Post on 24-Oct-2020
dan bulat-bulat kecil.
Deskripsi Historis : Sisir Emas berasal dari Kabupaten Daik Lingga
yang diperkirakan dipakai oleh keluarga Kerajaan Riau Lingga, pada abad 17. Namun ada yang
menyatakan bahwa kemungkinan besar sisir yang berbahan tembaga berlapis emas ini merupakan
peninggalan dari keluarga bangsawan atau keluarga Kerajaan Riau-Lingga.
Pendapat kedua ini ada benarnya, terutama
tatkala dirujuk pada masa sebelum dan pada saat Sultan Sulaiman Bahrul Alamsyah (1857-1883)
berkuasa. Masa Sultan Sulaiman, Kerajaan Riau-Lingga berkembang pesat. Berbagai kerajinan
seperti kerajinan ukir, tenun, emas dan tembaga yang telah dibangun dan dirintis oleh ayahnya, yaitu Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1824-
1932). Sisir Emas ini kemungkinan besar dibuat di Daik Lingga, sebab pada masa abad ke-19 ini,
di ibukota Kerajaan Riau-Lingga ini terdapat kerajinan tembaga dan berpusat di Kampung
Tembaga. Benda-benda cagar budaya dari bahan kuningan cukup banyak telah dimulai pada masa Sultan Muhamad Muazzam Syah (1932-1941).
Jenis-jenis benda budaya yang terbuat dari kuningan, seperti paha (tempat makanan atau
lauk-pauk), keto (tempat membuang sampak/ludah), bon (tempat menyimpan jarum,
benang dan kapur sirih), tepak sirih, sanggan, semerep (wadah kue), talam, sangku (tempat cuci tangan), embat-embat (tempat wewangian), kandil,
talam atau tempat meletakkan makanan, tempat kue, talam, dan lain-lain.
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Sisir Emas bagian depan
Sisir Emas bagian belakang
2 NAMA BENDA : Cepu Emas
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Panjang Atas : -
- Diameter : 14,5 cm
- Tinggi : 5 cm
- Tebal : 0,1125 mm
- Berat : 176,34 gram
Bahan Utama : Emas 18 karat
Warna : Kuning
Motif : Tanpa motif
Bentuk : Bulat cekung berkerut seperti mangkok
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Sebagai mangkok pengobatan berbagai macam penyakit melalui mantra-mantra, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila
Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Ditemukan di sedinginan
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Cepu terbuat dari emas dengan teknik pembuatan cetak tuang. Cepu ini merupakan hasil temuan dari penggalian yang dilakukan di Kecamatan
Sedinginan, Kabupaten Rokan Hilir. Secara keseluruhan berbentuk bulat cekung seperti
mangkok. Pada bagian pinggir bagian luar terdapat tulisan pallawa berbahasa sansakerta.
Deskripsi Historis : Cepu ini ditemukan pada tahun 1990 tatkala orang menggali pondasi masjid di daerah
Sidinginan. Menurut para ahli mangkok ini digunakan sebagai mangkok pengobatan.
Ditemukan di Sedinginan tatkala ada penggalian pondasi pembangunan masjid pada tahun 1990.
Menurut saksi mata penggalian dan penemuan cepu tersebut (Prof. Suwardi dan Dra. Darliana), cepu emas itu ditemukan bersama dalam satu
wadah guci dari gerabah yang berisi cepu, ikat pinggang emas sebanyak 2 buah, satu telah
dilebur oleh penemunya dan sisanya diserahkan kepada Museum Sang Nila Utama melalui kepala
museum Ali Amran Jas pada tahun 1992. Menurut Drs. O.K Nizami Jamil, barang temuan itu diganti dengan uang sebesar duabelas juta
rupiah. Diperkirakan masih banyak cepu yang sama, di daerah Candi Siarang-arang. Struktur
baru ditemukan setelah penggalian sekitar 2,5 meter baru ditemukan struktur bata yang tidak
beraturan dengan ukuran bata lama. Kemungkinan ada hubungannya dengan Candi Sedingingan, Candi Sintung dan Candi Siarang-
arang.
Daerah Sidinginan merupakan suatu daerah yang diduga memiliki peninggalan sejarah yang besar.
Hanya saja sampai saat ini sejarah Sedinginan belum dikaji secara mendalam. Cukup banyak peninggalan sejarah masa lampau di sekitar
sedinginan, kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir. Di antara yang paling kentara adalah
pemakaman umum yang jarak antara satu lokasi dengan lokasi lainnya sangat dekat.
Ditemukannya banyak benda ornamen pada masa lampau di Sedingingan menunjukkan Sedinginan sebagai kota tua bersejarah. Di antara makam-
makam tua, ada di antaranya yang dikeramatkan, etnik serta beberapa situs candi yang nyaris tidak
dapat dipertahankan keberadaannya. Salah satu lokasi yang ada di Sedinginan adalah pemakaman
orang Aceh. Menurut cerita rakyat yang disampaikan oleh Prof. Suwardi, di pemakaman tersebut menyimpan banyak perhiasan emas,
yang tatkala hujan melongsorkan tanah pemakaman dan membuat perhiasan emas turut
mengalir bersama longsoran lumpur. Sejarah Sedinginan telah dimuali pada abad ke-7 atau ke-
8 tatkala Kerajaan Sriwijaya masih eksis. Negeri-negeri di sepanjang muara Sungai Rokan, Inderagiri, Kampar, Batanghari, dan Siak
merupakan kawasan penting bagi perekonomian Kerajaan Sriwijaya. Komoditas perdangan penting
seperti lada, kayu, cendara, gaharu dan emas bersumber dari daerah ini (Wolters, 1967). Namun
tidak ada catatan sejarah yang mengabadikan apakah nama negeri-negeri yang berada di sepanjang Sungai Rokan itu. Namun dari laporan
I-Tsing, diperkirakan wilayah Rokan masuk daerah Melayu.
Daerah Rokan Hilir kemungkinan dikuasai oleh
Kerajaan Rokan Hilir. Dari hasil eskavasi tahun 1992, Candi Sintong diperkirakan dibangun pada abad ke-12 atau 13 M. Periode ini merupakan
masa kemunculan Kerajaan Rokan, Gasib dan Kandis seiring denan mundurnya kekuasaan
Suwarnabhumi akibat berperang dengan Singosari. Samudera Pasai berperan dalam
pengislaman di Rokan Hilir. Kehadiran Portugis di Samudera telah menyebakan banyak ulama atau
keluarga kerajaan hijrah meninggalkan Pasai menuju Rokan. Pada masa inilah kemungkinan negeri-negeri di Rokan Hilir atau Riau pada
umumnya menganut agama Islam. Tidak mengherankan apabila sejak abad ke-15 kerajaan
Rokan sudah diperintah oleh seorang raja yang berasal dari keturunan Sultan Sidi saudara Sultan
Sujak, demikian kata Sejarah Melayu. Rokan kemudian menjadi negeri bawahan Melaka yang mulai naik daun sejak Majapahit runtuh pada
akhir abad ke-15, Sultan Muhammad Syah Raja Melaka (1425-1455) mengawini puteri Raja Rokan
yang dijadikan Raja Perempuan atau Permaisuri Melaka. Jadi, setelah dominasi Majapahit pudar di
Sumatera, maka kerajaan di Sumatera seperti Aru, Pasai Siak, Rokan, Kampar, Inderagiri, Jambi dan lain-lain menjadi kerajaan bawahan Melaka.
Sultan Muhammad Syah Raja Melaka (1425-1455) mengawini puteri Raja Rokan yang dijadikan raja
perempuan atau permaisuri Melaka .
Peninggalan-peninggalan sejarah berbentuk makam-makam kuno di Rokan Hilir, yang berdekatan dengan reruntuhan candi, hanya
dapat dipastikan merupakan peninggalan atau makam para bangsawan atau ulama dari beberapa
kerajaan Islam seperti Kerajaan Rokan (di Kota Lama maupun di Pekatan); kerajaan Banglo,
Kerajaan Tanah Putih dan Kerajaan Kubu, makam degan betu nisan seperti memang hanya dipergunakan oleh golongan elite masa itu, seperti
golongan ulama dan kerabat istana. Islamisasi melalui golongan beraramawi atau atap. Cepu ini
merupakan salah satu koleksi unggulan Museum Sang Nila Utama.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Cepu Emas dilihat dari atas dan samping
3 NAMA BENDA : Prasasti Emas
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Panjang : 8,5 cm
- Lebar : 3 cm
- Tebal : 0,0990 mm
- Berat : 3,20 gram
Bahan Utama : Emas
Warna : Kuning emas
Motif : Lempengan bertulisan palawa
Bentuk : Lempengan berbentuk persegi panjang
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Sebagai penanda bangunan dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Ditemukan oleh Pak Nasir saat dia menggali rumahnya Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama Tahun Anggaran 2006.
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Huruf yang tercantum di Prasasti Emas berupa huruf Palawa, menggunakan bahasa Sangsakerta. Terjemahan Prasasti Emas tersebut yaitu dengan
bacaan Arkeolog bangunan di atas bukit. Pada lempeng tertulis:
1. Ye dharmma rapa pranawah hetu tesa 2. Tathagato hyawadattesan ca yo
3. Nirodha probhawa di maha cramanah Artinya: keadaan sebab kejadian itu sudah
diterangkan oleh Tathagato (Budha). Tuan Mahatapa itu telah menerangkan juga apa yang harus diperbuat orang supaya dapat
menghilangkan sebab-sebab itu.
Kemungkinan lain transliterasinya dikemukakan
oleh Rita M.S yang artinya seperti berikut ini: Bila kamu raksasa yang bersorak sorai dan ikut
serta dalam kehancuran, ikut tertawa dan menari, maka Tathagato (sang Budha) mengendalikan melalui Batin Maharaja.
Setidaknya dari dua pengertian transliterasi tersebut ada satu hal penting yang sama, yakni prasasti emas dari Padang Candi ini merupakan
mantra Budha.
Deskripsi Historis : Selembar emas berukuran panjang 8,5 cm, lebar 3 cm, tebal 1 mm bertulisan, ditemukan oleh warga
Dusun IV Betung, Desa Sangau, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2002. Prasasti emas ini ditemukan
oleh Pak Nasir tatkala ia menggali dapur rumahnya. Oleh penemunya diserahkan ke
Museum Daerah Sang Nila Utama tahun 2006. Berbahan emas bertuliskan huruf Palawa dengan
bahasa sansekerta. Terjemahan prasasti emas yang berhasil dibaca oleh arkeolog, bangunan di atas bukit. Tulisan itu berbunyi: bahwa apabila
terjadi bencana, diharapkan supaya mengabdi kepada Togugota (sang Budha) supaya bencana
itu dapat dihilangkan. Galian pondasi itu ada kemiripan dengan batu di Batujajar. Di Taluk
Kuantan pernah ada candi, di Padang Candi dan di Bukit Candi. Di tempat yang sama, selain prasasti emas ini, juga ditemukan profil Lancang
di tangga Istana Damnah di Lubuk Jambi. Eskavasi prasasti emas ini dilakukan 2007 oleh
Bu Darliana selaku pihak yang berwenang di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Riau.
Hasil pembacaan menunjukan bahwa prasasti singkat ini mnggunakan aksara jawa kuno dan
berbahasa Sansakerta, isinya tentang mantra dalam agama Budha.
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Prasasti Emas
4 NAMA BENDA : Donsi/Kampil
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tebal tutup : 0,0790 mm
- Tebal badan : 0,20953 mm
- Tebal tutup
tempat kapur
: 0,0600 mm
- Berat : 180 gram
- Tinggi induk
donsi
: 6,5 cm
- Diameter induk donsi
: 7 cm
- Tinggi anak donsi : 3 cm
- Diameter anak donsi
: 3,5 cm
- Panjang rantai
donsi
: 79 cm
Bahan Utama : Perak dilapisi emas
Warna : Perak berlapis emas
Motif : Dekoratif flora
Bentuk : Bulat dengan ukiran timbul
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Tempat sirih yang digunakan oleh orang-orang
bangsawan, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Donsi/Kampil dimiliki oleh Yulhendro, Tanjung Pinang. Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila
Utama Tahun Anggaran 2006.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Bentuk bulat dan mempunyai tutup yang menempel pada bagian badan. Pada bagian tutup
terdapat sulur-sulur daun yang terbuat dari emas. Pada bagian badan terdapat empat buah panel
yang terbuat dari emas dengan motif bunga dan daun. Bagian alas terdapat hiasan bunga matahari.
Sedangkan anak Donsi/Kampil berbentuk bulat menyerupai bunga tampuk manggis pada bagian tutup dan alas terdapat hiasan emas berbentuk
bunga.
Deskripsi Historis : Dahulunya dipakai oleh para bangsawan untuk tempat sirih yang diselipkan di pinggang.
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Donsi/Kampil
5 NAMA BENDA : Pending Emas
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Panjang : 72,5 cm
- Panjang Kepala : 9 cm
- Lebar ikat
pinggang
: 5 cm
- Lebar kepala ikat
pinggang
: 5,6 cm
- Tebal Pending Emas
: 0,0035 mm
- Tebal kepala : 0,0120 mm
- Tebal ikat
pinggang
: 0,0655 mm
- Tebal kepala ikat
pinggang
: 0,1420 mm
- Berat : 189,18 gram
Bahan Utama : tembaga dilapisi emas
Warna : Kuning
Motif : Sulur-sulur dan titik bulat-bulat timbul dan berjumlah 9 lempengan dan 1 kepala ikat pinggang bagian kiri dan kanan berbentuk
membulat dan permukaannya dihiasi dengan sulur-sulur daun titik-titik timbul dan motif wajik
di bagian tengah dan terdapat batu permata intan sebanyak 8 buah.
Bentuk : Melingkar seperti ikat pinggang
Kondisi : Utuh dan Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Dahulunya dipakai oleh para bangsawan sebagai ikat pinggang ketika memakai kain, dan saat ini
sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Pending Emas dimiliki oleh Yulhendro, Tanjung Pinang. Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila
Utama Tahun Anggaran 2006.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Bentuknya empat persegi terkotak-kotak memanjang dengan motif flora dan wajik.
Deskripsi Historis : Pending Emas ini merupakan milik masyarakat Tionghoa di Jalan Kamboja, Tanjung Pinang. Mereka menyimpannya selama tiga generasi.
Tanjung Pinang adalah negeri dengan keragaman suku. Namun, tradisi berpakaian masyarakat di
sana mencerminkan adat Melayu. Laki-laki mengenakan baju teluk belanga, celana panjang
dan sehelai kain yang diikatkan di pinggang hingga menyentuh lutut, kepala mengenakan destar atau tanjak. Alat pengikat kain di pinggang
menggunakan ikat pinggang atau pending. Kaum perempuan mengenakan baju kurung, kain
songket, asesoris berupa anting, gelang dan cincin. Pakaian pengantin dilengkapi baju telepuk.
Sanggul dihiasi tusuk cempaka emas dan penutup dahi atau pasiani. Perhiasan lain yang biasa digunakan untuk acara ini adalah pending gelang
dan cincin yang terbuat dari emas.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Pending Emas tampak dari depan
Pending Emas tampak dari belakang
6 NAMA BENDA : Patung Kepala Singa
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Lingkaran leher : 72 cm
- Lingkaran kepala : 56 cm
- Tinggi : 30 cm
Bahan Utama : Batu Pasir
Warna : Merah atau warna bata
Motif : Kepala singa
Bentuk : Silinder tidak beraturan
Kondisi : Tidak utuh
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Terletak pada puncak Candi Mahligai dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila
Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Pada awalnya terletak pada puncak Candi Mahligai, karena sudah terlepas dan berserakan
kemudian diselamatkan dengan diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama Tahun
Anggaran 1996.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Bentuknya seperti kepala singa sebatas leher dan kepala, terdapat pada puncak Candi Mahligai.
Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi yang dianggap paling utuh.
Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Struktur cagar budaya ini
berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak mencapai 14,30 m yang berdiri di atas kaki pondasi segi delapan dan
bersisikan sebanyak 28. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya terdapat
menara yang melambangkan Yoni.
Letaknya di sebelah Timur Candi Bungsu. Bahan
candi ini terdiri dari: susunan batubata dengan sisipan balok-balok batu pasir (stuff). Pada bagian tertentu diperkirakan paling tidak mengalami 2
(dua) tahapan pembangunan.
Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur candi paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi
terdapat pada bentuknya yang seperti menara.
Pada bagian alas Candi Mahligai tersebut terdapat
ornamen lotus ganda, dan dibagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi
berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran. Menurut Schnitger (1937), dahulu pada
ke-empat sudut pondasi terdapat 4 arca singa dalam posisi duduk yang terbuat dari batu
andesit. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yzerman (1889), dahulu bagian
puncak menara terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief-relief di sekelilingnya. Bangunan ini diduga mengalami dua tahap
pembangunan. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam kaki candi yang
sekarang terdapat profil kaki candi lama sebelum bangunan diperbesar.
Deskripsi Historis : Patung Kepala Singa diambil dari Candi Muara Takus Tahun 1996 kondisi sudah terlepas dari
Candi. Terletak pada puncak bagian Mahligai dari gugusan Muara Takus Desa Muaratakus,
Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Candi diperkirakan abad 12.
Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau
aspek ‘terang’ yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’. Dalam ajaran agama Budha motif hiasan
singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari julukan yang diberikan
kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’
(simhanada) yang terdengar keras diseluruh penjuru mata angin.
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Patung Kepala Singa tampak dari depan dan belakang
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ornamen_lotus_ganda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Snitger&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yzerman&action=edit&redlink=1
7 NAMA BENDA : Kereta Angin Soeman Hs (Sastrawan Balai
Pustaka)
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Diameter roda
depan
: 66 cm
- Diameter roda
belakang
: 66 cm
- Pajang sepeda : 191 cm
- Tinggi sepeda : 115 cm
- Panjang stank : 49 cm
- Jumlah jari-jari ban depan
: 32
- Jumlah jari-jari ban belakang
: 40
Bahan Utama : Besi dan karet
Warna : Hitam
Merk sepeda : Model England Philips
No seri : H23190
Kondisi : Utuh
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Fungsi awal sepeda ini yaitu dipakai ketika Soeman HS mengajar SD di Pasir Pangaraian
Kabupaten Rokan Hulu. (Sumber: Keterangan narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang
Nila Utama), dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Sepeda Soeman HS didapat di Pekanbaru. Sepeda ini merupakan hibah dari keluarga Bapak Soeman HS.
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Sepeda ini adalah sepeda ontel dengan bentuk stang tinggi dan mempunyai boncengan di
belakang.
Deskripsi Historis : Sebagai sastrawan Soeman HS banyak melahirkan
karya berupa roman dan cerpen, yang terkenal adalah “Mencari Pencuri Anak Perawan”, Terbit di
Jakarta Balai Pustaka 1932. Soeman Hs tidak henti-henti mengayuh kereta angin mencari ruang
dan waktu. Sepeda diserahkan oleh ahli waris ke
Museum Sang Nila Utama Tahun 1998.
a. Biografi Soeman HS
Soeman Hasibuan atau yang lebih dikenal
dengan nama pena-nya Soeman Hs, adalah seorang pengarang Indonesia yang diakui
karena mempelopori penulisan cerita pendek dan fiksi detektif dalam sastra negara
tersebut. Lahir di Bengkalis, Riau, Hindia Belanda, dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru dan, di bawah bimbingan
pengarang Mohammad Kasim, seorang penulis. Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu
setelah menyelesaikan sekolah normal pada 1923, mula-mula di Siak Sri Indrapura, Aceh,
kemudian di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis, menerbitkan novel pertamanya, Kasih Tak
Terlarai, pada 1929. Selama dua belas tahun, ia menerbitkan lima novel, satu kumpulan
cerita pendek, dan tiga puluh lima cerita pendek dan puisi.
Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda (1942–1945) dan kemudian revolusi,
Soeman—meskipun ia tetap seorang guru—menjadi aktif dalam politik, mula-mula menjabat pada dewan perwakilan dan
kemudian sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian
di Pekanbaru. Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada 1949,
Soeman menjadi Kepala Departemen Pendidikan Regional, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak
dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan Universitas
Islam Riau. Ia masih aktif dalam pendidikan sampai kematiannya.
Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan suspens dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan
petualangan Barat serta Sastra Melayu Klasik. Karya tulis berbahasa Melayu buatannya,
dengan pengucapan yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, mudah
dibaca dan terhindar dari hal yang bertele-tele secara berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel Mentjahari Pentjoeri Anak
Perawan (1932), sementara kumpulan cerita pendek Kawan Bergeloet (1941) dianggap
karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra. Meskipun dianggap pengarang
kecil dari periode Poedjangga Baroe, Soeman telah mendapat pengakuan dengan
adanya sebuah perpustakaan yang
https://id.wikipedia.org/wiki/Nama_penahttps://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendekhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendekhttps://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_detektifhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Bengkalishttps://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Kasimhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_normalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Siak_Sri_Indrapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokan_Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Nasional_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaruhttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Suspenshttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Melayu_klasikhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kawan_Bergeloethttps://id.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_Baroehttps://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_Soeman_H.S.
menggunakan namanya dan buku-buku buatannya diajarkan di sekolah-sekolah.
b. Kehidupan Awal
Soeman lahir di Bengkalis, Riau, Hindia Belanda, pada 1904. Ayahnya, Wahid
Hasibuan, dan ibunya, Turumun Lubis, lahir di Kotanopan (yang sekarang merupakan
bagian dari Mandailing Natal), namun berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga
Hasibuan dan sebuah klan rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa
ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, namun ia menduga bahwa ayahnya, yang
merupakan keturunan dari seorang Raja Mandailing, merasa seolah-olah kurang dihormati.
Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam nenas dan kelapa. Wahid juga mengajarkan
ngaji, yang membuatnya meraih pemasukan dari keluarga muslim. Karena ayahnya
mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi
di kota-kota besar seperti Singapura dari para pedagang yang mengunjungi Wahid. Pada
1913, Soeman masuk sebuah Sekolah Melayu lokal, dimana guru-gurunya mendorongnya
untuk membaca. Soemana membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada
1918.
Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya
masuk kursus untuk menjadi guru potensial di Medan, Sumatera Utara, setelah lulus.
Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah Mohammad Kasim, yang
kemudian kumpulan cerita pendek buatannya Teman Doedoek (1937) menjadi
karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.[7] Di luar kelas, Soeman menyimak
cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis. Setelah
dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah sekolah normal di
Langsa, Aceh, dimana ia singgah selama 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti
Hasnah.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bengkalishttps://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kotanopan,_Mandailing_Natalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Mandailing_Natalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Marga_(Batak)https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandailinghttps://id.wikipedia.org/wiki/Nanashttps://id.wikipedia.org/wiki/Kelapahttps://id.wikipedia.org/wiki/Ngajihttps://id.wikipedia.org/wiki/Singapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Medanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Utarahttps://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Kasimhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Teman_Doedoek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-FOOTNOTEKasiri199394.E2.80.9395-9https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_normalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Langsahttps://id.wikipedia.org/wiki/Aceh
Setelah lulus, Soeman menemukan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid
pribumi di Siak Sri Indrapura, Soeman bekerja sebagai guru Bahasa Melayu di sana selama
tujuh tahun, sampai 1930, ketika ia bertemu dengan seorang guru muda dari Jawa yang
terlibat dalam gerakan nasionalis. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "Indonesia
Raya", yang berada di bawah pencekalan dari pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan,
Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Meskipun
menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada 1942, kemudian menjadi
Kepala Sekolah.
c. Karir Menulis
Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.
Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi Melayu, ia memakai
nama pena Soeman Hs. Ia menyerahkan novel pertamanya, Kasih Tak Terlarai, kepada
penerbit negeri Balai Pustaka. Buku tersebut, yang berkisah tentang seorang yatim piatu
yang kawin lari dengan kekasihnya namun harus menikahinya kembali setelah kekasihnya kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.
Soeman meraih uang sejumlah 37 gulden dari penerbitan tersebut.
d. Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia
Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia kemudian terlibat
dalam politik dengan terpilih pada Shūsangikai, sebuah dewan perwakilan
regional yang disponsori Jepang, untuk Riau. Ia kemudian menyatakan bahwa, karena ia
terpilih ketimbang dipilih oleh pasukan Jepang—dan memiliki bekingan kuat dalam masyarakat, yang berguna untuk revolusi—ia
merasa berada di bawah pengawasan ketat.[26] Keadaan tersebut berlanjut sampai
Jepang mundur dari Indonesia dan Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Meskipun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibuat pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada
bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite
https://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Siak_Sri_Indrapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kebangkitan_Nasional_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Rayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Rayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokan_Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Pustakahttps://id.wikipedia.org/wiki/Gulden_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-28https://id.wikipedia.org/wiki/Sukarnohttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia
Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya. Pada masa jabatannya, ia
menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda
kembali dan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia; pasukan Belanda
kembali ke Jawa, dan konflik fisik terjadi antara pasukan Sekutu dan pasukan republik Indonesia di Surabaya. Pada tahun berikutnya,
Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di
Pekanbaru.
Setelah Operasi Kraai pada 1948, ketika
pasukan Belanda menduduki ibukota republik di Yogyakarta dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman
menjadi komandan pasukan gerilya di Riau. Di samping melanjutkan perjuangan, ia
ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung republik. Dalam misi
tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang, dan beberapa pejuang Soeman adalah
mantan muridnya sendiri. Meskipun para pasukannya berada di bawah senjata, Soeman
memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan pribumi yang bersekutu
dengan Belanda selama beberapa kali.
e. Pengajar dan Kehidupan Selanjutnya
Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949,
Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi Kepala Cabang Regional dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tugas utamanya adalah mendirikan kembali
dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi. Laci-laci digunakan
untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk
berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar penduduk tidak dapat menghadiri kelas
secara giat. Selain itu, departemen tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali. Pada tiga
tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek kerja komunal yang didedikasikan
untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Surabayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Sekutu_Perang_Dunia_IIhttps://id.wikipedia.org/wiki/Surabayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaruhttps://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_Kraaihttps://id.wikipedia.org/wiki/Yogyakartahttps://id.wikipedia.org/wiki/Gerilyahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pribumihttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Pendidikan_dan_Kebudayaan_(Indonesia)https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerja_komunal&action=edit&redlink=1
Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru SD
melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil gambar dalam pendirian sebuah
SMP swasta pada 1953. Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian SMA Setia
Dharma, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan Mohammad Yamin menghadiri acara pembukaannya, dimana Soeman
membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatra Utara, dan menyatakan bahwa
orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-
guru pemerintah untuk mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan
satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di
Riau.
Soeman melanjutkan bekerja untuk
mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi Kristen,
Soeman, dengan bekerja dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-
sekolah Islam pada tingkat TK, SD, SDMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau Kaharuddin
Nasution mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian[d] dari pemerintah provinsi.
Ia dan Yayasan Pendidikan Islam bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan
Universitas Islam Riau. Soeman menghadiri acara pembukaan formal-nya 1962.
Meskipun ia secara resmi pensiun sebagai guru untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian, dari 1960an Soeman terlibat dalam
beberapa yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Yayasan Lembaga
Pendidikan Islam serta Ketua Badan Kepengurusan Setia Dharma, Yayasan
Pendidikan Riau, dan Lembaga Sosial Budaya Riau. Ia juga mengutamakan hubungan dengan pemerintah provinsi; pada 1966, ia secara
resmi menjadi bagian dari Dewan Perwakilan Regional, dan pada 1976, atas rekomendasi
Gubernur Arifin Achmad, ia naik haji menggunakan kas negara.
Soeman meninggal di Pekanbaru pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Yaminhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kekristenan_di_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kaharuddin_Nasutionhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kaharuddin_Nasutionhttps://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-35https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hajihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaru
f. Pengakuan
Soeman telah dikategorikan sebagai pengarang kecil dari periode Poedjangga Baroe. Sarjana
sastra Indonesia asal Belanda A. Teeuw menyatakan bahwa, meskipun puisi Soeman
umumnya berbentuk konvensional, cerita-cerita detektifnya "tidak bersahaja namun enak
dibaca". Namun, ia menganggap kumpulan cerita pendek Soeman, Kawan Bergeloet, karya buatannya paling terkenal dalam bidang sastra,
memiliki sketsa "sangat terobservasi dan tergambar secara realistis". Sementara itu,
Alisjahbana memuji penggunaan inovatif Melayu Soeman namun menganggap alur cerita
pengarang tersebut tidak konsenkuensial dan tidak logis, dengan akting naratif "seperti anak-anak yang mengkilatkan permainannya dengan
sekejap mata, namun juga langsung menyembunyikannya untuk membangkitkan
rasa penasaran pada temannya". Ia menganggap karya Soeman baik untuk dibaca
karena nilai hiburannya.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Pengayuh Kereta Angin Soeman Hs (Sastrawan
Balai Pustaka)
Tempat duduk dan stank Kereta Angin Soeman Hs
(Sastrawan Balai Pustaka)
https://id.wikipedia.org/wiki/A._Teeuw
8 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi keseluruhan : 1,5 cm
- Panjang tangkai : 0,7 cm
- Diameter tangkai : 2 cm
- Diameter cap : 4 cm
- Tebal cap : 0,1685 mm
- Tebal pegangan : 0,0310 mm
- Berat : 48,30 gram
Bahan Utama : Tembaga
Warna : Kuning tembaga
Motif : Tulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Bulat
Kondisi : Utuh dan terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Fungsi awal digunakan untuk mencap surat dan
saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau
Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.
Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
huruf arabnya dibuat dengan menggunakan
teknik ketok. Cap berbentuk bulat dan tangkai
cap berbentuk bulat pendek.
Deskripsi Historis : Cap ini milik bangsawan bernama Tengku Yunus
bin Tengku Zainal Marhum Tahun 1305 H.
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Stempel Riau Lingga bagian depan
Stempel Riau Lingga bagian belakang
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
9 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Pajang
keseluruhan
: 4,3 cm
- Panjang tangkai cap
: 4 cm
- Diameter cap : 4 cm
- Lebar cap : 2,3 cm
- Diameter tangkai : 1,5 cm
- Tebal cap : 0,3510 mm
- Tebal pegangan : 0,0230 mm
- Berat : 29,94 gram
Bahan Utama : Tembaga
Warna : Kuning tembaga
Motif : Bermotif ukiran bertulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Bulat lonjong
Kondisi : Utuh dan terawatt
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Sebagai tanda pengesahan setiap murid yang
dianggap telah lulus dan mendapat gelar Khalifah oleh Maha Guru Almarhum Syekh Ismail Hasibuan, dan saat ini sebagai koleksi Museum
Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Stempel ini didapat tanggal 16 Agustus 1996, di
Pekanbaru. Nama pemilik Mas’un Nasution berusia 54 tahun status pekerjaan pensiunan
bank.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
huruf arabnya dibuat dengan menggunakan teknik ketok.
Deskripsi Historis : Stempel ini berasal dari Arab Saudi pada tahun
1928.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Stempel Riau Lingga
Pegangan Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
10 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi keseluruhan : 2,5 cm
- Panjang tangkai
cap
: 2 cm
- Tebal cap : 0,1235 mm
- Tebal pegangan : 0,1515 mm
- Berat : 48,06 gram
- Diameter cap : 5,5 cm
- Diameter tangkai : 3,5 cm
Bahan Utama : Tembaga
Warna : Kuning tembaga
Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Bulat menyerupai bunga matahari
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Digunakan untuk mencap kertas yang telah ditanda tangani Sultan Riau Lingga, dan saat ini
sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Cap ini diperoleh dari Dabo Singkep, Kepulauan Riau.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatan menggunakan teknik cor
sedangkan huruf arabnya dengan teknik ketok. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
bagian pinggirnya juga didapati hiasan dan motif bunga dan kelok paku. Tangkai cap berbentuk bulat polos.
Deskripsi Historis : Cap ini merupakan cap Kerajaan Riau Lingga
tahun 1237 H. Cap memakai lak merah yang masih panas dan bukan dengan tinta. Cap ini
untuk membuat rekaman tanda tangan (gambar, tanda tangan) degan menekankannya pada kertas (surat, dsb).
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Stempel Riau Lingga
Pegangan Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
11 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Pajang
keseluruhan
: 3,3 cm
- Panjang tangkai : 3 cm
- Lebar tangkai : 1,5 cm
- Tebal cap : 0,0080 mm
- Tebal pegangan : 0,0175 mm
- Berat : 22,46 gram
- Diameter cap : 4 cm
- Lebar cap : 2 cm
Bahan Utama : Tembaga
Warna : Kuning tembaga
Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Lonjong/oval dan mempunyai pegangan
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Digunakan untuk mencap kertas yang telah ditandatangani Sultan Riau Lingga, dan saat ini
sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
huruf arabnya dibuat dengan menggunakan teknik ketok. Tangkai panjang berbentuk seperti pucuk rebung
Deskripsi Historis : Cap ini milik keluarga bangsawan dari Kerajaan
Riau Lingga bertahun 1304.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Stempel Riau Lingga
Pegangan Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
12 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi keseluruhan : 1,3 cm
- Panjang tangkai : 1 cm
- Tebal cap : 0,0545 mm
- Tebal pegangan : 0,0345 mm
- Berat : 13,32 gram
- Diameter tangkai : 1,3 cm
- Diameter cap : 3,2 cm
Bahan Utama : Tembaga
Warna : Kuning tembaga
Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Bulat
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Fungsi awalnya untuk mencap surat-surat, dan
saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau
Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.
Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
huruf arabnya dibuat dengan menggunakan
teknik ketok. Bentuk cap bulat dan tangkai bulat
pendek.
Deskripsi Historis : Dari tulisan yang terdapat pada cap adalah milik
orang kaya tumenggung tahun 1266.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Stempel Riau Lingga
Pegangan Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
13 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Pajang
keseluruhan
: 10,7 cm
- Panjang tangkai : 10,5 cm
- Tebal cap : 0,0380 mm
- Tebal pegangan : 0,0230 mm
- Berat : 13,58 gram
- Diameter cap : 2 cm
- Diameter tangkai : 0,6 cm
Bahan Utama : Terbuat dari metal/logam
Warna : Kuning tembaga
Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu
Bentuk : Bulat dan mempunyai tangkai panjang
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Mencap surat/kertas yang telah ditanda tangani
Sultan Riau Lingga, dan saat ini sebagai koleksi
Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Cap diperoleh dari daerah Dabo Singkep,
Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Diperoleh
tahun 1987 melalui imbalan jasa.
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.
Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan
huruf arabnya dibuat dengan menggunakan
teknik ketok. Bentuk cap bulat dan memiliki
tangkai bulat panjang.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Pegangan Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga
Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas
14 NAMA BENDA : Uang Petik
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Panjang
keseluruhan
: 18 cm
- Pajang tangkai : 16,5 cm
- Panjang ranting sebelah kanan
: Dihitung dari ranting bagian bawah ke atas : - 2,8 cm - 2,3 cm
- 2 cm - 1,9 cm
- 1,4 cm - 1,3 cm
- Panjang ranting sebelah kiri
: Dihitung dari ranting bagian bawah ke atas : - 3 cm
- 2,4 cm - 2,6 cm
- 2,6 cm - 2 cm
- 1,7 cm
- Berat : 54,78 gram
- Diameter tiap
keping uang petik
: 1 - 2 cm
- Lebar uang petik : 6,5 cm
Bahan Utama : Terbuat dari timah
Warna : Silver
Motif : Pada bagian tengah bulatan terdapat tulisan khat kufi
Bentuk : Seperti pohon cemara
Kondisi : Utuh dan Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Fungsi awal digunakan sebagai uang petik dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau
Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Uang petik didapat dari salah satu kolektor di
Pekanbaru yang berdomisili di Rumbai.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Tebal uang petik rata-rata semuanya sama yaitu 0,445 Mm (Milimeter). Jumlah ranting sebanyak
12 buah.
1. Kemunginan besar merupakan silsilah suatu nasab atau keturunan raja atau rajah (azimat)
tentang sebuah kerajaan. Kalau benda ini memang sebuah istilah kerajaan maka nama-
nama yang tertera merupakan nama raja-raja. Namun jika diperhatikan dari bentuk
tulisannya yang menggunkan jenis Khat Kufi dan yang terbaca hanya tulisan bagian atas yaitu al-malik... sedangkan bacaan kalimat
dibawahnya terdapat perbedaan pada huruf akhirnya antara dall, lam, kaf dan ra.
2. Menurut peneliti ini adalah rajah (azimat) karena bacaannya secara umum tidak terbaca
dan biasanya huruf-huruf yang digunakan dalam rajah (azimat) memang selalu terputus-
putus.
3. Kemungkinan kedua artefak ini adalah sebentuk uang petik yang digunakan oleh
kerajaan-kerajaan tempo dulu untuk berbelanja atau untuk saling bertukar cendera mata
sesama mereka.
4. Pendapat ini tidak permanen bisa saja peneliti
lain memberikan deskripsi yang berbeda.
Deskripsi Historis : Uang petik didapat dari Kepulauan Riau tahun
1997
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Uang Petik tampak depan dari belakang
15 NAMA BENDA : Caping
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Pajang tali : 54,5 cm
- Berat : 49,66 gram
- Diameter : 7 cm
- Tinggi caping : 6,5 cm
Bahan Utama : Perak dan batu permata
Warna : Silver
Motif : Bermotif hati
Bentuk : Bentuk seperti hati
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang
: Fungsi awal digunakan sebagai penutup alat kelamin perempuan, dan saat ini dipajang sebagai
koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau
Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Caping ini didapat dari Kabupaten Daik Lingga.
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Berbentuk seperti hati, pada bagian tengah
terdapat sekuntum bunga yang dihiasi empat buah batu permata berwarna merah jambu
keunguan dan sebuah batu menyerupai batu intan. Sedangkan pada bagian pinggir terdapat
hiasan sulur-sulur dan bulatan-bulatan timbul. Terdapat rantai sebagai alat pengikat caping di pinggang sepanjang 54,5 cm. Rantai caping terdiri
dari manik-manik berwarna merah peach dan perak.
Deskripsi Historis : Didapat tahun 1997 berasal dari Kepulauan Riau,
biasa dipakai oleh bangsawan atau orang berada. Caping ini diperkirakan dipakai oleh keluarga
Kerajaan Riau Lingga pada abad 17 (Sumber: Keterangan Narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang Nila Utama)
Caping (dalam istilah Melayu) atau cupeng (dalam istilah Aceh), atau Jempang (dalam istilah di
daerah Gowa) atau serupa “badong” (istilah di Jawa yang dipakai di luar kain). Caping
merupakan bagian dari budaya dari suku-suku di Indonesia antara lain Melayu di sepanjang pesisir timur Sumatera, Bugis, Aceh dan beberapa suku
bangsa di kawasan Asia tenggara. Selain menjadi koleksi Museum Sang Nila Utama, caping serupa
juga menjadi koleksi di museum lainnya, antara lain di Tanjungpinang.
Ada beberapa pendapat tentang caping:
1. sebagai perhiasan asesoris perempuan dan memiliki fungsi sebagai alat penutup
kelamin perempuan. Umumnya caping digunakan oleh para istri bangsawan atau
gadis-gadis kerajaan untuk melindungi diri mereka dari gangguan atau aniaya pihak
musuh atau lanun ketika ditinggal pergi berperang.
2. Caping digunakan oleh anak perempuan
kecil.
3. Sebagai penutup faraj anak-anak balita, laki-
laki dan perempuan.
Caping menurut Raja Ali Haji dalam Kitab
Pengetahuan Bahasa yang terbit di Singapura tahun 1929, menyatakan bahwa: “caping yaitu
nama pakaian perempuan yang menutup parajnya diperbuat daripada peraklah atau mas atau yang ada menaruh harta. Tiada adatnya perempuan
yang sudah besar itu bercaping, dan terkadang diisti’arakan pula pada belakang-belakang perahu
yang kecil-kecil, seperti sekoci dikatakan bercaping.” Jadi, caping ini adalah bagian dari
pakaian anak-anak perempuan yang menutup farajnya, terbuat dari perak atau emas atau benda-benda lainnya seperti tembaga, kuningan
atau tempurung. Caping berbahan emas digunakan oleh anak-anak bangsawan, berbahan
perak digunakan oleh anak-anak pembesar dan dari bahan lainnya digunakan oleh anak-anak
rakyat biasa.
Namun caping juga digunakan oleh anak laki-laki sebagaimana terdapat di dalam foto reproduksi di
dalam buku Barang Kemas Melayu yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka,
Kementerian Pendidikan Malaysia, tahun 1990.
Caping koleksi Museum Sang Nila Utama terbuat
dari perak dengan bunga di bagian tengah terbuat dari batu berwarna pink atau jingga, sehingga caping ini merupakan pakaian penutup faraj
anak-anak (terutama anak-anak) perempuan dari kalangan bangsawan di Kerajaan Lingga, yang
telah berlangsung sejak abad ke-17. Terbukti dengan peristilahan ‘caping’ yang terdapat dalam
Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji,
pujangga Kerajaan Melayu Lingga abad ke-19. Caping ini digunakan oleh anak-anak kecil sejak ia bisa pandai berjalan sekitar umur dua tahun
sampai anak-anak pandai mengenakan kain sarung sendiri.
Di tempat lain, caping digunakan oleh anak-anak gadis atau istri-istri. Ada kepercayaan bahwa
caping dapat menangkal roh jahat bagi pemakainya. Pemakaian caping untuk pertama kalinya, benang yang digunakan mengikat caping
diberi mantra atau jampi-jampi oleh dukun. Pemakaian caping bagi kaum perempuan, baik
sejak balita, anak-anak, gadis-gadis remaja atau istri-istri, menunjukkan bahwa budaya
memberikan perhatian dan perlindungan kepada kaum perempuan.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
Foto Caping bagian depan dan belakang
16 NAMA BENDA : Caping
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi : 7,3 cm
- Berat : 33,84 gram
- Diameter : 7 cm
- Lebar Emas : 3,2 cm
- Tinggi Emas : 2,5 cm
Bahan Utama : Perak, pada bagian tengah dihiasi dengan emas
Warna : Silver
Motif : Dekoratif flora timbul
Bentuk : Berbentuk hati dengan permukaan dihiasi motif bunga tabur dan bagian tengah dilapisi oleh
lempengan yang terbuat dari emas.
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Fungsi awal digunakan sebagai penutup alat
kelamin perempuan, dan saat ini dipajang sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Caping ini didapat dari Kabupaten Daik Lingga.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Tinggi ukiran emas 2,5 Cm dan memiliki diameter 3,2 Cm
Deskripsi Historis : Didapat tahun 1997 berasal dari Kepulauan Riau,
biasa dipakai oleh bangsawan atau orang berada. Caping ini diperkirakan dipakai oleh keluarga
Kerajaan Riau Lingga pada abad 17 (Sumber: Keterangan Narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang Nila Utama)
III Foto Benda Cagar
Budaya
:
Foto Caping bagian depan dan belakang
17 NAMA BENDA : Prasasti Candi Muaratakus
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Panjang : 55 cm
- Tebal : 13 cm
- Lebar : 29,5 cm
Bahan Utama : Batu dan pasir
Warna : Merah kecokelatan
Motif : Tanpa motif
Bentuk : Berbentuk persegi panjang
Kondisi : Terawat
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Sebagai batu untuk bangunan Candi Muara
Takus dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama
Tahun Anggaran 1996.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Prasasti ini terbuat dari batu pasir ditemukan di
sisi Timur laut pagar keliling Kompleks Percandian Muara Takus. Prasasti ini ditulis dalam aksara Jawa Kuno dan terdiri dari dua baris tulisan
mantra yang berbunyi //om ah bighnantatrhumpat swaha//. Batu tempat prasasti tersebut ditulis
berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 29,5 x 53,5 cm dan tebal 14,0 cm.
Deskripsi Historis : Prasasti Candi Muaratakus diambil dari Candi
Muara Takus pada Tahun 1996. Batuan Candi Muaratakus adalah susunan batu yang terserak dari Candi Muaratakus. Ketika ditemukan dalam
kondisi hancur berantakan.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
18 NAMA BENDA : Nisan Marhum Pekan
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi badan : 60 cm
- Panjang kaki : 22 cm
- Lebar kaki : 11 cm
- Lingkaran atas : 78 cm
- Lingkaran bawah : 74 cm
Bahan Utama : Kayu
Warna : Cokelat abu-abu
Motif : Bunga
Bentuk : Bulat panjang segi delapan
Kondisi : Tidak utuh
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Awalnya adalah penanda yang diletakkan di
kepala kubur Marhum Pekan, di pekuburan dekat
Masjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru, dan saat ini
sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila
Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Nisan diserahkan ke Museum Tahun Anggaran
1996 – 1997.
Status Pemilikan
Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Pada bagian bawah nisan ini berbentuk empat
persegi memiliki ukiran pucuk rebung. Pada
bagian badan berbentuk segi 8, dimana tiap
bagian dihiasi dengan kuntum bunga, belah wajik,
motif daun, dan kelok paku/sulur-sulur dan motif
geometri seperti simbol nazi. Jenis kayu yang
digunakan yaitu kayu ulin.
Deskripsi Historis : Marhum Pekan merupakan gelar dari Sultan
Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (Sultan
Siak ke-5) yang memerintah pada tahun 1780-
1782. Marhum Pekan juga dikenal sebagai pendiri
Pekanbaru, mangkat(wafat) pada tahun 1782 M.
Marhum Pekan terkenal dengan keperkasaannya
terutama dalam peperangan melawan Belanda di
Pulau Guntung dan beliau pulalah pendiri dan
pembesar kota Pekanbaru. Diadakannya PEKAN
(pasar) pada waktu-waktu tertentu merupakan
awal berkembangnya kota Pekanbaru hingga
sekarang ini, dan atas jasa-jasanya setelah
mangkat beliau gelari Marhum Pekan serta
dimakamkan bersama ayahanda, adinda dan
iparnya di komplek Mesjid Raya.
III Foto Benda Cagar Budaya
:
19 NAMA BENDA : Nisan Marhum Bukit
I IDENTITAS
Tempat Objek
- Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama
- Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194
- Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah
- Kecamatan : Marpoyan Damai
- Kabupaten/Kota : Pekanbaru
- Provinsi : Riau
Ukuran
- Tinggi keseluruhan
: 93 cm
- Tinggi badan : 69
- Panjang kaki : 24 cm
- Lebar kaki : 10 cm
- Lingkaran atas : 77 cm
- Lingkaran bawah : 73 cm
Bahan Utama : Kayu
Warna : Cokelat abu-abu
Motif : Bunga
Bentuk : Bulat panjang segi delapan
Kondisi : Tidak utuh
Fungsi Awal dan
Fungsi Sekarang
: Awalnya adalah penanda yang diletakkan di
kepala kubur Marhum Bukit, di pekuburan dekat Masjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru, dan saat ini
sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.
Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pemilik : -
Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama
Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194
No. KTP Pengelola : -
Riwayat Kepemilikan : Nisan diserahkan ke Museum Tahun Anggaran 1996 – 1997.
Status Pemilikan Benda
: Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)
II DESKRIPSI
Deskripsi Arkeologis : Pada bagian bawah berbentuk empat persegi
sedangkan bagian badan berbentuk segi delapan. Pada bagian bawah nisan ini memiliki ukiran
pucuk rebung. Nisan ini memiliki segi 8 (7 ada ukiran dan 1 tidak ada ukiran). Jenis ukiran pada
segi nisan yaitu Tampuk Manggis dan Itik Pulang Petang. Secara utuh nisan ini berbentuk seperti bunga. Kayu yang digunakan yaitu kayu ulin.
Deskripsi Historis : Marhum Bukit adalah nama lain dari Sultan
Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) yang memerintah pada tahun 1766-1780. Beliau
naik tahta menggantikan Sultan Abdul Jalil Jalaludin Syah. Beliau terkenal sebagai seorang Sultan yang alim dan taat. Salah seorang
puterinya Tengku Embung Badariah dikawinkan