Post on 03-Dec-2015
description
BAB 1
PENDAHULUAN
Disfagia berasal dari bahasa yunani yang berarti gangguan makanan. Disfagia biasanya
merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari proses menelan. Disfagia dapat
menjadi ancaman yang serius terhadap kesehatan seseorang karena adanya resiko pneumonia
aspirasi, malnustrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan sumbatan jalan nafas. Beberapa
faktor penyebab telah ditunjuk terhadap disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan
non neurologis. Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang
berperan dalam proses menelan.1
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di
orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Sekitar 76,4%
pasien palsi serebral mengalami gangguan makan dengan penyebab terbanyak disfungsi
oromotor. Sebanyak 34,7% pasien stroke mengalami disfagia. Selain itu dapat juga terjadi pada
pasien dengan tumor kepala leher dan keganasan yang telah menjalani operasi, komplikasi
radioterapi pada keganasan nasofaring yang mempengaruhi fungsi menelan.2
Kesulitan menelan (disfagia) dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa
nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena,
anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang
sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika
menelan.3
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik,
disfagia oleh gangguan emosi. Para ilmuwan sedang melakukan penelitian yang akan
meningkatkan kemampuan dokter dan patolog untuk mengevaluasi dan mengobati gangguan
menelan. Semua aspek dari proses menelan sedang diteliti pada orang-orang dari segala usia,
termasuk mereka yang memiliki dan tidak memiliki disfagia.2 Berdasarkan latar belakang
tersebut maka pada referat ini akan menjelaskan mengenai kesulitan menelan ( disfagia ).
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI FARING DAN ESOPAGUS
1. Anatomi orofaring
Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior tulang
hyoid inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal lidah, dan
perbatasan posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan media dan mukosa
faring. 4
Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk
orofaringeal, yang menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari lipatan
palatoglosus lateral, tepat dianterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri terbuat otot
palatoglosus yang berasal dari palatum mole itu sendiri dan mukosa diatasnya.4
Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah atau pangkal lidah, meneruskan
perbatasan anterior orofaring. Valekula yang merupakan ruang antara pangkal lidah dan
epiglotis, membentuk perbatasan inferior dari orofaring. Ini biasanya setera dengan
tulang hyoid. Ini biasanya setara dengan tulang hyoid.4
Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina difosa
anterior yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan
2
palatopharingeal. Tonsil adalah masa jaringan limfaoid yang terlibat dalam respon imun
lokal untuk pathogen oral. 4
Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot konstriktor
faring superior dan menengah dan membrane mukosa diatasnya yang saling tumpang
tindih. Saraf glossofaringela dan otot faring. Stylopharingeal memasuki faring pada
perbatasan antra konstriktor superior dan tengah.4
2. Anatomi hipofaring
Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid
dansfingter esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeusdi
bagian inferior. Batas laringo faring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas
anterior ialah laring, batas inferior adalah esophagus, serta batas posterior adalah veterbra
servikalis.3
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung struktur yang pertama tanpak dalah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga katong pil sebab pada beberapa orang, bila makan pil akan
tersangkut ditempat ini. 3
Dibawah valekula adalah permukaan laryngeal dari epiglottis.5 Epiglottis pada
bayi epiglottis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun
kadang-kadang bentuknya infatil ini tetap sampai dewasa. Epiglotis berfungsi juga untuk
melindungi glotis ketika menelan minum atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut
menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari
lamina krikoid dan dibawahnya terdapat muara esophagus.3
3. Anatomi esopahus
EsofagusEsofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring
denganlambung. Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh
jaringanmerah muda yang lembab disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang
trakeadan jantung, dan di depan tulang belakang. Tepat sebelum memasuki
lambung,esofagus melewati diafragma.6
3
Sfingter esophagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di bagian atas
esophagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar ( involunter ), digunakan ketika
bernapas, makan, bersendawa, dan muntah. Singter esophagus bagian bawah ( LES )
adalah sekumpulan otot pada akhir bawah dari esophagus, yang mana berbatasan
langsung dengan gaster. Ketika LES ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster naik
kembali ke esofagus. Otot-otot LES tidak berada di bawah kontrol volunter.6
VASKULARISASI FARING DAN ESOPAGUS
1. Vaskularisasi faring
Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis
eksternal.Kontribusi utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri
karotiseksternal yang tepat berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan
melewati posterior selubung karotis, memberikan cabang ke faring dan tonsil.4
Cabang ateri palatine superior yakni cabang ateri maksila interna memasuki
faring tepat diatas dari muskulus konstriktor faring superior. Ateri fasialis juga bercabang
menjadi arteri palatine asenden dan arteri tonsilaris, yang membantu pasokan untuk
muskulus konstriktor faring superior dan palatum. Arteri maksilaris bercabang
menjadi arteri palatina mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis
dorsalis berasal dari arteri lingual memberi sedikit kontribusi.3,4
Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus
faring eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar.
Pleksusmengalir ke vena jugularis interna dan, sesekali, vena fasialis anterior.
Hubunganyang luas terjadi antara vena yang terdapat di tenggorokan dan vena-
vena padalidah, esofagus, dan laring.4
2. Vaskularisasi esophagus
Esopahus mendapakan perdarahan dari ateri secara segmental. Cabang-cabang
dari ateri tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagusatas dan
esofagus servikal. Kedua arteri aorta esofagus atau cabang-cabang terminal
dari arteri bronkial memperdarahi esofagus bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan
cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter esophagus bagian bawah dan
4
segmen yang paling distal dari esophagus. Ateri yang memperdarahi akhir esofagus
dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosatersebut. Suplai darah berlebihan dan
jaringan pembuluh darah yang berpotensimembentuk anastomosis dapat menjelaskan
kelangkaan dari infark esophagus.6
Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena
submukosa yang padat dan mengalir ke vena cava superior. Vena esophagus proksimal
dan distal mengalir ke dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster sinistra, cabang
dari vena porlat, menerima dranase vena dari mid-esophagus.6
PERSARAFAN FARING DAN ESOPAGUS
1. Persarafan faring
Peleksus saraf faring member pasokan saraf eferen dan aferen faring dan dibentuk oleh
cabang dari nerves golosopharingeal ( saraf cranial IX ). Nerves vagus ( saraf cranial X )
dan serat simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus stylopharyngeus, yang
dipersarafi oleh saraf glossopharingeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh
nervus vagus. 3,4
2. Persarafan esophagus
Persarafan motor esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus menerima
persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal nervus vagus dan
memnberikan persarafan motor ke mantel motor esophagus dan persarafan secretomotor
ke kelenjar. Persarafan simpatis berasal dari servikal dan rantai simpatis torakalis yang
mengatur penyempitan pembuluh darah, kontraksi sfingter esofagus, relaksasi dinding
otot, dan meningkatkan aktivitas kelenjar dan peristaltik.6
FISIOLOGI MENELAN
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut, pembentukan bolus makanan
dengan ukuran dan konsistensi yang baik, upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini
dalam fase-fase menelan, mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring saat respirasi,
mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, kerjasama yang
baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke lambung, usaha untuk
membersihkan kembali esofagus. Sekitar 50 pasang otot dan saraf yang bekerja untuk memindahkan
5
makanan dari mulut ke perut. Proses menelan dimulut, faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan
akan terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase: fase oral, fase
faringal, dan fase esofagal.3
1. Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur liur akan
membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum
lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi m.
levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,
palatum mole terangkat, dan bagian dinding posterior faring ( Passavant’s Ridge ) akan
terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan
dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.palatoglosus yang
meneybabkan ismus fasiumtertutup, diikuti kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus
maknana tidak akan berbalik ke rongga mulut. Pada gambar1 sampai gambar 3 dapat
dilihat fisiologimenelan sampai ujung epiglottis terdorong ke belakang dan bawah 3.:
6
2. Fase Faringeal
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi
m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid, dan m. palatofaring. Aditus laring
tertutup oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika,
plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksim. ariepiglotika dan
m.aritenoid obliges. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan,sehingga bolus makanan tidak
akan masuk ke saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kea rah
esofagus, karena valekula dan sinus piriformissudah dalam keadaan lurus. Pada
gambar disajikan fisiolog imenelan sampai menutupnya vestibulum laring akibat
kontraksi plika ariepiglotik dan plika ventrikularis : 3
7
3. Fase esophagus
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus
kelambung. Dalam keadaan istirahat, introitus esofagus selalu tertutup. Dengan
adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, terjadi relaksasi
m.krikofaring, introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam
esofagus.3
Setelah bolus makanan lewat, sfingter akan berkontraksi lebih kuat,melebihi
tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali
ke faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari.3
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi
olehkontraksi m. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya
bolusmakanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esofagus.
Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu
tertutupdengan tekanan rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam
lambung,sehingga tidak terjadi regurgitasi isi lambung.3
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks
ketikadimulainya peristaltic esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan
kedistal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, sfingter ini akan menutup kembali.
Gambar menunjukkan fisiologi menelan mulai dari proses bolus makanan di valekuela
hingga gelombang peristaltic mendorong bolus makanan keesophagus :3
8
DISFAGIA ( KESULITAN MENELAN )
1. Definisi disfagia
Keluhan sulit menelan ( disfagia ) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit orofaring dan esophagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan rongga mulut ke
lambung.3
2. Klasifikasi disfagia
Berdasarkan penyebabnya disfagia dibagi atas :
a. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab utama
disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh masa tumor dan benda
asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esophagus, esophagus, striktur
lumen esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus
dari luar, misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak a.
subklavia sektra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut disfagia
lusoria. 3
b. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan
dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V,
n. VII, n. IX, n. X, dan n. XII. Kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan
scleroderma esophagus. 3
c. Disfagia gangguan emosi.
Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa
yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus. 3
9
Berdasarkan lokasinya dibagi menjadi :
a. Disfagia orofaringeal
Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan esofagus,
dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis,
oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia, masalah
gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi, meningkatnya
tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan (sedatif,
antikejang, antihistamin) Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk
ketidakmampuan untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di
dalam mulut, ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam
mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat menelan, penurunan
berat badan yang tidak jelas penyebabnya, perubahan kebiasaan makan, pneumonia
berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi nasal. Setelah pemeriksaan,
dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural, swallowing maneuvers,
modifikasi diet, modifikasi lingkungan,oral sensory awareness technique, vitalstim
therapy, dan pembedahan.7
Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidak normalan setiap organ
yang berperan dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidak
normalan fase oral antara lain3:
1. Keluar air liur ( drooling = sialorrhea ) ang disebabkan gangguan sensori dan
motorik pada lidah, bibir, dan wajah
2. Ketidaksangupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh
difisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan
sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari
saraf cranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksangupan manipulasi bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring
10
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan
motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum reflex
menelan muncul.
8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring. Sedangkan dampaknya
ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing, dan aspirasi
b. Disfagia esophagus
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus
bagian bawah, ataukardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus,
keganasan esofagus, esophageal ringsand webs, akhalasia, skleroderma, kelainan
motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus non
spesifik. Makanan biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada
setinggi suprasternal notch atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi,
regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaanmakan, dan pneumonia berulang.
Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan besar merupakan suatu
masalah motilitas.3,7
Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau
kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat disebabkan
skleroderma atau akhalasia dengan rasa panas didaerah ulu hati yang kronis,
regurgitasi, masalah respirasi, atau penurunan berat badan. Disfagia mekanik
sementara dapat disebabkan esophageal ring. Dan disfagia mekanik progresif dapat
disebabkan oleh striktur esofagus atau keganasan esofagus. Bila sudah dapat
disimpulkan bahwa kelainannya adalah disfagia esofagus, maka langkah selanjutnya
adalah dilakukan pemeriksaan barium atau endoskopi bagian atas.3,7
3. Pathogenesis disfagia
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan
mekanisme menelan ini tergantung beberapa faktor yaitu 3:
a. Ukuran bolus makanan
b. Diameter lumen esophagus yang dilewati bolus
11
c. Kontraksi peristaltik esophagus
d. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah dan,
e. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular mulai
dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula,
persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsik otot-otot esophagus bekerja
dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancer. Kerusakan pada pusat menelan
dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus, dan
singter esophagus bagian atas juga mendapatkan persarafan dari ini motor dari n. vagus,
maka akivitas peristaltik esophagus masih tampak pada kelainan otak. Relaksasi spingter
esophagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus. 3
4. Diagnosa disfagia
a. Anamnesa
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat
untuk menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya
disfagia. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan
informasikelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan
hanyaterjadi waktu menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu
didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akansulit
ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan,harus
dicurigai kemungkinan proses keganasan di esofagus. Sebaliknya pada disfagia
motorik, yaitu pada pasien akalasia, dan spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan
makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan.3
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yanglebih
jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberap hari dapatdisebabkan oleh
peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat
badan yang cepat dicurigai adanya keganasan di esofagus. Biladisfagia ini
berlangsung bertahun-tahun untuk makanan padat perlu dipikirkanadanya kelainan
yang bersifat jinak atau di esofagus bagian distal ( lower esophageal muscular ring ).
12
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan
esofagus bagian torakal, tetapi bila sumbatan berada di leher, kalainannya terletak di
faring,atau esofagus bagian servikal. Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti
masuknya cairan ke dalamhidung waktu minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot
faring. Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan
disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah sebagai berikut:
kesulitanmencoba menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat
menelan, batuk saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saatmenelan
makanan, suara lemah, berat badan menurun.Sedangkan gejala disfagia esofagus
adalah sebagai berikut: sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasimakanan yang
menempel di tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan,rasa terbakar di dada yang
berlangsung kronis, belching, sakit tenggorokan.3
b. Pemeriksaan fisik
Pemeri ksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanyamassa tumor
atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esofagus.Daerah rongga mulut
perlu diteliti, apakah ada tanda-tanda peradangan orofaringdan tonsil selain adanya
massa tumor yang dapat mengganggu proses menelan.Selain itu diteliti adanya
kelumpuhan otot-otot lidah dan arkus faring yangdisebabkan gangguan di pusat
menelan dan saraf otak n.V, n.VII, n.IX, dan n.XII. Pembesaran jantung sebelah kiri,
elongasi aorta, tumor bronkus kiri, dan pembesaran kelenjar limfa mediastinum, juga
dapat menyebabkan keluhan disfagia.3
c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zatkontras, dapat
membantu menegakkan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaanini tidak invasive.
Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturandinding esofagus, adanya
gangguan peristaltik, penekanan lumen esofagus dariluar, isi lumen esofagus dan
kadang-kadang kelainan mukosa esofagus.Pemeriksaan kontras ganda dapat memerlihatkan
karsinoma stadium dini. Akhir-akhir ini pemeriksaan radiologik esofagus untuk
memperlihatkan gangguanmotilitas esofagus dibuat cine-film atau video tapenya.
Tomogram dan CT scandapat mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan di
13
sekitarnya. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) dapat membantu melihat kelainan
di otak yang menyebabkandisfagia motorik.3
d. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumenesofagus dan
keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid oesophagoscope)
atau yang lentur ( flexible bibreoptic oesophagoscope). Karena pemeriksaan ini
bersifat invasif, perlu dilakukan persiapan yang baik. Dapa tdilakukan dengan
analgesia (lokal atau umum). Untuk menghindari komplikasi yang mungkin timbul,
perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi tindakan.Persiapan pasien, operator,
peralatan, dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan.Risiko dari tindakan seperti
perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus diperhatikan.3
e. Pemeriksaan manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esofagus. Dengan
mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat dinilai
gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.3
f. Untuk pemeriksaan penunjang pada disfagia orofaring untuk mendiagnosa kelainan
disfagia fase oral atau disfagia fase faring yaitu videofluroskopi swallow assessment
( VFSS) adalah pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan
aspirasi. Pemeriksaan ini mengambarkan struktur dan fisiologi menelan pada rongga
mulut, faring, laring dan esophagus bagian atas. Juga dapat dilakukan pemeriksaan
flexible endoscope evaluation of swallowing ( FEES ) adalah pemeriksaan evaluasi
fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur.3
5. Penangana Disfagia
14
BAB 3
KESIMPULAN
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di
orofaring dan esophagus. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi
atas disfagia mekanik, disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi. Keberhasilan mekanisme
menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan, diameter
lumenesofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian
atas dan bagian bawah dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular mulai dari
susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faringdan uvula, persarafan
ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik. Proses
menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan
harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Integrasi fungsional yang sempurna
akan terjadi bila system neuromuscular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan
sensorik dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-
ototesofagus bekerja dengan baik. Proses menelan di mulut, faring, laring, dan esofagus secara
keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase:
fase oral, fase faringal, dan fase esofagal.
Untuk diagnosis, dari anamnesis, ditanya jenis makanan Pada disfagia mekanik mula-
mula kesulitan menelan hanya makanan padat. Sebaliknya pada disfagia motorik, keluhan sulit
menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan; waktu; lokasi rasa
sumbatan; gejala penyerta lain.
Dari pemeriksaan fisik, pemeriksaan daerah leher, rongga, kelumpuhan otot lidah dan
arkus nasofaring, pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri, dan
pembesaran kelenjar limfa mediastinum.
Pada pemeriksaan radiologi, digunakan foto polos esofagus dengan zat kontras, untuk
kelainan esophagus, fluoroskopi, pemeriksaan kontras ganda, tomogram, CT scan, MRI.
Sedangkan tindakan invasif, dapat dilakukan esofagoskopi rigid atau lentur, serta pemeriksaan
motorik esophagus dengan manometrik. Untuk pemeriksaan penunjang pada disfagia orofaring
15
untuk mendiagnosa kelainan disfagia fase oral atau disfagia fase faring yaitu videofluroskopi
swallow assessment ( VFSS) dan pemeriksaan flexible endoscope evaluation of swallowing
( FEES ).
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002.
Dysphagia. Dalam Harrison’s Manual of Medicine 15th Edition India: McGraw-Hill
International. Hal 367-69.
2. Subagio, Anwar. Incidence of Dysphagia. In: The Assesment and Management of
Dysphagia. First ed. Jakarta: Medical Rehabilitation Department RSUPCM Faculty of
Medicine University of Indonesia. 2009, p.5-6.
3. Arsyad, Efiaty Soepardi dkk. Disfagia. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, ( Editor ). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Edisi keenam. Cetakan Ke dua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.2008, hal : 276-280.
4. Tjoa Tjoson. Throat Anatomy. Dalam : artikel kedokteran. 2011. Hal : 1-2
5. Liston Stephan L. Faring : Anatomi Dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring, Esopahgus, dan
leher. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Cetakan Ketiga. Jakarta: EGC; 1997. Hal 265, 268.
6. Goyal R, Sivarao D. Functional anatomy and physiology of swallowing and esophageal
motility. In: Catell OD, Richter JE, eds. The Esophagus, 3rd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 1999:24–26.
7. Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Dalam : Majalah
Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2003 ; hal. 62-68
17