Post on 26-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif akut atau otitis media
akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang
menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Otitis media akut (OMA) terjadi akibat faktor
pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknya mikroba ke telinga tengah menjadi
terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksi saluran napas atas merupakan faktor
pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makin sering seseorang terutama anak-anak
mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya orang tersebut
mengalami OMA.1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan
atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami
otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia
1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun
dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya
25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.2
Bakteri penyebab OMA yang utama adalah Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus
aureus, dan Pneumokokus. Selain itu kadang juga dapat disebabkan oleh Hemofilus
influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aurugenosa. Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas 5 stadium
berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar: (1) stadium oklusi tuba yang
ditandai adanya retraksi membran timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah; (2)
stadium hiperemis, yang ditandai adanya edema, hiperemia, dan pelebaran pembuluh darah
pada membran timpani; (3) stadium supurasi, yaitu terbentuknya eksudat yang purulen di
dalam telinga tengah, menyebabkan bulging membran timpani, dan nyeri di telinga
bertambah berat; (4) Stadium perforasi yang terlihat dengan adanya ruptur membran timpani
dan nanah mengalir ke telinga luar; (5) stadium resolusi yaitu bila keadaan telinga tengah
1
kembali normal dan perforasi membran timpani tertutup. Bila pada stadium resolusi
penyembuhan tidak berjalan dengan baik, maka perforasi bisa menetap dengan sekret yang
mengalir terus atau menghilang, berkembang menjadi OMSK.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1
II. EPIDEMIOLOGI
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA makin besar kemungkinan terjadinya
otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya
pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal. Anak lebih mudah terserang otitis media
dibanding orang dewasa karena beberapa hal, yaitu: (1) Sistem kekebalan tubuh anak
masih dalam perkembangan, (2) Saluran eustachius pada anak lebih lurus secara
horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah. (3)
Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan
tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan
dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.1
III.ETIOLOGI
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media akut.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan
invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan
salah satu faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeruginosa.¹ Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme
penyebab tersering pada semua kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah
patogen tersering yang ditemukan pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga
patogen pada orang dewasa.
3
IV. PATOGENESIS
Otitis media akut sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan
normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
4
5
V. DIAGNOSIS
Gambaran Klinis
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga,
suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang
lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 °C (stadium
supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang
telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
6
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar, yaitu :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara.
Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat.
Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret
yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga
sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat,
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler,
serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan
7
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke
liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup
kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur (perforasi) tidak mudah menutup
kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan
pus keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang
tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA
berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar
terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani
tanpa terjadinya perforasi.
VI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan
yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan
komplikasi. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan
8
fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak
yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB,
amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala- gejala klinis lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap
di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran.
Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan
dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak
kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya
akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane
timpani. Pada keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
VII. KOMPLIKASI
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat
tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
otitis media supuratif kronis. OMA dengan perforasi membran timpani dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih
9
dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang
terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis,
komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses
otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1 Identitas
Nama : An. R
Usia : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : xxxx
No. RM : 080831
III.2 Anamnesis
III.2.1 Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kiri.
III.2.2 Keluhan Tambahan
Tidak ada.
III.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh keluar cairan pada telinga kiri sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan berbau.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri
pada telinga. Pasien mengaku memiliki riwayat demam disertai batuk pilek
dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri telinga dan
demam dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada
keluhan pada telinga kanan. Keluhan berupa telinga berdenging, berdengung
ataupun rasa penuh di telinga disangkal. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri
menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.
11
III.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya.
III.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini.
III.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum obat penurun panas yang didapatkan dari
puskesmas.
III.3 Pemeriksaan Fisik
III.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : Afebris
Status gizi
Berat badan : 16 kg
III.3.2 Status telinga hidung tenggorokan
12
a. Telinga
Bagian Kelainan
Auris
Dextra Sinistra
Preaurikula
Kelainan
kongenital
Radang dan tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
Aurikula
Kelainan
kongenital
Radang dan tumor
Trauma
-
-
-
-
-
-
Retroaurikula
Edema
Hiperemis
Nyeri tekan
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Palpasi
Nyeri pergerakan
aurikula
Nyeri tekan tragus
-
-
-
-
Canalis
Acustikus
Externa
Kelainan
kongenital
Kulit
Sekret
-
Tenang
-
-
Tenang
+ (putih)
13
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Cholesteatoma
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Membrana
Timpani
Warna
Intak
Retraksi
Refleks cahaya
Perforasi
putih keabu-
abuan
(+)
(-)
(+)
(-)
Hiperemis
(-)
(-)
(-)
(+)
b. Hidung
Rhinoskopi
anterior
Cavum nasi kanan Cavum nasi kiri
14
Mukosa
hidung
Hiperemis (-), sekret (-),
massa (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
massa (-)
Septum nasi Deviasi (-), dislokasi (-) Deviasi (-), dislokasi (-)
Konka inferior
dan media
Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), hiperemis (-)
Meatus
inferior dan
media
Polip (-) Polip (-)
c. Tenggorokan
Bagia
n
Kelainan Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
Tenang
Bersih, basah,gerakan normal kesegala arah
Tenang, simetris
Caries (-)
Simetris
Tonsil
Mukosa
Besar
Kripta :
Detritus :
Perlengketan
Tenang
T1 – T1
Normal - Normal
(-/-)
(-/-)
15
Faring
Mukosa
Granula
Post nasal drip
Tenang
(-)
(-)
III.4 Diagnosis
III.4.1 Diagnosis kerja
Otitis media akut stadium perforasi auris sinistra
III.4.2 Diagnosis banding
-
III.5 Tatalaksana
III.5.1 Farmakologis
Pembersihan liang telinga dengan suction.
Pemberian obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari.
Pemberian obat oral :
- Antibiotik : Cefadroxyl sirup 2 x 2 cth selama 7 hari.
III.5.2 Non-farmakologis
Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak
mengorek-ngorek liang telinga.
Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang
agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.
Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi
telinga kanan ditutup dengan kapas.
Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat
perkembangan peyembuhan pada perforasi membran timpani.
III.6 Prognosis
16
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis otitis media akut stadium perforasi didapatkan melalui hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi
dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat demam dan batuk pilek dengan
keluarnya cairan putih kekuningan yang berbau yang keluar dari telinga menunjukkan
penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat
menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada
telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan pasien.
Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa
17
telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian
timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada telinga akibat proses inflamasi.
Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan perjalanan
penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium supurasi dan
stadium perforasi saat pasien datang berobat ke Poliklinik.
Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi pada
telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kiri dengan daerah hiperemis
pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani tampak hiperemis dengan pelebaran
pembuluh darah pada membran timpani. Pada membran timpani juga terlihat perforasi
dengan sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi.
Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru terjadi
selama 3 hari dengan sekret keluar menunjukkan adanya proses akut pada telinga. Pasien juga
mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan dari telinga kiri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan lubang perforasi tunggal.
Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi gejala
yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga infeksi tidak
menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini berupa
antibiotik selama 7 hari. Antibiotik oral diberikan pada pasien ini untuk menjamin adekuasi
terapi. Pada pasien ini diberikan cefadroxyl sirup 2 x 2 sendok teh selama 7 hari. Selain itu
diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari.
Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan
terutama penutupan pada perforasi membran timpani. Kontrol diperlukan untuk menilai
terapi telah adekuat atau belum, agar dapat mencegah perkembangan penyakit menjadi
OMSK.
18
BAB V
KESIMPULAN
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut
terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke
dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya
OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran
nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA.
19
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan
yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger. 1997. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan Leher. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
2. Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
3. Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Graaff, v D. 2001. Van De Graaff Human Anatomy 6th Ed. The McGraw−Hill
Companies, New York.Hellstorm, 2003. Tympanic membrane vessel revisited: a
study in an animal model. Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology,
University Hospital of Umeå, Sweden. Published by: pubmed.gov accessed from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306 july 30th 2015.
20
5. Howard, et. Al. 2009. Middle Ear, Tympanic Membrane, Perforations. Medscape.
Accesed from http://emedicine.medscape.com/article/858684-overview#a0104
at july 30th 2015.
6. Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi keenam. Jakarta: Balai penerbit FKUI
21