Post on 08-Aug-2015
DEPRESI PADA REMAJA
Dalam perkembangan normal seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk
mengalami depresi, Oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas
dan hati -hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada remaja
dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas,
membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis. Bila tidak ditangani dengan baik,
gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa.
Definisi
Kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur yang
parah, menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta perasaan
sedih , kesal dan tidak berdaya yang ekstrim.
Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan
proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai berikut: (1) pada
keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang
ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi
masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim
untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpuasan,
tidak mampu, dan putus asa.
Klasifikasi depresi
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition)
Gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).
Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah:
suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek
ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul
adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan interes atau perasaan senang yang
sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari, berat badan
turun secara siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat badan
yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjuta, agitasi atau retadasi
psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan
1
bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-
pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali,
distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan
belasungkawa karena kehilangan seseorang.
2. Gangguan distimik (Dysthymic disorder) adalah suatu bentuk depresi yang lebih kronis
tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria
DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa hari, paling
sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi,
paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau makan berlebihan,
insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem rendah, daya
konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa; selama 2
tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan;
tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan;
gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau
medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi.
3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic
disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah
sebuah episode depresi berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah
mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik
penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena
skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-
gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi
medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.
Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada
remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan
psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai
hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang
sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan
sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh
diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak
patuh.
Etiologi
2
Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak
dan remaja adalah:
1. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu
keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka
anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka
risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat
kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan
bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui
secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif,
kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.
2. Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga
banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita
depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak
dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al
(1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik
atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara
pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan
pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.
3. Faktor Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus
pada: terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin
dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang
terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang
3
ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional
menurun.
Epidemiologi
Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur.
Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika
didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan
secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun
(remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi
pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan
bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan
perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2
atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki
adalah 2:1.
Gejala Klinik
Gejala klinis depresi :
Mood disforik ( Labil dan mudah tersinggung ) dan afek depresif. Gejolak mood pada
remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang
disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan
perubahan mood meningkat.
Pubertas. Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan
mengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan
kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit
menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal
yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan
kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang
berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat
menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada
remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai
dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang
disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami
4
depresi mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis
tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih
banyak tidur.
Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat
sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang
mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang
biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan
yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering
terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba
prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor
penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah
tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan,
dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja. - Harga diri . Pada remaja,
kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada
yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu saat remaja yang
depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan,
fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA.
Perilaku antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang
terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik,
mungkin merupakan indikasi adanya depresi.
Penyalah gunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung
menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood
( amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat, tranquilizer, hipnotika ) dan alkohol.
Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.
Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan
minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja
yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau
menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya,
Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang
hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan
kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah
memperkuat depresinya.
5
Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak
memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak
keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan
berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi
biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak
keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya
kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam
menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan
terjadinya bunuh diri pada remaja.
Berat badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya
depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau
makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.
Perilaku bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi
terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30
% dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah
berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti , 19
% mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11 % telah mencoba
melakukan bunuh diri.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit lain.
Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu
menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya.3 Faktor
neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan
deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon
pertumbuhan menurun jika disuntik insulin-induced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih
rendah, peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.
Diagnosis Banding
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris lainnya.
Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang
menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan
organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan
kepribadian, berkabung, serta gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat
6
bervariasi, tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan
cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang
timbul merupakan primer atau sekunder.
Terapi
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya
penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau ketergantungan
obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis
depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus
diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil
pertimbangan evaluasi dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi
keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan
dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi
( individual, keluarga , kelompok), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan
keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan
dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan
sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau
stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan
remaja ini.
1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah :
psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran
(insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres
hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain
seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training), terapi
keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial education), dan
penempatan di luar rumah (out of homeplacement).
2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA.
Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja .
Farmakoterapi yang sering digunakan:
Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin.
Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini
bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis.
7
Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin:
fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam
pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan
pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan
efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi
golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan
rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia
dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau
menjadi mania bila mereka mendapat SSRIs (Selective serotinine
reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido.
Litium karbonat .Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan
remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku,
tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.
Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 – 125 mg / hari,
clomipramine 25 – 200 mg /hari, fluoxetine 10 – 80 mg / hari, fluoxamine 100 –
300 mg /hari, sertraline 50 – 200 mg / hari, moclobemide 150 – 300 mg / hari.
Pencegahan
Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan peran
serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan
ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu
merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi
preventif atau pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program
orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap
perkembangan pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang
menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya.
Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid untuk mengenal dirinya,
kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju
kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang
tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada
murid-murid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest
dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien
8
agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan
pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat
mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara
mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai.
Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck
Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatpatkannya
permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat
membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.
Penyulit
Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang dan
psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif.
Prognosis
Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian
pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi.
Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan
akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang
persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide)
merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin
jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang
mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan
gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2
tahun kemudian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas).
Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf
2. Ola’s Site. Depresi pada Remaja. Diunduh dari: olapsyche.multiply.com/journal/item/21
- 134k
9
3. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan. Diunduh dari :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm
4. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja
dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31
5. M. Fatchurahman dan Bulkani. Peran Guru Pembimbing dalam Upaya Pencegahan
Penyalahgunaan Narkotika pada Siswa SMA Negeri dan Swasta Kota Palangkaraya.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.
Diunduh dari : eprints.sunan-ampel.ac.id/1/1/3._FATCKHUROHMAN.pdf
6. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja. Diunduh dari :
library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf
10