Post on 09-Apr-2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................iKATA PENGANTAR.........................................................................................................iiBAB I...................................................................................................................................3PENDAHULUAN...............................................................................................................3BAB II.................................................................................................................................8PEMBAHASAN..................................................................................................................8
2.1 DASAR PEMIKIRAN ASESMEN PENALARAN................................................82.2 BENTUK ASESMEN PENALARAN (REASONING ASSESSMENT).............152.3 MELIBATKAN SISWA DALAM PENILAIAN PENALARAN........................15
PENUTUP.........................................................................................................................17KESIMPULAN..............................................................................................................17
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran ini dengan judul Penilaian Penalaran.
Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai -bentuk penilaian penalaran.
Penulis menuliskannya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun
dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan
pembaca pada saat ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah tulis ini masih banyak kekurangan.
Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang
membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.
Palembang, Agustus 2015
Penulis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan dalam mAengakses informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran. Pemilihan metode asesmen harus didasarkan pada target informasi yang ingin dicapai. Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins (1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar.
Sehingga nantinya hasil belajar yang dicapai oleh siswa adalah hasil belajar yang memuaskan. Hasil belajar yang baik. yang nantinya akan berdampak baik untuk siswa itu sendiri. Penilaian penalaran ini juga membantu siswa untuk menumbu kembangkan jiwa berpikir kritisnya, nalar yang tetap sejalan dengan logika, juga berkenaan dengan proses belajar itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rmusan masalah dalam makalah ini, yaitu
1. Apa itu penilian Penalran?
2. Dasar pemikiran apa saja yang menjadi dasar dari penilaian penalran?
3. Apa saja bentuk dari penilaian penalaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini,yaitu
1. Menjelaskan apa yang dimkasud dengan penilaian penalaran.
2. Menjelaskan Dasar pemikiran yang menjadi dasar penilaian penalaran.
3. Menjelaskan apa saja bentuk-bentuk dari penilaian penalaran itu sendiri.
BAB II PEMBAHASAN
Secara umum, Penalaran (reasoning) merupakan suatu konsep umum yang menunjuk
pada salah satu proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru
dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Copi (1986) menyebut penalaran sebagai
cara berpikir spesifik untuk menarik kesimpulan dari premis-premis. Piaget (1964) memberikan
garis besar sistem intelektual anak pada tahap perkembangan yang menggambarkan tingkat
penalaran yang dimilikinya. Perkembangan kognitif siswa yang dikemukakan terdiri dari empat
tahap yaitu :
(a) sensori motorik (0-2 tahun)
(b) pra operasional (2-7 tahun)
(c) operasional konkret (7-11 tahun)
(d) operasional formal (11 tahun ke atas)
Masing-masing tahap perkembangan kognitif tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Sensori Motorik
Tahap ini dicirikan oleh giatnya skemata sensori motoris yang mengatur indra dan gerakan.
Dalam periode ini tidak ada kegiatan-kegiatan simbolis. Secara berangsur-angsur lewat
kegiatan sensori dan gerakan motorisnya, anak belajar untuk mengkoordinir berbagai
macam pola tindakan. Dalam keadaan kesatuan osmose afektif, lama-lama mereka mulai
sadar untuk membedakan dengan dunia luar. Kesadaran akan diri sebagai subyek dan
pembentukan obyek terjadi secara serentak. Pembentukan obyek ini bukanlah satu
kenyataan primer tetapi sebuah konstruksi yang terjadi secara bertahap. Pembentukan obyek
ini akan berkembang menjadi kesadaran akan permanensi obyek yang berarti timbulnya
kesadaran sebuah obyek yang walaupun tidak dapat diraba secara langsung, toh masih betul-
betul berada terus jika suatu saat obyek tersebut tersembunyi bagi si subyek.
2. Tahap Pra Operasional
Tahap ini dicirikan oleh berangsur-angsurnya pertambahan daya mengabstraksi, yang berarti
memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari kenyataan yang konkret secara berganti-
ganti. Periode ini dibagi dalam dua sub taraf.
a. pra konseptual (2-4 tahun)
Dalam taraf pra konseptual perkembangan mental telah berubah karena sudah terjadi
perpindahan aksi-aksi sebagai representasi sesaat. Fungsi simbolis berarti kemampuan
untuk mewakili sesuatu yang intern (misalnya perasaan dan pikiran). Simbol tidak
menujuk pada diri sendiri, tetapi gambaran yang menunjuk kepada sesuatu yang lain.
Perluasan realitas simbolis ini khususnya terjadi dalam bentuk permainan, tiruan dan
bahasa. Ketiga faktor tersebut merupakan cara yang khas untuk menghadirkan sesuatu
yang secara nyata tidak hadir. Sub taraf pra konseptual ini selanjutnya dicirikan lagi
oleh sifat egosentrisme. Anak masih menganggap diri sebagai titik pusat mutlak dari
dunianya dan menentukan diri sebagai patokan dan ukuran mutlak untuk setiap
penilaian dan pertimbangan sehingga anak tidak dapat menempatkan diri dalam sudut
pandangan orang lain. Pikiran anak masih bersifat terpusat (sentrasi). Anak yang
berhadapan dengan suatu dimensi yang berbeda-beda secara serentak, hanya dapat
memfokuskan kepada satu dimensi saja.
b. Sub taraf intuitif (4 – 7 tahun)
Aspek yang paling menonjol dalam Sub taraf intuitif, anak sudah berhasil
mengumpulkan sejumlah benda yang berbeda-beda menurut bentuk, besar dalam satu
kategori tunggal. Anak sudah mampu melihat relasi-relasi koheren tetapi tidak berhasil
menguraikan relasi-relasi koheren tersebut karena cara berpikirnya masih bersifat
intuitif. Pada taraf ini anak mulai menangkap realitas secara logis dan munculnya aspek
konservasi. Aspek konservasi ini merupakan kesadaran bahwa substansi atau benda
(tanah, besi, kayu, air ) tidak kehilangan sifat tetentu (berat, volume) walaupun secara
jelas terjadi perubahan bentuk tertentu (transformasi, seperti bentuk bulat berubah
menjadi pipih). Tercapainya aspek transformasi ini menandai kepada peralihan
pemikiran menuju konkret operasional.
3. Tahap Operasional Konkrit
Tahap ini dicirikan oleh penghapusan berbagai keterbatasan yang ada pada taraf
sebelumnya. Cara berpikir anak semakin kurang egosentris dan menjadi lebih terdesentrir.
Dua ciri yang paling mencolok dari taraf ini adalah sifat operasional dan reversible. Dalam
pemikiran operasional, melalui tindakan berpikirnya, anak dapat membuat suatu dengan
cara membayangkannya. Perbuatan mental semata-mata dilakukan pada tingkat yang
konkret. Tindakannya masih bergantung pada kehadiran nyata obyek-obyek konkret. Dalam
prinsip reversibilitas, anak dapat kembali kepada titik tolaknya dan dapat memperbaiki
tindakan mentalnya dengan melakukan kembali secara mental urutan yang sebaliknya.
Dalam hal ini anak mampu mengantisipasi dan memperhitungkan apa yang akan terjadi.
Proses-proses penting selama tahapan operasioanal kongkrit adalah:
a. Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya.
b. Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian
benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan
bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian
tersebut.
c. Decentering, yaitu anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya.
d. Reversibility yaitu anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
e. Konservasi, yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut.
f. Penghilangan sifat egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
4. Tahap Operasional Formal
Erwin dan Nuriyah (2001) mendefinisikan penalaran formal sebagai kemampuan berpikir
benar dalam mencapai kebenaran, dapat membedakan antara kenyataan yang diterima dan
harapan yang diinginkan. Siswa yang sudah berusia 11 tahun ke atas telah memiliki
penalaran formal. Siswa pada usia tersebut telah mampu berpikir secara simbolik dan
berpikir abstrak terhadap obyek yang diamati, sistematis, terarah dan akan dicapai, di
samping mampu berpikir induktif, deduktif dan empiris rasional. Aspek penalaran formal
meliputi penalaran kombinatorial, penalaran korelasional dan penalaran proporsional.
Flavell mengemukakan beberapa karakteristik dari berpikir operasional formal, yaitu :
a. Berpikir hipotesis deduktif
Ia dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah dan
mencek data terhadap setiap hipotesis untuk membuat keputusan yang layak. Tetapi ia
belum mempunyai kemampuan untuk menerima dan menolak hipotesis.
b. Berpikir proporsional
seorang anak pada tahap operasional formal dalam berpikir tidak dibatasi pada benda-
benda atau peristiwa-peristiwa yang konkret, ia dapat menangani pernyataan atau
proporsi yang memerikan data konkrit. Ia bahkan dapat menangani proporsi yang
berlawanan dengan fakta.
c. Berpikir kombinatorial
Kegiatan berpikir yang meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau
proporsi-proporsi yang mungkin.
d. Berpikir refleksif
Anak-anak dalam periode ini berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali
pada satu seri operasional mental. Ia juga dapat menyatakan operasi mentalnya dengan
simbol-simbol (Dahar, 1989).
Lawson menyebutkan ada lima karakteristik bernalar formal, yaitu :
a. identifikasi dan pengontrolan variabel : mendefinisikan identifikasi dan pengontrolan
variabel sebagai kemampuan siswa dalam mengidentifikasi variabel yang paling tepat
terutama dalam memecahkan masalah
b. kemampuan berpikir kombinatorial : kemampuan berpikir yang menggabungkan
beberapa faktor kemudian menyimpulkan sebagai hasil penggabungan tersebut terutama
dalam memecahkan masalah
c. kemampuan berpikir korelasional : kemampuan menganalisis masalah dengan
menggunakan hubungan-hubungan atau sebab akibat
d. kemampuan berpikir probabilitas : Cara berpikir untuk memecahkan masalah melalui
berbagai kecenderungan mendorong siswa untuk mencari probabilitas
e. kemampuan berpikir proporsional : kemampuan memecahkan masalah secara proporsi
dan menggabungkan proporsi yang satu dengan yang lain. Dengan demikian anak pada
tahap operasional formal menggunakan kelima cara tersebut dalam penalarannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran formal adalah kapasitas siswa untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi : berpikir kombinatorial, berpikir proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan mekanik, berpikir probabilitas, berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir konservasi
2.1 DASAR PEMIKIRAN ASESMEN PENALARAN Nuryani Rustaman menyatakan bahwa kerangka dalam asesmen penalaran terdiri
dari Taksonomi Bloom, Kerangka Norris-Ennis, Kerangka Quellmalz, dan dimensi pembelajaran
Marzano. Masing-masing dasar pemikiran tersebut akan diuraikan selanjutnya.
1. Taksonomi Bloom
Secara umum, Bloom menyatakan klasifikasi kemampuan hasil belajar terbagi
menjadi :
a. Ranah Kognitif
Merupakan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan,
pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran.
b. Ranah Afektif
Berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap
suatu obyek
c. Ranah Psikomotor
Kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan (berkaitan dengan
gerak fisik).
Berdasarkan klasifikasi dari kemampuan hasil belajar tersebut, penalaran termasuk pada
ranah kognitif.
Pada tahun 1956, Benjamin Bloom menulis “Taxonomy atas Tujuan Pendidikan:
Domain Kognitif”, dan sejak saat itu deskripsi dari enam tingkat proses berpikir yang
dibuatnya dengan segera diadaptasi serta digunakan dalam berbagai macam ragam konteks.
Daftar atas proses kognitif yang dibuatnya, disusun dan diurutkan dari yang paling
sederhana, mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki, sampai dengan yang paling
rumit, yaitu memutuskan nilai dan manfaat dari suatu gagasan. Tabel 1 menunjukkan tingkat
pemikiran yang pada awalnya dikemukakan Bloom :
Tabel 1. Taksonomi Bloom awal Tahap
Pemikiran Definisi Kata Kunci
Pengetahuan Mengingat kembali informasi
identifikasi, deskripsi, nama, label, pengenalan, reproduksi, menyertai, mengikuti
Pemahaman Pemahaman terhadap makna, interpretasi dari sebuah konsep
ringkasan, mengubah, mempertahankan, mengartikan, interpretasi, pemberian contoh
Penerapan Penggunaan dari informasi atau konsep dalam suatu situasi yang baru
membangun, membuat, model, perkiraan, prediksi, persiapan
Analisis Memecah informasi atau konsep ke dalam beberapa bagian untuk menjadikannya lebih mudah dipahami
membandingkan, memecah, membedakan, memilih, memisahkan
Sintesis Menggabungkan beberapa gagasan secara bersama untuk membentuk sesuatu yang baru
kategorisasi, generalisasi, rekonstruksi
Evaluasi Memutuskan nilai dan manfaat
meninjau, kritik, menilai, argumentasi, dukungan
Sebagaimana model teoretik lainnya, taksonomi yang dibuat oleh Bloom memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kekuatan terbesarnya adalah taksonomi tersebut mengangkat topik yang
sangat penting mengenai proses berpikir dan menempatkan sebuah struktur di seputar topik
tersebut yang bermanfaat bagi para praktisi. Banyak guru yang memiliki pertanyaan seputar
belajar dan mengajar terangsang untuk menghubungkannya dengan berbagai tingkat dari
taksonomi yang dibuat oleh Bloom, dan dapat dipastikan menjadikan guru-guru tersebut
bekerja lebih baik, khususnya dalam mendorong terwujudnya kemampuan berpikir dengan
tingkat keteraturan yang lebih tinggi.
Pada tahun 1999, Lorin Anderson bersama dengan beberapa rekan kerjanya
menerbitkan sebuah versi terbaru dari taksonomi Bloom yang mempertimbangkan
jangkauan yang lebih luas dari berbagai faktor yang berdampak pada kegiatan pembelajaran.
Taksonomi yang diperbaharui ini berusaha memperbaiki beberapa kekeliruan yang ada pada
taksonomi yang asli. Tidak seperti versi 1956, taksonomi yang baru membedakan antara
“tahu tentang sesuatu” (knowing what), isi dari pemikirannya itu sendiri, dan “tahu tentang
bagaimana melakukannya” (knowing how), sebagaimana prosedur yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, dimensi proses kognitif atas perbaikan taksonomi
yang dibuat oleh Bloom tersebut, sebagaimana versi aslinya, memiliki enam kecakapan
seperti tabel 2.
Tabel 2. Taksonomi Bloom terbaru Tahap
Pemikiran Definisi Kata Kunci
Mengingat (remembering)
pengenalan kembali dan memanggil ulang (recall) informasi yang sesuai dari ingatan jangka panjang
mengenali, memanggil ulang
Memahami (understanding)
kemampuan untuk mengartikan dan memaknai dari bahan pendidikan, seperti bahan bacaan dan penjelasan guru
mengartikan dan memaknai sendiri, mencontohkan, membuat klasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan
Menerapkan (applying)
mengacu kepada penggunaan sebuah prosedur yang telah dipelajari baik dalam situasi yang telah dikenal maupun pada situasi yang baru
mengeksekusi / melaksanakan, menerapkan
Menganalisis (analyzing)
memecah pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil dan memikirkan bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan dengan struktur keseluruhan seutuhnya
membedakan, mengorganisasikan,memberikan atribut
Evaluasi(evaluating)
mencakup pemeriksaan (checking) dan pengritisian (critiquing)
memeriksa, mengkritisi
Menciptakan (creating)
melibatkan usaha untuk meletakkan berbagai hal secara bersama untuk menghasilkan suatu pengetahuan baru
membangkitkan, merencanakan, menghasilkan
2. Norris-Ennis’s Framework
Menurut Norris-Ennis Framework dalam stiggin (1994) terdapat 12 indikator keterampilan
kritis yang dikelompokkan dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis seperti di tunjukkan
pada table 3 berikut
Tabel 3. Indicator keterampilan berpikir kritis Norris Ennis
Keterampilan berpikir kritis Sub keterampilan berpikir kritis
1. Memberikan
penjelasan sederhana (elementary
clarification)
1. memfokuskan pertanyaan
2. menganalisis argumentasi
3. bertanya dan menjawab pertanyaan
klarifikasi dan pertanyaan yang
menantang
2. Membangun
keterampilan dasar (basic support)
1. Mempertimbangkan kredibilitas
(criteria suatu sumber)
2. Mengobservasi dan
mempertimbangkan hasil observasi
3. Meyimpulkan
(inference)
1. Membuat dedukasi dan
mempertimbangkan hasil dedukasi
2. Membuat induksi dan
mempertimbangkan induksi
3. Membuat dan mempertimbangkan nilai
keputusan
4. Membuat penjelasan lebih lanjut
(advanced clarification)
1. Mendefenisikan istilah,
mempertimbangkan defenisi
2. Mengidentifikasi asumsi
5. Strategi dan taktik (strategies and
tactics)
1. Memutuskan suatu tindakan
2. Berinteraksi dengan orang lain
3. Marzano’s Dimension of Learning
Dimensi belajar pertama kali diperkenalkan oleh Robert J. Marzano tahun 1992 dalam
bukunya yang berjudul A different Kind of Classroom. Ada lima dimensi belajar yang
dikemukakan MArzano (1992), yaitu:
a. Sikap dan persepsi (Attitude dan perceptions)
b. Memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan (Acquire and integrate knowledge)
c. Mengembangkan dan menghaluskan pengetahuan (Extend and refine knowledge)
d. Menggunakan pengetahuan secara bermakna (use knowledge meaningfully)
e. Kebiasaan berpikir produktif (productive habits of maind)
Kelima dimensi belajar yang telah disebutkan diatas saling berhubungan satu sama lain dan
tidak dapat berjalan dalam keadaan terpisah. Dimensi pertama dan kelima merupakan dasar
untuk menjalankan dimensi kedua, ketiga, dan keempat. Jika siswa memiliki sikap persepsi
negative terhadap pembelajaran, maka proses belajar yang meliputi dimensi dua, tiga dan
empat pada siswa tidak akan berjalan dengan baik. Sebaliknya bila siswa memiliki sikap dan
persepsi positif maka siswa akan belajar lebih banyak dan hal-hal yang terkait dengan
dimensi dua, tiga dan empat dapat dilaksanakan dengan baik. Demikian halnya bila siswa
telah terbiasa berpikir secara produktif, maka proses belajar pada diri siswa akan terfasilitasi.
Dimensi belajar tersebut saling berinteraksi dapt dilihat pada gambar berikut.
4. Quellmalz’s Framework
Stiggins (1988) mengemukakan kerangka pemikiran Quellmalz tentang penalaran sebagai
berikut :
Kategori Defenisi Kata Kunci
Mengingat (Recall) Mengingat atau mengenal fakta-fakta kunci, defenisi, ko nsep.
Menyampaikan, mendaftarkan, label, nama, identifikasi, mengulang, siapa, apa, kapan
Analisis (Analysis) Memahami hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagiannya dan antara sebab dan akibat, gabungan dan pengelompokan, memahami bagaimana suatu proses dan bagaimana bagian sesuatu sesuai bersamaan, memahami hubungan kausal, mendapatkan informasi dari chart, grafik, diagram, dan peta.
Menganalisis, memutuskan, hubungan, bagaimana sesuatu beroperasi, bagaimana sesuatu digunakan, memberikan contoh
Perbandingan
(Comparison)
Menjelaskan bagaimana sesuatu itu sama atau berbeda.Membandingkan antara dua hal, sederhana ataupun rumit. Perbandingan sederhana didasarkan pada beberapa sifat yang lebih nyata.Perbandingan rumit membutuhkan pengujian yang lebih luas dari sejumlah karakteristik antara dua atau lebih suatu hal yang ingin dibandingkan.Perbandingan dimulai dengan keseluruhan / sebagian hubungan dalam kategori analisis dan membawanya ke tahapan selanjutnya.
Samakan, bedakan, bandingkan, serupa, berbeda
Penarikan
Kesimpulan
(Inference)
Penalaran secara induktif atau deduktif. Dalam tugasdeduktif, penalaran siswa dimulai dari
Hipotesis, sintesis, penggunaan fakta, menggunakan aturan, mengeneralisasikan,
Kategori Defenisi Kata Kunci
generalisasi ke pemisalan spesifik dan diminta untuk mengenalkan atau menjelaskan fakta-fakta. Dalam tugas induktif, siswa diberi pemisalan atau uraian dan mampu menghubungkan dan mengintegrasikan informasi untuk menuju ke generalisasi.
menciptakan, menduga, memprediksi, menyimpulkan, menggunakan, memecahkan
Evaluasi
(Evaluation)
Mengungkapkan dan mempertahankan pendapat. Mengevaluasi memerlukan siswa untuk mempertimbangkan kualitas, kredibilitas, harga atau kepraktisan yang menggunakan kriteria yang telah ditetapkan dan menjelaskan bagaimana kriteria tersebut cocok atau tidak.
Mempertimbangkan, mengevaluasi, solusi terbaik, membenarkan, mempertahankan, mengkritik
Berdasarkan keempat dasar pemikiran para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
penalaran merupakan suatu keterampilan berpikir dengan menggunakan pengetahuan untuk
memecahkan masalah, membuat keputusan, rencana, dan lainnya. Tingkatan penalaran dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Analisis Komponen, bagian, unsur, urutan logis, langkah-langkah, ide pokok, uraian
pendukung, membedah, menentukan, urutan.
Menyamakan / membedakan : membedakan antara serupa dan berbeda, membedakan
antara kemiripan dan pertentangan, mensejajarkan.
Sintesis : menggabungkan, mencampurkan, memformulasikan, mengorganisasi,
mengadaptasi, memodifikasi
Klasifikasi : mengelompokkan, memisahkan, menggolongkan, memberikan contoh
Menduga dan menarik kesimpulan : menterjemahkan, implikasi, menggambarkan
kesimpulan, memprediksi, menghipotesis, mengeneralisasi
Evaluasi : membenarkan, mendukung opini, berpikir kritis, menghargai, mengkritik,
berdebat, mempertahankan, membantah, mengevaluasi, mengadili, membuktikan
2.2 BENTUK ASESMEN PENALARAN (REASONING ASSESSMENT)
Keterampilan penalaran dapat dievaluasi melalui beberapa bentuk
asesmen, yaitu :
1. Selected respons assessment
Asesmen ini dapat menilai beberapa bentuk penalaran.
2. Essay assessment
Asesmen ini menuntut deskripsi dalam bentuk penulisan dari solusi permasalahan kompleks
yang memberikan pemikiran ke arah penalaran.
3. Performance assessment
Melalui asesmen ini, siswa dapat diamati langsung saat mereka menyelesaikan suatu
permasalahan atau menguji suatu produk, dan menarik kesimpulan melalui keterampilan
penalaran siswa.
4. Personal communication
Asesmen ini melatih siswa untuk menyampaikan pemikirannya secara lisan atau dapat
diberikan pertanyaan balikan mengenai penalarannya terhadap suatu hal.
2.3 MELIBATKAN SISWA DALAM PENILAIAN PENALARAN
Aspek penalaran dan bukti yang dapat dinilai efektif (namun tidak eksklusif) di bawah
kondisi terkendali meliputi:
Penggunaan penalaran fisika
Siswa menunjukkan kemampuan mereka untuk alasan matematis dengan menunjukkan langkah-
langkah yang diambil dalam mencapai solusi. Mereka harus mendapatkan kredit untuk pekerjaan
mereka, yang mungkin sulit pada tes pilihan ganda.
Memahami bukti
Siswa menunjukkan bahwa mereka memahami sifat penting bukti fisika melalui jawaban mereka
untuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan mereka untuk:
Lengkap langkah-langkah dalam suatu bukti yang diberikan (baik membuat
pernyataan yang sesuai dengan alasan atau memberikan alasan untuk pernyataan
yang diberikan)
Membangun hubungan antara langkah-langkah dalam suatu bukti yang diberikan
(mengidentifikasi mana dari langkah-langkah sebelumnya dalam bukti yang
diperlukan untuk menyimpulkan pernyataan didirikan di langkah a)
Menemukan kesalahan dalam bukti yang diberikan
Mengevaluasi validitas bukti yang diberikan
Membandingkan dan mengevaluasi pembenaran yang berbeda untuk soal yang
diberikan (empiris penjelasan, bukti berdasarkan contoh generik, berdasarkan bukti-
bukti aksiomatik sistem)
Belajar untuk membuktikan
Pembangunan bukti di bawah kondisi pengujian adalah latihan yang valid tapi satu yang hati-hati
membutuhkan persiapan. Jika satu-satunya cara di mana bukti dinilai, mungkin mengakibatkan
siswa memiliki pandangan terdistorsi dan negatif dari proses yang fisika sampai pada
kesimpulan. Sebuah faktor penting untuk mempertimbangkan adalah sebelumnya pengetahuan
tentang mahasiswa yang mengambil test: jika mereka sudah melihat buktinya dalam pertanyaan,
maka tujuan penilaian yang valid. Alternatif tugas-tugas yang dapat
digunakan untuk menilai kemampuan siswa untuk membangun bukti-bukti termasuk meminta
mereka untuk:
Garis besar bukti
Mengidentifikasi pengetahuan fisika yang diperlukan untuk suatu bukti tertentu
Mengisi langkah hilang dalam bukti yang diberikan
Menyediakan satu set petunjuk untuk orang lain untuk membangun bukti
Mengadaptasi bukti yang diberikan kepada situasi baru di mana satu atau lebih
elemen yang telah berubah atau asumsi telah diubah
Memberikan bukti alternatif untuk situasi tertentu
Menyediakan "lokal" bukti (yang bekerja dalam diri-berisi subset dari sebuah
aksiomatik sistem
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas adalah:
1. kerangka dalam asesmen penalaran terdiri dari Taksonomi Bloom, Kerangka Norris-
Ennis, Kerangka Quellmalz, dan dimensi pembelajaran Marzano
2. penalaran merupakan suatu keterampilan berpikir dengan menggunakan pengetahuan
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, rencana, dan lainnya