Post on 01-May-2021
HUBUNGAN FAKTOR RESIKO PENCEMARAN TERHADAPKUALITAS FISIK AIR SUMUR GALI DI DESA ALUE
TAMPAK KECAMATAN KAWAY XVIKABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
HANISAHNPM: 07C10104059
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARKABUPATEN ACEH BARAT
MEULABOH2013
HUBUNGAN FAKTOR RESIKO PENCEMARAN TERHADAPKUALITAS FISIK AIR SUMUR GALI DI DESA ALUE
TAMPAK KECAMATAN KAWAY XVIKABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan
Oleh:
HANISAHNPM: 07C10104059
Skripsi ini Sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT
TAHUN 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang
dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air
yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau. Konsekuensi dari penggunaan
air yang tidak bersih dan hygiene akan mengganggu kesehatan bagi yang
mengkonsumsinya. Air yang berkualitas meliputi kualitas fisik, kimia dan bebas
dari mikroorganisme (Soemirat,2001)
Penggunaan air bersih yang merata pada seluruh penduduk di Indonesia
merupakan bagian integral dari program penyehatan air. Menurut Depkes RI
(2008) program penyehatan air tersebut meliputi perencanaan kebutuhan air bersih,
cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun kebutuhan air
bersih pada masyarakat perkotaan. Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air
adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat kehidupan
seseorang maka meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut.
Program penyehatan air merupakan salah satu program prioritas dalam
agenda Millenium Development Goals (MDGs) dengan sasarannya adalah
penurunan sebesar separuh populasi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap
sumber air minum yang aman dan bekelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada
tahun 2015, dan diperkirakan 1,1 milyar penduduk di dunia yang tinggal di desa
maupun di kota hidup tanpa akses air bersih (WHO, 2008).
Sumber air yang lazim dipergunakan di masyarkat tradisional adalah air
sumur gali, artinya air tersebut berasal dari air tanah. Air tanah adalah air yang
2
bersumber langsung dari tanah dan biasanya dilakukan pengeboran maupun
penggalian sumur guna memperoleh air bersih. Air tanah belum tentu mempunyai
kualitas yang memenuhi syarat kualitas air baik kualitas fisik, kimia maupun
bakteriologis (Soemirat, 2001).
Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan khususnya
untuk penyediaan air minum harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010, tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 ayat (1) air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Pasal 3 ayat (1) Air minum aman bagi
kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Pasal 3
ayat (2) parameter wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh
penyelenggara air minum. Pengawasan kualitas air bertujuan untuk mencegah
penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan
membahayakan kesehatan.
Berdasarkan laporan MDGs tahun 2008 di Indonesia jumlah penduduk yang
tidak memiliki air bersih sebesar 44,2%, dan hanya 5,5% penduduk di desa yang
mempunyai akses air bersih. Selanjutnya pada tempat-tempat umum cakupan
penduduk yang mempunyai akses air bersih hanya 32,9% (WHO, 2008).
Menurut Ramdani (2008), dampak dari penggunaan air bersih yang tidak
hygiene ini dapat menyebabkan gangguan kulit, gatal-gatal dan secara permanen
dapat mengganggu kesehatan bagi masyarakat . Keadaan ini cenderung terjadi pada
masyarakat pedesaan, karena pedesaan masih menggunakan air bersumber dari air
3
sumur gali yang masih diragukan kualitas airnya.
Di antara penyakit berbasis lingkungan (termasuk tersedianya air minum/air
bersih yang memenuhi syarat kesehatan), yang potensial menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) adalah penyakiti diare. Insiden penyakit diare pada 2002
mencapai 280 penderita per 1000 penduduk pertahun, dan pada tahun 2006
meningkat menjadi 300 per 1000 penduduk, dimana setiap anak balita saat ini
paling tidak menderita diare rata-rata sebanyak 1,3 kali pertahun. Hal ini
menunjukkan ada masalah air minum/air bersih dan perilaku hidup masyarakat
yang kurang sehat (Depkes RI, 2008).
Desa Alue Tampak merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Kaway XVI, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Peureumeu
diperoleh bahwa penyakit diare merupakan kasus terbesar kedua sebanyak 321
kasus dibawah kasus ISPA (Data Puskesmas Peureumeu. 2011). Setelah dilakukan
survei awal diketahui banyak penduduk yang memiliki sanitasi dasar yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Di desa ini juga banyak penduduk yang menggunakan
sarana sumur gali sebagai sumber penyediaan air bersih akan tetapi sumur gali
yang dipergunakan tidak memenuhi syarat kesehatan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian untuk mengetahui “Hubungan Faktor Resiko Pencemaran terhadap
Kualitas Fisik Air Sumur Gali di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam hal ini, maka dapat dikemukakan rumusan
masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan faktor resiko pencemaran
4
terhadap kualitas fisik air sumur gali di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor resiko pencemaran terhadap kualitas
fisik air sumur gali di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh
Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi sumur galian terhadap
kualitas fisik air sumur galian di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk mendapatkan tambahan teori tentang Resiko Pencemaran terhadap
Kualitas Air Sumur Gali.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.2.1 Sebagai bahan masukkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
sebagai penanggung jawab program pembinaan lingkungan, khususnya
bidang air bersih di daerah Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2.2 Memberikan informasi bagi masyarakat tentang kualitas air sumur gali
ditinjau dari faktor resiko pencemar pada sarana air bersih di Desa Alue
5
Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
1.4.2.3 Menambah pengetahuan bagi penulis dalam bidang pengawasan kualitas air
bersih khususnya dari segi bakteriologis.
6
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup what bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan yang optimal sesuai dengan visi dan misi
pembangunan kesehatan (Depkes RI, 1999).
Untuk mencapai tujuan di atas maka diperlukan suatu upaya kesehatan yang
terpadu, menyeluruh, terarah dan berkesinambungan dalam berbagai bidang untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya-upaya
kesehatan yaitu dengan Pendekatan, Pemeliharaan, Peningkatan Kesehatan
(Promote), Pencegahan Penyakit (Preventif), Pengobatan Penyakit (Kuratif)
(Depkes RI, 1999). Menurut H.L.Blum (1984) bahwa Kesehatan Masyarakat
dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor lingkungan, prilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan.
Dari keempat faktor tersebut, lingkungan dan prilaku mempunyai peranan
yang besar disamping faktor pelayanan kesehatan. Begitu besarnya pengaruh
lingkungan ini terhadap kesehatan manusia sehingga lingkungan yang tidak saniter
akan mengakibatkan kerugian bagi manusia, atau akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara agent, host dan environment sehingga lingkungan
tersebut menguntungkan agent dan merugikan host.
Faktor-faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan
adalah keadaan perumahan dan sanitasi dasarnya yang ruang lingkupnaa meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan sampah dan pembuangan
air limbah. Diantara faktor-faktor tersebut, penyediaan air bersih merupakan salah
satu faktor yang paling penting.
7
Bagi kehidupan mahluk hidup, air bukan merupakan hal yang baru karena
air sangat dibutuhkan oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kehidupan
tidak dapat berlangsung tanpa adanya air. Tubuh manusia 60 % - 70 % dari berat
badannya terdiri dari air dan untuk kelangsungan hidupnya tubuh manusia
membutuhkan sir yang jumlahnya tergantung berat badannya. Untuk orang dewasa
kira-kira membutuhkan air ± 2.200 gram setiap harinya (Sanropie, 1984).
Air yang dalam tubuh manusia berfungsi untuk mengangkat zat-zat
makanan dari satu organ ke organ lainnya, mengatur suhu tubuh dan sebagai alat
prows metabolisme maupun fungsi lainnya. Air juga dipergunakan untuk
kepentingan lain seperti memasak, mencuci, mandi, pertanian, perindustrian dan
transportasi serta untuk tujuan rekreasi.
Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan khususnya
untuk penyediaan air minum harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air, oleh karenanya air yang digunakan harus
memenuhi syarat kesehatan. Agar dapat mencapai persyaratan kesehatan haruslah
dapat memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Syarat kualitas yang harus dimiliki
adalah bebas dari mikro organisme dan bebas dari bahan kimia yang dapat
membahayakan kesehatan.
Kualitas air secara mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat adanya bakteri colitinja di dalam
air bersih tersebut yang menunjukkan bahwa adanya pencemaran yang disebabkan
oleh tinja manusia. Dengan ditemukannya Escherichia coli atau biasa di singkat
8
(E.Coli) adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif di dalam air
bersih menunjukkan bahwa adanya pencemaran yang disebabkan oleh tinja
manusia dimana bakteri tersebut diperkirakan dapat m kesehatan karma dicurigai
air tersebut mengandung mikro organisme patogen (walaupun kuman patogen
tersehut tidak selalu ada) yang dapat menimbulkan penyakit. Adapun mikro
organisme pathogen antara lain adalah virus bakteri, protozoa dan parasit yang
ditransmusikan melalui tinja manusia (Pudjarwanto, 1993).
Desa Alue Tampak merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Kaway XVI, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Peureumeu
diperoleh bahwa penyakit diare merupakan kasus terbesar kedua sebanyak 321
kasus dibawah kasus ISPA (Data Puskesmas Peureumeu. 2011). Setelah dilakukan
survei awal diketahui banyak penduduk yang memiliki sanitasi dasar yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Di desa ini juga banyak penduduk yang menggunakan
sarana sumur gali sebagai sumber penyediaan air bersih akan tetapi sumur gali
yang dipergunakan tidak memenuhi syarat kesehatan..
Secara bakteriologi air bersih perpipaan total coliformnya setiap 100 ml
adalah 10 pm sementara untuk air minuman total coliform per 100 ml adalah 0.
Secara bakteriologi air bersih yang bukan perpipaan total coliform per 100 ml
sampel adalah 50 pm sementara untuk perpipaan total coliform per 100 ml sampel
adalah 10 pm sedangkan untuk air minum total coliform clan colitinja per 100 ml
sampel adalah 0.
Mengingat pentingnya air dalam kehidupan maka haruslah air yang
digunakan memenuhi syarat kesehatan baik secara kualitas maupun kuantitas
9
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/MENKES/PER/IX/1990.
10
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. I., 1999. Indonesia Sehat 2010, Jakarta.
Ditjen PPM & PLP, 1995. Manual Teknis Upaya Penyehatan Airs Jakarta.
Kusnoputranto Haryoto, 1986. Kesehatan Lingkungans Jakarta FKM-UI.
Sanropie D, 1993. Penyediaan Air Bersih, Depkes RL.
Suparmin S, 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, Penerbit Buku KedokteranEGC, Jakarta.
Wardhana W, 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan, Adi Offsett, Yogjakarta.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air), dan gas (uap air). Air adalah
satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga
wujudnya tersebut. Air merupakan substansi kimia dengan rumus kimia H2O : satu
molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu
atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada
kondisi standar (Allafa, 2008).
Menurut (Kusnoputranto, 2006) yang dimaksud dengan air adalah air tawar
yang tidak termasuk salju dan es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air
bersumber pada air tanah, air permukaan, dan air atmosfer, yang ketersediaannya
sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan.
Menurut Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air
adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang
berada di darat. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari
tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik
berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air
baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak
diperlukan untuk mencegah terjadinyakontak antara kotoran sebagai sumber
penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2006).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010
7
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang melalui
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum.
2.2 Macam-macam Sumber Air Baku
Untuk keperluan air minum, rumah tangga, dan industri, secara umum dapat
digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur, dan air
hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang
berbahaya bagi kesehatan. Sumber air yang dapat kita manfaatkan pada dasarnya
digolongkan sebagai berikut :
2.2.1 Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni yang
ketika turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang terdapat di udara,
diantara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut adalah: gas O2, CO
2, N
2,
juga zat-zat renik dan debu.
Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih, tetapi setelah mencapai
permukaan bumi, air hujan tidak murni lagi karena ada pengotoran udara yang
disebabkan oleh pengotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk
menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaklah pada waktu
menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena masih
banyak mengandung kotoran (Sutrisno, 2006).
2.2.2 Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengaliran.
Dibandingkan dengan sumber lain air permukaan merupakan sumber air yang
8
tercemar berat. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat-tempat yang dekat
dengan tempat tinggal penduduk. Hampir semua air buangan dan sisa kegiatan
manusia dilimpahkan kepada air atau dicuci dengan air, dan pada waktunya akan
dibuang ke dalam badan air permukaan. Disamping manusia, flora dan fauna juga
turut mengambil bagian dalam mengotori air permukaan, misalnya batang-batang
kayu, daun-daun, tinja dan lain-lain.
Jadi, dapat dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang
mudah sekali dicemari terutama oleh kegiatan manusia. Oleh karena itu, mutu air
permukaan perlu mendapat perhatian yang seksama kalau air permukaan akan
dipakai sebagai bahan bakar air bersih. Beberapa sumber air yang termasuk ke
dalam kelompok air permukaan adalah air yang berasal dari sungai, danau, laut,
lautan dan sebagainya (Kusnoputanto, 2006).
2.2.3 Air Tanah
Jumlah air di bumi relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan
bersirkulasi akibat pengaruh cuaca sehingga terjadi suatu siklus yaitu siklus
hidrologi. Pada proses tersebut air hujan jatuh ke permukaan bumi. Air hujan
tersebut ada yang mengalir masuk ke permukaan (mengalami runoff) dan ada juga
yang meresap ke dalam tanah (mengalami perkolasi) sehingga menjadi air tanah
baik yang dangkal maupun yang dalam (Slamet, 2009).
Air tanah mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang
telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah membuat
air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air permukaan.
Secara praktis air tanah adalah air bebas polutan karena berada di bawah
permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat
tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan.
9
Air tanah terbagi atas 3 yaitu (Sutrisno, 2006):
1. Air Tanah Dangkal
Terjadi karena daya proses peresapan air permukaan tanah, lumpur akan
tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri sehingga air tanah akan jernih. Air
tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa
dimanfaatkan sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi
kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada
musim.
2. Air Tanah Dalam
Terdapat pada lapisan rapat air pertama dan kedalaman 100-300 meter.
Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal
sedangkan kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit
dipengaruhi oleh perubahan musim
3. Mata Air
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah.
Keluarnya air tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng
gunung atau sepanjang tepi sungai.
Berdasarkan munculnya kepermukaan air tanah terbagi atas 2 yaitu :
a. Mata air (graviti spring) yaitu air mengalir dengan gaya berat sendiri. Pada
lapisan tanah yang permukaan tanah yang tipis, air tanah tersebut
menembus lalu keluar sebagai mata air.
b. Mata air artesis berasal dari lapisan air yang dalam posisi tertekan. Air
artesis berusaha untuk menembus lapisan rapat air dan keluar ke permukaan
bumi
10
2.3 Penyediaan Air Bersih
2.3.1 Sarana Air Bersih
Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air
bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari – hari. Yang
perlu diperhatikan antara lain :
1. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran ( seperti septic tank, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan air limbah ) minimal 10 meter.
2. Pada sumur Bali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air yaitu
dilengkapi dengan cincin dan bibir sumur.
3. Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis atau terminal air
perpipaan/kran atau sumur gali terjaga kebersihannya dan terpelihara.
2.4 Peranan Air Dalam Kehidupan
Air merupakan bagian dari kehidupan dipermukaan bumi, karena tidak
satupun kehidupan di bumi ini dapat berlangsung tanpa air. Oleh karenanya air
mutlak dibutuhkan baik bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Bagi manusia sendiri yang dikarenakan tubuh manusia sendiri mengandung 60 % -
70 % air dari seluruh berat badan dan air didaerah jaringan lemak terdapat kira-kira
90 % serta darah dan getah bening juga sebagian besar dari air.
2.5 Peranan Air Dalam Kesehatan
Air mempunyai peranan dalam penularan penyakit bagi manusia, besarnya
peranan air ini disebabkan karena air sendiri dapat bertindak sebagai tempat
berkembang baik mikro organisme dan juga dapat sebagai perantara sebelum mikro
organisme berpindah pada manusia.
11
2.5.1 Air Sebagai Penyebar Mikroba Patogen (Water Borne Diseases)
Water borne disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogenn dari penderita atau karier. Penularan
penyakit dimana air sebagai medianya seperti penyakit cholera, demam typoid,
disentri amuba dan bakteri, tularemia, hepatitis dan lain-lain.
2.5.2 Kurangnya Penyediaan Air Bersih (Water Washed Diseases)
Water Washed Disease yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air
untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat dapur dan alat makan. Penularan penyakit yang berhubungan dengan
air yang digunakan untuk kebersihan/pencucian seperti alat-alat dapur memasak
dan untuk kebersihan perorangan. Hal ini berkaitan dengan volume/jumlah air yang
digunakan dengan tersedianya air cukup maka penyakit tersebut dapat dikurangi
penularannya kepada manusia. Adapun penyakit tersebut adalah diare, infeksi dan
selaput lendir dan lain- lain.
2.5.3 Air Sebagai Sarang Hospes Sementara (Water Based Diseases)
Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Penyebaran penyakit
melalui penjamur (host) yang siklus hidupnya berada dalam air seperti
Schistosomiasis.
2.5.4 Air Sebagai Sarang Vektor Penyakit (Water Related Insect Vector)
Water Related Insect Vectors, Vektor-vektor insektisida yang berhubungan
dengan air yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air. Penyakit
yang ditularkan oleh serangga dimana air merupakan tempat berkembang biak yang
baik bagi beberapa insekta sebagai penyakit seperti DHF, Malaria, Yellow Fever
dan Tripanosomiasis.
12
2.6 Persyaratan Kualitas Air
2.6.1 Standard Kualitas Air
Dengan adanya standard kualitas air, orang dapat mengukur kualitas dari
berbagai macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi kandungan unsur
yang tercantum didalam standard kualitas. Dengan demikian dapat diketahui syarat
kualitasnya, dengan kata lain standard kualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur.
Standard kualitas air minum dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum yang biasanya
dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan
kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam segi estetika.
Peraturan ini dibuat dengan maksud bahwa air yang memenuhi syarat kesehatan
mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan serta
mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Sesuai peraturan ini telah diperoleh
landasan hukum dan landasan teknis dalam hal pengawasan kualitas air minum.
Demikian pula halnya dengan air yang digunakan sebagai kebutuhan air
bersih sehari-hari, sebaiknya air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau,
jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standard yang ditetapkan sehingga
menimbulkan rasa nyaman. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi
maka besar kemungkinan air itu tidak sehat karena mengandung beberapa zat
kimia, mineral, ataupun zat organis/biologis yang dapat mengubah warna, rasa,
bau, dan kejernihan air (Azwar, 2006).
Untuk standard kualitas air secara global dapat digunakan Standar Kualitas
Air WHO. Sebagai organisasi kesehatan internasional, WHO juga mengeluarkan
13
peraturan tentang syarat-syarat kualitas air bersih yaitu meliputi kualitas fisik,
kimia dan biologi. Peraturan yang ditetapkan oleh WHO tersebut digunakan
sebagai pedoman bagi negara anggota. Namun demikian masing-masing negara
anggota dapat menetapkan syarat-syarat kualitas air sesuai dengan kondisi negara
tersebut.
2.6.2 Syarat Fisik
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, menyatakan
bahwa air yang layak dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari adalah air yang
mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum, antara lain harus
memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta
tidak berwarna. Pada umumnya syarat fisik ini diperhatikan untuk estetika air.
Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya sebagai berikut :
1). Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama
apabila temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ± 30C suhu
udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau
jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Disamping itu,
temperatur pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas banyaknya bahan
kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme, dan virus. Temperatur atau suhu
air diukur dengan menggunakan termometer air.
2). Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan
14
oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme
mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–
bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas
bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena pengukuran bau dan
rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.
Untuk standard air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum
menyatakan bahwa air minum tidak berbau dan tidak berasa .
3). Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur
dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang
tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan
dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan
mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan
mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2006).
Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
dengan metode Turbidimeter. Untuk standard air minum ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
tentang persyaratan kualitas air minum, yaitu kekeruhan yang dianjurkan
maksimum 5 NTU (Depkes RI, 2002).
2.6.3 Syarat Kimia
Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh
zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg),
15
Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca),
Mangan ( Mn ), Derajat keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya.
Kandungan zat kimia dalam air minum yang dikonsumsi sehari-hari hendaknya
tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
tentang persyaratan kualitas air minum. Penggunaan air yang mengandung bahan
kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan dan material yang digunakan
manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu tidak asam dan tidak basa
untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan. pH air yang
dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–8,5. Air merupakan pelarut yang baik
sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai
elemen kimia yang dilaluinya (Slamet, 2005).
1). Besi (Fe)
Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan
dapat dibentuk. Titik leleh Fe sebesar 1538 ºC sedangkan titik didihnya sebesar
2861 ºC. Sumber Fe antara lain berasal dari hematit ataupun magnetit. Adanya Fe
dalam air dapat bersumber dari dalam tanah itu sendiri (batu-batuan yang
mengandung besi) ataupun endapan-endapan buangan industri. Diperkirakan
kandungan Fe dalam kerak bumi adalah sebesar 5,63 x 10-3
mg/kg, sedangkan
kandungan didalam laut sebesar 2 x 10-3
mg/l (Widowati, 2008).
Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi
sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari
yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan
16
oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh
manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat
tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain
itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan
oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan
terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10
mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk.
Kadar maksimum Fe yang diperbolehkan di dalam air minum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/IV/2010
adalah 0,3 mg/l. Kadar Fe yang tinggi dalam air menimbulkan rasa, warna
(kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi, dan
kekeruhan. Fe dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Banyaknya
Fe dalam tubuh dikendalikan pada fase absorbs. Tubuh manusia tidak dapat
mengekskresikan Fe. Sekalipun Fe itu diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis
besar dapat merusak dinding usus (Soemirat, 2007). Simpanan Fe yang berlebihan
dalam tubuh dapat merusak sel alat pencernaan secara langsung, dalam bentuk
hemosiderin dapat menimbulkan hemosiderosis (Widowati, 2008).
2). Mangan (Mn)
Mangan adalah metal kelabu-kemerahan. Keracunan sering kali bersifat
khronis sebagai akibat dari kelebihan kadar Mn dalam tubuh sehingga dapat
mengganggu proses pencernaan. Kadar maksimum Mn yang diperbolehkan di
dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,4 mg/l.
17
3). Kadmium (Cd)
Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cd diperoleh
bersama-sama dengan Zn, Cu, Pb, dalam jumlah yang kecil. Tubuh manusia tidak
memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, karenanya Cd sangat beracun
pada manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gastrointestinal, dan
penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit
Glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan
pelunakan dan fraktur (patah) tulang-tulang punggung yang multiple. Di Jepang
sakit pinggang ini dikenal sebagai penyakit “Itai-Itai Byo”. Gejalanya adalah sakit
pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti
influenza, dan sterilitas pada laki-laki. Kadar maksimum Cd yang diperbolehkan di
dalam air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 adalah 0,003 mg/l.
2.6.4 Syarat Bakteriologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air
angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai
dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang
dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri
golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri
ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen (Slamet, 2009).
E.coli sudah lama diketahui sebagai indikator adanya pencemaran tinja
manusia pada minuman ataupun makanan. Beberapa alasan mengapa E.coli disebut
sebagai indikator pencemaran pada tinja dibanding bakteri lainnya adalah
(Chandra, 2005) :
18
a. Jumlah organisme cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400
miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Oleh karena
jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air
memberi bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walau hanya
terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibanding tipe kuman patogen lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus patogen
lainnya.
d. Organisme ini lebih resisitensi terhadap proses purifikasi air secara alamiah.
Bila coliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain dapat juga
ditemukan dalam sampel air tersebut di atas walaupun dalam jumlah yang
kecil.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, bakteri coliform
yang memenuhi syarat untuk air minum harus 0 per 100 ml sampel.
2.7 Resiko Pencemaran
2.7.1 Tempat Pembuangan Tinja (Jamban )
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan disepanjang sistem saluran
pencernaan (Tractus digestifus) (Suparmin, 2002).
Tinja perlu mendapat perhatian dalam pembuangannya, karena kotoran
manusia atau tinja memegang peranan penting sebagai jalur transmisi penyakit.
Untuk itu tinja harus dibuang kedalam suatu tempat yang disebut dengan kakus.
19
Dan dalam mendirikan kakus harus memenuhi syarat sebagai berikut : (Azwar.
2006).
1. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindungi dari pandangan lain,
terlindung dari panas atau hujan, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan
ruangan sendiri untuk kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus di
pekarangan.
2. Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai menganggu
pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya
berbagai macam binatang.
3. Bangunan kakus mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang
kuat, yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung
4. Mempunyai lubang closet yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan
pada sumur penampung atau sumur rembesan, yang terutama disyaratkan jika
mendirikan kakus model pemisahan bangunan kakus dengan tempat
penampungan atau rembesan.
5. Menyediakan alat pembersih (air atau kertas) yang cukup sedemikian rupa
sehingga dapat segera dipakai setelah membuang kotoran.
2.7.1.1 Pengolahan
Dalam praktek sehari-hari pembuangan kotoran manusia bercampur dengan
air. Pada dasarnya pengolahan tinja dengan pengolahan air limbah adalah sama.
Oleh karena itu berbagai teknik pengolahan air limbah dapat diterapkan dalam
pengolahan kotoran manusia. Tempat penampungan kotoran yang dipakai serta
cara pemusnahan dan penyaluran air kotor, maka kakus dapat dibedakan atas
beberapa macam yaitu :
20
1. Kakus cubluk (pit privacy), adalah kakus yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dibawah tempat injakan, atau dibawah bangunan kakus.
2. Kakus empang (overhung latrine), adalah kakus yang dibangun diatas empang,
sungai ataupun rawa. Kakus model ini ada kotorannya yang tersebar begitu
saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan atau ada yang dikumpulkan
memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas, berupa bambu, kayu
dan lain sebagainya yang ditanamkan melingkar ditengah empang, sungai
ataupun rawa.
3. Kakus Kimia (chemical toilet) kakus model ini biasanya dibangun pada tempat-
tempat rekreasi pada alat transportasi dan lain sebagainya. Disini tinja
didesinfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan sebagai
pembersihnya dipakai kertas ( toilet paper).
4. Kakus dengan “angsa trine”, adalah kakus dimana leher lubang closet
berbentuk langsung, dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk
mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Kakus model ini
biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic
tank. Kakus model ini adalah yang terbaik karena dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan.
2.7.1.2 Hubungan Tinja Dengan Kesehatan
Hubungan pembuangan tinja dengan kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari contoh yang diberikan oleh Fair dan Geyer yang menyatakan bahwa telah
terjadi penurunan angka kematian karena penyakit typhus dan parathypus sampai
menjadi sepertiga dari angka semula, dan bahkan sampai nol pada saat
21
dilaksanakan program pembangunan jamban dibagian West Virginia, AS. Menurut
Wagner dan Lanoix, dengan pembuangan tinja yang saniter insiden penyakit
kolera, typhus paratyphus, disentri, diare pada anak-anak, penyakit cacing
tambang, ascariasis, dan infeksi serta infestasi parasit pada usus dapat diturunkan
karena dapat mencegah penularan dari penderita penyakit tersebut kepada orang
lain. (Soeparman. 2002).
2.7.2 Sumber Pencemar Lain
Sumber pencemar lain dapat diartikan sebagi sumber yang berasal dari
aktifitas manusia dan diluar dari aktifitas manusia seperti kotoran hewan, sampah,
dan genangan air dan lainnya.
2.7.2.1 Hubungan dengan Kesehatan.
Hubungan sumber pencemar lain dengan kesehatan dapat dilihat walaupun
tidak secara langsung tapi dapat mencemari sumber air bersih yang memungkinkan
terjadinya pencemaran air yang dikonsumsi oleh manusia yang dapat
mengakibatkan penyakit bila tidak diolah sesuai syarat kesehatan.
2.7.3 Pengertian Air Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya baik
secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk lain.
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi
22
(Kusnaedi, 2004).
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yang
dimaksud dengan limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh
kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan
kualitas lingkungan.
Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, hal ini
tergantung dari jenis industri dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses
industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah.
Dari defenisi di atas maka secara umum dapat disimpulkan bahwa air
limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan berupa cairan yang berasal dari rumah
tangga, industri, atau tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung zat-
zat yang membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan hidup.
2.7.3.1 Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah dilakukan dalam dua bentuk, yaitu :
(Suparmin.2002).
1. Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari daerah tempat tinggal, tanpa diolah
sebelumnya.
2. Menyalurkan air limbah tersebut setelah diolah sebelumnya dan kemudian
dibuang ke alam.
Hal ini biasanya dilakukan oleh rumah tangga yakni : (Suparmin, 2002).
a. Sistem roil
Yaitu suatu jaringan penampungan air limbah yang dimulai daerah
23
pemukiman, dan kemudian dialirkan ke tempat pembuangan akhir air limbah yang
biasanya merupakan kali ataupun laut.
b. Septic tank
Yakni suatu unit penampungan air limbah ( juga kotoran manusia ) didalam
tanah yang dibuang permanen.
Prinsip dari septic tank adalah tersedianya bak penampungan yang gunanya
untuk memisahkan bahan dari air limbah, karena proses biologis pada tingkat
pertama terjadi pembusukan bahan-bahan padat yang mengendap dari bakteri
pembusuk anaerobic. Bak penampungan ini memberi kesempatan penahanan air
kotor dan bahan-bahan endapan selama 24 jam serta besarnya tidak boleh kurang
dari 2x4 meter.
Ruang rembesan adalah lubang atau sumur yang diisi lapisan pasir kasar
atau kerikil, pasir halus, tanah liat campuran air, ijuk dan tengahnya dialirkan
saluran pipa. Lubang rembesan ini umumnya merupakan pelengkap dari bak
penampung. Disini terjadi proses biologis tingkat dua yakni penguraian bahan yang
tersisa dari bakteri aerobic. Diisyaratkan supaya mengadakan ruang rembesan
setidaknya 35 meter dari sumber air serta 7 meter dari bangunan.
2.7.3.2 Hubungan Air Limbah Dengan Kesehatan
Pembuangan air limbah yang dilaksanakan secara saniter merupakan salah
satu kegiatan dalam rangka penyehatan lingkungan lainnya. Menurut Okun dan
Phongis pembuangan air limbah yang saniter akan mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi penyakit amoebiasis, ascariasis,cholera, penyakit cacing
tambang, letospirosis, shigellosis tetanus dan typhus (Soeparman, 2002).
24
2.8 Sumur Gali
Sumur merupakan sumber air yang banyak digunakan masyarakat
Indonesia. Agar air sumur memenuhi syarat kesehatan sebagai air rumah tangga,
maka air sumur harus dilindungi dari bahaya pengotoran. Sumur yang baik harus
memenuhi syarat-syarat : (Sanropie, 1993).
3 Syarat lokasi
Untuk menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak sumur
dengan kakus, lubang galiab sampah, lubang galian untuk limbah dan sumber-
sumber pengotoran lainnya tidak kurang dai 10 meter. Dan bila tidak
memungkinkan (kurang dari 10 meter ) konstruksi lubang galian untuk sumber-
sumber pengotoran tersebut dibuat kedap air. Jangan dibuat ditempat yang ada
airnya dalam tanah, dan jangan dibuat di tanah yang rendah yang mungkin
terendam bila banjir ( hujan ).
4 Syarat konstruksi
a. Sumur gali tanpa pompa
− Dinding sumur 3 meter dalamnya dari permukaan tanah dibuat dari
tembok yang tidak tembus air.
− Satu setengah meter dinding berikutnya ( sebelah bawahnya ) dibuat dari
batas yang ditembok.
− Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun musim kemarau.
− Diatas tanah dibuat dinding tembok yang kedap air, setinggi minimal 70
cm.
− Lantai sumur dibuat kedap air dan agak miring dan ditinggikan 20 cm di
atas permukaan tanah, bentuknya bulat atau persegi.
25
− Dasar sumur diberi kerikil agar airnya tidak keruh bila ditimba
− Permukaan tanah sekitar bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan pengeringan
− Saluran pembuangan air limbah dan sekitar sumur dibuat tembok dan
panjangnya minimal 10 meter.
b. Sumur gali yang dilengkapi pompa
Pembuatannya sama dengan sumur gali tanpa pompa hanya disini air sumur
diambil dengan menggunakan pompa. Dalam hal ini kemungkinan pengotoran
lebih sedikit dari karena sumur selalu ditutup.
2.10 Tingkat Resiko Pencemaran Air Sarana Sumur Gali
Air dalam perjalanannya mulai dari sumber asalnya dapat mengalami resiko
pencemaran sebelum sampai ke konsumen melalui berbagai cara dan sarana
penyediaan air minum, mempunyai kemungkinan besar untuk terjadinya
pencemaran air.
Pencemaran fisik, kimia, bakteriologi maupun radio aktif akan berakibat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia. Pencemaran air oleh kuman dapat
berupa bakteri, virus, protozoa dan fungsi yang mana dapat ditemukan dalam
faeces urine penderita atau carier. Oleh karena pada dasarnya bakteri dalam kotoran
manusia dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal didalam tanah dimana
terdapat lokasi pembuangan kotoran.
Bakteri pada bahan buangan manusia dapat menyebar secara horizontal dan
vertikal melalui pencemaran air, sedangkan jarak pencemarannya bervariasi
terutama dipengaruhi oleh porositas tanah. Secara horizontal area kontaminasi
melebar sampai kurang dari 2 meter pada jarak 5 meter dari lobang kotoran serta
menyempit hingga jarak 11 meter, bergerak vertikal kebawah sedalam 3 meter.
26
Kontamisasi bersifat searah dengan aliran air, pola pencemaran oleh zat
kimia mengikuti bentuk yang hampir sama dengan pencemaran bakterial, hanya
jarak lebih jauh. Pada jarak 25 meter dari lubang pembuangan area kontaminasi
melebar sampai kurang dari 9 meter untuk kemudian menyempit hingga jarak 115
meter. Gambaran penyebaran bakteri dan bahan kimia dalam tanah dapat
digambarkan melalui bagan berikut :
Sumur gali adalah salah satu konstruksi sumur yang paling umun dan
meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat sebagai sumber
air minum dan air bersih. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan
tanah yang relatif dekat dari tanah permukaan, olek karena itu mudah terkena
kontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi paling umum adalah karena rembesan
air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang, oleh karenanya perlu
diperhatikan persyaratan fisik kontruksi sumur gali yang memenuhi syarat seperti.
1. Memiliki bibir sumur yang kedap air dengan tinggi 80 - 100 cm.
2. Memiliki cincin sumur yang kedap air sedalam 300 cm
3. Memiliki lantai sumur kedap air dan memiliki kemiringan yang mengarah
keluar menuju saluran pembuangan air limbah (SPAL)
4. Memiliki sarana pembuangan air limbah (SPAL) yang kedap air
5. Memiliki jarak minimal terhadap sumber pencemaran 10 m (Sanropie. 2003)
Disamping syarat fisik kontruksi sumur, sarana pembuangan tinja (kotoran).
manusia juga perlu karena kotoran manusia merupakan sumber utama terjadinya
pencemaran bakteri golongan coli terhadap sumber air sumur. Oleh karenanya
tempat pembuangan tinja/kotoran manusia harus memenuhi syarat seperti:
a. Septic Tank (terdiri dari 2 bak yang kedap air, dimana bak utama lebih besar
sebagai tempat penampungan kotoran dan bak kedua sebagai bak peresapan air
dan tertutup).
b. Memiliki dudukan yang kedap air dan leher angsa
27
c. Memiliki rumah kakus, memiliki cukup air sebagai penggelontor.
2.11 Kerangka Konsep Penelitiaan
Kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.12 Hipotesa Penelitian
Dari latar belakang masalah, dan tujuan penelitian, maka yang menjadi
hipotesa penelitian adalah ada hubungan kondisi sanitasi sumur galian terhadap
kualitas fisik air sumur galian di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat.
Kualitas Fisik AirSumur Galian
Kondisi Sanitasi SumurGalian
28
Jarak Jamban
Jarak Sumber Pencemaran Lain
Jarak Genangan Air
29
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.13Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan kondisi sanitasi sumur galian terhadap kualitas fisik air sumur
galian di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik
dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mengetahui hubungan
kondisi sanitasi sumur galian terhadap kualitas fisik air sumur gali di Desa Alue
Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat pada Tanggal 5 Juni sampai dengan 5 Juli 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah semua rumah tangga yang
mempunyai sumur gali di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten
Aceh Barat yaitu sebanyak 280 rumah.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi penelitian yang besarnya
ditentukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2005):
n =1+ (d2)
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
29
n = 2801 + 280 (0,1 )n = 2801 + 280 (0,01)n = 2801 + 2,80n = 2803,80n = 73, 68n = 74Dari rumus di atas diperoleh sampel minimal yaitu sebanyak 74 rumah yang
memiliki sumur gali. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu mengambil sampel yang ada, tersedia dan memenuhi
kriteria. Sampel dalam penelitian ini adalah rumah yang memiliki sumur gali di
Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang telah disusun yang
mencakup variabel independen serta variabel dependen.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen di
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, Puskesmas Peureumeu dan dan literatur
kepustakaan tentang data faktor resiko pencemaran terhadap kualitas fisik air
sumur gali.
30
3.5 Definisi Operasional
No. Variabel KeteranganVariabel Independen1. Kondisi sanitasi
Sumur GalianDefinisi Keadaan disekitar lingkungan sumur
galian yang dapat menimbulkanpencemaran terhadap sumur galian
Cara ukur ObservasiAlat ukur KuesionerHasil ukur
Skala ukur
- Memenuhi Syarat Kesehatan- Tidak memenuhi syarat KesehatanOrdinal
Variabel dependen11. Kualitas Fisik Air
Sumur GalianDefinisi Kondisi secara nyata air yang
digunakan untuk kebutuhan hidupsehari-hari
Cara ukur ObservasiAlat ukur CheklistHasil ukur - Ya
- TidakSkala ukur Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Kondisi sanitasi sumur galian
Memenuhi syarat kesehatan : Jika responden mendapat nilai > 15
dari total skor
Tidak memenuhi syarat kesehatan : Jika responden mendapat nilai < 15
dari total skor.
3.6.2 Kualitas Fisik Air Sumur Galian
Baik : Jika responden mendapat nilai > 6 dari total
skor.
Tidak Baik : Jika responden mendapat nilai < 6 dari total
skor.
3.7 Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut :
31
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Data hasil
penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan narasi untuk
megevaluasi besarnya proporsi masing-masing faktor yang ditemukan pada sampel
untuk masing-masing variabel yang diteliti.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan
hipotesis dua variabel. Dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Square dengan
Coefficient Contingency untuk menghubungkan variabel terikat dengan variabel
bebas.
Analisa data dilakukan dengan pengujian statistik untuk melihat adanya
hubungan antara variable bebas dan variable terikat dalam penelitian. Uji statistik
yang digunakan adalah uji Chi-Square (χ²) karena kedua variable penelitian
berbentuk data kategori.
Adapun rumus perhitungan chi-square adalah sebagai berikut :
X = (O − E)Edf = ( − 1)( − 1)
Keterangan :
X2 = nilai chi-square
O = nilai Observasi
E = nilai ekspektasi
df = derajat bebas
k = jumlah kolom
32
b = jumlah baris
0,05 = taraf signifikan.
Hipotesa penelitian (Ha) diterima bila nilai χ² hitung < χ² tabel, dengan nilai
p > α (0,05), sedangkan hipotesis ditolak apabila nilai χ² hitung > χ² tabel,
dengan nilai p < α (0,05).
33
3.8 Definisi Operasional
1. Faktor resiko pencemaran adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya pencemaran pada air sumur gali sehingga membuat air tersebut
menjadi tidak memenuhi syarat kesehatan. Adapun untuk menilai tinggi
rendahnya faktor resiko pencemaran pada sumur gali dapat dilakukan
melalui Inspeksi Sanitasi. Inspeksi sanitasi adalah pemeriksaan terhadap
faktor resiko pencemar sumur gali yaitu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas air sumur gali menjadi tidak memenuhi syarat, yang
meliputi konstruksi dan faktor lingkungan, yang berdasarkan formulir
kuisioner diberi skor untuk jawaban “Ya” bernilai 1 dan untuk jawaban
“Tidak” bernilai 0 kemudian
dikategorikan atas :
a. Tinggi jika total skor 7 – 10
b. Sedang jika total skor 3 – 6
c. Rendah jika total skor 0 - 2
2. Air Sumur Gali adalah air yang diambil dari sumur gali sebagai sample
yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium.
3. Kualitas air sumur gali adalah kualitas air yang dilihat berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan coliform dan colitinja yang
dikategorikan atas :
− Baik ( Memenuhi syarat ) jika total coliform < 50 per 100 ml air.
− Tidak Baik ( Tidak memenuhi syarat ) jika total coliform > 50 per 100 ml
air
34
3.9 Peralatan dan Media/Bahan
3.9.1 Peralatan
Komponen pemeriksaan (peralatan) yang digunakan meliput :
− Water Bath
− Incubator
− Autoclave
− Tabung Reaksi
− Tabung Durham
− Botol Sampel
− Volume Pipet
− Rak Tabung Reaksi
− Oce
− Bunsen/Lampu Spirtus
3.9.2 Media/Bahan
a. Komponen Media
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri dalam hal ini yang digunakan adalah :
− LB (Lactose Broth)
− BGLB (Brilian Green Lactose Bile Broth)
b. Bahan
− Sampel air sumur gali yang diambil dengan menggunakan botol sampel
yang stern yang bervolume 250 ml.
− Aqudes sebagai pengencer
3.10 Cara Kerja Penelitian
35
3.10.1 Pengambilan Sampel Air
Teknik pengambilan sampel air dari sumur gali sebagai berikut :
a. Persiapan Pendahuluan. Didekat sumur ikatkan batu ukuran yang cukup
dengan tali pada botol sampel.
b. Persiapan Menurunkan Botol. Ambil tali bersih sepanjang 20 m yang
digulung pada kayu dan diikatkan pada botol.
c. Membuka Botol-botol Steril
Teknik Standar
Tali pengikat kertas pelindung warna coklat dilepas kemudian diangkat,
sementara kawan lain membuka bungkusan.
d. Menurunkan Botol. Turunkan botol kedalam sumur dengan pemberat
batu, lepas gulungan tali pelan-pelan, jangan biarkan botol menyentuh
bibir sumur.
e. Mengisi Botol. Tengggelamkan botol sepenuhnya sampai kedalam air
sampai kedasar sumur.
f. Mengangkat Botol. Sekali botol dinyatakan berisi tali digulung lagi ke
kayu untuk membawa botol yang penuh air keatas, buang sebagian
airnya bila botol terlalu penuh supaya ada ruang udara.
g. Menutup atau Menyumbat Botol
Teknik Standar. Botol disumbat atau ditutup dengan memutar kemudian
dilindungi dengan dimanteli kertas coklat ditempatnya dan diikat
kembali.
Teknik Menutup dengan Alat
Penutup diletakkan pada tempatnya dan kemudian dipress dengan alat
penutup, kertas coklat pelindung dimantelkan kemudian diikat.
36
3.10.2 Pembuatan Media Sampel
Langkah-langkah pembuatan media sampel
1. Siapkan Erlenmeyer 1000 ml
2. Timbanglah bahan-bahan berikut LB, BGLB masing-masing 39 Mg
3. Lakukanlah pengenceran dengan menambahkan aquades sebanyak 200
ml hingga rata
4. Tambahkan aquades hingga volumenya 1000 ml
5. Panaskan diatas kompor/tungku hingga merata
6. Setelah merata diamkan beberapa lama sampai larutan media dingin
sebelum dituangkan di tabung reaksi
7. Siapkan tabung reaksi yang telah berisi ke tabung Durham
8. Masukkan 5 ml media ke tabung reaksi
− Media LB : untuk test perkiraan
− Media BGLB : untuk test penegasan
9. Tutuplah tabung media dengan kapas sampai rapat
10. Letakkan tabung reaksi yang sudah berisi media dalam rak tabung
11. Masukkan ke dalam autoclave untuk disterilisasi media pada suhu 1210
Celsius tekanan I S Psi selama 15 menit
12. Setelah cukup waktunya buka autoclave keluarkan rak beserta tabung
13. Letakkan tabung-tabung tersebut pada tempat yang teduh agar menjadi
Dingin
14. Tabung-tabung media tersebut siap digunakan
3.10.3 Prosedur Pemeriksaan
Langkah-langkah pemeriksaan bakteriologi air dilakukan dalam tahap-tahap
sebagai berikut
37
A. Test Perkiraan (Presumative Test)
Media Lactose Broth
− Siapkan tabung media lactose yang diperlukan sebanyak 7
tabung/sampel (untuk sistem/porsi 5 : 1 : 1)
− Tabung media disusun dalam rak tabung dan diberi tanda sesuai
dengan unit kode, tanggal pengambilan, tanggal pemeriksaan, volume
dengan menggunakan spidol permanen.
− Sampel dicampur atau dikocok agar lebih merata
− Masukkan contoh air secara aseptic kedalam ruang tabung sesuai
dengan tulisan/tanda pada tabung yaitu :
5 tabung medium laktose diisi masing-masing 10 ml sampel air
1 tabung medium laktose diisi masing-masing 1 ml sampel air
1 tabung medium laktose diisi masing-masing 0,1 ml sampel contoh
air dari porsi I -.rl dan 0,1 ml sebaiknya diteteskan dekat pada
permukaan media, jangan pada ujung tabung.
− Tabung reaksi terlebih dahulu dibuka tutupnya, sterilkan bibir mulut
tabung diatas nyala lampu spirtus sebelum dan sesudah diisi sampel.
− Tabung-tabung digoyang sehingga tercampur rata.
− Dieramkan pada suhu 370 C selama 2 x 24 jam dinyatakan sebagai
test perkiraan positif dilanjutkan dengan test penegasan
− Bila test perkiraan negatif, test penegasan tidak dilanjutkan
A. Test Penegasan (Confirmed Test)
Media BGLB
Semua tabung yang menunjukkan peragian positif pada test perkiraan
dalam waktu 24 - 48 jam dilanjutkan.
38
- Berilah tanda pada tabung reaksi dengan spidol sesuai dengan
ukurannya.
- Pindahkan sebanyak 1 - 2 ose penuh ke tabung reaksi yang bermedia
BGLB.
- Tutuplah tabung tersebut dengan rapat memakai kapas atau tutup
plastik.
- Eramkan pada suhu 370 C untuk test penegasan coliform dan 44° C
untuk penegasan coli tinja selama 2 x 24 jam
- Pembentukan gas diamati setiap 24 jam
- Bila dalam waktu 2 x 24 jam tidak berbentuk gas, maka test
penegasan dinyatakan negatif, sedangkan jika terbentuk gas maka
test penegasan positif.
- Hitunglah test penegasan yang positif.
3.11 Pengumpulan Data
3.11.1 Data Primer
Pengambilan data diperoleh melalui pemeriksaan sampel air sumur gali
yang diperiksa di laboratorium yang pemeriksaan bakteriologi air dengan
menggunakan sistem tabung ganda.
3.11.2 Data Sekunder
Data sekunder diambil dari data gambaran umum Desa Alue Tampak.
Adapun data tersebut mencakup data umum, data sanitasi dasar, dan data penyakit
di Desa Alue Tampak.
3.12 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan ditabulasi dan diolah dengan menggunakan
39
komputer, lalu dianalisa secara statistik deskriptif dan analisa statistik dengan
menggunakan uji chi square.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Gampong Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat
4.1.1.1 Letak Geografis
Gampong Alue Tampak adalah sebuah gampong yang berada di Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Secara geografis desa ini
memiliki luas + 74 ha wilayah. Gampong Alue Tampak memiliki batas-batas
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Gampong Menasah Buloh
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Gampong Pasie Jambu
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Sungai Meureubo
Sebelah Timur : Berbatasan dengan hutan
4.1.1.2 Data Demografi
Secara administratif, jumlah penduduk Gampong Alue Tampak Kacamatan
Kaway XVI pada tahun 2013 mencapai 1.570 jiwa (285 KK). Berdasarkan jenis
kelamin, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 864 jiwa dan
penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 706 jiwa. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Gampong Alue Tampak KecamatanKaway XVI Kabupaten Aceh Barat
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)1. Laki-Laki 8642. Perempuan 706
Total 1.570
34
4.2 Analisa univariat
Wawancara pada pengguna sumur galian di Gampong Alue Tampak dapat
dilihat dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara yang meliputi kondisi
sanitasi sumur galian dan kualitas fisik air sumur galian. Hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Distribusi Kondisi Sanitasi Sumur Galian di Gampong AlueTampak Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
No Kondisi Sanitasi Sumur Galian Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Memenuhi syarat Kesehatan 47 63,52. Tidak Memenuhi Syarat Kesehatan 27 36,5
Total 74 100
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi kondisi sanitasi sumur galian
yang terbanyak adalah memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 47 sumur
galian (63,5%) dan yang paling sedikit adalah tidak memenuhi syarat kesehatan
yaitu 27 sumur galian (36,5%).
Tabel 4.3 Distribusi Kualiatas Fisik Air Sumur Galian di Desa Alue TampakKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
No Kualitas Fisik Air Sumur Galian Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 29 39,22. Tidak Baik 45 60,8
Total 74 100
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa distribusi jawaban responden menurut
kualitas fisik air sumur galian yang terbanyak adalah tidak baik yaitu sebanyak 45
sumur galian (60,8%) dan kualitas fisik air sumur galian yang baik sebanyak 29
sumur galian (39,2%).
35
4.3 Analisa Bivariat
4.3.1 Hubungan Kondisi Sanitasi Sumur Galian dengan Kualiatas Fisik Air
Sumur Galian
Tabel 4.4 Hubungan Kondisi Sanitasi Sumur Galian dengan Kualiatas FisikAir Sumur Galian di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVIKabupaten Aceh Barat
NoKondisi Sanitasi
Sumur Galian
Kualiatas Fisik Air SumurGalian
TotalP Value
Baik Tidak Baik n %n % n %
1. Memenuhi syaratkesehatan
26 55,3 21 44,7 47 100 0,000
2. Tidak memenuhi syaratkesehatan
3 11,1 24 88,9 27 100
Jumlah 29 45 74
Dari data tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa variabel kondisi sanitasi
sumur galian, persentase kondisi sanitasi sumur galian yang memenuhi syarat
kesehatan yang kualitas fisik air sumur galian yang baik sebanyak 26 sumur galian
(55,5%). Bila dibandingkan dengan yang kondisi sanitasi sumur galian tidak
memenuhi syarat kesehatan yang kualitas fisik air sumur galian yang baik sebanyak
3 orang (11,1%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang bearti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara kondisi sanitasi sumur galian dengan kualitas fisik air sumur
galian. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 9.905
hal ini berarti sumur galian yang mempunyai kondisi sanitasi yang memenuhi
syarat kesehatan mempunyai peluang 9.905 kali untuk kualitas fisik air sumur
36
galian yang baik dibandingkan sumur galian yang tidak memenuhi syarat
kesehatan tidak baik mempunyai kualitas fisik air sumur galian.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Hubungan Kondisi Sanitasi Sumur Galian dengan Kualiatas Fisik Air
Sumur Galian
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kondisi sanitasi sumur galian
yang memenuhi syarat kesehatan memberikan hubungan dengan kualitas fisik air
sumur galian. Dengan kata lain ada hubungan antara kondisi sanitasi sumur galian
dengan kualitas fisik air sumur galian di Gampong Alue Tampak Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, hal ini terlihat bahwa sumur galian dengan
kondisi sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai kualitas fisik air
sumur galian yang baik dibandingkan kondisi sanitasi sumur galian yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
Dari paparan diatas peneliti beranggapan bahwa kondisi sanitasi sumur
galian yang memenuhi syarat kesehatan bisa meningkatkan kualitas fisik air sumur
galian. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Chiroma et al
di Yola), Nigeria menyatakan bahwa sumur galian yang dibangun dekat limbah
domestik, jamban, genangan air, dan tempat pemotongan hewan memiliki memiliki
resiko pencemaran tinggi terhadap kualitas fisik air sumur galian (Chiroma, 2007).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Adekunle di Negeria bahwa sumur yang
tidak bercincin atau cincin tidak kedap air mudah mengalami kontaminasi oleh
limbah (Adekunle, 2009). Penelitian Ika Nining yang menyatakan bahwa
konstruksi sumur gali paling memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kandungan bakteriologis air sumur gali (Nining, 2007). Idhamsyah menyatakan
37
bahwa konstruksi sumur memberikan pengaruh bermakna terhadap kualitas bakteri
air sumur gali (Idhamsyah, 2008). Penelitian Irianti menyatakan bahwa dinding
sumur, genangan air dalam jarak 2 meter dan letak sumur merupakan variabel yang
bermakna terhadap kandungan bakteriologis air sumur gali. Kondisi sumur ini
mudah mengalami pencemaran karena sumber pencemar dapat merembes melalui
pori-pori lantai, bibir, dan dinding sumur yang tidak kedap air masuk ke dalam
sumur sehingga menyebabkan pencemaran (Irianti, 2001).
Air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar yang
ditetapkan dan harus ada jaminan bahwa air yang dikonsumsi aman untuk
kesehatan. Karena cukup banyak hal yang dapat menyebabkan bahaya bagi
kesehatan pada air tersebut, misalnya pencemaran. Selain adanya sumber
pencemar faktor lain yang berpengaruh terhadap kualitas fisik air sumur galian
yaitu: jarak sumber pencemar, jumlah sumber pencemar di sekitar sumber air, arah
aliran air tanah, perilaku pemakai sumber air, iklim, jenis tanah, jumlah pemakai
sumber air, kedalaman permukaan air tanah, dan konstruksi bangunan sumur galian
(Kusnaedi, 2004).
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan dalam
penelitian ini adalah Adanya hubungan antara kondisi sanitasi sumur galian dengan
kualitas fisik air sumur galian di Desa Alue Tampak Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.
5.2 Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat melakukan penyuluhan secara
berkala tentang sanitasi lingkungan dan sarana air bersih (air sumur gali) yang
benar. Melakukan pemeriksaan kualitas air sumur gali secara
berkala.Memberikan penyuluhan kepada tokoh masyarakat mengenai cara-cara
memperbaiki kualitas air yang tercemar.
2. Bagi masyarakat melakukan perbaikan sarana air bersih (air sumur gali) dengan
memperbaiki kualitas dinding sumur, lantai sumur, bibir sumur, dan SPAL
kedap air.
46
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, 2006. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya.Jakarta.
Adekunle A.S. 2009. Effects of Industrial Effluent on Quality of Well WaterWithin Asa Dam Industrial Estate, Ilorin, Nigeria. Nature and Science.
Allafa. 2008. Air Bersih. http ://www.indoskripsi.com. Diakses 9 Mei 2013.
Chandra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.
Chiroma T.M. et al.2007. Environment Impact on The Quality of Water fromHand-Dug Well in Yola Environs. Leornardo Journal of Sciences.
Depkes RI. 1995. Pengawasan Kualitas Air Untuk Penyediaan Air BersihPedesaan dan Kota Kecil, Jakarta.
-------------, 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/ Menkes/SK/VIItentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, Jakarta.
-------------, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008, Jakarta.
Ditjen PPM & PLP, 1997, Pedoman Pengawasan Kualitas Air Bagi PengelolaProgram, Jakarta.
Idhamsyah. 2008. Pengaruh Lingkungan Fisik dan Perilaku Pemakai SumurGali terhadap Kualitas Bakteriologis pada Air Sumur Gali di KelurahanJembatan Mas, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, PropinsiJambi(Tesis).
Irianti. 2001. Risiko Pencemaran Bakteriologik Air Sumur Gali di DaerahPedesaan Kabupaten Rembang(Tesis).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/ MENKES/PER/IV tentangPersyaratan Kualitas Air Minum, Jakarta.
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum, PuspaSwara, Jakarta.
Kusnoputanto, 2006. Kesehatan Lingkungan. Edisi Revisi Fakultas KesehatanMasyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.
Nining, Ika. 2007. Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap KandunganBakteriologis Air Sumur Gali di desa Manjung, Kecamatan Ngawen,Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Tesis).
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
47
Ramdani W, 2008. Kesadaran Masyarakat Terhadap Kesehatan Lingkungan.Bogor.
Sanropie, 1993, Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. APK-TS, Jakarta.
Slamet, 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
Slamet, S. J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Soemirat, J, 2001. Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.
Suparmin S, 2002, Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta.
Sutrisno, Muhammad. 2006. Sumur Gali Sumber Air Bersih. Udayana Press.Denpasar.
Sworobuk J.E. et al.2007. Assessment of The Bacteriological Quality of RuralGroundwater Supplies in Northern WestVirginia. Water, Air, and SoilPollution.
Totok, Sutrisno, 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta.
Widowati, Wahyu, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi. Yogyakarta.
WHO, 2008. Laporan Millenium Development Goals Indonesia, Genewa.
37