Post on 28-Mar-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PENGARUH KUALITAS LABA TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR DI BEI PERIODE 2008-2010
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna
Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
ESTY APRIDASARI
NIM: S4310022
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulis persembahkan tesis ini kepada:
1. Papa (Edi Kusnadi) dan Mama (Zuriati) tercinta
2. Kedua adikku (Ferdy Vendrian dan Geandre Destrian)
3. Teman-teman jurusan Magister Akuntansi
4. Semua sahabat-sahabatku
5. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
HALAMAN MOTTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang sabar.”
(QS. Al Baqarah: 153)
“Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu-Lah hendaknya kamu berharap.”
(QS. Alam Nasyrah: 6-8)
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya” “DREAM, FAITH, FIGHT”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
sebagai tugas akhir untuk melengkapi syarat-syarat guna mencapai gelar Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, penulis
berusaha semaksimal mungkin agar tesis ini bermanfaat dan menambah pengetahuan
pembaca. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak,
oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah S.W.T. yang selalu ada di sisi penulis dalam suka maupun duka.
2. Bapak Dr. Bandi, M.Si, Ak., selaku dosen pembimbing tesis dan yang telah
mengikhlaskan serta membagi waktu, ilmu, ide dan tenaganya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Anas Wibawa, SE., M.Si., Ak., selaku dosen pembimbing tesis dan yang
telah mengikhlaskan serta membagi waktu, ilmu, ide dan tenaganya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.
4. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Dr. Payamta, M.Si, Ak. CPA, selaku Ketua Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Staff dosen dan karyawan Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Keluarga tercinta, mama, papa, dan kedua adikku yang tiada henti-hentinya
memberikan dukungan, baik secara moril maupun materil.
8. Rekan-rekan seperjuangan di Magister Akuntansi angkatan XIII.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.
Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik, saran
serta masukan senantiasa penulis harapkan untuk kemajuan bersama. Terima kasih.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
HALAMAN MOTTO vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
ABSTRAK xv
ABSTRACT xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Tujuan Penelitian 9
1.4 Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 11
2.1 Teori Keagenan (Agency theory) 11
2.2 Mekanisme corporate governance 13
2.3 Kualitas laba 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Halaman
2.4 Nilai perusahaan 16
2.5 Pengembangan Hipotesis. 18
2.5.1 Kualitas laba dan nilai perusahaan 18
2.5.2 Mekanisme corporate governance, kualitas laba dan nilai
perusahaan
20
2.6 Kerangka Pemikiran 27
BAB III METODA PENELITIAN 29
3.1 Populasi dan Sampel 29
3.2 Jenis dan Sumber Data 29
3.3 Pengumpulan Data 30
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 30
3.4.1 Variabel Independen 30
3.4.2 Variabel Dependen 33
3.4.3 Variabel Pemoderasi 33
3.5 Analisis Data 36
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif 36
3.5.2 Uji Asumsi Klasik 36
3.5.3 Analisis Regresi Berganda 39
3.5.4 Uji Hipotesis 40
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 42
4.1 Populasi dan Sampel 42
4.2 Statistik Deskriptif 42
4.3 Uji Asumsi Klasik 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Halaman
4.4 Analisis Regresi Berganda 48
4.5 Uji Hipotesis 57
4.6 Pembahasan 60
BAB V PENUTUP 65
5.1 Kesimpulan 65
5.2 Keterbatasan 66
5.3 Implikasi 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Seleksi Sampel 42
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif 43
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas 45
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas 46
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Multikolinieritas 47
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokorelasi 48
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Pertama 49
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Kedua 52
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Ketiga 54
Tabel 4.10 Hasil Pengujian t Statistik Persamaan Regresi Ketiga 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perusahaan Sampel
Lampiran 2 Hasil Uji Asumsi Klasik
Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NAMA : ESTY APRIDASARI NIM : S4310022 JUDUL : ANALISIS PENGARUH KUALITAS LABA TERHADAP
NILAI PERUSAHAAN DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI PERIODE 2008-2010.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan serta menguji variabel corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit) sebagai variabel pemoderasi dalam pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010 dengan 66 perusahaan manufaktur dan 175 observasi sebagai sampel. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Kualitas laba diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC) sedangkan nilai perusahaan diukur dengan Price Book Value (PBV). Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian membuktikan bahwa kualitas laba terbukti berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial tidak terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional, dewan komisaris independen dan komite audit berperan sebagai variabel pemoderasi dan terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan
Kata kunci : kualitas laba, corporate governance, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, komite audit, nilai perusahaan.
Ketersediaan Data : www.idx.co.id dan ICMD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence related to the influence of earnings quality on firm value and examines the corporate governance variables (i.e. managerial ownership, institutional ownership, independent commissioners, and the audit committee) as moderating variable in the influence of earnings quality on firm value.
The population of this research is manufacturing company listed on the Indonesia Stock Exchange in 2008-2010 with 66 manufacturing companies and 175 observations as sample. Determination of the sample in this study is carried out by purposive sampling method. Earnings quality is measured by Earnings Response Coefficient (ERC) and the firm value is measured with Price Book Value (PBV). Testing hypotheses using multiple regression analysis.
The results show that earnings quality has been proven to have positive influence on firm value. Mangerial ownership has not been proven as moderating variable in the influence of earnings quality on firm value. Institutional ownership, independent board of commissioners, and audit committee could moderate the influence of the earnings quality to firm value. Keywords : earnings quality, corporate governance, managerial ownership,
institutional ownership, independent commissioner, audit committee, firm value.
Data Availability : www.idx.co.id and ICMD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan alat utama bagi perusahaan untuk
menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak
manajeman (Schipper dan Vincent, 2003). Laporan keuangan tersebut digunakan
oleh pihak-pihak eksternal maupun internal untuk memperoleh informasi mengenai
kondisi suatu perusahaan. Salah satu informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan adalah informasi mengenai laba.
Laporan keuangan semakin menjadi pusat perhatian karena beberapa skandal
keuangan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan publik telah melibatkan
persoalan laporan keuangan ini. Pada tahun 1998 sampai dengan 2001 tercatat telah
terjadi banyak skandal keuangan di perusahaan-perusahaan publik dengan
melibatkan persoalan laporan keuangan yang pernah diterbitkannya. Beberapa kasus
yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk dan PT. Kimia Farma Tbk juga
melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi
adanya manipulasi (Boediono, 2005). PT. Kimia Farma Tbk, pada tahun 2002
mengindikasikan adanya praktik manajemen laba dengan menaikan laba hingga Rp.
32,7 milyar. Manajemen laba tersebut diduga terkait dengan keinginan manajemen
lama untuk dipilih kembali untuk mengelola perusahaan farmasi tersebut (Bapepam,
2005).
Fenomena yang terjadi ini menunjukkan bahwa terjadinya skandal keuangan
merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi informasi pengguna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
laporan. Laba yang merupakan bagian dari pelaporan keuangan tidak menyajikan
fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang
diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan
diragukan kualitasnya (Boediono, 2005).
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau
kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996).
Menurut PSAK Nomor 1, informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi
sumberdaya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan,
menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan
pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber
daya (IAI, 2004).
Dalam perspektif pengambilan keputusan investasi, informasi laba penting
bagi para investor untuk mengetahui kualitas laba suatu perusahaan sehingga mereka
dapat mengurangi risiko informasi (Schipper, 2003). Oleh karena itu, kualitas laba
menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan
pemerintah.
Laba yang dipublikasikan dapat memberikan respon yang bervariasi, yang
menunjukkan reaksi pasar terhadap laba (Cho dan Jung, 1991). Reaksi yang
diberikan tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan perusahaan. Dengan kata lain,
laba yang dihasilkan memiliki kekuatan respon (power of response). Kuatnya reaksi
pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC (Earnings
Response Coeficient), menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Demikian
sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas
(Boediono, 2005).
Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak
terlepas dari proses penyusunannya. Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen
terkadang dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan dalam laporan
keuangan. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam proses penyusunan laporan
keuangan terutama laba tentu akan mempengaruhi kualitas laba. Menurut Morck,
Scheifer, dan Vishny (1988), earnings management yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan, namun peningkatan itu hanya
sementara, setelah itu nilainya akan menjadi menurun.
Beberapa penelitian juga mendukung bahwa manipulasi terhadap laporan
keuangan terutama laba juga sering dilakukan oleh manajemen. Schipper (1989)
merupakan peneliti yang pertama kali mempertimbangkan aktivitas manajemen
sebagai bagian dari literatur earnings management. Dechow dan Sloan (1991),
Bushee (1998), dan Roychowdhury (2006) menemukan bahwa perusahaan
melaporkan small positive earnings menggunakan teknik seperti price discount,
overproduction, dan pengurangan biaya diskresionar untuk menghindari perubahan
dan kehilangan laba dalam laporan tahunan. Gunny (2005) memberikan bukti bahwa
aktivitas manajemen secara nyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja operasi perusahaan di masa depan.
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan. Namun,
konflik keagenan yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic manajemen akan
mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan dapat
membuat kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz,
2006). Dari perspektif kontrak, kualitas laba yang rendah bisa mengurangi aset,
sedangkan bagi pemodal, kualitas laba yang rendah tidak diinginkan karena bisa
mengakibatkan signal alokasi sumber daya tidak baik (Barragato dan Markelevich,
2008).
Konflik kepentingan dalam agency theory dipicu oleh adanya pemisahan
pemisahan peran dan perbedaan kepentingan antara pemegang saham (principal)
dengan pengelola atau manajemen perusahaan (agent). Manajemen selaku pengelola
perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak daripada pemegang
saham sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen
melakukan praktik akutansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja
tertentu. Konflik keagenan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang
akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu sehingga nilai perusahaan akan
berkurang di masa yang akan datang (Herawaty, 2008).
Untuk mengatasi konflik keagenan antara principal dan agent ini, salah satu
cara yang bisa digunakan adalah dengan penerapan praktik mekanisme corporate
governance. Barnhart dan Rosenstein (1998) menyatakan bahwa beberapa
mekanisme corporate governance seperti mekanisme internal, seperti struktur dan
dewan komisaris, serta mekanisme eksternal seperti pasar untuk kontrol perusahaan,
diharapkan dapat mengatasi masalah keagenan.
Menurut Herawaty (2008), teori agensi memberikan pandangan bahwa
masalah keagenan dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring untuk
menyelaraskan perbedaan kepentingan pemilik dan manajemen antara lain dengan
cara meningkatkan hal-hal berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).
2. Kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap sebagai
sophisticated investor, dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan
dapat memonitor manajemen yang berdampak mengurang motivasi manajer
untuk melakukan earning management (Midiastuty dan Machfoed, 2003).
3. Peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen (Barnhart dan
Rosenstein, 1998).
4. Komite audit yang dilihat dari peran auditor yang memiliki kompentensi yang
memadai dan bersikap independen sehingga menjadi pihak yang yang dapat
memberikan kepastian terhadap integritas angka-angka akuntansi yang
dilaporkan manajemen (Mayangsari, 2003).
Kepemilikan manajerial dianggap dapat mengurangi konflik keagenan yang
terjadi karena dengan adanya kepemilikan manajerial, para manajer diharapkan akan
bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerjanya (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Warfield dan Wild
(1995) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif
dengan manajemen laba. Kepemilikan institusional juga dianggap dapat mengurangi
praktik manajemen laba yang dapat menurunkan kualitas laba dalam suatu
perusahaan. Jiambavo (1996) menemukan bahwa nilai absolute diskresioner
berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial dan
institusional juga dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada
akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol
yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Selain kepemilikan manajerial dan institusional, dewan komisaris dan komite
audit juga dianggap berpengaruh terhadap kualitas laporan yang disajikan. Melalui
perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, dewan komisaris dapat
mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga
diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Vafeas (1998)
mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen
laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal juga
diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan
manajemen laba (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Chtourou, Bedard, dan Courteau
(2001) menemukan bahwa earnings management secara signifikan berhubungan
dengan beberapa praktik governance oleh dewan komisaris dan komite audit. Klein
(2002) juga memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk
komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan discretionary acrual
yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite
audit independen. Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai sebuah
komite khusus diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan yang
sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris. Fungsi pengawasan komite audit
meliputi: pengawasan terhadap laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan
mengamati sistem pengendalian internal.
Secara umum mekanisme corporate governance memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kualitas laba. Dengan adanya penerapan mekanisme corporate
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
governance diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang
salah satunya adalah meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Kualitas laba yang
baik juga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Beberapa penelitian juga
telah mendukung hal ini. Watfield et al. (1995), Gabrielsen, Gramlich, dan Plenborg
(2002), Wedari (2004), dan Herawaty (2008) menyatakan bahwa mekanisme
corporate governance memiliki hubungan yang signifikan dengan earnings
management. Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2005), Boediono (2005), dan
Kawatu (2009) juga menujukkan bahwa mekanisme corporate governance secara
bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas laba.
Sedangkan menurut Siregar (2006) dan Darmawati (2003), tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara mekanisme corporate governance terhadap
manajemen laba yang juga dijadikan sebagai proksi kualitas laba. Sulistyono dan
Wibisono (2003) menguji perbedaan tingkat akrual sebelum dan sesudah penerapan
corporate governance, hasil penelitan menunjukkan bahwa penerapan corporate
governance tidak mengurangi upaya rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen.
Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa mekanisme corporate
governance sebenarnya memiliki potensi untuk mengurangi praktik earnings
management yang akan meningkatkan kualitas laba dan nilai perusahaan. Namun,
masih ada berberapa perbedaan hasil penelitian mengenai hubungan mekanisme
corporate governance, kualitas laba, dan nilai perusahaan sehingga peneliti tertarik
untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh kualitas laba terhadap nilai
perusahaan dengan mekanisme corporate governance sebagai variabel pemoderasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1.2. Rumusan Masalah
Tata kelola perusahaan (corporate governance) merupakan salah satu
mekanisme yang dianggap dapat mengontrol biaya keagenan. Penerapan corporate
governance diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang akan
berakibat pada rendahnya kualitas laba. (Siallagan dan Machfoedz, 2005). Kualitas
laba yang baik diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Namun, dari hasil
penelitian-penelitian sebelumnya, masih ada beberapa perbedaan hasil penelitian
mengenai hubungan mekanisme corporate governance dan kualitas laba serta nilai
perusahaan.
Hasil penelitian Bitner dan Dolan (1996) dan Sloan (1996) menyatakan
bahwa kualitas laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan Hejazi,
Ansari, Sarikhani, dan Ebrahimi (2011) menyatakan bahwa kualitas laba tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian Rachmawati dan Hanung
(2007) juga menyatakan bahwa kualitas laba yang diukur dengan discretionarry
accrual tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan price book
value.
Hasil penelitian Siallagan dan Machfoedz (2005), Boediono (2005), dan
Kawatu (2009) menujukkan bahwa mekanisme corporate governance secara
bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas laba. Sedangkan menurut Siregar
(2006) dan Darmawati (2003), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba yang juga dijadikan
sebagai proksi kualitas laba. Sulistyono dan Wibisono (2003) menguji perbedaan
tingkat akrual sebelum dan sesudah penerapan corporate governance, hasil penelitan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menunjukkan bahwa penerapan corporate governance tidak mengurangi upaya
rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen.
Dari perbedaan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini menguji kembali
pengaruh kualitas laba yang diukur dengan Earnings Response Coeficient (ERC)
terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan PBV. Lebih lanjut penelitian ini juga
mengukur peranan corporate governance dalam hubungan kualitas laba dan nilai
perusahaan dengan memasukkan variabel-variabel corporate governance yang
diukur dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris
independen, dan komite audit sebagai variabel pemoderasi. Berdasarkan uraian
tersebut, maka rumusan masalah yang akan diteliti mengenai kualitas laba,
mekanisme corporate governance dan nilai perusahaan dituangkan dalam pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan?
2. Apakah mekanisme corporate governance yang diproksikan oleh kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite
audit masing-masing dapat memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai
perusahaan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kualitas laba terhadap nilai
perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit
terhadap hubungan antara kualitas laba dan nilai perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis dapat dijadikan tambahan pengetahuan, khususnya mengenai
pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan dengan peranan praktik
corporate governance sebagai variabel pemoderasi.
2. Bagi para pemakai laporan keuangan dan manajemen perusahaan memahami
peranan praktik corporate governance terhadap praktik kualitas laba yang
dilakukan yang perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.
3. Bagi ilmu pengembangan ilmu pengetahuan, mengenai positive accounting
theory khususnya agency theory dan corporate governance theory, sehingga
dapat memperoleh permodelan-permodelan praktik corporate governance yang
secara konseptual berpengaruh terhadap kualitas laba serta dampaknya pada
nilai perusahaan dan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami
isu corporate governance dan kualitas laba. Konsep agency theory menurut Anthony
dan Govindarajan (2005) yaitu hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal
memperkerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk
pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada
perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai
prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agen mereka. Pemegang saham
mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh
agen dalam sebuah organisasi ini cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara
principal dan agen. Konflik kepentingan ini terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan antara principal sebagai pemilik dengan agen sebagai pihak pengelola
perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dan Watts dan Zimmerman (1986)
menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi
diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan.
Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana
agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan
kompensasi kepada agen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Menurut Arifin (2005), teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antar
anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama.
Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak
atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh
prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Dengan demikian, kontrak kerja yang baik
antara prinsipal dan agen adalah kontrak kerja yang menjelaskan apa saja yang harus
dilakukan manajer dalam menjalankan pengelolaan dana yang diinvestasikan dan
mekanisme bagi hasil berupa keuntungan, return dan risiko-risiko yang telah
disetujui oleh kedua belah pihak.
Teori agensi mengasumsikan bahwa masing-masing individu termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan konflik antara prinsipal dan
agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan
dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agen termotivasi
untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya. Menurut
Eisenhardt (1989) teori keagenan dilandasi oleh tiga buah asumsi berikut ini:
1. Asumsi tentang sifat manusia.
Menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri
(self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan
tidak menyukai risiko (risk aversion).
2. Asumsi tentang keorganisasian.
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara
prinsipal dan agen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3. Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
2.2. Mekanisme Corporate Governance
Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan
yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Siallagan dan
Machfoedz, 2006). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI,
2001), corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Menurut Herawaty (2008), penelitian mengenai corporate governance
menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa
tindakan manajemen selaras dengan kepentingan shareholders. Prinsip-prinsip
mekanisme corporate governance yang diterapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya sebagai berikut:
1. Meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang
mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen.
2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para
penyedia modal.
3. Meningkatkan citra perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang
rendah.
5. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan
perusahaan yang lebih baik.
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur
dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang
melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Iskander &
Chamlou (2000), mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam
dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Internal mechanisms adalah
cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses
internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi,
komposisi dewan komisaris, pertemuan dengan board of director, dan kepemilikan
manajerial. Sedangkan external mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan
selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh
perusahaan dan pengendalian pasar.
Ada beberapa mekanisme corporate governance yang sering digunakan
dalam penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap laba dan nilai perusahaan.
Beberapa mekanisme corporate governance ini diantaranya adalah konsentrasi
kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit.
Adanya konsentrasi kepemilikan dalam perusahaan akan membuat pemegang
saham ada pada posisi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham
memiliki kendali terhadap manajemen untuk menuntut mereka melaporkan laporan
keuangan secara akurat. Sama halnya dengan peran dewan komisaris dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak
manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005).
Komite audit mempunyai peran yang penting dan strategis dalam hal
memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya
sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate
governance. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka control
terhadap perusahaan akan lebih baik sehingga konflik keagenan yang terjadi akibat
keinginan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri dapat
diminimalisasi (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Ini membuktikan bahwa
mekanisme corporate governance mampu mengurangi adanya praktik manipulasi
terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer sehingga laba yang
dihasilkan akan lebih berkualitas.
2.3. Kualitas Laba
Kualitas laba merupakan sebuah konsep teoritis yang memiliki orientasi
multidimensional. Dechow et al. (2010) menyatakan bahwa kualitas laba yang tinggi
memberikan informasi lebih mengenai fitur kinerja keuangan perusahaan yang
relevan terhadap sebuah keputusan spesifik yang dibuat oleh pembuat keputusan
yang spesifik.
Yee (2006) menyatakan bahwa laporan laba memiliki dua peranan. Pertama,
sebagai atribut dasar (fundamental attributes), dan kedua sebagai atribut pelaporan
keuangan (financial reporting attributes). Laba fundamental adalah ukuran
profitabilitas akuntansi yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dividen di masa depan. Kualitas laba menunjuk pada seberapa cepat dan tepat laba
yang dilaporkan mengungkap laba fundamental. Semakin tinggi kualitas laba, maka
semakin cepat dan tepat laba yang dilaporkan menyampaikan nilai sekarang dari
dividen yang diharapkan.
Menurut Hejazi et al. (2011) kualitas laba telah didefinisikan dalam beberapa
cara berikut ini:
1. Berdasarkan stabilitas laba: semakin kuat laba, semakin tinggi kualitas laba
(Tapia dan Fernandez, 2007).
2. Berdasarkan tingkat akrual: kita dapat mendefinisikan kualitas laba berdasarkan
tingkat kedekatan laba perusahaan tehadap jumlah arus kas. Dengan kata lain,
semakin sedikit tingkat akrual, semakin berkualitas labanya (Bao dan Bao,
2004).
3. Berdasarkan konten informasi: Kirschenheiter dan Melumed (2004) mengakui
kualitas laba sebagai laba yang lebih dekat dengan nilai perusahaan selama
periode jangka panjang dan yang mencakup informasi lebih lanjut.
2.4. Nilai Perusahaan
Tujuan utama dari suatu perusahaan adalah memaksimumkan kekayaan
pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan yang tercermin pada harga
sahamnya (Fama, 1978). Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap
tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya akhir tahun berjalan
yang tercermin pada harga saham perusahaan. Semakin tinggi harga saham maka
semakin tinggi pula nilai perusahaan, sebaliknya harga saham yang terlalu rendah
sering diartikan bahwa kinerja perusahaan yang kurang baik (Westen dan Copeland,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
1992). Jadi semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar kemakmuran yang
akan diterima oleh pemilik perusahaan.
Ada beberapa konsep dasar menilai, yaitu: nilai ditentukan untuk suatu waktu
atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada harga yang wajar; penilaian tidak
dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu. Menurut Sugiri (1999) bahwa banyak
metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earnings ratio.
2. Pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas.
3. Pendekatan deviden antara lain pertumbuhan deviden.
4. Pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva.
5. Pendekatan harga saham
Tujuan umum dari suatu perusahaan adalah mengembangkan usahanya dan
memberikan kemakmuran yang maksimal kepada para pemegang sahamnya serta
mengoptimalkan nilai perusahaan. Jika kemakmuran pemegang saham terjamin maka
sudah pasti nilai dari perusahaan tersebut meningkat, dan kemakmuran pemegang
saham ini akan dapat meningkat apabila harga saham yang dimilikinya juga
meningkat. Dengan kata lain, bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar
modal, harga saham yang ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilai
perusahaan. Nilai pasar saham dihitung dengan menggunakan rasio Price Book Value
(PBV).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2.5. Pengembangan Hipotesis
2.5.1. Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Laba merupakan salah satu indikator dalam laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Informasi tentang laba ini diperlukan
sebagai pertimbangan dan pengambilan keputusan oleh perusahaan. Informasi laba
juga penting bagi para investor karena selain untuk mengurangi risiko informasi,
informasi laba penting untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan secara
umum. Bagi investor, laba dapat dikatakan berkualitas tinggi bila laba tersebut dapat
memprediksi harga dan return saham. Semakin tinggi kualitas laba, maka akan
semakin mencerminkan prediksi harga saham yang sebenarnya, sehingga persepsi
investor terhadap perusahaan tersebut akan tinggi. Kualitas laba disini diukur dengan
bagaimana pasar bereaksi terhadap informasi laba. Jika pasar bereaksi positif
terhadap informasi laba, maka harga saham perusahaan akan semakin meningkat.
Harga saham yang tinggi ini tentunya akan meningkatkan nilai perusahaan tersebut.
Sehingga semakin berkualitas laba suatu perusahaan, maka nilai perusahaan tersebut
akan semakin meningkat pula.
Dechow et al. (2010) menyatakan bahwa kualitas laba yang tinggi
memberikan informasi lebih mengenai fitur kinerja keuangan perusahaan yang
relevan terhadap sebuah keputusan spesifik yang dibuat oleh pembuat keputusan.
Menurut Bernard dan Stober (1989), laba dapat dikatakan berkualitas tinggi apabila
laba yang dilaporkan dapat digunakan oleh para pengguna untuk membuat keputusan
yang terbaik dan dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan
return saham.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kualitas laba juga dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba
memberikan respon terhadap pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki
kekuatan respon. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari
tingginya Earnings Response Coefficient (ERC), menunjukkan laba yang dilaporkan
berkualitas (Boediono, 2005). ERC ini merupakan salah satu ukuran atau proksi yang
digunakan untuk mengukur kualitas laba seperti penelitian yang dilakukan oleh
Boediono (2005), Suaryana (2005), serta Kros dan Schroeder (1990).
Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang
ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan. Nilai perusahaan
merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam
mengelola sumber daya akhir tahun berjalan yang tercermin pada harga saham
perusahaan. Jadi nilai suatu perusahaan dapat tercermin dari harga saham perusahaan
tersebut. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan,
sebaliknya harga saham yang terlalu rendah sering diartikan bahwa kinerja
perusahaan kurang baik (Westen dan Copeland, 1992).
Bagi investor, laba dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis
saham yang diterbitkan oleh emiten. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang
sebenarnya mengenai kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna
laporan. Jika laba seperti ini yang digunakan oleh investor untuk membentuk nilai
perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang
sebenarnya (Boediono, 2005). Rendahnya kualitas laba akan dapat mengakibatkan
kesalahan pembuatan keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor,
sehingga nilai perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2005).
Menurut Francis (2004), kualitas laba mempunyai peran menurunkan biaya ekuitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Semakin tinggi kualitas laba, semakin semakin rendah biaya ekuitas. Dalam
penentuan nilai saham, semakin rendah biaya ekuitas, maka semakin tinggi nilai
saham. Sebaliknya, semakin tinggi biaya ekuitas, semakin rendah harga saham.
Nichols dan Wahlen (2004) menguji dampak persistensi laba pada return
saham. Hasil pengujian menunjukkan bahwa return saham berhubungan dengan
peningkatan laba, dan hubungan ini lebih besar untuk perusahaan dengan persistensi
tinggi daripada untuk perusahaan dengan persistensi rendah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kualitas laba dapat mempengaruhi return saham.
Binter dan Dolan (1996) melakukan penelitian antara manjemen laba sebagai
proksi kualitas laba dan nilai perusahaan dengan menggunakan variabel leverage dan
firm size. Ditemukan bukti bahwa leverage merupakan determinan negatif yang
signifikan sedangkan firm size berhubungan secara negatif namun secara statistik
tidak signifikan. Siallagan dan Machfoedz (2005) dan Kawatu (2009) menguji
pengaruh kualitas laba yang diproksikan dengan discretionary accrual dengan nilai
perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Ha1: Kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
2.5.2. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
2.5.2.1. Kepemilikan Manajerial
Salah satu mekanisme yang dapat mengurangi masalah keagenan adalah
dengan memperbesar kepemilikan saham oleh manajemen. Hal tersebut didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pada logika bahwa peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer akan
menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan yang berlebihan.
Dengan proporsi kepemilikan yang cukup tinggi maka manajer akan merasa ikut
memiliki perusahaan sehingga akan berusaha semaksimal mungkin melakukan
tindakan-tindakan yang dapat memaksimalkan kemakmurannya. Dengan demikian,
diharapkan dengan adanya keterlibatan manajer pada kepemilikan saham dapat
efektif untuk meningkatkan kinerja manajer dan menyatukan kepentingan antara
manajer dan pemegang saham sehingga dapat meningkatkan kualitas laba dan nilai
perusahaan.
Hasil penelitian mengenai kepemilikan manajerial sendiri sebenarnya masih
bertentangan. Beberapa penelitian mendeteksi adanya hubungan yang non-monotonic
antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan (Morck et al., 1988). Hal ini
menimbulkan keraguan terhadap dugaan adanya pensejajaran kepentingan yang
dihasilkan dari adanya kepemilikan manajerial. Morck menyatakan bahwa pada
tingkat kepemilikan manjerial yang rendah, peningkatan dalam kepemilikan
manajerial akan menaikan nilai perusahaan. Tetapi pada level kepemilikan
manajerial yang tinggi, peningkatan dalam kepemilikan manajerial akan menurunkan
nilai perusahaan.
Namun beberapa peneliti juga menyatakan bahwa ada hubungan yang positif
antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen maka akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang
saham sehingga konflik keagenan dapat berkurang. Menurut Boediono (2005),
kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial
yang rendah akan memilih metode akuntansi yang akan meningkatkan laba yang
dilaporkan, walaupun sebenarnya metode tidak mencerminkan keadaan ekonomi
yang sebenarnya dari perusahaan yang bersangkutan.
Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat
mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang
saham (Faizal, 2005). Peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer dan direksi
akan menurunkan kecenderungan adanya tindakan manipulasi yang berlebihan,
sehingga laba yang dihasilkan akan lebih berkualitas dan juga meningkatkan nilai
perusahaan.
Siallagan dan Machfoedz (2006) dan Kawatu (2009) meneliti pengaruh
kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba yang diukur dengan menggunakan
discretionary accrual dan nilai perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba, dan
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Ha2: Pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan diperkuat dengan adanya
kepemilikan manajerial.
2.5.2.2 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional juga dianggap sebagai salah satu mekanisme yang
dapat mengurangi masalah keagenan. Hal tersebut didasarkan pada logika bahwa
semakin besar kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi, maka akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
meningkatkan pengawasan yang dilakukan oleh institusi tersebut terhadap kinerja
manajemen. Dengan adanya pengawasan yang optimal, maka diharapkan kualitas
laba perusahaan dan nilai perusahaan juga akan semakin meningkat.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang
membantu mengendalikan masalah keagenan (agency conflict). Crutchley dan
Hansen (1989) dan Bathala, Moon, dan Rao (1994) menyimpulkan bahwa
kepemilikan institusional yang tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah
keagenan.
Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap agency
costs dilakukan oleh Crutchley, Jensen, Jahera, dan Raymond (1999). Crutchley
menyatakan bahwa kepemilikan oleh institusional juga dapat menurunkan agency
costs, karena dengan adanya monitoring yang efektif oleh pihak institusional
menyebabkan penggunaan utang menurun. Hal ini karena peranan utang sebagai
salah satu alat monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional. Dengan
demikian kepemilikan institusional dapat mengurangi agency cost of debt.
Moh’d, Perry, dan Rimbey (1998) menyatakan bahwa distribusi saham antara
pemegang saham dari luar yaitu investor institusional dan shareholders dispersion
dapat mengurangi agency costs. Adanya kepemilikan institusional seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Ha3: Pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan diperkuat dengan adanya
kepemilikan institusional.
2.5.2.3 Komisaris Independen
Dewan komisaris independen juga merupakan salah satu mekanisme yang
dianggap dapat mengurangi masalah keagenan. Hal tersebut didasarkan pada logika
bahwa komisaris independen dapat mengawasi kebijakan manajemen dan membantu
melaksanakan fungsi monitoring. Adanya dewan komisaris independen juga dapat
mengoptimalkan pengawasan terhadap manajemen untuk mencegah terjadinya
kecurangan laporan keuangan. Hal ini tentunya akan meningkatkan kualitas laba dan
nilai perusahaan.
Xie, Davidson, dan Dadalt (2003) meneliti peran dewan komisaris dengan
latar belakang bidang keuangan dalam mencegah manajemen laba. Dari penelitian ini
diketahui makin sering dewan komisaris bertemu maka akrual kelolaan perusahaan
makin kecil. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien negatif yang signifikan. Penelitian
ini juga menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris dari luar perusahaan yang
independen berpengaruh negatif secara signifikan terhadap akrual kelolaan. Beasley
(1996) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen
untuk mencegah kecurangan laporan keuangan.
Penelitian terkait dengan keberadaan dewan komisaris di Indonesia juga
banyak dilakukan. Siregar (2004) meneliti pengaruh praktik corporate governance
terhadap manajemen laba. Praktik corporate governance yang diteliti yaitu proporsi
dewan komisaris independen. Hasil dari penelitian ini adalah kesimpulan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Fama dan Jensen (1983)
menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak
sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara para manajer internal dan
mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi
monitoring agar tercipta perusahaan yang memiliki good corporate governance.
Hasil penelitian Dechow, Sloan dan Sweeney (1996), Klein (2002), dan
Midiastuty dan Machfoed (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan yang
memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau
outside director dapat mempengaruhi kinerja. Sehingga, jika anggota dewan
komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan
berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accruals (Cornett,
Markus, Saunders, dan Tehranian, 2006).
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah:
Ha4: Pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan diperkuat dengan adanya
dewan komisaris independen.
2.5.2.4 Komite Audit
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk
melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit yang dibentuk
oleh suatu perusahaan berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-
masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi, dan pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
internal. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal. Komite
audit ini dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan
manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan keuangan
dan melakukan pengawasan pada audit eksternal. Dengan adanya pengawasan yang
optimal terhadap laporan keuangan, diharapkan laba yang dihasilkan akan lebih
berkualitas.
Mayangsari (2003) meneliti pengaruh keberadaan komite audit terhadap
integritas laporan keuangan. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa keberadaan
komite audit berhubungan negatif dengan integritas laporan keuangan. Sedangkan,
Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk
komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan discretionary accruals
yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite
audit independen. Kandungan discretionary accruals tersebut berkaitan dengan
kualitas laba perusahaan. Suaryana (2005) meneliti kualitas laba antara perusahaan
yang membentuk komite audit dan perusahaan yang tidak membentuk komite audit.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang membentuk komite audit
memiliki kualitas laba yang lebih baik daripada perusahaan yang tidak membentuk
komite audit. Siallagan dan Machfoedz (2006) dan Kawatu (2009) juga menyatakan
bahwa komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan nilai
perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Ha5: Pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan diperkuat dengan komite audit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2.6. Kerangka Pemikiran
Pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agen dalam
suatu organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal
dengan agen. Menurut teori agensi, pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian
dapat menyebabkan tindakan mementingkan diri sendiri oleh manajer (Jensen dan
Meckling, 1976). Ketika ada konflik antara manajemen dan stakeholder, nilai
perusahaan tidak dimaksimalkan dan perbedaan antara nilai maksimum teoritis
perusahaan dan nilai sebenarnya dari perusahaan tersebut diberikan untuk biaya agen
(Palliam dan Shalhoub, 2003).
Jensen dan Meckling (1976) dan Watts dan Zimmermen (1986) menyatakan
bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan
dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan
laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana
agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan
kompensasi kepada agen.
Laba merupakan salah satu indikator dalam laporan keuangan yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba
ini biasanya digunakan untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam
mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Informasi tentang laba
juga penting bagi para investor, sehingga investor perlu mengetahui kualitas laba
suatu perusahaan sehingga mereka dapat mengurangi risiko informasi (Schipper,
2003). Kualitas laba baik dianggap dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Salah satu mekanisme yang juga dianggap dapat mengontrol biaya keagenan
adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan corporate
governance diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang akan
berakibat pada rendahnya kualitas laba (Siallagan dan Machfoedz, 2005). Penerapan
corporate governance ini juga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan
kepada para pemegang saham, karena dari beberapa penelitian sebelumnya,
corporate governance ini terbukti memberikan pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Berdasarkan keterangan di atas, maka kerangka pemikiran teoritis
penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Mekanisme Corporate Governance yang
diproksikan dengan: · Kepemilikan Manajerial · Kepemilikan Institusional · Komisaris Independen · Komite Audit
Kualitas Laba (Earnings Quality)
Nilai Perusahaan H1
H2,3,4,5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2010. Alasan
dipilihnya sektor manufaktur karena sektor ini merupakan sektor yang terbesar di
Bursa Efek Indonesia. Selain itu, perusahaan manufaktur dipilih untuk menghindari
perbedaan karakteristik antara perusahaan manufaktur dan non-manufaktur serta
karena perusahaan manufaktur dianggap cukup sensitif terhadap setiap perubahan
kondisi (Tarjo dan Hartono, 2003).
Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling), yaitu sebagai berikut:
1. Telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) yang berakhir
pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan.
3. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk rupiah.
4. Perusahaan memiliki data mengenai tanggal publikasi laporan keuangan, harga
saham, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris
independen, dan komite audit.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil
dari laporan keuangan tahunan perusahaan berupa nilai rata-rata dari tahun 2008-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
2010. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) dan www.idx.co.id.
3.3. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui penelusuran
data sekunder dengan kepustakaan dan manual. Data yang digunakan dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan
proses perolehan dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-
dokumen dan data-data yang diperlukan. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah laporan keuangan dan data yang tersedia di Indonesian Capital Market
Directory (ICMD).
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kualitas laba. Kualitas laba
dapat diukur dengan menggunakan ERC (Earnings Response Coefficient) dengan
langkah-langkah sebagai berikut ini (Suaryana, 2005).
a. Abnormal Return (AR) yang dihitung dengan formula:
.............................................................. (1)
Keterangan:
ARit = Abnormal Return untuk saham perusahaan i pada periode t,
Rit = Return sesungguhnya perusahaan i pada periode t, dan
Rmt = Return pasar pada periode t.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Return sesungguhnya dihitung dengan formula berikut:
................................................................ (2)
Keterangan:
Rit = Return sesungguhnya untuk perusahaan i pada periode t,
Pit = Harga penutupan (closing price) saham perusahaan i pada waktu t, dan
Pit-1 = Harga penutupan (closing price) saham perusahaan i pada waktu t-1.
c. Return pasar pada suatu periode dihitung dengan formula:
...................................................... (3)
Keterangan:
Rmt = Return pasar pada periode t,
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t, dan
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t-1.
d. Cumulative Abnormal Return (CAR) yang diukur dengan formula:
........................................................................ (4)
Keterangan:
CARit = Cumulative Abnormal Return saham perusahaan i dari periode t1
sampai dengan t2,
ARit = Abnormal Return untuk saham perusahaan i pada periode t,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
t1 = Awal periode pengamatan (3 hari sebelum tanggal publikasi laba
akuntansi), dan
t2 = Akhir periode pengamatan (3 hari setelah tanggal publikasi laba
akuntansi).
e. Unexpected earnings dengan model random-walk menggunakan formula
berikut:
......................................................... (5)
Keterangan:
UEit = Unexpected Earnings perusahaan i pada periode t,
Eit = Laba untuk perusahaan i pada periode t, dan
Eit-1 = Laba untuk perusahaan i pada periode t-1.
f. Earnings Response Coefficient dihitung dari β pada hubungan antara CAR
dengan UE
g. Dari formula-formula di atas, maka model CAR adalah sebagai berikut:
................................................... (6)
Keterangan:
CARit = Cumulative Abnormal Return perusahaan i selama periode -3
sampai dengan +3 hari setelah pengumuman laporan keuangan,
UEit = Unexpected Earnings, dan
eit = Komponen error dalam model atas perusahaan i pada periode t.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3.4.2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat dan dipengaruhi oleh variabel
lainnya (Ghozali, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai
perusahaan. Nilai perusahaan merupakan gambaran dari kesejahteraan pemegang
saham. Semakin tinggi nilai perusahaan maka dapat menggambarkan semakin
sejahtera pula pemiliknya. Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau
nilai buku perusahaan dari ekuitasnya.
Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Price Book Value (PBV).
Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan
organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Wahyudi dan
Pawestri, 2006). Rasio PBV merupakan perbandingan antara nilai saham menurut
pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan. Nilai buku dihitung sebagai hasil antara
ekuitas pemegang saham dengan jumlah saham yang beredar.
............................ (7)
3.4.3. Variabel Pemoderasi
Variabel pemoderasi merupakan variabel yang mempengaruhi hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2011). Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel pemoderasi antara kualitas laba dengan nilai
perusahaan adalah mekanisme corporate governance.
Corporate governance merupakan suatu susunan aturan yang menentukan
hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan
stakeholders internal dan eksternal lainnya sesuai dengan hak dan tanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
jawabnya (FGCI, 2001). Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini
terdiri dari:
a. Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang di kelola. Menurut
Jensen dan Meckling (1976) dan Morck et al. (1988), kepentingan manajer dan
pemegang saham dapat diselaraskan bila manajer memiliki saham perusahaan
yang lebih besar. Indikator yang digunakan adalah persentase jumlah saham
yang dimiliki manajemen dari seluruh modal saham perusahaan.
..................... (8)
b. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh
institusi (Beiner, Drobetz, Schmid, dan Zimmermann, 2003). Moh’d et al.
(1998) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat
memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer
untuk mengatur laba menjadi berkurang. Kepemilikan institusional dalam
penelitian ini menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki
institusi dari seluruh modal saham yang beredar.
...................... (9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
c. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi
dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG), 2004). Beasley (1996) menemukan bahwa perusahaan
yang melakukan kecurangan memiliki persentase komisaris eksternal yang
secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
melakukan kecurangan. Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan
menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari
luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.
.............. (10)
d. Komite audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk
melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Variabel komite audit
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan persentase jumlah anggota
komite audit yang berasal dari luar perusahaan terhadap seluruh jumlah anggota
komite audit perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
.............. (11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3.5. Analisis Data
3.5.1. Analisis Statistik Deskriptif
Untuk memberikan gambaran secara umum, data penelitian akan diadakan
analisis statistik deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian, yaitu kepemilikan
manajerial, kepemilikan instutisional, komisaris independen, komite audit, kualitas
laba dan nilai perusahaan. Deskripsi variabel tersebut disajikan dalam bentuk
frekuensi yang menyajikan angka rata-rata, median, kisaran dan standar deviasi.
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan perhitungan statistik regresi sederhana dan berganda
untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka
diadakan pengujian asumsi klasik. Menurut Ghozali (2011) uji asumsi klasik terdiri
dari:
3.5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011). Model
regresi yang baik adalah memiliki data berdistribusi normal. Untuk menguji apakah
terdapat distribusi yang normal atau tidak dalam model regresi maka digunakanlah
uji kolmogorof-smirnov dan analisis grafik.
Dalam uji ini, jika dihasilkan taraf signifikansi lebih besar dari 5%, hal ini
berarti data yang akan diolah memiliki distribusi normal, sebaliknya jika taraf
signifikansi yang dihasilkan lebih kecil dari 5%, maka data tidak terdistribusi secara
normal. Selain itu uji normalitas juga dapat menggunakan analisis grafik. Pada uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
grafik, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas data. Sebaliknya jika
data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis, maka model
regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2011).
3.5.2.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadinya varian tidak
sama untuk variabel bebas yang berbeda (Ghozali, 2011). Jika varian dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika
berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Pengujian untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah
dengan melihat grafik scatterplot antar nilai prediksi variabel dependen yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2011). Apabila pada grafik
scatterplot titik menyebar di atas maupun dibawah nilai nol pada sumbu Y, maka
dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heterokedastisitas atau
dapat disebut terjadi homokedastisitas. Jika terdapat pola tertentu yang teratur,
seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit maka menunjukkan telah
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).
Selain itu, untuk menguji heteroskedastisitas juga bisa menggunakan Uji-
Glejser, yaitu dengan meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel
independen. Jika hasil regresi menenunjukkan bahwa variabel independen signifikan
secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi
heteroskedastisitas. Sebaliknya jika hasil regresi menunjukkan bahwa variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model (Ghozali, 2011).
3.5.2.3 Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2011). Dalam suatu
model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel
independennya. Ghozali menjelaskan bahwa salah satu pengujian yang dapat
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model regresi
adalah dengan melihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai
tolerance > 0.10 dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat
multikolinearitas pada penelitian tersebut. Dan sebaliknya jika tolerance < 0.10 dan
VIF > 10, maka terjadi gangguan multikolinieritas pada penelitian tersebut.
Selain itu, pengujian untuk mengetahui adanya multikolinieritas juga dapat
dilakukan dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
antar variabel ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini
mengindikasikan adanya multikolinieritas (Ghozali, 2011).
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang digunakan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan Uji-Durbin Watson. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
nilai Durbin Watson berada di antara du dan 4-du atau du< d< 4-du maka dapat
dikatakan tidak terjadi autokorelasi (Ghozali, 2011).
3.5.3. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh simultan
dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi
digunakan oleh peneliti apabila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan
(naik-turunnya) variabel dependen, dan apabila dua atau lebih variabel independen
sebagai prediktor dimanipulasi atau dinaik-turunkan nilainya (Sugiyono, 2002).
Analisis regresi dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh setiap
variabel independen terhadap variabel dependennya.
Berdasarkan pengembangan hipotesis yang telah dibahas sebelumnya, maka
dapat diterapkan beberapa model regresi sebagai berikut:
PBV = β0 + β1ERCit + ε1 .......................................................... (12)
PBV = β0 + β1ERCit + β2KMit + β3KIit + β4DKit + β5KAit + ε1 .. (13)
PBV = β0 + β1ERCit + β2KMit + β3KIit + β4DKit + β5KAit + β6ERC*KMit +
β7ERC*KIit + β8ERC*DKit + β9ERC*KAit + ε3 ........................ (14)
Keterangan:
ERCit = Kandungan informasi dalam laba yang diukur dengan cara meregresi
CAR dengan unexpected earnings (UE),
PBV = Nilai perusahaan, yang diproksikan dengan Price Book Value
KMit = Kepemilikan manajerial perusahaan i pada periode t,
KIit = Kepemilikan institusional perusahaan i pada periode t,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
DKit = Dewan komisaris independen perusahaan i pada periode t,
KAit = Komite audit perusahaan i pada periode t, dan
ε = Error term.
3.5.4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah nilai perusahaan, sedangkan variabel independen dalam
penelitian ini adalah kualitas laba.
3.5.4.1 Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Lebih lanjut
Ghozali menjelaskan bahwa nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan sampai
dengan satu. Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
3.5.4.2 Uji Statistik F (f –test)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimaksud dalam penelitian mempunyai pengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Uji F digunakan untuk menguji
signifikasi koefisien regresi secara keseluruhan dan pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
a. Apabila Fhitung < Ftabel maka Ha ditolak dan Ho diterima artinya tidak ada
pengaruh antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.
b. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak artinya ada pengaruh
antara variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.
Uji F dapat dilakukan hanya dengan melihat nilai signifikansi F yang terdapat
pada output hasil analisis regresi. Jika angka signifikansi F lebih kecil dari α (0,05)
maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
terhadap variabel terikat secara simultan.
3.5.4.3 Uji Statistik t (t-test)
Menurut Ghozali (2011), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variabel dependen. Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara
linier antara variabel bebas dan variabel terikat.
a. Jika thitung < ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh
antara variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.
b. Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara
variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.
Uji t dapat dilakukan hanya dengan melihat nilai signifikansi t masing-
masing variabel yang terdapat pada output hasil analisis regresi. Jika angka
signifikansi t lebih kecil dari α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam rentang waktu 3 tahun, yaitu dari
tahun 2008 sampai dengan 2010. Data sampel yang telah terseleksi dengan metode
purposive sampling, disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil Seleksi Sampel
Keterangan Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode
2008-2010
Laporan keuangan berakhir selain 31 Desember
135
(1)
Laporan keuangan disajikan selain dengan rupiah (5)
Perusahaan dengan data tidak lengkap (63)
Perusahaan yang dapat menjadi sampel 66
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 66
perusahaan dengan jumlah observasi 198. Setelah menghapus data outlier didapatkan
jumlah observasi sebanyak 175.
4.2. Statistik Deskriptif
Hasil statistik deskriptif variabel dependen, variabel independen, dan variabel
pemoderasi disajikan pada Tabel 4.2 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif
Variabel Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Nilai perusahaan (PBV) -0,41 6,14 1,3655 1,24133
Kualitas laba (ERC) -0,46 1,67 0,0616 0,32519
Kepemilikan manajerial (KM) 0,00 0,70 0,0354 0,10709
Kepemilikan institusional (KI) 0,22 0,98 0,6986 0,16610
Komisaris Independen (DK) 0,00 0,67 0,3844 0,10382
Komite Audit (KA) 0,50 1,00 0,7839 0,16201
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Output deskriptif statistik menggunakan SPSS 17. Tabel 4.2 di atas
menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) adalah 175. Nilai perusahaan yang
diwakili oleh PBV menunjukkan bahwa PBV tertinggi adalah sebesar 6,14 dan
terendah -0,41 dengan nilai rata-rata 1,3655 dan standar deviasi 1,24133. Kualitas
laba yang diproksikan dengan Earnings Response Coeficient (ERC) memiliki nilai
tertinggi sebesar 1,67 dan nilai terendah -0,46 dengan nilai rata-rata 0,0616 dan
standar deviasi 0,32519.
Kepemilikan manajerial memiliki nilai maksimal 70% dan nilai minimal 0%.
Nilai rata-rata kepemilikan manajerial adalah sebesar 3,54% dengan standar deviasi
10,71%. Nilai minimal ini menunjukkan bahwa ada perusahaan manufaktur di
Indonesia yang manajemennya tidak memiliki saham diperusahaan tersebut.
Sedangkan dari nilai maksimalnya terlihat bahwa ada juga perusahaan manufaktur di
BEI yang lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh manajemennya. Dari nilai rata-rata
terlihat bahwa secara umum kepemilikan saham oleh manajemen pada perusahaan
manufaktur yang tercatat di BEI sangat kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Kepemilikan institusional memiliki nilai maksimal 98% dan minimal 22%,
dengan nilai rata-rata 69,86%, dan standar deviasi 16,61%. Dari nilai maksimal ini
terlihat bahwa ada juga perusahaan manufaktur di BEI yang hampir dari seluruh
sahamnya dimiliki oleh institusi, yaitu sekitar 98%. Dari nilai rata-rata 69,86%
terlihat bahwa secara umum lebih dari 50% kepemilikan saham dimiliki oleh
institusi.
Komisaris independen memiliki nilai maksimal 67% dan minimal 0%,
dengan nilai rata-rata 38,44%, dan standar deviasi 10,38%. Hal tersebut
mendeskripsikan bahwa masih ada perusahaan manufaktur yang tidak memiliki
dewan komisaris yang bersifat independen. Dari nilai rata-rata dewan komisaris
independen terlihat bahwa hampir seluruh perusahaan manufaktur telah menerapkan
tata kelola perusahaan yang baik dengan memenuhi ketetapan yang dikeluarkan oleh
BEI dengan membentuk komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari total
jumlah dewan komisaris.
Untuk komite audit, hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa nilai
maksimal anggota komite audit yang berasal dari luar yaitu sebanyak 100% orang
dan minimal 50%, dengan nilai rata-rata 78,39% dan standar deviasi 16,20%. Dari
nilai rata-rata komite audit terlihat bahwa hampir seluruh perusahaan manufaktur
telah memiliki komite audit yang berasal dari luar perusahaan di atas 50%.
4.3. Uji Asumsi Klasik
4.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk screening terhadap normalitas data yang
bertujuan jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Lewat pengamatan nilai residual dapat diketahui apakah variabel-variabel yang akan
diteliti berdistribusi secara normal atau tidak. Untuk mendekteksi normalitas data
dilakukan dengan Uji-Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil pengujian, didapatkan bahwa
nilai K-S untuk semua persamaan menghasilkan nilai dengan signifikansi dibawah α
= 0,05 (data terlampir). Hal ini mengindikasikan bahwa data pada variabel tidak
terdistribusi secara normal.
Untuk memperbaiki nilai normalitas residual maka dilakukan tindakan
transformasi, agar nilai yang didapat berdistribusi normal. Dari transformasi tersebut,
didapatkan normalitas residual persamaan pertama dengan nilai Kolmogorov-
SmirnovZ sebesar 0,846 dengan tingkat signifikansi 0,471. Untuk persamaan kedua,
nilai Kolmogorov-SmirnovZ adalah 0,624 dengan tingkat signifikasi 0,832 dan untuk
persamaan ketiga nilai Kolmogorov-SmirnovZ 0,777 dengan tingkat signifikansi
0,582. Dari nilai tersebut terlihat bahwa tingkat signifikansi di atas 0,05 atau > 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Normalitas
Variabel Persaman Regresi Kolmogorov-Smirnov Z ρValue Keterangan
Unstandarized
Residual
Pertama 0,846 0,471 Normal
Kedua 0,624 0,832 Normal
Ketiga 0,777 0,582 Normal
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
4.3.2. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas
nilai prediksi variabel dependen (ZPRED) dengan nilai residualnya (SRESID). Uji
heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2011). Selain itu, untuk menguji heteroskedastisitas juga bisa
menggunakan Uji-Glejser, yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap
variabel independen. Jika hasil regresi menenunjukkan bahwa variabel independen
signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi
terjadi heteroskedastisitas.
Dari grafik scatterplot nampak bahwa titik-titik tersebar di atas dan di bawah
nol pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas pada model. Untuk hasil Uji-Glejser juga terlihat bahwa tingkat
signifikansi > 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
Variabel Thitung ρValue Keterangan
Kualitas laba (ERC)
Kepemilikan Manajerial (KM)
Kepemilikan Institusional (KI)
Dewan Komisaris (DK)
Komite audit (KA)
-1,179
-0,187
-0,078
0,862
1,188
0,240
0,852
0,938
0,390
0,236
Tidak terjadi heteroskedstisitas
Tidak terjadi heteroskedstisitas
Tidak terjadi heteroskedstisitas
Tidak terjadi heteroskedstisitas
Tidak terjadi heteroskedstisitas
Variabel Dependen: ABS_RES
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
4.3.3. Uji Multikolinearitas
Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel indepeden. Multikolinerias dapat
dideteksi dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90),
maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinieritas (Ghozali, 2011).
Hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan SPSS 17 tampak bahwa
masing-masing variabel independen terdiagnosa tidak memiliki korelasi melebihi
tingkat kolonieritas 95%. Maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas
antara kedua variabel tersebut. Hasil perhitungan nilai tolerance juga menunjukkan
tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10. Hasil
perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama,
yaitu tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10.
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen (Ghozali, 2011). Dari hasil pengujian yang diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Keterangan
Kualitas Laba
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Dewan Komisaris
Komite Audit
0,927
0,896
0,887
0,986
0,915
1,078
1,116
1,127
1,014
1,093
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Variabel Dependen: Nilai Perusahaan (PBV)
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
4.3.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (Ghozali, 2011). Untuk
mendekteksi ada tidaknya autokorelasi maka dilakukan uji autokorelasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Durbin-Watson. Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk persamaan pertama
didapatkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,778. Nilai ini berada di antara du dan 4-du,
lebih besar dari nilai du 1,7642 dan lebih kecil dari nilai 4-du 2,2358 sehingga dapat
dikatakan tidak terjadi autokorelasi. Hasil pengujian untuk persamaan kedua
didapatkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,956. Nilai ini berada di antara du dan 4-du,
lebih besar dari nilai du 1,8117 dan lebih kecil dari nilai 4-du 2,1883 sehingga dapat
dikatakan tidak terjadi autokorelasi. Hasil pengujian untuk persamaan ketiga
menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,864. Nilai ini berada di antara du dan 4-
du, lebih besar dari nilai du 1,8617 dan lebih kecil dari nilai 4-du 2,1383 sehingga
dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokorelasi
Persaman Regresi du 4-du Durbin Watson Keterangan
Pertama 1,7642 2,2358 1,778 Tidak terjadi autokorelasi
Kedua 1,8117 2,1883 1.956 Tidak terjadi autokorelasi
Ketiga 1,8617 2,1383 1,864 Tidak terjadi autokorelasi
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
4.4. Analisis Regresi Berganda
Analisa uji regresi linier berganda dan analisis regresi dengan variabel
pemoderasi dilakukan untuk memperoleh jawaban atas hipotesis yang diturunkan.
Hasil uji regresi diuraikan sebagai berikut:
4.4.1. Persamaan Regresi Pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Analisis regresi persamaan pertama menguji pengaruh kualitas laba yang
diproksikan dengan ERC terhadap nilai perusahaan yang diproksikan oleh PBV.
Hasil analisis regresi seperti yang terlihat berikut:
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Pertama
Variabel Coefficient thitung ρValue
(Constant) -0,097 -1,102 0,272
Earning Response Coefficient (ERC) 0,629 7,321 0,000
Adj R2 = 0,232
Fhitung = 53,596
Sig = 0,000
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Dari Tabel 4.7 yang merupakan hasil pengujian regresi sederhana dapat
dibuat persamaan regresi sebagai berikut:
Y = -0,097 + 0,629ERC + e
Berdasarkan persamaan regresi di atas, nilai konstan untuk persamaan regresi
adalah -0,097 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa tanpa adanya Earnings
Response Coefficient (ERC), maka nilai perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia adalah -0,097. Besar nilai koefisien regresi untuk variabel Earnings
Response Coefficient adalah 0,629 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa
setiap terjadi peningkatan Earnings Response Coefficient sebesar 1%, maka akan
berdampak terhadap peningkatan nilai perusahan sebesar 0,629% dengan asumsi
variabel yang lain konstan. Dari hasil regresi terlihat bahwa nilai konstanta untuk
persamaan regresi pertama ini adalah negatif (-0,097). Hal ini menunjukkan bahwa
informasi laba ini penting bagi perusahaan, karena tanpa adanya informasi laba, nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
perusahaan pada perusahaan manufaktur bernilai negatif. Hal ini berarti informasi
laba ini penting karena terbukti dapat meningkatkan nilai perusahaaan (PBV) pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi atau presentasi
sumbangan dari seluruh variabel bebas (X) yang terdapat dalam model regresi
terhadap variabel terikat (Y). Dalam hal ini untuk mengukur proporsi atau presentasi
sumbangan dari variabel kualitas laba yang diproksikan dengan Earning Response
Coefficient (ERC) terhadap nilai perusahaan (PBV) perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Indonesia.
Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adj R2) sebesar
0,232. Hal ini berarti bahwa variabel kualitas laba memberikan sumbangan sebesar
23,2% terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2010, sedangkan sisanya sebesar 76,8% dapat dijelaskan oleh
variabel lain di luar model.
Nilai F
Uji F dalam model ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan (PBV). Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai F hitung sebesar 53,596 dengan nilai probability 0,000.
Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa model ini dapat
digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan (PBV) pada perusahaan manufaktur
di BEI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Nilai t
Uji t ini merupakan pengujian variabel independen secara parsial terhadap
variabel dependen untuk menganalisis apakah pengujian terhadap variabel dependen
untuk mengetahui apakah kualitas laba (ERC) berpengaruh terhadap nilai perusahaan
(PBV) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Dari
hasil analisis regresi terlihat bahwa nilai t hitung sebesar 7,321 dengan signifikansi
0,000.
4.4.2. Persamaan Regresi Kedua
Analisis regresi persamaan kedua menguji pengaruh kualitas laba yang
diproksikan dengan ERC dan variabel mekanisme corporate governance terhadap
nilai perusahaan yang diproksikan oleh PBV. Analisis ini digunakan untuk
membandingkan nilai Adjusted R2 dengan model ketiga. Model yang memiliki nilai
Adjusted R2 yang lebih besar, berarti merupakan model yang lebih baik. Hasil analisis
regresi seperti yang terlihat berikut:
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Kedua
Variabel Coefficient thitung ρValue
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(Constant) -0,531 -4,578 0,000
Kualitas Laba (ERC) 0,693 5,323 0,000
Kepemilikan Manajerial (KM) -0,400 -1,087 0,278
Kepemilikan Institusional (KI) 1,152 3,743 0,000
Dewan Komisaris Independen (DK) 0,747 1,922 0,056
Komite Audit (KA) 1,952 5,654 0,000
Adj R2 = 0,388
Fhitung = 23,107
Sig = 0,000
Variabel Dependen: Nilai Perusahaan
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Dari Tabel 4.8 yang merupakan hasil pengujian regresi berganda dapat dibuat
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = -0,531 + 0,693ERC – 0,400KM + 1,152KI + 0,747DK + 1,952KA + e
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi atau presentasi
sumbangan dari seluruh variabel bebas (X) yang terdapat dalam model regresi
terhadap variabel terikat (Y). Dalam hal ini untuk mengukur proporsi atau presentasi
sumbangan dari variabel kualitas laba yang diproksikan dengan Earning Response
Coefficient (ERC) dan mekanisme corporate governance yang diukur dengan
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan
komite audit terhadap nilai perusahaan (PBV) perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.
Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adj R2) sebesar
0,388. Hal ini berarti bahwa variabel kualitas laba, kepemilikan manajerial,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit
memberikan sumbangan sebesar 38,8% terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010, sedangkan sisanya sebesar
61,2% dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
4.4.3. Persamaan Regresi Ketiga
Analisis regresi persamaan ini menguji apakah corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan
komisaris independen, dan komite audit berperan sebagai variabel pemoderasi dan
memperkuat pengaruh kualitas laba (ERC) terhadap nilai perusahaan (PBV). Hasil
analisis regresi seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Regresi Persamaan Ketiga
Variabel Coefficient thitung ρValue
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
(Constant) -0,497 -4,601 0,000
Earnings Response Coefficient (ERC) 5,646 5,947 0,000
Kepemilikan Manajerial (KM) -0,215 -0,408 0,684
Kepemilikan Institusional (KI) 0,983 3,242 0,001
Dewan Komisaris Independen (DK) 0,788 2,182 0,031
Komite Audit (KA) 2,020 6,084 0,000
ERC*KM -1,083 -0,980 0,329
ERC*KI 1,981 2,447 0,015
ERC*DK 1,468 1,904 0,059
ERC*KA 3,864 4,575 0,000
Adj R2 = 0,489
Fhitung = 19,474
Sig = 0,000
Variabel Dependen: Nilai Perusahaan
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Dari Tabel 4.9 dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:
Y = -0,497 + 5,646ERC - 0,215KM + 0,983KI + 0,788DK + 2,020KA -
1,083ERC*KM + 1,981ERC*KI + 1,468ERC*DK + 3,864ERC*KA + e
Berdasarkan persamaan regresi di atas, nilai konstan untuk persamaan regresi
adalah -0,497 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa tanpa adanya Earnings
Response Coefficient (ERC) dan mekanisme corporate governance (kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite
audit), maka nilai perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia adalah -0,497.
Besar nilai koefisien regresi untuk variabel Earnings Response Coefficient adalah
5,646 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan
Earnings Response Coefficient sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
peningkatan nilai perusahan sebesar 5,646% dengan asumsi variabel yang lain
konstan.
Besar nilai koefisien regresi untuk variabel kepemilikan manajerial adalah
0,215 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan
kepemilikan manajerial sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap penurunan nilai
perusahan sebesar 0,215% dengan asumsi variabel yang lain konstan. Nilai koefisien
variabel kepemilikan institusional adalah sebesar 0,983 dengan parameter positif. Hal
ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan kepemilikan institusional sebesar 1%,
maka akan berdampak terhadap peningkatan nilai perusahan sebesar 0,983% dengan
asumsi variabel yang lain konstan. Untuk nilai koefisien variabel dewan komisaris
independen adalah sebesar 0,788 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa
setiap terjadi peningkatan kepemilikan institusional sebesar 1%, maka akan
berdampak terhadap peningkatan nilai perusahan sebesar 0,788% dengan asumsi
variabel yang lain konstan. Variabel komite audit memiliki nilai koefisien sebesar
2,020 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan
kepemilikan institusional sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap peningkatan
nilai perusahan sebesar 2,020% dengan asumsi variabel yang lain konstan.
Dari hasil regresi terlihat bahwa nilai konstanta untuk persamaan regresi
pertama ini adalah negatif (-0,097). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
informasi laba dan corporate governance penting bagi perusahaan, karena tanpa
adanya informasi laba dan corporate governance, nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur bernilai negatif. Informasi laba dan corporate governance ini penting
karena terbukti dapat meningkatkan nilai perusahaaan (PBV) pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Koefisien Determinasi (R2)
Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adj R2) sebesar
0,489. Hal ini berarti bahwa 48,9% variabel nilai perusahan (variabel dependen)
dapat dijelaskan oleh variabel kualitas laba, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, komite audit dan variabel pemoderasi
(variabel independen). Sedangkan sisanya sebesar 51,1% dapat dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi
(Adj R2) pada model ketiga ini lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien
determinasi (Adj R2) pada model kedua yaitu hanya sebesar 0,388. Hal ini
mengindikasikan bahwa model ketiga ini lebih baik daripada model kedua.
Nilai F
Uji F dalam model ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi
dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan (PBV). Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh nilai F hitung sebesar 19,474 dengan nilai probability 0,000.
Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa model ini dapat
digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan (PBV).
Nilai t
Uji t ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
parsial terhadap variabel dependen. Dalam model persamaan ini menguji apakah
corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan
komisaris independen, dan komite audit) berperan sebagai variabel pemoderasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
memperkuat pengaruh kualitas laba (ERC) terhadap nilai perusahaan (PBV) pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai t untuk variabel pemoderasi
kualitas laba-kepemilikan manajerial (ERC*KM) sebesar -0,980 dengan nilai
probability 0,329. Nilai t untuk variabel pemoderasi kualitas laba-kepemilikan
institusional (ERC*KI) sebesar 2,447 dengan nilai probability 0,015. Untuk variabel
pemoderasi kualitas laba-dewan komisaris independen (ERC*DK), dari hasil
perhitungan didapat nilai t sebesar 1,904 dengan nilai probability 0,059. Sedangkan
nilai t untuk variabel pemoderasi kualitas laba-komite audit (ERC*KA) sebesar
4,575 dengan nilai probability 0,000.
4.5. Uji Hipotesis
4.5.1. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama (Ha1) menyebutkan bahwa kualitas laba berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian hipotesis (Ha1) pada Tabel 4.6 di
atas menunjukkan nilai t sebesar 7,321 dengan nilai probability sebesar 0,000.
Tingkat signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha1 diterima,
yang berarti kualitas laba yang diukur dengan Earnings Response Coefficient (ERC)
secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusaahaan yang
diproksikan dengan (PBV) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2008-2010.
Dengan demikian semakin besar kualitas laba perusahaan maka semakin tinggi nilai
perusahaannya.
4.5.2. Hipotesis Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Hipotesis kedua (Ha2) menyebutkan bahwa kepemilikan manajerial
memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Hipotesis ketiga (Ha3)
menyebutkan bahwa kepemilikan institusional memperkuat pengaruh kualitas laba
terhadap nilai perusahaan. Hipotesis keempat (Ha4) menyebutkan bahwa dewan
komisaris independen memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan hipotesis kelima (Ha5) menyebutkan bahwa komite audit memperkuat
pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka dilakukan Uji t pada persamaan
regresi ketiga untuk mengetahui apakah corporate governance (kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite
audit) berperan sebagai variabel pemoderasi dan memperkuat pengaruh kualitas laba
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
tahun 2008-2010. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10 Hasil Pengujian t Statistik Persamaan Regresi Ketiga
Variabel Koefisien ρ Keterangan
ERC*KM -1,083 0,329 Tidak signifikan
ERC*KI 1,981 0,015 Signifikan 5%
ERC*DK 1,468 0,059 Signifikan 10%
ERC*KA 3,864 0,000 Signifikan 5%
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder, 2012
Keterangan:
ERC = Kualitas laba yang diproksikan dengan Earnings Response Coefficient,
KM = Kepemilikan Manajerial,
KI = Kepemilikan Instutisional,
DK = Dewan Komisaris Independen, dan
KA = Komite Audit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, variabel kepemilikan manajerial
memiliki nilai probability 0,329 lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha2
ditolak. Artinya variabel kepemilikan manajerial tidak terbukti sebagai variabel
pemoderasi dalam pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan
institusional memiliki nilai probability 0,015 lebih kecil dari 0,05 sehingga untuk
tingkat probability 5% H0 ditolak dan Ha3 diterima. Artinya pada kepemilikan
institusional merupakan variabel pemoderasi dan terbukti memperkuat pengaruh
kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Komisaris independen memiliki nilai probability 0,059 lebih besar dari 0,05
sehingga untuk tingkat probability 5% tidak signifikan. Artinya pada tingkat
signifikansi 5% kepemilikan komisaris independen bukan variabel pemoderasi dan
tidak terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Namun,
variabel kepemilikan institusional ini signifikan pada tingkat 10% sehingga pada
tingkat probability 10%, H0 ditolak dan Ha4 diterima. Komite audit memiliki nilai
probability 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak serta Ha5 diterima.
Artinya, komite audit berperan sebagai variabel pemoderasi dan terbukti memperkuat
pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan (PBV) pada perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Indonesia.
4.6. Pembahasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4.6.1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil regresi pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan,
didapatkan nilai t sebesar 7,321 dengan nilai probability sebesar 0,000. Nilai ini lebih
kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha1 diterima, yang berarti kualitas laba secara
statistik berpengaruh positif terhadap nilai perusaahaan. Dengan kata lain, semakin
besar kualitas laba perusahaan, maka semakin besar pula nilai perusahaan tersebut.
Nilai konstanta untuk persamaan regresi pertama ini adalah -0,097. Konstanta negatif
ini menunjukkan bahwa tanpa adanya informasi laba (ERC) dan mekanisme
corporate governance maka nilai perusahaan bernilai negatif, sehingga informasi
laba ini penting bagi perusahaan karena dapat meningkatkan nilai perusahaannya.
Kualitas laba di sini diproksikan dengan Earnings Response Coeficient
(ERC). ERC ini merupakan respon pasar terhadap informasi laba. Menurut Boediono
(2005) kuatnya reaksi pasar terhadap laba yang tercermin dari tingginya Earnings
Response Coefficient, menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan berkualitas. Artinya
semakin besar reaksi pasar terhadap informasi laba maka nilai perusahaan tersebut
juga akan semakin meningkat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Siallagan
dan Machfoedz (2005), Binter dan Dolan (1996), dan Kawatu (2009) yang
menyatakan bahwa kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
4.6.2. Hipotesis Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima
Persamaan regresi ketiga dalam penelitian ini menguji peran masing-masing
dari keempat variabel corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dewan komisaris indepeden, dan komite audit) sebagai variabel
pemoderasi. Hipotesis kedua, ketiga, keempat, dan kelima menyebutkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
masing-masing dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan
komisaris indepeden, dan komite audit memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap
nilai perusahaan. Hipotesis ini dibangun atas anggapan bahwa corporate governance
merupakan salah satu mekanisme yang dapat mengontrol biaya keagenan dan
diharapkan dapat mengurangi sifat oportunistic manajemen yang berakibat pada
rendahnya kualitas laba (Siallagan dan Machfoedz, 2005).
Hasil regresi untuk persamaan ketiga menunjukan bahwa untuk variabel
pemoderasi kepemilikan manajerial memiliki nilai probability 0,329 dengan
parameter koefisien negatif. Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga Ha2 yang
menyatakan bahwa pengaruh kualitas laba tehadap nilai perusahaan diperkuat dengan
adanya kepemilikan manajerial ditolak. Kepemilikan manajerial tidak berperan
sebagai variabel pemoderasi dan tidak terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba
terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini bertentangan dengan yang diprediksi
teori bahwa adanya kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan
menurunkan tingkat oportunistic manajemen karena manajemen akan merasa ikut
memiliki perusahaan sehingga kualitas labanya akan meningkat.
Parameter koefisien negatif menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
mendukung beberapa penelitian yang mendeteksi adanya hubungan yang non-
monotonic antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan (Morck et al., 1988)
sehingga hal ini menimbulkan keraguan terhadap dugaan adanya pensejajaran
kepentingan yang dihasilkan dari adanya kepemilikan manajerial. Hasil temuan ini
menunjukkan bahwa ketika kepemilikan seorang pemegang saham masih kecil maka
peningkatan kepemilikan tersebut akan mengurangi masalah agensi karena hak
kontrol dapat dilakukan dengan efisien. Namun ketika kepemilikan seseorang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
cukup untuk melakukan kontrol dengan efisien dan kepemilikan tersebut ditambah
maka dia akan memiliki kemampuan kontrol yang berlebihan. Kemampuan kontrol
yang berlebihan ini akan memunculkan masalah agensi baru yaitu berupa peluang
untuk mengambil tindakan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan investor
yang lain.
Sedangkan hasil yang tidak signifikan menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial ini tidak berperan sebagai variabel pemoderasi dan tidak memperkuat
pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Hal ini mungkin disebabkan karena
jumlah kepemilikan manajerial di Indonesia relatif kecil sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap kualitas laba yang dihasilkan perusahaan dan nilai perusahaan
tersebut. Dalam penelitian ini jumlah kepemilikan manajerial rata-rata hanya sebesar
3,54%.
Variabel pemoderasi kepemilikan institusional memiliki nilai probability
0,015. Tingkat signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha3
diterima. Artinya, kepemilikan institusional berperan sebagai variabel pemoderasi
dan terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Semakin
besar kepemilikan institusional dalam perusahaan maka akan memperkuat pengaruh
kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian sesuai dengan yang
diprediksi teori bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka akan dapat
meningkatkan kualitas laba suatu perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa jumlah pemegang saham institusi yang besar cukup efektif dalam memonitor
perilaku manajer dalam upaya meningkatkan kualitas laba. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh kelompok lebih efektif dalam
mengurangi konflik keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan dibandingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
kepemilikan saham oleh individu. Hasil ini sesuai dengan penelitian Herawaty
(2008) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan variabel
pemoderasi dalam hubungan antara earnings management dengan nilai perusahaan.
Hasil regresi untuk variabel pemoderasi dewan komisaris independen dan
komite audit menunjukkan bahwa masing-masing memiliki tingkat signifikansi 0,059
dan 0,000. Nilai probability untuk variabel komisaris independen lebih besar dari
0,05 sehingga komisaris independen tidak berperan sebagai variabel pemoderasi
pada tingkat kepercayaan 5%. Namun variabel komisaris independen ini signifikan
pada tingkat 10%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat 10%, variabel komiaris
independen berperan sebagai variabel pemoderasi dan terbukti memperkuat pengaruh
kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Untuk komite audit, nilai probability lebih kecil dari 0,05 sehingga Ha5 yang
menyebutkan bahwa pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan diperkuat
dengan komite audit, diterima. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan
komisaris independen dan komite audit yang diukur dengan persentase anggota
komite audit yang berasal dari luar perusahan, akan memperkuat pengaruh kualitas
laba (ERC) terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi proporsi dewan komisaris
independen dan komite audit yang berasal dari luar perusahaan, maka akan semakin
memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan. Hasil ini sesuai
dengan yang diprediksi teori bahwa semakin tinggi jumlah dewan komisaris
independen dan komite audit, maka akan mengurangi sifat opportunistic manajemen
dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit
eksternal sehingga akan meningkatkan kualitas laba suatu perusahaan. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Herawaty (2008) yang menyatakan bahwa komisaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
independen merupakan variabel pemoderasi dalam hubungan antara earnings
management dengan nilai perusahaan.
BAB V
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini menguji pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan dan
peran mekanisme corporate governance yang diukur dengan variabel kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit
sebagai variabel pemoderasi dalam pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis pengujian data dan pembahasan yang telah dilakukan
maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil regresi penelitian mendukung hipotesis pertama bahwa kualitas laba
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dengan nilai probability 0,000.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kualitas laba suatu perusahaan, maka
akan semakin besar pula nilai perusahaan tersebut.
2. Kepemilikan manajerial tidak berperan sebagai variabel pemoderasi dan tidak
terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan.
3. Kepemilikan instutisional berperan sebagai variabel pemoderasi dan terbukti
memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan dengan nilai
probability 0,015.
4. Variabel dewan komisaris independen berperan sebagai variabel pemoderasi dan
terbukti memperkuat pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan pada
tingkat signifikansi 10% dengan nilai probability 0,059.
5. Komite audit terbukti berperan sebagai variabel pemoderasi dan memperkuat
pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan dengan nilai probability 0,000.
5.2. Keterbatasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan.
Bererapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan sektor manufaktur,
sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi
seluruh sektor industri karena tiap sektor industri memiliki karakteristik yang
berbeda.
2. Rentang waktu penelitian terbilang cukup pendek, yaitu hanya tiga tahun (2008-
2010) dengan hanya menggunakan 175 observasi.
3. Penelitian ini tidak mempertimbangkan kejadian-kejadian lain yang memiliki
konsekuensi ekonomi, terutama kejadian yang terjadi di sekitar pengumuan
harga saham.
5.3. Implikasi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para
investor maupun calon investor dalam menginvestasikan modalnya di perusahaan
manufaktur dan bagi perusahaaan diharapkan dapat memperhatikan dan
memperbaiki mekanisme corporate governance dan kualitas laba yang dapat
berpengaruh pada nilai perusahaan.
Penelitian ini mendukung dan memberikan bukti bahwa kualitas laba
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa laba yang
berkualitas menjadi salah satu faktor bagi investor dalam mengapresiasi nilai
perusahaan. Tingkat kualitas laba di sini diukur dengan besarnya reaksi pasar
terhadap informasi yang dihasilkan oleh laba. Semakin besar reaksi pasar terhadap
informasi laba, maka semakin besar pula kualitas laba untuk perusahaan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Hasil ini menunjukkan bahwa informasi laba cukup penting untuk meningkatkan
nilai perusahaan sehingga perusahaan perlu memperhatikan kualitas labanya agar
pasar memberikan reaksi atas informasi laba yang dikeluarkan oleh perusahaan
tersebut sehingga nilai perusahaan juga akan semakin meningkat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa variabel-variabel mekanisme
corporate governance yang meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, dan komite audit cukup efektif dalam
meningkatkan kulaitas laba dan nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
corporate governance cukup efektif dalam meningkatkan persepsi investor terhadap
nilai perusahaan dan meningkatkan kualitas laba, sehingga perusahaan perlu
meningkatkan struktur kepemilikannya (dalam hal ini kepemilikan saham oleh
institusi), proporsi dewan komisaris independen, dan komposisi anggota komite audit
yang terbukti dapat meningkatkan kualitas laba dan nilai perusahaan.
Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik apabila dalam penelitian
selanjutnya menambahkan variabel-variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap
nilai perusahaan atau menggunakan proksi lain untuk mekanisme corporate
governance seperti corporate governance index, agar lebih memberikan masukan
bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut.