Post on 17-Nov-2021
PRAKATA
”Hanya Bangsa yang menghargai Jasa
Pahlawannya DAPAT menjadi Bangsa yang besar” hal
tersebut mengandung makna yang luhur dan tinggi yang
diberikan bangsa kepada para pahlawan yang telah
mendirikan dan berjuang untuk tetap berdirinya bangsa
dan negara Indonesia yang kita cintai.
Sesuai pasal 15 Undang-Undang Dasar 1945
dinyatakan bahwa ”Presiden memberi gelar, tanda jasa
dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
Pelaksanaannya dengan undang-undang Nomor 20 Tahun
2010 tentang Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan”.
Pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2017 yang
mengambil tema : ”Perkokoh Persatuan Membangun
Negeri.” dilaksanakan penganugerahan Gelar Pahlawan
Nasional.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor :
115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017, Presiden
menetapkan untuk menganugerahkan Gelar “Pahlawan
Nasional” Pada 4 orang yaitu :
1. TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Dari
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Sultan Mahmud Riayat Syah dari Provinsi
Kepulauan Riau.
3. Laksamana Malahayati dari Provinsi Aceh.
4. Lafran Pane dari Provinsi D.I.Yogyakarta.
Atas pengabdian dan jasa-jasanya yang luar biasa
kepada Negara dan Bangsa Indonesia sesuai dengan
bidang perjuangannya.
Selanjutnya buku profil ini disusun dengan maksud
untuk menyajikan putra/putri terbaik bangsa yang
menerima anugerah Gelar Pahlawan Nasional atas jasa-
jasanya yang telah disumbangkan kepada Bangsa dan
Negara Indonesia.
Demikian semoga Buku Profil ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Jakarta, November 2017
Menteri Sosial
Republik Indonesia
Khofifah Indar Parawansa
DAFTAR ISI
Prakata ............................................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................
I. Prosedur Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional ........................
A. Pendahuluan .................................................................................
B. Asas dan Tujuan ..........................................................................
C. Syarat Umum dan Syarat Khusus .........................................
D. Mekanisme Pengusulan Gelar ...............................................
II. Profil Gelar Pahlawan Nasional 2017 ...........................................
A. TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid ......................................
B. Laksamana Malahayati (Keumalahayati) ...........................
C. Sultan Mahmud Riayat Syah ..................................................
D. Lafran Pane ....................................................................................
Penutup ...........................................................................................................
PROSEDUR PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL
A. Pendahuluan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, pengertian
Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden
kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas
perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa
kepada bangsa dan negara.
Gelar tertinggi yang diberikan kepada seseorang berupa
Pahlawan Nasional. Pahlawan Nasional adalah gelar yang
diberikan kepada warga Negara Indonesia atau seseorang yang
berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang
menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan Negara,
atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan
atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi
pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik
Indonesia.
Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009,
bahwa Gelar berupa Pahlawan Nasional dan Pemberian Gelar
dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/ atau Tanda
Kehormatan.
B. Asas dan Tujuan
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
dalam pemberian Gelar, harus berdasarkan atas asas :
a. kebangsaan;
b. kemanusiaan;
c. kerakyatan;
d. keadilan;
e. keteladanan;
f. kehati-hatian;
g. keobyektifan;
h. keterbukaan;
i. kesetaraan; dan
j. timbal balik.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2009 disebutkan bahwa tujuan pemberian Gelar adalah :
a. menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi
pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan
diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara;
b. menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan,
kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan
dan kejayaan bangsa dan negara; dan
c. menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap
orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik
bagi kemajuan bangsa dan negara.
C. Syarat Umum dan Syarat Khusus
Untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa dan tanda Kehormatan
harus memiliki syarat umum dan syarat khusus, sesuai Pasal 25
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, syarat umum tersebut
terdiri atas :
1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang
sekarang menjadi wilayah NKRI;
2. Memiliki integritas moral dan keteladanan;
3. Berjasa terhadap bangsa dan Negara;
4. Berkelakuan baik;
5. Setia dan tidak menghianati bangsa dan Negara; dan
6. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Adapun syarat khusus untuk mendapatkan Gelar Pahlawan
Nasional, yaitu :
1. Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata
atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain
untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi
kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa;
2. Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;
3. Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung
hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang
diembannya;
4. Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang
dapat menunjang pembangunan bangsa dan Negara;
5. Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat
dan martabat bangsa;
6. Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang
tinggi; dan/atau
7. Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas
dan berdampak nasional.
D. Mekanisme Pengusulan Gelar
PRESIDEN RIDEWAN GELAR,
TANDA JASA DAN TANDA
KEHORMATAN RI
MENTERI SOSIAL RI
DITJEN DAYASOS
DIT. KK-KRS
GUBERNUR INSTANSI SOSIAL
PROVINSI
BUPATI / WALIKOTA
MASYARAKAT
UPACARA PENGANUGERAHAN
GELAR
TP2GP
TP2GD
TP2GDKeterangan :
Garis Permohonan (Pengusulan)
Garis Persetujuan / Pengakuan
TP2GP Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat
TP2GD Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah
1. Masyarakat mengajukan usulan Calon Pahlawan Nasional
kepada Bupati/ Walikota setempat.
2. Bupati/ Walikota mengajukan usulan Calon Pahlawan
Nasional kepada Gubernur melalui Instansi Sosial Provinsi
setempat.
3. Instansi Sosial Provinsi menyerahkan usulan Calon
Pahlawan Nasional kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar
daerah (TP2GD) untuk diadakan penelitian dan pengkajian.
4. Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut
rekomendasi TP2GD memenuhi kriteria, kemudian
diajukan oleh Gubernur selaku Ketua TP2GD kepada
Menteri Sosial RI.
5. Menteri Sosial RI melalui Direktorat Jenderal
Pemberdayaan Sosial/ Direktorat Kepahlawanan,
Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial
melakukan penelitian administrasi.
6. Usulan Calon Pahlawan Nasional yang telah memenuhi
persyaratan administrasi kemudian diusulkan kepada Tim
Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) untuk dilakukan
penelitian dan pengkajian.
7. Usulan Calon Pahlawan Nasional yang menurut
pertimbangan TP2GP dinilai memenuhi syarat, kemudian
oleh Menteri Sosial RI disampaikan kepada Presiden RI
melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan
untuk kembali diteliti dan dikaji oleh Dewan Gelar, Tanda
Jasa dan Tanda Kehormatan.
8. Selanjutnya Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan
memberikan rekomendasi untuk usulan Calon Pahlawan
Nasional kepada Presiden RI untuk mendapatkan
persetujuan Penganugerahan Pahlawan Nasional sekaligus
tanda kehormatan lainnya.
9. Upacara penganugerahan Pahlawan Nasional dilaksanakan
oleh Presiden RI dalam rangka peringatan Hari Pahlawan
10 November.
PROFIL GELAR
GELAR PAHLAWAN NASIONAL
ALMARHUM TGKH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID
Tokoh dari Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENERIMA GELAR PAHLAWAN NASIONAL
ALMARHUM TGKH. MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID
A. RIWAYAT HIDUP :
1. Nama lengkap : Almarhum TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
2. Jabatan : Pendiri Nahdhatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)
3. Tempat, Tanggal lahir
: Kampung Bermi, Pancor Lombok Timur, 19 April 1908
4. Wafat : Pancor , Lombok Timur, 21 Oktober 1997
5. Tempat Pemakaman
: Komplek Musholla Al Abror, Pondok Pesantren Darunna
hdlatain Nahdlatul Wathan, Pancor, Lombok Timur
6. Orang Tua :
7. - Ayah : TGH. Abdul Madjid
8. - Ibu : Halimatus Sa’diyah
9. Status perkawinan
: Menikah
10. Istri :
11. Anak : 1. Hj. Siti Rauhun Zainuddin Abdul Majid
2. Hj. Siti Raehanun Zainuddin Abdul Madjid
12. Alamat Ahli Waris
: Jl. TGKH M. Zainuddin Abdul Madjid No.18, Pancor, Selong Lombok Timur
B. RIWAYAT PERJUANGAN :
1. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid lahir di Kampung
Bermi Pancor Lombok Timur di Kampung Berni, Pancor
Lombok Timur, 19 April 1908. Nama kecilnya ialah Asyagaf
dan setelah menunaikan ibadah haji bersama kedua
orang tuanya, namanya diganti menjadi Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid. Ia adalah putra bungsu
pasangan TGH. Abdul Madjid (Guru Mu’minah)-
Halimatus Sa’diyah. Ayahnya dikenal sebagai seorang
mubaligh pemberani dan tercatat pernah memimpin
pertempuran melawan penjajah. Ia berasal dari keluarga
yang terhormat, relijius dan berkecukupan serta
dermawan. Tidak jarang ayahnya mendermakan
kekayaannya untuk keperluan perjuangan dan
membantu banyak orang. Kebiasaan ini dilanjutkan oleh
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Ia sering
membantu masyarakat dan murid-muridnya misalnya,
untuk melanjutkan sekolah.
2. Pada tahun 1934, sepulang dari Mekah, ia segera mendirikan
sebuah pesantren bernama al-Mujahidin (Para Mujahid atau
Pejuang). Kemudian, dua tahun kemudian yaitu pada tahun
1936 ia mendirikan sebuah madrasah Nahdhatul Wathan
Diniyah Islamiyah (NWDI) dengan sistem klasikal. Ia memang
terinspirasi oleh semangat yang diperoleh dari pendiri
Madrasah al-Shoulatiyah di Mekah yang revolusioner dan
sistim pendidikan yang diterapkan yaitu klasikal. Tentu saja,
situasi umat Islam di Lombok juga menjadi faktor kuat yang
mendorong untuk melakukan perubahan penting. Penggunaan
nama pesantren dan madrasah yang ia dirikan, sangat kuat
mensyiratkan semangat kepejuangan (Jihad) yang sangat kuat
untuk memajukan umat Islam dan membangkitkan bangsa,
negeri atau tanah air (Nahdhatul Wathan). Ini juga sekaligus
menggambarkan keyakinan dan hasratnya yang sangat kuat
untuk membangun agama dan negara.
3. Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1943, ia
kemudian melakukan satu langkah yang sangat penting dalam
rangka apa yang sering disebut sebagai education for all yaitu
mendirikan sekolah/madrasah pertama bagi kaum
perempuan. Sekolah/madrasah ini dinamakan Nahdhatul
Banat Diniyah Islamiyah (NBDI). Ini adalah merupakan
semangat pendidikan emansipatoris agar kaum perempuan,
sebagaimana kaum laki-laki, juga bangkit untuk memajukan
umat Islam, bangsa, negeri dan tanah air. Ia sangat kuat
berkeyakinan bahwa membangun lembaga pendidikan
merupakan langkah strategis membangkitkan kehidupan.
Selain pesantren dan madrasah yang ia dirikan sebelum
kemerdekaan, ia juga merintis berdirinya berbagai sekolah
dan perguruan tinggi setelah kemerdekaan. Bagi Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid lembaga pendidikan (pesantren dan
madrasah) bukan sekedar tempat belajar mengajar, akan
tetapi juga tempat menyiapkan pemimpin; menyemai dan
memperkokoh karakter, patriotism dan nasionalisme. Dan hal
ini benar-benar dilakukan oleh Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid. Pesantren dan madrasah menjadi pusat perlawanan
terhadap kolonialisme. Pada tahun 1947 misalnya, ia
membentuk sebuah kelasykaran Mujahidin, sama dengan
nama pesantren yang ia dirikan. Kelasykaran ini selain
masyarakat juga terdiri dari para santri, murid-murid dan
guru-guru pesantren dan madrasah yang ia pimpin. Di bawah
pimpinan adik kandungnya, kelasykaran ini melakukan
penyerangan terhadap tangsi NICA pada tahun 1947, setelah
peristiwa yang sama juga dilakukan di Bali. Tidak sedikit
santri dan guru yang meninggal dan ditangkap untuk
kemudian diasingkan sebagai akibat penyerangan ini. Tak
kurang adik kandungnya yang menjadi pemimpin kelasykaran
ini meninggal dalam pertempuran melawan NICA ini.
4. Setelah penyerangan terhadap NICA tahun 1947, Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid bersama Saleh Sungkar membentuk
sebuah wadah yang sifatnya politik untuk berjuang dan
memajukan masyarakat. Wadah ini bernama Persatuan Umat
Islam Lombok (PUIL). Semenjak pembetukan wadah ini,
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dan Saleh Sungkar
dikenal sebagai Dwi Tunggal dalam bidang politik kebangsaan.
Kiprah politik Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sejak era
Orde Lama hingga Orde Baru tidak bisa diabaikan. Ia aktif
menjadi anggota konstituante, kemudian aktif di Masyumi,
Parmusi dan kemudian Golkar.
5. Pada tahun 1948 ia dipercayakan menjadi Amirul Haj dari
Negara Indonesia Timur (NIT). Ini adalah merupakan
rombongan kehormatan. Kemudian pada 1949 ia menjadi
anggota Delegasi NIT ke Saudi Arabia yang antara lain
bertugas untuk bertemu pemerintah Saudi. Tidak seperti yang
diharapkan oleh pemerintah Belanda, dua rombongan
kehormatan ini justru dimanfaatkan oleh Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid untuk bertemu dengan para Mukimun
(masyarakat Indonesia yang bermukim) di Saudi untuk
melakukan konsolidasi membangun semangat nasionalisme.
Sekembali dari Tanah Suci, para Mukimun tersebut melakukan
protes kepada pemerintah Belanda, sesuatu yang sama sekali
tidak diharapkan oleh pemerintah Belanda. Hal ini juga
dilakukan oleh eks haji kehormatan NIT di Lombok.
6. Pada tahun 1953 ia mendirikan sebuah organisasi Islam
Nahdhatul Wathan. Ini adalah organisasi Islam terbesar di
Lombok yang memberikan perhatian kepada pendidikan dan
agama dengan pengaruhnya yang sangat besar. Pengaruh
dalam bidang pendidikan sangat terasa. Semenjak pesantren
dan madrasah yang ia dirikan, hingga saat ini sektor
pendidikan mengalami perkembangan yang sangat cepat.
Modernisasi terus dilakukan dalam bidang ini hingga
berpengaruh dalam bidang kehidupan lain. Secara keagamaan,
nama Nahdatul Watan yang pada perkembangannya juga
menjadi nama Tarekat dengan Hizb (doa atau wirid-wirid) nya
yang khas dan besar berpengaruh terhadap tradisi keagamaan
masyarakat. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid hingga akhir
hayatnya terus membina, membimbing umat selain melalui
pendidikan juga melalui pengajian, organisasi dan Tarekat
Nahdhatul Wathan. Ajaran-ajaran Tarekatnya yang berbasis
kepada tradisi pemahaman keislaman yang moderat yaitu
Ahlus Sunah waljamaah menjadi trendsetter.
7. Pada akhirnya Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal
sebagai seorang nasionalis pejuang kemerdekaan, Dai,
Mubaligh, guru/pendidik, Ulama/intelektual, satrawan, politisi
dan guru Sufi Tarekat Hizbi Nahdhatul Wathan dan
pembaharu sosial keagamaan dan pendidikan. Ia juga
penerima Penghargaan Bintang Maha Putra.
ALMARHUM LAKSAMANA MALAHAYATI (KEUMALAHAYATI)
Tokoh dari Provinsi Aceh
PENERIMA GELAR PAHLAWAN NASIONAL
ALMARHUMAH LAKSAMANA MALAHAYATI (KEUMALAHAYATI)
A. RIWAYAT HIDUP :
1. Nama lengkap : Laksamana Keumalahayati
2. Jabatan : Admiral/Laksamana
3. Tempat, Tanggal lahir : Aceh Besar Tahun 1550
4. Wafat : Tahun 1615 M
5. Tempat Pemakaman : Desa Lamreh Kecamatan
Krueng Raya Kabupaten
Aceh Besar
6. - Ayah : Laksamana Mahmud Syah
7. Status perkawinan : Menikah
8. Suami : Laksamana Zainal Abidin
B. RIWAYAT PERJUANGAN :
1. Laksamana Keumalahayati adalah anak dari Laksamana
Mahmud Syah, cucu Laksamana Said Syah dan cicit dari
Sultan Aceh, Sultan Salahudin Syah yang memerintah
1530-1539. Semangat wira samudra ini merupakan
warisan dari ayah dan kakeknya yang juga menjadi
panglima angkatan laut Kesultanan Aceh. Laksamana
Keumalahayati lahir sekitar tahun 1550-an dan wafat
pada tahun 1615. Makamnya terletak di desa Lamreh,
Kecamatan Krueng Raya Kabupaten Aceh Besar. Pada
masa kanak-kanak dan remaja mengalami pendidikan di
istana dan juga pendidikan agama di meunasah, rangkang
dan dayah. Keumalahayati kemudian mengikuti jejak
ayah dan kakeknya, yaitu menempuh pendidikan militer
di akademi mahad Baitul Maqdis, ia memilih jurusan
angkatan laut. Setelah lulus dari akademi militer
tersebut, Keumalahayati diangkat oleh Sultan Alauddin
Riayat Syah Al-Mukammil (1589-1604), sebagai
komandan protokol istana Darud-dunia di Kesultanan
Aceh Darussalam.
2. Kisah perjuangan Keumalahati dimulai pasca terjadinya
peristiwa pertempuran Teluk Haru antara armada laut
Portugis melawan armada laut Kesultanan Aceh, pada
masa Sultan Alauddin Riayat Syah (1589-1604),
pertempuran ini dimenangkan oleh armada kesultanan
Aceh, namun pihak Aceh harus merelakan dua
laksamananya dan banyak prajurit yang gugur, termasuk
suami Keumalahayati, yaitu Laksamana Zainal Abidin.
Keumalahayati ingin berjuang juga seperti suaminya, dia
kemudian mengajukan usulan kepada Sultan Alauddin
untuk membentuk prajurit-prajurit yang berasal dari
para janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan.
Permintaan Malahayati dikabulkan oleh sultan, dia diberi
tugas untuk memimpin pasukan laut Inong Balee dan
Malahayati diangkat sebagai laksamana, wanita Aceh
pertama yang menyandang pangkat laksamana. Awalnya
berkekuatan 1000 pasukan, kemudian berkembang
menjadi 2000 pasukan. Pasukan Inong Balee ini mahir
menembakkan meriam dan menunggang kuda. Teluk
Lamreh Krueng Raya menjadi markas armadanya, dan
dekat teluk tersebut didirikan benteng. Waktu itu armada
laut Aceh berkekuatan 100 kapal/galley yang dapat
memuat 400-500 prajurit. Kapal perang Kesultanan Aceh
ini bahkan ukurannya melebihi kapal-kapal dagang
Eropa. Kapal-kapal perang Aceh ini bertugas menjaga
keamanan laut dan perdagangan Aceh. Armada ini juga
melindungi pelabuhan-pelabuhan dagang ditempat yang
jauh seperti Pedir dan Daya. Benteng inong balee terletak
dibukit berketinggian 100 meter dari permukaan laut.
Tembok benteng ini menghadap ke laut dengan
dilengkapi beberapa meriam.
3. 21 Juni 1599, Laksamana Malahayati memimpin armada
laut Kesultanan Aceh untuk menghadapi upaya para
pedagang Belanda yang datang dengan dua kapalnya,
yang memaksakan kehendaknya dalam perdagangan
dengan Kesultanan Aceh. Dalam peristiwa tersebut
Cornelis De Houtman dan beberapa pelaut Belanda
tewas. Wakil komandan armada Belanda Frederick de
Houtman ditangkap pihak Aceh.
4. Pada tanggal 21 November 1600, armada kapal dagang
Belanda yang bersenjata meriam menyerang sebuah
kapal dagang Kesultanan Aceh, akibat tindakan Belanda
ini Laksamana Malahayati kemudian melakukan
serangan terhadap kapal dagang Belanda yang datang ke
perairan Aceh, menahan para awaknya pada tanggal 31
juni 1601.
5. Laksamana Malahayati mewakili Sultan Aceh melakukan
perundingan damai dengan komandan empat kapal
dagang Belanda, komisaris Gerard de Roy dan Laksamana
Laurens Bicker yang datang ke Aceh tanggal 23 Agustus
1601. Perdamaian terwujud, Frederick de Houtman
dibebaskan, tetapi Belanda harus membayar kerugian
kepada kesultanan Aceh sebesar f. 50.000
6. Dalam bidang diplomasi peran Laksamana Malahayati
tercatat ketika Ratu Elizabeth I (1558-1603) mengutus
diplomatnya menghadap Sultan Aceh Alauddin,
pemimpin rombongan armada Inggris dipimpin oleh John
Lancaster yang tiba di pelabuhan Aceh pada 6 juni 1602.
Lancaster berunding dulu dengan Malahayati terkait
hubungan diplomatik tersebut.
7. Pada bulan Juni 1606, armada Portugis yang dipimpin
oleh Alfonso de Castro. Laksamana Malahayati bersama
Darmawangsa Tun pangkat (kelak menjadi Sultan
Iskandar Muda), armada Aceh berhasil mengalahkan
armada laut Portugis.
8. Laksamana Malahayati berhasil mengatasi konflik
internal istana Kesultanan Aceh, akibat putra tertua
Sultan Alauddin merebut kekuasaan dari ayahnya dan
mengambil gelar Sultan Ali Riayat Syah. Karena dianggap
tidak cakap, Laksamana Malahayati, kemudian
mendukung pencalonannya menggantikan pamannya
Sultan Ali Riayat Syah. Pada tahun 1607, Sultan Iskandar
Muda naik tahta sampai 1636. Pada tahun 1615,
Laksamana Malahayati meninggal dunia. Makamnya
terletak di desa Lamreh, Kecamatan Krueng Raya
Kabupaten Aceh Besar.
ALMARHUM SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH
Tokoh dari Provinsi Kepulauan Riau
PENERIMA GELAR PAHLAWAN NASIONAL
ALMARHUM SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH
A. RIWAYAT HIDUP :
1. Nama lengkap : Sultan Mahmud Riayat Syah
2. Jabatan : Sultan Riau Lingga Johor Pahang
3. Tempat, Tanggal lahir : Hulu Sungai Riau, Agustus 1760
4. Wafat : 12 Januari 1812
5. Tempat Pemakaman : Daik Lingga
6. Orang Tua
7. - Ayah : Sultan Abdul Jalil Muazam Syah
8. - Ibu : Tengku Putih
9. Anak : Tengku Husein Saleh (Titisan ke 8 dari Sultan Mahmud Riayat Syah
10. Alamat Ahli Waris : Per.Bukit Indah, Desa Air Raja, Tanjung Pinang Timur
B. RIWAYAT PERJUANGAN :
1. SULTAN Mahmud Riayat Syah ibni Sultan Abdul Jalil
Muazam Syah lahir di Dalam Besar Istana Kesultanan
Riau-Lingga, Hulu Riau, Tanjungpinang, pada Agustus
1760. Beliau mendapatkan pendidikan umum dan agama
Islam dengan baik di lingkungan istana Kesultanan Riau-
Lingga di bawah bimbingan paman-pamannya antara lain
Daing Kamboja dan Raja Haji, yang menjadi Dipertuan
Muda Kesultanan Riau-Lingga. Kala itu istana Kesultanan
Riau-Lingga memang juga berfungsi sebagai pusat
pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam, bagi
kalangan bangsawan. Beliau telah diangkat menjadi
sultan ketika berusia 2 tahun karena menggantikan
ayahandanya yang wafat. Beliau wafat di Daik, Lingga,
Kepulauan Riau pada 12 Januari 1812 dalam usia lebih
kurang 52 tahun.
2. Pada 1782 Sultan Mahmud Riayat Syah dan Yang
Dipertuan Muda IV Raja Haji memerangi Belanda yang
hendak menanamkan pengaruhnya di Riau-Lingga.
Perang Riau I itu berlangsung pada 1782—1784. Perang
yang berlangsung lebih kurang 2 tahun itu mencapai
puncaknya pada 6 Januari 1784. Pasukan Sultan Mahmud
Riayat Syah berhasil mengalahkan pasukan Belanda di
Tanjungpinang dan sekitarnya dalam suatu peperangan
yang sangat dahsyat sehingga menjatuhkan banyak
korban di pihak Belanda. Dalam perang itu pasukan Riau-
Lingga dapat meledakkan kapal komando Belanda
Malaka’s Walvaren. Bersamaan dengan itu, Belanda yang
kalah perang dipaksa keluar dari Riau dan terpaksa
kembali ke markasnya di Melaka.
3. Dari 22 Juni 1784 sampai dengan 29 Oktober 1784
terjadi kembali perang antara Kesultanan Riau-Lingga, di
bawah pimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah, dengan
Belanda di Tanjungpinang sebagai pusat kerajaan kala
itu. Belanda yang kalah dalam perang sebelumnya datang
kembali menyerang Riau-Lingga di bawah pimpinan
Pieter Jacob van Braam. Pada 29 Oktober 1784 Belanda
minta berdamai dan mengajak Sultan Mahmud Riayat
Syah untuk berunding pada 30 Oktober 1784 dan
menandatangani perjanjian dengan Belanda. Permintaan
Belanda itu ditolak oleh Sultan Mahmud Riayat Syah.
Pada 10 November 1784 Belanda kembali meminta
Sultan Mahmud Riayat Syah untuk menandatangani
perjanjian. Permintaan Belanda itu sekali lagi ditolak oleh
Sultan Mahmud. Laporan Belanda yang dibuat oleh
E. Netscher menyebutkan, “Sultan tidak berada dalam
keadaan siap untuk melaksanakan isi surat perjanjian
tersebut.”
4. Pada 7 Februari 1787 Belanda memaksakan lagi
ditandatangani perjanjian antara Kesultanan Riau-Lingga
dan Belanda. Permintaan Belanda itu sekali lagi ditolak
oleh Sultan Mahmud. Sebelum itu, pada Desember 1786
Sultan Mahmud Riayat Syah mengirim utusan secara
rahasia kepada Raja Tempasuk (Kalimantan) yang
merupakan penguasa bajak laut Ilanun. Beliau meminta
bantuan pasukan untuk menyerang Belanda di Riau. Atas
permintaan Sultan Mahmud, Raja Tempasuk mulai
mengirimkan pasukan bantuan mulai 2 Mei 1787 secara
bertahap sehingga seluruh bantuannya terdiri atas 90
kapal perang dengan kekuatan 7.000 prajurit.
5. Pada 10 Mei 1787 pecah perang antara koalisi nusantara
(Riau, Lingga, Johor, Pahang, Tempasuk, Kalimantan
Barat, Sulu, Batu Bahara, Rembau, dll.) yang dipimpin
oleh Sultan Mahmud melawan Belanda di Riau
(Tanjungpinang). Dalam Perang Riau II itu pasukan yang
dipimpin oleh Sultan Mahmud Riayat Syah berhasil
menghancurkan garnizun Belanda di Tanjungpinang
pada 13 Mei 1787. Pasukan Belanda yang masih hidup,
termasuk Residen David Ruhde, melarikan diri ke
Melaka.
6. Pada 24 Juli 1787 Sultan Mahmud Riayat Syah
memindahkan pusat pemerintahan dari Hulu Riau
(Tanjungpinang) ke Daik, Lingga. Beliau membawa serta
rakyatnya sehingga Pulau Bintan menjadi kosong, kecuali
yang tinggal hanya buruh kebun. Beliau mengubah
strategi perang melawan Belanda dengan strategi Perang
Gerilya Laut yang dipusatkan di Lingga, yang memiliki
604 pulau sebagai benteng alami. Dalam sebuah laporan
arsip catatan rapat VOC di Melaka pada 1790 disebutkan
bahwa kepindahan Sultan Mahmud dan pengikutnya ke
Lingga sangat membahayakan kedudukan Belanda di
kawasan Kepulauan Riau.
7. Dari pusat kerajaan yang baru, di Daik-Lingga, sejak 1788
sampai dengan 1793 Sultan Mahmud Riayat Syah
memerangi Belanda dengan cara perang gerilya laut.
Beliau dan pasukannya mengacaukan perdagangan
Belanda di Selat Melaka dan Kepulauan Riau dengan
menyerang pasukan Belanda di perairan tersebut.
Menurut pengakuan Gubernur VOC-Belanda di Melaka,
de Bruijn, “Kekuatan armada VOC tidak mampu
menandingi kekuatan armada laut Sultan Mahmud Riayat
Syah di ‘belantara lautan’ Kepulauan Lingga.”
8. Dengan kegigihan perjuangannya melawan Belanda, pada
29 Mei 1795 Gubernur Jenderal VOC-Belanda di Batavia
mengakui dan menyetujui kedaulatan Kesultanan Riau-
Lingga-Johor-Pahang di bawah pimpinan Sultan Mahmud
Riayat Syah. Pada 23 Agustus 1795 Gubernur Melaka
berkirim surat kepada Sultan Mahmud juga untuk
menyatakan pengakuan yang sama. Inggris pun membuat
pengakuan yang sama melalui Henry Newcome dan A.
Brown sebagai perwakilan Kantor Pusat Angkatan
Perang Kerajaan Inggris di Melaka. Bersamaan dengan
itu, pada 9 September 1795 Residen VOC di
Tanjungpinang dan pasukan Belanda ditarik dari Riau
(Tanjungpinang) serta benteng-benteng Belanda
dibongkar.
9. Pada 5 Januari 1811 Sultan Mahmud Riayat Syah
mengirimkan bantuan sebuah kapal perang lengkap
dengan prajurit dan persenjataannya yang digunakan
untuk melawan ekspansi Belanda ke Sumatera Timur,
Sumatera Selatan, dan Bangka-Belitung. Dengan
demikian, perjuangan Sultan Mahmud yang bertahta di
Lingga itu memang bertujuan untuk membebaskan
nusantara dari kekuasaan pihak asing, khususnya
Belanda.
10. Sultan Mahmud Riayat Syah mangkat pada 12 Januari
1812 (wafat dan dimakamkan di Daik Lingga dan diberi
gelar Marham Masjid Lingga.
ALMARHUM LAFRAN PANE
Tokoh dari Provinsi D.I.YOGYAKARTA
PENERIMA GELAR PAHLAWAN NASIONAL
ALMARHUM LAFRAN PANE
A. RIWAYAT HIDUP :
1. Nama lengkap : Lafran Pane
2. Jabatan : Pendiri Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI)
3. Tempat, Tanggal
lahir
: Sitirok, 12 April 1923
4. Wafat : 24 Januari 1991 di
Yogyakarta
5. Tempat Pemakaman : Karang Kajen, Yogyakarta
6. Orang Tua :
7. - Ayah : Sutan Pangurabaan Pane
8. - Ibu : Gonto Siregar Sitirok
9. Status perkawinan : Menikah
10. Istri : 1. Martha Dewi
2. Bisromah
11. Anak : Iqbal Lafran Pane
12. Alamat Ahli Waris : Jl. Pondok Betung No.100,
Bintaro, Tanggerang
Selatan
Banten
B. RIWAYAT PERJUANGAN :
1. Lafran Pane lahir pada tanggal 12 April 1923 di Sipirok,
Padang Sidempuan, Sumatera Utara dan meninggal dunia
pada tanggal 24 Januari 1991 di Yogyakarta. Ia
menempuh pendidikan dasar di kampung halamannya.
Pada tahun akhir pendidikan dasarnya, ia pindah ke
Batavia dan masuk kelas 7 pada HIS, lalu melanjutkan ke
MULO, AMS Muhammadiyah, dan Taman Dewasa Raya
Jakarta. Setelah kemerdekaan ia melanjutkan pendidikan
tinggi di Yogyakarta, yaitu ke Sekolah Tinggi Islam dan
Akademi Ilmu Politik yang merupakan cikal bakal
Fakultas Hukum, Ekonomi dan Politik UGM.
2. Pada tahun 1937 Lafran Pane pindah dari kampung
halamannya ke Batavia. Ia langsung bergabung dengan
kegiatan memperjuangkan kemerdekaan bangsa
Indonesia yang dibangun oleh para tokoh pergerakan
nasional. Keikutsertaannya dalam perjuangan di bawah
bimbingan kedua kakak kandungnya (Armijn Pane dan
Sanusi Pane) yang dikenal sebagai tokoh muda
pergerakan nasional. Di antara organisasi perjuangan
yang diikuti oleh Lafran Pane adalah Barisan Pemuda
Gerindo (1940-1942) dan Indonesia Muda (1940-1942).
3. Pada tahun 1942 pemerintahan kolonial Hindia Belanda
berakhir, digantikan pemerintah pendudukan Jepang.
Saat itu Lafran tinggal di Jakarta dan segera bergabung ke
dalam kelompok pemuda pejuang. Ia masuk ke dalam
kelompok muda radikal yang menolak kemerdekaan
melalui restu dari pemerintah pendudukan Jepang.
Antara 14-17 Agustus 1945 aktif dalam berbagai
aktivitas pemuda radikal menekan para tokoh tua yang
tergabung dalam PPKI agar segera memproklamasikan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
4. Setelah Proklamasi kemerdekaan, Lafran melanjutkan
studi ke Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta 1946-
1948. Selama menjadi mahasiswa STI, ia memprakarsai
pembentukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Organisasi ini berdiri pada tanggal 5 Februari 1947 di
Yogyakarta. Pembentukan HMI sangat penting karena
menjadi organisasi yang menghimpun kontribusi para
mahasiswa untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Di bawah pengaruhnya, orientasi HMI
menjadi nasionalis sehingga HMI mendukung ideologi
Pancasila. Organisasi HMI menolak gagasan
pembentukan Negara Islam yang digagas Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo, pendiri gerakan Darul Islam.
5. Lafran Pane menjadi salah satu tokoh utama penentang
PKI yang menggagas pergantian ideologi negara dari
Pancasila menjadi Komunisme. Pada tanggal 30
September 1965 PKI melancarkan kudeta. Ia turut
memelopori pembentukan Ikatan Sarjana Muslimin
Indonesia (ISMI) yang menghimpun para sarjana
antikomunis. ISMI memberikan dukungan kepada
Pangkostrad/Pangkopkamtib Letjen Soeharto untuk
menumpas G3S/PKI.
6. Setelah lulus dari Akademi Ilmu Politik (AIP), Lafran
Pane memilih profesi sebagai dosen di Universitas Gajah
Mada (UGM) hingga dianugerahi gelar Guru Besar.
Selama menjadi dosen, ia mengembangkan pemikiran
dan sikap politik yang mendorong para mahasiswanya
untuk memberikan kontribusi membangun bangsa dan
Negara Republik Indonesia.
7. Lafran memelopori pembentukan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (FKIP) UGM untuk memenuhi
kebutuhan guru pada pendidikan dasar dan menengah.
Saat itu jabatannya adalah Direktur Kursus BI dan BII
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam
perjalannya FKIP UGM menjadi Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta dan kemudian
menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
PENUTUP
Demikian profil ini kami sajikan, semoga dapat memberikan
manfaat kepada kita semua. Akhir kata kami haturkan permohonan
maaf yang sebesar-besarnya untuk segala kekurangan dan
keterbatasan dalam penyajian.
Terima kasih.