Post on 15-Oct-2021
GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik
disusun oleh:
LESTARI MEI ANGGRIANI PANJAITAN 120905043
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan
tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya
nyatakan ini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar
kesarjanaan saya.
Medan, April 2017
Penulis,
Lestari Mei Anggriani Panjaitan
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRAK Lestari Mei Anggriani Panjaitan, 2017. Judul Skripsi: Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 77 halaman.
Skripsi dengan judul “Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan” ini secara umum menggambarkan bagaimana gengsi yang terjadi didalam perkawinan Suku Batak Toba. Skripsi ini dibuat untuk mengetahui apa saja yang menjadi pendukung yang dapat menjadikan gengsi itu ada didalam pernikahan serta bagaimana bentuk atau contoh dari gengsi tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam baik kepada pengantin yang menikah juga kepada orangtuanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gengsi yang terjadi di perkawinan suku Batak Toba didukung oleh berbagai faktor seperti pendidikan, derajat keluarga, pekerjaan, serta faktor budaya pun mempengaruhi. Selain itu biaya pernikahan yang dikeluarkan dapat menentukan status dari pemilik pesta. Ornamen atau atribut yang digunakan saat pesta pun dapat menunjukkan kelas seseorang, sehingga keinginan dipandang atau diakui dalam masyarakat pun dapat dilihat jika seseorang mengadakan pesta.
Kesimpulan yang bisa didapat melalui tulisan ini adalah gengsi terbentuk dan didukung dari beragam faktor yang ada. Tidak hanya mahar, atribut yang dipakai dan gedung saat pesta juga menentukan biaya yang akan dikeluarkan sehingga status sosial dapat terlihat saat acara pesta pernikahan.
Kata Kunci :Gengsi, Perkawinan, Batak Toba
Universitas Sumatera Utara
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul “GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN
SUKU BATAK TOBA DI KOTA MEDAN”.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua departemen Antropologi Sosial dan
sebagai dosen pembimbing saya, yang bersedia memberikan waktu dan tenaga
serta ilmunya dalam membimbing saya mulai dari pengajuan judul, penyusunan
proposal hingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Semoga Tuhan memberikan
umur yang panjang, kesehatan, dan rezeki kepada Bapak agar tetap mampu
memberikan pendidikan dan pengajaran bagi mahasiswa/i.
Kepada Ketua Penguji ( ) dan Dosen Penguji skripsi saya Ibu Dra. Rytha
Tambunan, M.Si saya mengucapkan terimakasih atas setiap nasehat, saran, dan
masukkan yang Bapak/Ibu berikan kepada saya agar saya bisa memperbaiki
skripsi dan menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Drs. Yance M. Si
selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang sudah bersedia menjadi orangtua
saya ketika saya berada di kampus. Tidak lupa juga kepada seluruh dosen-dosen
Antropologi Sosial FISIP USU: Bapak Agustrisno, Bapak Nurman, Bapak
Ermansyah, Bapak Professor Hamdani, Bapak Lister Berutu, Bapak Zulkifli, Ibu
Professor Dra. Chalida Fachruddin, Ph.D, Ibu Nita Savitri, Ibu Sabariah Bangun,
Universitas Sumatera Utara
iv
Ibu Aida Safitri, Kak Noor Aida saya menyampaikan terimakasih karena sudah
mau mengajar, mendidik dan memotivasi saya dalam studi perkuliahan.
Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2012 atas pengalaman,
cerita yang tak pernah terlupakan selama masa perkuliahan baik suka maupun ada
sedihnya, terutama kepada Febriana Nainggolan, Erikson Silaban, Bill
Situmorang, Michael Simamora, Jupentus Pardosi, Hardy Munte, Widya Bakkara,
Mariance Yustiti Sari, Ruth O Ginting, Desman Ndraha, 4 geng sekawan (Marth,
Susi, Jella Anita), Irfan Sukma Wardana (teman senasib dan teman segalauan),
Roy Otniel, Muhammad Indra Bako, Erwin Simarmata, Ali Agasi, Drixen
Mawuntu, Trio Wijaya (yang sekarang udah jadi artis), Duo Arip (Akbar dan
Setiandi), Muhammad Rizky, Stepanus Purba, Wildani Agustina, Winggou Purba,
Herlina Simanjuntak, Rizky Nanda Saputri, Kiki Intan dan semua kerabat 2012
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk setiap cerita yang
pernah ada, kiranya Tuhan tetap menyertai kita selalu dan semoga kita sukses
semua Antropologi Sosial USU angkatan 2012.
Begitu juga kepada Abang/Kakak senior antara lain: Bang Reza Mahendra,
Bang Omry Simangunsong, Tulang Dapot Silalahi, Bang Sakti Bancin, Bang
Mario Sembiring, Bang Jop Sembiring, Bang Mark Girsang, Bang Gorat Siahaan,
Bang Asrul Wijaya, Bang Rianda, Bang Maulana dan yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu baik diangkatan 2008, 2009, 2010 dan 2011 saya sampaikan
terima kasih untuk cerita dan juga motivasi yang diberikan kepada saya. Begitu
juga kepada adik-adik stambuk Andriaman Lukas, Lodewijk Girsang, Roland
Universitas Sumatera Utara
v
Purba, Christ Barasa, Alifiah Surahmi (Keke), David, Amos Silaban, Jordan
Hutabarat dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan terimakasih karena
senantiasa mengingatkan dan men-support saya dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga studi perkuliahan kalian lancar dan cepat selesai.
Saya juga berterima kasih kepada Keluarga Besar “Kost Optimus Prime”
yang beranggotakan para autoborts: Tante Maritha yang menjadi kawan sekamar
selama empat tahun yang menjadi kawan saat galau meskipun sekarang sudah
merantau, kawan gila saat nonton drama Korea; kepada Yenny dan Vita yang tak
kunjung mengurus, Aghasta yang matanya selalu sipit, Desi dan Agnes yang tak
pernah gendut, Berliana yang menjadi anak gaul, Fenny yang mandinya selalu
lama, Dwi yang selalu galau, Kak Tini yang sering traktir anak kos, Eka yang
jarang pulang karena sibuk organisasi; untuk semua kenangan dan pengalaman
yang pernah terjadi. Terimakasih untuk setiap cerewetan, omelan-omelan, ketawa-
ketawa dan keributan kalian yang membuat kos selalu ramai. Jangan pernah saling
melupakan, dan semoga kita semua sukses.
Terakhir dan yang paling spesial saya ingin mengucapkan terimakasih buat
kedua orangtua yang paling saya sayangi dan kasihi Bapak Mangatur Panjaitan
dan Ibu Bertha Tampubolon yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi,
perhatian dan dukungan kepada saya dari saya kecil sampai saat ini. Perjuangan
dan kasih sayang yang kalian berikan tidak dapat saya gantikan. Terimaksih
karena sudah kuat dan sabar dalam berjuang memenuhi kebutuhan dan keinginan
kami sebagai anak-anak. Kepada adik-adik saya Videlia Mei Christiani Panjaitan,
Ryan Jonathan Panjaitan, Aslina Indah Veronica Panjaitan terimakasih untuk
Universitas Sumatera Utara
vi
ceweretan kalian ya dek. Semoga studi serta kerjaan kalian lancar dan Tuhan
selalu melindungi kita. Selalu kompak, dan semangat dalam menghadapi dan
menjalani sesuatu. Selalu ingat apa yang sudah orangtua kita berikan untuk kita,
jadikan kekuatan untuk kita berjuang.
Medan, April 2017
Penulis,
Lestari Mei Anggriani Panjaitan
Universitas Sumatera Utara
vii
RIWAYAT HIDUP
Lestari Mei Anggriani Panjaitan lahir di
Kotabumi, pada tanggal 13 Mei 1994. Anak
pertama dari empat bersaudara dan beragama
Kristen Protestan.
Riwayat pendidikan dimulai dari Taman
Kanak-Kanak (TK) Swasta Xaverius tahun 1998-
2000, dan melanjutkan sekolah dasar di SD Swasta
Xaverius Kotabumi pada tahun 2000-2006. Lalu ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama di SMP Swasta Xaverius Kotabumi pada tahun 2006-2009 dan Sekolah
Menengah Atas di SMA NEGERI 2 Kotabumi pada tahun 2009-2012. Kemudian
pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di
Universitas Sumatera Utara di jurusan Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
Email penulis : lestaripanjaitan13@gmail.com
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama masa studi, antara lain :
• Mengikuti kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru pada tanggal 28-30
Agustus 2012.
• Mengikuti kegiatan Inisiasi Antropologi Sosial pada tanggal 12-14
Oktober tahun 2012 di Brastagi.
• Anggota di Sie. Humas dalam acara panitia Natal Antropologi tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
viii
• Anggota di Sie. Humas dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru
(PMB) tahun 2013 di Parapat.
• Koordinator Humas dalam acara panitia Natal Antropologi tahun 2013.
• Sekretaris dalam kegiatan Inisiasi Mahasiswa Baru tahun 2014 di Parapat.
• Melakukan penelitian Antropologi Visual di Desa Nagalawan pada tahun
2014.
• Melakukan Pelatihan ‘’Training of Facilitator’’ (TOF) angkatan V oleh
Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di Hotel
Candi, Medan pada tanggal 18 Januari 2015.
• LO untuk delegasi dari Universitas Brawijaya pada kegiatan Rapat Kerja
Nasional (RAKERNAS) Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia
(JKAI) pada 26 Februari 2015-28 Februari 2015.
• Koordinator Universitas Sumatera Utara dalam kepengurusan JKAI
(Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia) pada tahun 2015-2016
• Melakukan PKL 1 di Desa Lumban Suhi-Suhi pada tanggal 30 April- 02
Mei 2015.
• Melakukan PKL II dibagian arsip di kantor Bank BRI Cabang
Sisingamangaraja, Medan pada bulan September-November 2015.
• Mengikuti survey mengenai KPK dari CSIS pada tanggal 18 April 2016-
20 April 2016.
• Anggota di sie. Karya Tulis dalam acara kegiatan Festival Antropologi
pada November 2016.
Universitas Sumatera Utara
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU
BATAK TOBA DI KOTA MEDAN’ dengan baik. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S1) dalam bidang
Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.
Skripsi ini berisikan kajian mengenai gengsi suku Batak Toba mengenai
gengsi yang terjadi dalam sistem perkawinan. Banyaknya atribut serta biaya yang
dikeluarkan dalam mengadakan perkawinan suku Batak Toba yang mendukung
adanya gengsi. Keinginan untuk diakui dan dipandang didalam suatu kelompok
masyarakat salah satu cara agar mendapatkan pengakuan tersebut yaitu dengan
mengadakan pesta yang meriah.
Memalui tulisan ini dapat disimpulkan bahwa gengsi terjadi dikarenakan
adanya faktor-faktor yang mendukung didalamnya seperti pendidikan, profesi,
derajat keluarga dan sebagainya. Pesta yang meriah dapat menjadikan seseoarng
merasa puas dan bangga, akan tetapi bisa saja biaya yang dikeluarkan sebenarnya
membuat mereka pusing setelah pesta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis akan menerima kritik
dan masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan
Universitas Sumatera Utara
x
ini dapat berguna bagi penulis secara khusus dan juga bagi para pembaca secara
umum.
Atas dukungan dan motivasi dari seluruh pihak terkait dalam penulisan dan
penyelesaian skripsi ini saya sampaikan terima kasih.
Medan, April 2017
Penulis,
Lestari Mei Anggriani
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN PERNYATAAN ORIGINALITAS..................................................................... i ABSTRAKS........................................................................................................ ii UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................iii RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1 Batak Toba ............................................................................. 5 1.2.2 Definisi Perkawinan ................................................................ 6 1.2.3 Perkawinan dan Tata Cara Perkawinan Suku Batak Toba ........ 7
1.3. Rumusan Masalah......................................................................... 39 1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.4.1 Maksud Penelitian ................................................................ 40 1.4.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 40 1.5. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 40 1.6. Pengalaman Penelitian .................................................................. 42
BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Kota Medan Secara Geografis ...................................................... 45 2.2. Kota Medan Secara Demografis ................................................... 47 2.3. Sistem Kepercayaan di Kota Medan ............................................. 48 2.4. Sistem Mata Pencaharian di Kota Medan...................................... 49 2.5. Sistem Sosial di Kota Medan ........................................................ 49 2.6. Bahasa Pengantar dalam Kehidupan Kota Medan ......................... 50 2.7. Sistem Pengetahuan...................................................................... 51
BAB III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG GENGSI DALAM
PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA 3.1. Pendidikan .................................................................................. 52 3.2. Pofesi .......................................................................................... 54 3.3. Faktor Budaya
3.3.1. Suku .................................................................................. 55 3.3.2. Agama ............................................................................... 56
3.4. Derajat Keluarga ......................................................................... 57 3.5. Keturunan ................................................................................... 59
Universitas Sumatera Utara
xii
BAB IV. ORNAMEN/ATRIBUT DALAM PERNIKAHAN
4.1. Baju Pengantin dan Seragam Keluarga ........................................ 61 4.2. Pelaminan ................................................................................... 63 4.3. Mobil Pengantin .......................................................................... 64 4.4. Undangan .................................................................................... 65 4.5. Papan Bunga ............................................................................... 65 4.6. Gedung Pernikahan ..................................................................... 67 4.7. Catering Makanan ....................................................................... 69 4.8. Ulos ............................................................................................ 71 4.9. Parjambaran
4.9.1. Jambar Hata...................................................................... 73 4.9.2. Jambar Sinamot ................................................................. 73 4.9.3. Jambar Juhut (Daging Hewan) .......................................... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 75 5.2. Saran ........................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jumlah penduduk kota Medan menurut BPS Kota Medan tahun
2009
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Peta Kota Medan
Gambar 4.1 : Pelaminan Nasional
Gambar 4.2 : Pelaminan Adat Batak
Gambar 4.3 : Papan Bunga dari Rektor Universitas Negeri Medan
Gambar 4.4 : Papan Bunga dari salah satu anggota DPR RI
Gambar 4.5 : Gerbang (tampak depan) Wisma Taman Sari
Universitas Sumatera Utara
xv
Daftar Istilah
Dalihan na tolu : suatu bentuk sistem sosial suku bangsa Batak Toba yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha, dan boru. Dalihan na tolu digambarkan dalam tungku berkaki tiga yang saling berkaitan erat.
Hula-hula : keluarga dari pihak pemberi istri. Dongan sabutuha :keluarga dari kelompok yang memiliki
kesamaan marganya. Boru : keluarga pihak penerima istri atau anak
perempuan yang biasanya digunakan untuk menyebutkan identitasnya.
Paranak : keluarga dari pihak pengantin laki-laki. Parboru :keluarga dari pihak pengantin
perempuan. Suhut :orang yang mengadakan pesta pernikahan
baik dari pihak laki-laki atau perempuan. Raja Parhata/Patua Hata : orang yang memimpin jalannya adat baik
dalam pernikahan dan kematian. Dari masing-masing pihak biasanya membawa raja parhata sendiri.
Dialap jual : pesta pernikahan dilaksanakan di tempat
pihak perempuan. Segala kebutuhan pesta yang mempersiapkan adalah keluarga pihak perempuan.
Taruhon jual : pesta pernikahan yang dilaksanakan di
tempat pihak laki-laki, dan yang mempersiapkan pesta adalah keluarga laki-laki.
Sinamot : besarnya jumlah mahar dan biaya
pernikahan yang akan di keluarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Universitas Sumatera Utara
xvi
Pariban : anak perempuan dari paman (saudara laki-laki) dari ibu atau anak laki-laki dari bibi (saudara perempuan) dari ayah.
Marhobas : gotong royong yang dilakukan seperti
memasak daging dan nasi, memotong sayur dan sebagainya yang diperlukan saat pesta.
Parsahutaon :perkumpulan orang Batak yang memiliki
kesamaan tempat tinggal, biasanya di daerah rantau. Lebih dikenal di Medan yaitu STM (Serikat Tolong Menolong).
Tulang : paman (saudara laki-laki dari ibu). Lomok-lomok : anak babi yang masih kecil. Namargoar : potongan daging pada pesta. Uang pasituak na tonggi :
Bere : keponakan atau panggilan dari paman (saudara laki-laki ibu) kepada anak dari saudara perempuannya paman.
Nantulang : istri paman (saudara laki-laki dari ibu).
Mangupa : Mangampu : ucapan terimakasih dari tuan rumah
kepada yang hadir; menjawab; menyambut.
Ulaon : pesta adat
Sinamot na gok : uang maharnya penuh
Suhi ni ampang naopat :
Ingot-ingot : Sejumlah uang yang diberikan untuk mengingatkan hari/tanggal
Uang panggabei/panuari :
Hata sigabe-gabe :
Universitas Sumatera Utara
xvii
Jambar juhut : bagian daging
Ale-ale : sahabat karib
Hula-hula bona ni ari :
Bona tulang : saudara laki-laki dari nenek.
Tulang rorobot : paman dari ibu kita atau keluarga yang semarga dengan ibu istri.
Hula-hula tangkas :
Hula-hula ni na marhaha-maranggi :
Hula-hula ni anak manjae :
Olop-olop : uang recehan dibagikan simbol pesta adat pernikahan berakhir dengan baik dan dengan kata setuju semua pihak.
Tintin marungkup : piring yang berisikan beras dan uang dari
mahar yang diberikan kepada pihak paman.
Upa tu todoan :
Surung-surung :
Pinggan panganon : piring yang berisikan makanan.
Tuak tangkasan :
Tumpak : bantuan yang diberikan saudara kepada keluarga yang sedang pesta. Dulu bantuan diberikan berupa beras, sekarang sudah berubah dan diganti menjadi uang.
Upa parorot :
Pinggan Panungkunan : Piring berisi beras,sirih dan uang diserahkan kepada juru bicara.
Pangulani huria : penatua (majelis) gereja.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perkawinan orang Batak Toba baik di desa maupun di kota selalu ada
gengsi. Harga diri itu seakan-akan menentukan status sosial seseorang di dalam
masyarakat. Biaya perkawinan yang besar tidak dijadikan masalah asalkan pesta
dapat berjalan sesuai dengan keinginan.
Salah satu pranata yang diakui oleh negara adalah perkawinan, karena
perkawinan menyatukan dua kelompok besar, baik dari pihak laki-laki dan pihak
perempuan. Perkawinan pada suku Batak Toba tidak hanya menyatukan kedua
pengantin dan kedua orangtua, tetapi keluarga besar dari kelompok laki-laki
(paranak) dan kelompok keluarga besar pihak perempuan (parboru) menjadi
keluarga. Didalam suku Batak Toba perkawinan yang ideal adalah perkawinan
yang menikah dengan pariban-nya sendiri (anak perempuan dari saudara pria ibu)
atau dalam istilah lainnya matrilateral cross cousin (Nainggolan, 2006:70).
Dalam melaksanakan perkawinan, suku Batak Toba menggunakan dalihan
na tolu sebagai acuan dalam pernikahan masyarakat Batak Toba. Hal ini menjadi
prinsip orang Batak agar tetap terjaga keseimbangan dalam berinteraksi. Unsur
dalihan na tolu itu adalah hula-hula (pihak pemberi istri), dongan sabutuha
(saudara semarga) dan boru (pihak penerima istri). Pentingnya dalihan na tolu
selain untuk mengatur sistem sosial yang ada juga menjaga adat agar tetap ada.
Universitas Sumatera Utara
2
Zaman yang penuh dengan teknologi dan tingkat globalisasi yang tinggi
menjadikan masyarakat berperilaku konsumtif, dan pergersaran-pergeseran nilai-
nilai budaya pun semakin terlihat. Tingkat konsumtif yang tinggi melanda lapisan
masyarakat menengah ke atas yang ada dalam situasi apapun. Misalnya saja
didalam hal perkawinan, tidak sediki masyarakat yang menghabiskan biaya lebih
dari puluhan juta hingga miliyaran hanya untuk mempestakan anaknya. Tingginya
konsumerisme dikalangan orang Batak Toba membuat mereka tetap ingin terlihat
berkelas di dalam acara apapun.
Perkembangan gengsi di kalangan masyarakat Batak Toba di desa belum
begitu tinggi seperti yang ada di kota karena masih tingginya tingkat gotong
royong yang ada di dalam masyarakat desa. Misalnya saja saat melaksankan pesta
di desa jarang sekali mereka memakai sistem catering tidak seperti di kota.
Masyarakat Batak Toba yang ada di desa lebih memilih mengerjakan bersama-
sama yang biasa disebut marhobas. Di dalam marhobas pembagian kerja terbagi
sangat jelas dan dalihan na tolu-pun turut mengatur siapa-siapa yang boleh
melakukan marhobas, hanya boru, dongan sabutuha, dan kumpulan parsahutaon
yang ikut membantu persiapan pesta.
Pada saat melaksanakan pesta, pada umumnya masyarakat Batak yang
tinggal di kota melaksanakan pesta di gedung. Gedung-gedung biasanya ada yang
di sewakan dari pihak gereja, ada juga yang menyewa dari pihak luar. Tarif sewa
gedung pada umumnya berbeda-beda. Jika ingin menikah menggunakan gedung
serba guna yang ada dari gereja, biasanya uang sewa gedung lebih murah dari
pada menyewa dari luar. Tetapi tidak untuk masyarakat Batak Toba yang
Universitas Sumatera Utara
3
melaksanakan pesta perkawinan di kampung halamannya. Biasanya pesta di
kampung dilaksanakan di halaman rumah, tidak menutup kemungkinan jika
dilaksanakan di gedung yang ada di gereja, hanya masih saja banyak orang Batak
yang menggelar pesta pernikahannya di halaman rumah.
Tingkat konsumtif yang tinggi pada masyarakat Batak Toba sebenarnya
yang membuat gengsi itu menjadi tinggi dan harus di penuhi didalam kehidupan.
Gengsi yang terjadi di kalangan orang Batak Toba sangat tinggi terutama di
masyarakat yang ada di kota. Bisa dilihat jika orang Batak Toba mengadakan
pesta perkawinan tidak heran jika mereka rela menghabiskan uang hanya untuk
mendapat pengakuan dari orang lain. Misalnya saja dengan sinamot untuk anak
perempuannya yang tinggi, biaya pesta yang selangit, sewa gedung pesta dan
catering yang mahal, semua dilakukan agar harga diri orang Batak itu diakui oleh
orang sekitarnya. Meskipun pihak besannya (pihak laki-laki) kurang mampu,
tidak menutup kemungkinan pihak perempuan membantu pihak laki-laki dalam
biaya pesta maupun tuhor (mahar) agar tidak ada yang menjadi malu.
Tidak hanya dalam perkawinan, gengsi yang ada di dalam orang Batak
kerap kali juga terlihat saat upacara kematian. Sebagai contoh jika keluarga yang
kemalangan memberikan makan kepada orang yang melayat berupa daging babi
maka keluarga tersebut dinilai biasa saja. Tetapi jika yang diberikannya daging
sapi atau daging kerbau maka orang akan menilai kalau mereka adalah keluarga
yang mampu dan juga membuat status sosial pada keluarga yang kemalangan
menjadi naik dimata masyarakat yang ada.
Universitas Sumatera Utara
4
Dalam membayar biaya pesta cukup banyak usaha-usaha yang dilakukan
oleh orang Batak misalnya1:
(1) meminta bantuan kepada saudaranya atau bisa disebut pemberian
tumpak yang dikumpulkan untuk membantu biaya pesta
(2) menjual semua harta benda yang ada seperti tanah, sawah, kendaraan
dan lain sebagainya
(3) meminjam uang/hutang kepada orang lain yang dirasa cukup mampu
untuk bisa meminjamkan uang.
Usaha-usaha tersebut dilakukan oleh orang Batak agar pernikahan bisa berjalan
sesuai yang diharapkan dan menaikkan harga diri seseorang.
Alasan penulis ingin mengambil judul ini karena penulis ingin melihat
gengsi pada pernikahan orang Batak Toba lebih dalam lagi. Pesta dengan biaya
yang tidak sedikit tentunya sudah dipersiapkan dan dipikirkan dengan matang.
Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan harga diri seseorang dapat dilihat
ketika seseorang tersebut mengadakan pesta, karena pesta yang besar menjadikan
suatu kebanggan bagi orang Batak Toba itu sendiri.
1 Konsumerisme Dalam Upacar Perkawinan Batak Toba di Kota Denpasar:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1435-1835001508-konsumerisme%20dalam%20upacara%20perkawinan%20batak%20toba%20di%20kota%20den.pdf
Universitas Sumatera Utara
5
1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Batak Toba
Suku Batak salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.
Suku Batak mempunyai sub-sub suku bangsa tersendiri, seperti suku Batak Pak-
pak yang berdomisili di wilayah Kabupaten Dairi, suku Batak Karo yang
berdomisili di Kabupaten Karo, suku bangsa Batak Toba di Kabupaten Tapanuli
Utara, Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir (Nainggolan,T
2012:5). Sedangkan di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan didiami suku Batak
Angkola dan Batak Mandailing. Tetapi dari beberapa sub suku Batak, mereka
sudah tidak mau lagi disebut orang Batak, melainkan memisahkan diri dari
panggilan orang Batak.
Sebelum masuk ajaran agama Kristen dan Islam ke tanah Batak, menurut
Pedersen (dalam Naninggolan 2006:47) pada umumnya orang Batak memuja
kekuatan alam dan roh nenek moyang yang mempunyai peranan penting dalam
seluruh aktivitas keturunan mereka. Pengaruh Islam masuk ke tanah Batak pada
abad ke 13 dan 14 dan dimulai saat perang Padri pada tahun 1820-1837, tetapi
hanya tanah Batak yang dibagian selatan yang berubah menjadi Islam.
Sedangkan menurut studi Rae (dalam Nainggolan 2006:51-52) pengaruh
Kristen masuk ke daerah Toba karena masuknya zending yang dibawa oleh
kolonial Belanda melalui pendidikan yang diberikan di tanah Batak. Selain di
daerah Toba, ajaran agama Kristen juga di sebarkan di daerah Karo. Batak karo
menerima ajaran agama Kristen karena sesuai dengan adat Karo yang
membolehkan makan babi. Hal ini tentu jauh berbeda dengan ajaraan agama Islam
Universitas Sumatera Utara
6
yang melarang makan babi, sehingga orang Karo lebih memilih agama Kristen
agar dapat mempertahankan adatnya.
Suku Batak Toba tinggal di sekitar Danau Toba dan bagian selatan Danau
Toba. Secara administrasi berasal dari Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara. Bertani merupakan pilihan
utama orang Batak Toba, karena tanah yang cukup subur dalam hal menanam
padi di sawah. Kesamaan alam geografis membuat para penduduk disana memilih
menjadi petani.
1.2.2. Definisi Perkawinan
Definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan millik diri manusia dengan belajar. Koentjaraningrat sendiri
membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh, yaitu: sistem religi, sistem organisasi
kemasyarakatan (sistem perkawinan, nilai kekerabatan), sistem pengetahuan,
sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, dan
kesenian. Dalam hal ini sistem perkawinan termasuk ke dalam salah satu bagian
unsur kebudayaan.
Menurut Sundari (2010:46) perkawinan menurut hukum adat tidak semata-
mata berarti suatu ikatan antara pria dengan wanita sebagai pasangan suami-isteri
untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan
rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum adat yang menyangkut
para anggota kerabat dari pihak isteri dan pihak suami.
Universitas Sumatera Utara
7
Sedangkan menurut UU No 1 Tahun 1974 perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa2. Dalam Undang-Undang Perkawinan diatur bahwa
laki-laki yang boleh menikah harus berusia minimal 19 tahun, dan perempuan
berusia 16 tahun. Dibawah umur 21 tahun, pernikahan harus mendapat izin dari
kedua orangtua.
1.2.3. Perkawinan dan Tata Cara Perkawinan Batak Toba
Sistem keturunan orang Batak adalah patrilineal, yaitu garis keturunan
ditentukan dari ayah dan sistem perkawinan orang Batak Toba bersifat eksogami,
yaitu perkawinan boleh dilakukan jika salah satu pihak berasal dari luar
kelompoknya seperti klan, suku, marga. Bagi orang Batak perkawinan semarga
(incest) dilarang dan tidak diperbolehkan karena melanggar adat yang ada.
Perkawinan orang Batak yang ideal adalah perkawinan dengan pariban
(matrilateral cross-cousin).
Dalam sistem perkawinan suku Batak Toba keluarga laki-laki (paranak)
akan memberikan sinamot kepada keluara pihak perempuan (parboru). Jaman
sekarang pihak laki-laking tidak harus membawa barang hantaran kepada pihak
perempuan, meskipun masih ada contoh dari beberapa suku bangsa yang masih
membawa barang hantaran.
Barang hantaran pada jaman dahulu bermacam-macam, ada yang
membawa gong kuningan, taring gading, gigi anjing, ataupun cincin kulit kerang.
2 http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf
Universitas Sumatera Utara
8
Barang hantaran yang diberikan dianggap langka karena mempunyai nilai prestise
yang bersifat simbolis (Keesing 1981:7).
Barang-barang prastise berharga yang dipertukarkan dalam barang antaran
itu, betapapun keankeragamannya secara fisik biasanya mempunyai beberapa
karakteristik yang sama:
1. Barang-barang itu cukup langka (sering berasal dari luar daerah) sehingga
tidak begitu mudah diperoleh dengan usaha perorangan.
2. Peredarannya dikendalikannya oleh para orang tua, sehingga unttuk dapat
kawin setiap orang muda harus bisa menempatkan diri dibawah, dan
berbakti kepada orangtua (dan membantu mereka bekerja, memberi
dukungan politik, berperang, dan sebagainya demi kepentingan mereka).
3. Melalui pengawasan atas barang-barang prastise yang berharga, yang
menjadi sarana untuk bisa mengawini wanita, para orangtua menguasai (di
samping penguasaan mereka atas kaum remaja laki-laki) pembagian
tenaga kerja wanita dan kesuburan wanita, kapasitas mereka yang
memungkinkan reproduksi umat manusia.
Suku Batak Toba pada umunya beragama Kristen, baik Kristen Protestan
maupun Kristen Khatolik, meskipun ada juga beberapa kelompok atau anggota
keluarga dari suku Batak Toba beragama Islam. Proses atau tahapan perkawinan
suku Batak Toba cukup banyak yang harus di lalui sebelum sampai pada tahap
perkawinan. Berikut tahap-tahap acara yang dilakukan sebelum perkawinan dan
sampai pada tahap perkawinan (Manalu dalam buku Adat Batak (Ruhut-Ruhut
Paradaton dan Penerapannya di Jakarta;17-45)):
Universitas Sumatera Utara
9
1. Patua Hata adalah awal dimulainya paradaton yang bertujuan
meningkatkan hubungan muda-mudi menjadi hubungan resmi yang
diketahui dan disetujui oleh orangtua dan keluarga kedua belah pihak.
a. Peserta Patua Hata
Pihak Paranak terdiri dari:
1) Hasuhotan (adik atau anak dari suhut bolon)
2) Dongan tubu
3) Boru
Pihak Parboru terdiri dari:
1) Suhut bolon
2) Dongan tubu
3) Boru
b. Perlengkapan
Paranak membawa makanan kecil dan buah sedangkan parboru
menyediakan makanan ala kadarnya dan makanan kecil.
c. Tertib Acara
Setelah rombongan paranak tiba di rumah parboru dengan membawa
makanan kecil dan menyerahkan kepada pihak parboru kemudian
pihak paranak memperkenalkan diri satu persatu sambil bersalaman
dan pihak parboru pun memperkenalkan diri. Juru bicara pihak
parboru mempersilahkan pihak paranak duduk di tempat yang telah
disediakan, berhadapan dengan pihak parboru. Juru bicara parboru
mempersilahkan pihak paranak mencicipi makanan yang sudah
Universitas Sumatera Utara
10
disediakan. Bila pihak parboru siap menjamu rombongan paranak
untuk makan maka setelah selesai makan baru pembicaraan
dilanjutkan.
Adapun tertib acara sebagai berikut:
1) Juru bicara parboru menanyakan maksud kedatangan rombongan
paranak.
2) Juru bicara paranak memberitahukan bahwa kehadiran kami di
rumah ini adalah untuk meningkatkan pembicaraan muda-mudi
menjadi pembicaraan orang tua atau disebut patua hata, karena
menurut penuturan putranya telah terjalin cinta kasih dengan putri
tuan rumah dan mereka telah sepakat untuk membentuk rumah tangga
(menikah).
3) Juru bicara parboru sebelum menjawab permintaan pihak paranak,
terlebih dahulu menanyakan putrinya melalui boru apakah benar
putrinya tersebut telah sepakat dengan putra paranak untuk menikah.
4) Apabila putrinya meng-iyakan bahwa benar mereka telah menjalin
cinta kasih dan sepakat untuk menikah, selanjutnya juru bicara
parboru meminta pendapat dari dongan tubu, dan dari boru ni
parboru. Sekiranya dongan tubu dan boru mendukung keinginan
muda-mudi barulah juru bicara parboru menyatakan menerima
permohonan pihak paranak yaitu patua hata diterima atau direstui.
5) Biasanya permohonan patua hata diterima parboru, pihak paranak
akan mengajukan permohonan tambahan yaitu agar dilanjutkan dengan
Universitas Sumatera Utara
11
mangarangrangi yaitu membicarakan segala sesuatu yang menyangkut
persiapan pelaksanaan adat perkawinan antara lain bentuk pesta
(dialap jual atau taruhon jual), tempat pesta, jumlah sinamot, jumlah
ulos, waktu dan tempat marhata sinamot dan lain-lain.
6) Sebelum juru bicara parboru menerima permintaan paranak, juru
bicara parboru wajib meminta pendapat atau saran dari dongan tubu
dan boru-nya yang hadir.
7) Sebagai imbalan sinamot yang akan dibayar pihak paranak, pihak
parboru menyampaikan sejumlah ulos herbang yang akan diberikan
kepada pihak paranak.
8) Sebelum acara ditutup dengan doa, boru yang ditugaskan mencatat
kesimpulan pembicaraan, membacakan notulen dari hasil kesepakatan
patua hata dan mangarangrangi tersebut.
2. Patio Mata ni Mual adalah suatu acara adat dari seorang anak pertama
laki-laki yang bermaksud menikah dengan orang lain yang bukan anak
perempuan dari tulang-nya, didampingi oleh orangtua dan kerabat terdekat
membawa makanan adat kepada paman, untuk meminta izin dan doa restu.
a. Peserta
1) Anak itu sendiri
2) Keluarga terdekat
3) Dongan sabutuha pihak paman
b. Perlengkapan
Pihak keluarga anak:
Universitas Sumatera Utara
12
1) Lomok-lomok lengkap dengan namargoar
2) Lauk pauk tambahan
3) Nasi secukupnya
4) Uang pasituak na tonggi
Pihak keluarga paman:
1) Ikan mas arsik
2) Ulos
3) Perangkat upa-upa seperti segelas air dan sejumput beras.
c. Tata tertib
1) Si anak didampangi orangtua menyuguhkan makanan adat (tudu-
tudu ni sipanganon) kepada pamannya.
2) Tulang menyuguhkan makanan adat (ikan mas arsik) kepada bere-
nya.
3) Makan bersama.
4) Sesuai makan pihak tulang menanyakan tudu-tudu ni sipanganon.
Pihak tulang menanyakan maksud kedatangan rombongan bere-
nya.
5) Tulang dan nantulang menyampaikan ulos sebagai tanda
keikhlasan terhadap rencana bere-nya sekaligus mangupa.
6) Kata-kata doa restu dari pihak tulang.
7) Penyampaian uang pasituak na tonggi oleh bere kepada tulang dan
jajarannya.
8) Mangampu.
Universitas Sumatera Utara
13
9) Penutup dengan doa dari tulang.
3. Marhata Sinamot merupakan salah satu rangkaian ulaon adat yang sangat
penting yang dihadiri unsur dalihan na tolu. Pihak parboru dan paranak
membicarakan mahar atau sinamot dari putri yang akan menikah, yang
harus dibayar pihak paranak kepada pihak parboru, juga penentuan
jumlah ulos, parjuhut (hewan yang akan di potong), waktu dan tempat
pelaksanaan pesta. Marhata sinamot merupakan lanjutan formal dari ulaon
patua hata dan mangarangrangi.
a. Peserta
Pihak yang mengikuti marhata sinamot baik dari pihak paranak dan
parboru terdiri dari:
1) Suhut
2) Dongan tubu
3) Boru/bere
4) Dongan sahuta, pariban
5) Hula-hula
b. Perlengkapan
Paranak membawa:
1) Makanan adat lengkap dengan tudu-tudu ni sipanganon.
2) Pinggan panungkunan (piring yang berisi beras, daun sirih, uang 4
lembar dan atau sepotong daging).
3) Sinamot, sinamot na gok dan sinamot untuk suhi ni ampang
naopat.
Universitas Sumatera Utara
14
4) Ingot-ingot.
Pihak parboru menyediakan:
1) Makanan adat berupa ikan mas arsik (dengke sitio-tio).
2) Makanan tambahan (sayur, ayam, nasi, dll).
3) Makanan kecil, kopi, teh.
4) Uang panggabei/panuari.
c. Tertib acara
Rombongan paranak dengan membawa makanan adat berangkat ke
rumah parboru. Sesampai di tempat mereka diterima pihak parboru
dengan mempersilahkan masuk ke rumah dan mengambil tempat
duduk dengan kedudukan masing-masing. Makanan adat ditempatkan
di atas meja, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan parboru
untuk membuka (manigati) makanan adat yang dibawa. Setelah
disagati oleh boru ni parboru, baru disuruh mempersiapkan makan
bersama oleh boru ni paranak. Dengan acara sebagai berikut:
1) Pihak paranak menyerahkan makanan adat (tudu-tudu ni
sipanganon) kepada pihak parboru.
2) Pihak parboru menyampaikan ikan mas (dengke sitio-tio) kepada
pihak paranak.
3) Makan bersama dengan doa dari paranak.
4) Seusai makan, juru bicara parboru menanyakan status tudu-tudu ni
sipanganon. Setelah disepakati pembagian jambar juhut
dilaksanakan sebelum atau sesudah marhata sinamot.
Universitas Sumatera Utara
15
5) Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan
pihak paranak.
6) Juru bicara paranak menyampaikan pinggan panungkunan dan
memberitahukan tujuan kedatangan mereka untuk marhata
sinamot.
7) Juru bicara parboru mengucapkan terimakasih dan meminta agar
sinamot dapat diberikan dalam jumlah yang besar.
8) Juru bicara paranak memohon agar jumlah sinamot sudah
termasuk emasnya, peraknya, kerbaunya, dan lain-lain dalam
bentuk uang.
9) Juru bicara parboru memohon waktu untuk mendengar tanggapan
dan pendapat boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu terutama dari
hula-hula mengenai permohonan pihak parnak. Setelah semua
mereka menyampaikan tanggapan dan pendapatnya, maka juru
bicara parboru menyimpulkan dan menyampaikan kepada pihak
paranak.
10) Juru bicara paranak juga meminta waktu untuk mendengarkan
tanggapan dan permohonan kepada pihak parboru mengenai
sinamot yang akan disampaikan dari boru/bere, dongan sahuta,
dongan tubu, dan nasihat (paniroion) dari hula-hula. Setelah
semua menyampaikan tanggapan dan permohonannya maka
disebutkanlah jumlah sinamot yang bisa dibayar kepada pihak
parboru.
Universitas Sumatera Utara
16
11) Juru bicara parboru setelah mendengarkan jumlah uang mahar
(sinamot) yang akan dibayar pihak paranak, diteruskan kepada
suhut sihabolonan untuk mendapatkan keputusan.
12) Pada umumnya suhut parboru mengiyakan apa yang telah
disepakati bersama mengenai jumlah uang sinamot.
13) Juru bicara parboru meneruskan keputusan dari suhut parboru
selanjutnya mengatakan “barangkali ada yang akan diminta pihak
paranak” supaya seimbang penerimaan dan pemberian.
14) Juru bicara paranak mengajukan jumlah ulos herbang yang
diinginkan dan ulos tinonun sadari.
15) Setelah di sepakati jumlah ulos herbang, maka ditentukan juga
waktu dan tempat mengenai pemberkatan dan unjuk, jumlah
undangan dari masing-masing pihak termasuk parjuhutna.
Penentuan tempat tergantung pada bentuk ulaon yaitu alap jual
yakni pesta di tempat parboru, dan taruhon jual yaitu pesta di
tempat paranak.
16) Suhut parboru memberikan hata sigabe-gabe dan suhut paranak
mangampu (menyambut).
17) Sesuai hata sigabe-gabe dibagikan ingot-ingot/ uang panauri/
panggabei.
18) Doa penutup oleh hula-hula.
d. Pembagian Jambar juhut
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam melaksanakan tata cara urutan ke empat diatas, pembagian
jambar juhut adalah sebagai berikut:
1) Ihur-ihur kepada suhut parboru.
2) Osang kepada hula-hula parboru.
3) Somba-somba kepada hula-hula ni paranak.
4) Parsanggulan sebelah kanan kepada boru ni parboru.
5) Parsanggulan sebelah kiri kepada boru ni paranak.
6) Soit kepada dongan tubu dan dongan sahuta kedua belah pihak.
4. Martonggo Raja/Marria Raja merupakan acara mempersiapkan pesta,
antara lain: menunjuk raja parhata, protokol, penanggung jawab
makanan, penerima tamu, dan lain-lain termasuk pembagian undangan.
Martonggo raja diadakan di rumah suhut tempat pelaksanaan pesta.
a. Peserta martonggo raja
Peserta martonggo raja pada dasarnya sama untuk kedua belah pihak,
yaitu:
1) Suhut
2) Dongan tubu
3) Boru/bere
4) Dongan sahuta
b. Perlengkapan
Suhut menyediakan makanan adat yaitu lomok-lomok (martudu-tudu).
c. Tertib acara
Universitas Sumatera Utara
18
Setelah para undangan sampai di rumah hasuhuton, dipersilahakan
masuk ke rumah dan mengambil tempat masing-masing, hasuhuton
berhadapan dengan dongan tubu, selanjutnya acara diatur sebagai
berikut:
1) Hasuhuton menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon marnidopan
kepada dongan tubu dan boru serta dongan sahuta. Makan
bersama dengan diawali doa makan oleh hasuhuton.
2) Seusai makan dongan tubu memulai pembicaraan dengan
menanyakan maksud dan tujuan pertemuan.
3) Paidua ni suhut memberitahukan maksud dan tujuan pertemuan
yaitu sehubungan dengan rencana pemberkatan nikah dan
penyelenggaraan pesta unjuk anaknya, untuk itu dimohon
kesediaan dongan tubu, boru/bere, dan dongan sahuta untuk
mengatur persiapan pesta tersebut.
4) Dongan tubu menyambut baik penyerahan tugas yang dimaksud.
Maka dongan tubu mulai membagi tugas siapa yang menjadi
protokol, raja parhata, penerima tamu dan lain sebagainya yang
bersangkutan dengan pelakasanaannya.
5) Setelah selesai pembagian tugas dan penanggung jawab
pelaksanaan pesta dilanjutkan dengan membagi undangan.
6) Hasuhuton menyampaikan terimakasih kepada hadirin atau
undangan.
7) Ditutup dengan doa oleh dongan tubu.
Universitas Sumatera Utara
19
5. Marsibuha-buhai adalah acara makan bersama oleh suhut paranak dan
suhut parboru mengawali pesta unjuk dan sebagai awal pertemuan resmi
antara suhut parboru dan suhut paranak secara langsung dan pribadi.
a. Peserta marsibuha-buhai
Pihak parboru:
1) Suhut dan calon pengantin.
2) Dongan tubu (juru bicara) dan dongan sahuta
3) Boru/bere
4) Pendamping pengantin perempuan.
Pihak paranak:
1) Suhut dan calon pengantin
2) Dongan tubu (juru bicara)
3) Boru/bere
4) Pendamping pengantin laki-laki
b. Perlengkapan
Parboru menyediakan: makanan adat yaitu dengke sitio-tio, nasi,
sayur, ayam dan lain-lain. Serta pihak parboru menyediakan piring
oval berisi nasi dan diatasnya ikan mas sebagai restu kepada kedua
pengantin.
Pihak paranak membawa makanan adat berupa lomok-lomok lengkap
dengan namargoarnya, nasi secukupnya, mobil pengantin, bunga
tangan dan corsase.
c. Tertib acara:
Universitas Sumatera Utara
20
1) Rombongan paranak disambut suhut parboru, pengantin
perempuan beserta kerabatnya di pintu rumah dan mempersilahkan
masuk ke rumah.
2) Rombongan paranak masuk ke rumah dengan posisi pembawa
makanan adat (boru) berjalan didepan menyusul pengantin laki-
laki dan pendamping diiringi kedua orangtua dan sanak keluarga.
Kedua mempelai saling bertukar bunga.
3) Makanan adat diterima oleh borunya suhut parboru, sedang
pengantin perempuan menyambut pengantin laki-laki. Kemudian
pengantin laki-laki memberikan bunga tangan kepada pengantin
perempuan dan pengantin perempuan memasangkan corsase ke
kantong atas jas laki-laki.
4) Suhut paranak menyerahkan tudu-tudi ni sipanganon kepada suhut
parboru, kemudian suhut parboru menyerahkan dengke sitio-tio
kepada kedua pengantin yang merupakan indahan borhat-borhat
(makanan pemberangkatan) menuju keluarga baru.
5) Seusai makan, pihak parboru menanyakan keduduka tudu-tudu ni
sipanganon kepada pihak paranak.
6) Pihak paranak mengatakan surung-surung pihak parboru.
7) Maka pihak parboru meminta borunya untuk menyimpan tudu-
tudu ni sipanganon tersebut ke dapur.
8) Acara ditutup dengan doa oleh pihak parboru.
Universitas Sumatera Utara
21
9) Rombongan kedua belah pihak mengiring kedua pengantin ke
gereja.
6. Marunjuk adalah pesta pernikahan, pengesahan, satu keluarga (suami-istri)
menurut adat Batak yang melibatkan unsur dalihan na tolu dari kedua
belah pihak dan ditambah dongan sabutuha dan ale-ale, serta ditandai juga
dengan penyelesaian hak dan kewajiban pihak paranak kepada pihak
parboru begitu juga sebaliknya.
a. Peserta dari marunjuk baik dari pihak paranak maupun parboru yaitu:
1) Suhut
2) Dongan sabutuha
3) Dongan tubu
4) Boru/bere
5) Hula-hula terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang rorobot,
hula-hula tangkas, hula-hula ni na marhaha-maranggi, hula-hula
ni anak manjae.
6) Dongan sahuta
7) Ale-ale
b. Perlengkapan
� Ulaon Alap Jual
Parboru menyediakan:
1) Tempat unjuk (gedung/halaman).
2) Makanan adat yang lengkap dengan na margoarna.
3) Ikan mas (dengke sitio-tio)
Universitas Sumatera Utara
22
4) Nasi, daging ayam, dengke, sayur, dan lain sebagainya.
5) Lapet, kopi, teh
6) Ulos herbang
7) Ulos tinonun
8) Olop-olop
Dongan tubu ni suhut parboru: ulos, dengke siuk (ikan mas), boras
pir. Sedangkan dari boru/bere/donga sahuta membawa ulos dan kado. Dan
dari pihak hula-hula membawa ulos, boras pir, dengke siuk (ikan mas).
Paranak menyediakan:
1) Pinggan panungkunan
2) Panggohi ni sinamot (jika belum lunas)
3) Tintin marangkup
4) Upa tu todoan dan surung-surung
5) Pinggan panganan
6) Tuak tangkasan
7) Olop-olop
Dongan tubu/boru/bere, ale-ale dan dongan sabutuha memberikan
tumpak berupa uang. Sedangkan dari pihak hula-hula memberikan ulos,
dengke siuk (ikan mas) dan boras pir. Pihak tulang membawa sama
dengan yang dibawa dari pihak hula-hula, hanya saja tulang juga ikut
memberikan tumpak.
� Ulaon Taruhon Jual
Parboru menyediakan:
Universitas Sumatera Utara
23
1) Ampang berisi nasi dan ikan mas (dengke sitio-tio).
2) 5-7 tandok berisi beras, satu diantaranya tandok besar (15 liter)
3) Ulos herbang
4) Ulos tinonun sadari
5) Uang (pinggan panganan dan bahon-bahon) kepada horong hula-
hula.
6) Uang untuk tintin marangkup
7) Olop-olop
Dongan tubu ni suhut parboru memberikan: ulos, ikan mas/siuk, dan
boras. Sedangkan dari boru/bere dongan satuta/ale-ale memberikan: ulos,
kado, dan ada juga yang memberikan uang.
Paranak menyediakan (suhut sihabolonan):
1) Tempat (gedung/halaman)
2) Makanan adat lengkap dengan na margoarnya.
3) Nasi, daging ayam, sayur, ikan mas, dan lain-lain.
4) Lampet, kopi, teh, dan gula.
5) Pinggan panungkunan.
6) Uang untuk tintin marangkup.
7) Pinggan panganan dan bahon-bahon kepada horong hula-hula.
8) Upa todoan dan surung-surung.
9) Olop-olop.
Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta, ale-ale membawa tumpak
berupa uang. Rombongan hula-hula memberikan ulos, ikan mas (dengke
Universitas Sumatera Utara
24
siuk) dan boras pir. Sedangkan pihak rombongan tulang membawa ulos,
ikan mas, boras pir dan tumpak.
c. Tertib Acara
� Ulaon Alap Jual
Selesai pemberkatan nikah di gereja rombongan suhut parboru dan
paranak menuju gedung yang disediakan suhut parboru. Sesampai di
gedung diadakan prosesi masuk pengantin diiringi kedua hasuhuton
dengan kerabat terdekat. Setelah itu kedua hasuhuton mengundang
masuk horong (kelompok) hula-hula masing-masing dimana pertama
masuk adalah hula-hula suhut parboru, dilanjutkan dengan rombongan
hula-hula suhut paranak. Setelah semua masuk semua undangan maka
dimulailah acara dengan urutan sebagai berikut:
1) Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon na
margoar kepada pihak parboru. Kemudian pihak parboru
menyerahkan ikan mas/ dengke sitio-tio kepada pihak paranak.
Setelah selesai mereka saling bersalaman.
2) Doa makan bersama yang dipimpin oleh pihak paranak.
3) Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton keliling ruangan
menyampaikan ucapan terimakasih sekaligus memberikan
penghormatan kepada para undangan.
4) Seusai makan, diadakan pembagian parjambaran juhut setelah ada
kesepakatan kedua belah pihak (sidapot solup do na ro).
Universitas Sumatera Utara
25
5) Pihak paranak mengumpulkan tumpak (sumbangan berupa uang)
dari para undangannya.
6) Setelah selesai membagi jambar juhut dan mengumpulkan tumpak,
acara percakapan (panghataion) adat dimulai.
7) Pihak parboru dan paranak bermusyawarah untuk menunjuk juru
bicara (raja parhata). Setelah menyapa pihak hula-hula-nya serta
memohon agar berkenan memberikan nasihat bila diperlukan.
8) Atas permintaan juru bicara parboru, juru bicara paranak
menyerahkan pinggan panggabei, bukan pinggan panungkunan karena
telah diserahkan waktu marhata sinamot.
9) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak mengenai arti
hidangan (indahan masak) yang disampaikan.
10) Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan
tujuan kedatangan mereka yaitu untuk membayar utang adat
perkawinan (manggohi sinamot) dari anak dan parumaen kami (boru
ni hula-hula i), sesuai dengan keputusan waktu marhta sinamot serta
menerima petuah-petuah dan doa restu dari hula-hula.
11) Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak untuk
meminta pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan tubu,
terutama dari horong hula-hula. Setelah mendapat persetujuan dari
semua pihak, juru bicara parboru meminta kepada pihak paranak agar
menyerahkan panggohi ni sinamot (mahar yang belum dilunasi)
Universitas Sumatera Utara
26
termasuk jambar kepada suhi ni ampang naopat dan upa parorot serta
surung-surung kepada Ompung-nya dan terakhir pinggan panganan.
12) Juru bicara paranak memohon kepada raja parhata ni parboru,
sebelum menyerahkan panggohi ni sinamot agar diberikan waktu
dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu
terutama dari unsur hula-hula. Setelah mendapat tanggapan dari semua
pihak tadi, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan suhut
paranak menyerahkan panggohi ni sinamot dan jambar-jambar lain,
upa todoan dan surung-surung.
13) Sesuai penyampaian panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga
meminta kepada pihak paranak agar bersama-sama menghadap kepada
tulang ni hela (sijalo tintin marangkup). Selanjutnya suhut parboru
dan paranak bersama-sama menyampaikan jambar tintin marangkup
kepada tulang ni hela.
14) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak supaya seimbang
naik turunnya, maka apakah pihak paramak meminta sesuatu.
15) Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun
sadari.
16) Penyampain ulos kepada pihak pihak paranak – ulos na
marhadohonon dilanjutkan penyampaian ulos holong kepada
pengantin oleh hula-hula.
17) Penyampaian kata-kata doa restu (hata sigabe-gabe) oleh pihak
parboru, biasanya langsung oleh suhut sihabolonan.
Universitas Sumatera Utara
27
18) Sambutan mangampu oleh pihak paranak untuk mempersingkat
waktu boleh langsung oleh suhut paranak.
19) Diakhiri dengan pembagian olop-olop.
20) Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.
� Ulaon Taruhon Jual
Selesai pemberkatan nikah di gereja, rombongan suhut paranak dan
parboru menuju tempat yang telah disediakan oleh suhut paranak.
Sesampai di tempat, diadakan prosesi masuk pengantin diiringi oleh
hasuhuton paranak dengan kerabat terdekatnya dan dan didampingi
suhut bolon parboru. Setelah pengantin duduk di pelaminan, maka
suhut bolon parboru kembali bergabung dengan rombongan parboru.
Protokol paranak mengundang masuk rombongan suhut parboru,
kemudian masing-masing mengundang rombongan hula-hula-nya,
dimana yang pertama masuk adalah hula-hula suhut paranak
selanjutnya hula-hula suhut parboru. Setelah masuk semua undangan,
maka dimulailah acara dengan urutan sebagai berikut:
1) Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon namargoar
kepada pihak parboru. Kemudian pihak parboru menyerahkan ikan
mas (dengke sitio-tio) kepada pihak paranak. Setelah selesai, mereka
saling bersalaman.
2) Doa makan oleh paranak.
Universitas Sumatera Utara
28
3) Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton mengeliling ruangan
menyampaikan ucapan terimakasih sekaligus memberikan
penghormatan kepada para undangan.
4) Seusai makan diadakan pembagian parjambaran juhut sesuai
kesepakatan kedua belah pihak (sidapot solup do na ro).
5) Pihak paranak menerima tumpak (bantuan berupa uang) dari
dongan tubu, boru/bere, ale-ale. hula-hula juga dimungkinkan
memberikan sumbangan.
6) Setelah selesai membagi jambar juhut dan tumpak, acara
percakapan adat dimulai.
7) Masing-masing pihak parboru dan pihak paranak bermusyawarah
guna menunjuk juru bicara (raja parhata), sekaligus memohon
bimbingan dan restu dari hula-hula masing-masing.
8) Atas permintaan juru bicara parboru, juru bicara paranak
menyerahkan pinggan panungkunan.
9) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak tentang maksud
dan tujuannya menyuguhkan hidangan.
10) Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan
tujuan diadakan kenduri (haroan marharoanan) yaitu untuk
mengadakan pesta perkawinan anak dan parumaen sesuai dengan
keputusan waktu marhata sinamot.
11) Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak untuk
meminta pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sabutuha,
Universitas Sumatera Utara
29
dongan tubu, terutama dari horong hula-hula. Selanjutnya diberikan
kesempatan kepada boru/bere, dongan sabutuha, dongan tubu, dan
horong hula-hula ni parboru untuk menyampaikan pendapatnya.
Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, juru bicara parboru
melanjutkan permintaan kepada pihak paranak agar menyerahkan
panggohi no sinamot (mahar yang belum lunas) termasuk jambar
kepada suhi ni ampang naopat, upa parorot, todoan dan surung-
surung kepada ompung-nya dan terakhir pinggan panganan.
12) Juru bicara paranak memohon kepada juru bicara parboru sebelum
menyerahkan panggohi ni sinamot dan lainnya, agar diberikan waktu
dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu,
terutama dari unsur hula-hula. Selanjutnya diminta pendapat dari
kelompok-kelompok tersebut diatas. Setelah mendapat tanggapan dari
semua pihak, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan suhut
paranak menyerahkan panggohi ni sinamot dan jambar-jambar atau
upa dan surung-surung.
13) Setelah diserahkan panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga
meminta kepada pihak paranak agar bersama-sama dengan suhut
parboru menghadap paman (tulang ni hela) guna menyampaikan tintin
marangkup.
14) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak, apakah pihak
paranak meminta sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
30
15) Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun
sadari.
16) Pihak parboru menyampaikan ulos kepada pihak paranak.
17) Penyampaian kata-kata doa restu (hata sigabe-gabe) oleh pihak
parboru, biasanya langsung oleh suhut sihabolonan.
18) Sambutan/mangampu oleh pihak paranak, untuk mempersingkat
waktu boleh langsung suhut paranak.
19) Diakhiri dengan pembagian olop-olop.
20) Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.
d. Pembagian jambar juhut
� Ulaon Alap Jual
1) Ihur-ihur kepada suhur parboru.
2) Osang kepada hula-hula ni parboru.
3) Somba-somba dibagi dua yang diperuntukan kepada horong hula-
hula kedua belah pihak.
4) Parsanggulan sebelah kanan diberikan kepada boru ni parboru.
5) Soit dibagi menjadi dua yang diperuntukkan untuk dongan tubu
dan dongan sahuta kedua belah pihak.
6) Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata kedua belah pihak.
7) Daging untuk perkumpulan marga.
8) Daging untuk pangulani huria.
� Ulaon Taruhon Jual
1) Osang kepada hula-hula tangkas ni paranak.
Universitas Sumatera Utara
31
2) Ihur-ihur ulak ni tandok kepada suhut parboru.
3) Somba-somba dibagi dua yang diperuntukan bagi horong hula-
hula kedua belah pihak.
4) Parsanggulan sebelah kiri untuk boru/bere ni paranak., sedangkan
yang sebelah kanan untuk boru/bere ni parboru.
5) Soit dibagi dua yang diperuntukkan bagi dongan tubu dan dongan
sahuta kedua belah pihak.
6) Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata.
7) Daging untuk perkumpulan marga.
8) Daging untuk Penatua gereja.
7. Paulak Une adalah suatu acara adat yang dilaksanakan setelah beberapa
hari pesta unjuk selesai, dimana kedua mempelai didampingi oleh orangtua
pengantin laki-laki bersama dongan tubu dan boru terdekat berkunjung ke
rumah orangtua pengantin perempuan dengan membawa makanan adat.
Sering juga paulak une ini disebut mebat atau melepas rindu (marubat
ngulun). Tujuan disamping melepas rindu kepada orangtuanya, juga
sekaligus mengabarkan bahwa mereka baik-baik dan berbahagia di rumah
mertuanya.
a. Peserta
Pihak paranak terdiri dari:
1) Suhut
2) Dongan sabutuha sebagai parhata
3) Boru
Universitas Sumatera Utara
32
Pihak parboru terdiri dari:
1) Suhut
2) Dongan sabutuha sebagai parhata
3) Boru/bere
4) Dongan sahuta
b. Perlengkapan
Paranak membawa:
1) Makanan adat berupa lomok-lomok dimasak lengkap dengan na
margoarna.
2) Nasi secukupnya.
Parboru menyediakan:
1) Makanan adat berupa ikan mas (dengke sitio-tio).
2) Nasi dan lauk lain secukupnya.
3) Sayur dan buah.
c. Tertib acara
Setelah rombongan paranak sampai di rumah parboru, mereka
dipersilahkan masuk ke rumah dengan mengambil tempat duduk sesuai
dengan struktur dalihan na tolu. Hasuhuton paranak dan parboru
duduk berhadap-hadapan. Adapun acaranya sebagai berikut:
1) Juru bicara mengucapkan terimakasih dan selamat datang kepada
rombongan boru-nya, serta menanyakan apakah sudah bisa
dimulai, dan parhata ni paranak menjawab “ya sudah bisa
dimulai”.
Universitas Sumatera Utara
33
2) Suhut paranak beserta kedua mempelai menyerahkan tudu-tudu ni
sipanganon kepada suhut parboru beserta uduran-nya.
3) Suhut parboru didampingi dongan sabutuha menyerahkan ikan
mas diarsik (dengke sitio-tio) kepada suhut paranak dan kedua
mempelai.
4) Doa makan yang dipimpin oleh paranak.
5) Sesuai makan, juru bicara parboru menanyakan kedudukan tudu
tudu ni sipanganon. Dijawan parhata ni paranak bahwa itu adalah
makanan surung-surung.
6) Suhut paidua ni parboru menyerahkan pembicaraan kepada
dongan tubu (raja parhata).
7) Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatanagn
rombongan paranak.
8) Juru bicara paranak menjawab, kedatangan mereka adalah paulak
une dan memberitahukan bahwa boru dan hela-nya sehat serta
berbahagia. Kami masih memohon doa restu dari hula-hula,
kiranya kedua mempelai selalu berbahagia dan segera dikaruniai
anak laki-laki dan anak perempuan.
9) Parboru menyampaikan kata-kata doa restu dimulai dari
boru/bere, dongan sahuta, dongan sabutuha, dan suhut parboru.
10) Sambutan (mangampu) dari paranak dimulai dari boru, dongan
sabutuha, suhut, dan kedua mempelai. Tetapi sebelum mangampu,
Universitas Sumatera Utara
34
terlebih dahulu menyampaikan pasituak natonggi kepada hula-
hula.
11) Doa penutup oleh parboru.
8. Maningkir tangga adalah suatu acara adat yang dilaksanakan beberaa
waktu setelah pesta unjuk, yaitu orangtua pengantin perempuan
didampingi oleh dongan sabutuha dan boru-nya berkunjung ke rumah
boru dan hela-nya. Tujuannya adalah untuk menyaksikan sendiri keadaan
boru-nya. Acara ini hanya bisa dilaksanakan kalau pesta unjuk dialapp
jual, yaitu pesta di pihak parboru.
a. Peserta
Pihak parboru terdiri dari:
1) Suhut
2) Dongan sabutuha sebagai parhata
3) Boru
Pihak paranak terdiri dari:
1) Suhut
2) Dongan sabutuha sebagai parhata
3) Boru/bere
4) Dongan sahuta
b. Perlengkapan
Parboru menyediakan:
1) Makanan adat berupa ikan mas diarsik (dengke sitio-tio).
2) Nasi secukupnya.
Universitas Sumatera Utara
35
Paranak menyediakan:
1) Makanan adat berupa lomok-lomok lengkap dengan na margoarna.
2) Ayam, sayur, nasi secukupnya, buah.
3) Uang untuk pasituak natonggi.
c. Tertib acara
Pihak hula-hula diberikan tempat terhormat (dijuluan) dan rombongan
lainnya menempati tempat duduk sesuai dengan kedudukan dalam
struktur dalihan na tolu. Juru bicara paranak terlebih dahulu
menanyakan, apakah acara sudah bisa dimulai. Juru bicara parboru
menjawab “ya” maka acara bisa dimulai dengan urutan sebagai
berikut:
1) Pihak parboru menyerahkan ikan mas (dengke sitio-tio) kepada
suhut paranak, boru, dan hela-nya didampingi dongan sabutuha.
2) Suhut paranak bersama anak dan parumaen-nya menyerahkan
makanan adat (tudu-tudu ni sipanganon) kepada suhut parboru dan
rombongannya. Dilanjutkan dengan doa makan dari paranak.
3) Setelah selesai makan pihak parboru menanyakan perihal tudu-
tudu ni sipanganon.
4) Tudu-tudu ni sipanganon tersebut merupakan surung-surung,
tetapi karena ada disini dongan tubu, boru, dan dongan sahuta,
maka atas kesepakatan bersama dari pihak hula-hula dan paranak
dibagi boru ni parboru.
5) Juru bicara paranak menanyakan maksud kedatangan hula-hula.
Universitas Sumatera Utara
36
6) Juru bicara parboru memberitahukan bahwa kedatangan mereka
untuk menyaksikan boru dan hela-nya atau maningkir tangga.
7) Juru bicara paranak mengucapkan terimakasih dan memohon
kepada hula-hula agar memberikan nasehat dan doa restu kepada
boru dan hela-nya.
8) Kata nasehat dan doa restu dari parboru dimulai dari boru/bere,
dongan sabutuha, suhut parboru.
9) Sambutan (mangampu) dari pihak paranak dimulai dari boru/bere,
dongan sahuta, dongan sabutuha, suhut dan mempelai berdua,
dilanjutkan dengan penyerahan uang pasituak natonggi kepada
rombongan hula-hula.
10) Doa penutup dari parboru.
d. Pembagian jambar juhut
1) Ihur-ihur untuk sahat parboru.
2) Osang untuk hahadoli ni parboru.
3) Somba-somba untuk anggi doli ni parboru.
4) Parsanggulan siamun untuk boru ni parboru.
5) Parsanggulan siambirang untuk boru ni paranak.
6) Soit untuk dongan tubu, dongan sahuta ni paranak.
Bentuk Harga Diri dari Berbagai etnis
Masyarakat di Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya. Salah
satu bentuk kebudayaan itu sendiri adalah filsafat hidup yang menjadi prinsip
salah satu dari kelompok masyarakat. Filsafat hidup dari setiap suku bangsa
Universitas Sumatera Utara
37
berbeda-beda, seperti halnya filsafat hidup orang Lampung yaitu piil pesenggiri
yang menjadi pedoman hidup masyarakat Lampung sehari-hari.
Piil pesenggiri berasal dari bahasa Arab, fill yang artinya perilaku dan
pesenggiri yang artinya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri serta
kewajiban. Namun dalam realita saat ini filsafat hidup piil pesenggiri mengalami
deformasi. Piil diartikan dewasa ini sebagai perasaan ingin besar dan dihargai
(cat. Kaki)
Menurut Hilman Hadikusuma (1989:15) piil pesenggiri memiliki lima (5)
unsur, yaitu3:
1. Pesenggiri yang mengandung arti harga diri, pantang mundur, tidak mau
kalah dalam bersikap tindak dan perilaku.
2. Bejuluk Beadek; mengandung arti suka dengan nama baik dan gelar yang
terhormat.
3. Nemui Nyimah; mengandung arti suka menerima dan memberi dalam suka
dan duka.
4. Nengah Nyapur; mengandung arti suka bergaul dan bermusyawarah dalam
menyelesaikan suatu masalah.
5. Sakai Sambayan; mengandung arti suka menolong dan bergotong royong
dalam hubungan kekerabatan dan ketengtanggaan.
Masyarakat Lampung pada umumnya memiliki nama gelar yang diberikan
kepada mereka sejak kecil. Pemberian nama gelar ini diberikan dari kakek dan
neneknya, akan tetapi pada saat mereka menikah mereka memiliki nama gelar
3 http://digilib.unila.ac.id/1746/7/BAB%20I.pdf diakses pada 22 Juni 2016
Universitas Sumatera Utara
38
yang baru. Pemberian nama gelar yang baru diberikan pada saat acara Begawi
Cakak Pepadun. Menurut Hilman Hadikusuma (1988:149) upacara Begawi Cakak
Pepadun merupakan upacara berpesta adat yang besar serta untuk mendapatkan
gelar yang tinggi4. Pelaksanaan upacara Begawi Adat Pepadun biasanya memakan
waktu paling lama tujuh hari tujuh malam dan menghabiskan biaya pesta hingga
ratusan juta rupiah.
Selain suku Lampung yang memiliki filsafat hidup dalam bermasyarakat,
suku bangsa Bugis yang merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Sulawesi
Selatan juga memiliki filsafat hidup. Filsafat hidup masyarakat Bugis disebut
dengan siri’ na pacce. Siri’ yang berarti malu dan pacce berarti tokoh pendirian.
Siri’ didalam msyarakat Bugis dibedakan menjadi empat, yaitu (cat kaki):
1. Siri’ Ripakasiri’ merupakan siri’ yang berkaitan dengan harga diri
pribadi dengan keluarganya dan bersifat tabu serta pantang untuk
dilanggar.
2. Siri’ mappakasiri’i merupakan siri’ yang bersifat pada etos kerja
seseorang. Didalamnya mengatur mengenai seseorang untuk bekerja
dengan giat agar martabat keluarganya dapat terangkat.
3. Siri’ teddeng siri’ merupakan jenis siri’ yang mengingatkan seseorang
untuk selalu menepati janji yang sudah ia buat, karena jika tidak di
penuhi dapat menimbulkan malu.
4. Siri’ mate siri’ yaitu jenis siri’ yang berhubungan dengan iman
sesorang yang sudah tidak mempunyai malu di dalam hidupnya.
4 Idem
Universitas Sumatera Utara
39
Masyarakat menganggap bahwa orang yang seperti itu adalah orang
yang seperti bangkai busuk, namun ia masih hidup. Berita-berita
kejelekkan mengenai orang yang melanggar siri’ mate siri’ diberitakan
dimana-mana seperti kasus korupsi, mafia pajak, dan lain-lain.
Siri’ pada masyarakat Bugis yang mengatur seseorang dengan harga
dirinya secara tidak langsung juga mengatur dengan dirinya sendiri dan dengan
keadaan lingkungannya. Tidak hanya siri’ gengsi yang dapat dilihat dari
masyarakat Bugis-Makassar, dapat juga dilihat dari budaya yang terjadi didalam
sistem perkawinannya yaitu uang panai dalam proses lamaran dan upacara
perkawinan5.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang mendukung terjadinya gengsi dalam
perkawinan orang Batak Toba?
2. Bagaimana bentuk gengsi yang ada di dalam perkawinan orang Batak
Toba?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam melakukan penelitian pasti memiliki sasaran agar tercapainya
tujuan dan menghasilkan manfaat. Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat
dalam penelitian ini adalah:
5 Jurnal Uang Nai’: Antara Cinta dan Gengsi oleh Sri Rahayu & Yudi, Universitas Jambi 14 Juli
2015 diakses 3 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
40
1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apa-apa saja yang
mendukung terjadinya gengsi dalam sistem perkawinan orang Batak Toba serta
untuk mengetahui seperti apa bentuk-bentuk gengsi yang terjadi dalam sistem
perkawinan orang Batak Toba seperti uang maharnya (sinamot), gedung
pernikahan, baju pengantin dan seragam, mobil pengantin, pelaminan, catering
yang menjadi persiapan dan pelakasaan saat pesta pernikahan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini dari segi akademis
semoga berguna dan dapat menjadi bahan bacaan maupun refernsi bagi
mahasiswa, dosen dan pihak akademis lainnya dalam menambah wawasan
khususnya dalam bidang ilmu Antropologi.
Penelitian ini juga semoga bermanfaat bagi masyarakat khususnya
orang Batak Toba agar dalam melaksanakan sistem perkawinan tidak harus ada
gengsi tetapi lebih kepada yang bersifat kekeluargaan.
1.5 . Metode Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan adalah metode etnografi dengan
mendeskripsikan suatu kebudayaan (Spradley, 2007:3). Seperti yang diungkapkan
oleh Spardley (2007:3) bahwa:
“tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli”.
sehingga diharapkan melalui metode entografi ini dapat terungkapnya fenomena-
fenomena yang terdapat dilapangan terutama mengenai bentuk gengsi dan
Universitas Sumatera Utara
41
penyebab terjadinya gengsi dalam sistem perkawinan orang Batak. Cara penulis
mengumpulkan data dalam penelitian ini antara lain:
� Observasi Partisipasi
Menurut Spradley, tujuan dari observasi adalah memahami pola, norma
dan makna dari perilaku yang diamati, serta peneliti belajar dari informan dan
orang-orang yang diamati. Peneliti dalam melakukan teknik observasi partisipasi
bertujuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai gejala yang ada di lapangan.
Pada umumnya teknik observasi partisipasi bertujuan untuk melihat gejala-
gejala fenomena sosial yang ada di dalam suatu masyarakat. Sehingga melalui
observasi ini seorang peneliti diharapkan mampu memahami permasalahan atau
kejadian secara mendalam ketika berada di lapangan. Dalam penelitian ini peneliti
mengumpulkan data dengan teknik wawancara6.
Dalam melakukan wawancara peneliti mendapatkan jawaban atau
keterangan langsung dari seorang informan. Menurut Spradley informan yang baik
memiliki lima persyaratan, yaitu: (1) enkulturasi penuh, (2) keterlibatan langsung,
(3) suasana budaya tidak dikenal, (4) waktu yang cukup, dan (5) non-analitis
(Spradly 2006:68). Selain memiliki persyaratan, informan sendiri dibagi menjadi
beberapa jenis, yaitu: informan pangkal, informan kunci dan informan biasa.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya menggunakan pedoman
wawancara, tetapi juga peneliti menggunakan alat rekaman dan juga kamera untuk
membantu jalannya penelitian dan sebagai bukti dokumentasi atas penelitian ini.
6 Wawancara adalah percakapan tanya jawab dengan pertanyaan yang sudah ada
(terstruktur) dan intens (sering) dan dilakukan pada seseorang ataupun kelompok masyarakat. Peneliti atau orang yang bertanya disebut dengan interviewer dan yang menjawab pertanyaan disebut denggan informan.
Universitas Sumatera Utara
42
� Data Sekunder
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan data sekunder seperti
mengutip dari buku, tesis,dan jurnal.
1.6 Pengalaman Penelitian
Sebenarnya agak sulit untuk mendapatkan informan di Kota Medan apalagi
terkait gengsi yang ada dalam sebuah pernikahan karena belum tentu semua
informan mau memberitahu apa-apa saja yang menjadi persiapan dalam sebuah
pernikahan dengan alasan itu adalah rahasia keluarga. Tapi disisi lain yang
mempunyai acara pernikahan sebenarnya juga ingin menunjukkan kepada para
undangan kalau mereka sebenarnya mampu membuat sebuah pesta yang meriah
buat anaknya.
Berangkat dari membuka facebook saya melihat postingan dari senior
Antro angkatan 2005 yang mengunggah foto acara martumpol abangnya. Ketika
itu saya berpikir kira-kira keluarga kakak ini bersedia tidak kalau dijadikan
sebagai informan skripsi saya. Akhirnya saya putuskan untuk men-chat kak
Kartika dan saya tanyakan boleh tidak saya penelitian waktu pernikahan.
Bersyukur ternyata kak Kartika mau membantu saya dan mengijinkan untuk
melakukan penelitian saat abangnya menikah.
Tanggal 6 Agustus 2016 acara pernikahan abangnya kak Kartika
diselenggarakan. Lokasi pesta dibuat di Wisma Taman Sari yang terletak di jalan
Kapten Muslim. Sebelum saya ke pesta saya menghubungi kak Kartika terlebih
dahulu untuk memberi tahu kalau saya akan datang. Setelah mendapatkan balasan
“ya” lalu saya berangkat ke sana. Sesampai di Wisma Taman Sari saya melihat
Universitas Sumatera Utara
43
banyak papan bunga yang berderet ditujukan untuk kedua mempelai. Saya tidak
langsung masuk ke dalam wisma karena saya belum tahu posisi kak Kartika ada
dimana. Saya memlilih duduk di luar gedung dekat parkiran mobil sembari
menunggu balasan sms dari Kak Kartika. Cukup lama saya menunggu, lebih dari
satu jam tetapi tetap saja saya tidak berani untuk masuk, sementara waktu sudah
semakin sore. Akhirnya kak Kartika membalas sms saya dan mengatakan kalau
dia ada di lantai dua dibagian nasional. Segera saya melangkahkan kaki untuk naik
ke lantai dua.
Sampai di atas saya menemui kak Kartika sebagai bentuk perkenalan dan
kakak itu mengijinkan saya untuk melakukan pengamatan selama pesta
berlangsung dan mempersilahkan saya untuk makan. Sebenarnya saya merasa
canggung untuk melakukan pengamatan dan rasanya juga tidak etis jika langsung
melakukan wawancara saat itu karena saya belum membangun rapport dengan
keluarga kak Kartika sendiri. Akhirnya saya hanya melakukan pengamatan baik di
acara nasional dan adat yang berlangsung di bawah dengan janji akan
menghubungi kakak itu lagi setelah pesta.
Keterbatasan saya sebagai peneliti yang bukan warga medan membuat
sedikit lamanya mendapat informan. Untungnya kakak Marth Intan kerabat dari
Antropologi 2012 akan melangsungkan pernikahan di bulan Oktober tepatnya
ditanggal 5 Oktober 2016 dan Marth pun mengajak saya untuk melakukan
penelitian saat pesta kakaknya.
Pesta kakaknya Marth diadakan di Wisma Menteng Indah yang terletak di
jalan Menteng. Wisma dengan cat berwarna pink tersebut cukup besar tetapi
Universitas Sumatera Utara
44
kurangnya dibagian parkiran. Kurang luasnya parkiran gedung membuat sebagian
para undangan memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan menimbulkan
kemacetan. Sampai di gedung saya dan kawan-kawan yang lain langsung mencari
Marth dan bersalaman dengan mamanya Marth untuk mengucapkan selamat dan
turut berbahagia. Lalu Marth menyarankan kami untuk naik ke lantai dua agar
kami bisa mendapat nasi kotak begitu katanya.
Penelitian selanjutnya saya lakukan di wisma Taman Sari diacara
pernikahan Kak Ester Sibarani. Awal untuk memulai penelitian saat itu saya
merasa takut karena saya belum konfirmasi untuk minta ijin melakukan
penelitian. Berbekal dengan keyakinan dan modal nekat kalau akan mendapatkan
izin maka saya pun berangkat ke sana. Sesampainya disana saya langsung
menemui orangtua dari salah satu pengantin yang ternyata itu adalah orangtua
pengantin perempuan. Lalu saya mulai perkenalan diri dan menjelaskan maksud
serta tujuan saya datang. Sebenarnya saat itu deg-degan sekali takut tidak dapat
izin, tetapi ternyata saya diizinkan. Tidak lupa saya meminta nomor hp orangtau
Kak Ester yang tak lain adalah namboru saya karena mamanya boru Silitonga,
satu marga dengan saya. Setelah mendapatkan nomor telepon dan diizinkannya
saya melakukan penelitian di pesta, maka saya pun sudah lebih tenang dan dapat
mengamati proses perkawinan dan adat dari Kak Ester Sibarani dan Bang
Yohanes.
Saat melakukan penelitian yang menjadi kendala saya adalah kurangnya
kemampuan saya dalam berbahasa daerah (Batak Toba) sehingga saat pesta
banyak kata-kata ataupun istilah yang lain yang menggunakan bahasa Batak.
Universitas Sumatera Utara
45
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Medan meerupakan ibukota dari salah satu provinsi yang ada di Indonesia,
yaitu Provinsi Sumatera Utara. Medan menjadi salah satu kota nomor tiga yang
terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Lokasi yang berdekatan
dengan Malaysia dan Singapura menjadikan kota Medan dengan posisi yang
strategis dalam hal perekonomian.
2.1. Kota Medan Secara Geografis
Kota Medan berdiri pada tanggal 1 Juli 1950. Secara geografis Kota
Medan terletak pada koordinat wilayah Kota Medan berada antara 3o30’ – 3o43’
LU dan 98o35’ – 98o44’ BT dengan luas wilayah 265,10 km2. Medan memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut:
� Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
� Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
� Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang
� Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Berikut gambar peta Kota Medan:
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 2.1: peta kota Medan, sumber : google
Pada tahun 1951 Walikota Kota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor
21 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130
Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan
dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor
66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas dan
pada akhirnya Kota Medan memiliki 21 kecamatan yang mencakup 151
kelurahan. Berikut kecamatan Kota Medan7:
1. Kecamatan Medan Tuntungan 12. Kecamatan Medan Amplas
2. Kecamatan Medan Selayang 13. Kecamatan Medan Area
3. Kecamatan Medan Helvetia 14. Kecamatan Medan Maimun
4. Kecamatan Medan Barat 15. Kecamatan Medan Baru
7 http://www.pemkomedan.go.id/ diakses pada 04 Januari 2017 diakses pada 20.37
Universitas Sumatera Utara
47
5. Kecamatan Medan Timur 16. Kecamatan Medan Sunggal
6. Kecamatan Medan Tembung 17. Kecamatan Medan Petisah
7. Kecamatan Medan Labuhan 18. Kecamatan Medan Johor
8. Kecamatan Medan Belawan 19. Kecamatan Medan Denai
9. Kecamatan Medan Perjuangan 20. Kecamatan Medan Kota
10. Kecamatan Medan Deli 21. Kecamatan Medan Polonia
11. Kecamatan Medan Marelan
2.2. Kota Medan Secara Demografis
Kota Medan memiliki keberagaman penduduk baik dalam suku, agama,
ras, budaya dan adat istiadat yang berbeda dan sangat beragam. Demografi kota
Medan yang selalu berubah setiap tahunnya membuat Medan menjadi salah satu
kota yang terbuka.
Tabel 1: Jumlah penduduk kota Medan menurut BPS Kota Medan tahun
2009
Tahun Jumlah
Penduduk Luas Wilayah
(KM²)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/KM²)
[1] [2] [3] [4]
2005 2.036.185 265,10 7.681
2006 2.067.288 265,10 7.798
2007 2.083.156 265,10 7.858
2008 2.102.105 265,10 7.929,5
2009 2.121.053 265,10 8.001 Sumber: http://www.pemkomedan.go.id/
Universitas Sumatera Utara
48
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah
penduduk kota Medan semakin meningkat. Kota Medan sebagai tempat tujuan
untuk merantau untuk melanjutkan pendidikan, bekerja dan lain sebagainya.
Demografi kota Medan baik dari kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas) dan arus perpindahan penduduk (migrasi), perpindahan urbanisasi
penduduk mempengaruhi kebijakan kependudukan yang ada.
2.3. Sistem Kepercayaan di Kota Medan
Masyarakat kota Medan memiliki beranekaragam sistem kepercayaan
yang dikarenakan keberagaman etnik yang ada di kota Medan, misalnya suku
Jawa pada umumnya beragama Islam, dan suku Batak Toba serta Batak Karo
memeluk agama Kristen (Protestan dan Katolik). Tidak hanya agama Islam dan
Kristen yang ada di kota Medan namun Budha, Hindu, dan Kong Hu Chu juga
diantut oleh masyarakat yang ada di Kota Medan. Selain kepercayaan yang diakui
oleh negara, masyarakat kota Medan juga menganut sistem kepercayaan yang
diwariskan dari nenek moyang dahulu, yaitu Malim di suku Batak Toba dan
Pemena yang ada di Batak Karo. Meskipun memiliki banyak sistem kepercayaan
di dalamnya justru membuat masyarakat kota Medan saling menghormati dan
toleransi antar sesama umat beragama.
Universitas Sumatera Utara
49
2.4. Sistem Mata Pencaharian di Kota Medan
Medan memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup banyak seperti
dari sektor sektor pertanian dan perkebunan menambah potensi menjadi pusat
perdagangan.
Penduduk yang beraneka ragam juga mempengaruhi sistem mata
pencaharian di kota Medan. Sebagian besar penduduk kota Medan memiliki mata
pencaharian sebagai pegawai baik pegawai negeri maupun pegawai swasta. Selain
itu penduduk kota Medan juga membuka usaha (wiraswasta) baik dalam bentuk
barang, makanan maupun jasa.
Latar belakang etnik sangat mempengaruhi sistem mata pencaharian
masyarakat di Kota Medan. Etnik Tionghoa, etnik Minang, etnik Jawa pada
umumnya bermata pencaharian sebagai pedagang atau wiraswasta. Etnik Toba
dan etnik Karo lebih banyak bermata pencaharian sebagai penjual jasa seperti
sopir. Tetapi ada juga sebagian dari masing-masing etnis tersebut mewakili di
bangku pemerintahan.
2.5. Sistem Sosial
Penduduk kota Medan hidup di beraglomerasi, hal ini bisa dilihat dari
berbagai lokasi yang ada di kota Medan, sebagai contoh misalnya untuk wilayah
kawasan Padang Bulan kebanyakan penduduk yang berdomisili di daerah tersebut
adalah suku Batak Karo. Wilayah Mandala dan Sisingamangaraja kebanyakan
yang mendiami adalah suku bangsa Batak Toba, sedangkan suku bangsa
Tiongkok tinggal di wilaya pusat kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
50
Organisasi berdasarkan suku juga banyak berdiri di kota Medan, yang
menunjukkan tidak adanya budaya yang dominan dari suku tertentu di Kota
Medan. Organisasi-organisasi berdasarkan etnik begitu mudahnya berdiri di
Medan seperti yang ada di setiap kampus, misalnya: FORMAN (Forum
Mahasiswa Nias) yang anggotanya adalah mahasiswa Nias yang kuliah di USU,
IMABATOB (Ikatan Mahasiswa Batak Toba) merupakan kumpulan mahasiswa
suku Batak Toba yang ada di USU.
Selain organisasi berdasarkan kesukuan, banyak juga organisasi yang
berdiri berdasarkan satu kampung halamannya. Kesamaan kampung halaman
menjadikan seseorang memiliki ikatan emosional yang sama dan peduli dengan
kampung halamannya. Berbagai bentuk organisasi berdasarkan kampung
halamannya seperti: IMAJAKSEK (Ikatan Mahasiswa Jakarta dan Sekitarnya)
atau Ikatan Mahasiswa Padang Sidempuan (IMAKO PASID)8.
2.6. Bahasa Pengantar dalam Kehidupan Kota Medan
Bahasa pengantar yang digunakan oleh penduduk kota Medan adalah
bahasa Indonesia. Pada umumnya masyarakat menggunakan bahasa pengantar
bahasa Indonesia kepada orang yang baru di kenal atau saat melakukan interaksi,
tetapi mereka akan menggunakan bahasa dari suku masing-masing saat sudah
kenal atau berada dalam satu kelompok etniknya.
Berbeda ketika berada di Bandung, kebudayaan dominan di sana begitu
terasa. Penduduk asli maupun pendatang pasti akan mengikuti cara berbicara saat
8 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56548/3/Chapter%20II.pdf diakses pada
01 Januari 2017 pukul 20.48
Universitas Sumatera Utara
51
berada di sana, dan ketika sudah tinggal cukup lama semakin terasalah
kebudayaan dominan tersebut dikarenakan penduduk pendatang pun akhirnya bisa
berbahasa Sunda karena pada umumnya masyrakat di sana memakai bahasa
Sunda dalam berinteraksi di kehidupan sehari-hari.
2.7. Sistem Pengetahuan
Kota Medan termasuk dalam 5 kota terbesar yang ada di Indonesia dan
termasuk dalam kota yang cukup maju menjadikan kota Medan sebagai daerah
untuk mengadu nasib baik untuk mencari pekerjaan, melanjutkan pendidikan,
membuka usaha dan lain sebagainya.
Pendidikan menjadi penting bagi sebagian besar masyarakat dikarenakan
dengan mendapatkan pendidikan yang baik berarti bisa mendapatkan pekerjaan
yang layak. Pendidikan di kota Medan cukup bagus terbukti dengan adanya dua
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yaitu: USU (Universitas Sumatera Utara) dan
UNIMED (Universitas Negeri Medan), tidak hanya itu saja Perguruan Tinggi
Swasta (PTS) juga sudah banyak berdiri di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
52
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG GENGSI DALAM
PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA
3.1. Pendidikan
Dulu prinsip hidup pada umumnya dalam masyarakat Batak Toba adalah
banyak anak banyak rejeki. Anak dalam hal ini lebih bersifat kepada nilai
ekonomi dimana orangtua yang memiliki banyak anak berarti memiliki harapan
kepada anak tersebut agar bisa membantu pekerjaan orangtua seperti pekerjaan di
ladang, di sawah atau pekerjaan rumah tangga misalnya mengurus adik-adiknya,
memasak, mencuci atau membersihkan rumah. Nilai ekonomi yang berada dalam
diri si anak tersebut bukan nilai jual seperti kepada suatu barang tetapi lebih
kepada kontribusi tenaga yang dapat diberikan untuk keluarganya.
Banyaknya penduduk Indonesia membuat pemerintah memiliki program
“Dua anak lebih baik” agar dapat mengontrol laju pertumbuhan penduduk yang
ada di Indonesia. Pemahaman-pemahaman yang diberikan kepada masyarakat
agar memiliki anak yang sedikit salah satunya adalah pentingnya pendidikan
untuk anak-anak.
Pendidikan menjadi penting didalam kelompok masyarakat dikarenakan
pendidikan merupakan jalan yang harus ditempuh seseorang agar memiliki nasib
yang baik. Tidak hanya itu dengan pendidikan anak-anak diajarkan sikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
53
Bagi suku Batak Toba saat ini mendapatkan pendidikan menjadi hal yang
utama yang harus didapatkan anak-anak. Oleh sebab itu tidak sedikit para
orangtua suku Batak Toba yang rela menjual apa saja dan mendukung anaknya
jika tujuan utamanya untuk sekolah. Tidak heran jika anak-anak Batak Toba
sudah mulai merantau meski mereka masih kecil agar memperoleh pendidikan
yang lebih baik.
Ajang pendidikan menjadi suatu gengsi didalam masyarakat Batak Toba.
Ketika seorang anak berhasil mendapatkan pendidikan yang baik maka dengan
bangganya orangtua akan menjawab pertanyaan jika anaknya ditanya sekolah
dimana. Tidak hanya itu, orangtua yang lain pun menjadi membuat perbandingan
kepada anaknya dengan anak tetangganya atau sanak saudaranya sendiri. Jika
sang anak mampu menyelesaikan masa pendidikannya dengan baik (lulus cepat,
dapat ranking, jadi siswa terbaik, mahasiswa cumlaude) maka orangtua semakin
bangga dengan anaknya tersebut, tetapi ketika anak tersebut gagal, kurang
berhasil atau biasa-biasa saja dalam masa pendidikannya maka orangtua pun bisa
malu dan menjadi bahan pembicaraan di lingkungan yang ada.
Pendidikan yang sudah menjadi gengsi di dalam suku Batak Toba
membuat para orangtua melihat jodoh atau pasangan hidup anaknya juga harus
seimbang dalam hal pendidikannya. Pada umumnya orangtua kurang setuju jika
anaknya menikah tetapi calon anaknya tidak melanjutkan pendidikannya
(misalnya: kuliah). Mereka (orangtua) pada umumnya lebih menyukai jika
pasangan anaknya kuliah, karena mereka tidak mau ada yang berpendapat “masa
anaknya kuliah tapi menantunya tidak”. Menantu yang mengenyam pendidikan
Universitas Sumatera Utara
54
yang lebih tinggi tidak hanya menaikkan derajat keluarganya, juga menaikkan
derajat mertuanya. Sehingga saat akan membicarakan sinamot untuk calon
perempuan, pendidikan bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan
harga sinamot.
3.2. Profesi
Pekerjaan atau profesi merupakan kegiatan yang dilakukan dan
mendapatkan imbalan. Anak yang memiliki pekerjaan yang baik akan membuat
orangtua merasa bangga, terlebih jika anak tersebut bekerja di instansi
pemerintahan, pelayaran, perbankan, atau perusahaan-perusahaan yang terkenal.
Jika anaknya sudah bekerja maka harapan orangtua untuk anaknya segera
menikah semakin tinggi. Orangtua pada umumnya mengharapkan anaknya akan
memilih calon pasangan hidup yang juga memiliki pekerjaan. Jika pekerjaannya
keduanya bagus maka tak heran jika sinamot-nya juga mahal karena pertimbangan
pekerjaannya tadi.
Profesi menjadi sebuah aspek penentu terjadinya gengsi dalam perkawinan
suku Batak Toba karena adanya stereotif masyarakat sekitar. Orang-orang akan
mudah mencemooh pasangan yang hendak menikah apabila terjadi ketimpangan
profesi mereka, misalnya calon suami berprofesi sebagai tentara dan calon istri
berprofesi sebagai cleaning service dalam sebuah hotel. Selain itu keluar laki-laki
juga akan dicemooh karena tidak memperhatikan status pekerjaan calon
menantunya. Hal ini sebenarnya yang menyebabkan tingginya gengsi penikahan
jika dilihat dalam kehidupan suku Batak Toba. Padahal pada prinsipnya
Universitas Sumatera Utara
55
pernikahan yang baik itu adalah pernikahan yang didasarkan atas rasa cinta dan
kasih sayang. Ketimpangan profesi antara calon pasangan keluarga tidak menjadi
masalah apabila kehidupan keluarga tersebut nantinya didasarkan oleh cinta kasih.
Stereotif masyarakat dalam kehidupan masyarakat Batak Toba memang sangat
berpengaruh khususnya dalam pernikahan dengan membanding-bandingkan
profesi yang dimiliki oleh kedua mempelai.
3.3 Faktor budaya
3.3.1 Suku
Beragam suku bangsa yang ada di Indonesia membuat semakin beragam
juga penduduknya. Indonesia yang memiliki jumlah 300 kelompok suku bangsa
dan memiliki lebih dari 1000 suku bangsa yang ada dengan persentase terbesar
adalah suku Jawa9.
Perbedaan budaya yang dimiliki oleh masing-masing suku menjadikan
keberagaman tersendiri bagi Bangsa Indonesia baik dalam bahasa, adat istiadat,
sistem pengetahuan, sistem perkawinan dan lain sebagainya. Salah satu yang
menarik adalah sistem perkawinan setiap suku yang ada. Ada banyak aturan dan
tata cara yang harus dilewati setiap mempelai untuk melaksanakan suatu proses
perkawinan. Perkawinan dianggap penting dan sakral karena menentukan garis
keturunan selanjutnya.
9 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia diakses pada 03 Januari 2017
jam 23.57
Universitas Sumatera Utara
56
Pada umumnya suku Batak Toba akan menikah dengan pariban-nya
karena dianggap yang paling ideal dalam perkawinan orang Batak, selain
mengambil perempuan dari marga lain (sesama orang Batak Toba) atau kelompok
lain tetapi mereka melarang jika ada perkawinan yang berasal dari satu kelompok
marganya. Sekarang ini masih ada suku Batak Toba yang masih menginginkan
perkawinan dengan sesama sukunya. Mereka menganggap bahwa perkawinan
sesama suku Batak Toba lebih baik karena jika mereka harus mengambil menantu
dari luar sukunya pasti harus menjalani dua kali adat dan belum tentu menantunya
dapat mengerti dan menerima dengan adat yang ada didalam suku Batak Toba.
Meskipun sudah ada yang mendukung dan mengijinkan perkawinan dari luar
kelompok sukunya akan tetapi tetap saja pernikahan sesama suku Batak Toba
lebih dirasa ideal.
3.3.2. Agama
Agama di Indonesia yang diakui oleh negara ada enam, yaitu: Islam,
Kristen (Protestan dan Katolik), Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Selain keenam
agama ini masih banyak kepercayaan-kepercayaan dari masyarakat sekitar kita,
misalnya saja Malim dan Pemena. Pada umumnya suku Batak Toba beragama
Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Agama bagi suku Batak sendiri merupakan bagian dari kehidupan yang
sangat penting karena termsuk dalam falsafah hidup suku Batak Toba itu sendiri.
Satu agama (seiman) menjadi penting dalam memlilih pasangan hidup dalam pada
suku Batak Toba. Jika ada yang menjalin hubungan (pacaran) dengan yang
Universitas Sumatera Utara
57
berbeda agama maka orangtua baik secara tidak langsung akan memberikan tanda
tidak setuju kepada anaknya. Orangtua suku Batak Toba menginginkan anakanya
untuk menjalin hubungan dengan yang seagama dengan mereka, karena jika
berbeda maka proses pernikahan yang akan dijalankan akan banyak
pertimbangan-pertimabannya.
Sebagai contoh kasus kakaknya Marth beragama Kristen Protestan, dan
pasangannya adalah Kristen Katolik. Meskipun sama-sama mengakui dan percaya
kepada Yesus Kristus, tetapi dalam hal pemberkatan harus ikut pada keluarga
pihak laki-laki yaitu pemberkatan pernikahan secara Katolik, dan kakaknya Marth
harus kembali belajar komuni pertama dan mengaku iman percayanya dihadapan
Tuhan dan dihadapan gereja secara Katolik meskipun didalam Kristen kakaknya
Marth sudah melakukannya. Proses-proses yang akan dilewati membuat suku
Batak Toba lebih menginginkan pernikahan yang satu agama dengan mereka.
Selain memudahkan jalannya pernikahan, pasangan yang seiman diharapkan bisa
membimbing keluarga sesuai dengana ajaran agama, serta tidak menjadi bahan
omongan dari masyarakat sekitar.
3.4. Derajat Keluarga
Tujuan hidup orang Batak Toba yaitu hagabeon, hamoraon dan
hasangapon atau biasanya disebut dengan 3H. Hagabeon berarti memiliki
keturunan laki-laki dan perempuan. Anak menjadi penting dalam suku Batak
Toba karena prinsip mereka bahwa anak adalah segala-galanya (Anakkonhi do
hamoraon diahu) sedangkan hamoraon berarti kekayaan. Kekayaan yang
Universitas Sumatera Utara
58
dimaksud bukan saja dalam bentuk materi tapi kekayaan memiliki keturunan,
karena jika seseorang kaya tapi tidak memiliki anak maka belum termasuk
hamoraon. Hasangapon berarti kemuliaan dan kehormatan yang dimiliki
seseorang di lingkungannya. Kemuliaan dan kehormatan yang dimaksud adalah
kekayaan serta nama baik keluarga.
Dalam memilih pasangan anaknya pastilah orangtua akan melihat bibit,
bebet, bobot calon pasangan dan keluarganya sebagai pertimbangan agar
keturunannya nanti tetap terjaga bibit, bobot dan bebetnya. Bibit dalam memilih
jodoh maksudnya asal-usul (keturunan) dan latar belakang keluarganya. Jika bibit
melihat keturunan maka bebet adalah lingkungannya, dengan siapa saja ia
berteman, lingkungan pekerjaannya, dan lain sebagainya. Sedangkan bobot
dipandang dari pribadi calon pasangan seperti sopan santun dalam bertingkah
laku, baik, tata kramanya terlepas dari pendidikan dan pekerjaannya sifat dan
sikap menjadi bobot yang harus dipertimbangkan.
Suku Batak Toba sekarang ini juga melihat bibit, bebet, dan bobot dari
calon pasangan anaknya agar derajat keluarga tetap baik dan tidak dipandang
rendah oleh orang lain. Derajat keluarga menjadi penting untuk dijaga karena bagi
orang Batak Toba untuk mendapatkan derajat keluarga yang baik harus dengan
perjuangan yang lama.
Universitas Sumatera Utara
59
3.5. Keturunan
Memiliki anak laki-laki dan anak perempuan bagi suku Batak Toba
menjadi kebahagiaan dan kebanggan tersendiri karena dianggap sudah lengkap
dalam memiliki keturunan, meskipun anak perempuan atau anak laki-laki hanya
ada satu didalam keluarga tersebut tapi tetap saja kebahagiaan tetap ada bagi suku
Batak Toba.
Pernikahan yang ideal bagi suku Batak Toba adalah pernikahan dengan
pariban. Hal tersebut mengartikan bahwasanya diharapkan pernikahan yang
terjadi tersebut adalah sesama suku Batak Toba. Menikah dengan orang lain
dalam artian dengan suku lain memang bisa saja terjadi, namun pengaplikasian
seluruh prosedur adat Batak Toba khususnya dalam penikahan dinilai kurang
bermakna. Oleh karena itu timbul anggapan kurang menghargai adat serta kurang
dihargai oleh anggota-anggota masyarakat Batak Toba lainnya.
Anak laki-laki dalam keturunan suku Batak Toba disebut dengan Anak ni
Raja dan anak perempuan disebut dengan Boru ni Raja. Istilah inilah yang
melatarbelakangi pernikahan dalam suku Batak Toba itu diharapkan terjadi
diantara sesama suku tersebut. Walaupun terkadang ada orang yang
berlatarbelakang suku Batak Toba menikah dengan perempuan yang berasal dari
kelompok suku lain seperti Jawa, maka perempuan tersebut akan segera diberikan
marga sesuai dengan marga ibunya. Hal tersebut dilakukan agar prosedur adat
dalam pernikahan suku Batak Toba itu berlangsung dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
60
Pernikahan sesama suku Batak Toba sangat diharapkan sebab penting
adanya penerus keturunan. Hal ini lebih ditekankan terhadap perempuan-
perempuan Batak Toba yang hendak menikah. Garis keturunan patrilineal pada
suku Batak Toba yang diturunkan melalui anak laki-laki menyebabkan pentingnya
anak laki-laki dalam sebuah keluarga. Memang saat ini posisi anak laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan suku Batak Toba sama, namun anak laki-laki
memiliki keunggulan dalam hal penerus tarombo keluarga.
Universitas Sumatera Utara
61
BAB IV
ORNAMEN/ATRIBUT DALAM PERNIKAHAN
Didalam pernikahan ada banyak ornamen atau atribut yang digunakan
untuk membuat pesta menjadi meriah. Atribut yang dipakai saat pesta bisa diniali
untuk menunjukan status dari empunya pesta/ suhut. Berikut beberapa contoh
atribut/ornamen yang ada di pesta:
4.1 Baju Pengantin dan Baju Seragam Keluarga
Pakaian yang dipakai pengantin menjadi penting untuk diperhatikan, hal
ini disebabkan bahwa mereka yang akan menjadi pusat perhatian bagi semua
orang yang datang, terutama pengantin perempuan. Pada umumnya pernikahan
suku Batak memakai satu pakaian pernikahan dalam bentuk kebaya, tetapi ada
juga baju saat pemberkatan pernikahan di gereja dibedakan dengan baju saat
melaksanakan adat.
Pernikahan yang menjadi peristiwa sekali seumur hidup membuat
pasangan pengantin rela mengeluarkan uang yang cukup besar untuk membeli
bahan dan mendesain baju pengantinnya, terutama perempuan. Dari memilih
bahan yang terbaik, desain baju, pernak pernik (payet) di baju pengantin, kain
yang akan dibuat menjadi rok, semua dipersiapkan dengan baik. Tak heran jika
uang jahit pakaian pengantin bisa diatas dua juta. Tetapi semua itu terbayar
dengan kepuasan pelanggan.
Pakaian pernikahan untuk perempuan Batak pada umumnya warna putih,
dan kuning emas, dan baju pernikahan umumnya berbeda dengan baju yang
Universitas Sumatera Utara
62
dipakai saat martumpol (tunangan). Seperti Kak Ester dan kakaknya Marth yang
memilih bahan dasar kebaya pernikahan berwana putih saat pemberkatan
pernikahan dan saat kak Ester martumpol ia memilih baju kebaya berwarna biru.
Pengantin boleh memberikan desain kepada penjahit atau menggunakan desain
yang ditawarkan dari penjahit.
Kak Ester: kalo baju kakak kan dek, pas martumpol kakak desain sendiri, tapi kalo pas nikah kakak percayain sama tukang jahitnya aja.
Tidak hanya pengantin yang mempersiapkan pakaiannya, pihak keluarga
kedua belah pihak pun ikut serta dan tidak ketinggalan. Tak heran jika pihak
keluarga membuat seragam agar terlihat kompak dan serasi jika dipandang mata,
hal ini juga didukung dengan tern fashion saat ini, bahwa membuat baju seragam
berarti mengikuti zaman. Untuk pemilihan warna baju ditentukan oleh
kesepakatan masing-masing keluarga, hal in juga bertujuan agar undangan dapat
mengenali dan membedakan mana keluarga dari pihak parboru dan keluarga
pihak paranak. Sedangkan untuk model yang akan dipakai semua bebas memilih,
sesuai dengan keinginan masing-masing.
Sebagai contoh pesta dari keluarga Kak Ester Sibarani, pihak keluarga
membuat baju seragam. Saat martumpol warna bahan dasar baju yang dilipih oleh
keluarga Kak Ester berwarna kuning, sedangkan saat pesta pernikahan warna
bahan dasar baju yang dipilih adalah warna orange untuk yang wanita, sedangkan
laki-lakinya memakai jas dan celana berbahan dasar coklat. Sedangkan untuk
pihak pengantin pria keluarga memilih baju seragam dengan warna dasar bahan
adalah warna biru.
Universitas Sumatera Utara
63
Bou Ester:“Sebenarnya kalo seragam ini kan pengennya anak-anak, mereka ajak buat seragam yaa bou ikut-ikut saja. Zaman sekarang mah bukan lagi orangtua yang mengatur, udah semua anak-anak sekarang. Kita kan sekarang pake baju seragam biar dilihat kompak, biar bedain mana pihak parboru sama paranak. Padahal mah sama aja, toh keluar lagi uang beli bahan, uang jait bajunya yg lebih mahal ketimbang bahannya, ya kan?”
4.2 Pelaminan
Pelaminan menjadi tempat para pengantin dan orangtua pengantin duduk
bersama-sama di depan. Model dan bentuk dekorasi pelaminan bermaacam-
macam, tetapi untuk adat Batak sendiri corak gorga menjadi khas di
pelaminannya. Biasanya pelaminan ini di sewa dari gedung atau ada yang
menyewakannya, tetapi bisa juga dari WO (Wedding organizer) yang di pakai dari
pihak pengantin.
Untuk jenis dekorasi semua tergantung dari setiap permintaan konsumen,
mengenai bentuk, warna, dan lain sebagainya. Semakin banyak permintaan dari
pengantin maka harga yang ditawarkan pun semakin mahal.
Gambar 4.1: pelaminan Nasional Sumber: Doc. pribadi
Universitas Sumatera Utara
64
Gambar 4.2: pelaminan adat Batak, sumber: doc. pribadi
4.3 Mobil Pengantin
Mobil yang digunakan pengantin bermacam-macam, mulai dari Avanza,
Xenia, Kijang Inova, Honda Jazz, Honda Mobilio, Corolla Altis, Camry, Alphard
hingga Mercedes Benz mewarnai setiap pernikahan suku Batak Toba. Ada yang
memilih memakai mobilnya sendiri (jika si pengantin sudah memiliki mobil atau
mobil keluarga) tetapi ada juga yang memilih menyewa mobil untuk bisa dipakai
saat acara pernikahan. Ada yang memilih Alphard sebagai mobil pengantinnya
agar terlihat mewah dengan harga sewa yang sesuai.
Untuk acara pernikahan Kak Ester mereka memilih mobil pengantinnya
Alphard dan didapatkan dari tempat sewa mobil. Alasan pengantin memilih mobil
Alphard karena pengantin suka dengan bentuk mobil Alphard, dan juga mobilnya
lapang dan besar.
Kak Ester: “Iya dek, kakak sama abang suka sama mobilnya, terus kan kursinya besar terus mobilnya lapang
Universitas Sumatera Utara
65
jadi kan kakak gampang duduknya karena kan kita pake kemben ketat sama songket yang buat kita duduk jadi susah karena bangkunga gak tegak dan lapang. Kenyamanan yang penting sih dek karena kan kita pesta satu harian.”
4.4 Undangan
Undangan pernikahan orang Batak pada umumnya dibuat kertas
memanjang agar membuat nama-nama keluarga yang diundang. Tetapi ada juga
yang membuat dengan desain yang bagus, kartu yang tebal dan di beri amplop
(tempat) agar terlihat bagus undangannya. Biasanya undangan yang seperti ini di
pesa oleh orang yang memiliki derajat dan status keluarga yang cukup baik dan
terkenal sehingga untuk mengundang para tamu yang dianggap penting maka
menggunakan undangan yang lebih mahal dibandingkan dengan tamu undangan
yang lain.
4.5 Papan Bunga
Papan bunga banyak tersebar disepanjang jalan, dan cukup banyak
masyarakat yang membuka usaha bunga karena dianggap memiliki keuntungan
yang cukup bagi para wirausaha. Papan bunga menjadi penting karena selain
menunjukkan tempat atau lokasi bagi undangan yang tidak tahu lokasi pesta,
dengan melihat papan bunga dapat membantu mereka datang ke pesta.
Selain itu papan bunga menunjukkan seberapa banyak relasi suhut dan
pengantin dengan lingkungan sekitarnya. Jika papan bunga berjejer di parkiran
wisma bahkan sampai ke jalan maka status suhut dan pengantin menjadi naik
karena masyarakat sekitar dan tamu undangan dapat melihat dan menilai dari
siapa-siapa saja yang mengirim papan bunga ucapan selamat pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
66
Saat pernikahan Kak Ester cukup banyak papan bunga yang diantarkan
digedung saat itu, seperti dari salah satu anggota DPR RI Bapak dr. Sofyan Tan,
Rektor dan Wakil Rektor UNIMED, PLN Sebalang Lampung, Direktorat Jendral
Bea dan Cukai Rawamangun Jakarta Timur dan masih banyak lagi. Penulis
melihat bahwa relasi dari keluarga besar pengantin berarti cukup luas sehingga
banyak orang yang mengirimkan papan bunga saat pesta pernikahan anaknya.
Gambar 4.3: Papan Bunga dari Rektor Unimed, sumber: doc. Pribadi
Gambar 4.4: Papan Bunga dari anggota DPR RI, sumber: doc. pribadi
Universitas Sumatera Utara
67
4.6 Gedung Pernikahan
Gedung pernikahan di kota Medan cukup banyak dengan varian harga
yang bermacam-macam, mulai dari 1.000.000-an sampai 15.000.000 ke atas.
Suku Batak dewasa ini umumnya setelah melaksanakan pemberkatan di gereja,
maka acara mangadati dilaksanakan di gedung. Ada beberapa gereja yang
menyediakan gedung serba guna (GSG) seperti gereja GKPI Sriwijaya, HKBP
Sudirman, HKBP Glugur, HKBP Pabrik Tenun dan lain sebagainya. Jika ada
jemaat gereja yang mau memakai gedung maka jemaat dapat menghubungi
pengurus gereja mengenai tanggal, harga sewa gedung yang tentunya harga sewa
gedung yang diberikan berbeda dengan yang bukan jemaat gereja tersebut.
Gedung-gedung yang biasa dipakai suku Batak Toba melaksanakan pesta
cukup banyak, mulai dari gedung yang dengan harga sewa murah dan dekat
dengan tempat tinggal salah satu pengantin atau suhut, tetapi juga ada yang
memilih karena gedung tersebut selain berbagai pertimbang seperti gedung yang
besar dan luas, parkir yang memadai, fasilitas dari pihak gedung yang diberikan
(genset) dan mudah diakses karena banyak yang mengetahui lokasinya, dekat
dengan pusat kota dan lain sebagainya.
Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut, harga sewa gedung juga
mempengaruhi dimana seseorang akan melaksanakan pesta pernikahan. Seperti
contohnya Wisma Taman Sari pemilik gedung memberikan sewa 15.000.000
dengan fasilitas yang didapat genset, sound system, Ac portable berukuran besar
sedangkan fasilitas yang lain seperti rekaman/video, catering tidak menjadi
fasilitas yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
68
Gambar 4.5: gerbang (tampak depan) Wisma Taman Sari, sumber: doc.
pribadi
Gedung Serba Guna (GSG) GKPI Sriwijaya yang terletak di Jalan
Sriwijaya No. 9 kerap kali juga menjadi pilihan bagi Orang Batak di Kota Medan.
pengantin tidak perlu jauh-jauh menuju gedung pernikahan karena gedung
tersebut berada disamping gereja. Luas dan besar gedung cukup besar untuk
dibagian bawah (yang biasa digunakan untuk adat), sedangkan dibagian atas lantai
dua (nasional) terlihat lebih kecil. Hanya saja GSG GKPI Sriwijaya tidak terletak
dipinggir jalan besar seperti Wisma Taman Sari dan Wisma Menteng Indah, oleh
sebab itu jika ada undangan yang menggunakan angkutan umum mereka harus
berjalan kaki.
Wisma Menteng Indah juga menjadi pilihan orang Batak yang ada di
Medan saat akan mengadakan pesta pernikahan. Wisma Menteng Indah terletak di
jalan Menteng VII No. 1 memang terletak cukup jauh dari kota Medan. Tidak
seluas dan sebesar Wisma Taman Sari, akan tetapi untuk jumlah kuota orang bisa
menjadi salah satu rekomendasi. Kurang luasnya lahan parkir yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
69
kekurangan dari Wisma Menteng Indah. Tetapi untuk ukuran gedung baik di
lantai satu dan dua, besar dan luas cukup memadai.
4.7 Catering Makanan
Makanan juga menjadi pertimbangan dan perhatian saat seseorang
mengadakan pesta karena makanan tidak hanya menyangkut soal rasa tetapi apa
yang disajikan oleh suhut membuat para undangan kenyang dan puas. Tidak
hanya saat pesta, saat selesai martumpol pun diadakan makan bersama dengan
masing-masing keluarga.
Pada umumnya suku Batak Toba yang ada di kota-kota besar sudah
menggunakan catering sebagai “tukang masak” saat ada acara baik pesta
pernikahan maupun pesta kematian. Orang Batak umumnya menganggap catering
lebih mudah dan simpel karena tidak ada lagi kegiatan marhobas yang harus
dikerjakan menjelang pagi.
Kegiatan marhobas sebenarnya sudah dari dulu dilakukan dalam setiap
kegiatan pesta dalam suku Batak Toba. Pembagian kerja yang diterapkan dalam
marhobas sesuai dengan prinsip dalihan na tolu dan dibedakan sesuai dengan
gender. Perempuan akan melakukan pekerjaan yang dilakukan saat marhobas
adalah memotong, menggiling yang berkaitan dengan bumbu dapur, sedangkan
laki-laki mereka akan memasak daging dan nasi. Dalam marhobas biasanya yang
hadir membantu yaitu pihak boru, dongan sabutuha dan parsahutaon (STM),
pihak hula-hula perannya terlihat saat pesta adat dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
70
Beralihnya dari marhobas menjadi catering dalam pesta orang Batak
disebabkan beberapa alasan seperti catering lebih mudah dan praktis
dibandingkan dengan marhobas. Menggunakan catering kita dapat mengatur
jumlah makanan (dalam satuan piring) yang akan dipesan dengan melihat jumlah
undangan yang disebar, serta menu yang dipesan bisa beragam. Pihak keluarga
tidak perlu lagi memikirkan piring dan gelas-gelas karena semua disediakan dari
pihak catering.
Sedangkan jika orang Batak memakai cara marhobas dalam memasak
makanan pesta para bapak-bapak harus bangun lewat tengah malam untuk
memotong dan memasak daging tersebut. Mereka bergotong royong untuk
memasak daging tersebut agar cepat matang dan bisa menghadiri pemberkatan
saat di gereja. Piring-piring dan gelas-gelas yang dipakai merupakan gabungan
dari yang dimiliki suhut, parsahutaon ataupun punguan marga yang ada.
Dalam pesta orang Batak, acara adat dan nasional umumnya dilaksanakan
pada hari yang sama, oleh sebeb itu para pihak keluarga harus menyiapkan
makanan khas Batak dan nasional yang berarti bisa di makan oleh semua
kalangan. Kebetulan catering yang di pakai oleh orangtua Kak Ester saat
pernikahannya yaitu catering Tampubolon yang ada di jalan Sei Siguti dengan
jumlah pesanan 1000 piring untuk makanan Batak. Umumnya makanan adat yang
dipesan adalah nasi, sayur atau sop, saksang (daging babi atau sapi yang dimasak
dan dicampur darah), babi/sapi/kerbau utuh yang sudah direbus yang disiapkan
untuk pembagian jambar, ikan mas atau yang biasa disebut dekke sitio-tio.
Universitas Sumatera Utara
71
Acara adat yang berlangsung cukup lama terkadang membuat para
undangan tak sedikit merasa bosan, oleh sebab itu suhut pasti akan memesan dari
pihak catering kopi, teh, kacang, dan lapet sebagai “teman ngobrol” sambil
menunggu giliran untuk memberikan ulos. Setiap undangan hanya berhak
mendapat satu gelas kopi atau teh, satu buah lapet dan segenggam kacang. Tetapi,
saat peneliti mengamati pesta yang berlangsung sampai sore, sekitar hampir jam
lima keluarga suhut memberikan tambahan snack, ada yang mendapat kue kotak
dan roti yang sudah dikemas dalam plastik yang berisi satuan.
Sedangkan untuk catering nasional, suhut bisa memilih dengan memesan
nasi kotak yang tinggal dibagi-bagikan atau prasmanan yaitu para undangan
mengambil makanan sendiri karena sudah disediakan. Menu makanan yang
disediakan pun pada umunya sama dengan menu yang penulis datangi saat
penelitian, seperti ada yang memilih ayam sebagai lauknya, ada juga rendang sapi,
sayur, dan buah. Itu terjadi baik menu nasi kotak maupun prasmanan. Untuk total
jumlah pesanan nasi kotak saat pernikahan kak Ester sebanyak 700 nasi kotak.
Alasan memilih nasi kotak ketimbang prasmanan untuk acara nasional
dikarenakan pihak pengantin dan keluarga tidak memakai wedding organizing
(WO) dan pengalaman saat kakaknya menikah kehabisan makanan.
4.8 Ulos
Ulos merupakan kain khas yang berasal dari Tanah Batak. Kain ini
ditenun oleh perempuan Batak dengan berbagai pola dan dijual dipekan. Menenun
kain seperti ini memerlukan keahlian khusus dalam mengkoordinasikan sejumlah
benang menjadi sepotong kain utuh untuk melindungi tubuh. Menurut konsep
Universitas Sumatera Utara
72
orang-orang dahulu, ia adalah suatu tindakan yang diresapi suatu kualitas religius-
magis, dan karenannya dipenuhi oleh banyak larangan yang tidak boleh diabaikan
selama penenunan (Vergouwen, 2004: 31)10.
Tidak hanya Batak Toba yang memiliki ulos, suku bangsa Batak yang lain
pun memiliki jenis dan corak ulos yang beragam. Dalam Batak Toba pada jaman
dahulu olos digunakan untuk pakaian sehari-hari, tetapi dewasa ini ulos diberikan
berfungsi sebagai pengikat dan tanda kasih sayang dari pemberi kepada penerima
ulos.
Saat pesta pernikahan, ada berbagai jenis ulos yang diberikan kepada
pengantin dan keluarga laki-laki dengan jumlah yang berbeda-beda. Ulos yang
diberikan kepada pengantin merupakan ulos hela dari orangtua mempelai
perempuan. Biasanya sebelum pengantin di ulosi, orangtua mempelai perempuan
menyampaikan nasehat-nasehat kepada pengantin terkhusus kepada pengantin
perempuan. Setelah menyampaikan nasehat lalu orangtua menyanyikan lagu
sebagai pengantar akan diberikannya ulos tersebut.
4.9 Parjambaran
Menurut Manalu (dalam buku Adat Batak (Ruhut-Ruhut Paradaton dan
Penerapannya di Jakarta;124-126) parjambaran berasal dari kata jambar yang
berarti bagian atau pembagian yang diserahkan kepada seseorang yang turut serta
dalam suatu acara adat, misalnya acara adat perkawinan, acara adat memasuki
rumah, manulangi natua-tua dan sebagainya.
10
dalam Jurnal “ MAKNA SIMBOLIK ULOS DALAM PERNIKAHAN ADAT ISTIADAT BATAK TOBA DI BAKARA KECAMATAN BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA”
Universitas Sumatera Utara
73
Besar kecilnya jambar yang diberikan seseorang tergantung
kedudukannya dan tingkat kedekatannya dengan hasuhuton menurut dalihan na
tolu yaitu sebagai dongan tubu/sabutuha, boru/bere, hula-hula serta ditopang
sihal-sihal.
Tujuan dari pemberian atau pembagian jambar kepada seseorang
merupakan wujud penghormatan dan penghargaan atas kehadirannya atau
keikutsertaannya dalam pelaksanaan acara adat itu. Pembagian jambar ini harus
tepat kepada orang yang harus menerima sesuai dengan nama jambar yang harus
diterima. Berikut pembagian jenis-jenis parjambaran:
4.9.1 Jambar Hata
Jambar hata adalah kesempatan yang diberikan kepada seseorang yang
hadir dalam acara adat untuk mengeluarkan/menyampaikan pendapat, berupa kata
sambutan, dukungan, bantahan, nasehat atau restu sesuai dengan kedudukan
dalam struktur dalihan na tolu dan sihal-sihal.
Pada umumnya kesempatan bicara kepada boru atau dongan sahuta adalah
untuk mendukung hula-hula/hasuhuton. Kesempatan bicara kepada dongan
sabutuha adalah memberi dukungan atau tidak mendukung, sedangkan kepada
hula-hula pada umumnya dimohon untuk memberi nasehat dan restu.
4.9.2 Jambar Sinamot
Jambar sinamot dalam acara adat perkawinan terdiri dari upa suhut (yang
diterima oleh orangtua pengantin perempuan), upa pamarai (yang diterima adik
atau abang bapak pengantin perempuan), upa simandokkon (yang diterima oleh
saudara laki-laki pengantin perempuan), upa pariban (kakak atau namboru
Universitas Sumatera Utara
74
pengantin perempuan), upa tulang (saudara laki-laki ibu pengantin perempuan),
tintin marangkup (oleh saudara laki-laki ibu pengantin), pinggan panganan
(seluruh undangan dari dari pihak perempuan, baik dongan tubu, boru/bere, dan
rombongan hula-hula-nya).
4.9.3 Jambar Juhut (Daging Hewan)
Jambar juhut dalam bagian-bagian tertentu dari hewan yaitu babi, sapi,
dan kerbau yang disembelih (potong) pada saat penyelenggaraan pesta yang
khusus diperuntukkan dan diserahkan kepada mereka yang berhak sesuai
kedudukannya menurut dalihan na tolu. Prinsip pokok pembagian jambar
menurut aturan/adat Batak adalah pembagian dilaksanakan menurut adat
penyelenggara pesta atau adat setempat.
Pada perkawinan taruhon jual, pembagian jambar dilaksanakan menurut
adat/aturan pihak laki-laki karena penyelenggara pesta adalah pihak laki-laki.
Sebaliknya pada pesta alap jual, pembagian jambar dilaksanakan menurut aturan
pihak pengantin perempuan karena penyelenggara pesta adalah pihak perempuan.
Universitas Sumatera Utara
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa gengsi sudah ada sejak jaman dulu. Pemberian barang
yang antik dan memiliki nilai jual pada saat pernikahan sudah ada sejak lama.
Hanya saja dewasa ini yang membedakan adalah barang hantaran yang diberikan
dalam pesta pernikahan bukan lagi barang antik dan langka tetapi sudah menjadi
barang yang diperlukan dalam tangga atau yang bisa dijual seperti misalnya:
tempat tidur, perhiasan (cincin, kalung, gelang, anting) atau juga dapat berupa
uang tunai.
Suku Batak Toba dalam melaksanakan pernikahan dapat menghabiskan
puluhan bahkan ratusan juta, karena salah satu yang membuat mahal selain biaya
pesta adalah tuhor atau mahar perempuan yang akan dinikahinya. Sistem
patrilineal yang dianut suku Batak Toba membuat pihak laki-laki yang harus
menyediakan uang untuk membayar sinamot perempuan yang menjadi pilihannya.
Berbagai macam faktor yang mendukung sinamot perempuan Batak Toba
seperti pendidikan, pekeejaan, status atau derajat keluarga dan lain sebagainya.
Semakin tinggi pendidikan perempuan Batak Toba maka semakin malah juga
sinamot-nya. Pekerjaan yang baik, derajat dan nama baik keluarga dan dikenal di
lingkungannya membuat harga diri keluarga perempuan tersebut menjadi tinggi
sehingga menginginkan mahar untuk anak perempuannya yang besar dan tinggi,
Universitas Sumatera Utara
76
tentu akan membuat keluarga dari pihak perempuan merasa bangga dengan mahar
anak perempuannya.
Sinamot juga dijadikan ajang gengsi dalam melaksanakan pernikahan.
Memang ada beberapa pernikahan yang tidak memberikan sinamot-nya begitu
tinggi, tetapi jika ada yang tinggi maka akan menjadi bahan pertandingan dalam
pernikahan. Orangtua menginginkan sinamot anaknya mahal dan tinggi di dukung
dengan berbagai macam pertimbangan (pendidikan, pekerjaan, derajat keluarga)
yang mendukung sinamot perempuan menjadi mahal.
Tidak hanya sinamot yang mahal, dalam pernikahan Batak Toba gengsi
juga bisa dilihat dari pihak suhut menggelar pesta pernikahannya. Memberikan
yang terbaik kepada tamu undangan berupa makanan pesta yang enak, pemusik
yang bagus, dekorasi gedung pernikahan yang apik membuat tidak sedikit dari
mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi agar undangan yang datang
tidak merasa dikecewakan saat datang ke pesta, terlebih jika para suhut memiliki
relasi yang baik dengan berbagai macam pihak.
5.2 Saran
Pernikahan yang megah dan mewah menjadi dambaan semua orang.
Keinginan memberikan yang terbaik dalam acara yang hanya terjadi sekali
seumur hidup membuat banyak orang berbondong-bondoong untuk melaksanakan
pesta pernikahan yang meriah dan memberiikan yang terbaik pada semua
undangan.
Universitas Sumatera Utara
77
Tidak sedikit dari para suhut yang menjual barang-barangnya,
menggadaikan, meminjam uang kepada keluarga atau yang lain agar
terlaksananya pesta yang sesuain dengan keinginan-keinginan. Ingin memberikan
yang terbaik memang baik, akan tetapi jangan karena pesta utang menjadi
menumpuk, membuat beban pikiran. Tidak perlu banyak keinginan-keinginan
yang harus diwujudkan saat pesta pernikahan.
Selain itu sinamot yang tinggi jangan jadikan sebagai kebanggaan dewasa
ini. Pihak orangtua seharusnya menanamkan pada anak-anaknya bahwa bukan
dengan sinamot yang tinggi kebahagiaan dan keutuhan rumah tangga akan
terjamin, tetapi dengan cinta kasih yang ada didalamnya. Tidak harus pesta yang
meriah dan besar yang menjadi indikator kebahagiaan dan gengsi seseorang.
Universitas Sumatera Utara
78
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Keesing, Roger M, Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer. Edisi
Kedua. Diterjemahkan oleh: Samuel Gunawan, Erlangga, Jakarta.
Manalu, Hasan dkk, 2004. Adat Batak. Ruhut-ruhut Paradaton dan Penerapannya
di Jakarta. Jakarta.
Munir, R, 2000. Migrasi dalam Lembaga Demografi FE UI. Dasar-dasar
Demografi: edisi 2000, Lembaga Penerbit UI, Jakarta.
Nainggolan, Togar, 2006. Batak Toba di Jakarta, Bina Media Perintis, Medan
2012. Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi, Bina
Media Perintis, Medan
Spradley, James 2006. Metode Etnografi (Terj), Tiara Wacana, Yogyakarta.
Jurnal:
Darmawan, Yondhi. 2015. MAKNA SIMBOLIK ULOS DALAM PERNIKAHAN ADAT ISTIADAT BATAK TOBA DI BAKARA KECAMATAN BAKTIRAJA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Studi Pada Mahasiswa Strata Satu FISIP Universitas Riau)
Sumber internet:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35039/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 29 April 2016 jam 23:58)
POLA DAN ARUS MIGRASI DI INDONESIA
http://library.usu.ac.id/download/fp/sosek-emalisa.pdf
(diakses pada 30 April 2016 jam 01.46)
Universitas Sumatera Utara
79
http://kbbi.web.id/transmigrasi (diakses pada 30 April 2016 jam 01.50)
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf
(diakses pada 30 April 2016 jam 02.11)
http://blh.sumutprov.go.id/sim_keanekaragaman_hayati/kabupaten/1.html (diakses pada 1 Mei 2016 jam 01.25)
http://kbbi.web.id/gaya-2 (diakses pada 20 Juni 2016 jam 02.30)
KONSUMERISME DALAM UPACARA PERKAWINAN BATAK TOBA DI KOTA DENPASAR:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1435-1835001508-
konsumerisme%20dalam%20upacara%20perkawinan%20batak%20toba%
20di%20kota%20den.pdf (diakses pada 20 Juni 02.47)
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perilaku-konsumtif-
definisi.htm (diakses pada 20 Juni 2016 jam 02.47)
http://digilib.unila.ac.id/1746/7/BAB%20I.pdf (diakses pada 22 Juni 2016 jam 02.26)
https://imbasadi.wordpress.com (diakses pada 23 Juni 2016 jam 23.33)
Uang Nai’: Antara Cinta dan Gengsi http://download.portalgaruda.org/article.php?article=347551&val=7014
&title=UANG%20NAI:%20ANTARA%20CINTA%20DAN%20GENGSI (diakses pada 24 Juni 2016 jam 01.48)
http://www.kamusbatak.com/arti/kata/namargoar.html (diakses pada 13 Februari 2017 jam 01.52)
Universitas Sumatera Utara
80
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=suhut+bolon&bahasa=batak&submit
=Terjemahkan (diakses pada 13 Februari 2017 jam 01.55)
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=mangampu&bahasa=batak&submit=
Terjemahkan
(diakses pada 13 Februari 2017 jam 01.58)
http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=sinamot+na+gok+&bahasa=batak&su
bmit=Terjemahkan (diakses pada 13 Februari 2017 jam 02.02)
http://www.kamusdaerah.com/?bhs=b&bhs2=a&q=ulaon (diakses pada 17 Februari 2017 jam 15.47) http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=ingot-
ingot&bahasa=batak&submit=Terjemahkan (diakses pada 17 Februari 2017 jam 15.51) http://www.kamusdaerah.com/?bhs=b&bhs2=a&q=ale-ale (diakses pada 17 Februari 2017 jam 16.03) http://www.kamusdaerah.com/?bhs=b&bhs2=a&q=tulang+rorobot (diakses pada 17 Februari 2017 jam 16.11)
http://www.kamusdaerah.com/?bhs=b&bhs2=a&q=olop-olop (diakses pada 18 Februari 2017 jam 03.38) http://www.kamusbatak.com/kamus?teks=Pinggan+Panungkunan&bahasa=bata
k&submit=Terjemahkan (diakses pada 18 Februari 2017 jam 03.47)
Universitas Sumatera Utara