

entrepreneurship merupakan tantangan dari pengejaran entrepreneurship dalam

korporasi. Corporate entrepreneurship merupakan hasil aktivitas bersama-sama

para anggota dalam organisasi, sebagai aktivitas untuk mengejar tujuan stratejik.

Menurut (Covin & Slevin,1991 ; Miller, 1983) elemen penting dari Corporate

entrepreneurship adalah meliputi innovation, risk taking, dan proactiveness .

Pendapat ini didukung oleh Ireland, Kuratko dan Morris (2006) yang

menyebutkan bahwa corporate entrepreneurship merupakan proses yang

digunakan dalam membentuk perusahaan dengan menggunakan inovasi sebagai

maksud mengejar entrepreneurial opportunities. Dikemukkan bahwa corporate

31

entrepreneurship membantu perusahaan menciptakan bisnis baru melalui inovasi

produk dan inovasi proses dan pengembangan pasar, serta membantu

perkembangan strategic renewal operasi perusahaan.

Corporate entrepreneurship dapat menggunakan tempat pada corporate,

unit bisnis, level fungsional atau level proyek dengan tujuan memperbaiki posisi

kompetitif dan kinerja perusahaan. Derajat corporate entrepreneurship

diindikasikan seberapa luas upaya organisasi dalam innovative, risky, dan

proactive. Sementara penelitian sebelumnya pada tahun 1989 yang dilakukan oleh

Covin dan Slevin mengemukakan bahwa entrepreneurial perusahaan adalah

proactive, risk tolerant, and innovative. Menurut (Barringer & Bluedorn, 1999)

bahwa tingkat flexibility dan adaptability perusahaan penting untuk mengatasi

perubahan kondisi lingkungan. Covin & Slevin (1989) mengemukakan bahwa

proactive meliputi pengembangan pikiran suatu orientasi kompetitif yang agresif

dan kemampuan untuk mengidentifikasi besarnya peluang pesaing.

Elemen suatu orientasi yang bersifat entrepreneurial meliputi suatu

kecenderungan bertindak secara otonomi untuk menciptakan inovasi dan

mengambil risiko, dan suatu kecenderungan menjadi lebih agresif terhadap

pesaing dan relative proaktif terhadap peluang peluang pasar. Beberapa penelitian

terdahulu menemukan bahwa dimensi orientasi yang bersifat entrepreneurial

tidak selalu membawa akibat sama, tetapi sangat berbeda antara yang satu dengan

yang lainnya (Cahill, 1995,1996).

32

Perusaahaan dengan orientasi entrepreneurial sering diindikasikan

dengan perilaku risk-taking, seperti heavy debt atau membuat large source

commitments, dalam perhatiannya untuk memperoleh ”high return” dari peluang

peluang pasar. Terdapat beberapa arti dari entrepreneurship namun yang penting

dari entrepreneurship adalah suatu gagasan gagasan baru yang masuk pada

perusahaan (Lumpkin and Dess 1996). Dengan dasar tersebut, entrepreneurship

pada perusahaan pivatisasi dapat digambarkan pada gagasan gagasan baru yamg

masuk untuk membuat suatu bisnis baru dengan derajat komitmen yang tinggi

serta meningkatkan toleransi dan fleksibilitas sebagai the creation of new

enterprise .

Sementara perubahan atas nilai, kebiasaan, tradisi dan kreativitas yang

terjadi di BUMN setelah di privatisasi merupakan hasil gabungan antara apa yang

terjadi di lingkungan eksternal dan lingkungan internal (Oliver, 1992). Setelah

privatisasi akan terjadi perubahan perubahan seperti penggantian top manajer

lama yang kemudian memasukkan manajer baru yang lebih berorientasi ke pasar

(Cunha & Cooper, 1998). Dengan dimasukkannya manajer baru diharapkan akan

membawa perubahan organisasi dengan ditandai adanya peningkatan

heterogenitas komposisi manajer. Menurut peneliti (Greiner & Barnes, 1970 ;

Lawrence, 1973) bahwa tingkat heterogenitas komposisi manajer yang semakin

tinggi akan membawa dampak positif terhadap perubahan perilaku karyawan

untuk berubah dalam mewujudkan suatu keinginan yang bertanggung jawab,

33

mempunyai pilihan resiko moderate, mempunyai keinginan untuk immediate

feedback dan mempunyai orientasi masa depan menuju pasar kompetitif.

Meskipun peranan stratejik telah diteliti oleh Antoncic (2000), dan

menemukan bahwa corporate entrepreneurship dapat meningkatkan profitabilitas

dan pertumbuhan perusahaan , namun Zahra (2000) berpendapat bahwa yang

memperlemah corporate entrepreneurship adalah sistem sentralisasi, dan sistem

birokratis perusahaan. Sebagaimana penelitian Ireland, Hitt , Camp dan Sexton,

(2001) yang mengemukakan bahwa faktor faktor organisasional dapat

memperkuat dan memperlemah corporate entrepreneurship, sedangkan menurut

Covin & Slevin, (1989) bahwa ukuran besar kecilnya perusahaan akan

mempengaruhi corporate entrepreneurship. Sementara Hisric (2000)

mengemukakan bahwa hubungan corporate entrepreneurship dengan kinerja

perusahaan dipengaruhi oleh kondisi negara apakah dilakukan pada negara maju

atau negara sedang berkembang. Sementara peneliti Zahra,(1991)

mengemukakan bahwa yang memperkuat corporate entrepreneurship adalah

teknologi. Perusahaan privatisasi akan mengakuisisi pengetahuan dengan transfer

teknologi dari partnership.

Manajer BUMN sebagian besar mempunyai skill teknikal yang kuat,

standard pendidikan dan profesi teknikal yang tinggi, tetapi manajer tersebut

kurang berpengalaman dalam mengelola perusahaan di lingkungan yang

berorientasi pasar (Fey dan Bjorkman,2001;Lawrence dan

Vlachoutsicos;1990;Pearce,1991;Puffer et al,1994). Untuk keberhasilan

34

perusahaan pada kondisi yang baru, perusahaan harus melakukan rekonfigurasi

sumberdaya mereka secara dramatikal. Reconfigurasi sumber daya diperlukan

untuk mengambil keuntungan dari peluang peluang baru karena mungkin

perusahaan tidak mempunyai sumberdaya yang cocok dalam memenuhi

kebutuhan sumber daya yang diperlukan pada kondisi yang baru.

Menurut Barringer & Bluedorn (1999) tingkat competitive suatu

perusahaan dipengaruhi oleh orientasi ke arah aktivitas yang bersifat

entrepreneurial. Misalnya, ditemukan hubungan positif antara intensitas

corporate entrepreneurship dan strategic management practice yang spesifik,

seperti scanning intensity, planning flexibility, locus of planning, dan strategic

control. Khususnya manfaat sebagai pionir dapat dipandang sebagai salah satu

elemen orientasi entrepreneurial dari tingkat perusahaan (Cooper & Dunkelberg,

1986).

Transformasi organisasional berpengaruh memacu entrepreneurial

outcome seperti innovation dan aktivitas aktivitas venturing. Organisasi dapat

dipandang pada suatu continuum yang mempunyai jangkauan dari perusahaan

yang bersifat kurang entrepreneurial ke arah perusahaan yang bersifat lebih

entrepreneurial. Pandangan entrepreneurship sebagai suatu continuum

dikemukakan oleh Slevin’s (1989) yang membedakan antara konservatif (risk

averse, non inovative, dan non reactive) dan perusahaan yang bersifat lebih

entrepreneurial (risk taking, innovative, dan proactive).

35

Menurut Brazeal dan Herbert’s (1999) organisasional yang bersifat

entrepreneurship ditunjukkan dengan tingkatan perusahaan yang termotivasi

untuk bersifat entrepreneurial, ditandai dengan ”adanya komitmen yang penuh”

terhadap aktivitas entrepreneurial, dimana (Zahra,1991, 1993; Knight,1997;

Lumpkin & Dess,1997; Lumkin,1998) menyebutnya corporate entrepreneurship.

Menurut Ireland, Kuratko dan Morris (2006) bahwa strategi corporate

entrepreneurship memerlukan empat element penting yaitu structure, control,

human resource manajemen system, dan culture. Perusahaan lebih memungkinkan

dapat mengembangkan corporate entrepreneurship secara berkelanjutan jika

perusahaan mempunyai organizational knowledge entrepreneurial yang

berpotensi dapat di sharing-kan secara luas ke seluruh individual. Berdasarkan

uraian di atas dapat disusun proposisi berikut:

Proposisi 1 : Transformasi Organisasional

Transformasi organisasional merupakan proses transformasi yang terkait dengan

perubahan inti organisasi yang meliputi strategi, sistem, budaya dan struktur.

Transformasi organisasional mempengaruhi corporate entrepreneurship secara

langsung atau secara tidak langsung dengan mediasi pembelajaran

organisasional .

Secara piktografis proposisi 1 dapat dilihat gambar 3.1. berikut :

GAMBAR 3.1

36

PROPOSISI 1

3.2 Proposisi Keunggulan Daya Saing

Keunggulan daya saing dapat diartikan beraneka ragam tergantung dari

pendekatan dari sudut pandang mana yang digunakan. Peneliti (Aharoni, 1993;

Porter,1985; dan Barney,1991) mengemukakan bahwa keungguluan daya saing

merupakan hasil dari strategi yang dapat membantu perusahaan untuk

mempertahankan posisi pasar yang menguntungkan secara berkelanjutan.

Keunggulan daya saing dapat diartikan sebagai keuntungan perusahaan

yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan pesaing dalam sektor industri yang

sama. Secara konseptual keunggulan daya saing adalah merupakan kemampuan

suatu bisnis dalam memperoleh keuntungan abnormal dalam industri kompetitif

berdasarkan strategi penciptaan nilai. Dengan kata lain keunggulan daya saing

merupakan pelaksanaan yang lebih unggul dari strategi yang dipakai oleh pesaing.

Transformasi Organisasional

Corporate Entrepreneurship

Permbelajaran Organisasional

Sumber : dikembangkan untuk kajian ini

37

Keunggulan daya saing akan sustainable jika keunggulannya dapat dipertahankan

dari peniruan atau duplikasi tindakan pesaing (Porter,1985; Barney,1991).

Berdasarkan pendapat para ahli pada penelitian terdahulu keunggulan daya

saing meliputi keberadaan strategi yang mana direncanakan dengan sengaja dan

dicapai melalui investasi dan kegiatan deployemnt sumber daya. Implementasi

dari strategi perusahaan sebagai hasil dari keunggulan daya saing jangka panjang,

dimana keunggulun daya saing tersebut tidak dapat ditiru oleh pesaing.

Sementara menurut Hall (1994) yang lebih lanjut dioperasionalkan oleh

Ferdinand’s (1999) sebagai (1) the durability of superior resource and

performance. (2) the key resource imitability, (3) the degree of ease for a

competitor to match a company’s key competitive strategic assets.

Teori Perusahaan berbasis sumber daya dan Resource Base View

mengatakan bahwa kombinasi atau jejaring sumber daya, kapabilitas, dan

kompetensi yang unik dan sukar untuk digandakan akan meningkatkan

keunggulan bersaing yang akan menciptakan economic value (Barney,1991; Amit

dan Soemaker,1993; Wernevelt,1964). Untuk memperoleh keunggulan kompetitif,

perusahaan harus memfokuskan pada penggunaan sumberdaya, kompetensi, dan

kapabilitas internal (Barney,1991). Menurut Barney (1995) dalam studi Augusty

Ferdinand (1999) secara teoretis terdapat banyak cara untuk mencapai dan

melanggengkan kinerja perusahaan. Salah satu alternatif yang dapat dirujuk

adalah sumber daya dan kapabilitas perusahaan (Barney,1995) yang dipandang

sebagai sebuah aset stratejik yang bersifat ”srategy driver”, bila ia memenuhi

38

syarat pertama, ia merupakan sebuah aset yang unik dari elemen-elemen stratejik

yang lebih baik dari yang dimiliki pesaingnya; kedua, aset stratejik itu harus

dikomposisi dengan baik agar sesuai dengan tuntutan manuver kompetisi,

sedangkan yang ketiga adalah ia mampu menetralisir ancaman dan mengatasi

kelemahan kelemahan stratejiknya.

Keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat diperoleh dengan

menciptakan temporary advantage melalui proses invention. Proses invention

tersebut kemudian dilanjutkan denga proses inovasi yang akan menghasilkan

commercial product yang mempunyai daya saing berkelanjutan. Inovasi

merupakan jumlah dari invention ditambah invention yang sudah dikomersialkan.

Inovasi dihasilkan dari pengembangan perusahaan secara efektif dalam

menggunakan teknologi baru dan pengetahuan baru tentang peluang peluang

pasar. Proses ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa membangun core

competencies yang terdiri atas resource dan capability (Hitt, Ireland dan

Hoskissob,2001).

Konsep corporate entrepreneurship secara luas betul betul

dipertimbangkan sebagai maksud yang penting untuk menstimulir dan

mempertahankan daya saing perusahaan untuk terciptanya kekayaan perusahaan

(Zahra,1991). Corporate Entrepreneurship meningkatkan keunggulan daya saing

perusahaan melalui inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi pasar, dan

menciptakan ventura baru. Perusahaan agar tetap bertahan hidup harus

mempertahankan daya saingnya dengan cara menghasilkan biaya-biaya yang lebih

39

rendah melalui pengoptimalan sumberdaya perusahaan. Perusahaan harus

memperhatikan faktor faktor input, termasuk manajemen dan modal yang sulit

diperoleh, melalui pengembangan sumber daya baru, termasuk sumberdaya

keuangan.

Sumberdaya dan kapabilitas perusahaan merupakan fondasi utama dalam

pengembangan strategi perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif

(Barney,1999). Pemikiran Barney dikemukakan berdasarkan teori Ricardo yang

menyatakan perusahaan akan memperoleh keunggulan kompetitif jika perusahaan

menggunakan faktor produksi yang mempunyai nilai marginal physical

productivity lebih tinggi dari pesaing. Kondisi ini menggambarkan perusahaan

beroperasi dengan menggunakan faktor produksi yang paling efisien. Nilai

marginal productivity yang tinggi dapat dipertahankan jika perusahaan melakukan

proses pembelajaran organisasional yang mampu meningkatkan kreativitas dan

inovasi (Penrose,1959). Proses pembelajaran organisasional tersebut harus

bertumpu pada pengetahuan konsumen agar dapat memperoleh keunggulan

kompetitif (Kumar,2004).

Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan tercipta perubahan untuk

mempercepat stimulasi pembelajaran organisasional (Doh,2000). Pembelajaran

merupakan kekuatan untuk memotivasi pencapaian keunggulan kompetitif dalam

tingkatan strategic management perusahaan. Beberapa peneliti mengemukakan

bahwa pembelajaran dapat menjadi determinan penting dalam motivasi awal

untuk kesuksesan joint venture secara internasional (Hamel, 1991; Inkpen, 1995,

40

1996). Peneliti Doh (2000) menunjukkan bahwa dengan mengembangkan F pada

perusahaan privatisasi akan diperoleh keunggulan daya saing yang diciptakan

melalui sumber daya khusus yang berorientasi entrepreneurial melalui kolaborasi

sumber daya dari partner perusahaan.

Perusahaan setelah melakukan privatisasi akan memungkinkan untuk

belajar dari partner asing, khususnya strategic partner perusahaan swasta yang

berasal dari negara maju. Perusahaan yang baru melakukan privatisasi akan dapat

belajar melalui observasi dari proses peniruan kesuksesan pesaing asing (Dacin et

al, 1997). Pembelajaran, khususnya pengetahuan tacit, dapat memberikan

kontribusi untuk meningkatkan keunggulan daya saing. Pengetahuan tacit sulit

dan tidak mungkin diperoleh melalui observasi. Oleh karena itu, perusahaan tidak

hanya bergantung kepada proses peniruan, tetapi juga perlu melakukan investasi

dalam pembelajaran secara ”percobaan percobaan” untuk memproduksi inovasi

internal (Kim 1997, Zahra, 2000). Percobaan berguna untuk mengembangkan

perilaku baru yang sesuai dengan budaya, nilai sumber daya, dan kebiasaan

sehari hari (Kogut dan Zander, 1996; Kogut,1996).

Kunci utama agar dapat memperoleh pengetahuan adalah pengamatan

lingkungan, network, dan aliansi (Huber,1991; March dan Levitt,1999). Oleh

karena itu, network mempunyai arti penting bagi perusahaan di masa transisi

ekonomi (Child dan Markoczy,1993; Peng dan Heath,1996; Stark,1996).

Misalnya reorganisasi network atau network baru mungkin akan membuka

kecepatan perusahaan untuk dapat meningkatkan pertumbuhannya (Peng dan

41

Heath,1996), dan dapat mempermudah pembelajaran yang terkait ”bagaimana

cara mengoperasikan” perusahaan berdasarkan orientasi pasar. Network sangat

diperlukan khususnya bagi produsen barang intermediate yang dalam prakteknya

harus melakukan integrasi dalam sistem produksi internasional dan membangun

hubungan jangka panjang dengan pelanggan pelanggan yang sebagian besar

merupakan pelanggan multinasional (Meyer,2000). Namun sebaliknya, network

juga dapat mengurangi keefektifan transformasi jika network tersebut tidak dapat

memperkuat interaksi antara pasar dan perdagangan (Ericson,1998). Dengan

demikian, secara siknifikansi network tidak hanya berpeluang untuk dapat

meningkatkan keberlanjutan perusahaan, tetapi juga dapat menurunkan

pertumbuhan perusahaan karena adanya transaksi transaksi lain, yang semuanya

akan mengurangi efisiensi perusahaan (Hoskisson et al, 2000; Woodruff,1999).

Bergabungnya dua perusahaan akan dapat mengeksploitasi keunggulan

masing-masing yang membentuk sinergi. Misal pembelian saham PT. Semen

Gresik oleh Cemex, dimana manajemen PT. Semen Gresik akan dapat

memanfaatkan jaringan pemasaran di seluruh dunia (meliputi: Mexico, Spanyol,

Venezuela, Panama, Republik Dominica, Columbia, negara negara Caribia,

Amerika Serikat, dan Filipina) yang dimiliki Cemex, sebagai trader semen

terbesar di dunia. Jaringan pemasaran ini dapat memanfaatkan kapasitas belum

terpakai di Semen Gresik. Berdasarkan aspek ini, BUMN dalam mencari mitra

strategis mempertimbangkan sinergi dan manfaat yang dapat diperoleh .

42

Selain penciptaan nilai perusahaan melalui biaya rendah, peningkatan

kualitas serta efisiensi operasional, perusahaan setelah privatisasi juga akan dapat

menimbulkan berbagai perubahan munculnya aktivitas baru, misalnya :

perubahan sumberdaya perusahaan khususnya sumber daya manusia (Cuncha &

Cooper,1995); perubahan struktur dan kultur perusahaan (Johnson dan Loveman,

1995); perubahan insentif manajer (Wright, Hoskisson, Busenitz, & Dial, 2000);

perubahan stimulasi pembelajaran organisasional (Doh, 2000); akuisisi skil baru

(Zahra, 2000); dan perubahan mainset baru organisasi. Sebagaimana

dikemukakan oleh Smit (1999) bahwa privatisasi perusahaan BUMN oleh swasta

asing akan menciptakan lingkungan bisnis baru (Hitt, 2000); proses peniruan

(Zahra, 2000); kegiatan percobaan percobaan sebagai transisi dari proses peniruan

ke proses inovasi (Kim,1997); dan transfer teknologi (Filatotchev, 1999). Product

differentiation merupakan stratejik bisnis yang diharapkan dapat memelihara dan

mempertahankan keunggulan kompetitif. Untuk membuat poin perbedaan dengan

produk lain haruslah dipahami lebih dulu konsep perbedaan dalam menilai suatu

produk. Untuk dapat menilai perbedaan produk dapat dilihat dari feature produk,

hubungan produk dengan fungsi, timing, lokasi, produk mix, hubungan dengan

perusahaan lain, dan reputasi perusahaan. Secara empirik, product diffentiation

dapat diukur dengan product customization, product complexity, customer

marketing, dan service. Untuk memenangkan persaingan di pasar global,

perusahaan harus berupaya memberikan pelayanan yang istimewa kepada para

pelanggan dan menawarkan produk yang inovatif dan bernilai tambah.

43

Schumpeter mempercayai bahwa kompetisi itu sebagai kekuatan dinamis yang

akan menghasilkan produksi dan teknik produksi baru, yang akan dikembangkan

oleh usahawan baru, yang akan mengganti produk dan teknik produksi yang ada

yang sudah ketinggalan .Teknologi merupakan sarana economic development dan

value creation. Perkembangan teknologi bersifat discontinue dan menyebabkan

destruction dan atau market disruption. Creative destruction dan market

disruption merupakan kegiatan yang dilakukan oleh entrepreneur untuk

membangun pasar baru dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Menurut Kornai (1992) perusahaan BUMN mempunyai produk pasar

yang kecil dan soft budget constrains. Sementara Wright et al (1998)

mengemukakan bahwa sebagian besar BUMN mempunyai cadangan keuangan

yang sangat kecil, dan peneliti Cragg dan Dyck (1999) menyebutkan bahwa para

manajer BUMN mempunyai keterbatasan kebijakan dalam melakukan

implementasi perubahan strategi. Namun, setelah privatisasi perusahaan BUMN

beserta manajemennya sebagai subjek kekuatan pasar, sehingga terbentuk

corporate enterpreneurial. Sehubungan dengan itu, manajer menjadi bertanggung

jawab pada pemegang saham dan mendorong para manajer untuk menerapkan

strategi yang dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham (Zahra, 2000).

Manajer diasumsikan dapat melakukan reorganisasi modal, tenaga kerja,

penjualan dan unit pemasaran, melakukan implementasi sistem akuntansi dan

sistem pengendalian yang baru, menentukan strategi produk baru,

mengembangkan dan melakukan implementasi program investasi yang baru

44

( Sachs dan Lipton, 1990). Menurut Zahra (1996) hasil reputasi dan kompensasi

manajer akan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, manajer

akan berupaya memformulasikan dan melakukan implementasi strategi yang

dapat meningkatkan nilai perusahaan. Setelah privatisasi akan terjadi suatu

rangkaian baru yang bersifat dinamik, terutama manajer senior mulai

merencanakan dan mengembangkan strategi strategi berdasarkan analisis analisis

kondisi industri dan pasar. Para Manajer juga mempunyai kebijakan tersendiri

untuk menetapkan kembali tujuan organisasinya yang merefleksikan tujuan

pemegang saham utama. (Yarrow,1986). Selanjutnya, mereka mempunyai

kebijakan tersendiri dalam hubungannya dengan alokasi sumber daya dan tujuan

perusahaan. Kebijaksanaan kapabilitas melalui manajer adalah sebagai bagian

yang penting untuk mencapai tujuan perusahaan jangka panjang.

Keputusan alokasi sumberdaya sebaiknya merefleksikan realitas pasar

yang disesuaikan dengan tindakan tindakan stratejik yang berpeluang besar dalam

meningkatkan keuntungan perusahaan. Setelah melakukan privatisasi perusahaan

akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi sumberdaya dan kapabilitas sesuai

tujuan perusahaan. Peneliti Zahra berasumsi bahwa manajer mempunyai

pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan

melakukan implementasi startegi-strategi yang berorientasi pasar.

Studi mengenai corporate entrepreneurship oleh banyak peneliti

(Antoncic,2000; Selvin & Covin, 1995; Zahra, 2000) menghasilkan sebuah basis

teoretis untuk membuat proposisi bahwa corporate entrepreneurship memberikan

45

pengaruh pada keunggulan daya saing perusahaan. Studi Lumpkin (1995)

mengungkapkan bagaimana orientasi dan aktivitas perusahaan yang memberi jiwa

inovatif yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang positif terhadap

keunggulan daya saing perusahaan. Berdasarkan uraian di atas diajukan proposisi

sebagai berikut :

Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing

Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif perusahaan karena adanya

serangkaian sumberdaya dan kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan

daya saing akan tercipta karena pengaruh langsung corporate entrepreneurship

dan transformasi organisasional.

Secara piktografis proposisi 2 dapat dilihat gambar 3.2 berikut : GAMBAR 3.2

PROPOSISI 2

Sumber :dikembangkan untuk kajian ini

Corporate Entrepreneurship

Transformasi Organisasional

Keunggulan Daya Saing

46

3. 3. Proposisi Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk

mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Terdapat beberapa pendekatan

dalam mengukur kinerja perusahaan. Ukuran keberhasilan organisasi mencakup

profitabilitas, pertumbuhan penjualan, ukuran competitiveness dan market share

(Jacobson, 1996). Sementara Mahoney dan Pandian, 1992 berpandangan bahwa

perusahaan dapat mencapai keuntungan bukan karena memiliki sumber daya yang

lebih baik, tetapi bergantung kepada kemampuan perusahaan menjadikan sumber

daya yang ada menjadi distinctive competence. Barney (1991) juga berpendapat

bahwa upaya-upaya manajerial melalui distinctive competitive dan distinctive cost

mengarah sebagai sumber keunggulan daya saing. Sedangkan Grant Robert

(1991) serta Bharadwajd & Varadarajan (1993) menyebutkan bahwa sumber

keunggulan daya saing berasal dari differentiation advantage dan cost advantage.

Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas

stratejik yang bersifat khas perusahaan dapat diharapkan untuk menghasilkan

”kinerja pasar yang superior” yang meliputi volume penjualan, porsi pasar, serta

tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran, selain itu diharapkan juga menghasilkan

”kinerja keuangan” seperti profitabilitas, pendapatan atau deviden bagi pemegang

saham.

Rasio-rasio akuntansi dan ukuran kinerja pemasaran merupakan dua

indikator besar dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, indikator-

indikator itu telah dikritik karena tidak mampu menjelaskan dengan cukup semua

47

”intangibles” yang ada dalam perusahaan dan indikator tersebut tidak mudah

digunakan untuk menjelaskan sumber dari keunggulan kompetitif (Bharadwaj,

Varadarajan dan Fahy,1993). Sebagaimana dikemukakan oleh Grant (1991)

bahwa sumber daya dan kapabilitas adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan

dan merupakan penentu dasar bagi profitabilitas perusahaan. Sedangkan indikator

kinerja yang digunakan Slater & Olson (2001) mencakup: 1) profitabilitas

dibandingkan dengan rata rata industri, 2) tingkat market share dibandingkan

dengan rata rata industri, 3) efisiensi organisasi dibandingkan dengan rata rata

industri. Wiklund (1994) lebih menekankan ukuran pertumbuhan sebagai

indikator kinerja.

Penelitian disertasi ini mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan

ukuran ukuran yang berbasis ”kegiatan” sehingga dapat dimengerti variabilitas

kegiatan yang dilakukan dapat menghasilkan variabilitas dalam kinerja.

Berdasarkan penelitian terdahulu (Peters dan Waterman, 1982; Kanter, 1984

;Pinchot,1985) mengukur kinerja perusahaan dengan pertumbuhan dan

profitabilitas perusahaan. Peneliti (Covin dan Slevin, 1986; Zahra, 1991, 1993;

Zahra dan Covin,1995) dengan melihat hubungan corporate entrepreneurship dan

kinerja perusahaan menemukan bahwa corporate entrepreneurship akan

berhubungan pada kinerja yang diukur dengan pertumbuhan dan profitabilitas

perusahaan yang berskala besar.

Beberapa ukuran kinerja perusahaan yang diukur dari ukuran

profitabilitas, pertumbuhan penjualan, competitiveness, dan ukuran market share

48

yang dikaitkan dengan corporate entrepreneurship telah banyak dilakukan oleh

peneliti terdahulu. Sebagaimana dilakukan oleh Zahra (2000) yang

mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai faktor penting yang

dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Studi Antoncic dan Hisric (2001)

melakukan penelitian berkaitan dengan corporate entrepreneurship mengukur

kinerja perusahaan dengan menghitung profitabilitas dan pertumbuhan

perusahaan.

Pertumbuhan absolut diukur dengan rata rata pertumbuhan penjualan per

tahun dalam periode tiga tahun terakhir. Sedangkan pertumbuhan relatif diukur

dengan pertumbuhan market share dalam periode tiga tahun terakhir (Chandler

dan Hanks,1993). Sementara pengukuran profitabilitas absolut diukur dengan rata

rata tahunan return on sales (ROS), return on assets (ROA), dan return on equity

(ROE) dalam periode tiga tahun. Sedangkan pengukuran profitabilitas secara

relatif dalam operasionalnya dengan menggunakan pengukuran secara subjektif

kinerja perusahaan dibandingkan pesaing (Chandler dan Hanks,1993).

Setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh perbaikan akuntabilitas

manajemen dari capital market funding dan competitive product market ke

peningkatkan kinerja (Jensen, 1989; Vickers & Yarrow,1988). Penelitian

terdahulu yang menunjukkan bahwa perusahaan setelah privatisasi kinerjanya

meningkat secara siknifikan di negara maju maupun di negara berkembang adalah

peneliti (Boubakri & Cosset,1988; Megginsoon, Nash & Van Randenborg,1994),

sementara sebaliknya hasil penelitian di Eropa Tengah dan Timur yang dilakukan

49

oleh (Frydman et al 1998 ; Pohl, Anderson, Claessens & Djankov,1997)

menunjukkan perusahaan setelah privatisasi kinerjanya tidak meningkat.

Banyak penelitian terdahulu yang berkaitan dengan entrepreneurship dalam

mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran atau indikator yang

berbeda-beda. Aldrich, Rosen dan Woodward (1987) melakukan penelitian

berkaitan dengan sosial network mengukur kinerja perusahaan dengan

menghitung profitabilitas pada periode tiga tahun. Sementara Bailey (1986)

melakukan penelitian yang berkaitan dengan learning style dari entrepreneur

dengan mengukur kinerja perusahaan menggunakan business index yang

merupakan angka pertumbuhan penjualan, nilai aset, dan pertumbuhan karyawan.

Disamping itu Bailey (1986) mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan

ukuran subyektive yang berkaitan dengan persepsi para entrepreneur. Covin dan

Slevin (1990) melakukan penelitian terhadap New Venture dengan mengukur

kinerja perusahaan secara subyektif terhadap beberapa ukuran kinerja yang lazim

dilakukan oleh peneliti seperti Bailey (1986) dan Smith (1987).

Keberhasilan suatu perusahaan dalam konteks entrepreneurial ventures

bergantung kepada komitmen manajemen puncak di dalam menghandel

perusahaan melalui proses entrepreneurial. Proses entrepreneurial biasanya

dikaitkan dari langkah-langkah dan tahapan dalam pergerakan dari

mengidentifikasi opportunity ke suatu konsep bisnis, dan entrepreneurship dapat

50

diterapkan sebagai ukuran karakteristik entrepreneurial atau non entrepreneurial

suatu perusahaan.

Entrepreneurship akan berhubungan positif terhadap pertumbuhan dan

keuntungan perusahaan untuk meningkatkan kinerja melalui pertumbuhan dan

profitabilitas (Covin dan Slevin, 1991). Studi lain (Zahra dan Covin,1995;

Wiklund,1999) menemukan bahwa orientasi entrepreneurial perusahaan

berkecenderungan mempunyai pengaruh keberlanjutan jangka panjang dan

jangka pendek terhadap pertumbuhan dan kinerja. Perusahaan yang melakukan

inovasi akan memperoleh abnormal profit dan market share yang lebih besar

(Schumpeterian-rent) dibandingkan dengan pesaing

Penelitian yang berkaitan dengan inovasi telah dilakukan oleh Smith,

Bracker dan Miner (1987) yang menggunakan ukuran kinerja perusahaan dengan

pertumbuhan karyawan, volume penjualan, serta pertumbuhan profit. Stuart dan

Abetti (1999) melakukan penelitian terhadap inovasi juga menggunakan ukuran

kinerja secara multidimensional yang berkaitan dengan ukuran performance

seperti profitability dan ukuran operasional serta ukuran pertumbuhannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Bagchi-Sen (2001) mengukur keberhasilan

perusahaan di Amerika dan Canada menggunakan indikator pertumbuhan

penjualan, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan nilai tambah dan biaya dalam riset

dan pengembangan. Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran

kinerja perusahaan yang banyak digunakan para peneliti adalah ukuran

51

profitabilitas, pertumbuhan, ukuran operasional, dan sebagian ada yang

menggunakan ukuran persepsi subyektif dari manager atau entrepreneur.

Terdapat beberapa studi misalnya Zahra (2000) Antoncic (2003 ;2004),

Dharwadkar (2000) dan De Castro (2000) yang menunjukkan faktor-faktor secara

langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh pada peningkatkan kinerja

perusahaan setelah privatisasi. Uhlenbruck (2000) menggunakan pendekatan teori

resource based view dan organizational learning untuk menjelaskan transformasi

organisasional yang dilakukan perusahaan privatisasi. Studi ini

mengidentifikasikan transformasi organisasional setelah privatisasi dengan

menggunakan pengembangan karangka pikir Zahra (2000) yang menjelaskan

dampak tahap pertama dan tahap kedua transformasi organisasional terhadap

kinerja perusahaan.

Keseluruhan proses transformasi setelah privatisasi berujung pada

peningkatan kinerja perusahaan. Perusahaan setelah privatisasi akan mengalami

proses yang sangat kompleks (Ramamurti, 2000) dimana proses ini akan

mengantarkan perusahaan BUMN menuju transformasi organisasional ke arah

keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Transformasi organisasional BUMN privatisasi dapat meningkatkan

kinerja perusahaan melalui peningkatan aktivitas-aktivitas yang bersifat

entreprenuerial (Zahra, 2000) dan melalui akuisisi pengetahuan (Uhlebruck

,2000). Menurut teori manajemen strategi, perusahaan di privatisasi lebih dilihat

sebagai proses transformasi organisasional yang bersifat mendalam. Dimana

52

manajemen baru pada BUMN hasil privatisasi diharapkan mampu

mentransformasi strategi dan struktur organisasi BUMN sebelum privatisasi untuk

lebih adaptif dengan lingkungan baru yang lebih kompetitif setelah privatisasi

(Sparrow & Cooper, 1998).

Perdebatan baru muncul ketika banyak perusahaan privatisasi di berbagai

negara banyak yang menghasilkan kinerja tidak seperti yang diharapkan (Nellis,

1998). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Baumol (1998) bahwa perusahaan

setelah melakukan privatisasi mempunyai peluang kinerjanya akan menurun.

Pendapat lain Frydman, Hessel & Rapaczynki, (1988) mengemukakan bahwa

kinerja privatisasi BUMN menjadi salah satu kekuatan utama dalam

meningkatkan perkembangan ekonomi di negara berkembang. Privatisasi akan

menciptakan kondisi baru yang lebih tinggi tingkat persaingannya, dimana

perusahaan harus bersaing untuk dapat bertahan dan berhasil (Zahra,2000). Selain

itu, peneliti Zahra juga mengungkapkan bahwa outcome privatisasi adalah

corporate entrepreneurship. Dikemukakan bahwa corporate entepreneurship

sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, yang selama

ini masih sedikit perhatiannya dalam implikasinya pada perusahaan privatisasi.

Corporate entrepreneurship sebagai strategi yang bermanfaat khususnya untuk

organisasi bisnis yang masuk ke lingkungan ekonomi yang ke arah pasar. Oleh

karena itu, pada studi ini ingin lebih menjelaskan peranan privatisasi dalam

pengembangan aktivitas aktivitas corporate entrepreneurship yang dihubungkan

dengan kinerja perusahaan dengan mengembangkan model empirik berdasar

53

penelitian model normatif yang dilakukan oleh Antoncic (2003) dan Zahra

(2000).

Berbagai penelitian menunjukkan ada bukti perubahan aktivitas yang

bersifat entrepreneurial di perusahaan privatisasi BUMN, misalnya: Fisher and

Sahay, (2000) mengemukakan bahwa investor strategis mempunyai

kecenderungan dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja melalui pengembangan

sumber daya , teknologi, dan ketrampilan manajemen (Uhlenbruck and De Castro,

2000; World ). Riset menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur mendorong

aktivitas perusahaan berkonsentrasi pada dua karya utama, yaitu: (1)

memperkenalkan produksi/jasa baru dan (2) masuk pada pasar baru. Privatisasi

diharapkan dapat mendorong organisasi dalam meningkatkan outcome

entrepreneurial dalam pengembangan corporate entrepreneurship (Zahra, 2000;

Antoncic, 2003).

Corporate entrepreneurship sebagai orientasi aktivitas-aktivitas yang

bersifat entrepreneurial dalam tingkat organisasi yang juga dapat diakui sebagai

elemen penting organisasional dalam pengembangan ekonomi, kinerja dan

penciptaan nilai (Schollhammer,1981; 1982; Burgelman,1983; Guth &

Ginsberg,1990). Corporate entrepreneurship menjadi penting untuk revitalisasi

kinerja perusahaan tidak hanya untuk corporation besar tetapi juga untuk

perusahaan perusahaan berukuran sedang dan kecil (Covin & Slevin,1989

Carrier,1994). Corporate entrepreneurship akan berpengaruh terhadap

peningkatan produktivitas, penciptaan industri baru, dan mendorong

54

competitiveness secara internasional (Vennekers & Thurik,1999). Masih sedikit

penelitian terdahulu tentang privatisasi yang memberikan perhatian Corporate

entrepreneurship sebagai kinerja penting yang mengarah pada aktivitas ekonomi

dalam kontek privatisasi (Zahra,2000). Corporate entrepreneurship merupakan

elemen penting dalam peningkatan kinerja perusahaan tidak hanya dilakukan di

negara maju tetapi juga di negara berkembang (Antoncic dan Hisrich,2000).

Dengan model normative Antoncic menggunakan sampel perusahaan Slovenia

menemukan bahwa privatisasi mendorong orientasi corporate entrepreneurship

dan kinerja perusahaan, tetapi belum menjelaskan faktor faktor yang berpengaruh

dalam mendorong terciptanya corporate entrepreneurship.

Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa motif perusahaan

melakukan privatisasi didasarkan atas berbagai pertimbangan diantaranya untuk

meningkatkan posisi kompetitif perusahaan melalui peningkatan efisiensi

(Fahy,2000). Sebagaimana pendapat Jonhson dan Levin (1991) bahwa efisiensi

organisasi merupakan fokus utama dari pengukuran kinerja. Untuk melakukan

pengukuran ini perlu ”mengkaitkan dengan penggunaan sumberdaya” yang

digunakan untuk memproduksi output. Sedangkan Zahra (2000) berargumen,

privatisasi merupakan konsep multidimensional yang dapat mempengaruhi

berbagai bidang transformasi organisasional dalam beberapa cara. Privatisasi

melibatkan banyak sektor, diantaranya adalah aktivitas-aktivitas, dampak

privatisasi, dan hasil privatisasi.

55

Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan timbul transformasi

organisasional yang dapat mendorong kinerja yang lebih baik. Pencapaian kinerja

dapat dicapai dengan pengaruh langsung dan tidak langsung dari transformasi

organisasional, pembelajaran organisasional, corporate entrepreneurship ,

keunggulan daya saing.

Berdasarkan model Antoncic (2000) dan Zahra (2000) dan hasil penelitian-

penelitian yang telah disampaikan tersebut di atas memunculkan proposisi sebagai

berikut:

Proposisi 3 : Kinerja perusahaan

Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait

dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk baru , serta pertumbuhan.

Hubungan antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi secara

langsung atau di mediasi dengan corporate entrepreneurship dan keunggulan

daya saing.

Secara piktografis proposisi 3 dapat dilihat gambar 3.3 berikut :

GAMBAR 3.3

PROPOSISI 3

Corporate Entrepreneurship

Transformasi Organisasional

Keunggulan Daya Saing

Kinerja

56

BAB IV MODEL KONSEPTUAL TEORITIK DASAR

(The Proposed Grand Theoretical Model)

Resource based view memberikan pandangan terhadap sumberdaya dan

kapabilitas, dan pengembangannya untuk mendapatkan keuntungan dari peluang

peluang pasar (Barney,1986;1991; Dierickx dan Cool,1989; Makadok,2001;

Wnerfelt,1984). Sementara itu, teori Organizational learning memberikan

pandangan pada bagaimana perusahaan memahami dan mengevaluasi lingkungan

mereka seperti mereka mengembangkan kapabilitas untuk mengatasi dengan

lingkungan (Fiol dan Lyles,1985;Huber,1991;March dan Levitt,1999).

Berdasarkan konsep konsep tersebut diajukan tiga proposisi, sebagaimana

telah diuraikan di bab sebelumnya. Proposisi pertama membahas hubungan antara

transformasi organisasional, pembelajaran organiasasional dan Corporate

Entrepreneurship . Proposisi kedua membahas Competitive advantage yang

berkaitan dengan hubungan Corporate Entreprenurship . Proposisi ketiga

membahas pengaruh tidak langsung dan langsung terhadap kinerja perusahaan.

Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan Grand Theoretical Model

Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini

57

penelitian disertasi (Model Kosnseptual Teoretikal Dasar), seperti yang diragakan

pada gambar 4.1

GAMBAR 4.1

THE PROPOSED GRAND THEORETICAL MODEL Transformasi Organisasional

Gambar 2.5. menunjukkan bahwa Resource based view dan teori

organizational learning dapat menjelaskan keberhasilan transformasi

organisasional perusahaan privatisasi dalam meningkatkan kinerjanya.

Berdasarkan asumsi yang dipakai penelitian terdahulu, penelitian ini

mengasumsikan bahwa transformasi organisasional dapat mempengaruhi

Transformasi Organisasional

Corporate Entrepreneurship

Pembelajaran Organisasional

Keunggulan Daya Saing

Kinerja Perusahaan

ORGANIZATIONAL LEARNING THEORY

RESOURCE BASED VIEW

Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini

58

pembelajaran kearah perilaku entrepreneurship dalam organisasi. Asumsi ini

berdasar pada asumsi yang dipakai peneliti Zahra (2000) bahwa setelah

melakukan privatisasi, perusahaan akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi

sumberdaya dan kapabilitas sesuai keperluan pasar. Dengan menempatkan

struktur organisasional yang cenderung lebih otonomi sebagai indikasi

perubahan struktur yang dapat membangkitkan dan mengimplementasikan

pengembangan inovasi yang berdaya saing untuk memperoleh keuntungan. Dapat

dikatakan bahwa transformasi kearah organisasional yang lebih fleksibel sesuai

keinginan pasar akan mempercepat pengembangan corporate entrepreneurship

sebagi alur menuju keunggulan daya saing dan peningkatan profitabilitas.

Sebagaimana juga dikemukakan oleh Barney (2002), Uhlenbruck (2000) dan Fahy

(2003) bahwa keunggulan daya saing perusahaan didapatkan dari alokasi dan

kombinasi sumberdaya secara optimal dan alih kompetensi. Stiglitz (1995)

mengemukakan bahwa pengoptimalan sumberdaya yang terkait kearah orientasi

yang lebih produktif dan efisien didapat melalui perubahan struktur.

Resource based view, mengasumsikan bahwa kapabilitas dan sumberdaya

suatu perusahaan merupakan faktor utama yang mengarah pada keunggulan daya

saing dan kinerja perusahaan (Bruce Barringer,2006). Sumber daya dan

kapabilitas yang dimaksud meliputi aset (tangible dan intangible), ketrampilan

dan kemampuan organisasi.

Diasumsikan bahwa peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan

kemampuan perusahaan dalm mengorganisir sumberdaya merupakan prasyarat

59

peningkatan peningkatan keunggulan daya saing. Organisasi yang melakukan

proses pembelajaran sebagai dasar penciptaan inovasi akan mendapatkan

keunggulan daya saing. Asumsi bahwa corporate entrepreneurship yang berdaya

saing berasal dari ide ide penciptaan inovasi yang dihasilkan dari proses

pembelajaran organisasional.

Rasionalitas perusahaan melakukan privatisasi untuk memperbesar akses

sumberdaya finansial, pasar, teknologi dalam menghasilakan cost saving sehingga

memperoleh differentiation dan cost advantage, keduanya sebagai sumber

keunggulan daya saing (Barney, 2002) dan berhubungan positif dengan kinerja

(Bharradwaj,Varadarajan, Fahy,1993). Seperti dikemukakan Fahy (2000)

privatisasi yang dilakukan perusahaan memungkinkan untuk melakukan

optimalisasi alokasi dan kombinasi sumberdaya, karena perusahaan dapat

melakukan transfer sumber daya dan transfer kompetensi.

Perusahaan dengan sumber daya istimewa dan orientasi corporate

entrepreneurship akan memperoleh keunggulan daya saing. Dalam meningkatkan

kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan untuk berupaya lebih menuju

perubahan dari perilaku yang bersifat birokratis ke arah perilaku yang lebih

bersifat entrepreneurial dengan tetap memperhatikan kemampuan sumber

dayanya. Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai

melalui transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang

berasal dari perusahaan swasta .

60

Privatisasi berkaitan dengan acquisition, dan yang paling penting,

exchange of resource (Doh,2000). Perusahaan harus mengevaluasi kembali dan

memutuskan bagaimana yang paling baik dalam mendorong transfer sumber daya

untuk mempercepat transformasi entrepreneurial BUMN ke perluasan pasar.

Setelah perusahaan privatisasi BUMN melakukan transformasi

organisasional, akan tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya

pembelajaran organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa

perusahaan privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat

keputusan manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial.

Model ini mengasumsikan sejumlah perubahan organisasi secara

fundamental seperti struktur, otonomi, partisipatif, kontrol, komunikasi, insentif,

dan informasi sebagai sumber daya yang penting dalam keterkaitan

pengembangan corporate entrepreneurship. Struktur yang tidak ber lapis lapis

(flatter) merupakan struktur yang dapat membangkitkan dan

mengimplementasikan pengembangan inovasi.

Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur

organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik

memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya

kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi

perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney,

2002).

61

Perspektif rasional perusahaan BUMN di privatisasi untuk menciptakan

struktur industri yang sehat dan kompetitif. Perusahaan yang diprivatisasi akan

meningkatkan posisi kompetitifnya dengan membangun inovasi melalui

peningkatan knowledge yang berhubungan dengan produk dan pasar. Dapat

dikatakan bahwa transformasi organisasional dapat menjadi pendorong corporate

entrepreneurship ketika terjadi proses pembelajaran organisasional karena

merubah inti organisasional yang meliputi perubahan struktur, manajemen

kontrol, dan kebijakan kompensasi .

Dua asumsi kritikal dari Resource based view bahwa sumber daya dapat

berkontribusi pada keunggulan daya saing jika sumber daya tersebut

heterogeneous dan immobile. Sumber daya akan dapat menunjang keunggulan

bersaing apabila value , rarety, imitability dan organization (VRIO).

Struktur dan mekanisme kontrol perusahaan dapat memberikan

kemampuan dan dorongan untuk memanfaatkan sumber daya perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai sumber daya bernilai akan memungkinkan

memperoleh keunggulan daya saing sepanjang sumber daya tersebut membantu

memproduksi produk dan jasa yang bernilai untuk pelanggan .

Perusahaan BUMN yang diprivatisasi memungkinkan untuk

meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara

desentralistik yang berorientasi pada pasar dan pelanggan. Oleh karena itu,

perilaku manajer di perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN

privatisasi. Sebagaimana dikemukakan Makhija (2003) bahwa pada umumnya

62

peranan manajer di perusahaan BUMN secara individual dibatasi, tidak

mempunyai keputusan secara independen sehingga akan mempengaruhi perilaku

dalam menciptakan inovasi. Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif,

terutama dalam hal tidak menyukai risiko, kurang proaktif, dan kurang

entrepreneurial, sehingga menyebabkan mereka tidak mempunyai sifat sifat

seperti valuable , rare, imitable , yang penting untuk daya saing perusahaan (

Barney, 2002 ). Daya saing akan terwujud dengan memperhatian aktivitas dan

orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam organisasi ke arah corporate

entrepreneurship yang didukung oleh proses pembelajaran organisasional

(Jacobs, 1991; Zahra, 2000).

Esensi dari privatisasi sebagai sumber keunggulan daya saing tidak hanya

valuable akan tetapi juga mempunyai karakteristik rarely dan costly to imitate

(Bharadwaj & Varadarajan, 1993, Barney,2002). Perusahaan setelah di privatisasi

bernilai (valuable) jika potensi ekononomis dapat dieksploitasi sebagai cost

advantage dan costly to duplicate. Transfer kompetensi merupakan costly to

duplicate. Sumber daya intangible biasanya lebih mahal untuk ditiru dibandingkan

sumber daya tangible. Sebagaimana Barkema dan Vermeulen (1998)

mengemukakan bahwa intangible resource seperti spesifik knowledge tentang

pasar/produk akan memberikan keuntungan kompetitif lebih besar dibandingkan

tangible resource.

Perusahaan BUMN setelah di privatisasi akan memperoleh tambahan

sumberdaya intangible yang biasanya terlalu mahal untuk ditiru perusahaan lain

63

seperti : brand, reputation, trademarks , entrepreneurial skill, cooperative

relationship, network . Sebagaimana dikemukakan Barney, 1991 bahwa sumber

daya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai kapasitas yang sulit

ditiru pesaing dan berhubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan.

Strategi kompetitif pada firm level dipengaruhi oleh orientasi

entrepreneurial. Barringer dan Bluedorn (1999) menemukan hubungan positif

antara intensitas corporate entrepreneurship dan stratejik manajemen praktis

secara spesifik. Dapat dikatakan bahwa corporate entrepreneurship yang

meliputi proactive, risk taking, inovatif dan penciptaan bisnis baru berhubungan

dengan posisi kompetitif perusahaan.

Peranan pembelajaran pada perusahaan privatisasi yang ekspansi ke pasar

internasional dengan mengembangkan knowledge baru dalam penciptaan

corporate entrepreneurship diperlukan untuk keefektifan organisasi (Senge,1990).

Akses untuk informasi merupakan suatu katalisator penting untuk pengembangan

produk dan pasar baru.

Hubungan knowledge sharing sebagai komplemen dalam menunjang

pengembangan sumberdaya dan kapabilitas akan efektif untuk kesuksesan

perusahaan secara kompetitif (Dyer & Singh,1998). Sementara Madhok (1997)

mengemukakan bahwa privatisasi memfasilitasi kecepatan proses pembelajaran

untuk masuk pasar baru dimana perusahaan dapat memanfaatkan share cost/risk

dan dapat ekspansi untuk menambah kombinasi produk/pasar secara

komplementer. Diasumsikan setelah privatisasi , perusahaan BUMN akan menjadi

64

perusahaan baru yang berpandangan pada pasar yang berperilaku lebih inovatif

dan lebih toleran dalam menerima resiko.

Perusahaan privatisasi BUMN berupaya melakukan ekspansi di pasar

internasional untuk memanfaatkan keuntungan sumber daya dan kapabilitas yang

ada dalam pasar baru. Disamping itu juga untuk mengembangkan sumber daya

dan kapabilitas baru dalam pasar asing. Secara kritikal bahwa sumber daya dan

kapabilitas yang dikembangkan memungkinkan menghasilkan suatu keuntungan

dalam pasar baru. Oleh karena itu perusahaan hendaknya me re-apply sumber

daya the VRIO framework ketika masuk pasar baru. Sebagaimana yang dilakukan

oleh perusahaan yang masuk pasar baru, dimana proses pembelajaran dalam

merubah mindset penting bagi kesuksesan perusahaan. Sumber daya dan

kapabilitas apa yang memenuhi kriteria VRIO dalam pasar baru serta apa yang

dapat perusahaan pelajari dari partner dalam pasar baru merupakan efek stratejik

transformasi organisasional.

Pembelajaran merupakan suatu kekuatan untuk memotivasi menuju

keunggulan daya saing. Hamel (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran dapat

menjadi determinan penting dalam motivasi awal untuk kesuksesan ekspansi

bisnis internasional. Barkema dan Vermeulen (1998) menerapkan perspektif

pembelajaran untuk determinan kondisi dimana perusahaan ekspansi ke

internasional.

Diasumsikan bahwa semakin besar tingkat intensitas corporate

entrepreneurship , semakin tinggi keunggulan daya saing. Rasionalitas

65

perusahaan privatisasi BUMN mengembangkan corporate entrepreneurship untuk

meningkatkan keunggulan daya saing. Oleh karena itu cara terbaik upaya

meningkatkan keunggulan daya saing, adalah secara langsung perhatian tidak

hanya pada transformasi organisasional saja, tetapi juga corporate

entrepreneurship dan pembelajaran organisasional.

Perusahaan privatisasi memungkinkan sebagai sumber keunggulan daya

saing karena dapat mengeksploitasi sinergi diantara unit bisnis untuk mencapai

keunggulan yang berbeda dengan pesaing.

Potensi ekonomis dapat diperoleh melalui hubungan network dari adanya

sharing activities & penghematan joint cost yang akan menghasilkan cost

advantage sebagai sumber kompetitif yang dapat meningkatkan pertumbuhan

perusahaan. Potensi lainnya dapat diperoleh dari transfer kompetensi melalui

technological leadership untuk membangun complementary aset sehingga

menghasilkan differentiation advantage, sebagai sumber keunggulan daya saing

(Barney 2002). Sesuai pandangan Resource based view bahwa kompetensi

melalui technological leadership sebagai suatu sumberdaya firm level yang

mempunyai sifat immobile dan inimitable yang dapat berpengaruh pada volume

penjualan (Lieberman & Montgomery,1988).

Untuk meningkatkan market share melalui penciptaan inovasi saja tidak

cukup, harus diperhatikan keberlanjutan inovasi dengan memfokuskan kapabilitas

manajerial, yang terkait dengan peranan pembelajaran dan pengalaman untuk

menggunakan inovasi. Reputasi yang di peroleh merupakan sumberdaya yang

66

akan berpengaruh pada volume penjualan. Integrasi Resource based view dan

teori organizational learning sebagai dasar teori dapat menjelaskan secara penuh

fenomena kinerja privatisasi BUMN.

Perusahaan privatisasi BUMN diasumsikan akan berada pada kondisi

pasar baru yang lebih kompetitif, dan untuk dapat mengambil keuntungan dari

peluang pasar baru tersebut perusahaan harus melakukan transformasi untuk

memperbaiki sumber daya perusahaan yang ada melalui pembelajaran,

pengembangan corporate entrepreneurship dan penciptaan keunggulan daya

saing. Perusahaan harus dapat mengelola sumber daya untuk menciptakan nilai

agar posisi kompetitifnya meningkat.

Resource based view dan teori organizational learning memberikan suatu

perspektif alternative pada transformasi perusahaan privatisasi BUMN. Dalam

penerapan perspektif ini, penelitian ini mempunyai implikasi yang berbeda

dibandingkan penelitian terdahulu tentang transformasi organisasional yang

sebagaian besar tidak berdasar pada aspek intermediate outcome sebagai dampak

dari proses transformasi.

Penelitian ini mengajukan suatu model yang menjelaskan bagaimana

perusahaan privatisasi BUMN melakukan transformasi sumber daya dan dapat

belajar menuju kondisi baru yang lebih kompetitif. Integrasi proses kegiatan dari

kapabilitas manajemen perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kinerja.

Perusahaan memungkinkan untuk belajar dari partnership stratejik, dalam

67

menciptakan inovasi yang akan memberikan kontribusi terhadap keunggulan

daya saing.

Model Transformasi Entrepreneurship Menuju Keunggulan Daya Saing

dan Kinerja yang diajukan mengasumsikan bahwa untuk keefektifan transformasi

perusahaan privatisasi BUMN memerlukan suatu paket koheren dari perubahan

komplemen yang membangun kekuatan perusahaan dan kemampuan organisasi

untuk belajar dan berkembang. Perusahaan berupaya memperbaiki sumber daya

yang ada sesuai yang diperlukan pasar dengan cara melakukan rekonfigurasi

sumber daya-nya.

Perubahan sumber daya yang berbentuk sumber daya organisasional dan

entrepreneurship merupakan faktor penting dalam membedakan tingkat

kesuksesan perusahaan privatisasi. Dimensi dari transformasi organisasional

untuk prediksi penciptaan keunggulan daya saing merupakan hal yang penting.

Model in menempatkan struktur, otonomi, insentif sebagai bagian

transformasi organisasioal yang penting dalam menekankan inovasi dan

kecenderungan mengambil resiko (risk taking) yang berhubungan dengan

kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa determinan dari

kinerja adalah karakteristik (sumberdaya dan kapabilitas) pada tingkatan firm-

level . Keunggulan daya saing berasal dari sumber daya dan kapabilitas yang

memenuhi kriteria VRIO. Dapat dikatakan bahwa dalam upaya miningkatkan

kinerja, perusahaan hendaknya mampu melakukan transformasi dan

68

pembelajaran organisasional serta mengembangkan corporate entreprneurship

yang berdaya saing.

Diasumsikan transformasi organisasional secara langsung dan tidak

langsung mempengaruhi proses peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing

mempunyai dampak pada kinerja perusahaan. Dapat dikatakan bahwa

transformasi organisasional mempengaruhi keunggulan daya saing dan proses

pembelajaran organisasional.

Perusahaan akan bertindak rasional untuk mengembangkan keunggulan

daya saing tidak hanya fokus pada proses transformasi organisasional namun juga

memperhatikan pengembangan corporate entrepreneurship yang didukung

proses pembelajaran. Oleh karena itu cara terbaik untuk mencapai kinerja

perusahaan adalah secara langsung perhatian tidak pada tahap proses transformasi

organisasional tetapi lebih difokuskan pada tahap proses peningkatan keunggulan

daya saing.

Sebagaimana ditunjukkan pada penelitian terdahulu, kinerja perusahaan

semakin besar signifikan ketika dipengaruhi oleh keunggulan daya saing

perusahaan. Dengan itu diasumsikan bahwa keunggulan daya saing perusahaan

dapat menjadi variabel mediasi hubungan antara corporate entrepreneurship dan

kinerja perusahaan dalam model Transformasi Entrepreneurship. Secara ringkas

proposisi proposisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang

disajikan dalam tabel.2.1.berikut ini.

69

TABEL 4.1 ISU KONSEP DAN PROPOSISI

ISU KONSEP PROPOSISI

Transformasi Organisasional

Pembelajaran Organisasional Corporate Entrepreneurship

Proposisi 1 : Transformasi Organisasional

Transformasi Organisasional merupakan proses

transformasi yamg terkait dengan perubahan inti organisasi

yamg meliputi strtaegi, sistem, budaya dan struktur.

Transformasi Organisasional mempengaruhi corporate

entrepreneurship secara langsung atau secara tidak

langsung dengan mediasi pembelajaran organisasional

Keunggulan daya Saing

Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing

Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif

perusahaan karena adanya serangkaian sumberdaya dan

kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan daya saing

akan tercipta karena pengaruh langsung corporate

entrepreneurship dan transformasi organisasional.

Kinerja

Perusahaan

Proposisi 3 : Kinerja perusahaan Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan

perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan

pasar dan produk baru , serta pertumbuhan. Hubungan

antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi

secara langsung atau di mediasi dengan integrasi proses

kegiatan. Perusahaan dengan orientasi corporate

entrepreneurship dan keunggulan daya saing yang didukung

proses transformasi organisasional akan dapat

meningkatkan kinerja perusahaan.

Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini

70

BAB IV

BAB V

PENGEMBANGAN MODEL EMPIRIK

Kajian literatur yang berbasiskan organizational learning dan resource

based view membentuk pengembangan proposisi. Berdasarkan proposisi satu,

tentang transformasi organisaional ,diusulkan hipotesis 1, 2, dan 3. Proposisi dua

sebagai konsep keunggulan daya saing mengusulan hipotesis 4, 5, dan 6. Dan

proposisi tiga tentang kinerja perusahaan mengusulkan 7, 8, 9, dan 10. Secara

detail dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.1 Transformasi Organisasional dan Pembelajaran Organisasional

Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh Wright, Hoskisson,

Busenitz, dan Dial (2000) yang meneliti 189 perusahaan privatisasi di Central

East Europe menyimpulkan bahwa transformasi insentif para manajer pada

perusahaan privatisasi akan berpengaruh secara positif terhadap pembelajaran

organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada

tahun 2000 oleh Craggg & Dyck bahwa peningkatan kompensasi manajer pada

perusahaan privatisasi akan memperbaiki keinginan manajer untuk mau belajar

pengembangan produk dan pengetahuan pasar. Demikian juga dengan penelitian

oleh (Lyles dan Salk,1996) yang melakukan riset pada perusahaan privatisasi di

71

Hungaria menemukan hal yang sama bahwa peningkatam insentif manajer akan

meningkatkan kapasitas pembelajaran organisasional

Peneliti peneliti lain seperti Slevin dan Covin (1990), Cornwall dan

Perlman (1990) menyatakan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi

dari struktur organisasional secara hirarki dan birokratis menjadi struktur

organisasional yang tidak berlapis lapis akan lebih mudah dalam menyesuaikan

dan lebih terbuka melakukan komunikasi sehingga dapat membantu

meningkatkan penyebaran informasi. Menurut Nonaka dan Takeuchi,

(1995) faktor faktor organisasional akan mempengaruhi kemampuan untuk

memperbanyak dan menciptakan pengetahuan. Untuk memproses informasi,

kapasitas absorpsi suatu perusahaan sebagai fungsi dari karakteristik

organisasinya. Van den Bosh (1999) mengemukakan bahwa karakteristik

organisasi yang dapat mempunyai kapasitas absorpsi dalam proses informasi

terutama ditentukan oleh kombinasi antara struktur dan kapabilitas yang ada.

Dikemukakan oleh Van den Bosh bahwa perusahaan yang mempunyai struktur

horisontal mempunyai mekanisme koordinasi yang efektif dan lebih

memungkinkan untuk mempelajari dan menyebarkan pengetahuan. Menurut (Das

dan Elango,1995) faktor flexibility akan berpengaruh terhadap konsistensi

pembelajaran organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian perusahaan

privatisasi di Hungaria menunjukkan bahwa peningkatam fleksibilitas organisasi

akan meningkatkan kapasitas pembelajaran mereka (Lyles dan Salk,1996).

Dengan demikian faktor faktor organisasional dapat meningkatkan kemampuan

72

untuk memproses pengetahuan ketika terjadi kolaborasi dan pertukaran informasi

dalam perusahaan dan ketika terdapat kebebasan yang lebih banyak pada

karyawan untuk merubah pola aktivitasnya dalam proses penyesuaikan perubahan

kondisi. Dengan didukung penemuan secara empirik di Rusia bahwa perusahaan

privatisasi mempunyai struktur dan budaya yang bersifat lebih fleksibel

merupakan dimensi yang sangat berguna untuk memprediksi kinerja perusahaan

secara keseluruhan (Fey dan Denison,1999). Penciptaan strategic flexibility

merupakan faktor kritikal untuk kesuksesan transformasi organisasional, sebagai

perwujudan konsistensi internal antara sumber daya secara historis perusahaan

milik pemerintah, ke perusahaan baru yang dikembangkan melalui sumber daya

yang diperoleh dari sistem organisasional.

Pada tahun 1998 Sandvig dan Coakley melakukan riset empirik terhadap

sembilan perusahaan yang sukses melakukan transformasi dari perubahan tingkat

ketergantungan pemerintah. Hasil penelitian Sandvig dan Coakley mengacu pada

pendapat Mc Campbel (1988) yang menemukan bahwa transformasi strategi dapat

digunakan untuk daya pengungkitan kompetensi inti yang diperlukan untuk

meningkatkan kapabilitas pembelajaran. Berdasarkan penjelasan tersebut diajukan

hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 1: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap

pembelajaran organisasional

73

4.2 Transformasi Organisasional dan Corporate Entrepreneurship

Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh Zahra (2000)

menyimpulkan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi berpengaruh

secara positif terhadap kemauan dalam menerima risiko yang terkait dengan

keinginan inovasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hoskisson (1993)

yang menemukan bahwa peningkatan kompensasi akan memperbaiki keinginan

manajer untuk mengambil risiko dalam mendukung inovasi. Penelitian tentang

transformasi yang terkait dengan struktur dilakukan oleh Jennings (1994) yang

membedakan antara struktur organisasional yang bersifat organic dan

mechanistic. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa suatu organisasi akan

menjadi gencar berinovasi jika struktur organisasionalnya adalah secara

organicaly structures dengan sistem yang terdesentralisasi dan fleksibel.

Penelitian ini berkaitan dengan hasil penelitian Wilson (1966) yang

menyimpulkan bahwa struktur organic merupakan suatu struktur organisasi yang

dapat membangkitkan dan mengimplementasikan ide yang inovative.

Sebagaimana dikemukakan oleh Duncan (1976) bahwa untuk dapat menciptakan

gagasan gagasan baru, perusahaan perlu melakukan transformasi organisasional

ke arah struktur organic.

Peneliti Knigh (1986) dan Saxena (1991) menyimpulkan bahwa inovasi

korporat dapat dikelola dengan sukses, melalui cara pengelolaan manajemen

secara efektif yang terkait pengelolaan budaya yang lebih mengarah pada proses

74

inovatif. Pendapat ini sesuai dengan Merrifield (1993); Hisrich & Peters (1984);

Maclillan (1986) yang mengemukakan bahwa salah satu elemen penting

organisasi yang dapat diubah melalui privatisasi dalam pengembangan corporate

entrepreneurship adalah unsur dukungan organisasional dan dukungan manajerial

untuk aktivitas aktivitas entrepreneurial. Merrifield ( 1993) menyebutkan bahwa

kesuksesan corporate entrepreneurship karena dukungan manajerial terkait

dengan keterlibatan top manajemen. Hisrich & Peters (1984) menyebutkan bahwa

faktor organisasional dapat meningkatkan pengobaran semangat inovasi.

Sedangkan Maclillan, (1986) mengemukakan bahwa komitmen, gaya, susunan

kepegawaian, serta penghargaan akan dapat berguna untuk menciptakan aktivitas-

aktivitas entrepreneurial. Sementara Stevenson & Jarillo, (1990) mengemukakan

bahwa dukungan organisasional yang terkait dengan otonomi akan dapat

menemukan peluang dan membuat sumber daya yang tersedia tidak menganggur.

Kanter (1984) dan Pinchot (1985) juga menyatakan bahwa dukungan

organisasional dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas entreprneurial

perusahaan.

Sebagaimana penelitian Zahra (1993) tentang elemen-elemen yang

termasuk dalam dukungan organisasional terkait dengan dukungan manajemen,

kebijakan kerja, tersedianya waktu, dan penghargaan. Demikian juga Omsby et al

(1990,1993) menunjukkan bahwa elemen yang sebagai dukungan organisasional

merupakan elemen krusial organisasional yang dapat mempengaruhi corporate

entrepreneurship.

75

Aktivitas aktivitas entrepreneurial seperti ”inovasi dan venturing” dapat

dilihat sebagai dua kunci outcome entrepreneurial dari privatisasi yang

digerakkan oleh transformasi organisasional (Zahra, 2000). Peneliti lain yaitu

Hutchinson (1991) menemukan bahwa transformasi perusahaan privatisasi milik

pemerintah di United Kingdom mempunyai pengaruh positif terhadap

pengembangan inovasi.

Pengembangan inovasi dapat dijadikan elemen penting dari corporate

entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan Dunsire (1991) bahwa outcome

entrepreneurial perusahaan privatisasi dihasilkan dari upaya perubahan internal

ke arah “peningkatan output”. Zahra (2000), mengemukakan bahwa transformasi

organisasional perusahaan privatisasi akan mendorong pengembangan aktivitas

aktivitas yang bersifat entrepreneurial yang terkait dalam hal perubahan perilaku

pengambilan risiko dan inovasi. Manurut Cuervo & Villalonga (2000) perusahaan

privatisasi juga mengubah struktur organisasi mereka untuk menjamin

pengambilan keputusan yang lebih cepat dengan mengurangi lapisan-lapisan dari

manajemen dan mengurangi peraturan peraturan birokrasi.

Struktur organisasi flatter lebih umum dirancang pada perusahaan

privatisasi karena diharapkan dapat mempermudah komunikasi antara

manajemen dan karyawan. Dengan meningkatkan komunikasi dapat memperkuat

komitmen karyawan pada organisasi, yang selanjutnya dapat mendorong

karyawan untuk lebih produktif dan inovatif. Ketika budaya organisasi dapat

memperkuat karyawan dalam meningkatkan keinginan untuk mengambil risiko

76

yang mengarah pada dukungan dalam melakukan inovasi produk, inovasi proses,

dan inovasi administrasi (Kanter,1989). Setelah melakukan privatisasi, BUMN

akan menjadi perusahaan baru dengan berorientasi ke arah kebutuhan pasar,

yang ditunjukkan perilaku perusahaan dengan tingkatan yang lebih tinggi

dalam menerima risiko dan inovatif, serta keinginan untuk masuk ke bisnis baru

(Meyer, 1993). Sebagaimana dikemukakan Zahra (2000) bahwa transformasi

organisasional mampu memacu aktivitasi entrepreneurial yang meliputi

pengembangan inovasi dan peningkatan aktivitas aktivitas yang berisiko. Oleh

karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 2 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap

Corporate Entrepreneurship

4.3 Pembelajaran Organisasional dan Corporate Entrepreneurship

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah dan variasi

informasi akan membuka seseorang secara individual yang merupakan faktor

penentu untuk menciptakan kreatifitas. Beberapa penelitian terdahulu juga

menunjukkan kesamaan hasil penemuan bahwa salah satu faktor utama yang

berpengaruh terhadap inovasi dalam organisasi adalah jumlah informasi yang

dapat membuka mainset organisasi dan anggotanya (Huber,1998). Dikemukakan

77

oleh Huber bahwa tidak diragukan lagi jika lingkungan yang kaya informasi akan

memberikan kontribusi kreatifitas dan inovasi dalam suatu organisasi.

Pembelajaran organisasional dapat dikelola secara aktif melalui tiga

perhatian pokok, yaitu: pertama, organisasi dapat belajar melalui sensing meliputi

perubahan teknologi, moral, atau tindakan pesaing di lingkungan internal dan

eksternal mereka. Kedua, mereka juga belajar secara experiental learning seperti

melalui pengalaman mereka dengan menemukan cara-cara yang lebih cepat

dengan biaya lebih rendah untuk produksi suatu produk. Ketiga, secara

organizations learn vicarously artinya organisasi belajar dari orang lain seperti

dari ahli-ahli yang berasal dari luar perusahaan dengan spesialisasi keahlian

tertentu.

Pembelajaran akan membuat peningkatan tersedianya jumlah informasi

dan pengetahuan yang dapat mempermudah pembentukan kreatifitas. Gagasan-

gagasan kreatifitas yang dibangkitkan dalam suatu organisasi sering disebut

sebagai inovasi organisasi. Jika diperluas arti inovasi, adalah proses dan gagasan

gagasan tersebut sering juga sebagai sumber daya dari inovasi. Menurut Zahra

(2000) terdapat hubungan antara pengalaman dan inovasi , yang mengarah tidak

hanya terhadap pembelajaran inovasi, tetapi juga terhadap pembelajaran

kapabilitas organisasi yang berhubungan dengan inovasi.

Kreatifitas dan inovasi yang mengarah pada peluang-peluang yang

menguntungkan tidak dapat dimanfaatkan organisasi tanpa tambahan

pengetahuan. Oleh karena itu, terdapat hubungan secara sinergis antara

78

pembelajaran experiential, vicarously, kreativitas dan inovasi. Pendapat tersebut

mendukung pendapat Fiol MC dan Lyles M A (1985) yang menyatakan bahwa

pembelajaran organisasional merupakan proses untuk meningkatkan pemahaman

pengetahuan yang lebih baik.

Penelitian Gorelick C, (2005) menganalisis hubungan antara pembelajaran

organisasional dan corporate entrepreneurship yang memfokuskan sebagai

strategi bisnis. Peneliti Crossan, (1995) menyebutkan bahwa corporate

entrepreneurship selain dipengaruhi pembelajaran organisasional secara ekternal

juga dipengaruhi pembelajaran secara internal seperti dalam mendukung

pengembangan inovasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Nason (1994) dan Bontis

(2002) bahwa selain hubungan antara transformasi otonomi organisasional dan

corporae entrepreneurship, juga perlu dipertimbangkan variabel pembelajaran

organisasional sebagai mediasi yang dapat mendukung kesuksesan corporate

entreprenership. Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 3: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap

corporate entrepreneurship

4.4 Transformasi Organisasional dan Keunggulan Daya Saing

Menurut Prahalad dan Hamel (1990) untuk mencapai keunggulan

kompetitif diperlukan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara

79

stratejik. Sebagaimana pendapat Barney bahwa keunggulan kompetitif

perusahaan bergantung kepada organizational capital atau Barney menyebutkan

dengan istilah ”socially complex resources”. Dikemukakan bahwa capital yang

dimanifestasikan melalui budaya organisasional dapat memberikan sumber

keunggulan kompetitif.

Penelitian Chung dan Gibbons (1997) menemukan bahwa budaya akan

memberikan ideologi atau visi untuk menjalankan komitmen yang memfokuskan

keuggulan kompetitif. Dikemukakan bahwa pengembangan budaya

entrepreneurial membangun kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang

akan memberikan perusahaan secara potensial dalam mencapai keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan.

Menurut Ferdinand (2003) bahwa kompetensi transformasi dapat

dipahami sebagai kapabilitas organisasional yang dibutuhkan untuk mengkonversi

input menjadi output secara berkeunggulan. Kompetensi transformasi dapat

mengambil bentuk inovasi dan budaya organisasi yang memungkinkan

perusahaan mencapai keunggulan bersaing dalam biaya rendah atau keunggulan

diferensiasi (Porter,1990).

Inovasi termasuk didalamnya antara lain inovasi teknologi, inovasi

pemasaran, dan inovasi manajerial, yang mana proses tersebut akan menyajikan

bagi organisasi sebuah kapabilitas untuk menghasilkan produk atau proses baru

yang lebih cepat daripada yang dilakukan oleh pesaingnya, yang memungkinkan

perusahaan mendapatkan sebuah keunggulan kompetitif atau keunggulan dalam

80

melakukan first mover (Bharadwaj, Varajan et al, 1993; Lieberman and

Montgomery 1998).

Untuk memahami bagaimana kompetensi ini mampu meningkatkan

keunggulan kompetitif, dalam studi ini lebih ditekankan dengan menggunakan

konsep kapital ”organisasional”. Sebagaimana dikemukakan oleh (Prescott and

Visscher 1980; Barney 1991) yang menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis

sumberdaya khas perusahaan yang mampu menghasilkan rente bagi organisasi

yaitu : (1) modal fisik, (2) modal insani, dan (3) modal organisasional.

Salah satu “invisible assets” yang muncul dari kategori modal tersebut di

atas adalah “portofolio kapabilitas organisasional” yang meliputi sistem kontrol

dan koordinasi, sistem informasi manajemen, sistem jenjang organisasional,

sistem lapisan manajemen, dan hubungan informal yang dibudidayakan dan

diberdayakan secara historis, dimana kesemuanya itu melekat dalam organisasi

secara organisasional yang bersifat rumit karena proses tersebut sulit untuk ditiru

(Barney,1991; Oliver,1997; Peteraf,1993). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa

semua “invisible assets” yang melekat secara organisasional pada sebuah

perusahaan akan mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Setelah privatisasi, perusahaan dan manajemen sebagai subjek untuk

kekuatan pasar, yang mana dalam rangka meningkatkan kekayaan pemegang

saham, perusahaan berupaya melakukan cara baru dengan membangun penjualan

dan unit pemasaran baru, mengimplementasikan sistem kontrol, dan accounting

yang baru, keputusan strategi strategi produk baru, dan mengembangkan serta

81

mengimplementasikan program investasi baru (Sachs & Lipton,1990). Dalam hal

mengenai reputasi dan kompensasi, manajer akan dikaitkan dengan implementasi

pada strategi-strategi yang dapat meningkatkan keunggulan daya saing

perusahaan (Zahra,1996).

Terdapat bukti empirik hubungan transformasi insentif mempengaruhi

keunggulan daya saing perusahaan, sebagaimana ditemukan pada penelitian

Sadler, (2002) bahwa kompensasi manajer meningkat setelah privatisasi dan

kompensasi manajer dalam perusahaan privatisasi sama dengan pada sistem

insentif pada perusahaan korporasi. Peningkatan kebijaksanaan kompensasi dapat

meningkatkan keinginan manajer dalam mengambil risiko untuk memperluas

akses pendanaan dan mengembangkan jaringan pasar dalam rangka upaya

pengurangan biaya.Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 4: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap

keunggulan daya saing

4.5 Pembelajaran Organisasional dan Keunggulan Daya Saing

Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional

dipertimbangkan sebagai suatu konstruk dan juga dapat membangkitkan

”generate learning serving” yang merupakan salah satu kompetensi inti yang

penting bagi perusahaan (Sinkula, Baker, Noordewier 1977, Baker dan Sinkula,

82

1999) untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan dan mempertahankan

keunggulan daya saing (Sinkula, Baker dan Noordwier,1997; Day,1991;

Dickson,1996) , dan juga dapat meningkatkan kinerja (Slater dan Narver, 1996;

Sinkula, Baker dan Noordewier,1997).

Peningkatan knowledge akan membantu organisasi dalam mencapai

sasaran sebagai peluang untuk mendapatkan keunggulan daya saing perusahaan

karena pengetahuan memberikan informasi luas yang melintasi batas kondisi

internal organisasi ( Hargadon & Sutton, 1997). Sedangkan Lopez, Peon Ordas

(2005) menunjukkan terdapat hubungan antara pembelajaran organisasional dan

keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh Ireland, Kuratko, dan

Morris (2006) bahwa knowledge merupakan sumber keunggulan kompetitif yang

lebih penting dibandingkan satu set fisik perusahaan. Hal ini karena knowledge

merupakan informasi yang memuat experience, judgment, intuition ,dan value.

Pengujian keunggulan daya saing yang berkelanjutan ditemukan William

(1992) yang menyatakan bahwa semua industri secara substansial berubah, yang

mengarah ke orientasi pelanggan, pesaing, dan teknologi suplier. Perubahan ini

menciptakan penekanan bisnis yang secara berkelanjutan untuk meningkatkan

produk dan servis mereka agar dapat mempertahankan atau meningkatkan nilai

mereka pada pelanggan (Ghemawat,1986; William,1992). Oleh karena itu,

kemampuan untuk dapat ”mempelajari sesuatu yang lebih cepat” dibandingkan

pesaingnya memungkinkan pada pencapaian keunggulan daya saing yang

berkelanjutan (De Gus,1988). Sebagaimana dikemukakan oleh Day (1994) dan

83

Slater & Narver (1995) bahwa kapabilitas yang unggul untuk dapat mempelajari

merupakan sesuatu yang penting untuk mencapai keunggulan daya saing.

Kapabilitas yang unggul merupakan sumber daya yang berharga yang

sulit ditiru, yang dapat mengantisipasi tindakan tindakan kompleksitas dari jumlah

aktivitas pengembangan produk dan jasa sebagai akselerasi pasar serta perubahan

teknologi.

Penelitian Hurley Robert F dan Hult G.Tomas M (1998) yang meneliti

hubungan antara pembelajaran dan daya saing menyimpulkan bahwa tingkat daya

saing yang lebih tinggi akan berhubungan dengan budaya yang menekankan pada

pembelajaran. Sementara Menon dan Varadarajan (1992) menyatakan bahwa

budaya yang dapat memfasilitasi knowledge sharing akan berdampak pada

keunggulan daya saing. Berman (1998) mengemukakan bahwa untuk mencapai

keunggulan daya saing, perusahaan harus mampu melakukan sharing information

dan evaluasi dalam memperoleh feedback.

Pembelajaran organisasional membantu perusahaan untuk

mengembangkan secara terus menerus perubahan kompetensi inti yang berdaya

saing. Sementara Williams Jeffrey R (1992) menyebutkan bahwa studi

keunggulan daya saing memfokuskan pada power dari proses pembelajaran

organisasional . Dikemukakan bahwa proses untuk dapat menawarkan pelayanan

superior kepada pelanggan merupakan salah satu faktor penentu keunggulan daya

saing berkaitan dengan proses pembelajaran organisasional yang melibatkan

84

peningkatan kompetensi sumber daya perusahaan . Berdasarkan uraian di atas

diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 5: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap

keunggulan daya saing

4. 6 Corporate Entrepreneurship dan Keunggulan Daya Saing

Penelitian yang banyak memberi perhatian pada corporate

entrepreneurship sebagai strategi pertumbuhan untuk mencapai keunggulan

kompetitif dilakukan oleh Manimala et al (2002) menyatakan bahwa untuk

mencapai pertumbuhan yang tinggi diperlukan sektor yang mempunyai

keunggulan kompetitif. Penelitian Manimala dilakukan pada sektor manufaktur

India dan ditemukan bahwa aktivitas-aktivitas corporate entrepreneurial

merupakan aktivitas yang penting dalam peningkatan daya saing perusahaan

untuk negara berkembang.

Penelitian ini mengacu pendapat Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) yang

menyatakan bahwa perilaku aktivitas entrepreneurial dipandang sebagai jalur

kritis yang penting untuk mencapai keunggulan kompetitif. Salah satu perusahaan

di bidang manajemen kesehatan di Acordia Inc menjadi makmur dan berkembang

melalui visi strategi entrepreneurial. Pada tahun 1986 entrepreurial action

digunakan sebagai “instrumental” untuk pencapaian perusahaan Acordia agar

dapat memimpin bisnis yang lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.

Dikemukakan bahwa entrepreneurial action dapat digunakan sebagai pondasi

85

untuk kesuksesan strategi corporate entrepreneurship dalam meningkatkan daya

saing.

Peneliti lainnya yang berpandangan sama, adalah Antonic B & Hisric

(2004) mengemukakan bahwa Corporate entrepreneurship merupakan orientasi

dan aktivitas entrepreneurial untuk keberlanjutan organisasi dan sebagai aspek

yang penting dalam keunggulan diferensiasi dan keunggulan biaya, dapat

digunakan sebagai upaya dalam memperbaiki dan meningkatkan daya saing

(Wennekers & Turik, 1999).

Menurut Zahra dan Covin (1995), corporate entrepreneurship

didefinisikan sebagai entrepreneurial activities dalam bentuk inovasi produk,

inovasi proses, dan inovasi organisasional. Antoncic dan Hisrich (2000)

menyatakan bahwa proses corporate entrepreneurship berkenaan untuk

penciptaan bisnis baru dan aktivitas-aktivitas innovative seperti pengembangan

produk/servis baru, teknologi baru, teknik admisnistrasi baru, strategi baru dan

pengembangan sikap kompetitif.

Menurut Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) menyatakan bahwa innovation

akan membawa sesuatu yang baru ke dalam produk, service, proses dan pasar

menuju keunggulan kompetitif. Penelitian empirik di Acordia ditemukan bahwa

strategi corporate entrepreneurship dapat digunakan untuk meningkatkan

keunggulan kompetitif dalam rangka mempersiapkan kesuksesan yang akan

datang. Miller dan Friesen (1982) mengemukakan bahwa corporate

entrepreneurship adalah untuk memperluas jangkauan implementasi inovasi

86

dalam meningkatakan keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh

Michael Porter (1995) bahwa daya saing perusahaan bergantung kepada

kapasitas perusahaan untuk melakukan inovasi.

Perusahaan dapat memperoleh keunggulan daya saing ketika perusahaan

mampu mengembangkan barang barang dan jasa yang inovatif dan dapat

mentransfer ke pasar dengan lebih cepat dibandingkan para pesaingnya. Menurut

K.M. Eisenhardt (1999) bahwa mengembangkan produk dengan cepat dalam

perekonomian global akan berdampak kuat dan positif bagi posisi daya saing

perusahaan. Penelitian Zahra, Nash, dan Bickford, (1995) menyebutkan bahwa

kepeloporan dapat memperkuat posisi keunggulan daya saing dengan peningkatan

inovasi produk dan pasar baru, akan membantu meningkatkan reputasi

perusahaan. Berdasarkan uraian d iatas diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 6: Corporate Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap

keunggulan daya saing

4.7 Transformasi Organisasional dan Kinerja

Transformasi organisasional pada dasarnya merupakan perubahan-

perubahan pokok parameter utama organisasional yang terkait dengan misi,

strategy, structure dan budaya secara simultan yang dapat mempengaruhi kinerja

perusahaan (Lant et al,1992; Romanelli dan Tushman, 1994; Sabherwal et al,

87

2001; Sherman dan Chaganti, 1998; Virany et al, 1992). Sementara menurut

Johnson dan Loveman (1995) bahwa transformasi pada perusahaan privatisasi

akan mengubah struktur dan cara pengelolaan perusahaan, sehingga dapat

mendorong perubahan fundamental budaya perusahaan yang akan berpengaruh

pada kinerja perusahaan (Zahra,2000). Dikemukakan oleh Zahra bahwa

transformasi organisasional pada perusahaan yang diprivatisasi berarti akan

mengubah struktur, insentif manajerial, dan budaya perusahaan, yang diharapkan

dapat memotivasi tercapainya tujuan perusahaan dalam mempengaruhi kinerja

perusahaan.

Beberapa penelitian empirik mendukung pendapat di atas, bahwa kinerja

dapat ditingkatkan melalui kesempatan perusahaan yang akan melakukan

transformasi organisasional (Lant et al, 1992; Zajac and Kratz, 1993; Webb dan

Dowson, 1991). Pendapat yang sama oleh Rindova dan Kotha (2001) dan

Romaneli & Tushman (1994) mengemukakan bahwa perubahan internal seperti

perubahan struktur dan budaya akan meningkatkan kinerja sebagai akibat dari

proses transformasi organisasional. Menurut D’Souza dan Megginson ( 1999 )

bahwa perusahaan privatisasi menjadi subjek penekanan pasar yang dipaksa untuk

menjadi lebih efisien dan efektif karena adanya perubahan struktur dan budaya

organisasional. Sementara peneliti Cuervo dan Vil (1989) mengemukakan bahwa

perusahaan privatisasi akan mengubah struktur organisasi mereka untuk

meningkatkan kualitas pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan dapat

meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih produktif dan inovatif (Kanter,

88

1989), yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Zahra, 2000).

Berdasarkan uraian di atas diajukan hiptesis :

Hipotesis 7 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan

4.8 Pembelajaran Organisasional dan Kinerja

Pembelajaran melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik

memudahkan sikap untuk berubah yang mengarah pada peningkatan kinerja

(Simon, 1969; Fiol dan Lyles,1985; Senge,1990; Garvin,1993;Lei,1999).

Perusahaan yang sanggup untuk mempelajari kedudukan pelanggan, pesaing, dan

para regulator akan memiliki kesempatan yang lebih baik terhadap pemikiran dan

tindakannya serta mempunyai kecenderungan untuk dapat memposisikan dalam

marketplace, yang akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan (Tippins dan

Sohi,2003). Pembelajaran organisasional merupakan barang berharga untuk

peningkatan nilai di mata pelanggan. Oleh kerena itu, perusahaan akan

memfokuskan pada pemahaman dan keefektifan kepuasan pelanggan yang

diekspresikan melalui pengembangan produk, jasa, dan cara melakukan bisnis

yang merupakan kebutuhan laten bagi konsumen (Slater dan Narver,1995; Lukas,

1996). Hal ini akan berdampak secara langsung pada outcome yang lebih tinggi

dalam kesuksesan pengembangan produk baru dan dapat meningkatkan kepuasan

pelanggan yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan penjualan serta

89

meningkatkan profitabilitas perusahaan. (Slater dan Narver,1995; Lukas,1996;

Hurley dan Hult; Bontis,2002).

Oleh karena itu, pembelajaran organisasional merupakan kapasitas yang

komplek yang sulit ditiru dan dikembangkan, yang berguna untuk sejumlah

aktivitas-aktivitas pengembangan produk untuk jasa pelanggan dan dapat

dipertimbangkan sebagai sumber keunggulan daya saing (Day, 1994;

Slater,1997). Untuk menganalisis secara empirik signifikansi perbedaan

profitabilitas di antara perusahaan yang diakibatkan kapasitas pembelajaran

diperlukan pengujian hubungan pembelajaran, dan kinerja perusahaan yang

dibandingkan antara beberapa perusahaan perusahaan (Smith,1996). Sebagaimana

telah dikemukakan pada penelitian terdahulu bahwa terdapat pengaruh positif

antara pembelajaran organisasional terhadap kinerja bisnis. Penelitian terdahulu

telah menemukan dampak pembelajaran organisasional terhadap kinerja, dengan

menggunakan pendekatan teori Organizational learning . Peneliti Hunt (1977)

mengemukakan bahwa pengaruh perilaku kompetitif perusahaan dalam mengejar

keunggulan daya saing melalui penyebaran pengetahuan dan penambahan

pengalaman, di hipotesiskan untuk menghasilkan kinerja. Berbagai penelitian

terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional pada privatisasi

BUMN akan memungkinkan peningkatkan kinerja perusahaan melalui trasformasi

struktur organisasional (Uhlenbruck, 2003; Zahra, 2000 dan Newman, 2000).

Sebagaimana dikemukakan peneliti Ellinger, Yang dan Howton (2002), dan

Jashapara (2003) yang menemukan hubungan positif antara karakteristik

90

pembelajaran organisasional dan kinerja. Berdasarkan penjelasan tersebut,

diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 8: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan

4.9 Corporate Entrepreneurship dan Kinerja

Kinerja yang unggul secara berkelanjutan dapat dicapai melalui

pengembangan produk, jasa, proses, dan pasar baru (Antoncic, 2000). Perbedaan

kinerja perusahaan dapat disebabkan karena perilaku entrepreneurship melalui

organisasi yang terkait penggunaan inovasi untuk penciptaan nilai ( Slevin dan

Covin, 1990). Sebagaimana penelitian Zahra, Nielsen, dan Bogner (1999);

Wiklund (1999); Zahra dan Covin (1995) yang menemukan bahwa Corporate

Entrepreneurship yang ditandai adanya peningkatan risiko yang terkait dengan

inovasi dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sementara Kanter (1984);

Peters dan Waterman (1982), Pinchot (1985) lebih memfokuskan pada

pertimbangan organisasional welath creation sebagai konsekuensi yang penting

dari corporate entrepreneurship. Penelitian lain yang menemukan hasil yang

sama yaitu Naman dan Slevin (1998) bahwa corporate entrepreneurship akan

mendorong kinerja. Dikemukakan bahwa organisasi yang bersifat

entrepreneurial, dicirikan dengan sikap manajemen puncak dalam mendorong

aktivitas aktivitas entrepreneurial yang diharapkan dapat mencapai tingkat

91

pertumbuhan, profitabilitas, dan new wealth creation yang lebih tinggi, jika

dibandingkan dengan organisasi yang berorientasi pada corporate

entrepreneurship yang lebih rendah. Penemuan penelitian tentang Corporate

Entrepreneurship merupakan faktor penting untuk kesuksesan kinerja perusahaan,

juga dikemukakan oleh Peterson dan Berger (1971) bahwa aktivitas akivitas

entrepreneurial membantu perusahaan untuk mengembangkan bisnis baru yang

pada akhirnya dapat menciptakan revenue. Aktivitas aktivitas Corporate

Entrepreneurship juga mempertinggi keberhasilan perusahaan dengan memajukan

inovasi produk dan proses (Burgelman, 1983, 1991). Menurut Miller (1983)

Corporate Entrepreneurship sebagai perwujudan yang terkait dengan risk taking,

,pro-activeness, dan inovasi produk secara radikal. Berbagai penelitian empirik

yang dilakukan oleh Kuratko, Montagno dan Hornsby (1990); Lumpkin & Des,

(1996); Zahra, Covin, Zahra (1998); Zahra & Pearce (1994) menunjukkan bahwa

untuk Corporate Entrepreneurship berperan memperbaiki kinerja perusahaan

melalui peningkatan proactive perusahaan, sebagai wujud tindakan kepeloporan

pengembangan produk, servis, dan proses baru yang lebih berisiko. Sebagaimana

ditemukan pada penelitian Guth dan Ginsberg (1990) bahwa corporate

entrepreneurship mempengaruhi kinerja berkaitan dengan pengenalan produk

baru yang berdampak pada peningkatan profitablitas perusahaan. Menurut Zahra

(1991) corporate entrepreneurship berhubungan dengan pencapaian untuk

memperbaiki profitabilitas perusahaan melalui proses penciptaan bisnis baru dan

pengembangan usaha yang telah ada dalam perusahaan. Untuk menguji

92

bagaimana hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja, diajukan hipotesis

sebagai berikut :

Hipotesis 9 : Corporate Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan

4.10 Keunggulan daya saing dan kinerja

Beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti manajemen pemasaran

dan manajemen stratejik (Aaker 1989; Amit dan Schoemaker 1993; Bharadwaj,

Varadarajan et al, 1993; Bogaert, Martens et al, 1994; Aaker 1995; Barker dan

Duhane 1997) dalam Ferdinand (2003) telah mengidentifikasikan faktor faktor

yang mampu menghasilkan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Aset aset

stratejik, sumber daya stratejik, kapabilitas startejik dan ketrampilan startejik

adalah terminalogi utama yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor faktor

yang dapat menghasilkan sebuah kinerja jangka panjang. Aaker (1989) menulis

bahwa mengelola sumber daya dan ketrampilan kompetensi adalah kunci bagi

pencapaian sebuah keunggulan bersaing berkelanjutan.

Seperti digambarkan oleh Grant (1991), sumber daya dan kapabilitas

adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan baik berupa orientasi mikro internal

(keunggulan kompetitif) maupun orientasi makro eksternal (daya tarik industri).

Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas,

diharapkan untuk menghasilan kinerja pasar yang superior (misalnya volume

penjualan, porsi pasar, serta tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran) dan kinerja

93

keuangan seperti return on investment (ROI), return on equity (ROE) dan cash

flow.

Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk

mengukur dampak sebuah strategi perusahaan. Fahy (2000) dalam studinya

tentang keunggulan daya saing pada perusahaan besar yang melakukan privatisasi

di Polandia, Hongaria, dan Slovenia dengan menggunakan ukuran secara

operasional dalam tiga konstruk utama, yaitu sumberdaya, kapabilitas pemasaran

stratejik, dan kinerja perusahaan. Ditemukan bahwa setelah privatisasi,

perusahaan akan memperoleh akses sumberdaya finansial yang lebih besar, yang

memperkuat modal perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaan. Lebih

lanjut ditemukan peningkatan kinerja perusahaan dicapai karena perusahaan dapat

memperbaiki posisi kompetitifnya melalui keefektifan dalam mentransfer

sumberdaya seperti finansial, brand dan skil entrepreneurial, hubungan dengan

pelanggan dan suplier yang dapat memperluas network.

Penemuan ini berkaitan dengan pernyataan Porter (1991) yang

menyebutkan bahwa hubungan antara sumberdaya dan keunggulan merupakan

proses longitudinal yang dapat meningkatkan kinerja.

Sumberdaya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai

kapasitas yang sulit ditiru pesaing, dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja

(Barney, 1989, Dierickx & Cool 1989). Penelitian mereka menemukan hasil

bahwa interaksi antara sumberdaya, keunggulan daya saing, dan kinerja

mempunyai signifikansi yang tinggi. Dikemukakan bahwa kinerja superior yang

94

berkelanjutan dapat dicapai melalui pengembangan sumber daya dan konversi

sumberdaya yang unik ke dalam posisi peningkatan keunggulan daya saing.

Sementara penelitian yang dilakukan Porter (1993) menyatakan bahwa

keunggulan ”biaya ”merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang

dimiliki perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai keunggulan biaya akan mencapai kinerja

yang unggul. Dikemukakan bahwa perusahaan yang memiliki keunggulan biaya

apabila biaya kumulatif dalam melakukan semua aktifitas nilainya lebih rendah

daripada biaya pesaing. Selain itu, nilai stratejik keunggulan biaya bergantung

kepada kesanggupan bertahannya. Kesanggupan bertahan akan ada apabila

sumber keunggulan biaya perusahaan sukar ditiru pesaing.

Keunggulan biaya menimbulkan kinerja unggul apabila perusahaan

menyediakan tingkat nilai yang dapat diterima oleh pembeli, sehingga

keunggulan biaya tidak hilang karena perlunya menetapkan harga lebih rendah

dibandingkan dengan harga pesaing. Penelitian ini didukung oleh studi yang

dilakukan Nellis (1998), Kay dan Thompson (1986) dan Wortzel (1989), Mandel

(2002), menemukan bahwa perusahaan yang diprivatisasi dapat memperbaiki

efisiensi melalui fokus nature of cost-based advantages dalam meningkatkan

kinerja perusahaan. Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan

kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi

diferensiasi, yang terkait dengan tindakan skil entrepreneurial yang lebih

menekankan pada keunggulan dalam pelayanan pelanggan yang berkualitas

95

dengan berfokus pada inovasi produk dan jasa baru sesuai kebutuhan pasar

(Kuratko, Ireland dan Hornsby, 2001). Sementara Jonathan P. Doh (2000)

menemukan bahwa perusahaan privatisasi dapat menciptakan competitif

advantage melalui strategi manajemen resource based dalam meningkatkan nilai

perusahaan. Ditemukan bahwa melalui kolaborasi partner sebagai sumber

keunggulan daya saing akan memberi manfaat bagi perusahaan untuk dapat lebih

cepat masuk dalam bisnis baru yang dapat menggali sumber keuntungan baru bagi

perusahaan.

Untuk menguji bagaimana hubungan keunggulan daya saing dan kinerja,

diajukan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 10 : Keunggulan daya saing berpengaruh positif terhadap kinerja

perusahaan

Keseluruhan hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 10 yang diajukan, diuji

berdasarkan model empiris dengan menggunakan Structural Equation Model.

Secara piktografis Model Empirik, disajikan pada gambar 5.1 berikut ini :

Gambar 5.1.

Model Penelitian Empirik

96

Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini Penelitian terdahulu yang merupakan acuan hubungan hipotesis yang diajukan

diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Hipotesis 1 :

adalah hubungan transformasi organisasional dan Pembelajaran organisasional (

Zahra, 2000 dan Uhlenbruck dan De Castro,2000).

2) Hipotesis 2 :

adalah hubungan transformasi organisasional dan corporate entrepreneurship

(Merrifield,1993; Hisrich dan Peters, 1984 dan Maclillan,1986).

TO

OL

CE KP

CA

H7

H9

H3 H5

H8

H10

H1

H4

H2

H6

97

3) Hipotesis 3 :

adalah hubungan pembelajaran dan corporate entrepreneurship (Sambrook dan Roberts,

2005).

4) Hipotesis 4:

adalah hubungan transformasi organisasional dengan keunggulan daya saing

(Zahra ,1996).

5) Hipotesis 5 :

Adalah hubungan pembelajaran organisasional dengan keunggulan daya saing(

Bharadwadj, 1993)

6) Hipotesis 6:

Adalah Untuk hubungan corporate entreprenurship dan keunggulan daya saing

(Bharadwj, 2001.

7) Hipotesis 7 :

Adalah hubungan transformasi organisasiol dengan kinerja (Wischnevsky dan

Damanpour,2006;Wischenevsky,2004).

8).Hipotesis 8 :

Adalah hubungan pembelajaran dan kinerja (Gorelick,2005;Lopez, Peon dan

Ordas,2005; Ellinger dan Howton,2002).

9).Hipotesis 9 :

Adalah hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja (Antoncic dan Hisrich,

2004 ; Antoncic dan Hisric,2000).

10)Hipotesis 10 :

98

Adalah hubungan keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan

(Bharadwadj,1993)

Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini

DAFTAR PUSTAKA Amit, R., and Schoemaker, P. J. H. 1993. ‘Strategic assets and organizational

rent’. Strategic Management Journal, 14,1, 33-46.

99

Andrews, K. R. 1980. The Concept of Corporate Strategy (rev. ed.). Homewood, III.: D. Irwin.

Antoncic B & Hisrich R D. 2000. “Intrapreneurship Modeling in Transition

Economies : A Comparison of Slovenia and the United States”. Journal of Developmental Entrepreneurship. Vol 5 No. 1.

____________, 2001, “Intrapreneurship: Construct Refinement and Cross-

Cultural Validation”, Journal of Business Venturing, Voll. 16 No. 5, pp. 495-527.

_______________, 2004, Corporate Entrepreneurship Contingencies and

Organizational Wealth Creation. Journal of Mangement Development,Vol. 23, 5/6.

Argyris, S., & Schon, D. 1978. Organizational Learning: A Thery of Action

Perspective. Addison wesley: Reading, MA. Bacelius Ruru,2002, “Privatisasi BUMN: Antara Kepentingan Pemerintah dan

Publik”. Kementrian BUMN Indonesia Bandura, A. 1997. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Barney, J. B. 1986. ‘Strategic factor markets’: Expectations, luck, and business

strategy. Management Science, 32, 10, 1231-41. Barringer, B. R. and Bluedorn, A. C. 1999. “The relationship between corporate

entrepreneurship and strategic management”. Strategic Management Journal, Vol. 20 No. 5, pp. 421-44.

Bastian Indra. 2002. ”Privatisasi di Indonesia”. Teori dan Implementasi. PPA-

FE-UGM-Salemba Empat Bharadwaj, Sushi, K Momaya (2005), Corporate Entrepreneurship : Application

of Moderator Method, Singapore managemnet Review, Volume 29 No 1 Brian McBeth, 1996, Privatization A Strategic Report , Published by Euromoney

Publications in association with Goldman Sachs, Printed in England by Clifford Press Ltd, Coventry

100

Bull, I., and Willard, G. E. 1983.“Towards a theory of entrepreneurship”. Journal of Business Venturing, Vol. 8 nNo. 3, pp. 183-95.

Burgelman, R. A. 1983, Corporate entrepreneurship and strategic management:

insight from a process study”. Management Science, Vol. 29 No. 12, pp. 1349-64

Carier, C. 1994. “Intrapreneurship in large firms and SMEs: acomparative study”.

International Small BusinessJournal. Vol. 12 No. 3,pp. 54-61. Carland, J. W., Hoy, F., Boulton, W. R. , and Carland, J. A. C.

1984.”Differentiating entrepreneurs from small business owners: a conceptualization”. Academy of management Review. Vol. 9 No.2, pp. 354-9.

Child, J, and Markkoczy, L. 1993. ‘Host-country managerial behaviour and

learning in Chinese and Hungarian joint ventures’. Journal of Management Studies, 30, pp. 611-632.

Cohen. W. M., and Levinthal, D. A. 1990. ‘Absortive capacity: A new perspective

on learning and innovation’. Administrative Science Quarterly, 35, 1:128-52.

Coolis, D. J. 1991. A resource-based analysis of global competition: The case of

the bearing industry. Strategic Management Journal. 12. 49-68. Cooper, A. C. 1981. “Strategic management: new ventures and small business”.

Lonjg Range Planing. Vol. 14 No. 5,pp. 39-45. Covin, J. G. 1991. “Entrepreneurial vs conservative firms: a comparison of

strategies and performance”. Journal of Management Studies. Vol. 25 No. 5,pp. 439-62.

Covin, J. G., and Slevin, D. P. 1986. “The development and testing of an

organizational-level entrepreneurship scale”, in Ronstandt, R. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Babson College, Wellesley, MA., pp. 629-39.

1991. “A conceptual model of entrepreneurship as firm behavior”,

Entrepreneurship Theory and Practice, Vol. 16 No. 1,pp. 7-25. Cragg, M. I., & Dyck, I. I. 1999. Management control and privatization in the

United Kingdom. Rand Journal of Economics, 30. 3-16.

101

Crossan, M. M., Lane, H. W., White. R.E. 1999. An organizational learning

framework: Fronm intuation to institution. Academy of Management Review, 24(3): 522-537.

D’Souza, J and Megginson, W. L. 1999. “The Financialsand Operating

Performance of Privatized Firms during the 1990” The Journal of Finance Vol LIV No4.

Daft, R. L., and Weick, K. E. 1984. ‘Toward a model of organizations as

interpretation system’. Academy of Management Review,9, 284-95. Das, T. K., and Elango, B. 1995. ‘managing strategic flexibility: Key to effective

performance’. Journal of General Management, 20(3), 60-75. Das, T. K., and Teng, B. 1998. “Between the trust and control: developing

confidence in partner cooperation in alliances”, Academy of Management Review, Vol. 23 No. 3, pp. 491-512

David J.Lemak & Pamela W. Henderson. 2004. “A New Look At Organizational

Transformation Using Systems Theory”. An Application To Federal Contractors, Journal of Business and Management-Winter

Day, D. L. 1992. Research linkages between entrepreneurship and strategic

management or general management. In D. L. Sexton & J. D. Kasarda, (Eds.), The State of Entrepreneurship. Boston: PWS_Kent Pub. Co: 117-163.

DeCastro J dan Uhlenbruck N ,1993, The Privaization Process In Developing

Countries: A Strategic Model from the Perspective of the Acquiring Firm, paper presented at the Academy of Management Annual Meeting, Atlanta. Georgia

DeBresson, C., and Amesse, F. 1991. “Networks of innovators: a review annd

introduction to the issue”, Research Policy, Vol. 20 No. 5, pp. 363-79. Dess, G. G., Lumpkin, G. T., and Covin, J. G. 1997. “Entrepreneurial strategy

making and firm performance: tests of contigency and configurational models”, Strategic Management Journal, Vol. 18 No. 9, pp. 677-95.

Dessler Gary. 1992. “Organization Theory Integrating Structure and Behavior”.

Prentice Hall New York London Toronto Sydney Tokyo Singapore

102

Dharwadkar Ravi, George G, Brandes P 2000. “Privatization in Emerging Economies”. An Agency Theory Perspective. Academy of Management Review,.

Doh. Jonathan P. 2000. “Entrepreneurial Privatization Strategies : Order of entry

and Local partner collaboration as sources of competitive advantage”. The Academy of Management Review. Mississipi State

Ferdinand. Augusty Tae 1999. Strategic Pathways Toward Sustainable

Competitive Advantage. Thesis, Submitted to the Graduate College of Management, Southern Cross University, Australia, in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Business Administration (tidak dipublikasikan).

Ferreira, J. 2002. Corporate entrepreneurship: a stratetegic and structural

perspective. International Council for Small Business. 47th World Conference.

Fey, C. F., and Denison, D. R. 1999. ‘Organizational culture and effectiveness:

The case foreign firms in Russia’. Presented at Academy of International Business, Charleston, SC.

Fiol, C. M., & Lyles, M. A. 1985. Organizational learning: Academy of Management Review. 10. (October), 803-813.

Firmanzah. 2003. “Perubahan Organissai dalam Post Privatisasi” Usahawan

No.05 Th XXXII. Fitzgerald, E, M. 2002, Identifying Variables Of Enterpreneurship, And

Competitive Skills In Central Europe: Survey Design, CR Vol. 12(1). Garvin, D. A. 1993. Building a learning organization. Harvard Business Review.

(July/August), 78-91. Gautam, V., and Verma, V. 1997. Corporate entrepreneurship: Changing

perspectives. The Journal of Entrepreneurship, 6(2): 233-247. George, G., and Prabhu,G. N. 2000, Developmental Financial Institutions As

Catalysts Of Enterpreneurship In Emerging Economies, Academy Of Management Review, Vol. 25(3), No. 620-629.

103

Gorelick, C., and tantawy-Monsou, B. 2005. For performance through learning, knowledge management is the critical practice. The Learning Organizatio, Vol. 12(2).

Guth, W. D., and Ginsberg, A. 1990. “Guest editors’ introduction: corporate

entrepreneurship”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 5-15. Hagen, A., Tootoonchi., and Hassan, M. 2005. Integreting entrepreneurship and

strategic management activitiea to gain Wealth: CEOs’ perspectives. A C R, Vol. 13 No. 1.

Hedberg, B. O. 1981. How organization learn and unlearn. In P.C. Nystrom & W.

H. Starbuck (Eds). Handbook of Organizational Design. London: Oxford University Press. 3-27.

Hisrich, R. D., and Peters, M. P. 1984. “Internal Venturing in large corporations”.

In Hornaday, J. A. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Wellesley, MA, PP. 321-46.

Hitt, M. A., Ireland, R. D., and Palia, K. A. !982. ”Industrial firm’ grand strategy

and fuctional importance: moderating effects of technology and uncertainty”, Academy of Management Journal, Vol. 25 No2, pp. 265-98.

Hitt, M. A., and Ireland, R. D., and Hoskisson, R. E. 1995. “Strategic

management Copetitiveness and Globalization”. West Publishing Company

Hitt, M.A., Dacin, M. T., Levitas, E., Arregle, J. L., & Borza, A. 2000. In press a. Partner selection in emerging and developed market contexts: Resource-based and organizational learning perspective. Academy of Management Journal, 43, 449-467.

Hitt, M. A., Keats, B. W., and DeMarie, S. M. 1998. ‘Navigating in the new competitive landscape: Building strategic flexibility and competitive advantage in the 21st century’. Academy of Management Executive, 12(4), 22-42.

Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne,K. P. 1999b. ‘The development and use of strategic resource’. In Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne, K. P. (Eds.), Dynamic Strategic Resources: Development , Diffusion, and Integration. Chichestershire, UK: Jhon Wiley & Co.

104

Hornsby, J. S., naffziger, D. W., Kuratko, D. F., and Montagno, R. V. 1993.

“Developing an intrapreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 49-58.

Hoskisson, R. E and Busenitz, L. W. 2000. “Entrepreneurial Growth Through

Privatization : The Upside Of Management Buyouts”. Academy of Management Review.

Hoskisson, R. E., Hitt, M. A., & Hill, C. W. L. 1993. Managerial incentives and investement in R&D in Large multiproduct firms. Organization Science, 4: 325-341.

Hoskisson, R. E., Eden, L., Lau, C. M., and Wrigth, M. 2000. ‘Strategy in emerging economies’. Academy of Management Journal, 43, 249-267

Huber, G. P. 1991. Organizational learning: The contributing processes and the literatures. Organizational Science, 21(1): 88.

Kogut, B., and Zander, U. 1993. ‘Knowledge of the firm and the firm and the

evolutionary theory of the multinational corporation’. Journal of International Business Studies, 24, 4, 625-45.

Kuratko, D. F., Montagno, R. V., & Honrnsby, J. S. 1990. Development an

entrepreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment. Strategic Management Journal 11: 49-58.

Lane, P. J., and Lubatkin, M. 1998. ‘Relative absortive capacity and

interorganizational learning’. Strategic Management Journal, 19, 5, 461-77.

Lemak, D. J., and Henderson, P. W. 2004. Look at the organizational transformation using systems theory: An application to federal contractors. Journal of Business and Management, Vol. 9 No. 4.

Liebeskind, J. P. 1996. Knowledge, strategy, and the theory of the firm. Strategic

Management Journal, 17, Winter, 93-07. Lopez, S. P., Peon, J. M. M., & Ordas, C. J. V. 2005. Organizational learning as a

determining factor in business performance. The Learning Organization,Vol. 12(3).

105

Lumpkin, G. T., and Dess, G. G. 1996. “Clarifying the entrepreneurial orientation

construct and linking it to performance”, Academy of Management review, Vol. 12 No. 1, pp. 135-72.

Mahoney, J. T. 1995. ‘The management of resources and the resources of

management’. Journal of Business Research, 33, 91-02. Makadok, R. 2001. ‘Toward a synthesis of the resource-based nd dynamic-

capability viewes of rent creation’. Strategic Management Journal, 22, 387-401.

Makhija, M .2003. ”Comparing the Resource-Based and Market-Based Views of

the Firm : Empirical Evidence from Czech Privatization”,Strategic Management Jurnal, Vol24,pp433-451

March, J. G., and Levitt, B. 1999. ‘Organizational Learning’. In March, J. G. (Ed),

The Pursuit of Organizational Intelligence. Oxford, UK: Blackwell Publisher, Ltd.

Mardjana, I. K. 1995. “Ownership or Managemnet Problems? Case Study Of

Three Indonesian State Enterprises”. Bulletin Indonesian Economic Studies Vol 31 No 1, pp 73-107

Markoczy, L. 1993. Managerial and organizational learning in Hungarian-Wester

mixed management organization. The International Journal of Human Resource Managemen, Vol. 4:2 (May).

McLaughlin, H, M. 2002. The Relationship Between Learning Orientation,

Market Orientation And Innovation And Their Effect On Organizational Performance. Doctor Of Business Administration. Nova Southeastern University.

Megginson, W. L, Robert C. Nash, and Matthias Van Randenborgh . 1994 .The

Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms : An International Empirical Analysis”. The Journal of Finance. Vol XLIX No.2.

Miller, D., and Friensen, P. H. 1983. “Strategy-making and environment”,

Strategic Management Journal, Vol. 4, pp. 231-35.

106

Mintzberg, H. 1979. The Structure of Organizations, Prentice-Hall, New York, NY.

Naman, J. L. and Slevin, D. P. 1993. “Entrepreneurship and the concept of fit: a

model and empirical tests”, Strategic Management Journal, Vol 14 No. 2, pp. 137-53.

Newman, K. L., & Nollen, S. 1998. Managing radical organization change:

Company transformation in emerging market economies. Thousand Oaks, CA:Sage Publications.

Newman ,K.L. 2000. “Organizational Transformation During Institutional

Upheaval”. Academy of Management Review, Vol.25 No.3,602-619 Nonaka, I., and Takeuchi, H. 1995. The knowledge-creating company: How

Japanese companies foster creativity and innovation for competitive advantage. New York: Oxford University Press.

Osborn, R. N., and Hagedoorn, J. 1997. “The institutionalization and evolutionary

dynamics of interorganizational alliance and networks”, Academy of Management Journal,Vol 40 No. 2, pp. 261-78.

Osborne, David dan Gaebler, Tedd. 2003. Mewirausahakan Birokrasi Reinventing

Government : Mentrasformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik PPM. Jakarta.

Parker dan Hartley (1991), Do Changes in Organizational Status Affect Financial

Performance? Strategic Management Journal 12,631-641 Parkhe, A. 1991, Interfirm diversity, organizational learning, and longevity in

global strategic alliances”, Jurnal of International Business Studies, Vol. 22 No. 4, pp. 579-601.

Parthasarthy, R., and Sethi, S.P. 1993. ‘Relating strategy and structure to flexible

automation: A test of fit and performance implications’. Strategic Management Journal, 14, 7, 529-49.

Prahlad K. Basu. 1994. “Demystifying Privatization in Developing Countries”

International Journal of Public Sector Management. Vol 7 No 3, , pp 44-55

107

Qian Sun and Wilson H.S.Tong. 2002. “Malaysia Privatization : A

Comprehensive Study”. Financial Management Ramamurti, Ravi. 1992. “Why are developing countries privatizing ?”. Journal of

International Business Studies. Second Quarter _______________, 2000, A Multilevel Model Of Privatization In Emerging

Economies” Academy of Management Review, Vol.25.No.3.525-550 Rao, H. 1994. ‘The social construction of reputtation: legitimation, and the

survival of organizations in the American automobile industry, 1895-1912’. Strategic Management Journal, 15, Winter, 29-44.

Robbins Stephen P. 2001. “Organizational Behavior”. Prentice Hall International,

Inc, Roberts P W and Dowling G R. 2002. “Corporate Reputation And Sustained

Superior Financial Performnace”. Strategic Managemnet Journal, 23:1077-1093

Rosario Faraci. 2001. “The Governance Of Privatized Firms : A Theoretical

Framework To Explore Environmental And Organizational Determinants Of Privatization And Restructuring”. Department Of Management & Business Economics Faculty of Economics Corso Italia

Rumelt, R. P., Schendel, D. E., and Teece, D. J. 1994. “ Fundamental issuess in

strategy”,in Rumelt, R. P. , Schendel, D. E., and Teece, D. J. (Eds), Fundamental Issues in Strategy: A Research Agenda, Harvard Business School Press, Boston, MA. Pp. 9-53.

Russel, R. D., and Russel, C. J. 1992. “An examination of effects of

organizational norms, organizational structure, and environmentalb uncertainty on entrepreneurial strategy”, Journalo of Management, Vol 20 No. 4, pp. 639-56.

Slater S and Olson E M . 2001. Marketing’s Constribution to Implementation of

Business Strategy: An Empirical Analysis: Strategic Management Journal 22. 1055-1067

Sambrook, S., and Roberts, C. 2005. Corporate entrepreneurship and

organizational learning: A Review of the literature and the development of a conceptual framework. Strategic Change, Volo. 14, pp. 141-155.

108

Schumpeter , Joseph .A. 2002, “The Economy As A Whole Seventh Chapter of

The Theory of Economic Development” Industry and Innovation,Vol 9. No.1/2,93-145, April/Agustus 2002

Shancez , R. 1995. ‘ Strategic flexibility in product competition’. Strategic

Management Journal, 16(Special issue), 135-159. Shane, S and Venkataraman, S. 2000. “The Promise Of Entrepreneurship AS A

Field Of Research” Academy of Management Review Sinkula, J. M. 1994. Market information processing and organizational learning.

Journal of Marketing. 58. 35-45. Sinkula, J. M., Baker, W., & Noordeweir, D. 1997. Af frame work for market

based original learning; Linking values, knowledge and behavior. Journal of Academy of Marketing Science, 25(Fall), 305-318.

Szulnanski, G. 1996. ‘exploring internal stickiness: Impediments to the transfer of

best practice within the firm’. Strategic Management Journal, 17, Winter, 27-43.

Souder, W. E. 1981. “Encouraging entrepreneurship in the large corporations”,

Research Management, Vol. 14 No.3, pp. 18-22 Starbuck, W. H. 1976. 1976. Organizations and their environments. In Handbook

of Industrial and Organizational Psychology. M.D. Dunnette. Ed. New York: Rand McNally. 1069-1123.

Stevenson, H. H., and Jarillo, J. C. 1990. “A paradigm of Entrepreneurship:

entrepreneurial management”, Strategic Management Journal, Vol 11, pp. 11-27.

Suhud, M. 2002. “Privatization: A Review on the Power Sector Restructuring in

Indonesia”. INFID, Jakarta Sulastri. 2006. Pilihan Strategi Diversifikasi Dan Implikasinya : Sebuah

Pengembangan Model Teoritik , Disertasi Program Studi Doktor (S3) Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro

Sun, H. 2003. Conceptual clarifications for ’organizational learning’, ’learning

organization’ and ’a learning organization’. Human Resource Development international, 6(2): 153-166.

109

Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. 1997. Dynamic capabilities and strategic

management. Strategic Management Journal. 8. 7. 509-602. Tosi, H. L., and Slocum, J. W. Jr. 1984. “Contigency theory: some suggested

directions”,Journal of Management, Vol. 10 No. 1, pp. 9-26. Tsai, W., and Ghosal, S. 1998. “Social capital and value creation: the role of

intrafirm networks”, Academy of Management Journal, Vol. 41 No. 4, pp. 464-76.

Tsang, E. W. K. 1997. Organizational learning and the learning organization: A

dichotomy between descriptive and perspective research. Human Relations, 50(1): 73-89

Tushman, Michael L., and Charles O’Reilly III,”Ambidextrous Organizations;

Managing Evolutionaey and Revolutionary Change”, California Management Review, (Vol. 38,No.4,Summer 1996)

Uhlenbruck, K., Meyer; K. E., and Hitt, M. A. 2000. “Organizational

Transformation in Transition Economies : Resource-Based And Organizational Learning Perspectives” Journal of Management Studies,

Van den Bosch, F. A. J., Volberda, H. W., and De Boer, M. 1999. ’Co-evolution

of firm absortive capacity and knowlwdge environment: Organizational forms and combinative capabilities’. Organizational Science, 10, 551-68.

Van de Ven, A. H., and Polley, D. 1992. ’Learning while innovating’.

Organization Science, 3, 1, 92-116. Venkatraman, N. 1989. “The concept of fit in strategy research: toward verbal and

statiscal correspondence”, Academy of Management Review, Vol. 14 No. 3, pp. 423-44.

Vozikis, G. S., bruton, G. D., Prasad, D., and Merikas, A. A. 1999. Linking

corporate entrepreneurship to financial theory through additional value creation. Entrepreneurship Theory and practice.

Wei Z, Varela O, D’Souza Juliet, dan Hasan Kabir H, 2003 ”The Financial and

operating Performance of China’s Newly Privatized Firms, Financial Management Summer 2003 pages 107-126

110

Weist, H. M. 1990. ‘Learning theory and industrial and organizational psychology’. In Dunnette and Hough, L. (Eds.), Handbook Of Industrial and Organizational Psychology. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Welfens, P. J. J. 1992. Foreign investment in the East European transition.

Management International Review, 32:199-218. Wernerfelt, B. 1984. ‘A resource-based view of the firm’.Strategic Management

Journal, 5, 171-80. Wiklund, J. 1999, The Sustainableof the entrepreneurial orientation-performance

relationship”, paper presented at the 1999 Babson College_ Kauffman Foundation Research Conference, Columbia, NC.

Wischnevsky, J. D. 2004. Change as the winds change: The impact of

organizational transformation on firm survival in a shifting environment. Organizational Analysis, Vol. 12 No. 4, pp. 361-377.

Wischnevsky, J. D., & Damanpour, F. 2006. Organizational transformation and

performance: An examination of three perspectives. Journal of Managerial Issues, Vol. 18 No. 1, pp. 104-128.

Woodward, J. 1965. Industrial Organization: Theory and Practice, Oxford

University Press, Oxford Wright, Mike, Hoskisson R E, Busenitz L W and Dial J. 2000. “Entrepreneurial

Growth Through Privatization : The Upside of Management Buyouts” Academy of Management Review. Vol 25.No.3,591-601

Wright, M., Hoskisson, R. E., Filatotchev, I., and Buck, T. 1998. ‘Revitalizing

privatized Rissian entreprises’. Academy of Management Executive, 12, 2, 74-5.

Zahra, Shaker A. 1991. “Predictors and financial outcomes of corporate

entrepreneurship: an exploratory study”, Journal of Business Venturing, Vol. 6 No. 4, pp. 259-85.

Zahra, Shaker A; Duane Ireland R Duane ; Gutierrez Isabel; Hitt Michael A.

2000. “Introduction To Special Topic Forum Privatization And Entrepreneurial Transformation : Emerging Issues And A Future Research Agenda” Academy of Management Review.

111

Zahra, Shaker, A., Ireland, R. D., and Hitt, M. A. 2000. International expansion

by new firms: International diversity, mode of market entry,technological learning and performance. Academy of Management Journal, 43: 925-950.