Post on 20-Oct-2015
description
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN PROJECT BASED TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE NUMBER HEAD
TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 6 CIAMIS
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas penting dalam menyiapkan sumber daya
manusia untuk pembangunan nasional. Karena pendidikan memegang peranan
yang sangat penting dalam pembangunan maka pendidikan harus
diselenggarakan dengan baik agar menghasilkan manusia yang tangguh bagi
pembangunan nasional. Namun yang menjadi masalah yaitu mengenai kualitas
pendidikanyang msih rendah. Kualitas pendidikan yang rendah di sebabkan
karena kurangnya efektifitas dalam pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif adalah suatu pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) khususnya
guru dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaranagar
pembelajaran tersebut dapat berguna. Dalam proses pembelajaran akan jauh
lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa
melupakan proses yang baik pula. Adanya metode yang kurang tepat akan
menimbulkan kejenuhan anak terhadap materi yang diajarkan. Hal ini
berakibat motivasi belajar siswa, karena pembelajaran dirasakan tidak
menarik, sehingga pembelajaran itu tidak efektif.
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung
kepada peran guru. Salah satu peran yang harus dilakukan seorang guru adalah
mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses belajar mengajar.
Menurut Rohani dalam bukunya yang berjudul “ Pengelolaan Pengajaran “
Suatu pengajaran yang baik adalah apabila proses pengajaran itu
menggunakan waktu yang cukup sekaligus membuahkan hasil (pencapaian
tujuan instruksional) secara lebih tepat dan cermat secara optimal. Waktu
pengajaran yang sudah ditentukan sesuai dengan bobot materi pembelajaran
maupun capaian tujuan instruksionalnya diharapkan dapat memberikan
sesuatu yang berharga dan berhasil guna bagi peserta didik.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar.
Menurut Ruseffendi (1992: 8) menjelaskan bahwa “faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar terdiri dari faktor dari dalam
dan faktor dari luar”. Faktor dari dalam diantaranya, kecerdasan anak,
kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, dan minat anak. Sedangkan
faktor dari luar meliputi: model penyajian materi, pribadi dan sikap guru,
suasana pengajaran, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat luas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Morse (dalam Suma, 2010: 47) bahwa “kualitas
pendidikan pada umumnya sangat ditentukan oleh kualitas proses
pembelajaran disekolah, pilihan-pilihan pedagogis guru dalam pemilihan
model atau metode pembelajaran mempengaruhi belajar siswa.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru bidang studi biologi
di SMP Negeri 6 Ciamis menyatakan bahwa hasil belajar biologi siswa masih
rendah khususnya pada materi pencemaran lingkungan. Dilihat berdasarkan
Daftar Kumpulan Nilai (DKN), bahwa dari 25 orang siswa kelas VII 60%
yang nilainya dibawah 75, sedangkaan kriteria ketuntasan minimal (KKM) di
sekolah tersebut adalah 75. Metode pembelajaran biologi yang diterapkan oleh
guru seringkali adalah metode konvensional. Dalam wawancara tersebut guru
juga menyimpulkan bahwa masih rendahnya minat blajar siswa ini ditandai
dengan kurangnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar (PBM) dan
timbulnya suasana belajar yang tidak kondusif, karena pelajaran biologi
dianggap suatu pelajaran yang membosankan.
Banyak hal yang mungkin dilakukan dalam meningkatkan efektifitas
pembelajaran antara lain mendesain pembelajaran semenarik mungkin dengan
menggunakan model-model pembelajaran yang kreatif dan inovatif,
menciptakan suasana ruangan kelas yang dapat menumbuhkan minat belajar
bagi siswa, juga mengatur jam pelajaran sebaik mungkin, artinya pelajaran
yang dianggap susah dan butuh konsentrasi tinggi seperti matematika, fisika,
IPA, kimia, tidak diletakkan di jam-jam pelajaran terakhir.
Salah satu dari solusi di atas yang akan akan di gunakan oleh peneliti
adalah mendesain pembelajaran semenarik mungkin dengan menerapkan
model-model pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Menerapkan
pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat membuat siswa lebih aktif
karena dengan cara diskusi, materi pelajaran dapat dibangun bersama. Hal ini
sesuai dengan pendapat Slavin (dalam Wihatyane, 2012: 140) menyatakan
siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat mendiskusikan dengan temannya. Pengetahuan dibentuk
bersama berdasarkan pengalaman serta interaksinya dengan lingkungan di
dalam kelompok belajar, sehingga terjadi saling memperkaya diantara anggota
kelompok.
Pada hakikatnya dalam pembelajaran biologi sangat dibutuhkan suatu
kegiatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan suatu masalah, karena
tidak semua materi pelajaran yang disajikan oleh guru dapat dimengerti oleh
siswa jika hanya disampaikan melalui ceramah. Agar siswa dapat terlibat
secara aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa maka perlu adanya proses pembiasaan.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru sebagai
proses pembiasaan dalam rangka meningkatkan aktivitas belajar siswa adalah
model pembelajaran Project Based Learning tipe investigasi kelompok
(Group Investigation). Project Based Learning merupakan model
pembelajaran yang dapat digunakan sebagai proses pembiasaan dalam
meningkatkan aktivitas belajar, dimana peserta didik dilibatkan secara
langsung dalam memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan
para peserta didik untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya,
dan dapat menjadikan peserta didik yang realistis. Sedangkan investigasi
kelompok menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari
sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan
yang tersedia. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan investigasi
kelompok siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut
para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Menurut Anwar (dalam Aisyah, 2006: 14) menjelaskan secara harfiah
investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam
fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya
Krismanto (2003: 7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai
kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk
mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang
benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Dari beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa investigasi kelompok (Group Investigation)
dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri, selain
itu keterlibatan siswa secara kreatif dapat terlihat mulai dari tahap pertama
sampai tahap akhir pembelajaran.
Selain menumbuhkan kemampuan berfikir serta meningkatkan
kreativitas siswa, agar siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa
maka perlu adanya proses pembiasaan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Lie (2002: 40), bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada kelompok untuk
berbagi informasi dengan kelompok lain, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertukar pikiran. Dalam penelitian ini, peneliti memilih model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
Number Heads Together merupakan suatu strategi pembelajaran yang
lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di
depan kelas. Suhermi (2004: 43) menjelaskan bahwa numbered head together
merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”. Sedangkan
Kagan (dalam Foster, 2002: 11) menjelaskan numbered head together
merupakan suatu pembelajaran dengan stuktur sederhana dan terdiri atas
beberapa tahap yang digunakan untuk meriview fakta-fakta dan informasi
dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa numbered
head together adalah pembelajaran berkelompok yang setiap anggota
kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada
pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu
kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang
lainnya.
Kedua model pembelajaran di atas sangat menekankan kepada
pembentukan kelompok baik berupa tim maupun berpasangan. Yang pada
dasarnya dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran karena melibatkan
siswa secara aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan suatu penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran
Project Based tipe Group Investigation (GI) dan model pembelajaran
Cooperative tipe Number Head Together (NHT) terhadap hasil belajar pada
materi pencemaran lingkungan, yang penulis tuangkan dalam bentuk karya
ilmiah dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada Materi
Pencemaran Lingkungan Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Project
Based Tipe Group Investigation (GI) dan Model Pembelajaran Cooperative
Tipe Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 6
Ciamis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan
dengan menggunakan model pembelajaran Project Based tipe Group
Investigation (GI) di kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis ?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan
dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative tipe Number
Head Together (NHT) di kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis ?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada materi pencemaran
lingkungan dengan menggunakan model pembelajaran Project Based tipe
Group Investigation (GI) dan model pembelajaran Cooperative tipe
Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 6
Ciamis ?
4. Jika terdapat perbedaan, model pembelajaran tipe manakah yang lebih
baik terhadap hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan
siswa kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan
dengan menggunakan model pembelajaran Project Based tipe Group
Investigation (GI) di kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan
dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative tipe Number
Head Together (NHT) di kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis.
3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada materi pencemaran
lingkungan dengan menggunakan model pembelajaran Project Based tipe
Group Investigation (GI) dan model pembelajaran Cooperative tipe
Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 6
Ciamis.
4. Untuk mengetahui model pembelajaran tipe manakah yang lebih baik
terhadap hasil belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan siswa
kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
pengetahuan/wawasan baru dan sebagai dasar kajian lebih lanjut mengenai
perbandingan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Project Based tipe Group Investigation (GI) dan model
pembelajaran Cooperative tipe Number Head Together (NHT) pada siswa
kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
a. Bagi guru bidang studi, hasil penelitian ini merupakan sebuah
informasi yang penting bagi guru untuk menerapkan model dengan
tipe pembelajaran yang efektif di kelas dan menambah literatur guru
tentang model dan tipe pembelajaran.
b. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu atau
kualitas pembelajaran di sekolah khususnya di SMP Negeri 6 Ciamis.
c. Bagi siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran dengan tipe
tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan aktivitas belajar serta
kreativitas berpikir siswa sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran
biologi di kelas VII SMP Negeri 6 Ciamis.
d. Bagi penulis, sebagai sarana aplikasi dalam berfikir untuk memperluas
pengetahuan tentang pembelajaran.
E. Tinjauan Teoretis
1. Belajar dan Hasil Belajar
a. Belajar
Secara umum, belajar adalah merupakan suatu aktivitas yang
menimbulkan perubahan yang relative permanen akibat dari upaya-
upaya yang dilakukannya. Belajar merupakan hal yang sangat
mendasar bagi manusia dan merupakan proses yang tidak henti-
hentinya. Belajar merupakan proses yang berkesinambungan yang
mengubah pelajar dalam berbagai cara.
Menurut Trianto (2010) belajar adalah suatu perilaku pada saat
orang belajar, maka responnya akan menurun. Suprijono (2009)
menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Setelah belajar
orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Sedangkan
Lie (2004) belajar adalah pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab
individu melakukan dan mengalami perubahan tersebut. Dengan
adanya interaksi dengan lingkungan maka interaksi semakin
berkembang. Secara psikologis Suprijono (2009) menjelaskan belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi lingkungannya dalam memahami
kebutuhan hidupnya, perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh
aspek tingkah laku.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatau perubahan yang relatif permanen dalam
suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau
latihan, atau dengan kata lain belajar adalah proses yang aktif suatu
fungsi dari keseluruhan lingkungan di sekitarnya. Jadi belajar adalah
perubahan tingkah laku.
b. Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Sudjana (2009: 22) adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Tirtonegoro (2001: 43) menjelaskan bahwa hasil belajar
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam
periode tertentu. Sudjana (2005: 5) menyatakan hasil belajar siswa
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan
balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif,
afektif dan psikomotorik. Sedangkan Djamarah (1996: 23)
mengungkapkan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa
kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya, kemampuan tersebut diperoleh
melalui kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku
melalui proses belajar, maka perubahan tingkah laku disebut hasil
belajar.
Hasil belajar mengajar adalah suatu proses tentang suatu bahan
pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Intruksional Khusus
(TIK)nya dapat tercapai. Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses
belajar mengajar dianggap berhasil apabila daya serap terhadap bahan
pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi baik secara
individu maupun kelompok serta perilaku yang digariskan dalam
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) telah tercapai oleh siswa, baik
individu maupun kelompok. Namun demikian, indikator yang banyak
dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap (Djamarah
dan Zain, 2002)
2. Model Pembelajaran Project Based Tipe Group Investigation (GI)
a. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Depdiknas (dalam Komalasari, 2013: 70) menjelaskan bahwa
Peoject Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
membutuhkan suatu pembelajaran komprehensif dimana lingkungan
belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi
suatu materi pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
Sedangkan Peoject Based Learning menurut Bern dan Erickson (dalam
Komalasari, 2013: 70) merupakan pendekatan yang memusat pada
prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong
siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran dan pada
akhirnya menghasilkan karya nyata.
Dari pendapat di atas Peoject Based Learning merupakan suatu
model pembelajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke
dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian kompleks, atau dengan
kata lain project based learning merupakan pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi
peluang siswa untuk bekerja secara otonom mengkonstruksi belajar
mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa
bernilai dan realistik
Project Based Learning memberikan kesempatan kepada guru
untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja
proyek (Made, 2009). Kerja proyek memuat tugas-tugas yang
kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem)
yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk merancang,
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan
investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
secara mandiri, tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian
dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
Berdasarkan beberapa pendapat yang penulis kemukakan di
atas, dapat disimpulkan bahwa Project Based Learning merupakan
pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja
mandiri dan mengkonstruk pembelajarannya (pengetahuan dan
keterampilan baru) dan mengkluminasikannya dalam produk nyata.
b. Group Investigation (GI)
Investigasi kelompok (Group Investigation) secara filosofis
beranjak dari paradigma konstruktivis, dimana terdapat suatu situasi
yang di dalamnya siswa-siswa berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan pekerjaan secara
kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah, merencanakan,
mempresentasikan, serta mengevaluasi kegiatan mereka. Investigasi
kelompok sesuai untuk merespon kebutuhan siswa dalam
mengembangkan kemampuan belajar kolaborasi melalui kerja
kelompok, dimana kemampuan tersebut diperoleh dari pengalaman
masing-masing siswa.
Menurut Aunurrahman (2010: 151), investigasi kelompok
merupakan media organisasi untuk mendorong dan membimbing
keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa terlibat aktif dalam berbagai
peristiwa di kelas. Mereka berkomunikasi secara bebas dan
bekerjasama dalam merencanakan dan melaksanakan topik yang
mereka pilih untuk penyelidikan, mereka dapat mencapai hal yang
lebih dari mereka yang melakukannya secara individu. Hasil kerja
kelompok mencerminkan kontribusi masing-masing anggota,tetapi
secara intelektual lebih kaya dari kerja yang dilakukan secara
individual oleh siswa yang sama. Sedangkan Huda (2011: 16),
menjelaskan group investigation diklasifikasikan sebagai metode
investigasi kelompok karena tugas-tugas yang diberikan sangat
beragam, mendorong siswa untuk mengumpulkan dan mengevaluasi
informasi dari beragam sumber, komunikasinya bersifat bilateral dan
multilateral, serta penghargaan yang diberikan sangat implisit. Dalam
model group investigation, siswa memiliki pilihan penuh untuk
merencanakan apa yang dipelajari dan diinvestigasi. Siswa dibentuk
dalam kelompok-kelompok kecil secara heterogen dan masing-masing
kelompok diberi tugas (proyek).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa group investigation merupakan pembelajaran yang menekankan
pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi
(informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang
tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari
melalui sumber lain yang relevan. Siswa dilibatkan sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Group Investigation dapat melatih
siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri serta dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa, keterlibatan siswa secara aktif
dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran.
Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok
umumnya membagi kelas menjadi beebrapa kelompok yang
beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen,
para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi
mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Aunurrahman
(2010: 152) yang memaparkan ciri esensial investigasi kelompok yaitu
: para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki
independensi terhadap guru; kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada
upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan;
kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk
mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai
beberapa kesimpulan; serta siswa akan menggunakan pendekatan yang
beragam di dalam belajarnya.
Adapun langkah-langkah investigasi kelompok dalam
pembelajaran dikemukakan oleh Komalasari (2013: 75) yaitu seleksi
topik, merencanakan kerja sama, implementasi, analisis dan sintesis,
penyajian hasil akhir, dan evaluasi.
3. Model Pembelajaran Cooperative Tipe Number Head Together (NHT)
a. Model Pembelajaran Cooperative
Model pembelajaran merupakan suatu desain yang
menggambarkan rincian proses dan penciptaan situasi lingkungan
belajar yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan
lingkungan pendidkannya sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan dalam diri siswa. Sedangkan pembelajaran kooperatif
adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskan.
Menurut Isjoni (2009: 15), pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang
dengan struktur kelompok heterogen. Pendapat tersebut sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Slavin (2010: 4) bahwa pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajarn dimana
para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Sunal dan Hans (dalam Isjoni 2009: 15) menjelaskan pembelajaran
kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi
yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar
bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl (dalam
Isjoni, 2009: 5) menjelaskan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling
tolong-menolong dalam perilaku sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,
saling mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing.
b. Number Head Together (NHT)
Sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak
didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau
cooperative learning. Jadi bisa disimpulkan bahwa cooperative
learning adalah salah satu model pembelajaran gotong royong yang
memiliki sisi sosial positif. Pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,
menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Salah
satu jenis model pembelajaran kooperatif adalah tipe NHT (Numbered
Heads Together) yang merupakan sebuah variasi diskusi kelompok
dan dapat menjamin keterlibatan total semua peserta didik. Menurut
Isjoni (2009: 78) salah satu tipe yang ada dalam Cooperative Learning
adalah Numbered Head Together (NHT).
Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) merupakan
sebuah variasi diskusi kelompok. Keterlibatan total semua peserta
didik dalam model pembelajaran NHT tentunya akan berdampak
positif terhadap motivasi belajar peserta didik. Peserta didik akan
berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan
permasalahan yang disajikan oleh pendidik
Lie (2010: 59) menjelaskan penerapan NHT dalam
pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling
tepat. Tenik ini juga dapat mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerjasama siswa dan memudahkan dalam menelaah bahan
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa
terhadap isi pelajaran tersebut, karena NHT mempunyai kelebihan
sebagai berikut :
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
2) Mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama
mereka.
3) Tipe NHT (Numbered Head Together) ini memudahkan pembagian
tugas.
4) Dengan tipe ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan
kelompoknya.
5) Tipe ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia anak didik.
Junaedi, dkk (2008:34) menyatakan bahwa NHT (Numbered
Head Together) adalah suatu metode belajar dimana setiap peserta
didik diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, setelah itu guru
memanggil nomor dari peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Numbered Head Together) ini menekankan adanya struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Berdasarkan beberapa pendapat yang penulis uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian cooperative learning tipe NHT
(Numbered Head Together) adalah kegiatan belajar mengajar secara
kelompok kecil, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan menutut siswa
agar melaksanakan tanggungjawab pribadinya dalam keterkaitan
dengan rekan-rekan kelompoknya.
Adalah langkah-langkah cooperative learning tipe NHT
(Numbered Head Together) menurut Lie (2010:60) yaitu adalah
sebagai berikut :
1) Langkah 1 – Penomoran (Numbering)
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim
yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi nomor
sehingga setiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.
2) Langkah 2 – Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakanya. Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomornya. Misalnya siswa no.1 bertugas membaca
soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin
berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa no.2 bertugas
mencari penyelesaian soal. Siswa no.3 mencatat dan melaporkan
hasil kerja kelompok.
3) Langkah 3 – Berpikir bersama (Head Together)
Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. Jika
perlu (untuk tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan
kerjasama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa-
siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu dan
mencocokan hasil kerja mereka.
4) Langkah 4 – Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas.
4. Materi Pencemaran Lingkungan
F.