Post on 18-Feb-2015
description
PERCOBAAN VI
PEMBUATAN GARAM KOMPLEKS DAN GARAM
RANGKAP
1. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Mempelajari pembuatan garam rangkap Kupri Ammonium Sulfat dan
garam kompleks Tetraammintembaga (II) Sulfat monohidrat.
1.2. Mempelajari sifat-sifat garam rangkap Kupri Ammonium Sulfat dan
garam kompleks Tetraammintembaga (II) Sulfat monohidrat.
II. DASAR TEORI
2.1. Ion Kompleks
Suatu kompleks didefinisikan sebagai ion yang tersusun dari atom
pusat yang mengikat secara koordinasi sejumlah ion atau molekul netral
yang dikenal sebagai ligan.
(Cotton, 1989)
Ion kompleks terdiri dari ion logam yang dikelilingi oleh
sejumlah ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai
pasangan elektron bebas. Pada umumnya ion logam yang membentuk
ion kompleks dan mempunyai orbital d kosong pada ikatan yang terjadi
antara ion logam dan ligan adalah kovalen koordinasi.
Berdasarkan ikatan valensi, ikatan pada ion kompleks terjadi
karena adanya tumpang tindih orbital ligan yang berupa molekul atau
ion yang mempunyai pasangan elektron bebas dengan ion yang masih
kosong.
(Syarifudin, 1994)
2.2. Pembentukan Kompleks
Suatu ion (molekul) kompleks terdiri dari satu ion (atom) pusat
dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat itu. Atom pusat
ini ditandai dengan bilangan koordinasi, suatu angka bulat yang
menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk
kompleks yang stabil dengan atom pusat. Bilangan koordinasi
menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom/ion yang disebut
bulatan koordinasi yang masing-masing dapat terhuni 1 ligan
monodentat. Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris.
Menurut G.N Lewis (1916), ketika menguraikan teorinya tentang
ikatan-ikatan kimia yang didasarkan atas pembentukan pasangan
elektron, menerangkan pembentukan kompleks terjadi karena
penyumbangan suatu pasangan elektron seluruhnya oleh satu atom
ligan kepada atom pusat. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam
larutan. Suatu fenomena lain yang penting yang sering terlihat bila
kompleks terbentuk adalah kenaikan kelarutan, banyak endapan bisa
melarut karena pembentukan kompleks.
(Vogel, 1079)
2.3. Pembuatan Senyawa Kompleks
Untuk membuat senyawa kompleks harus diperhatikan agar
hasilnya cukup banyak dan cara yang baik untuk mengisolasinya. Cara-
cara isolasi itu antar lain :
a. Penguapan pelarut dan pendinginan larutan yang pekat dalam
campuran pendingin es garam.
b. Penambahan pelarut yang bercampur dengan pelarut semula,
tetapi tidak melarutkan zat terlarut.
c. Untuk mempercepat kristalisasi yaitu dengan pendinginan dan
penambahan kristal zat terlarut.
d. Bila kompleks berupa kation, ke dalam larutan dapat
ditambahkan anion yang dapat menyebabkan terjadinya
endapan dan sebaliknya.
(Sukardjo, 1992)
2.4. Garam Kompleks dan Garam Rangkap
Beberapa garam dapat mengkristal dari larutannya dengan
mengikat sejumlah molekul air sebagai hidrat. Contoh: CuSO4,5H2O,
FeSO4.7H2O dan Al2(SO4)3.9H2O. Bentuk struktur dalam kristal terdiri
atas kation terhidrat dan anion terhidrat, seperti Cu(H2O)42+ dan
SO4(H2O)2- dalam CuSO4,5H2O. Selain itu banyak dijumpai ion logam
transisi dengan molekul atau ion ynag terikat lebih kuat daripada
molekul air. Contohnya, Co(NH3)63+ dan Fe(CN)6
3-.
Garam-garam yang mengandung ion-ion kompleks misalnya
Heksaaminkobalt(II) Klorida, Co(NH3)6Cl3 dan
Kaliumheksaaminferat(III), K3Fe(CN)5. Garam rangkap adalah garam
kristalin ynag mempunyai dua anion atau kation yang berbeda.
Pembentukan garam rangkap terjadi apabila dua garam mengkristal
bersama-sama dalam perbandingan tertentu. Garam rangkap memiliki
struktur sendiri dan tidak harus sama dengan struktur garam
komponennya, misalnya garam alumina KAl(SO4)2.12H2O dan
Ferroaluminiumsulfat Fe(NH3)2(SO4).6H2O. Garam rangkap dalam
larutan akan terionisasi menjadi ion-ion komponennya (biasanya
terhidrat).
Garam rangkap dan garam kompleks yang dibuat dalam pelarut
air dan terionisasi menjadi ion-ion yang tidak sama persis jenisnya
sehingga kedua jenis garam tersebut mempunyai sifat yang berbeda,
misalnya kelarutannya, warna larutan, dan daya hantar listrik.
(Ahmadi, 1994)
2.5. Teori Kristalisasi
Kritalisasi adalah salah satu cata untuk memurnikan padatan yang
masih kotor, sebagai pelarut umumnya air, prinsip yang digunakan
disini adalah zat yang larut dalam air panas kelarutannya lebih besar
dari pada dalam air dingin :
Kristalisasi dengan pendinginan
Kristalisasi dengan penguapan
Kristalisasi dengan salting out
(Austin 1986)
2.6. Kompleks Werner dan Kompleks Logam Karbonil
Kompleks Werner adalah kompleks yang tidak berisi ikatan logam-
karbon dan kompleks sianida.Untuk membuat senyawa-senyawa
kompleks yang harus diingat adalah hasilnya harus cukup banyak,
adapun cara-cara isolasinya adalah :
Penguapan pelarut dan pendingin larutan yang pekat dalam
campuran pendingin es garam, kristalisasi dapat dipercepat dengan
penambahan sedikit kristal senyawa yang bersangkutan dan dengan
menggores dinding bejana bagian dalam.
Penambahan pelarut yang bercampur dengan pelarut semula, tetapi
tidak melarutkan zat yang terlarut. Pendingin, penambahan kristal
zat terlarut dapat mempercepat kristalisasi.
Bila kompleksnya berupa kation kedalam larutan dapat
ditambahkan anion yang dapat menyebabkan terjadinya endapan
dan sebaliknya. Kompleks logam karbonit adalah kompleks yang
paling sedikit berisi satu ikatan logam kation.
Senyawa golongan ini tidak mempunyai sifat garam. Seperti
golongan kompleks Werner dan bersifat kovalen umumnya larut dalam
pelarut non polar, mempunyai blok lebur dan titik didih rendah.
Pembuatan kompleks golongan ini dapat yang dilakukan dengan cara
destilasi, sublimasi, dan proses kromatografi.
(Sukardjo, 1992)
2.7. Kompleks Inert dan Labil
Suatu kompleks disebut labil bila ligannya dapat diganti dengan
ligan lain secara cepat, disebut inert bila penggantian ini berjalan secara
lambat. Walaupun biasanya kompleks yang stabil bersifat inert dan
kompleks yang tidak stabil bersifat labil, namun sebenarnya antara
keduanya tidak ada hubungan. Ini disebabkan karena labilitas
merupakan sifat kinetic dan stabilitas merupakan sifat thermodinamik.
Stabilitas kompleks ditentukan oleh energi reaksi, yaitu beda antara
energi hasil reaksi dan pereaksi. Bila energi reaksi ini besar, berarti
hasil reaksi stabil. Labilitas kompleks ditentukan oleh beda energi
senyawa tersebut dentat kompleks aktif. Bila energi ini besar, reaksi
lambat, kompleks bersifat inert.
(Sukardjo, 1992)
2.8. Kimiawi Ion Akuo dan Larutan Akuo
Di antara bebagai kristal, hidrat lainnya sulfat biru CuSo4.5H2O
yang paling dikenal. Ia dapat terhidrasi menjadi zat anhidrat yang
benar-benar putih. Penambahan ligan kepada larutan akuo
menyebabkan pembentukan kompleks dengan pertukaran molekul air
secra berurutan, Dengan NH3, misalnya spesies [Cu(NH3)(H2O)5]2+…
[Cu(NH3)4(H2O)2]2+.
(Cotton,1989)
2.9. Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang molekul-molekulnya
tersusun dari gabungan dua molekul atau lebih molekul yang sudah
jenuh. Pembuatan dari kompleks-kompleks logam biasanya dilakukan
dengan molekul-molekul atau ion-ion tertentu. Penelitian-penelitian
pertama selalu memakai amoniak dan zat yang terjadi disebut
logammamine. Kemudian ternyata, bahwa anion-anion seperti CN-,
NO2-, NCS-, dan Cl- juga membentuk kompleks dengan logam-logam.
(Sukardjo, 1992)
Suatu ion atau molekul kompleks, terdiri dari atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom pusat itu. Jumlah relative
komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak
mengikuti stoikiometri tertentu. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan
koordinasi yaitu suatu angka yang dapat menunjukan jumlah ligan yang
dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar
atom ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi yang masing-
masing dapat dihuni oleh suatu ligan.
(Vogel,1990)
2.10. Ligan
Ligan adalah molekul netral yang merupakan donor elektron.
Beberapa ligan yang umum adalah F-, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH,
OH-, ligan-ligan seperti ini bila menyumbang sepasang elektronnya
kepada sebuah atom ligan disebut ligan monodentat (ligan bergigi satu),
contohnya NH3, Cl-, CN-.
Ligan yang mempunyai dua atom donor yang dapat melekat pada
sebuah logam disebut ligan bidentat, misalnya etilendiamin dan ion
oksalat, sedangkan ligan yang mempunyai dua atau lebih atom donor
yang secara bersamaan dapat mengikat satu atom logam disebut ligan
polidentat, misalnya ligan tri-kuadripenta dan heksadentat.
(Brady, 1992)
2.11. Kristalisasi
Kristalisasi adalah cara untuk memurnikan padatan yang masih
kotor sebagai pelarut umumnya air, prinsip yang digunakan zat yang
larutdalam air panas kelarutannya lebih besar daripada dalam air dingin.
Ada 4 macam proses kristalisasi, yaitu:
1. Kristalisasi dengan Pendinginan
Berlaku untuk zat yang memiliki perubahan daya larut besar
terhadap perubahan suhu.
2. Kristalisasi dengan Penguapan
Berlaku untuk larutan yang mempunyai perubahan daya larut kecil
terhadap perubahan suhu sehingga bila temperature diubah relative
besar maka kristal yang akan terbentuk sedikit.
3. Kristalisasi Adiabatis
Merupaka gabungan dari a dan b. Metode ini sering disebut metode
vakum. Maksud dari pendinginan adalah memperkecil daya larut.
Sedangkan penguapan bertujuan membuat tekanan total dan
permukaan lebih kecil dari tekanan uappada suhu tersebut,
sehingga perubahan keadaan ini secara adiabatis karena
pendinginan terjadi karena penguapan sistem itu sendiri.
4. Kristalisasi dengan Salting Out
Pengeluaran garam dari larutan dengan penambahan zat baru ke
dalam laruatn dengan tujuan menurunkan daya larut solvent
terhadap solute, diusahakan dalam keadaan suhu dan tekanan tetap,
daya larut solventterhadap solute akan turun sehingga elepaskan
zat baru yang memiliki daya larut lebih besar dalam solvent
daripada solute awal.
(Cahyono, 1991)
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
3 buah tabung reaksi besar dan kecil
1 buah gelas ukur 50 mL
1 buah gelas ukur 10 mL
2 buah gelas beker 100 mL
2 set gelas arloji
1 set pompa vakum
1 set pemanas
3.1.2. Bahan
kristal kupri sulfat pentahidrat
kristal ammonium sulfat
etil alkohol
3.2. Skema Kerja
1. Pembuatan garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O
Penambahan 10 mL akuades
Pemanasan sampai larut sempurna
Pendinginan dan pendiaman satu
malam
Pendinginan dengan water bath
Pendekantiran
Pengeringan
Penimbangan dan Perhitungan
4,99 g CuSO4.5H2O + 2,64 g (NH4)2SO4
Gelas Beker
Kristal
Kertas Saring
Filtrat
Hasil
2. Pembuatan garam kompleks Cu(NH3)4SO4(H2O)
Pengenceran dengan 5 mL akuades
Pencampuran
Pengadukan hinggal larut sempurna
Penambahan 8 mL etanol
Penutupan dengan gelas arloji
Pendiaman satu malam
Pengadukan
Pendekantiran
Pencucian dengan 3 mL campuran NH3
dengan etanol (1 : 1)
Pencucian dengan 5 mL etanol
Penyaringan dengan pompa vakum
Penimbangan
Penentuan mol NH3 yang diperlukan
Campuran
Gelas Beker
Kristal
Kertas Saring
Filtrat
Hasil
8 mL Larutan NH3 15 M
Cawan Penguapan
0,02 mol CuSO4.5H2O
Gelas Arloji
3. Perbandingan beberapa sifat garam tunggal, garam rangkap, dan
garam tunggal
Penambahan akuades 2 mL
Pengamatan perubahan yang terjadi
Penambahan tetes demi tetes NH3
Pengamatan perubahan yang terjadi
Pelarutan masing-masing dalam 5
mL akuades
Pembandingan warna larutan
Pengenceran setiap larutan dengan
20 mL akuades
Pencatatan perubahan warna
1 mL CuSO4
Tabung Reaksi
Hasil
Garam Rangkap (hasil perlakuan 1)
Tabung Reaksi
Garam Kompleks (hasil perlakuan 2)
Tabung Reaksi
Hasil
Pemanasan masing-masing tabung
reaksi
Pencatatan perubahan warna
Garam Rangkap (hasil perlakuan 1)
Tabung Reaksi
Garam Rangkap (hasil perlakuan 2)
Tabung Reaksi
Hasil