Post on 10-Jun-2018
1
Implementasi Quality Function Deployment untuk Perancangan
Produk Kursi Bambu dengan Evaluasi Ergonomi
Antropometri dan Biomekanik
Sritomo Wignjosoebroto, Iwan Vanany dan A.A. Alit Triadi
Laboratorium Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja
Jurusan Teknik Industri – Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS – Sukolilo, Surabaya 60111
Ph/Fax : (031)-5939361, 5939362; e-mail : <msritomo@rad.net.id>
ABSTRAK
Perancangan produk kursi bambu yang ada selama ini tampak masih belum banyak yang
memperhatikan dan mempertimbangkan kelayakan ergonomi. Padahal keergonomisan
sebuah produk ataupun fasilitas kerja yang nantinya akan digunakan/dioperasikan oleh
manusia sungguh sangat penting agar bisa memenuhi kriteria- kriteria efektif, nyaman,
aman, sehat dan efisien (ENASE). Rancangan produk kursi bambu yang banyak dijumpai
dan diperjual-belikan lebih terfokus pada aspek fungsional dan kurang melihat parameter-
parameter yang terkait dengan keinginan maupun kepuasan konsumen. Penelitian yang
dilakukan berawal dari upaya mengidentifikasikan parameter-parameter yang mampu
memberikan kepuasan konsumen untuk kemudian dijadikan dasar penentuan parameter-
parameter teknis dalam proses perancangan produk kursi bambu.
Dalam perancangan kursi bambu ini, metode yang diterapkan untuk mengidentifikasikan
keinginan konsumen (the voice of customer) untuk kemudian diterjemahkan kedalam
paramater teknis rancangan produk adalah Quality Function Deployment (QFD). Selain
itu analisa/evaluasi yang berkaitan dengan kelayakan-ergonomi akan diimplementasikan
untuk melihat seberapa jauh rancangan produk mampu memberikan nilai tambah dalam hal
kenyamanan yang bisa dirasakan oleh konsumen pada saat mereka ingin memanfaatkan
hasil rancangan produk baru tersebut. Dengan melakukan analisa dan evaluasi ergonomi-
antropometri dan biomekanik terhadap prototipe yang dibuat dapat diperoleh kesimpulan
apakah rancangan baru kursi bambu tersebut benar-benar memiliki kelayakan-ergonomis
dibandingkan dengan yang selama ini ada.
Kata kunci : Rancangan Produk Kursi Bambu, Kepuasan Konsumen, Quality Function
Deployment (QFD), Ergonomi Antropometri, dan Biomekanik
ABSTRACT
Design of bamboo chair has not used to consider the feasibility of ergonomic aspects
before. However, ergonomics based of products, equipments or facilities are very
important in order to obtain the criterias of effective, comfort, safety, healthy, and
efficiency. Design of bamboo chair commonly are focused in functional aspecs and lacked
on the parameters which will fulfill the customer needs and/or satisfactions. This study tries
to begin with the identification of the needs of customers; and based upon these data the
technical specifications of designing product will be decided.
For designing the ergonomics bamboo chair, the method of Quality Function Deployment
(QFD) is applied to identify the needs of customers for some product’s attributes (the voice
of customers). These attributes will be converted to technical parameters of the product
design (the engineering specifications). As the final result of the study, a prototype will be
developed and made, especially for testing purpose. The analysis and evaluation are also
2
implemented in order to check how far the product design has fulfilled the ergonomics
feasibility. In this case the anthropometrics data and biomechanics are used to analyze and
evaluate the product’s prototype.
Keywords : Ergonomic Design of Bamboo Chair, Customer’s Satisfactions, Quality
Function Deployment (QFD), Anthropometric and Biomechanic.
1. Pendahuluan
Perkembangan industri kerajinan bambu di Bali dewasa ini menunjukkan prospek
yang sangat cerah. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan semakin meningkatnya
volume ekspor komoditi produk tersebut. Tidak berbeda halnya dengan dengan
kondisi ekspor , maka permintaan didalam negeri juga menunjukkan arah
permintaan yang terus bertambah untuk produk-produk kerajinan bambu baik
berupa furniture, komponen-komponen bangunan dan interior, maupun benda-benda
seni lainnya. Salah satu produk kerajinan bambu yang sangat banyak diminati
berupa kursi tamu dimana volume permintaannya mendekati angka 70% dari
komoditas produk bambu yang ada (Depperindag-Gianyar, 2001). Kursi tamu
dengan bahan bambu ini sangat diminati, karena terkesan “unik”, tradisional, estetis,
artistik dan memiliki karakteristik natural yang sangat kental dengan tekstur kulit
bambu yang khas. Keunikan lain yang dimiliki kursi bambu adalah sambungan-
sambungan yang ada memberikan tampilan yang berbeda dengan produk furniture
dari bahan yang lain (logam, kayu, dll), yaitu digunakannya pasak dan rotan sebagai
pengikat yang menjadikannya lebih berkarakter kuat.
UD. Tree Ellen adalah satu dari sekian banyak pengrajin bambu yang ada di Desa
Belega (Bali). Perusahaan ini sudah cukup lama menggeluti usaha pembuatan
berbagai macam produk dengan bahan bambu. Dalam pembuatan produk kursi
bambu umumnya pengrajin masih mengalami kesulitan dalam pengembangan desain
maupun model yang mengacu pada keinginan konsumen. Acapkali desain atau
model yang dihasilkan belum sepenuhnya sesuai dengan keinginan konsumen.; dan
disisi lain dapat dikatakan tingkat pemahaman pengrajin terhadap tuntutan-tuntutan
pasar global (ekspor) masih terasa sangat kurang. Kesan lain yang lebih spesifik
menunjukkan bahwa desain yang dibuat terasa tidak nyaman untuk diduduki yang
bisa dilihat dari aspek kelayakan ergonomi-antropometri didalam penetapan
kedalaman kursi (50 cm), tinggi (45 cm) dan sudut kemiringan (90o
atau tegak lurus)
sandaran punggung. Selain itu tidak digunakannya busa sebagai alas duduk dan
sandaran punggung menambah ketidak-nyamanan pemakai akibat sifat material
yang cenderung keras, rigid dan/atau kaku . Keluhan lain yang sering ditangkap
terfokus pada kualitas proses finishing yang belum mampu dikerjakan dengan baik
ditunjukkan oleh adanya lapisan pernis pada permukaan kursi yang lengket dengan
kulit tangan dan/atau kaki penggunanya.
Untuk membantu pengrajin didalam upayanya memenuhi keinginan dan kepuasan
konsumen, maka studi/penelitian dilakukan dengan menekankan pada aspek
ergonomis dalam perancangan produk kursi bambu; dimana perancangan akan
terfokus pada manusia pemakainya (Human Centered Design). Untuk memahami
hal-hal yang menjadi keinginan, harapan, maupun yang bisa menimbulkan kepuasan
manusia-pemakai (konsumen); maka parameter-parameter berupa keinginan/harapan
3
(the voice of customer) tersebut akan dikembangkan melalui implementasi metode
Quality Function Deployment (QFD), untuk kemudian diterjemahkan dalam
parameter-parameter teknis (engineering specification) dalam proses perancangan
produk. Berdasarkan analisa QFD akan dibuat protipe rancangan baru yang
memenuhi kelayakan ergonomis. Evaluasi ergonomis untuk menentukan tingkat
kenyamanan yang dihasilkan akan menggunakan tolok ukur kelayakan antropometri
dan biomekanika (tinjauan untuk sikap/posisi duduk) dengan menggunakan
perbandingan rancangan awal dan rancangan yang telah dimodifikasi (redesign).
2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka rumusan
permasalahannya adalah (a) bagaimana kajian - kajian ergonomis bisa dilakukan
terhadap rancangan produk kursi bambu yang ada; (b) seberapa jauh bisa dilakukan
modifikasi untuk menghasilkan rancangan ulang (redesign) yang memiliki
kelayakan ergonomis-antropometri; dan (c) kemungkinan untuk pembuatan
prototipe rancangan produk kursi bambu hasil modifikasi (redesign) agar bisa
dilakukan analisa perbandingan berdasarkan tolok ukur kelayakan ergonomis
(analisa ergonomi antropometri dan biomekanika).
3. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengindentifikasikan keinginan-keinginan yang
mampu mengakomodasikan kepuasan konsumen terhadap rancangan produk kursi
bambu. Tolok ukur kepuasan konsumen dalam hal ini dilihat dari aspek kelayakan
ergonomi-antropometri.
4. Metodologi penelitian
Penelitian diawali dengan identifikasi permasalahan, pengumpulan dan pengolahan
data, dilanjutkan dengan analisa serta interpretasi data. Pengumpulan data dilakukan
dengan menerapkan metode Quality Function Deployment (QFD) terutama untuk
mengetahui hal-hal yang bisa memenuhi keinginan, harapan maupun kepuasan
konsumen (the voice of customers) untuk beberapa atribut/parameter yang relevan
dengan kebutuhan perancangan produk. Berdasarkan suara pelanggan ini, maka
parameter dan spesifikasi teknis produk akan bisa dikembangkan sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan modifikasi rancangan (redesign) dan pembuatan
prototipe. Pembuatan prototipe akan diperlukan agar bisa dilakukan test maupun
evaluasi yang berkaitan dengan kelayakan ergonomi-antropometri dan biomekanika
dari produk kursi bambu. Secara sistematis langkah-langkah penelitian dapat
dijelaskan dalam gambar 1 di halaman selanjutnya.
4.1. Identifikasi permasalahan
Rancangan kursi bambu yang selama ini banyak dijumpai dan digunakan oleh
konsumen seringkali mendatangkan banyak ketidak-puasan. Bukan hanya
rancangannya saja yang terkesan kaku dan kurang estetik, tetapi sama sekali juga
tidak mempertimbangkan kelayakan-ergonomis terutama dalam hal penetapan
4
ukuran-ukurannya. Ketidak-nyamanan pada saat digunakan sebagai tempat duduk
tidak hanya ditunjukkan dari ukuran kedalaman kursi (sekitar 50 cm), tinggi
Gambar 1. Langkah-Langkah Penelitian
sandaran tubuh (45 cm) dan sudut sandaran yang tegak lurus (90o) saja; tetapi juga
tidak digunakannya bantalan busa sebagai alas duduk dan sandaran punggung untuk
mengatasi problem material (bambu) yang cenderung keras dan kaku. Gambar 2
berikut menunjukkan kondisi rancangan awal dari produk kursi bambu yang tidak/
kurang ergonomis.
Gambar 2. Rancangan Kursi Bambu Tidak Ergonomis
Identifikasi Permasalahan
(Kondisi Existing)
Metoda QFD The Voice of
Customers
Technical Parameters
Evaluasi
Ergonomi ?
Modifikasi,
Redesign
&
Prototyping
Implementasi
5
4.2. Pengumpulan, pengolahan dan pengujian data
Untuk mengidentifikasikan ketidak-nyamanan rancangan awal produk kursi bambu
yang diekspresikan melalui keluhan konsumen, maka metoda Quality Function
Deployment (QFD) merupakan langkah awal yang paling efektif untuk diterapkan
dalam penelitian semacam ini. Data QFD dalam hal ini diperoleh melalui
wawancara dan penyebaran kuestioner awal kepada sekitar 90-an orang responden
untuk mendapatkan data kualitatif berupa atribut-atribut yang dianggap penting
untuk mengevaluasi produk seperti kursi bambu. Selanjutnya dari hasil kuesioner
awal dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner berikutnya untuk memperoleh data
kuantitatif yaitu berupa data tentang tingkat kepentingan (bobot), tingkat kepuasan
yang dirasakan dan tingkat kepuasan yang diharapkan dari produk kursi bambu.
Untuk kepentingan perancangan produk, maka diperlukan data ukuran tubuh
manusia (anthropometri) dari segmen konsumen yang diharapkan. Adapun data
antropometri yang relevan dengan rancangan kursi bambu adalah tinggi bahu duduk
(B1), tinggi siku duduk (B2), tinggi popliteal duduk (B3), jarak pantat popliteal
(B4), panjang lengan bawah (B5), lebar bahu duduk (B6), lebar pinggul duduk (B7),
dan tinggi berdiri tegak (B8). Selanjutnya untuk memperoleh data biomekanika
yang berkaitan dengan perhitungan gaya normal dan gaya geser yang terjadi pada
sendi antar ruas tulang belakang, maka dilakukan pengukuran terhadap berat badan
responden. Agar diperoleh data yang representatif untuk tahap pembahasan, maka
perlu dilakukan pengujian data berupa pengujian validasi data dan pengujian
keandalan/reliabilitas data. Pengujian dilakukan agar data yang akan digunakan
merupakan data yang valid atau layak untuk digunakan sebagai sarana menganalis
permasalahan, seperti uji keseragaman, kenormalan, dan kecukupan data.
5. Diskusi/pembahasan
Data atribut kursi bambu diperoleh dari penyebaran kuesioner awal yang masih
berupa customer phrase. Kemudian dilakukan pengelompokan yang didasarkan atas
intensitas seringnya phrase muncul dan secara berulang-ulang ke dalam diagram
afinitas. Customer needs yang dihasilkan dari pengelompokan data tersebut dapat
dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Atribut Rancangan Kursi Bambu
Customer Requirements (WHATs)
Konstruksi yang kuat dan ringan
Desain Model/desain yang trendy
Desain yang ergonomis
Warna alami/natural
Estetika Penyelesaian permukaan halus dan rapi
Sambungan yang kuat dan rapi
Kenyamanan Nyaman saat diduduki
Tidak lapuk oleh insekta dan jamur
Garansi Lapisan permukaan (pernis) tahan lama
Tidak mudah mengalami kelengasan
6
Dari hasil penyebaran kuesioner formal diperoleh data tingkat kepentingan (bobot)
dari masing-masing atribut. Data ini berisikan hal-hal yang dianggap penting oleh
konsumen dan oleh karena itu perlu diperhatikan dalam perancangan produk kursi
bambu. Nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Tingkat Kepentingan Atribut
No Atribut Skala
Kepentingan Urutan
Kepentingan
1 Konstruksi yang kuat dan ringan 6.815 6
2 Model/desain yang trendy 8.191 2
3 Desain yang ergonomis 8.056 3
4 Warna alami/natural 7.617 4
5 Penyelesaian permukaan halus dan rapi 7.222 5
6 Sambungan yang kuat dan rapi 6.404 9
7 Nyaman saat diduduki 8.453 1
8 Tidak lapuk oleh insekta dan jamur 6.646 7
9 Lapisan permukaan (pernis) tahan lama 6.125 10
10 Tidak mudah mengalami kelengasan 6.525 8
Berdasarkan suara konsumen/kustomer (the voice of customers) yang menghasilkan
atribut/parameter rancangan produk, maka tugas dari perancang adalah
menterjemahkan atribut-atribut produk tadi kedalam sebuah parameter teknis secara
lebih spesifik. Tabel 3 merupakan respons teknis yang merupakan dasar untuk
merancang dan/atau membuat produk sesuai dengan kebutuhan konsumen produk
kursi bambu.
Tabel 3. Respon Teknis Rancangan Produk Kursi Bambu yang Ergonomis
No Respon Teknis
1 Material utama dan pendukung
2 Variasi model
3 Busa alas duduk dan sandaran punggung
4 Bahan pembungkus busa
5 Tinggi kursi
6 Finishing
7 Diameter bambu
8 Pengawetan
9 Tebal support lumbar
10 Variasi warna
11 Sudut sandaran punggung
12 Sambungan
Selanjutnya seluruh data dan informasi yang relevan (VOC, Importance, Technical
Response, matrixs correlation, data kompetitor, target teknis, prioritas, korelasi
teknis) dianalisis, ditetapkan, dan dimasukkan sebagai dasar pembuatan rumah
kualitas (House of Quality) seperti yang ditunjukan dalam gambar 2 di halaman
berikut.
7
Gambar 2. House of Quality (HoQ) Rancangan Baru Produk Kursi Bambu
Untuk keperluan perancangan terutama berkaitan dengan data ukuran tubuh manusia
yang relevan telah dilakukan pengukuran langsung terhadap 80 orang responden
dengan dimensi ukuran mulai dari tinggi bahu dalam posisi duduk (B1) sampai
dengan tinggi berdiri tegak (B8). Tabel 4 menunjukkan data antropometri untuk 8
ukuran anggota tubuh yang relevan dengan rancangan dan diambil untuk 80 orang
responden laki/perempuan.
Tabel 4. Tabel Antropometri Data Rancangan Kursi Bambu
No.
Dimensi
tubuh
Laki-laki (cm) Perempuan (cm)
5th 50th
95th
5th 50th
95th
1 B1 48.8 53.25 61.84 47.83 52.15 61.51
2 B2 15.81 19.3 23.4 14.32 18.75 23.39
3 B3 40.72 43.1 45 35.02 39.5 41.5
4 B4 39.5 43.35 48.03 37.6 41.7 48.19
5 B5 42.8 47.6 55.34 36.73 40 43.8
6 B6 33.5 36.4 41.2 31.8 35 35.58
7 B7 27.22 32.4 34.7 34.4 36.6 38.2
8 B8 157 166 174 152 158 167
Analisa biomekanik dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut : (a) analisa
hanya dilakukan pada free body diagram dari ruas-ruas tulang belakang; (b) gaya-
gaya gravitasi dihitung dari berat kepala, lengan atas, dan ruas-ruas tulang belakang;
(c) kekuatan sendi perunitnya adalah sama; dan (d) sendi bagian depan mempunyai
tinggi yang sama dengan bagian belakang. Selanjutnya analisa sendi antar tulang
8
belakang untuk gaya normal (gaya yang tegak lurus pada intervetebral disc) dan
gaya geser dapat ditunjukkan hasil perhitungannya pada tabel 5 dan 6 berikut ini :
Tabel 5. Hasil Perhitungan Gaya Normal
Ld
(i)
Oi
(o)
Wti
(N)
Wh
(N)
Wa
(N)
-Fb sin Ob
(N)
Fb cos Ob
(N)
Fn
(N) T3 – T4 10 97 49,4 35,9 -43,8 143,4 136,2
T4 – T5 14,3 109,3 49,4 35,9 -43,8 143,4 171,5
T5 – T6 18,6 119,7 49,4 35,9 -43,8 143,4 190,5
T6 – T7 22,9 129,9 49,4 35,9 -43,8 143,4 213,7
T7 – T8 27,2 141,1 49,4 35,9 -43,8 143,4 227,9
T8 – T9 31,5 153,7 49,4 35,9 -43,8 143,4 241,3
T9 – T10
T10
35,8 167,5 49,4 35,9 -43,8 143,4 253,4
T10 – T11 40,1 181 49,4 35,9 -43,8 143,4 262,6
T11 – T12 44,4 195,9 49,4 35,9 -43,8 143,4 269,9
T12 – L1 48,7 212,5 49,4 35,9 -43,8 143,4 275,3
L1 – L2 53 233,3 49,4 35,9 -43,8 143,4 279,9
L2 – L3 57,3 254,9 49,4 35,9 -43,8 143,4 280,8
L3 – L4 61,6 276,4 49,4 35,9 -43,8 143,4 277,3
L4 – L5 65,9 299,5 49,4 35,9 -43,8 143,4 270,1
L5 – S1 70,2 322,1 49,4 35,9 -43,8 143,4 258
Tabel 6. Hasil Perhitungan Gaya Geser
Ld
(i)
Oi
(o)
Wti
(N)
Wh
(N)
Wa
(N)
-Fb sin Ob
(N)
-Fb cos Ob
(N)
Fs
(N) T3 – T4 10 97 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -107
T4 – T5 14,3 109,3 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -101,8
T5 – T6 18,6 119,7 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -84,5
T6 – T7 22,9 129,9 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -65,4
T7 – T8 27,2 141,1 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -44
T8 – T9 31,5 153,7 49,4 35,9 -43,8 -143,4 -20,3
T9 – T10
T10
35,8 167,5 49,4 35,9 -43,8 -143,4 5,9
T10 – T11 40,1 181 49,4 35,9 -43,8 -143,4 33,6
T11 – T12 44,4 195,9 49,4 35,9 -43,8 -143,4 63,6
T12 – L1 48,7 212,5 49,4 35,9 -43,8 -143,4 96,2
L1 – L2 53 233,3 49,4 35,9 -43,8 -143,4 133,2
L2 – L3 57,3 254,9 49,4 35,9 -43,8 -143,4 171,9
L3 – L4 61,6 276,4 49,4 35,9 -43,8 -143,4 211,9
L4 – L5 65,9 299,5 49,4 35,9 -43,8 -143,4 252,7
L5 – S1 70,2 322,1 49,4 35,9 -43,8 -143,4 293,5
5.1. Analisis dan interpretasi QFD
Nilai tingkat kepentingan menunjukan bahwa semakin tinggi nilainya, maka atribut
tersebut semakin dirasakan penting eksistensinya oleh konsumen dalam hubungan
nya dengan perancangan kursi bambu. Sedangkan tingkat kebutuhan yang
ditunjukkan oleh nilai raw weight diinterpretasikan sebagai tinggi/rendahnya nilai
suatu atribut. Hal ini memberikan indikasi kebutuhan/keinginan untuk dilakukannya
prioritas perbaikan terhadap rancangan produk oleh konsumen terutama ditujukan
terhadap atribut yang mempunyai nilai raw weight tinggi.
Analisis yang dilakukan pada respon teknis ini adalah merupakan analisis kontribusi
prioritas terhadap setiap respon teknis. Kontribusi prioritas akan menunjukkan
9
seberapa besar suatu respon teknis mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk .
Semakin besar nilai kontribusinya, maka semakin perlu diprioritaskan untuk segera
bisa direalisasikan. Enam respon teknis yang perlu diperhatikan benar-benar oleh
perancang/pembuat kursi bambu adalah tinggi kursi, tebal support lumbar, sudut
sandaran punggung, finishing, material utama/pendukung, serta tambahan bantalan
busa untuk alas duduk dan sandaran punggung.
5.2. Analisis & evaluasi ergonomi
Analisa dan evaluasi kelayakan ergonomi-antropometri mengacu pada keterbatasan
dimensi tubuh manusia dan akan dijadikan sebagai acuan pembanding. Dalam hal
ini akan dilakukan pembandingan rancangan lama dengan rancangan baru
berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran antropometri. Apakah rancangan
obyek amatan penelitian telah memenuhi kualifikasi kelayakan ergonomis atau tidak
bisa dilihat dalam tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Perbandingan Hasil Pengukuran dan Perhitungan Redesain Kursi
Ukuran Dimensi Hasil
Pengukuran
(cm)
Hasil
Perhitungan
(cm)
Ket
Tinggi alas duduk Tinggi popliteal duduk 34 35 Sesuai
Lebar alas duduk Lebar pinggul duduk 63 44 Tdk. sesuai
Panjang alas duduk Jarak pantat-popliteal 50 45 Tdk. sesuai
Tinggi sandaran
punggung
Tinggi bahu duduk 45 53 Tdk. sesuai
Lebar sandaran punggung Lebar bahu duduk 44 41 Sesuai
Sudut sandaran punggung Derajat kemiringan 900 105
0 Tdk. sesuai
Tinggi sandaran tangan Tinggi siku duduk - 25 Tdk. sesuai
Panjang sandaran tangan Panjang lengan bawah - 55,5 Tdk. sesuai
Berdasarkan data antropometri dan hasil perhitungan diperoleh hasil analisis
perbandingan yang selanjutnya akan dijadikan dasar pertimbangan untuk modifikasi
rancangan kursi bambu yang ergonomis. Untuk ukuran tinggi alas duduk antara
hasil pengukuran rancangan awal dan hasil perhitungan tidak terlalu berbeda jauh,
sehingga tinggi alas duduk untuk rancangan lama masih sesuai (dapat diterima).
Selanjutnya untuk lebar alas duduk kursi lama sebesar 63 cm sebenarnya tidak
terlalu menimbulkan masalah yang berarti, tetapi jika digunakan ukuran 44 cm
(sesuai dengan antropometri) akan bisa menghasilkan penghematan bahan pada
proses pembuatannya. Dengan ukuran lebar alas duduk cukup sebesar 44 cm saja,
orang dengan lebar pinggul pada persentil ke-95 sudah dapat duduk dengan nyaman.
Mengenai panjang alas duduk rancangan awal sebesar 50 cm akan terasa terlalu
berlebihan. Panjang alas duduk akan memberikan kedalaman posisi tubuh pada saat
duduk di kursi. Kelebihan ukuran kedalaman dari yang seharusnya akan
menyebabkan tekanan pada bagian belakang lutut. Keadaan ini akan dapat
menimbulkan rasa kesemutan dalam jangka waktu yang singkat dan dapat
menimbulkan tromboplebitis dalam jangka waktu yang lama. Disamping itu orang
juga tidak dapat duduk bersandar dengan nyaman, atau kaki bisa juga dalam posisi
menggantung. Untuk tinggi sandaran punggung terlihat bahwa kursi lama hanya
10
berukuran 45 cm dan terasa agak terlalu pendek. Hal ini bisa ditunjukkan dengan
kenyataan bahwa ada bagian atas dari punggung yang tidak memperoleh sandaran
penuh. Akibatnya akan terasa kurang nyaman pada daerah punggung bila harus
duduk terlalu lama. Dengan tinggi sandaran punggung sesuai dengan hasil
pengukuran antropometri sebesar 53 cm, maka diharapkan dapat memberikan
sandaran untuk seluruh bagian punggung dengan sebaik-baiknya.
Keluhan umum dari rancangan kursi bambu lama adalah ketidak-nyamanan pada
saat orang harus duduk bersandar baik dalam jangka pendek maupun lama. Hal
tersebut disebabkan sudut sandaran punggung kursi lama yang dibuat tegak lurus
(90o) yang dapat menimbulkan rasa kurang nyaman pada daerah tulang belakang.
Faktor penyebab utama adalah karena bagian lumbar akan berbentuk kurva yang
tidak natural dan terdapat regangan pada piringan antar ruas pada lumbar serta
ligamen. Untuk mengurangi kondisi yang tidak ergonomis tersebut perlu dibuat
sudut sandaran yang lebih tumpul yaitu dengan kemiringan 105o. Rancangan
dengan sudut 90o memang akan mempermudah proses pembuatannya, tetapi tidak
memberikan kenyamanan pada saat diduduki. Akhirnya, berbeda dengan rancangan
lama, pada rancangan baru kursi bambu perlu diberi sandaran tangan untuk
menambah kenyamanan duduk dan akan mempermudah/membantu pemakai pada
saat duduk maupun berdiri. Penetapan tinggi sandaran yang sesuai akan berfungsi
sebagai penyangga berat lengan atas dan dapat mengurangi tekanan yang terjadi
pada piringan ruas antar tulang belakang.
Gambar 3 berikut ini menunjukkan hasil rancangan baru kursi bambu yang sudah
dimodifikasi dan memenuhi kelayakan ergonomi-antropometri. Dalam rancangan
baru ini selain menggunakan dimensi ukuran antropometri yang sesuai, juga
dilengkapi dengan bantalan untuk alas duduk dan sandaran punggung untuk
menambah kenyamanan duduk.
Gambar 3. Rancangan Baru Kursi Bambu Ergonomis
Selanjutnya evaluasi ergonomi-biomekanika akan dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh rancangan baru dari kursi bambu betul-betul mampu memberikan
kenyamanan duduk (kelayakan ergonomis). Sebagai salah satu indikator untuk
mengetahui adanya perubahan setelah dilakukan perancangan ulang kursi bambu
adalah melakukan perhitungan yang sama terhadap kursi redesain. Kemudian
11
dilakukan perbandingan dengan gaya normal dan gaya geser awal dan dibandingkan
dengan data pembanding seperti yang ditunjukkan dalam tabel 8 dan tabel 9 berikut :
Tabel 8. Perbandingan Gaya Normal
Level disk
(i)
Fn, Desain Awal
(N)
Fn, Desain Baru
(N)
Fn,Pembanding
(N)
T3 – T4 136,2 124 125,333
T4 – T5 171,5 149,6 626,667
T5 – T6 190,5 177 375,999
T6 – T7 213,7 191,1 626,667
T7 – T8 227,9 202,3 375,999
T8 – T9 241,3 214,9 225,333
T9 – T10 253,4 228,1 877,331
T10 – T11 262,6 241 877,331
T11 – T12 269,9 255 1375,663
T12 – L1 275,3 268,9 1629,329
L1 – L2 279,9 276,3 2130,661
L2 – L3 280,8 278,9 2381,327
L3 – L4 277,3 273,8 2381,327
L4 – L5 270,1 265 4386,655
L5 – S1 258 253 3634,657
Dari tabel 8 terlihat penurunan gaya normal yang terjadi pada intervetebral disk
untuk kursi baru (redesign). Bila pada awalnya gaya normal yang terjadi pada level
disk T3-T4 adalah 136,2 N, setelah ada perubahan pada desain maka gaya normal
pada level disk T3-T4 menjadi 124 N. Dan gaya normal ini berada dibawah gaya
normal pembanding yaitu 125,333 N. Demikian halnya level disk T8-T9 pada
rancangan kursi lama, gaya normal yang terjadi adalah 241,3 N, sedangkan pada
kursi baru gaya normal yang terjadi 214,9 N dan berada dibawah gaya normal
pembanding yaitu 225,333 N.
Perbandingan gaya geser yang terjadi pada intervetebral disk, ditampilkan dalam
tabel 9 berikut. Tabel 9. Perbandingan Gaya Geser
Level disk
(i)
Fs,awal
(N)
Fs,baru
(N)
Fs,banding
(N)
T3 – T4 -107 -82,7 86,917
T4 – T5 -101,8 -96,9 434,583
T5 – T6 -84,5 -83,4 260,751
T6 – T7 -65,4 -63,8 434,583
T7 – T8 -44 -27,7 260,751
T8 – T9 -20,3 -18,9 86,917
T9 – T10 5,9 5,1 608,419
T10 – T11 33,6 32,3 608,419
T11 – T12 63,6 37,8 956,087
T12 – L1 96,2 89,9 1129,921
L1 – L2 133,2 119,2 1477,589
L2 – L3 171,9 166,1 1651,423
L3 – L4 211,9 199 1651,423
L4 – L5 252,7 241,7 3042,095
L5 – S1 293,5 275 2520,593
12
Gaya geser yang terjadi pada level disk T3-T4 untuk rancangan kursi baru adalah
82,7 N; dan terjadi penurunan gaya geser dibandingkan pada rancangan kursi lama.
Gaya geser tersebut berada dibawah gaya geser pembanding yaitu 86,917 N.
Berdasarkan uraian diatas, gaya normal dan gaya geser yang terjadi pada
intervetebral disc pada kursi baru ternyata lebih kecil dibandingkan kursi lama.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rancangan kursi baru lebih ergonomis
dibandingkan dengan rancangan kursi lama ditinjau dari aspek biomekanika-nya.
6. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan terhadap rancangan lama kursi
bambu dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Kualitas rancangan kursi bambu lama yang dievaluasi masih belum mampu
memuaskan para konsumennya. Hal ini dapat dilihat pada nilai gap kepuasannya
terhadap semua atribut yang bernilai negatif dan perlu mendapat perhatian yang
serius dari pengrajin kursi bambu.
Untuk modifikasi rancangan berdasarkan metode QFD, karakteristik respon
teknis yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan dan peningkatan
kualitas rancangan kursi bambu yang dapat dilakukan oleh pengrajin adalah
terletak pada penentuan tinggi kursi, tebal support lumbar, sudut sandaran
punggung, finishing, material utama dan pendukung serta busa alas duduk dan
sandaran punggung.
Berdasarkan analisa dan evaluasi dapat disimpulkan bahwa rancangan kursi
bambu lama tidak/kurang layak-ergonomis. Hal ini ditunjukkan oleh penentuan
ukuran kursi yang tidak berdasarkan data antropometri yang tepat seperti
kedalaman alas duduk 50 cm, lebar alas duduk 63 cm, tinggi sandaran
punggung 45 cm, dan sudut sandaran punggung yang tegak lurus 900 .
Disamping itu rancangan lama tidak memberikan sandaran tangan, tidak ada
bantalan busa untuk sandaran punggung dan alas duduk. Disamping itu pula
evaluasi biomekanika menunjukkan bahwa gaya normal dan gaya geser yang
dialami ruas antar tulang belakang masih berada diatas gaya normal dan gaya
geser pembanding.
Berdasarkan analisa rumah kualitas dan analisa ergonomi-antropometri,
selanjutnya dilakukan modifikasi dan perancangan ulang kursi bambu.
Kemudian dibuat sebuah prototipe sebagai dasar untuk melakukan analisa
perbandingan dengan rancangan kursi lama Evaluasi ergonomi-antropometri
memberikan rancangan baru kursi bambu yang memiliki kedalaman alas duduk
45 cm, lebar alas duduk 44 cm, tinggi sandaran punggung 53 cm, sudut sandaran
punggung 1050; serta masih dilengkapi dengan sandaran tangan, bantalan busa
sandaran punggung (support lumbar) dan alas duduk. Analisa dan evaluasi
biomekanika terhadap rancangan baru memberikan hasil berupa gaya normal dan
gaya geser yang terjadi pada ruas antar tulang belakang yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan gaya normal dan gaya geser pembanding. Kesimpulan
akhir akan menunjukkan bahwa hasil rancangan ulang kursi bambu lebih layak
ergonomis bila dibandingkan dengan rancangan kursi bambu lama.
13
7. Daftar pustaka
[1] Croney, J. (1971) Anthropometrics for Designers, B.T. Batsford Ltd., London.
[2] Chaffin, D.B. & Andersson, G. (1984) Occupational Biomechanics, John Wiley
& Sons, New York.
[3] Cohen, L. (1995) Quality Function Deployment : How to Make QFD Work for
You, Addison-Wesley Publising Company, Massachuset.
[4] Grandjean, E. (1986) Fitting The Task to The Man : An Ergonomics Approach,
McGraw-Hill Inc, Sidney.
[5] McCormick, E.J & Sander, M.S. (1987) Human Factor in Engineering and
Design, Sixth Edition, Mc Graw Hill Bool Company, New York.
[6] Sutalaksana. I.Z. (2000) Produk - Produk Ergonomis dan Strategi Mewujudkan
nya, Bunga Rampai Ergonomi Indonesia, Bandung. Hal I-19 – 24.
[7] Ulrich, K. T, & Eppinger, Steven D. (2001) Product Design and Development,
McGraw-Hill Inc., New York.
[8] White III, A.A & Panjabi, M.M. (1978) Clinical Biomechanics of the Spine
Lippincott, Philadelphia.
[9] Wignjosoebroto, Sritomo (1997) Analisis Ergonomi dalam Proses Perancangan
Produk, Prosiding Seminar Nasional Ergonomi, ITB, Bandung. 6-7 Januari 1997
hal 1-18.
[10]Wignjosoebroto, Sritomo (2000) Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, PT. Guna
Widya, Surabaya.
14