Post on 18-Jan-2020
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA
KEPEMIMPINAN GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS DE NGAN
MOTIVASI BELAJAR SISWA
(Studi Kasus Pada Siswa SMP PL I Yogyakarta)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Markus Ecin
NIM. 021424006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Cara Yang Seragam Dalam Mengajar Dan Menguji Jelas Tidak Memuaskan Karena Setiap Orang Itu
Berbeda.
---------Howard Gardner--------
Bagian Yang Mudah Adalah Mempelajari Cara Melakukan Hal-Hal Baru. Bagian Yang Sulit
Adalah Menghentikan Sesuatu Yang Biasanya Kita Lakukan.
-------Barbara Prashnig--------
Karya ini kupersembahkan untuk:
Papa dan Mama tercinta Abangku Tayah sekeluarga, Kiun sekeluarga, dan Capin
Kakaku Pirin sekeluarga dan Bodoi sekeluarga Kekasihku Veronica Dewi Sartika
Terima kasih atas doa, kasih sayang, bantuan dan dukungannya
kepadaku. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua. Amin!
iv
v
ABSTRAK
Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika dalam Mengajar di Kelas dengan Motivasi Belajar
Siswa (Studi Kasus Pada Siswa SMP PL I Yogyakarta)
Oleh:
Markus Ecin NIM: 021424006
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan (otoriter, laissez-faire dan demokratis) guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa/i SMP PL I Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif-korelasional. Subyek penelitian siswa kelas VII (159 siswa) dan VIII (162 siswa) yang diajar oleh guru fisika masing-masing. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner, yang terdiri dari: 52 item kuesioner gaya kepemimpinan dan 30 item kuesioner motivasi belajar siswa. Kemudian, data dianalisis dengan korelasi Product-Moment dari Pearson dan Rank Spearman untuk menguji hipotesis dan memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa, yaitu: (1) persepsi gaya otoriter berhubungan negatif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa, (2) persepsi gaya laissez-faire berhubungan negatif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa, dan (3) persepsi gaya demokratis berhubungan positif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa.
Kata kunci: gaya kepemimpinan, motivasi siswa
vi
ABSTRACT
The Correlation Between The Students’ Perception Toward Physics Teachers’ Leadership Style and Their Motivation of
Study (Case Study To Students of SMP PL I Yogyakarta)
By: Markus Ecin ID: 021424006
This research examined the correlation between students’ perception toward physics teachers’ leadership style (authoritarian, laissez-faire and democratic) in their classrooms and their motivation of study in SMP PL I Jogjakarta.
This research is correlational-descriptive that used 7th grade (162 students) and 8th grade (162 students) as the subject. Data were collected using questioner, consisted of: 52 items of questions about leadership style and 30 items about student motivation of study. Data were analyzed with Product-Moment Pearson and Rank Spearman correlation.
The results show that there is a correlation between students’ perception toward physics teachers’ leadership style and students’ motivation of study: (1) the perception of authoritarian style has significant and negative correlation with students’ motivation, (2) the perception of laissez-faire style has significant and negative correlation with students’ motivation, and (3) the perception of democratic style has significant and positive correlation with students’ motivation of study. Key word: leadership style, students’ motivation
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kasih atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika
dalam Mengajar di Kelas dengan Motivasi Belajar Siswa” ini dengan baik.
Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini banyak mendapat
bantuan, dukungan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Romo Dr. Paul Suparno, SJ., MST selaku dosen pembimbing yang telah rela
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang
sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Br. Heribertus Triyanto, FIC selaku Kepala SMP PLI Yogyakarta yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Ign. Sutarjo, S. Pd. (guru fisika kelas VII) dan Al. Bambang W., S. Pd.
(guru Fisika kelas VIII) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
4. Segenap Dosen Pendidikan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu dan
pengalaman yang sangat berguna bagi masa depan penulis.
5. Bapak, Mama, abangku: Albinus Tayah, Yulianus Kiun, dan Petrus Capin,
serta seluruh keluarga atas bantuan dan doanya sehingga penulis bisa
menyelesaikan pendidikan dengan baik. Tuhan memberkati!
6. Kekasihku Veronica Dewi Sartika, A. Ma. atas kasih sayang, doa, dorongan,
bantuan, kesetiaan dan pengertiannya selama ini.
viii
7. Panitia Beasiswa Keuskupan Ketapang (PBSKK) dan APTIK (Misereor)
yang telah membantu membiayai kuliah. Semoga Tuhan memberkati!
8. Teman-temanku di LPK: Nistain Odop, Yedi Pijan, Ato, Darwis, Cornelis,
Adi, Alex Elpian, dan Petrus Tewan atas kebersamaan, kebaikan dan
perhatiannya.
9. Sahabat-sahabatku: Yohanes Susardi, Sius Kusnadi, Alfonsa Arvina,
Miftahul Jenah, Dedik Setyawan, Dwi, Ernest, David Chow, Fr. Rinto yang
telah banyak membantu dan menyemangati.
10. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2002 atas kebersamaan dan
kerjasamanya selama studi di USD.
11. Semua pihak yang telah berperan serta baik secara langsung maupun tidak
dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata “Tiada gading yang tidak retak”. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Yogyakarta, 25 Juli 2007
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GRAFIK............................................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
D. Hipotesis .................................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................8
A. Kepemimpinan........................................................................................... 8
1. Pengertian Kepemimpinan.................................................................... 8
x
2. Pendekatan Kepemimpinan ................................................................ 10
3. Fungsi Kepemimpinan........................................................................ 16
4. Gaya Kepemimpinan .......................................................................... 18
5. Persepsi dan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan......................... 30
B. Guru Sebagai Pemimpin di Kelas ............................................................. 32
C. Motivasi ................................................................................................... 34
1. Pengertian Motivasi............................................................................ 34
2. Ciri-Ciri Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar............................. 35
3. Fungsi Motivasi dalam Belajar ........................................................... 37
4. Jenis-Jenis Motivasi............................................................................ 38
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar.......................... 40
D. Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar .......... 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 46
A. Jenis Penelitian......................................................................................... 46
B. Populasi dan Sampel ................................................................................ 46
C. Variabel-Variabel Penelitian..................................................................... 47
D. Alat Pengumpulan Data............................................................................ 47
1. Kuesioner Gaya Kepemimpinan ......................................................... 47
2. Kuesioner Motivasi Belajar ................................................................ 50
E. Prosedur Pengumpulan Data..................................................................... 53
1. Uji Coba Instrumen ............................................................................ 53
2. Tahap Pengambilan Data .................................................................... 60
F. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 61
xi
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 63
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 63
1. Deskripsi Data.................................................................................... 63
2. Uji Asumsi ......................................................................................... 68
3. Analisis Data dan Uji Hipotesis .......................................................... 78
B. Pembahasan ............................................................................................. 82
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 93
A. Kesimpulan .............................................................................................. 93
B. Saran........................................................................................................ 94
1. Bagi Guru Fisika ................................................................................ 94
2. Bagi Peneliti Lainnya ......................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat permohonan ijin uji coba instrumen
Lampiran 2: Surat permohonan ijin penelitian
Lampiran 3: Surat keterangan dari SMP PL I Yogyakarta
Lampiran 4: Kuesioner persepsi terhadap gaya kepemimpinan
Lampiran 5: Kuesioner motivasi belajar siswa
Lampiran 6: Validitas internal item Otoriter
Lampiran 7: Validitas internal item Laissez-faire
Lampiran 8: Validitas internal item Demokratis
Lampiran 9: Validitas internal item Motivasi
Lampiran 10: Uji normalitas data kelas VII
Lampiran 11: Uji normalitas data kelas VIII
Lampiran 12: Uji linieritas kelas VII
Lampiran 13: Uji linieritas kelas VIII
Lampiran 14: Uji hipotesis kelas VII
Lampiran 15: Uji hipotesis kelas VIII
Lampiran 16: Total skor setiap variabel penelitian kelas VII
Lampiran 17: Total skor setiap variabel penelitian kelas VIII
xiii
DAFTAR TABEL
Table 1: Aspek dan Indikator Gaya Kepemimpinan ............................................. 48
Tabel 2: Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Siswa.......................................... 51
Tabel 3: Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Uji Ciba .................. 53
Tabel 4: Sebaran Item Motivasi Belajar Siswa dalam Uji Coba............................ 54
Tabel 5: Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Penelitian................ 56
Tabel 6: Reliabilitas Alpha Cronbach.................................................................. 59
Tabel 7: Jadwal Penelitian ................................................................................... 61
Tabel 8: Persentase Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan
Guru Fisika ............................................................................................ 63
Tabel 9: PAM Tipe II........................................................................................... 64
Tabel 10: Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VII ....................................... 65
Tabel 11: Persentase Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan
Guru Fisika........................................................................................... 66
Tabel 12: Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII...................................... 67
Tabel 13: Normalitas Data Kelas VII ...................................................................68
Tabel 14: Normalitas Data Kelas VIII ..................................................................72
Tabel 15: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VII ...................................... 77
Tabel 16: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VIII ..................................... 77
Tabel 17: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan
Motivasi Belajar Siswa Kelas VII ........................................................ 79
Tabel 18: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepmimpinan dengan
xiv
Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII........................................................ 80
Tabel 19: Sumbangan Masing-Masing Gaya Kepemimpinan Terhadap
Motivasi Belajar Siswa......................................................................... 92
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Otoriter ................................................ 69
Grafik 2: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire....................................... 70
Grafik 3: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis........................................... 71
Grafik 4: Kurva Normal Sebaran Data Motivasi Belajar
Siswa Kelas VII..................................................................................... 72
Grafik 5: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Otoriter ................................................ 73
Grafik 6: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire....................................... 74
Grafik 7: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII
Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis........................................... 75
Grafik 8: Kurva Normal Sebaran Data Motivasi Belajar
Siswa Kelas VIII ..................................................................................76
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad XXI dikenal dengan abad globalisasi dan abad teknologi informasi.
Dikatakan demikian karena pada abad ini proses globalisasi yang melalui
sedikitnya lima bidang kehidupan yaitu ekonomi, ideologi, politik, IPTEK,
maupun agama mulai terasa. Di bidang ekonomi misalnya, arus barang dan jasa
akan bebas masuk ke setiap negara tanpa ada peraturan yang membatasi sebagai
konsekuensi dari program perdagangan bebas. Dan yang sudah dekat dengan kita
adalah adanya program Asia Facific Trade Area (AFTA) yang mulai
diberlakukan tahun 2010. Indonesia adalah sebuah negara yang akan bermain di
dalamnya. Demikian pula, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi
sangat pesat yang berimplikasi pada munculnya industri-industri besar yang
menggunakan sistem kerja yang canggih pula. Akibatnya, tenaga kerja yang
digunakan pun harus berkualitas, terampil dan tidak gagap teknologi. Rakyat
Indonesia akan kewalahan menghadapi tuntutan tersebut yang kalau tidak
diantisipasi akan mengakibatkan pengangguran, kemiskinan serta kemelaratan
bagi masyarakat di negeri ini. Artinya, globalisasi dan kemajuan teknologi
informasi merupakan ancaman sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, kita harus memiliki ‘budaya unggul’ agar kita bisa
menghadapi tantangan tersebut. Untuk meraih budaya unggul tersebut maka
pemerintah harus memberikan investasi yang serius di bidang sumber daya
1
manusia yakni pendidikan yang berkualitas atau bermutu. Kunci utama kemajuan
sebuah bangsa adalah pendidikan yang berkualitas (Media Indonesia, 4/12/2005).
Berbicara tentang mutu pendidikan tentunya tidak terlepas dari berbagai
aspek yang mempengaruhi diantaranya ialah guru, siswa, kurikulum, buku
pelajaran, sarana pembelajaran, metodologi pembelajaran, peraturan perundangan
maupun berbagai input serta kondisi proses lainnya (Vitalis, 2004: 1). Untuk
meningkatkan kualitas tenaga pengajar, pemerintah telah memulai proses
sertifikasi tenaga pendidik lewat pendidikan profesi, dan menyempurnakan
kurikulum agar lebih menekankan pada standar isi dan kompetensi (Kompas,
27/2/2006).
Walaupun upaya tersebut dilakukan pemerintah, belum menjamin
tercapainya peningkatan prestasi belajar siswa yang optimal sebagai wujud dari
“manusia unggul”. Karena, sesungguhnya perubahan kurikulum hanyalah sebuah
acuan, dan kurikulum sebenarnya adalah apa yang dijalankan oleh guru dan siswa
(Suparno, 2006). Sehingga penyiapan guru sangatlah penting.
Pengalaman menunjukkan, ada guru sangat pintar dari segi intelektual
(menguasai bahan ajar) tetapi tidak bisa menyampaikannya dengan baik. Guru
sering gagap berbicara dan bergetar lututnya ketika berada di depan kelas.
Sebaliknya, ada guru pandai mengajar tetapi kurang dalam penguasaan bahan
akibat malas belajar dan mengembangkan pengetahuan. Kasus lain, ada guru
menghukum, mencubit dan bahkan memukul siswanya hanya gara-gara tidak
patuh terhadap perintah, tidak mengerjakan PR, tidak bisa menjawab pertanyaan,
ataupun tidak mengikuti les.
2
Sikap seperti ini tentu akan membuat siswa merasa tertekan, pasif, takut,
dan mau belajar hanya karena takut kepada gurunya. Walaupun pada akhirnya
banyak siswa mendapat nilai yang baik dalam ujian tetapi semangat belajar
mereka tidak berlangsung lama, hilang begitu saja setelah ujian selesai. Padahal
belajar yang baik dan efektif adalah belajar yang dilakukan sepanjang hayat dan
selalu terasa dalam keadaan yang menyenangkan bagi Si pemelajar (Hernowo,
2004). Jika kasus di atas terus terjadi maka pendidikan telah gagal membantu
siswa untuk belajar dan berkembang dengan baik.
Salah satu sebab dari timbulnya fenomena tersebut ialah karena guru tidak
bisa memimpin dengan baik. Kompetensi kepemimpinan yang melahirkan pola
atau gaya kepemimpinan kurang diasah sehingga guru hanya bisa menerapkan
satu gaya kepemimpinan saja dalam segala situasi. Akibatnya, guru tidak bisa
mempengaruhi siswa untuk belajar demi pencapaian tujuan pembelajaran.
Kurt Lewin (Winkel, 1987:117) mengungkapkan, gaya memimpin kelas ada
tiga macam, yaitu otoriter, laissez-faire dan demokratis. Bagi guru otoriter,
gurulah yang harus lebih dominan dalam mengatur segalanya, sedangkan siswa
hanya diam menuruti dan menjalankan perintah. Bagi guru yang laissez-faire,
siswalah yang harus mengatur belajarnya sendiri, menurut seleranya sendiri, guru
tidak memberikan pengarahan, kecuali diminta. Sedangkan bagi guru demokratis,
guru bertindak sebagai anggota kelompok dalam kelas, dan bersama dengan
murid menentukan bagaimanakah sebaiknya proses belajar diatur.
Menurut hasil penelitian di Amerika Serikat (Winkel, 1987), gaya
demokratislah yang paling baik karena menghasilkan taraf prestasi belajar siswa
3
yang paling tinggi. Dengan kata lain, gaya demokratis dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar. Alasan untuk menggunakan gaya demokratis ialah
guru dan siswa harus bermusyawarah, keinginan siswa harus diikuti, materi
pelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Sedangkan gaya kepemimpinan laissez-faire tidak disarankan untuk
diterapkan karena siswa akan cenderung untuk hanya memperhatikan diri sendiri
dan kurang menghargai wewenang guru, dan bahkan akan merasa kurang pasti
dan bingung. Sementara dengan gaya otoriter, siswa akan merasa tertekan, takut,
dan pasif atau tidak ada inisiatif. Namun gaya otoriter tidak selalu jelek karena
pada kondisi tertentu seorang pemimpin (guru) harus bersikap otoriter agar bisa
mengendalikan situasi sehingga kembali kepada situasi yang mendukung pada
pencapaian tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam mengajar di
kelas sangat berpengaruh pada peningkatan mutu siswanya. Siswa senang atau
tidak belajar mata pelajaran yang diajarkan tentunya ditentukan oleh
kepemimpinan guru itu sendiri. Singkat kata, kepemimpinan guru di kelas bisa
berdampak pada tinggi rendahnya motivasi belajar siswa.
Motivasi terbagi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa yang berupa
kepribadian, sikap, harapan dan cita-cita yang menjangkau masa depan.
Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar, dapat
ditimbulkan oleh berbagai sumber, seperti gaya kepemimpinan atasan/guru,
4
kompetisi antar sesama teman, tuntutan tugas dan dorongan atau bimbingan
atasan/guru (Wahjosumidjo, 1987:176).
Walaupun gaya kepemimpinan hanya merupakan motivasi ekstrinsik, namun
mempunyai arti penting dalam peningkatan pencapaian hasil belajar siswa.
Bagaimana tidak, jika guru salah menerapkan gaya kepemimpinannya tentunya
bisa menghambat pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Bahkan siswa
akan jadi malas belajar materi yang diajarkan. Akibatnya, tujuan pembelajaran
tidak tercapai.
Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli di atas maka isu yang penting
untuk dikaji secara empiris sekarang ini ialah hubungan antara gaya
kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa itu sendiri. Karena yang
mengalami dampak dari gaya kepemimpinan guru itu adalah siswa maka perlu
meminta tanggapan dari siswa tentang gaya kepemimpinan guru serta
hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Sehingga peneliti mengambil judul:
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA
KEPEMIMPINAN GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS
DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan
antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan (otoriter, laissez-faire,
demokratis) guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa?
5
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalahnya, maka tujuan dari penelitian ini ialah untuk
mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru
fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa.
D. Hipotesis
Sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang penulis ajukan dalam
penelitian ini, maka penulis mengajukan hipotesis yaitu: ada hubungan antara
persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas
dengan motivasi belajar siswa SMP PL I Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru Fisika
Penelitian ini bermanfaat bagi guru fisika karena dapat memberikan
gambaran yang konkret mengenai gaya kepemimpinan yang sering diterapkannya
dalam mengajar di kelas serta hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan masukan yang sangat berguna bagi guru fisika
dalam mengajar di kelas sehingga tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan
dan bermakna.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti karena sebagai sarana untuk
menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah pada situasi yang
6
sesungguhnya di lapangan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti
dalam mengajar di masa yang akan datang.
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini sangat berguna bagi peneliti lain karena dengan penelitian ini
berarti telah membuka setapak jalan untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya
yang serupa maupun yang berkaitan dengan topik ini.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan bermacam ragam. Hampir setiap ahli
mempunyai pengertian sendiri-sendiri, tidak ada yang persis sama antara
pendapat yang satu dengan yang lain. Berikut ini adalah beberapa pendapat
para ahli tentang kepemimpinan (Sutarto,1986: 13-18):
1. Ralp M. Stogdill (1950)
“Leadership is a process of influencing the activities of an organized
group in its task of goal setting and achievement” (Kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang
terorganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan).
2. James M. Black (1961)
“Leadership is capable persuading others to work together under
directions as a team to accomplish certain designated objectives”
(Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain
supaya bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk
mencapai tujuan tertentu).
3. Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Massarik (1961)
“We define leadership as interpersonal influence, exercised in situation
and directed trough the communication process, toward the attainment of
8
a specific goal or goals” (Kami mendefinisikan kepemimpinan sebagai
saling pengaruh antar pribadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan, melalui
proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan khusus).
4. William G. Scott (1962)
“Leadership as the process of influencing the activities of an organized
group in it efforts toward goals setting and goal achievement.”
(Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir
dalam kelompok di dalam usahanya mencapai tujuan yang telah
ditentukan).
5. John D. Pfiffner dan Robert Presthus (1967)
“Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and
group to achieve desired ends.” (Kepemimpinan adalah seni
mengkoordinasi dan memotivasi individu-individu serta kelompok-
kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan).
6. Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, dan Daniel W. Geeding (1977)
“Leadership,..., may be defined as a way of stimulating and motivating
subordinates to accomplish assigned tasks.” (Kepemimpinan,..., dapat
diartikan sebagai cara membangkitkan semangat dan mendorong bawahan
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diserahkan).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan proses untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mau
melakukan kegiatan demi tercapainya tujuan bersama.
9
Karenanya, di dalam setiap masalah kepemimpinan akan selalu ada tiga
unsur (Wiyono,1973: 39):
1. Manusia, yaitu manusia sebagai pemimpin atau pun sebagai mereka yang
dipimpin.
2. Sarana, yaitu segala macam prinsip dan teknik kepemimpinan yang
dipakai dalam pelaksanaannya. Termasuk bekal pengetahuan dan
pengalaman yang menyangkut masalah manusia itu sendiri dan kelompok
manusia.
3. Tujuan, yaitu sasaran akhir ke arah mana kelompok manusia itu akan
digerakkan untuk menuju maksud tujuan tertentu.
Ketiga unsur tersebut didalam pelaksanaan kepemimpinan selalu ada dan
terjalin erat menjadi satu. Melihat kenyataannya, kepemimpinan itu bisa
dianggap sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari dan memang untuk
mendapatkan bentuk kecakapan suatu kepemimpinan yang berhasil dan baik,
seorang calon pemimpin haruslah mampu dan menguasai ilmu tersebut, baik
secara teoritis maupun pengalaman praktisnya.
2. Pendekatan-Pendekatan Kepemimpinan
a. Pendekatan Sifat
Menurut pendekatan sifat, seorang pemimpin itu dilahirkan dan bukan
dibuat. Karenanya pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan
hereditary (turun temurun). Menurut Robert J. Thierauf dkk (dalam Sutarto,
1986: 38), “The hereditary approach states that leaders are born and not
10
made – that leaders do not acquire the ability to lead, but inherit it”
(Pendekatan turun-temurun menyatakan bahwa pemimpin dilahirkan bukan
dibuat–bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk
memimpin, tetapi mewarisinya). Sebagai contoh dalam sejarah ialah
Napoleon. Ia diyakini mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin,
yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin besar pada setiap situasi. Untuk
menjamin kelanjutan kepemimpinan dalam garis keturunan maka dilakukan
perkawinan antar anggota yang dekat. Dengan jalan ini maka kekuasaan dan
kesejahteraan dapat dilangsungkan kepada generasi pemimpin berikutnya
yang termasuk dalam garis keturunan keluarga saat itu berkuasa.
Menurut Keith Davis (Thoha, 1983: 36) ada empat sifat umum yang
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin, yaitu:
1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa
pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipimpin. Namun demikian, pemimpin juga tidak bisa
melampaui terlalu banyak kecerdasan dari kecerdasan pengikutnya. Sifat
ini juga berlaku bagi guru. Guru yang ideal ialah guru yang cerdas. Jika
tidak, akan mengakibatkan kesulitan dalam mengajar dan memimpin
kelas.
2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta perhatian yang luas
terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia juga mempunyai keinginan untuk
menghargai dan dihargai.
11
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka
berkerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan
dari yang ekstrinsik.
4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil
mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu
berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin
itu mempunyai perhatian. Sedangkan dalam istilah penemuan Michigan,
pemimpin itu berorientasi pada orang bukan berorientasi pada hasil.
Beberapa sifat di atas merupakan hal yang amat penting dan harus
dimiliki oleh seorang pemimpin. Pendekatan sifat terhadap kepemimpinan
sama halnya dengan teori-teori sifat tentang kepribadian, yakni telah
memberikan beberapa pandangan yang deskriptif tetapi sedikit analitis atau
sedikit mengandung nilai-nilai yang prediktif.
b. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku berlandaskan pada pemikiran yang mengatakan
bahwa keberhasilan ataupun kegagalan seorang pemimpin ditentukan oleh
gaya bersikap dan bertindak pemimpin itu sendiri (Purwanto, 1987 ; Sutarto,
1986). Gaya bersikap dan bertindak tersebut akan tampak dari cara melakukan
pekerjaan. Diantaranya ialah cara memberikan perintah, cara memberi tugas,
cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat
bawahannya (baca: siswa), cara memberi bimbingan, cara menegakkan
12
disiplin, cara mengawasi pekerjaan bawahan (baca: siswa), cara meminta
laporan, cara memimpin rapat, dan cara menegur kesalahan bawahan (baca:
siswa).
Dalam pendekatan perilaku inilah gaya kepemimpinan pemimpin itu
tampak. Apabila dalam melakukan kegiatan-kegiatan di atas pemimpin
menempuh dengan cara tegas, keras, sepihak, yang penting tugas selesai
dengan baik, yang bersalah langsung dihukum, maka dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan pemimpin itu ialah gaya kepemimpinan otoriter.
Sebaliknya, apabila dalam melakukan kegiatan tersebut di atas pemimpin
menempuh cara yang halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan
ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, dan membina
hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan yang diterapkannya ialah gaya
kepemimpinan demokratis.
Pendekatan perilaku inilah yang selanjutnya melahirkan berbagai teori
tentang tipe atau gaya kepemimpinan. Beberapa teori yang berdasarkan
pendekatan perilaku antara lain (Purwanto, 1987: 35-41): teori Tannenbaum
dan Schmid, Studi kepemimpinan Universitas Ohio, Studi kepemimpinan
Universitas Michigan, dan Jaringan Manajerial (Managerial grid). Akan
tetapi keempat teori kepemimpinan yang sekaligus melahirkan beberapa
macam gaya kepemimpinan ini merupakan hasil dari penelitian terhadap suatu
organisasi bukan kepemimpinan guru di kelas. Sehingga gaya kepemimpinan
yang ditemukan itu tidak lain merupakan gaya kepemimpinan yang diterapkan
13
oleh para pemimpin dalam organisasi formal (misal: perusahaan/lembaga)
yang pasti berbeda dengan gaya kepemimpinan guru saat mengajar di kelas.
c. Pendekatan Situasional
Pendekatan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard berdasarkan
pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan, dan tingkat
kematangan bawahan. Pendekatan situasional biasa disebut juga pendekatan
kontingensi. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa keberhasilan suatu
kepemimpinan tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pemimpin saja, tetapi
oleh banyak hal atau kemungkinan. Karena setiap kelompok mempunyai
masalah yang berbeda-beda, maka pemimpin harus menghadapinya dengan
cara-cara yang berbeda-beda pula.
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi ini melahirkan
banyak model kepemimpinan. Beberapa model kepemimpinan tersebut antara
lain:
1) Model Kepemimpinan Fielder
Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Fred E. Fielder (Purwanto,
2002: 39). Fielder berpendapat bahwa keberhasilan seseorang pemimpin tidak
hanya ditentukan oleh satu gaya kepemimpinan yang diterapkannya, tetapi
bila menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi
situasi yang berbeda.
14
Menurut pendekatan ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif
tidaknya gaya kepemimpinan (Fattah, 2001: 96). Pertama, variabel hubungan
antara pemimpin dengan anggota. Hubungan ini dianggap paling penting
sebab akan menentukan kekuasaan dan pengaruhnya. Jika pemimpin diterima
baik oleh kelompoknya dan anggota kelompoknya menghargai pemimpinnya,
maka pemimpin tidak perlu bersandar pada wewenang formal. Akan tetapi
jika sebaliknya, ia harus menyandarkan diri pada perintah untuk
menyelesaikan tugasnya. Kedua, variabel struktur tugas dalam situasi kerja.
Tugas sangat berstruktur adalah tugas yang prosedur atau instruksi langkah
demi langkah untuk penyelesaian tugas yang tersedia, karena anggota telah
mengerti apa yang diharapkan. Pemimpin dalam situasi ini dengan sendirinya
mempunyai wewenang besar. Ketiga, variabel kekuasaan karena posisi
pemimpin. Beberapa posisi tersebut misalnya, seseorang mempunyai jabatan
sebagai menteri sekaligus sebagai ketua partai politik dan ketua yayasan.
Jabatan yang tinggi akan memudahkan pemimpin untuk mempengaruhi
bawahan, serta sebaliknya.
2) Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Model ini dikemukakan oleh William J. Reddin (Purwanto, 2002: 41).
Model ini menghubungkan tiga gaya kepemimpinan yang disebutnya sebagai
gaya dasar, gaya efektif dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan. Tiga
gaya kepemimpinan dasar menurut Reddin adalah: gaya eksekutif, pencinta
pengembangan (develover), otokratis yang baik (benevolent autocrat) dan
15
birokrat. Adapun yang tidak efektif menurut Reddin adalah gaya pecinta
kompromi (compromiser), missionari, otokrat, gaya lari dari tugas (deserter).
3. Fungsi Kepemimpinan
Pemimpin yang mampu melakukan fungsi kepemimpinannya dapat
dipastikan keadaan kelompoknya akan terwujud dengan baik. Keadaan yang
baik ini jelas akan memperkuat posisi dan kedudukan pemimpin di dalam
kelompok sehingga pemimpin harus mengetahui tugas dan tanggung
jawabnya.
Fungsi pemimpin dirumuskan oleh Moorkead dan Griffin (1995) yang
mengatakan bahwa pemimpin (baca: guru) melalui kekuasaannya berupa
mempengaruhi dan mengarahkan siswa untuk belajar, memiliki semangat
tinggi, dan motivasi tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini
terutama terkait dengan fungsi mengatur hubungan antara individu atau
kelompok dalam kelas. Fungsi pemimpin dalam mempengaruhi adalah
mengarahkan, yang bertujuan untuk membantu siswa belajar demi pencapaian
sasaran.
Inti kepemimpinan bukan terletak pada kedudukan yang ditempati
semata. Inti kepemimpinan adalah bagaimana melaksanakan fungsinya
sebagai pemimpin. Tujuan dan cita-cita merupakan unsur yang paling pokok
dalam kepemimpinan. Sadar bahwa tujuan dan cita-cita itu baik demi masa
depan yang baik bagi banyak orang, maka fungsi guru sebagai pemimpin
adalah mempengaruhi, mengajak, mengumpulkan, menciptakan iklim belajar
16
yang sejuk, dan mengarahkan siswa untuk bersama-sama belajar demi
tercapainya tujuan belajar itu.
Pendapat lain mengenai fungsi pemimpin dikemukakan oleh Krech dan
Cruthfield (Honorus, 2003). Mereka mengatakan ada 14 fungsi pemimpin,
yaitu:
a. Sebagai pelaksana yang mengkoordinasi kegiatan kelompok dan
bertanggung jawab akan penyelesaian kegiatan tersebut.
b. Perencana yang menentukan dalam pencapaian tujuan.
c. Menentukan kebijakan dengan mempertimbangkan informasi dari
atasan (kepala sekolah), siswa dan dirinya sendiri.
d. Sebagai figur yang menguasai bidangnya.
e. Sebagai wakil kelompok (kelompok guru) yang dapat diterima oleh
kelompok lain (siswa dan masyarakat).
f. Sebagai pengawas dan pembimbing bagi kelompoknya (siswa).
g. Dapat memberikan reward dan punishment kepada anggota
kelompoknya.
h. Sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan dalam
kelompoknya.
i. Sebagai teladan bagi anggota kelompoknya.
j. Sebagai figur yang bertanggung jawab.
k. Sebagai figur seorang ayah/ibu.
l. Merupakan sumber ideologi.
m. Sebagai figur yang berani menerima tantangan.
17
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa fungsi seorang pemimpin sangat
banyak dan kompleks, tetapi tidak semua fungsi itu harus dilaksanakan oleh
pemimpin. Situasi dan kondisi yang dihadapi pemimpin akan menentukan
fungsi-fungsi yang dapat dijalankan oleh pemimpin.
4. Gaya Kepemimpinan
Menurut Purwanto (2002), gaya kepemimpinan adalah cara atau teknik
seseorang dalam menjalankan sesuatu kepemimpinan. Sedangkan menurut
Mulyasa (2003), gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Sama dengan kedua
pendapat tersebut, Thoha (dalam Mulyasa, 2003) mendefinisikan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.
Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan
mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting.
Dari ketiga pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan pola tingkah laku dari seorang pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu agar dapat mencapai tujuan
tertentu.
Menurut Kurt Lewin (Winkel, 1987: 117), ada tiga macam gaya
kepemimpinan guru, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan
laissez-faire, dan gaya kepemimpinan demokratis. Selanjutnya akan dibahas
secara mendalam masing-masing gaya kepemimpinan tersebut.
18
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter (Otokratis)
Secara harafiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang
(Syah, 1997: 235). Dalam proses belajar mengajar (PBM) di kelas, guru yang
otoriter selalu mengarahkan dengan keras aktivitas para siswa tanpa tawar
menawar. Hanya sedikit sekali kesempatan diberikan kepada siswa untuk
berperan serta memutuskan cara yang terbaik untuk kepentingan belajar
mereka. Memang diakui kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan
tugas mengajarnya secara baik sesuai rencana. Namun guru yang semacam ini
sangat sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya
siswa pria, bukan saja karena wataknya yang agresif tetapi karena merasa
kreativitasnya terhambat.
Menurut Suparno (2004: 29), pengajaran yang otoriter lebih banyak
dipengaruhi oleh filsafat pendidikan klasik, yang menekankan bahwa siswa
itu tidak tahu apa-apa, sedangkan guru itu yang mengetahui dan mempunyai
pengetahuan. Dengan demikian maka gurulah yang harus memberitahu atau
memasukkan pengetahuan kepada siswa. Siswa hanya akan memperoleh
pengetahuan bila mereka menerima yang diberikan guru. Dalam gambaran ini
siswa sering dianggap seperti tabula rasa, kertas putih kosong, dan gelas
kosong yang harus diisi oleh guru dengan pengetahuan.
Dalam sistem filsafat klasik tersebut, pengetahuan merupakan sesuatu
yang sudah jadi dan terbentuk. Maka tugas guru adalah membawa
pengetahuan itu dan memasukkannya ke dalam otak siswa. Siswa mau tidak
mau harus menerima saja secara pasif pengetahuan itu sedangkan guru harus
19
aktif memasukkannya. Dengan demikian siswa telah menjadi objek
pengajaran. Gurulah yang berbicara, yang menjelaskan, serta menjadi sumber
pengetahuan.
Selain itu, guru adalah penentu semuanya baik dalam memilih bahan,
mempersiapkan bahan termasuk mengolah bahan. Otoritas tertinggi adalah
guru. Siswa hanya harus tunduk, diam, mendengarkan, dan mengikuti
petunjuk. Dalam prakteknya, guru dapat menjadi otoriter dan memaksakan
semua kehendaknya kepada siswa. Siswa tidak diberi kebebasan untuk
mengungkapkan gagasan ataupun pendapatnya. Bahkan banyak terjadi, siswa
dimatikan kreativitasnya dan dimarahi karena dianggap penggangu bila
banyak usul di kelas. Salah satu cara mematikan siswa adalah dengan
menjadikan jalan pikiran guru sebagai satu-satunya yang benar. Jalan pikiran,
cara siswa memecahkan persoalan, bila tidak sesuai dengan yang diajarkan
guru, disalahkan. Misalnya, siswa yang memecahkan persoalan fisika dengan
cara yang berbeda dengan yang dijelaskan guru, disalahkan, meskipun
jawaban itu benar dan rasional.
Model pengajaran yang paling banyak digunakan dalam sistem klasik
adalah ceramah. Dengan model pengajaran seperti itu, gurulah yang aktif
berceramah dan menjelaskan, sedangkan siswa mendengarkan dengan manis
dan paling-paling mencatat. Semakin siswa tenang mendengarkan, semakin
dianggap siswa yang baik.
Oleh karena guru harus menjadi segala-galanya, maka dari pihak guru
dituntut untuk mengetahui semuanya atau paling tidak, merasa tahu segala-
20
galanya. Tugas berat seorang guru dalam filsafat ini adalah dia harus tahu
semuanya, terutama bidang yang diajarkannya. Ia akan sangat malu bila
ditanyai siswa dan tidak bisa menjawab. Untuk menutup malu itu, kadang
terjadi guru menipu siswa dengan berpura-pura menjelaskan, tetapi
sebenarnya keliru. Atau bahkan ada guru yang memarahi siswa yang bertanya
karena telah membuat ia tidak dapat menjawab dan kehilangan muka di depan
siswa lain. Guru merasa direndahkan bila harus terus terang mengatakan
kepada siswa yang bertanya, “Maaf saya belum tahu jawabannya, besok pagi
saya carikan di buku”.
Dalam konteks yang lebih luas, memimpin bagi pemimpin yang otoriter
adalah menggerakkan dan memaksa anggota kelompoknya. Kekuasaannya
hanya dibatasi oleh undang-undang. Penafsiran sebagai pemimpin tidak lain
adalah menunjukkan dan memberikan perintah. Kewajiban anggota hanyalah
mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membantah atau mengajukkan saran.
Pemimpin berkarakter ini tidak menghendaki rapat-rapat atau
musyawarah. Berkumpul atau rapat hanyalah menyampaikan instruksi-
instruksi. Setiap perbedaan pendapat diantara anggota kelompoknya diartikan
sebagai kepicikan, pembangkang, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah
atau instruksi yang telah ditetapkan.
Kekuasaan yang berlebihan ini dapat menimbulkan adanya
kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada
pengawasan secara langsung. Dominasi yang berlebihan ini mudah
memunculkan oposisi terhadap kepemimpinan atau menimbulkan sikap
21
apatis, cemoohan, sikap keras, ketidakpuasan, ketidakpatuhan, pertengkaran
dan penolakan berprestasi. Konsekuensi lain ialah siswa menjadi pengacau,
terpencil di masyarakat, dan menjadi pelanggar hukum.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan otoriter
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan
yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan.
Oleh karena itu, kepemimpinan gaya otoriter mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut (Sutarto, 1986: 73):
1) Wewenang mutlak terpusat pada guru
2) Keputusan selalu dibuat oleh guru
3) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh guru
4) Komunikasi berlangsung satu arah dari guru ke siswa
5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan
para siswa dilakukan secara ketat
6) Prakarsa selalu datang dari guru
7) Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
8) Tugas-tugas siswa diberikan secara instruktif
9) Lebih banyak kritik dari pada pujian
10) Guru menuntut prestasi sempurna dari siswa tanpa syarat
11) Guru menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat
12) Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
22
13) Kasar dalam bertindak
14) Kaku dalam bersikap
15) Tanggung jawab keberhasilan kelompok hanya dipikul oleh guru
b. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Dalam gaya kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
pimpinan. Kepemimpinan laissez-faire bisa diartikan sebagai membiarkan
siswa berbuat sekehendaknya. Guru yang mengajar dengan gaya ini sama
sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan siswanya.
Tingkat keberhasilan pembelajaran semata-mata hanya disebabkan oleh
kesadaran dan dedikasi beberapa siswa dan bukan karena pengaruh dari
gurunya.
Rudolf Dreikurs & Pearl Cassel (1986: 2-3) mengungkapkan, guru
laissez-faire terlalu mengutamakan kebebasan karena beranggapan bahwa tak
ada orang yang tidak dapat berubah. Untuk itu, guru tidak perlu memberikan
kontrol sedikit pun kepada siswa. Guru selalu mengampuni apa saja tindakan
murid, berusaha membuka berbagai pengalaman belajar kepada murid agar
mereka dapat memilih pengalaman mana yang bermanfaat, memberikan
kebebasan kepada murid untuk belajar sendiri/kelompok, mengajar jika
diminta oleh murid, tidak menyusun tahap-tahap pelajaran dan tidak
membebani dengan soal-soal karena menganggap taraf pengetahuan murid
berbeda-beda.
23
Guru yang berwatak ini biasanya gemar mengubah arah dan cara
pengelolaan proses belajar mengajar secara seenaknya, sehingga menyulitkan
siswa dalam menyiapkan diri. Menurut Syah (1997), sesungguhnya guru
berwatak ini tidak menyenangi profesinya sebagai pengajar atau pendidik
meskipun mungkin memiliki kemampuan yang memadai. Ada kemungkinan
sebagai pelarian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga karena tidak
diterima di tempat kerja yang lain yang lebih ia sukai. Guru yang berperilaku
seperti ini sering dijumpai di daerah-daerah pedalaman atau pun pinggiran,
dimana pengawasan dan kontrol dari atasan sangat kurang. Mereka datang ke
sekolah hanya sebentar setelah itu pergi. Siswa biasanya hanya disuruh
mencatat di papan tulis. Guru lebih mementingkan kegiatannya di luar
dibandingkan mengajar dan mendidik murid. Kepemimpinan ini menuntut
kesadaran yang tinggi dalam diri siswa untuk belajar secara mandiri baik
dalam memilih topik, tempat belajar, maupun waktu belajar. Kepemimpinan
laissez-faire mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Sutarto, 1986: 77):
1) Guru melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada siswa
2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh para siswa
3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh siswa
4) Guru hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh siswa
5) Hampir tidak ada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku,
perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan oleh para siswa
6) Prakarsa selalu datang dari siswa
7) Hampir tidak ada pengarahan dari guru
24
8) Peran guru sangat sedikit dalam kegiatan kelompok/kelas
9) Kepentingan pribadi lebih utama dari pada kepentingan kelompok
10) Tanggung jawab keberhasilan kelompok dipikul oleh orang per
orang
c. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin dengan gaya ini, menafsirkan kepemimpinannya bukan
sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota
kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan
terhadap buruhnya, melainkan sebagai saudara tua di dalam kelompok
tersebut. Dalam tindakan dan usahanya, pemimpin yang demokratis selalu
berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan
mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Dalam menjalankan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan
mengharapkan pendapat dan saran-saran dari kelompoknya. Kritik yang
membangun dijadikannya sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam
bertindak di hari-hari berikutnya. Selain itu, pemimpin yang demokratis juga
selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan, memotivasi
kelompoknya agar bersemangat dalam menjalankan dan mengembangkan
daya kerjanya. Pemimpin yang demokratis juga memberikan kesempatan bagi
timbulnya kecakapan memimpin pada anggotanya dengan jalan
mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung jawabnya. Jadi, gaya
25
kepemimpinan demokratis mengandung makna memperhatikan persamaan
hak dan kewajiban semua orang.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru yang demokratis
melandaskan diri pada filsafat konstruktivisme. Menurut Suparno (2004),
filsafat ini lebih menekankan bahwa siswa sudah tahu sesuatu meski belum
sempurna, guru bukan maha tahu, dan siswa dapat belajar sendiri. Menurut
filsafat ini pengetahuan merupakan bentukan (konstruksi) siswa sendiri, bukan
sesuatu yang sudah jadi dan tinggal dimasukkan ke dalam otak siswa, tetapi
sesuatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksikan oleh siswa
itu sendiri. Siswa hanya akan tahu bila mereka sendiri yang belajar. Tugas
guru adalah membantu siswa agar mau belajar sendiri secara aktif.
Sehingga yang terpenting dalam proses belajar dalam hal ini adalah
siswa, bukan guru. Yang harus aktif belajar, mengulangi bahan dan mengolah
bahan adalah siswa. Akibatnya, dalam sekolah yang akan terlihat aktif
bukanlah guru tetapi siswa. Siswa harus bertanya, aktif mengerjakan sesuatu
bahan, aktif membuat laporan dan aktif dalam mengungkapkan gagasannya.
Sehingga ini memang proses pembelajaran siswa, bukan pengajaran guru.
Peran utama guru adalah sebagai fasilitator dan mediator. Guru lebih
membantu siswa agar aktif belajar dan menemukan pengetahuan mereka.
Maksudnya, guru lebih pada merangsang siswa belajar, mendukung,
memberikan motivasi agar terus belajar, memantau dan mengevaluasi apa
yang ditemukan siswa. Guru menanyai, mendengarkan, memperhatikan,
menyemangati dan menemani siswa dalam belajar. Guru juga menantang
26
siswa, mempersoalkan pengertian yang mereka temukan, mencari bersama,
dan saling mengkomunikasikan pemikiran mereka.
Maka, dalam gaya pembelajaran seperti ini guru tidak akan senang bila
siswa diam saja, tunduk, atau tidak kreatif. Tetapi ia lebih senang bila siswa
aktif dan punya macam-macam kreativitas, berani mengungkap gagasan
mereka dan berdebat dengan guru apabila mereka mempunyai segi yang lain.
Guru juga sangat menghargai siswa yang dapat mengerjakan sesuatu persoalan
dengan cara-cara yang berbeda dengan yang dijelaskannya. Kebebasan
berpikir dan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang. Sehingga, suasana
kelas akan sungguh hidup, menyenangkan, dan menyemangati siswa untuk
belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan demokratis
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Sutarto, 1986: 75):
1) Wewenang guru tidak mutlak
2) Guru bersedia melimpahkan sebagian wewenangnya kepada siswa
3) Keputusan dibuat bersama antara guru dan siswa
4) Kebijaksanaan dibuat bersama antara guru dan siswa
5) Komunikasi berlangsung timbal balik, baik antara guru dan siswa
maupun antara sesama siswa
6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan
para siswa dilakukan secara wajar
7) Prakarsa dapat datang dari guru maupun siswa
27
8) Banyak kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan saran,
pertimbangan atau pendapat
9) Tugas-tugas kepada siswa diberikan dengan lebih bersifat permintaan
dari pada instruktif
10) Pujian dan kritik seimbang
11) Guru mendorong prestasi sempurna dari siswa di dalam batas
kemampuan masing-masing
12) Guru meminta kesetiaan kepada siswa secara wajar
13) Guru memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
14) Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan
saling harga menghargai
15) Tanggung jawab keberhasilan kelompok dipikul bersama antar guru
dan siswa
Dalam Prakteknya tidak seorang pun yang dapat menerapkan salah satu
gaya kepemimpinan di atas secara mutlak. Menurut Mangunhardjana (dalam
Mealin, 2004), kebanyakan pemimpin mencampur banyak gaya
kepemimpinan. Dengan mencampur banyak gaya tersebut diakui paling efektif
dan tepat untuk memimpin banyak orang yang tentunya satu dengan yang lain
memiliki sifat, sikap, dan latar belakang yang berbeda sehingga bila dipimpin
dengan menggunakan salah satu secara mutlak diterapkan justru menimbulkan
pengaruh yang tidak baik bagi perkembangan siswa.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seorang pemimpin.
Faktor-faktor tersebut ialah keahlian dan pengetahuan, jenis
28
pekerjaan/lembaga, sifat-sifat kepribadian pemimpin, sifat-sifat kepribadian
siswa, persepsi siswa dan sanksi-sanksi yang diberikan. Dalam hal sifat-sifat
kepribadian siswa berdasarkan teori situasional, faktor dominan yang
menentukan perilaku pemimpin adalah tingkat kedewasaan siswa itu sendiri.
Ada tiga tingkat kematangan siswa, yaitu: 1) Siswa yang tingkat
kematangan kurang, dipandang tidak mau menjalankan tugas yang diberikan
dan memikul tanggung jawab untuk berbuat sesuatu secara mandiri. Kalau pun
ada hanya siswa tertentu saja. Mereka akan berbuat sesuatu jika ada perintah
dan tuntunan dari guru. Biasanya motivasi mereka untuk mencari hal-hal baru
dan memikirkannya sangat rendah dan kalau pun ada sangat sedikit. Untuk
membantu supaya mereka berkembang dibutuhkan bimbingan, pengawasan
yang ketat dan kerja keras dari guru sebagai pemimpin. 2) Siswa yang tingkat
kematangan sedang/madya, dianggap sudah mampu belajar mandiri dan
menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka dengan baik
tanpa harus ada pengarahan, bimbingan, maupun pengawasan dari guru.
Tetapi mereka tidak rela berbuat apa yang diinginkan gurunya karena merasa
kurang mantap atau kurang percaya diri. 3) Siswa yang tingkat kematangan
tinggi, dianggap sebagai orang yang mampu dan rela menyelesaikan tugas-
tugas yang dipercayakan kepada mereka secara mandiri.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangan siswa sebagai berikut: 1) Gaya
kepemimpinan otoriter tepat untuk mempengaruhi perilaku siswa yang tingkat
kematangannya rendah; 2) Gaya kepemimpinan demokratis tepat untuk
29
mempengaruhi perilaku siswa yang tingkat kematangan sedang; 3) Gaya
kepemimpinan leissez-faire tepat untuk mempengaruhi perilaku siswa yang
tingkat kematangan tinggi.
5. Persepsi dan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan
Cara seorang pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinannya
diamati dan dinilai oleh orang-orang yang dipimpinnya melalui persepsi
bawahan (siswa). Menurut Soenardji (1998: 83), persepsi adalah proses
menginterpretasikan dan mengorganisasikan informasi dari luar yang diterima
oleh organ-organ indera. Tidak jauh berbeda dengan Soenardji, Dimyati
(1990: 132) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses interpretasi
informasi yang datang dari indera; pemberian arti terhadap stimulus inderawi.
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan (1992: 45) persepsi merupakan
sejumlah indera disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang
lebih tinggi (otak) sehingga manusia bisa menilai obyek-obyek.
Jadi, dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan proses memahami, menerima, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan rangsangan dari luar/lingkungan melalui panca indera
sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang ditangkap inderanya.
Ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang
(Irwanto, dkk., 1998: 76). Keempat faktor tersebut ialah: pertama, perhatian
yang selektif. Individu tidak harus menanggapi semua rangsangan yang
diterimanya dari luar tetapi harus memusatkan perhatian pada rangsang-
30
rangsang tertentu saja, sehingga objek-objek atau gejala-gejala lain tidak
tampil kemuka sebagai objek pengamat. Kedua, ciri-ciri rangsang. Beberapa
ciri rangsang seperti rangsangan yang bergerak, besar, kontras dengan latar
belakangnya dan yang intensitas rangsangnya lebih kuat akan lebih menarik
perhatian seseorang. Ketiga, nilai-nilai dan kebutuhan individu. Seseorang
tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya sehingga
individu yang satu dengan yang lainnya mempunyai nilai-nilai dan kebutuhan
yang berbeda.
Keempat, pengalaman terdahulu/latar belakang siswa. Pengalaman-
pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
memersepsi dunianya. Misalnya, anak yang sudah terbiasa berada di
lingkungan keluarga yang orang tuanya keras atau diajar oleh guru yang keras
dan galak akan mempunyai persepsi yang berbeda dengan anak yang baru
diajar oleh guru tersebut.
Otoriter, laissez-faire atau demokratisnya seorang guru tidak hanya
tergantung dari sifat-sifat kepemimpinan yang melekat dalam dirinya (defacto)
tetapi juga ditentukan oleh persepsi siswa (Ecin, 2007). Dengan kata lain,
apakah guru itu memang otoriter, demokratis atau laissez-faire tergantung dari
penilaian subyektif siswa. Copey (dalam Lusila Arnila, 2002: 31) menegaskan
bahwa dalam hubungan antar manusia, yang menentukan bukannya apa yang
kita lakukan tetapi bagaimana orang lain melihat dan merasakan apa yang kita
lakukan.
31
Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, keberhasilan seorang
pemimpin dalam kepemimpinannya tidak semata-mata ditentukan oleh
kualitas kepribadian saja tetapi juga ditentukan oleh penerimaan atau persepsi
positif orang-orang yang dipimpinnya terhadap dirinya. Hal ini menunjukkan
bahwa persepsi siswa dalam menginterpretasikan gaya kepemimpinan guru di
kelas berpangaruh pada perilaku seorang guru dalam menjalankan fungsi
kepamimpinannya.
Persepsi terhadap gaya kepemimpinan guru menjadi penting karena
berimplikasi pada pembentukan motivasi belajar siswa sehingga akan
memperlancar proses pencapaian tujuan pembelajaran.
Berdasarkan konsep persepsi dan kepemimpinan guru dapat disimpulkan
bahwa persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru adalah persepsi
terhadap gaya yang digunakan oleh seorang guru untuk mempengaruhi siswa
agar mau berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan menurut hubungan antara
perilaku tugas, perilaku hubungan, serta tingkat kematangan siswa
berdasarkan tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, laissez-faire, dan
demokratis. Persepsi terhadap gaya kepemimpinan itu diperoleh melalui
proses penginderaan dan penilaian yang berdasarkan pada pengalaman
subyektif siswa.
B. Guru Sebagai Pemimpin di Kelas
Selama ini, kebanyakan orang sudah tahu bahwa peran guru adalah
sebagai pengajar dan pendidik (Suparno, 2004). Dalam proses menjalankan
32
kedua peran itulah kepemimpinannya berlangsung atau terjadi. Sementara
menurut Adam dan Decey (dalam Andi, 2004), peran guru adalah sebagai
pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan,
ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor.
Sedangkan menurut Dimyati Mahmud (1990) mengajar di kelas tidak lain
adalah memimpin sekelompok orang (baca: siswa). Guru yang efektif adalah
pemimpin yang efektif, yaitu memanfaatkan potensi kelompok untuk
meningkatkan perkembangan individual. Dengan demikian, guru diharapkan
bisa menjadi wasit, pelerai kecemasan, detektif, mencegah timbulnya
perasaan-perasaan bermusuh dan frustasi, teman dan sebagai orang pengganti
orang tua, sumber kasih sayang dan pemberi semangat.
Memperjelas pendapat dari Mahmud, Winkel (1995) mengatakan bahwa
gaya memimpin kelas menunjuk pada cara guru memberikan pengarahan pada
proses belajar mengajar. Jika guru berlagak dominan mengatur segala-galanya
serta tidak memberikan inisiatif kepada siswa berarti guru tersebut bergaya
otoriter. Jika guru membiarkan siswa untuk mengatur belajarnya sendiri,
menurut seleranya sendiri, guru memberikan pengarahan hanya jika diminta,
maka guru tersebut bergaya laissez-faire. Sedangkan jika guru bertindak
sebagai anggota kelompok kelas dan bersama murid menentukan
bagaimanakah sebaiknya proses belajar diatur dan dijalankan berarti guru
tersebut bergaya demokratis. Lebih lanjut, Winkel (1997) juga mengatakan
bahwa proses membimbing dapat juga diartikan sebagai proses memimpin
33
para siswanya. Sedangkan Esti (2002) mengatakan guru adalah pemimpin di
kelas dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan kelas.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang salah
satunya guru fisika adalah seorang pemimpin bagi para siswa dalam proses
belajar mengajar di kelas.
C. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Sebelum masuk pada pengertian motivasi, terlebih dahulu harus tahu
pengertian dari motif. Menurut Winkel (1987: 93) motif dapat dikatakan
sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Berdasarkan kata motif itu
maka motivasi dapat didefinisikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi
aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, bila kebutuhan untuk
mencapai tujuan segera dirasakan.
Sugeng Paranto (1981: 3) mendefinisikan motivasi sebagai daya atau
usaha yang menyebabkan seseorang terdorong untuk bertindak melakukan
sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi sangat erat
hubungannya dengan kebutuhan dan dorongan yang bersemayam dalam diri
siswa. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan
kebutuhan yang ada pada dirinya menuntut akan pemenuhan. Selama
kebutuhan tersebut belum terpenuhi, maka selama itu pula yang bersangkutan
belum merasakan adanya kepuasan pada dirinya. Rasa puas inilah yang
34
senantiasa mendorong seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu
dalam memenuhi kebutuhannya. Kekuatan daya dorong itu akan hilang bila
sekiranya telah menjadi puas karena kebutuhannya telah terpenuhi.
Sementara menurut Herman Hudoyo (Wardhani 1998), motivasi
merupakan kekuatan pendorong yang ada dalam diri orang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi ini sangat
berhubungan dengan motif. Bila seorang siswa belajar, diasumsikan bahwa di
dalam diri siswa ada dorongan untuk memulai dan mengatur aktivitasnya.
Misalnya minat, sikap dan kehendak yang semuanya bergantung kepada
individu seseorang.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-
aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhannya demi mencapai suatu tujuan
tertentu. Sedangkan motivasi belajar adalah daya penggerak dalam diri siswa
untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar dalam rangka memenuhi
kebutuhan belajar demi mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Ciri-Ciri Siswa Yang Mempunyai Motivasi Belajar
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar. Ciri-ciri
tersebut dapat dikenali melalui proses belajar mengajar (Sardiman, 1986: 82-
83):
a) Tekun menghadapi tugas.
35
b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa) serta tidak
cepat puas atas prestasi yang telah dicapainya.
c) Menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam
masalah belajar.
d) Lebih senang bekerja mandiri dan tidak bergantung pada orang
lain.
e) Tertarik untuk mengerjakan hal-hal yang menuntut kreativitas
f) Dapat mempertahankan pendapatnya.
g) Tidak mudah melepas apa yang diyakini.
h) Senang mencari dan memecahkan masalah/soal-soal
Sedangkan menurut Winkel (1987: 97-98), ciri-ciri siswa yang
mempunyai motivasi belajar adalah:
a) Kecenderungan mengerjakan tugas-tugas belajar yang menantang
namun tidak berada di atas kemampuannya.
b) Keinginan untuk bekerja dan berusaha mandiri serta menemukan
penyelesaian masalah secara sendiri tanpa disuapi terus menerus
oleh guru.
c) Keinginan yang kuat untuk maju dan mencari taraf keberhasilan
yang sedikit di atas taraf tercapai sebelumnya.
d) Orientasi pada masa depan. Kegiatan belajar dipandang sebagai
jalan menuju ke realisasi cita-cita.
e) Pemilihan teman kerja atas dasar kemampuan teman itu bukan atas
dasar simpati atau perasaan senang terhadap teman itu.
36
f) Keuletan dalam belajar biarpun menghadapi rintangan.
3. Fungsi Motivasi Dalam Belajar
Menurut Imron (1996), motivasi belajar memegang peranan penting dalam
memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga yang
mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk
melaksanakan kegiatan belajar. Motivasi juga berkaitan erat dengan suatu
tujuan. Misalnya untuk menghadapi ujian pada pagi harinya, para pelajar
mengurung dirinya dalam kamar untuk belajar karena mengharapkan akan
mendapat hasil yang baik. Dengan demikian motivasi itu mempengaruhi
adanya kegiatan.
Sedangkan Sardiman (1986) berpendapat bahwa motivasi sangat
diperlukan dalam belajar. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada
motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan akan semakin berhasil pula
pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha
belajar bagi para siswa.
Sehubungan dengan kedua pendapat di atas maka ada tiga fungsi motivasi,
yaitu:
a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepas energi. Dalam hal ini motivasi merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
37
b) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut. Misalnya, seorang siswa yang akan menghadapi
ujian dengan harapan dapat lulus. Tentu siswa tersebut akan
melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan
waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak
serasi dengan tujuan.
4. Jenis-Jenis Motivasi
Sardiman (1986: 88) membagi motivasi menjadi dua macam, yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri. Motif-motif telah menjadi aktif atau berfungsi tanpa harus dirangsang
dari luar. Dengan kata lain, di dalam diri siswa sudah ada dorongan atau
keinginan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seseorang yang senang
membaca tanpa harus disuruh pasti sudah rajin mencari buku-buku untuk
dibaca. Kalau dilihat dari tujuan kegiatan yang dilakukan (misalnya: belajar),
38
motivasi intrinsik merupakan keinginan untuk mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkret,
seorang siswa melakukan kegiatan belajar, karena betul-betul ingin mendapat
pengetahuan, nilai dan keterampilan yang berguna bagi masa depannya, dan
bukan karena tujuan yang lain.
Oleh karena itu, motivasi intrinsik dapat pula dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajarnya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang
itu belajar menjelang ujian supaya mendapat nilai yang baik sehingga dipuji
oleh teman-temannya sebagai anak yang pintar. Atau ada juga yang belajar
karena takut dihukum oleh gurunya karena mendapat nilai yang jelek atau
tidak bisa menjawab pertanyaan guru. Jadi, yang penting bukan karena ingin
mengetahui sesuatu tetapi hadiah berupa pujian atau karena takut hukuman.
Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan
aktivitas belajar.
39
Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ini tetap penting. Sebab,
kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan
kemungkinan komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada
yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Ali Imron (1996: 99) berpendapat bahwa ada beberapa unsur yang
mempengaruhi motivasi belajar, yaitu cita-cita atau aspirasi siswa,
kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur
dinamis dalam pembelajaran, dan upaya guru dalam membelajarkan siswa
(kepemimpinan guru selama proses pembelajaran). Di dalam proses mengatur
kondisi lingkungan belajar, dinamika dalam pembelajaran, serta
mengupayakan siswa dalam belajar, kepemimpinan guru akan tampak.
Apakah dalam mengatur dinamika dalam belajar guru itu kooperatif, tidak
peduli atau malah keras, itu tergantung dari gaya kepemimpinan yang
diterapkannya.
D. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Dengan
Motivasi Belajar
Kepemimpinan diperlukan dalam rangka kerjasama orang-orang di dalam
suatu kelompok (kelas) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Seorang
pemimpin yang cakap selalu membuat tujuan kelompok yang dipimpinnya
40
jelas dan terarah, sedangkan anggota kelompoknya berusaha untuk mencapai
tujuan tersebut.
Para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja (baca:
belajar) dan terutama prestasi suatu kelompok. Hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan motivasi belajar saling mendukung karena adanya gaya
kepemimpinan yang baik dari seorang pemimpin (guru) dapat mempengaruhi
motivasi belajar anggota kelompoknya (siswa). Dalam hal ini, ada
ketergantungan antara motivasi siswa terhadap guru dimana guru tersebut
dapat mempengaruhi moral, kepuasan, kualitas, kehidupan belajar dalam
rangka meningkatkan motivasi belajar siswa.
Menurut Nawawi (1988) kepemimpinan dalam pendidikan merupakan
proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan
mengarahkan orang-orang di dalam lembaga pendidikan itu untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk mewujudkan tugas tersebut
setiap pemimpin pendidikan harus mempu bekerja sama dengan orang-orang
yang dipimpinnya untuk memberikan motivasi agar melakukan pekerjaan
secara ikhlas.
Motivasi belajar siswa dapat meningkat tergantung dari dukungan yang
diberikan oleh pemimpin (guru) seperti pemberian pujian atas hasil yang
diraih dan memberikan semangat ketika siswa mengalami penurunan motivasi
belajar. Pemberian motivasi oleh guru tidak hanya bersifat materi akan tetapi
siswa juga kadang-kadang membutuhkan motivasi yang berupa non materi.
Penghargaan atau rasa kepercayaan yang diberikan guru kepada siswa dapat
41
meningkatkan motivasi siswa dan membawa siswa kepada penyelesaian tugas
dengan lebih baik. Guru sebagai seorang pemimpin di kelas harus tahu kapan
siswanya mengalami penurunan motivasi dalam belajar dan berusaha untuk
mencari tahu sehingga dapat meningkatkan kembali motivasi belajar dari
siswa tersebut.
Hubungan antara guru dan siswa merupakan hal yang penting untuk
mendapat perhatian supaya tercapainya efektifitas pembelajaran yang optimal.
Dikatakan demikian karena hubungan antara guru dan siswa akan
mempengaruhi persepsi mereka. Costello dan Zalkind (dalam Gilmer, 1967)
mengungkapkan bahwa seorang pemimpin dipersepsi dan dinilai bagaimana
tingkah lakunya oleh siswa dan persepsi tersebut akan menentukan bagaimana
guru tersebut diterima. Bagi siswa, hasil dari persepsi tersebut akan
menentukan mereka puas atau tidak dengan situasi dan kondisi tempat
belajarnya, yang pada akhirnya berpengaruh juga pada motivasi belajar.
Sebaliknya guru juga mempersepsikan dan menilai siswa bagaimana ia akan
menentukan apa yang akan dilakukan dalam hubungannya dengan siswa.
Guru yang demokratis lebih menekankan pada partisipasi, dukungan,
kebebasan dan objektivitas sebagai unsur esensialnya. Guru yang menekankan
pada unsur-unsur tersebut dalam segala tindakan dan keputusannya akan
membuat siswa merasa diperhatikan dan dihargai dalam setiap proses
pembelajaran. Guru yang demokratis juga selalu memperhatikan potensi,
keterampilan, memberikan saran-saran maupun bimbingan kepada siswa
dalam belajar.
42
Guru yang otoriter lebih menekankan pada pencapaian hasil belajar yang
sempurna dari siswa, kepatuhan terhadap perintah, kurangnya kebebasan
maupun partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang
mempersepsikan gurunya otoriter akan menjadi pasif, berbuat sesuatu hanya
jika ada perintah karena takut dimarahi kalau melakukan kesalahan, dan
merasa tertekan karena dituntut untuk memperoleh prestasi yang sempurna.
Pada akhirnya, pembelajaran tidak lagi terasa menyenangkan tetapi
sebaliknya, menakutkan dan menegangkan. Dengan demikian, siswa tidak lagi
terpacu semangatnya untuk belajar tetapi akan menghindarkan diri dari situasi
atau lingkungan belajar itu.
Sebaliknya, guru yang laissez–faire lebih menekankan pada kebebasan
yang mutlak. Maksudnya, siswa bisa dengan sebebasnya melakukan hal apa
saja yang menurut dia mendukung proses pembelajaran. Perhatian dan kontrol
guru terhadap perilaku siswa dalam belajar sangat lemah. Sikap guru yang
cuek terhadap siswa akan menyebabkan siswa merasa kurang diperhatikan dan
dihargai. Siswa yang mempersepsikan gurunya sebagai guru yang laissez-faire
akan mempunyai motivasi belajar yang sama seperti siswa yang
mempersepsikan gurunya otoriter. Bedanya hanya pada keadaan psikologis,
dimana siswa tidak terlalu merasa tertekan, takut dan pasif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap gaya kepemimpinan guru
fisika dalam mengajar di kelas sangat berhubungan dengan motivasi belajar
siswa. Jika siswa mempersepsikan guru tersebut demokratis maka motivasi
belajarnya semakin meningkat. Sedangkan jika siswa mempersepsikan
43
gurunya otoriter atau laissez-faire maka motivasi belajarnya rendah atau
semakin menurun. Secara skematis, hubungan antara persepsi siswa terhadap
gaya kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa yang sekaligus
merupakan dua variabel utama yang ingin dicari hubungannya secara empiris
dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Hubungan kedua variabel tersebut dapat dijabarkan lagi sebagai berikut:
Keterangan:
: Menyatakan hubungan mempengaruhi
X1 : Gaya Otoriter
X2 : Gaya Laissez-faire
Y
X1
X2
X3
P e r s e p s i
mempengaruhi Persepsi terhadap gaya Kepemimpinan
Motivasi Belajar
44
X3 : Gaya Demokratis
Y : Motivasi belajar
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang
penulis ajukan pada bab 1 mendapat dukungan yang kuat dari teori-teori yang
ada. Hanya saja hubungan tersebut masih akan diuji kebenarannya secara
empiris.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Dikatakan
demikian karena penelitian ini hanya untuk melihat hubungan yang mungkin
dan mendeskripsikan antara variabel persepsi siswa terhadap gaya
kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar
siswa yang diajarkannya tanpa ada usaha untuk mempengaruhi kedua variabel
tersebut (Hadi, 1984).
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan dari subyek yang dimaksudkan akan diteliti
(Arikunto, 1997). Sedangkan menurut Suparno (2001: 20), populasi adalah
kelompok yang lebih besar dimana informasi hasil penelitian diharapkan
berlaku; semua anggota grup yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
populasinya adalah seluruh siswa SMP PL I Yogyakarta. Sedangkan sampel
adalah sebagian dari populasi yang dianggap dapat memberikan informasi atau
data kepada peneliti. Dalam penelitian ini sampelnya adalah siswa kelas VIIA,
VIIC, VIID, VIIE, VIIIA, VIIIB, VIIIC dan VIIID yan g jumlahnya 321 siswa.
Sedangkan kelas VIIB dan VIIIE digunakan untuk uji coba instrumen yang
berjumlah 72 siswa.
46
C. Variabel-Variabel Penelitian
Ada dua variabel utama dalam penelitian ini, yaitu:
Variabel X : Persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika
Variabel Y : Motivasi belajar siswa
Persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan adalah persepsi terhadap
gaya yang digunakan oleh seorang pemimpin (guru) untuk mempengaruhi
siswa agar mau berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan berdasarkan tiga gaya
kepemimpinan, yaitu otoriter, laissez-faire, dan demokratis.
Motivasi belajar adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan
aktivitas-aktivitas belajar dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar demi
mencapai suatu tujuan tertentu. Variabel motivasi yang dioperasikan adalah
skor jawaban siswa dari kuesioner motivasi belajar siswa itu sendiri.
D. Alat Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
kuesioner. Kuesioner merupakan sekumpulan daftar pertanyaan atau
pernyataan tertulis yang diberikan kepada subyek penelitian (Furchan, 1982:
249). Ada dua macam kuesioner dalam penelitian ini, yakni kuesioner tentang
gaya kepemimpinan guru fisika dan kuesioner motivasi belajar siswa.
1. Kuesioner Gaya Kepemimpinan
Kuesioner tentang gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas
mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Vitalis Andi (2004) dalam
47
penelitiannya yang berjudul Persepsi Siswa Terhadap Kecenderungan
Penerapan Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan Konseling Dalam
Bimbingan Klasikal. Kuesioner ini memuat aspek-aspek dari gaya
kepemimpinan, yaitu otoriter, laissez-faire dan demokratis. Aspek-aspek
tersebut adalah:
Tabel 1. Aspek dan Indikator Gaya Kepemimpinan
No Aspek-aspek variabel gaya kepemimpinan guru fisika
1 Gaya kepemimpinan otoriter, dengan indikatornya sebagai berikut:
16) Wewenang mutlak terpusat pada guru
17) Keputusan selalu dibuat oleh guru
18) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh guru
19) Komunikasi berlangsung satu arah dari guru ke siswa
20) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
siswa dilakukan secara ketat
21) Prakarsa selalu datang dari guru
22) Tidak ada kesempatan bagi siswa untuk memberikan saran, pertimbangan
atau pendapat
23) Tugas-tugas siswa diberikan secara instruktif
24) Lebih banyak kritik dari pada pujian
25) Guru menuntut prestasi sempurna dari siswa tanpa syarat
26) Guru menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat
27) Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
28) Kasar dalam bertindak
29) Kaku dalam bersikap
30) Tanggung jawab keberhasilan kelompok hanya dipikul oleh guru
2 Gaya kepemimpinan laissez-faire, dengan indikatornya sebagai berikut:
11) Guru melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada siswa
12) Keputusan lebih banyak dibuat oleh para siswa
48
13) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh siswa
14) Guru hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh siswa
15) Hampir tidak ada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan yang dilakukan oleh para siswa
16) Prakarsa selalu datang dari siswa
17) Hampir tidak ada pengarahan dari guru
18) Peran guru sangat sedikit dalam kegiatan kelompok/kelas
19) Kepentingan pribadi lebih utama dari pada kepentingan kelompok
20) Tanggung jawab keberhasilan kelompok dipikul oleh orang per orang
3 Gaya kepemimpinan demokratis, dengan indikatornya sebagai berikut:
16) Wewenang guru tidak mutlak
17) Guru bersedia melimpahkan sebagian wewenangnya kepada siswa
18) Keputusan dibuat bersama antara guru dan siswa
19) Kebijaksanaan dibuat bersama antara guru dan siswa
20) Komunikasi berlangsung timbal balik, baik antara guru dan siswa maupun
antara sesama siswa
21) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
siswa dilakukan secara wajar
22) Prakarsa dapat datang dari guru maupun siswa
23) Banyak kesempatan bagi siswa untuk menyampaikan saran, pertimbangan
atau pendapat
24) Tugas-tugas kepada siswa diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari
pada instruktif
25) Pujian dan kritik seimbang
26) Guru mendorong prestasi sempurna dari siswa di dalam batas kemampuan
masing-masing
27) Guru meminta kesetiaan kepada siswa secara wajar
28) Guru memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
29) Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling
harga menghargai
30) Tanggung jawab keberhasilan kelas dipikul bersama antar guru dan siswa
49
Kuesioner ini terdiri dari dua bagian. Pertama, memuat tujuan kuesioner,
petunjuk pengisian kuesioner dan identitas subyek. Kedua, memuat isi kuesioner
yang berupa pernyataan-pernyataan. Jenis kuesioner yang digunakan adalah
kuesioner langsung tertutup, artinya responden menjawab pernyataan-pernyataan
yang berhubungan dengan dirinya sendiri (langsung) dengan alternatif jawaban
yang sudah disediakan. Kuesioner ini disusun berdasarkan skala Linkert. Skala
Linkert berisi serangkaian pernyataan yang masing-masing mengungkapkan sikap
yang jelas baik atau kurang baik, selanjutnya meminta respons yang sudah dinilai
pada setiap pernyataan (Anantasi, 1998). Adapun skala Linkert tersebut adalah (1)
Selalu, (2) Sering, (3) Jarang, dan (4) Tidak pernah.
2. Kuesioner Motivasi Belajar Siswa
Kuesioner atau angket ini disusun untuk mengetahui motivasi siswa dalam
belajar fisika. Untuk menyusun kuesioner ini, peneliti mengacu pada kuesioner
yang dibuat oleh Wardhani (1998), dengan penelitiannya yang berjudul
Hubungan Antara Motivasi Belajar Matematika dengan Prestasi Belajar
Matematika Di kalangan Para Siswa Kelas I SMUK Sang Timur Yogyakarta
Caturwulan II Tahun ajaran 1997/1998. Angket ini mulanya terdiri dari 5
alternatif jawaban, yaitu A Sangat Setuju, B Setuju, C Ragu-Ragu, D Tidak
Setuju, dan E Sangat Tidak Setuju. Tetapi penulis menyederhanakannya
menjadi 4 alternatif jawaban saja agar menyesuaikan dengan skala gaya
kepemimpinan, yaitu selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Selain itu,
penulis juga tidak mau ada jawaban ragu-ragu. Demikian juga kata, kata-kata
50
matematika diganti dengan fisika. Kisi-kisi penyusunan kuesioner ini
berdasarkan ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar adalah sebagai
berikut:
Tabel 2: Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Siswa
No Aspek-Aspek Variabel Motivasi Belajar Siswa
1 Dalam mempelajari fisika, indikatornya sebagai berikut:
1) Ingin mempelajari materi fisika secara lebih mendalam.
2) Selalu mengingat materi fisika dan mempelajarinya kembali.
3) Merasa puas jika memahami materi fisika dengan baik.
4) Mengajukan pertanyaan tentang materi fisika yang belum jelas kepada
guru.
2 Dalam menghadapi kesulitan belajar fisika, indikatornya:
1) Tidak mudah putus asa jika menghadapi kesulitan dalam mempelajari
fisika.
2) Banyak membaca buku pelajaran fisika untuk mengatasi kekurangan dan
kesulitan dalam mempelajari fisika.
3) Jika menghadapi kesulitan dalam belajar fisika tidak suka beralih pada
kegiatan lain tetapi berusaha keras menyelesaikannya.
4) Tidak mudah dipengaruhi oleh perasaan takut gagal dalam mempelajari
fisika.
5) Merasa puas jika berhasil mengatasi kesulitan dalam belajar fisika karena
dapat memperlancar pencapaian cita-cita.
3 Dalam menghadapi tugas-tugas fisika, indikatornya:
1) Akan mengerjakan tugas fisika tanpa menundanya.
2) Merasa yakin dapat menyelesaikan tugas-tugas fisika dengan baik.
3) Merasa bangga jika dapat menyelesaikan tugas fisika lebih cepat dari
teman-teman satu kelas.
4) Tidak pernah menghindari tugas-tugas fisika yang terlalu menuntut kerja
keras.
5) Cenderung memilih teman yang menguasai pelajaran fisika dari pada yang
tidak menguasai sama sekali.
51
4 Minat terhadap fisika dan dalam mengerjakan soal-soal fisika, indikatornya:
1) Berusaha keras untuk memiliki minat yang besar terhadap fisika.
2) Berusaha menyenangi setiap materi pelajaran fisika yang telah diterima.
3) Menyadari bahwa belajar keras akan dapat mencapai hasil yang optimal.
4) Menyenangi soal fisika yang sulit dan menantang dari pada soal yang
mudah.
5) Ingin mencoba soal fisika yang baru (belum pernah dikerjakan).
5 Prestasi belajar fisika, indikatornya:
1) Keberhasilan dalam belajar fisika akan menimbulkan rasa puas dan
percaya diri yang tinggi.
2) Kegagalan dalam belajar fisika akan menimbulkan rasa malas dan tidak
bersemangat dalam mempelajari fisika.
3) Mempunyai keinginan besar untuk memperoleh prestasi yang baik dalam
fisika.
4) Berusaha mempelajari fisika dengan lebih baik jika memperoleh nilai yang
buruk dalam ulangan.
5) Tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh dalam mempelajari fisika.
6) Merasa bangga jika memperoleh nilai fisika yang lebih tinggi dari pada
teman-teman yang lain.
6 Keinginan yang kuat untuk maju dan berhasil dalam fisika serta keinginan
untuk bekerja dan belajar sendiri tanpa bantuan orang lain, indikatornya:
1) Mempunyai keinginan yang besar untuk berhasil dalam belajar fisika.
2) Mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menghadapi ulangan fisika.
3) Memusatkan perhatian pada waktu menerima pelajaran fisika.
4) Berusaha mengerjakan soal fisika sendiri dan tidak bergantung pada orang
lain.
5) Merasa puas jika berhasil mengerjakan soal fisika sendiri tanpa bantuan
orang lain.
6) Mempunyai keinginan yang besar untuk berhasil dalam belajar fisika.
52
E. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data meliputi uji coba instrumen baik validitas
maupun reliabilitas serta tahap pengambilan data.
1. Uji Coba Instrumen
Uji coba alat penelitian dilaksanakan untuk mengetahui taraf validitas dan
reliabilitasnya. Uji coba alat ukur penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Mei
2007. Subyek yang dijadikan responden uji coba alat ukur penelitian adalah
siswa kelas VIIB dan VIIIE. Subyek tersebut dianggap representatif dan
memiliki karakteristik yang sama dengan subyek penelitian.
Instrumen penelitian sudah semestinya diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui item-item yang valid dan reliabel sehingga dapat digunakan untuk
penelitian sesungguhnya. Sedangkan untuk item yang tidak valid dan tidak
reliabel akan digugurkan. Setelah data uji coba terkumpul, kemudian diolah
dengan komputer program Microsoft Office Excel 2003. Sedangkan untuk
menganalisis validitas dan reliabilitas di gunakan program SPSS for Window
seri 13 dangan taraf signifikasi 1% dan 5%. Adapun sebaran item yang
diujicobakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Uji Coba
Kuesioner Aspek Nomor butir item Jumlah
Otoriter 1, 4, 7, 9, 17, 20, 23, 26, 27, 28,
30, 35, 37, 39, 42, 45, 49, 52, 54, 59 20
Laissez-Faire
3, 6, 8, 11, 13, 16, 18, 21, 24, 25, 29, 32, 33, 41, 44, 47, 50, 53, 56, 60
20
Kecenderungan Penerapan Gaya Kepemimpinan
Guru Fisika dalam Mengajar
di Kelas Demokratis 2, 5, 10, 12, 14, 15, 19, 22, 31, 34,
36, 38, 40, 43, 46, 48, 51, 55, 57, 58 20
Total 60
53
Tabel 4: Sebaran Item Motivasi Belajar Siswa dalam Uji Coba
Sebaran item Kuesioner Aspek Positif Negatif
Jumlah
Dalam mempelajari fisika 1, 13 11, 26 4 Dalam menghadapi kesulitan belajar fisika
9 2, 3, 7, 8 5
Dalam menghadapi tugas-tugas fisika
4, 19, 20, 22
18, 21 6
Minat terhadap fisika dan dalam mengerjakan soal-soal fisika
10, 24 15, 17 4
Prestasi belajar fisika 5, 6, 30 27, 28, 29 6
Motivasi Siswa dalam Belajar Fisika
Keinginan yang kuat untuk maju dan berhasil dalam fisika serta keinginan untuk bekerja dan belajar sendiri tanpa bantuan orang lain
12, 14, 16, 23, 25 5
Total 15 15 30
a. Validitas (Kesahihan)
Validitas atau kesahihan adalah seberapa cermat, tepat dan teliti alat ukur
mampu melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997: 176). Menurut Masidjo
(1995: 242), validitas adalah taraf sampai dimana suatu alat tes mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan menurut Suparno (2000:
28), validitas menunjuk pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan
yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Untuk mengetahui
tingkat validitas alat ukur pada penelitian ini, ditempuh uji analisis validitas isi
(content validity) secara internal. Prosedur pengujiannya dilakukan dengan
cara menganalisis setiap item (item analysis) masing-masing kuesioner dengan
mengkorelasikan skor setiap item (X) dengan skor total (Y). Dalam penelitian
ini digunakan teknik korelasi Product Moment Pearson (Masidjo, 1995: 142;
Suparno, 2000: 40) dengan rumus sebagai berikut:
54
( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNr xy
Keterangan:
rxy : Koefisien validitas item
∑X : Jumlah skor dalam sebaran X
∑Y : Jumlah skor dalam sebaran Y
∑XY : Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
∑X2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑Y2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
N : Banyaknya subyek
Proses penghitungan taraf validitas dilakukan dengan memberi skor pada
setiap item dan menstabulasikan ke dalam data uji coba. Selanjutnya dilakukan
penghitungan dengan menggunakan komputer program SPSS For Window seri
13.
Idealnya, untuk memilih item yang baik harus dilakukan penghitungan
korelasi antara skor total setiap item dengan skor total skala (Azwar, 1998:
174). Namun, khusus untuk kuesioner gaya kepemimpinan, skor total setiap
item hanya dikorelasikan dengan skor total item per aspek bukan skor total
skala. Karena kalau dikorelasikan dengan skor total skala, skornya terlalu
tinggi, dan akan menyebabkan banyak item yang tidak valid dan gugur.
Sedangkan untuk kuesioner motivasi belajar siswa, skor total setiap item tetap
dikorelasikan dengan skor total skala.
55
Penetapan validitas item menggunakan kriteria Azwar dan Friedenberg
(dalam Sulistiya, 2003) yang menyatakan bahwa untuk skala psikologi
sebaiknya digunakan harga koefisien korelasi minimal 0,30. Dengan demikian,
item yang koefisien korelasi < 0,30 dinyatakan gugur atau tidak valid,
sedangkan item yang dianggap valid adalah item dengan koefisien korelasi ≥
0,30.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap 60 item kuesioner
gaya kepemimpinan guru fisika diperoleh 52 item valid, 8 item yang tidak
valid atau digugurkan. Sehingga jumlah item keseluruhan kuesioner gaya
kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian adalah 52 item. Sebaran item
kuesioner persepsi terhadap gaya kepemimpinan dalam penelitian dapat dilihat
pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5: Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Penelitian
Kuesioner Aspek Nomor butir item Jumlah
Otoriter 1, 4, 6, 14, 15, 18, 20, 21, 22, 24,
29, 31, 33, 36, 39, 42, 46, 51 18
Laissez-Faire
5, 8, 10, 13, 16, 19, 23, 26, 27, 35, 38, 41, 43, 45, 48, 52
16
Kecenderungan Penerapan Gaya Kepemimpinan
Guru Fisika dalam Mengajar
di Kelas Demokratis 2, 3, 7, 9, 11, 12, 17, 25, 28, 30,
32, 34, 37, 40, 44, 47, 49, 50 18
Total 52
Sedangkan perhitungan yang dilakukan terhadap 30 item kuesioner
motivasi belajar siswa berdasarkan kriteria Azwar dan Friedenberg ditemukan
30 item valid, 0 item tidak valid atau digugurkan. Sehingga jumlah item
keseluruhan yang digunakan dalam penelitian adalah tetap 30 item. Sebaran
item penelitian kuesioner motivasi sama dengan sebaran item saat uji coba.
56
Sementara untuk melihat koefisien validitas keseluruhan digunakan rumus:
ttt rr =∞
Keterangan:
r∞ = Koefisien validitas
r tt = Koefisien reliabilitas (Garrett, 1967: 349)
Rekapitulasi hasil ujicoba taraf validitas skala persepsi terhadap gaya
kepemimpinan dan motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.
b. Reliabilitas (keandalan)
Reliabilitas suatu alat ukur merupakan taraf sampai di mana suatu alat ukur
mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan
dalam taraf ketetapan dan ketelitian hasil dalam satu atau berbagai pengukuran
(Masidjo, 1995: 209). Menurut Azwar (1995: 176), reliabilitas alat ukur
menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif
konsisten jika dilakukan pengukuran ulang pada subyek yang sama.
Sedangkan menurut Suparno (2000: 29), reliabilitas suatu alat ukur menunjuk
pada level konsistensi internal dari alat ukur sepanjang waktu. Suatu angket
yang reliabel akan menunjukkan ketelitian dan keajegan hasil dalam berbagai
pengukuran.
Untuk menguji tingkat reliabilitas digunakan metode belah dua (metode
genap gasal). Metode belah dua merupakan metode yang lebih efisien karena
dalam menentukan taraf reliabilitas hanya menggunakan satu alat ukur untuk
satu pengukuran. Hasil dari tes tersebut dibagi dua, yaitu skor yang berasal
57
dari item bernomor gasal dan item bernomor genap. Kedua belah
dikorelasikan dengan formula korelasi Product Moment Pearson sebagai
berikut:
( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑
−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNr xy
Keterangan:
rxy = Koefisien validitas item
∑X = Jumlah skor dalam sebaran X (item gasal)
∑Y = Jumlah skor dalam sebaran Y (item genap)
∑XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
∑X2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
∑Y2 = Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
N = Banyaknya subyek
Hasil yang diperoleh dengan formula tersebut baru mencerminkan taraf
reliabilitas setengah tes/alat. Untuk memperoleh taraf reliabilitas suatu alat
sesunguhnya digunakan formula koreksi dari Spearman-Brown (Masidjo,
1995: 219). Formula Spearman-Brown merupakan sebuah formula komputasi
yang sangat populer untuk reliabilitas alat ukur yang dibelah menjadi dua
bagian yang relatif paralel (Azwar, 1997: 68). Adapun formula koreksi
Spearman-Brown adalah sebagai berikut:
gg
ggtt r
xrr
+=
1
2
58
Keterangan:
rtt: Koefisien reliabilitas
rgg: Koefisien genap gasal
Namun dalam penelitian ini, besarnya koefisien reliabilitas dinyatakan
dengan Alpha Cronbach antara 0 sampai 1,00. Peneliti menggunakan metode
Alpha Cronbach karena selain telah tersedia dalam program komputer SPSS
for windows seri 13 juga merupakan teknik penguji tingkat reliabilitas suatu
skala penelitian yang paling banyak digunakan. Berdasarkan nilai Alpha
Cronbach, tingkat reliabilitas suatu alat ukur diklasifikasikan menjadi 5, dari
kurang reliabel sampai sangat reliabel (Triton, 2006) sebagai berikut:
Tabel 6: Reliabilitas Alpha Cronbach
Alpha Cronbach
Klasifikasi
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel > 0,20 – 0,40 Agak Reliabel > 0,40 – 0,60 Cukup Reliabel > 0,60 – 0,80 Reliabel > 0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
Rekapitulasi hasil perhitungan taraf reliabilitas instrumen penelitian ini
dapat dilihat di bawah ini:
Reliabilitas gaya Otoriter
Reliability Statistics
.868 20
Cronbach'sAlpha N of Items
59
Reliabilitas gaya Laissez-faire
Reliability Statistics
.791 20
Cronbach'sAlpha N of Items
Reliabilitas gaya Demokratis
Reliability Statistics
.900 20
Cronbach'sAlpha N of Items
Reliabilitas skala Motivasi
Reliability Statistics
.818 30
Cronbach'sAlpha N of Items
Dengan mengacu pada tabel 6 tentang tingkat reliabilitas suatu alat ukur
berdasarkan Alpha Cronbach maka dapat diketahui bahwa gaya otoriter berada
pada kualifikasi sangat reliabel (0,868), gaya laissez-faire berada pada
kualifikasi reliabel (0,791), gaya demokratis berada pada kualifikasi sangat
reliabel (0,900) dan motivasi belajar siswa berada pada kualifikasi sangat
reliabel (0,818).
2. Tahap Pengambilan Data
Tahap pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 14, 15, 16, 19 dan 22
Mei 2007. Sebelumnya peneliti menemui kepala sekolah, guru yang
menangani urusan kurikulum untuk menentukan jadwal. Pengisian koesioner
dilaksanakan pada jam pelajaran fisika, bahasa Indonesia dan religiusitas. Hal
60
ini dilakukan peneliti untuk mempersingkat waktu, tentunya setelah mendapat
izin dari kepala sekolah, guru fisika dan guru bidang studi yang bersangkutan.
Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7: Jadwal penelitian
Kelas Waktu Hadir Absen Jumlah VIIA 07.00-07.45 40 2 42 VIIC 08.30-09.15 41 - 41 VIID 09.30-10.15 39 2 41 VIIE 10.15-11.00 39 1 40 VIIIA 07.00-07.45 40 2 42 VIIIB 07.00-07.45 39 4 43 VIIIC 09.30-10.15 40 2 42 VIIID 08.30-09.15 43 1 44 Pengisian kuesioner membutuhkan waktu 45 menit.
F. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan (deskripsi) data dalam penelitian ini menggunakan teknik
persentase dengan bantuan komputer program Microsoft Office Excel 2003 for
window. Sedangkan analisis data sekaligus uji hipotesis menggunakan teknik
korelasi Product-Moment Pearson angka kasar (untuk data normal dan linier)
dan Rank Spearman (untuk data tidak normal dan tidak linier) dengan bantuan
dan SPSS for Window seri 13. Adapun langkah-langkah analisis data
selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan skoring dan tabulasi data yang berasal dari koesioner gaya
kepemimpinan (otoriter, laissez-faire, demokratis) dan koesioner motivasi
belajar siswa dengan bantuan Microsoft Office Excel 2003 for window.
Skor total dari setiap aspek gaya kepemimpinan guru menjadi variabel (X)
61
dan skor total yang diperoleh dari koesioner motivasi belajar siswa menjadi
variabel (Y).
2. Menghitung persentase dari variabel persepsi terhadap gaya kepemimpinan
dan menentukan klasifikasi dari variabel motivasi belajar siswa.
3. Melakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan linieritas dengan
bantuan komputer program SPSS for windows seri 13.
4. Menentukan koefisien korelasi dan signifikasi hubungan antara persepsi
siswa terhadap masing-masing gaya kepemimpinan guru (otoriter, laissez-
faire dan demokratis) dengan motivasi belajar siswa pada taraf signifikasi
5% menggunakan komputer program SPSS for Window seri 13. Variabel
persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan tidak dikelompokkan tetapi
setiap siswa menjawab ketiga persepsi itu.
5. Hipotesa dijawab dengan cara membandingkan nilai probabilitas (P) hasil
perhitungan komputer dengan probabilitas 0,05. Jika P hasil perhitungan
komputer lebih kecil dari P = 0,05 berarti signifikan. Berarti ada hubungan
antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan (otoriter, laissez-faire
ataupun demokratis) guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi
belajar siswa SMP PL I Yogyakarta.
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
a. Deskripsi Data Kelas VII
Untuk mendeskripsikan variabel persepsi siswa kelas VII terhadap gaya
kepemimpinan guru fisika, peneliti menggunakan metode persentase dari
setiap aspek dengan mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak Tipe II atau PAM
tipe II (Masidjo, 1995: 157) yang terdiri dari lima klasifikasi, yakni sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Penentuan persentase
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor real dengan jumlah skor
seharusnya dari setiap aspek dikali seratus persen.
Hasil pengolahan data variabel gaya kepemimpinan guru fisika kelas VII
dan PAM tipe II dapat dilihat pada tabel 8 dan 9 di bawah ini.
Tabel 8: Persentase Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika
Aspek Jml. Item
Skor maks Mean Skor
Real Skor
seharusnya Persentase
Otoriter 18 4 39,36 6125 11448 53,50% Laissez-Faire
16 4 27,74 4411 10176 43,35%
Demokratis 18 4 47,61 7570 11448 66,12% N: 159
63
Tabel 9: PAM Tipe II
Tingkat Penguasaan
Nilai Huruf Klasifikasi
81% - 100% A Sangat Tinggi 66% - 80% B Tinggi 56% - 65% C Sedang 46% - 55% D Rendah
< 46% E Sangat Rendah
Berdasarkan tabel 8 tentang persentase dan skor rata-rata persepsi siswa
terhadap penerapan gaya kepemimpinan guru fisika kelas VII SMP PL I
Yogyakarta dalam mengajar di kelas dapat diketahui bahwa gaya demokratis
mendapat peringkat tertinggi yakni sebesar 66,12% (mean: 47,61), disusul
gaya otoriter sebesar 53,50% (mean: 39,36), dan gaya laissez-faire sebesar
43,35% (mean: 27,74). Dengan mengacu pada PAM tipe II maka gaya
demokratis berada pada kualifikasi tinggi, gaya otoriter berada pada
kualifikasi rendah, dan gaya laissez-faire berada pada kualifikasi sangat
rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru fisika kelas VII
SMP PL I Yogyakarta menurut persepsi siswa lebih cenderung menerapkan
gaya demokratis dalam mengajar di kelas.
Sedangkan untuk variabel motivasi belajar siswa menggunakan empat
klasifikasi yang terdiri dari: sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
Penentuan klasifikasi motivasi belajar siswa ke dalam empat klasifikasi
dilakukan dengan cara mengurangi skor tertinggi dengan skor terendah dibagi
jumlah kelas yang diinginkan (dipilih empat kelas/klasifikasi). Hasil
pengolahan data motivasi belajar siswa kelas VII SMP PL I Yogyakarta dapat
dilihat pada tabel 10 di bawah ini.
64
Tabel 10 : Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VII
Rentang Skor Frekuensi Persentase Klasifikasi 103 - 114 23 14, 46% Sangat Tinggi 91 - 102 72 45, 28% Tinggi 79 - 80 49 30, 82% Sedang 67 - 78 15 9, 43% Rendah
N = 159
Berdasarkan tabel 10 tentang motivasi siswa kelas VII dalam belajar fisika
dapat diketahui bahwa sebanyak 14,46% (23 siswa) yang mempunyai motivasi
belajar sangat tinggi; 45,28% (72 siswa) yang mempunyai motivasi belajar
tinggi; 30,82% (49 siswa) mempunyai motivasi belajar sedang, dan hanya
9,43% (15 siswa) yang mempunyai motivasi belajar rendah. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa secara umum siswa SMP PL I Yogyakarta mempunyai
motivasi belajar yang tinggi. Hasil ini sangat menggembirakan karena cocok
dengan pola pengajaran gurunya yang lebih bersikap demokratis terhadap
siswa.
b. Deskripsi Data Kelas VIII
Untuk mendeskripsikan variabel persepsi siswa kelas VIII terhadap gaya
kepemimpinan guru fisika, peneliti menggunakan metode persentase dan skor
rata-rata setiap aspek dengan mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak Tipe II
(PAM tipe II), sama seperti mendeskripsikan data kelas VII. Penentuan
persentase dilakukan dengan cara membandingkan skor real dengan skor
seharusnya dari setiap aspek dikali seratus persen. Adapun hasil penelitian
dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.
65
Tabel 11: Persentase Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika
Aspek Jml. Item
Skor maks
Mean Skor real
Skor Seharusnya
Persentase
Otoriter 18 4 35, 94 5822 11664 49, 91% Laissez-Faire
16 4 25, 79 4178 10368 40, 30%
Demokratis 18 4 53, 96 8741 11664 74, 94% N: 162
Berdasarkan tabel 11 tentang persentase persepsi siswa kelas VIII terhadap
gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas diketahui bahwa
gaya demokratis mendapat peringkat teratas, yakni 74,96% (mean: 53,96),
disusul gaya otoriter sebesar 49,91% (mean: 35,94), dan yang berada di posisi
terbawah gaya laissez-faire sebesar 40,30% (mean: 25,79). Dengan mengacu
pada PAM tipe II maka gaya demokratis berada pada kualifikasi tinggi, gaya
otoriter berada pada kualifikasi sangat rendah, dan gaya laissez-faire juga
berada pada kualifikasi sangat rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa guru fisika kelas VIII SMP PL I Yogyakarta menurut persepsi siswa
lebih cenderung menerapkan gaya kepemimpinan demokratis dalam mengajar
di kelas.
Sedangkan untuk motivasi belajar siswa kelas VIII diolah dengan cara
yang sama dengan motivasi belajar siswa kelas VII, yakni dengan rentang skor
(interval) yang dibagi ke dalam empat klasifikasi: sangat tinggi, tinggi, sedang
dan rendah. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
66
Tabel 12 : Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII Rentang Skor Frekuensi Persentase Klasifikasi
103 - 114 24 14, 81% Sangat Tinggi 91 - 102 80 49, 38% Tinggi 79 - 80 49 30, 25% Sedang 67 - 78 9 5, 55% Rendah
Berdasarkan tabel 12 tentang klasifikasi motivasi belajar siswa kelas VIII
terhadap mata pelajaran fisika dapat diketahui bahwa ada 24 (14,81%) siswa
yang mempunyai motivasi belajar sangat tinggi, 80 siswa (49,38%)
mempunyai motivasi belajar tinggi, 49 siswa (30,25%) mempunyai motivasi
belajar sedang, dan hanya 9 siswa (5,55%) yang mempunyai motivasi belajar
rendah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa kelas VIII
mempunyai motivasi belajar fisika yang tinggi.
Jadi, secara empiris baik guru fisika kelas VII maupun VIII dalam
mengajar di kelas cenderung demokratis. Temuan ini sangat menggembirakan
karena seperti yang dikatakan dalam dasar teori bahwa guru demokratis
senang berdialog, memberikan kesempatan kepada siswa mengemukakan
pendapat, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, mengusahakan
kerjasama dan menghargai pendapat siswa, merupakan pola kepemimpinan
yang didambakan di masa sekarang.
Demikian pula dalam motivasi belajar fisika, baik siswa kelas VII maupun
kelas VIII telah mempunyai motivasi yang tinggi. Tentunya ini sangat
menggembirakan dan cocok dengan tipe gurunya yang cenderung demokratis
dalam mengajar.
67
2. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Triton (2006: 75) mengatakan, statistik parametrik merupakan prosedur
analisis statistik yang memerlukan pemenuhan atas persyaratan asumsi-asumsi
dasar distribusi data pada variabel yang digunakan dalam analisis. Diantara
syarat yang dimaksud adalah normalitas dan linieritas. Normalitas
mensyaratkan kalau data sampel memenuhi distribusi normal, sedangkan
linieritas mensyaratkan agar hubungan antara kedua variabel yang dianalisis
membentuk kurva linier.
Untuk itu peneliti melakukan uji normalitas data dari setiap variabel yang
akan dianalisis. Hasil uji normalitas variabel penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 13 dan 14 di bawah ini.
Tabel 13: Normalitas Data Kelas VII
Variabel Kolmogorov-Smirnov (KS)
Signifikasi (P)
Otoriter 1,442 0,031 Laissez-Faire 1,232 0,096 Demokratis 1,148 0,144 Motivasi 0,891 0,407
Berdasarkan tabel 13 tentang normalitas data variabel penelitian pada
kelas VII hasil print out uji Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS seri 13
dapat diketahui bahwa gaya otoriter mempunyai nilai KS = 1,442 dengan P =
0,031. Karena P < 0,05 maka distribusi data variabel persepsi gaya otoriter
tidak normal. Sebaran data variabel persepsi gaya otoriter divisualisasikan
pada grafik histogram di bawah ini.
68
Grafik 1: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII
Terhadap Gaya Otoriter
Gaya Laissez-Faire mempunyai nilai KS = 1,232 dengan P = 0,096. Oleh
karena P > 0,05 maka distribusi data variabel gaya Laissez-Faire bersifat
normal. Sebaran data variabel persepsi gaya laissez-faire divisualisasikan pada
grafik histogram di bawah ini.
70 60 50 4030 20 Otoriter
40
30
20
10
0
Frequency
Mean = 39.36 Std. Dev. = 7N = 159
69
Grafik 2: Kurva Normal Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya
Laissez-Faire
Gaya Demokratis mempunyai nilai KS = 1,148 dengan P = 0,144. Karena
P > 0,05 maka distribusi data variabel persepsi gaya demokratis siswa kelas
VII bersifat normal. Sebaran data persepsi gaya demokratis guru fisika
divisualisasikan pada grafik histogram di bawah ini.
50 40 30 20 10 L_Faire
25
20
15
10
5
0
Frequency
Mean = 27.74Std. Dev. = 7.28N = 159
70
Grafik 3: Kurva Normal Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya
Demokratis
706050403020
Demokratis
30
25
20
15
10
5
0
Fre
qu
en
cy
Mean = 47.61Std. Dev. = 8.438N = 159
Demokratis
Sedangkan variabel motivasi belajar siswa kelas VII mempunyai nilai KS
= 0,891 dengan P = 0,407. Oleh karena P > 0,05 maka distribusi data variabel
motivasi belajar siswa kelas VII bersifat normal. Dengan kata lain, sebaran
data motivasi belajar siswa kelas VII memenuhi syarat normalitas dari uji
statistik. Kenormalan data tersebut agar menjadi semakin jelas maka
divisualisasikan pada grafik histogram di bawah ini.
71
Grafik 4: Kurva Normal Variabel Motivasi Belajar Si swa Kelas VII
12011010090807060
Motivasi
25
20
15
10
5
0
Fre
qu
ency
Mean = 91.67Std. Dev. = 9.875N = 159
Motivasi
Hasil uji normalitas sebaran data kelas VII selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 7.
Tabel 14: Normalitas Data Kelas VIII
Variabel Kolmogorov-Smirnov (KS)
Signifikasi (P)
Otoriter 1,164 0,133 Laissez-Faire 1,853 0,002 Demokratis 1,603 0,012 Motivasi 1,008 0,262
Berdasarkan tabel 14 tentang normalitas sebaran data kelas VIII hasil
print out uji Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS seri 13 dapat diketahui
bahwa gaya otoriter mempunyai nilai KS = 1,164 dengan P = 0,133. Oleh
karena P > 0,05 maka distribusi data variabel gaya otoriter bersifat normal.
72
Sebaran data variabel persepsi siswa kelas VIII terhadap gaya otoriter guru
fisikanya divisualisasikan di bawah ini.
Grafik 5: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Otoriter
6050403020
Otoriter
30
25
20
15
10
5
0
Fre
qu
en
cy
Mean = 35.94Std. Dev. = 6.168N = 162
Otoriter
Gaya Laissez-Faire mempunyai nilai KS = 1,853 dengan P = 0,002. Oleh
karena P < 0,05 maka distribusi data variabel persepsi gaya laissez-faire
bersifat tidak normal. Atau dengan kata lain, sebaran data persepsi gaya
laissez-faire pada kelas VIII tidak memenuhi syarat normal dari uji statistik.
Ketidaknormalan sebaran data variabel persepsi siswa kelas VIII terhadap
gaya laissez-faire guru fisikanya divisualisasikan pada grafik histogram di
bawah ini.
73
Grafik 6: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Laissez-Faire
5040302010
L_Faire
30
25
20
15
10
5
0
Fre
qu
ency
Mean = 25.79Std. Dev. = 6.714N = 162
L_Faire
Persepsi gaya demokratis mempunyai nilai KS = 1,603 dengan P = 0,012.
Karena P < 0,05 maka distribusi data variabel gaya demokratis masih bersifat
tidak normal. Ketidaknormalan data tersebut divisualisasikan dengan grafik
histogram di bawah ini.
74
Grafik 7: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Demokratis
7060504030
Demokratis
30
20
10
0
Fre
qu
ency
Mean = 53.96Std. Dev. = 7.978N = 162
Demokratis
Motivasi mempunyai nilai KS = 1,008 dengan P = 0,262. Karena P > 0,05
maka distribusi data variabel motivasi belajar bersifat normal. Sebaran data
persepsi siswa kelas VIII terhadap gaya kepemimpinan demokratis guru
fisikanya divisualisasikan pada grafik histogram di bawah ini.
75
Grafik 8: Kurva Normal Sebaran Data Variabel Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII
12011010090807060
Motivasi
25
20
15
10
5
0
Fre
qu
ency
Mean = 93.59Std. Dev. = 9.07N = 162
Motivasi
Jadi, sebaran data variabel penelitian pada kelas VIII memenuhi syarat
normal kecuali distrubusi data variabel persepsi gaya laissez-faire dan
demokratis yang tidak memenuhi. Hasil uji normalitas data kelas VIII
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8.
b. Uji Linieritas
Menurut Triton (2006:158), uji linieritas merupakan analisis regresi linier
yang mensyaratkan hubungan variabel X dan variabel Y membentuk kurva
linier/garis lurus. Dengan kata lain, apakah hubungan antara persepsi siswa
terhadap gaya kepemimpinan guru fisika (otoriter, laissez-faire dan
demokratis) dengan motivasi belajar siswa membentuk garis lurus atau tidak.
Hasil uji linearitas hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan
76
guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa dapat
dilihat pada tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VII Hubungan Variabel F Signifikasi (P)
Otoriter vs Motivasi 1,292 0,162 Laissez-faire vs Motivasi 1,123 0,323 Demokratis vs Motivasi 0,888 0,653
Berdasarkan tabel 15 tentang linearitas hubungan variabel yang diteliti
pada kelas VII diketahui bahwa hubungan persepsi gaya otoriter dengan
motivasi belajar mempunyai nilai F = 1,292 dengan P = 0,162. Oleh karena P
> 0,05 pada Deviation from linearity maka kurvanya berbentuk linier. Dengan
kata lain, tidak terjadi penyimpangan signifikan terhadap linearitas. Hubungan
persepsi gaya laissez-faire dengan motivasi mempunyai nilai F = 1,123
dengan P = 0,323. Oleh karena P > 0,05 pada Daviation from linearity maka
kurvanya berbentuk linier. Demikian juga hubungan antara persepsi gaya
demokratis dengan motivasi mempunyai nilai F = 0,888 dengan P = 0,653.
Oleh karena P > 0,05 maka kurvanya berbentuk linier.
Tabel 16: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VIII Hubungan Variabel F Signifikasi (P)
Otoriter vs Motivasi 1,425 0,107 Laissez-faire vs Motivasi 2,125 0,003 Demokratis vs Motivasi 1,656 0,031
Berdasarkan tabel 16 tentang linearitas hubungan variabel yang diteliti
pada kelas VIII dapat diketahui bahwa hubungan persepsi gaya otoriter
77
dengan motivasi mempunyai nilai F = 1,425 dengan P = 0,107. Oleh karena P
> 0,05 maka kurvanya berbentuk linier. Hubungan persepsi gaya laissez-faire
dengan motivasi belajar mempunyai nilai F = 2,125 dengan P = 0,003. Oleh
karena P < 0,05 maka terjadi penyimpangan signifikan terhadap titik-titik
linearitas. Sedangkan hubungan persepsi gaya demokratis dengan motivasi
belajar siswa mempunyai nilai F = 1,656 dengan P = 0,031. Oleh karena P <
0,05 maka terjadi penyimpangan signifikan terhadap titik-titik linieritas.
Untuk itu, hubungan variabel persepsi gaya laissez-faire maupun persepsi
gaya demokratis dengan motivasi belajar siswa tidak dapat dianalisis dengan
Product-Moment dari Pearson tetapi akan dianalisis dengan Rank Spearman
Brown.
Hasil uji linearitas dari variabel penelitian selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 9-10.
3. Analisis Data dan Uji Hipotesis
a. Analisis Data Kelas VII
Berdasarkan hasil uji asumsi yang dibantu dengan program SPSS for
Windows seri 13, maka dapat dianalisis hubungan antara persepsi terhadap
gaya kepemimpinan dengan motivasi belajar siswa seperti yang terlihat pada
tabel 17 di bawah ini.
78
Table 17: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII
Variabel Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar Siswa
Koefisien korelasi
(r)
Taraf Signifikasi
(P) Otoriter dengan Motivasi - 0,452 0,000 L-Faire dengan Motivasi - 0,301 0,000 Demokratis dengan Motivasi 0,469 0,000
Berdasarkan tabel 17 tentang hubungan persepsi siswa terhadap gaya
kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar
siswa yang diperoleh dari hasil print out program SPSS for windows seri 13
dapat diketahui bahwa gaya otoriter mempunyai hubungan negatif dengan
motivasi belajar siswa, yakni sebesar -0,452 dengan taraf signifikasi (P) 0,000;
dimana P < 0,05 berarti signifikan. Jadi, ada hubungan negatif dan signifikan
antara persepsi terhadap gaya otoriter dengan motivasi belajar siswa. Artinya,
semakin siswa mempersepsikan guru fisikanya sebagai guru yang otoriter
maka motivasi belajarnya semakin menurun.
Gaya laissez-faire mempunyai hubungan negatif dengan motivasi belajar
siswa, yakni sebesar -0,301 dengan taraf signifikasi (P) sebesar 0,000; dimana
P = 0,000 < 0,05 maka signifikan. Berarti, ada hubungan negatif dan
signifikan antara persepsi terhadap gaya laissez-faire dengan motivasi belajar
siswa. Dengan kata lain, semakin siswa memersepsikan guru fisikanya sebagai
guru yang laissez-faire maka motivasi belajarnya semakin menurun.
Sedangkan gaya demokratis mempunyai hubungan positif dengan motivasi
belajar siswa, yakni sebesar 0,469 dengan taraf signifikasi (P) sebesar 0,000.
Karena P < 0,05 maka signifikan. Jadi, ada hubungan yang positif dan
79
signifikan antara persepsi terhadap gaya demokratis dengan motivasi belajar
siswa. Artinya, semakin siswa memersepsikan gurunya sebagai orang yang
demokratis maka motivasi belajarnya semakin meningkat.
Temuan empiris tentang hubungan antara persepsi siswa kelas VII ini
terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dengan motivasi belajar siswa ini
cocok dengan apa yang di sampaikan dalam teori bahwa gaya demokratislah
yang lebih mampu memberikan semangat belajar kepada siswanya.
b. Analisis Data Kelas VIII
Untuk hasil analisis data tentang hubungan antara persepsi siswa kelas
VIII terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dengan motivasi belajar siswa
dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.
Table 18: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII
Variabel Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan
Motivasi Belajar Siswa
Koefisien Korelasi
(r)
Taraf Signifikasi
(P) Otoriter dengan Motivasi - 0,582 0,000
Laissez-Faire dengan Motivasi - 0,572 0,000 Demokratis dengan Motivasi 0,806 0,000
Berdasarkan tabel 18 tentang hubungan antara persepsi siswa kelas VIII
terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan
motivasi belajarnya, yang diperoleh dari hasil print out program SPSS for
windows seri 13 dapat diketahui beberapa hal, yakni: persepsi gaya otoriter
berhubungan negatif dengan motivasi belajar siswa, yakni sebesar -0,582
80
dengan taraf signifikasi (P) sebesar 0,000. Karena P < 0,05 maka signifikan.
Hal ini menunjukkan ada hubungan negatif dan signifikan antara persepsi
terhadap gaya otoriter dengan motivasi belajar siswa kelas VIII. Artinya,
semakin siswa memersepsikan bahwa gurunya sebagai orang yang otoriter
maka motivasi belajarnya semakin menurun. Dia merasa takut kepada
gurunya, pasif dan pendiam serta tidak bersemangat untuk mempelajari materi
yang diberikan oleh gurunya.
Gaya laissez-faire juga berhubungan negatif dengan motivasi belajar
siswa, yakni sebesar -0,572 dengan taraf signifikasi (P) 0,000. Karena P =
0,000 < 0,05 maka signifikan. Jadi, ada hubungan negatif dan signifikan
antara persepsi gaya laissez-faire dengan motivasi belajar siswa. Hal ini
berarti bahwa semakin siswa memersepsikan gurunya sebagai guru yang
laissez-faire maka motivasi belajarnya semakin menurun.
Kedua gaya kepemimpinan itu bertolak belakang dengan gaya demokratis.
Temuan empiris menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis
berhubungan positif dengan motivasi belajar siswa, dengan koefisien korelasi
sebesar 0,806 serta taraf signifikasi (P) sebesar 0,000. Karena P = 0,000 < 0,05
maka signifikan. Jadi ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi
gaya demokratis dengan motivasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin siswa memersepsikan guru fisika sebagai orang yang demokratis
maka motivasi belajarnya semakin meningkat.
Hubungan antara persepsi siswa kelas VII terhadap gaya kepemimpinan
guru fisika dengan motivasi belajar siswa maupun hubungan antara persepsi
81
siswa kelas VIII terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dengan motivasi
belajar, mempunyai arah yang sama, yang berbeda hanya pada angka
(besarnya koefisien) saja.
Dari analisis data di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sekaligus
sebagai penentu diterima atau tidaknya hipotesis yang peneliti diajukan pada
bab I penelitian ini, yakni ada hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya
kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar
siswa, yang terdiri dari: ada hubungan negatif dan signifikan antara persepsi
terhadap gaya otoriter dengan motivasi belajar siswa, ada hubungan negatif
dan signifikan dengan motivasi belajar siswa, dan ada hubungan positif dan
signifikan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis dengan
motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan oleh peneliti
pada bab I dinyatakan diterima.
B. Pembahasan
Pada bagian ini, peneliti akan membahas beberapa hal yang berkaitan
dengan temuan-temuan empiris dalam penelitian seperti yang telah
ditunjukkan pada bagian analisis data.
Temuan pertama, ada hubungan negatif dan signifikan antara persepsi
gaya kepemimpinan otoriter dengan motivasi belajar siswa kelas VII dan VIII
SMP PL I Yogyakarta. Artinya, semakin siswa memersepsikan gurunya
sebagai guru yang otoriter maka motivasi belajarnya semakin menurun. Atau
bisa juga diartikan, semakin sering siswa mengalami pola kepemimpinan
82
otoriter dari guru saat belajar di kelas maka motivasi belajarnya semakin
menurun.
Temuan ini menunjukkan keadaan sebenarnya apa yang dialami oleh siswa
pada waktu mendapat perlakuan yang otoriter dari gurunya. Bagi siswa, guru
otoriter lebih cenderung memaksakan kehendaknya sendiri, kurang
menghargai siswa, membatasi kreativitas siswa, dan menganggap otak siswa
sebagai botol kosong yang harus diisi oleh pengetahuan. Siswa juga harus
menerima aturan-aturan, norma dan standar yang telah ditentukan guru tanpa
harus mempersoalkannya.
Seperti yang ditegaskan dalam kajian teori, guru otoriter menganggap
dialah yang harus aktif sedangkan siswa harus pasif sebagai obyek pengajaran.
Pendapat ini mendapat dukungan dari Suparno (2004: 30) yang menegaskan,
bagi guru otoriter, dialah yang harus berbicara, menjelaskan, dan sebagai
penentu baik dalam memilih bahan, memersiapkan bahan maupun mengolah
bahan. Sedangkan siswa harus duduk diam, mendengarkan, dan mengikuti
petunjuk guru. Guru yang otoriter juga sering mematikan kreativitas siswa
dengan menjadikan jalan pikiran guru sebagai satu-satunya jalan yang benar.
Sedangkan jalan pikiran siswa, cara siswa dalam memecahkan persoalan jika
tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dianggap sebagai suatu yang salah dan
disalahkan.
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Rudolf Dreikurs & Pearl Cassel (1986),
yang mengatakan bahwa gaya otoriter menganut paham tradisional yang
menuntut perlunya tekanan, hukuman dan kerjasama melalui paksaan. Guru
83
mendidik murid untuk patuh, memaksa untuk belajar, menghukum setiap
kesalahan dan menolak kebebasan yang aktif. Guru juga menganggap dirinya
sebagai satu-satunya yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan
serta menentapkan tata tertib kepatuhan berdasarkan kemauan sendiri.
Perilaku guru tersebut mengakibatkan kekesalan para siswa karena
kreativitasnya terhambat yang pada akhirnya merasa malas untuk belajar mata
pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Oleh karena itu, gaya
kepemimpinan ini kurang cocok untuk diterapkan dalam mengajar di kelas
secara berlebihan. Hal ini telah disadari oleh guru fisika kelas VII dan VIII
SMP PL I Yogyakarta, terbukti dari temuan empiris kalau persepsi terhadap
gaya kepemimpinan ini hanya berada pada kualifikasi rendah dan sangat
rendah.
Walaupun demikian, pada saat-saat tertentu guru merasa perlu untuk
bertindak otoriter walaupun tidak melebihi batas terutama di saat keadaan
kelas sangat kacau atau untuk mengejar target belajar tententu dalam belajar.
Di sisi lain, ada siswa yang selalu memperoleh perlakuan terlalu demokratis
atau bahkan laissez-faire dari orang tuanya sehingga sangat mudah
memersepsikan gurunya otoriter. Hal ini terbukti dari temuan empiris kalau
gaya otoriter memperoleh posisi pada kualifikasi rendah, artinya masih pernah
diterapkan oleh guru. Pada saat itulah siswa merasa guru tersebut memang
otoriter dan mengakibatkan motivasi belajarnya menurun.
Jika siswa mengalami dan melihat perlakuan otoriter dari guru maka akan
terbentuk persepsi bahwa guru tersebut adalah otoriter. Jika siswa tersebut
84
belum terbiasa mengalaminya maka akan menjadi takut, pasif, tertekan,
pendiam di kelas, yang akhirnya berdampak pada rendahnya motivasi untuk
mempelajari materi yang diajarkan oleh guru tersebut. Maka, sangat tepat
keputusan guru fisika kelas VII dan VIII SMP PL I Yogyakarta untuk jarang
menerapkan gaya kepemimpinan ini. Karena dia sudah menyadari kalau gaya
ini jika terlalu sering diterapkan akan berdampak negatif bagi semangat siswa
untuk belajar.
Temuan kedua, ada hubungan negatif dan signifikan antara persepsi gaya
laissez-faire dengan motivasi belajar siswa kelas VII dan VIII SMP PL I
Yogyakarta. Artinya, semakin siswa memersepsikan gurunya sebagai orang
yang laissez-faire maka motivasi belajarnya semakin menurun. Dengan kata
lain, semakin sering siswa mengalami pola kepemimpinan laissez-faire dari
guru fisika maka motivasi belajarnya semakin menurun.
Temuan ini cocok dengan kajian teori yang menyebutkan gaya laissez-
faire bagi kelompok-kelompok tertentu terutama bagi siswa usia remaja,
memberikan kontribusi yang negatif terhadap motivasi belajar siswa.
Walaupun pola kepemimpinan ini memberikan kebebasan yang penuh kepada
siswa untuk mengatur dan mengelola belajarnya sendiri, tapi kurang cocok
bagi siswa SMP PL I Yogyakarta.
Bagi siswa, gaya laissez-faire hanya cocok untuk memimpin sekelompok
orang yang tingkat kedewasaannya tinggi. Mereka merasa, bagaimana pun
peran guru sangat diperlukan dalam belajar terutama untuk mendampingi,
mengelola dan memandu pembelajaran jika salah arah, dan menanggapi
85
pendapat dan membantu menjawab pertanyaan siswa. Oleh karena itu, mereka
menanggapi secara negatif gaya kepemimpinan laissez-faire ini.
Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam kajian teori, gaya laissez-
faire memberikan kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk berbuat sesuatu
dalam belajar di kelas. Guru yang bertipe ini tidak memberikan kontrol dan
koreksi kepada siswa sama sekali, sedangkan keberhasilan siswa dalam belajar
tergantung pada kesadaran dari siswa itu sendiri.
Rudolf Dreikurs & Pearl Cassel (1986: 2-3) mengungkapkan, guru laissez-
faire terlalu mengutamakan kebebasan karena beranggapan bahwa tak ada
orang yang tidak dapat berubah. Untuk itu, guru tidak perlu memberikan
kontrol sedikit pun kepada siswa. Guru selalu mengampuni apa saja tindakan
murid, berusaha membuka berbagai pengalaman belajar kepada murid agar
mereka dapat memilih pengalaman mana yang bermanfaat, memberikan
kebebasan kepada murid untuk belajar sendiri/kelompok, mengajar jika
diminta oleh murid, tidak menyusun tahap-tahap pelajaran dan tidak
membebani dengan soal-soal karena menganggap taraf pengetahuan murid
berbeda-beda.
Oleh karena itu, Winkel (1996: 204) menyarankan agar gaya ini jangan
diterapkan karena bisa membuat siswa cenderung memperhatikan dirinya
sendiri dan kurang menghargai wewenang guru, bahkan siswa merasa kurang
pasti dan bingung. Jika hal ini telah terjadi maka akan berdampak negatif pada
motivasi belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan secara empiris
kebenaran pendapat tersebut.
86
Dari uraian tersebut di atas maka jelaslah gaya kepemimpinan laissez-faire
tidak tepat jika sering diterapkan dalam mengajar siswa apalagi masih
setingkat SMP. Hal ini telah disadari oleh guru fisika SMP PL I Yogyakarta
sehingga gaya ini secara empiris hanya berada pada kualifikasi sangat rendah.
Walaupun masih ada siswa yang memersepsikan dirinya sebagai orang yang
laissez-faire, lebih disebabkan oleh latar belakang siswa itu sendiri yang telah
terbiasa mendapat kepemimpinan yang otoriter, disiplin dan tegas dari orang
tuanya. Guru juga sudah berkomitmen agar sedapat mungkin tidak bersikap
laissez-faire dalam mengajar.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka tugas guru fisika baik kelas VII
dan VIII SMP PL I Yogyakarta adalah untuk tetap menjaga agar jangan
sampai siswa semakin memersepsikan dirinya sebagai guru yang laissez-faire,
yakni dengan tetap menjaga sikap agar tidak menjurus pada ciri-ciri
kepemimpinan laissez-faire. Hal ini baik dilakukan untuk meningkatkan
motivasi siswa SMP PL I Yogyakarta dalam belajar fisika yang sudah cukup
baik itu.
Temuan ketiga, ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi gaya
demokratis dengan motivasi belajar siswa baik siswa kelas VII maupun VIII
SMP PL I Yogyakarta. Perbedaannya hanya pada besarnya angka koefisien
korelasi. Untuk kelas VII, koefisien korelasinya sebesar 0,469 dibulatkan
menjadi 0,5 (cukup kuat); kelas VIII koefisien korelasinya sebesar 0,806
(sangat kuat). Penentuan kekuatan korelasi tersebut berdasarkan klasifikasi
yang dibuat Triton PB tahun 2006. Artinya, semakin siswa memersepsikan
87
bahwa gurunya sebagai guru yang demokratis maka motivasi belajarnya
semakin meningkat. Atau bisa juga artikan semakin sering siswa mengalami
pola kepemimpinan demokratis dari guru maka motivasi belajarnya semakin
meningkat. Hal ini mengindikasikan kalau sambutan siswa terhadap penerapan
gaya kepemimpinan demokratis sangat positif.
Menurut hemat penulis, keunggulan pola pengajaran demokratis terletak
pada kualitas pengajaran demokratis itu sendiri. Dalam pengajaran
demokratis, siswa memperoleh kesempatan yang lebih terbuka untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan, kebutuhan, harapan, pendapat,
aktivitas, nilai-nilai, dan potensi pribadi dalam membangun motivasi
belajarnya. Jadi, dalam pengajaran demokratis pencapaian motivasi dapat
berlangsung sangat lancar.
Seperti yang ditegaskan oleh Suparno (2004:32), guru yang demokratis
dalam mengajar lebih mementingkan siswa dalam proses pembelajaran dan
bukan guru. Konsekuensinya, yang harus aktif belajar, mengulangi bahan dan
mengolah bahan adalah siswa bukan guru. Aktif di sini bisa ditunjukkan
dengan mengkritisi apa yang disampaikan guru, bertanya, mengemukakan
pendapat, gagasan ide, latihan-latihan soal, dan bila mengalami kesulitan
mempertanyakannya kepada guru. Guru yang bertipe ini memosisikan dirinya
sebagai fasilitator dan mediator di tengah-tengah kelompok belajar dan
menerapkan hubungan yang dialogis dalam mengajar.
Pendapat ini dikuatkan oleh Winkel (1986: 117), guru demokratis
bertindak sebagai anggota kelompok, dan bersama siswa menentukan
88
bagaimana sebaiknya proses belajar diatur. Demikian pula dalam bersikap,
guru yang bersifat demokratis cenderung bersikap ramah dan adil. Guru
demokratis sangat menghargai pendapat dan gagasan siswa. Maka dari itulah
gaya kepemimpinan ini sangat cocok jika diterapkan dalam mengajar siswa di
kelas. Dan ternyata hal tersebut telah dilakukan oleh guru fisika kelas VII dan
VIII SMP PL I Yogyakarta.
Beberapa hal menurut siswa yang menunjukkan bahwa guru mereka
bersifat demokratis dalam mengajar antara lain: guru dan siswa bersama-sama
menjaga ketenangan selama proses belajar mengajar di kelas, bukan hanya
tanggung jawab guru sendiri. Guru juga sangat menghargai prestasi yang
diperoleh siswa, guru menghargai pendapat siswa, guru bersama-sama siswa
bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, guru
sangat menghargai niat para siswa untuk menyelesaikan soal-soal latihan
walaupun masih banyak yang salah, dan setiap hasil diskusi siswa sangat
dihargai oleh guru. Pendapat tersebut diperoleh dari item-item dalam
kuesioner demokratis yang memperoleh jumlah skor lima besar.
Beberapa siswa juga mengatakan bahwa guru mereka sangat demokratis
karena senang bila siswa berani mengemukakan pendapat, berani berdebat
dengan guru karena dapat melihat dari segi yang lain. Guru juga memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan alternatif,
menghargai niat para siswa yang mengerjakan soal dengan cara yang berbeda.
89
Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh Suparno (2004: 35)
tentang hal-hal yang perlu dilakukan oleh guru dalam mengajar agar terjadi
proses pembelajaran yang demokratis antara lain:
1) Mengajak siswa aktif belajar
2) Siswa dibiarkan bertanya
3) Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga
siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka
4) Mengikuti pikiran dan gagasan siswa
5) Menggunakan variasi metode pembelajaran seperti kelompok, studi
di luar kelas, maupun di luar sekolah
6) Melakukan kunjungan ke tempat pengembangan ilmu pengetahuan
seperti museum dan laboratorium
7) Mengadakan pratikum terpimpin maupun bebas
8) Tidak mencerca siswa yang berpendapat salah atau lain
9) Menerima jawaban alternatif dari siswa
10) Kesalahan konsep siswa ditunjukkan secara arif
11) Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka
12) Siswa diberikan kesempatan mengungkapkan pikirannya
13) Siswa diberi kesempatan dengan caranya sendiri untuk belajar dan
menemukan sesuatu
14) Evaluasi yang kontinyu dengan skala proses.
Memang tidak semua ketentuan-ketentuan di atas dapat diterapkan oleh
guru fisika SMP PL I Yogyakarta dalam mengajar di kelas karena
90
keterbatasan fasilitas, waktu dan tenaga. Namun, paling tidak sebagian besar
telah ia terapkan dan hasilnya mampu membangkitkan semangat belajar siswa
SMP PL I Yogyakarta dalam mempelajari fisika. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa guru fisika dipersepsikan oleh siswa sebagai guru yang
demokratis yang berpengaruh positif pada peningkatan motivasi belajar siswa.
Beberapa hal yang menunjukkan kalau siswa memiliki motivasi yang
tinggi dalam belajar fisika yakni, memiliki harapan yang kuat untuk bisa
menguasai fisika secara mendalam, memiliki kebanggaan jika memperoleh
nilai yang tinggi dari teman-teman, merasa puas jika berhasil mengatasi
kesulitan dalam belajar fisika, dan merasa puas jika berhasil mengerjakan
soal-soal yang menantang tanpa bantuan orang lain.
Sumbangan (diskriminan) persepsi gaya kepemimpinan guru fisika dalam
mengajar di kelas terhadap motivasi belajar siswa dapat diketahui dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi dari hubungan masing-masing gaya
kepemimpinan dengan motivasi belajar siswa dikali seratus persen.
Sumbangan gaya kepemimpinan terhadap peningkatan motivasi belajar siswa
lebih jelas dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19: Sumbangan Masing-Masing Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kelas VII Kelas VIII Hubungan Variabel
r r 2 r r 2 Otoriter vs Motivasi - 0,452 0,204 (20,4%) - 0,582 0,338 (33,8%) L-Faire vs Motivasi - 0,301 0,090 (9%) - 0,572 0,327 (32,7%) Demokratis vs Motivasi 0,469 0,219 (22%) 0,806 0,649 (65%)
91
Dari tabel 19 tentang sumbangan (diskriminan) masing-masing gaya
kepemimpinan guru terhadap motivasi belajar siswa diketahui bahwa untuk
kelas VII: gaya otoriter dan laissez-faire memberikan sumbangan masing-
masing sebesar 20,4% dan 9% terhadap penurunan motivasi belajar siswa
(tanda negatif). Sedangkan gaya demokratis memberikan sumbangan sebesar
22% terhadap peningkatan motivasi belajar siswa. Untuk kelas VIII: gaya
otoriter dan laissez-faire masing-masing memberikan sumbangan 33,8% dan
32,7% terhadap penurunan motivasi belajar siswa (tanda negatif). Sedangkan
gaya demokratis memberikan sumbangan sebesar 65% terhadap peningkatan
motivasi belajar siswa. Dengan demikian, masih ada faktor lain yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa di luar variabel yang diteliti dalam
penelitian ini.
Berdasarkan temuan penelitian, pembahasan dan pendapat para ahli,
peneliti menemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini, yakni persepsi gaya otoriter berpengaruh negatif terhadap
motivasi belajar siswa, persepsi gaya laissez-faire juga berpengaruh negatif
terhadap motivasi belajar siswa, dan persepsi gaya demokratis berpengaruh
positif dalam pembentukan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru
selayaknya menerapkan gaya kepemimpinan ini dalam mengajar di kelas.
Hasil penelitian ini cukup penting dan bisa berlaku bagi seluruh guru SMP PL
I Yogyakarta.
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini, penulis akan menyimpulkan beberapa hal berkaitan
dengan hasil penelitian. Kesimpulan ini tentunya hanya berlaku bagi populasi
di mana penelitian ini dilaksanakan, yakni di SMP PL I Yogyakarta. Bagian
saran, berisi masukan-masukan peneliti baik bagi guru, siswa, maupun peneliti
lainnya yang akan mengambil topik yang sama atau yang berkaitan dengan
topik penelitian ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, penulis menyimpulkan
beberapa hal sebagai penutup dari laporan penelitian ini, yakni:
1. Persepsi gaya otoriter berhubungan negatif dan signifikan dengan
motivasi belajar siswa. Artinya, semakin siswa memersepsikan guru
fisikanya sebagai guru yang otoriter maka motivasi belajarnya semakin
menurun.
2. Persepsi gaya laissez-faire berhubungan negatif dan signifikan dengan
motivasi belajar siswa. Artinya, semakin siswa memersepsikan
gurunya sebagai orang yang laissez-faire maka motivasi belajarnya
semakin menurun.
3. Persepsi gaya demokratis mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan dengan motivasi belajar siswa. Artinya, semakin siswa
93
memersepsikan gurunya sebagai orang yang demokratis dalam
mengajar maka motivasi belajarnya semakin meningkat.
B. Saran
1. Bagi Guru Fisika
Hasil penelitian menunjukkan, baik guru fisika kelas VII maupun kelas
VIII dipersepsikan oleh siswanya sebagai orang yang demokratis dalam
mengajar di kelas, yang direspons oleh siswa dengan motivasi belajar fisika
yang tinggi. Hal ini seyogyanya tetap dipertahankan dan bahkan perlu terus
ditingkatkan kedemokratisannya dengan lebih menekankan pada pembinaan
relasi/hubungan, kerjasama, maupun komunikasi yang baik dengan siswa serta
penerapan metode pembelajaran yang lebih bervariasi dengan lebih banyak
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Ini perlu dilakukan tidak hanya
oleh guru fisika tetapi juga guru bidang studi lain.
2. Bagi Peneliti Lainnya
Bagi peneliti lain (khususnya calon guru) perlu mengenal, memahami dan
mengasah keterampilan memimpin sehingga setelah mengajar kelak bisa
menerapkan gaya kepemimpinan yang bervariasi tanpa menghilangkan
kedemokratisannya yang telah terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa. Untuk itu, studi tentang kepemimpinan guru dalam mengajar tetap
perlu dilanjutkan dengan melihat aspek-aspek lainnya yang memungkinkan
mempengaruhi persepsi dan motivasi belajar siswa. Seperti misalnya mencoba
94
bereksperimen dengan mengajar berbasis gaya kepemimpinan maupun
berdasarkan gaya belajar siswa. Tentunya itu semua akan memperkaya
khazanah pengetahuan di bidang pendidikan. Yang pasti, masalah
kepemimpinan merupakan realitas yang akan dihadapi oleh calon guru ketika
sudah mengajar.
95
DAFTAR PUSTAKA
Andi, Vitalis. 2004. Persepsi Siswa Terhadap Kecenderungan Penerapan Gaya
Kepemimpinan Guru Bimbingan Konseling dalam bimbingan klasikal.
Skripsi. Yogyakarta: USD.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
_________________. 1989. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta: Bina Aksara.
_________________. 2000. Manajemen Penelitian: Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, Saifudin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dreikurs, Rudloft. et al. 1986. Disiplin Tanpa Hukuman. Bandung: Remadja
Karya.
Ecin, Markus. 2007. Yang Terlupakan dalam Pendidikan. Dalam Kalimantan
Review, No. 141/Th.XVI/Mei 2007. Hal 24.
Edelmann., R. 1997. Konflik Interpersonal di Tempat Kerja. Yogyakarta.
Kanisius.
Effendy. 1981. Kepemimpinan dan Komunikasi. Bandung: Penerbit Alumni.
Esti, S. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Fattah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Furchan, Arif. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
96
Gilmer, B. V. H. 1996. Industrial Psychology. 2nd edition. Kogakusha: McGraw-
Hill. Inc.
Griffin, Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1991. Analisis untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai
dengan BASICA. Yogyakarta: Andi Offset.
Hernowo, 2005. Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara
Menyenangkan. Bandung: Penerbit MLC.
Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
Irwanto, dkk. 1998. Psikologi Umum: Buku Panduan untuk Mahasiswa. Jakarta:
APTIK.
Kock, Heiz. 1984. Saya Guru Yang Baik?. Yogyakarta: Kanisius.
Mahmud, Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan: suatu Pendekatan Terapan.
Yogyakarta: BPFE.
Masidjo, Ign. 1995. Penelitian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius.
Paranto, Sugeng. 1981. Motivasi dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
Penataran Lokakarya tahap II Proyek Pengembangan Pendidikan Guru
(P3G) Debdikbud.
Purwanto, Ngalim. 1991. Psikologi Pendidikan Umum. Bandung: CV Remaja
Karya Bandung.
_______________. 2002. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
97
Sardiman, A. M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV
Rajawali.
Sarwono, Sarlito W. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.
Sigit, Soehardi. 2001. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-
Manajemen. Yogyakarta: FE UST.
Soenardji. 1988. Pengantar Psikologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta: Grasindo
Suparno, Paul. 2006. Menyiapkan Guru Sebelum Kurikulum di Ubah Lagi.
Kompas edisi 27 Februari 2006.
___________. 2000. Diktat Kuliah Penelitian Pendidikan Fisika. Yogyakarta.
USD.
___________. 2001. Statistika Dasar: Diktat Untuk Mahasiswa Pendidikan
Fisika. Yogyakarta: USD.
Sutarto. 1986. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: UGM.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tajuk Rencana Media Indonesia Edisi Desember 2005.
Thoha, Miftah. 1998. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Penerbit CV.
Rajawali.
Triton, P.B. 2006. SPSS 13.0 Terapan; Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
98
Wahono, Francis. 2005. ABC Globalisasi. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka
Rakyat.
Wardhani A. Y. C., 1998. Hubungan Antara Motivasi Belajar Matematika dengan
Prestasi Belajar Matematika Di kalangan Para Siswa Kelas I SMUK
Sang Timur Yogyakarta Caturwulan II Tahun ajaran 1997/1998.
Skripsi. Yogyakarta: USD.
Winkel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
___________. 1984. Psikologi dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Wiyono, Hadikoesoemo. 1973. Penyelidikan Validitas Angket Kepemimpinan
Dalam Mengungkap Masalah Kepemimpinan Pada Taruna AKABRI
DARAT. Seri Penerbitan Skripsi Terbaik. Yogyakarta: UGM.
Yohana, R. A. R. 2005. Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Gaya
Kepemimpinan Dengan Motivasi Kerja Guru SMK Karya Guna I
Bekasi. Dalam Psiko-Edukasi: Jurnal Pendidikan, Psikologi dan
Konseling Unika Atmajaya Jakarta Vol. 3 No. 2 Oktober 2005 hal. 146-
159.
99
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
KUESIONER PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN
GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS PENGANTAR:
Siswa yang terkasih, di tengah-tengah kesibukan belajarmu, perkenankan saya menyela waktumu dan meminta kesediaanmu untuk mengisi kuesioner ini. Guru yang dimaksud dalam kuesioner ini adalah guru mata pelajaran Fisika yang mengajar Fisika di dalam kelasmu. Saya akan merahasiakan identitasmu karenanya jawablah kuesioner ini dengan baik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan yang pernah kamu alami.
Atas bantuan dan kerjasamamu yang baik, saya ucapkan terima kasih. IDENTITAS SISWA: Jenis Kelamin :...................................... Kelas :...................................... Umur :...................................... PETUNJUK:
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang telah disediakan di bawah ini sesuai dengan apa yang kamu alami! SL: Jika menurutmu Selalu SR: Jika menurutmu Seringkali JR: Jika menurutmu Jarang TP: Jika menurutmu Tidak Pernah
Pilihan Jawaban NO
PERNYATAAN SL SR JR TP
1 Tata tertib di kelasmu ditentukan oleh gurumu sendiri. 2 Ketenangan di kelasmu menjadi tanggung jawab guru dan siswa. 3 Jumlah anggota kelompok diskusimu ditentukan oleh guru dan
siswa.
4 Teman dudukmu saat belajar fisika ditetapkan oleh guru sendiri. 5 Guru cuek saja dengan masalah dalam kelasmu saat pelajaran
fisika
6 Jika siswa mengerjakan soal tidak sesuai dengan perintah, guru langsung memarahi.
7 Kesulitan siswa dalam belajar fisika didiskusikan oleh guru dan siswa.
8 Guru tidak mengawasi sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan oleh para siswa saat belajar fisika.
9 Guru suka berdialog dengan siswa dan sangat memperhatikan
Lampiran 4
masalah yang dialami siswanya. 10 Ketika pelajaran fisika dimulai, guru berceramah sebentar
setelah itu langsung pergi meninggalkan kelas.
11 Guru menjelaskan materi sambil bertanya kepada siswa serta meminta pendapat siswa atau sebaliknya.
12 Guru memulai pelajaran fisika dengan suatu percobaan yang melibatkan siswa.
13 Guru membiarkan siswa yang tidur ketika pelajaran fisika. 14 Guru langsung mengeluarkan siswa jika mengganggu temannya
saat pelajaran fisika.
15 Dalam mengajar fisika guru anda lebih mengejar terselesainya materi dan menuntut prestasi sempurna dari siswa.
16 Gurumu cuek saja dengan siswa yang tidak mengerjakan tugasnya.
17 Guru melibatkan siswa dalam menentukan kegiatan untuk meningkatkan kekompakan di kelasmu.
18 Guru menganggap dirinyalah yang paling tahu tentang fisika, karenanya ide atau gagasan siswa diabaikannya.
19 Guru cuek dengan siswa yang tidak mengerjakan PR. 20 Guru sendiri menentukan sanksi bagi siswa yang salah tanpa
meminta pertimbangan, pendapat dan saran dari siswa lainnya.
21 Guru mengancammu jika tidak mau disuruhnya mengerjakan soal di papan tulis.
22 Pembagian kelompok presentasi ditentukan oleh guru sendiri. 23 Gurumu cuek saja dengan papan tulis di kelasmu yang kotor. 24 Setiap kali belajar fisika guru menyuruh anda mencatat materi
pelajaran dari awal sampai selesai.
25 Guru sangat senang dengan siswa yang mau belajar berbicara di depan kelas.
26 Guru cuek saja jika kamu tidak pernah berhasil dapat nilai yang baik dalam ulangan.
27 Ketika kelasmu ribut, guru membiarkan saja dan tetap terus melanjutkan pelajaran.
28 Guru seimbang dalam memberikan saran dan kritik ketika ada masalah di kelasmu.
29 Jika salah dalam mengerjakan tugas, guru langsung memarahimu.
30 Guru menghargai prestasi yang diperoleh siswa. 31 Guru langsung menghukum siswa yang terlambat masuk kelas. 32 Guru sangat menghargai niat para siswa untuk menyelesaikan
soal-soal latihan fisika walaupun masih banyak yang salah.
33 Selama pelajaran fisika, siswa harus tunduk, diam, mendengarkan dan mengikuti petunjuk guru.
34 Guru sangat menghargai hasil diskusi di kelasmu. 35 Guru membiarkan siswa yang melanggar tata tertib.
36 Guru langsung menghukum siswa jika tidak membawa buku paket fisika yang dimintanya.
37 Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama mendapat pujian dari gurumu
38 Guru membiarkan siswa yang tidak memperhatikan penjelasannya tentang konsep dan rumus fisika.
39 Tindakan gurumu dalam kelas kurang memperhatikan perasaanmu.
40 Guru menanyakan alasan mengapa siswa melanggar kesepakatan bersama.
41 Jika siswa tidak mengerjakan tugas dan tidak dapat nilai, guru diam saja.
42 Guru langsung memarahi siswa yang tidak mendengarkannya berbicara.
43 Guru cuek saja dengan keadaan kelas yang kotor. 44 Keberhasilan pembelajaran fisika di kelasmu menjadi tanggung
jawab bersama antara guru dan siswa.
45 Keindahan di dalam kelasmu menjadi tanggungjawab siswa sendiri.
46 Jika siswa menjawab soal tidak sesuai dengan yang diajarkan, walaupun rasional, guru langsung menyalahkannya.
47 Guru memberikan ruang untuk berpikir bagi siswa serta mengungkapkan gagasannya baik secara pribadi maupun kelompok.
48 Kalau presentasi kacau, guru diam dan cuek saja. 49 Dalam proses belajar di kelasmu, guru dan siswa menciptakan
suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai.
50 Dalam suatu diskusi dikelasmu, guru dan siswa menciptakan suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai.
51 Guru langsung menghukum siswa, yang rajin bertanya dan menyanggah pendapatnya karena dianggapnya melawan.
52 Guru membiarkan saja siswa yang mengganggu temannya belajar.
Catatan: Periksalah kembali jawaban anda sebelum lembar ini dikumpulkan, usahakan jangan sampai ada yang belum terisi. Terima kasih atas bantuannya.
SELAMAT BELAJAR!!!
KOESIONER
MOTIVASI BELAJAR FISIKA
PETUNJUK:
1. Bacalah setiap pernyataan baik-baik sebelum kamu memberikan jawaban.
2. Angket ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana motivasi belajarmu dalam
mata pelajaran fiska.
3. Angket ini tidak berpengaruh terhadap penilaian akademik anda. Oleh karena
itu jawablah sesuai dengan keadaan anda yang sebenarnya.
4. Berilah tanda cheklis (√) pada kolom jawaban disamping kanan pernyataan,
yaitu:
SL : Selalu
SR : Sering kali
JR : Jarang
TP : Tidak Pernah
NO PERNYATAAN SL SR JR TP
1 Dalam belajar fisika saya berharap dapat
menguasai materi fisika secara lebih mendalam
2 Saya mudah putus asa jika menghadapi kesulitan
dalam belajar fisika
3 Untuk mengatasi kekurangan saya dalam belajar
fisika, saya tidak perlu banyak membaca buku
fisika
4 Jika saya belajar keras dalam pelajaran fisika
maka saya dapat mencapai hasil yang memuaskan.
5 Jika saya mendapat nilai yang baik dalam ulangan
fisika maka saya memiliki rasa percaya diri yang
tinggi
6 Jika saya mendapat nilai buruk dalam ulangan
fisika maka saya merasa malas dan tidak
Lampiran 5
bersemangat dalam mengikuti pelajaran fisika.
7 Saya suka beralih pada kegiatan lain dari pada
berusaha keras untuk menyelesaikan suatu
kesulitan dalam belajar fisika.
8 Saya mudah dipengaruhi oleh perasaan takut
gagal dalam belajar fisika
9 Saya merasa puas jika berhasil mengatasi
kesulitan dalam belajar fisika karena dapat
mempelancar pencapaian cita-cita saya.
10 Saya berusaha keras untuk memiliki minat yang
besar terhadap fisika.
11 Sesudah menerima pelajaran fisika saya tidak
pernah mengingat materi yang diajarkan apalagi
mempelajarinya kembali.
12 Saya mempunyai keinginan yang besar untuk
berhasil dalam belajar fisika.
13 Saya merasa puas jika berhasil memahami materi
pelajaran fisika yang diberikan guru.
14 Saya berusaha mengerjakan soal fisika sendiri dan
tidak bergantung pada orang lain.
15 Saya lebih senang terhadap soal fisika yang
mudah dari pada soal fisika yang sulit dan
menantang.
16 Saya merasa puas jika berhasil mengerjakan soal
fisika sendiri tanpa bentuan orang lain.
17 Saya tidak suka mencoba soal fisika yang belum
pernah saya kerjakan.
18 Saya lebih senang menunda mengerjakan tugas
fisika.
19 Setiap kali mendapat tugas fisika saya yakin dapat
mengerjakannya dengan baik.
20 Saya merasa bangga jika dapat menyelesaikan
tugas fisika lebih cepat dari pada teman-teman
saya satu kelas.
21 Saya lebih senang menghindari tugas fisika yang
banyak menuntut kerja keras.
22 Dalam mengerjakan tugas fisika secara kelompok,
saya lebih senang memilih teman-teman yang
menguasai fisika dari pada yang tidak sama sekali.
23 Dalam menghadapi ulangan fisika saya tidak
pernah mempersiapkan diri belajar fisika dengan
baik malam harinya.
24 Saya berusaha menyukai setiap pelajaran fisika
yang saya peroleh.
25 Pada saat pelajaran fisika berlangsung, saya lebih
senang mengobrol dengan teman lain dari pada
memusatkan perhatian pada pelajaran.
26 Jika ada materi yang belum jelas saya lebih
senang diam daripada mengajukan pertanyaan
kepada guru.
27 Saya tidak memiliki keinginan yang besar untuk
mendapatkan prestasi yang baik dalam fisika.
28 Saya tidak akan berusaha belajar fisika dengan
lebih baik jika saya memperoleh nilai yang buruk
dalam fisika.
29 Saya sudah merasa puas jika memperoleh nilai
enam pada ulangan fisika.
30 Saya merasa bangga jika memperoleh nilai fisika
lebih tinggi daripada teman-teman saya yang lain.
Validitas Internal Item Otoriter
No. Item
Koef. Korelasi Keputusan
Item1 0.516 Valid Item4 0.233 Invalid Item7 0.422 Valid Item9 0.665 Valid Item17 0.458 Valid Item20 0.424 Valid Item23 0.67 Valid Item26 0.634 Valid Item27 0.599 Valid Item28 0.303 Valid Item30 0.437 Valid Item35 0.776 Valid Item37 0.5 Valid Item39 0.544 Valid Item42 0.457 Valid Item45 0.728 Valid Item49 0.614 Valid Item52 0.263 Invalid Item54 0.677 Valid Item59 0.652 Valid
Lampiran 6
Validitas Internal Item Laissez-Faire
No. Item Koef. Korelasi Keputusan
Item3 -0.094 Invalid Item6 -0.096 Invalid Item8 0.596 Valid Item11 0.472 Valid Item13 0.539 Valid Item16 0.426 Valid Item18 0.16 Invalid Item21 0.568 Valid Item24 0.558 Valid Item25 0.089 Invalid Item29 0.65 Valid Item32 0.748 Valid Item33 0.476 Valid Item41 0.637 Valid Item44 0.447 Valid Item47 0.629 Valid Item50 0.803 Valid Item53 0.377 Valid Item56 0.565 Valid Item60 0.577 Valid
Lampiran 7
Validitas Internal Item Demokratis
No. Item Koef. Korelasi Keputusan
Item2 0.455 Valid Item5 0.425 Invalid Item10 0.593 Valid Item12 0.682 Valid Item14 0.686 Valid Item15 0.575 Valid Item19 0.185 Invalid Item22 0.701 Valid Item31 0.409 Valid Item34 0.725 Valid Item36 0.735 Valid Item38 0.667 Valid Item40 0.659 Valid Item43 0.522 Valid Item46 0.644 Valid Item48 0.292 Invalid Item51 0.597 Valid Item55 0.761 Valid Item57 0.801 Valid Item58 0.782 Valid
Lampiran 8
Validitas Internal Item Motivasi
Item Koefisien Korelasi Keputusan
Pearson Correlation 0.350 Valid Item1
Sig. (1-tailed) 0.012 Pearson Correlation 0.575 Valid Item2 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.503 Valid Item3 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.480 Valid Item4 Sig. (1-tailed) 0.001 Pearson Correlation 0.430 Valid Item5 Sig. (1-tailed) 0.002 Pearson Correlation 0.435 Valid Item6 Sig. (1-tailed) 0.001 Pearson Correlation 0.390 Valid Item7 Sig. (1-tailed) 0.006 Pearson Correlation 0.385 Valid Item8 Sig. (1-tailed) 0.006 Pearson Correlation 0.323 Valid Item9 Sig. (1-tailed) 0.020 Pearson Correlation 0.552 Valid Item10 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.666 Valid Item11 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.475 Valid Item12 Sig. (1-tailed) 0.001 Pearson Correlation 0.467 Valid Item13 Sig. (1-tailed) 0.002 Pearson Correlation 0.543 Valid Item14 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.442 Valid Item15 Sig. (1-tailed) 0.002 Pearson Correlation 0.456 Valid Item16 Sig. (1-tailed) 0.001 Pearson Correlation 0.448 Valid Item17 Sig. (1-tailed) 0.002
Lampiran 9
Pearson Correlation 0.703 Valid Item18 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.541 Valid Item19 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.550 Valid Item20 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.695 Valid Item21 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.556 Valid Item22 Sig. (1-tailed) 0.001 Pearson Correlation 0.602 Valid Item23 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.438 Valid Item24 Sig. (1-tailed) 0.002 Pearson Correlation 0.560 Valid Item25 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.616 Valid Item26 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.659 Valid Item27 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.440 Valid Item28 Sig. (1-tailed) 0.002 Pearson Correlation 0.520 Valid Item29 Sig. (1-tailed) 0.000 Pearson Correlation 0.450 Valid Item30 Sig. (1-tailed) 0.000
Uji Normalitas Data Kelas VII
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
159 159 159 159
38.96 27.74 47.61 91.67
7.370 7.280 8.438 9.875
.114 .098 .091 .071
.114 .098 .048 .045
-.083 -.057 -.091 -.071
1.442 1.232 1.148 .890
.031 .096 .144 .407
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Otoriter L_Faire Demokratis Motivasi
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Lampiran 10
Uji Normalitas Kelas VIII
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
162 162 162 162
35.94 25.79 53.96 93.59
6.168 6.714 7.978 9.070
.091 .146 .126 .079
.091 .146 .098 .045
-.068 -.086 -.126 -.079
1.164 1.853 1.603 1.008
.133 .002 .012 .262
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Otoriter L_Faire Demokratis Motivasi
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Lampiran 11
Uji Linearitas Data Kelas VII
ANOVA Table
4315.455 33 130.771 1.474 .067
647.904 1 647.904 7.302 .008
3667.551 32 114.611 1.292 .162
11091.878 125 88.735
15407.333 158
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * Otoriter
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
-.205 .042 .529 .280Motivasi * OtoriterR R Squared Eta Eta Squared
ANOVA Table
4144.433 29 142.911 1.637 .033
1398.859 1 1398.859 16.022 .000
2745.574 28 98.056 1.123 .323
11262.900 129 87.309
15407.333 158
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * L_Faire
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
-.301 .091 .519 .269Motivasi * L_FaireR R Squared Eta Eta Squared
ANOVA Table
5975.203 38 157.242 2.001 .002
3392.004 1 3392.004 43.155 .000
2583.200 37 69.816 .888 .653
9432.130 120 78.601
15407.333 158
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * Demokratis
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
.469 .220 .623 .388Motivasi * DemokratisR R Squared Eta Eta Squared
Lampiran 12
Uji Linearitas Data Kelas VIII
ANOVA Table
6240.401 25 249.616 4.846 .000
4479.404 1 4479.404 86.968 .000
1760.997 24 73.375 1.425 .107
7004.889 136 51.507
13245.290 161
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * Otoriter
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
-.582 .338 .686 .471Motivasi * OtoriterR R Squared Eta Eta Squared
ANOVA Table
6706.425 27 248.386 5.090 .000
4010.919 1 4010.919 82.195 .000
2695.506 26 103.673 2.125 .003
6538.866 134 48.798
13245.290 161
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * L_Faire
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
-.550 .303 .712 .506Motivasi * L_FaireR R Squared Eta Eta Squared
ANOVA Table
9030.202 29 311.386 9.751 .000
7549.151 1 7549.151 236.410 .000
1481.051 28 52.895 1.656 .031
4215.088 132 31.932
13245.290 161
(Combined)
Linearity
Deviation from Linearity
BetweenGroups
Within Groups
Total
Motivasi * Demokratis
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Measures of Association
.755 .570 .826 .682Motivasi * DemokratisR R Squared Eta Eta Squared
Lampiran 13
Uji Hipotesis Kelas VII
Correlations
1 -.301** .469**
.000 .000
159 159 159
-.301** 1 -.513**
.000 .000
159 159 159
.469** -.513** 1
.000 .000
159 159 159
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Motivasi
L_Faire
Demokratis
Motivasi L_Faire Demokratis
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations
1.000 -.452 . .000
159 159 -.452 1.000 .000 .
159 159
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N
Otoriter
Motivasi
Spearman's rho Otoriter Motivasi
Lampiran 14
Uji Hipotesis Kelas VIII
Correlations
1 -.582**
.000
162 162
-.582** 1
.000
162 162
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Otoriter
Motivasi
Otoriter Motivasi
Correlation is significant at the 0.01 level(2-tailed).
**.
Correlations
1.000 .806** -.546**
. .000 .000
162 162 162
.806** 1.000 -.572**
.000 . .000
162 162 162
-.546** -.572** 1.000
.000 .000 .
162 162 162
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Demokratis
Motivasi
L_Faire
Spearman's rhoDemokratis Motivasi L_Faire
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Lampiran 15
Total Skor Setiap Variabel Penelitian Kelas VII
Otoriter L_Faire Demokratis Motivasi 33 23 62 103 31 17 52 102 45 23 54 96 34 35 34 85 34 35 34 83 37 22 49 89 36 22 48 92 60 42 52 104 41 23 50 88 44 25 49 99 46 23 55 81 46 32 47 103 38 32 36 87 61 42 40 73 65 41 21 71 56 47 59 104 59 42 38 88 35 26 47 92 54 49 41 85 37 16 55 114 51 37 35 97 39 30 57 102 49 33 48 99 46 36 44 98 41 29 46 105 40 31 47 79 45 23 54 99 42 22 59 105 51 24 60 95 37 22 48 99 41 31 47 77 36 25 49 87 35 25 51 95 46 32 32 89 40 31 46 87 43 30 51 106 37 29 51 96 40 28 58 93 40 40 37 101 43 30 38 93 49 34 46 92 30 20 52 95 38 35 49 69 39 28 38 69 40 20 47 89
Lampiran 16
41 27 57 97 42 22 52 92 38 26 33 94 38 26 33 94 38 30 41 91 40 44 26 71 44 44 32 70 20 19 65 110 35 21 42 93 33 23 47 87 40 32 48 92 43 16 64 99 49 47 23 95 44 19 51 95 34 29 46 74 36 30 44 84 37 31 44 83 57 31 43 83 57 32 44 83 32 25 44 72 40 32 48 94 37 27 40 87 38 26 42 83 36 25 46 105 36 26 46 103 43 23 46 97 35 19 54 91 34 35 46 91 35 35 46 91 42 21 52 86 41 25 55 102 35 17 48 104 37 26 53 105 37 25 43 86 46 23 55 91 37 23 55 113 38 27 45 99 36 21 54 106 41 17 41 99 30 17 41 100 35 26 42 91 34 26 53 97 29 25 63 102 23 22 55 87 23 22 55 86 46 34 36 76 46 34 42 88 30 25 63 105 36 30 40 84 40 32 48 87 34 18 44 90
36 20 45 93 38 28 36 93 37 29 51 96 36 29 51 86 47 21 46 94 46 33 42 72 31 20 47 95 41 37 45 80 42 32 47 72 38 44 31 80 45 35 37 81 31 23 45 94 39 23 61 106 40 34 61 104 39 37 57 110 37 28 48 93 41 19 55 89 35 22 63 92 34 20 50 77 41 19 54 88 36 31 48 72 38 35 47 92 39 28 48 91 36 33 46 90 23 31 55 113 37 17 60 94 39 31 47 80 47 28 51 83 37 30 47 74 26 26 57 106 36 29 46 96 35 28 57 79 38 21 54 91 41 41 36 97 31 21 35 73 33 24 39 82 34 27 55 91 47 31 35 96 45 24 48 90 36 17 50 85 34 24 52 84 29 17 54 86 33 23 57 90 44 45 38 82 37 26 59 98 26 23 55 104 45 32 46 92 31 21 54 97 33 24 53 97 36 43 30 79 44 31 54 89
45 23 40 94 39 18 44 97 33 27 48 100 25 22 43 106 37 22 58 99 52 42 36 91 26 26 56 102 39 28 54 97 39 29 57 91 28 18 46 98 33 20 62 102 41 21 52 90
Total Skor Setiap Variabel Penelitian Kelas VIII
Otoriter L_Faire Demokratis Motivasi 33 19 63 104 41 25 58 99 42 30 48 88 38 29 52 94 34 27 50 92 34 25 55 97 36 24 59 98 50 40 35 75 30 20 60 103 32 37 40 83 32 23 59 100 40 38 47 89 39 24 48 96 28 29 50 90
Lampiran 17
31 25 52 96 30 19 63 107 34 28 58 99 31 36 40 87 28 17 62 110 36 22 50 93 24 21 58 93 36 27 62 83 33 23 57 94 30 17 62 102 31 30 49 89 29 23 53 90 31 21 55 96 28 19 63 111 30 19 62 101 32 18 61 108 39 35 60 91 30 33 60 102 34 30 50 98 31 26 47 93 30 19 63 108 39 22 60 98 38 25 58 93 36 25 56 93 33 24 53 95 35 40 34 77 44 20 60 94 30 23 65 100 29 19 64 110 37 24 55 96 42 27 58 92 43 18 63 114 39 33 40 83 28 19 60 109 38 23 59 99 32 23 46 95 38 25 46 89 29 18 62 107 40 16 45 94 37 35 46 94 42 18 52 95 41 19 63 109 35 23 60 83 46 23 57 98 45 24 36 97 30 23 60 100 42 26 53 80 41 20 63 95
29 22 59 99 39 29 40 83 35 27 45 72 41 23 48 83 56 40 52 74 44 20 33 81 38 25 58 97 32 23 61 82 38 31 49 81 36 22 56 97 28 25 45 83 38 31 47 85 38 29 48 88 32 22 60 100 38 26 52 79 48 40 49 76 44 17 50 91 32 32 50 93 36 31 57 94 41 32 53 92 39 34 49 89 32 20 48 88 29 19 63 105 29 20 61 104 28 18 62 105 38 24 47 87 48 22 35 73 46 34 40 88 50 28 55 97 35 21 55 97 39 29 56 99 27 20 61 104 33 23 60 100 33 25 55 98 33 36 47 94 43 38 33 78 34 26 53 95 35 45 55 95 39 23 60 100 31 37 47 89 41 30 43 84 40 24 38 88 34 32 54 93 34 23 58 98 48 45 36 80 36 27 51 83 37 28 46 82 44 33 50 90
43 35 45 80 33 18 62 98 29 18 62 101 44 49 54 70 43 39 48 90 38 29 56 90 38 30 59 98 33 22 45 84 39 42 49 88 44 23 57 96 50 25 58 86 42 25 35 86 40 22 52 90 38 25 52 92 29 23 65 108 30 16 63 102 27 18 56 97 34 24 46 80 27 36 63 107 45 27 56 84 30 23 60 100 35 24 59 98 29 19 63 106 39 27 58 96 45 26 49 86 30 23 59 102 36 26 57 96 39 26 54 90 35 19 60 98 35 20 59 95 27 19 69 109 28 19 63 103 36 21 55 96 29 24 64 102 28 39 63 105 48 38 48 82 30 25 60 100 29 21 62 104 30 21 63 102 29 23 60 100 40 27 60 89 51 34 32 67 32 24 60 94 30 22 63 104 36 29 50 90 29 18 62 102 40 19 55 93 29 19 58 95
30 16 50 88 36 19 55 90 35 28 58 97 47 30 55 94