Referat Disfagia- Amelya

44
REFERAT DISFAGIA Pembimbing : dr. Tienneke Saboe, Sp.THT Disusun Oleh : Amelya Lesmana, S.Ked NIM : 030.09.011 KEPANITERAAN KLINIK THT RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI – BOGOR 1

description

disfagia

Transcript of Referat Disfagia- Amelya

REFERAT

DISFAGIA

Pembimbing :

dr. Tienneke Saboe, Sp.THT

Disusun Oleh : Amelya Lesmana, S.Ked

NIM : 030.09.011

KEPANITERAAN KLINIK THT

RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI – BOGOR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 9 Desember – 11 Januari 2013

1

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Amelya Lesmana

NIM : 030.09.011

Judul Referat : Disfagia

Referat ini telah disetujui oleh dokter pembimbing untuk dijadikan salah satu syarat

mengikuti kepaniteraan klinik ilmu kesehatan THT periode 9 Desember 2013 sampai dengan 11

Januari 2013 di RS DR. H. Marzoeki Mahdi, Bogor

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Dokter Pembimbing

dr. Tienneke Saboe, Sp.THT

KATA PENGANTAR

2

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat izin-Nya lah

saya dapat menyelesaikan tugas referat dalam kepaniteraan klink Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, mengenai “Disfagia”.

Terimakasih kepada dokter pembimbing saya, dr. Tieneke Saboe, Sp THT yang telah

membimbing saya dalam menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan THT ini. Penulis

menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini, banyak kendala yang dihadapi, namun tidak luput

dari bantuan, dorongan dan semangat dari semua pihak sehingga setiap kendala dapat teratasi.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun diharapkan dari pembaca sekalian.

Bogor, 1 Januari 2013

Amelya Lesmana

DAFTAR ISI

3

COVER…………………………………………………………………………………. 1

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………….. 2

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… 3

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. 4

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………..

2.1

Anatomi Faring dan Esofagus ………………................................. 6

2.2 Fisiologi Menelan………………………………………………… 12

BAB III DISFAGIA……………………………………………………………….

Definisi…………………………………………………………………… 16

Klasifikasi dan Patofisiologi…………………………………………….. 16

Diagnosis………………………………………………………………… 26

Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………. 27

Penatalaksanaan………………………………………………………… 28

BAB IV KESIMPULAN …………………………………………………………... 29

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 30

4

BAB I

PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya

mengacu pada kesulitan untuk makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan.

Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia

aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah

etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan

nonneurologis.

Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan pada

fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan

teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup

pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan.

Pemeriksaan endoskopi pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan menelan

mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan

teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan

menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring

secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan meliputi

gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten oroesophageal.1

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI FARING DAN ESOFAGUS

Anatomi Orofaring

Batas-batas orofaring adalah ujung bawah dari palatum mole dan superior tulang hyoid

inferior. Batas anterior dibentuk oleh inlet orofaringeal dan pangkal lidah, dan perbatasan

posterior dibentuk oleh otot-otot konstriktor superior dan media dan mukosa faring.1

Orofaring berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran masuk orofaringeal, yang

menerima bolus makanan. Inlet orofaringeal terbuat dari lipatan palatoglossal lateral, tepat di

6

anterior tonsil palatina. Lipatan itu sendiri terbuat dari otot palatoglossus, yang berasal dari

palatum mole itu sendiri dan mukosa diatasnya. 1

Di inferior, terdapat sepertiga posterior lidah, atau pangkal lidah, meneruskan perbatasan

anterior orofaring. Valekula, yang merupakan ruang antara pangkal lidah dan epiglotis,

membentuk perbatasan inferior dari orofaring. Ini biasanya setara dengan tulang hyoid.

Pada dinding-dinding lateral orofaring terdapat sepasang tonsil palatina di fosa anterior

yang dipisahkan oleh lipatan palatoglossal dan posterior oleh lipatan palatopharyngeal. Tonsil

adalah massa jaringan limfoid yang terlibat dalam respon imun lokal untuk patogen oral.

Otot-otot yang membentuk dinding posterior orofaring adalah otot konstriktor faring

superior dan menengah dan membran mukosa diatasnya yang saling tumpang tindih. Saraf

glossopharingeus dan otot faring stylopharyngeus memasuki faring pada perbatasan antara

konstriktor superior dan tengah.

Anatomi Hipofaring

Perbatasan hipofaring adalah di bagian superior terdapat tulang hyoid dan sfingter

esofagus atas (Upper Esophagus Sphincter/UES), dan otot krikofaringeus di bagian inferior. 2

Batas anterior hipofaring sebagian besar terdiri dari inlet laring, yang meliputi epiglotis

dan kedua lipatan aryepiglottic dan tulang rawan arytenoid. Permukaan posterior dari kartilago

arytenoid dan pelat posterior kartilago krikoid merupakan perbatasan anteroinferior dari

hipofaring. Lateral kartilago arytenoid, hipofaring terdiri dari kedua sinus Piriformis, yang

dibatasi oleh tulang rawan lateral tiroid.

Dinding posterior faring terdiri dari otot konstriktor tengah dan inferior dan selaput lendir

diatasnya. Di bawahnya, sejajar dengan kartilago krikoid, otot cricopharyngeus membentuk

7

UES. Otot ini kontraksi tonik selama istirahat dan relaksasi saat menelan untuk memungkinkan

bolus makanan masuk ke esofagus. 1

Anatomi Esofagus

Esofagus adalah tabung muskular yang menghubungkan faring dengan lambung.

Esophagus berukuran panjang sekitar 8 inci dan dilapisi oleh jaringan merah muda yang lembab

disebut mukosa. Esophagus berjalan di belakang trakea dan jantung, dan di depan tulang

belakang. Tepat sebelum memasuki lambung, esofagus melewati diafragma. 1,3

Gambar 2. Anatomi Esofagus

Sfingter esofagus bagian atas (UES) adalah sekumpulan muskulus di bagian atas

esofagus. Otot-otot UES berada di bawah kendali sadar (involunter), digunakan ketika bernapas,

makan, bersendawa, dan muntah.

Sfingter esophagus bagian bawah (Lower esophageal sphincter/LES) adalah sekumpulan

otot pada akhir bawah dari esofagus, yang mana berbatasan langsung dengan gaster. Ketika LES

8

ditutup, dapat mencegah asam dan isi gaster naik kembali ke esofagus. Otot-otot LES tidak

berada di bawah kontrol volunter.

Vaskularisasi Faring dan Esofagus

A. Faring

Pasokan arteri ke faring berasal dari 4 cabang dari arteri karotis eksternal. Kontribusi

utama adalah dari arteri faring asenden, yang berasal dari arteri karotis eksternal yang tepat

berada diatas bifurkasio (percabangan) karotis dan melewati posterior selubung karotis,

memberikan cabang ke faring dan tonsil.

Cabang arteri palatina memasuki faring tepat diatas dari muskulus konstriktor faring

superior. Arteri fasialis juga bercabang menjadi arteri palatina asenden dan arteri tonsilaris, yang

membantu pasokan untuk muskulus konstriktor faring superior dan palatum. Arteri maksilaris

bercabang menjadi arteri palatina mayor dan cabang pterygoideus, dan arteri lingualis dorsalis

berasal dari arteri lingual memberi sedikit kontribusi.

Darah mengalir dari faring melalui pleksus submukosa interna dan pleksus faring

eksterna yang terkandung dalam fasia buccopharyngeal terluar. Pleksus mengalir ke vena

jugularis interna dan, sesekali, vena fasialis anterior. Hubungan yang luas terjadi antara vena

yang terdapat di tenggorokan dan vena-vena pada lidah, esofagus, dan laring. 1,2

B. Esofagus

9

Esofagus mendapat perdarahan dari arteri secara segmental. Cabang-cabang dari arteri

tiroid inferior memberikan pasokan darah ke sfingter esofagus atas dan esofagus servikal. Kedua

arteri aorta esofagus atau cabang-cabang terminal dari arteri bronkial memperdarahi esofagus

bagian toraks. Arteri gaster sinistra dan cabang dari arteri frenikus sinistra memperdarahi sfingter

esophagus bagian bawah dan segmen yang paling distal dari esofagus. Arteri yang memperdarahi

akhir esofagus dalam jaringan sangat luas dan padat di submukosa tersebut. Suplai darah

berlebihan dan jaringan pembuluh darah yang berpotensi membentuk anastomosis dapat

menjelaskan kelangkaan dari infark esofagus.

Vaskularisasi vena juga mengalir secara segmental. Dari pleksus vena submukosa yang

padat darah mengalir ke vena cava superior. Vena esofagus proksimal dan distal mengalir ke

dalam sistem azygos. Kolateral dari vena gaster sinistra, cabang dari vena portal, menerima

drainase vena dari mid-esofagus. Hubungan submukosa antara sistem portal dan sistem vena

sistemik di distal esofagus membentuk varises esofagus pada hipertensi portal. Varises

submukosa ini yang merupakan sumber perdarahan GI utama dalam kondisi seperti sirosis.1,2

Persarafan Faring dan Esofagus

A. Faring

Pleksus saraf faring memberi pasokan saraf eferen dan aferen faring dan dibentuk oleh

cabang dari nervus glossopharingeus (saraf kranial IX), nervus vagus (saraf kranial X), dan serat

simpatis dari rantai servikal. Selain muskulus stylopharyngeus, yang dipersarafi oleh saraf

glossopharingeus, semua otot-otot faring dipersarafi oleh nervus vagus.

10

Semua otot-otot intrinsik laring dipersarafi oleh nervus laringeus, cabang nervus vagus,

kecuali untuk otot krikotiroid, yang menerima persarafan dari cabang eksternal dari nervus

laringeus superior, juga dari cabang nervus vagus.

Pleksus faring menerima cabang-cabang nervus vagus dan glossopharingeus untuk

persarafan sensorik faring. Sepertiga lidah posterior, di orofaring, menerima baik sensasi rasa

dan sensasi somatik dari nervus glossopharingeus. Otot krikofaringeus (UES) menerima

persarafan parasimpatis untuk relaksasi dari nervus vagus dan persarafan simpatis untuk

kontraksi dari serabut post ganglionik dari ganglion servikalis superior.1,2

B. Esofagus

Persarafan motorik esophagus didominasi melalui nervus vagus. Esophagus menerima

persarafan parasimpatis dari nucleus ambiguus dan inti motorik dorsal nervus vagus dan

memberikan persarafan motor ke mantel otot esofagus dan persarafan secretomotor ke kelenjar.

Persarafan simpatis berasal dari servikal dan rantai simpatis torakalis yang mengatur

penyempitan pembuluh darah, kontraksi sfingter esofagus, relaksasi dinding otot, dan

meningkatkan aktivitas kelenjar dan peristaltic.

Pleksus Auerbach, yaitu ganglia yang terletak antara lapisan longitudinal dan melingkar

dari tunika muskularis myenteric bekerja mengatur kontraksi lapisan otot luar. Pleksus Meissner,

yaitu ganglia yang terletak dalam submukosa bekerja mengatur sekresi dan kontraksi peristaltik

dari mukosa muskularis.2,4

Aliran Limfatik Faring dan Esofagus

11

A. Faring

Aliran limfatik faring mengalir ke KGB servikalis profunda (deep cervical lymph node)

sepanjang selubung karotis. Aliran limfatik pada hipofaring juga dapat mengalir ke KGB

paratrakeal. Pembuluh limfatik laring mengalir ke kelenjar servikalis profunda, nodus

pretracheal, dan nodus prelaryngeal.2

B. Esofagus

Limfatik dari sepertiga proksimal esofagus mengalir ke kelenjar getah bening servikal

profunda, dan kemudian menjadi duktus toraksikus. Limfatik dari sepertiga tengah esofagus

mengalir ke nodus mediastinum superior dan posterior. Limfatik sepertiga distal esofagus

mengikuti arteri gaster kiri ke kelenjar getah bening gaster dan celiac.

Ada interkoneksi yang cukup besar antara ketiga wilayah drainase terutama karena asal

embryologic ganda jalur limfatik dari branchiogenic dan mesenkim tubuh. Aliran getah bening

dua arah di daerah ini bertanggung jawab untuk penyebaran keganasan dari esofagus bawah ke

kerongkongan bagian atas.3

2.2 FISIOLOGI MENELAN

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esofagal.5

12

Fase oral

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur

akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah,

terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.

Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah

diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat

pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini

terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontaksi m. levator veli palatini. Selanjutnya

terjadi kontraksi m. palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh

kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.2

Fase faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus

makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak keatas oleh kontraksi m.

stilofaring, m. salpingofaring, m. tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh

epiglotis, sedangakan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan

plika vokalis tertutup oleh kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligus.

Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentin udara ke laring karena refleks yang

menghambat menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam

saluran nafas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kearah esofagus, karena valekula

dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.1,2,3

Fase esofagal

Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam

keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertututp. Dengan adanya rangsangan bolus

13

makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus

esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan

lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada

waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dengan demikian refluks

dapat dihindari.

Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m.

konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan

didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus.

Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan

rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi

regurgitasi isi lambung.

Pada akhir fase esofagal, sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya

peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah

bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. 2,3

14

BAB III

DISFAGIA

A. DEFINISI 2,5

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit

di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot

menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.5

B. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI 5

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:

Disfagia mekanik

Disfagia mekanis dapat disebakan oleh bolus makanan yang sangat besar, penyempitan

instrinsik atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan untuk gerakan menelan. Pada orang

dewasa, lumen esophagus dapat mengembang hingga mencapai diameter 4 cm karena

elastisitas dinding esophagus tersebut. Jika esophagus tidak mampu berdilatasi hingga

melebihi diameter 2,5 cm, gejala disfagia dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat

kalau diameter esophagus tidak dapat berdilatasi melebihi diameter 1,3 cm. lesi yang

melingkar lebih sering menimbulkan gejala disfagia daripada lesi yang mengenai

sebagian dari lingkaran dinding esophagus saja, mengingat segmen yang tidak terkena

tetap mempertahankan kemampuannya untuk mengadakan distensi.

15

Penyebab disfagia mekanik antara lain :5

1. Luminal

- Bolus makanan yang besar

- Benda asing

2. Penyempitan Intrinsik

- Keadaan inflamasi yang menyebabkan edema :

a. Faringitis

b. Epiglotitis

c. Esofagitis

Virus

Bakteri

Fungus (kandida)

Penyakit bulosa mukokutaneus

Cedera termal dan kimia

- Selaput dan cincin

a. Faring : sindroma Plummer- Vinson

b. Esofagus : congenital, inflamasi

c. Cincin mukosa esophagus distal : cincin Schatzki

- Striktur benigna

a. Peptic

b. Inflamasi : penyakit Chron, Candidiasis, Lesi mukokutaneus

c. Iskemia

d. Pascaoperasi

16

e. Kongenital

- Tumor Maligna

a. Karsinoma primer

Karsinoma sel skuamosa

Adenokarsinoma

Karsinosarkoma

Pseudosarkoma

Limfoma

Sarcoma Kaposi

b. Karsinoma metastatic

- Tumor Benigna

a. Leiomioma

b. Lipoma

c. Angioma

d. Polip fibroid inflamatorik

e. Papiloma epithelial

3. Kompresi Ekstrinsik

- Spondilitis servikalis

- Abses dan Massa retrofaring

- Pembesaran kelenjar tiroid

- Divertikulum Zenker

- Kompresi Vaskuler

a. A. Subklavia Aberan kanan

17

b. Aorta sisi kanan

c. Aneurisma aorta

- Massa mediastinm posterior

- Hematoma dan fibrosis pascavagotomi

Disfagia motorik5

Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai gerakan menelan atau

abnormalitas pada gerakan peristaltic dan akibat inhibisi deglutisi yang disebabkan oleh

penyakit pada otot lurik atau otot polos esophagus. Penyakit pada otot lurik meliputi

faring, sfingter esophagus bagian atas dan esophagus pars proksimal. Otot lurik

dipersarafi oleh komponen somatic nervus vagus dengan badan-badan sel lower motor

neuron yang terletak dalam nucleus ambigus. Neuron- neuron ini bekerja kolinergik serta

eksitatorik dan merupakan satu-satunya factor penentu aktivitas otot tersebut. Gerakan

peristaltic pada segmen otot lurik disebabkan oleh aktivasi sentral sekuensial neuron-

neuron yang menginervasi otot-otot pada tingkat yang berbeda-beda di sepanjang

esophagus.

Disfagia motorik faring terjadi akibat kelainan neuromuskuler yang menyebabkan

paralisisotot, kontraksi nonperistaltik simultan atau tertutupnya lubang pada sfingter

esophagus bagian atas. Hilangnya proses membuka sfingter atas disebabkan oleh paralisis

geniohioid dan otot suprahioid atau hilangnya inhibisi deglutif otot krikofaringeus.

Karena setiap sisi faring diinervasi oleh saraf ipsilateral, lesi motor neuron yang terjadi

hanya pada satu sisi menyebabkan paralisis faring unilateral. Meskipun lesi otot lurik

18

juga mengenai bagian servikal esophagus , manifestasi klinis gangguan fungsi faring

mengalihkan manifestasi akibat terkenanya esophagus.

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan

dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n.

VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic

esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah

akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma esophagus.

Macam- macam penyebab disfagia motorik antara lain :5

1. Kesulitan dalam memulai reflex menelan :

- Lesi oral dan paralisis lidah

- Anesthesia orofaring

- Penurunan produksi saliva : sindroma Sjogren

- Lesi pada komponen sensorik nervus vagus dan glossofaringeus

- Lesi pada pusat menelan

2. Kelainan otot lurik faring dan esophagus

- Kelemahan otot

a. Lesi lower motor neuron (paralisis bulbar)

Cerebrovascular accident

Poliomyelitis, sindroma postpolio

Amiotrofik lateral sklerosis

b. Neuromuskuler

Miasthenia Gravis

c. Kelainan otot

19

Poliomiositis

Miopati : distrofi miotonik, miopati okulofaringeus

d. Paralisis Muskulus suprahioideus

e. Akalasia krikofaringeus

3. Kelainan pada otot polos esophagus

- Paralisis korpus esophagus yang menyebabkan kontraksi lemah

- Spasme esophagus yang difus

- Akalasia

Disfagia oleh gangguan emosi

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan

jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:

Disfagia orofaringeal

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam

kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan. Pasien

mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.

Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika mekanisme

orofaringeal dalam proses menelan yang, dalam keadaan normal menjamin perjalanan lengkap

20

bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara bersamaan melindungi jalan napas, menjadi

terganggu. Aspirasi pneumonia, malnutrisi, dan kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat

OPD. Walaupun terdapat banyak penyebab OPD, kecelakaan serebrovaskular merupakan

penyebab kasus terbanyak, dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian pada

pasien ini. Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung jawab atas sejumlah

kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi struktural yang menjadi sebagian besar penyebab

lainnya. Meskipun segudang penyebab OPD, hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari

dua kategori yang saling terkait: 1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan

napas. Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh: 1)

Kegagalan pompa orofaringeal, 2) gangguan koordinasi oral/faring, dan 3) obstruksi aliran

keluar faring.

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan dalam

proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain: 5,6,7

1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik

pada lidah, bibir dan wajah.

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh

defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.

3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan sensitivitas

gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf

kranial.

21

5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.

6. Gangguan mendorong bolus ke faring.

7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan motorik

dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan muncul.

8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.

Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking, coughing dan

aspirasi.

Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus dalam rongga

mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu atau ketidakmampuan untuk

memulai menelan, makanan menempel di tenggorokan, regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk

mendorong bolus makanan ke dalam faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan

berulang-ulang, sering membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice) setelah

makan, suara serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat menelan: sebelum,

selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama orang lain, berat badan menurun dan

pneumonia berulang.8,9

Disfagia esophageal

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini

diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis. Disfagia esofagus mengacu

22

pada sensasi makanan menempel atau mendapatkan digantung di pangkal tenggorokan atau dada.

Penyebab umum dari disfagia esofagus meliputi :

Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak benar-benar rileks

untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otot-otot di dinding esofagus sering

lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi makanan belum tercampur dengan isi

perut, kadang-kadang menyebabkan untuk membawa makanan kembali ke dalam

tenggorokan.

Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa kekuatan

otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke dalam perut.

Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi kurang

terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus pada esofagus

adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di dinding esofagus bawah

secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali, dan mungkin menjadi lebih parah

selama periode tahun.

Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan potongan besar

makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin akibat dari pembentukan

jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit gastroesophageal reflux (GERD), atau

dari tumor.

Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk ketika terdapat

tumor esofagus.

23

Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek lain dapat

menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang dewasa dengan gigi palsu

dan orang-orang yang mengalami kesulitan mengunyah makanan mereka dengan baik

mungkin lebih cenderung memiliki gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan.

Anak-anak mungkin akan menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin atau potongan

mainan, yang dapat menjadi terjebak.

Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian bawah yang

dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.

Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esofagus dari asam

lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat menyebabkan spasme atau

jaringan parut dan penyempitan kerongkongan bawah membuat sulit menelan.

Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel yang disebut

eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan menelan. Ini mungkin terkait

dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada penyebab yang ditemukan.

Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti jaringan,

menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat melemahkan lower

esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat refluks ke kerongkongan dan

menyebabkan gejala dan komplikasi mirip dengan GERD.

Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan dan jaringan

parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan.

24

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam

proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan

mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu: 8

1. Ukuran bolus makanan

2. Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus

3. Kontraksi peristaltik esophagus

4. Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah

5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular mulai dari

susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan

ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsic otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga

aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan

aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas. Oleh

karna otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti

motor N. Vagus, maka aktivitas peristaltik esophagus masih tampak pada kelainan di otak.

Relaksasi sfingter esophagus bagian bawah terjadi akibat perenggangan langsung dinding

esophagus.9,10

C. DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat untuk menentukan

diagnosis kelainan atau penyakit yang menyembabkan timbulnya disfagia. Jenis makanan yang

25

menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik

mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan makanan padat. Bolus makanan

tersebut kadang-kadang perlu didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan

pun akan sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan, maka

harus dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esophagus. Sebaliknya pada disfagia

motorik, yaitu pasien akalasia dan spasme difus esophagus, keluan sulit menelan makanan padat

dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas

untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh peradangan.

Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai

adanya keganasan di esophagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan

padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esophagus bagian distal (lower

esophageal muscular ring).

Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan esophagus bagian

torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka kelainannya dapat di faring atau esophagus

bagian servikal.

Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti masuknya cairan ke dalam hidung waktu

minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot faring.8

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau

pembesaran kelenjar limfe yang dapat menekan esophagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti,

apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat

26

mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot lidah dan arkus faring

yang disebabkan oleh gangguan pusat menelan maupun pada saraf otak n. V, n.VII, n.IX, n.X

dan n.XII. pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan pembesaran

kelenjar limfe mediastinum juga dapat menyebabkan keluhan disfagia.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG 8,11

1. RADIOLOGI

Pemeriksaan penunjang foto polos esophagus dan yang memakai zat kontras,

dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Pemeriksaan ini tidak

invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding esophagus,

adanya gangguan peristaltic, penekanan lumen esophagus dari luar, isi lumen esophagus

dan kadang-kadang kelainan mukosa esophagus.

Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Untuk

memperlihatkan adanya gangguan motilitas esophagus dibuat cine-film atau video

tapenya. Tomogram dan CT scan dapat mngevaluasi bentuk esophagus dan jaringan di

sekitarnya.

MRI dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik

2. ESOFAGOSKOPI

Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esophagus

dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid esophagoscope)

dam esofagoskop yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan

ini bersifat invasif maka perlu persiapan yang baik. Dapat dilakukan anestesi local atau

umum.

3. PEMERIKSAAN MANOMETRIK

27

Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esophagus.

Dengan mengukur tekanan dalam lumen esophagus dan tekanan sfingter esophagus dapat

dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.

4. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan disfagia tergantung pada masing-masing diagnosis penyakit penyebab

keluhan disfagia tersebut, karena disfagia hanya suatu gejala yang dikeluhkan dari sala satu

manifestasi klinis dari suatu penyakit (underlying disease). Pada gangguan menelan akibat

adanya massa, striktur, akalasia dll biasanya dilakukan terapi operatif. Namun pada gangguan

menelan akibat peradangan dapat diberikan penatalaksanaan medikamentosa, seperti obat

analgesic antipiretik dan anti inflamasi.11

28

BAB IV

KESIMPULAN

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit

di orofaring dan esophagus.

Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan

transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik dan

disfagia oleh gangguan emosi.

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.

Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam proses

menelan.

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang

berat yang dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan disfagia

esophageal.

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam

kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke kerongkongan.

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini

diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah

Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy Evaluation of

Swallowing ( FEES).

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Dysphagia. National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Available

at http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/dysph.asp. Accessed December. 29, 2013.

2. Throat anatomy. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1899345-

overview#showall. Accessed December 29, 2013

3. Swallowing trouble. American Academy of Otolaryngology — Head and Neck Surgery.

Available at http://www.entnet.org/HealthInformation/swallowingTrouble.cfm. Accessed

December. 29, 2013.

4. Dysphagia. The Merck Manuals: The Merck Manual for Healthcare Professionals.

Available at http://www.merck.com/mmpe/print/sec02/ch012/ch012b.html. Accessed

December. 29, 2013.

5. Anthony S. Fauci. Harrison Internal Medicine, 17th edition. USA, McGraw-Hill. 2008.

p.239-42.

6. Feeding and swallowing disorders in children. American Speech-Language-Hearing

Association. Available at

http://www.asha.org/public/speech/swallowing/FeedSwallowChildren.htm. Accessed

December. 29, 2013.

7. McQuaid KR. Gastrointestinal disorders. In: McPhee SJ, et al., eds. Current Medical

Diagnosis & Treatment 2011. New York, N.Y.: The McGraw-Hill Medical Companies;

2011. Available at http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6395. Accessed

December. 29, 2013

8. Soepardi EA. Disfagia. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher. Editor: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Edisi ke 6. Jakarta: FKUI.

2007. p. 276-302.

9. Hirano I, et al. Dysphagia. In: Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal

Medicine. 18th ed. New York, N.Y.: The McGraw-Hill Medical Companies; 2012.

Available at http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=9112744. Accessed

December. 29, 2013

30

10. Langmore SE. Endoscopic evaluation and treatment of swallowing disorders.

[Book preview]. Thieme. 2005. Available at

http://books.google.co.id/books?id=tWy7yYpzRZoC&printsec=frontcover&hl=en#v=one

page&q=&f=false. Accessed December 30, 2013.

11. Mendelson MH. Esophageal emergencies, gastroesophageal reflux disease, and swallowed

foreign bodies. In: Tintinall JE, et al., eds. Tintinalli's Emergency Medicine: A

Comprehensive Study Guide. 7th ed. New York, N.Y.: The McGraw-Hill Medical

Companies; 2011. Available at http://www.accessmedicine.com/content.aspx?

aID=6360571. Accessed December 30, 2013.

31