Post on 03-Feb-2018
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
PENERBITAN ONLINE AWAL
Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
1
PREDIKSI CURAH HUJAN DAN JUMLAH JAM HUJAN DENGAN
MENGGUNAKAN ADAPTIVE NEURAL FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)
(Studi Kasus: PT. Adaro, Kalimantan Selatan)
Rico Ricardo Lumban Gaol, Atika Lubis, dan Edi Riawan
Program Studi Meteorologi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Prediksi dilakukan untuk parameter curah hujan dan jumlah jam hujan di wilayah Kalimantan
Selatan khususnya pada daerah pertambangan PT. Adaro Indonesia. Teknik prediksi dilakukan melalui
training, sehingga hasil prediksinya dapat beragam untuk setiap member function (fungsi keanggotaan)
prediksi. Atau dengan kata lain dapat memberikan nilai ketidakpastian hasil prediksi. Hasil prediksi curah
hujan tersebut menghasilkan RMSE (Root Mean Square Error). Model temporal hasil identifikasi Adaptive
Neural Fuzzy Inference System (ANFIS) dapat dipergunakan untuk memprediksi curah hujan (CH) dan
jumlah jam hujan (rainhour). Hasil verifikasi skenario 3 (tiga) prediksi pada tahun 2012, jumlah CH dan
rainhour didapatkan nilai korelasi masing-masing sebesar 95% dan 94%. Adapun skenario 3 yang dimaksud
adalah skenario dengan menggunakan 3 jenis inputan, yaitu CH(t-6); CH(t-12); CH(t-18). Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam sistem prediksi kedepannya. Dan dapat disimpulkan pula
bahwa dengan metode ANFIS dapat digunakan sebagai motode prediksi CH dan rainhour yang cukup akurat
di daerah ini.
Kata kunci: ANFIS, Rainhour, Prediksi.
1. PENDAHULUAN
Di Indonesia kejadian anomali
cuaca dominan memengaruhi produktivitas
di berbagai bidang kerja terutama di
lapangan (outdoor). Adapun faktor cuaca
yang paling terasa perubahannya akibat
anomali cuaca adalah curah hujan. Dampak
anomali cuaca di lapangan diantaranya
adalah terjadinya gangguan secara langsung
terhadap lingkungan, seperti terjadinya
genangan dan kekeringan berkepanjangan.
Kalimantan Selatan merupakan
daerah bertipe hujan yang dipengaruhi oleh
monsoon. Namun, pernah beberapa kali
terjadi hujan di atas kebiasaan (ekstrim).
Oleh karena itu dibutuhkan prediksi
terkait kondisi curah hujan kedepannya.
Adapun prediksi curah hujan yang sering
dilakukan ialah untuk menghasilkan output
prediksi beberapa saat kedepan, baik sejam
kedepan, sehari kedepan, maupun sebulan
kedepan atau bahkan beberapa tahun
kedepannya. Namun semakin panjang
jangka waktu yang diprediksi maka
kesalahan (error) model juga semakin besar
(Warsito, 2008). Oleh karena itu diperlukan
metode yang dapat menghasilkan keluaran
terbaik agar dapat diaplikasikan langsung
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam tugas akhir ini akan
digunakan tools Adaptive Neural Fuzzy
Inference System (ANFIS) sebagai model
prediksi curah hujan (CH) dan jumlah jam
hujan (rainhour) bulanan. Sebab banyak dari
penelitian-penelitian sebelumnya telah
menggunakan model ini untuk memprediksi
curah hujan suatu daerah. Salah satunya
Suwarman pada tahun 2010.
2. DATA DAN METODE
Dalam penelitian ini hanya
menggunakan 1 (satu) jenis data, yaitu data
observasi lapangan dari salah satu kontraktor
PT. Adaro Indonesia, Kontraktor PAMA,
yaitu data AWS (Automatic Weather
Station) dan rain gauge (penakar hujan).
Adapun variabelnya ialah Rainfall/curah
hujan (CH), Rainhour/jumlah jam hujan.
Data ini berupa harian dan diubah menjadi
data bulanan yang digunakan sebagai input
model.
2
Gambar 1. Diagram Alir
Diagram alir di atas merupakan
proses kerja penelitian ini secara umum.
Tahap awal sebelum melakukan prediksi,
penelitian memulai dengan mengaji
karateristik cuaca di daerah kajian.
Dalam penelitian ini, data yang ada
akan digunakan sebagai inputan data
training dan checking. Adapun prosesnya
akan dilakukan dengan beberapa skenario
dari beberapa susunan dan panjang data
yang berbeda.
2.1 Karateristik Cuaca Daerah Kajian
dengan Bantuan Wavelet
Analisis wavelet merupakan
metode yang umum digunakan pada
berbagai bidang disiplin ilmu, salah satunya
meteorologi. Dalam meteorologi analisis
wavelet dapat digunakan untuk mengetahui
siklus curah hujan pada suatu kawasan serta
menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi curah hujan tersebut.
Dengan menggunakan analisis
wavelet pada curah hujan bulanan (time
series) disuatu daerah dapat diketahui:
· Periode curah hujan daerah tersebut
apakah setahun, setengah tahun
atau memiliki periode lainnya serta
kapan terjadinya.
· Faktor yang mempengaruhi curah
hujan daerah tersebut. Misalnya,
periode curah hujan daerah tersebut
ialah setengah tahun, maka dapat
disimpulkan bahwa daerah tersebut
dipengaruhi monsoon.
· Beberapa periode yang dominan
dan tidak dominan.
· Menentukan pola curah hujan
daerah tersebut apakah termasuk
daerah: lokal, ekuatorial atau
monsun.
Untuk melihat komposit bulanan
tersebut digunakan data harian lapangan dari
tahun 2002 – 2012 (Juli). Data harian
dijadikan ke bulanan dan dianalisa dengan
menggunakan bantuan Morlet Wavelet.
Langkah pengerjaan ANFIS
Langkah pengerjaan dengan ANFIS
secara umum dapat diilustrasikan seperti
skema di bawah ini:
Gambar 2. Alur ANFIS
2.2 Verifikasi Hasil Prediksi Curah
Hujan dengan Korelasi dan RMSE
Validasi dapat diterapkan pada
berbagai model prakiraan karena pada
dasarnya data yang dipakai dalam proses
validasi adalah sama, yaitu observasi (data
real) dan hasil prakiraan. Adapun yang
dipakai dalam penelitian ini ialah validasi
dengan korelasi dan RMSE.
Korelasi dinyatakan dengan suatu
koefisien (dinotasikan dengan r) yang
menunjukkan hubungan (linear) relatif
antara dua variabel. Dalam validasi hasil
prakiraan, dua variabel yang dimaksud
adalah observasi atau data real (dinotasikan
dengan Y ) dan hasil prediksi (dinotasikan
dengan Ŷ).
3
Koefisien korelasi dihitung dengan
menggunakan persamaan :
dengan
rYŶ: koefisien korelasi antara observasi
(data real) dengan hasil prakiraan
Yi: observasi (data real) pada periode ke–
dengan i=1,2,…,n Ӯ: nilai rata–rata observasi (data real)
Ŷi: hasil prakiraan pada pada periode ke– i
dengan i=1,2,…,n Ŷ: nilai rata–rata hasil prakiraan
N: panjang periode
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengolahan data yang telah
dijelaskan sebelumnya, didapatkan hasil
yang cukup representatif untuk prediksi CH
dan rainhour di wilayah Kalimantan Selatan
khususnya Kabupaten Tabalong daerah
Tutupan pertambangan PT. Adaro
Indonesia.
3.1 Karateristik Curah Hujan Wilayah
South Tutupan
Penerapan metode prediksi CH
yang didasarkan pada model statistik,
termasuk wavelet, memerlukan pemahaman
karakteristik hujan di wilayah yang akan
diprediksi. Hal ini penting mengingat model
yang dihasilkan sangat bergantung pada data
yang digunakan untuk membentuk
persamaannya. Dalam penelitian ini,
karakteristik hujan di wilayah South Tutupan
pola komposit bulanan curah hujan dapat
dilihat dari hasil plot wavelet berikut:
Gambar 3. Wavelet
Data time series curah hujan
Tutupan 2002-2012. Menunjukkan adanya
puncak hujan yang terjadi dua kali setahun.
Kontur berwarna hitam yang
melingkupi background warna merah
menunjukan tingkat kepercayaan 95 %
dengan menggunakan global wavelet
sebagai background spektrumnya.
Sedangkan daerah yang di bawah parabola
disebut cone of influence atau COI. COI
merupakan daerah pada spektrum wavelet
dimana bagian tepinya sangat penting dan
didefinisikan sebagai e-folding time untuk
melakukan autokorelasi dari wavelet power
pada tiap skala.
Dari hasil wavelet yang telah
dihasilkan juga akan dijadikan sebagai
hipotesa untuk menjalankan beberapa
skenario. Skenario yang akan dibuat ialah
dengan melihat periode hujan yang
mempengaruhi curah hujan wilayah kajian.
3.2 Analisis Hasil Prediksi CH dan
Rainhour
Prediksi CH dilakukan di wilayah
South Tutupan dengan metode ANFIS sama
halnya juga dilakukan untuk prediksi
rainhour. Sebelum digunakan untuk
memprediksi, ANFIS melakukan training
secara temporal. Pada periode training,
variable epoch bisa digunakan sebagai
indikator kesalahan (error).
Berikut akan dibahas hasil prediksi
masing-masing percobaan sebagaimana
yang dijelaskan dalam metodologi.
Gambar 4. Skenario 1 : CH(t-1) CH (t-2) CH(t-3)
Dari hasil training, antara output
ANFIS dan data observasi (target),
menunjukkan hubungan pola yang sama.
Hal itu bisa dilihat juga dari grafik regresi di
bawah ini. Dari hasil grafik di bawah ini
menunjukkan 84.9% hasil testing artinya
cukup bisa tergambarkan oleh model.
4
Gambar 5. R-Test Skenario 1
Selain itu juga bisa dilihat
perbandingan hasil RMSE yang dihasilkan
ketika training dan testing. Hasil training
sudah menunjukkan hasil RMSE yang kecil,
begitu juga dengan hasil testing.
Gambar 6. RMSE Skenario 1
Oleh karena itu, pada skenario 1
ANFIS sudah bisa dikatakan cukup bisa
menggambarkan kondisi nyata dari wilayah
kajian.
Selanjutnya jika melihat skenario 2
berikut, antara pola training ouput ANFIS
dan observasi memang terlihat kesamaan.
Namun, jika dilihat pada grafik dataset pada
data ke 90-110, sangat terlihat bahwa
ANFIS dengan skenario ini tidak cukup bisa
menggambarkan kondisi lapangan yang
sesungguhnya.
Gambar 7. Skenario 2 : CH(t-3) CH(t-6) CH(t-9)
Selain itu juga bisa bandingkan
dengan hasil koefisien regresi yang
dihasilkan. Pada skenario 2 ini hanya
menghasilkan 66.7% dan itu jauh dari
skenario 1.
Gambar 8. R-Test Skenario 2
Jika kita melihat hasil grafik
perbandingan antara RMSE training dan
testing juga terlihat perbandingan yang
begitu jauh. Pada skenario 1 RMSE testing
hanya sekitar 40mm/bulan, sementara
skenario 2 sudah mencapai 50mm/bulan.
Gambar 9. RMSE Skenario 2
Berikut skenario 3 dari percobaan.
Antara plot hasil output ANFIS dan
observasi tidak terlihat perbedaan yang
signifikan. Hal ini hampir sama dengan
skenario pertama yang sebelumnya telah
dijelaskan. Secara keseluruhan pola yang
dibentuk ouput ANFIS dan data observasi
yang dimiliki sudah dapat diikuti oleh
ANFIS itu sendiri.
Gambar 10. Skenario 3 : CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18)
Hal itu juga didukung dari korelasi
yang dihasilkan testing di bawah ini, yaitu
81.4%.
Gambar 11. R-Test Skenario 3
5
Gambar 12. Kurva RMSE - Skenario 3
Selanjutnya setelah melakukan
beberapa skenario untuk memprediksi curah
hujan, kali ini dilakukan beberapa skenario
untuk memprediksi jam hujannya. Adapun
langkah yang pertama dilakukan ialah
mencari dan mengetahui terlebih dahulu, hal
apa sajakah yang paling mempengaruhi jam
hujan wilayah kajian.
Kali ini peneliti mencoba melihat
apakah ada hubbungan antara curah hujan
wilayah dan jam hujan wilayah.
Gambar 13. Hubungan CH dan JH
Jika dilihat dari hasil plot, kedua
variable ini memiliki kedekatan yang cukup
baik. Hal itu juga bisa kita lihat dari
koefisien regresi 71%, artinya persebaran
antara curah hujan dan jam hujan memiliki
kemiripan yang begitu dekat atau hubungan
yang begitu dekat.
Gambar 14. Scatter CH dan JH
Oleh sebab itu, untuk memprediksi
jam hujan wilayah kajian saya mendapatkan
hipotesa pendukung bahwa untuk
memprediksi jam hujan itu sama halnya
seperti memprediksi curah hujan wilayah
setempat.
Gambar 15. Skenario 1 : CH(t-1) CH(t-2) CH(t-3)
Jika melihat skenario pertama pada
plot training yang dihasilkan ANFIS cukup
bisa menggambarkan data observasi. Hal itu
bisa terlihat jelas pada plot grafik keduanya
yang sudah memiliki kesamaan pola.
Selain itu jika dilihat dari plot
regresi testing skenario 1 ini juga sudah
lumayan bagus, yaitu 84.5%.
Gambar 16. R Testing - Skenario 1
Jika melihat plot kurva RMSE baik
training maupun testing juga sudah
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan.
Jika dilihat dan dibandingkan dengan jam
hujan mean data observasi, maka RMSE
testingnya hanya dibawah 20%.
Gambar 17. Kurva RMSE - Skenario 1
Kemudian jika dilihat dari hasil
skenario 2 berikut, hasilnya tidak sebaik dan
tidak semulus skenario 1. Juga bisa dilihat
dari hasil testingnyanya yang hanya 66.8%
hal itu jauh jika diandingkan dengan
skenario 1.
6
Gambar 18. Skenario 2 : CH(t-3) CH(t-6) CH(t-9)
Gambar 19. R Testing - Skenario 2
Selain itu jika dilihat dari hasil
RMSE yang dihasilkan skenario kedua ini.
Menunjukkan perbedaan yang cukup jauh
dari skenario 1, artinya skenario 1 masih
lebih baik dari skenario 2 ini.
Gambar 20. Kurva RMSE - Skenario 2
Terakhir skenario 3 yaitu skenario
dengan inputan CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18)
menunjukkan bahwa plot antara training
ANFIS dan observasi sudah cukup bisa
mengikuti pola observasinya.
Gambar 21. Skenario 3 : CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18)
Untuk koeisien regresi testing yang
dihasilkan sudah cukup memuaskan, sekitar
83%, artinya testing anfis dan observasi
cukup tergambarkan dari segi polanya.
Gambar 22. R Testing - Skenario 3
Adapun nilai RMSE testing yang
dihasilkan yaitu sekitar 8 jam/bulan. Jika
dibandingkan dengan mean jam hujan
perbulannya, artinya error yang
dihasilkannya tidak sampai mencapai 20%.
Dan itu merupakan hasil output model
ANFIS yang dihasilkan sudah cukup bagus.
Gambar 23. Kurva RMSE - Skenario 3
Berikut hasil verifikasi untuk
melihat skenario terbaik yang akan dipakai
untuk memprediksi kedepannya, baik
skenario Curah Hujan yang akan digunakan
maupun skenario Jam Hujannya.
Table 1. Verifikasi CH
7
Table 2. Verifikasi JH
Karena saat memerediksi nantinya
hanya dipakai 1 skenario, maka pada tahap
ini akan dipilih skenario terbaik dari kedua
skenario tersebut, dan itu dilihat dari RMSE
terkecilnya, meskipun ada kemungkinan
korelasinya tidak sebaik skenario lainnya.
Oleh karena itu, dari uji hasil
prediksi 2012 ini terlihat bahwa baik pada
prediksi CH dan jumlah jam hujan skenario
3 merupakan skenario terbaik.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari ketiga skenario yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
skenario 3 (tiga) merupakan skenario terbaik
untuk prediksi curah hujan dengan korelasi
95% dan RMSE 29.5 mm/bulan. Sementara
untuk prediksi jumlah jam hujan memiliki
korelasi 94% dan RMSE sebesar 9.1
jam/bulan. Adapun skenario 3 (tiga) tersebut
ialah skenario yang menggunakan inputan
CH(t-6) CH(t-12) CH(t-18).
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan
berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya dalam meramalkan
menggunakan ANFIS digunakan
data simulasi yang lebih panjang.
2. Sebaiknya matriks inputan
memasukkan variabel lain sebagai
prediktor.
Referensi
Suwarman, R., & Permadhi, Y. F. (2010).
Aplikasi Metode ANFIS Untuk
Prediksi Curah Hujan di Pulau
Jawa Bagian Barat.
Warsito, B., Rusgiyono, A., dan Amirillah,
M.A., 2008, “Pemodelan General Regression Neural Network pada
Data Pencemaran Udara di Kota
Semarang”, Jurnal PRESIPITASI Volume 4 No 1 Edisi Maret,
UNDIP.