Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai...

22
1782 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 Dilema Etika dan “SIMBOLISME” Kode Etik Akuntan Manajemen Perspektif Kualitatif Fenomenologis (Studi pada sebuah BUMN di Indonesia) Erlina Diamastuti Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya [email protected] ABSTRACT The purpose of this study is to describe and interpret the ethical practice of management accountants in an BUMN in Indonesia. This study uses qualitative-phenomenological approach to look at the social reality of the object of study. Qualitative-phenomenological approach aims to understand the phenomenon of what is experienced by research subjects, for example, behavior, perception, action and so the whole depicted in the form of words and language in the context of natural. The results obtained in this study is the first, reconstruction of reality created by management accountants to prove that the financial statements and accounting systems have ethical consequences contained therein. Secondly, ethical practices that occur in the activity accountant management accountant in the state is less understood by management accountants. This is due mandulnya its code of ethics. Although there is no code of ethics of a company that specialized in shaded the accountant in the state, but they have their own code of conduct. The codes are only showing the rights and obligations without any concrete manifestation of the practice of those rights and obligations. That is, there is no ethical character that represents a true picture of those rights and obligations. As a result, some management accountants who work in BUMN perform denial of the existing code of ethics. The findings of this study indicate that the presence of a code of conduct for them not only normative reflective so that researchers interpret that ethical practices are carried out is merely symbolism. The findings stated that the existence of a code of ethics in a company is not color management accountants to behave ethically. Code of conduct also not been able to guide the employee or the company to behave ethically, as expected by its stakeholders. That is, many companies treat the symbolism of the ethical code of conduct as a company. Keywords: ethics, management accountants, ethical dilemma, ethical codes PENDAHULUAN Tema tentang etika dalam profesi akuntan tidak pernah habis. Tema ini memiliki pemahaman yang sangat penting dan mendalam. Sorotan masyarakat terhadap profesi akuntan sangatlah besar sebagai dampak dari beberapa skandal yang terjadi baik di Indonesia maupun di negara lain seperti kasus Enron (2001), WorldCom dan Global Crossing di Amerika, Bank Lippo, PT. Kimia Farma dan kasus pajak PT. Bumi Resources (2010) di Indonesia. Dari berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi berkembangnya berbagai penelitian mengenai arti penting etika terhadap profesi akuntan. Sedangkan untuk kasus di Indonesia, skandal akuntan pada bank Lippo sebagai salah satu contoh pelanggaran yang dilakukan manajemen Lippo yang dikerjakan oleh akuntan manajemen. Pelanggaran tersebut dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan ganda, manipulasi saham di pasar modal dan pelanggaran peraturan perbankan. Akibat skandal bank

Transcript of Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai...

Page 1: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1782

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Dilema Etika dan “SIMBOLISME” Kode Etik Akuntan Manajemen

Perspektif Kualitatif – Fenomenologis

(Studi pada sebuah BUMN di Indonesia)

Erlina Diamastuti

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study is to describe and interpret the ethical practice of management

accountants in an BUMN in Indonesia.

This study uses qualitative-phenomenological approach to look at the social reality of

the object of study. Qualitative-phenomenological approach aims to understand the

phenomenon of what is experienced by research subjects, for example, behavior, perception,

action and so the whole depicted in the form of words and language in the context of natural.

The results obtained in this study is the first, reconstruction of reality created by

management accountants to prove that the financial statements and accounting systems have

ethical consequences contained therein. Secondly, ethical practices that occur in the activity

accountant management accountant in the state is less understood by management accountants.

This is due mandulnya its code of ethics. Although there is no code of ethics of a company that

specialized in shaded the accountant in the state, but they have their own code of conduct. The

codes are only showing the rights and obligations without any concrete manifestation of the

practice of those rights and obligations. That is, there is no ethical character that represents a

true picture of those rights and obligations. As a result, some management accountants who

work in BUMN perform denial of the existing code of ethics.

The findings of this study indicate that the presence of a code of conduct for them not

only normative reflective so that researchers interpret that ethical practices are carried out is

merely symbolism. The findings stated that the existence of a code of ethics in a company is

not color management accountants to behave ethically. Code of conduct also not been able to

guide the employee or the company to behave ethically, as expected by its stakeholders. That

is, many companies treat the symbolism of the ethical code of conduct as a company.

Keywords: ethics, management accountants, ethical dilemma, ethical codes

PENDAHULUAN

Tema tentang etika dalam profesi akuntan tidak pernah habis. Tema ini memiliki

pemahaman yang sangat penting dan mendalam. Sorotan masyarakat terhadap profesi akuntan

sangatlah besar sebagai dampak dari beberapa skandal yang terjadi baik di Indonesia maupun

di negara lain seperti kasus Enron (2001), WorldCom dan Global Crossing di Amerika, Bank

Lippo, PT. Kimia Farma dan kasus pajak PT. Bumi Resources (2010) di Indonesia. Dari

berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang

memengaruhi berkembangnya berbagai penelitian mengenai arti penting etika terhadap profesi

akuntan. Sedangkan untuk kasus di Indonesia, skandal akuntan pada bank Lippo sebagai salah

satu contoh pelanggaran yang dilakukan manajemen Lippo yang dikerjakan oleh akuntan

manajemen. Pelanggaran tersebut dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan ganda,

manipulasi saham di pasar modal dan pelanggaran peraturan perbankan. Akibat skandal bank

Page 2: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1783

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Lippo ini negara mengalami kerugian sebesar Rp. 5,4 triliun yang sangat berdampak pada

masyarakat. Menurut Suratman (1998: 40):

“skandal akuntansi yang ada dalam perusahaan sebenarnya diketahui oleh pihak

akuntan manajemen perusahaan, tapi karena mereka mempunyai tanggung jawab

kepada pihak top manajemen perusahaan maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa”.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntan manajemen sering mengalami

sebuah dilema etika. Dilema etika yang dialami akuntan manajemen menyebabkan sebuah

skandal akuntan. Akibatnya semakin rendah kepercayaan publik terhadap laporan keuangan.

Skandal tersebut membuat banyak kalangan bertanya, apakah laporan keuangan masih bisa

dipercaya? Apakah akuntan manajemen sebagai penyedia laporan keuangan juga masih bisa

dipercaya?. Dua pertanyaan ini tentunya akan saling terkait jika kita melihat keberadaan

laporan keuangan tidak akan terbit tanpa adanya peran akuntan manajemen. Keadaan ini

tentunya menyebabkan krisis kepercayaan pada masyarakat.

Kemampuan akuntan manajemen untuk membuat keputusan berdasarkan laporan

keuangan yang diambil ketika menghadapi situasi dilema akan sangat bergantung kepada

berbagai hal karena keputusan yang diambil oleh akuntan manajemen juga akan berpengaruh

pada organisasi di mana dia berada (Arnold dan Ponemon, 1991). Dalam berbagai peristiwa

yang ada, tampak bahwa laporan keuangan yang andal menjadi sangat penting. Namun dalam

praktiknya, manipulasi laporan keuangan yang dilakukan akuntan manajemen sering terjadi

dalam dunia bisnis pada saat ini. Tekanan organisasional-profesional adalah salah satu alasan

yang muncul pada saat kondisi ini terjadi. Adanya tekanan ini memang sering menyebabkan

akuntan tidak independen dalam menjalankan profesinya. Akibatnya, situasi ini merujuk pada

satu pilihan yaitu perilaku menyimpang dan tindakan tidak etis.

Potensi konflik organisasional-profesional mengenai perilaku etis telah dikembangkan

dalam literatur akuntansi. Namun, mayoritas permasalahan ini lebih berfokus pada karyawan

kantor akuntan publik maupun akuntan publiknya bukan akuntan manajemen. Perilaku etis

akuntan publik menjadi tonggak dalam penciptaan nilai-nilai moral yang diharapkan oleh setiap

organisasi tidak akan menimbulkan konflik dalam implementasinya, tetapi pada kenyataannya

realitas bisnis jarang menengok adanya kemungkinan konflik organisasi-profesional lebih besar

yang dialami oleh akuntan manajemen. Sumber konflik yang terjadi antara organisasi-

profesional pada umumnya adalah tekanan pihak manajemen perusahaan untuk melakukan

perilaku tidak etis, seperti manipulasi hasil laporan keuangan.

Arranya dan Ferris (1984) menemukan bahwa akuntan manajemen sesungguhnya

mengalami level konflik organisasional-profesional lebih tinggi dibandingkan mereka yang

bekerja dalam kantor akuntan publik. Temuan ini menunjukkan bahwa akuntan manajemen

seringkali merasakan perbedaan antara nilai organisasional dengan profesional, sehingga

tekanan untuk melakukan perilaku tidak etis tampaknya menjadi satu sumber konflik. Hal

senada juga diungkapkan oleh Weaver (1995) dalam studinya yang menemukan bahwa perilaku

tidak etis yang dilakukan oleh akuntan manajemen ini sering terjadi karena pemilik sebagai

pemegang saham berkepentingan terhadap keuntungan akibatnya tindakan tidak etis dapat

dilakukan salah satu contohnya manipulasi data.

Hasil penelitian dari Arranya dan Ferris (1984) dan Weaver (1995) menperlihatkan

kepada peneliti bahwa perilaku etis sangat dibutuhkan akuntan manajemen dalam menjalankan

profesinya. Untuk membingkai perilaku tersebut beberapa pengamat dan peneliti merasa perlu

Page 3: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1784

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

untuk menerbitkan sebuah kode etik (Steven,1994). Pernyataan ini juga berdasarkan pendapat

dari Kjonstad & Willmott (1995) yang mengatakan bahwa kode etik mempunyai efek positif

terhadap perilaku.

1.1. Pertanyaan Penelitian

Berkaitan dengan uraian di atas maka peneliti melakukan sebuah penelitian dengan

pendekatan kualitatif-fenomenologis untuk mendeskripsikan dan memaknai praktik etika yang

dilakukan oleh akuntan manajemen pada sebuah BUMN di Indonesia. Akuntan manajemen

sebagai informan diharapkan dapat memberikan gambaran sesungguhnya mengenai

implementasi kode etik yang dijalankan oleh akuntan manajemen tersebut. Untuk itu,

pertanyaan penelitian yang timbul dari uraian di atas adalah bagaimana praktik etika dan

implementasi kode etik akuntan manajemen pada salah satu BUMN di Indonesia

1.2. Motivasi dan Tujuan Penelitian

Motivasi dan tujuan penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa 1) Penelitian

dengan pendekatan kualitatif-fenomenologis mengenai praktik etika dan kode etik akuntan

manajemen di Indonesia belum banyak dilakukan. 2) Gap antara perilaku akuntan manajemen

dengan praktik etika akuntan manajemen masih sering timbul pada saat akuntan menjalankan

profesinya

PENJELAJAHAN DENGAN PENDEKATAN KUALITATIF-FENOMENOLOGIS

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-fenomenologis dengan alasan

melalui pendekatan ini peneliti lebih mudah mendekati informan. Teori kualitatif-

fenomenologis melihat aspek manusia pada prinsipnya berkaitan erat dengan beberapa

indikator termasuk: a) apa yang menjadi perilaku, b) apa yang dikatakan dan c) apa yang

diperbuat oleh seseorang atau sekelompok. Tugas seorang peneliti dalam menggunakan teori

fenomenologis adalah menangkap gejala tersebut dari sumbernya secara alami,

mengadministrasi gejala dan kemudian mengumpulkan untuk merefleksikannya kembali atas

dasar pandangan seseorang atau kelompok masyarakat tersebut, dan langkah berikutnya adalah

menjadikannya sebagai acuan dalam melaporkan hasil penelitian.

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai

pelaku maupun orang lain yang memahami rumusan masalah penelitian. Dalam studi ini,

peneliti menentukan informan yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan

peneliti adalah tingkat kepala departemen sampai dengan kepala seksi pada departemen

akuntansi, keuangan dan satuan pengawas internal (SPI) pada sebuah BUMN di Indonesia yang

mempunyai gelar kesarjanaan berasal dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi.

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, penelitian ini menggunakan key person

dalam mendekati informan penelitian. Alasannya, peneliti sudah memahami informasi awal

sehingga peneliti dapat langsung mengadakan wawancara dengan Kepala Bagian/Biro

akuntansi sebagai key person dalam penelitian ini. Sedangkan, dalam penyebutan nama

informan, penulis menggunakan pseudonym, yang berarti penulis tidak akan menggunakan

nama asli informan, melainkan nama samaran atau inisial. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga

kerahasiaan identitas informan. Selain untuk menjaga kerahasiaan, penggunaan nama samaran

juga dilakukan sebagai strategi agar informan tidak keberatan atau memberi informasi yang

tidak sesuai selama penelitian berlangsung. Teknik analisis data yang digunakan dalam

Page 4: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1785

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles &

Huberman, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing / verification.

AKUNTAN MANAJEMEN DAN DILEMA ETIKA

3.1. Etika

Dalam penelitian ini, etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari segala

kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerakan pikiran dan rasa yang merupakan

pertimbangan perasaan sampai dengan mengenai tujuan yang diaplikasikan dalam perbuatan.

Bertens (2000) melihat etika sebagai praksis yang mempunyai arti nilai-nilai dan norma moral

yang dipraktekkan atau tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.

3.2. Peran Akuntan Manajemen

Akuntan manajemen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akuntan yang bekerja

pada departemen/bagian akuntansi pada suatu organisasi atau perusahaan (Agoes dan Ardana,

2009). Tugas pokok yang diemban akuntan manajemen adalah melakukan proses pencatatan

transaksi keuangan, memelihara catatan atas semua transaksi perusahaan serta membuat

laporan akuntansi secara periodik untuk disampaikan kepada manajemen organisasi.

Andayani (2002) menyatakan bahwa peran akuntan manajemen saat ini mengalami

pergeseran dan ternyata tidak dibarengi dengan kemampuan akuntan manejemen sebagai

pelaku bisnis untuk bertanggungjawab dengan tugas yang diembannya, sehingga akuntan

manajemen harus melakukan suatu perubahan dan perbaikan kualitas dirinya. Hal ini

merupakan tantangan bagi akuntan manajemen dan harapan baru bagi perkembangan akuntansi

manajemen yang bebas dari tekanan yang menyebabkan dilema etika

Machfoedz (2004) menyatakan tantangan pertama yang dihadapi akuntan manajemen

adalah tantangan globalisasi yang menyebabkan informasi akuntansi manajemen menjadi

semakin rumit dan kompleks. Tantangan kedua adalah meningkatnya skandal korporasi yang

sering terjadi dalam praktik. Banyak sekali contoh skandal korporasi yang melibatkan akuntan

manajemen. Akibatnya akuntan manajemen tidak dapat merancang informasi akuntansi

manajemen secara tepat dan akurat. Hal ini juga menyebabkan laporan akuntansi manajemen

di masa yang akan datang harus dapat mengakomodasi bidang lainnya seperti psikologi,

sosiologi, politik dan lain-lain. Tantangan-tantangan yang sudah diuraikan di atas adalah dilema

yang sering dialami para akuntan manajemen, sehingga sangat memengaruhi akuntan

manajemen dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada keputusan etis.

3.3. Dilema Etika Akuntan Manajemen

Peran yang diemban oleh akuntan manajemen memang sangat strategis. Namun, peran

tersebut sering digunakan akuntan manajemen untuk melakukan tindakan tidak etis. Dalam

kondisi ini sangat memungkinkan terbukanya suatu peluang untuk melakukan hal-hal yang

tidak memenuhi persyaratan legal dan etika. Akibatnya, banyak sekali skandal akuntansi yang

dilakukan oleh akuntan manajemen. Suratman (1998: 40) menyatakan:

Skandal akuntansi yang ada dalam perusahaan sebenarnya diketahui oleh pihak akuntan

manajemen perusahaan, tetapi karena mereka mempunyai tanggungjawab kepada

pihak top manajemen perusahaan maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa

Page 5: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1786

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Hal ini dapat kita lihat dari akibat yang ditimbulkan pada beberapa perusahaan yang

mengalami skandal seperti Enron, Worldcom dll. Akibat gagalnya laporan keuangan

menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya akan mengakibatkan hancurnya harga

saham 25 perusahaan besar (75%) di dunia selama tahun 1999 sampai dengan 2002.Hal ini

mengakibatkan kerugian kurang lebih 23 milyar US dollar (Fortune,2 September 2002).

Diskripsi kejadian di atas menunjukkan bahwa keputusan etis yang diambil

berdasarkan keakuratan laporan keuangan seakan musnah karena kegagalan penyusunan

laporan keuangan. Kejadian ini mengakibatkan para pemilik modal mulai hengkang dan tidak

mau berinvestasi lagi. Akibatnya, kelangkaan modal terjadi dan berakibat menurunnya

produktifitas ekonomi dan merosotnya kepercayaan masyarakat

Merosotnya kepercayaan masyarakat yang telah digambarkan oleh peneliti di atas

adalah salah satu penyebab dilema etika yang dialami akuntan manajemen. Situasi dilema

menurut Gunz et al. (2002) adalah situasi yang timbul sebagai alternatif pilihan etis yang sulit

dan harus diambil oleh seorang profesional. Artinya, dilema etika adalah situasi yang dihadapi

oleh seseorang di mana ia harus mengambil keputusan tentang perilaku yang tepat. Sedangkan,

jika kita melihat dari kondisi dan posisi akuntan manajemen di dalam perusahaan, maka dilema

etika adalah sebuah keadaan yang tidak dapat dihindari oleh akuntan manajemen. Sementara

itu, Belkaoui (1989) dalam tulisannya yang berjudul The Coming Crisis in Accounting

menyebutkan salah satu penyebab munculnya dilema etika adalah banyak tindakan kecurangan

maupun fraud dilakukan manajemen perusahaan yang melibatkan akuntan. Hal ini terjadi

karena secara kontraktual akuntan manajemen mempunyai tanggung jawab profesi kepada

manajemen dan pemegang saham. Untuk itu, pada tahapan pelaksanaan, pihak manajemen atau

pemegang saham akan membuat berbagai aturan agar terjadi suatu keselarasan dalam mencapai

tujuan bersama.

MENGGALI INFORMASI DALAM SEBUAH REALITAS

4.1. Aktivitas Profesi Akuntan Manajemen

Peran akuntan manajemen memang sangat strategis, tapi peran tersebut sering

digunakan untuk melakukan tindakan yang tidak etis. Dalam kondisi ini sangat mungkin

terbukanya peluang untuk melakukan hal-hal yang tidak memenuhi persyaratan legal dan etika.

Akibatnya, banyak skandal akuntansi yang dilakukan oleh akuntan manajemen.

Hampir setiap skandal yang terjadi merupakan akumulasi dari kegagalan bisnis,

kegagalan manajerial dan kegagalan pelaporan. Ketidakakuratan dalam penyajian laporan

keuangan dan tidak tepatnya penyajian laporan keuangan mengakibatkan adanya penundaan

dalam pengambilan keputusan yang penting. Berikut Informasinya:

“saya sangat sepakat apabila informasi akuntansi relevan dengan pengambilan

keputusan pada perusahaan ini. Tanpa adanya informasi tersebut maka laporan

keuangan tidak mungkin terbit dan pihak manajemen tidak dapat memutuskan sesuatu

yang tepat. Sepertinya hal ini juga berakibat pada produktifitas perusahaan”

(pernyataan AZ sebagai kepala divisi keuangan BUMN).

Page 6: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1787

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Pernyataan ini dilanjutkan oleh Bapak HS:

“Walaupun sudah tersistem, proses penyajian laporan keuangan pada BUMN

membutuhkan energi yang tidak sedikit. Banyak hal-hal yang harus kita putuskan

supaya laporan keuangan tersebut mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari

perusahaan ini. Namun, tak jarang juga saya harus mengambil keputusan tanpa harus

mempertimbangkan informasi akuntansi yang telah dibuat. Hal ini dapat dilakukan

apabila ada keadaan mendesak dan pihak manajemen membutuhkan keputusan ini

untuk mengambil keputusan yang lebih besar”.

Pernyataan kedua informan menunjukkan bahwa informasi akuntansi sangat

dibutuhkan dalam sebuah keputusan yang besar, namun dalam praktiknya beberapa keputusan

tidak harus didasarkan pada informasi akuntansi dan ternyata keputusan tersebut

mengakibatkan sebuah dilema. Salah satu dilema lagi yang sering dialami oleh akuntan

manajemen di BUMN adalah ketepatan waktu dalam penyajian laporan keuangan yang

menyebabkan mereka merasa di bawah tekanan. Seperti kita ketahui, kegiatan perusahaan

berjalan terus dari satu periode ke periode yang lain dengan volume dan laba yang berbeda.

Laporan keuangan ini harus dibuat tepat waktu, agar berguna bagi berbagai pihak.

“satu hal yang membuat kami stress adalah saat harus melaporkan laporan keuangan

konsolidasi. Kalo anak usaha ngak cepat melaporkan kepada kita, kami kelabakan”

(Pernyataan Bapak HA).

Ungkapan Pak HA di atas menunjukkan bahwa proses penyusunan laporan keuangan

membutuhkan kecermatan, kerjasama, kejujuran dan akuntabilitas. Satu hal yang tidak dapat

dihindari dalam proses penyusunan laporan keuangan ini adalah perilaku etis dari si penyusun

dalam menjalankan aktivitas profesinya.

4.2. Dilema Etika Sang Akuntan Manajemen BUMN

Pada proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan di BUMN banyak pihak

berperan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan. Banyaknya pihak berkepentingan

terhadap laporan keuangan seringkali menyebabkan akuntan manajemen sebagai penyedia

informasi tersebut merasa berada di bawah tekanan.

Tekanan akan selalu menciptakan konflik dan ketegangan. Ketegangan dapat

menimbulkan rasa emosional (Goleman, 1998: 84). Seseorang yang diliputi rasa emosional

yang tinggi, tidak menutup kemungkinan akan melakukan tindakan atau keputusan di luar

batas-batas etis. Potret mengenai fenomena ini dapat kita lihat dari informasi Bapak RA dan

Bapak S selaku staf penyusunan laporan keuangan.

“kami di bagian akuntansi sangat merasakan pentingnya laporan keuangan untuk

membuat keputusan. Oleh karena itu, kami menyadari betul apabila pihak manajemen

sangat marah kalo laporan keuangannya belum bisa terbit sampai dengan tanggal yang

telah ditentukan. Momen-momen seperti ini, biasanya kami bagian penyusun laporan

keuangan menjadi stres dan merasa di bawah tekanan. Tapi kami sadar betul memang

itu adalah tugas kami dan tanggung jawab kami kepada manajemen BUMN”.

Page 7: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1788

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

“Pernah saya mengalami konflik internal dengan rekan sekerja, akibatnya pekerjaan

saya sedikit terganggu. Untung saja, apa yang terjadi tidak menganggu proses

penyusunan laporan keuangan yang harus diterbitkan setiap tanggal 5 tiap bulannya”.

Pernyataan dari kedua informan tersebut menunjukkan bahwa proses penyusunan dan

penyajian laporan keuangan di salah satu BUMN ini membutuhkan energi yang tidak sedikit.

Energi berupa tenaga dan pikiran dibutuhkan dalam proses penyusunan laporan keuangan ini

terkadang menimbulkan gesekan atau konflik di antara para akuntan manajemen atau antara

staf dengan pimpinan yang menimbulkan tekanan. Tekanan jika tidak dikelola dengan

profesional akan berdampak pada perilaku. Contoh, peristiwa yang terjadi pada Bapak RA jika

tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan rasa malas dan rasa enggan untuk menyelesaikan

tugas-tugasnya. Untuk itu, dibutuhkan sebuah profesionalisme yang tinggi dan kepribadian

yang tangguh dalam menjalankan aktivitas profesi ini.

Para akuntan manajemen di BUMN tidak memungkiri bahwa selama praktik

penyusunan dan penyajian laporan keuangan tidak pernah terhindar dari tekanan dan konflik

internal. Konflik internal ataupun tekanan yang terjadi dalam suatu organisasi adalah hal yang

pasti terjadi, karena organsasi merupakan kumpulan dari individu yang mempunyai karakter

berbeda-beda. Walaupun mereka menyadari bahwa konflik internal ataupun tekanan

organisasional cenderung menyebabkan dilema etika.

Dilema etika menurut Arens & Loebbecke (2000) adalah situasi di mana terjadi

pertentangan batin yang disebabkan ia mengerti bahwa keputusan yang diambilnya salah.

Lebih lanjut, Kieso et al. (2007) juga menyatakan bahwa konsentrasi perusahaan yang

ditujukan pada memaksimumkan bottom line akan menghadapi persaingan dan kinerja jangka

pendek telah menempatkan akuntan dalam lingkungan yang berisi konflik dan tekanan. Hal ini

dapat kita pahami karena akuntan manajemen adalah agen diberi amanah oleh principal untuk

menjalankan aktivitas penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Dengan kondisi ini, praktik

pelaporan keuangan sering menimbulkan ketidaktransparanan yang dapat menimbulkan

konflik antara prinsipal dan agen (Sulistyanto, 2008). Akibat adanya perilaku akuntan

manajemen yang tidak transparan dalam penyajian informasi ini akan menjadi penghalang

adanya praktik etika pada perusahaan tersebut.

4.2.1. Faktor Penyebab Timbulnya Dilema Etika

Realitas penelitian ini menunjukkan bahwa praktik akuntansi di BUMN bersifat

rutinitas. Namun, ada saat-saat di mana praktik ini akan sangat membutuhkan kekuatan (power)

untuk mencegah berbagai kemungkinan yang menganggu praktik akuntansi. Salah satunya

tekanan organisasi dan konflik internal antara akuntan manajemen dengan pemegang saham

ataupun akuntan manajemen sebagai staf dengan pimpinan/top manajemen.

Arens (1997) menyatakan faktor penyebab timbulnya dilema etika yaitu lingkungan

budaya, lingkungan organisasi dan lingkungan profesi serta pengalaman pribadi. Faktor

tersebut juga turut berpengaruh dalam pembentukan perilaku etis akuntan. Lebih lanjut, White

dan Lam (2000) menyatakan individu lebih mungkin menghadapi dilema etika jika 1)

organisasi tidak memberikan means untuk mencegah perilaku tidak etis, 2) individu

mempunyai motivation personal untuk diuntungkan dari tindakan etis, 3) posisi pekerjaan

memberikan opportunity untuk terlibat praktik tidak etis. Untuk itu White dan Lam (2000)

menggambarkan dalam skema berikut:

Page 8: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1789

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Sumber: White dan Lam (2000: 38)

Gambar 1

Komponen Dilema Etika

Skema di atas menunjukkan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang

mengalami dilema etika, salah satunya adalah means. Means merupakan alat infrastruktur

organisasi yang terdiri dari sistem, kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Ludigdo

(2007: 48) menyebutkan bahwa kode etik termasuk di dalam arti means. Jika means yang

dimaksud oleh White dan Lam (2000) ataupun Ludigdo (2007) adalah kode etik, maka means

di BUMN adalah standar akuntansi, kebijakan perusahaan (disiplin pegawai) dan kode etik

perusahaan.

Berdasarkan refleksi yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya, nampak bahwa

akuntan manajemen di BUMN dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan sudah

berdasarkan standar keuangan dan PABU serta kebijakan dan aturan yang ditetapkan bersama

oleh pihak manajemen. Di samping itu di BUMN juga mempunyai kode etik perusahaan.

4.3. Perspektif Kode Etik bagi Akuntan di BUMN

Beberapa informan yang telah memberikan informasinya menyatakan bahwa memang

benar di BUMN mempunyai kode etik tapi itu kode etik perusahaan, bukan kode etik akuntan

manajemen. Artinya, tidak ada kode etik yang mengatur secara khusus tentang aturan dan

perilaku bagi akuntan manajemen. Kode etik BUMN tersebut berisi empat pokok bahasan

utama yaitu 1) kebijakan umum kode etik di BUMN yang berisi pedoman kode etik perusahaan

dan integritas pengelolaan, 2) kebijakan perilaku perusahaan,3) internalisasi, penerapan dan

pemantauan, 4) pelaporan pelanggaran kode etik dan pernyataan kepatuhan. Kode etik tersebut

dinyatakan secara tertulis agar tidak melanggar norma perusahaan yang ditujukan sebagai

keterikatkan dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Berikut pernyataan dari Ibu ES

dan Ibu AW sebagai informan mengenai keberadaan kode etik bagi akuntan manajemen:

Organizational climate

Means

Individual Needs

Opportunity

Dilema Etika

Motivations

Job Positions

Page 9: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1790

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

“Saya tidak pernah tahu kalau akuntan yang ada di perusahaan itu mempunyai kode

etik sendiri, yang sering saya dengar adalah kode etik akuntan publik”.

“...saya pernah tahu dan membaca pada saat saya kuliah di PPAK, tapi di sini

sepertinya ngak ada atau mungkin merasa tidak diperlukan oleh perusahaan. Setiap

tahun kita harus menandatangani pernyataan tidak melanggar kode etik, tapi itu untuk

Good Corporate Governance.”

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa informan tidak pernah mengetahui jika perilaku dirinya

sebagai seorang akuntan manajemen dibatasi oleh kode etik akuntan yang diterbitkan oleh IAI.

Pernyataan informan tersebut juga membenarkan bahwa kode etik yang mereka anut adalah

kode etik perusahaan. Kode etik ini tidak hanya diperuntukkan bagi akuntan manajemen saja,

namun bagi seluruh karyawan BUMN.

Lebih lanjut, beberapa informan mengutarakan keberadaan kode etik bagi mereka

dinyatakan beragam, ada yang percaya bahwa kode etik dapat memandu mereka dalam

beraktivitas dan ada yang merasa hal tersebut buang-buang waktu saja. Menurut mereka, kode

etik memang sangat dibutuhkan karena hal itu dapat digunakan untuk mengarahkan individu

yang tergabung dalam profesi akuntan manajemen untuk selalu bertindak secara etis atau

berperilaku etis. Perilaku etis perlu dikedepankan oleh akuntan manajemen agar keputusan

yang dibuat juga keputusan yang etis. Namun, permasalahannya mereka merasa tidak tahu kode

etik apa yang seharusnya ada dan dilaksanakan oleh akuntan manajemen yang berada di BUMN

ini. Berikut ini pernyataan Bapak IR dan Ibu ES mengenai keberadaan kode etik di BUMN,

“ ...terkadang saya merasa sangat membutuhkan aturan yang jelas dan khusus yang

berkaitan dengan aktivitas yang saya lakukan. Saya merasa bahwa aturan perusahaan

terkadang hanya untuk orang-orang seperti saya, tapi tidak untuk atasan”.

“...kode etik itu hanya lips service aja bu...yang berlaku disini bukan kode etik tapi

aturan dari atasan. Maksud saya aturan atasan tersebut yang dijadikan pedoman. lha

kalo nggak ikut perintah atasan meskipun melanggar, ya besok siap-siap di pindah aja”.

Informasi dari beberapa informan tersebut menunjukkan di BUMN tersebut masih belum ada

kode etik yang khusus menaungi para akuntan manajemennya. Sikap pesimis yang ditunjukkan

oleh informan menunjukkan bahwa kode etik itu tidak perlu, jika yang lebih berlaku adalah

perintah pimpinan. Artinya, yang mengatur tingkah dan polah akuntan manajemen dalam

melakukan aktivitas profesinya lebih condong pada suatu ketaatan kepada pimpinan bukan

suatu aturan tertulis. Informasi sedikit berbeda dinyatakan oleh Ibu TM,

“Kode etik secara kelembagaan dibutuhkan sebagai pedoman dalam melaksanakan

kegiatan atau aktivitas perusahaan. Demikian pula dengan dengan kode etik akuntan

manajemen, harus bisa dijadikan pijakan bagi akuntan manajemen, sehingga setiap

akuntan manajemen di perusahaan mempunyai kewajiban untuk mentaati semua aturan

yang ada di dalam kode etik tersebut. Untuk dapat menaati aturan tersebut, setiap

pelaku minimal harus mengenal nilai etika yang ada dalam perusahaan”.

Page 10: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1791

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Informasi di atas menunjukkan bahwa kode etik memang dibutuhkan dan berguna bagi akuntan

manajemen dalam menjalankan aktivitasnya. Tindakan ini akan mempunyai nilai moral apabila

berdasarkan suatu tuntunan atau nilai etika yang dijadikan pedoman bersama pada akuntan

manajemen.

Ahmad (1996: 205) juga menyatakan bahwa kode etik adalah aturan yang mengatur

tingkah laku dalam satu kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal

prinsip dalam bentuk ketentuan tertulis. Artinya, ketentuan yang tertera pada kode etik

diharapkan dapat mengatur dan membatasi tingkah laku individu atau kelompok yang berada

di dalam suatu organisasi.

Berdasarkan uraian mengenai kode etik dan bertolak dari beberapa pernyataan

informan, maka realitas praktik menunjukkan bahwa kode etik hanyalah alat yang digunakan

untuk membatasi perilaku supaya tidak lepas dari batas-batas etis. Alat ini bersifat mengikat

siapa saja yang bersedia bergabung dengan BUMN. Alat yang bagus adalah alat yang dapat

digunakan oleh siapa saja, bukan alat yang diciptakan untuk kepentingan kelompok tertentu

saja. Namun dalam praktiknya, ternyata alat tersebut hanya dapat membingkai perilaku

sebagian orang saja, tidak seluruhnya, walaupun alat tersebut memang digunakan untuk semua.

Artinya, kode etik di BUMN hanya mengena pada sebagian orang saja, hanya pegawai tertentu

yang harus taat, pegawai lainnya boleh taat boleh tidak, tergantung bagaimana evaluasi

terhadap implementasi kode etik tersebut. Berikut informasi dari Ibu N sebagai kepala bagian

pengelolaan hutang piutang BUMN yang menyatakan sikap optimis bahwa kode etik dapat

membingkai perilakunya

“Saya mengibaratkan perusahaan sebagai sebuah kapal besar, di mana di dalamnya

terdapat berbagai macam individu dengan berbagai macam perilaku. Untuk itu

sebaiknya perusahaan menggunakan satu standar atau kode etik agar bisa

menyelaraskan menjadi satu perilaku untuk menciptakan iklim yang kondusif. Dengan

terciptanya iklim yang kondusif tersebut, maka tujuan perusahaan dapat dengan mudah

tercapai”

Sikap optimis yang diungkapkan oleh informan menunjukkan harapannya bahwa dengan

keberadaan kode etik dapat menyelaraskan berbagai macam perilaku individu. Pernyataan

“sebaiknya” yang diungkapkan oleh Ibu N mengisyaratkan sebagai sebuah anjuran bukan suatu

keharusan. Padahal maksud dibuatnya kode etik pada umumnya digunakan sebagai suatu

aturan yang wajib dan harus ditaati oleh individu yang yang tergabung di dalamnya. Artinya,

kode etik yang diterbitkan oleh BUMN masih belum dapat menyelaraskan dalam satu perilaku

untuk menciptakan satu iklim yang kondusif, walaupun Ibu N sangat yakin jika kode etik dapat

menyatukan seluruh perilaku individu dalam satu wadah perilaku yang sama. Sekarang coba

kita kembali mengulas pernyatan dari Ibu ES yang menyatakan bahwa kode etik itu hanya lips

service saja

“...kode etik itu hanya lip service aja bu...yang berlaku disini bukan kode etik tapi

aturan dari atasan. Maksud saya aturan atasan tersebut yang dijadikan pedoman. lha

kalo nggak ikut perintah atasan meskipun melanggar, ya besok siap-siap di pindah aja.

Pernyataan dari Ibu ES tersebut menunjukkan sikap yang berseberangan dengan Ibu N. Ibu ES

merasa tidak pernah mendapatkan sisi baik dengan keberadan kode etik bagi dirinya, bahkan

Page 11: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1792

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

dia pesimis keberadaan kode etik dapat memandu perilaku akuntan manajemen di BUMN

meskipun yang dimaksud adalah kode etik perusahaan.

Kode etik menurutnya hanya “pemanis” saja atau bersifat “basa basi”, hanya tulisan

tanpa makna. Artinya, keberadaan kode etik di BUMN bagi informan tidak berpengaruh pada

perilakunya. Informasi yang diungkapkan oleh Ibu ES menunjukkan bahwa kode etik

perusahaan tidak dapat memainkan fungsinya sebagai alat pemandu perilaku bagi akuntan

manajemen.

Berdasarkan penyataan ketiga informan di atas, kondisi yang nampak adalah ada atau

tidak adanya kode etik tergantung bagaimana individu tersebut memaknainya. Ibu N lebih

berharap dengan adanya kode etik tersebut dapat tercipta iklim organsiasi yang lebih sehat,

sedangkan Ibu ES lebih cenderung merasa “masa bodoh”. Pendapat Pak IR lebih berbeda

dengan yang lain, menurutnya kode etik hanya untuk pihak tertentu saja, misalnya pegawai

bawahan.

Harapan yang dikemukakan oleh Ibu N, juga ditemukan oleh Adams et al. (2001)

dalam penelitiannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kode etik diterbitkan oleh

perusahaan sebagai satu upaya untuk memperbaiki iklim organisasi sehingga individu dapat

berperilaku etis. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan

moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari

budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.

Berbeda dengan Ibu N, dalam benak Ibu ES yang penting dia menjalankan aktivitasnya

sesuai dengan aturan pimpinan. Ketaatannya pada aturan hanya disebabkan karena rasa

takutnya terhadap jabatan yang diembannya. Permasalahannya, bagaimana jika pimpinan

tersebut justru melakukan tindakan menyimpang?. Menurut Sihwahyuni dan Gudono (2000),

kode etik sering mempunyai kelemahan karena kode etik sulit diawasi. Temuan yang

dihasilkan oleh Sihwahyuni dan Gudono, juga ditunjukkan oleh Bapak HS, Pak IR, Ibu N

berikut ini:

“secara fully evaluasi terhadap kode etik belum ada, tapi jika memang terjadi

pelanggaran baru ditindaklanjuti. Masalahnya memang tidak ada reward dan

punishment yang jelas jika terjadi suatu pelanggaran. Contohnya begini, suatu

pelanggaran dapat diketahui jika ada pihak lain yang melaporkan pelanggaran tersebut.

Jika tidak ada reward yang diperoleh pihak lain tersebut, tentu tidak ada orang yang

mau melaporkan, karena adanya sikap toleransi yang ditanamkan antara sesama. Trus

bagaimana kita bisa memberikan punishment jika tidak ada yang lapor.”

“selain itu di sini tidak ada bagian yang khusus pemantau perilaku pegawai BUMN,

walaupun hal ini memang merupakan koordinasi oleh bagian sekretaris perusahaan,

dinas hukum dan manajemen risiko.

“Setahu saya tidak ada evaluasi mengenai pelaksanaan kode etik perusahaan dan setahu

saya tidak ada sosialisasi. Jadi ya cuma dibagikan aja bukunya ke seluruh karyawan

BUMN. Tidak ada sosialisasi dan belum ada evaluasi...”

Page 12: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1793

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas nampak jelas bahwa pelaksanaan kode etik

perusahaan belum dibarengi dengan pelaksanaan evaluasi. Di samping itu tidak adanya

sosialisasi menyebabkan mereka kurang begitu peduli dengan keberadaan kode etik tersebut.

Bahkan salah satu informan menyatakan bahwa sampai sekarang belum memahami sepenuhnya

apa yang terkandung dalam pedoman kode etik perusahaan tersebut.

4.3.1. Kode Etik: Refleksi Etis Akuntan Manajemen

Akuntan sebagai sebuah profesi yang penting bagi masyarakat seharusnya

mengedepankan kaidah dalam melaksanakan profesinya. Refleksi etis profesi akuntan

manajemen pada umumnya dituang dalam kode etik akuntan manajemen (Duska dan Duska,

2003). Seorang akuntan pasti membutuhkan kode etik. Kode etik tersebut mempunyai tujuan

utama untuk mempresentasikan gambaran secara gamblang mengenai laporan keuangan suatu

perusahaan yang meliputi auditing, managerial accounting, tax accounting, financial planning

dan consulting. Duska melanjutkan, profesi akuntan harus dapat memberikan memberikan

gambaran yang benar dan akurat mengenai financial affairs dari perusahaan-perusahaan dan

keakuratan tersebut sangat krusial. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menciptakan suatu

legitimasi kebenaran agar dapat mengetahui gambaran yang akurat dan secara struktural dapat

menjauhkan dari tindakan yang tidak etis.

Dalam implementasinya, dampak keberadaan kode etik di perusahaan masih

diperdebatkan. Beberapa hasil studi dalam tataran positivistik/kuantitatif menunjukkan adanya

suatu perbedaan. Hasil penelitian Adam et al. (2001) menunjukkan bahwa perusahaan yang

berkode etik formal mempunyai lebih besar dukungan melakukan tindakan etis dibandingkan

dengan perusahaan yang tidak mempunyai kode etik formal. Weaver (1995), kode etik

mempunyai pengaruh terhadap perilaku.

Studi dengan hasil berbeda antara lain Kohut dan Corriher (1994), Cressey dan Moore

(1983), Soutar et al. (1994) dengan hasil temuan tidak ada hubungan antara eksistensi kode

etik dengan jawaban responden dan tidak ada hubungan antara perilaku etis dengan eksistensi

kode etik. Temuan Marnburg (2000) menunjukkan bahwa eksistensi kode etik tidak

mempunyai efek perilaku terhadap profesi di Norwegia. Jika kode etik mempunyai beberapa

pengaruh terhadap perilaku, pengaruh ini tidak dijelaskan oleh kode itu sendiri tetapi oleh

proses yang menjadi simbol kode. Sedangkan Scwhartz (2002) menyatakan keberadaan kode

etik dalam perusahaan tidak berdampak signifikan terhadap perilaku etis dan belum dapat

menuntun karyawan perusahaan berperilaku etis sebagaimana diharapkan oleh stakeholders.

Untuk di Indonesia, baik akuntan publik maupun akuntan manajemen untuk sementara

waktu berpedoman pada kode etik yang diterbitkan oleh IAI pada tahun 1998 yang mempunyai

empat kebutuhan dasar yaitu 1) kredibilitas, 2) profesionalisme, 3) kualitas jasa dan 4)

kepercayaan. Kode etik sebagai refleksi etis akuntan manajemen dimaksudkan oleh peneliti

sebagai gambaran bahwa akuntan manajemen sebenarnya mempunyai kode etik yang sama

dengan profesi lainnya. Hanya saja dalam praktiknya akuntan manajemen sering keluar dari

batas yang telah digariskan oleh kode etik tersebut, bahkan ada akuntan manajemen yang tidak

pernah tahu bahwa perilakunya harus sesuai dengan kode etik yang ada.

Page 13: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1794

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

KOMPARASI DAN PEMAKNAAN TEMUAN

5.1. Praktik Akuntansi dalam Organisasi

5.1.1. Temuan

Laporan keuangan dibuat oleh akuntan manajemen BUMN bertujuan untuk

memberikan informasi akuntansi yang akurat dan berguna bagi pihak yang berkepentingan.

Dalam praktiknya penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang dibatasi dengan standar

yang telah ditetapkan terkadang menyebabkan adanya tekanan dan konflik internal. Contoh,

ketepatan waktu penyajian laporan keuangan. Tekanan dan konflik ini jika tidak dapat dikelola

dengan baik maka akan dapat menimbulkan dilema. Dilema yang sering terjadi adalah cara atau

tindakan yang harus diambil pada saat terjadi tekanan atau konflik internal tersebut. Untuk hal

ini, salah seorang informan menyatakan tingkat ketidakakuratan rata-rata hanya disebabkan

karena user kurang teliti dalam melakukan entry data-data, bukan permasalahan ketidakjujuran

dalam pencatatan angka-angka tersebut. Namun, beberapa aktor atau informan menyatakan

proses tersebut sering menyebabkan sebuah tekanan dan dilema yang bersifat organisasional

ataupun psikologis (stres).

5.1.2. Analisis dan Konsep Dilema Etika dalam Praktik Akuntansi

Berdasarkan temuan di atas menunjukkan bahwa praktik akuntansi di BUMN tersebut

menimbulkan dilema etika. Dilema etika yang dialami akuntan manajemen lebih sering

disebabkan karena adanya tekanan di dalam perusahaan. Studi ini melihat bahwa tekanan demi

tekanan yang terjadi menyebabkan akuntan manajemen terjebak dalam sebuah konflik

organisasional-profesional. Konflik organisasi-profesi yang sering terjadi pada saat

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh level manajer ke atas dan selalu berdasarkan

musyawarah. Namun, dalam praktiknya pengambilan keputusan ini sering menimbulkan

sebuah dilema bagi mereka.

Temuan ini ditunjukkan oleh Arranya dan Ferris (1984) dalam penelitian positivist

yang menyatakan bahwa akuntan manajemen mempunyai tingkat konflik yang lebih tinggi

dibandingkan akuntan publik. Akuntan manajemen sering merasakan adanya perbedaan nilai

antara organisasional dan profesional, namun perbedaan tersebut sampai saat ini kurang

dipahami. Akibatnya, sampai saat ini permasalahan tersebut masih tetap ada.

Sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dijabarkan di atas, maka studi ini

menggarisbawahi bahwa tekanan organisasional-profesional dan dilema etika akan selalu ada

dalam sebuah hubungan kerja di perusahaan manapun. Satu hal yang dapat dilakukan oleh

perusahaan adalah meminimalisasi tekanan dan dilema etika tersebut, karena setiap organisasi

terdiri dari berbagai karakter individu dengan nilai dan motivasi yang berbeda-beda. Meskipun

mereka mempunyai tujuan yang sama, namun mereka berangkat dari arah dan kepentingan

yang berlainan. Secara skematis praktik akuntansi yang dilakukan oleh akuntan manajemen

dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Page 14: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1795

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Tinggi

Rendah

Sumber: Peneliti

Gambar 2

Dilema Etika dalam Praktik Akuntansi

Skema pada gambar 2 menunjukkan bahwa praktik akuntansi yang dilakukan oleh

akuntan manajemen di dalam suatu organisasi tidak pernah terlepas dari adanya konflik.

Keberadaan akuntan manajemen sebagai bagian dari struktur organisasi tidak terlepas dari

kerangka agensi. Dillart dan Yuthas (2002) menyatakan bahwa perubahan dalam suatu

organisasi dapat terjadi melalui tindakan agen sebagai upaya adanya integrasi sosial. Dalam

studi ini, akuntan manajemen adalah aktor sosial yang secara kodrati mempunyai kehendak

sebagai manusia yang tidak terbelenggu. Berdasarkan pemikiran tersebut akuntan manajemen

dapat mempunyai pemikiran yang spesifik dan berbeda dengan organisasinya.

Spesifikasi pemikiran tersebut menyebabkan adanya pembingkaian perilaku yang

membedakan individu sebagai akuntan manajemen (agent) dengan individu sebagai pemegang

saham (principal) dalam suatu organisasi. Hal ini akan membedakan wewenang yang harus

dipikul oleh keduanya. Pemegang saham sebagai pemilik modal akan mengutamakan

pemikiran mengenai bagaimana meraih keuntungan yang sebesar-besarnya melalui penanaman

modal pada suatu organisasi, sedangkan akuntan manajemen sebagai pengelola modal juga

mempunyai keinginan mendapatkan keuntungan dari aktivitas profesinya. Pemikiran ini yang

menyebabkan pemisahan tanggung jawab di antara keduanya.

Pemisahan tanggung jawab ini memunculkan suatu perjanjian kontraktual antara agent

dan principal. Principal sebagai pemilik modal mempunyai kewajiban untuk menyediakan

fasilitas dan sumber daya dalam organisasi agar dapat dikelola oleh manajemen/akuntan

manajemen, sedangkan akuntan manajemen mempunyai tanggung jawab untuk mengelola

Manajemen/pimpinan

Rekan sekerja

Konflik Organisasional -profesional

Dilema Etika

Akuntan Manajemen

Praktik Akuntansi

Konflik kepentingan

Pemegang

Saham

Page 15: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1796

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

modal dan memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi perusahaan melalui

perspektif keuangan.

Dua individu, dua kewajiban dan dua kepentingan bersatu untuk mencapai tujuan

bersama. Inilah gambaran mengenai perspektif keagenan. Perspektif ini akan menjadi lebih

utuh jika dikaitan dengan motivasi dari tiap-tiap individu yang berbeda dalam melakukan

interaksi dengan organisasi sebagai lingkungan sosialnya. Adanya pemisahan wewenang antara

akuntan manajemen dengan pemegang saham menyebabkan pemegang saham memiliki rasa

ketidakpercayaan bahwa apa yang dilakukan oleh akuntan manajemen adalah benar. Dalam

benak pemegang saham, akuntan manajemen dapat menyembunyikan informasi dari dirinya

dan berperilaku opportunistik sehingga dapat mengurangi keuntungan. Ketidakpercayaan dan

perilaku opportunistik ini yang terkadang menyebabkan sebuah tekanan dan berakibat pada

timbulnya konflik kepentingan (Sulistyanto, 2008: 73).

Dalam sebuah organisasi, akuntan manajemen sebagai karyawan sering bertindak

berdasarkan perintah pimpinan. Organisasi pada umumnya memiliki sebuah struktur otoritas

hirarkis mengenai struktur jabatan yang ada. Berdasarkan struktur tersebut tanggung jawab

moral terkadang ditanggung oleh sepenuhnya oleh atasan, akibatnya karyawan akan merasa

terbebas dari tanggung jawab moral (Velasquez, 1996). Hal ini yang sering menyebabkan

akuntan manajemen sebagai agen menyalahi tanggung jawab moral yang dibebankan

kepadanya. Sebaliknya jika atasan memerintahkan karyawan untuk berbuat kesalahan yang

secara tindakan bertentangan dengan moral maka kewajiban tanggunjawabnya dibebankan

kepada bawahan. Kondisi ini sering memunculkan konflik organisasional-profesional.

Fenomena realitas praktik yang terjadi mengenai hubungan keagenan antara pegawai

dengan atasan ternyata lebih kompleks dibandingkan dengan hubungan keagenan antara

pemegang saham dengan akuntan manajemen sebagai manajer. Realitas praktik menunjukkan

tekanan yang sangat kuat dan dilakukan pihak atasan lebih membuat mereka merasakan

ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitasnya dan hal ini sangat memengaruhi bawahan

untuk melakukan suatu perilaku etis. Artinya, semakin tinggi tekanan organisasional

profesional yang dilakukan pihak manajemen atau pimpinan terhadap akuntan manajemen,

maka semakin tinggi dilema etika dialami oleh pihak akuntan manajemen dan sebaliknya.

Shafer (2002) menyatakan, jika pegawai tidak mempunyai standar etis tinggi, maka

mereka akan merasionalkan perilaku tidak etis sebagai bagian yang dibutuhkan dalam

pekerjaannya. Di samping itu, semakin tinggi konflik kepentingan yang terjadi pada akuntan

manajemen yang berperilaku opportunistik dengan pemegang saham menyebabkan semakin

tingginya dilema etika yang terjadi. Jika pemegang saham membantu pegawai memenuhi

pengharapan mereka dengan memberikan lingkungan yang mendukung nilai profesional dan

perkembangan pribadi, maka konflik kepentingan dapat diminimalisasi sehingga pegawai

tersebut kemungkinan lebih komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya, jika pemegang saham

membuat tuntutan terhadap individual yang bertentangan dengan nilai profesional mereka,

maka pegawai tersebut kemungkinan tidak akan memenuhi tuntutan pemegang saham dan

menyebabkan mereka melakukan tindakan tidak etis (Noreen, 1988).

Akuntan manajemen sebagai pegawai yang mempunyai tingkat kesadaran diri tinggi

untuk melakukan tindakan tidak menyimpang lebih mudah untuk melepaskan diri dari jerat

konflik organisasional-profesional dan konflik kepentingan. Komitmen yang kuat dan

tingginya nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya menjadikan mereka sosok yang taat aturan,

mempunyai integritas dan obyektifitas yang tidak perlu diragukan lagi.

Page 16: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1797

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

5.1.3. Makna temuan

Akuntan manajemen yang mempunyai tanggung jawab secara profesional terhadap

pihak manajemen dan pemegang saham lebih sulit untuk bertindak independen dibandingkan

dengan akuntan publik. Hal ini disebabkan segala aktivitasnya diperuntukkan bagi pemegang

saham, di mana pemegang saham lebih bertujuan untuk mencari keuntungan dibandingkan

tujuan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu untuk meminimalisasi berbagai

konflik dan tekanan yang ada agar tercipta suatu iklim organisasi yang sehat. Untuk itu

dibutuhkan suatu alat dan dukungan dari organisasi untuk membatasi perilaku karyawannya

agar mempunyai perilaku etis. Alat tersebut dapat berupa kode etik atau corporate credo.

5.2 Keberadaan Kode Etik

5.2.1. Temuan

Berdasarkan realitas yang ada, maka studi ini menggarisbawahi beberapa temuan: 1)

Beberapa informan tidak menyadari bahwa mereka berprofesi sebagai akuntan manajemen,

sehingga mereka juga tidak menyadari bahwa dirinya terikat dengan kode etik akuntan

Indonesia, 2) Akuntan manajemen BUMN tidak mengetahui bahwa mereka dibatasi oleh kode

etik akuntan sehingga peneliti mempersepsikan bahwa mereka tidak mempunyai kode etik

khusus bagi akuntan manajemennya, sehingga mereka berpedoman pada kode etik perusahaan.

Meskipun seharusnya tidak hanya taat pada kode etik perusahaan, namun juga kode etik

akuntan Indonesia yang diterbitkan oleh IAI.

5.2.2 Analisis dan Konsep Kode etik dalam Praktik Etika Akuntan Manajemen

Duska dan Duska (2003) menyatakan bahwa seorang akuntan membutuhkan kode etik.

Kode etik merupakan sebuah pendekatan yang memasukkan sistem etis dalam perilaku individu

yang berada dalam organisasi (White dan Lam, 2000), oleh sebab itu kode etik adalah pedoman

yang paling populer di berbagai organisasi. Perusahaan dengan kode etik secara formal

mempunyai dukungan yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak (Adam et al., 2001)

dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku (Weaver, 1995).

Bertolak dari realitas yang ada, ternyata beberapa informan menyatakan tidak

merasakan keberadaan kode etik sebagai aturan yang berpengaruh pada perilaku mereka.

Beberapa informan menyatakan kode etik perusahaan tidak pernah disosialisasikan, tidak ada

evaluasi untuk menilai dan memantau pelaksanaan kode etik serta tidak sesuai dengan aspirasi

akuntan manajemen di BUMN tersebut. Tidak ada sanksi yang jelas jika terjadi pelanggaran

kode etik. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa keberadaan kode etik di BUMN hanya bersifat

normatif belum sampai pada pengaplikasiannya. Artinya, kode etik hanya sebagai simbolisme

semata.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan simbolisme sebagai kata, tanda isyarat

yang digunakan untuk mewakili sesuatu yang lain seperti arti, kualitas, abstraksi, gagasan dan

objek. Dengan kata lain simbolisme adalah apapun yang diberikan arti dengan kesepakatan dan

kebiasaan yang dibangun oleh masyarakat atau individu dengan arti tertentu yang disepakati

dan dipakai oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam studi ini simbolime dimaknai sebagai tanda pengenal berupa kata atau kalimat

yangg menjelaskan dan mengaktualisasikan sesuatu dan kebersamaan didasarkan oleh

kewajiban atau perjanjian. Bentuknya adalah 1) tanda indrawi, barang atau tindakan yang

menyatakan realitas lain di luar dirinya, 2) sarana paling tepat untuk mengungkapkan sebuah

tindakan, namun simbol juga terbuka terhadap arti dan tafsiran tergantung bagaimana setiap

Page 17: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1798

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

individu memaknainya. Berdasarkan penjabaran tersebut, makna simbolisme kode etik dalam

studi ini adalah sebuah sarana yang tepat untuk mengatualisasikan sebuah tindakan dan

disepakati bersama di antara kelompok masyarakat atau pelaku organisasi namun mereka

mempunyai sebuah makna atau tafsiran yang berbeda-beda dalam mengaktualisasikan tindakan

tersebut.

5.2.3. Makna Temuan

Keberadaan kode etik di BUMN secara reflektif tidak banyak memengaruhi praktik

etika akuntan manajemen, sehingga tidak begitu berdampak terhadap perilaku akuntan

manajemen dikarenakan tidak adanya evaluasi dan pemantauan terhadap implementasi kode

etik tersebut. Artinya, Kode etik bagi para akuntan manajemen di salah satu BUMN di

Indonesia hanya merupakan simbolisme semata.

Temuan ini selaras dengan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Scwhartz (2002)

dalam tataran positivist yang menyatakan keberadaan kode etik dalam perusahaan tidak

berdampak terhadap perilaku etis dan kode etik belum dapat menuntun karyawan atau

perusahaan untuk berperilaku etis sebagaimana diharapkan oleh stakeholders-nya. Artinya,

banyak perusahaan mengkondisikan kode etik hanya sebagai simbolisme etis perusahaan.

Realitas praktik juga menunjukkan kode etik tetap dibutuhkan sebagai dimensi

organisasi dalam menciptakan iklim organisasi yang sehat. Artinya, kode etik tetap digunakan

sebagai landasan hukum atau aturan yang mengikat antara akuntan manajemen dengan

organisasi untuk mengarahkan pada tujuan bersama. Kode etik tetap menjadi unsur yang

penting dalam praktik etika akuntan manajemen jika dibarengi dengan evaluasi pelaksanaan

dan adanya pemantauan dari pihak yang independen.

6. MENYIMPULKAN BENANG MERAH PENELITIAN

Studi ini bermula dari maraknya skandal akuntansi pada perusahaan-perusahaan besar

di dunia maupun di Indonesia. Salah satu penyebab yang berhasil terdeteksi adalah adanya

manipulasi laporan keuangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan akuntan manajemen

dengan pihak manajemen dan diamini oleh akuntan publik. Namun, realitas ini sangat jarang

terekspos di masyarakat. Hal ini disebabkan karena yang sering dijadikan pesakitan dalam hal

ini adalah para akuntan publik.

Akuntan manejemen adalah profesi yang ikut andil dalam perkembangan suatu

organisasi. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk lebih mendalami pedoman dan koridor apa

yang dibutuhkan akuntan manajemen agar tidak melakukan skandal tersebut. Peneliti merasa

perlu untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif-fenomenologis

untuk melihat, mendeskripsikan dan memaknai realitas apa yang terjadi di balik aktivitas

akuntan manajemen.

Studi ini melakukan beberapa langkah agar mendapatkan informasi dari informan

akuntan manajemen yang berada di salah satu BUMN di Indonesia. Peneliti menggunakan

perusahaan tersebut bukan berarti perusahaan tersebut melakukan skandal akuntansi. Peneliti

hanya menelusur persepsi, perspektif dan informasi mengenai perilaku yang mendasari para

akuntan manajemen mengenai skandal akuntansi tersebut.

Rekonstruksi realitas yang diciptakan oleh akuntan manajemen membuktikan bahwa

laporan keuangan dan sistem akuntansi mempunyai konsekuensi etis yang terdapat di

Page 18: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1799

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

dalamnya. Contoh, angka akuntansi yang nampak pada laporan keuangan akan mengarahkan

individu untuk melakukan pengambilan keputusan berdasarkan angka-angka tersebut. Kondisi

ini menunjukkan bahwa adanya ketergantungan yang kuat antara pengambil keputusan dengan

angka akuntansi, jika kita cermati kembali akuntan adalah pencipta realitas akuntansi, maka

hasil ciptaannya adalah sesuatu yang penting dan sangat menentukan langkah individu

selanjutnya. Seandainya akuntan sebagai pencipta realitas tidak menginput nilai-nilai etis

dalam praktik akuntansinya, maka realitas yang diciptakan bukanlah realitas kebenaran dan hal

ini tentu akan menjerumuskan orang lain dalam mengambil keputusan. Triyuwono

(2000:268) menyatakan bahwa akuntansi bisa secara sederhana dibayangkan sebagai mata air

yang mengalir dari mata air menuju ke danau.

sepanjang mata air dan airnya terbebas dari polusi, makhluk apapun yang ada di danau

dan aliran tersebut akan mendapatkan manfaat dari air yang segar dan bersih itu.

Seballiknya, bila mata airnya terkontaminasi oleh benda-benda beracun, makhluk yang

menggunakan air tersebut akan terjangkiti penyakit

Berpangku pada pernyataan di atas menunjukkan bahwa akuntansi memang dibangun dengan

dasar dan tujuan yang baik. Akuntansi dibangun dengan asumsi bahwa individu yang

menciptakan ataupun individu yang mempraktikkan mempunyai sebuah nilai-nilai dalam

dirinya.

Nilai-nilai ini yang nantinya akan menentukan bagaimana hasil ciptaan tersebut. Jika

akuntansi dibangun dengan nilai yang buruk, maka buruk pulalah hasilnya dan sebaliknya.

Demikian pula dalam proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan sebagai bentuk dari

praktik akuntansi. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kepercayaan publik. Oleh sebab itu,

menurut beberapa peneliti, akuntansi tidak pernah terlepas dari nilai-nilai dan nilai adalah

bagian dari etika (Francis 1990; Belkaoui 1992; Chua dan Degeling 1993).

Jika akuntansi merupakan praktik moral dan diskursif (Francis, 1990) karena

melibatkan manusia sebagai agent of development dalam proses penciptaanya, maka praktik

akuntansi yang dijalankan oleh akuntan juga sarat akan praktik moral. Akuntan sebagai

penyusun laporan keuangan, menginginkan orang lain atau pihak lain untuk memahami tentang

apa yang dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dirinya terlibat di

dalamnya (Triyuwono, 2000: 269), sehingga moral keagenannya akan menggerakkan dirinya

dalam penciptaan laporan keuangan. Artinya, laporan ini dibuat dan digunakan untuk tujuan

publik, nampak bahwa akuntan dalam hal ini yang melakukan penciptaan realitas sebagai

rekonstruksi realitas (Morgan, 1988: 482).

Bercermin dari penjelasan di atas, maka realitas praktik menunjukkan bahwa

perusahaan membutuhkan corporate credo yaitu kode etik. Belkaoui (1992:30) menguraikan

argumentasinya bahwa kode etik ini pada umumnya berisi tanggung jawab akuntan sebagai

bagian dari sebuah kelompok yang melayani kepentingan publik dan menjaga integritas,

independensi, memperluas kepercayaan dan bersikap objektif. Namun secara praktis,

menerjemahkan etika ke dalam kode etik akan menemui kesulitan karena kode etik merupakan

peraturan tanpa memilliki karakter etis atau moral.

Selaras dengan pendapat Belkaoui (1992), praktik etika akuntan yang terjadi dalam

aktivitas akuntan manajemen di BUMN kurang berdampak. Hal ini disebabkan mandulnya

kode etik yang dimilikinya. Walaupun tidak ada kode etik dari perusahaan yang khusus

menaungi para akuntan di BUMN, namun mereka mempunyai kode etik perusahaan. Kode etik

Page 19: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1800

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

ini hanya menampilkan hak dan kewajiban tanpa adanya wujud kongkrit dari praktik hak dan

kewajiban tersebut. Artinya, tidak ada karakter etis yang mewakili gambaran sesungguhnya

dari hak dan kewajiban tersebut. Akibatnya, beberapa akuntan manajemen yang bekerja di

BUMN melakukan pengingkaran terhadap kode etik yang ada. Hasil studi ini menunjukkan

bahwa keberadaan kode etik bagi mereka hanya bersifat normatif bukan reflektif. Artinya,

BUMN ini memperlakukan kode etik sebagai simbolisme etis perusahaan.

Kembali pada bukti yang ditemui di lapangan, keberadaan kode etik perusahaan

menjadi tidak penting bagi mereka karena tidak adanya evaluasi terhadap refleksi dari kode etik

tersebut. Akibatnya, timbul perasaan apatis dan pesimis. Apa yang terjadi di BUMN juga

diutarakan oleh Sihwahyuni dan Gudono (2000) dalam penelitiannya yaitu kode etik sering

mempunyai kelemahan karena kode etik sulit diawasi.

Tidak adanya evaluasi terhadap praktik etika di BUMN menyebabkan beberapa

akuntan manajemen cenderung mengabaikan atau mengingkari keberadaan kode etik yang ada.

Evaluasi kode etik sangat dibutuhkan di BUMN sebagai wujud komitmen perusahaan pada

karyawannya, sehingga setiap penyimpangan yang terjadi akan nampak jelas di hadapan

mereka, tidak lagi berada pada posisi grey area.

Pengingkaran akuntan manajemen terhadap kode etik perusahaan menyebabkan

akuntan manajemen mencari aturan lain yang bisa digunakan sebagai pedoman dalam

menuntun langkahnya. Salah satu penyebab lain terjadinya pengingkaran kode etik perusahaan

adalah tidak adanya pemantauan secara langsung mengenai implementasi kode etik tersebut

dalam praktik etika yang ada di perusahaan. Akibatnya, ketidakjujuran masih bersemayam di

ranah BUMN, walaupun studi ini tidak menafikkan bahwa kejujuran masih merupakan nilai

yang digenggam oleh akuntan manajemen di BUMN tersebut.

6.1. Perjalanan Studi ke Depan

Setiap perjalanan dalam sebuah studi akan selalu berada pada ambang pemberhentian.

Namun, setiap peneliti akan selalu berharap agar studi yang telah dilakukan masih dapat

berkembang dan bermanfaat bagi pihak lain. Walaupun masih terdapat banyak keterbatasan

yang dialami oleh peneliti dalam penelitian ini, namun peneliti sangat berharap agar studi ini

dapat menjadi langkah awal untuk mengembangkan penelitian akuntansi keperilakuan di masa

mendatang yang dilakukan dengan pendekatan non positivitik/kualitatif.

Manfaat penelitian ini adalah pertama, bagi para peneliti, berdasarkan informasi dari

beberapa informan yang ada, adanya suatu keyakinan bahwa dalam suatu situs sosial yang

bersifat lokal pasti akan memunculkan suatu kearifan lokal. Kearifan lokal ini tidak mungkin

kita hindari, tidak mungkin kita hilangkan. Namun, kearifan lokal tersebut bisa kita gali sebagai

nilai lebih yang tentunya dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Kedua, bagi profesi akuntan manajemen di BUMN, studi ini diharapkan dapat memicu

dan menyebarkan semanggat bagi akuntan manajemen di BUMN untuk segera

mengembangkan nilai etika bagi akuntan manajemennya. Ketiga, studi ini diharapkan

mempunyai implikasi bagi kalangan profesional akuntan dan akademisi akuntansi.

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil suatu benang merah untuk mengkaji

lebih mendalam studi yang berkaitan dengan etika akuntan, sehingga kita dapat mengetahui

seberapa penting pengaplikasian etika dan kode etik bagi akuntan.

Page 20: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1801

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

DAFTAR PUSTAKA

Adams, J.S., A. Tashchian and T.H. Shore. 2001. Codes of Ethics as Signals for Ethical

Behavior, Journal of business Ethics 29: 199:211.

Agoes, Sukrisno dan I.C. Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Salemba Empat. Jakarta.

Ahmadi, R. 2005. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Universitas Negeri

Malang (UM Press). Malang.

Ahmad, H. 1996. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Fajar Mulya. Surabaya

Andayani, Wuryan. 2002. Persaingan Kelas Dunia Menuntut Perbaikan Berkelanjutan yang

Menyebabkan Timbulnya Sistem Manajemen Biaya Baru. Media Akuntansi Edisi

28/September. pp. 66-68

Arens, A.A and J.K. Loebecke. 2003. Auditing: an Integrated Approach. 3rd Ed. Prentice Hall

Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

Arnold, D and L. Ponemon. 1991. “Internal Auditors Perceptions of whistle-blowing and the

influence of moral reasoning: An Eperiment”. Auditing: A Journal of Theory and

Practice. pp. 1-15.

Arranya, N. and K. Ferris. 1984. A Reexamination of Accountants Organizational–Profesional

Conflict., The Accounting Review 69 (1). pp.1-15

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius Yogyakarta.

Belkaoui, A.R. 1989. The Coming Crisis in Accounting, New York; Quorum Books.

Belkaoui, A.R. 1992. Morality in Accounting. London: Quorum Books.

http://www.googlebooks.com diakses 13 Agusutus 2009

Chua, W.F. and P. Degeling. 1993. Interrogating an Accounting Based Intervention on Three

Axes: Instrumental, Moral and Aesthetic, Accounting, Organizations and Society. 18

(4): 291-318.

Cressey, D.R and C.A. Moore. 1983. Managerial Values and Corporate Codes of Ethics,

California Management Review. 25. pp.53-77.

Duska, R. F and B.S. Duska. 2003. Accounting Ethic, Blackwell Publishing Ltd. USA

Dillard JF and K. Yuthas. 2002. Ethical Audit Decisions: A Structuration Perspective, Journal

of Business Ethics 36: 49-64

Francis, J.R. 1990. After Virtue? Accounting as moral and discursive practice. Accounting,

Auditing and Accountability Journal 3. (3): 5-17

Griffin, R.W. dan R.J. Ebert. 1998. Business, Fourth Edition. Prentice Hall Inc. Englewood.

Clift.

Goleman, D. 1998. Working with Emotional Intelligence, New York: Bantam Book.

Gunz, H.P., S.P. Gunz and J.C. McCutcheon. 2002. Organizational Influences on Approaches

to Ethical Decisions by Professionals: the Case of Public Accountants. Canadian

Journal Of Administrative Sciences. Vol. 19 No. 1. 76-91

Page 21: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1802

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Kieso, D., J.J. Weygandt and T.D. Warfield. 2007. Intermediate Accounting. 12th. Terj. Emil

Salim. PT. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Kjonstad, B and H. Willmott. 1995. Business Ethics: Restrictive or Empowering?. Journal of

Business Ethics. 14. 445-464.

Kohut, G. E. and S.E.Corriher. 1994. The Relationship of Age, Gender, Experiance and

Awereness of written Ethics Policies to Business decision Making. SAM Advance

Management Journal. Winter. 32-39.

Ludigdo, U. 2007. Paradoks Etika Akuntan. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Machfoedz, M. 2004. The Role of Management Accounting Profession in Value Reporting.

Media Akuntansi 38/Maret/Tahun XI.

Marnburg, E. 2000. The Behavioural Effects of Corporate Ethical codes: Empirical Findings

and Discussion. Journal of Accounting Ethic. Vol. 9 No.3. pp. 200-208.

Morgan, G. 1988. Accounting as Reality Construction: Towards a New Epistemology for

Accounting Practice, Accounting, Organizations and Society 13 (5): 477-485.

Noreen, E. 1988. The Economics of Ethics: A New Perspective on agency Theory. Accounting,

Organizations and Society 13. 359-369.

Scwhartz, M.S. 2002. “A Code of Ethics for Corporate Code of Ethics”. Journal of Business

Ethics 41: 27-43.

Shafer, W.E. 2002. Ethical Pressure, Organizational-Professional Conflict and Related Work

Outcomes Among Management Accountants. Journal of Business Ethics (38). pp. 263.

Sihwahyuni dan Gudono. 2000. Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Akuntan. Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia. Vol. 3 No. 2; pp. 168-184

Stevens, B. 1994. “An Analysis of Corporate Ethical Code Studies: Where do We Go From

Here?”. Journal of Business Ethics. 13. 327-329.

Soutar, G., McNeil, M.M. and Molster, C. 1994. The Impact of Work Environment on ethical

Decision Making: Some Australian Evidence. Journal of Business Ethics. 13. pp. 327-

329

Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba. Teori dan Model Empiris. Penerbit PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Suratman, A. 1998. “Mark up” Dilema Bagi Akuntan Publik”. Media Akuntansi. Penerbit PT.

Intitama Artha Indonusa. Jakarta. Edisi 28/V/Agustus.

Triyuwono, I. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah.LkiS. Yogyakarta.

Velasquez, M.G. 1996. “Why ethics Matters: A Defense of Ethics in Business Organizations”.

Business Ethics Quarterly. Vol. 6 No.2. pp. 201-222

Page 22: Dilema Etika dan “Simbolisme” Kode Etik Akuntan Manajemen … · 2015. 5. 11. · berbagai skandal yang berkaitan dengan etika tersebut, skandal Enron menjadi sorotan yang memengaruhi

1803

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Weaver, G.R. 1995. Does ethics Code design matter? Effects of ethic code rationales and

sanctions on recipient’s justice perceptions and content recall. Journal of Business

Ethics. 14. 367-385.

White, L.P and L.W. Lam. 2000. “A Proposed Infrastructural Model for the Establishment of

Organizational Ethical Systems”. Journal of Business Ethics 28: pp 35-42