Post on 01-Oct-2021
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN CADMIUM
DENGAN KEJADIAN KANKER PARU
EKA ROINA MEGAWATI
NIP :132 303 381
DEPARTEMEN FISIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Universitas Sumatera Utara
2
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1. PENDAHULUAN 1
BAB 2. PEMBAHASAN 3
2.1. Paparan dan metabolisme Cadmium 3
2.2. Kanker paru 5
2.3. Hubungan Cadmium dan kanker paru 8
BAB 3. KESIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12
Universitas Sumatera Utara
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Cadmium (Cd) merupakan hasil sampingan dari produksi seng dan timah,
umumnya digunakan pada penyepuhan logam, baterai, pewarna, penstabil plastik, dan
beberapa campuran logam (1, 2). Meskipun emisi Cd dalam lingkungan telah menurun
pada kebanyakan negara industri, tapi masih menjadi sumber kekhawatiran pekerja
industri dan populasi yang tinggal di daerah industri, khususnya di sebagian negara
berkembang. Di daerah industri, Cd berbahaya karena dapat terinhalasi maupun tertelan
baik dari makanan atau minuman yang terkontaminasi Cd dan dapat menyebabkan
intoksikasi kronis (2, 3). Hal ini disebabkan Cd yang terurai di lingkungan dapat bertahan
di dalam tanah dan mengendap selama beberapa dekade. Ketika diserap oleh tanaman,
Cd terkonsentrasi sepanjang rantai makanan dan mencapai konsentrasi puncak di dalam
tubuh orang yang memakan makanan terkontaminasi tersebut (2).
Cd juga terdapat di dalam asap rokok, setelah menghirup asap Cd, 10-20%
mungkin diserap, tergantung ukuran partikel dan komposisi kimiawinya (2). Sifat
toksiknya yang menonjol adalah Cd mempunyai waktu paruh yang panjang sekitar 6
minggu dalam tubuh manusia. Begitu diserap Cd akan terakumulasi di ginjal dan organ
vital lain seperti paru-paru, tulang dan hati, maupun sistem reproduksi termasuk
plasenta, testis dan ovarium (1-3). Akumulasi Cd sangat sulit diekskresikan ginjal karena
eliminasi akumulasi Cd sangat lambat dengan waktu paruh 20-40 tahun. Sehingga
manusia yang terpapar Cd, insiden mengidap penyakit ginjal, hipertensi, osteoporosis,
leukemia dan kanker paru, ginjal, kandung kemih, pancreas, payudara dan prostat
cenderung meningkat (3).
Universitas Sumatera Utara
4
Terdapat bukti cukup untuk mengklasifikasikan Cd sebagai bahan karsinogen
bagi manusia. Bukti yang paling meyakinkan adalah ditemukannya peningkatan resiko
kanker paru pada pekerja yang menginhalasi Cd dan data yang diperoleh dari hasil
penelitian terhadap hewan coba yang diberikan Cd dengan bermacam rute pemberian
dapat menimbulkan kanker pada berbagai tempat, temasuk di dalam paru-paru (1).
Universitas Sumatera Utara
5
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1. Paparan dan Metabolisme Cadmium
Manusia dan hewan terpapar Cd umumnya berasal dari makanan dan asap
rokok. Konsentrasi Cd tertinggi berada di organ dalam terutama ginjal dan hati, Cd juga
tinggi konsentrasinya pada ikan, kepah dan tiram yang berasal dari laut yang terkena
polusi. Mengkonsumsi makanan pokok seperti gandum, beras yang terkontaminasi Cd
juga merupakan sumber paparan manusia. Di daerah industri, paparan Cd terutama
melalui inhalasi walaupun jumlah yang signifikan Cd dapat tertelan dari tangan atau
rokok terkontaminasi. Jumlah Cd yang dimakan bersama makanan pada kebanyakan
negara adalah sekitar 10 to 20 μg per hari (1).
Asap rokok merupakan sumber paparan tambahan yang penting bagi perokok.
Karena 1 batang rokok mengandung sekitar 1 sampai 2 μg Cd, merokok 1 pak per hari
sama dengan masukan Cd per hari yang diperoleh dari makanan terkontaminasi.
Penyerapan melalui oral bervariasi sekitar 5% tapi dapat meningkat menjadi 15% pada
subjek dengan simpanan besi rendah. Ketika terpapar melalui inhalasi, diperkirakan
antara 10-50% diserap tergantung ukuran partikel dan kelarutan senyawa Cd. Pada
kasus Cd dalam asap rokok (umumnya dalam bentuk CdO), rata-rata 10% Cd diserap,
sementara penyerapan Cd melalui kulit tidak berarti (1).
Universitas Sumatera Utara
Berikut mekanisme terjadinya akumulasi Cd dalam tubuh (1):
Alb, Albumin; Mt, Metallothionein; GSH, Glutathione; aa, amino acid
Dengan mengabaikan rute paparan, Cd bertahan dalam organism dan tetap
terakumulasi sepanjang hidup. Beban tubuh akan Cd, terabaikan pada saat lahir,
meningkat terus sepanjang hidup sampai sekitar usia 60-70 tahun dari kadar beban
tubuh akan Cd berhenti dan bahan berkurang. Cd terkonsentrasi di hati dan bahan lebih
banyak di ginjal yang dapat mencapai 50% dari total beban tubuh akan Cd pada subjek
dengan paparan lingkungan yang rendah. Akumulasi Cd dalam hati dan ginjal
disebabkan kemampuan jaringan ini mensintesa metallothionein, suatu protein yang
dipengaruhi Cd yang melindungi sel dengan berikatan kuat dengan zat toksik ion Cd2+.
Stimulasi metallothionein oleh seng mungkin menjelaskan efek proteksi elemen yang
penting ini menuju toksisitas Cd. Karena ukurannya yang kecil, metallothionein dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui proses filtrasi glomerulus sebelum dibawa ke sel
tubulus proksimal. Jalan filtrasi glomerulus ini terletak pada akumulasi Cd dalam sel
tubulus proksimal dan di dalam korteks ginjal yang merupakan letak nefron. Cd tidak
dapat melewati plasenta dengan mudah atau sawar darah otak, hal ini menjelaskan
bahwa toksisitasnya terhadap fetus dan sistem saraf pusat sangat rendah dibandingkan
logam berat yang lain. Cd umumnya dieliminasi melalui urin. Jumlah Cd yang
6
Universitas Sumatera Utara
7
diekskresikan setiap hari dalam urin sangat rendah, sekitar 0,005- 0.01% total beban
tubuh. Fraksi ekskresi yang rendah ini berkaitan dengan waktu paruh biologis lebih dari
20 tahun. Pada individu dengan disfungsi tubulus waktu paruh eliminasi kurang dari 10
tahun (1).
2. 2. Kanker Paru
Setiap tahun, kanker primer paru mempengaruhi 93.000 laki-laki dan 80.000
perempuan di Amerika Serikat, 86% meninggal dalam 5 tahun diagnosa, membuatnya
menjadi kanker penyebab kematian pada laki-laki dan perempuan. Puncak insiden
kanker paru antara 55-65 tahun. Kematian akibat kanker paru 28% dari semua kematian
akibat kanker (32% pada laki-laki dan 25% pada perempuan) (4).
Istilah kanker paru digunakan terhadap kejadian tumor yang berasal dari epitel
pernafasan (bronkus, bronkiolus, dan alveoli). Empat jenis kanker paru menurut World
Health Organization (WHO) adalah squamous atau epidermoid carcinoma, small cell
(oat cell) carcinoma, adenocarcinoma (termasuk bronchoalveolar) dan large cell (juga
disebut large cell anaplastic) carcinoma (4).
Penyebab kanker terbanyak karsinogen dan promoter tumor yang diperoleh
melalui asap rokok. Prevalensi rokok di Amerika Serikat 28% laki-laki dan 25%
perempuan, usia 18 tahun atau lebih. Resiko relatif perkembangan kanker paru
meningkat sekitar 13 kali lipat akibat merokok aktif dan sekitar 1,5 kali lipat oleh
perokok pasif. Penyakit paru obstruktif kronis yang juga berhubugan dengan rokok,
meningkatkan resiko kanker paru. Tingkat kematian kanker paru berhubugan dengan
jumlah rokok yang dihisap, resiko meningkat 60-70 kali lipat terhadap laki-laki yang
merokok 2 bungkus per hari selama 20 tahun dibandingkan tidak perokok (4).
Universitas Sumatera Utara
8
Penelitian genetika memperlihatkan perolehan sel kanker paru diakibatkan
sejumlah lesi genetik, termasuk aktivasi onkogen dominan dan inaktivasi supresor
tumor atau oncogen resesif. Kenyataan memperlihatkan kanker paru mempunyai
akumulasi lesi tersebut dengan jumlah banyak (4).
Indentifikasi kanker paru 5-15% bersifat asimtomatik, biasanya diketahui dari
hasil foto rontgen dada rutin, skebanyakan dengan beberapa tanda atau gejala.
Pertumbuhan tumor primer di sentral atau endobronkial menyebabkan batuk, batuk
darah, mengi dan stridor, sesak nafas, dan post obstruktif pneumonitis (demam dan
batuk produktif). Pertumbuhan perifer tumor primer menyebabkan nyeri dari pleura atau
dinding dada, batuk, sesak nafas, dan gejala abses paru karena kavitasi tumor.
Penyebaran regional tumor dalam rongga dada (melalui pertumbuhan yang berdekatan
atau metastasis ke kelenjar limfe regional) menyebabkan obstruksi trakea, penekanan
esophagus dengan gejala disfagia, paralisa saraf recurrent laryngeal dengan suara serak,
paralisa saraf frenikus dengan elevasi hemidiafrgama dan sesak nafas dan paralisa saraf
saraf simpatis dengan sindroma Horner (enoftalmus, ptosis, miosis, dan tidak
berkeringat ipsilateral). Efusi pleura maligna sering menimbulkan sesak nafas.
Sindroma Pancoast’s (atau superior sulcus tumor) berasal dari ekstensi local dari tumor
yang tumbuh di apeks paru dengan melibatkan C8, dan Th1 dan Th2, dengan nyeri bahu
yang menjalar distribusi ulnar lengan, sering dengan gambaran radiologi destruksi iga
satu dan dua. Sering sindroma Horner dan Pancoast’s muncul bersama. Masalah lain
penyebaran regional melibatkan sindroma vena cava superior dari obstruksi vascular,
ekstensi pericardial dan jantung menimbulkan tamponade, aritmia atau gagal jantung,
obstuksi limfe denga efusi pleura, dan penyebaran limfangitis melalu paru dengan
hipoksemia dan sesak nafas. Bronchoalveolar carcinoma dapat menyebar transbronkial,
Universitas Sumatera Utara
9
menghasilkan pertumbuhan tumor multiple di permukaan alveoli dengan gangguan
pertukaran gas, insufisiensi gas, sesak nafas, hipoksemia dan produksi sputum (4).
Alat utama untuk mendiagnosis kanker paru-paru adalah radiologi, bronkoskopi
dan sitologi. Nodula soliter terbatas yang disebut coin lesion pada radiogram dada
sangat penting dan mungkin merupakan petunjuk dini untuk mendeteksi karsinoma
bronkogenik, meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan lainnya. CT scan
mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi-lesi yang
dicurigai. Bronkoskopi yang disertai biopsy adalah teknik yang paling baik dalam
mendiagnosis karsinoma sel skuamosa, yang biasanya terletak sentral. Biopsi kelenjar
skalenus adalah cara terbaik untuk mendiagnosis kanker-kanker yang tidak terjangkau
bronkoskopi. Pemeriksaan sitologi sputum, bilasan bronkus, dan pemeriksaan cairan
pleura juga memainkan peranan penting dalam diagnosis kanker paru-paru (5).
Baik histologi maupun stadium penyakit sangat penting untuk menentukan
diagnosis dan rencana pengobatan. Membedakan antara Squamous Cell Lung Cancer
(SCLC) dan Non Squamous Cell Lung Cancer (NSCLC) sangat penting. Penentuan
stadium kanker paru-paru terbagi dua : (1) pembagian stadium menurut anatomi untuk
menentukan luasnya penyebaran tumor dan kemungkinannya untuk sioperasi dan (2)
stadium fisiologi untuk menentukan kemampuan pasien untuk bertahan terhadap
berbagai pengobatan anti tumor (5).
Pembagian stadium tumor berdasarkan TNM sistem untuk kanker paru-paru
dilakukan oleh American Joint Committee on Cancer merupakan metode yang diterima
secara luas untuk menentukan perluasan kanker jenis NSCLC. Berbagai T (ukuran
tumor), N (metastasis ke kelenjar limfe regional), dan M (ada atau tidaknya metastasis
ke distal) digabung untuk menentukan kelompok stadium yang berbeda. Ukuran tumor
Universitas Sumatera Utara
10
dan histologi ditentukan secara radiologi dan pemeriksaan bahan jaringan. Sebagai
tambahan, mediastinokopi sering kali berguna untuk menentukan diagnosis dan untuk
memisahkan tumor-tumor yang dapat atau tidak dapat dioperasi. Uji-uji untuk
mendeteksi metastasis ke distal termasuk sidik tulang, sidik otak, pemeriksaan fungsi
hati, dan sidik hati, limpa dan tulang dengan gallium (5).
Saat sistem TNM dikembangkan untuk karsinoma bronkogenik, pengobatan
terhadap SCLC memberikan hasil yang buruk, sehingga tampaknya tidak berguna untuk
menerapkan sistem TNM pada jenis kanker paru-paru yang satu ini. Jadi untuk SCLC
digunakan suatu sistem pembagian dua stadium yang sederhana. Stadium penyakit yang
masih terbatas didefinisikan sebagai SCLC yang masih terbatas pada satu hemitoraks
dan kelenjar limfe regional, dan stadium penyakit yang sudah meluas yaitu dimana
penyakit sudah meluas lebih dari batasan di atas. Pada sebagian kasus, stadium penyakit
yang masih terbatas berhubungan dengan apakah tumor tersebut dapat diberi terapi
radiasi (5).
Setelah selesai dilakukan diagnosis histologik dan prosedur penentuan stadium
anatomis dan fisiologis, maka dibuat rencana pengobatan keseluruhan. Rejimen
pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi dan terapi (5).
Prognosis secara keseluruhan bagi pasien dengan karsinoma bronkogenik adalah
buruk dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun telah
diperkenalkan berbagai agen-agen kemoterapi yang baru. Dengan demikian, penekanan
harus diberikan pada pencegahan. Tenaga-tenaga kesehatan harus menganjurkan
masyarakat untuk tidak merokok atau hidup dalam lingkungan yang tercemar polusi
industri. Tindakan-tindakan protektif harus dilakukan bagi mereka yang bekerja dengan
asbes, uranium, kromium, dan materi karsinogenik lainnya (5).
Universitas Sumatera Utara
11
2. 3. Hubungan Cadmium dan Kanker Paru
Mekanisme karsinogenesis Cd masih belum diketahui secara luas. Karena logam
ini tidak terlau bersifat genotoksik dan tidak menyebabkan kerusakan genetika
langsung, mekanisme epigenetika dan atau mekanisme genotoksik tidak langsung
seperti penghambatan apoptosis, perubahan sinyal sel atau inhibisi perbaikan DNA
mungkin terlibat (1).
Inhalasi Cd dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan yang multipel,
termasuk pneumonitis akut dan emfisema, dan paparan terhadap Cd dihubungkan
dengan peningkatan resiko kanker paru. Cd terdapat pada polusi udara dan di asap
rokok. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa konsentrasi Cd di jaringan paru
perokok meningkat. Hasil otopsi memperlihatkan bahwa jumlah Cd dalam paru-paru
manusia lebih banyak dipengaruhi paparan terhadap polusi udara dibandingkan dengan
riwayat merokok. Konsentrasi Cd dalam tembakau ditentukan oleh konsentrasi Cd
dalam tanah tempat tumbuh tembakau. Jumlah Cd dalam rokok di Eropa dan Meksiko
sekitar 1,8-2,8µg per rokok. Sekitar 10-20% Cd dalam rokok tersebut diinhalasi (6).
Paparan hewan coba terhadap partikel Cd menimbulkan terjadinya akumulasi
dalam makrofag alveoli. Tidak jelas apakah makrofag alveoli mengakumulasi Cd yang
ada dalam asap rokok, meskipun adanya akumulasi besi yang berasal dari asap rokok.
Jumlah Cd dalam alveoli makrofag manusia belum dilaporkan sebelumnya (6).
Metallothionein adalah protein kaya cysteine yang berikatan dengan Cd seperti
logam lain termasuk tembaga, seng dan membatasi toksisitas Cd. Makrofag alveoli
dalam hewan coba mensintesa metallothionein sebagai respon inhalasi paparan debu
Cd, tetapi, tidak diketahui apakah Cd ada dalam asap rokok yang menginduksi
Universitas Sumatera Utara
12
akumulasi metallothionein. Data epidemiologi memperlihatkan bahwa Cd yang ada
dalam asap rokok mendukung resiko kanker paru pada perokok, meskipun peran
spesiksifik Cd dalam karsinogenesis belum jelas. Jumlah akumulasi Cd yang signifikan
dalam sel pernafasan juga dapat menjadi faktor pendukung terhadap penyakit lain akibat
rokok seperti emfisema. Kapasitas paru-paru untuk mendetoksifikasi Cd dengan
mensintesa Metallothionein penting dalam membatasi potensial toksisitas paru-paru dari
akumulasi Cd yang diinduksi rokok. Bagaimanapun, penelitian memperlihatkan bahwa
sel yang beradaptasi Cd memperlihatkan perbedaan fungsional yang dapat
meningkatkan resiko transformasi keganasan (6).
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Cd yang berasal dari asap rokok
terakumulasi di dalam makrofag alveoli. Cd juga ada dalam makrofag alveoli yang tidak
perokok, meskipun konsentrasi lebih rendah, yang mungkin akibat paparan polusi udara
atau perokok non pasif. Jumlah metallothionein di dalam makrofag alveoli tidak
meningkat pada perokok, menandakan adanya saturasi metallothionein yang lebih besar.
Akumulasi di dalam sel pernafasan, dengan atau tanpa respon adaptif, merupakan faktor
yang berperan dalam perkembangan penyakit paru-paru yang diinduksi rokok (6).
Universitas Sumatera Utara
13
BAB 3
KESIMPULAN
1. Cadmium (Cd) yang umumnya digunakan pada baterai, pewarna, penstabil
plastik, penyepuhan logam, penyepuhan logam dan hasil sampingan dari
produksi seng dan timah juga terdapat dalam kandungan asap rokok.
2. Manusia terpapar Cd akibat mengkonsumsi makanan ataupun air yang
terkontaminasi Cd atau secara inhalasi terutama melalui asap rokok.
3. Cd mempunyai waktu paruh 10-20 tahun yang akan terakumulasi di hati dan
ginjal karena jaringan ini mampu mensintesa metallothionein suatu protein yang
mampu melindungi sel dari efek toksik Cd.
4. Cd merupakan bahan yang bersifat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker
pada berbagai tempat di tubuh termasuk paru-paru.
5. Paparan hewan coba terhadap partikel Cd menimbulkan terjadinya akumulasi
dalam makrofag alveoli.
Universitas Sumatera Utara
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Bernard A. Cadmium and its adverse effect on human health. Indian J Med Res
2008 October;128:557-64.
2. Nogué S, Sanz-Gallén P, Torras A, Boluda F. Chronic overexposure to cadmium
fumes associated with IgA mesangial glomerulonephritis. Occupational
Medicine. 2004 19 January;54:265-7.
3. Henson M, Chedrese P. Endocrine Disruption by Cadmium, a Common
Environmental Toxicant with Paradoxical Effects on Reproduction. Exp Biol
Med. 2004;229:383–92.
4. Minna J. Neoplasms of the lung. In: Kasper D, Fauci A, Longo D, Braunwald E,
Hauser S, Jameson J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th
ed: The McGraw-Hill Companies; 2005. p. 506-16.
5. Wilson L. In: Price S, Wilson L, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. 4 ed. Jakarta: EGC; 1995. p. 745-51.
6. Grasseschi R, Ramaswamy R, Levine D, Klaassen C, Wesselius L. Cadmium
Accumulation and Detoxification by Alveolar Macrophages of Cigarette
Smokers. Chest. 2003;124:1924-8.
Universitas Sumatera Utara