Post on 20-Aug-2019
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
1
DAMPAK DEFISIT AIR TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI
TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)
VARIETAS DyxP DUMPY di
PEMBIBITAN UTAMA
Sri Murti Tarigan,Eka Bobby Febrianto,Hussein Abdillah
Budidaya Perkebunan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan
*Alamat korespondensi : husseinabdillahh@gmail.com
THE IMPACT OF WATER DEFICIT ON THE MORPHOLOGICAL
CHARACTER OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq)
PLANT VARIETIES DyxP DUMPY
IN THE MAIN NURSERY
ABSTRACT
Palm Oil Plant (Elaeis guineensis Jacq.) Is one of the important plantation crops in Indonesia. This
plant produces vegetable oils that are important for the food industry and for fuel (biodiesel). Palm
oil produces the highest oil unity of area compared to other types of plants with oil potential of
around 6-7 tons / ha / year. The research was carried out in the greenhouse of the Plantation
Agribusiness Institute of Higher Education (STIPAP). The study period was 6 months from
September to March 2018. This study also used a non-factorial randomized block design with 3 times repetition, the number of polybags per treatment was 3. Parameter tests were arranged on the
variance list and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was tested. level of 5%. The results of
this study indicate that DyxP DUMPY varieties have good resistance to water stress. , Dy × P
Dumpy varieties were relatively more adaptable and gave better growth compared to other
varieties in the condition of giving 1000 ml of water which was shown in observing the height
increase of plants, increasing the number of leaves, increasing the diameter of the stem.
Keywords: Palm Oil, Stress Water, Main Nursery
PENDAHULUAN
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) merupakan
salah satu tanaman perkebunan
yang penting di Indonesia .
Tanaman ini menghasilkan
minyak nabati yang penting bagi
keperluan industry pangan
maupun untuk bahan bakar
(biodiesel). Kelapa sawit
menghasilkan minyak tertinggi
persatuan luasnya dibandingkan
dengan jenis tanaman lainnya
dengan potensi minyak sekitar 6
– 7 ton/ha/tahun
(Setyamidjaja,2006).
Menurut ststistik perkebunan
Indonesia Komoditas Kelapa
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
2
Sawit 2015 produksi kelpa sawit
sebesar 29.344.479 ton angka
sementara pada tahun 2014 dan
pada tahun 2015 sebesar
30.948.931 ton angka estimasi.
Industri ini untuk pengentasan
kemiskinan melalui budaya
pertanian dan pemrosesan
selanjutnya. Berdasarkan angka
sementara 2011 dari Direktorat
Jendral Perkebunan, luas areal
Kelapa Sawit di Indonesia
cenderung meningkat selama
tahun 2000 – 2011 Perkebunan
Besar Swasta (PBS)
mendominasi luas areal kelapa
sawit diikuti oleh Perkebunan
Rakyat (PR) dan Perkebunan
Besar Negara (PBN). Tahun
2011 luas areal kelapa sawit
Indonesia mencapai 8,91 juta ha,
dengan rincian luas areal PBS
sebesar 4,65 juta ha (52,22%),
luas areal PR sebesar 3,62 juta
ha (40,64%), dan luas areal PBN
sebesar 0,64 juta ha (7,15%)
(PUSDATIN,2013).
Minyak kelpa sawit untuk
industri bahan makanan, dan
non-bahan makanan, juga
mempunyai potensi yang cukup
besar untuk industri kosmetik
dan industri farmasi. Karena
mempunya sifat sangat mudah
diabsorpsi oleh kulit, minyak
kelapa sawit banyak dipakai
untuk pembuatan shampoo, krim
, minyak rambut, sabun cair,
lipstick dan lain-lain
(Mangoensoekarjo dan
Semangun,2008).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
Rumah Kaca dan laboratorium
kebun percobaan Sekolah Tinggi
Ilmu Pertanian Agrobisnis
Perkebunan (STIPAP), Medan.
Waktu penelitian selama lima
bulan dari bulan Oktober 2017
sampai bulan Maret 2018.
Rancangan Penelitian
1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan satu perlakuan
dan tiga pengulangan. Perlakuan
bibit kelapa sawit dengan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
3
varietas DyxP Dumpy.
Perlakuan dosis penyiraman
dengan 3 taraf yaitu; dosis
penyiraman 100% per hari, dosis
penyiraman 60% per hari, dosis
penyiraman 20% per hari.
Standar penyiraman pada main
nursery sebanyak 1 liter air
dengan rotasi penyiraman 2 kali
sehari. Perlakuan cekaman
kekeringan diberikan pada saat
bibit kelapa sawit sudah berumur
4 bulan. Susunan perlakuan yang
digunakan adalah sebagai
berikut:
Volume air (A):
A1 = dosis penyiraman 100%
(kontrol)
A2 = dosis penyiraman 60%
A3 = dosis penyiraman 20%
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian adalah
Rancangan Acak Kelompok non
faktorial dengan tiga kali
pengulangan. Dengan total
sampel keseluruhan adalah 27
sampel. Linier adiptif rancangan
acak kelompok (RAK) yang
digunakan adalah sebagai
berikut :
Yijm = µ + Ji + j + ij
i=1,2,3 =1,2,3,4
keterangan sebagai berikut :
Yij = hasil pengamatan pada
blok ke-i, varietas
ke-j
µ = rataan umum
i = pengaruh blok ke- i
j = pengaruuh volume air
ke- j
Ji = pengaruh galat pada blok
ke-i, volume air ke-j
Data yang diperoleh dianalisis
secara statistik dengan Analysis
of Variance (ANOVA) dengan
uji lamjut Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf
5%. Data dianalisi dengan
menggunakan aplikasi
statistical analysis software
(SAS) .
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah cangkul,
gembor, ayakan, parang, gelas
ukur, ember, hand sprayer, tali,
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
4
meteran, jangka sorong,
timbangan, klorofil meter, oven.
Bahan-bahan penelitian
Bahan penelitian yang
digunakan adalah kecambah dari
genotipe persialngan DyxP
Dumpy, top soil, kompos,
polibag ukuran 40x50 cm, pupuk
urea dan pupuk NPK.
Tahapan penelitian
Penyediaan bahan tanam
Kecambah yang digunakan
berasal dari PPKS Medan.
Kecambah yang digunakan
dalam percobaan ini merupakan
hasil seleksi.
Penanaman kecambah
Kecambah di tanam ke dalam
polibag yang telah berisi tanah
sebanyak 1 butir kecambah.
Kemudian kecambah ditutup
sedikit dengan kompos.
Perlakuan cekaman kekeringan
Bibit sawit yang telah tumbuh
selama satu bulan di polibag
dilakukan cekaman kekeringan,
dengan cara penyiraman bibit
disesuaikan dengan perlakuan.
Cekaman kekeringan diberikan
selama 7 bulan ke depan
sampai bibit sawit berumur 11
bulan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan
menggunakan pupuk NPK,
dengan interval waktu 2
minggu sekali dan dosis pupuk
10 gram per polibeg.
Pengendalian gulma
Pengendalian gulma yang ada
didalam polibeg dilakukan
setiap 2 minggu sekali secara
manual.
Pengamatan
a. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari
pangkal batang (palm bole)
sampai ujung daun tertinggi
menggunakan meteran.
Pengukuran dilakukan pada
umur bibit 1 minggu (setelah
dilakukan cekaman kekeringan)
hingga 20 minggu. Pengamatan
dilakukan dengan interval waktu
2 minggu sekali.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
5
b. Diamater Pangkal Batang
(mm)
Diamater pangkal batang (bole
diameter) dilakukan dengan
mengukur tepat pada bagian
pangkal batang menggunakan
jangka sorong. Pengukuran
dilakukan pada umur bibit 1
minggu (setelah dilakukan
cekaman kekeringan) hingga 20
minggu. Pengamatan dilakukan
dengan interval waktu 2 minggu
sekali.
c. Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung dari
bagian daun terbawah sampai
daun termuda yang telah
membuka sempurna.
Pengukuran dilakukan pada
umur bibit 1 minggu (setelah
dilakukan cekaman kekeringan)
hingga 20 minggu. Pengamatan
dilakukan dengan interval waktu
2 minggu sekali.
d. Luas Daun (cm2)
Dilakukan dengan cara
mengukur panjang dan lebar
daun menggunakan alat ukur
meteran skala 1 mm. Rumus luas
daun yang digunakan sebagai
berikut:
L = p x l x konstanta (0.52)
Keterangan :
L = Luas daun
P = Panjang daun
l = Lebar daun
k = konstanta (k = 0.52)
Pengukuran luas daun dilakukan
pada periode bibit 8 minggu
(saat daun sudah membuka
sempurna) hingga 15 MST di
main nurseri dengan interval
waktu 2 minggu (8, 10, 12, 14)
a. Jumlah Klorofil Daun
(m/gr)
Menghitung jumlah klorofil
daun dilakukan pada daun ketiga
dari bawah. Pengukuran
dilakukan dengan tiga sisi yaitu
ujung daun, tengah daun dan
pangkal daun. Pengkuran
menggunakan alat klorofil
meter.
f. Bobot Kering Akar (g)
Periode pengambilan data bobot
kering akar dilakukan bersamaan
waktu dengan pengambilan data
bobot basah akar, bobot basah
tanaman dan bobot kering
tanaman. Pengamatan dilakukan
dengan cara mengeringkan
seluruh bagian akar yang sudah
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
6
terpisah dari tajuk tanaman
kemudian dimasukan ke dalam
oven hingga diperoleh bobot
konstan. Pengamatan dilakukan
di akhir penelitian.
g. Bobot Kering Tanaman (g)
Pengamatan dilakukan dengan
cara mengeringkan seluruh
bagian tanaman di dalam oven
hingga diperoleh bobot konstan.
Pengamatan dilakukan di akhir
penelitian.
h. Volume Akar (cm3)
Volume akar diamati dengan
cara membongkar tanaman
kemudian akar dicuci dan
dimasukkan ke wadah atau gelas
ukur untuk mengukur volume
akar. Pengukuran dilakukan
pada akhir penelitian
i. Panjang Akar (cm)
Pengamatn panjang akar
dilakukan dengan cara
mengukur panjang akar dari
bonggol (bole) hingga ujung
akar. Pengamatan ini dilakukan
pada akhir pengamatan.
j. Jumlah Stomata
Jumlah stomata diamati dengan
cara sebagai berikut: epidermis
bagian bawah daun diolesi
dengan kutek transparan,
kemudian dibiarkan selama 5
menit hingga kutek mengering.
Daun ditempelkan selotip bening
dengan olesan kutek dan
dibiakan selama 5 menit. Setelah
itu lapisan kutek dilepaskan dari
daun dan diletakkan di atas
objek glass dengan bagian kutek
yang lekat di daun mengarah
keatas. Selanjutnya diamati
dibawah mikroskop dengan
perbesaran 40x10. Pengamatan
dilakukan pada waktu akhir
penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan dengan
menggunakan analisis statistik
tinggi tanaman (cm) dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 4.1 Rataan Tinggi Tanaman
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
7
Taraf
perlakuan
Pengamatan (MST)
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
A1 50.9 56.7 64.2 68.5 75.9 83.9 85.9 100.3 107.4 117.9
A2 50.2 52.8 60.7 65.0 73.4 82.5 88.3 94.4 101.1 112.8
A3 53.1 59.5 66.1 69.9 75.5 78.3 85.7 90.4 93.7 104.2
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.1 bahwa tanaman
dengan taraf perlakuan A1 100%
(1 liter air) pada mingu ke 36
setelah tanam dengan tinggi
tanaman 117.91 cm merupakan
tanaman yang tertinggi
sedangkan tanaman A2 60% (0.6
liter air) dengan tinggi tanaman
112.88 cm sedangkan untuk
tanaman yang terendah yaitu A3
20% (0.2 liter air) dengan tinggi
tanaman 104.24 cm. Cekaman
air sangat berpengaruh terhadap
tanaman dan bisa menyebabkan
tanaman menjadi rusak atau
mati. Perlakuan media tanam
berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman (Nasution H. S,
dkk,2014).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
8
Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan Tinggi Tanaman
Berdasarkan Gambar 4.1
menunjukkan pertumbuhan
tinggi tanaman bibit kelapa sawit
dari 18 minggu setelah tanam
sampai 36 minggu setelah tanam
bahwa untuk perlakuan A1 (1
liter air) lebih tinggi
pertumbuhannya sedangkan
untuk perlakuan A2 dan A3
sangat jelas perbandingan
pertumbuhannya dan terlihat
berbeda..
0
20
40
60
80
100
120
140
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
Tin
ggi T
an
am
an
(cm
)
MST
A1
A2
A3
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
9
Diameter Batang (cm)
Hasil pengamatan diameter
batang (mm) dapat dilihat
berdasarkan dengan perlakuan
cekaman kekeringan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2 Rataan diameter
batang (mm) pada
pengamatan 18-36
MST (interval 4
bulan)
Taraf perlakuan
Pengamatan (MST)
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
A1 1.4 1.56 2.03 1.88 2.26 2.62 2.63 2.72 2.74 3.04
A2 1.19 1.41 1.83 2.04 2.09 2.4 2.52 2.82 2.75 3.36
A3 1.43 1.53 1.91 2.4 2.45 2.51 2.57 2.86 3 3.1
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.2 tersebut maka
analisa dari perlakuan pemberian
volume air setiap varietas A1,A2
dan A3 dari aspek diameter
batang mulai dari minggu ke 18
setelah tanam sampai minggu ke
36 setelah tanam dapat dilihat
atau dibedakan bahwa perlakuan
A2 yang mempunyai diameter
paling besar 3.36 cm dengan
pemberian air dengan dosis 600
ml/hari sedangkan untuk
perlakuan A1 dan A3 diberi
masing-masing dosis dengan
1.000 ml/hari dan 200 ml/hari
dengan lebar diameter batang
yaitu 3.04 cm dan 3.1 cm.
semakin besar diameter batang
tanaman kelapa sawit serta
bertambahnya umur tanaman
akan berpengaruh nyata terhadap
produksi tanaman kelapa sawit
itu sendiri (Yudistina ,dkk,2007).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
10
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
Dia
met
erB
ata
ng(c
m)
MST
A1
A2
A3
Gambar 4.2 Grafik pertumbuhan Diameter Batang
Berdasarkan Gambar 4.2
menunjukkan pertumbuhan pada
diameter batang bibit kelapa
sawit dari minggu 18 setelah
tanam sampai 36 minggu setelah
tanam. Pada tabel diatas terlihat
tidak beraturannya grafik
tersebut di karenakan adanya
perkembangan yang terjadi pada
diameter batang tersebut. Akan
tetapi pada minggu ke 36
perlakuan A2 dengan pemberian
dosis (600 ml/hari) sangat
berbeda nyata akan tetapi
perlakuan A1 dengan dosis
(1000 ml/hari) dan A2 dengan
dosis (600 ml/hari) tidak berbeda
nyata dan terlihat jarak yang
sangat dekat.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
11
Jumlah Daun
Hasil pengamatan dengan
menggunakan analisis statistik
tinggi tanaman (cm) dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Rataan Jumlah daun pada pengamatan 18 – 36 MST (Interval 4
bulan) Taraf
perlakuan Pengamatan (MST)
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
A1 6.7 7.6 8.3 9.3 9.7 11.1 11.8 12.5 13.4 13.5
A2 6.6 7.3 8.2 9.3 9.2 11 11.8 12.8 13.2 13.2
A3 6.6 7.7 8.7 9.4 10.8 11.3 11.6 12.8 13.8 15.2
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.3 tersebut maka
dari data yang di analisa bahwa
tanaman dengan taraf perlakuan
A3 dengan pemberian dosis
sebesar 20% (200 ml/hari) dari
minggu ke 18 sampai dengan
minggu ke 36 setelah tanam
dengan jumlah helai daun 15.22
merupakan jumlah daun yang
tertinggi dan tidak berbeda nyata
dengan taraf perlakuan A1 100%
(1000ml/hari) dengan jumlah
helai daun 13.55 dan demikian
juga dengan taraf perlakuan A2
60% (600ml/air) dengan jumlah
helai daun 13.22. Faktor genetik
menentukan jumlah daun yang
akan terbentuk, oleh sebab itu
sangat penting dalam pembibitan
menggunakan bibit yang
berkualitas, selain faktor genetik
faktor lingkungan juga
berpengaruh terhadap
pertambahan jumlah daun.
Faktor lingkungan yang
berpengaruh yaitu unsur hara
yang tersedia di dalam tanah
(Jauhari A.P, dkk,2017).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
12
Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun
Berdasarkan gambar 4.3
menunjukkan pertumbuhan
jumlah daun bibit kelapa sawit
dari 18 minggu. Setelah tanam
sampai 36 minggu setelah tanam
bahwa tanaman atau taraf
perlakuan A3 20% (200 ml/hari)
mempunyai daun helai dengan
jumlah yang paling tinggi
dengan jumlah helai daun 15.22
dibandingkan dengan perlakuan
A1 100% (1000 ml/hari) dengan
jumlah helai daun 13.55 dan
perlakuan A2 60% (600 ml/hari)
dengan jumlah helai daun 13.22.
Pelepah daun kelapa sawit
mempunyai panjang 7,5-9 meter,
jumlah daun 250-400 helai, helai
daun panjang berkisar antara
125-175 pohon/ha.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
Ju
mla
h D
au
n (
hel
ai)
MST
A1
A2
A3
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
13
Luas Daun (cm²)
Hasil pengamatan dengan
menggunakan analisis statistik
tinggi tanaman (cm) dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 4.4 Rataan Luas daun pada pengamatan 18 – 36 MST (Interval 4
bulan)
Taraf
perlakuan Pengamatan (MST)
18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
A1 62.7 59.2 59.3 60.3 56.9 56.1 55.8 52.6 59.2 57.7
A2 59.5 51.1 56.5 64.6 54.8 58.7 68.4 60.6 59 59.4
A3 60.4 54.6 73.1 56.9 52.9 59.3 53.2 55.4 52.3 53.8
Berdasarkan pada Tabel 4.4
dengan taraf perlakuan A2 60%
(600ml/hari) 18 minggu setelah
tanam sampai dengan 36 minggu
setelah tanam dengan total
jumlah tertinggi yaitu 59.42 cm²
menunjukkan angka yang
tertinggi dan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A1 100%
(1000ml/hari) dengan luas daun
57.73cm² dan A3
20%(200ml/hari) dengan jumlah
luas daun 53.88cm². penggunaan
berbagai media tanam
berpengaruh sangat nyata
terhadap luas daun kelapa sawit
(Spindjung B, dkk,2016). Luas
permukaan daun sangat
berpengaruh terhadap
produktivitas hasil tanaman.
Semakin luas permukaan daun
maka produktivitas hasil
tanaman akan semakin tinggi.
Hal ini terjadi Karena proses
fotosintetis akan berjalan dengan
baik pada jumlah daun yang
banyak, namun luas permukaan
daun yang melebihi titik optimal
justru dapat menyebabkan laju
transpirasi tanaman tinggi,
pemborosan fotosintat untuk
pertumbuhan vegetative daun,
dan penurunan produktivitas
hasil tanaman.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
14
Bobot Kering Akar (g) Berdasarkan hasil pengamatan
uji statistika didapatkan data sebagai
berikut:
Tabel 4.5. Rataan bobot kering akar
Taraf perlakuan Bobot Kering Akar (g)
A1 19.77a
A2 22.11b
A3 31.33c
Keterangan: berdasarkan uji DMRT dengan taraf 5% cekaman kekeringan
berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.5 diatas bahwa
taraf perlakuan A3 20% dengan
bobot kering akar 31.33 g adalah
nilai yang tertinggi dari taraf
yang lainnya. Sedangkan dengan
taraf perlakuan A2 60% yaitu
22.11 g dan untuk taraf
perlakuan A1 100% yaitu 19.77
g. Perlakuan media tanam yang
diberikan berpengaruh nyata dan
mempunyai karakteristik
pertumbuhan yang berbeda-beda
pada masing-masing peubah
amatan. Hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan
media tanam berpengaruh nyata
terhadap bobot kering akar
(Nasution, H.H,dkk,2014).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
15
Gambar 4.5 grafik bobot kering akar
Berdasarkan pada grafik Tabel
diatas dapat dilihat bahwa taraf
perlakuan A3 20% memiliki
bobot kering akar terbesar yaitu
31.33g sedangkan A2 dengan
nilai 60% mempunyai nilai
22.11g dan taraf perlakuan A1
dengan nilai 100% mempunyai
nilai 19.77 g.
0
5
10
15
20
25
30
35
A1 A2 A3
Bob
ot
Ker
ing A
kar
(g)
Taraf perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
16
Bobot Kering Tajuk (g) Berdasarkan uji statistika
didapatkan bahwa data sebagai
berikut:
Tabel 4.6 Rataan bobot kering tajuk.
Taraf perlakuan Bobot Kering Tajuk (g)
A1 233
A2 194
A3 195
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.6 maka didapatkan
bahwa tanaman dengan taraf
perlakuan A1 100% dengan
bobot kering tajuk sebesar
233.00 g menunjukkan bahwa
angka yang tertinggi dari taraf
perlakuan A2 60% dengan bobot
kering tajuk sebesar 194.00 g
dan taraf perlakuan A3 20%
dengan bobot kering tajuk
sebesar 195.00 g.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
17
Gambar 4.6 Grafik bobot kering tajuk
Berdasarkan pada tabel 4.6
diatas menunjukkan bahwa
bobot kering tajuk kelapa sawit
pada taraf perlakuan A1 100%
dengan berat bobot kering tajuk
sebesar 233 g menunjukkan
angka yang tertinggi dengan
taraf perlakuan lainya,
sedangkan taraf perlakuan A2
dengan bobot kering tajuk 194 g
dan taraf perlakuan A3 dengan
bobot kering tajuk 195 g.
Menurut (Aryanti,M,dkk,2018)
bahwa bobot kering tajuk lebih
dipengaruhi oleh penyiraman
dibandingkan komposisi media
tanam.
0
50
100
150
200
250
A1 A2 A3
Bob
ot
Ker
ing T
aju
k (
g)
Taraf perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
18
Volume Akar (cm³)
Berdasarkan uji statistika
didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.7 Rataan volume akar
Taraf perlakuan Volume Akar (cm³)
A1 111.11
A2 95.56
A3 87.78
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.9 diatas bahwa A1
100% memiliki nilai yang
tertinggi yaitu 111.11 cm³
sedangkan taraf perlakuan A2
60% memiliki nilai 95.56 cm³
dan taraf perlakuan A3 20%
memiliki nilai 87.78 cm³.
pemanjangan akar merupakan
salah satu mekanisme
pertahanan bibit kelapa sawit
dalam menghadapi cekaman
kekeringan (Palupi, dan
Yopi,2008). Panjang akar
berkaitan dengan ketahanan
tanaman pada saat tercekam
kekeringan. Tanaman pada
kondisi tercekam kekeringan
akan cenderung memperpanjang
akarnya sampai ke lapisan tanah
yang tersedia cukup air.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
19
Gambar 4.7 Grafik Volume Akar
Berdasarkan pada Tabel 4.7
diatas A1 100% memiliki
volume akar yang tertinggi yaitu
111.11 cm³ sedangkan taraf
perlakuan A2 60% memiliki
nilai 95.56 cm³ dan taraf
perlakuan A3 20% memiliki
nilai 87.78 cm³.
0
20
40
60
80
100
120
A1 A2 A3
Volu
me
Ak
ar
(cm
³)
Taraf Perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
20
Panjang Akar (cm) Berdasarkan uji statistika
didapatkan data dibawah ini:
Tabel 4.8 Rataan Panjang Akar (cm)
Taraf perlakuan Panjang Akar (cm)
A1 76.3
A2 67.9
A3 55.39
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.8 diatas pada
bahwa A1 100% memiliki nilai
yang tertinggi yaitu 76.3 cm
sedangkan taraf perlakuan A2
60% memiliki nilai 67.9 cm dan
taraf perlakuan A3 20%
memiliki nilai 55.39 cm. Secara
umum, semakin dalam lapisan
tanah maka produksi akar
semakin menurun. Hal tersebut
dapat disebabkan karena
kandungan unsur hara paling
banyak berada pada lapisan atas,
dan kandungan tersebut semakin
berkurang dengan semakin
turunnya lapisan tanah (Sutarta
,dkk.2014).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
21
Gambar 4.8 Grafik Panjang Akar
Berdasarkan gambar grafik di
atas bahwa nilai yang tertinggi
adalah A1 100% dengan nilai
76.3 sedangkan A2 60%
memiliki nilai 67.9 dan taraf
perlakuan A3 20% memiliki
nilai 55.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
A1 A2 A3
Pan
jan
g A
kar
(cm
)
Taraf Perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
22
Jumlah Akar Hasil pengamatan jumlah akar
dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9 Rataan jumlah akar
taraf perlakuan Jumlah Akar
A1 19.44
A2 16.55
A3 19.5
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.9 di atas bahwa
taraf perlakuan A3 yaitu 20%
dengan jumlah akar 19.5
menunjukkan angka yang
tertinggi dan tidak berbeda
nyata dengan A1 yaitu 100%
dengan angka 19.44 dan taraf
perlakuan A2 60% 16.55.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
23
Gambar 4.9 Grafik Rataan Jumlah Akar
Berdasarkan Tabel 4.11.
menunjukkan rataan jumlah akar
bibit kelapa sawit bahwa pada
taraf perlakuan A3 20% dengan
nilai yang tertinggi yaitu 19.5
dan taraf perlakuan A1 100%
memiliki nilai 19.44 dam taraf
perlakuan A2 60% memiliki
nilai 16.55.
15
15.5
16
16.5
17
17.5
18
18.5
19
19.5
20
A1 A2 A3
Ju
mla
h A
kar
Taraf perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
24
Jumlah Stomata Hasil pengamatan jumlah
stomata dapat dilihat pada tabel
4.10
Tabel 4.10 Rataan jumlah Stomata
Taraf perlakuan Jumlah Stomata
A1 76.11
A2 71.44
A3 77.78
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.10 bahwasanya
taraf perlakuan A3 20%
memiliki nilai yang tertinggi
yaitu 77.78 sedangkan taraf
perlakuan A1 100% dan A2 60
% adalah 76.11 dan 71.44.
Stomata tetap membuka untuk
mengurangi gangguan
metabolisme bibit kelapa sawit
yang mengalami cekaman
kekeringan (Dewi Y. A,
dkk.2014). Stomata berperan
pada proses fotosintesis yang
berkaitan dengan suplai CO2
dari lingkungan. Stomata yang
membuka lebar mampu
meningkatkan laju difusi CO2
dari atmosfer ke dalam
jaringan daun sehingga
mendukung peningkatan laju
fotosintesis.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
25
Gambar 4.10 Grafik Rataan jumlah Stomata
Berdasarkan gambar 4.10
menunjukkan rataan jumlah
stomata bahwa taraf perlakuan
A3 20% dengan nilai tertinggi
77.78 sedangkan taraf
perlakuan A1 100% dengan
nilai 76.11 dan taraf perlakua
A2 60% dengan nilai 71.44.
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
A1 A2 A3
Ju
mla
h S
tom
ata
Taraf perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
26
Jumlah Klorofil (CCl) Berdasarkan uji statistika
didapatkan data seperti
dibawah ini:
Tabel 4.11 Jumlah Klorofil (CCl)
taraf perlakuan Jumlah Klorofil (CCl)
A1 54.4
A2 39.3
A3 45.5
Keterangan : berdasarkan uji DMRT dengan taraf 5% , cekaman kekeringan
mempengaruhi jumlah klorofil daun,huruf yang berbeda pada kolom
berbeda menyatakan beda nyata.
Berdasarkan data yang terdapat
pada Tabel 4.11 diatas bahwa
taraf perlakuan A1 100%
memiliki nilai tertinggi yaitu
54.4 CCIdan sedangkan pada
taraf perlakuan A3 45.5CCI
memiliki nilai 45.5CCI dan
taraf perlakuan A2 60% yaitu
39.3CCI. Klorofil dapat
menampung cahaya yang
diserap oleh pigmen lainnya
melalui fotosintesis, sehingga
klorofil disebut sebagai pigmen
pusat reaksi fotosintesis (Bahri,
2010).
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
27
Gambar 4.11 Grafik Jumlah Klorofil
Berdasarkan pada Tabel 4.11
diatas bahwasanya pada taraf
perlakuan dengan nilai
tertinggi yaitu A1 100%
dengan nilai 54.4 CCI
sedangkan taraf perlakuan A3
20% memiliki nilai 45.5 CCI
dan taraf perlakuan A2 60%
memiliki nilai 39.3 CCI.
0
10
20
30
40
50
60
A1 A2 A3
Ju
mla
h k
loro
fil
(CC
I)
Taraf perlakuan
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
28
KESIMPULAN
Perlakuan dosis penyiraman
berbeda nyata pada tinggi
tanaman ,jumlah
daun,diameter batang, bobot
kering akar, panjang akar,
jumlah akar, bobot kering
tajuk. Namun tidak
berbedanyata terhadap jumlah
stomata dan jumlah klorofil.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti M. Dewi R.I, dan Chandra
A.Y,.2018. Pertumbuhan
Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.)
Dengan Komposisi
Media Tanam Dan
Interval Penyiraman
Yang Berbeda.
Arsyad A. R,Juenedi H. dan Fani Y.
2012. Pemupukan Kelapa Sawit
Berdasarkan
Potensi Produksi Untuk
Meningkatkan Hasil
Tandan Buah
Segar(TBS). Jurnal
Penelitian Universitas
Jambi. Volume 14
Nomer 1. Hal 29 -36.
Januari – Juni 2012.
Aryanti M. Natali G. dan Suherman
C. 2017. Respons
Pertumbuhan Bibit
Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.)
terhadap Pemberian
Pupuk Organik Asal
Pelepah Kelapa Sawit
dan Pupuk Majemuk
NPK. Jurnal Agrikultura
2017, 28 (2): 64-67 ISSN
0853-2885.
Bahri, S. 2010. Klorofil. Diktat
Kuliah Kapita Selekta
Kimia Organik.
Universitas Lampung.
Dewi Y. A. Putra Susila T. E.,
Trisnowati S. 2014.
Induksi Ketahanan
Kekeringan Delapan
Hibrida Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.)
dengan Silika.
Vegetalika Vol.3 No.3,
2014 : 1 – 13.
Hetharie, H. Wattimena
G.,Tenawidjaya S.,
Aswidinoor H., Mathius
N. T dan Ginting G. 2007.
Karakteristik Morfologi
Bunga dan Buah
Abnormal Kelapa Sawit
Hasil Kultur Jaringan. Bul.
Agron. (35)(1)50.2007.
Jauhari A. P, Armini., Ikhsan A.
2017. Response Of Pre
Nursery Oil Palm
Seedlings (Elaeis
guineensis Jacq.) Toward
Sludge And
Supplementary Liquid
Fertilizer (PPC) On
Ultisol. JOM Faperta UR
Vol.4 No.2 Oktober 2017
Mangoensoekarjo. dan Semangun H.
2008. Manajemen
Agrobisnis Kelapa Sawit.
Gaja Mada Universitas
Press. Yogyakarta.
Jurnal Penelitian Jurnal Agro Estate
29
Maryani T. A. 2012 Pengaruh
Volume Pemberian Air
Terhadap Pertumbuhan
Bibit Kelapa Sawit Di
Pembibitan Utama . ISSN :
2302 – 6472. Vol 1 no 2.
April – Juni 2012.
Mathius N. T, Wijayana G., Guharya
E., Awidinoor H., Yahya S
dan Subroto. 2001. Respon
Tanaman Kelapa Sawit
Terhadap Cekaman
Kekeringan. Menara
Perkebunan, 2001,
69(2),29-45.
Nasution H. H, Hanum C dan Lahay
R. R Jurnal Online
Agroekoteknologi . ISSN
No. 2337- 6597 Vol.2,
No.4 : 1419 - 1425
September 2014.
Nasution H. S, Hanum C dan Ginting
J. Jurnal Online
Agroekoteknologi . ISSN
No. 2337- 6597 Vol.2,
No.2 : 691- 701, Maret
2014.
Palupi E. R dan Dedy W. 2008
Kajian Karakter Ketahan
Terhadap Cekaman
Kekeringan Pada Beberapa
Genoupe Bibit Kelapa
Sawit. Bul Agron(36)(1)
24 – 32. 2008.
PUSDATIN. (Pusat Data Dan
Informasi Pertanian).
2013. Informasi Ringkas
Komoditas Perkebunan
Kelapa Sawit, No. 01/01/I.
Januari 2013.
Rini M. V dan Efriani U. 2016
Respon Bibit Kelapa Sawit
Terhadap Pemberian Fungi
Mikoriza Arbuskular Dan
Cekaman Air. Menara
Perkebunan 2016, 84(2),
107 – 116.
Sasongko E, P. 2010 Studi
Kesesuaian Lahan
Potensial Untuk Tanaman
Kelapa Sawit di
Kabupaten Blitar. Jurnal
Pertanian MAPETA, ISS :
1411 – 2817, Vol. XII. 2.
April 2010 : 72 – 144.
Sepindjung B., Hanan R dan Andrian
F. 2016.Respon
Pertumbuan Bibit Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) Pada Berbagai
Perbandingan Media
Tanaman Di Pre Nursery.
Vol 1 No. 1 Januari – Juni
2016.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit
Teknik Budidaya Panen
Dan Pengolahan.
Yogyakarta, Kanisius.
Solihatun F., Putra S dan Kastono D.
2014. Industri Ketahanan
Kekeringan Delpan
Hibrida Kelapa Sawit.
Vegetalika Vol.3 No.3
2014 : 14 – 26.
Yudistina V, Santoso M dan Aini N,
Program Studi Menejemen
Produksi Tanaman
Program Pasca Sarjana
Fakultas
Pertanian,Universitas