Post on 24-Mar-2019
i
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………….. i
Daftar Isi ………………………………………………………………..…… ii
PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
PETUNJUK BELAJAR ……………………………………...................... 1
CAPAIAN PEMBELAJARAN ………...................................................... 2
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN.......................................................... 2
URAIAN MATERI……………………………........................................... 2
A. Pengertian Bencana ………………………………………………………….. 2
B. Jenis-jenis Bencana…………………………………………………………… 7
1. Gempa Bumi……………………………………………………………….. 7
2. Tsunami……………………………………………………………………. 9
3. Gunung Api………………………………………………………………… 11
4. Banjir……………………………………………………………………….. 12
5. Kekeringan…………………………………………………………………. 14
6. Angin topan ……………………………………………………………….. 16
7. Tanah longsor……………………………………………………………… 18
C. Manajemen dan Mitigasi Bencana Alam........................................................ 19
1. Manajeman Bencana. ………………………………………………………. 19
2. Mitigasi Bencana…………………………………………………………….. 21
RANGKUMAN ……………………………………………………………. 31
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 32
1
BIDANG KAJIAN :LITOSFER DAN DINAMIKANYA
MODUL 12 : BENCANA ALAM
PENDAHULUAN
Berbagai bencana alam telah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk
Indonesia. Gempa bumiyang disertai tsunami di Aceh pada tahun 2004 yang menelan
korban iwa sekitar 200.000 orang menunjukkan bahwa bencana alam perlu
memperoleh perhatian secara khusus. Besarnya korban jiwa pada peristiwa tersebut
menunjukkan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap potensi ancaman bencana
yang ada di wilayahnya. Akibatnya ketika terjadi bencana, masyarakat tidak siap
untuk mengantisipasinya. Bencana alam akan terus terjadi dan pada umumnya tidak
bisa dicegah. Oleh karena itu pengetahuan mengenai berbagai macam bencana alam
perlu dipahami agar upaya pengurangan resiko bencana dapat diminimalisir.
Modul 12 ini membahas mengenai bencana alam dan usaha-usaha yang
dapat dilakukan untuk mengurangi resiko yang mengkin terjadi. Di daam modul ini
juga memuat tugas untuk mengobservasi dan menganalisis bentuk-bentuk bencana
alam yang berpotensi menjadi ancaman di wilayah Anda. Selanjutnya rumuskanlah
usaha mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan resiko yang
mungkin ditimbulkannya. Pada akhir modul terdapat tes formatif yang harus
dikerjakan. Skor yang diperoleh dari soal-soal formatif tersebut menggambarkan
penguasaan materi modul 12 mengenai bencana alam.
PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah modul ini sebaik-baiknya dengan cermat
2. Untuk memperkaya penguasaan materi, sebaiknya Anda mengkaji materi yang
relevan dari sumber-sumber yang lain.
3. Setelah membaca kerjakan latihan soal pada bagian akhir modul ini dan
cocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia. Belajar Anda diangap tuntas
jika minimal skor yang saudara peroleh 70 (minimal 7 soal harus dijawab
dengan benar).
2
4. Jika Saudara mendapatkan skor kurang dari 70 maka saudara dinyatakan
belum tuntas.
5. Jika belum tuntas dalam belajar modul ini, jangan beralih ke modul berikutnya
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Dalam substansi keilmuan, setiap guru Geografi wajib menguasai pengetahuan
Geografi yang setara dengan pengetahuan Geografi yang dikuasai oleh Sarjana
Geografi.
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Peserta mempunyai pengetahuan tentang bencana dan usaha-usaha mitigasi untuk
mengurangi resiko bencana.
URAIAN MATERI
A. Pengertian Bencana
Berdasarkan Undang–undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, didefinisikan bahwa bencana sebagai peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa hal yang penting untuk
diperhatikan, yaitu sebagai berikut. (1) Bencana merupakan peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda , dan dampak psikolologis. (2) Bencana dapat ditimbulkan oleh faktor
alam, faktor nonalam, dan faktor manusia. Korban jiwa dan dampak yang lain
sebagai akibat bencana bukan saja oleh kekuatan bencana itu sendiri, namun juga
oleh faktor manusia yang tinggal di daerah yang terdampak oleh bencana tersebut.
Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia masih belum memiliki pengetahuan yang memadahi terhadap potensi
bencana yang secara karakteristik ada diwilayahnya. Korban yang diakibatkan
gempabumi yang disertai tsunami yang sedemikian banyak, demikian juga
3
dengan tanah longsor yang setiap musim hujan selalu menelan korban, baik jiwa
maupun harta menunjukkan bukti mengenai hal itu.
Beberapa tahun terakhir serangkaian gempa dan tsunami telah melanda
wilayah Indonesia. Gempa yang disertai tsunami, secara berturut-turut terjadi di
Flores tahun 1992, Banyuwangi tahun 1994, Biak tahun 1996, Halmahera tahun
1998, Aceh tahun 2004, Nias 2005, dan Pangandaran 2006. Seluruh kejadian
tsunami selalu menelan korban jiwa. Bahkan tsunami yang terjadi di Aceh pada
tahun 2004 diperkirakan menelan korban jiwa mencapai 200.000 orang.
Banyaknya korban jiwa akibat bencana tsunami menunjukkan bahwa
pemahaman masyarakat tentang tsunami masih kurang, sehingga kewaspadaan
terhadap bencana tersebut masih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Poniman
dan Suprajaka (2005) yang menyatakan bahwa orang Indonesia yang memiliki
pengetahuan atau informasi mengenai tsunami masih jarang.
Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Prasetyo dan Warsono (2000) di
daerah yang pernah dilanda tsunami, yaitu di Pantai Pancer, kabupaten
Banyuwangi, menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal di wilayah tersebut
tidak mengenal tsunami. Mereka baru mengenal tsunami setelah wilayah mereka
dilanda bencana tsunami, yaitu pada tahun 1994. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika bencana yang terjadi pada saat itu menelan korban yang
cukup banyak, yaitu sebanyak 377 orang.
Tsunami di Aceh tidak akan mencapai 200.000 jika penduduk Banda Aceh
telah memahami tsunami, atau menyadari bahwa mereka tinggal di wilayah yang
potensial mengalami bencana tsunami.
Sejalan dengan penelitian Prasetyo dan Warsono, pendapat Poniman dan
Suprajoko, penelitian Daryono, dkk (2009), menunjukkanhasil yang serupa.
Sebagian besar penduduk (91,4 %) di Kecamatan Watulimo, Kabupaten
Trenggalek yang tinggal di teluk yang rawan terhadap bencana
tsunamimenyatakan bahwa daerah mereka aman terhadap ancaman tersebut.
Alasan yang dikemukakan oleh sebagian besar responden adalah bahwa
sepengetahuan mereka selama ini dan sebelumnya daerah mereka tidak pernah
mengalami tsunami. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan penduduk
mengenai potensi ancaman bencana tsunami di wilayahnya masih sangat kurang.
4
Gambar : 1. Sistem Peringatan Dini Bencana Tsunami di desa Watulimo(Daryono, 2009).
Pengetahuan penduduk terhadap potensi ancaman/bahaya bencana akan
mempengaruhi persepsi mereka terhadap bencana tersebut. Perasaan aman tinggal
di daerah yang sebenarnya rawan terhadap ancaman bencana mengandung
resiko yang sangat besar. Karena dengan perasaan aman masyarakat akan
kehilangan kewaspadaan terhadap kemungkinan timbulnya bencana yang
sewaktu-waktu bisa terjadi di wilayah tersebut.
Di Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek telah terpasang system
peringatan dini untuk bencana tsunami. Ironisnya tidak satupun warga yang
mengenali alat sesuai fungsinya. Warga hanya mengenal alat tersebut sebagai
stasiun pasang surut sebagai mana yang tertulis, tetapi tidak tahu untuk apa
fungsinya. Mereka tidak paham arti tulisan tsunami early warning system pada
bangunan tersebut.
Dampak suatu bencana diukur berdasarkan jumlah korban jiwa, kerusakan,
atau kerugian yang ditimbulkannya. Resiko suatu bencana ditentukan oleh
variabel-variabel sebagai berikut (1) ancaman/ bahaya (hazard), (2)kerentanan
(vulnaribility), dan (3) kapasitas (capacity).
5
1. Ancaman/bahaya (Hazard)
Ancaman atau bahaya merupakan kondisi atau situasi yang memiliki
potensi yang menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang,
harta benda, fasilitas, maupun lingkungan.
2. Kerentanan (Vulnaribility)
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menyebabkan menurunnya
kemampuan seseorang atau masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan
hidup, atau merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat anatara lain
dipengaruhi oleh keadaan infrastruktur dan kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya yang antara lain meliputi tingkat pendidikan, tingkat ekonomi,
kepercayaan. Jeleknya infra struktur, rendahnya tingkat pendidikan dan
tingginya tingkat kemiskinan akan menyebabkan tingkat kerentanan suatu
wilayah akan semakin tinggi.
3. Kapasitas (Capacity)
Kapasitas merupakan kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap
individu dan lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi,
siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana dengan cepat.
Berdasarkan tiga variabel di atas, resiko bencana (Risk) dapat diperkirakan.
Risiko bencana merupakan interaksi antara tingkat kerentanan dengan bahaya
yang ada. Ancaman bahaya yang berasal dari alam sifatnya tetap karena
merupakan proses yang terjadi secara alamiah. Oleh karena itu untuk
memperkecil resiko bencana yang ditimbulkan adalah dengan cara meningkatkan
kemampuan untuk menghadapi ancaman bencana dengan cara mengurangi tingkat
kerentanan.
Berdasarkan tiga variabel di atas, penilaian resiko bencana di suatu
wilayah dapat diformulasikan sebagai berikut.
R = H x V
C
Keterangan:
R = Risk (Resiko)
H = hazard (Ancaman)
V = Vulnaribility(kerentanan)
6
C = Capacity (Kapasitas)
Kapasitas memiliki peranan yang sangat penting dalam mengurangi resiko.
Hal ini dibuktikan ketika pada tahun 1976 gempa dengan kekuatan 7,2 skala
Richter melanda kota San Fransisco yang padat penduduk. Pada saat itu korban
yang jatuh sebanyak 62 orang jiwa. Pada tahun 1990, Iran diguncang gempa
dengan kekuatan 7,3 skala Ricter, namun korban yang jatuh jauh lebih besar
daripada gempa di San Fransisco, yaitu sebayak 50.000 jiwa. Hal ini bisa terjadi
karena masyarakat di San Fransisco telah menyadari bahwa wilayah mereka
rawan terhadap ancaman bencana gempa bumi, sehingga bangunan tempat tingal
mereka telah dirancang untuk mengantisipasi bencana yang mungkin akan terjadi.
Ada dua kondisi yang menyebabkan bencana dapat terjadi, yaitu adanya
peristiwa yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)
masyarakat. Bencana tidak akan muncul ketika peristiwa/ ancaman tersebut terjadi
tetapi masyarakat dalam kondisi tidak rentan,sehingga dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu tersebut. Bencana juga tidak akan terjadi meskipun
kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam.
B. Jenis-jenis Bencana
Dalam UU No 24 Tahun 2007 dinyatakan ada tiga jenis bencana, yaitu
meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Masing-masing
jenis bencana didefinisikan sebagai berikut. (1) Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (2) Bencana nonalam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (3)
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN
– ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang
dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya
7
biologi, bahaya teknologi, dan penurunan kualitas lingkungan.Sesuai judul modul
ini, yang akan dibahas adalah khusus bencana alam. Menurut UU No 24 Tahun
2007,bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
1. Gempa Bumi.
Pengertian, faktor-faktor penyebab, dan konsep-konsep yang terkait
dengan gempa bumi telah dijelaskan pada Modul 10 mengenai Tenaga
Endogen. Terkait dengan gempa bumi sebagai salah satu ancaman bencana,
keberadaannya tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi (unpredictable). Oleh
karena itu dampak yang ditimbulkan pada umumnya lebih serius dibandingkan
dengan bencana alam lain yang kejadiannya bisa diprediksi sebelumnya.
Beberapa bencana gempa bumi yang banyak menelan korban antara lain
gempa di Tangshan Cina yang terjadi pada tahun 1976 menelan korban
sebanyak 240.000 jiwa, gempa di Iran pada tahun 1968 sebanyak 12.000 jiwa
dan pada tahun 1990 sebanyak 50.000 jiwa, Peru pada tahun 1970 sebanyak
70.000 jiwa.
Dampak yang ditimbulkan oleh gempa dapat dibedakan menjadi dampak
primer, skunder, dan dan tertier. Dampak primer adalah dampak yang terjadi
akibat proses bencana secara langsung, yaitu berupa getaran kuat yang
menghancurkan bangunan atau merusak infrastruktur. Dampak sekunder
merupakan dampak lebih lanjut akibat dampak primer misalnya gempa
menyebabkan terjadinya tsunami, tanah longsor, kebakaran hebat, hancurnya
pusat tenaga listrik, kebocoran reaktor nuklir, dll. Dampak tersier merupakan
dampak jangka panjang misalnya hancurnya habitat pantai atau rusaknya air
tanah akibat tsunami.
8
Gambar 2: Akibat gempa di Yogyakata pada tahun 2006(https://blog.act.id/kata-sultan-hb-x-tentang-sesar-opak-pemicu-gempa-jogja-mei-2006)
San Fransisco, sebuah kota di Amerika Serikat dikenal sebagai wilayah
yang rawan terhadap ancaman bencana gempa bumi. Para ahli di sana
berusaha untuk meneliti patahan San Andreas yang menjadi penyebab
ancaman gempa di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penelitiannya, para ahli
kemudian merancang instrumen yang diharapkan dapat meberikan peringatan
dini ketika gempa akan terjadi. Namun ternyata alat peringatan dini yang
telah dirancang tidak berfungsi ketika gempa tiba-tiba terjadi. Sampai saat ini
para ahli belum mampu merancang alat yang dapat digunakan untuk
mendeteksi secara dini terhadap ancaman bencana tsunami. Oleh karena itu,
kapan dan dimana gempa akan terjadi masih merupakan misteri yang belum
dapat diprediksi. Pada tahun 2006 Daerah Yogyakarta dilanda gempa bumi
yang banyak menimbulkan korban jiwa dan harta (Gambar No. 2)
2. Tsunami
Pengertian, faktor-faktor penyebab, dan konsep-konsep yang terkait
dengan tsunami telah dijelaskan pada Modul 10 mengenai Tenaga Endogen.
Meskipun ada beberapa faktor penyebab terjadinya tsunami, namun yang
paling sering terjadi, termasuk di Indonesia, diakibatkan oleh gempabumi.
9
Beberapa tsunami yang terjadi di Banyuwangi (1994), Biak (1996), Flores
(2002), Aceh (2004), Nias (2005), dan Pangandaran (2006), secara keseluruhan
disebabkan karena adanya aktivitas seismik. Tsunami di aceh menimbulkan
korban jiwa yang sangat banyak, diperkirakan mencapai 200.000 orang dan
sebagian besar bangunan yang dekat pantai rata dengan tanah (Gambar No 3)
Bagi Indonesia, terjadinya tsunami sangat erat kaitannya dengan
gempabumi. Hal ini disebabkan karena secara geologis Indonesia berada
dalam zone aktivitas tumbukan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo
Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Batas antar lempeng ini
menyebabkan deformasi yang mengakibatkan terjadinya aktivitas tenaga
endogen. Salah satu bentuk aktivitas tenaga endogen yang ditimbulkan oleh
aktivitas tumbukan lempeng tersebut adalah terjadinya gempa bumi.
Gambar 3: Tsunami di Aceh tahun 2004, hanya bangunan masjid yang tersisa(https://www.thenational.ae/world/asia/how-indonesian-mosques-survived-the-tsunami-1.636974)
Meskipun ada beberapa faktor penyebab terjadinya tsunami, namun yang
paling sering terjadi, termasuk di Indonesia, diakibatkan oleh gempabumi.
Beberapa tsunami yang terjadi di Banyuwangi (1994), Biak (1996), Flores
(2002), Aceh (2004), Alor (2004), Nias (2005), dan Pangandaran (2006), secara
keseluruhan disebabkan karena adanya aktivitas seismik.
10
Bagi Indonesia, terjadinya tsunami sangat erat kaitannya dengan
gempabumi. Hal ini disebabkan karena secara geologis Indonesia berada
dalam zone aktivitas tumbukan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo
Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Batas antar lempeng ini
menyebabkan deformasi yang mengakibatkan terjadinya aktivitas tenaga
endogen, salah satu di antaranya gempa bumi. Oleh karena itu wilayah pantai
Indonesia yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik secara keseluruhan rawan terhadap ancaman bencana tsunami.
Lempeng Indo-Australia terus bergerak kearah lempeng Eurasia dengan
kecepatan 7 cm/tahun (Simanjuntak, 2004:28). Karena gerakan tersebut
terjadi secara terus menerus, maka suatu saat tidak lagi dapat ditoleransi oleh
kelenturan kerak bumi. Jika ini yang terjadi, maka akan timbullah deformasi
atau patahan pada kerak bumi. Deformasi pada kerak bumi ini dapat
menimbulkan terjadinya gempa bumi yang diantaranya ada yang berpotensi
menimbulkan tsunami.
Secara keseluruhan kejadian tsunami di Indonesia telah menimbulkan
korban manusia baik meninggal, hilang maupun luka-luka. Tsunami juga
menyebabkan kerugian materiil berupa rusaknyanya berbagai bangunan dan
infrastruktur seperti hancurnya pelabuhan, sekolah, rumah, prasarana jalan,
jembatan, jaringan telpon, listrik, saluran air bersih dan berbagai harta benda.
3. Gunung Api
Gunung api adalah permukaan bumi yang lebih tinggi dari sekitarnya
sebagai hasil akumulasi material yang dikeluarkan oleh gnung api saat
bererupsi. Ketika gunung api meletus ada tiga jenis material yang dihasilkan,
yaitu material padat, cair dan gas. Secra lebih mendalam mengenai konsep-
konsep yang terkait dengan gunung api telah dijelaskan pada Modul 10
mengenai Tenaga Endogen.
Bagi manusia, keberadaan gunung api dapat memberikan berkah dan
sekaligus merupakan ancaman bencana bagi kehidupan manusia.
Mendatangkan berkah karena erupsinya akan menghasilkan tanah yang subur,
berbagai macam bahan tambang, sebagai kawasan tangkapan hujan,
11
mepciptakan panorama alam yang indah sehingga menarik sebagai daerah
wisata, dan lain-lain. Di balik itu, keberadaan gunung apiyang masih aktif
memiliki potensi sebagai sumber ancaman bencana, karena sewaktu-waktu bisa
bererupsi.
Bencana akibat letusan gunung apitelah memiliki sejarah yang panjang dan
banyak diantaranya yang menimbulkan korban jiwa dan hartabenda yang
sangat besar. Letusan gunung Visuvius di Itali pada tahun 79 menimbulkan
korban yang sangat besar. Seluruh penduduk yang tinggal di kota Pompeii
tewas terkubur oleh material yang dikeluarkan saat bererupsi. Di Indonesia,
bencana letusan gunung api yang menelan korban banyak antara lain Tambora
(tahun 1815), menelan korban lebih dari 71.000 jiwa, Krakatau (1883) sekitar
30.600 jiwa, Kelud (1919) dengan letusan yang menghasilkan lahar panas
menewaskan lebih 5000 jiwa.
Material yang dihasilkan gunung saat bererupsi tidak hanya menimbulkan
korban jiwa manusia, tetapi juga merusak infastruktur, merusak lahan pertanian
dan sebagainya. Letusan gunung api yang muncul dari dasar laut, ketika
meletus dapat memicu munculnya bencana tsunami. Korban dari letusan
gunung kelud bukan karena akibat langsung dari letusan tersebut, tetapi karena
tsunami yang ditimbulkan.
4. Banjir
Banjir adalah peristiwa tergenangnya daratan oleh aliran air yang
berlebihan.Banjir dapat terjadi ketika sungai atau saluran tidak lagi mampu menampung
air yang ada di suatu wilayah sehingga terjadi genangan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir, antara lain karena
adanya curah hujan yang tinggi, penebangan hutan di daerah tangkapan hujan,
jeleknya sistem drainase, permukiman di bantaran sungai, tata ruang wilayah yang
tidak baik, bendungan yang jebol, dan lain-lain. Dari faktor-faktor penyebab
tersebut dapat diketahui bahwa banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam
tetapi juga oleh faktor manusia.
Banjir dapat merupakan bencana karena dapat menyebabkan terjadinya
korban secara langsung seperti yang terjadi pada banjir bandang. Banjir yang
berupa genangan dapat
struktur, menyebarnya berbagai penyakit, dan lain
Keberadaan air di bumi merupakan salah sat
kehidupan.Tumbuh
air.Bagi manusia, kebutuh
Air bagi manusia dibutuhkan dalam hampir setiap aspek kehidupan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan minum, mandi, mencuci, usaha pertanian, industri, dan
juga menjadi sarana transportasi. Daerah
masih banyak menggunakan jalur lalu lintas air/sungai sebagai sarana
transportasi. Di Banjarmasin Kalimantan Selatan,
tempat untuk berjual be
Air juga dapat dimanfaatkan sebag
listrik tenaga air (PLTA). Keuntungan dari pembangkit listrik tenaga air ini
adalah murah, bersih dan tidak menimbulkan polusi.Di
menjadi ancaman bagi kehidupan manusia jika keberadaannya berlebih. Banjir
bandang di beberapa tempat
utara tahun 2003 menelan korban jiwa sebanyak sekitar 129 orang,
Jawa Timur 2016 se
orang, dan di Tangse, Aceh menelan korban sebanyak 24 jiwa.
Gambar 4:
12
berupa genangan dapat menyebabkan rusaknya lahan pertanian, rusaknya infra
struktur, menyebarnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
Keberadaan air di bumi merupakan salah sat
.Tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia semuanya memerlukan
Bagi manusia, kebutuhan air lebih penting daripada makluk hidup yang lain.
Air bagi manusia dibutuhkan dalam hampir setiap aspek kehidupan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan minum, mandi, mencuci, usaha pertanian, industri, dan
juga menjadi sarana transportasi. Daerah-daerah pedalaman di Kalimantan
masih banyak menggunakan jalur lalu lintas air/sungai sebagai sarana
transportasi. Di Banjarmasin Kalimantan Selatan, sungai digunakan sebagai
tempat untuk berjual beli yang dikenal dengan Pasar Apung.
Air juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit energi, yaitu pembangkit
listrik tenaga air (PLTA). Keuntungan dari pembangkit listrik tenaga air ini
adalah murah, bersih dan tidak menimbulkan polusi.Di
menjadi ancaman bagi kehidupan manusia jika keberadaannya berlebih. Banjir
bandang di beberapa tempat antara lain di Bukit Lawang, Langkat Sumatera
hun 2003 menelan korban jiwa sebanyak sekitar 129 orang,
Jawa Timur 2016 sebanyak 51 orang, Wasior Papua 2010 sebanyak 158
, dan di Tangse, Aceh menelan korban sebanyak 24 jiwa.
Gambar 4: Banjir di Garut pada tahun 2016, akibatCimanuk.
(https://www.winnetnews.com/post/ini-utama-banjir-bandang-dahsyat-di-garut)
menyebabkan rusaknya lahan pertanian, rusaknya infra
Keberadaan air di bumi merupakan salah satu kunci adanya
tumbuhan, hewan dan manusia semuanya memerlukan
an air lebih penting daripada makluk hidup yang lain.
Air bagi manusia dibutuhkan dalam hampir setiap aspek kehidupan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan minum, mandi, mencuci, usaha pertanian, industri, dan
laman di Kalimantan
masih banyak menggunakan jalur lalu lintas air/sungai sebagai sarana
sungai digunakan sebagai
ai pembangkit energi, yaitu pembangkit
listrik tenaga air (PLTA). Keuntungan dari pembangkit listrik tenaga air ini
adalah murah, bersih dan tidak menimbulkan polusi.Di sisi lain, air bisa
menjadi ancaman bagi kehidupan manusia jika keberadaannya berlebih. Banjir
antara lain di Bukit Lawang, Langkat Sumatera
hun 2003 menelan korban jiwa sebanyak sekitar 129 orang, di Jember,
banyak 51 orang, Wasior Papua 2010 sebanyak 158
, dan di Tangse, Aceh menelan korban sebanyak 24 jiwa.
Banjir di Garut pada tahun 2016, akibat rusaknya DAS
-penyebab-)
13
Banjir tidak hanya terjadi di wilayah-wilayah yang berda jauh dari pusat
kota. Jakarta sebagai ibukota Indonesia, setiap tahun selalu mengalami musibah
banjir. Banjir yang sangat serius dialami Jakarta terjadi pada tahun 2007,
wilayah genangannya sangat luas dan di beberapa tempat terendam air lebih
dari 3 meter.
Menurut Mulayaningsih (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
kerusakan akibat banjir meliputi hal-hal sebagai berikut.
Tata guna lahan pada areal dataran banjir.
Magnitud (kedalaman dan kecepatan air, serta frekuensinya).
Ketinggian rata-rata durasinya.
Musim (masa tanam, masa panen, atau masa menyiangi).
Volume sedimen terikut.
Di samping menimbulkan korban jiwa, bencana banjir juga mengakibatkan
kerusakan lingkungan antara lain sebagai berikut.
Rusaknya pemukiman penduduk
Rusaknya infra struktur.
Rusaknya lahan pertanian
Terganggunya transportasi
Sulitnya memperoleh air bersih
Timbulnya berbagai macam penyakit
5. Kekeringan
Air yang berlebih dapat menimbulkan bencana banjir yang menimbulkan
petaka bagi manusia. Sebaliknya, kekurangan air juga akan menimbulkan hal
yang sama, yaitu bencana yang mengancam kehidupan. Bencana yang
ditimbulkan oleh kekurangan air disebut bencana kekeringan.Kekeringan
terjadi ketika pasokan air tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan dalam jangka
waktu yang panjang.
Mengacu pada UU No 24 tahun 2007, kekeringan dapat disebut bencana
ketika peristiwa tersebut menyebabkan terancamnya kehidupan dan
14
penghidupan masyarakat sehingga menibulkan korban korban jiwa manusia,
harta benda, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis bagi masyarakat.
Menurut Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Indonesia, Sutopo Purwo Nugroho, pada saat ini di Indonesia terdapat
lebih dari dari 3,9 juta jiwa yang bermukim pada 2.726 desa di 715 kecamatan
dan 105 kabupaten dan kota di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami
kekeringan.Kekeringan yang dialami sejumlah wilayah tersebut terjadi hampir
setiap tahun (http://www.koran-jakarta.com/-defisit-air-dan-kekeringan-sudah-
jadi-isu-global-/).
Ketersediaan air yang ada di suatu wilayah antara lain dipengaruhi oleh
variabel-variabel curah hujan, jenis batuan, struktur geologi, kondisi
lingkungan, dan kebutuhan manusia. Pada daerah vulkan, air hujan yang jatuh
dapat diserap oleh bahan piroklastik dan kemudian menjadi air tanah dan
sebagian akan muncul sebagai mata air. Akibatnya pada musim kemarau, di
daerah vulkanik, kebutuhan air masih bisa dipenuhi. Sebaliknya, di daerah yang
berbatuan kapur, air hujan yang jatuh akan langsung hilang masuk ke dalam
lapisan batuan melalui diaklas-diaklas. Oleh karena itu pada daerah karst pada
umumnya lebih rentan terhadap ancaman bencana kekeringan dibandingkan
daerah vulkanik. Untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau,
masyarakat yang tinggal di daerah karst banyak yang membuat bak untuk
menampung air hujan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di
musim kemarau.
Gambar 5: Kekeringan di Banjarnegara, sedikitnya 18 ribu jiwa di 29 desamengalami krisis air bersih.(https://news.okezone.com/read/2017/09/20/512/1779291/bencana-kekeringan-18-ribu-warga-banjarnegara-mengais-air-bersih)
15
Kerusakan lingkungan di wilayah hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
akibat penggundulan, alih fungsi lahan dari hutan lindung menjadi kawasan
pertanian, kawasan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun, dan lain-lain
akan mengakibatkan terganggunya sistem resapan air. Akibatnya cadangan air
tanah akan menyusut dan banyak mata air yang kemudian mengering.
Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson. Angin muson barat akan
menimbulkan musim hujan di Indonesia, terutama untuk wilayah di sebelah
selatan katulistiwa. Sebaliknya ketika bertiup angin moson timur Indonesia
mengalami musim kemarau. Kekeringan pada umumnya terjadi saat musim
kemarau panjang.Rusaknya kawasan resapan air juga menjadi faktor penyebab
terjadinya kekeringan.Lereng-lereng gunung yang gundul menyebabkan air
hujan yang jatuh diatasnya tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk
meresap ke dalam tanah/batuan.Akibatnya cadangan air yang bisa tersimpan di
dalam pori-pori batuan sangat terbatas.Rusaknya hutan di lereng-lereng gunung
seperti yang sekarang terjadi menyebabkan banyak mata air yang
kering.Akibatnya terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim
kemarau. Adanya fenomena El Nino dapat mengakibatkan parahnya
kekeringan di Indonesia.Kekeringan yang panjang akan berdampak sangat
signifikan terhadap merosotnya produksi hasil pertanian.
6. Angin topan
Angin topan adalah angin yang bertiup dengan kecepatan 250 km/jam
ataulebih yang sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan
selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan garis
khatulistiwa.Istilah/ nama angin topan, berasal dari typhoon, yaitu sistem
pusaran angin yang terdapat di Samudera Pasifik. Di samudera Hindia angin
tersebut dinamakan cyclone, di Amerika disebut hurricane, dan di Indonesia
sendiri sering disebut sebagai badai.
Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca.
Angin kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan
radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem.
Bencana yang ditimbulkan oleh angin topan ini, di samping karena kuatnya
tiupan juga terjadi karena daya hisap oleh angin berputar secara memusat
16
dengan kecepatan yang sangat tinggi.Bangunan-bangunan yang tidak kokoh
misalnya rumah yang terbuat dari papan, atap rumah, papan reklame akan
dihisap dan diterbangkan ke angkasa. Di beberapa tempat pusaran angin topan
mampu mencabut pepohonan dari tempatnya.
Sebagian besar angin topan terbentuk melalui proses selama beberapa jam
atau hari yang perkembangannya bisa diikuti melalui satelit cuaca. Hasil dari
pemantauan satelit cuaca ini kemudian digunakan untuk mempridiksi jalur
mana yang akan dilewati oleh angin tersebut. Namun demikian prediksi yang
benar-benar akurat masih sulit dilakukan, karena perubahan cuaca sifatnya
sangat kompleks.Di beberapa tempat, angin topan bisa terbentuk secara cepat,
sehingga asyarakat tidak punya kesempatan untuk mengantisipasinya.
Gambar 6: Bencana angin topan di Philipinatahun 2014(http://www.kembangpete.com/2014/09/04/14-topan-paling-dahsyat-yang-menghancurkan-filipina/)
7. Tanah Longsor
Tanah longsor (landslide) adalah suatu gerakan massa tanah/batuan dengan
cara meluncur menuruni lereng (Mulyaningsih, 2010). Tanah longsor
merupakan salah satu bentuk dari gerakan massa batuan yang dapat
menimbulkan bencana bagi masyarakat yang tinggal di suatu wilayah. Pemicu
17
terjadinya tanah longsor antara lain disebabkan oleh aspek geologis,
morfologis, atmosferik, dan campur tangan manusia.Ancaman bahaya longsor
terjadi di daerah yang secara morfologis berupa pegunungan/ gunung dengan
lereng yang curam.Pada tempat ini, bagian lahan yang relatif datar sulit
ditemukan, sehingga permukiman penduduk terpaksa memilih tempat-tempat
sempit yang relatif datar ditepi-tepi lereng yang curam.Tempat semacam ini
merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki potensi tinggi terhadap
ancaman bencana longsor.
Gempa bumi yang kuat dapat menyebabkan gerakan massa batuan antara
lain berupa jatuhan (rock fall) atau longsor (landslide). Lonsor di Indonesia
sebagian besar terjadi pada musim hujan.Dari sini terlihat bahwa peran kondisi
atmosfer sangat penting sebagai pemicu terjadinya longsor pada wilayah-
wilayah yang secara geologis, morfologis, dan ekologis memiliki potensi
terjadinya peristiwa tersebut.Salah satu akibat tanah longsor dapat dilihat pada
Gambar No 7.
Gambar 7: Longsor di Ponorogo tahun 2017, 28 orang dinyatakanhilang.
(https://www.jawapos.com/read/2017/04/04/120881/daftar-25-nama-korban-longsor-ponorogo-yang-belum-ditemukan)
Batuan yang terletak pada lereng yang curam lama kelamaan akan
mengalami pelapukan dan membentuk tanah. Tanah hasil pelapukan batuan ini
ketika hujan akan menyimpan air. Jika tanah tersebut telah jenuh air dan batuan
di bagian bawah belum lapuk, maka dap
Akibat adanya gravitasi, tanah yang jenuh air tersebut akan bergerak menuruni
lereng. Salah satu gerakan massa tanah tersebut dapat meluncur drngan
kecepatan tinggi sehingga menimbulkan bencana longsor.
C. Manajemen dan Mit
1. Manajeman Bencana
Manajemen penanggulangan bencana merupakan upaya peningkatan
usaha penanggulangan berbagai macam bencana melalui pengamatan
secara sistematis dan analisis yang meliputi tindakan pencegahan, mitigasi,
kesiap siagaan,
membahas manajemen bencana dikenal adanya siklus penanggulangan
bencana yang meliputi
kesiapsiagaan, tang
tersebut dapat di
Pelaksanaan manajemen bencana dilaksanakan melalui tiga
berupa kegiatan
bencana.
a. Masa Prabencana disebut juga
bencana
sebelum bencana tersebut terjadi
18
di bagian bawah belum lapuk, maka dapat berperan sebagai bidang lincir.
Akibat adanya gravitasi, tanah yang jenuh air tersebut akan bergerak menuruni
lereng. Salah satu gerakan massa tanah tersebut dapat meluncur drngan
kecepatan tinggi sehingga menimbulkan bencana longsor.
Manajemen dan Mitigasi Bencana Alam
eman Bencana
Manajemen penanggulangan bencana merupakan upaya peningkatan
usaha penanggulangan berbagai macam bencana melalui pengamatan
secara sistematis dan analisis yang meliputi tindakan pencegahan, mitigasi,
kesiap siagaan, tanggap darurat dan rehabilitasi (Carter (1992),
membahas manajemen bencana dikenal adanya siklus penanggulangan
yang meliputi kegiatan-kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Siklus m
sebut dapat dilihat pada Gambar No 8.
Gambar 8: Siklus Managemen Bencana
Pelaksanaan manajemen bencana dilaksanakan melalui tiga
berupa kegiatan-kegiatan Pra-bencana, saat Kejadian bencana, dan
Masa Prabencana disebut juga sebagai fase penyadaran akan
bencanasecara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
sebelum bencana tersebut terjadi. Penekanannya untuk mengurangi
at berperan sebagai bidang lincir.
Akibat adanya gravitasi, tanah yang jenuh air tersebut akan bergerak menuruni
lereng. Salah satu gerakan massa tanah tersebut dapat meluncur drngan
Manajemen penanggulangan bencana merupakan upaya peningkatan
usaha penanggulangan berbagai macam bencana melalui pengamatan
secara sistematis dan analisis yang meliputi tindakan pencegahan, mitigasi,
Carter (1992), Dalam
membahas manajemen bencana dikenal adanya siklus penanggulangan
pencegahan, mitigasi,
Siklus manajemen bencana
iklus Managemen Bencana
Pelaksanaan manajemen bencana dilaksanakan melalui tiga fase, yaitu
ejadian bencana, dan Pasca
sebagai fase penyadaran akan
secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
enekanannya untuk mengurangi
19
risiko yang kemungkinan terjadi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
antara lain sebagai berikut.
1) Perencanaan
2) Pencegahan
3) Pengurangan Risiko
4) Pendidikan
5) Pelatihan
6) Penelitian
7) Penaatan Tata Ruang
8) Mitigasi
9) Peringatan Dini
10) Kesiapsiagaan
b. Masa Kejadian bencana (tanggap darurat)menekankan pada upaya
untuk mengurangi jumlah kerugian dan korban serta penanganan
pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
pada saat terjadinya bencana. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
antara lain berupa hal-hal sebagai berikut.
1) Kajian Cepat
2) Status Keadaan Darurat
3) Penyelamatan & Evakuasi
4) Pemenuhan Kebutuhan Dasar
5) Perlindungan
6) Pemulihan
c. Pasca bencana menekankan padarekonstruksi dan rehabilitasi untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup setelah
terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh. Kegiatan berupa rehabilitasi dan rekonstruksi, antara lain
dalam bidang hal-hal sebagai berikut.
1) Prasarana dan Sarana
2) Sosial
3) Ekonomi
20
4) Kesehatan
5) Keamanan dan ketertiban
6) Lingkungan
2. Mitigasi Bencana
Menurut UU No 24 Tahun 2007 dinyatakan bahwa mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.Hendrajaya (2005), Puspito (2005)
menyatakan bahwa mitigasi bencana alam adalah upaya manusia agar jika
terjadi bencana alam kerugian yang diakibatkan tidak signifikan. Mitigasi
dilakukan dengan tujuanmeningkatkan ketahanan dan kesiap siagaan
masyarakat dalam menghadapi bencana alam sehingga resiko bencana alam
dapat dikurangi. Terkait dengan tujuan tersebut, maka diperlukan usaha
untuk mengenali karakteristik setiap jenis bencana alam geologis dan
mengantisipasi akibatnya yang mungkin ditimbulkan.
Mitigasi bencana dapat dilakukan melalui usaha fisik maupun non
fisik. Usaha yang bersifat fisik dapat berupa berbagai macam bentuk,
tergantung dari jenis bencana alam, lokasi bencana, kepadatan penduduk,
kondisi sarana dan prasarana yang tersedia. Upaya-upaya mitigasi bencana
alam dapat dideskripsikan sebagai berikut.
a. Gempa bumi
Gempa bumi merupakan bencana alam yang sama sekali belum bisa
diprediksi kapan akan terjadi. Namun demikian, secara umum wilayah-
wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana gempabumi telah dapat
diidentifikasi. Oleh karena itu mitigasi yang dapat dilakukan pada
wilayah yang rawan terhadap ancaman gempa yang dapat dilakukan
antara lain sebagai berikut.
1) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi
ancaman bencana gempabumi di wilayah mereka.
21
2) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai karakteristik
bencana gempabumi.
3) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara
menyelamatkan diri dari bencana gempabumi.
4) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara
menyelamatkan diri ketika ada bencana.
5) Mendirikan bangunan dengan bahan dan konstruksi yang tahan
gempa.
6) Pembuatan zonasi daerah rawan bencana.
b. Tsunami
Tsunami diartikan bencana alam yang berupa gelombang air laut yang
menimpa daerah pantai. Faktor penyebab terjadinya tsunami adalah
karena kegiatan seismik, meletusnya gunung api, longsoran bawah laut,
dan tubrukan meterorit dengan samudera.
Dari sejumlah faktor penyebab, yang paling sering terjadi adalah tsunami
akibat gempa bumi. Gempa bumi sampai saat ini belum dapat diramalkan
kapan akan terjadi. Oleh karena itu tsunami yang disebabkan oleh gempa
bumi juga sangat sangat sulit diprediksi. Bencana tsunami merupakan
ancaman bagi wilayah pantai yang secara geologis rawan terhadap gempa
bumi. Namun ancaman bencana tsunami baru dapat diprediksi setelah
gempa bumi terjadi. Satu hal yang menyulitkan adalah jeda waktu antara
gempa dan tsunami yang ditimbulkan sangat singkat. Akibatnya usaha
untuk menyelamatkan diri dari tsunami waktunya sangat terbatas.
22
Jika ancaman tsunami tidak disadari oleh masyarakat yang tinggal di
daerah rawan bencana tersebut, maka resiko yang dapat ditimbulkannya
akan sangat serius. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko terhadap
bencana yang mungkin terjadi, maka diperlukan mitigasi bencana
tsunami.
Mitigasi terhadap ancaman bencana tsunami antara lain dapat dilakukan
sebagai berikut.
1) Pemetaan wilayah-wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana
tsunami (Gambar No 9).
2) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi
ancaman bencana tsunami di wilayah mereka (Gambar No. 10)
3) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
karakteristik bencana tsunami.
4) Mengenali tanda-tanda akan datangnya bencana tsunami.
5) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara
menyelamatkan diri dari bencana tsunami.
6) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara
menyelamatkan diri ketika ada tsunami.
7) Membuat jalur-jalur penyelamatan yang harus dilalui untuk menuju
tempat yang aman dari bencana tsunami.
Gambar 9: Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami di Kec. Watulimo(Daryono dkk, 2009)
23
8) Tidak mendirikan bangunan-bangunan fasilitas umum seperti
kantor-kantor pelayanan pemerintah, pasar, dan lain-lain pada
kawasan yang rawan terhadap ancaman bencana.
9) Penamanan pepohonan di sepanjang pantai untuk mematahkan
gelombang tsunami.
10) Mengadakan alat peringatan dini (early warning system) terhadap
ancaman bencana tsunami.
Gambar 10: Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bencanasebagai salah satu bentuk mitigasi (Daryono, 2009)
c. Gunung Meletus
Salah satu akibat Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lepeng
tektonik yang besar di dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan
Pasifik adalah bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan
jumlah gunung api terbanyak di dunia. Keberadaan gunungapi tersebut
tersebar di sepanjang pulau-pulau yang terletak di sepanjang sisi subduksi
antara lempeng samudera terhadap lempeng benua, yaitu Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Halmahera, dan Ambon. Pada saat
ini terdapat sebanyak 84 buah gunungapi yang masih menunjukkan
kegiatannya. Gunung api tersebt antara lain sebagai berikut.
24
1) Di Sumatera: gunung api Seulawah Agam Aceh Besar, Sinabung di
Kabupaten Karo, Sumatera Utara,Sorik Merapi di Tapanuli Selatan,
Merapi di Agam Sumatera Barat, Dempo di Kabupaten Lahat
Sumatera Selatan, Krakatau di Selat Sunda.
2) Di Jawa: gunung Gede di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi,
Tangkubanperahu, Kab Bandung, Galunggung Kabupaten
Tasikmalaya dan Garut, Salak Kabupaten Sukabumi dan Bogor
Jawa Barat, Slamet di Kabupaten Banyumas, Brebes, dan
Purbalingga, Dieng Kabupaten Wonosobo, Sundoro Kabupaten
Temanggung, Wonosobo, dan Sukabumi, Merapi di Kabupaten
Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Magelang, Boyolali,
dan Klaten Propinsi Jawa Tengah, Kelud di Kabupaten Kediri,
Blitar, dan Malang, Semeru di Kabupaten Lumajang dan Malang,
Raung di Kabupaten Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi, Ijen di
Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso.
3) Di Bali: Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Abang di
Kabupaten Bangli, Batukaru, Catur dan Adeng di Kabupaten
Tabanan.
4) Nusa Tenggara: Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Gunung
Tambora di Pulau Sumbawa, Sangeang Api di Pulau Sangeang,
Nusa tenggara Barat, Kalimutu di Flores dan Rokatenda atau
Gunung Paluweh terletak di Pulau Palu-e, Nusa Tenggara Timur.
5) Sulawesi: Gunung Colo di sebuah pulau kecil di tengah Teluk
Tomini, bagian utara Sulawesi, Gunung Soputan terletak di provinsi
Sulawesi Utara,Gunung Lokon dekat Kota Tomohon, Karangetang
di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang BiaroProvinsi Sulawesi
Utara.
6) Maluku: Gunung Gamalama di Ternate, Gamkonora dan Ibu di
Halmahera Barat, Dukono di Halmahera Utara, dan Gunung Kie
Besi di Halmahera Selatan.
Bedasarkan sejarah letusannya, gunung api dapat dibedakan 3 tipe, yaitu
sebagai berikut.
25
Tipe A: sedikitnya telah bererupsi magmatik satu kali sejak tahun
1600.
Tipe B: memperlihatkan gejala pasca vulkanik, namun sejak tahun
1600 belum pernah mengalami erupsi magmatik.
Tipe C: memperlihatkan gejala pasca vulkanik yang lemah.
Peringatan dini sehubungan dengan status gunung api ditetapkan sebagai
berikut.
Normal (level 1): gunung api dalam keadaan normal tidak ada
tanda-tanda adanya aktivitas magma.
Waspada (level 2): terdapat tanda-tanda peningkatan aktivitas
magma, misalnya adanya aktivitas seismik dan meningkatnya
suhu di daam kawah.
Siaga (level 3): terdapat tanda-tanda yang menujukkan ke arah
letusan dengan tanda-tanda semakin meningkatnya kegiatan
seismik dan suhu di dalam kawah.
Awas (level 4): terdapat letusan asap dan abu yang menadakan
letusan yang sesungguhnya akan segera terjadi.
Gambar 11: Peta Zonasi Bahaya dari Puncak Gunung Merapi(https://geologi.co.id/2010/11/05/sampai-dimana-letusan-merapi/)
26
Mitigasi terhadap ancaman bencana gunung meletus antara lain dapat
dilakukan sebagai berikut.
1) Pemetaan wilayah-wilayah yang rawan terhadap ancaman letusan
gunung api.
2) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi
ancaman bencana gunung api di wilayah mereka.
3) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
karakteristik bencana gunung api.
4) Mengenali tanda-tanda akan datangnya bencana letusan gunung api.
5) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara
menyelamatkan diri dari bencana gunung api.
6) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara
menyelamatkan diri ketika terjadi letusan gunung api.
7) Mengadakan alat peringatan dini (early warning system) terhadap
ancaman letusan gnung api yang akan terjadi.
8) Mengeringkan danau kawah agar letusan tidak menghasilkan lahar
panas.
9) Membuat dam-dam untuk mengendalikan aliran lahar.
10) Membuat bunker untuk menyelamatkan diri ketika terjadi letusan
dengan tiba-tiba.
d. Banjir
Setiap tahun saat musim hujan, di Indonesia selalu ada wilayah yang
mengalami banjir.Banjir terjadi karena air yang jatuh dan mengalir jauh
melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Kerusakan hutan, alih fungsi
lahan, misalnya dari hutan menjadi lahan perkebunan/pertanian, industri,
permukiman, dan sebagainya akan mengurangi kemampuan tanah/batuan
untuk menyerap air. Akibatnya aliran permukaan akan semakin banyak
dan banjirpun tidak bisa dihindari.
27
Gambar 12 : Sosialisasi menggunakan banner untuk mnegantisipasibencana banjir
(https://twitter.com/infojogja/status/744208845828816896)
Terjadinya banjir bandang sangat dipengaruhi oleh kerusakan hutan di
kawasan hulu. Salah satu bukti adalah ketika terjadi banjir bandang
hampir selalu terdapat potongan-potongan kayu (log) yang ikut hanyut.
Banjir yang selalu hadir setiap tahun di Jakarta merupakan akibat dari
semakin sempitnya daerah tangkapan hujan di wilayah Bogor.
Banjir juga bisa disebabkan oleh pasang Seiring dengan semakin
meningkatnya suhu di permukaan bumi karena pemanasan global, banjir
bukan saja disebabkan oleh hujan, tetapi juga oleh pasang air laut yang
28
tinggi. Pasang laut ini bisa disebabkan oleh badai dan atau akibat
pemanasan global yang menyebabkan pasang lebih tinggi dari
sebelumnya.Akibat pasang tersebut aliran sungai menjadi terhambat
sehingga menggenangi daratan di sekitarnya.
Mitigasi yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1) Membuat peta wilayah yang rawan terhadap ancaman becana banjir.
2) Memberi penyuluhan kepada masyarakat.
3) Mengadakan reboisasi di kawasan hulu daerah aliran sungai.
4) Membuat biopori agar air yang bisa meresap ke dalam tanah
menjadi lebih banyak.
5) Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya
memelihara lingkungan.
6) Membuat tanggul penahan banjir.
7) Membuat sistem peringatan dini.
e. Longsor
Kondisi geologis di Indonesia menyebabkan wilayah Indonesia yang
reliefnya bergunung-gunung sangat luas. Dipadu dengan musim kemarau
yang kering dan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi,
menyebabkan di beberapa kawasan rawan terhadap ancaman bencana
longsor. Hampir setiap musim hujan longsor ini selalu terjadi. Untuk
mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan perlu ada mitigasi.
Mitigasi yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1) Membat peta wilayah rawan terhadap ancaman becana longsor
2) Tidak mendirikan bangunan pada kawasan yang rawan terhadap
ancaman longsor.
3) Relokasi permukiman yang rawan terhadap ancaman bahaya
longsor.
4) Penanaman pad lereng dengan jenis tanaman yang sistem
perakarannya dalam sehingga mampu menhan gerakan tanah.
5) Membuat terasering dengan sistem drainase yang dapat mengurangi
resapan ke dalam tanah.
29
6) Selalu diadakan pemantauan terhadap tanda-tanda kemungkinan
terjadinya longsor, misalnya seperti munculnya rekahan, munculnya
rembesan air, pohon-pohon yang miring searah kemiringan lereng,
dan sebagainya.
Gambar 13: Sosialisasi mengenai gejala-gejala tanah longsor.(http://mitigasibencana.bpbd.kotabogor.go.id/)
RANGKUMAN
Bencana alam merupakan kejadian yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkanoleh faktor alam sehingga
menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.Bencana alam tidak bisa dicegah kehadirannya, usaha yang dapat
dilakukan manusia adalah mengurangi kemungkinan resiko yang ditimbulkannya.
Resiko suatu bencana ditentukan oleh tiga variabel, yaitu (1) ancaman/ bahaya
(hazard), (2) kerentanan (vulnaribility), dan (3) kapasitas (capacity). Untuk
memperkecil resiko bencana yang ditimbulkan adalah dengan cara meningkatkan
kapasitas dan mengurangi tingkat kerentanan.
Bencana alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.Gempa bumi merupakan bencana
alam yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya.Gempa bumi yang diikuti
terjadinya tsunami telah banyak menelan korban di berbagai belahan bumi. Meskipun
gempa bumi tidak bisa diprediksi, namun tempat-tempat yang rawan terhadap
ancaman bencana tersebut telah dapat diidentifikasi, antara lain di sepanjang zone
subduksi.
Keberadaan gunung api memberikan dampak yang positif bagi kehidupan
manusia, namun dibalik itu tersimpan potensi ancaman gunung meletus yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Banjir dan tanah longsor memiliki kesamaan waktu
30
terjadinya, yaitu pada musim hujan. Semakin lama hujan dan tanah longsor semakin
sering terjadi. Hal ini terutama karena adanya kerusakan lingkungan yang semakin
parah. Rusaknya lingkungan juga menyebabkan keringnya mata air dan cadangan air
tanah yang ada di suatu wilayah.
Dalam penanganan bencana diperlukan sebuah manajemen yang disebut
manajemen bencana, yang meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
tanggap darurat dan pemulihan.Mitigasi bencana alam adalah upaya manusia agar jika
terjadi bencana alam kerugian yang diakibatkan tidak signifikan, yaitu dengan
meningkatkan ketahanan dan kesiap siagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
alam sehingga resiko bencana alam dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Adjat Sudradjat. TT.Seputar Gunungapi dan gempabumi.Jakarta: Adjat Sudradjat
Alzwar. M, H. Samodra, J.I. Tarigan. Pengantar Dasar Ilmu Gunung Api. Bandung:Nova.
Bryiant, Edward.2007. Tsunami Bahaya yang Diabaikan (Terjemahan). Bandung:Pakar Raya.
Carter. N.W., Disaster Management: A Disaster manager’s Hand Book. Manila:Asian Development Bank.
Daryono, Wiwik Sri Utami, Ketut Prasetyo. 2009. Mitigasi Bencana Tsunami diKecamatan Watulimo Kabupaten Trengalek. Surabaya: Lembaga PenelitianUniversitas Negeri Surabaya.
Hendrajaya, Lilik, Antisipasi Penanganan Bencana Alam, Makalah disampaikanpada workshop Kontribusi Ahli Kebumian pada Pembangunan WilayahNagroe Aceh Darusalam dan Sumatra Utara Pasca Bencana Gempa danTsunami pada 19 Februari 2005.Yagyakarta: Fakultas Geografi UGM
Lange,O,M.Ivanova, N.Lebedeva. TT.General geology. Moscow: Foreign LanguagesPublishing House.
Martha, Sukendra. 2005. Kontribusi Ilmu Geografi dalam Pengembangan WilayahNAD dan Sumut Pasca Bencana Tsunami. Makalah disampaikan padaWorkshop Kontribusi Ahli Kebumian Pada Pembangunan Wilayah NangroeAceh Darrusalam dan Sumatera Utara Pasca Bencana Gempa dan Tsunamipada 19 Februari 2005.Yagyakarta: Fakultas Geografi UGM
31
Mulyaningsih, Sri. 2010. Pengantar Geologi Lingkungan. Yogyakarta.: Panduan.
Munir.Moch. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Jakarta: Pustaka Jaya
Poniman, Aris dan Suprajoko. 2005. Data, Informasi dan Pengetahuan Geografisuntuk Mendukung Pembangunan Pasca Bencana Gempabumi dan TsunamiWilayah Nanggrroe Darussalam dan Sumatera Utara. Makalahdisampaikan pada Workshop Kontribusi Ahli Kebumian Pada PembangunanWilayah Nangroe Aceh Darrusalam dan Sumatera Utara Pasca BencanaGempa dan Tsunami pada 19 Februari 2005.Yagyakarta: Fakultas GeografiUGM
Puspito, Nanang T. 2005. Simulasi Tsunami di Daerah-Daerah Rawan tsunami.Makalah disampaikan pada Workshop Kontribusi Ahli Kebumian PadaPembangunan Wilayah Nangroe Aceh Darrusalam dan Sumatera UtaraPasca Bencana Gempa dan Tsunami pada 19 Februari 2005.Yagyakarta:Fakultas Geografi UGM
Saroso. 1996. Bencana Tsunami, Makalah dalam Lokakarya Mitigasi BencanaGempabumi dan Dampaknya, Dinas Pekerjaan Umum Propinsi JawaTimur di Hotel Utami Surabaya tanggal 14-17 September 1996.
Sutikno dan Winaryo. 1996. Evaluasi Kerusakan Lingkungan Akibat Gempa danTsunami di NAD dan Sumatera Utara Sebagai Dasar untuk Rehabilitasi danRekonstrusi. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengenalan dan MitigasiAkibat Gempa Tektonik dan Tsunami yang diselenggarakan Badanpenelitian dan Pengembangan PU di Ujungpandang pada 21 – 22 Mei 1996.
Sukandarrumidi, Herry Zadrak Kotta, FW. Maulana.2014. Geologi Umum BagianPertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.