Post on 01-Oct-2021
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI USAHA
LAHAN SAWAH PADI MENJADI USAHA TANAMAN SAYURAN
DI KELOMPOK TANI SUBUR I KELURAHAN KARANGREJO
KECAMATAN METRO UTARA
SKRIPSI
Oleh
SRINGATIN
NPM. 11210027
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
DHARMA WACANA METRO
LAMPUNG
2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI USAHA
LAHAN SAWAH PADI MENJADI USAHA TANAMAN SAYURAN
DI KELOMPOK TANI SUBUR I KELURAHAN KARANGREJO
KECAMATAN METRO UTARA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Jurusan Agribisnis
Oleh
SRINGATIN
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
DHARMA WACANA METRO
LAMPUNG
2016
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI USAHA
LAHAN SAWAH PADI MENJADI USAHA TANAMAN SAYURAN
DI KELOMPOK TANI SUBUR I KELURAHAN KARANGREJO
KECAMATAN METRO UTARA
Oleh:
SRINGATIN
Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi
nasional mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatkan persediaan sayuran
nasional yang berasal dari impor. Pengalih fungsian usaha lahan sawahnya dari
tanaman padi ketanaman sayuran yang memiliki tingkat ekonomi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan usaha tanaman sayuran/padi sawah yang hasilnya
atau pemanenannya hanya dalam waktu musiman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor internal pendorong,
eksternal pendorong, internal penghambat dan eksternal penghambat alih fungsi
usaha lahan sawah padi ketanaman sayuran di Kelurahan Karangrejo Kecamatan
Metro Utara Kota Metro.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Sampel yang
digunakan berjumlah 25 petani diambil dengan metode sensus. Metode analisis
data yang digunakan adalah metode analisis factor regresi linier berganda.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara.
Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2015.
Hasil penelitian menujukkan bahwa seluruh faktor pendorong dan penghambat
baik yang bersifat internal maupun eksternal berpengaruh signifikan terhadap
konversi lahan di Kelompok Tani Subur 1 Kelurahan Karangrejo Kecamatan
Metro Utara dengan kontribusi sebesar 63,2 persen sedangkan sisanya 37,8 persen
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Secara parsial
dapat diketahui bahwa hanya faktor pendorong eksternal berpengaruh nyata
terhadap konversi lahan di Karangrejo. Jadi, Kecamatan Metro Utara sedangkan
faktor penghambat internal dan eksternal tidak berpengaruh terhadap konversi
lahan. Faktor pendorong yang berpengaruh terhadap konversi lahan adalah mutu
tanah dan ketersediaan air.
Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ALIH FUNGSI USAHA LAHAN SAWAH PADI
MENJADI USAHA TANAMAN SAYURAN
DI KELOMPOK TANI SUBUR I KELURAHAN
KARANGREJO KECAMATAN METRO UTARA
Nama Mahasiswa : SRINGATIN
No. Pokok Mahasiawa : 11210027
Program Studi : Agribisnis
Jurusan : Agribisnis
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Supriyadi, SE, M.TA Ainul Mardliyah, SP. M.Si
2. Ketua Jurusan
Ismalia Afriani, S.P., M.Si
NIP. 197504 17200501 2 001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Supriyadi, SE, M.TA ……………………
Penguji Utama : Basuki Hendriawan, S.Pi., M.Si ……………………
Anggota : Ainul Mardliyah, SP. M.Si ……………………
2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana
Kota Metro
Ir. Rakhmiati, M.T.A
NIP. 196302161990031003
Tanggal Lulus Ujian: 12 November 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Giri Kelopo Mulyo, pada tanggal 11 April 1982 anak
dari pasangan Bapak Sugiyono dan Ibu Siti Marpungah. Pendidikan Sekolah dasar
di SD Negeri 1 Giri Kelopo Mulyo, Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung
Timur diselesaikan pada tahun 1995. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
1 Sekampung, Kabupaten Lampung Timur diselesaikan pada tahun 1998. Sekolah
Menengah Umum di SMU Negeri 1 Batanghari, Kecamatan Lampung Timur
diselesaikan pada tahun 2001. Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro,
Lampung pada jurusan Agribisnis.
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini Kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Sampun Tujo Harto dan Ibu Minarni yang begitu
bersungguh-sungguh memberikan kasih sayang sehingga dapat
menghantarkan anak-anaknya menempuh pendidikan untuk masa depan.
2. Suamiku tercinta, Eko Warsito S. Pd yang selalau memberikan semangat dan
motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Adikku tersayang Dwi Nur Mukharomah yang selalu memberikan dukungan,
canda dan tawanya.
4. Seluruh dosen yang telah memberi ilmu dan wawasan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman-teman terima kasih atas dorongan motivasi untukku dalam
menyelesaikan studi STIPER Dharma Wacana Metro.
MOTTO
“Bukan Harta Kekayaanlah, Tetapi Budi Pekerti yang Harus Ditinggalkan
Sebagai Pusaka Untuk Anak-Anak Kita”
“Teman Sejati Adalah Ia yang Meraih Tangan Anda dan
Menyentuh Hati Anda”
(Heather Dryon)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Alih Fungsi Usaha Lahan Sawah Padi Menjadi Usaha Tanaman
Sayuran Di Kelompok Tani Subur I Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro
Utara” dapat penulis selesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Ir. Rakhmiati, M.T.A. Selaku Ketua STIPER yang telah memberikan
dukungan, fasilitas, dan kemudahan-kemudahan dalam kegiatan di STIPER
Dharma Wacana Metro.
2. Bapak Supriyadi, SE, M.TA selaku pembimbing I, atas segala bimbingan,
bantuan, motivasi dan saran yang sangat berarti hingga selesainya penulisan
skripsi penelitian ini
3. Ibu Ainul Mardliyah, SP. M.Si sebagai pembimbing II, atas segala
bimbingan, bantuan, motivasi dan saran yang sangat berarti hingga selesainya
penulisan skripsi penelitian ini
4. Bapak Basuki Hendriawan, S.Pi., M.Si, selaku penguji utama, atas segala
bimbingan, bantuan, motivasi dan saran yang sangat berarti hingga selesainya
penulisan skripsi penelitian ini
5. Ibu Ismalia Afriani, S.P., M.Si selaku ketua jurusan yang telah memberikan
dukungan dan kemudahan-kemudahan dalam kegiatan di STIPER Dharma
Wacana Metro.
6. Semua pihak dan rekan-rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga amal baik telah diberikan akan mendapatkan imbalan yang sesuai dari
Allah SWT amin. Harapan penulis Skripsi ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan Ilmu Pengetahuan Khususnya di bidang pertanian. Penulis
menyadari sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini semata-
mata karena keterbatasan penulis. Dengan demikian penulis sudah berusaha
dengan sungguh-sungguh dalam penyusunan skripsi ini, tentu masih banyak
kekurangan. Untuk itu saran masukan dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Metro, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Permasalahan ................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN
HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
2.1.1 Pertanian dan Lahan Pertanian ............................................ 8
2.1.2 Alih Fungsi Lahan Sawah .................................................. 10
2.1.3 Alih Fungsi Lahan .............................................................. 13
2.1.4 Pengertian Lahan Sawah .................................................... 16
2.1.5 Pengertian Sayuran ............................................................. 17
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu .......................................................... 20
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 21
2.4 Hipotesis ......................................................................................... 24
III. METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Oprasional ....................................................................... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 29
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampel ............................................ 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 30
3.5 Teknik Analisis Data ..................................................................... 30
3.6 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ............................ 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi WWilayah Penelitian .................................................... 39
4.1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ..................................... 39
4.1.2 Potensi Pertanian ................................................................. 40
4.1.3 Sarana Pendidikan di Kelurahan Karangrejo ...................... 40
4.1.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............. 41
4.1.5 Kelompok Tani .................................................................... 42
4.1.6 Identitas Responden ............................................................ 42
4.1.7 Pengalaman Berusahatani ................................................... 46
4.2 Pengujian Instrumen ...................................................................... 47
4.3 Tingkat Persepsi Responden Terhadap Konversi Lahan ............... 49
4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan ..................... 59
4.5 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Konversi Lahan ....... 60
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 66
5.2 Saran .............................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 68 - 70
LAMPIRAN ......................................................................................... 71 - 87
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Luas panen, produksi, produktivitas padi di Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Metro Utara pada tahun 2012 - 2014 ...................................... 5
2. Data kelompok tani Kelurahan Karangrejo tentang lahan sawah yang
beralih fungsi usahanya dari usaha lahan padi sawah ke tanaman sayuran 6
3. Sarana pendidikan di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara ....... 40
4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian ...................................... 41
5. Kelembagaan kelompok tani dan kelas kelompok tani .............................. 42
6. Sebaran tingkat umur responden di Kelompok Tani Subur 1 .................... 43
7. Sebaran tingkat pendidikan responden di Kelompok Tani Subur 1 ........... 44
8. Sebaran luas lahan responden di Kelompok Tani Subur 1 ....................... 45
9. Sebaran lama usahatani sayuran ................................................................. 47
10. Hasil uji reliabilitas .................................................................................... 48
11. Persepsi responden atas konversi lahan ..................................................... 50
12. Persepsi responden atas factor internal pendorong konversi lahan ............ 52
13. Persepsi responden atas factor eksternal pendorong konversi lahan ......... 54
14. Persepsi responden atas factor internal penghambat konversi lahan ......... 56
15. Persepsi responden atas factor eksternal penghambat konversi lahan ....... 58
16. Koefisiensi matriks korelasi ....................................................................... 60
17. Uji multikolinearitas ................................................................................... 61
18. Uji heterokedastisitas ................................................................................. 61
19. Ranguman hasil anallisis regresi ................................................................ 62
20. Variabel yang berpengaruh nyata ............................................................... 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi usaha
Lahan sawah padi menjadi usaha tanaman sayuran ................................... 24
2. Persepsi responden terhadap konversi lahan .............................................. 51
3. Kecenderungan faktor pendorong internal terhadap konversi lahan ........ 53
4. Kecenderungan faktor pendorong eksternal terhadap konversi lahan ...... 55
5. Kecenderungan faktor penahan internal terhadap konversi lahan ............ 57
6. Kecenderungan faktor penahan eksternal terhadap konversi lahan .......... 59
I . PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Ketahanan sayuran merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional, sektor
pertanian salah satu sektor yang selama ini masih dipertahankan/selain diandalkan
oleh negara Indonesia karena sektor pertanian mampu membantu dalam mengatasi
krisis yang terjadi di Indonesia. Terlihat bahwa sektor pertanian merupakan salah
satu sektor yang mempunyai potensi yang besar dalam berperan sebagai pemicu
pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunya adalah ketahanan sayuran
nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih
diutamakan, namun setiap tahun untuk luas lahan pertanian selalu mengalami alih
fungsi lahan.
Pembangunan pertanian dilakukan dengan berbagai cara yakni pengembangan
teknologi pertanian seperti intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Kecenderungan petani dewasa ini
dalam berusahatani yang secara ekonomis menguntungkan bagi petani, sehingga
petani terkadang enggan untuk berusaha tani jika tidak menguntungkan. Kondisi
seperti ini sangat wajar mengingat bahwa kebutuhan petani dan keluarganya pada
masa sekarang lebih besar dibandingkan masa masa sebelumnya. Sedangkan
pendorong aktifitas manusia adalah adanya kebutuhan dari manusia itu sendiri
2
antara lain : kebutuhan biologis, kebutuhan cultural dan kebutuhan untuk pemuas
lainnya (Leftwcih, 1978).
Kebutuhan akan sayuran di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa
pertumbuhan permintaan sayuran (khususnya sayuran) yang lebih cepat dari
pertumbuhan penyediaannya. Permintaan cepat tersebut merupakan resultan dari
peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli
masyarakat, dan perubahaan selera. Sementara itu kapasitas produksi sayuran
nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagmen disebabkan oleh adanya
kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta perlandaian
pertumbuhan produktifitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Hal tersebut
diperparah dengan terjadinya ketidakpastian iklim global yang berdampak pada
ketersediaan air yang tidak menentu sepanjang tahun sehingga mengganggu
produksi dan produktivitas lahan pertanian (Suyana, 2005).
Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas
produksi nasional tersebut mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatkan
persediaan sayuran nasional yang berasal dari impor. Ketergantungan terhadap
sayuran impor ini terkait dengan upaya mewujudkan stabilitas penyediaan sayuran
nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik, impor beras cenderung meningkat
dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2009 impor beras sebanyak 250 ribu ton,
meningkat menjadi 688 ribu ton pada tahun 2010 dan kembali meningkat menjadi
2,70 juta ton pada tahun 2011 meskipun produksi padi terus meningkat dari tahun
2001 sampai 2010.
3
Perkembangan produksi padi Provinsi Lampung justru mengalami penurunan,
tahun 2011 terjadi penurunan produksi padi sebanyak 7.608 ton gabah giling
dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi tersebut disebabkan turunnya luas
panen sebesar 5.695 hektar akibat kemarau dan alih fungsi lahan (BPS, 2011).
Penciutan lahan sawah selama kurun waktu 2009 – 2014 di Lampung seluas 9.729
hektar dari 115.000 menjadi 105.271 hektar. Salah satu alih fungsi lahan sawah
yang nyata terlihat adalah menjadi lahan sayuran kelapa sawit (Anonimous,
2011).
Penanganan alih fungsi lahan cenderung lambat dikarenakan penilaian yang salah
terhadap keberadaan lahan sawah. Sektor sayuran dinilai mampu meningkatkan
perekonomian wilayah dibandingkan sektor tanaman pangan. Pemerintah telah
mengantisipasi alih fungsi lahan dengan mengeluarkan UU Nomor 41 tahun 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang memuat
ancaman sanksi yang cukup berat. Pada Pasal 72 UU tersebut dinyatakan bahwa
orang yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan diancam dengan pidana
penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal 1 milyar rupiah. Apabila pelaku
alih fungsi lahan tidak mengembalikan kondisi lahan ke keadaan semula dapat
dipidana penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal 3 milyar rupiah.
Hukuman pidana dan denda ditambah 1/3 dari yang diancamkan apabila pelaku
alih fungsi lahan adalah pejabat pemerintah.
Faktor-faktor yang menentukan alih fungsi lahan dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan pertanahan yang ada (Ilham
dkk, 2005), lebih lanjut Isa (2006), menyatakan faktor yang mendorong alih
4
fungsi lahan pertanian adalah pertumbuhan penduduk, kebutuhan lahan untuk
kegiatan non pertanian, nilai land rent yang lebih tinggi pada aktivitas pertanian
non sayuran, sosial budaya, degradasi lingkungan, otonomi daerah yang
mengutamakan pembangunan pada sektor yang lebih menguntungkan untuk
peningkatan pendapatan daerah dan lemahnya sistem perundang-undangan dan
penegakan hukum dari peraturan yang ada.
Pada masa sekarang ini petani dalam mengusahakan lahan pertaniannya terutama
lahan sawah untuk sayuran saja yang hanya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya,sedangkan untuk peningkatan taraf hidup dan pendapatan mereka masih
mengandalakan usaha tani yang secara ekonomis dan menghitungkan seperti
halnya menanam tanaman sayuran. Sehingga banyak petani di Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro banyak yang mengalih fungsikan
usaha lahan sawahnya dari tanaman padi ketanaman sayuran yang memiliki
tingkat ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usaha tanaman
sayuran/padi sawah yang hasilnya atau pemanenannya hanya dalam waktu
musiman.
Dengan adanya kemungkinan gagal penen pada tahun 2012 yang terjadi pada
provinsi Lampung, maka para petani di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro
Utara melakukan alih fungsi lahan yakni lahan sawah menjadi usaha tanaman
sayuran. Berikut ini Tabel 1 luas lahan, produksi, produktivitas padi di Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara Lampung.
5
Tabel 1. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Padi di Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Metro Utara pada tahun 2012 - 2014
No Tahun Luas Lahan (ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Sawah Sayuran Sawah Sayuran Sawah Sayuran
1 2012 285 12 1.150 300 4,03 25,00
2 2013 300 13 1.225 318 4,08 24,50
3 2014 303 15 1.282 375 4,23 25,00
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kecamatan
Metro Utara, 2014
Berdasarkan Tabel 1 produksi antara lahan sawah dengan lahan tanaman sayuran
per tahunnya sangat jauh perbandingannya yakni dengan luas lahan 303 ha pada
lahan sawah dapat menghasilkan 1.282 ton pada tahun 2014 sedangkan pada lahan
sayuran dari luas lahan 15 ha hanya bisa menghasilkan 375 ton pada tahun 2014.
Tetapi dari tahun ketahun produksi dengan lahan sawah selalu mengalami
peningkatan di setiap tahunnya sedangkan pada lahan sayuran mengalami
peningkatan.
Perkembangan Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara yang cukup baik
dari perkembangan perekonomian dan kependudukan dimana sampai tahun 2014
tercatat jumlah penduduk sebesar 9.583 jiwa akan membawa implikasi terjadinya
konversi lahan pertanian yang cukup baik. Kelurahan Karangrejo yang merupakan
lumbung berasnya sangat banyak, namun karena petani sering mengalami
kerugian maka konversi lahan dari lahan sawah padi menjadi lahan sayuran.
Konversi lahan menjadi lahan sayuran dapat memberikan pendapatan yang lebih
tinggi dibandingkan lahan sawah padi.
Di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro khususnya di
Kelompok Tani Subur I yang memiliki luas lahan sawah 26 ha, yang untuk
6
tanaman padi sawah 13,5 ha dan lahan sawah yang dialih fungsikan usahanya
menjadi usaha tani tanaman sayuran 12,5 ha. Hal tersebut menunjukan adanya
perubahan fungsi usaha lahan sawah padi ke usaha tanaman sayuran.
Tabel 2. Data Kelompok Tani di Kelurahan Karangrejo tentang luas lahan sawah
yang beralih fungsi usahanya dari usaha lahan padi sawah ke tanaman
sayuran
No Jenis Komoditi Luas Lahan
(ha)
Jumlah petani
1 Padi 13,5 62
2 Sayuran 12,5 42
Jumlah 26 104
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa adanya perubahan fungsi usaha lahan
sawah di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (1) Tingkat umur petani, (2)
Pendidikan Petani, (3) Pengalaman usaha petani tentang berusaha tani, (3) Luas
lahan, (4) Tingkat pendapatan usahatani padi/sayuran dan, (5) Besarnya
kebutuhan petani dalam sehari hari.
1.2. Permasalahan
Adapun masalah perubahan alih fungsi usaha lahan sawah padi ke tanaman
hortikultura di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara kota Metro antara
lain: tingginya harga input sarana pertanian sayuran (bibit, pupuk, pestisida),
terbatasnya sumber irigasi pada saat musim tanam, dan pendapatan yang diperoleh
dari hasil usahatani komoditi tanaman padi yang setiap musim cenderung kurang
menguntungkan.
7
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas maka dapat di duga
suatu permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
perubahan fungsi usaha lahan sawah padi ke tanaman sayuran di Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor internal pendorong,
eksternal pendorong, internal penghambat dan eksternal penghambat alih fungsi
usaha lahan sawah padi ketanaman sayuran di Kelurahan Karangrejo Kecamatan
Metro Utara Kota Metro.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi petani yang mengelola usahatani
sawah yang akan beralih fungsi usaha lahan sawahnya ke tanaman sayuran.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat
menyempurnakan hasil penelitian yang telah dilakukan.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pertanian dan Lahan Pertanian
Mubyarto (1972), menerangkan bahwa pertanian dalam arti sempit atau pertanian
rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana diproduksi bahan makanan utama
seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian) dan tanaman-
tanaman sayuran yaitu sayur- sayuran dan buah-buahan. Pertanian rakyat
diusahakan di tanah- tanah sawah, ladang dan pekarangan. Sedangkan Pertanian
dalam arti luas mencakup:
1. Pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit
2. Perkebunan(termasuk di dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar)
3. Kehutanan
4. Peternakan
5. Perikanan (dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan
darat dan perikanan laut.
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak- petak dan dibatasi oleh
pematang (galengan), saluran untuk menahan /menyalurkan air, yang biasanya
ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperoleh atau status lahan
9
tersebut. Lahan tersebut termasuk lahan yang terdaftar di pajak bumi bangunan,
iuran pembangunan daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang
ditanami padi dan lahan bekas tanaman tahunan yang telah dijadikan sawah baik
yang ditanami padi maupun palawija. (Badan Pusat Statistik)
Menurut Irawan, Bambang (2005), Manfaat lahan pertanian dapat dibagi atas 2
kategori yaitu:
1. Use value atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal use
values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usaha
tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian.
2. Kedua, non- use values yang dapat pula disebut sebagai intrinsic values atau
manfaat bawaan. Yang termasuk kategori manfaat ini adalah berbagai
manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan
dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Salah satu
contohnya adalah terpeliharanya keragaman biologis atau keberadaan spesies
tertentu, yang pada saat ini belum diketahui manfaatnya, tetapi di masa yang
akan datang mungkin akan sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007), Lahan pertanian yang paling rentan
terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh:
1. Kepadatan penduduk di Kelurahanan yang mempunyai agroekosistem
dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem
lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi;
10
2. Daerah pesawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah
perkotaan
3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah
pesawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering
4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,
dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)
ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.
2.1.2 Alih fungsi Lahan Sawah
Menurut Bambang Irawan dan Supena Friyatno (2001), Pada tingkatan mikro,
proses alih fungsi lahan pertanian (alih fungsi lahan) dapat dilakukan oleh petani
sendiri atau dilakukan oleh pihak lain. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh
pihak lain memiliki dampak yang lebih besar terhadap penurunan kapasitas
produksi pangan karena proses alih fungsi lahan tersebut biasanya mencakup
hamparan lahan yang cukup luas, terutama ditujukan untuk pembangunan
kawasan perumahan. Proses alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain
tersebut biasanya berlangsung melalui dua tahapan, yaitu:
1. Pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain
2. Pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian.
Dampak alih fungsi lahan pertanian terhadap masalah pengadaan pangan pada
dasarnya terjadi pada tahap kedua. Namun tahap kedua tersebut secara umum
tidak akan terjadi tanpa melalui tahap pertama karena sebagian besar lahan
11
pertanian dimiliki oleh petani. Dengan demikian pengendalian pemanfaatan lahan
untuk kepentingan pengadaan pangan pada dasarnya dapat ditempuh melalui dua
pendekatan yaitu:
1. Mengendalikan pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain.
2. Mengendalikan dampak alih fungsi lahan tanaman pangan tersebut terhadap
keseimbangan pengadaan pangan.
Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka
dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara
progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu
lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin
kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong
meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga
harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya
dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.
Menurut Sumaryanto,dkk (2002), pelaku alih fungsi lahan dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang
bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada 3:
1. Untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal,
2. Dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha
3. Kombinasi dari (a) dan (b) misalnya untuk membangun rumah tinggal yang
sekaligus dijadikan tempat usaha.
12
Pola alih fungsi seperti ini terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar.
Dampak alih fungsi terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya baru terlihat untuk
jangka waktu lama. Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan.
Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha
nonsawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini
terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi
positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan). Dampak alih fungsi terhadap
eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.
Ditinjau menurut prosesnya, alih fungsi lahan sawah dapat pula terjadi:
1. secara gradual
2. seketika (instant). Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi
sawah tidak optimal.
Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi
di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih
fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni
berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri.
Menurut Rustiadi, Ernan (2010) Dari satu sisi, proses alih fungsi lahan pada
dasarnya dapat dipandang merupakan suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya
pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat
yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari:
13
1. Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya
permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak
peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita, serta
2. Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor-sektor
primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya
alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa).
2.1.3 Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai alih fungsi lahan adalah
perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif
(masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan
dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh
faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Utomo dkk, 1992). Alih fungsi
lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara umum menyangkut
trnsformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu pengunaan ke
pengunaan lainnya (Kustiawan, 1997).
Menurut Agus (2004) alih fungsi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja
oleh manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa
percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya alih fungsi
lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah sistem produksi pada lahan sawah
tersebut berjalan dengan baik. Alih fungsi lahan merupakan konsekuensi logis dari
14
peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya.
Alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada
kenyataannya alih fungsi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan
pertanian yang masih produktif. Menurut Irawan (2005) alih fungsi lahan
pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
lahan pertanian dengan non pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan
lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : a)
keterbatasan sumberdaya lahan, b) pertumbuhan penduduk, dan c) pertumbuhan
ekonomi.
Menurut Sihaloho (2004) membagi alih fungsi lahan kedalam tujuh pola atau
tipologi, antara lain:
1. Alih fungsi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
lahan yang kurang/tidak produktif dan keterKelurahankan ekonomi pelaku
alih fungsi.
2. Alih fungsi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang produktif,
sehingga alih fungsi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai
tambah.
3. Alih fungsi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population
growth driven land conversion); lebih lanjut disebut alih fungsi adaptasi
demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan
teralih fungsi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
4. Alih fungsi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land
conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterKelurahankan ekonomi
dan perubahan kesejahteraan.
15
5. Alih fungsi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah
hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.
6. Alih fungsi adaptasi agraris; disebabkan karena keterKelurahankan ekonomi
dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan
hasil pertanian.
7. Alih fungsi multi bentuk atau tanpa bentuk ; alih fungsi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran,
sekolah,koperasi,perdagangan,termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan
dalam alih fungsi demografi.
Menurut Irawan (2005) mengemukakan bahwa alih fungsi tanah lebih besar
terjadi pada tanah sawah dibandingkan dengan tanah kering karena dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non pertanian seperti
kompleks perumahan,pertokoan,perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah
dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering.
Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan
produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan
daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih
mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk
dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah
perbukitan dan pegunungan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan adalah
berubahnya pengunaan lahan dari pengunaan semula, misalnya dari lahan
pertanian dialih fungsikan menjadi permukiman, dari hutan dialih fungsikan
menjadi lahan pertanian, sayuran atau yang lainnya.
16
2.1.4 Pengertian Lahan Sawah
Tanah Sawah atauLahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk
budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama
atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.Yang membedakan lahan ini dari lahan
rawa adalah masa penggenangan airnya, pada lahan sawah penggenangan tidak
terjadi terus- menerus tetapi mengalami masa pengeringan (Musa dkk, 2006).
Tanah sawah merupakan suatu keadaan di mana tanah tanah yang digunakan
sebagai areal pertanaman selalu dalam kondisi tergenang. Penggenangan yang
dilakukan pada tanah sawah ini akan mengakibatkan terjadinya beberapa
perubahan sifat kimia (Musa dkk, 2006).
Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk pengelolaannya
memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan
datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air
genangan (Sofyan dkk, 2007).
Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan
manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang
bersifat sosial. Lahan sawah memiliki fungsi yang sangat luas yang terkait dengan
manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat bawaan.Manfaat langsung
berhubungan dengan perihal penyediaan sayuran, penyediaan kesempatan kerja,
penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, sarana penumbuhan
rasa kebersamaan (gotong royong), sarana pelestarian kebudayaan tradisional,
sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana pariwisata.Manfaat tidak langsung
terkait dengan fungsinya sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan.Manfaat
17
bawaan terkait dengan fungsinya sebagai sarana pendidikan, dan sarana untuk
mempertahankan keragaman hayati (Rahmanto dkk, 2002).
Menurut Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang paling
rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :
Kepadatan penduduk di peKelurahanan yang mempunyai agroekosistem dominan
sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering,
sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.
1. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah
perkotaan.
2. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah
persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering
3. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,
dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)
ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.
Menurut Hanafiah (2005), fungsi pertama tanah sebagai media tumbuh adalah
sebagai tempat akar mencari ruang untuk berpenetrasi (menelusup), baik secara
lateral atau horizontal maupun secara vertikal. Kemudahan tanah untuk
dipenetrasi ini tergantung pada ruang pori yang terbentuk diantara partikel tanah.
Sifat- sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak
penggunaan (yang diharapkan dari tanah). Kekokohan dan kekuatan pendukung,
drainase dan kapasitas penyimpanan air, plastisitas, kemudahan ditembus akar,
aerasi, dan penyimpanan hara tanaman semuanya secara arat berkaitan dengan
kondisi fisik tanah. Oleh karena itu, erat kaitannya bahwa jika seseorang
18
berhadapan dengan tanah dia harus mengetahui sampai berapa jauh dan dengan
cara apa sifat- sifat tanah itu dapat diubah (Foth, 1994).
Sifat fisik tanah merupakan faktor yang bertanggung jawab terhadap
pengangkutan udara, panas, air dan bahan terlarut dalam tanah. Sifat fisik tanah
sangat bervariasi pada tanah tropis.Beberapa sifat fisik tanah dapat berubah
dengan pengolahan seperti temperatur tanah, permeabilitas, kepekaan terhadap
aliran permukaan (run-off) dan erosi, kemampuan mengikat air dan menyuplai air
untuk tanaman (Hanafiah, 2005).
2.1.5. Pengertian Sayuran
Sayuran adalah pelafalan Indonesia istilah Inggris horticulture. Istilah ini dirakit
dari kata latin hortus yang berarti kebun atau halaman). Maka sayuran diberi arti
pembudidayaan suatu kebun. Ada yang member arti seni membudidayakan
tanaman kebun atau cara budidaya yang dilakukan dalam suatu kebun. Secara
lebih khusus sayuran disebut seni menanam tanaman buah, sayuran, dan tanaman
hias atau ilmu pertanian yang berkaitan dengan pembudidayaan kebun, termasuk
penanaman sayuran, buah, bunga, dan semak serta pohon hias.
Peranan sayuran :
a). Memperbaiki gizi masyarakat,
b). Memperbesar devisa negara,
c). Memperluas kesempatan kerja,
d). Meningkatkan pendapatan petani, dan
e). Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan.
19
Sifat khas dari hasil sayuran, yaitu :
a). Tidak dapat disimpan lama,
b). Perlu tempat lapang (voluminous),
c). Mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan,
d). Melimpah/meruah pada suatu musim dan langka pada musim yang lain,
e). Fluktuasi harganya tajam (Notodimedjo, 1997).
Menurut Siswono Yudohusodo (1999) bahwa rendahnya daya saing sektor
pertanian kita disebabkan oleh : sempitnya penguasaan lahan, tidak efisiennya
usahatani, dan iklim usaha yang kurang kondusif serta ketergantungan pada alam
masih tinggi. Untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian ini tidak ada jalan
lain, selain kerja keras masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia pertanian, membuka areal pertanian baru yang dibagikan
kepada petani-petani gurem/buruh tani, memperluas pengusahaan lahan oleh
setiap keluarga tani dan menggunakan teknologi maju untuk meningkatkan
produktivitas dan produksi pertanian
Permasalahan yang menonjol dalam upaya pengembangan sayuran ialah
produktivitas yang masih tergolong rendah, hal ini merupakan refleksi dari
rangkaian berbagai faktor yang ada, antara lain : pola usahatani yang kecil, mutu
bibit yang rendah yang ditunjang oleh keragaman jenis/varietas, serta rendahnya
penerapan teknologi budidaya.
Untuk mencapai tujuan perlu penerapan sistem budidaya sayuran yang lebih baik
serta penggunaan teknologi yang tepat dan berwawasan lingkungan, pertanian
organik merupakan salah satu alternatif budidaya pertanian yang berwawasan
20
lingkungan dan berkelanjutan yang bebas dari segala bentuk bahan inorganik
seperti pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh. Teknologi yang saat ini
diterapkan merupakan teknologi yang berorientasi pada pencapaian target
produksi dengan menggunakan masukan produksi yang semakin meningkat,
seperti bibit unggul, pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh.
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Masalah kebutuhan sayuran merupakan persoalan lama, akan tetapi membutuhkan
perhatian yang serius dan terus menerus. Pembangunan pertanian bertujuan untuk
memantapkan swasembada sayuran (beras), meningkatkan pendapatan petani dan
meningkatkan taraf hidup petani. Pilihan komoditas yang dibudidayakan oleh
petani dilakukan secara rasional dengan pertimbangan kemudian dalam
pengelolaan dan keuntungan yang tinggi. Kondisi ini berpotensi menghilangkan
lahan pertanian tanaman sayuran, khususnya padi sehingga dapat mengancam
ketahanan sayuran.
Hasil penelitian Dedi Sugandi (2013) bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi
alih fungsi lahan adalah luas kepemilikan lahan sawah, tingkat pengetahuan petani
tentang peraturan alih fungsi lahan, dan kendala ketersediaan air irigasi. Present
volue net return sebagai nilai land rent menunjukkan nilai yang lebih dari
usahatani kelapa sawit dibandingkan lahan sawah. Rekomendasi alternative
strategi kebijakan untuk antisipasi terjadinya lahan sawah menjadi kebun kelapa
sawit adalah menetapkan lahan abadi pertanian tanaman sayuran di wilayah-
wilayah sentra produksi padi, perbaikan pengelolaan dan jaringan irigasi, serta
mendorong partisipasi kelembagaan petani dalam pengelolaannya, meningkatkan
21
penyuluhan tentang larangan alih fungsi lahan dan meningkatkan produktivitas
padi melalui inovasi teknologi spesifik lokasi.
Hasil penelitian Novita Dinaryanti (2014) bahwa terdapat empat hal yang
mempengaruhi keputusan petani mengalih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
non pertanian. Yaitu : 1) faktor Ekonomi, 2) faktor Sosial, 3) faktor Kondisi
Lahan dan 4) peraturan pemerintah. Hasil dari lapangan membuktikan bahwa
proses alih fungsi lahan yang terjadi di masing – masing Kelurahan yaitu memiliki
masalah yang berbeda, di Kelurahan Pengkol faktor yang mendorong petani
mengalih fungsi lahan pertanian adalah faktor peraturan pemerintah dan kondisi
lahan,yaitu pengenaan pajak tanah sawah menjadi tanah industri. Sedangkan yang
terjadi di Kelurahan Gupit faktor yang mendorong petani untuk mengalih fungsi
lahan adalah faktor sosial dan kondisi lahan. Dampak sosial dari terjadinya alih
fungsi lahan dapat dilihat dari kondisi hubungan/ interaksi antar warga, dan
kondisi gaya hidup masyarakat sekitar. Tidak maksimalnya output yang di
hasilkan tanaman padi yaitu dikarenakan kondisi lahan di Kelurahan Gupit
sterdapat banyak hama yang menyerang tanaman padi.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro merupakan daerah
yang berbasis pertanian yaitu daerah persawahan, yang sangat produktif untuk
usahatani tanaman sayuran (padi, palawija dan sayuran). Perubahan penggunaan
lahan secara besar-besaran menyebabkan ketersediaan lahan bagi penggunaan
sektor pertanian dan sebagai lapangan usaha bagi petani akan semakin sempit.
Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan akan
22
dikelompokkan menjadi faktor pendorong dan faktor penghambat alih fungsi
lahan. Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang mempercepat laju alih
fungsi baik faktor pendorong dari internal maupun eksternal. Sedangkan faktor
penghambat adalah faktor-faktor yang memperlambat laju alih fungsi lahan.
Faktor-faktor yang diduga sebagai pendorong alih fungsi lahan akan dibagi
menjadi faktor internal pendorong alih fungsi lahan dan faktor eksternal
pendorong alih fungsi lahan.
Faktor internal pendorong alih fungsi adalah lokasi lahan, produktivitas lahan,
saluran irigasi, mutu tanah, luas lahan yang dimiliki, biaya produksi, risiko usaha
tani, perubahan perilaku menganggap petani pekerjaan masyarakat miskin,
kemampuan penanganan pasca panen dan himpitan ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan. Faktor eksternal pendorong alih fungsi adalah pengaruh dari warga
lain yang lebih dahulu mengalih fungsi lahan, kebutuhan yang semakin tinggi,
pengaruh dari pihak swasta, nilai jual lahan, kebutuhan tempat tinggal,
pembangunan sarana dan prasarana di sekitar Karangrejo, peluang kerja sektor
non-pertanian, fluktuasi harga sektor pertanian, pajak bumi dan bangunan, subsidi
pemerintah, tenaga kerja, dan adanya kesempatan membeli lahan lain.
Faktor penghambat juga dibagi menjadi dua yaitu faktor internal penghambat alih
fungsi lahan dan faktor eksternal penghambat alih fungsi lahan. Faktor internal
penghambat alih fungsi lahan adalah lahan warisan, kepercayaan masyarakat,
ketersediaan sumberdaya air yang mencukupi, kondisi lahan yang masih subur
dan kesempatan kerja di sektor lain. Sedangkan faktor eksternal penghambat alih
fungsi lahan adalah adanya regulasi dari pemerintah, adanya subsidi pemerintah,
23
kepastian harga hasil pertanian dan kompensasi dari pemerintah. Pengaruh yang
ditimbulkan dari alih fungsi lahan tentu adalah berkurangnya lahan-lahan
pertanian sehingga akan berbanding lurus dengan produktivitas petani dan akan
berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Dalam penelitian ini variabel-variabel tersebut akan dikelompokkan sehingga dari
variabel-variabel tersebut terbentuk faktor pendorong dan faktor penghambat alih
fungsi lahan. Faktor pendorong merupakan faktor-faktor yang mempercepat laju
alih fungsi baik faktor pendorong dari internal maupun eksternal. Sedangkan
faktor penghambat adalah faktor-faktor yang memperlambat laju alih fungsi
lahan. Faktor-faktor tersebut tersebut diperkirakan akan mempengaruhi jumlah
alih fungsi lahan pertanian.
Setelah melihat keterhubungan antar faktor pendorong alih fungsi lahan dan faktor
penghambat alih fungsi lahan maka selanjutnya dilihat pula pengaruh alih fungsi
lahan pertanian tersebut terhadap tingkat kesejahteraan petani. Dalam penelitian
ini kesejahteraan petani diukur melalui indikator pendapatan pada sektor pertanian
dan pendapatan di luar pertanian dimana apabila indikator ini mengalami
peningkatan dapat dikatakan kesejahteraan petani mengalami peningkatan.
Kerangka konsep penelitian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 1.
24
Gambar 1. Kerangka konsep faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi usaha
lahan sawah padi menjadi usaha tanaman sayuran
2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah diduga terdapat faktor internal pendorong,
eksternal pendorong, internal penghambat dan eksternal penghambat alih fungsi
usaha lahan sawah padi ketanaman sayuran di Kelurahan Karangrejo Kecamatan
Metro Utara Kota Metro.
Alih fungsi lahan
(Y)
Regresi
Faktor internal pendorong alih
fungsi (X1)
Faktor eksternal pendorong alih
fungsi (X2)
Faktor internal penghambat alih
fungsi (X3)
Faktor eksternal penghambat alih
fungsi (X4)
25
III. METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Oprasional
Definisi oprasianal merupakan petunjuk mengenai variable-variabel yang akan
diteliti, cara untuk memperoleh dan menganalisa data yang berhubungan deangan
penelitian.
1. Kesejahteraan petani adalah kondisi kelompok tani Jadi yang digunakan untuk
menyatakan kualitas hidup. Indikator kesejahteraan dalam penelitian ini
diukur dari dua sumber adalah sebagai berikut.
a. Pendapatan sektor pertanian, merupakan penghasilan yang didapat
kelompok tani Jadi dari lahan pertaniannya yang dinyatakan dalam rupiah.
b. Pendapatan dari luar sektor pertanian, merupakan penghasilan yang
didapat petani Karangrejo Jadi dari luar sektor pertanian yang dinyatakan
dalam rupiah.
2. Alih fungsi lahan (Y) adalah pengalih fungsian lahan yang dilakukan oleh
kelompok tani, Jadi untuk kegiatan non-pertanian baik sebagian maupun
keseluruhan yang dinyatakan dalam satuan skoring.
3. Faktor internal pendorong alih fungsi lahan (X1) merupakan faktor-faktor yang
berasal dari kondisi petani itu sendiri yang mempercepat kelompok tani Jadi
26
untuk melakukan alih fungsi lahan. Indikator dari faktor internal pendorong
alih fungsi lahan adalah sebagai berikut.
4. Produktivitas lahan merupakan pendapatan yang didapat oleh kelompok tani
Jadi dari lahan yang diusahakan yang diukur dari penilaian responden dari
hasil yang didapat sudah sesuai dengan pengorbanan dengan sistem skoring.
5. Saluran irigasi merupakan saluran pengairan di Karangrejo Jadi untuk
memenuhi kebutuhan air di seluruh lahan Karangrejo Jadi yang diukur dari
penilaian responden dari irigasi di Karangrejo Jadi masih mampu untuk
memenuhi kebutuhan air dengan sistem skoring.
6. Mutu tanah merupakan kualitas atau tingkat kesuburan dari lahan pertanian
Karangrejo Jadi yang diukur dengan penilaian responden dari kualitas tanah
masih tetap berkualitas baik dengan sistem skoring.
7. Biaya produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan kelompok
tani Jadi dalam berusaha tani untuk membeli input yang diperlukan dalam
proses produksi yang diukur dengan sistem skor.
8. Risiko usaha tani merupakan suatu keadaan yang harus dihadapi kelompok
tani Jadi dalam melakukan suatu usaha tani yang diukur dengan sistem
skoring.
9. Penanganan pasca panen merupakan suatu keadaan yang harus dihadapi
kelompok tani Jadi setelah panen raya, diukur dari penilaian responden
tentang penanganan pasca panen sudah baik dengan sistem skoring.
10. Himpitan ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh kelompok
tani Jadi baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan tambahan, diukur dari
27
penilaian responden tentang kebutuhan semakin hari semakin bertambah besar
dengan sistem skoring.
11. Faktor eksternal pendorong alih fungsi lahan (X2) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari luar dimana petani tidak mampu untuk mengendalikannya
yang mempercepat kelompok tani Jadi untuk melakukan alih fungsi lahan.
Indikator dari faktor eksternal pendorong alih fungsi lahan adalah sebagai
berikut.
12. Nilai jual lahan merupakan harga yang ditawarkan terhadap lahan kelompok
tani Jadi yang diukur dari penilaian responden tentang besaran harga yang
ditawarkan dengan sistem skoring.
13. Pembangunan sarana dan prasarana merupakan pembangunan sarana umum
seperti jalan raya, pasar dan perkantoran yang dekat dengan Karangrejo Jadi
yang diukur dari penilaian responden tentang alih fungsi dilakukan untuk
kepentingan masyarakat dengan sistem skoring.
14. Fluktuasi harga pertanian merupakan hasil yang diterima kelompok tani Jadi
dari periode ke periode selanjutnya yang tidak stabil yang diukur dari
tingginya selisih harga yang diterima petani dari periode ke periode
selanjutnya dengan sistem skoring.
15. Subsidi pemerintah merupakan keringanan yang diterima oleh kelompok tani
Jadi dari pemerintah baik untuk bibit, pupuk dan lain-lain yang diukur dari
penilaian responden tentang pemberian subsidi dengan sistem skoring.
16. Tenaga kerja merupakan semua orang yang bersedia dan siap melakukan
pekerjaan di sektor pertanian yang diukur dari penilaian responden dari
28
tersedianya tenaga kerja untuk pertanian sudah memadai dengan sistem
skoring.
17. Faktor internal penghambat alih fungsi lahan (X3) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari dalam petani yang dapat menarik niat kelompok tani Jadi
untuk melakukan alih fungsi lahan.
18. Ketersediaan air merupakan kebutuhan petani akan sumberdaya air untuk
usaha tani yang diukur dari penilaian responden mengenai ketersediaan air
masih cukup untuk mengairi lahan pertanian dengan sistem skoring.
19. Kondisi lahan masih subur merupakan kualitas lahan yang digarap kelompok
tani Jadi yang diukur dari penilaian responden mengenai kondisi lahan masih
mampu untuk memproduksi sesuai dengan keinginan dengan sistem skoring.
20. Faktor eksternal penghambat alih fungsi lahan (X4) merupakan faktor-faktor
yang berasal dari luar petani yang dapat menarik niat kelompok tani Jadi
untuk melakukan alih fungsi lahan.
21. Regulasi pemerintah merupakan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah terhadap petani yang diukur dari penilaian responden tentang
peraturan pemerintah harus diikuti dengan sistem skoring.
22. Subsidi pemerintah merupakan keringanan-keringanan yang diberikan oleh
pemerintah untuk pengadaan bibit, pupuk dan lain-lain yang diukur dari
penilaian responden pemberian subsidi akan mampu untuk menarik niat petani
untuk mengalih fungsi lahan dengan sistem skoring.
23. Kepastian harga merupakan kepastian jumlah rupiah yang diterima kelompok
tani Jadi dalam setiap masa panen yang diukur dari adanya kepastian harga
29
dari pemerintah mampu menarik niat petani untuk mengalih fungsi lahan
dengan sistem skoring.
24. Kompensasi merupakan insentif yang diberika pemerintah kepada kelompok
tani Jadi baik berupa penetapan pajak yang sesuai dengan hasil yang diterima
yang diukur dari penilaian responden mengenai pemberian kompensasi akan
mampu manarik niat petani mengalih fungsi lahan dengan sistem skoring.
Seluruh indikator dalam penelitian ini diukur berdasarkan persepsi responden
terhadap indikator-indikator pendorong dan penghambat alih fungsi lahan
pertanian baik yang bersifat internal maupun eksternal.
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi daerah penelitian dipilih secara sengaja (Purposive) yaitu di Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Pemilihan lokasi berdasarkan
pertimbangan bahwa tersebut banyak petani yang mengalih fungsikan usaha lahan
sawah padi ke tanaman sayuran. Waktu penelitian berlangsung pada November
sampai dengan Desember 2015.
3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
Populasi adalah seluruh petani yang mengusahakan pertanian dilahan sawah dari
tanaman padi ketanaman sayur mayur atau sayuran yang diambil menjadi sampel
atau objek dari penelitian ini. Kemudian, Mubyarto (1982) mengemukakan bahwa
populasi adalah kumpulan objek mengenai suatu persoalan secara keseluruhan
data dari mana contoh diambil jika seandainya semua tersedia. Dalam penelitian
ini yang menjadi sampel adalah petani lahan sawah yang telah merubah usaha
lahan sawah dari tanaman sayuran/padi ke tanaman sayuran. Berdasarkan
30
informasi yang diperoleh terdapat sejumlah 25 orang petani yang merubah fungsi
usaha lahan sawah dari tanaman sayuran/padi ketanaman sayuran dari 25 orang
petani. Dalam penelitian ini karena jumlah anggota populasi penelitian kurang
dari 100 orang, maka pengambilan sampel berdasarkan teori oleh Arikunto (2006)
yaitu jika sampel diatas 100 orang maka diambil 10% dari jumlah populasi yang
ada, sedangkan jika jumlah populasi kurang dari 100 orang maka sampel dapat
diambil dari jumlah yang ada. Seluruh populasi yang ada sebanyak 25 orang
responden maka diambil seluruhnya sebagai sampel dengan metode sensus.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Data yang
dikumpulkan :
1. Data primer
Yaitu data yang di peroleh dari wawancara langsung dengan mengajukan
beberapa pertanyaan yang telah dibuat dan disusun dalam bentuk kuisioner.
2. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari dinas/instansi atau lembaga kelompok tani
yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi dimensi suatu struktur dan
kemudian menentukan sampai sebarapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan oleh
setiap dimensi (Ghozali, 2006:267). Dalam penelitian ini, analisis faktor
31
dilakukan menggunakan komputer dengan paket program SPSS 19.0. Tahapan
dalam menggunakan analisis faktor adalah sebagai berikut.
1) Merumuskan masalah
Merumuskan masalah perlu dilakukan perumusan secara jelas dari analisis faktor
tersebut dan variabel-variabel yang akan disertakan harus diterapkan berdasarkan
penelitian, teori dan pendapat peneliti. Variabel-variabel dan data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan model analisis faktor sebagai berikut.
Xi = Ai1F1+ Ai2F2+….+….+ AimFm + ViUi…………….(1)
Keterangan :
Xi = variabel ke i yang terstandarisasi
Aij = koefisien regresi berganda yang distandarisasi dari variabel (i) pada
common faktor j
F = Faktor umum
Vi = koefisien standar regresi dari variabel i pada faktor khusus
Ui = unique faktor untuk variabel (i)
M = jumlah dari faktor - faktor umum
Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 ………… (2)
Dimana:
Y (Xi) = Peluang pemilik lahan mengelola lahan sawah (1 = lahan dialih
fungsikan menjadi lahan sayuran; 0 = lahan tidak dialaih fungsikan
bo = Konstanta regresi
b1-b7 = Parameter dugaan (koofisien)
X1 = Faktor internal pendorong
X2 = Faktor eksternal pendorong
X3 = Faktor internal penghambat
X4 = Faktor eksternal penghambat
2) Membuat matrik korelasi
Langkah awal dalam analisis faktor adalah membuat matrik korelasi antar
variabel. Dengan adanya matrik korelasi dapat diidentifikasikan variabel-variabel
32
yang tidak memiliki hubungan dengan variabel-variabel yang lain, sehingga dapat
dikeluarkan dari model. Matrik korelasi harus matrik non singular atau dikatakan
determinannya tidak nol dan matrik korelasinya juga bukan matrik identitas
(Anderson, 1984). Pada tahap ini diketahui variabel-variabel yang menimbulkan
multikolinearitas yaitu dua variabel dengan koefisien korelasi tinggi dan variabel
tersebut dijadikan satu atau dipilih salah satu untuk dianalisis lebih lanjut
(bariett’s test of spehericity). Selanjutnya digunakan uji Kaiser Mayer Olkin
(KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya. Analisis faktor dikatakan layak
apabila besaran KMO minimal 0,5.
3) Menentukan jumlah faktor
Variabel disusun kembali berdasarkan pada pola korelasi hasil langkah di atas
untuk menentukan jumlah faktor yang diperlukan untuk mewakili data. Untuk
menentukan jumlah faktor yang dapat diterima secara empirik dapat dilakukan
berdasarkan eigenvalue setiap faktor yang muncul. Semakin besar eigenvalue
setiap faktor semakin representatif faktor tersebut untuk mewakili sekelompok
variabel. Faktor yang dipilih adalah faktor yang mempunyai eigenvalue lebih
besar atau sama dengan 1. Demikian juga didasarkan pada percentage of variance
suatu faktor dapat menjadi pertimbangan konsumen apabila memilih nilai lebih
besar dari 5 persen dan apabila didasarkan pada cumulative of variance
ketentuannya adalah nilai minimum sebesar 60 persen, maka faktor tersebut dapat
digunakan dalam model.
33
4) Rotasi faktor
Hasil penyederhanaan faktor dalam matrik memperlihatkan hubungan antara
faktor variabel individual, tetapi dalam faktor-faktor tersebut terdapat banyak
variabel yang berkorelasi sehingga sulit untuk diinterpretasikan. Ada tiga
pendekatan yang dapat dipakai untuk melakukan rotasi, yaitu quartimax, varimax,
dan equimax. Dari tiga pendekatan tersebut akan dipilih salah satu metode rotasi
yang paling mudah diinterpretasikan.
5) Interpretasi faktor
Interpretasi faktor dapat dilakukan dengan mengelompokkan variabel–variabel
yang mempunyai faktor loading tinggi di dalam faktor tersebut. Untuk interpretasi
hasil penelitian ini, besarnya loading faktor yang dipakai adalah minimum sama
dengan nilai rata-rata faktor loading ditambah dengan standar deviasi yang ada
pada masing-masing faktor. Variabel yang mempunyai faktor loading kurang dari
nilai minimum tersebut di atas, dikeluarkan dari model.
6) Menentukan ketepatan model
Tahap terakhir dari analisis faktor adalah mengetahui mampu tidaknya model
yang menjelaskan dengan baik. Fenomena data yang ada perlu diuji dengan teknik
Principal Componen Analysis (PCA), yaitu dengan melihat jumlah residual antara
korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Apabila nilai presentase
residual semakin tinggi, berarti semakin jelek kemampuan model dalam
menjelaskan fenomena yang ada.
34
3.6 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji instrumen
pengumpulan data. Dalam penelitian ini uji instrumen data dilakukan dengan:
Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Valid tidaknya
suatu instrumen kuesioner dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item
dengan skor totalnya pada taraf signifikan 5%.
Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar
skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Uji signifikansi
dilakukan dengan membandingkan nilai antara r hitung dengan r table untuk degree
of freedom (df) = n – k dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah
kostruk. Jika r hitung > r Tabel, maka butir atau item pertanyaan tersebut dikatakan
valid (Ghozali, 2001).
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator
dari variabel konstruk yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Ghozali, 2005). Dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang tehadap pertanyaan konsisten. Menurut Nunnally (dalam Ghozali,
2005) untuk mengetahui apakah alat ukur reliabel atau tidak, diuji dengan
menggunakan metode alpha cronbach (α). Sebuah instrumen dianggap telah memiliki
35
tingkat keandalan yang dapat diterima, jika nilai alpha cronbach (α) yang terukur
adalah lebih besar atau sama dengan 0,60.
Model Regresi Linier Berganda
Model analisis yang dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan penelitian
ini adalah regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Analisis ini juga dapat menduga besar dan arah arah hubungan tersebut serta
mengukur derajat keeratan hubungan antar satu variabel terikat dengan satu atau
lebih variabel bebas. Dalam analisis, peneliti akan dibantu dengan program
komputer yaitu SPSS 19.0. Adapun bentuk umum dari persamaan regresi linear
berganda (Sugiyono, 2009) dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut.
1) Uji regresi simultan (uji F)
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa faktor pendorong dan
penghambat memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan)
terhadap alih fungsi lahan pertanian, maka digunakan Uji F. Dalam pengujian ini
Fhitung akan dibandingkan dengan FTabel pada derajat signifikan (α) 5 % atau
dengan melihat probabilitasnya lebih kecil dari α berarti bahwa faktor pendorong
dan penghambat memiliki pengaruh yang nyata secara bersama-sama terhadap
alih fungsi lahan pertanian di Kelompok Tani Subur I, Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Metro Utara. Adapun rumus F hitung menurut Nata Wirawan (2002)
adalah sebagai berikut:
Fo =𝑅2/(𝑘−1)
(1− 𝑅2)/(n−k) …………………………………… (4)
36
Keterangan:
n = Jumlah data
k = Jumlah variabel
prosedur pengujian hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:
(1) Merumuskan hipotesis
Ho = β1 = β2 = β3 = 0, tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan
dari Faktor pendorong dan Faktor penghambat terhadap alih fungsi lahan
pertanian.
Hi = β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0, paling sedikit salah satu dari Faktor pendorong dan
Faktor penghambat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian.
Menentukan taraf nyata (α) = 5% dan df = (k-1) ; (n-k) untuk mengetahui
nilai FTabel.
(2) Menentukan besarnya Fhitung, yang diperoleh dari hasil regresi
(3) Membandingan nilai Fhitung dengan nilai FTabel
Jika Fhitung > FTabel maka Ho ditolak dan Hi diterima
Jika Fhitung ≤ FTabel maka Ho diterima dan Hi ditolak
(4) Membuat kesimpulan yaitu jika Fhitung lebih kecil atau sama dengan FTabel
maka Ho diterima sedangkan jika Fhitung lebih besar dari FTabel maka Ho
ditolak dan H1 diterima.
2) Uji Regresi Parsial (uji t)
Untuk menguji hipotesis yang menyatakan faktor pendorong dan penghambat
memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap alih fungsi lahan sawah
padi di kelompok tani Subur I, maka digunakan uji t. Adapun rumus thitung
menurut Nata Wirawan (2002) adalah sebagai berikut.
37
t1 = …………………………………………….. (5)
i = 1,2,3……….k
keterangan:
bi = Koefisien regresi parsial yang ke-i dari regresi sampel
ßi = Koefisien parsial yang ke-i dari regresi populasi
Sbi = Kesalahan standar (standar arror) koefisien regresi sampel.
Adapun langkah-langkah untuk uji t yaitu sebagai berikut:
(1) Merumuskan hipotesis.
Ho : ßi = 0, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari
variabel faktor pendorong dan penghambat terhadap alih fungsi lahan
sawah.
Hi : ßi ≠ 0, berarti ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel
faktor pendorong dan penghambat terhadap alih fungsi lahan sawah.
Menentukan taraf nyata (α/2) = 2,5 % dan df = (n-k) untuk menentukan
nilai tTabel.
(2) Menentukan besarnya thitung, yang diperoleh dari hasil regresi.
(3) Kriteria pengujian.
Apabila tTabel< thitung< -tTabel, maka Ho ditolak
Apabila tTabel ≥ thitung -tTabel ≥, maka Ho diterima
Kesimpulan.
Jika thitung lebih kecil atau sama dengan tTabel maka Ho diterima sedangkan jika
thitung lebih besar dari tTabel maka Ho ditolak dan Hi diterima.
3) Analisis Standardized Coefficients Beta
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikatnya. Variabel bebas yang memiliki nilai koefisien
b1 - β1
Sb1
38
beta terbesar memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan variabel bebas
lainnya.
39
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.I Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kelurahan Karangrejo pada awalnya di bentuk Pada Tahun 2000, berdasarkan
peraturan daerah Kota Metro no. 25/200 yang merupakan salah satu Kelurahan di
kecamatan Metro Utara. Jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Karangrejo
yakni 9.583 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 2.368 KK. Luas wilayah
Kelurahan Karangrejo 772 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Ganti Warno dan Kelurahan Kali
Bening
- Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Yosomulyo dan Kelurahan
Adirejo
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Hadimulyo Timur
- Sebelah Tengah Berbatasan dengan Kecamatan Metro Utara Kabupaten
Lampung Timur
Orbitasi atau jarak tempuh Kelurahan Karangrejo dari pusat pemerintahan
Kelurahan/Kelurahan yaitu:
a. Dari pusat pemerintahan Kecamatan ± 6 kilometer
40
b. Dari pusat pemerintahan Kota ± 5 kilometer
c. Dari Ibu Kota Provinsi ± 60 kilometer
4.1.2 Potensi Pertanian
Potensi pertanian yang ada di Kelurahan Karangrejo hampir sama dengan
kampung-kampung lain disekitarnya, masyarakatnya 65% bermata pencaharian
sebagai petani, peternak dan pekebun. Di Kelurahan Karangrejo tidak ada tanah
yang dipergunakan untuk perkebunan Negara, perkebunan swasta, perkebunan
rakyat, maupun tempat rekreasi. Semua tanah yang dimiliki oleh masyarakat
Kelurahan Karangrejo telah dimanfaatkan untuk rumah tinggal perladangan,
persawahan, dan sebagainya.
4.1.3 Sarana Pendidikan Di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara
Kondisi sarana pendidikan di Kelurahan Karangrejo mulai dari tingkat Sekolah
Dasar Negeri hinga ketingkat Sekolah Menengah Atas. Pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Sarana Pendidikan di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara
Kota Metro
No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
Gedung Sekolah PAUD
Gedung Sekolah TK
Gedung Sekolah SD
Gedung Sekolah SMP
Gedung Sekolah SMU
Gedung Perguruan Tinggi
3
3
3
1
0
0
30
30
30
10
0
0
Jumlah 10 100
Sumber: Monografi Kelurahan Karangrejo, 2015
41
4.1.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Metro Utara, secara terperinci disajikan pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencahariandi Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Metro Utara Kota metro
No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pegawai Negeri Sipil
Pensiunan
Wiraswasta/pedagang
Tani
Pertukangan
Buruh tani
ABRI
Swasta
Pemulung
Jasa
101
6
102
2.428
52
230
13
212
10
26
3,2
0,2
3,2
74,7
1,9
7,0
0,4
6.5
0,3
1,6
Jumlah 3.180 100
Sumber: Monografi Kelurahan Karangrejo, 2015
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa dari jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian, di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara yang
bermatapencahariannya sebagai pegawai negeri sipil adalah 101 jiwa (3,2%),
pensiunan ada 6 jiwa (0,2%), wiraswasta ada 102 jiwa (3,2%), petani ada 2.428
jiwa (74,7%), pertukangan ada 52 jiwa (1,9%),Buruh tani ada 230 jiwa (7,0%),
Abri ada 13 jiwa (0,4%), swasta ada 212 jiwa (6,5%), Pemulung ada 10 jiwa
(0,3%) dan Jasa ada 26 jiwa (1,6%). Hal ini dapat disimpulkan sebagian besar
penduduk Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara bermata pencaharian
sebagai petani.
42
4.1.5 Kelompok Tani
Kelompok tani yang ada di Kelurahan Karangrejo terdiri dari 4 Gapoktan, 50
Kelompok Tani Tanaman Pangan, 16 Kelompok Wanita Tani, 10 Kelompok
Ternak, 1 P4S dan 3 Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP).
Kelembagaan Kelompok Tani, Jenis Kelompok Tani dan Gapoktan di Kelurahan
Karangrejo disajikan Tabel 5.
Tabel 5. Kelembagaan Kelompok Tani dan Kelas Kelompok Tani
Kelompok Tani Jml. Angg.
(org)
Luas
Lahan (ha)
Kelas
Kelompok
Tahun
Berdiri
Pelita I
Pelita II
Gembira I
Gembira II
Subur 1
Subur II
Tani Makmur I
Tani Makmur II
Bengawan Solo I
Bengawan Solo II
Sri Rejeki I
Sri Rejeki II
Sido Makmur I
Sido Makmur II
Sejahtera I
Sejahtera II
Akur
Barokah
30
38
35
32
25
37
38
31
39
37
22
25
25
21
30
38
57
52
22,5
17,0
19,0
20,0
26,0
16,0
20,0
18,0
14,0
11,0
13,0
14,0
13,0
13,0
18,0
18,5
17,0
42,0
Lanjut
Pemula
Madya
Pemula
Madya
Pemula
Lanjut
Pemula
Lanjut
Pemula
Madya
Pemula
Lanjut
Pemula
Madya
Pemula
Madya
Pemula
1986
2007
1989
2007
1981
2007
2000
2007
1972
2007
1986
2007
1986
2007
1986
2007
1986
2007
Jml. Angg. 18 612 290
Sumber: Kelompok Tani Karangrejo 2014
4.1.6 Identitas Responden
Untuk mengetahui latar belakang dan identitas responden, maka perlu diketahui
berbagai hal yang berhubungan dengan keadaan responden, seperti umur, tingkat
43
pendidikan yang ditamatkan, pekerjaan. Pada uraian berikut ini disajikan
informasi yang berhubungan dengan keadaan identitas responden, pendidikan
formal, mata pencaharian, dan luas lahan usahatani.
a. Umur Responden
Umur petani responden dapat mempengaruhi pada kegiatan bertani dan
produktifitas kerja disektor pertanian. Umur produktif seseorang berkisar antara
25 – 45 tahun, termasuk pada sektor pertanian.Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan diperoleh data petani responden yang berkaitan dengan umur.Umur
petani responden berbeda-beda antara 25 – 65 tahun. Dalam penelitian ini umur
responden diklasifikasikan berdasar kelompok umur lima tahun. Tabel 5 berikut
ini menyajikan sebaran tingkat umur responden.
Tabel 5. Sebaran Tingkat Umur Responden di Kelompok Tani Sibur 1 Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro
No. Golongan Umur (Th) Jumlah Persentase %
1 25 – 35 4 15
2 36 – 45 11 45
3 46 – 55 5 20
4 56 – 65 5 20
Jumlah 25 100
Sumber: Pengolahan data penelitian 2015
Data Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar umur responden berada antara 36 –
45 tahun ada 11 orang. Berdasarkan pada data yang diatas, maka umur responden
di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara sebagian besar berada pada usia
produktif di bawah 50 tahun, sehingga dapat diperkirakan produktifitas responden
dalam menjalankan usahatani benih padi akan meningkat.
44
b. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil di lapangan diperoleh data tingkat pendidikan petani responden
seperti yang disajikan Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden di Kelompok Tani Subur 1
Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara Kota Metro
No. Pendidikan Jumlah Persentase %
1 SD/SR 3 10
2 SLTP 8 35
3 SLTA 10 40
4 Perguruan Tinggi 4 15
Jumlah 25 100
Sumber: Pengolahan data penelitian 2015
Dari Tabel 6 diketahui sebagian besar responden berpendidikan tamat sekolah
lanjutan tingkat pertama (SLTA), yaitu sebanyak 10 orang (sebesar 40%).
Sedangkan responden yang lulus SD/SR hanya 3 orang (sebesar 10%). Responden
yang tamat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 4 orang (sebesar
15%), dan petani responden yang tamat pendidikan sampai tingkat SLTP sebayak
8 orang (sebesar 35%). Berdasarkan data pada Tabel 6 diatas maka dapat
dijelaskan bahwa petani responden masih berpendidikan tinggi yakni tingkat
pendidikan SLTA sebanyak 10 orang (sebesar 40%). Tingkat pendidikan yang
ditempuh oleh para petani responden dapat mempengaruhi kreatifitas mereka serta
daya serap informasi dan teknologi usahatani yang lebih maju. Rendahnya
pendidikan responden akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam
memahami berbagai hal yang berkaitan dengan teknologi usahatani, terutama
kesadaran dan ketersediaan petani dalam menerima inovasi baru.
45
c. Luas Lahan Usahatani Responden
Luas lahan garapan yang dikelola oleh setiap petani akan berpengaruh terhadap
perolehan hasil panen. Semakin luas lahan usahatani yang dipergunakan akan
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh hasil panen yang
lebih besar, dan sebaliknya kepemilikan luas lahan yang dimiliki oleh petani tidak
dapat ditambah lagi karena ketersediaan areal lahan yang dapat digunakan untuk
memperluas lahan sangat terbatas. Sebaran luas lahan petani responden yang
dipergunakan untuk penanaman padi berkisar antara 0,18 sampai dengan 1,00 ha.
pada Tabel 7 berikut ini disajikan data luas lahan usahatani petani responden.
Tabel 7. Sebaran Luas Lahan Responden di Kelompok Tani Subur 1 Kelurahan
Karangrejo Kecamatan Metro Utara
No. Luas Lahan (Ha) Jumlah
(Orang) Persentase %
1
2
3
4
0,18 – 0,25
0,26 – 0,50
5
6
20
24
0,51 – 0,75
0,76 – 1,00
4
10
16
40
Jumlah 25 100
Sumber: Pengolahan data penelitian 2015
Data Tabel 7 diketahui sebaran luas lahan garapan petani responden yang paling
banyak pada luas lahan 0,75 – 1,00 ha dimiliki sebanyak 10 orang. Petani
responden yang dimiliki 0,18 – 0,25 ha sebanyak 5 orang petani responden, petani
responden yang memiliki luas lahan 0,26 – 0,50 ha sebanyak 6 orang petani
responden, dan petani responden yang memiliki luas lahan 0,51 – 0,75 ha hanya 4
orang petani responden. Berdasarkan pada Tabel 7 maka dapat dijelaskan bahwa
luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh petani responden rata-rata kurang dari 1
ha, sehingga hasil produksi usahatani pembenihan padi yang menjadi salah satu
46
sumber matapencaharian petani responden belum mampu secara optimal dijadikan
sumber utama pendapatan petani. Ketersediaan lahan yang mereka milliki menjadi
salah satu kendala dalam usaha meningkatkan pendapatan usahatani dari
komoditas padi.
4.1.7 Pengalaman Berusahatani
Usahatani lahan sawah menjadi alih fungsi sebagai lahan sayuran telah dilakukan
oleh sebagian masyarakat Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara kurang
lebih sekitar 8 tahunan. Pengalaman menjalankan usahatani suatu komuditas
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha
pertanian. Dengan pengalaman yang dimiliki maka petani akan memahami
berbagai hal yang berkaitan dengan tanaman sayuran, dengan pengalaman yang
dimilikinya diharapkan mereka akan mampu mengelola dan meningkatkan hasil
usahataninya dengan berbagai cara, termasuk melakukan perbaikan terhadap
kelemahan-kelemahan yang telah ditemui di masa-masa yang telah lalu. Petani
sayuran di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara memiliki pengalaman
berusahatani bervariasi, ada yang masih baru, tetapi ada sebagian yang telah
cukup lama, beberapa diantara responden memiliki pengalaman sampai delapan
tahun. Pengalaman berusahatani petani responden disajikan pada Tabel 8 berikut
ini:
47
Tabel 8. Sebaran Lama Usahatani Sayuran Petani Responden di Kelompok Tani
Subur 1 Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara
No. Lama Berusahatani (Th) Jumlah
(Orang) Persentase %
1 1 – 2 7 28
2 3 – 4 8 32
3 5 – 6 5 20
4 >7 5 20
Jumlah 25 100
Sumber: Pengolahan data penelitian 2015
Dari data pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani responden
telah memiliki pengalaman berusahatani padi lebih dari 2 tahun. Tetapi ada
sebagaian kecil responden yang pengalaman usahataninya kurang dari 2 tahun.
Petani yang memiliki pengalaman 1 – 2 tahun ada 7 orang atau sekitar 28%.
Sedangkan pengalaman yang paling banyak yakni 3 – 4 tahun yakni sebanyak 8
responden atau sekitar 32%. Berdasar data pada Tabel 8 maka dapat dijelaskan
bahwa sebagian besar petani padi telah memiliki pengalaman belum begitu lama,
kurang dari 7 tahun.
4.2 Pengujian instrumen
Pengujian instrument bertujuan untuk mengukur sejauh mana instrument
penelitian berfungsi dengan baik. Adapun uji tersebut adalah sebagai berikut.
1. Uji validitas
Suatu kuesioner dikatakan valid jika tiap butir pernyataan mampu
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner. Pengujian validitas
tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir atau
faktor dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Biasanya
48
syarat minimum suatu kuisioner untuk memenuhi validitas adalah jika
korelasi antara butir dengan skor total tersebut positif dan nilainya lebih besar
dari 0,30 (Sugiyono, 2004). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa
instrumen-instrumen pada setiap variabel dalam penelitian ini adalah valid
dan dapat dipakai untuk melakukan penelitian atau menguji hipotesis
penelitian, karena nilai pada setiap instrumen berada diatas nilai signifikan
pada tabel nilai r product moment yaitu lebih dari 0,30. Untuk lebih jelas
perhitungan uji validitas dapat dilihat pada.
2. Uji reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk uji
reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach dengan
r-tabel. Jika Alpha Cronbach > r-tabel, maka butir atau variabel tersebut
reliabel. Sedangkan jika nilai Alpha Cronbach < r-tabel, maka butir atau
variabel tersebut tidak reliabel. Uji reliabilitas dapat pula dilakukan melalui
nilai Alpha Cronbach, yaitu jika lebih besar dari 0,60 maka butir atau variabel
tersebut reliabel. Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan SPSS 16.0
For Windows dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha Cronback Keterangan
Konversi Lahan (Y)
Faktor Internal Pendorong
Faktor eksternal pendorong
Faktor internal penghambat
Faktor eksternal pendorong
0,711
0,038
0.076
0,121
0,115
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
49
Tabel 9. menunjukkan bahwa nilai Alpha Cronbach lebih besar dari r- tabel dan
lebih besar dari 0,60. Maka dapat diketahui bahwa butir-butir kuesioner tersebut
reliabel.
4.3 Tingkat Persepsi Responden terhadap Konversi Lahan
Teknik pengumpulan data melalui kuisioner yang digunakan terdiri atas
pernyataan yang dibuat berdasarkan masing-masing variabel, yaitu variabel
konversi lahan, faktor internal dan eksternal pendorong konversi lahan dan faktor
internal dan eksternal penghambat konversi lahan. Berikut adalah deskripsi data
dari masing-masing variabel yang diperoleh pada penelitian ini.
1. Konversi Lahan (Y)
Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi responden terhadap indikator yang
sesuai dengan definisi operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat
dilihat pada Tabel 10.
50
Tabel 10. Persepsi Responden atas Konversi Lahan di Kelurahan Karangrejo
No Indikator
Jawaban Total
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp % Res %
1 Mampu mengatasi
masalah ekonomi 24 96 1 4 0 0 0 0 25 100
2 Lahan untuk
perumahan lebih
memberikan manfaat
0 0 0 0 21 84 4 16 25 100
3 Kebutuhan tempat
tinggal lebih penting
dari pertanian
0 0 24 96 1 4 0 0 25 100
4 Bekerja dipertanian
tidak mempu untuk
memenuhi kebutuhan
hidup
0 0 24 96 1 4 0 0 25 100
5 Lahan tidak mampu
menghasilkan sesuai
keinginan
0 0 22 88 3 4 0 0 25 100
6 Lahan diperuntukkan
untuk
perkantoran/fasilitas
umum
25 100 0 0 0 0 0 0 25 100
Jumlah total 49 196 71 284 26 96 4 16 150 600
Rata-rata 8,17 32,67 11,88 47,33 4,33 16 0,67 2,67 25 100
Sumber: Data diolah 2015 Keterangan:
*SS = Sangat setuju *TS = Tidak setuju
*S = Setuju *STS = Sangat tidak setuju
Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu
20 orang (80%) menyatakan setuju untuk melakukan konversi lahan pertanian
karena alasan lahan dianggap mampu untuk mengatasi masalah ekonomi, lahan
akan lebih bermanfaat untuk perumahan dan lahan dianggap tidak mampu untuk
menghasilkan sesuai dengan keinginan.
Lahan mampu mengatasi masalah ekonomi tidak terlepas dari permintaan lahan
itu sendiri. Semakin banyak permintaan akan lahan maka akan berpengaruh
terhadap nilai lahan tersebut, maka lahan akan menjadi komoditi yang
menjanjikan dan akan menghasilkan pemasukan yang banyak apabila dijual.
Begitu pula dengan persepsi masyarakat yang menganggap lahan merupakan
51
barang ekonomi, apabila persepsi tersebut tidak mampu dirubah maka lama-
kelamaan lahan akan habis terjual. Berdasarkan persepsi responden di atas untuk
lebih jelas dapat ditunjukkan dengan diagram pada Gambar 3.
Gambar 3. Persepsi Responden Terhadap Konversi lahan
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa persepsi responden terhadap konversi
lahan sebesar 80 persen menyatakan sangat setuju/setuju. Ini menunjukkan bahwa
keinginan responden untuk mengkonversi lahan sangat kuat apabila ada
kesempatan dan alasan yang kuat.
1. Faktor Pendorong Konversi Lahan
a. Faktor Internal Pendorong Konversi Lahan
Faktor internal pendorong konversi lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator pendorong konversi sesuai dengan
definisi operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat
pada Tabel 11.
Sangat setuju/setuju;
80%
Tidak setuju/kurang
setuju; 20%
52
Tabel 11. Persepsi Responden atas Faktor Internal Pendorong Konversi Lahan
No Indikator
Jawaban Total
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Mampu mengatasi
masalah ekonomi
petani
24 96 1 4 0 0 0 0 25 100
2 Terdapat saluran
isrigasi yang baik 0 0 0 0 21 84 4 16 25 100
3 Lahan pertanian
yang subur 0 0 24 96 1 4 0 0 25 100
4 Biaya produksi
rendah 0 0 24 96 1 4 0 0 25 100
5 Resiko usaha 0 0 22 88 3 4 0 0 25 100
6 Penanganan pasca
panen yang baik 0 0 24 96 1 4 0 0 25 100
Jumlah total 24 96 95 380 27 100 4 16 150 600
Rata-rata 4 16 15,8 63,3 4,5 16,7 0,7 2,7 25 100
Sumber: Data diolah 2015 Keterangan:
*SS = Sangat setuju *TS = Tidak setuju
*S = Setuju *STS = Sangat tidak setuju
Berdasarkan Tabel 11 dapat dijelaskan responden lebih banyak menyatakan setuju
yaitu 20 orang (80%) bahwa lokasi lahan yang strategis, produktivitas menurun,
kesulitan mendapatkan sumberdaya air, mutu lahan menurun, luas lahan yang
sempit, tingginya biaya produksi, dan himpitan ekonomi akan menjadi pendorong
konversi lahan secara internal.
Lokasi lahan sangat menentukan cepat atau lambat lahan tersebut akan
terkonversi. Lokasi Karangrejo Jadi yang strategis dekat dengan kota dan
didukung oleh infrastruktur jalan raya yang baik akan menjadi daya tarik
tersendiri bagi para investor untuk membangun proyek perumahan. Selain itu
melihat kondisi Karangrejo Jadi yang telah dikelilingi oleh perumahan sehingga
menyebabkan petani kesulitan dalam mendapatkan air juga akan semakin
mendorong niat petani untuk melakukan konversi. Untuk lebih jelas dapat
ditunjukkan pada Gambar 4.
53
Gambar 4. Kecendrungan Faktor Pendorong Internal Terhadap Konversi Lahan
Gambar 4 menunjukkan bahwa responden sebagian besar yaitu 80 persen akan
melakukan konversi lahan apabila lahan berada di lokasi yang strategis,
produktivitas menurun, kesulitan mendapatkan sumberdaya air, mutu lahan
menurun, luas lahan yang sempit, tingginya biaya produksi, dan himpitan
ekonomi. Apabila hal ini tidak dapat ditanggulangi maka cepat atau lambat
persentase masyarakat yang setuju untuk melakukan konversi lahan akan semakin
besar.
b. Faktor Eksternal Pendorong Konversi Lahan
Faktor eksternal pendorong konversi lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator pendorong konversi sesuai dengan
definisi operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada
Tabel 12.
Sangat setuju/setuju;
80%
Tidak setuju/kurang
setuju; 20%
54
Tabel 12. Persepsi Responden atas Faktor Ekternal Pendorong Konversi Lahan
No Indikator
Jawaban Total
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Nilai jual lahan yang
tinggi 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100
2 Lahan perumahan
lebih menguntungkan 25 100 0 0 0 0 0 0 25 100
3 Fluktuasi harga 25 100 0 0 0 0 0 0 25 100
4 Subsidi pemerintah
tidak tepat sasaran 25 100 0 0 0 0 0 0 25 100
5 Upah tenaga kerja
tidak sesuai dengan
keuntungan
1 4 23 92 1 0 0 0 25 100
Jumlah total 99 396 25 100 1 0 0 0 125 500
Rata-rata 19,8 79,2 5 20 0,04 0 0 0 25 100
Sumber: Data diolah 2015 Keterangan:
*SS = Sangat setuju *TS = Tidak setuju
*S = Setuju *STS = Sangat tidak setuju
Berdasarkan Tabel 12 dapat disimpulkan sebagian besar responden yaitu 24 orang
(96%) menyatakan setuju bahwa terjadinya konversi lahan karena alasan
pertambahan penduduk, pengaruh warga lain, pengaruh pihak swasta, harga lahan
meningkat, pembangunan sarana prasarana, pekerjaan sektor lain lebih
menjanjikan, fluktuasi harga, pajak bumi dan bangunan, kurangnya subsidi
pemerintah, kesulitan mencari tenaga kerja di sektor pertanian dan adanya
kesempatan membeli lahan lain yang lebih murah.
Pertambahan penduduk yang semakin tinggi akan sangat mempengaruhi
terjadinya konversi lahan. Setiap orang pasti akan membutuhkan tempat untuk
mereka tinggal dan lahan untuk membangun tempat tinggal bersifat terbatas maka
konversi lahan merupakan jalan yang diambil karena menganggap tempat tinggal
lebih penting daripada untuk usaha tani. Semakin banyak permintaan terhadap
lahan juga akan menyebabkan harga lahan semakin tinggi dan hal ini akan
55
mendorong petani menjual lahan karena tergiur akan nilai rupiah yang akan
diperoleh. Untuk lebih jelas akan ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Kecendrungan Faktor Pendorong Eksternal Terhadap Konversi Lahan
Berdasarkan Gambar 5. dapat dijelaskan bahwa kecendrungan faktor ekternal
terhadap konversi lahan sangat kuat. Ini menunjukkan bahwa pendorong konversi
secara eksternal sangat kuat mempengaruhi masyarakat untuk melakukan konversi
lahan. Apabila pendorong eksternal ini tidak dapat dilemahkan maka diyakini
masyarakat yang masih bertahan tidak mengkonversi lahan akan ikut tergerus
untuk melakukan konversi lahan.
2. Faktor Penghambat Konversi Lahan
a. Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan
Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator yang sesuai dengan definisi
Sangat setuju/setuju
96%
Tidak setuju/kurang
setuju4%
56
operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel
13.
Tabel 13. Persepsi Responden atas Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan
No Indikator
Jawaban Total
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Ketersediaan air kurang 0 0 23 92 2 8 0 0 25 100
2 Kondisi lahan subur 24 96 1 4 0 0 0 0 25 100
Jumlah total 24 96 24 96 2 8 0 0 50 200
Rata-rata 12 48 12 48 1 4 0 0 25 100
Sumber: Data diolah 2015 Keterangan:
*SS = Sangat setuju *TS = Tidak setuju
*S = Setuju *STS = Sangat tidak setuju
Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu
24 orang (96%) setuju secara eksternal yang dapat menahan konversi lahan adalah
ketersediaan air kurang serta kondisi lahan yang masih subur.
Kondisi lahan yang masih subur saat ini diyakini masih mampu untuk
menghambat laju konversi namun hasil yang diperoleh tidak begitu besar, ini
menunjukkan bahwa tanah yang didapat dari warisan tidak akan selamanya
mampu untuk menghambat konversi lahan. Hal ini dipengaruhi oleh luas lahan
yang diperoleh dari warisan sempit karena dibagi dengan beberapa orang saudara
sehingga dianggap lebih menguntungkan apabila dijual atau dikonversi. Untuk
lebih jelas akan ditunjukkan pada Gambar 6.
57
Gambar 6. Kecendrungan Faktor Penahan Internal Terhadap Konversi Lahan
Berdasarkan Gambar 6. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden yaitu 80
persen menyatakan setuju jika ketersediaan air terbatas dan kondisi lahan masih
subur. Faktor penghambat internal ini harus bisa semakin dikuatkan untuk dapat
mengurangi laju konversi lahan di Kelurahan Karangrejo.
b. Faktor Eksternal Penghambat Konversi Lahan
Faktor Internal Penghambat Konversi Lahan diukur berdasarkan persepsi
responden terhadap indikator-indikator yang sesuai dengan definisi
operasional variabel. Hasil dari jawaban responden dapat dilihat pada Tabel
14.
Sangat setuju/setuju
92%
Tidak setuju/kurang
setuju8%
58
Tabel 14. Persepsi Responden atas Faktor Ekternal Penghambat Konversi Lahan
No Indikator
Jawaban Total
SS S TS STS
Resp % Resp % Resp % Resp % Resp %
1 Regulasi
pemerintah yang
rumit
23 92 2 8 0 0 0 0 25 100
2 Subsidi pemerintah
yang kurang 22 88 3 12 0 0 0 0 25 100
3 Kepastian harga 0 0 0 0 20 80 5 0 25 100
4 Kompensasi
pemerintah 0 0 0 0 22 88 3 0 25 100
Jumlah total 45 180 5 20 42 168 8 0 200 400
Rata-rata 11,25 45 1,25 5 10,5 42 2 0 25 100
Sumber: Data diolah 2015 Keterangan:
*SS = Sangat setuju *TS = Tidak setuju
*S = Setuju *STS = Sangat tidak setuju
Berdasarkan Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa responden menyetujui yang dapat
menahan konversi lahan dari faktor eksternal adalah regulasi pemerintah, subsidi
pemerintah, kepastian harga dan pemberian kompensasi. Regulasi pemerintah
tentang penetapan kawasan hijau diyakini mampu untuk menghambat laju
konversi lahan namun dengan catatan pengeluaran regulasi harus dibarengi
dengan pemberian subsidi dan pemberian kompensasi kepada petani. Pemberian
subsidi berupa bibit dan pupuk bagi petani diyakini akan mampu menghambat
konversi lahan karena dengan pemberian subsidi dan kompensasi tentu akan
menambah penghasilan petani. Untuk lebih jelas akan ditunjukkan dalam
Gambar 7.
59
Gambar 7. Kecendrungan Faktor Penahan Eksternal Terhadap Konversi Lahan
Gambar 7. menunjukkan bahwa faktor ekternal sangat kuat dalam menahan laju
konversi lahan. Ini ditunjukkan dari penilaian responden yang sebagian besar
yaitu 13 persen menyatakan regulasi pemerintah, subsidi, kepastian harga dan
pemberian kompensasi akan mampu untuk menahan konversi lahan.
4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan
Analisis faktor dan analisi regresi linier berganda digunakan untuk mencari
faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Karangrejo Jadi. Tujuan
penggunaan analisis faktor dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar variabel yang diteliti dapat dijelaskan oleh setiap dimensi. Berikut ini
disajikan hasil analisis faktor berdasarkan tahapan yang ada dalam analisis faktor.
1. Determinant of Correlation matrix
Matriks Korelasi digunakan untuk mengidentifikasikan variabel-variabel
tertentu yang tidak mempunyai korelasi dengan variabel lain, sehingga dapat
Sangat setuju/setuju;
13%
Tidak setuju/kurang
setuju; 12%
60
dikeluarkan dari analisis. Koefisien matriks korelasi disajikan dalam Tabel
15.
Tabel 15. Koefisiensi Matriks Korelasi
No Variabel Determinan
1
2
3
4
5
Konversi lahan
Faktor internal pendorong
Faktor eksternal pendorong
Faktor internal penghambat
Faktor eksternal penghambat
0,364
0,231
0,027
0,488
0,840
Tabel 15. menunjukkan bahwa koefisien determinasi dari masing-masing variabel
sudah mendekati 0. Jadi dapat dinyatakan bahwa item instrument dari masing-
masing variabel memiliki korelasi yang kuat.
4.5 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Konversi Lahan
Sebelum data penelitian diuji dengan model uji regresi linear berganda maka
dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji nornalitas, uji multikolinearitas
dan heterokedastisitas.
1. Uji Normalitas
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati
normal. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan statistik
Kolgomorov-Smirnov. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. adalah
sebesar 0,279 yang lebih besar dari alpha (α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan
bahwa data dalam model uji telah berdistribusi normal.
61
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada atau
tidaknya hubungan yang linier (multikolinieritas) antara variabel bebas
(independen) satu dengan variabel bebas yang lain. Hasil uji multikolinearitas
ditunjukkan pada Tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16. Uji Multikolinearitas
No Variabel Tolerance VIF
1
2
3
4
Faktor internal pendorong
Faktor eksternal pendorong
Faktor internal penghambat
Faktor eksternal penghambat
.000
.883
.000
.883
.000
1.133
.000
1.133
Tabel 16. menunjukkan bahwa nilai Tolerance dan VIF untuk seluruh variabel
bebas telah lebih besar dari 0,1 dan lebih kecil dari 10. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model uji tidak terdeteksi kasus multikolinearitas.
3. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa pada model regresi
terjadi ketidaksamaan varian. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas digunakan model glejser. Hasil uji dengan model glejser
ditunjukkan pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Uji Heterokedastisitas
No Variabel Thitung Sig. Ket.
1
2
3
4
Faktor internal pendorong
Faktor eksternal pendorong
Faktor internal penghambat
Faktor eksternal penghambat
-531
-4.767
-.955
-8.580
.000
.000
.000
.000
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
62
Tabel 17. menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikatnya (absolute ei). Jadi dapat disimpulkan
bahwa dalam model tidak terdeteksi kasus heterokedastisitas.
Setelah dinyatakan seluruh variabel tidak terdeteksi kasus normalitas,
multikolinearitas dan heteroskedastisitas maka selanjutnya hasil dari tabulasi
dalam bentuk data ordinal tersebut selanjutnya diberikan skor dan diubah menjadi
data interval bagi masing-masing variabel yang disajikan pada Lampiran 3.
Berdasarkan data interval pada Lampiran 2 kemudian dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan SPSS. Hasil pengolahan data tersebut disajikan pada
Lampiran 6.
Hasil yang diperoleh dari data dengan menggunakan program SPSS dirangkum
pada Tabel 18.
Tabel 18. Rangkuman Hasil Analisis Regresi
Faktor
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
(Constant)
Pendorong internal
Pendorong eksternal
Penghambat internal
Penghambat eksternal
138.632
-.161
-.242
.092
-3.842
4.296
.092
.051
.122
.448
-.162
-.531
.066
-.955
32.274
-1.753
-.4.767
.751
-8.580
.000
.000
.000
.000
.000
R = 0,795
Fhitung = 4,434
R Square = 0,632
Sig. F hitung = 0,000
Tabel 18. menunjukkan bahwa R2 = 0,632 artinya secara simultan seluruh
variabel berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan pertanian sebesar 63,2
63
persen sedangkan sisanya sebesar 37,8 persen dipengaruhi oleh variabel yang
tidak dimasukkan dalam model, seperti (x1, x2, x3, dan x4)
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai F-hitung (4,434) lebih besar dari nilai F-tabel
(1,60) maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan dari faktor pendorong
internal (.092) dan penghambat internal (.122), sedangkan pendorong eksternal
(.051) dan penghambat eksternal (.448) ada pengaruh yang signifikan terhadap
konversi lahan di Karangrejo Jadi Kecamatan Metro Utara.
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh yang signifikan secara parsial dari faktor
pendorong dan penghambat baik yang bersifat internal maupun eksternal
berpengaruh terhadap konversi lahan di Karangrejo Jadi Kecamatan Metro Utara.
Apabila nilai thitung lebih besar dari ttabel (0,677) dengan tingkat Sig. 0,05 maka
variabel dinyatakan berpengaruh secara parsial. Menunjukkan bahwa variabel
yang berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan adalah faktor pendorong
eksternal. Jadi dapat disimpulkan bahwa konversi lahan terjadi di Karangrejo Jadi
disebabkan karena pengaruh variabel pendorong eksternal yang sangat kuat,
sedangkan faktor penghambat tidak memiliki kemampuan dalam menahan
terjadinya konversi lahan. Tabel 19. menunjukkan variabel yang berpengaruh
parsial terhadap konversi lahan.
64
Tabel 19. Variabel yang Berpengaruh Nyata
Variabel
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
(Constant)
Lokasi lahan
Produktivitas
Irigasi
Mutu tanah
Luas lahan
Biaya produksi
Resiko usahatani
Perubahan prilaku
Penangaan pasca panen
Himpitan ekonomi
Pengaruh warga lain
Nilai jual lahan
Pemb. Sarana prasarana
Fluktuasi harga
Subsidi pemerintah
Ketersediaan air
Lahan masih subur
Subsidi pemerintah
Kepastian harga
kompensasi
11.974
.394
.623
.398
-.910
.287
.463
.273
-.090
-.200
-.493
-.235
-.173
.100
-.171
.353
-.331
-.083
.209
.006
-.406
3.171
.340
.329
.365
.343
.340
.340
.374
.353
.329
.400
.420
.409
.379
.347
.358
.418
.411
.325
.359
.411
.105
.164
.108
-.247
.077
.117
.073
-.025
-.054
-.125
.096
-.046
.028
-.047
.096
-.085
.010
.051
.001
-.088
3.777
1.161
1.892
1.090
-2.652
.843
1.360
.729
-.255
-.607
-1.232
-.584
-.424
.264
-.493
.985
-.793
.109
.644
.016
-.988
.000
.249
.006
.279
.010
.402
.178
.468
.799
.546
.221
.561
.673
.793
.624
.327
.430
.914
.521
.987
.326
Berdasarkan Tabel 19. dapat dijelaskan bahwa yang berpengaruh secara signifikan
terhadap konversi lahan pertanian di Kelompok Tani Subur 1 Karangrejo Jadi,
Kecamatan Metro Utara adalah mutu tanah memiliki pengaruh signifikan terhadap
konversi lahan ditunjukkan dengan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (0,677 >
-2,652) artinya apabila semakin tinggi mutu tanah maka minat petani untuk
konversi lahan semakin tinggi, tetapi berdasarkan data dilapangan semakin rendah
mutu tanah, maka minat petani untuk konversi lahan semakin tinggi. Kesempatan
membeli lahan lain yang lebih murah berpengaruh signifikan terhadap konversi
lahan yang ditunjukkan dengan nilai thitung lebih besar dari ttabel (0,677 >
-2,652) yang artinya petani tidak akan menahan lahan mereka apabila
65
mendapatkan tawaran harga tanah yang menggiurkan di tempat lain yang lebih
murah sehingga akan memperoleh surplus harga jual lahan tersebut.
Produktifitas memiliki pengaruh signifikan terhadap konversi lahan ditunjukkan
dengan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (0,677 > 1,892) artinya apabila
semakin tinggi produktifitas sayuran maka minat petani untuk konversi lahan
semakin tinggi, tetapi berdasarkan data dilapangan semakin rendah produktifitas
yang dihasilkan, maka minat petani untuk konversi lahan semakin rendah.
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan di atas, maka diperoleh simpulan
yakni mutu tanah memiliki pengaruh signifikan terhadap konversi lahan
ditunjukkan dengan nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (0,677 > -2,652) artinya
apabila semakin tinggi mutu tanah maka minat petani untuk konversi lahan
semakin tinggi, tetapi berdasarkan data dilapangan semakin rendah mutu tanah,
maka minat petani untuk konversi lahan semakin tinggi. Produktifitas memiliki
pengaruh signifikan terhadap konversi lahan ditunjukkan dengan nilai t-hitung
lebih besar dari t-tabel (0,677 > 1,892) artinya apabila semakin tinggi
produktifitas sayuran maka minat petani untuk konversi lahan semakin tinggi,
tetapi berdasarkan data dilapangan semakin rendah produktifitas yang dihasilkan,
maka minat petani untuk konversi lahan semakin rendah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang ada maka dapat dikemukakan
saran adalah sebagai berikut.
1. Seluruh pihak terkait baik pemerintah maupun Anggota Kelompok Tani
Subur 1 Karangrejo harus mampu untuk mengontrol laju konversi lahan
67
dengan cara memperlemah faktor-faktor yang mendorong konversi lahan baik
yang bersifat internal maupun eksternal dan memperkuat faktor-faktor yang
menghambat konversi lahan.
2. Menanggulangi faktor pendorong internal seperti mutu tanah dan
produktivitas, pemerintah perlu meningkatkan pemberian subsidi pupuk
untuk meningkatkan produktivitas lahan sehingga mampu menghasilkan
dengan baik. Untuk menanggulangi faktor pendorong eksternal seperti
kebutuhan untuk perumahan dan kesempatan membeli lahan lain pemerintah
harus mempertegas regulasi di bidang perizinan terutama untuk membangun
di lahan basah. Pemerintah juga harus memperketat peraturan jual beli lahan
terutama lahan pertanian boleh dijual tetapi tetap diperuntukkan untuk lahan
pertanian.
3. Petani harus ditekankan bahwa konversi lahan bukan jalan terbaik bahkan
dapat merugikan petani itu sendiri dan secara luas seperti ketahanan pangan
serta lingkungan. Dampak konversi lahan terhadap kesejahteraan petani
memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat mengkaji indikator-indikator lain selain pendapatan yang
mempengaruhi kesejahteraan petani. Hal ini terkait dengan perbedaan
persepsi petani tentang kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Astho Pramono, dkk. 2004. Analisis Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Keputusan Petani untuk Mengkonversi Lahan Rakyat di DAS Ciliwung
Hulu.
Anonimous. 2011. Konservasi Lahan Sawah di Lampung Memprihatinkan. Bisnis
Indonesia, Selasa, 22 Februari 2011.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. CV. Media
Wacana: Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Padi dan Palawija Provinsi Lampung. BPS
Lampung.
Bambang Irawan dan Supena Friyatno. 2001. Konversi Lahan Sawah: Potensi
Dampak, Pola dan Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.
Dedi Sugandi, dkk. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan
Sawah Menjadi Kebun Kelapa Sawit Strategi Pengendaliannya di
Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.
Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu tanah. Edisi Keenam Terjemahan S. Adi
Soemarto. Penerbitan Erlangga. Jakarta.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta
Ilham, N., Syaukat, Y., dan S. Friyatno. 2005. Perkembangan dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah serta Dampak Ekonominya.
http://ejournal .unud.ac.id/. SOCA (Socio-Economic of Agriculturre and
Agribusiness), Volume 5 No. 2 July 2005. Universitas Udayana, Bali.
Irawan. 2006. Multi Fungsi Lahan dan Revitalisasi Pertanian, Balai Penelitian
Tanah, Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian, dalam: Surat Kabar
Pembaharuan.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola
Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro
Ekonomi Vol. 23. No. 1. Tahun 2005. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Iqbal, M dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 167-
182. Bogor.
Isa, I. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Proseding
Seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Badan Litbang
Departemen Pertanian. Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries
japan dan ASEAN Secretariat. Jakarta.
Kustiawan, I. 1997. Permasalahan Konversi Lahan Pertanian dan Implikasinya
Terhadap Penataan Ruang Wilayah Studi Kasus: Wilayah Pantura Jawa
barat. Jurnal PWK Vol. 8, No. 1 Januari 1997.
Leftwcih, I Nasution. 1978. Pengaturan Penguasaan Penggunaan Tanah Dalam
Upaya Pengendalian Fungsi Lahan Tanah Pertanian Sawah Beririgasi
dan Mempertahankan Swasembada Beras. Seminar Nasional Studi
Kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan. Yogyakarta.
Mubyarto. 1972. Pengantar Ilmu Pertanian. Penerbit LP3ES: Jakarta
Musa, L, Mukhlis, dan Rauf, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Fuindamentals
of Soil Science). Departemen Ilmu tanah Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Novita Dinaryanti. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengarhi Alih Fungsi Lahan
Pertanian di Daerah Sepanjang Irigasi Bendung Colo Kabupaten
Sukoharjo. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Semarang.
Notodimedjo, Soewarno. 1997. Strategi Pengembangan Hortikultura Khususnya
Buah-buahan dalam menyongsong Era Pasar Bebas. Pidato
Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Hortikultura, Fak.Pertanian
Unibraw, Malang. 74 pp.
Sihaloho Martua., Dharmawan, Arya Hadi, dan Rusli, Said. 2007. Konversi Lahan
Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Studi Kasus di Kelurahan
Mulyaharaja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa barat).
Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi
Manusia Vol. 1. Tahun 2007. Jawa Barat
Siswono Yudohusodo, 1999. Upaya Pemberdayaan Petani sebagai Faktor
Utama Program Pembangunan Nasional. Gerakan Terpadu Peduli
Pertanian, Undip Semarang. 11 pp.
Sofyan, S., dkk. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai Penelitian
Tanah. Bogor.
Sumaryanto,dkk. 2002. Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian
dan dampak Negatifnya. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro. Semarang.
Suyana, A. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah disampaikan
pada Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era
Otonomi dan Globalisasi. Fakultas Petanian, IPB, Bogor, 22 November
2005.
Rahmanto dkk, 2002. Metode penelitian Komunikasi. Remaja Karya: Bandung
Rustiadi, dkk. 2010. Konversi Lahan Pertanian dan Dinamika Perubahan
Penggunaan Lahan di Kawasan Bandung Utara. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.
Utomo dkk, 1992. Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Winoto. 2005. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu
Pada Partisipasi Masyarakat. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner alih fungsi usaha lahan sawah padi menjadi usaha tanaman
sayur (hortikultura).
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi ”Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Alih Fungsi Usaha Lahan Sawah Padi Menjadi Usaha Tanaman
Sayur (Hortikultura) di Kelompok Tani Subur I Desa Karangrejo Metro Utara”
A. Biodata Responden
1. Nama : ………………………………….
2. T.T. Lahir : ………………………………….
3. Usia : ………………………………….
4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/PT
5. Alamat : ………………………………….
6. Jumlah Tanggungan Keluarga : ………………………………….
7. Luas Lahan Pertanian : …………………………………
8. Hasil Pertanian dijual dengan sistem:
a. Lahan sawah : ………………………………….ton
Alasannya : ……………………………………………………..
b. Tanaman sayuran : ………………………………….ton
Alasannya : …………………………………………………………….
9. Volume Penjualan : ………………………………….Kg/kw/ton
Permusim panen/per hektar
FAKTOR INTERNAL PENDORONG
1. Mampu mengatasi masalah ekonomi petani
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Seperti apa masalah ekonomi yang Bapak/Ibu lakukan?
………………………………………………………………………….
2. Terdapat saluran irigasi yang baik
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Seperti apa saluran irigasi?
………………………………………………………………………….
3. Lahan pertanian yang subur
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Kondisi tanah pertanian seperti apa?
…………………………………………………………………………..
4. Biaya produksi yang rendah dengan produktivitas tinggi?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Menekan biaya produksi dengan cara apa?
…………………………………………………………………………..
5. Apakah terdapat resiko usaha tani ?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
6. Penanganan pasca panen yang baik oleh petani?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya?
…………………………………………………………………………..
FAKTOR EKSTERNAL PENDORONG
1. Nilai jual lahan yang tinggi?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Harga jual lahan yang tinggi menarik petani untuk menjual lahannya?
…………………………………………………………………………..
2. Lahan perumahan dinilai lebih menguntungkan?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
3. Fluktuasi harga pertanian yang tidak menentu?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
4. Subsidi pemerintah yang sulit dicari dan tidak tepat sasaran?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
5. Upah tenaga kerja yang tidak sesuai dengan keuntungan? ?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
c. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
FAKTOR INTERNAL PENGHAMBAT
1. Ketersediaan air yang kurang mendukung?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
2. Kondisi lahan yang tidak subur?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
FAKTOR EKSTERNAL PENGHAMBAT
1. Regulasi pemerintah yang rumit?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
2. Subsidi pemerintah yang kurang untuk menyuplai pertanian?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
3. Kepastian harga yang tepat?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00) b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Alasannya:
…………………………………………………………………………..
4. Kompensasi pemerintah kepada kelompok tani yang baik?
a. Sangat setuju (4,00) c. Kurang Setuju (2,00)
b. Setuju (3,00) d. Tidak Setuju (1,00)
Dukungan seperti apa yang diberikan oleh pemerintah untuk pengembangan pertanian?
…………………………………………………………………………..
Lampiran 2. Identitas Responden Alih Fungsi Lahan Sawah Padi Ketanaman Sayuran
Luas Jenis Pendidikan Pekerjaan Pekerjaan Tanggungan Status Pengalaman
Lhn Umur Alamat Kelamin Suku Terakhir Utama Sampingan Keluarga Lahan Berusahatani
(Ha)
1 Musaid 0.18 35 Karangrejo L Jawa Perguruan Tinggi Petani 3 Sendiri 1
2 Sukatno 0.50 42 Karangrejo L Jawa Perguruan Tinggi Petani Guru SD 2 Sendiri 2
3 Suranto 0.25 40 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Petani Sayur 1 Sendiri 7
4 Siono 0.75 55 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Buruh Lajang Sendiri 7
5 Sutris 1.00 30 Karangrejo L Jawa Perguruan Tinggi Petani Wirasasta Lajang Sendiri 1
6 Kambali 1.00 54 Karangrejo L Jawa SD Petani Wirasasta 3 Sendiri 5
7 Miftahul 0.27 45 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Pedagang 2 Sendiri 2
8 Pandi 1.00 41 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Sopir 2 Sendiri 2
9 Suparman 0.76 36 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Petani Sayur 3 Sendiri 5
10 Imam 0.50 45 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Pedagang 2 Sendiri 4
11 Suharto 0.50 46 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Wirasasta 3 Sendiri 6
12 Sarianto 1.00 38 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Buruh 3 Sendiri 2
13 Jumiran 0.18 40 Karangrejo L Jawa SD Petani Buruh Lajang Sendiri 2
14 Sugono 0.25 63 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Buruh Lajang Sendiri 5
15 Yasir 0.55 28 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Buruh 1 Sendiri 56
16 Suprihadi 0.50 53 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Buruh 2 Sendiri 4
17 Subandi 0.50 58 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Buruh 2 Sendiri 7
18 Rudi 0.76 29 Karangrejo L Jawa Perguruan Tinggi Petani Buruh 3 Sendiri 3
19 Maseni 0.75 47 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Buruh 2 Sendiri 3
20 Ponimin 0.80 56 Karangrejo L Jawa SLTP Petani Buruh 3 Sendiri 4
21 Madiono 1.00 40 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Karyawan 2 Sendiri 7
22 Sugi 0.72 60 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Pedagang 2 Sendiri 7
23 Nyuito 1.00 64 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Pedagang 4 Sendiri 4
24 Jamali 1.00 44 Karangrejo L Jawa SD Petani Buruh 3 Sendiri 3
25 Sukatmo 0.25 45 Karangrejo L Jawa SLTA Petani Buruh 1 Sendiri 3
15.97 1134 Karangrejo L Jawa 0 Petani 0 49 Sendiri 152
0.64 45.36 Karangrejo L Jawa 0 Petani 0 2.33 Sendiri 6.08
No Nama
Total
Rata-rata
Lampiran 3. Identitas Pedagang Penangkaran Benih Padi Ciherang di Desa Adirejo
Jenis Pendidikan PengalamanTanggungan
Umur Kelamin Suku Terakhir Berusahatani Keluarga
1 Suyatman 47 L Jawa Perguruan Tinggi 20 3
2 Supatmi 30 P Jawa Perguruan Tinggi 5 0
3 Heri 43 L Jawa SLTA 10 2
4 Sutarja 39 L Jawa Perguruan Tinggi 12 2
5 Isak 37 L Jawa Perguruan Tinggi 7 2
6 Jemu 50 L Jawa SLTA 20 4
Kota Metro 100% modal sendiri
Pekalongan 100% modal sendiri
Kota Metro 100% modal sendiri
Metro Kibang 100% modal sendiri
Pekalongan 100% modal sendiri
Alamat
Status
Kepemilikan
Modal (Rp)
Adirejo Pengumpul I
No Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
internal pendorong
4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 99
2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 46
3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 74
3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 74
3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 72
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 74
eksternal pendorong
4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 98
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 75
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 100
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 75
internal penghambat
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 73
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 99
eksternal penghambat
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 98
4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 97
1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 45
2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 47
RESPONDEN
SS S KS TS
24 1 1 1 27 96 4 4 4 126
1 1 21 4 27 4 4 16 16 73
1 24 1 1 27 4 96 4 4 101
1 24 1 1 27 4 96 4 4 101
1 22 3 1 27 4 88 4 4 99
1 24 1 1 27 4 96 4 4 101
29 96 28 9
23 2 1 1 27 92 8 4 4 125
25 1 1 1 28 100 4 4 4 103
25 1 1 1 28 100 4 4 4 128
25 1 1 1 28 100 4 4 4 128
1 23 1 1 26 4 92 4 4 101
99 28 5 5
1 23 2 1 27 4 92 4 4 100
24 1 1 1 27 96 4 4 4 126
25 24 3 2
23 2 1 1 27 92 8 4 4 125
22 3 1 1 27 88 12 4 4 124
1 1 20 5 27 4 4 20 20 72
1 1 22 3 27 4 4 12 12 74
47 7 44 10 800 620 104 104