Post on 11-Apr-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG
BERSIH DAN BERWIBAWA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna
Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
M. Rusydi Prasetya
NIM. E 0005210
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM
MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA
Oleh
M. Rusydi Prasetya
NIM. E 0005210
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, November 2010
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Sugeng Praptono, S.H., M.H. Isharyanto, S.H., M.M. NIP. 195208081984031001 NIP. 197805012003121002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM
MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Oleh :
M. Rusydi Prasetya NIM. E 0005210
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Senin Tanggal : 17 Januari 2011
DEWAN PENGUJI
1. Sutedjo, S.H.,M.H. : .....................................................................
Ketua
2. Sugeng Praptono,S.H.,M.H. : .....................................................................
Sekretaris
3. Isharyanto,S.H.,M.H. : .....................................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum
NIP.19610930 198601 1001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : M. Rusydi Prasetya
NIM : E0005210
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM
MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 28 November 2010
Yang membuat pernyataan
M. Rusydi Prasetya NIM. E0005210
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai latarbelakang pembentukan satuan tugas pemberantasan mafia hukum dan fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam mendukung peradilan yang bersih dan berwibawa.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dan terapan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum terkait isu hukum mengenai fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menelaah isu hukum ini adalah dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis. Adapun, untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya digunakan jenis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan teknik analisis silogisme dan interpretasi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa pembentukan satgas pemberantasan mafia hukum yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono adalah upaya yang dilakukan presiden untuk melakukan pemberantasan hukum dan mengembalikan citra pengadilan yang bersih dan berwibawa. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab III Pasal 4 ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Presiden mempunyai kewenangan membentuk lembaga negara bantu untuk memudahkan tugas presiden untuk memberantas mafia hukum yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui Unit kerja Presiden bidang pengawasan dan pembangunan (UKP4). Satgas pemberantasan mafia hukum didalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan melakukan koordinasi, koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan/monitoring.
Kata Kunci: Fungsi, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Peradilan Bersih dan
Berwibawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. TASK UNIT FUNCTION OF THE MAFIA LAW ERADICATION IN SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE. Law Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.
This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in supporting the clean and respectable justice.
This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law, legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches. Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment by technique studies document collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis techniques of syllogisms and interpretation
Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable. President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4 "The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make coordination, evaluation, correction, and monitoring. Keyword: Fungtion, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, The clean and respectable
justice
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Jangan ada rasa takut sedikitpun untuk melangkah dalam kebenaran, walaupun berat
dalam menapakinya, dan yakinkan diri kalau Allah S.W.T selalu melindungi
hambanya yang berada dalam jalanNYA”
( Ayahnda )
“Jangan hidup seperti pohon padi setelah berisi lalu menunduk dan ditebas dengan
sabit, Hiduplah seperti pohon kurma, walaupun dilempari dia justru memberi kurma-
kurmanya yang manis, dan semakin panas angin yang menerpa semakin masak dan
terus menjadi sempurna.”
(Bunda)
“Selesaikan tanggungjawab yang diamanahkan kepadamu dengan usaha
semaksimalnya niscaya kamu akan merasakan suatu kepuasaan yang sebanding
dengan usaha yang telah kamu lakukan untuk menyelesaikan tanggungjawab
tersebut”
(M.Rusydi Prasetya) GV-215/XXII
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ( skripsi ) ini Penulis
persembahkan untuk :
™ Allah SWT, dzat dimana semuanya didalam
gengamannya.
™ Rosulullah S.AW., sebagai panutan umat
manusia.
™ Ayah dan Ibu Tercinta
™ Keluarga Penulis
™ Gopala Valentara Perhimpunan Mahasiswa
Pecinta Alam Fakultas Hukum
™ Almamater Fakultas Hukum UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbillalamin
Segala puji syukur atas kehadirat Allah AWT karena hanya dengan berkah,
rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum dengan judul “ FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN
MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN
BERWIBAWA” dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak
kekurangannya. Untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini.
Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum ini
tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan
ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum. Selaku dekan Fakulktas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
2. Bapak Djatmiko Anom H, S.H. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang
telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini;
3. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H. dan Bapak Isharyanto, S.H., M.Hum.,
selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu
dan memberikan masukan yang membangun dalam memberikan arahan dan
bimbingan bagi tersusunnya skripsi ini.
4. Ibu Aminah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala kemudahan yang
diberikan kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan jerih payah dan
penuh keihklasan mendidik dan menuangkan ilmu sehingga mampu menjadi
bekal untuk lebih memperdalam penguasaan ilmu hukum saat ini dan
nantinya.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang selama ini telah membantu Penulis dalam hal akademis dan
hal-hal lain yang berkenaan dengan perkuliahan.
7. Kedua Orang Tuaku Bapak Sarno Hammam dan Ibu Rela Setiyani.
Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran serta dukungan tiada henti kepada
Penulis.
8. Hardianto Wibowo, S.H, teman saya alumni Fakultas Hukum Trisakti dan
Kak Zamrony, S.H., M.Kn, Anggota Luar Biasa Gopala Valentara selau Tim
Assisten Divisi Kajian dan Riset yang telah memberikan masukan dan data-
data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.
9. Serta semua keluarga Trah Karto Maryono yang yang selalu memberikan
dukungan moril maupun spirituil kepada penulis.
10. Saudara-saudaraku seperjuangan DIKLATSAR XXII, Dimas Ragil,
Muyasaroh, Made Sanjaya , Ronggo Warsito, Devitha Kristi Rosali, Upik
Handayani, Titus Cahyono, Rani Dwi Wati, Apriadi Rizal, Dian Perdana Ratri
Hapsari, Nanang S, Dodi Tri Hari.
11. Segenap Keluarga besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, Kakak-kakakku,
Jhon Darwin Sitanggang, Agus Tri Anggoro, Andi Sophan serta adik-adikku
semuanya. Yang telah memberikan ukiran dan pelajaran kehidupan kepada
penulis mengenai apa arti dari kerja keras, tanggungjawab, kebersamaan dan
kekeluargaan.
12. Teman-teman bulutangkis di PB.Poetra Soerayu, PB.Hukum Kedokteran.
13. Sahabat-sahabat terbaikku Abdul Wahid “she doel”, Muchlisin “kucing”,
Anton “pete”, Arif “gazim”, Nurrahman Aji “badjay”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
14. Seluruh teman-teman mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan teman-
teman angkatan 2005 pada khususnya.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk itu
kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya,
semoga skripsi ini mampu memberikan mafaat bagi kita semua.
Surakarta, Desember 2010
M. Rusydi Prasetya E0005210
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Persetujuan Pembimbing .................................................................. ii
Halaman Pengesahan Penguji .......................................................................... iii
Halaman Pernyataan ........................................................................................ iv
Abstrak ............................................................................................................. v
Abstract ............................................................................................................ vi
Motto ................................................................................................................ vii
Persembahan ..................................................................................................... viii
Kata Pengantar ................................................................................................. ix
Daftar Isi .......................................................................................................... xii
Daftar Gambar .................................................................................................. xv
Lampiran .......................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
E. Metode Penelitian ......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan Hukum ...................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori............................................................................. 12
1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ...................... 12
2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ........................... 22
3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ........... 26
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum Tata Negara
Indonesia .....................................................................................
1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang
Dasar 1945 ............................................................................ 31
2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan
Eksekutif ............................................................................... 37
a). Kewenangan Presiden .............................................. 38
b). Kekuasaan Presiden .................................................. 39
3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum ................................................................................... 42
B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ..................
1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum ................................................................................... 46
2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum ........................................................................ 47
3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ................................... 47
4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum Tahun 2010-2011 .................................................... 48
5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum .................................................................................. 66
6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010 ..... 71
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 79
B. Saran............................................................................................ 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 29
Gambar 2. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus ............................... 75
Gambar 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ........ 76
Gambar 4. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ........................... 77
Gambar 5. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah .......................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Delapan Program Kerja Satgas ......................................................... 50
Tabel 2. Susunan Anggota Tim Assistensi .................................................... 66
Tabel 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus .................................. 75
Tabel 4. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ............ 76
Tabel 5. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ............................... 77
Tabel 6. Tidak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah ............................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan
Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Lampiran 2 Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Nomor SKEP 01/SATGAS/I/2010 tentang Tim Asistensi Satuan
Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
ABSTRAK ......................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
E. Metode Penelitian .........................................................................
F. Sistematika Penulisan Hukum ......................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori.............................................................................
1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ......................
2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ...........................
3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ...........
B. Kerangka Pemikiran .....................................................................
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Dibentuknya Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum
Tata Negara Indonesia ................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-
Undang Dasar 1945 ...............................................................
2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan
Eksekutif ...............................................................................
a). Kewenangan Presiden ..............................................
b). Kekuasaan Presiden ..................................................
3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum ...................................................................................
B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ..................
1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum ...................................................................................
2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum ........................................................................
3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ...................................
4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum Tahun 2010-2011 ....................................................
5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum ..................................................................................
6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret
2010 ......................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. .xxx
B. Saran............................................................................................ xxx
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL dan GAMBAR
Tabel 1. Sistematika Undang - Undang No 48 Tahun 2009 ........................... 52
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 31
Gambar 2. Teori Chaos menurut Charles Sampford ........................................ 64
Gambar 3. Alur Perkembangan Kekuasaan Kehakiman .................................. 66
Gambar 4, Alur Proses Evolusi Tata Negara ................................................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TASK UNIT FUNCTION OF THE MAFIA LAW ERADICATION IN
SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE.
This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task
force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in
supporting the clean and respectable justice.
This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law,
legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of
task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some
approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches.
Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when
the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment
by technique studies document collection of legal materials or library materials from both
print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis
techniques of syllogisms and interpretation
Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to
eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono through Presidential Decree No. 37 of 2009 were efforts made by
the president to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable.
President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4
"The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the
Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease
the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the
president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task
Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make
coordination, evaluation, correction, and monitoring. Follow-up which is very slow from
the public
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum sesuai dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 setelah amandemen, yang
menyatakan.”Negara Indonesia adalah Negara Hukum “, Hal tersebut
sebagai dasar konstitusional semua organ yang bertindak sebagai penegak
hukum tersebut di dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya untuk
menegakkan hukum. Penegakkan hukum tersebut bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dan keadilan bagi masyarakat. Dalam suatu negara
hukum seperti di Indonesia, lembaga peradilan merupakan tumpuan harapan
untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk
mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam negara hukum adalah melalui
lembaga peradilan. Suatu pengadilan yang bebas dan tidak dipengaruhi
merupakan syarat bagi negara hukum. Bebas berarti tidak adanya campur atau
turun tangan dari kekuasaan Executive dan Legislative.
Lembaga peradilan sebagai motor atau penggerak dari sistem peradilan
tersebut di dalam pelaksanaannya memunculkan kekuasaan kehakiman. Di
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman memberikan pengertian “Kekuasaan Kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Selanjutnya di dalam
Bab III tentang pelaku kekuasaan kehakiman Pasal 18, Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Di dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung menjelaskan bahwa
“Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”.
Di dalam alam terminologi hukum dikenal namanya das sein and das
sollen (harapan dan kenyataan). Sama halnya dengan peradilan bersih, sebuah
harapan dan cita -cita mulia mendambakan ada peradilan yang benar-benar
bersih sebagai wadah para pencari keadilan memperjuangkan dan
mempertahankan serta mendapatkan hak-haknya. Alam realitas hukum yang
terjadi, tidaklah demikian dan dalam tataran realitasnya berbanding jauh
panggang dari api. Peradilan yang bersih dan berwibawa hanyalah sebuah
angan-angan atau cita-cita semata yang hanya diinginkan, apabila peradilan itu
sendiri belum bisa bersih dari mafia peradilan. Sebagai lembaga peradilan
sudah selayaknya menjunjung tinggi yang namanya keadilan tanpa
memandang kepentingan-kepentingan di dalamnya yang bisa mempengaruhi
keadilan itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Perwujudan peradilan yang bersih adalah sesuatu yang nihil untuk tercapai
apabila pelaksana sistem peradilan tersebut yaitu Mahkamah Agung dan
lembaga peradilan dibawahnya serta organ-organ yang ada di dalamnya belum
dapat terbebas dari berbagai hal yang dapat menciderai keadilan itu sendiri.
Bukan menjadi hal yang tabu di masyarakat saat ini kalau mengatakan mereka
yang mempunyai uang dan jabatanlah yang bisa mendapatkan keadilan
tersebut. Masyarakat yang mulai gerah dengan perlakuan diskriminasi di muka
hukum tidak serta merta diam begitu saja, melalui berbagai LSM mereka
mulai membongkar dan menyuarakan suaranya lewat media elektronik
maupun media cetak, mengenai apa yang mereka sebut dengan kebobrokan
sistem peradilan saat ini.
Sering didengar unkapan (kiasan): “pengadilan sebagai benteng terakhir
keadilan”, yang seharusnya bukan suatu khayalan atau angan-angan, tetapi
“ideal” (cita-cita). Dalam kenyataannya sekarang terdapat kritik dan
ketidakpercayaan pada pengadilan, yang pada intinya mengandung tuduhan
terjadinya “ketidakadilan”, dan mengandung gugatan bahwa pengadilan tidak
dapat memperbaiki yang salah (to right wrongs). Kegagalan pegadilan ini
merupakan pula suatu kegagalan sistem hukum di dalam memberi keadilan.
Kegagalan semacam ini tidak dapat dipersalahkan pada perorangan (oknum)
ataupun sekelompok orang (hakim dan advokat “hitam” misalnya). Hal ini
harus dilihat sebagai akibat “macetnya” (break down) sistem, yang karena itu
tidak dapat berfungsi dengan baik. Pengawasan “melekat” (build-in control)
yang selalu dipersipakan dalam suatu sistem, yang seharusnya dpat mengatasi
hal semacam ini tidak dapat berjalan (Jurnal Hukum Pantarei.2009. Vol 1 No
4:20).
Menurut Wirawan Adnan, salah seorang Tim Pengacara Pembela Muslim,
adanya berbagai pungutan liar di dunia peradilan termasuk suap atau makelar
kasus, hanyalah gejala dari adanya mafia peradilan. Pungutan liar yang pada
kenyataannya dibiarkan berjalan oleh pimpinan instansi setempat memperkuat
beroperasinya mafia peradilan. Contoh praktis adalah jika kita menginginkan
memperoleh salinan putusan pengadilan, yang seharusnya diberikan gratis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kepada masing-masing pihak yang berperkara, kenyataannya kita diminta
untuk membayar (Jonaedi Efendi, 2010:18).
Seperti dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Saat
dibukanya rekaman pembicaraan hasil sadapan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dari telepon milik pengusaha Anggodo Widjojo dalam sidang
di Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan November 2009 yang lalu seakan
membuka mata dan telinga seluruh masyarakat Indonesia mengenai
keberadaan mafia di sistem peradilan di Indonesia. Dari rekaman berdurasi
sekitar 4,5 jam itu terungkap adanya konspirasi antara pejabat di Kepolisian,
Kejaksaan, pengacara serta sejumlah orang di lingkaran dunia hukum dengan
Anggodo untuk menjebak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Rekaman pembicaraan tersebut seakan telah membeberkan dengan jelas
bagaimana permainan aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan dan pengacara
dalam merekayasa atau mengarahkan suatu perkara mulai dari membuat
keterangan palsu di BAP sampai menyuap para penyidik di Kepolisian.
Terungkapnya rekayasa peradilan ini, juga menyadarkan semua pihak bahwa
kebobrokan sistem hukum yang selama ini seakan hanya bayangan, ternyata
benar-benar ada dan terbukti didepan mata. Rekayasa peradilan diskenariokan
oleh mereka yang mempunyai kepentingan untuk mencapai tujuannya, tanpa
menghiraukan aturan hukum yang berlaku. Yang sebagian mereka
mengandalkan loby-loby karena adanya hubungan pertemanan atau adanya
ikatan saudara dan juga disertai dengan pemberian penghargaan yang di
nominalkan dengan besaran pemberian uang, apabila apa yang mereka
kehendaki dapat dilaksanakan. Hal inilah yang merusak tatanan hukum di
negara Indonesia, mereka melakukan hal tersebut tanpa adanya rasa bersalah
dan bahkan sebagian mereka menganggap ini sudah menjadi budaya di negara
kita (Jonaedi Efendi, 2010:9-10).
Dari sisi pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam upaya
memberantas mafia hukum mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 37
Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Dibentuknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Satuan Tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum tersebut adalah salah satu
wujud keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas keberadaan mafia
hukum. Satgas Mafia Hukum yang dibentuk pemerintah ini, memfokuskan
pada sembilan kategori praktek mafia hukum meliputi mafia peradilan,
korupsi, pajak dan bea cukai, tambang, kehutanan, perikanan, perbankan,
pertanahan serta narkoba. Diharapkan dengan dibentuknya satuan tugas
pemberantasan mafia hukum ini upaya pemberantasan korupsi akan berjalan
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tanpa adanya tebang pilih dan
prioritas kasus mana yang harus. Dengan segala keterbatasan wewenangnya
yang hanya bertugas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi dan pemantauan
pemberantasan mafia hukum dapat berjalan efektif.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji lebih dalam yang tertuang dalam bentuk penelitian dengan judul: “
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM
DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN
BERWIBAWA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan
yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang melatarbelakangi dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum?
2. Bagaimanakah fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam
mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui latarbelakang dibentuknya Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Untuk mengetahui fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
dalam mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis di
bidang Hukum Tata Negara khususnya mengenai latarbelakang
dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan fungsi
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam mendukung
peradilan yang bersih dan berwibawa; dan
b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bermanfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan mengenai kedudukan dan fungsi
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam menegakkan
peradilan yang bersih dan berwibawa dalam tatanan hukum tata negara
Indonesia.
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis
serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
hukum yang diperoleh dalam bangku perkuliahan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta
tambahan pengetahuan bagi semua pihak yang bersedia menerima dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta
bermanfaat bagi para pihak yang berminat pada permasalahan yang
sama.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian guna
mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, juga akan
mempermudah pengembangan data, sehingga penyusunan penulisan hukum
ini sesuai dengan metode ilmiah. Metode dalam penulisan ini dapat diperinci
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum
normatif atau doctrinal research yaitu suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35).
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri.
Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif . Artinya
sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan
hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu
terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,
rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2008:22).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum
terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan
(statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach)
dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud, 2008:
93). Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan
beberapa pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dihadapi, diantaranya adalah pendekatan perundang-undangan dimana
munculnya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini dari Keputusan
Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum. Yang didalamnya termuat wewenang, fungsi, serta tugas
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang perlu dikaji mengenai
keberadaanya dalam Hukum Tata Negara Indonesia.
Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari latarbelakang
dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum oleh Presiden
sebagai salah satu upaya yang dilakukan Presiden untuk memberantas
keberadaan Mafia Hukum.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian.
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan
bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku
teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud
Marzuki, 2008:141).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis dan sumber bahan
hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang
dimaksud berkaitan dan menunjang diperolehnya jawaban atas
permasalahan penelitian yang diketengahkan penulis.
5. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka dalam
penggumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan/studi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca,
mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku
literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi. Silogisme adalah metode
argumentasi yang konklusinya diambil dari premis-presmis yang
menyatakan permasalahan yang berlainan. Dalam mengambil konklusi
harus terdapat sandaran untuk berpijak. Sandaran Umum dihubungkan
dengan permaslahan yang lebih khusus melalui term yang ada pada
keduanya (Mundiri, 2005:100).
Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan
hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks
undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan
dengan peristiwa tertentu. Adapun berdasarkan dasar penemuan hukum
oleh hakim terdapat beberapa jenis interpretasi, diantaranya: interpretasi
gramatikal yaitu penafsiran berdasarkan bahasa, Interpretasi teleologis atau
sosiologis yaitu penafsiran berdasarkan tujuan kemasyarakatan, peraturan
perundang-undangan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang baru,
penafsiran sistematis adalah dengan menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan
menghubungnya dengan undang-undang lain. Interpretasi Historis yaitu
makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan jalan
menelusuri sejarah yang terjadi. Ada dua jenis interpretasi sejarah,
diantaranya penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran
menurut sejarah hukum. Berikutnya ada penafsiran komparatif yaitu
interpretasi yang hendak memperoleh penjelasan dengan jalan
memperbandingkan hukum, Interpretasi futuristik merupakan metode
penafsiran yang bersifat antisipatif yaitu hendak memperoleh penjelasan
dari ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
undang yang belum mempunyai kekuatan hukum. Beberapa jenis metode
interpretasi pada kenyataannya sering digunakan bersama-sama atau
campur aduk. Dapat dikatakan bahwa dalam setiap interpretasi atau
penjelasan undang-undang mencakup berbagai jenis penafsiran (Sudikno
Mertokusumo, 2003: 170-173).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum semata-mata disajikan untuk memberikan
gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum sebagai
karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah baku penulisan suatu karya
ilmiah. Adapun penulisan hukum (skripsi) ini nantinya terdiri dari 4 bab,
yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan dan Penutup, Daftar
Pustaka dan disertai lampiran-lampiran, yang apabila disusun, sistematikanya
adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan
penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum yang penulis
gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai
persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti.
Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang tinjauan hukum tata negara,
tinjauan tentang lembaga negara, tinjauan tentang sistem peradilan indonesia,
tinjauan tentang mafia hukum. Selain itu, untuk memudahkan pemahaman alur
befikir, maka di dalam bab ini juga disertai dengan kerangka pikir.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mengungkapkan dan membahas hasil
penelitian dari sumber data sekunder yang berupa analisis mengenai latar
belakang dibentuknya satuan tugas (satgas) pemberantasan hukum dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulis juga mendeskripsikan hasil temuan
tentang fungsi satuan tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum didalam
menciptakan peradilan yang bersih dan berwibawa di dalam hukum tata
negara Indonesia.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan,
serta memberikan saran-saran sebagai sarana evaluasi terutama terhadap
temuan-temuan selama penelitian yang menurut hemat penulis memerlukan
perbaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara
a. Konsep Negara Hukum
Konsep negara hukum dipahami sebagai suatu kondisi dalam
masyarakat, di mana hukum dalam negara demokratis ditentukan oleh
rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan hubungan diantara
sesama rakyat. Penelusuran konsep negara hukum sesungguhnya dapat
dilakukan mulai dari Yunani dan Romawi Kuno, yang juga menjadi
sumber teori kedaulatan. Menurut Jimly Asshidiqie, gagasan
kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi,
sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan
kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi,
sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan
kedaulatan hukum (A. Muhammad Assrun, 2004:39-40)
Pertumbuhan konsep negara hukum menjelang abad XX yang
ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern (welfare state),
dimana tugas negara sebagai penjaga malam dan kemananan mulai
berubah. Konsepsi nachwachterstaat bergeser menjadi welvarsstaat.
Negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan
masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin.
Menurut Bagir Manan, konsepsi negara hukum modern merupakan
perpaduan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Di
dalam konsep ini tugas negara atau pemerintah tidak semata-mata
sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja, tetapi
memikul tanggungjawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan
umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Ni’matul Huda,
2007:55-56)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menurut Scheltema Ajaran Negara berdasarkan atas hukum (de
rechtstaat dan the rule of law) yang mengandung esensi bahwa hukum
adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau
pemerintahan untuk tunduk pada hukum (Subject to the law). Tidak
ada kekuasaan diatas hukum (above to the law). Semuanya ada
dibawah hukum (Under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak
boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau
penyalahgunaan kekuasaan (misuse power) baik pada kerajaan maupun
republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung
pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan
kekuasaan atau pembagian kekuasaan (Bagir Manan , 2006:9-10).
b. Ciri Negara Hukum
Pada zaman modern konsep negara hukum di Eropa Kontinenetal
dikembangkan antara lain oleh Emmanuel Kant, Paul Laband, Julius
Stahl dengan menggunakan istilah “rechststaat”. Sedangkan dalam
tradisi Anglo Saxon (Amerika), konsep negara hukum dikembangkan
atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “the rule of law”.
Menurut Julius Stahl empat ciri negara hukum yang disebutnya
“rechststaats” tersebut mencakup empat prinsip, antara lain:
1) Perlindungan Hak Asasi Manusia;
2) Pembagian Kekuasaan;
3) Pemerintahan berdasar undang-undang; dan
4) Adanya Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan 3 ciri penting dalam setiap
negara hukum yang disebutnya “The Rule Of Law”, yaitu:
1) Supremacy of law;
2) Equality before the law;
3) Due process to law (Ni’matul Huda, 2007:55-56).
Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl
tersebut diatas, pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga
prinsip rule of law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menandai ciri-ciri Negara hukum modern dizaman modern. Bahkan
oleh “The Internastional Commission of jurist”, prinsip-prinsip
Negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan yang tidak
memihak (indepedence and impartiality of judicary) yang pada zaman
sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara
demokrasi. Prinsip-prinsip yang diangggap ciri penting negara hukum
menurut “The International Commission Of Jurists” itu adalah:
1) Negara harus tunduk pada hukum;
2) Pemerintah menghormati hak-hak individu;
3) Peradilan yang bebas dan tidak memihak; dan
Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua
belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtstaat) yang merupakan
pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu Negara
modern sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu:
1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip
supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan
dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif
supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya
pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah
manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang
tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem presidensiil
yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih
tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan
parlementer.
2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam
hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan
dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip
persamaan, segala sikap diskriminatif dalam segala bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang
terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan
sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok
masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat
tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai
tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan
kelompok masyarakat yang jauh lebih maju.
3) Asas Legalitas (Due Process of Law)
Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya
asas legalitas dalam segala bentuknya (Due Process of Law)
yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan
atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
4) Pembatasan Kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ
negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian
kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara
horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap
kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang
menjadi sewenang-wenang.
Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisah-
misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat
checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan
saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi
kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara
vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan
terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang
memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.
5) Organ-organ Eksekutif Independen
Pembatasan kekuasaan dizaman sekarang berkembang
pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi tentara,
organisasi kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau
organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya
berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang
berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi
sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif
untuk menentukan pengangkatan atau pemberhentian
pimpinannya.
6) Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini
mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam
menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh
dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan
jabatan (politik) maupun kepentingan uang. Untuk menjamin
keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya
intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan
oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan
eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan
masyarakat dan media massa.
7) Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara juga menyangkut prinsip
peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya
secara khusus sebagai pilar utama negara hukum. Dalam
setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-
tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat
administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara ini penting
karena yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh
keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara
sebagai pihak yang berkuasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
8) Peradilan Tata Negara (Constitusional Court)
Dalam negara hukum modern diharapkan adanya
jaminan tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan
mengadopsikan gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem
ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah
upaya memperkuat sistem check and balances antara
cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan
untuk menjamin demokrasi.
9) Perlindungan Hak Asasi Manusia
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi
manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya
melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi
manusia tersebut dimasyaratkan secara luas dalam rangka
mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap
Hak Asasi Manusia sebagai ciri yang penting suatu negara
hukum yang demokratis.
10) Bersifat Demokratis (Democratische Rechtstaat)
Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan
keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh
ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau
hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan
dengan prinsip-prinsip demokrasi.
11) Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara
(Welfare Rechtstaat)
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang
diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang
dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.
Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan
dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia
bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
12) Transparansi dan Kontrol sosial
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka
terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum,
sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam
mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara
komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung
dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya
partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan
rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan
sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat (Jimly
Asshiddiqie, 2005: 123-129).
c. Negara Hukum Indonesia
Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur
dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah
diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai
berikut “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi
ketentuan tersebut adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku
alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum.
Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat
negara maupun penduduk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Prinsip ini semula dimuat dalam Penjelasan, yang
berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat) tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).” Disamping itu, ada
prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat
dalam Penjelasan: “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).” Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan
negara dan pembatasan kekuasaan (tidak absolut dengan kekuasaan
tidak terbatas). Dengan ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara
berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif, bukan sekedar asas
belaka. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip
penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan (Ni’matul Huda, 2007 : 62-63).
Dalam paham the rule of law, upaya untuk melindungi hak-hak
asasi manusia diterapkan dengan prinsip “equality before the law”
sedangkan dalam paham rechstaat dengan prinsip “wetwetigheid”,
yang kemudian menjadi “rechmatigheid”. Negara hukum indonesia
hendak mewujudkan asas kerukunan antara pemerintah dan rakyat
bukan hanya dengan penekanan hak atau kewajiban melainkan, yang
penting menjalin hubungan antara kedua hal tersebut. Perwujudan
negara hukum indonesia hendaklah dibangun berdasarkan ciri-ciri :
1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yan didasarkan
asas kekeluargaan;
2) Hubungan fungsional antar kekuasaan negara yang proporsional;
3) Prinsip penyelesaian sengketa yang mengutamakan musyawarah
dan peradilan sebagai usaha terakhir;
4) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Mencermati uraian mengenai paham negara hukum rechstaat, the
rule of law, dan negara hukum indonesia, dapat dikatakan bahwa
ketiga paham negara hukum ini bermuara pada satu pengertian dasar
bahwa hal yang mendasar dari negara hukum adalah kekuasaan yang
berlandaskan hukum dan semua orang sama di hadapan hukum atau
negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara,
dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya
dilakukan dalam kerangka kekuasaan hukum (Marwan Effendy, 2005 :
32-33).
d. Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)
Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut
thr rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut
rechstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan
hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme
modern. Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kontinental
yang biasa disebut rechstaat, terdapat elemen pembatasan kekuasaan
sebagai salah satu ciri pokok negara hukum (Jimly Assiddiqie, 2006 :
11-12).
Ajaran pemisahan kekuasaan berasal dari Montesquieu yang
bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan atau pejabat
penyelenggara negara dalam batas-batas cabang kekuasaan masing-
masing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat
dicegah penumpukan kekuasaan di satu tangan (absolut) atau
sekelompok kecil orang (oligarki) yang akan menimbulkan
penyelenggaraan pemerintahan sewenang-wenang. (Bagir Manan,
2006 : 7-8).
Pemisahan kekuasaan dapat dipahami sebagai doktrin
konstitusional atau doktrin pemerintahan yang terbatas, yang membagi
kekuasaan pemerintahan kedalam cabang kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Tugas kekuasaan legislatif adalah membuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
hukum, kekuasaan eksekutif bertugas menjalankan hukum dan
kekuasaan yudikatif bertugas menafsirkan hukum. Terkait erat dan
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian ini adalah checks and
balances, yang mengatakan bahwa masing-masing cabang
pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang yang lain
dalam rangka membatasi tindakan-tindakannya. Ini berarti, kekuasaan
dan fungsi dari masing-masing cabang adalah terpisah dan dijalankan
oleh orang yang berbeda, tidak ada agen tunggal yang dapat
menjalankan otoritas yang penuh karena masing-masing bergantung
satu sama lain
Konsepsi trias politicia yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain dengan prinsip checks and balances. Karena itu, doktrin trias politicia yaang biasa dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus tercermin di dalam tiga jenis organ negara, sering terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan (Ni’matul Huda, 2007:64-65).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut ajaran
pemisahan kekuasaan (Separation of power) akan tetapi didalam
Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai sistem tersendiri yaitu
pembagian kekuasaan (distribution of power) dimana di dalam
pembagian kekuasaan tersebut dimungkinkan adanya kerjasama antara
lembaga-lembaga negara. Kenyataan didalam kehidupan antar lembaga
negara didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya diperlukan
adanya kerjasama diantara lembaga tersebut semisal antara Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi bersama-sama menjalankan fungsi
dan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sesuai dalam
Bab I Pasal 1 Nomor (2 dan 3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tentang Kekuasaan Kehakiman yang mencerminkan bahwa
diperlukannya kerjasama antara kedua lembaga tersebut untuk
menjalankan kekuasaan kehakiman dengan tujuan terselenggarannya
Negara Hukum republik Indonesia (Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti,
2005:20).
2. Tinjauan tentang Lembaga Negara
a. Pengertian Lembaga Negara
Secara sederhana, istilah lembaga negara atau organ negara
dapat dibedakan dari perkataan lembaga atau organ swasta, lembaga
masyarakat atau biasa dikenal dengan sebutan organisasi non-
pemerintah (ornop). Oleh karena itu, lembaga apapun yang dibentuk
bukan sebagai lembaga masyarakat dapat disebut lembaga negara, baik
berada di ranah eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun bersifat
campuran (Jimly Asshiddiqie, 2006:31).
Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit menurut Jimly
Asshiddiqie (Jimly Asshiddiqie, 2006:38) adalah :
1) Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan
atau fungsi tertentu;
2) Fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama atau bahkan secara
bersifat eksklusif;
3) Karena fungsinya itu, ia berhak mendapatkan gaji dari negara.
Lebih lanjut lagi, secara sistematis Jimly Asshiddiqie
mengklasifikasikan konsep lembaga negara menjadi 5 (lima) konsep
yaitu ( Jimly Asshiddiqie, 2006:41-42):
1) Organ negara mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi
law creating or law applying function;
2) Mencakup individu yang menjalankan fungsi law creating or law
applying function dan mempunyai posisi dalam struktur jabatan
kenegaraan atau jabatan pemerintahan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3) Badan atau organisasi yang menjalankan law creating or law
applying function dalam kerangka struktur dan sistem kenegeraan
atau pemerintahan;
4) Organ atau lembaga negara hanya terbatas pada pengertian
lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945,
undang-undang atau peraturan yang lebih rendah;
5) Organ atau lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang
pembentukannya ditetapkan oleh UUD 1945.
Jimly Asshiddiqie membedakan lembaga dari dua segi, yaitu
dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya (Jimly Asshiddiqie,
2006:111-118) :
1) Pembedaan dari segi fungsinya
Lembaga-lembaga negara dapat dikategorikan sebagai organ
utama atau primer (primary constitutional organs) dan ada pula
yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxilary state
organs). Untuk memahami perbedaan keduannya, lembaga-
lembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam tiga ranah
(domain) yaitu, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan
kekuasaan kehakiman atau yudikatif.
2) Pembedaan dari segi hirarkinya
Ada dua kriteria yang dipakai, yaitu kriteria hirarki bentuk
sumber normatif yang menentukan kewenangannya dan kualitas
fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalm sistem
kekuasaan negara. Dari segi hirarkinya, lembaga negara dapat
dibedakan dalam 3 (tiga) lapis yaitu :
a) Organ pertama dapat disebut lembaga tinggi negara, yaitu
(1) Presiden dan Wakil Presiden;
(2) Dewan Perwakilan Rakyat;
(3) Dewan Perwakilan Daerah;
(4) Majelais Permusyawaratan Rakyat;
(5) Mahkamah Konstitusi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(6) Mahkamah Agung;
(7) Badan Pemeriksa Keuangan.
b) Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang
mendapatkan kewenangan dari UUD 1945 dan ada mendapatkan
kewenangan dari undang-undang. Lembaga-lembaga negara
sebagai organ konstitusi lapis kedua adalah
(1) Menteri Negara;
(2) Tentara Nasional Indonesia;
(3) Kepolisian Negara;
(4) Komisi Yudisial;
(5) Komisi pemilihan umum; dan
(6) Bank Sentral.
c) Organ lapis ketiga adalah kategori lembaga negara yang sumber
kewenangannya berasal regulator atau pembentuk peraturan di
bawah undang-undang. Artinya, keberadaannya secara hukum
hanaya didasarkan atas kebijakan Presiden (presidential policy)
atau beleid Presiden. Jika Presiden hendak membubarkannya,
maka tentu presiden berwenang untuk itu.
Perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik dan
sosial budaya serta pengaruh globalisme dan lokalisasi menghendaki
struktur organisasi negara yang lebih responsif terhadap tuntutan
mereka serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan
publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. kemudian
beemunculanlah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa
dewan (council), komisi (commission), komite (comitte), badan
(board), atau otorita (authority). Lembaga-lembaga baru tersebut biasa
disebut state auxiliary organs atau auxiliary institution sebagai
lembaga yang bersifat penunjang (sampiran). Diantara lembaga
tersebut ada juga disebut sebaga self regulatory agencies, independent
supervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi
campuran (mix-function) antara fungsi-fungsi regulatif, administratif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan
secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut (Jimly
Asshiddiqie, 2006:ix-x). Menurut Cornelis Lay yang dikutip Ni’matul
Huda, kehadiran lembaga-lembaga sampiran negara merupakan bagian
dari desain kelembagaan negara yang bertumpu pada prinsip
pemencaran kekuasaan. Sebuah pilihan yang boleh jadi merupakan
reaksi terhadap politik Orde Baru:otoritarianisme, sentralistik dan
unformitas (Cornelis Lay dalam Ni’matul Huda, 2007:201).
Firmansyah Arifin yang dikutip oleh Ni’matul Huda,
berpendapat dalam kasus di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi
inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukan lembaga-lembaga
negara baru yang bersifat independen yaitu
1) Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah akibat asumsi
dan bukti mengenai korupsi yang sistemik dan mengakar dan sulit
diberantas;
2) Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada kerena
satu atau halnya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara
atau kekuasaan lain;
3) Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk
melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi
demokrasi karena persoala birokrasi dan KKN;
4) Pengaruh global, dengan pembentukan auxiliary state agency atau
watchdog institutions di banyak negara yang berada dalam situasi
menuju demokrasi telah menjadi suatu kebutuhan bahkan suatu
keharusan sebagai alternatif dari lembag-lembaga yang ada yang
mungkin menjadi bagian sistem yang hrus direformasi;
5) Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai
prasyarat untuk memasuki pasar global, tetapi juga untuk membuat
demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara-negara asalnya
berada di bawah kekuasaan otoriter (Firmansyah Arifin dalam
Ni’matul Huda, 2007:202).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Indonesia
a. Sistem Peradilan Di Indonesia
Sebagai suatu sistem, peradilan memiliki sub sistem-sub sistem
yang menunjang bekerjanya sistem peradilan yang ada. Sistem
Peradilan mempunyai mekanisme yang bergerak menuju kearah
pencapaian misi dari hakekat keberadaan peradilan, sebagai suatu
lembaga operasionalisasi sistem peradilan menuntut adanya visi yang
jelas agar aktivitas atau pelaksanaan peran peradilan berproses secara
efektif dan efisien. Sistem tersebut terdiri atas bagian-bagian yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sendiri-sendiri, namun secara
keseluruhan semuanya bermuara pada satu tujuan, yaitu penegakan
hukum yang benar, adil, berkepastian hukum dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
Menurut Satjipto Raharjo, bagian-bagian tersebut berhubungan
satu dengan yang lain dalam satu kesatuan dan bekerja secara aktif
mencapai tujuan pokok, didalamnya terkandung unsur-unsur
1) Berorientasi pada tujuan;
2) Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagian-
bagiannya;
3) Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu
lingkungannya;
4) Bekerjanya bagian-bagian fari sistem it menciptakan sesuatu yang
berharga;
5) Masing-masing bagian harus cocok satu dengan yang lain (ada
keterhubungan);
6) Kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (mekanisme
kontrol) (Sunarjo, 2010:16).
Sebagaimana ditegaskan dalam Cetak Biru (blueprint)
pembaharuan Mahkamah Agung RI bahwa VISI Mahkamah Agung
adalah “mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman
yang mandiri, efektif, efisien serta mendapatkan kepercayaan publik,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis,
terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab
panggilan pelayanan publik.” Visi Mahkamah Agung tersebut
merupakan sinar pemberi arah (moving target) bagi perjalanan
lembaga peradilan kedepan.
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yaitu
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
Tata Usaha Negara, memiliki prosedur hukum acara dan yurisdiksinya
masing-masing. Tiap-tiap peradilan tersebut sebagai sub sistem-sub
sistem dari sistem peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung,
memiliki kompetensi sesuai dengan domain (ranah) kompetensi
keilmuan yang melekat pada predikat peradilan masing-masing.
b. Tinjauan Tentang Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa
Perwujudan lembaga peradilan sebagai tonggak terdepan di
dalam pencarian suatu keadilan adalah hal yang diidamkan
masyarakat. Keadilan itu sendiri adalah tujuan lembaga peradilan
didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Di
dalam mencapai tujuannya lembaga peradilan terdapat berbagai organ
pelaksana didalamnya diantaranya yang paling penting adalah
keindepensiaan pelaksana peradilan tersebut bebas dari berbagai
kepentingan dari luar yang akan mempengaruhi keadilan tersebut.
Mewujudkan peradilan bersih dan bebas adalah tanggung jawab
bersama stake holder bangsa. Semua elemen harus menyadari bahwa
peradilan bersih akan menghasilkan multi efek keadilan sosial yang
akan mengikis habis korupsi dan nepotisme dalam berbagai sektor
kehidupan termasuk di dalamnnya pengadilan. Untuk mewujudkan
peradilan bersih maka hakim dalam memutus perkara harus
berpedoman dengan kode etik dan perilaku hakim. Meski demikian,
hakim juga membutuhkan pengawasan lembaga lain seperti Komisi
Yudisial agar berjalan sesuai rasa keadilan. “Komisi Yudisial dibentuk
atas keprihatinan atas kondisi peradilan dan hakim yang belum sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan harapan masyarakat,” kata Muzayyin Menurut Busyro
Muqoddis beberapa unsur peradilan yang bersih adalah
a) Penguatan legalitas fungsi independensi dan transparansi;
b) Transparansi rekruitmen pejabat peradilan;
c) Transparansi internal dalam proses peradilan;
d) Informasi dan keuangan;
e) Efektifitas sanksi bagi pelanggar;
f) Efektifitas lembaga pengawas eksternal;
g) Kemudahan akses Beria Acara Perkara (BAP), dakwaan, dan
putusan;
h) Transparansi nalar hukum dari aspek moralitas hukum, kepastian
hukum dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) terdakwa
atau para pihak (Jurnal Buletin Komisi Yudisial.2009. Vol IV :9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, menegaskan bahwa Indonesia
sebagai negara hukum dimana didalamnya terdapat sistem peradilan yang
bersih dan berwibawa didalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Akan tetapi
di dalam prakteknya dijumpai adanya mafia peradilan yang telah masuk ke
dalam ranah sistem peradilan di Indonesia yang menyebabkan tujuan dari
adanya sistem peradilan terebut tidak dapat terselenggara sesuai yang di
Peradilan Bersih Dan Berwibawa
Mafia Peradilan
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009)
Negara Hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
harapkan masyrakat dan bangsa Indonesia. Keberadaan mafia peradilan tidak
bisa begitu saja dibiarkan dan harus segera diberantas karena telah menyebar
ke semua ranah hukum. Pemerintah disini sebagai penyelenggara kekuasaan
eksekutif tidak bisa tinggal dia begitu saja melihat mafia peradilan yang telah
merusak tatanan hukum . Sebagai upaya untuk memberantas mafia peradilan
tersebut Presiden Susilo Bambang Yudoyono membentuk Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden
Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
diharapakan keberadaan mafia peradilan tersebut dapat secepatnya diberantas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG DIBENTUKNYA SATUAN TUGAS
PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM TATANAN HUKUM
TATA NEGARA INDONESIA
1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Reformasi politik tahun 1998 yang kemudian disusul dengan
reformasi konstitusi (amandemen UUD 1945) tahun 1999 sampai dengan
tahun 2002 merupakan sebuah perubahan besar bagi bangsa Indonesia
dalam bidang ketatanegaraan. Lahirnya lembaga-lembaga negara
independent ataupun komisi-komisi negara dengan dasar hukum
pembentukannya yang sangat berseragam. Ada komisi negara yang
kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Dasar (constitutionally
entrusted power) , Ketetapan MPR, Undang-Undang (legislative entrusted
power), dan bahkan ada pula lembaga atau komisi yang kewenangannya
berasal atau bersumber dari Keputusan Presiden (Peraturan Presiden).
Perubahan mendasar terhadap tatanan Lembaga Negara pasca
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 memunculkan berbagai macam
lembaga-lembaga negara independen ataupun komisi negara dalam
ketatanegaraan Indonesia yang tentunya memerlukan pengaturan yang
jelas dan tegas mengenai tugas serta kewenangan masing lembaga-
lembaga negara tersebut dalam menjalankan fungsinya, agar tidak
menimbulkan tumpangtindih kewenangan.
Ditingkat pusat dapat dibedakan dalam empat tingkatan kelembagaan
yang meliputi antara lain:
a. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang diatur atau
ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden;
c. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden;
d. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah
Menteri (Jimly Asshiddiqie, 2006:50).
Ni’matul Huda menambahkan penjelasan dari tingkat kelembagaan
ditingkat pusat sebagaimana berikut:
a. Lembaga Negara pada tingkatan konstitusi misalnya adalah Presiden,
Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah
Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Kewenagannya diatur dalam dalam Undang-Undang Dasar
1945, dan dirinci lagi dalam Undang-Undang, meskipun pengangkatan
para anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat
administrasi negara yang tertinggi.
b. Lembaga-Lembaga tingkat kedua adalah lembaga yang dibentuk
berdasarkan undang-undang yang berarti sumber kewenangan berasal
dari pembentuk undang-undang. Proses pemberian kewenangan kepada
lembaga-lembaga ini melibatkan peran DPR dan Presiden, atau untuk
hal-hal tertentu melibatkan pula peran DPD. Karena itu pembubaran
atau pengubahan bentuk dan kewenangan lembaga semacam ini juga
memerlukan keterlibatan Presiden dan DPR. Jika pembentukannya
melibatkan DPD, maka pembubarannya juga harus melibatkan DPD.
Misalnya, Kejaksaan Agung, Bank Indonseia (BI). Komisi Pemilihan
Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), PPATK, Komnas HAM, dan
sebagainya yang dibentuk berdasarkan undang-undang, dan karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tidak dapat diubah atau dibubarkan kecuali dengan mengubah atau
mencabut undang-undangnya.
Pengaturan kewenangan mengenai lembaga-lembaga tersebut terdapat
dalam undang-undang (UU), tetapi pengangkatan anggotanya tetap
dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara
tertinggi. Bahkan, lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
undang-undang dasarpun pengangkatan anggotanmya tetap dilakukan
dengan Keputusan Presiden, sehingga pembentukan dan pengisian
jabatan keanggotaan semua lembaga negara tersebut tetap melibatkan
administrasi yang kekuasaan tertingginya berada ditangan presiden
sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah kepala pemerintahan dan
arena itu presiden jugalah yang merupakan administrator negara
tertinggi atau pejabat tata usaha negara yang tertinggi.
c. Pada tingkat ketiga adalah lembaga-lembaga yang sumber
kewenangannya murni dari presiden sebagai kepala pemerintahan,
sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari beleid (cara atau
langkah yang ditempuh untuk melaksanakan program) presiden
(presidential policy). Artinya, pembentukan, perubahan, ataupun
pembubarannya tergantung kepada kebijakan presiden semata.
Pengaturan mengenai organisasi lembaga negara yang bersangkutan
juga cukup dituangkan dalam Peraturan Presiden yang bersifat regeling
dan pengangkatan anggotanya dilakukan dengan keputusan presiden
yang bersifat beschiking.
d. Yang lebih rendah lagi tingkatannya ialah lembaga yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Menteri. Atas inisiatif menteri sebagai pejabat
publik berdasarkan kebutuhan berkenaan dengan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan di bidang-bidang yang menjadi
tanggungjawabnya, dapat saja dibentuk badan, dewan lembaga ataupun
panitia-panitia yang sifatnya permanen dan bersifat spesifik (Ni’matul
Huda, 2007:90).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) yang berasal dari
Montesquieu yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan
atau pejabat penyelenggara negara dalam batas cabang kekuasaan masing-
masing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat
dicegah penumpukan kekuasaan disatu tangan (absolut) atau sekelompok
kecil orang (oligarki) yang akan menimbulkan penyelenggaraan
pemerintahan yang sewenang-wenang. Dalam praktik, ajaran pemisahan
kekuasaan tidak dapat dijalankan secara konsekuen. Selain tidak praktis,
pemisahan secara absolut antara cabang-cabang kekuasaan yang tidak
disertai atau meniadakan sistem pengawasan atau keseimbangan antara
cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain dapat menimbulkan
kesewenang-wenangan menurut atau di dalam lingkungan masing-masing
cabang kekuasaan tersebut. Bagaimanapun juga, tetap diperlukan suatu
mekanisme yang mengatur hubungan antara cabang-cabang kekuasaan itu
baik dalam rangka menjalankan bersama suatu fungsi penyelenggaraan
negara maupun untuk saling mengawasi antara cabang-cabang kekuasaan
yang satu dengan cabang kekuasaan yang lain.
Pemikiran mengenai mekanisme saling mengawasi dan kerja sama ini
telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan
yaitu teori pembagian kekuasaan (distribution of power) yang menekankan
pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan
organ, dan teori checks and balances.
Prinsip ajaran pemisahan kekuasaan meskipun dapat tetap dijalankan
dengan organ-organ negara yang disusun secara terpisah dan disertai
dengan masing-masing kekuasaan yang terpisah pula, dalam
penyelenggaraannya diciptakan mekanisme yang menekankan pada saling
mengawasi dan kerja sama ini telah melahirkan teori-teori modifikasi atas
ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (distribution
of powers) yang menekankan pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan,
bukan pada pemisahan organ, dan teori checks and balances. Meskipun
prinsip ajaran pemisahan kekuasaan tetap dijalankan dengan organ-organ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
negara yang disusun secara terpisah dan disertai dengan masing-masing
kekuasaan yang terpisah pula, dalam penyelenggaraannya diciptakan
mekanisme yang menekankan pada saling mengawasi antara cabang
kekuasaan satu dengan cabang kekuasaan yang lain. Hanya dengan
mekanisme checks and balances dapat dicegah masing-masing cabang
kekuasaan menyalahgunakan kekuasaanya atau bertindak sewenang-
wenang. Tanpa checks and balances dari cabang kekuasaan yang lain,
eksekutif dapat menjalankan kekuasaan yang sewenang-wenang (Bagir
Manan, 2006:8).
Kedudukan lembaga eksekutif sesudah adanya perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 dipandang sebagai lembaga negara yang memegang
kekuasaan pemerintahan yang sejajar dengan lembaga-lembaga negara
lainnya. Seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah
Konstitusi (MK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hal tersebut
sesuai dengan teori pemisahan kekuasaan (separation of power) yang
berdasarkan prinsip checks and balances.
Bentuk keorganisasian banyak negara modern dewasa ini juga
mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya berkenaan
dengan inovasi baru yang tidak terelakkan. Perkembangan baru itu juga
terjadi di Indonesia, ditengah keterbukaan yang muncul bersamaan dengan
gelombang demokratisasi di era reformasi empat tahun tahun terakhir.
Pada tingkatan pertama, muncul kesadaran yang makin kuat bahwa badan-
badan negara tertentu seperti organisasi tentara, organisasi kepolisian dan
Kejaksaan Agung, serta Bank Sentral harus dikembangkan secara
independen. Independensi lembaga-lembaga ini diperlukan untuk
kepentingan menjamin pembatasan kekuasaan dan demokratisasi yang
lebih efektif. Dari keempatnya, yang sekarang telah resmi menikmati
kedudukan.
Pada tingkat kedua, juga muncul perkembangan berkenaan dengan
lembaga-lembaga khusus seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
(Komnas HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Ombudsman,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), dan sebagainya. Di bidang administrasi dan
pelaporan transaksi keuangan dibentuk pula lembaga baru yang bernama
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang juga
ditentukan bersifat independen. Selain itu ada pula komisi yang dibentuk
hanya dengan Keputusan Presiden, Komisi Hukum Nasional (KHN).
Komisi atau lembaga semacam ini selalu diidealkan bersifat
independent dan seringkali memiliki fungsi-fungsi yang bersifat campur-
sari, yaitu semi-legislatif dan regulatif, semi-administratif, dan bahkan
semi-judiaktif. Bahkan, dalam kaitan itu muncul pula istilah independent
and self regulatory bodies yang juga berkembang dibanyak negara. Di
Amerika Serikat, lembaga-lembaga seperti ini tercatat lebih dari 30-an
jumlahnya dan pada umumnya jalur pertanggungjawabannya secara
fungsional dikaitkan dengan Kongres Amerika Seriakt. Yang dapat
dijadikan contoh dalam hal ini, misalnya, adalah Federal Trade
Commision (FTC), Federal Communication Commision (FCC), dan
sebagainya. Kedudukan lembaga-lembaga ini di Amerika Serikat,
meskipun secara administratif tetap berada di lingkungan pemerintahan
eksekutif, tetapi pengangkatan dan pemberhentian para anggota komisi itu
ditentukan dengan pemilihan oleh kongres. Oleh karena itu, keberadaan
lembaga-lembaga seperti ini di Indonesia dewasa ini, betapapun juga,
perlu didudukkan pengaturannya dalam kerangka sistem ketatanegaraan
Indonesia modern, dan sekaligus dalam kerangka pengembangan sistem
hukum nasional yang lebih menjamin keadilan dan demokrasi di masa
yang akan datang (Jimly Asshiddiqie, 2009:190-191).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasan Eksekutif
Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, presiden beserta seluruh
administrasi negara lainnya, menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari.
Penyelenggaraan sehari-hari tersebut mencakup semua lapangan
administrasi negara, baik yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan, ketentuan-ketentuan tak tertulis maupun berdasarkan kebebasan
bertindak untuk mencapai tujuan pembentukan pemerintahan seperti
diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar, yaitu:
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat 1 menyebutkan
bahwa ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar”. Ditinjau dari teori pembagian
kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan
eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan
yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat khusus. Kekuasaan penyelenggaraan pemerinntahan yang bersifat
umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Presiden
adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara.
Penyelenggaraan administrasi negara meliputi tugas dan wewenang yang
sangat luas, yaitu setiap entuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara.
Lingkup dan tugas dan wewenang ini makin meluas sejalan dengan makin
meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintah (Bagir
Manan, 2006:122).
Kewenangan presiden biasanya dirinci secara tegas dalam Undang-
Undang Dasar. Perincian kewenangan ini penting untuk membatasi
sehingga presiden tidak bertindak sewenang-wenang. Sudah tentu
tergantung kepada konstitusi atau undang-undang dasar Negara yang
bersangkutan untuk menentukannya. Misi undang-undang dasar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
gerakan konstitusionalisme modern yang berkembang dalam sejarah
memang dimaksudkan sebagai gerakan untuk mengatur dan membatasi
kekuasaan para kepala pemerintahan dari kemungkinan menjadi diktator.
Mengapa umat manusia membutuhkan konstitusi, justru untuk mengatur
dan membatasi kekuasaan yang menurut Lord Acton memiliki hukum
besinya sendiri, yaitu power tend to corrupt and absolute power corrupts
absolutely (kekuasaan selalu cenderung berkembang menjadi sewenang-
wenang, dan kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung mutlak pula
kesewenang-wenangannya).
Beberapa kewenangan presiden yang bisa dirumuskan dalam undang-
undang dasar berbagai Negara, mencakup lingkup kewenangan sebagai
berikut :
a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan
pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (to govern based on the
constitution). Bahkan, dalam sistem yang lebih ketat, semua kegiatan
pemerintahan yang dilakukan oleh presiden haruslah didasarkan atas
perintah konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian kecendrungan yang biasa terjadi dengan apa yang
disebut discreationary power, dibatasi sesempit mungkin wilayahnya.
b. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan
umum atau publik (to regulate public affairs based on the law and the
constitution). Dalam system pemisahan kekuasaan (separation of
power), kewenangan untuk mengatur ini dianggap ada ditangan lembaga
perwakilan, bukan ditangan eksekutif. Jika lembaga eksekutif merasa
perlu mengatur maka kewenangan mengatur ditangan eksekutif itu
bersifat derifatif dari kewenangan legislatif. Artinya, presiden tidak
boleh menetapkan suatu, misalnya, Keputusan Presiden tidak boleh lagi
bersifat mengatur secara mandiri seperti dipahami selama ini.
c. Kewenangan yang bersifat judisial dalam rangka pemulihan keadilan
yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu untuk mengurangi
hukuman, memberikan pengampunan, ataupun menghapuskan tuntutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang terkait erat dengan kewenangan pengadilan. Dalam sistem
parlementer yang mempunyai kepala negara, ini biasanya mudah
dipahami karena adanya peran simbolik yang berada ditangan kepala
negara. Tetapi dalam sistem presidensiil, kewenangan untuk
memberikan grasi, abolisi dan amnesti itu ditentukan berada ditangan
presiden.
d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan perhubungan
dengan negara lain atau subjek hukum Internasional lainnya dalam
konteks hubungan luar negri, baik dalam keadaan perang maupun
damai. Presiden adalah pucuk pimpinan negara, dan karena itu dialah
yang menjadi symbol kedaulatan politik suatu Negara dalam
berhadapan dengan negara lain. Dengan persetujuan parlemen, dia
jugalah yang memiliki kewenangan politik untuk menyatakan perang
dan berdamai dengan Negara lain.
e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan
memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan administrasi negara.
Karena presiden juga merupakan kepala eksekutif maka sudah
semestinya dia berhak untuk mengangkat dan memberhentikan orang
dalam jabatan pemerintahan atau jabatan administrasi negara (Jimly
Assidiqie, 2010:182-183).
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan mempunyai
kekuasaan dibentuk perundang-undangan juga luas. Presiden turut berbagi
kekuasaan dengan badan legislatif dalam membuaat undang-undang.
Disamping itu, presiden berwenang membuat peraturan perundang-
undangan sendiri baik atas dasar kewenangan mandiri maupun yang
didasarkan pada pelimpahan dari suatu undang-undang. Kekuasaan
presiden dalam bidang perundang-undangan diantaranya adalah:
a. Kekuasaan Membentuk Undang-undang
Penyelenggaraan negara dalam sistem kontinental tidak disarkan
pada pemisahan kekuasaan, tetapi pada pembagian fungsi bahkan
(diffussion of powers). Di negara-negara Eropa, pembentukan undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
undang dilakukan bersama-sama badan eksekutif dan badan legislatif.
Baik eksekutif maupun legislatif sama-sama mempunyai hak inisiatif
untuk mengajukan rancangan undang-undang. Sesuai didalam Undang-
Undang Dasar 1945, Pasal 5 ayat (1) ” Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.” (Coba dicheck lagi didalam UUD 45 Pasca
Amandemen). Eksekutif ikut serta dalam pembahasan rancangan
undang-undang di badan perwakilan rakyat, sistem inilah yang dianut
Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembentukan undang-undang
(Bagir Manan, 2006:128-129).
b. Kekuasaan Membentuk Peraturan Pemerintah
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (2) disebutkan
bahwa: ”Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”. Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah hanya untuk melaksanakan undang-
undang. Dengan demikian Peraturan Pemerintah harus didasarkan pada
undang-undang tertentu. Peraturan Pemerintah ditetapkan berdasarkan
perintah tegas undang-undang (delegasi) atau semata-mata berdasarkan
pertimbangan Presiden untuk melaksanakan suatu undang-undang.
Dalam hal tidak ada perintah tegas dari undang-undang, Presiden bebas
memilih bentuk peraturan lain seperti peraturan Presiden sesuai didalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, kecuali apabila hal tersebut
akan melanggar asas-asas umum peraturan perundang-undangan yang
baik atau pembatasan tekhnis lainnya, misalnya larangan pemuatan
sanksi pidana. Seperti telah disebutkan, Peraturan Pemerintah untuk
melaksanakn undang-undang. Pembuatan undang-undang yang baik
termasuk mengurangi sesedikit mungkin pengaturan delegasi baik
dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun peraturan lainnya (Bagir
Manan, 2006:147).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
c. Kewenangan Menetapkan Keputusan Presiden
Keputusan Presiden dapat dibedakan berdasarkan sumber
kewenangan dan sifat materi kewenangannya. Dari sumber
kewenangannya, Keputusan Presiden dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1) Keputusan Presiden yang melekat pada kewenangan Presiden
baik dalam rangka menjalankan administrasi negara yang
umum maupun menjalankan administrasi yang khusus yang
bersumber pada kewenangan yang bersifat prerogatif.
2) Keputusan Presiden yang bersifat delegasi untuk melaksanakan
Undang-Undang Dasar, TAP MPR, dan Undang-undang atau
Peraturan Pemerintah.
Dari sifat materi muatannya, Keputusan Presiden dapat dibedakan
menjadi Keputusan Presiden yang berisi ketetapan (beschikking) dan
Keputusan Presiden yang mengatur. Keputusan Presiden yang mengatur
dapat dibenarkan sepanjang hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan
administrasi negara, tidak boleh mengenai hal-hal yang bersifat
ketatanegaraan. Tetapi sejak ditetapkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004, perbedaan Keputusan Presiden atas dasar materi muatan
tidak diperlukan lagi. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,
menghidupkan kembali ”Peraturan Presiden” sebagai salah satu bentuk
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Keputusan Presiden
hanya akan menyangkut materi beschikking, sedangkan materi muatan
regelen akan dimuat dalam Peraturan Presiden.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Pasal 7: 1. Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut: (1) Undang-Undang Dasar. (2) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang. (3) Peraturan Pemerintah. (4) Peraturan Presiden. (5) Peraturan Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: (1) Peraturan Daerah Propinsi, dibuat DPRD Propinsi bersama
Gubernur. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dibuat DPRD
Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota. (3) Pearaturan Desa/peraturan yang setingkat (desa), dibuat badan
perwakilan rakyat dan atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Kekuasaan Menetapkan Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti
Undang-undang (Perpu)
Wewenang Presiden menetapkan Perpu merupakan wewenang luar
biasa di bidang perundang-undangan, sedangkan wewenang (ikut)
membentuk undang-undang Peraturan Pemerintah, dan Keputusan
Presiden merupakan wewenang biasa (Bagir Manan, 2006:148-150).
3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 telah diangkat kedalam Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut: “ Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap,
kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan
sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh
alat negara maupun penduduk.
Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi
dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam
penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip “
the Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
“nomocratie”, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, “ nomos”
(Ni’matul Huda, 2007:61-62).
Penegakan hukum dan pengadilan adalah salah satu kunci utama
untuk memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Karenanya agenda mewujudkan Negara yang bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme harus dimulai lebih dulu dari pembenahan sektor penegakan
hukum dan pengadilan. Aparat penegak hukum dan hakim harus mampu
bersikap tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi, kolusi dan
nepotisme agar dapat menciptakan efek jera terhadap siapapun yang
berpikir untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Sedemikian
sentralnya peran lembaga penegak hukum dan pengadilan dalam proses
pemberantasan KKN, seorang professor ternama, Taverne, menyatakan
“give me good judges, good supervisory judges, good prosecutors and
good police officers, I can have good law enforcement, although with a
poor criminal code” (berikan aku hakim yang baik, hakim pengawas yang
baik, jaksa penuntut yang baik dan polisi yang baik, saya akan mampu
menegakkan hukum, meskipun aturan pidananya kurang baik). Untuk
menekankan bahwa penegakan hukum yang dijalankan oleh aparat
penegak hukum dan pengadilan merupakan faktor utama dalam
menentukan keberhasilan penegakan hukum daripada kerangka formal
dalam bentuk undang-undang.
Kendala yang dihadapi negara Indonesia saat ini adalah lembaga
penegakan hukum dan pengadilan bukan merupakan jawaban untuk
memastikan adanya pengakan hukum dan keadilan, namun menjadi salah
satu permasalahan tersendiri. Proses penegakan hukum diselimuti oleh
praktik KKN, penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dan lain
sebagainya yang dikenal dengan istilah mafia peradilan atau mafia hukum.
Meski upaya memerangi KKN di lembaga penegakan hukum telah dimulai
sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, namun proses tersebut masih
jauh dari selesai (Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch pada
tahun 2002 yang dilakukan di enam wilayah di Indonesia secara detail
telah mengklasifikasikan tahapan dan pihak yang terlibat serta modus
mafia peradilan (mafia hukum). Praktik tersebut terjadi disepanjang proses
penegakan hukum, dari hulu, yaitu proses penyelidikan, sampai hilir, yaitu
proses pemasyarakatan. Praktik mafia hukum melibatkan anggota korps
penegak hukum dan hakim, selain pihak eksternal. Pada lembaga
kepolisian dan kejaksaan sebagai contoh, praktik tersebut meliputi
permainan status penahanan, penggelapan perkara, permintaan uang
jasa/operasional untuk menindaklanjuti laporan yang masuk,
komersialisasi upaya paksa (penahanan dan penyitaan), rekayasa berita
acara pemeriksaan, jual-beli surat perintah penghentian penyidikan dan
penuntutan dan sebagainya. Di pengadilan praktek mafia peradilan
meliputi jual-beli vonis, penentuan majelis hakim yang mau bekerjasama
dengan salah satu pihak, rekayasa berita acara persidangan, sampai
penundaan eksekusi. Dilembaga pemasyarakatan, praktik yang umum
terjadi adalah pemberian fasilitas diluar ketentuan bagi narapidana atau
terdakwa yang mampu membayar, pemberian “ijin” keluar rumah tahanan
dengan meminta imbalan, dan seterusnya.
Praktik diatas barulah meliputi modus yang terkait langsung dengan
penyelesaian perkara yang sedang berjalan. Modus mafia hukum yang
tidak terkait langsung dengan perkara yang sedang berjalan juga tidak
kalah banyaknya. Cukup sering disinggung misalnya peran aparat penegak
hukum dalam yang melindungi berlangsungnya tindakan-tindakan illegal,
seperti narkoba, perjudian, illegal logging dan sebagainya. (Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:2-3).
Aktor mafia hukum tidak hanya dilakukan oleh oknum aparat pada
lembaga penegak hukum negara. Advokat/pengacara sebagai bagian dari
penegak hukum, juga ditenggarai sebagai salah satu aktor penting dalam
praktik tersebut. Mereka aktif dalam membujuk kliennya untuk melakukan
suap ataupun menggunakan uang dan kekuasaan guna memenangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
perkara. Sedemikian parahnya praktik mafia hukum diindonesia, sampai
Sudjono (ketua Ikadin pada saat itu), dalam suatu diskusi soal mafia
hukum diawal 2003, menggangap bahwa fenomena mafia hukum sebagai
suatu “no cure disease” (penyakit yang tidak ada obatnya).
Istilah mafia hukum belakangan menjadi pembicaraan didalam
lapisan masyarakat, seiring dengan dibukanya rekaman pembicaraan hasil
sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari hasil pembicaraan
Anggodo Wijoyo adik dari mantan pimpinan PT. Masaro Anggoro Wijoyo
dengan para petinggi di kejaksaan dan kepolisian, di Mahkamah Konstitusi
pada Novermber 2009, hal tersebut sebagai suatu perkara yang menarik
perhatian publik, proses perkara ini berkembang sedemikian rupa dan
mengakibatkan terpaparnya secara gamblang kepada masyarakat indikasi
betapa proses penegakan hukum telah sedemikian jauh terjebak dalam
gurita mafia hukum. Munculnya fakta yang tidak dapat terbantahkan
bahwa seorang sipil bisa dengan mudah menghubungi para pejabat tinggi
dilembaga-lembaga penegak hukum dan mengatur proses hukum yang
tengah berjalan.
Dengan adanya fakta tersebut, salah satu langkah yang diambil oleh
presiden dengan mengingat pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Maka, untuk dapat menyikapi kondisi diatas dan untuk lebih
mempercepat pemberantasan mafia hukum ialah dibentuk suatu badan
Satuan tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) melalui Keppres
Nomor 37 tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
(Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:3-4).
Pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
mempunyai peran yang sangat vital yaitu untuk menjawab secara
mendasar masalah mafia hukum, untuk memperoleh jawaban tersebut
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan penelitian untuk
memetakan modus operandi mafia hukum serta akar permasalahan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
membuat praktik tersebut dapat tumbuh subur di berbagai institusi
penegak hukum dan pengadilan. Dari pemetaan tersebut akan
mengembangkan serangkaian strategi untuk mencegah, meminimalisir
serta menanggulangi mafia hukum.
Dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam Keppres, memang
menyiratkan Satgas PMH bukanlah lembaga yang dapat secara langsung
dapat memproses seorang mafia hukum. namun, Satgas PMH tetap dapat
melakukan langkah pencegahan, tidak terkecuali penindakan, tentu melalui
kerjasama dengan penegak hukum lainnya seperti KPK, Kejaksaan, dan
Kepolisian. Hal ini berfungsi untuk membuka jalan sehingga
pemberantasan mafia hukum dapat terus dilakukan.
Pemberantasan mafia hukum mendesak untuk dilakukan. Untuk itu
Kebijakan Presiden yang memprioritaskan pemberantasan mafia hukum
menjadi sangat penting dan dibutuhkan tidak hanya untuk memperbaiki
persepsi internasional mengenai permasalahan korupsi di Indonesia,
namun juga yang lebih substantif untuk mewujudkan keadilan di
masyarakat. Oleh karena itu, rasanya wajib bagi kita untuk mendukung
kehadiran Satgas PMH yang dibentuk oleh Presiden, karena kita semua
sangat berharap bahwa Satgas PMH ini dapat berjalan sesuai rencana,
sehingga memberi arti dalam pemberantasan mafia hukum selama dua
tahun mendatang. (http://www.satgas-pmh.go.id> (3 September 2010
pukul 10.36))
B. FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM
DALAM MENDUKUNG SISTEM PERADILAN YANG BERSIH DAN
BERWIBAWA
Satgas terdiri dari unsur aparat penegak hukum, perwakilan masyarakat,
dan profesional, yang dinilai berkompeten dan punya komitmen memberantas
praktik mafia hukum. Satgas, akan dibentuk dalam format tim kecil. Keppres
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Satgas ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada rabu
tanggal 30, bulan desember, tahun 2009.
1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Keanggotaan satgas dibentuk oleh presiden dan sesuai dengan Keputusan
Presiden Nomor 37 tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum :
a. Ketua Merangkap Anggota : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc.
b. Sekretaris Merangkap Anggota : Denny Indrayana
c. Anggota:
1) Darmono, S.H., M.M (Wakil Jaksa Agung)
2) Irjen Pol. Drs. Herman Effendi (Polri)
3) Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M. (Profesional)
4) Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M. (Ketua PPATK)
2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan
Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, SATGAS mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut:
a. Satgas dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berada di bawah
dan bertanggung jawab langsung kepada President, melalui Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-
PPP);
Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (disingkat UKP4 atau UKP-PPP) adalah sebuah unit
kerja yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
menjalankan tugas-tugas khusus sehubungan dengan kelancaran
pemenuhan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Kepala UKP4
adalah Kuntoro Mangkusubroto, yang penunjukan dan pelantikannya
dilakukan bersamaan dengan Kabinet Indonesia Bersatu II. UKP4
merupakan kelanjutan dari Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program
dan Reformasi (UKP3R).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tugas Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4):
1) UKP-PPP bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan
pengawasan dan pengendalian pembangunan sehingga mencapai
sasaran pembangunan nasional dengan penyelesaian yang penuh.
2) Prioritas pelaksanaan tugas UKP-PPP ditentukan dari waktu ke
waktu oleh Presiden, meliputi bidang:
a) Peningkatan kapasitas dan efektifitas sistem logistik nasional;
b) Peningkatan efektifitas dan percepatan pelaksanaan reformasi
birokrasi dan perbaikan pelayanan umum;
c) Perbaikan iklim usaha dan investasi;
d) Peningkatan kinerja dan akuntabilitas Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) strategis;
e) Bidang lain yang ditentukan oleh presiden.
Fungsi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4):
1) Membantu Presiden dalam mengelola pelaksanaan sinkronisasi dan
konsistensi perencanaan, pemantauan, pengendalian, pelancaran,
dan percepatan program pembangunan;
2) Membantu Presiden dalam menetapkan unsur dan tata cara
pengendalian pelaksanaan program Pemerintah, pemantauan
kemajuan, dan mengusulkan langkah untuk memperlancar
pelaksanaan program;
3) Menampung saran dan keluhan masyarakat, melakukan
pemantauan dan analisa atas kelambatan pelaksanaan program
Pemerintah serta membantu untuk mengatasinya;
4) Membantu Presiden dalam pengendalian 15 (lima belas) program
prioritas unggulan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Satgas bertugas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi dan
pemantauan agar upaya pemberantasan mafia hukum berjalan efektif;
c. Dalam melaksanakan tugasnya satgas berwenang:
1) Bekerja sama dengan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Ombudsman,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi
Kejaksaan, Komisi Hukum Nasional, Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
Organisasi Profesi Advokat, Organisasi Profesi Notaris, Organisasi
Profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan lembaga negara lainnya
dalam upaya pemberantasan mafia hukum;
2) Melakukan penelaahan dan penelitian serta hal-hal lain yang
dianggap perlu guna memperoleh segala informas yang diperlukan
dari semua instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah
Daerah, BUMN/BUMD, serta pihak-pihak lain yang dianggap
perlu.
3. Strategi Pencegahan dan Penindakan
Pemberantasan mafia hukum oleh Satgas PMH menerapkan strategi
pencegahan dan penindakan. Strategi pencegahan dilakukan melalui
pembenahan dan perbaikan sistem (system improvement) yang bertujuan
untuk mengantisipasi dan mencegah terulangnya praktik mafia hukum.
Sedangkan strategi penindakan, ditempuh dengan jalan merangkul aparat
penegak hukum untuk:
a. Memberikan terapi kejut kepada pelaku praktik mafia hukum;
b. Menjadi pintu masuk bagi upaya perbaikan sistem;
c. Mengembalikan harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap
komitmen pemerintah memberantas mafia hukum;
d. Menjadi pemicu (trigger) bagi institusi penegak hukum untuk
“berkompetisi” dalam upaya pemberantasan mafia hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
(http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/19 > [14
November 2010 pukul 01.45] )
4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Tahun 2010-
2011
Berdasarkan Keppres No. 37 tahun 2009 Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum dapat dilakukan secara efektif. Secara umum, kegiatan
utama yang dilakukan Satgas pemberantasan mafia hukum bertugas untuk
melakukan koordinasi, menerima pengaduan masyarakat, evaluasi, koreksi
dan pemantauan agar pemberantasan mafia hukum dapat dilakukan secara
efektif. Secara umum, kegiatan utama yang dilakukan satgas
pemberantasan mafia hukum untuk menjalankan tugas yang diamanatkan,
sebagai berikut :
a. Koordinasi
Melakukan koordinasi dengan berbagai lembaga negara,
khusunya Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, Pemasyarakatan,
Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian
Nasional dan Kejaksaan dalam rangka mempercepat perbaikan sistem
yang dapat mencegah dan meminimalisir praktik mafia hukum serta
menindaklanjuti penanganan pengaduan masyarakat yang terkait
dengan lembaga-lembaga tersebut.
b. Pengaduan Masyarakat, Koreksi dan Monitoring
Menerima dan memproses pengaduan masyarakat, melakukan
koreksi dan monitoring sebagai tindak lanjut hasil analisis pengaduan
masyarakat maupun informasi-informasi lain tentang dugaan praktik
mafia hukum serta memantau perkara-perkara yang menarik perhatian
publik. Kegiatan koreksi dan monitoring adalah pada mafia hukum
dalam kasus tindak pidana korupsi, perpajakan, kepailitan, narkotika
dan obat terlarang, perbankan dan pasar modal, pembalakan liar
(illegal logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing), penambangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
liar (illegal mining), dan perkara lain yang secara langsung menyentuh
rasa keadilan masyarakat.
c. Kajian dan Riset
Melakukan kajian dan riset dalam rangka memperbaiki sistem di
lembaga penegak hukum dan pengadilan yang selama ini
memnugkinkan praktik mafia hukum. Perbaikan sistem difokuskan
dalam rangka membangun keterbukaan informasi, pengawasan internal
dan eksternal serta sistem pendisiplinan yang efektif, peningkatan
akuntabilitas serta checks and balance dalam sistem penanganan
perkara, melahirkan agen-agen pperubahan pada lembaga penegak
hukum dan pengadilan serta penguatan peraturan perundang-undangan
yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan mafia hukum.
d. Komunikasi dan Informasi
Melakukan kegiatan-kegiatan untuk menginformasikan hasil kerja
serta kegiatan-kegiatan lain untuk mendorong upaya pemberantasan
mafia hukum. ( http://www.satgas-
pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/19 > [14 November 2010 pukul
01.45] )
Delapan Program Kerja utama Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
yang sesuai dengan rapat kerja Satgas pemberantasan mafia hukum
sebagai berikut:
Tabel 1: Delapan Program Kerja
NO RENCANA AKSI INSTANSI TERKAIT
INDIKATOR KEBERHASILAN
1. Penguatan dan pemantauan pelaksanaan Rencana Kerja Pemberantasan Mafia
Hukum Kepolisian, Kejaksaaan, Pengadilan, Pemasyarakatan, Komisi Kepolisian
Nasional (Kompolnas), Komisi Kejaksaan (KKRI), dan Komisi Yudisial (KY) yang
komperhensif dan mampu menjawab permasalahan yang ada
1.1. Pengkompilasian, analisis
dan up dating rencana kerja
pemberantasan mafia hukum
Adanya hasil kompilasi Rencana
Kerja PMH masing-masing
lembaga penegak hukum serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
yang telah dibuat oleh
Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan,
Pemasyarakatan, Komisi
Kejaksaan Republik
Indonesia (KKRI), Komisi
Kepolisian Nasional
(Kompolnas) dan Komisi
Yudisial (KY).
pengawas external yang sudah
dimutakhirkan dan analisis dan
berisikan kegiatan-kegiatan
sebagaimana disampaikan.
1.2. Pembahasan bersama untuk
menetapkan rencana kerja
pemberantasan mafia hukum
pada masing-masing
institusi secara definitif.
Mahkamah Agung
(MA), Kepolisian
Republik Indonesia
(Polri), Kejaksaan
Agung
(Kejakgung),
Pemasyarakatan,
Komisi Yudisial
(KY), Komisi
Kejaksaan
Republik Indonesia
(KKRI) dan Komisi
Kepolisian
Nasional
(Kompolnas)
Disepakatinya rencana kerja
pemberantasan PMH yang lebih
komprehensif dan mampu
menjawab akar permasalahan
mafia hukum masing-masing
lembaga, yang berisikan
setidaknya rencana:
a. Pennyempurnaan sistem
dan metode pengawasan
internal dan exsternal;
b. Perbaikan sistem
pendisiplinan/penjatuhan
sanksi aparat penegak
hukum;
c. Penyempurnaan kode
etik (melalui analisis
terhadap kode etik yang
ada saat ini);
d. Revisi Standar Prosedur
Operasional (SPO)
penanganan perkara serta
SPO terkait bagi
pemasyarakatan;
e. Perbaikan substansi
dalam formulir-formulir
pencatatan dan pelaporan
penanganan perkara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
(Misalnya substansi
dalam formulir register
perkara di pengadilan,
formulir laporan polisi,
dan sebagainya) untuk
memudahkan
pemantauan perilaku dan
kinerja aparat penegak
hukum;
f. Penguatan Kompolnas,
KKRI dan KY serta
lembaga pengawasan
eksternal pada
pemasyarakatan melalui
penyusunan diagnostic
assesment terhadap
aturan yang ada saa ini
serta pengusulan
Undang-undang dan /
atau peraturan lain;
g. Transparansi di msaing-
masing institusi penegak
hukum dan lembaga
pengawas external;
h. Pembuatan kebijakan
yang memastikan
pemenuhan kewajiban
pelaporan kekayaan oleh
pejabat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan
dan pemasyarakatan
yang memenuhi Undang-
undang;
i. Khusus rencana MA:
Pembuatan kebijakan
oleh MA untuk
mengizinkan para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
yang berperkara agar
dapat merekam proses
persidangan (untuk
memudahkan
pembuktian dalam
melaporkan dugaan
pelanggaran etik/hukum).
1.3. Public Launching: Rencana
kerja pemberantasan mafia
hukum oleh Mahkamah
Agung, Kepolisian Republik
Indonesia, Kejaksaan
Agung, lembaga
Pemasyarakatan, Komisi
Yudisial, KKRI dan
kompolnas.
Mahkamah Agung
(MA), Kepolisian
Republik Indonesia
(Polri), Kejaksaan
Agung
(Kejakgung),
Pemasyarakatan,
Komisi Yudisial
(KY), Komisi
Kejaksaan
Republik Indonesia
(KKRI) dan Komisi
Kepolisian
Nasional
(Kompolnas)
Terselenggaranya public
launching rencana kerja
pemberantasan mafia hukum.
1.4. Koordinasi, monitoring dan
evaluasi (KORMONEV)
bersama secara rutin
pelaksanaan rencana kerja
pemberantasan mafia hukum
pada masing-masing
institusi yang berisikan
kegiatan-kegiatan diatas.
Selain itu Satgas PMH
dengan persetujuan dari
masing-masing lembaga
akan secara aktif ikut serta
dalam pelaksanaan
Mahkamah Agung
(MA), Kepolisian
Republik Indonesia
(Polri), Kejaksaan
Agung
(Kejakgung),
Pemasyarakatan,
Komisi Yudisial
(KY), Komisi
Kejaksaan
Republik Indonesia
(KKRI) dan Komisi
Kepolisian
Umum:
a. Diselenggarakannya rapat
KORMONEV dengan seluruh
institusi rutin setidaknya
setiap 2 bulan sekali serta
KORMONEV terpisah
dengan masing-masing
institusi sesuai dengan
kebutuhan.
b. Dilaksanakannya rencana
kerja oleh masing-masing
institusi sesuai indikator
keberhasilan dan tenggat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
pemerantasan mafia hukum.
Nasional
(Kompolnas)
waktu yang ditetapkan.
Khusus:
Dari pelaksanaan masing-masing
kegiatan diatas diharapkan
tercapai hal-hal berikut:
a. Ditetapkannya peraturan
internal tentang
penyempurnaan sistem dan
metode pengawasan internal
dan exsternal oleh masing-
masing institusi.
b. Ditetapkannya sistem
pendisiplinan yang:
· Menjamin pelaku diberi
sanksi sesuai dengan
tindakannya (misalnya
dengan memasukkan
jenis-jenis sanksi ke
setiap butir kode etik);
· Proses penjatuhan sanksi
berat secara terbuka dan
melibatkan pihak
eksternal;
· Memungkinkan
pengumuman nama
aparat yang bersalah
melakukan pelanggaran
sedang dan berat;
c. Ditetapkannya kode etik yang
baru (apabila dibutuhkan)
berdasarkan hasil analisis
terhadap kode etik yang saat
ini berlaku sehingga memuat,
antara lain:
· Secara rinci perilaku
yang dilarang dan
diperbolehkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dilakukan oleh aparat
penegak hukum; serta
· Ancaman hukum bagi
pelanggarannya.
d. Direvisinya SPO penanganan
perkara oleh masing-masing
institusi penegak hukum dan
keadilan serta
pemasyarakatan sehingga
memuat, antara lain:
· Batas waktu pelayanan
tiap tahap perkara;
· Biaya resmi pelayanan;
· Diskresi dan yang kecil
dan checks and balance
dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang;
· Keterbukaan dan
Informasi dan
akuntabilitas (butir
penting SPO
diumumkan, pencari
keadilan dapat akses
informasi penting, dsb);
· Serta diterbitkannya SPO
terkait lagi
pemasyarakatan yang
antara lain memuat
indiaktor yang lebih
obyektif untuk
menentukan terpidana
yang berhak
mendapatkan remisi,
bebas bersyarat, dsb.
e. Ditetapkannya formulir-
formulir pencatatan dan
pelaporan penanganan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
perkara yang memuat
informasi tambahan (selain
yang sudah ada saat ini),
antara lain memuat;
· Nilai perkara (nilai uang,
derajat kesalahan dalam
pidana, dsb):
· Identitas advokad yang
menangani perkara;
· Dan sebagainya (perlu
diperiksa kebutuhan
penambahan informasi
untuk masing-masing
institusi).
f. Adanya rancangan peraturan
perundang-undangan oleh
masing-masing lembaga
pengawas external yang dapat
memastikan lembaga
pengawas eksternal pada
kepolisian, kejaksaan,
pegadilan dan
pemasyarakatan memiliki
kedudukan dan fungsi jelas,
tugsa dan wewenang yang
memadai serta didukung
mekanisme kerja yang baik
berdasarkan diagnostic
assesment atas benchmark
pengawasan eksternal yang
ideal yang dibuat oleh satgas
pemberantasan mafia hukum
dan diajukan kepada
Depkumham dan Presiden.
g. Adanya peraturan Internal
yang menjamin transparansi
dan akses informasi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
institusi penegak hukum dan
keadilan serta PAS.
h. Adanya peraturan MA yang
mengizinkan para pihak
untuk merekam persidangan
yang terbuka untuk umum
sehingga mendorong
meningkatnya kualitas
laporan masyarakat yang
masuk atas kejanggalan
dalam proses persidangan di
Pengadilan;
2. Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
2.1. Penyusunan dan penetapan
Standar Prosedur
Operasional (SPO)
penanganan pengaduan
masyarakat yang masuk ke
satgas pemberantasan mafia
hukum.
Diterbitkannya keputusan satgas
pemberantasan mafia hukum
tentang SPO pengaduan
masyarakat yang memuat prinsip
cepat, akuntabel, dan mudah
diakses oleh masyarakat
(khususnya pengadu) yang antara
lain mengatur dengan jelas, antara
lain:
a. Kriteria laporan yang
memenuhi syarat untuk
ditindaklanjuti;
b. Tahapan dan jangka waktu
penanganan laporan;
c. Mekanisme transparansi bagi
pelapor;
d. Mekanisme monitoring
terhadap progress atau
kemajuan tindak lanjut
laporan dan pengaduan oleh
instansi terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2.2. Penerimaan dan
penindaklanjutan laporan
masyarakat (termasuk di
dalamnya proses pencatatan
laporan, klarifikasi,
pencarian data/bukti
tambahan sampai dengan
koordinasi dengan lembaga
terkait)
KPK, LPSK,
Organisasi
Advokat, Pengawas
Internal dan
Eksternal pada
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan dan
Pemasyarakatan,
dsb (tergantung
jenis dan konteks
pengaduannya)
100% laporan masyarakat yang
memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (sesuai SPO)
ditindaklanjuti oleh Satgas PMH.
3. Penguatan pelaksanaan Sistem Pengawasan dan Peningkatan Kinerja Polisi, Jaksa,
Hakim, dan Petugas PAS
3.1. Penyusunan benchmark
sistem dan metode
pengawasan internal dan
eksternal (dapat bekerjasama
dengan pihak eksternal)
Instansi terkait.
Lembaga pengawas
internal pada
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan dan
Pemasyarakatan,
dan Kompolnas.
Ditetapkannya benchmark sistem
dan metode pengawasan internal
dan eksternal, antara lain:
a. Sistem pengawasan yang
efektif (instrumen, bussiness
process, SDM);
b. Metode penanganan
pengaduan masyarakat (sama
dengan SPO pengaduan
satgas PMH);
c. Akses informasi bagi pelapor
dan masyarakat luas
(transparansi dan
akuntabilitas);
d. Manajemen akuntabilitas
yang meliputi antara lain;
§ Manajemen proses
pengawasan internal dan
eksternal yang jelas, mudah
dipahami oleh masyarakat
dan tidak mempersulit
pengawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
pelaksanaannya;
§ Adanya konsekuensi yang
jelas terhadap pelanggaran
atau ketidaktaatan terhadap
manajemen proses
pengawasan.
3.2. Bekerjasama dengan
lembaga pengawas internal
dan eksternal pada lembaga
kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan
pemasyrakatan untuk
membuat program-program
penguatan kapasitas
masyarakat sipil atau
melakukan pemantauan
terhadap proses penegakan
hukum dan pengadilan
(antara lain penguatan
kapasitas monitoring
perkara, investigasi, dsb).
Pengawas internal
pada lembaga
kepolisian,
kejaksaan,
pengadilan dan
pemasyarakatan
serta KY, KKRI,
dan Kompolnas.
Adanya peningkatan jumlah
laporan masyarakat yang
memenuhi kriteria sebagai laporan
yang dapat ditindaklanjuti.
3.3. Evaluasi sanksi yang telah
dijatuhkan lembaga penegak
hukum selama ini (untuk
mengetahui apakah sanksi
yang dijatuhkan sudah
sesuai dengan tingkat
kesalahan dan menimbulkan
efek jera dan pencegahan)
MA, Kepolisian,
Kejaksaan, KY,
KKRI dan
Kompolnas.
Terselenggaranya rapat evaluasi
dengan lembaga pengawas
internal dan eksternal mengenai
penjatuhan sanksi sehingga
dijatuhkan sanksi yang lebih tegas
bagi aparat penegak hukum di
masa mendatang.
3.4. Kordinasi, monitoring dan
evaluasi khusus rencana
kerja lembaga Pengawas
Internal dan Eksternal
kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan
Adanya tindak lanjut atau
percepetan penanganan dugaan
pelanggaraan oleh lembaga
pengawas internal dan exsternal
(dalam hal ditemukan adanya
dugaan pelanggaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pemasyarakatan (dalam
kasus tertentu dimungkinkan
pula satgas untuk memonitor
dan mengevaluasi
pengawasan pada lembaga
hukum lain, misalnya
penyidik pajak, dsb)
menangani dugaan
pelanggaran hukum/kode
etik yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum.
didukung bukti yang memadai
tidak ditindaklanjuti atau
ditindaklanjuti secara lambat).
3.5. Mengusulkan kepada
Presiden untuk membuat
kebijakan agar kepolisian
dan kejaksaan memberikan
perlindungan maximal dan
kemudahan kepada
seseorang saksi/pelapor
(namun juga pelaku mafia
hukum) dalam kasus mafia
hukum (semacam pemberian
plea bargin/immunity)
Menpan, KPK,
UKP-PPP,
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan dan
Dephumkam.
a. Diajukannya usul
sebagaimana dimaksud
kepada Presiden
b. Meningkatnya jumlah pihak
terlibat mafia hukum yang
mau memberikan kesaksian
3.6. Mendorong LPSK untuk
memberikan perlindungan
kepada saksi dan korban
mafia hukum.
LPSK, Kepolisian,
Kejaksaan.
LPSK memberikan perlindungan
kepada saksi dan korban yang
menurut Satgas PMH perlu
dilindungi, dengan berkoordinasi
dengan polri dan kejaksaan jika
dibutuhkan.
4. Pemantauan dan tindak lanjut penanganan perkara-perkara strategis (khususnya
perkara tipikor, narkoba, kepailitan dan pepajakan)
4.1. Monitoring proses
penegakan hukum dan
persidangan perkara-perkara
besar dan menarik perhatian
publik, terutama yang:
KPK, Kepolisian,
Kejaksaan dan
Kemenhumkam
a. Proses penanganan perkara
dilaksanakan sesuai ketentuan
yang berlaku dan sesuai azas
kepatutan dan kewajaran;
b. Dilanjutkannya perkara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
a. Berskala besar/menarik
perhatian publik;
b. Proses penyelesaiannya
tidak wajar;
c. Ada indikasi KKN;
d. Melibatkan
aparat/hakim/advokad
yang dikenal tidak jujur
telah dihentikan tanpa alasan
hukum yang wajar;
c. Ditemukannya indikasi/bukti
yang kuat terjadinya
pelanggaran kode etik
penegakan hukum;
d. Pelaku tertangkap tangan.
5. Penguatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi
5.1. Mendorong perbaikan
pelaksanaan reformasi
birokrasi secara umum
(dengan mendukung
Menpan dengan lembaga
terkait dalam memperbaiki
konsep reformasi birokrasi
yang berjalan saat ini serta
membantu evaluasi
penilaian kinerja lembaga
penegak hukum dalam
pelaksanaan reformasi
birokrasi)
Menpan, KPK,
UKP-PPP,
Kepolisisan,
Kejaksaan
Pengadilan dan
Dephumkam.
a. Adanya perbaikan sistem
management Sumber Daya
Manusia (SDM) berbasis
kinerja;
b. Adanya efisiensi penggunaan
SDM (termasuk pengurangan
jumlah aparat penegak hukum
serta pengawal pada lembaga
penegak hukum dalam hal
dibutuhkan;
c. Perbaikan sistem pengelolaan
keuangan dan aset;
d. Restrukturisasi kelembagaan
kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan
pemasyarakatan;
e. Adanya peningkatan
remunerasi yang diberikan
setelah ada reformasi yang
meaningful dan terukur;
f. Adanya peningkatan
anggaran lembaga penegak
hukum disertai peningkatan
kinerja mereka;
g. Adanya indikator
kinerja/keberhasilan yang
jelas bagi pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
reformasi birokrasi di
lembaga penegak hukum;
h. Terselenggaranya pelayanan
publik sesuai ketentuan dan
azas kepatutan;
i. Diselenggarakannya rapat-
rapat evaluasi pelaksanaan
reformasi birokrasi dengan
melibatkan satgas PMH.
6. Mendorong Transparansi/Perbaikan Akses Informasi
6.1. Penilaian pelaksanaan
sistem informasi di
pengadilan, kepolisian,
kejaksaan dan
pemasyarakatan (SIMARI,
SIMKARI, dsb)
a. Dilaksanakannya penilaian
dan hasilnya dibawa kedalam
forum KORMONEV;
b. Diketahuinya/ditemukannya
informasi tentang
penyelenggaraan sistem
Informasi Tekhnologi (IT)
yang berlaku pada lembaga
penegak hukum terkait,
sehingga bisa dilakukan
langkah-langkah
penyempurnaan.
6.2. Evaluasi tindaklanjut MA
dan Kejagung dalam
mengimplementasikan hasil
Audit SIMARI dan
SIMKARI yang sudah
dilakukan dan evaluasi
Sistem IT Kepolisian dan
Pemasyarakatan.
BPKP, Ahli IT Terlaksananya tindak lanjut
temuan dari penilaian pelaksanaan
sistem informasi. Adanya
komitmen dari MA, Kejaksaan,
Kepolisian dan Pemasyarakatan
untuk mengimplementasikan hasil
audit IT (bagi MA dan Kejaksaan)
serta melakukan audit IT di
kepolisian dan pemasyarakatan
jika diperlukan.
6.3. Mendorong (melakukan
koordinasi) Komisi
Informasi untuk membantu
Komisi Informasi,
Kepolisian,
Kejaksaan,
a. Rapat bersama antara Satgas
PMH dengan Komisi
Informasi, Kepolisian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
lembaga penegak hukum
serta lembaga pengawas
eksternal untuk
mengimplementasikan
Undang-undang
Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP), termasuk
untuk menerbitkan aturan
internal tentang pelaksanaan
UU KIP.
Pemasyarakatan,
Pengadilan, KKRI,
Kompolnas, KY
Kejaksaan, Pengadilan
Pemasyarakatan, KKRI,
Kompolnas, dan KY;
b. Diterbitkannya aturan internal
tentang pelaksanaan UU KIP
di Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan, Pemasyarakatan,
KKRI, Kompolnas, KY.
6.4. Menyediakan informasi
strategis bagi masyarakat
berkaitan dengan upaya-
upaya pemberantasan mafia
hukum yang dilakukan
satgas PMH. Memberikan
kemudahan bagi masyarakat
untuk menyampaikan
informasi atau pengaduan
tentang terjadinya praktek
mafia hukum.
a. Tersedianya informasi
strategis bagi masyarakat
berkaitan dengan upaya-
upaya pemberantasan mafia
hukum yang dilakukan oleh
satgas PMH;
b. Terdapatnya sarana dan
prasarana bagi masyarakat
untuk menyampaikan
informasi atau pengaduan
tentang praktek mafia hukum.
7.
Mendorong Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terkait Pencegahan
dan Pemberantasan Mafia Hukum (dan KKN secara umum); memperkuat
kedudukan hukum peraturan yang sudah ada.
7.1. Mendorong Kemenkumham/
Pemerintah untuk:
a. Menyiapkan produk
peraturan perundang-
undangan yang terkait
pencegahan dan
pemberantasan mafia
hukum;
b. Melakukan
penyempurnaan
terhadap undang-
undang terkait, antara
Kemenhumkam Kemenhumkam:
Menyiapkan/membuat rancangan
revisi/penyempurnaan terhadap:
a. KUHAP (pendetailan syarat
pelaksanaan upaya
paksa,dsb);
b. KUHP dan Undang-Undang
terkait (deskriminasasi,
limitasi penahanan,dsb);
c. UU Korupsi (khususnya
untuk mengadopsi
pembuktian terbalik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
lain: KUHAP, KUHP,
UU Perlindungan Saksi
dan Korban, UU
Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas
KKN, UU Korupsi, UU
Pengadilan Korupsi,
UU, dan peraturan
terkait Lembaga
Pengawas Eksternal.
membuktikkan adanya
kekayaan yang tidak wajar);
d. UU Perlindungan Saksi dan
Korban (antara lain untuk
memungkinkan kepolisian
dan, terutama, kejaksaan
untuk tidak memproses
perkara atau memperingan
tuntutan bagi saksi dan
korban yang juga merupakan
pelaku tindak pidana dengan
LPSK);
e. Undang-Undang
Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih Bebas KKN
(laporan kekayaan berkala,
kewenangan pemeriksaan
sumber kekayaan, sanksi
tidak melapor, pemberian
kewenangan kepada
pengawas eksternal dan
internal untuk periksa
LKHPN,dsb);
f. Undang-Undang Pengadilan
Korupsi (misal, sentralisasi
keberadaan pengadilan
khusus korupsi, dsb);
g. Undang-Undang dan
peraturan terkait Lembaga
Pengawas Eksternal
(penguatan institusi KY,
Kompolnas dan KKRI)
8. Mendorong lahirnya Agen Perubahan (Agents of Change and Champions) di
Institusi Penegak Hukum dan Lembaga Pengawas Eksternal.
8.1. a. Melakukan assesment
terhadap integritas dan
kinerja unsur pimpinan
Kompolnas, KKRI,
KY, KPK, BPKP,
advokad, lembaga
Diberikannya database hasil
penilaian kepada Presiden dan
Pimpinan lembaga penegak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
institusi penegak hukum
(pejabat esselon 1 s/d
pejabat esselon III yang
menempati posisi
strategis) melalui:
§ Penjaringan dan
verifikasi masukan
masyarakat/pihak
yang kerap
berinteraksi dengan
aparat penegak
hukum guna
mendapatkan rekam
jejak (integritas dan
kinerja) pejabat
penting di lembaga
penegak hukum serta
pejabat yang dalam
waktu dua tahun ke
depan berpeluang
menduduki jabatan
penting;
§ Evaluasi Kewajaran
LHKPN;
§ Evaluasi kinerja
dalam menjalankan
Reformasi Birokrasi
ketegasan dalam
penjatuhan sanksi,
kecepetan dan
ketepatan merespons
kasus-kasus menarik
perhatian publik,
kinerja dalam
penanganan perkara
besar, dsb)
b. Menyusun database
pemerintah dan
swasta yang
relevan.
hukum, dan lembaga pengawas
exsternal secara lengkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
hasil penilaian di atas
(sebagai acuan bagi
penempatan personel,
dan promosi
dikemudian hari)
(Program Kerja Satgas
Pemberantasan Mafia
Hukum, 2010:2-12).
(Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:2-12).
5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
Menurut Kepurusan Presiden No.37 tahun 2009 dalam melaksanakan
tugas-tugasnya, Satgas dapat membentuk tim asistensi yang diangkat oleh
ketua satgas dan berkoordinasi dengan sekertaris satgas pemberantasan
mafia hukum. Dalam Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan
Mafia Hukum Nomor SKEP. 01/SATGAS/I/2010 tentang Tim Asistensi
Keputusan Presiden No 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum dalam diktum pertama yang dimaskud
dengan Tim Asistensi ialah bertugas memberikan dukungan teknis,
administratif dan substantif bagi pelaksanaan kegiatan Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum. Tim Asistensi juga bertanggung jawab
kepada Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia hukum dan segala biaya
yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Asistensi dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Masa kerja Tim Asistensi
adalah selama dua tahun dan dapat diperpanjang apabila diperlukan,
susunan anggota tim asistensi yaitu:
Tabel 2: Susunan Anggota Tim Assistensi
No Nama Jabatan Keanggotaan Asal Instansi
1 Harimuddin Pengaduan Masyarakat
SKP Bidang KumHamTasKor
2 Tri Atmojo Sejati Pengaduan Masyarakat
SKP Bidang KumHamTasKor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
3 Fajrimei A. Gofar Pengaduan Masyarakat
SKP Bidang KumHamTasKor
4 M. Kilal Abidin Pengaduan Masyarakat
SKP Bidang KumHamTasKor
5 Sarwono Sutikno Pengaduan Masyarakat
PPATK
6 Tjokorda Nirarta Samadi
Kajian dan Riset UKP-PPP
7 Heru Prasetyo Kajian dan Riset UKP-PPP
8 Tara Hidayat Kajian dan Riset UKP-PPP
9 Rudyanto Kajian dan Riset UKP-PPP
10 Sigit Danang Joyo Kajian dan Riset SKP Bidang KumHamTasKor
11 Zamrony Kajian dan Riset SKP Bidang KumHamTasKor
12 Dimas Kenn Syahrir Kajian dan Riset PPATK
13 Rifqi S. Assegaf Kajian dan Riset Lelp
14 Josi Katharina Kajian dan Riset Lelp
15 Godang Riadi Siregar
Koreksi dan Monitoring
Kejaksaan Agung
16 Ranu Mihardja Koreksi dan Monitoring
Kejaksaan Agung
17 Mukhlis Koreksi dan Monitoring
Kejaksaan Agung
18 Yusuf Setyadi Koreksi dan Monitoring
Mabes Polri
19 Wagiman Koreksi dan Monitoring
Mabes Polri
20 Riko Sunarko Koreksi dan Monitoring
Mabes Polri
21 Sjahriati Rochmah Manajemen Internal SKP Bidang KumHamTasKor
22 Hilmy Insana Purnaningtyas
Manajemen Internal SKP Bidang KumHamTasKor
23 Gusti Ika Purnama Sari
Manajemen Internal SKP Bidang KumHamTasKor
24 Musyarofah Noor Rohmah
Manajemen Internal SKP Bidang KumHamTasKor
25 Triyanta Manajemen Internal UKP-PPP
26 Demak Tampubolon Manajemen Internal UKP-PPP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
27 Hendro Sujayanto Manajemen Internal UKP-PPP
28 Eka Deny Mansjur Manajemen Internal UKP-PPP
29 Deny Saputra Manajemen Internal UKP-PPP
30 Supriyati Manajemen Internal UKP-PPP
31 Warijo Manajemen Internal UKP-PPP
32 Budi saiful Haris Komunikasi dan Informasi
PPATK
33 Muhammad Natsir kongah
Komunikasi dan Informasi
PPATK
34 Bambang Hadi P. Komunikasi dan Informasi
PPATK
35 Denny Ardiyanto Komunikasi dan Informasi
SKP Bidang KumHamTasKor
Pembagian tugas Tim Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum adalah sebagai berikut :
a. Divisi Pengaduan Masyarakat (Denny Indrayana dan Mas Achmad
Santosa, koordinator tim asistensi : Harimuddin)
1) Menerima laporan pengaduan dari divisi manajemen internal
masyarakat atau lembaga lain;
2) Meregistrasi laporan pengaduan dalam database divisi pengaduan
masyarakat;
3) Mengklasifikasikan laporan pengaduan berdasarkan jenis dan sifat
pengaduan;
4) Melakukan penelaahan laporan pengaduan;
5) Menyampaikan hasil penelaahan kepada Satgas PMH pada rapat
mingguan;
6) Melakukan komunikasi dengan pihak pelapor dan pihak terkait
sehubungan dengan pengaduan hanya berdasarkan arahan dari
Satgas;
7) Menyampaikan statistic progres report penanganan pengaduan
kepada Satgas PMH secara berkala;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
8) Menyerahkan progress report penanganan pengaduan kepada
pelapor dan/atau masyarakat melalui administrator website untuk
ditampilkan di website Satgas PMH;
9) Berkoordinasi dengan divisi administrasi persuratan terkait surat
tindak lanjut kepada lembaga lain;
10) Memonitor tindak lanjut dari keputusan Satgas PMH kepada
instansi terkait atau berwenang menindaklanjuti.
b. Divisi Kajian dan Riset (Mas Achmad Santosa dan Yunus Husein,
koordinator tim asistensi : Rifqi dan Koni)
1) Menjalin komunikasi dan interaksi dengan lembaga penegak
hukum terkait dengan sitem dan mekanisme kerja lembaga
penegak hukum;
2) Menjalin komunikasi dengan lembaga riset dan Lembaga Swadaya
Masyarakat yang fokus pada isu pemberantasan mafia hukum
hanya berdasarkan arahan dari Satgas PMH;
3) Melakukan kajian dan/atau riset perbaikan dan/atau pembaharuan
sistem Lembaga Penegak Hukum;
4) Melakukan kajian dan/atau riset perbaikan dan/atau pembaharuan
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan
mafia hukum;
5) Memberikan masukan bahan (feeding) kepada Anggota Satgas
sehubungan dengan agenda pertemuan Satgas PMH dengan pihak
atau lembaga lain;
6) Melakukan riset bekerjasama dengan perguruan tinggi atau
lembaga riset lainnya;
7) Melakukan kajian yang bersifat isidental berdasarkan permintaan
Satgas PMH;
8) Menyiapkan kerjasama dengan lembaga lain terkait dengan
program pemberantasan mafia hukum.
c. Divisi Koreksi dan Monitoring (Darmono dan Herman Effendi,
koordinator tim asistensi : Godang, Yusuf, dkk)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
1) Membantu Satgas PMH dalam melaksanakan fungsi koreksi dan
monitoring;
2) Melakukan identifikasi lembaga, sector, dan titik rawan terjadinya
praktik mafia hukum yang perlu mendapatkan koreksi dari Satgas
PMH;
3) Melakukan koreksi dan monitoring terhadap pelaksanaan program
pemberantasan mafia hukum di lembaga penegak hukum;
4) Membantu koordinasi dan komunikasi dengan lembaga penegak
hukum dalam hal adanya tindak lanjut terkait pengaduan yang
ditangani Satgas PMH;
5) Menindaklanjuti rekomendasi dari Satgas PMH dalam rangka
melaksanakan fungsi koreksi dan monitoring dengan berkoordinasi
dengan divisi pengaduan masyarakat.
d. Divisi Manajemen Internal (Denny Indrayana, koordinator tim
asistensi : TJ dan Demak)
1) Menerima, meregistrasi dan mengklasifikasi surat dan/atau
dokumen yang masuk;
2) Menyusun surat keluar untuk direvisi oleh sekertaris Satgas PMH
dan ditandatangani oleh Ketua Satgas PMH;
3) Mengirimkan surat keluar kepada pihak penerima dan instansi
terkait, baik melalui pos, fax ataupun secara langsung;
4) Mengkonfirmasi pengiriman surat dan/atau dokumen kepada pihak
penerima;
5) Menerima telepon dari pelapor terkait konfirmasi laporan
pengaduan;
6) Menyusun kompilasi data dan statistik pengaduan;
7) Menyusun talking point meeting Satgas PMH;
8) Menyusun minutes of meeting Satgas PMH;
9) Menyusun arsip dokumen Satgas PMH;
10) Menyusun rencana kegiatan secara menyeluruh;
11) Menyiapkan pelaporan-pelaporan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
12) Menyiapkan Surat perintah Perjalanan Dinas Beserta kelengkapan
administrasi lainnya sehubungan dengan perjalanan dinas yang
akan dilakukan oleh Satgas PMH;
13) Menyiapkan tiket dan akomodasi sehubungan dengan perjalanan
dinas Satgas keluar kota;
14) Menyusun aggaran tahunan Satgas PMH;
15) Mencairkan anggaran Satgas PMH berdasarkan disposisi Satgas
PMH;
16) Memfasilitasi persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan rapat-
rapat Satgas PMH.
e. Divisi Komunikasi dan Informasi (Yunus Husein, koordinator tim
asistensi : Sarwono dan Natsir)
1) Menyusun laporan media mingguan;
2) Melakukan analisa media content yang perlu mendapatkan
perhatian khusus dari Satgas PMH;
3) Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan wartawan/pimpinan
media massa sehubungan dengan publikasi kegiatan Satgas PMH;
4) Mengelola persiapan audiensi pihak masyarakat atau lembaga
negara lain;
5) Menghimpun dan mengelola data, informasidari seluruh divisi
untuk dijadikan bahan publikasi di website sesuai dengan arahan
Satgas PMH;
6) Mendokumentasikan aktivitas, baik secara audio visual.
6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010
Sejak dikeluarkannya Keppres No.37 tahun 2009, Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) telah melakukan berbagai
langkah untuk melaksanakan amanat Keppres tersebut, antara lain:
a. Penguatan kelembagaan, diantaranya dengan membentuk mekanisme
kerja internal, pengisian posisi asisten Satgas PMH dan perencanaan
anggaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
b. Menerima dan memproses dugaan praktik mafia hukum berdasarkan
pengaduan masyarakat maupun temuan Satgas PMH.
Hingga 30 Maret 2010 Satgas PMH telah dan sedang menindaklanjuti
381 (tiga ratus delapan puluh satu) pengaduan yang masuk serta
beberapa kasus lain berdasarkan temuan Satgas PMH dengan
berkoordinasi penuh dengan lembaga-lembaga terkait. Beberapa
laporan yang telah dan sedang ditindaklanjuti adalah:
1) Berdasarkan informasi yang diterima terkait praktik pemberian
fasilitas khusus kepada Artalyta Suryani alias Ayin dirumah
tahanan (rutan) Pondok Bambu, Satgas PMH melakukan inspeksi
mendadak setelah berkoordinasi dengan mentri Hukum dan Ham.
Hasil Isnpeksi mendadak tersebut membuktikan terjadinya
pemberian fasilitas mewah kepada Ayin serta beberapa narapidana
dan tahanan lainya. Kementrian Hukum dan Ham secara cepat
telah menindaklanjuti temuan tersebut dengan melakukan
pemeriksaan, memberikan sanksi disiplin, serta mutasi terhadap
oknum yang diduga terlibat serta bertanggung jawab. Selain itu,
Satgas PMH bersama dengan Kementrian Hukum dan Ham sedang
melakukan upaya perbaikan sistem di pemasyarakatan secara
berkelanjutan.
2) Berdasarkan laporan masyarakat, Satgas PMH melakukan
monitoring terhadap dugaan rekayasa kasus kepimilikan narkoba
yang dituduhkan kepada Susandhi Sukatma alias Aan oleh oknum
kepolisian, dugaan penganiayaan oleh oknum PT Maritim Timur
Jaya, dan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik
Polda Maluku. Dari hasil pemantauan Satgas PMH terhadap
laporan yang masuk dan kesaksian yang diberikan berbagai pihak,
Satgas PMH menduga kuat bahwa telah terjadi penyelewengan-
penyelewengan sebagaimana dijelaskan diatas. Lebih jauh lagi,
Satgas PMH menemukan indikasi kuat bahwa adanya praktik
mafia hukum yang melibatkan berbagai pejabat penting yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
melatarbelakangi terjadinya kasus Aan. Dugaan rekayasa tersebut
dikuatkan pula oleh temuan Divisi Propam Mabes Polri saat masih
dijabat oleh Irjen (Pol) Oegroseno. Namun, setelah terjadi
pergantian pimpinan, Kadiv Propam yang baru Irjen (Pol) Budi
Gunawan , menyimpulkan sebaliknya: tidak ada rekayasa kasus
Aan, tidak ada pemukulan terhadap Aan, dan tidak ada
penyalahgunaan wewenang oleh penyidik Polda Maluku.
Meskipun demikian, Satgas PMH masih terus memantau kasus
Aan. Saat ini yang bersangkutan sedang menjalani proses
persidangan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan atas tuduhan
kepemilikan Narkoba.
3) Terkait laporan Komjen Pol. Drs. Susno Duaji, S.H, M.H, M.sc
tentang adanya praktik mafia hukum dalam penanganan kasus
pajak dengan pelaku utama Gayus H Tambunan, pegawai pajak
golongan IIIA yang memiliki puluhan deposito senilai lebih dari 25
milyar, Satgas PMH telah melakukan pemantauan dan koordinasi
dengan Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Yudisial, PPATK, Ditjen
Pajak, dan Kompolnas. Dari koordinasi Satgas PMH dengan
Kapolri dengan jaksa Agung telah diperoleh keterangan yang
memberikan indikasi kuat terjadinya penyimpangan prosedur dan
praktik mafia hukum dalam penanganan perkara pidana atas nama
terdakwa Gayus H Tambunan. Sebagai tindak lanjut dari
koordinasi tersebut, Kapolri telah membentuk tim independen
untuk menuntaskan dugaan mafia hukum dalam penanganan kasus
dimaksud dan melakukan tindakan yang tegas terhadap semua
pejabat yang terlibat dalam praktik mafia hukum tersebut, selain
itu, Kejaksaan dan Komisi Yudisial sedang melakukan pengkajian
terhadap kemungkinan keterlibatan oknum kejaksaan dan hakim
dalam kasus ini.
4) Berdasarkan informasi yang diperoleh Satgas PMH, proses
penanganan kasus penggelapan pajak AAG yang merugikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Negara sekitar 1,3 triliyun telah berlarut-larut selama beberapa
tahun tanpa kejelasan. Karena itu Satgas PMH berinisiatif untuk
melakukan pemantauan perkembangan kasus tersebut, dengan
mengunjungi Vincentius Amin Sutanto, terdakwa kasus pencucian
uang yang juga merupakan saksi kunci untuk membongkar kasus
penggelapan pajak AAG. Berdasarkan informasi yang
bersangkutan, diperoleh dugaan kuat bahwa telah terjadi kegiatan
penggelapan pajak secara terorganisir oleh AAG. Karena itu pula
Satgas PMH mengupayakan penempatan Vincent dalam program
perlindungan saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) untuk memudahkan proses pembuktian ini nantinya.
Berdasarkan informasi tersebut pula, Satgas PMH telah melakukan
ekspose perkara dengan Ditjen Pajak dan Kejaksaan Agung untuk
segera menuntaskan kasus ini agar dapat diajukan kepengadilan.
5) Berdasarkan laporan yang diterima Satgas PMH, diduga terjadi
praktik mafia hukum mengenai penanganan perkara antara PT.
Duta Inti Perkasa Mineral melawan Bupati Konawe Utara
mengenai wilayah kuasa pertambangan di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Kendari. Kasus ini penting karena berpotensi
menimbulkan kerugian Negara yang diperkirakan mencapai 80
triliyun. Menyadari hal ini, Satgas PMH berkoordinasi dengan
Komisi Yudisial melakukan pemantauan perkara ini, termasuk
melakuak pemantauan proses persidangannya. Mengingat perkara
ini masih dalam proses persidangan, Satgas PMH belum
mengambil langkah-langkah korektif, namun tetap terus memantau
perkara ini.
6) Berdasarkan laporan masyarakat diperoleh informasi bahwa telah
terjadi pemberian uang beberapa ratus juta oleh seorang advokat
kepada hakim disebuah pengadilan negri untuk penyelesaian suatu
perkara. Menindaklajuti perkara tersebut, Satgas PMH melakukan
pengumpulan data dan memverifikasi informasi secara tertutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
terkait suap/gratifikasi. Penanganan laporan pengaduan ini masih
terus berlangsung, bekerjasama dengan PPATK dan KPK.
Selama ini, hampir seluruh temuan Satgas PMH ditindaklanjuti oleh
lembaga terkait, baik Kepolisian, Kejaksaan, Kementrian Hukum dan
Ham, Ditjen Pajak, KPK, serta Komisi Yudisial. Kecuali, terhadap
dugaan rekayasa perkara dalam kasus AAN (butir ke-2) masih
diperlukan tindaklanjut yang konkrit dari Kepolisian.
c. Kajian pemetaan modus operandi, akar masalah serta strategi
pemberantasan mafia hukum serta kajian untuk mendorong
pembenahan sistemik dilembaga penegak hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan)
Statistik Laporan Pengaduan Per 27 Desember 2010:
Tabel 3: Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus
Jenis Kasus Jumlah Kasus Sengketa Tanah 417 Korupsi, Kolusi, Nepotisme 260 Penipuan dan Penggelapan 185 Pemalsuan 91 Penyalahgunaan Wewenang 115 Lain – lain 594 JUMLAH 1.662
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Gambar 2: Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Tabel 4 : Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan
Lembaga / Instansi Jumlah Kasus Pengadilan ( PN, PT, MA ) 510 Kepolisian 517 Kejaksaan 309 Pemda/DPRD 133 BPN 90 Lain – lain 287 JUMLAH 1.846
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Gambar 3 : Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Tabel 5: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi
Lembaga / Instansi Jumlah Kasus Mabes Polri 26 Kejaksaan Agung 29 Komisi Yudisial 7 KPK 4 Mahkamah Agung 16 Kemenkuham 1 Polda Jawa Timur 1 Polda Sumatera Utara 3 Polda Kalimantan Barat 1 Polda Riau 1 Kejati Sulteng 1 Kejari Bantul 1 Gubernur DKI Jakarta 1 Kemenbudpar 1 JUMLAH 95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Gambar 4: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
Tabel 6: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah
Lembaga/Instansi Jumlah DKI Jakarta 360 Jawa Timur 179 Sumatera Utara 161 Jawa Barat 137 Jawa Tengah 93 Lain – lain 585 JUMLAH 1.515
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Gambar 5: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November
2010 pukul 22.00]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Latar belakang dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 Desember 2009 melalui
Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum adalah:
a. Membantu presiden menjalankan fungsinya sebagai pemegang
pemerintahan seperti yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 4 ayat 1 “ Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “.
b. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance)
2. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum didalam menjalankan tugas dan
wewenangnya berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun
2009 yaitu melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi, dan
pemantauan/monitoring.
B. Saran
1. Untuk menguatkan kedudukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum dalam Hukum Tata Negara Indonesia, diperlukan
pembentukan melalui Undang-Undang yang akan memperjelas
kedudukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Sehingga
upaya pemberantasan mafia hukum tidak hanya berpatokan kepada
waktu sesuai dalam keputusan presiden yang tentunya akan berdampak
pada kinerja satuan tugas pemberantasan mafia hukum tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
2. Percepatan penyelesaian kasus-kasus yang masuk dari masyarakat dan
dipublikasikan mengenai hasil konkrit yang didapat. Kerjasama yang
dilakukan secara intensif dan berkesinambungan serta mengabaikan
semua unsur-unsur politis yang ada dalam upaya pemberantasan mafia
hukum dan menciptakan peradilan yang bersih dan berwibawa.