Post on 23-Jun-2019
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1
2 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Badan Kebijakan Fiskal.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.
Syaifullah.
Thomas N, Suharto H, Widiyanto, Yoopi A, Wahyu Utomo, Kindy Rinaldi S., Dalyono, Endang Larasati.
Dwi Anggi Novianti, Taufan Pamungkas Kurnianto, Bhayu Purnomo, Indra Budi Sucahyo, Asep Nurwanda, Fathul Kamil
Tumbriyantoro, Ahmad Wira Kusuma, Andriansyah, Raditya Harya Pamungkas, Abdul Aziz, Immanuel Bhekti Hartanto, Yasir Niti Samudro,
Putri Rizki Yulianti, Fino Valico, Bara Ampera, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Dudi Rulliadi.
Yazid Bastomi.
Bramantiyo, Rizki Saputri, Nina Hanifah, Bakhtiar Rifai, Adelia Surya P., Galuh Chandra W., Ralex Arnolda, Nur Fitriani Ulfah,
M. Firmansyah Arviandri, Pipin Prasetyono, Ginanjar Wibowo, Nurul Fatimah.
Bramantiyo
Puguh Fajar, Innes Clara
Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.
www.fiskal.kemenkeu.go.id
Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian
Keuangan, dengan periode publikasi dwi-bulanan dan memuat mengenai
perkembangan kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3
Tinjauan
EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL
Edisi IV / Oktober 2017
4 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
VISI
“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5
KATA PENGANTAR Pemulihan ekonomi global terjadi secara luas dengan dimotori oleh kawasan negara maju. Hal
tersebut ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi seperti aktivitas pembelian manajer
(purchasing manager’s index) di sektor manufaktur dan tren perdagangan yang membaik. Hal
tersebut turut mempengaruhi perbaikan proyeksi ekonomi Indonesia. Di sisi domestik,
fundamental ekonomi makro yang baik seiring dengan disiplin fiskal yang terus dijaga
mendorong ekonomi bertumbuh ke arah yang positif, meski beberapa tantangan masih harus
dikelola dengan lebih hati-hati.
Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi IV Tahun 2017 ini mengambil tajuk Menjaga
Kesinambungan Fiskal, menitikberatkan pada upaya-upaya pemerintah di sisi fiskal untuk
menggenjot aktivitas ekonomi sekaligus menjaga keberlangsungannya. Edisi ini, seperti biasa,
juga akan mengulas perkembangan ekonomi makro dan keuangan hingga triwulan ketiga
2017.
Tinjauan ini merupakan terbitan dwi-bulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini
mengenai ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang terangkum dalam
Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat luas
dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman tersebut,
para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap
kebijakan yang disusun pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai
unit perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Indonesia-Australia Government Partnership
Fund dan AIPEG yang telah mendukung kelancaran terbitnya Tinjauan ini. Kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan ke depan.
Selamat membaca.
Oktober 2017
Suahasil Nazara
Kepala Badan Kebijakan Fiskal
6 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
DAFTAR ISI Kata Pengantar 5
Daftar Isi 6
Abreviasi 7
Ringkasan Eksekutif 8
Executive Summary 11
Bagian I: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Makro 15
A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global 16
Boks 1. Inovasi Pembiayaan Iklim di Indonesia 19
B. Indikator Konsumsi dan Investasi Mensinyalkan Stabilitas Ekonomi 21
C. Kondisi Ekonomi Makro Triwulan Ketiga Terjaga 25
D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Relatif Membaik 30
E. Kinerja IHSG Masih Positif 32
Boks 2. Perkembangan Pasar Obligasi Indonesia 36
Bagian II: Analisis Kinerja APBN Triwulan Ketiga 2017 37
A. Kinerja APBN 2017 38
B. Belanja dan Pembiayaan 41
C. Pengelolaan Utang Pemerintah 44
Boks 3. Penguatan Peran LPDP Sebagai Sovereign Wealth Fund 48
Bagian III: APBN 2018 untuk Pertumbuhan yang Berkesinambungan 50
Lampiran Data Ekonomi Makro dan APBN 51
A. Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Hingga Triwulan Ketiga 2017 52
B. Data Penyerapan APBN Hingga Triwulan Ketiga2017 53
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7
ABREVIASI
7DRR : (suku bunga) 7-Day Reverse Repo KMK : Keputusan Menteri Keuangan
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja LDR : Loan to Deposit Ratio
Negara Migas : Minyak dan Gas
APBNP : Anggaran Pendapatan dan Belanja NDA : National Designated Authority
Negara Perubahan NDC : National Determined Contribution
AS : Amerika Serikat NIM : Net Interest Margin
ASEAN : Association of Southeast Asian NPL : Non Performing Loan
Nations OPEC : Organization of the Petroleum
Bansos : Bantuan Sosial Exporting Countries
BBM : Bahan Bakar Minyak PDB : Produk Domestik Bruto
BLU : Badan Layanan Umum PMI : Purchasing Managers’ Index
BoJ : Bank of Japan PMK : Peraturan Menteri Keuangan
BOPO : Beban Operasional terhadap PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pendapatan Operasional PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak
BUMN : Badan Usaha Milik Negara PPh : Pajak Penghasilan
CAR : Capital Adequacy Ratio PPnBM : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
COP : Conference of the Parties PT : Perusahaan Terbuka
DAK : Dana Alokasi Khusus RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan
DPK : Dana Pihak Ketiga Belanja Negara
ECB : European Central Bank RKA K/L : Rencana Kerja dan Anggaran
FOMC : Federal Open Market Committee Kementerian/Lembaga
GCF : Green Climate Fund ROA : Return on Asset
HET : Harga Eceran Tertinggi S&P : Standard and Poor’s
HKBN : Hari Besar Keagamaan Nasional SBI : Sertifikat Bank Indonesia
HPE : Harga Patokan Ekspor SBN : Surat Berharga Negara
ICP : Indonesian Crude Price SUN : Surat Utang Negara
IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan SWF : Sovereign Wealth Fund
IKK : Indeks Keyakinan Konsumen The Fed : The Federal Reserve
IMF : International Monetary Fund TKDD : Transfer ke Daerah dan Dana Desa
K/L : Kementerian/Lembaga UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Kemenpan-RB : Kementerian Pendayagunaan Aparatur UNFCCC : United Nations Framework
Negara dan Reformasi Birokrasi Convention on Climate Change
Kementerian : Kementerian Perencanaan VA : Volt-ampere
PPN/Bappenas Pembangunan Nasional/Badan Valas : Valuta Asing
Perencanaan Pembangunan Nasional WEO : World Economic Outlook
KRISNA : Kolaborasi Perencanaan dan Informasi yoy : year on year
Kinerja Anggaran ytd : year to date
8 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
RINGKASAN EKSEKUTIF Momentum pemulihan global terus berlanjut dengan kelompok negara maju sebagai motor
penggerak utama. Data PMI selama triwulan ketiga menunjukkan peningkatan aktivitas bisnis,
yang memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan kembali berakselerasi. Dengan latar
belakang penguatan ini membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2017
dan 2018 meningkat masing-masing naik sebesar 0,1 percentage point menjadi 3,6 persen dan
3,7 persen dibanding proyeksi sebelumnya. Meskipun demikian, pemulihan ekonomi global ke
depan masih dibayangi oleh beberapa faktor seperti pengetatan likuiditas akibat normalisasi
moneter AS, inflasi yang tetap rendah di negara maju, serta proteksionisme dan faktor
geopolitik.
Sementara itu, stabilitas ekonomi domestik terus terjaga antar lain ditopang oleh inflasi yang
terkendali. Hingga akhir triwulan ketiga, laju inflasi tahun 2017 tercatat sebesar 2,66 persen
(ytd) atau 3,72 persen (yoy). Tekanan inflasi dari sisi administered price telah menurun seiring
berakhirnya penyesuaian tarif listrik pada akhir semester pertama. Terus terjaganya
keseimbangan pasokan dan permintaan barang juga membuat inflasi volatile food tetap
rendah. Stabilnya inflasi komponen inti di kisaran 3 persen juga menyebabkan pergerakan
harga yang cukup terkendali dan memberi dukungan yang kondusif pada daya beli masyarakat
secara umum.
Di tengah kondisi global yang kondusif, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan
7DRR guna memberikan akselerasi pada perekonomian domestik. Suku bunga 7DRR diturunkan
sebanyak 25 basis poin menuju level 4,25 persen, sehingga selama tahun 2017 total
pemotongan suku bunga 7DRR sudah mencapai 100 basis poin. Relaksasi moneter ini
dilakukan dengan memanfaatkan momentum terjaganya inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah
sepanjang tahun 2017. Meskipun baik untuk menstimulasi perekonomian domestik, perlu
diwaspadai dampak dari penurunan suku bunga acuan yang cukup cepat di tahun 2017
terhadap keberlanjutan stabilitas rupiah dan likuiditas perbankan. Meskipun demikian,
fundamental ekonomi yang baik dan persepsi investor yang positif turut menjadi faktor
pendukung bagi stabilitas di pasar keuangan.
Kredit perbankan belum menunjukkan akselerasi berarti, di tengah penurunan suku bunga
acuan Bank Indonesia. Kredit perbankan di bulan Juli 2017 tumbuh sebesar 8,2 persen, yang
terutama didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 10,1 persen. Secara sektor,
infrastruktur menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan kredit tertinggi seiring terus
berlanjutnya program akselerasi infrastruktur. Secara umum, kinerja perbankan pada bulan
Juli 2017 masih cukup baik dengan tingkat efisiensi yang membaik dan rasio kecukupan modal
yang meningkat, meskipun rasio kredit bermasalah mengalami sedikit kenaikan. Dengan
penurunan suku bunga acuan BI yang terjadi di bulan Agustus dan September diharapkan
pertumbuhan kredit akan semakin membaik (data perbankan belum menangkap pergerakan
kredit pasca penurunan 7DRR di bulan Agustus dan September).
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9
Kondisi eksternal melanjutkan capaian positif dengan surplus neraca perdagangan yang terus
meningkat. Sampai triwulan ketiga tahun 2017, surplus neraca perdagangan mencapai 10,87
miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan pada periode yang sama
di tahun 2016. Peningkatan permintaan global mendorong peningkatan ekspor barang
manufaktur yang memiliki kontribusi sebesar 74,8 persen terhadap total ekspor. Peningkatan
gradual harga komoditas juga telah memberikan dukungan pada ekspor tambang yang
menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Di sisi impor, terus meningkatnya
permintaan akan bahan baku mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas riil dalam negeri
khususnya sektor manufaktur. Diharapkan kondisi ini akan memberi dorongan positif baik
pada permintaan domestik maupun aktivitas ekspor.
APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal yang sangat penting harus terus dirancang dan
diarahkan untuk memperkokoh fundamental perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut APBN
2018 terus didorong lebih kredibel, fleksibel, dan sustainable agar efektif dalam mengelola
dan menjaga momentum pertumbuhan sekaligus mewujudkan derajat kesejahteraan.
Pemerintah menempuh tiga strategi utama melalui optimalisasi pendapatan negara dengan
menjaga iklim investasi, efisiensi belanja, dan peningkatan belanja produktif untuk
mendukung program prioritas, dan mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan
berkelanjutan.
Strategi APBN 2018 yang kredibel dan sustainable merupakan kelanjutan dari apa yang telah
dibangun sebelumnya termasuk di dalam pengelolaan fiskal 2017. Hingga September 2017,
realisasi APBNP terus menunjukkan perbaikan kinerja. Hal tersebut ditandai dengan realisasi
pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya. Defisit anggaran masih terjaga dalam batas aman di kisaran 2,03
persen terhadap PDB. Capaian ini tentu memberikan optimisme tersendiri terhadap kinerja
APBNP tahun 2017 sampai dengan akhir tahun di mana likuiditas, vulnerabilitas maupun
sustainabilitas fiskal diperkirakan dapat terjaga dengan baik.
Untuk memperbaiki kinerja penganggaran, pemerintah telah menempuh beberapa terobosan
kebijakan dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi pemanfaatan anggaran, serta
perbaikan mekanisme realisasinya. Terbitnya Perpres Bantuan Sosial Non Tunai pada
pertengahan tahun ini menjadi salah satu faktor membaiknya pola penyerapan dan
mekanisme penyaluran belanja bantuan sosial (bansos). Penyerapan belanja bansos hingga
September 2017 sebesar 73,5 persen, jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Di samping bansos, penyerapan belanja modal juga terus menunjukkan
perbaikan. Hal tersebut sejalan dengan prioritas untuk terus mengakselerasi infrastruktur di
dalam negeri. Perbaikan pola realisasi kedua komponen belanja tersebut merupakan hal
positif, karena keduanya merupakan jenis program yang produktif dan memiliki dampak
signifikan pada pembangunan dan kesejahteraan.
APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk
Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan”. APBN tahun 2018 akan terus menjadi
instrumen fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni yang
mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, serta menstimulasi penciptaan
10 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
lapangan pekerjaan. Tiga strategi fiskal utama terus dipertahankan dan diperkuat, yakni
optimalisasi pendapatan negara yang tetap mendukung iklim investasi; efisiensi belanja dan
peningkatan alokasi belanja produktif pada program prioritas; serta mendorong
kesinambungan fiskal melalui pembiayaan yang efisien, inovatif dan berkelanjutan.
Arah dan strategi kebijakan APBN saat ini difokuskan pada penyusunan struktur APBN yang
produktif. Penyusunan APBN yang produktif diharapkan mampu mendukung pencapaian
target pembangunan. Target-target pembangunan yang ingin dicapai pada tahun 2018 yaitu
penurunan kemiskinan hingga berada di kisaran 9,5- 10 persen, penurunan ketimpangan
dengan target rasio gini 0,38, penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,0 – 5,3 persen,
dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia pada tingkat 71,5. APBN yang produktif juga
akan lebih efisien dalam pengalokasian anggarannya, lebih berdaya tahan, andal, serta
memiliki daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian dan mampu menjaga
risiko dalam batas yang terkendali.
Pada sisi pendapatan negara, pemerintah akan secara konsisten berupaya mendorong
optimalisasi penerimaan perpajakan dan PNBP melalui berbagai terobosan kebijakan. Secara
umum kebijakan penerimaan perpajakan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan dan rasio
perpajakan, dengan tetap menjaga iklim investasi. Di sisi lain, pemerintah juga akan
mendorong optimalisasi PNBP dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas
pelayanan publik. Upaya ini ditempuh dengan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan
aset negara, serta mendorong peningkatan kinerja BUMN.
Pada sisi belanja negara, pemerintah juga terus melakukan peningkatan kualitas belanja. Alokasi
belanja barang akan didorong agar dapat lebih efisien dan produktif untuk mendukung
pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Pemerintah juga mendorong
efektivitas program-program perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, serta
penguatan desentralisasi fiskal untuk mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan. Untuk mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah juga
terus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, perbaikan akses dan mutu layanan
kesehatan, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada sisi pembiayaan, pemerintah mendorong pembiayaan anggaran yang lebih efisien,
inovatif, dan berkelanjutan. Rasio utang terhadap PDB akan terus dijaga dalam batas yang
terkendali. Pemerintah juga akan terus memperkuat postur anggaran dengan meminimalkan
defisit primer. Pemanfaatan utang diarahkan untuk kegiatan yang benar-benar produktif
sehingga menghindarkan warisan masalah bagi generasi yang akan datang. Pemerintah akan
terus mengembangkan pembiayaan yang kreatif dengan memberdayakan peran swasta dan
BUMN untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11
EXECUTIVE SUMMARY The momentum of global economic recovery continues, with advanced economies as the main driver. PMI data during the third quarter showed an increase in business activity, which signaled an accelerating in economic growth. Against this backdrop, the projection of global economic growth for 2017 and 2018 increased respectively by 0.1 percentage point to 3.6 percent and 3.7 percent, compared to the previous projection. Nevertheless, the global economic recovery in the future is still overshadowed by several factors such as tightening liquidity due to monetary normalization in the US, low inflation in developed countries, as well as protectionism and geopolitical factors.
Meanwhile, the stability of the domestic economy continues to be preserved, among others underpinned by benign inflation. By the end of the third quarter, inflation in 2017 was recorded at 2.66 percent (ytd) or 3.72 percent (yoy). Inflationary pressure from administered prices has declined as the electricity tariff adjustment ends at the end of the first semester. The stable supply and demand for goods also kept volatile foods inflation low. Stable core inflation in the 3 percent range also underscores manageable price movements and provides support that is conducive to the purchasing power of society in general.
In the midst of a relatively conducive global condition, Bank Indonesia lowered the 7DRR reference rate to provide acceleration in the domestic economy. The interest rate of 7DRR is reduced by 25 basis points to the level of 4.25 percent, making the total cuts in the 7DRR interest rate have reached 100 basis points during 2017. This monetary relaxation is carried out by utilizing the momentum of inflation and the stability of the rupiah during 2017. While it is good to stimulate the domestic economy, it is important to be aware of the impact of the rapid decline in the benchmark interest rate in 2017 on the sustainability of rupiah stability and banking liquidity. Nevertheless, good economic fundamentals and positive investor perceptions are contributing factors to stability in financial markets.
Banking credit has not shown any significant acceleration, amid declining Bank Indonesia reference rates. Bank lending in July 2017 grew by 8.2 percent, driven mainly by a 10.1 percent growth in consumer lending. By sector, infrastructure has become one of the sectors with the highest credit growth as the infrastructure acceleration program continues. In general, the performance of banks in July 2017 was still quite good with improved efficiency and improved capital adequacy ratio, although the non-performing loan ratio increased slightly. With the decline in BI's benchmark interest rate in August and September, it is expected that credit growth will improve further (banking data has not captured the postdoctoral credit movement of 7DRR in August and September).
External conditions continued positive outcomes with an ever-increasing trade balance surplus. As of the third quarter of 2017, the trade balance surplus reached 10.87 billion US dollars, higher than the trade balance surplus in the previous period of 2016. The increase in global demand led to an increase in exports of manufactured goods which contributed 74.8 percent of total exports. The gradual increase in commodity prices has also provided support to mining exports that are one of Indonesia's main export commodities. On the import side, rising demand for raw materials indicates an increase in real domestic activity, particularly the manufacturing sector. It is expected that this condition will give a positive boost to both domestic demand and export activity.
12 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
The State Budget as a very important fiscal policy instrument must continue to be designed and directed to strengthen the fundamentals of the economy. In line with that State Budget 2018 continues to be encouraged more credible, flexible, and sustainable to be effective in managing and maintaining growth momentum while increasing the degree of prosperity. The Government pursues three main strategies through optimizing state revenues by maintaining an investment climate, spending efficiency, and increasing productive spending to support priority programs, and promoting efficient, innovative and sustainable financing.
The credible and sustainable 2018 State Budget strategy is a continuation of what has been built before, including in fiscal management 2017. As of September 2017, the realization of the APBNP continues to show improvement in performance. This is marked by a better realization of revenues, expenditures, and financing compared to the same period of the previous year. The budget deficit is maintained within safe limits in the range of 2.03 percent to GDP. This achievement certainly gives its own optimism to APBNP performance in 2017 until the end of the year in which liquidity, vulnerability, and fiscal sustainability are expected to be well maintained.
To improve the performance of budgeting, the government has taken several policy breakthroughs in order to encourage the effectiveness and efficiency of budget utilization, as well as to improve its realization mechanism. The publication of Presidential Regulation on Non-Cash Social Assistance in the middle of this year has become one of the factors improving the pattern of absorption and mechanism of social assistance spending (bansos). Absorption of bansos spending until September 2017 amounted to 73.5 percent, much better than the same period the previous year. In addition to bansos, the absorption of capital expenditure also continues to show improvement. This is in line with the priority to continue to accelerate infrastructure in the country. The improvement of the realization pattern of the two components of the expenditure is a positive thing, as both are productive programs that have significant impacts on development and welfare.
Indonesia State Budget 2018 have been approved with the theme of “Strengthening Fiscal
Management to Accelerate Equal Growth”. 2108 State Budget will be the fiscal instrument that
boost sound economic growth, which supports poverty and inequality eradication, and also
stimulate job creation. Three fiscal priority is maintained and strengthened: optimizing state
revenue that supports business climate; expenditure efficiency and increasing allocation on
productive expenditure on priority programs, and promote fiscal sustainability through
efficient, innovative, and sustainable financing.
State Budget Direction and Policy is focused on creating more productive budget structure.
Productive budgeting is expected to help development target realization. Some of
development targets in 2018 are reduced poverty rate under 9,5 – 10 percent, decrease in
inequality with gini ratio target of 0,38, decrease in unemployment to 5,0 – 5,3 percent, and
increase on Human Development Index to 71,5. Productive state budget will be more efficient
in allocating the resource, more robust, more reliable, and has effective resilience to mitigate
uncertainties and able to maintain risks within controlled limits.
On State Revenue side, The Government will consistently encourage the optimization of tax and
non-tax revenue through various policies breakthrough. Overall, tax revenue policy is directed
to increase compliance and tax ratio, while maintaining the investment climate. On the other
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13
hand, The Government will also boost non-tax revenue optimization while maintaining
environmental sustainability and public service quality. This effort is taken by optimizing the
management of natural resources and state asset, and also improving SOEs performance.
On State Expenditure side, The Government will keep improving the expenditure quality. The
expenditure allocation will be improve to be more efficient and productive to support the
development in infrastructure, health, and education. The government will also promote the
program effectiveness on social protection, well-targeted subsidies, fiscal decentralization
enhancement to accelerate poverty and inequality reduction. To boost the betterment of
human resource quality, the Government will also increase the access and the quality of
education, improve the access and the quality of health service, and boost science and
technology expertise.
On financing side, the Government promotes efficient, innovative, and sustainable budget
financing. The debt ratio to GDP will be maintained within controlled limits. The Government
will also strengthen the budget posture by minimizing primary deficit. The financing utilization
will be directed to productive activities to avoid the inheriting burden to future generations.
The Government will keep developing creative financing that empowering private sector and
SOEs to accelerate infrastructure development.
14 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15
BAGIAN I TINJAUAN
PERKEMBANGAN
EKONOMI MAKRO Pemulihan ekonomi global terus berlanjut dengan
dimotori oleh negara maju.
16 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global
Grafik 1. (a) Purchasing Manager Index dan (b) Inflasi Inti Negara Maju
(a) dalam indeks, (b) dalam persen, yoy
(a) (b)
Sumber: Bloomberg
Momentum pemulihan global terus berlanjut, terutama didukung kinerja negara maju. Capaian
positif yang telah ditunjukkan oleh negara maju utama seperti AS, Jepang, dan kawasan Eropa
sejak awal tahun diperkirakan akan terus berlanjut dan memberi dorongan bagi aktivitas
ekonomi secara global. Peningkatan terjadi pada konsumsi, investasi, ekspor dan impor, serta
tingkat produksi industri. Meski demikian, tingkat inflasi di negara maju secara umum dan
persisten masih berada di bawah ekspektasi yang menjadi tantangan bagi kepastian kebijakan
moneter yang akan diambil negara maju.
Ekonomi AS menjadi sumber utama pemulihan global dengan didukung oleh meningkatnya
permintaan domestik. Konsumsi mencatatkan peningkatan setelah di awal tahun sempat
melambat, sedangkan aktivitas investasi terus membaik. Data Purchasing Manager’s Index
(PMI) selama triwulan ketiga menunjukkan peningkatan aktivitas bisnis di negara tersebut,
yang memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan kembali berakselerasi. Sementara itu data
kertenagakerjaan yang menunjukkan kondisi mendekati full-employment tetap terjaga. Meski
demikian, perekonomian AS dalam jangka pendek diperkirakan akan sedikit terganggu dengan
beberapa bencana alam seperti Badai Harvey, Maria dan Irma yang terjadi di negara tersebut.
Dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi, pasar semakin yakin The Fed akan kembali
menaikkan tingkat suku bunga acuan pada Desember mendatang. Di tengah normalisasi
kebijakan moneter, rencana pemotongan pajak penghasilan diperkirakan dapat memberikan
stimulus bagi pertumbuhan ke depan.
Penguatan ekonomi juga terjadi pada kawasan Eropa dan Jepang yang mendapat dukungan dari
40,0
42,5
45,0
47,5
50,0
52,5
55,0
57,5
60,0
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Jan
-17
Ap
r-1
7
Jul-
17
AS Kawasan Eropa
Jepang Threshold
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
Jan
-15
Ap
r-1
5
Jul-
15
Okt
-15
Jan
-16
Ap
r-1
6
Jul-
16
Okt
-16
Jan
-17
Ap
r-1
7
Jul-
17
US Kawasan Eropa
Jepang Target
AS
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17
kebijakan ekonomi akomodatif. Di kawasan Eropa, pemulihan ekonomi terjadi di negara utama
seperti Jerman, Italia, Perancis, dan Spanyol, yang didorong meningkatnya konsumsi
masyarakat serta investasi. Business confidence meningkat dengan telah terlaksananya
beberapa pemilu di kawasan Eropa, serta masih diberlakukannya kebijakan moneter yang
akomodatif di kawasan tersebut. Namun demikian, terdapat risiko pada perekonomian
Spanyol dengan hasil referendum warga Katalunya yang menginginkan merdeka dari Spanyol.
Sementara itu di Jepang, selain hasil positif dari stimulus fiskal, perbaikan ekonomi juga
ditopang oleh permintaaan global yang mendorong peningkatan ekspor.
Perbaikan aktivitas ekonomi di negara maju belum diringi dengan pencapaian target inflasi yang
ditetapkan. Inflasi yang masih berada di bawah target menjadi faktor yang masih menahan
European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) untuk menaikkan tingkat suku bunga
acuan. Perbaikan ekonomi yang juga mendorong pada penurunan tingkat pengangguran
nyatanya belum mampu mendorong inflasi. Hal tersebut disinyalir terkait dengan kenaikan
tingkat upah yang masih lambat. Tingkat pertumbuhan upah nominal negara maju secara
umum berada di bawah tren sebelum krisis keuangan global. Tingkat inflasi yang secara
persisten masih rendah menjadi risiko akan ketidakpastian kebijakan moneter yang akan
diambil oleh negara maju.
Tren positif perekonomian global juga didukung oleh perkembangan di Tiongkok yang berada di
atas ekspektasi, meskipun dibayangi risiko kredit. Ekonomi Tiongkok tumbuh lebih tinggi dari
yang diperkirakan sebelumnya yang didorong oleh peningkatan penjualan ritel serta
meningkatnya pertumbuhan kredit. Pada bulan Agustus otoritas moneter negara tersebut
mengeluarkan kebijakan pemangkasan reserve requirement untuk mendorong perbankan
untuk terus menyalurkan kredit. Namun, pertumbuhan kredit yang tinggi ini menimbulkan
kekhawatiran akan stabilitas keuangan negara tersebut ke depan. Tingkat kredit yang tinggi
termasuk di dalam aktivitas shadow banking, menjadi salah satu alasan utama di balik
penurunan peringkat utang Tiongkok oleh Standard and Poor’s (S&P) sebanyak satu notch dari
AA- menjadi A+ pada 19 September 2017. Meskipun demikian, pasar relatif tenang di dalam
merespons penurunan rating tersebut.
Sejalan dengan pulihnya perekonomian, aktivitas perdagangan dunia dan harga komoditas juga
mengalami peningkatan. Membaiknya permintaan global mendorong pertumbuhan
perdagangan internasional, khususnya di negara-negara besar. Hingga September,
perdagangan Tiongkok tumbuh sebesar 6,8 persen, sementara AS, Eropa, dan Jepang (hingga
Agustus) masing-masing tumbuh sebesar 10,4 persen, 7,9 persen, dan 9,5 persen.
Peningkatan permintaan juga telah memberi kontribusi pada pergerakan harga komoditas
seperti batu bara yang didorong oleh kenaikan permintaan dari Tiongkok. Kenaikan harga batu
bara yang cukup tajam sejak awal tahun juga disebabkan oleh hambatan di sisi suplai sejalan
dengan penurunan produksi di Tiongkok serta isu perburuhan di Australia. Sementara itu,
harga minyak mentah masih relatif stabil pada kisaran 52 dolar AS per barel. Negara anggota
OPEC dan sebagian non-anggota melanjutkan kesepakatan untuk membatasi kuota produksi
untuk menjaga kestabilan harga, meskipun di sisi lain produksi shale oil AS masih terus
berlanjut.
18 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Proyeksi Pertumbuhan Global Meningkat
Grafik 2. (a) Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global dan (b) Proyeksi Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia
(dalam persen, yoy)
(a) (b)
Sumber: WEO IMF
Berdasarkan rilis WEO Oktober 2017, perekonomian global dalam jangka pendek masih berada
dalam jalur pemulihan, meski beberapa tantangan dan risiko mewarnai kondisi jangka panjang.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2017 dan 2018 masing-masing naik
sebesar 0,1 percentage point menjadi 3,6 persen dan 3,7 persen. Proyeksi pertumbuhan
volume perdagangan global juga meningkat 0,2 dan 0,1 percentage points.
Peningkatan outlook terjadi secara luas baik, terutama di kelompok negara maju. Beberapa
negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia seperti: AS, Kawasan Eropa,
Jepang, Tiongkok, ASEAN-5. Secara umum, faktor yang mendorong peningkatan proyeksi
pertumbuhan secara global adalah adanya perkembangan positif pada aktivitas investasi,
perdagangan dan industri.
Adapun negara yang mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi antara lain adalah
Inggris dan India. Proyeksi pertumbuhan Inggris turun 0,3 percentage points (dibanding
proyeksi Juli) menjadi 1,7 persen, salah satunya karena konsumsi yang melambat sejak
pertengahan 2016. Pertumbuhan konsumsi Inggris pada Juni 2016 tercatat sebesar 3,2
persen, sedangkan pada Juni 2017 tercatat 1,6 persen (yoy). Sementara proyeksi ekonomi
India turun sebesar -0,5 dan -0,3 percentage points untuk 2017 dan 2018, didorong masih
adanya efek demonetisasi, serta penerapan sistem Good and Service Tax baru yang masih
memiliki beberapa hambatan seperti klaim restitusi yang lambat sehingga mengganggu
aktivitas bisnis.
IMF menggarisbawahi beberapa risiko global yang dapat mengganggu pemulihan pertumbuhan
global. Faktor tersebut antara lain adalah pengetatan likuiditas akibat normalisasi moneter AS,
stabilitas keuangan Tiongkok, inflasi yang tetap rendah di negara maju, berkurangnya
pengawasan terhadap regulasi keuangan sejak krisis finansial global, serta proteksionisme dan
faktor geopolitik.
3,63,7
2,2
2,0
4,6 4,9
5,2 5,3
1
2
3
4
5
6
2013 2014 2015 2016 2017p 2018p
WEO Juli 2017 WEO Oktober 2017
Global
Negara Maju
3,63,8
2,8
2,4
4,2 4,0
0
1
2
3
4
5
2013 2014 2015 2016 2017p 2018p
Indonesia
Negara
Berkembang
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19
Indonesia berkomitmen untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan perubahan iklim.
Untuk menjawab tantangan kemanusiaan global tersebut, sinergi yang baik antara pemerintah,
komunitas internasional, serta sektor swasta sangat diperlukan. Di sisi kebijakan fiskal,
komitmen Indonesia tersebut telah diwujudkan antara lain dengan penyediaan insentif fiskal
untuk mendorong investasi swasta di bidang energi baru dan terbarukan. Selain reformasi
institusional, insentif fiskal lainnya juga akan digulirkan untuk terus mendorong transisi menuju
low carbon economy.
Salah satu inovasi terkini di sisi kebijakan fiskal untuk mendukung pembiayaan perubahan iklim
adalah dengan dilakukannya penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging).
Penandaan anggaran (budget tagging) tersebut dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi
alokasi anggaran K/L yang mempunyai dampak terhadap upaya penanggulangan perubahan
iklim. Penandaan anggaran untuk mitigasi perubahan iklim tersebut telah dilakukan di lima
sektor Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca yaitu di sektor kehutanan dan lahan gambut,
pertanian, energi, industri, serta transportasi dan limbah—yang juga menjadi target yang
disampaikan Indonesia melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dalam
kerangka Paris Agreement. Saat ini, selain mitigasi perubahan iklim, penandaan anggaran juga
akan dilakukan untuk adaptasi perubahan iklim untuk tahun anggaran 2018.
Secara historis, penandaan anggaran telah dimulai sejak tiga tahun lalu saat disahkannya
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2014. Saat ini, penandaan anggaran tersebut
telah dilaksanakan melalui penggunaan aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja
Anggaran (KRISNA). Aplikasi ini bersifat real-time, berbasis web, serta dapat diakses melalui
perangkat elektronik. Aplikasi tersebut juga merupakan hasil kolaborasi dari tiga kementerian
(Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PAN RB) untuk
mendukung proses perencanaan, penganggaran, serta pelaporan informasi kinerja. Aplikasi
KRISNA digunakan dalam proses penyusunan RKA-KL tahun 2018 yang selanjutnya akan menjadi
referensi bagi RKA-KL untuk tahun-tahun selanjutnya.
Pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung pendanaan melalui Green Climate Fund (GCF)
dalam rangka meningkatkan kapasitas keuangan terkait penanggulangan perubahan iklim di
Indonesia. GCF adalah entitas pelaksana dari mekanisme keuangan dalam kerangka United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)—yang telah diratifikasi Indonesia
dengan UU Nomor 6 Tahun 1994—serta sumber pendanaan perubahan iklim global yang
utama. GCF didirikan oleh Conference of the Parties (COP) sebagai organ tertinggi UNFCCC di
COP 16 di Cancun, Meksiko pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2015. Misi utama
GCF antara lain memberikan sumbangan yang signifikan dan ambisius pada upaya global untuk
pencapaian target yang disepakati masyarakat internasional untuk menanggulangi perubahan
iklim.
Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan
Boks 1. Inovasi Pembiayaan Iklim di Indonesia
20 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Secara spesifik, dukungan pemerintah Indonesia terhadap pendanaan melalui GCF antara lain
diwujudkan dengan menetapkan Badan Kebijakan Fiskal sebagai National Designated Authority
(NDA). Langkah tersebut penting sebagai pemenuhan formalitas administratif untuk dapat
mengakses pendanaan GCF, sekaligus mencerminkan prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik. Landasan hukum atas penunjukan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor
756/KMK.010/2017 yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2017. NDA adalah core interface
antara pemerintah dengan GCF, di mana setiap usulan pendanaan program/proyek kepada GCF
harus disampaikan melalui NDA untuk dilakukan telaah terhadap kesesuaian usulan tersebut
dengan prioritas nasional. NDA melakukan tugas antara lain menerbitkan No Objection Letter
atau persetujuan terhadap usulan pendanaan proyek/program mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim.
Penetapan NDA tersebut diharapkan akan mendorong lebih banyak lembaga nasional yang
terakreditasi untuk mulai memanfaatkan GCF. Pendanaan GCF di Indonesia memiliki potensi
Rp2,8 miliar dolar per tahun—dengan syarat Indonesia mampu menyiapkan program/proyek
hijau—yang akan sangat membantu pendanaan dari APBN untuk penanggulangan perubahan
iklim.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21
B. Indikator Konsumsi dan Investasi Memberikan Sinyal adanya
Stabilitas Ekonomi
Perekonomian nasional pada triwulan kedua 2017 menunjukkan kondisi yang relatif baik yang
ditandai dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5,01 persen. Kinerja perekonomian tersebut
terutama ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Meski demikian,
dukungan kinerja Konsumsi rumah tangga masih menimbulkan pertanyaan karena tumbuh
sedikit di bawah 5 persen (4,95 persen) di tengah indikator-indikatornya yang menunjukkan
kinerja relatif baik, antara lain: tingkat inflasi yang terkendali, serta Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Ritel (IPR) yang tumbuh relatif stabil. Salah satu faktor
yang diperkirakan mempengaruhi kinerja konsumsi adalah jumlah hari kerja efektif yang lebih
sedikit akibat adanya libur hari raya dan cuti bersama yang lebih panjang. Sementara itu,
kinerja investasi mampu tumbuh lebih baik didukung oleh pembangunan infrastruktur yang
terus berjalan dan perbaikan iklim investasi domestik. Selanjutnya, indikasi arah kinerja
perekonomian domestik pada triwulan ketiga 2017 dapat dicermati melalui perkembangan
indikator-indikator pendukung kinerja konsumsi dan investasi dalam periode tersebut.
Sebagian besar indikator konsumsi menunjukkan peningkatan dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya, antara lain pertumbuhan IKK, penjualan motor dan mobil, konsumsi listrik,
serta indikator konsumsi di bidang perbankan. Indeks Keyakinan Konsumen tumbuh sebesar
9,4 persen meningkat dari kinerja Triwulan III-2016 sebesar 5,5 persen. Penguatan indikator
tersebut mengindikasikan adanya peningkatan keyakinan konsumen mengenai penghasilan
saat ini dan ketersediaan lapangan kerja. Selanjutnya, tingkat penjualan kendaraan (non-
komersial) juga mengalami peningkatan dengan tumbuh masing-masing sebesar 18,1 persen
untuk motor dan 7,3 persen untuk mobil. Selain itu, konsumsi listrik mampu tumbuh 6,3
persen, terutama didukung oleh peningkatan konsumsi listrik golongan industri. Adanya
pergeseran hari libur yang pada tahun 2016 terjadi di Triwulan III menjadi di Triwulan II tahun
ini menyebabkan adanya perubahan baseline yang cukup signifikan bagi dua indikator tersebut
(tingkat penjualan kendaraan dan konsumsi listrik).
Dari sisi perbankan, dua indikator yang juga dapat menggambarkan arah kinerja konsumsi
adalah jumlah uang beredar (broad money/M2) serta pertumbuhan kredit konsumsi.
Berdasarkan data bulan Juli 2017, jumlah uang beredar dan kredit konsumsi menunjukkan
perkembangan yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan
pertumbuhan masing-masing sebesar 9,5 dan 10,1 persen.
22 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Grafik 3. (a) Jumlah Uang Beredar (M2) dan (b) Kredit Konsumsi
(dalam persen, yoy)
(a) (b)
Sumber: CEIC
Selanjutnya, indeks penjualan ritel masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 0,3 persen,
lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 9,3 persen. Berdasarkan hasil
survey, para penjual ritel mengkonfirmasi adanya pelemahan penjualan khususnya pada
kategori peralatan informasi dan komunikasi, perlengkapan rumah tangga lainnya, serta
barang lainnya. Perlambatan kinerja indikator ini diperkirakan menjadi faktor yang sedikit
menahan laju akselerasi pertumbuhan konsumsi.
Grafik 4. (a) Indeks Keyakinan Konsumen dan (b) Indeks Penjualan Retail
(dalam indeks dan dalam persen, yoy)
(a) (b)
Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan perkembangan indikator konsumsi di maksud, outlook kinerja konsumsi rumah
tangga pada triwulan III 2017 diperkirakan cenderung stabil dan tetap terjaga. Prediksi ini juga
diperkuat dengan hasil perhitungan model coincidence index yang menunjukkan tren
peningkatan pada komponen konsumsi rumah tangga namun dalam tingkat yang moderat.
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A
2016 2017
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J
2016 2017
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
100
105
110
115
120
125
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2016 2017
IKK IKK (yoy)
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
180,0
185,0
190,0
195,0
200,0
205,0
210,0
215,0
220,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2016 2017
RSI RSI (yoy)
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23
Sementara itu, indikator kinerja investasi juga pada umumnya menunjukkan perkembangan
yang positif, antara lain konsumsi semen domestik, impor barang modal, penjualan mobil
niaga, serta indikator investasi di bidang perbankan. Konsumsi semen domestik yang
merupakan indikator utama subkomponen bangunan mengalami peningkatan sebesar 21,1
persen dibandingkan kuartal yang sama tahun 2016. Indikator investasi lainnya yang
diperkirakan dapat memberikan dorongan pada kinerja investasi adalah impor barang modal
yang tumbuh sebesar 23,9 persen, jauh lebih baik dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan negatif. tingkat penjualan mobil niaga periode Juli-
Agustus 2017 juga tumbuh cukup signifikan sebesar 52,6 persen. Sejalan dengan indikator
investasi lainnya, kinerja kredit modal kerja dan kredit investasi pada Agustus 2017 tumbuh
masing-masing sebesar 7,8 persen dan 7,0 persen.
Grafik 5. (a) Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global dan (b) Proyeksi Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia
(dalam persen, yoy)
(a) (b)
Sumber: WEO IMF
Kenaikan indikator-indikator tersebut diharapkan memberikan indikasi adanya percepatan
dan peningkatan gairah investasi di sektor riil. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut,
kinerja investasi pada Triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh positif dan lebih baik dibanding
triwulan sebelumnya, meskipun peningkatannya masih dalam tingkat yang moderat.
-40
-20
0
20
40
60
80
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A
2016 2017
0
2
4
6
8
10
12
14
16
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A
2016 2017
KI KMK
24 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Tabel 1. Perkembangan berapa indikator konsumsi dan investasi
Sumber: WEO IMF
Indikator Konsumsi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept
IKK 115.3 117.1 121.5 123.7 125.9 122.4 123.4 121.9 123.8
RSI 207.2 197.1 204 206.5 214.3 232.4 209.9 202.1 202.3
Konsumsi Listrik (juta kwh)
18458 16805 18766 18133 18997 17272 18566 19370 18761
Penjualan Motor (unit)
473879 453763 473896 388045 531496 379467 538176 554923 546607
Penjualan Mobil (unit)
86324 95159 102336 89623 94081 66389 85354 97256 87645
Kredit Konsumsi (% yoy)
9.2 9.0 9.4 9.5 9.5 9.9 10.1 - -
Indikator Investasi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept
Konsumsi semen (%,yoy)
-2.0 0.9 4.2 11.5 6.6 -27.0 56.0 8.8 11.9
Penjualan Mobil Niaga (Unit)
17107 20252 20005 18990 20521 13897 18755 20355 17107
Impor bahan baku (%,yoy)
20.7 18.8 15.2 9.8 23.7 -17.3 52.8 10.5 13.2
Impor barang modal (%,yoy)
5.3 -5.1 18.7 5.2 19.1 -27.2 61.5 7.1 12.8
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25
C. Kondisi Ekonomi Makro Triwulan Ketiga Terjaga
Inflasi
Hingga akhir triwulan ketiga, laju inflasi tahun 2017 tercatat sebesar 2,66 persen (ytd) atau 3,72
persen (yoy). Memasuki paruh kedua tahun 2017, tekanan inflasi dari sisi administered price
mengalami sedikit penurunan seiring berakhirnya penyesuaian tarif listrik pada akhir semester
pertama. Berbagai kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga komoditas pangan dan
hortikultura berkontribusi pada penurunan tren laju inflasi volatile food sehingga dapat dijaga
pada tingkat yang rendah. Sementara itu, komponen core inflation dapat dijaga pada level
yang stabil pada kisaran 3 persen.
Grafik 6. Komponen Pembentuk Inflasi hingga September 2017
(dalam persen, ytd)
Sumber: BPS
Tekanan inflasi komponen Harga Diatur Pemerintah (administered price) sedikit menurun.
Berakhirnya penyesuaian tarif listrik daya 900 VA golongan mampu di akhir semester pertama
2017 menyebabkan tekanan inflasi komponen administered price sedikit menurun. Selain itu,
tarif angkutan udara dan antarkota berkontribusi pada deflasi pada bulan Agustus yang
dipengaruhi oleh normalisasi permintaan setelah lebaran dan musim liburan pada bulan Juli.
Ke depan, tidak terdapat tekanan inflasi komponen administered price dari sisi energi seiring
tidak adanya kebijakan terkait harga energi hingga akhir 2017. Secara kumulatif, komponen
Harga Diatur Pemerintah menjadi menyumbang inflasi sebesar 1,46 persen.
Laju inflasi komponen Harga Bergejolak (volatile food) dapat dijaga pada tingkat yang rendah
dan terus mengalami tren penurunan. Koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang
kuat mampu menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan barang kebutuhan masyarakat.
Meskipun terjadi gagal panen di musim tanam gadu (musim kemarau) yang menyebabkan
tekanan harga pada komoditas beras, penurunan beberapa harga komoditas pangan lainnya
seperti bawang merah, bawang putih, dan daging ayam ras mendorong laju inflasi pangan
yang relatif cukup rendah. Sepanjang tahun 2017, inflasi volatile food terus mengalami
penurunan hingga di bawah 0,5 persen (yoy) di akhir triwulan ketiga dengan rata-rata 2,47
persen (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang terus
0,97 1,21 1,191,28
1,67
2,38 2,60 2,532,66
-0,8-0,40,00,40,81,21,62,02,42,83,2
Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17
Inti Harga diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum
26 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
memperbaiki koordinasi kebijakan dan informasi antarinstansi, baik di pusat maupun daerah.
Dalam rangka mengendalikan harga pangan, pemerintah memberlakukan kebijakan Harga
Eceran Tertinggi (HET) pada beras per 1 September 2017. Selain itu, pemerintah juga terus
melakukan perbaikan tata niaga pangan serta pemantauan harga sehingga dapat
mengantisipasi praktik permainan harga pangan. Hingga akhir triwulan ketiga 2017, kontribusi
kumulatif komponen harga bergejolak mencapai -0,29 persen.
Inflasi komponen inti (core inflation) masih dapat terjaga pada kisaran level 3 persen. Sepanjang
triwulan ketiga, inflasi inti mengalami sedikit penurunan. Meskipun begitu, pada September
terdapat tekanan inflasi pada komponen baik traded maupun non-traded. Emas perhiasan
merupakan komponen core traded yang menjadi komoditas utama yang menyumbang
terjadinya inflasi. Selain itu, inflasi komoditas core non-traded juga mengalami sedikit
peningkatan. Seiring dengan masuknya tahun ajaran baru, terjadi peningkatan biaya uang
sekolah SD, SMP, dan SMA, serta kuliah/akademi. Peningkatan harga komponen core non-
traded juga terjadi pada nasi dengan lauk, makanan jadi, sewa dan kontrak rumah, serta upah
pembantu rumah tangga. Secara kumulatif, inflasi inti menyumbang sebesar 1,46 persen.
Suku Bunga dan Nilai Tukar
Di tengah stance kebijakan moneter AS yang masih melakukan normalisasi, suku bunga acuan
Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo (7DRR) terus diturunkan. Pada pertemuan FOMC bulan
September 2017, suku bunga acuan AS dipertahankan di kisaran 1-1,25 persen untuk
mengakomodasi perkembangan perekonomian AS yang relatif moderat, terutama konsumsi
rumah tangga, serta turunnya tingkat inflasi di bawah target 2 persen. Selain itu, dampak
ekonomi dari bencana alam di AS juga diperkirakan menahan perkembangan perekonomian
negara tersebut dalam jangka pendek. Meskipun suku bunga acuan AS tetap, The Fed
menyatakan bahwa pihaknya akan memulai program pengurangan neracanya pada bulan
Oktober 2017. Kebijakan pengetatan moneter melalui normalisasi neraca ini diperkirakan akan
berdampak kepada pengurangan likuiditas dan peningkatan supply surat berharga AS pasar
keuangan global yang pada akhirnya akan meningkatkan yield surat berharga AS. Hal ini
berpotensi menyebabkan aliran dana yang selama ini masuk ke negara berkembang akan
kembali ke AS.
Pada paruh kedua bulan September 2017, terdapat perkembangan kebijakan fiskal AS yang
berpotensi mengubah percepatan normalisasi kebijakan moneter AS ke depan, yaitu
pengajuan proposal reformasi perpajakan Presiden AS Donald Trump ke parlemen di AS.
Reformasi ini mencakup usulan pemotongan tarif pajak perusahaan serta penyederhanaan
dan pemotongan tarif pajak perorangan. Pemotongan ini diperkirakan akan mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi AS serta meningkatkan kemungkinan percepatan normalisasi suku
bunga acuan AS. Hal ini tercermin dari konsensus atas probabilitas kenaikan suku bunga acuan
AS pada akhir 2017 yang meningkat dari 20 persen di bulan Agustus menjadi 70 persen di
bulan September 2017.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27
Di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS, suku bunga acuan Bank Indonesia 7DRR
justru diturunkan sebanyak 25 basis poin menuju level 4,25 persen pada Rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia tanggal 22 September 2017. Dengan demikian, selama tahun 2017
total pemotongan suku bunga 7DRR sejauh ini sudah mencapai 100 basis poin. Pemotongan
ini seiring dengan upaya stimulasi aktivitas perekonomian terutama merespons kinerja
konsumsi yang pertumbuhannya di bawah 5 persen (yoy) pada akhir triwulan kedua 2017. Di
samping itu, relatif stabilnya rupiah dan rendahnya tingkat inflasi secara umum di tahun 2017
juga memperlebar ruang pelonggaran kebijakan suku bunga. Dari sisi global, tingkat
ketidakpastian yang mereda dan masih dilaksanakannya kebijakan moneter unconventional
longgar yaitu quantitative easing oleh negara maju lain seperti Eropa dan Jepang disinyalir
menambah keyakinan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga.
Meskipun baik bagi kondisi perekonomian domestik saat ini yang masih memerlukan stimulus
lanjutan, perlu diwaspadai dampak dari penurunan suku bunga acuan yang cukup cepat di
tahun 2017 terhadap stabilitas rupiah dan likuiditas perbankan. Dengan suku bunga acuan
4,25 persen dan tingkat inflasi 3,78 persen, suku bunga acuan riil menjadi sangat rendah dan
mendekati nol, yaitu sebesar 0,45 persen. Berdasarkan pengalaman historis, ketika suku
bunga riil berada di bawah nol, arus dana asing masuk (capital inflow) menurun sehingga
mempengaruhi stabilitas rupiah. Selain itu, dampak penurunan suku bunga pada likuiditas
perbankan di tengah kebijakan deposit rate capping oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk bank-
bank besar juga membutuhkan perhatian lebih. Pertumbuhan dana pihak ketiga turun menjadi
single digit pada Juli 2017 dan menghambat kenaikan pertumbuhan penyaluran kredit. Untuk
mendorong pertumbuhan kredit, pemerintah dan otoritas terkait perlu memberikan
perhatian juga pada komponen di luar biaya dana yang mempengaruhi penyaluran kredit.
Volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat pada bulan September 2017. Per 29
September 2017, pasar spot rupiah ditutup pada level Rp13.492 per dolar AS. Setelah
mengalami apresiasi di bulan-bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada
bulan September 2017 mengalami sedikit depresiasi. Dibanding posisi akhir bulan Agustus
2017, terjadi depresiasi 1,1 persen.
Secara kumulatif, terjadi depresiasi 0,4 persen dibanding akhir tahun 2016. Melemahnya
rupiah terhadap dolar AS merupakan fenomena regional di mana terjadi juga pelemahan
serentak di Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand pada paruh kedua September 2017
yang mengonfirmasi bahwa pelemahan ini disebabkan oleh penguatan dolar AS. Penguatan
ini disinyalir disebabkan oleh antisipasi investor atas prospek pemotongan pajak di AS serta
lebih agresifnya kebijakan The Fed ke depan.
Depresiasi ini terjadi seiring dengan keluarnya dana asing di saham, walaupun selama periode
Januari-September 2017 masih terdapat net capital inflow di pasar modal Indonesia sebesar
Rp142,08 triliun. Jumlah tersebut terutama disumbang oleh pasar SUN yang membukukan
inflow sebesar Rp150,74 triliun yang mengimbangi outflow di pasar saham sebesar Rp8,66
triliun. Di bulan September 2017 sendiri, capital flow di pasar SUN dan saham masing-masing
sebesar Rp39,33 triliun dan -Rp 11,22 triliun.
28 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Masih terjadinya net foreign buying di pasar keuangan ini secara umum memberikan
kontribusi positif pada stabilisasi nilai tukar rupiah. Masih tingginya minat investor asing salah
satunya didukung oleh performa peringkat kredit Indonesia di tahun 2017 yang positif dan
mengkonfirmasi prospek fundamental perekonomian Indonesia yang positif. Selain itu, masih
tingginya perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dan negara maju di luar AS seperti Jepang
dan Eropa yang bahkan memberlakukan kebijakan suku bunga negatif juga menopang kinerja
arus masuk modal asing ke Indonesia secara umum.
Ke depan, pemerintah dan otoritas terkait akan terus berkoordinasi dalam mempersiapkan
langkah-langkah antisipatif dan responsif terhadap perkembangan perekonomian global.
Meskipun persepsi investor secara umum masih positif terhadap Indonesia seiring perbaikan
struktural perekonomian melalui reformasi di bidang perekonomian dan tata kelola
pemerintahan yang terus dilaksanakan, terdapat beberapa faktor risiko ke depannya yang
harus diantisipasi dan direspons. Di akhir bulan September, risiko tersebut utamanya terlihat
dari adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pemerintah perlu terus
melakukan stimulasi perekonomian domestik serta berkoordinasi dengan Bank Indonesia
untuk mensinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka mendorong stabilitas nilai
tukar rupiah di tengah dinamika kondisi perekonomian global.
Neraca Perdagangan Indonesia
Sampai triwulan ketiga tahun 2017, kinerja neraca perdagangan Indonesia mengalami tren yang
terus meningkat, hingga mencatat surplus sebesar 10,87 miliar dolar AS, lebih tinggi
dibandingkan surplus neraca perdagangan pada periode sebelumnya tahun 2016.
Peningkatan ini didukung oleh surplus neraca non migas sebesar 16,74 miliar dolar AS dan
dengan defisit neraca migas yang sebesar 5,87 miliar dolar AS, sedikit melebar dibandingkan
periode sebelumnya.
Tingginya surplus neraca nonmigas hingga triwulan ketiga 2017 ini terutama berasal dari
komoditas ekspor sektor industri pengolahan (manufaktur) dengan kontribusi sebesar 74,8
persen terhadap total ekspor atau sebesar 92,23 miliar dolar AS, tumbuh 14,5 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara sektor pertambangan dan pertanian masing
masing menyumbang porsi 13,7 persen dan 2,2 persen, dan tumbuh masing-masing sebesar
34,7 persen dan 18,4 persen. Tren harga komoditas yang meningkat hingga triwulan ketiga
mendorong positifnya pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode ini. Adapun komoditas
ekspor utama hingga triwulan ketiga 2017 ini antara lain lemak dan minyak hewan/nabati,
bahan bakar mineral, dan mesin/peralatan listrik, dengan negara tujuan ekspor nonmigas ke
Tiongkok, Amerika Serikat,dan Jepang.
Dari sisi neraca perdagangan migas, tercatat defisit sebesar 5,87 miliar dolar AS dengan
kecenderungan melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan ketiga 2016. Hal ini mengindikasikan
semakin membaiknya proses bisnis sektor migas di dalam negeri dengan mengurangi
ketergantungan terhadap pasokan migas yang berasal dari impor.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29
Secara sektoral non migas, sektor pertambangan menunjukkan kinerja yang membaik dalam
dua triwulan terakhir dengan capaian pertumbuhan hingga triwulan ketiga 2017 sebesar 34,8
persen (yoy), sementara pertumbuhan dari sektor manufaktur tercatat sebagai pertumbuhan
yang terkecil di periode yang sama yaitu sebesar 14,5 persen (yoy). Hal ini didorong oleh
beberapa perusahaan tambang yang telah diizinkan melakukan ekspor komoditas barang dan
adanya peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk komoditas tambang tertentu.
Dari sisi penggunaan atas komoditas impor, kumulatif impor bahan baku hingga triwulan ketiga
masih melanjutkan tren positif mencapai 15 persen (yoy). Kondisi ini diharapkan dapat
mendorong perbaikan ekspor terutama komoditas manufaktur. Adapun impor atas barang
konsumsi mengalami peningkatan hingga 12 persen (yoy) yang disebabkan lonjakan
permintaan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang terjadi pada triwulan
ketiga.
Hingga triwulan ketiga 2017, Tiongkok, AS, dan Jepang tercatat sebagai tiga negara tujuan
ekspor terbesar dengan total peran ketiganya sebesar 33,96 persen terhadap total ekspor.
Sementara impor didominasi oleh impor dari Tiongkok, Jepang dan Thailand yang mencapai
44,77 persen terhadap total impor.
Grafik 7. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2017, neraca perdagangan Indonesia terus melanjutkan surplus hingga melampaui surplus neraca perdagangan tahun 2016
(dalam juta dolar AS)
Sumber: BPS, data diolah
S
-5.000
-3.000
-1.000
1.000
3.000
5.000
7.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2014 2015 2016 2017
Non Migas Migas Neraca Perdagangan
30 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Relatif Membaik
Grafik 8. Pertumbuhan Kredit Perbankan
(dalam persen) J
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Kredit perbankan di bulan Juli 2017 tumbuh sebesar 8,2 persen (yoy), lebih baik dibanding bulan
Juni 2017 atau periode yang sama pada tahun lalu di mana keduanya tumbuh sebesar 7,7
persen. Meski demikian, jumlah kredit pada Juli 2017 mengalami penurunan menjadi
Rp4.469,3 atau turun sebesar 0,5 persen (mom). Otoritas Jasa Keuangan masih yakin
pertumbuhan kredit sampai dengan akhir tahun dapat tumbuh di kisaran 11 persen,
sementara Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakan pertumbuhan
sedikit dibawah 10 persen.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu
sebesar 10,1 persen (yoy) yang kemudian disusul oleh kredit modal kerja dan kredit investasi
dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,1 persen dan 6,4 persen. Secara sektoral,
tingginya kredit konsumsi tersebut selaras dengan pertumbuhan yang cukup tinggi di sektor
Pemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya (Pinjaman Multiguna) sebesar 15,0 persen.
Dengan mempertimbangkan size kredit, sektor Pinjaman Multiguna merupakan pendorong
terbesar pertumbuhan kredit pada bulan Juli 2017. Sektor lain yang tumbuh cukup tinggi
adalah Konstruksi, yang dipicu oleh banyaknya proyek konstruksi yang dikerjakan oleh
Pemerintah dan Swasta. Terkait non-perfoming loan (NPL), sektor Perdagangan dan Industri
Pengolahan menjadi dua sektor dengan andil terbesar. Di antara sektor dengan size yang
cukup signifikan, Sektor Pertambangan masih mencatatkan tingkat NPL tertinggi di bulan Juli
2017 sehubungan masih relatif lemahnya harga komoditas tambang (Grafik xx).
Grafik 9. Pertumbuhan Kredit Sektoral, Juli 2017
(dalam persen, besar bubble: porsi kredit)
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah
Listrik, Gas, Air3,01
Konstruksi 5,09
Perantara Keuangan4,51
Pertambangan2,81Transportasi
4,00
Perdagangan18,91Industri Pengolahan
17,49Pinjaman multiguna
11,17
-15
-5
5
15
25
35
45
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00
Per
tum
bu
han
Kre
dit
(yo
y)
Non Performing Loan (NPL)
8,20
2
7
12
Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2016 2017
KMK KI KK Kredit
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31
Secara spasial, perkembangan kredit di bulan Juli 2017 secara umum melanjutkan tren yang
sudah terjadi sejak awal tahun. Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Tengah mengalami
pertumbuhan kredit tertinggi di Juli 2017 masing-masing sebesar 23,.3 persen dan 21,3
persen. Sepanjang tahun 2017 ini, keduanya juga merupakan provinsi dengan rata-rata
pertumbuhan kredit tertinggi. Sementara untuk rasio kredit bermasalah, melanjutkan tren
sepanjang 2017, provinsi Kalimantan Timur dan Irian Jaya Barat memiliki rasio tertinggi
masing-masing 8,2 persen dan 6,1 persen (Tabel xx). Untuk porsi kredit, Jawa dan Sumatera
mengalami sedikit penurunan meski masih yang tertinggi.
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan Juli melanjutkan tren perlambatan sejak bulan
Juni. DPK tercatat sebesar Rp5.033 triliun, tumbuh 9,76 persen (yoy) atau mengalami kontraksi
sebesar 0,3 persen pada Juli 2017. Melambatnya pertumbuhan DPK pada bulan Juli disebabkan
melambatnya pertumbuhan Giro dan Simpanan Berjangka. Secara bulanan, kontraksi pada
DPK bersumber dari menurunnya nilai DPK dalam bentuk valas sebesar 5 persen (mom).
Dilihat dari porsinya, Simpanan Berjangka masih mendominasi DPK dan mengalami sedikit
kenaikan menjadi 46,1 persen dari 45,5 persen di bulan sebelumnya.
Secara umum, kinerja perbankan pada bulan Juli 2017 masih cukup baik meskipun rasio kredit
bermasalah mengalami sedikit kenaikan. Secara umum tingkat efisiensi perbankan
melanjutkan tren perbaikan tercermin dari berkurangnya rasio BOPO. Meski tingkat NIM
mengalami penurunan, perbankan Indonesia masih menjaga daya tariknya dengan
meningkatnya tingkat ROA diikuti dengan ketahanan industri yang juga mengalami perbaikan
terlihat dari meningkatnya capital adequacy ratio (CAR). Penurunan tingkat bunga acuan oleh
Bank Indonesia pada tanggal 22 September yang lalu diyakini akan berdampak positif pada
kinerja perbankan dan juga pada kegiatan perekonomian di sisa tahun 2017 ini.
E. Kinerja IHSG Masih Positif
IHSG pada akhir triwulan ketiga 2017, berada pada level 5900,85, atau menguat sebesar 11,41
persen. Dibandingkan dengan negara di kawasan dan indeks utama global, hingga bulan
September, kinerja IHSG berada di bawah beberapa indeks utama global yang diamati seperti
DJIA, S&P 500, KOSPI, STI dan Hangseng. Namun, kinerja IHSG relatif masih berada di atas
indeks negara di kawasan seperti SET dan KLCI.
Secara khusus selama bulan September, IHSG masih mencatatkan kinerja positif sebesar 0,63
persen (mom) di tengah net sell investor asing yang mencapai Rp11,22 T selama bulan tersebut
atau merupakan net sell asing terbesar dalam satu bulan, sepanjang tahun ini. Tidak heran jika
kemudian banyak investor yang khawatir bahwa IHSG akan crash. Net sell asing sejatinya mulai
terlihat sejak bulan Mei (ytd), posisi investor asing yang tadinya net buy telah berbalik menjadi
net sell sebesar Rp10,73T. Secara historis, dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak
taper tantrum AS tahun 2013, investor asing ternyata selalu dalam posisi net sell selama bulan
September. Bahkan, tidak hanya bulan September, investor asing juga pada posisi net sell
selama triwulan ketiga dan keempat dalam beberapa tahun terakhir sejak 2013. Pameo “sell
32 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
7,90
6,5025,24
11,77
3,22
12,53
6,93
13,37
18,16
11,41
8,44
0 10 20 30
Shenzen Comp
Nikkei
Hangseng
STI
FTSE 100
S&P 500
KLCI
DJIA
KOSPI
IHSG
SET
Juli Agt Sep
on May and go away” sepertinya telah menjadi pegangan investor asing di pasar saham.
Beberapa sentimen yang mempengaruhi hal ini antara lain perkembangan perekonomian
global yang belum solid, berbagai pernyataan Presiden AS Donald Trump yang kerap
menimbulkan multitafsir, ditambah konflik geopolitik antara Korea Utara dan AS. Dari dalam
negeri, beberapa rilis data perekonomian Indonesia juga berada di bawah ekspektasi pasar
seperti PDB dan inflasi. Ditambah lagi, belakangan berkembang isu penurunan daya beli
masyarakat.
Prospek pasar modal Indonesia ke depan masih positif, mengingat investor asing masih
mencatatkan net buy yang besar pada instrumen SBN. Selain itu, pada saat yang sama, lembaga
asuransi domestik terus meningkatkan porsi investasinya pada saham. Dari sisi kinerja IHSG,
ekspektasi terhadap earning per share menunjukkan peningkatan. Berdasarkan konsensus
Bloomberg, earning per share diperkirakan tumbuh dari Rp226,87 pada 2016 menjadi
Rp351,82 pada 2017 ini. Selain itu, berdasarkan data historis, dana investor asing biasanya
kembali masuk ke pasar saham antara akhir triwulan keempat dan awal triwulan pertama
tahun berikutnya.
Dari sisi sektoral, perkembangan positif IHSG pada triwulan ketiga 2017 ditopang oleh kinerja
semua sektor yang tumbuh signifikan kecuali sektor properti, aneka industri, dan pertanian yang
mengalami tekanan. Sektor keuangan mencatatkan pertumbuhan paling tinggi yaitu 24,9
persen (ytd) diikuti sektor infrastruktur dengan pertumbuhan sebesar 15,2 persen (ytd), dan
sektor industri dasar yang tumbuh sebesar 14,9 persen (ytd).
Secara akumulasi untuk periode Agustus-September 2017, investor asing mencatatkan net sell
sebesar Rp 17,47 triliun. Hal ini antara lain dipicu oleh animo pasar pasca pengumuman
prospek penaikan suku bunga acuan the Fed Fund rate di Desember 2017 oleh FOMC di AS
dan juga prospek penurunan pembelian surat berharga oleh European Central Bank (ECB).
Grafik 10. (a) Kinerja Indeks Global dan (b) Perkembangan IHSG Sektoral
(dalam persen, ytd)
(a) (b)
Sumber: Bloomberg
Sektor Perkembangan Bulanan
ytd Juli Agustus September
Keuangan 1.39 1.07 1.78 24.9 Manufaktur -4.64 1.65 1.78 7.0 Konsumsi -4.29 3.36 0.95 7.5 Infrastruktur -0.82 0.86 -0.91 15.2 Perdagangan 1.22 -1.94 1.52 7.0 Properti -0.49 3.93 -0.93 -3.4 Aneka Industri -7.55 -1.01 1.04 -2.9 Industri Dasar -3.06 -1.15 4.99 14.9 Pertambangan 4.25 -0.11 -3.32 3.6 Pertanian -4.21 -0.11 4.31 -4.2 IHSG -1.17 1.01 1.50 11.4
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33
Sektor keuangan
Kinerja positif sektor keuangan selama triwulan ketiga 2017 ditopang oleh penurunan suku
bunga kebijakan moneter oleh Bank Indonesia seiring setabilnya nilai tukar rupiah dan
ekspektasi inflasi ke depan yang terjaga. Hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan
pertumbuhan kredit perbankan yang selanjutnya berdampak pada positifnya laporan
keuangan interim perbankan. Selain itu, sepanjang tahun ini, sektor keuangan juga diramaikan
dengan isu akuisisi atau masuknya investor besar pada sejumlah bank BUKU II dan BUKU I.
Manufaktur
Sektor manufaktur mencatatkan hasil negatif pada triwulan ketiga 2017. Kinerja positif selama
bulan Agustus dan September belum mampu menutupi hasil negatif selama bulan Juli. Kondisi
ini sejalan dengan perkembangan data Nikkei Indonesia Manufacturing Purchasing Managers’
Index. Nikkei Indonesia manufacturing PMI sedikit mengalami penurunan menjadi 50,4 pada
bulan September dari 50,7 pada bulan Agustus. Meskipun demikian, level di atas 50 yang
menunjukkan ekspansi selama dua bulan berturut-turut merupakan catatan yang bagus,
mengingat pada bulan Juli level indeks berada di bawah 50 atau level kontraksi. Jumlah
pesanan baru dan pesanan baru untuk ekspor melanjutkan kenaikannya pada bulan
September. Di sisi lain, seperti dilaporkan oleh Markit Economics, perusahaan manufaktur
menghadapi tekanan dari sisi biaya dan tidak mampu meneruskannya ke konsumen karena
ketatnya kompetisi.
Konsumsi
Selama triwulan ketiga 2017, kinerja negatif sektor konsumsi pada bulan Juli telah tertutupi
oleh kinerja positif selama dua bulan berturut-turut, yaitu bulan Agustus dan September. Di
tengah berkembangnya isu pelemahan daya beli masyarakat, sejumlah emiten di sektor ini
masih mencatatkan peningkatan kinerja. Selain itu, Survei Konsumen Bank Indonesia juga
mengindikasikan bahwa keyakinan konsumen pada bulan September 2017 menunjukkan
peningkatan. Hal itu tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan September 2017
yang sebesar 123,8, lebih tinggi dari 121,9 pada bulan Agustus 2017. Meningkatnya optimisme
konsumen tersebut terutama didorong oleh ekspektasi terhadap kegiatan usaha dan
ketersediaan lapangan kerja. Sejalan dengan peningkatan optimisme konsumen tersebut,
rasio pengeluaran untuk konsumsi juga menunjukkan peningkatan.
Infrastruktur
Hingga akhir triwulan ketiga 2017, saham sektor infrastruktur mencatatkan pertumbuhan
sebesar 15,2 persen ytd atau merupakan yang terbaik kedua setelah sektor keuangan. Angka
tersebut juga masih di atas kinerja IHSG yang tumbuh sebesar 11,4 persen ytd. Penopang
utama sektor ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dengan bobot sebesar 55,49 persen.
Secara ytd, emiten ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,56 persen didukung oleh
stabilnya pertumbuhan pendapatan data, internet, & layanan IT. Penopang selanjutnya untuk
sektor infrastruktur, yaitu PT Jasa Marga Tbk. yang secara ytd mencatatkan pertumbuhan
34 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
sebesar 41,20 persen. Untuk bobot terhadap sektor infrastruktur sendiri, emiten jalan tol ini
memiliki bobot sebesar 5,45 persen.
Properti dan konstruksi
Sektor ini merupakan salah satu sektor yang memiliki kinerja negatif hingga triwulan ketiga
2017, selain sektor aneka industri dan pertanian. Hingga triwulan ketiga 2017, sektor ini
mencatatkan pertumbuhan sebesar -3,4 persen. Mengingat sektor ini merupakan gabungan
antara sektor properti dan konstruksi dan emiten-emiten properti sendiri membukukan
kinerja yang cemerlang sejalan dengan peningkatan marketing sales-nya, tekanan pada sektor
ini diperkirakan bersumber dari emiten-emiten konstruksi. Isu negatif yang berkembang, yaitu
bahwa emiten-emiten itu tidak memiliki kas yang memadai, meskipun mendapatkan proyek
dengan nilai cukup besar. Hal ini kemudian memunculkan kekhawatiran investor akan prospek
kinerja ke depan. Di tengah isu kekurangan cashflow tersebut, beredar juga isu yang
disuarakan oleh Kadin Indonesia bahwa agar BUMN konstruksi tidak mendominasi proyek-
proyek infratruktur pemerintah.
Sektor pertambangan
Sektor pertambangan hingga triwulan ketiga 2017 mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,6
persen. Dalam kurun waktu tiga bulan selama triwulan ketiga itu sendiri, sektor ini hanya
mencatatkan kinerja positif pada bulan Juli dan kemudian mengalami koreksi pada bulan
Agustus dan September. Hal ini tidak terlepas dari fluktuasi harga komoditas yang menjadi
basis emiten-emiten pada sektor ini. Sektor pertambangan ini sendiri didominasi oleh emiten
berbasis batu bara, disusul emiten berbasis logam seperti nikel dan timah, dan selanjutnya
emiten berbasis minyak bumi. Fluktuasi harga batu bara dipengaruhi oleh berita ditutupnya
sejumlah tambang batubara di Tiongkok dan sentimen dari dalam negeri terkait wacana
pengaturan harga batu bara untuk PLN. Harga komoditas logam-logaman juga dipengaruhi
oleh kondisi manufaktur Tiongkok yang selama triwulan ketiga menunjukkan perbaikan.
Sementara itu, harga komoditas minyak bumi dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti
kebijakan OPEC, suplai minyak mentah AS, dan kondisi geopolitik Timur Tengah.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35
Kapitalisasi pasar obligasi 2017 (ytd) tumbuh pesat dan yield menyentuh rekor terendah
sepanjang masa berkat penaikan peringkat. Ini terlihat dari yield yang sempat turun hingga
menjadi 6,23% untuk tenor 10 tahun pada 25 September 2017—atau
merupakan yield terendah sepanjang sejarah SBN.
Salah satu capaian penting sektor keuangan nasional tahun 2017 di sektor keuangan adalah
kenaikan peringkat utang Indonesia ke level layak investasi atau investment grade dari S&P.
Kenaikan peringkat utang Indonesia pada tahun ini dapat diraih berkat perbaikan regulasi dan
infrastruktur dalam sejumlah paket kebijakan ekonomi yang berdampak positif pada sektor riil.
Peningkatan kapitalisasi pasar obligasi tak lepas dari langkah pemerintah memperdalam pasar
dengan menerbitkan obligasi guna membiayai APBN. Pendalaman pasar obligasi dilakukan
pemerintah dengan meluncurkan instrumen investasi seperti sukuk tabungan, SBN valas
domestik dan denominasi euro. Selama periode Agustus-September 2017, pemerintah c.q.
Kementerian Keuangan menerbitkan SBN sejumlah Rp150,24 triliun dan 2,8 miliar dolar AS
denagan mayoritas tenor jangka pendek.
Data Bursa Efek Indonesia memperlihatkan, kapitalisasi pasar obligasi atau total outstanding di
saat masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo di 2014 sebesar Rp1.435,84 triliun. Per 13
Oktober 2017, jumlahnya naik menjadi Rp2.406,69 triliun yang terdiri dari obligasi pemerintah
Rp2.046,93 triliun dan obligasi korporasi senilai Rp359,76 triliun.
Grafik 11. Kurva Imbal Hasil SBN Seri Benchmark September 2017
(dalam persen) j
Sumber: Bloomberg
Selama periode Agustus-September 2017, tercatat nilai kapitalisasi pasar SBN sebesar Rp
2,046,9 triliun dengan menunjukkan kurva imbal hasil yang normal dari seri benchmark SBN
(lihat gambar 1.1).
4,525
4,8835,05
5,622
6,0646,252
6,628
7,1427,363 7,409 7,438
1/12 3/12 3/12 1 2 3 5 10 20 25 30
Tenor (tahun)
Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan
Boks 2. Perkembangan Pasar Obligasi Indonesia
36 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37
BAGIAN II ANALISIS KINERJA APBN
TRIWULAN KETIGA
2017 Realisasi pendapatan negara dan belanja negara
tercatat lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Meskipun demikian, beberapa tantangan
masih harus dihadapi.
38 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
A. Kinerja APBNP 2017
Menginjak triwulan keempat tahun 2017, pelaksanaan APBNP memasuki periode yang paling
krusial. Reformasi fiskal yang dimulai pada tahun 2015 dengan perbaikan struktur belanja
negara yang diikuti dengan reformasi penerimaan negara di antaranya melalui program
Amnesti Pajak pada tahun 2016 diharapkan mulai menunjukkan hasilnya pada tahun 2017.
Peningkatan kualitas belanja negara yang ditempuh dengan melakukan realokasi belanja
konsumtif, dalam hal ini subsidi BBM, ke belanja produktif dan prioritas antara lain belanja
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi yang adil, merata, dan berkelanjutan. Sementara itu, melalui Amnesti Pajak,
pemerintah mengharapkan adanya perluasan basis pajak dan partisipasi masyarakat sehingga
berdampak pada peningkatan penerimaan negara.
Tabel 2. Kinerja APBN Hingga September 2017 (dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
Momentum perubahan APBN tahun 2017 merupakan saat yang tepat bagi pemerintah untuk
mendorong APBN sebagai instrumen fiskal yang lebih realistis dan selaras dengan
perkembangan perekonomian terkini. Perubahan APBN tersebut juga diharapkan dapat
mengakomodasi prospek perekonomian ke depan sehingga diharapkan APBN dapat lebih
kredibel, berkelanjutan, dan mempunyai daya redam yang efektif untuk merespons
perkembangan perekonomian yang sangat dinamis.
Hingga September 2017, realisasi APBNP terus menunjukkan perbaikan kinerja. Hal tersebut
ditandai dengan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan
Uraian 2016 2017
APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real.
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.786,2 1.082,6 60,6 1.736,1 1.099,3 63,3
I. Penerimaan Dalam Negeri 1.784,2 1.081,4 60,6 1.733,0 1.096,8 63,3
1. Penerimaan Perpajakan 1.539,2 896,5 58,2 1.472,7 878,9 59,7
2. PNBP 245,1 184,9 75,4 260,2 217,9 83,7
II. Hibah 2,0 1,3 64,4 3,1 2,5 80,2
B. Belanja Negara 2.082,9 1.306,0 62,7 2.133,3 1.375,0 64,5
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.306,7 767,9 58,8 1.367,0 808,4 59,1
A. Belanja K/L 767,8 262,8 34,2 798,6 263,9 33,1
B. Belanja Non K/L 538,9 505,1 93,7 568,4 544,5 95,8
II. Transfer Daerah dan Dana Desa 776,3 538,1 69,3 766,3 566,6 73,9
1 Transfer Ke Daerah 729,3 501,4 68,8 706,3 526,9 74,6
2 Dana Desa 47,0 36,8 78,2 60,0 39,6 66,1
C. Surplus/ Defisit Anggaran (296,7) (223,4) 75,3 (397,2) (275,7) 69,4
% defisit thd PDB (2,35) (1,80) (2,92) (2,03)
D. Pembiayaan 296,7 393,7 132,7 397,2 362,2 91,2
I. Pembiayaan Utang 371,6 379,2 102,0 461,3 359,9 78,0
II. Pembiayaan Investasi (94,0) (7,2) 7,7 (59,7) (0,4) 0,6
III. Pemberian Pinjaman 0,5 2,6 570,9 (3,7) 2,4 (65,4)
IV. Kewajiban Penjaminan (0,7) 0,0 0,0 (1,0) 0,0 0,0
V. Pembiayaan Lainnya 19,3 19,2 99,2 0,3 0,3 87,6
Kelebihan/ Kekurangan Pembiayaan 170,3 86,5
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39
dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit anggaran masih terjaga dalam batas
aman meskipun melebar di kisaran 2,03 persen terhadap PDB dibandingkan dengan 1,80
persen pada tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan targetnya, realisasi defisit sampai
dengan bulan September 2017 baru mencapai 69,4 persen, sementara tahun lalu pada
periode yang sama defisit APBNP 2016 telah mencapai 75,3 persen dari targetnya. Capaian ini
tentu memberikan optimisme tersendiri terhadap kinerja APBNP tahun 2017 sampai dengan
akhir tahun di mana likuiditas, vulnerabilitas maupun sustainabilitas fiskal diperkirakan dapat
terjaga dengan baik.
Pendapatan Negara
Dari sisi penerimaan migas, tren meningkatnya harga minyak dunia turut mendorong lebih
baiknya penerimaan negara yang bersumber dari Migas baik PPh maupun PNBP. Sampai dengan
September 2017, ICP mencapai 48,86 dolar AS per barel, sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam
APBNP 2017 sebesar 48 dolar AS per barel. Harga ICP tersebut 22 persen lebih tinggi
dibandingkan rata-rata ICP pada tahun 2016 sebesar 40 dolar AS per barel. Kenaikan ICP antara
lain disebabkan karena Arab Saudi menyatakan akan mengurangi pasokan ke sebagian besar
pembeli di Asia hingga 10 persen pada bulan September dan Saudi Aramco memotong
ekspornya di seluruh dunia setidaknya 520.000 barel per hari pada bulan September.
Sebagai hasilnya, PPh Migas telah terealisasi sebesar Rp38,6 triliun atau sebesar 92,4 persen
dari target APBNP 2017 sebesar Rp41,8 triliun. Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
realisasi PPh Migas sampai dengan bulan September tahun 2016 yang baru mencapai 67,8
persen atau Rp24,7 triliun dari target APBNP 2016 sebesar Rp36,6 triliun. Secara nominal,
realisasi PPh Migas sampai dengan September 2017 menunjukkan pertumbuhan sebesar 56,5
persen (yoy). Seiring dengan positifnya kinerja PPh Migas, realisasi PNBP Migas pun
menunjukkan capaian yang menggembirakan. Sampai dengan September 2017, PNBP Migas
telah terealisasi sebesar Rp61,1 triliun atau 84,5 persen dari target sebesar Rp72,2 triliun.
Secara nominal, capaian ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 161,5 persen (yoy)
dibandingkan realisasi sampai bulan September 2016 yang mencapai Rp23,3 triliun atau 34
persen dari target sebesar Rp68,7 triliun.
Di sisi penerimaan pajak nonmigas, realisasi sampai dengan September 2017 menunjukkan
pertumbuhan negatif sebesar 4,7 persen (yoy). Namun demikian, capaian ini masih
memperhitungkan penerimaan pajak dari program Amnesti Pajak baik yang terealisasi sampai
dengan September 2016 maupun September 2017. Tanpa memperhitungkan penerimaan dari
Amnesti Pajak, penerimaan pajak nonmigas masih menunjukkan pertumbuhan yang positif di
level 7 persen. Kecuali PPh Nonmigas yang tumbuh sebesar negatif 12,3 persen sebagai akibat
tingginya penerimaan dari Amnesti Pajak pada tahun 2016, keseluruhan jenis pajak nonmigas
menunjukkan kinerja positif. Sebagai jenis pajak dengan kontribusi terbesar kedua setelah PPh
Nonmigas, PPN/PPnBM menunjukkan realisasi sebesar Rp307,3 triliun atau 64,6 persen dari
targetnya dalam APBNP 2017 sebesar Rp475,5 triliun. Capaian ini jauh lebih baik dibandingkan
dengan kinerja tahun 2016 di mana sampai dengan September 2016, realisasi PPN/PPnBM
40 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
baru mencapai 57 persen atau sebesar Rp270,1 triliun dari target sebesar Rp474,2 triliun.
Secara nominal, realisasi PPN/PPnBM tumbuh sebesar 13,8 persen (yoy) terutama didorong
oleh meningkatnya konsumsi domestik seiring membaiknya kinerja perekonomian pada
triwulan ketiga tahun 2017.
Penerimaan dari kepabeanan dan cukai juga menunjukkan kinerja yang positif sampai dengan
September 2017. Membaiknya penerimaan cukai hasil tembakau, bea masuk dan bea keluar
mendorong penerimaan dari kepabeanan dan cukai untuk tumbuh sebesar 4,3 persen (yoy).
Cukai hasil tembakau telah terealisasi sebesar Rp77,6 triliun atau sebesar 52,6 persen dari
target sebesar 147,5 persen atau tumbuh sebesar 3,4 persen (yoy). Pertumbuhan ekspor
sektor pertambangan (mineral), pertanian, dan manufaktur mendorong penerimaan bea
keluar untuk tumbuh sebesar 19,2 persen atau mencapai realisasi sebesar Rp2,6 triliun (97,5
persen) dari target Rp2,7 triliun. Di sisi lain, peneriman bea masuk telah terealisasi sebesar
Rp24,6 triliun atau 73,9 persen dari target sebesar Rp33,3 triliun. Secara nominal, capaian ini
menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,7 persen dari realisasi sampai bulan September 2016
yang mencapai Rp22,9 triliun atau 68,5 persen dari target sebesar Rp33,4 triliun. Kombinasi
dari realisasi penerimaan pajak migas dan non-migas menunjukkan bahwa secara umum
pencapaian penerimaan perpajakan sampai dengan September 2017 relatif lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya dimana realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp878,9
triliun (59,7 persen) sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp896,5 triliun (58,2 persen).
Selain ditopang oleh lebih baiknya kinerja PNBP Migas, secara keseluruhan PNBP juga
menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan
September 2017, realisasi PNBP mencapai Rp217,9 triliun (83,7 persen), meningkat
dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp184,9 triliun (75,4 persen) atau
tumbuh sebesar 17,9 persen (yoy). Positifnya realisasi PNBP juga didorong oleh tingginya
penerimaan SDA nonmigas. Peningkatan harga komoditas batubara secara signifikan
mendorong realisasi penerimaan SDA nonmigas mencapai Rp20,1 triliun (85,7 persen),
meningkat dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp14,0 triliun
(63,9 persen) atau tumbuh sebesar 43,9 persen (yoy). Selain itu, perbaikan layanan, kenaikan
tarif serta perbaikan administrasi BLU juga turut berkontribusi terhadap capaian PNBP.
Pendapatan BLU tumbuh sebesar 14,5 persen (yoy) dengan realisasi sebesar Rp33,7 triliun
atau 87,5 persen dari target APBNP 2017. Realisasi ini lebih baik dari periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp29,4 triliun atau sebesar 81,2 persen dari target tahun 2016 sebesar
36,3 persen.
Secara keseluruhan, kinerja pendapatan negara dan hibah tahun 2017 masih lebih baik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan September 2017, pendapatan negara
dan hibah mencapai Rp1.099,3 triliun atau 63,3 persen dari targetnya sebesar Rp1.763,1
triliun. Capaian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 di
mana sampai dengan bulan September 2016, realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar
Rp1.082,6 atau 60,6 persen dari target. Dengan pertumbuhan yang positif sebesar 1,2 persen
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41
(yoy) sampai dengan September 2017, kinerja pendapatan negara dan hibah sampai dengan
akhir tahun 2017 diperkirakan akan terus membaik sehingga target pendapatan negara masih
berpotensi untuk dicapai seoptimal mungkin.
Belanja Negara dan Pembiayaan Anggaran
Untuk memperbaiki kinerja penganggaran, pemerintah telah menempuh beberapa terobosan
kebijakan dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi pemanfaatan anggaran, serta
perbaikan mekanisme realisasinya. Dari sisi belanja negara, kinerja realisasi anggaran 2017
relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara umum, realisasi belanja
negara sampai dengan September 2017 mencapai 64,5 persen, lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang sebesar 62,7 persen. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga September
2017 mencapai Rp808,4 triliun (59,14 persen), membaik jika dibandingkan dengan capaian
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp767,9 triliun (58,77 persen). Capaian
tersebut utamanya dipengaruhi oleh kenaikan realisasi belanja bansos, belanja modal, dan
pembayaran bunga utang karena peningkatan outstanding utang di akhir tahun 2016 yang
bunganya sudah dibayarkan pada semester pertama tahun 2017.
Grafik 12. (a) Realisasi Belanja Modal Per Triwulan dan (b) Realisasi Belanja Barang Per Triwulan
(dalam persen)
(a) (b)
Sumber: Kementerian Keuangan
Terbitnya Perpres Bantuan Sosial Non Tunai (Perpres 63 Tahun 2017) pada pertengahan tahun
ini menjadi salah satu faktor membaiknya pola penyerapan dan mekanisme penyaluran bansos.
Perpres tersebut diterbitkan dengan semangat penyaluran bansos kepada masyarakat yang
efisien sehingga outputnya menjadi tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas,
serta tepat administrasi. Program bansos nontunai tersebut juga sejalan dengan program
peningkatan keuangan inklusif sehingga mendorong masyarakat untuk mengakses fasilitas
perbankan dan finansial. Diawali pada tahun lalu di mana pemerintah melakukan piloting
program PKH nontunai di beberapa wilayah, maka tahun ini dengan didukung penerbitan
Perpres 63/2017, pemerintah telah secara penuh menyalurkan PKH nontunai yang dampaknya
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
Q1 Q2 Q3
AVG 3Y 2016 2017
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
Q1 Q2 Q3
AVG 3Y 2016 2017
42 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
adalah percepatan mekanisme penyaluran, perbaikan sasaran masyarakat penerima, dan
mencegah kebocoran program. Suksesnya implementasi program PKH kemudian disusul oleh
konversi Rastra menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) yang juga pelaksanaannya
diujicobakan tahun ini di 44 kabupaten/kota. Adapun mekanisme pencairannya, PKH dilakukan
empat kali setahun, sementara BPNT pencairannya dilakukan setiap bulan.
Hingga pertengahan triwulan ketiga tahun ini, penyerapan anggaran belanja modal pemerintah
mencatatkan pertumbuhan positif dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini menjadi
salah satu modal pemerintah untuk mendorong ekonomi di triwulan ketiga melalui perbaikan
kualitas belanja dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Adapun kontributor terbesar
pendongkrak belanja modal adalah proyek infrastruktur khususnya pada Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (50,2 persen), dan Kementerian Perhubungan (43,4
persen). Yang menjadi catatan adalah masih rendahnya realisasi belanja modal pada beberapa
K/L strategis yang berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur, di antaranya adalah
Kementerian ESDM dan Kementerian Pertanian yang realisasi belanja modalnya hingga
September 2017 masih di bawah 40 persen dari pagunya. Realisasi belanja modal yang rendah
tersebut bisa saja disebabkan oleh faktor prosedural, proses perencanaan, dan mekanisme
lelang sehingga berpotensi menunda penyelesaian pembangunan proyek. Ke depan,
pemerintah akan terus mendorong percepatan belanja modal dalam mengakselerasi
pembangunan proyek-proyek infrastruktur melalui K/L.
Sementara itu, belanja barang menjadi salah satu target efisiensi anggaran tahun ini. Penerbitan
Inpres Nomor 4 Tahun 2017 mengenai efisiensi belanja barang menargetkan adanya self
blocking oleh K/L dengan nilai mencapai Rp16 triliun. Efisiensi tersebut meliputi belanja
perjalanan dinas dan paket meeting, honorarium tim, belanja operasional kantor, belanja jasa,
belanja pemeliharaan, sampai dengan belanja barang operasional dan non operasional
lainnya. Adapun realisasinya sampai dengan September 2017 adalah sebesar 52,26 persen
lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 56,56 persen.
Tabel 3. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat s.d September 2017
(dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Uraian 2016 2017 yoy
APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real.
1. Belanja Pegawai 343.01 235.88 68,77 340.41 236.97 69,61 0,46%
2. Belanja Barang 281.23 159.06 5656,56 318.78 166.59 52,26 4,74%
3. Belanja Modal 227.48 82.56 3636,29 206.19 90.59 43,94 9,73%
4. Pembayaran Kewajiban Utang 191.22 146.62 76,68 219.20 172.79 78,83 17,85%
5. Subsidi 177.75 104.06 5858,54 168.88 92.37 54,69 -11,24%
6. Belanja Hibah 8.54 0.55 6.6,41 5.53 2.38 43,01 334,75%
7. Bantuan Sosial 54.94 35.29 664,24 58.09 42.72 73,54 21,04%
8. Belanja Lain-lain 22.53 3.86 17,126 49.87 3.98 7,98 3,29%
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43
Realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) September 2017 mencapai Rp566,6 triliun
(73,97 persen), meningkat dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp538,1 triliun (69,32 persen) utamanya didorong oleh peningkatan
realisasi dana dana perimbangan sejalan dengan kemampuan penyerapan. Adapun
pelaksanaan TKDD secara kontinu dimonitor untuk meningkatkan kualitas tata kelola
pemerintahan daerah dan menurunkan ketimpangan antarwilayah, salah satunya dengan
mendorong DAK fisik untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Dari sisi pembiayaan, Realisasi hingga September 2017 mencapai Rp362,2 triliun (83,07
persen), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yaitu Rp393,7
triliun (132,69 persen), sementara realisasi SBN (neto) menurun, sebagai bagian dari
pengelolaan anggaran dan untuk ditujukan untuk mengurangi idle cash.
Di tengah keterbatasan sumber-sumber penerimaan negara, pemerintah harus lebih selektif
dan hati-hati dalam mendanai pembangunan melalui belanja negara dan pilihannya adalah
mengalokasikan belanja pada program dengan dampak multiplier yang optimal terhadap
ekonomi.
Tabel 4. Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa s.d September 2017
(dalam triliun Rp)
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Tabel 5. Realisasi Pembiayaan s.d September 2017
(dalam triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
Uraian
2016 2017
APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real. yoy
Pembiayaan 296.72 393.73 132.69 397.24 362.18 91.18 173.0%
I. Pembiayaan Utang 371.56 379.17 102.05 461.34 359.87 78.01 252.7%
1. SBN (neto) 364.87 388.63 106.51 467.31 381.73 81.69 258.4%
2. Pinjaman (neto) 6.70 -9.47 -141.40 -5.97 -21.86 366.04 -84.5%
II. Pembiayaan Investasi -93.98 -7.25 7.71 -59.73 -0.35 0.59 -104.5%
III. Pemberian Pinjaman 0.46 2.64 570.87 -3.67 2.40 -65.35 -99.6%
IV. Kewajiban Penjaminan -0.65 0.00 0.00 -1.01 0.00 0.00 0.0%
V. Pembiayaan Lainnya 19.34 19.17 99.16 0.30 0.26 87.63 -99.7%
Kelebihan/ Kekurangan Pembiayaan 170.3 86.5
Uraian
2016 2017
APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real. yoy
Transfer Daerah dan Dana Desa 776.25 538.10 69.32 766.57 566.57 73.97 5.28%
1
Transfer Ke Daerah 729.27 501.38 68.75 705.97 526.93 74.64 5.10%
a. Dana Perimbangan 705.46 483.03 68.47 678.60 504.53 74.35 4.45%
i. Dana Transfer Umum 494.44 376.77 76.20 493.96 399.84 80.95 6.12%
ii. Dana Transfer Khusus 211.02 106.26 50.35 184.64 104.69 56.70 -1.47%
b. Dana Insentif Daerah 5.00 5.00 100.00 7.50 7.50 100.00 50.00%
c. Dana Otonomi Khusus &
Keistimewaan DIY
18.81 13.35 70.96 19.88 14.91 74.99 11.66%
2 Dana Desa 46.98 36.76 78.24 60.00 39.63 66.06 7.82%
44 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Sejak tahun 2009, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20 persen dari APBN sebagaimana yang diamanatkan dalam amandemen keempat Undang-
Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dengan adanya ketentuan tersebut, maka anggaran
pendidikan yang dialokasikan oleh Pemerintah setiap tahun cenderung mengalami peningkatan
seiring dengan meningkatnya total belanja negara dalam APBN. Sebagai gambaran, alokasi
anggaran pendidikan di tahun 2009 hanya sebesar Rp208,3 triliun kini meningkat menjadi
Rp426,7 triliun dalam APBN-P 2017.
Grafik 14. Perkembangan Anggaran Pendidikan
(dalam triliun rupiah) j
Sumber: Kementerian Keuangan
Alokasi anggaran yang cenderung mengalami peningkatan tersebut perlu dioptimalkan
semaksimal mungkin agar tujuan pembangunan di bidang pendidikan dapat tercapai. Akan
tetapi, peningkatan anggaran pendidikan tersebut belum serta merta diikuti dengan
meningkatnya kualitas pendidikan yang secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator di bidang pendidikan seperti capaian tingkat partisipasi dan kondisi ruang
kelas/sekolah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat partisipasi siswa yang
ditunjukkan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) hanya mengalami sedikit peningkatan selama
periode periode tahun 2011 hingga 2016. Peningkatan yang cukup signifikan hanya terjadi pada
jenjang pendidikan tingkat menengah dalan kurun waktu tersebut.
Di sisi lain, kondisi sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia secara umum masih relatif
kurang baik untuk menunjang peningkatan mutu pendidikan. Permasalahan masih dihadapi
terutama dalam hal penyediaan ruang kelas yang layak bagi siswa di sekolah. Berdasarkan data
Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2016/2017, persentase ruang kelas yang
dalam kondisi baik hanya sekitar 25,7 persen pada tingkat SD, 28,7 persen tingkat SMP dan 45,6
persen tingkat SMA/SMK. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah mengingat
sudah besarnya alokasi anggaran pendidikan.
Dari sisi perspektif fiskal, pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal. Pendidikan yang
berkualitas diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, inovasi dan daya saing sumber daya
manusia (SDM) Indonesia. Selain itu, pembentukan karakter melalui pendidikan diharapkan
dapat meminimalkan social cost dalam pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah.
208,3 225,2 266,9 310,8 345,3 375,4 408,5 416,6 426,7
20,8% 20,0% 20,2% 20,1% 20,0% 20,0% 20,6% 20,0% 20,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
050
100150200250300350400450
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan
Boks 3. Penguatan Peran LPDP Sebagai Sovereign Wealth Fund
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45
Mengingat arti pentingnya keberlanjutan pendidikan bagi generasi mendatang, maka
Pemerintah senantiasa tetap melakukan optimalisasi pemanfaatan anggaran pendidikan agar
dapat maksimal dalam mencapai tujuan pembangunan di bidang pendidikan.
Grafik 15. Capaian Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan
j
Sumber: BPS
Salah satu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam memenuhi keadilan antargenerasi
dalam bidang pendidikan adalah mengalokasikan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
(DPPN). DPPN pada prinsipnya merupakan dana abadi pendidikan (endowment fund) yang
bersumber dari alokasi anggaran pendidikan untuk kemudian diinvestasikan dalam instrumen
investasi baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Pembentukan DPPN
tersebut merupakan perwujudan komitmen Pemerintah untuk memenuhi keadilan
antargenerasi di bidang pendidikan. Untuk melakukan pengelolaan DPPN tersebut, Pemerintah
membentuk Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai Badan Layanan Umum (BLU)
yang secara administrasi berada di bawah Kementerian Keuangan.
Tugas utama dari BLU LPDP adalah melaksanakan pengelolaan DPPN dan menyalurkan hasil
pengembangan dana kelolaan tersebut dalam bentuk pendanaan beasiswa, riset, dan
rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam. Termasuk di dalamnya adalah
untuk mendanai program beasiswa afirmasi bagi anak-anak yang berasal dari daerah tertinggal,
terluar, dan terdepan (3T). Pengembangan endowment fund yang dilakukan oleh BLU LPDP saat
ini masih terbatas pada instrumen investasi dengan tingkat risiko yang relatif rendah, seperti
SBN, Deposito, dan Obligasi. Portofolio investasi yang dimiliki oleh BLU LPDP hingga saat ini
adalah sekitar 59,1 persen dari dana kelolaannya ditempatkan pada SBN, 33,25 persen pada
Deposito, dan sisanya pada instrumen obligasi. Adapun akumulasi DPPN yang dikelola oleh BLU
LPDP hingga periode Semester I tahun 2017 adalah sebesar Rp20,6 triliun. Atas pengembangan
dana kelolaan tersebut, BLU LPDP mampu menghasilkan PNBP sebesar Rp6,8 triliun yang
terakumulasi hingga pertengahan tahun 2017.
Adanya bonus demografi yang diperkirakaan akan memuncak di tahun 2030 perlu
dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Pemerintah. Tentunya dibutuhkan pendanaan
investasi yang cukup besar dalam mendukung pembangunan kualitas SDM Indonesia.
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
SD/MI SMP/MTs SM/MA Perguruan Tinggi
2011 2016
46 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Oleh karena itu, Pemerintah berupaya melakukan penguatan peran BLU LPDP untuk menjadi
Sovereign Wealth Fund (SWF) sekaligus sebagai fiscal tool di bidang Pendidikan. Hal ini
merupakan perwujudan Pemerintah untuk berupaya menjamin keberlanjutan pembangunan
pendidikan bagi generasi berikutnya. Dalam rangka mendukung penguatan peran BLU LPDP
sebagai SWF, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran DPPN sebesar Rp10,5 triliun dalam
APBN-P 2017 dan Rp15,0 triliun dalam RAPBN 2018. Adapun kebutuhan pendanaan di bidang
pendidikan hingga tahun 2030 diperkirakan sekitar Rp400 trililun yang bersumber dari APBN
dan hasil pengembangan investasinya.
Dengan diperkuatnya peran sebagai SWF, diharapkan pengembangan dana abadi yang
dilakukan oleh BLU LPDP dapat menghasilkan imbal investasi yang lebih maksimal. Hal ini
dikarenakan BLU LPDP dapat lebih fleksibel dalam beinvestasi dengan menempatkan dana
kelolaan DPPN pada berbagai instrumen investasi yang lebih beragam baik yang berasal dari
pasar domestik maupun internasional. Secara umum, kebijakan yang perlu dilakukan dalam
mendukung penguatan peran LPDP sebagai SWF adalah melalui (i) penguatan kelembagaan
baik berupa reorganisasi dan penguatan regulasi untuk untuk meningkatkan fleksibilitas dan
memperluas peran LPDP, (ii) peningkatan dana kelolaan baik yang bersumber dari APBN
maupun non-APBN, dan (iii) perbaikan manajemen investasi agar dapat menghasilkan return
yang lebih optimal dalam mengelola dana pendidikan.
Di sisi lain, BLU LPDP juga diharapkan dalam meningkatkan perannya sebagai fiscal tool
Pemerintah di bidang pendidikan. Terutama untuk mendukung upaya Pemerintah dalam
meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Strategi yang perlu dilakukan dalam rangka penguatan peran BLU LPDP sebagai fiscal
tool antara lain adalah berupa perluasan serta penajaman berbagai program layanan di bidang
pendidikan seperti program beasiswa, pendanaan riset, dan rehabilitasi sekolah. Namun
demikian, sinergitas dengan program/kegiatan yang dijalankan oleh Kementerian/Lembaga
(K/L) lainnya tetap harus dijaga agar tidak terjadi tumpang tindih. Dalam rangka berkontribusi
terhadap pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, BLU LPDP dapat meningkatkan porsi
program beasiswa afirmasi khususnya bagi masyarakat miskin, serta menyediakan beasiswa
program Sarjana yang dapat menjadi komplementer dari program Bidik Misi. Selain itu, BLU
LPDP juga dapat mengembangkan program lainnya yang dapat meningkatkan aksesibilitas
masyarakat dalam memperoleh pendidikan, seperti pendidikan vokasional dan pemberian
student loan. BLU LPDP juga diharapkan dapat berfungsi sebagai fiscal buffer dalam merespons
ketidakpastian perekonomian yang dihadapi Pemerintah.
Dengan diperkuatnya peran BLU sebagai SWF di bidang pendidikan maka diharapkan
pengelolaan dana abadi menjadi lebih efisien dan efektif. Terutama dengan adanya
peningkatan dana kelolaan serta penguatan manajemen sehingga dapat memberikan
fleksibilitas kepada BLU LPDP dalam menentukan strategi investasinya. Adanya bonus
demografi dimana jumlah penduduk produktif lebih banyak dibandingkan nonproduktif perlu
dijadikan momentum sebaik mungkin dalam membangun SDM Indonesia yang berkualitas
sehingga dapat meningkatkan daya saing Indonesia serta mendorong pertumbuhan ekonomi
secara lebih optimal.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47
Halaman ini sengaja dikosongkan
48 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49
BAGIAN III TOPIK UTAMA:
Arah Kebijakan Fiskal
2018 APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema
“Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi
Pertumbuhan yang Berkeadilan” dengan tiga strategi fiskal
utama terus dipertahankan dan diperkuat
50 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Asumsi Makro Ekonomi
APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk
Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan”. APBN tahun 2018 akan terus menjadi
instrumen fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni yang
mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, serta menstimulasi penciptaan
lapangan pekerjaan. Tiga strategi fiskal utama terus dipertahankan dan diperkuat, yakni
optimalisasi pendapatan negara yang tetap mendukung iklim investasi; efisiensi belanja dan
peningkatan alokasi belanja produktif pada program prioritas; serta mendorong
kesinambungan fiskal melalui pembiayaan yang efisien, inovatif dan berkelanjutan.
Sebagai dasar penyusunan postur APBN, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan telah
memperhatikan dinamika perekonomian baik global maupun domestik. Dari faktor global,
optimisme akan berlanjutnya pemulihan ekonomi global diimbangi dengan kehati-hatian
dalam mengantisipasi berbagai risiko terutama yang bersumber dari ketidakpastian kebijakan
di negara maju. Sementara itu di sisi domestik, asumsi makro telah mempertimbangkan
berlanjutnya komitmen reformasi struktural yang akan membawa manfaat antara lain pada
perbaikan daya saing dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 ditetapkan sebesar 5,4 persen, melanjutkan akselerasi di
tahun 2017 yang diperkirakan 5,2 persen. Peningkatan permintaan eksternal telah
mengembalikan pertumbuhan net ekspor menjadi positif dan tren tersebut diperkirakan akan
berlanjut di 2018. Namun beberapa tantangan dari kebijakan negara maju dapat memberikan
tantangan pada sisi eksternal. Sementara itu, berlanjutnya program akselerasi infrastruktur
dan perbaikan daya saing Indonesia diharapkan akan terus memberikan dorongan pada
aktivitas investasi. Sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi, stabilitas konsumsi akan
ditopang oleh inflasi yang terkendali dan penyediaan bantuan sosial serta subsidi untuk
masyarakat yang membutuhkan.
Tabel 6. Asumsi Dasar Ekonomi Makro J
APBN-P 2017 RAPBN 2018 APBN 2018
Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,2 5,4 5,4
Inflasi (%) 4,3 3,5 3,5
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 13.400,- 13.500,- 13.400,-
Suku Bunga SPN-3 bulan 5,2 5,3 5,2
Harga Minyak Mentah ICP (US$/barel) 45 48 48
Lifting Minyak ( juta barel/hari) 815 800 800
Lifting Gas (setara juta barel/hari) 1.150 1.200 1.200
Sumber: Kementerian Keuangan
Asumsi makro 2018 juga menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi terjaga dengan inflasi yang
terkendali di kisaran 3,5 persen dan nilai tukar Rupiah yang stabil Rp13.400 per dolar AS.
Pergerakan harga komoditas global yang diperkirakan moderat, terutama komoditas pangan,
akan membuat tekanan inflasi harga bergejolak diperkirakan juga moderat. Perbaikan sisi
penawaran melalui perbaikan jalur distribusi dari akselerasi infrastruktur dan koordinasi antar
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51
unit turut menjaga agar inflasi harga bergejolak tetap terkendali. Stabilitas harga juga akan
didukung oleh pergerakan nilai tukar Rupiah yang diperkirakan pada level Rp13.400, tetap
sama dengan asumsi pada APBNP 2017. Beberapa faktor global perlu untuk terus dimonitor
dampaknya terhadap pergerakan nilai tukar di tahun 2018, seperti berlanjutnya normalisasi
kebijakan moneter di AS. Di sisi lain, perolehan investment grade dari S&P dan stabilitas
fundamental ekonomi diyakini dapat memberikan pengaruh positif pada kestabilan nilai tukar
Rupiah. Perbaikan creditworthiness dan kondisi fundamental yang baik akan dapat membantu
mendorong masuknya investasi di dalam negeri baik di investasi langsung maupun portofolio.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) 3 bulan di tahun 2018 diperkirakan stabil pada tingkat 5,2 persen.
Pada kelompok energi di dalam asumsi makro 2018, diperkirakan belum terjadi peningkatan
yang signifikan baik pada komponen harga Indonesia Crude Oil Price (ICP). Pergerakan harga
ICP yang turut dipengaruhi pergerakan harga minyak mentah global masih akan dibayangi oleh
risiko kelebihan pasokan minyak global akibat dari produksi shale oil di AS dan keraguan akan
dipatuhinya kesepakatan pemotongan produksi oleh negara anggota OPEC. Sementara itu di
sisi permintaan, OPEC mengestimasi pertumbuhannya masih akan stagnan dengan adanya
efisiensi dan peralihan pada energi terbarukan. Dengan demikian harga ICP di tahun 2018
diperkirakan tidak akan berubah dibanding harga dalam asumsi APBNP 2017 yakni 48 dolar AS
per barel. Adapun produksi minyak dan gas masih akan dihadapkan pada tantangan
penurunan produksi secara alamiah, meskipun berbagai usaha untuk mendorong produksi
terus dilakukan seperti kegiatan eksplorasi. Untuk produksi gas diperkirakan masih akan
mengalami kenaikan didukung oleh beroperasinya Lapangan Jangkrik. Asumsi lifting minyak
dan gas di tahun 2018 diperkirakan masing-masing sebesar 800 ribu barel per hari dan 1,2 juta
barel setara minyak per hari.
Arah Kebijakan APBN 2018
Meski perekonomian global berada dalam tren pemulihan, upaya untuk mendorong geliat
perekonomian Indonesia harus tetap dilakukan di sisi domestik, apalagi mengingat beberapa
risiko global masih membayangi. Untuk itu, pemerintah perlu menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berdaya tahan, yang mampu memperluas kesempatan kerja, serta mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan. Untuk menyasar tujuan-tujuan tersebut, pemerintah menyusun
APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal yang berperan dalam memperkokoh fundamental
perekonomian. APBN harus terus didorong agar lebih kredibel, fleksibel, dan berkelanjutan
untuk menjaga momentum pertumbuhan yang mampu meningkatkan derajat kesejahteraan.
APBN yang sehat diharapkan dapat menjadi pondasi yang kuat untuk melaksanakan tiga fungsi
pokok kebijakan fiskal: stabilisasi, alokasi, distribusi, yang pada gilirannya akan mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur.
Arah dan strategi kebijakan APBN saat ini difokuskan pada penyusunan struktur APBN yang
produktif. Penyusunan APBN yang produktif diharapkan mampu mendukung pencapaian
target pembangunan. Target-target pembangunan yang ingin dicapai pada tahun 2018 yaitu
52 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
penurunan kemiskinan hingga berada di kisaran 9,5- 10 persen, penurunan ketimpangan
dengan target rasio gini 0,38, penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,0 – 5,3 persen,
dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia pada tingkat 71,5. APBN yang produktif juga
akan lebih efisien dalam pengalokasian anggarannya, lebih berdaya tahan, andal, serta
memiliki daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian dan mampu menjaga
risiko dalam batas yang terkendali.
Dalam pengelolaan APBN, beberapa tantangan masih harus dihadapi baik di sisi pendapatan,
belanja, maupun pembiayaan. Terdapat setidaknya lima tantangan yang dihadapi oleh
pengelolaan APBN dewasa ini. Pertama, perlunya meningkatkan kapasitas ruang fiskal untuk
menopang belanja produktif dan prioritas. Kedua, perlunya memperkuat kualitas belanja
untuk menstimulasi perekonomian sekaligus mewujudkan kesejahteraan. Ketiga, perlunya
meningkatkan efektifitas bansos dan subsidi serta transfer ke daerah untuk mengakselerasi
pengurangan angka kemiskinan dan kesenjangan. Keempat, perlunya menjaga keberlanjutan
fiskal dan memperkuat fondasi kebijakan ekonomi. Terakhir, perlunya mengembangkan
skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan
infrastruktur dan peningkatan akses pembiayaan UMKM.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah perlu berinovasi melalui berbagai
terobosan kebijakan. Bentuk terobosan tersebut dapat berupa reformasi APBN untuk dapat
mengarahkan pengelolaan fiskal menjadi semakin fleksibel, responsif, dan berkelanjutan. Tiga
strategi utama ditempuh pemerintah dalam reformasi APBN tersebut, antara lain melalui
optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja dan peningkatan belanja produktif untuk
mendukung program prioritas, serta pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.
Pada sisi pendapatan negara, pemerintah akan secara konsisten berupaya mendorong
optimalisasi penerimaan perpajakan dan PNBP melalui berbagai terobosan kebijakan. Secara
umum kebijakan penerimaan perpajakan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan dan rasio
perpajakan, dengan tetap menjaga iklim investasi. Di sisi lain, pemerintah juga akan
mendorong optimalisasi PNBP dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas
pelayanan publik. Upaya ini ditempuh dengan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan
aset negara, serta mendorong peningkatan kinerja BUMN.
Pada sisi belanja negara, pemerintah juga terus melakukan peningkatan kualitas belanja. Alokasi
belanja barang akan didorong agar dapat lebih efisien dan produktif untuk mendukung
pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Pemerintah juga mendorong
efektivitas program-program perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, serta
penguatan desentralisasi fiskal untuk mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan. Untuk mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah juga
terus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, perbaikan akses dan mutu layanan
kesehatan, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada sisi pembiayaan, pemerintah mendorong pembiayaan anggaran yang lebih efisien,
inovatif, dan berkelanjutan. Rasio utang terhadap PDB akan terus dijaga dalam batas yang
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53
terkendali. Pemerintah juga akan terus memperkuat postur anggaran dengan meminimalkan
defisit primer. Pemanfaatan utang diarahkan untuk kegiatan yang benar-benar produktif
sehingga menghindarkan warisan masalah bagi generasi yang akan datang. Pemerintah akan
terus mengembangkan pembiayaan yang kreatif dengan memberdayakan peran swasta dan
BUMN untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Optimalisasi dan Reformasi Penerimaan Negara
Di tahun 2018 Pemerintah menargetkan penerimaan Negara sebesar Rp1.894,7 triliun. Dari
jumlah tersebut penerimaan dari perpajakan diharapkan akan mencapai Rp1.618,1 triliun atau
tumbuh sebesar 10,0%. Dengan peranan penerimaan perpajakan yang sangat signifikan dalam
penerimaan negara, membuat titik berat optimalisasi penerimaan negara berada perbaikan
penerimaan perpajakan. Untuk dapat mencapai target tersebut, Pemerintah akan terus
melanjutkan reformasi perpajakan serta memanfaatkan momentum pelaksanaan perjanjian
perpajakan internasional dengan mengefektifkan pelaksanaan Automatic Exchange of
Information (AEOI). AEOI menjadi salah satu kebijakan utama yang akan ditempuh di tahun
2018 dalam rangka meningkatkan basis pajak dan mencegah praktik penghindaran pajak dan
erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting).
Grafik 16. Penerimaan Perpajakan j
Sumber: Kementerian Keuangan
Beberapa langkah kebijakan teknis lainnya juga akan ditempuh terutama dalam rangka
memperbaiki administrasi perpajakan nasional. Penguatan basis data pajak melalui
peningkatan kapasitas teknologi informasi akan terus berlanjut. Basis data dan teknologi
informasi adalah dua elemen penting untuk menggali potensi pajak secara optimal, terutama
pasca dilakukannya program Amnesti Pajak. Penggunaan teknologi juga dalam rangka
mengembangkan fasilitas perpajakan secara online untuk memberi kemudahan bagi wajib
pajak dalam rangka mendorong perbaikan kepatuhan perpajakan. Upaya memperbaiki
kepatuhan juga dilakukan dengan meningkatakan pemahaman masyarakat tentang
1146,900 1240,400 1285,00 1472,700 1618,100
6,5
8,2
3,6
14,6
10,0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
800
900
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
2014 2015 2016 2017 2018
54 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
perpajakan yang dilakukan antara lain melalui pengembangan kurikulum pendidikan tentang
pentingnya kesadaran pajak. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi area
yang mendapat perhatian untuk membangun pelayanan perpajakan yang lebih baik. Di sisi
lain, optimalisasi penerimaan perpajakan terus diiringi dengan kebijakan yang mendukung
daya saing industri dan hilirisasi industri. Langkah ini dilakukan dengan memberikan insentif
perpajakan secara selektif serta reviu terhadap kebijakan exemption pada barang kena PPN.
Kontribusi dari penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2018 mencapai Rp194,1 triliun
atau meningkat dibanding target penerimaan dalam APBNP 2017 sebesar Rp189,1 triliun.
Peningkatan penerimaan dari kepabeanan ditopang oleh perbaikan aktivitas ekspor impor
seiring membaiknya permintaan global maupun harga komoditas. Adanya kebijakan relaksasi
ekspor mineral juga diharapkand apat memberi dukungan pada penerimaan bea keluar.
Sementara pada komponen cukai, adanya penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan
penambahan barang kena cukai yakni kantong plastik menjadi faktor yang mendorong
kenaikan penerimaan. Sama halnya dengan pajak, reformasi kepabeanan dan cukai juga akan
terus dilakukan pada aspek penguatan institusi, SDM, dan administrasi (termasuk kelancaran
arus lalu lintas barang dan pemberantasan penyelundupan), mengingat peranannya yang
sentral sebagai sumber utama penerimaan negara.
Selain melalui kebijakan perpajakan, upaya Pemerintah dalam optimaslisasi penerimaan negara
dilakukan melalui upaya peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Langkah tersebut
ditempuh antara lain dengan peningkatan pengawasan dan pengelolaan PNBP, peningkatan
kinerja BUMN, revisi kontrak kerja sama untuk dapat mendorong efisiensi cost recovery, serta
upaya lain dalam menggali potensi baru PNBP. Di dalam APBN 2018, PNBP ditargetkan sebesar
Rp275,4 triliun, yang didominasi oleh penerimaan dari sumber daya alam yang mencapai
Rp103,7.
Kebijakan Belanja Negara Berorientasi Investasi Jangka Panjang
Indonesia memiliki potensi jangka panjang yang besar untuk menjadi negara perekonomian
besar di dunia. Didukung oleh bonus demografi yang akan terus dinikmati hingga kisaran tahun
2030, Indonesia diprediksi dapat masuk dalam peringkat 5 teratas perekonomian dunia pada
2045. Untuk memaksimalkan potensi tersebut, perlu investasi yang tinggi sedari sekarang baik
pada investasi pembangunan fisik maupun investasi kualitas SDM. Investasi tersebut
tercermin dalam kebijakan belanja APBN yang selalu mengedepankan alokasi untuk program
prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang memiliki manfaat jangka
panjang. Selain itu kebijakan belanja juga memberikan perhatian pada upaya menurunkan
kemiskinan dan ketimpangan yang menjadi tantangan pembanguan nasional selama ini.
Pemerintah telah menyusun strategi dan target pembangunan yang dapat menjadi katalis bagi
pencapaian tersebut, yakni berfokus pada infrastruktur, SDM, teknologi, layanan pemerintah,
keadilan spasial, serta anggaran yang tepat. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia
mencanangkan “Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”
sebagai tema Rencana Kerja Pemerintah 2018.
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55
Pemerintah mengalokasikan Belanja Negara di tahun 2018 sebesar Rp2.220,7 Triliun yang
terbagi kepada belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan
Dana Desa (TKDD) sebesar Rp766,2 triliun. Belanja Negara naik 5 persen dari outlook tahun
2017. Dalam meningkatan kualitas belanja, kebijakan belanja juga diarahkan pada efisiensi
untuk belanja non prioritas seperti belanja barang. Di sisi kebijakan desentralisasi fiskal,
peningkatan alokasi TKDD harus diiringi dengan peningkatan efektivitasnya, yang harusnya
tercermin dari pembangunan daerah yang lebih merata.
Grafik 17 . Belanja Pemerintah Pusat j
Sumber: Kementerian Keuangan
Belanja Pemerintah Pusat 2018 diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, pengentasan
kemiskinan dan pengurangan pengangguran, dalam rangka pemerataan pembangunan dan
perbaikan konektivitas. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat tahun 2018 sebesar Rp1.454,5
triliun, atau naik Rp111,4 triliun dari outlook APBN 2017. Beberapa pembenahan serius tengah
dilakukan pemerintah, terutama dalam penguatan kualitas belanja. Usaha tersebut dilakukan
dengan memperbaiki kualitas belanja modal, melakukan efisiensi belanja non prioritas,
melakukan sinergi antar program, serta menjaga dan memfokuskan anggaran prioritas
(infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan). Ditinjau dari sektor yang ingin didorong melalui
Belanja Pemerintah Pusat, terdapat beberapa unggulan seperti pertanian, pariwisata dan
perikanan. Selain untuk memajukan kesejahteraan petani dan nelayan, dukungan pada sektor-
sektor tersebut juga melalui peningkatan daya saing, produktivitas dan nilai tambah dari
sektor-sektor tersebut namun dengan tetap menjaga unsur kelestarian lingkungan.
Upaya peningkatan kualitas belanja pemerintah pada 2018 dilakukan melalui penajaman
prioritas pembangunan dan perbaikan pelaksanaan anggaran. Perbaikan prioritas
pembangunan dilakukan dengan pelaksanaan belanja yang mengacu kepada prioritas dalam
Rencana Kerja Pemerintah, meningkatkan koordinasi antar kegiatan dan pemangku
kepentingan, serta menyelesaikan proyek-proyek strategis. Adapun perbaikan pelaksanaan
anggaran dilaksanakan melalui pelelangan yang lebih awal agar kegiatan tidak menumpuk di
1.203,6 1.183,3 1.154,0
1.343,11.454,5
5,8
1,72,5
16,4
8,3
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
2014 2015 2016 2017 2018
Pertumbuhan Tahunan (%)
Dalam Triliun Rp
56 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
akhir tahun, merencanakan penganggaran yang lebih matang, melakukan monitoring dan
evaluasi anggaran yang lebih ketat, serta efisiensi atas belanja.
Dari pergerakan Belanja Program Prioritas, dapat dilihat bahwa belanja pendidikan,
infrastruktur, dan kesehatan selalu meningkat, sementara belanja subsidi energi diupayakan
untuk menurun untuk menjaga ketepatan sasarannya. Anggaran subsidi energi sejak 2014
diturunkan demi memberikan ruang fiskal yang dialihkan kepada belanja lain yang lebih
memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.
Dengan tetap memegang prinsip kehati-hatian dan pengamatan yang baik atas kondisi
makroekonomi dunia di mana harga minyak yang bergerak turun, pemerintah berani
mengambil langkah eformasi subsidi energi di tahun 2014. Penajaman kebijakan subsidi terus
berlanjut dengan fokus utama memastikan efektivitas dan penyaluran yang tepat sasaran.
Anggaran belanja subsidi di tahun 2018 turun sebesar Rp12,7 triliun menjadi Rp156,2 triliun dari
anggaran tahun 2017 yang sebesar Rp168,9 triliun. Sementara subsidi energi yang telah
mengalami penurunan signifikan sejak 2014 dialokasikan sebesar Rp94,5 triliun di tahun 2018.
Belanja subsidi energi pada 2018 sedikit mengalami peningkatan menjadi Rp94,5 triliun.
Subsidi energi tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar 46,9 triliun dan listrik
Rp47,7 triliun. Kebijakan subsidi memperhatikan beberapa faktor penting seperti menjaga
daya beli masyarakat terutama pada kelompok yang miskin serta terus memperbaiki
penyalurannya agar tepat sasaran. Kebijakan subsidi juga memperhatikan upaya pengendalian
inflasi untuk menciptakan stabilitas makroekonomi.
Grafik 18. Belanja Subsidi Pemerintah (dalam Triliun Rupiah) j
Sumber: Kementerian Keuangan
Sementara itu, pada belanja subsidi non energi dialokasikan sebesar Rp61,7 triliun dengan arah
kebijakan utama untuk peningkatan produksi pangan dan dukungan bagi usaha kecill dan
menengah. Subsidi bunga kredit program sebesar Rp18 triliun diperuntukkan di antaranya bagi
UMKM agar mendapatkan akses permodalan serta bagi masyarakat berpenghasilan rendah
untuk mendapatkan perumahan. Selanjutnya, subsidi pupuk sebesar Rp28,5 triliun digunakan
350,3
137,894,4 77,3 94,5
41,7
48,279,8 91,6 61,7
392
186 174 169 156
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2014 2015 2016 2017 2018
Energi Non-energi Total Subsidi
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 57
di antaranya untuk pemberian 9,5 juta ton pupuk bagi penerima yang sah, serta perbaikan
administrasi melaui penyempurnaan data penerima yang dicocokkan dengan NIK. Pemerintah
juga menganggarkan Rp4,5 triliun terkait Public Service Obligation (PSO) di antaranya untuk
perbaikan layanan publik dan kewajiban pemerintah sesuai kontrak den gan Lembaga Kantor
Berita Nasional Antara untuk layanan informasi kepada publik.
Anggaran belanja infrastruktur terus naik sebagai bentuk investasi jangka panjang dengan nilai
alokasi tahun 2018 mencapai Rp410,7 triliun. Nilai tersebut meningkat sebesar Rp22,4 triliun
dari anggaran tahun 2017 sebesar Rp388,3 triliun. Belanja infrastruktur difokuskan kepada
pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, sarana transportasi, serta sarana
informasi dan telekomunikasi. Beberapa sasaran dalam belanja infrastruktur tahun 2018
adalah berlanjutnya pembangunan LRT dan 8 bandar udara, peningkatan rasio elektrifikasi
hingga 95 persen, serta pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah.
Pelaksanaan anggaran infrastruktur dilakukan baik melalui alokasi belanja pemerintah pusat
oleh K/L seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian
Perhubungan, maupun melalui alokasi Dana Alokasi Khusus dan pembiayaan investasi melalui
PMN serta LMAN.
Pembangunan infrastruktur konektivitas seperti jalan, jembatan, dan saran transportasi berefek
luar biasa pada peningkatan mata pencaharian melakui akses yang lebih baik atas pasar,
perpindahan penduduk, dan kesempatan ekonomi yang lebih besar. Pembangunan infrastuktur
dasar terutama jalan merupakan esensial bagi pembangunan sektor lainnya. Akses kepada
jalan memudahkan perpindahan manusia dan barang. Dengan semakin efisiennya
pengangkutan, maka biaya pun dapat ditekan sehingga harga-harga barang semakin murah.
Efisiennya pengangkutan juga berefek baik bagi pemanfaatan waktu dari para pekerja untuk
kegiatan yang lebih produktif, dan memperbaiki kualitas kehidupan di perkotaan (kemacetan
berkurang sehingga waktu yang terbuang di perjalanan dapat digunakan untuk keluarga dan
rekreasi, sinergi dengan pengurangan biaya kesehatan karena stress masyarakat perkotaan.
Anggaran belanja pendidikan 2018 naik sebesar Rp24,3 triliun menjadi Rp444,1 triliun dari
anggaran tahun 2017 sebesar Rp419,8 triliun. Hal ini merupakan komitmen pemerintah selain
untuk pemenuhan amanat konstitusi untuk alokasi anggaran kepada pendidikan sebesar 20
persen dari total belanja, serta bagian usaha perbaikan terus menerus indeks pembangunan
manusia yang pada akhirnya dapat menuju kemakmuran rakyat Indonesia. Anggaran belanja
pendidikan 2018 sebesar Rp444,1 triliun terbagi menjadi belanja pusat sebesar Rp149,7
triliun, Transfer ke Daerah Rp279,5 triliun, dan pada komponen pembiayaan sebesar Rp15,0
triliun.
Selain besaran anggaran, pemerintah juga akan memperbaiki kualitas belanja pendidikan
melalui peningkatan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan. Masyarakat yang berhak akan
mendapatkan akses kepada pendidikan melalui Program Indonesia Pintar yang menargetkan
19,7 juta jiwa, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menargetkan 56 juta jiwa, serta
beasiswa Bidik Misi kepada 401,5 ribu mahasiswa. Akses pendidikan bagi siswa miskin menjadi
58 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
prioritas belanja pendidikan. Di samping itu, Pemerintah akan menyinergikan program-
program tersebut agar tercapai pendidikan yang berkesinambungan, serta menyinergikan
pelaksanaan program pendidikan pemerintah pusat dan daerah. Di dalam perspektif
pembangunan fisik, dilakukan juga perbaikan kualitas sarana dan prasarana sekolah.
Pemerintah merencanakan akan membangun dan merehabilitasi 61,2 ribu sekolah/ruang
kelas di 2018. Tenaga pengajar juga menjadi sasaran target pembangunan pendidikan
Indonesia di 2018, dengan pemberian kenaikan tunjangan profesi guru kepada non PNS (435,9
ribu guru), PNS (257,2 ribu guru), serta PNS Daerah (1,2 juta guru). Di sisi kurikulum
pendidikan, pemerintah juga akan menguatkan pendidikan kejuruan dan sinkronisasi
kurikulum SMK (link and match). Dengan hal tersebut, diharapkan lulusan sekolah dapat
langsung siap terjun ke dunia usaha atau mengejar pendidikan keprofesian yang lebih tinggi.
Belanja pendidikan 2018 diharapkan dapat meningkatkan indikator partisipasi pendidikan di
Indonesia dan menciptakan efek berganda di jangka panjang. Angka Partisipasi Kasar (APK)
Pendidikan menengah diharapkan naik menjadi 89,7% dari sebelumnya 88,1%, serta Angka
Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah diharapkan tumbuh menjadi 65,3% dari
sebelumnya 63,4%. Dengan partisipasi dan kualitas pendidikan yang terus meningkat
diharapkan dapat mengoptimalkan peran pendidikan sebagai modal utama bagi manusia
untuk meningkatkan taraf hidupnya. Efek pendidikan juga sangat besar bagi perekonomian
suatu negara. Masyarakat yang terdidik dapat memiliki akses kepada pekerjaan yang lebih
layak, dan pada akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja bagi yang lainnya. Bersama
dengan anggaran kesehatan, peranan belanja pendidikan diharapkan dapat berkontribusi
pada peningkatan kualitas SDM yang unggul dan bermanfaat pada perekonomian dan
pembangunan.
Anggaran belanja kesehatan 2018 naik sebesar Rp6,1 triliun menjadi Rp111 triliun dari anggaran
tahun 2017 sebesar Rp104,9 triliun. Alokasi belanja kesehatan 2018 dibagi menjadi belanja
kesehatan oleh pemerintah pusat sebesar Rp81,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar
Rp29,5 triliun. Pemerintah pada 2018 akan memfokuskan anggaran belanja kesehatan untuk
meningkatkan supply side dan layanan, upaya kesehatan promotif dan preventif, serta
menjaga keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN diharapkan dapat
terus memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan kebutuhan dasar
kesehatan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Anggaran kesehatan
juga menyasar pada peningkatan dan perbaikan distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga
kesehatan, salah satunya dengan pendirian 49 Rumah Sakit/Balkes. Sementara itu, program-
program kesehatan promotif dan preventif yang telah berjalan dengan baik akan ditingkatkan
efektivitasnya dan dijaga keberlanjutannya. Pemerintah menargetkan masyarakat yang
mendapatkan manfaat dari Program Indonesia Sehat mencapai 92,4 juta jiwa, keikutsertaan
Keluarga Berencana sebanyak 1,8 juta orang, tingkat pencapaian imunisasi untuk anak usia 0
– 11 bulan sebesar 92,5 persen, serta 74 ribu sertifikasi obat dan makanan. Pemerintah telah
menetapkan beberapa indikator kesehatan 2018. Tingkat stunting diharapkan turun menjadi
28,8 persen dari sebelumnya 29,6 persen, ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 59
meningkat menjadi 86 persen dari sebelumnya 83 persen, serta persalinan di fasilitas
kesehatan meningkat menjadi 82 persen dari sebelumnya 81 persen.
Grafik 19. Belanja Program Proritas (dalam Triliun Rupiah) j
Sumber: Kementerian Keuangan
APBN 2018 Mendukung Penguatan Desentralisasi Fiskal
Pemerintah terus berkomitmen di dalam menggunakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah. Hal ini sejalan dengan semangat
implementasi Nawacita yang ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat pembangunan daerah dan desa dalam NKRI. Alokasi anggaran TKDD pada tahun
2018 sebesar Rp766,2 T yang difokuskan untuk peningkatkan kualitas layanan publik di daerah,
menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan
antardaerah. Alokasi terbesar TKDD ditujukan bagi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp
401,5 triliun, DAK Non Fisik sebesar Rp123,5 triliun, serta Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar
Rp89,2 triliun. Sementara alokasi DAK Fisik dan Dana Desa masing-masing sebesar Rp62,4
triliun dan Rp60,0 triliun.
Selain peningkatan alokasi, efektivitas penggunaan TKDD juga terus diperbaiki. Sebagai alokasi
anggaran TKDD terbesar, penggunaan DAU dan DBH terus diarahkan agar lebih produktif dan
efisien. Kebijakan terkait hal ini dapat terlihat melalui antara lain kebijakan Dana Transfer
Umum (Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum) yang sejak tahun 2017 diarahkan
penggunaannya sekurang-kurangnya 25 persen untuk belanja infrastruktur daerah yang
langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi
dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi
kesenjangan penyediaan layanan publik. Selain itu, Dana Transfer Umum juga diarahkan untuk
444,1
410,7
111,0
94,5
0
100
200
300
400
500
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pendidikan Infrastruktur Kesehatan Subsidi Energi
60 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
memenuhi anggaran yang bersifat mandatori seperti anggaran pendidikan, kesehatan, iuran
jaminan kesehatan, dan lain-lain.
Untuk Dana Transfer Khusus (DAK Fisik dan DAK Non Fisik), kebijakan yang diambil pada tahun
2018 diantaranya yaitu difokuskan untuk mengurangi kesenjangan layanan publik dasar
antardaerah. Kebijakan tersebut dapat terlihat melalui pembangunan infrastruktur layanan
publik dasar seperti ruang kelas, sanitasi, prasarana dan sarana rumah sakit dan Puskesmas,
air minum, pertanian, dan jalan. Khusus mengenai DAK Fisk, dilakukan penyempurnaan dan
refocusing bidang/subbidang DAK Fisik agar lebih sejalan dengan prioritas infrastruktur
nasional. Sementara itu terkait dengan DAK Nonfisik, pemerintah mengedepankan untuk
kebutuhan pelayanan publik pendidikan dan kesehatan seperti program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), Tunjangan Profesi Guru dan Bantuan Operasional PAUD, Bantuan Operasional
Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana. Di luar kedua hal tersebut, melalui
DAK Non Fisik, Pemerintah juga mendorong perbaikan pelayanan administrasi kependudukan.
Grafik 20. Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (dalam Triliun Rupiah) j
Sumber: Kementerian Keuangan
Sebagai sebuah terobosan kebijakan di bidang desentralisasi fiskal, efektivitas Dana Desa
ditingkatkan melalui reformulasi untuk percepatan pengentasan kemiskinan. Reformulasi
tersebut dilakukan dengan memberikan afirmasi pada desa tertinggal dan sangat tertinggal
dengan jumlah penduduk miskin tinggi. Jika pada tahun 2017 formulasi Dana Desa
memberikan bobot 90 persen untuk alokasi dasar (AD) dan 10 persen untuk alokasi formula
(AF), maka untuk tahun 2018 Dana Desa dialokasikan dengan bobot 77 persen untuk AD, 20
persen untuk AF, dan 3 persen untuk alokasi afirmasi desa tertinggal dan sangat tertinggal.
Selain itu, dalam perhitungan AF yang pada tahun 2017 memberikan bobot 35 persen untuk
jumlah penduduk miskin, di tahun 2018 meningkat menjadi 50 persen. Sementara itu untuk
kebijakan penggunaan masih melanjutkan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, yakni
memberikan prioritas pada dua bagian besar, yaitu pembangunan fisik di desa dan
pembangunan kualitas hidup manusianya melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan
masyarakat seperti peningkatan kualitas pelayanan sosial dasar, pengelolaan usaha ekonomi
produktif, dan pengelolaan sumber daya lokal.
0
200
400
600
800
2014LKPP
2015APBNP
2015LKPP
2016LKPP
2017APBN
2018APBN
DBH DAU DAK
Dana Insentif Daerah Otsus dan Dana Keistimewaan D.IY Dana Desa
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 61
Pengendalian Defisit dan Pengelolaan Pembiayaan Anggaran Yang Hati-
Hati dan Produktif
Kebijakan APBN 2018 diarahkan ekspansif untuk mewujudkan prioritas pembangunan nasional
namun tetap mempertahankan kehat-hatian dan disiplin fiskal. Defisit fiskal dalam APBN 2018
ditetapkan sebesar 2,19 persen terhadap PDB yang menandai berlanjutnya kebijakan fiskal
ekspansif untuk memberikan stimulus pada ekonomi dan pembangunan. Defisit tersebut
berada di bawah ambang batas 3 persen dan lebih rendah dibandingkan perkiraan defisit
tahun 2017 yang sebesar 2,67 persen. Hal tersebut menunjukkan terjaganya disiplin fiskal dan
kehati-hatian pemerintah dalam mengelola kesinambungan fiskal. Dengan defisit yang terjaga
rendah, tingkat utang dapat terkendali di level 28 persen terhadap PDB. Pemerintah juga ingin
agar tidak harus membayar bunga utang dengan utang baru, oleh karenanya Pemerintah akan
mendorong agar keseimbangan primer menuju positif. Defisit primer dalam APBN 2018
sebesar Rp87,3 triliun, atau turun signifikan dibandingkan perkiraan defisit primer 2017
sebesar Rp144,3 triliun.
Grafik 21. Pembiayaan dan Defisit Anggaran 2018
j
Sumber: Kementerian Keuangan
Untuk menutupi defisit, kebijakan pembiayaan utang Indonesia diarahkan untuk dilaksanakan
secara berhati-hati, efisien, seimbang dan produktif. Secara nominal, pembiayaan dalam APBN
2018 adalah sebesar Rp325,9 triliun, dengan sumber pembiayaan utang sebesar Rp399,2
triliun. Pemerintah berupaya agar pertumbuhan utang Indonesia menurun, dan dibandingkan
dengan 2017 pembiayaan utang turun 6,5 persen. Alokasi pembiayaan utang dari Surat
Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp414,5 triliun juga turun sebesar 4,3 persen dibanding
2017. Pertumbuhan SBN telah mengalami penurunan sejak tahun 2015. Kemudian untuk
pinjaman, Pemerintah melanjtkan kebijakan negative net financing, dimana pembayaran
pinjaman dialokasikan lebih tinggi dibanding penarikan pinjaman baru. Efisiensi pembiayaan
nampak dari rasio pembayaran bunga utang yang rendah. Jika dibandingkan dengan
outstanding utang, pembayaran bunga utang di tahun 2018 hanya sebesar 5 persen, lebih
rendah dibanding beberapa negara peers seperti Filipina (5,6 persen) dan Brazil (18 persen).
248,9323,1 334,5 362,9
325,9
2,142,58 2,49 2,67
2,19
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0
100
200
300
400
500
2014(LKPP)
2015(LKPP)
2016(LKPP)
2017(Outlook)
2018(APBN)
%
Trili
un
Ru
pia
h
Pembiayaan Anggaran 2018 Defisit (%PDB)
62 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Grafik 22. Perkembangan SBN j
Sumber: Kementerian Keuangan
Pemanfaatan utang dilakukan secara produktif dan mendukung kegiatan investasi. Dengan
fokus pemerintah melalui alokasi belanja produktif seperti infrastruktur dan peningkatan
kualitas SDM, maka nampak bahwa pemanfaatan utang disalurkan pada kegiatan-kegiatan
produktif. Selain itu, utang yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya digunakan untuk
menutupi defisit APBN namun juga untuk membiayai investasi pemerintah. Investasi
pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh Pemerintah dalam
jangka panjang, yang diharapkan memberikan hasil dan nilai tambah di masa yang akan
datang, berupa pengembalian nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat lainnya. Alokasi pembiayaan investasi Indonesia 2018 adalah sebesar
Rp65,7 triliun tumbuh 9,9 persen dibandingkan tahun 2017. Investasi tersebut disalurkan
untuk mendukung akselerasi infrastruktur antara lain melalui dana untuk Badan Layanan
Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (Rp 35,4 triliun), BLU Perumahan (Rp 2,2
triliun), serta Penanaman Modal Negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (Rp3,6 triliun)
dan Tabungan Perumahan Rakyat (Rp2,5 triliun). Investasi untuk mendorong kualitas
pendidikan juga disediakan melalui Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (Rp15 triliun).
264,6
362,3407,3
433 414,517,8
36,9
12,4
6,3
-4,3
-10-50510152025303540
050
100150200250300350400450500
2014(LKPP)
2015(LKPP)
2016(LKPP)
2017(Outlook)
2018(APBN)
%
Trili
un
Ru
pia
h
Surat Berharga Negara (netto) Pertumbuhan SBN (%)
Halaman ini sengaja dikosongkan
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 63
Halaman ini sengaja dikosongkan
64 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 65
BAGIAN IV LAMPIRAN
DATA EKONOMI
MAKRO DAN APBN
66 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Data P
erkemb
angan
Ind
ikator Eko
no
mi M
akro H
ingga Sep
temb
er 20
17
Ind
ikator
2013
2014
2015
2016
2017
Dec
Jan
Feb M
ar A
pr
May
Jun
Ju
l A
ug
Sep
Pertu
mb
uh
an
Ekono
mi
G
row
th ( p
ersen)
5,7
8
5,0
1
4,7
9
4,9
4
5
,01
5,0
1
N
om
inal (triliu
n)
9.0
87
,28
1
0.5
65
,82
1
1.5
31
,72
1
2.4
06
,81
3.2
27
,20
3.3
66
,76
Inflasi ( p
ersen)
8,3
8
8,3
6
3,3
5
3,0
2
3,4
9
3,8
3
3,6
1
4,1
7
4,3
3
4,3
7
3,8
8
3,8
2
3,7
2
IH
K
14
6,8
4
11
9
12
2,9
9
12
6,7
1
12
7,9
4
12
8,2
4
12
8,2
2
12
8,3
3
12
8,8
3
12
9,7
2
13
0,0
0
12
9,9
1
13
0,0
8
C
ore
4,9
8
4,9
3
3,9
5
3,0
7
3,3
5
3,4
1
3,3
0
3,2
8
3,2
0
3,1
3
3,0
5
2,9
8
3,0
0
A
dm
inistrative
Price
16
,65
1
7,5
7
0,3
9
0,2
1
3,3
5
4,7
4
5,5
0
8,6
8
9,1
4
10
,64
9
,27
9
,31
9
,32
V
olatile Fo
od
1
1,8
3
10
,88
4
,84
5
,92
4
,13
4
,46
2
,89
2
,66
3
,26
2
,17
1
,13
1
,05
0
,47
Nilai Tu
kar (Rp
/US$1
)
R
ata-rata 1
0.4
51
1
2.4
38
1
3.3
08
1
3.4
17
1
3.3
59
1
3.3
41
1
3.3
46
1
3.3
07
1
3.3
23
1
3.2
97
1
3.3
42
1
3.3
42
1
3.3
03
En
d O
f Perio
d
12
.18
9
12
.44
0
13
.43
6
13
.43
6
13
.34
3
13
.34
7
13
.32
1
13
.32
7
13
.32
1
13
.31
9
13
.32
3
13
.35
1
13
.49
2
Suku
Bu
nga ( p
ersen)
B
I-7 d
ays Rep
o
Rate
4
,75
4
,75
4
,75
4
,75
4
,75
4
,75
4
,75
4
,75
4
,50
4
,25
K
redit K
on
sum
si (eo
p)
13
,13
1
3,5
8
13
,88
1
3,5
9
13
,58
1
3.5
6
13
.48
1
3,4
8
13
,37
1
3,2
1
13
,14
K
redit M
od
al K
erja (eop
) 1
2,1
2
12
,79
1
2,4
6
11
,36
1
1,3
4
11
.26
1
1.1
9
11
,20
1
1,1
5
11
,12
1
1,0
7
K
redit In
vestasi (eo
p)
11
,82
1
2,3
6
12
,12
1
1,2
1
11
,17
1
1.1
1
1.0
5
11
,10
1
0,9
6
11
,00
1
0,9
7
Harga M
inyak (U
S$/b
arel)
R
ata-rata (ICP
) 1
05
,8
59
,6
35
,5
51
,1
51
,9
52
,5
48
,7
49
,6
47
,1
43
,7
45
,5
48
,43
5
2,4
7
W
TI 9
7,6
1
53
,27
3
7,0
5
3,7
5
2,8
5
4,0
5
0,6
4
9,3
4
8,3
4
6,0
5
0,2
4
7,2
3
51
,67
B
rent
10
8,8
5
5,7
6
35
,8
55
,4
54
,7
55
,6
52
,7
50
,9
50
,1
48
,2
52
,2
52
,41
5
6,5
3
SUN
dan
Saham
O
bligasi
Yield
(5YR
) 8
,03
7
,70
8
,82
7
,58
7
,30
7
,29
6
,85
6
,69
6
,71
6
,67
6
,78
6
,28
6
,13
Yield
(10
YR)
8,8
3
7,8
0
8,7
5
7,9
7
7,6
5
7,5
4
7,0
4
7,0
5
6,9
5
6,8
3
6,9
5
6,7
0
6,5
0
Sah
am
IHSG
4
.27
4
5.2
27
5
.60
6
5.2
97
5
.29
4
5.3
87
5
.56
8
5.6
85
5
.73
8
5.8
30
5
.84
1
5.8
64
5
.90
1
N
FB
SUN
, Sah
am,
SBI
63
.94
3
-28
.31
4
5.3
53
5
.00
9
23
.62
1
5.9
99
4
.16
61
3
6.4
81
1
1.7
59
8
.47
2
-7.2
74
1
.07
0
19
.34
5
Perb
ankan
( persen
)
C
AR
1
8,3
6
19
,40
2
1,1
6
22
,69
2
3,0
2
3,0
2
2,9
2
2,8
2
2,9
2
2,7
2
3,0
0
LD
R
89
,7
89
,42
9
1,9
5
90
,7
86
,59
8
9,1
2
89
,12
8
9,5
0
88
,57
8
9,3
1
89
,20
N
PL
1,7
7
2,2
2
,49
2
,93
3
,10
3
,20
3
,04
3
,10
3
,10
3
,02
3
,00
P
ertum
bu
han
K
redit
21
,35
1
1,5
6
10
,12
1
0,4
1
9,7
2
8,9
6
7,6
9
10
,14
1
1,4
4
12
,18
1
1,3
5
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 67
Data P
en
yera
pan
AP
BN
Tahu
n 2
01
6-2
01
7
U
raian
2016
2017 (aku
mu
lasi)
AP
BN
P R
ealisasi (Jum
lah)
% th
d
AP
BN
P A
PB
N
Janu
ari Feb
ruari
Maret
Ap
ril M
ei Ju
ni
Juli
Agu
stus
Septem
ber
A. P
end
apatan N
egara dan
Hib
ah 1.786,2
3 1.551,7
9 86
,9 1.750,3
87,9
170,1
295,1
457,7
590,5
718,2
853,8
973,2
1099,3
I. P
enerim
aan D
alam N
egeri 1
.78
4,2
5
1.5
45
,96
8
6,6
1
.74
8,9
8
7,9
1
70
,1
29
5,1
4
57
,6
59
0,3
7
18
,0
85
3,0
9
72
,0
10
96
,8
1. P
enerim
aan P
erpajakan
1
.53
9,1
7
1.2
83
,60
8
3,4
1
.49
8,9
7
3,6
1
41
,4
23
7,7
3
68
,2
46
8,1
5
71
,9
68
0,9
7
78
,7
87
8,9
a. Pajak D
alam N
egeri
1.5
03
,29
1
.24
8,3
8
83
1
.46
4,8
7
0,8
1
36
,1
22
9,1
3
56
,9
45
3,2
5
54
,6
66
0,2
7
54
,5
b. P
ajak Pe
rdagan
gan In
ternasio
nal
35
,87
3
5,2
1
98
,2
34
,1
2,8
5
,3
8,5
1
1,3
1
4,9
1
7,4
2
0,6
2
4,2
2. P
enerim
aan N
egara Bu
kan P
ajak 2
45
,08
2
62
,36
1
07
2
50
,0
14
,3
28
,7
57
,4
89
,4
12
2,2
1
46
,1
17
2,1
1
93
,3
21
7,9
a. Pen
erimaan
Sum
ber D
aya Alam
9
0,5
2
65
,47
7
2,3
8
7,0
7
,8
17
,1
28
,4
35
,1
46
,0
52
,4
63
,7
72
,5
b. B
agian Lab
a BU
MN
3
4,1
6
37
,13
1
08
,7
41
,0
0,0
0
,0
0,0
1
6,6
2
6,5
3
1,5
3
5,5
3
7,1
c. P
NB
P Lain
nya
84
,12
1
17
,31
1
39
,5
84
,4
6,5
1
1,6
2
1,8
2
7,7
3
6,0
4
1,9
5
0,7
5
7,7
d
. Pen
dap
atan B
LU
36
,27
4
2,4
4
11
7
37
,6
0,0
0
,0
7,2
1
0,0
1
3,6
2
0,4
2
2,3
2
5,9
II. H
ibah
1
,98
5
,83
2
95
,2
1,4
0
,0
0,0
0
,0
0,1
0
,1
0,2
0
,8
1,2
2
,5
B. B
elanja N
egara 2.082,9
5 1.859,4
6 89
,3 2.080,5
133,3
225,6
400,0
538,1
722,8
893,3
1063,8
1198,3
1375,0
I B
elanja P
emerin
tah P
usat
1.3
06
,70
1
.14
8,6
0
87
,9
1.3
15
,5
57
,6
10
2,8
2
04
,8
27
2,7
3
88
,0
49
8,6
6
04
,7
69
5,7
8
08
,4
1. B
elanja P
egawai
34
2,4
5
30
4,8
3
89
3
43
,3
30
,6
51
,7
74
,0
98
,2
12
1,6
1
57
,3
19
2,3
2
14
,7
2
. Belan
ja Baran
g 3
04
,24
2
05
,55
6
7,6
2
96
,6
1,2
8
,3
31
,7
47
,0
69
,6
97
,1
11
7,5
1
42
,2
3
. Belan
ja Mo
dal
20
6,5
7
16
4,9
8
79
,9
19
4,3
0
,6
5,0
1
18
1
9,1
3
1,1
4
7,5
5
8,4
7
5,0
4. P
emb
ayaran K
ewajib
an U
tang
19
1,2
2
18
2,7
6
95
,6
22
1,2
2
2,6
3
2,4
6
5,1
7
5,9
9
8,9
1
06
,8
13
0,9
1
40
,9
5
. Sub
sidi
17
7,7
5
17
4,5
7
98
,2
16
0,1
0
,0
0,1
1
2,3
1
6,4
4
2,9
5
8,7
6
7,8
7
7,6
6. B
elanja H
ibah
8
,54
7
1
83
,3
2,2
0
,0
0,0
0
,0
0,2
0
,5
2,0
2
,0
2,2
7. B
antu
an So
sial 5
3,4
0
49
,62
9
2,9
5
7,0
2
,4
5,1
9
,5
12
,9
20
,3
25
,8
32
,0
39
,2
8
. Belan
ja Lainn
ya 2
2,5
3
6,8
7
30
,5
41
,0
0,2
0
,2
0,4
3
,0
3,1
3
,4
3,7
3
,9
II. Transfe
r Ke D
aerah D
an D
ana D
esa
77
6,2
5
71
0,8
6
91
,6
76
4,9
7
5,6
1
22
,7
19
5,2
2
65
,4
33
4,7
3
89
4,8
4
59
,1
50
2,6
5
66
,6
1. Tran
sfer ke Daerah
7
29
,27
6
64
,18
9
1,1
7
04
,9
75
,6
12
2,7
1
95
,2
24
8,8
3
06
,5
36
0,4
4
23
,3
46
6,1
5
26
,9
a. D
ana P
erim
ban
gan
70
5,4
6
64
0,3
6
90
,8
67
7,1
7
5,6
1
22
,6
19
0,8
2
41
,2
29
5,6
3
49
,4
40
9,3
4
49
,5
i. D
ana Tran
sfer Um
um
4
94
,44
4
75
,90
9
6,3
5
03
,6
66
,5
11
3,4
1
63
,0
19
6,8
2
30
,2
28
2,8
3
16
,4
35
1,0
- Dan
a Bagi H
asil 1
09
,08
9
0,5
4
83
9
2,8
0
,0
14
,4
30
,0
30
,5
30
,5
49
,7
49
,7
51
,1
- D
ana A
lokasi U
mu
m
38
5,3
6
38
5,3
6
10
0
41
0,8
6
6,5
9
9,0
1
33
,0
16
6,3
1
99
,7
23
3,2
2
66
,8
29
9,9
ii. Dan
a Transfe
r Kh
usu
s 2
11
,02
1
64
,47
7
7,9
1
73
,4
9,2
9
,2
27
,8
44
,4
65
,3
66
,5
92
,8
98
,6
b. D
ana In
sentif D
aerah
5
,00
5
,00
1
00
7
,5
0,0
0
,0
4,3
4
,5
4,5
4
,5
7,5
7
,5
c. D
ana O
ton
om
i Kh
usu
s dan
K
eistimew
aan D
IY 1
8,8
1
18
,81
1
00
2
0,3
0
,0
0,1
0
,1
3,1
6
,5
6,5
6
,5
9,0
d
. Dan
a Transfer Lain
nya
0,0
0
0,0
0
0,0
0
,0
0,0
0
,0
0,0
0
,0
0,0
0
,0
2
. Dan
a Desa
46
,98
4
6,6
8
99
,4
60
,0
0,0
0
,0
0,0
1
6,7
2
8,2
3
4,4
3
5,8
3
6,5
3
9,6
C
. Keseim
ban
gan P
rimer
-10
5,5
1
-12
4,9
1
11
8,4
(1
09
,0)
(22
,8)
(23
,1)
(39
,8)
(4,5
) (3
3,4
) (6
8,2
) (7
9,2
) (8
4,1
)
D. Su
rplu
s/Defisit A
nggaran
(A - B
) -2
96
,72
-3
07
,67
1
03
,7
(33
0,2
) (4
5,4
) (3
30
,2)
(10
4,9
) (8
0,4
) (1
32
,3)
(17
5,1
) (2
10
,1)
(22
5,1
) (2
75
,7)
E. Pemb
iayaan 29
6,72 33
0,33 11
1,3 33
0,2 82
,7 12
0,6 18
7,9 19
4,5 19
4,6 20
9,4 29
0,6 33
1,1 36
2,2
I. Pem
biayaan
Dalam
Negeri
29
9,2
5
34
4,9
3
11
5,3
n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a
Ii. Pem
biayaan
Luar N
egeri (n
eto)
-2,5
3
-14
,59
5
77
,5
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
1. P
enarikan
Pin
jaman
Luar N
egeri (B
ruto
) 7
2,9
6
58
,96
8
0,8
n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a
a. P
injam
an P
rogram
0
,00
0
,00
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
b
. Pin
jaman
Pro
yek 0
,00
0
,00
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
2. P
eneru
san SLA
-5
,83
-4
,83
8
2,8
n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a
3
. Pem
bayaran
Cicilan
Po
kok U
tang LN
-6
9,6
5
-68
,73
9
8,7
n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a n
.a
68 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Notes :
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 69
70 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 71