Post on 21-Dec-2015
description
Gangguan Kejang
September 15, 2008 by nirwanatjeh
Patofisiologi
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas
neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini
bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum,
melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang
terkena. Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya. Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit.
Insidens
Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun,
kebanyakan terjadi karena demam.
Jenis Kejang
A. Kejang Parsial
Kejang Parsial Sederhana
1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh :
umumnya gerakan kejang yang sama.
Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh
dari udara, parestesia.
Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.
Kejang parsial komplesk
1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.
2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir, mengunyah,
gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3. Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.
B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)
Kejang Absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya
pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik
Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak
Kejang Mioklonik→Lanjutan
1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-
kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.
3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat
Kejang Tonik-Klonik
1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas,
batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.
2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.
3. Tidak adan respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical
Kejang Atonik
1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,
kepala menunduk atau jatuh ketanah.
2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.
Status Epileptikus
1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.
2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
Manifestasi Klinik
Lihat kotak menifestasi klinis
Komplikasi
1. Pnemonia aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
1.1. Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal
1.2. Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin
dindakasikan
2. Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan
magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
(regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan
pemindaian CT.
4. PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran
darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).
5. Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris
dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang
patologik).
6. Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.
6.1. Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi.
6.2. Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada
kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah
trombosit.
6.3. Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali
diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang
dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji
glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang
berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
6.4. Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
6.5. Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan
dan jika kepatuhan pasien diragukan.
Penatalaksanaan Medis
Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal
adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek
samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan
variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan.
Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.
Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya.
Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino
penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat
antikonvulsan yang umum dipakai:
1. Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus;
kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml
2. Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus;
kadar terapeutik 10-20mcg/ml
3. Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar
tapeuretik: 4-12 mcg/ml
4. Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang
tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran;
kadar terapeutik 40-100 mcg/ml
5. Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang
tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.
6. Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.
7. Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme
infantile.