Post on 11-Mar-2019
DAFTAR ISIWarta anggaran | 23 Tahun 2012
LAPORAN UTAMA
LAPORANKHUSUS
Mencermati Kesiapan IndonesiaMenghadapi Krisis Ekonomi Global
LAPORAN UTAMA 5
LAPORAN KHUSUS 9
PERENCANAAN ANGGARAN 13
PNBP 26
PROFIL 30
BERITA 34
LIPUTAN 36
RENUNGAN 46
ENGLISH CORNER 48
INTERMEZO 49
POJOK FOTO 51
KALEIDOSKOP 53
PERISTIWA 58
5Berdasarkan data historis khususnya pada triwulan III 2011, seluruh bursa saham di dunia, mengalami volatilitas yang cukup tinggi dan cenderung terkoreksi negatif tidak terkecuali Indonesia. Selama periode triwulan III 2011, Indeks Harga Saham Gabungan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Bab II Mengenai Kekuasaan Keuangan Negara, Pasal 6 mengatur bahwa “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan Kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan, ...
9Penerapan Klasifikasi Dalam PenyusunanRKA-K/L
PROFILE DUTA SPAN (2) :Perlu Komitmen dan Kerjasama
Yang Nyata dan Sungguh-Sungguh Agar SPAN Dapat
Berhasil
30CRA (Change Readiness Assessment)
II merupakan salah satu tools yang berbentuk survey untuk melihat
kesiapan para pegawai DJA dalam menerima perubahan terkait
implementasi SPAN. Partisipasi para pegawai dalam CRA II dapat dijadikan
parameter untuk melihat seberapa jauh komitmen para pegawai untuk
mendukung implementasi SPAN
Redaksi menerima kritik saran, pertanyaan, atau sanggahanterhadap masalah-masalah yang berkait dengan keuangan sektor publik
Salam Redaksi
Edisi 23 Tahun 2012
PENGARAHDirektur Jenderal Anggaran
PENANGGUNG JAWABSekretaris Ditjen Anggaran
REDAKTURMeriyam Megia Shahab
REDAKTUR PELAKSANAI.G.A Krisna Murti - Agus Kuswantoro
Puji Wibowo - Afrizal - Triana AmbarsariRini Ariviani - Asrukhil Imro - Mujibuddawah
Eko Widyasmoro - Sunawan Agung S. - Achmad Zunaidi - Arief Masdi - Sudadi
DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAPHERDana Hadi
Mujono Basuki
KEUANGANNiken Ajeng Lestari
TATA USAHA DAN DISTRIBUSIIhsan MaulanaEko Prasetyo
ALAmATGedung Sutikno Slamet Lt. 11
Jl. Dr. Wahidin No.1Jakarta 10710
Telepon : (021) 3435 7505
Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1.5 maksimal 5 hal. Artikel dapat dikirimke wartaanggaran@gmail.comIsi majalah tidak mencerminkan kebijakan Direktorat Jenderal Anggaran
Apabila ditanya apa resolusi anda
dalam menghadapi hari yang baru di
tahun yang baru, jawabannya pasti
semua ingin menjadi lebih baik dari hari
dan tahun sebelumnya. Pun apabila
kami - team Majalah Warta Anggaran -
ditanya tentang resolusi 2012 jawabnya
adalah bisa memberikan informasi
penganggaran bagi pembacanya. Berat
memang, tapi memang itu harus terus
diupayakan agar kebijakan-kebijakan
penganggaran dapat disampaikan
kepada sebanyak-banyaknya pihak yang
membutuhkan informasi.
Tahun 2011 merupakan tahun
yang penuh dinamika terutama dalam
penyusunan APBN 2012. Rapat-
rapat pembahasan APBN 2012 yang
dilakukan Pemerintah dengan DPR
dilakukan secara terbuka sehingga
masyarakat luas mengetahui apa
yang terjadi dalam pembahasan
APBN. Hal ini dilakukan semata-
mata demi terwujudnya transparansi
dan akuntabilitas dalam pengelolaan
anggaran Negara.
Hal penting lainnya adalah
dimasukkannya pasal yang mengatur
bagaimana penyelesaian krisis dalam
UU APBN. Hal ini sebagai bukti bahwa
setiap saat Pemerintah melakukan
perbaikan terus menerus agar kualitas
APBN semakin meningkat dari waktu
ke waktu.
Guna memuaskan para pembaca
maka kami berupaya memperbaiki
kualitas majalah baik dari sisi
penampilan maupun informasi yang
akan disajikan kepada pembaca. Untuk
itu, mulai edisi 23 tahun 2011 kami
menambahkan rubrik baru : Pojok
Photographi. Rubrik ini akan berisi
tips, triks dan pengetahuan seputar
photographi serta foto-foto terbaik
hasil karya pegawai DJA.
Tentu untuk lebih memuaskan para
pembaca Warta Anggaran, kami tidak
lantas berpuas diri atas apa yang telah
kami perbuat di tahun 2011. Kami
akan terus berupaya memperbaiki
Warta Anggaran baik dari sisi desain
layout maupun content. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran
dan masukan dari para pembaca
untuk mewujudkan Warta Anggaran
yang lebih bisa diterima di hati
para pembaca. Saran dan masukan
dapat disampaikan ke redaksi Warta
Anggaran : wartaanggaran@gmail.com.
Kami sangat berharap agar majalah
Warta Anggaran dapat dijadikan salah
satu referensi di bidang penganggaran.
Akhirnya, selamat menikmati majalah
Warta Anggaran, semoga dapat
menambah wawasan dan pengetahuan
para pembaca. Salam.
Hormat kami,
Redaktur
4 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 5
LAPO
RAN
UTAM
A
Mencermati Kesiapan IndonesiaMenghadapi Krisis Ekonomi Global
LAPO
RAN
UTAM
A
Krisis utang dan fiskal di kawasan
Eropa dan Amerika Serikat yang
tak kunjung terselesaikan telah
memicu kekhawatiran akan kembalinya
krisis perekonomian global. Memburuknya
kondisi perekonomian di kawasan
Eropa yang dipicu risiko gagal bayar
Yunani mengakibatkan penurunan rating
utang beberapa negara Eropa lainnya,
bahkan berujung pada pengunduran
diri beberapa kepala pemerintahan.
Sementara itu, Amerika Serikat saat ini
sedang menghadapi resesi ekonomi
sebagai dampak permasalahan fiskal dan
pelemahan di sektor industri. Berbagai
analisis menyatakan bahwa berlarut-
larutnya penanganan krisis di Eropa dan
Amerika Serikat berpotensi menyebabkan
perlambatan perekonomian global
sebagaimana krisis tahun pada tahun
2008-2009.
Jika terjadi gejolak pada perekonomian
global maka dampaknya secara langsung
akan ditransmisikan ke suatu negara
melalui jalur pasar keuangan. Krisis Eropa
dan Amerika Serikat yang terjadi saat
ini telah menyebabkan pasar keuangan
di seluruh negara bergejolak. Gejolak
tersebut timbul karena aksi penarikan
modal oleh investor sebagai akibat
meningkatnya sentimen negatif pasar akan
risiko investasi, terutama sejak peringkat
utang Amerika Serikat diturunkan dan
Yunani berisiko gagal bayar..
Berdasarkan data historis khususnya pada
triwulan III 2011, seluruh bursa saham di
dunia, mengalami volatilitas yang cukup
tinggi dan cenderung terkoreksi negatif
tidak terkecuali Indonesia. Selama periode
triwulan III 2011, Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) sempat mengalami
pelemahan yang cukup tajam yaitu sebesar
8,7% meskipun pelemahan tersebut tidak
seburuk pelemahan yang terjadi pada
bursa saham negara-negara kawasan (lihat
Grafik 1). Di pasar Surat Berharga Negara
(SBN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
juga terjadi aksi jual yang cukup besar
khususnya selama bulan September 2011.
Tercatat pada
bulan September,
asing menjual
kepemil ikannya
pada SBN
sebesar Rp29,3
triliun dan pada
SBI Rp13,9 triliun
(lihat Grafik 2).
Jumlah tersebut
merupakan aksi
jual terbesar
s e p a n j a n g
berjalannya tahun
2011.Selanjutnya, dampak krisis ekonomi
global juga akan menyebar ke negara-
negara di berbagai kawasan melalui jalur
perdagangan. Krisis
Amerika Serikat
dan Eropa saat
ini, diperkirakan
akan berdampak
pada pelemahan
perekonomian global
dan selanjutnya
akan mengganggu
p e r t u m b u h a n
e k o n o m i
n e g a r a - n e g a r a
di dunia khususnya dari sisi ekspor.
Data perekonomian dunia terakhir
menunjukkan bahwa indikasi perlambatan
ekonomi di berbagai kawasan sudah
tampak sejak kuartal II tahun 2011,
terutama di negara-negara maju (lihat
Grafik 3). Terkait dengan hal tersebut IMF
telah menurunkan proyeksi pertumbuhan
ekonomi di berbagai negara termasuk
Indonesia (lihat Tabel 1).
Sebagai negara dengan sistem
perekonomian terbuka, Indonesia
tentunya tidak dapat menghindar dari
dampak negatif krisis perekonomian
global mengingat perekonomian Indonesia
saat ini sangat terkait dengan rantai
perdangan dunia. Itulah sebabnya IMF
turut menurunkan target pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2011
menjadi 6,2 persen dan 6,4 persen pada
tahun 2012. Hal ini menjadi perhatian
setiap negara dalam rangka mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan. Lantas sejauh
manakah kesiapan Indonesia dalam
menghadapi ancaman krisis ekonomi ke
depan?
Indonesia saat ini dinilai relatif lebih siap
menghadapi dampak krisis ekonomi
global. Optimisme tersebut antara lain
dapat ditunjukkan oleh fundamental
perekonomian Indonesia yang cukup
baik, serta ditunjang dengan kondisi
politik yang stabil. Pemerintah juga telah
menyiapkan langkah-langkah antisipasi
K
-14.6
-25.1
-25.4
-12.7
-8.7
-26.5
-11.4
-18.4
-23.1
-30.0 -25.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0
Cina
Perancis
Jerman
India
Indonesia
Italia
Jepang
AS
EU
Persen (%)
Grafik 1. Koreksi Bursa Saham Di Dunia, Juli - September 2011
Sumber: CEIC, diolah (2011)
-29.29
-13.88
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
Jan
10
Fe
b 1
0
Ma
r 1
0
Ap
r 1
0
Ma
y 1
0
Jun
10
Jul 1
0
Au
g 1
0
Se
p 1
0
Oct
10
No
v 1
0
De
c 1
0
Jan
11
Fe
b 1
1
Ma
r 1
1
Ap
r 1
1
Ma
y 1
1
Jun
11
Jul 1
1
Au
g 1
1
Se
p 1
1
Oct
11
(Rp
tri
liu
n)
Grafik 2. Net Foreign Buying (SBN dan SBI)
SBI SBN
Sumber: Bloomberg, diolah
6 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
LAPO
RAN
UTAM
AM
ence
rmati
Kes
iapan
Indo
nesia
Men
ghad
api K
risis
Ekon
omi
dalam menghadapi krisis ekonomi global
ke depan.
Fundamental Ekonomi Indonesia Cukup Kuat
Fundamental ekonomi Indonesia pada
tahun 2011 memperlihatkan ketahanan
yang cukup baik sebagai modal utama
dalam menghadapi krisis ke depan. Kuatnya
fundamental perekonomian Indonesia
saat ini dapat ditunjukkan oleh beberapa
indikator terkini makro ekonomi Indonesia
terkini.
Di tengah kekhawatiran terhadap prospek
ekonomi dunia, ternyata pertumbuhan
ekonomi Indonesia sampai dengan
triwulan III mampu tumbuh 6,5 persen
(yoy). Ekspor, konsumsi, dan investasi masih
menjadi penggerak utama pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2011.
Namun demikian, dampak krisis
ekonomi Amerika Serikat dan Eropa
diperkirakan akan mulai terasa pada
tahun 2012 terutama terhadap kinerja
ekspor Indonesia. Meskipun demikian,
perlambatan yang terjadi diharapkan
tidak terlalu drastis mengingat total porsi
ekspor Indonesia khususnya non migas ke
Amerika Serikat dan seluruh Uni Eropa
relatif kecil yaitu sekitar 23 persen (posisi
Jan – Sep 2011). Saat ini ekspor Indonesia
sebagian besar diarahkan ke negara-
negara Asia (lihat Grafik 3). Indonesia
tetap harus waspada terhadap second
round effect krisis Amerika dan Eropa yang
akan memukul kinerja ekspor Indonesia,
terutama pada saat krisis secara global
telah menyebar ke negara-negara Asia.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup
menjanjikan pada tahun 2011 juga
didukung oleh stabilitas moneter yang
terkendali. Tingkat Inflasi sampai dengan
bulan Oktober 2011
relatif rendah yaitu
berada pada level
4,4 persen (yoy)
dan sampai dengan
akhir tahun 2011
diperkirakan berada
dibawah 5 persen.
Di sisi lain, meskipun
menghadapi tingginya
tekanan eksternal
beberapa waktu
terakhir yang sempat
melemahkan posisi
rupiah namun nilai tukar rupiah sampai
dengan akhir Oktober masih mengalami
apresiasi sekitar 5 persen (jika dibandingkan
dengan posisi akhir tahun 2010).
Di sisi lain, berdasarkan posisi cadangan
devisa saat ini, otoritas moneter dinilai
masih memiliki ruang yang cukup untuk
menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah
ke depan. Posisi
cadangan devisa
Indonesia sampai
dengan bulan
Oktober 2011
mencapai sebesar
US$113,96 miliar
atau cukup untuk
membiayai 6,6
bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri. Jumlah tersebut masih berada
di atas standar International Monetary
Fund (IMF) yang menetapkan batas aman
cadangan devisa adalah untuk 3 sampai 4
bulan. Dengan demikian, stabilitas sektor
moneter diharapkan akan tetap dapat
terjaga dengan baik.
Dari sisi perbankan, Indikator industri ini
juga menunjukkan kondisi yang cukup
baik sebagaimana tercermin pada rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio/CAR), Rasio Kredit Bermasalah (Non
Performing Loan/NPL), dan pertumbuhan
penyaluran kredit. Posisi CAR pada bulan
September 2011 mencapai sekitar 16
persen atau jauh di atas standar minimal
BI sebesar 8 persen. Sedangkan NPL
pada periode yang sama yaitu sebesar 2,7
persen atau relatif masih cukup rendah
jika dibandingkan standar maksimum BI
sebesar 5 persen. Sampai dengan triwulan
III 2011, penyaluran kredit perbankan juga
masih menunjukkan peningkatan sebesar
24,2 persen (yoy) yang sebagian besar
ditujukan untuk pembiayaan kegiatan
ekonomi produktif.
Indikator kinerja keuangan pemerintah
relatif masih cukup sustainable. Defisit
APBN cukup terkendali dibawah batas
maksimum sebesar 3 persen terhadap
PDB. Rasio utang pemerintah (sekitar
25% terhadap PDB) masih jauh dibawah
ASEAN21%
CHINA12%
JEPANG11%INDIA
9%
USA10%
UNI EROPA13%
Korea Selatan4%
Lainnya20%
Grafik 3. Ekspor Non Migas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan (Jan-Sept 2011)
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 7
LAPO
RAN
UTAM
AM
ence
rmati
Kes
iapan
Indo
nesia
Men
ghad
api K
risis
Ekon
omi
Perkiraan Awal
(Juni 2011)
Perkiraan Terkini
(Sept 2011)
Perkiraan Awal
(Juni 2011)
Perkiraan Terkini
(Sept 2011)
Dunia 4,3 4,0 4,5 4,0Negara Maju 2,2 1,6 2,6 1,9
AS 2,5 1,5 2,7 1,8Zona Eropa 2,0 1,6 1,7 1,1UK 1,3 1,1 2,3 1,6Jerman 3,2 2,7 2,0 1,3Jepang -0,7 -0,5 2,9 2,3Cina 9,2 9,5 8,8 9,0
Negara Berkembang 6,6 6,4 6,4 6,1Asean-5 5,4 5,3 5,7 5,6
Indonesia 6,2 6,4 6,5 6,3Malaysia 5,5 5,2 5,2 5,1Philipina 5,0 4,7 5,0 4,9Thailand 4,0 3,5 4,5 4,8Vietnam 6,3 5,8 6,8 6,3
Sumber: World Economic Outlook, IMF
Tabel 1 : Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Kawasan
2011 2012
ambang batas maksimal sebesar 60%
terhadap PDB. Rasio tersebut juga relatif
lebih rendah di antara negara-negara di
kawasan Asia. Disamping itu, tabungan
pemerintah dalam bentuk Saldo Anggaran
Lebih (SAL) cukup memadai sebagai salah
satu sumber pembiayaan defisit APBN
apabila diperlukan (lihat Tabel 2).
Langkah Antisipasi Pemerintah
Ibarat pepatah “Sedia Payung Sebelum
Hujan”, pemerintah sedini mungkin
telah mempersiapkan kebijakan untuk
mengantisipasi krisis ekonomi Amerika
Serikat dan Eropa sebelum berkembang
menjadi krisis global yang semakin
memburuk. Dari sisi fiskal, pemerintah
telah mempersiapkan langkah-langkah
kebijakan apabila terjadi keadaan darurat
yang perlu mendapatkan penyelamatan
dari APBN. Langkah antisipasi tersebut
secara legal dituangkan di dalam UU
APBN Perubahan Tahun Anggaran
2011 (pasal 36A) dan UU APBN Tahun
Anggaran 2012 (pasal 40, 41, dan 43).
Di dalam UU APBN-P 2011, pemerintah
diberikan kewenangan yang bersifat
diskresi dalam menghadapi kondisi sudden
reversal (penarikan secara tiba-tiba) di
pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Kewenangan tersebut meliputi tindakan
untuk menggunakan SAL oleh Menteri
Keuangan dalam rangka menstabilisasi
pasar SBN domestik. Selanjutnya,
kewenangan pemerintah terkait antisipasi
krisis di perluas di dalam UU APBN 2012.
Pada tahun 2012, Pemerintah diberikan
kewenangan untuk mengambil diskresi
kebijakan apabila terjadi (i) penurunan
yang signifikan terhadap indikator asumsi
ekonomi makro, (ii) krisis sistemik dalam
sistem keuangan dan perbankan nasional,
serta (iii) kenaikan biaya utang. Diskresi
kebijakan tersebut meliputi (i) efisiensi dan
efektivitas belanja negara, (ii) penerbitan
utang baru di atas target yang ditetapkan
serta (iii) mencari alternatif sumber
pembiayaan lainnya,
Langkah antisipasi pemerintah
sebagaimana dijelaskan selanjutnya akan
dituangkan secara teknis melalui Crisis
Management Protocol (CMP) penanganan
krisis. Kementerian Keuangan saat ini
sedang menyelesaikan 3 CMP yaitu CMP
di pasar Surat Berharga Negara (SBN),
CMP di pasar modal, dan CMP di sisi
fiskal. Secara teknis CMP ini merupakan
Standard Operation Procedure (SOP)
dalam mengambil langkah-langkah mitigasi
jika terjadi krisis, agar tindakan pencegahan
dan pemulihan dapat dieksekusi secara
cepat dan efektif.
Sementara itu, Pemerintah terus aktif
dan intensif melakukan kerjasama dengan
berbagai negara dalam mempercepat
penyelesaian krisis ekonomi global, baik itu
dikawasan regional ASEAN maupun pada
forum G20. Di dalam negeri, pemerintah
juga siap dengan program-program
infrastruktur dan perlindungan sosial
dalam rangka memperkuat permintaan
domestik di tengah melemahnya
permintaan eksternal. Pemerintah juga
dinilai memiliki kapasitas fiskal yang cukup
memadai untuk memberikan stimulus
fiskal tambahan di luar program regular
yang telah ada, apabila dibutuhkan dalam
rangka mendorong perekonomian
domestik seperti pada saat krisis tahun
2009 yang lalu.
Kuatnya fundamental perekonomian
domestik dan kebijakan antisipasi krisis
yang dipersiapkan pemerintah cukup
menggambarkan optimisme kesiapan
Indonesia dalam menghadapi dampak
krisis ekonomi global. Kesiapan tersebut
tentunya perlu diikuti dengan ketepatan
dan efektifitas implementasi kebijakan baik
dari sisi waktu maupun instrumen yang
digunakan dalam mitigasi krisis.
Wisynu Wardhanadan Arif Kelana PutraSeksi Analisis Ekonomi Makro, Subdit Analisis Ekonomi Makro dan Pendapatan NegaraDirektorat Penyusunan APBN, DJA - Kemenkeu
Realisasi s.d Oktober Outlook
1 Pertumbuhan Ekonomi (yoy) 6,5 6,5 6,7 2 Inflasi (%) 4,6 4,9 5,3 3 Nilai Tukar (Rp/USD) 8.610,3 8.740,0 8.800,0 4 Defisit APBN (% thd PDB) 2,1 1,7 1,5 5 Rasio Utang (% thd PDB) 25,0 25,0 24,0
2011 Indikator No 2012
Tabel 2 : Indikator Makro Ekonomi
8 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
LAPO
RAN
UTAM
AM
ence
rmati
Kes
iapan
Indo
nesia
Men
ghad
api K
risis
Ekon
omi
“ APBN 2011 : Sudahkah Menjadi Trigger Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat ? ”Untuk melengkapi topik bahasan Warta Anggaran pada edisi ini, team WARTA berkesempatan mewawancarai ekonom dari Universitas
Padjadjaran – Bandung, Dr. Kodrat Wibowo. Dosen UNPAD yang merupakan alumnus University of Oklahoma, Norman, USA menyampaikan
beberapa pandangannya terkait pengelolaan APBN dan kondisi perekonomian di Indonesia. Berikut beberapa pandangannya yang
disampaikan kepada team WARTA (Riny, Ully dan Dhana)
LAPO
RAN
KH
USU
S
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 9
Wawancara dengan Dr. Kodrat Wibowo (Dosen Fakultas Ekonomi – UNPAD)
APBN Dari Kaca Mata Akademisi
Menurut Anda bagaimana peranan APBN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional?APBN merupakan satu bagian dari
sisi permintaan yang dianggap mampu
memberikan dorongan kepada
pertumbuhan ekonomi dengan bantuan
multiplayer. Pengaruh belanja pemerintah
lewat APBN masih kecil terhadap
pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya
dorongan langsung tetapi juga dorongan
yang tidak langsung juga yaitu multiplikasi,
ada semacam percepatan. Sedikit saja
Pemerintah mendorong, pertumbuhan
ekonomi bisa jadi akan lebih cepat.
Sebagai bagian yang tidak dapat berdiri
sendiri, pola kegiatan perekonomian
masyarakat yang bisa menjadi andalan
perekonomian nasional dan swasta akan
saling mempengaruhi. Ketika kegiatan
perekonomian masyarakat agak sedikit
lambat atau baru mulai bergerak, swasta
tidak dapat berperan banyak. Pada saat
itulah peran APBN sangat penting.
Kenapa dampak APBN tidak begitu nyata
terhadap kesejahteraan masyarakat? Kita
harus sadar, dalam hal ini pemerintah
hanyalah trigger. Dalam kacamata keilmuan,
tidak ada yang namanya perekonomian
atau pertumbuhan PDB hanya didorong
oleh Pemerintah semata kecuali kita
berbicara mengenai sistem perekonomian
yang sosialis atau komunis. Sedangkan
sistem ekonomi politik kita adalah
demokrasi dan membutuhkan dorongan
dari pihak swasta. Sebesar-besarnya uang
yang digelontorkan melalui APBN tidak
ada gunanya kalau tidak men-trigger
perekonomian di masyarakat swasta.
Memang dalam hal ini, APBN yang ada kita
rasakan tidak dapat menjadi trigger secara
sempurna dalam perekonomian. Apabila
Program-program yang ada sifatnya masih
belanja rutin dan tidak langsung mana
yang bisa sampai ke swasta kecuali dalam
APBN kita mayoritas ada di belanja modal,
akan terasa lebih berdampak langsung
pada swasta.
Bagaimana Anda memandang campur tangan swasta dalam perekonomian nasional?Di Indonesia, APBN dalam porsinya
terhadap PDB tidak mungkin hanya 20-
25% saja sehingga peran pemerintah tidak
dominan. Ini berarti bahwa kalau kita bicara
mengenai belanja modal yang sedikit, peran
swasta yang kita harapkan. Tetapi perlu
diingat bahwa pihak swasta mempunyai
motif mencari untung. Sehingga swasta
tidak dapat diharapkan untuk memberikan
perhatian kepada publik secara penuh
dan optimal. Dalam hal ini, Pemerintah
harus tahu diri, posisinya dalam APBN
dan perannya sebagai trigger, sehingga
Pemerintah harus mengakomodasi
kegiatan swasta. Sedangkan swasta
berperan langsung dalam kapasitasnya
sebagai lembaga swasta dan tanggung
jawab sosialnya, misalnya sebagai Corporate
Social Responsibility (CSR). Pengaruh swasta
memang kecil namun kalau kita budayakan
akan menjadi pendorong yang cepat dalam
pertumbuhan perekonomian nasional dan
kesejahteraan masyarakat.
Alokasi subsidi sangat besar dan itu sangat membebani APBN kita. Strategi apa yang harus ditempuh pemerintah agar subsidi tidak berlebihan?Subsidi berapapun tidak akan cukup
jika subsidinya bersifat langsung untuk
BBM. Kalau kita mau bicara masalah
kesejahteraan, yang perlu dipikirkan
yaitu subsidinya harus didorong atau
dialihkan ke mana. Memang kita sadari,
permasalahan mengenai subsidi tidak akan
terselesaikan kalau secara sosial budaya
program subsidi BBM ini didistribusikan
ke masyarakat secara tidak bijak. Saya
menghargai peran pemerintah yang
membuat satu image bahwa BBM yang
bersubsidi itu untuk masyarakat miskin
tetapi halangan komunikasi dari tingkat atas
ke bawah tidak mudah. Pada kenyataannya,
subsidi BBM malah menggelembung terus,
karena budaya kita tidak bisa melihat mana
barang yang menjadi haknya dan mana
yang bukan haknya sehingga subsidi BBM
untuk orang miskin digunakan oleh orang
yang mampu.
Kita harus mengerti bahwa setiap
kebijakan, terutama dalam kebijakan
keuangan publik, kita punya masalah
mengenai free rider. Apapun kebijakannya,
free rider akan timbul bahkan di negara-
negara maju sekalipun apalagi Indonesia.
Para free rider ini akan menyembunyikan
frekuensi sebenarnya untuk kepentingan
dia pribadi dengan membebankan kepada
orang lain.
Cara mengurangi beban subsidi ada
beberapa cara, cara ekstrim yaitu dengan
menghilangkan subsidi BBM secara
langsung atau bertahap. Cara lain mungkin
kita tetap dengan subsidi BBM tetapi
dengan teknis di lapangan yang lebih
bisa dikendalikan. Intinya, masalah ada
di budaya kita, free rider memang tidak
pernah menjadi pertimbangan dalam
pembentukan kebijakan-kebijakan subsidi.
Meningkatkan produksi minyak nasional, untuk meningkatkan penerimaan migas. Bagaimana menurut Anda mengenai hal tersebut?Lifting minyak kita kan ada targetnya.
Apapun yg kita punya, utamanya minyak
sendiri ada 2 masalah, yaitu sebagai
penerimaan dan sebagai beban subsidi.
Harga minyak mentah internasional
naik kita senang, karena pada awalnya
penerimaan kita naik juga tetapi itu bukan
sesuatu yang sekaligus kita terima. Pada
saat yang sama atau setelah itu beban
kita akan meningkat karena ada subsidi.
Pemahaman kita adalah bagaimana cara
meningkatkan produksi minyak sebesar-
LAPO
RAN
KH
USU
S
10 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
besarnya. Dan itu bukan hanya tanggung
jawab Kementerian Keuangan, ini juga
berhubungan dengan BP Migas, kontrak
dengan pihak asing yang resiko politiknya
lebih besar. Dalam hal ini, janganlah
berbicara tentang memproduksi dengan
sebesar-besarnya. Kita harus mencari
strategi lain, ketergantungan subisdi BBM
ini harus kita kurangi. Hal ini bukan karena
daya beli kita rendah. Memang budaya kita
tidak bisa menerima kalau ada yang murah
kenapa harus beli yang mahal.
Bagaimana pandangan Anda soal utang luar negeri?Tidak haram sebuah negara berhutang
bahkan negara yang paling maju pun
punya utang banyak, contoh Amerika.
Untuk menutupi defisit yang semakin
besar, kita mau berusaha mencari jalan
keluar yang mana? Kita punya pengalaman
yang tidak baik tentang utang luar negeri,
makanya kita beralih pada utang dalam
negeri yaitu SBN, ORI dll. Kita bisa
paham bahwa defisit itu meningkat bukan
masalah ketidakmampuan kita, kadang itu
suatu strategi. Jika defisitnya berkurang
atau mendekati ke balance orang akan
menilai kita lebih mampu. Tetapi bagi saya,
kalau kita ingin maju kita harus defisit
untuk mendorong semua orang seaktif
dan seoptimal mungkin menutupi defisit
ini. Pilihan utama memang utang, kalau kita
bicara utang, misalnya utang dalam negeri,
sama kah bahayanya dengan utang luar
negeri? Kita melihat utang dalam negeri
bisa menunjukkan bahwa tanggung jawab
pembiayaan APBN diluar penerimaan
dan belanja merupakan tanggung jawab
masyarakat umum dimana ada opsi-opsi
tertentu yang bisa dijadikan sebagai suatu
alat penerimaan.
Ini salah satu yang membuat Bank
Indonesia agak sulit dalam mencapai target
pencairan kredit investasi ke masyarakat.
Umumnya, orang akan mencari portofolio
yang paling aman, dengan jaminan yang
jelas sehingga investasi yang produktif
lebih memilih SBN. Pada intinya, utang itu
bukan merupakan masalah asal dikelola
dengan baik, utamanya utang domestik
yang paling bijak.
Apakah pengelolaan penerimaan perpajakan sudah optimal di mata anda?Bagi saya, yang namanya penerimaan
negara itu penerimaan pajak. Itu harus
menjadi merger source of revenue negara,
tidak lagi tergantung SDA, minyak dan
lain-lain. Di negara manapun sumbangsih
masyarakat itu penting, satu rupiah pun
itu adalah tanda kalau masyarakat peduli.
Pajak harus didorong menjadi merger
dalam APBN kita.
Upaya Kementerian Keuangan sudah
bagus, salah satunya adalah sensus pajak.
Hal ini merupakan satu langkah strategis
mengingat kita tahu siapa yang menjadi
potensial wajib pajak dengan jumlah
wajib pajak yang meningkat sampai 10
kali lipat dari 2005-2010 tetapi belum
bisa dimanfaatkan. Jumlah NPWP ini coba
disisir kembali dengan kemampuan wajib
pajak itu membayar. Jujur saja, saya orang
kampus masih bingung dalam mengisi SPT
pajak, mana source of income kita yang
memang bisa dipajak atau memang budaya
terhadap para pihak yang mengambil atau
memotong pajak kadang-kadang tidak
terbiasa melaporkan kepada pembayar
pajak sehingga tidak tahu berapa jumlah
pajak yang dibayar.
Dan yang lebih krusial penerimaan pajak
beberapa tahun terakhir meningkat
menuju arah yang dominan dalam
penerimaan negara. Pembayar pajak yang
dominan itu adalah pajak perusahaan dan
mereka riskan terhadap gonjangan bisnis.
Ketika mereka mengalami gulung tikar,
penerimaan pajak bisa ambrol. Sedangkan
pajak dari masyarakat tidak akan hilang
sehingga penerimaan pajak kita potensial
dari pajak individu. Kemenkeu seharusnya
menciptakan mekanisme akuntabilitas/
mekanisme penerimaan pajak sampai ke
belanjanya. Secara keilmuan memang tidak
tepat karena ada korespondensi pajak dan
ada slot tertentu dalam penggunaan pajak.
Selama ini di kita, masalah pajak itu adalah
masyarakat butuh kejelasan, mereka bayar
pajak untuk apa?
Beban belanja pegawai kita dalam APBN sangat tinggi sehingga salah satu upaya yang ditempuh oleh Pemerintah adalah diberlakukannya Moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil. Bagaimana Anda memandang hal ini?Moratorium itu merupakan langkah
insidentil dan responsive. Kita sadari, ini
berbahaya kalau ada anggapan masyarakat
bahwa mereka harus membayar pajak
demi kesejahteraan para PNS. Belanja
pegawai yang kita serap itu merupakan
belanja langsung yang terkait dengan
kinerja. Masyarakat yang membayar
terhadap kinerja kita. Kita harus memiliki
PNS yang tepat dan berkualitas bukan
cuma kuantitas. Bagaimana kita membina
PNS yang ada baik di pusat maupun
daerah kalau kita masih berhadapan
dengan pemikiran masyarakat jangan-
jangan kita memperbesar belanja pegawai
untuk sesuatu yang tidak terukur.
Moratorium memang langkah responsive
tetapi bukan langkah yang tepat. Direktorat
Jenderal Anggaran bisa mendorong tiap
K/L yang mengangkat Reformasi Birokrasi
untuk membuat mekanisme penilaian
kinerja pegawainya sehingga matriks
insentif dan disinsentif bisa dijalankan
demi meningkatkan produktifitas pegawai.
Saya kira bukan masalah selama memang
belanja pegawainya punya output dan
outcome yg terukur.
LAPO
RAN
KH
USU
S
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 11
Lahir di Bogor, 15 April 1971, Kodrat Wibowo merupakan salah satu Doktor muda
yang dimiliki Universitas Padjajaran Bandung. Doktor yang mempunyai spesialisasi di
bidang keuangan publik, mikroekonomi, ekonomi pembangunan dan ekonometrika, saat
ini selain ditunjuk sebagai Lektor Kepala di UNPAD Bandung juga sebagai Ketua ISEI
Bandung tahun 2011 - 2014. Untuk mempermudah menjalankan tugasnya tersebut,
Kodrat Wibowo – yang juga alumnus UNPAD Bandung tahun 1994 jurusan Ekonomi
dan Studi Pembangunan – saat ini tinggal di Jl. Antariksa No. 12 Arcamanik Bandung.
Penyerapan belanja Pemerintah selalu menjadi sorotan karena realisasi penyerapannya selalu menumpuk di akhir tahun. Apa yang menyebabkan penyerapan K/L rendah?Bulan Juni kemarin masih ada K/L
penyerapannya 10%, mungkin ini salah
satu kesulitan kita yaitu keluar dari
framework kalender anggaran. Mekanisme
pencairan bisa jadi salah satu penyebabnya.
Penyerapan yang lemah sangat tergantung
dari rencana program dan kegiatan yang
K/L punya.
Pada saat disetujui mulai dari pagu indikatif
sampai definitif tidak pernah jelas kapan
mulainya, apa tujuannya dan lain-lain,
sehingga membuat K/L terlambat dalam
penyerapan. Pada bulan Agustus ada
penyerapan 30%, justru yang terserap itu
adalah belanja pegawai yang paling mudah,
belanja modalnya belakangan dan kegiatan
yang sifatnya produktif masih sedikit. Cara
paling mudah adalah mencari simpul-
simpul aliran dan penyerapan dana APBN,
penyerapan yang rendah tandanya belum
ada pekerjaan yang dilaksanakan.
Ini sudah menjadi penyakit menahun dan
menjadi kebiasaan, sampai masyarakat
swastapun sudah hafal, sehingga swasta
bukan bekerja berdasarkan target bulanan
tetapi mereka akan selalu menunggu bulan-
bulan rame penyerapan. Seharusnya perlu
dipikirkan bagaimana cara membuat real
time penyerapan K/L sebagai rewarning
system (sistem deteksi dini) untuk melihat
mana yang tidak memenuhi target.
Bagaimana seharusnya mekanisme pengawasan Transfer ke Daerah?Harusnya ada suatu sistem informasi
yang dibangun untuk memonitor transfer
ke daerah. Ada satu celah yang dapat
dimanfaatkan yaitu Penguatan Peran
Gubernur sebagai wakil pusat di daerah.
Kalau peran Gubernur semakin kuat, dia
akan mampu melakukan pengawasan uang
yang mengalir ke daerah dan kedepan akan
dibangun juga yang disebut self assessment,
pengawasannya dimulai dari daerah
itu sendiri. Pengawasan penganggaran
tidak akan optimal kalau ada hambatan
informasi yang akurat dan cepat. Jangan
sampai semua terlambat, masak kita
masih mengurusi penyalahan anggaran 2
tahun yang lalu. Sangat kelihatan sekali kita
masih lemah dalam masalah pengawasan
ini sehingga kasus keluar ketika waktu
sudah lewat. Seharusnya kan namanya
pengawasan itu selama anggaran berjalan.
Mungkin kalau setelah anggaran berjalan
itu kewenangan audit.
Terakhir, terkait dana pendidikan yang dialokasikan sebesar 20 persen dari anggaran belanja keseluruhan, apakah hal ini sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penganggaran?Alokasi APBN sebesar 20 % untuk dana
pendidikan adalah amanat UU. Suka atau
tidak, kondisi ini menyebabkan terjadinya
pengkotak-kotakan atau penguncian di
beberapa bidang sehingga membuat
kemampuan Kementerian Keuangan
sebagai pengelola anggaran tidak fleksibel.
Kita sering bicara masalah money follow
function tetapi cuma sekedar cap saja,
yang ada sebenarnya resource envelope.
Pengalokasian anggaran seharusnya
dikembalikan kepada prinsip money follow
function, kecuali anggaran pendidikan yang
sudah diamanatkan Undang-undang.
Uang harus dialokasikan sesuai dengan
apa yang sudah diatur sehingga apa yang
menjadi aspirasi tidak terakomasi karena
celah anggaran yang tidak dapat bergerak
bebas. APBN yang kita harapkan sebagai
salah satu pendorong perekonomian
di sisi permintaan menjadi pendorong
pertumbuhan paling minim peranannya.
APBN sebagai trigger perekonomian dapat
diimplimentasikan dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat secara langsung.
LAPO
RAN
KH
USU
S
12 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 13
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
Dalam Penyusunan RKA-K/LPenerapan Klasifikasi Anggaran
Oleh : Indro Trikuntjoro
Pene
rapan
Klas
ifikas
i Ang
garan
Dala
m Pe
nyusu
nan R
KA-K/
L
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah
menyelenggarakan sosialisasi Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 101/
PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran
tanggal 2 – 3 Nopember 2011, bertempat
di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat.
Acara tersebut bertujuan agar penerapan
klasifikasi anggaran berdasarkan PMK
baru dapat diterapkan dalam penyusunan
RKA-K/L tahun anggaran 2012. Target
utama peserta adalah para perencana
di lingkungan DJA dan dari Kementerian
Negara/Lembaga.
PMK Nomor 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran merupakan amanat
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 90
Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA
K/L. Klasifikasi anggaran merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari implementasi
pendekatan penganggaran terpadu. Pasal 5
ayat (2) PP No.90 Tahun 2010 menyatakan
bahwa “RKA KL disusun secara terstruktur
dan dirinci menurut klasifikasi anggaran,
yang meliputi : (a) klasifikasi organisasi, (b)
klasifikasi fungsi, (c) klasifikasi jenis belanja.”
Berdasarkan hal tersebut, PMK No.101/
PMK.02/2011 mengatur pedoman umum
klasifikasi organisasi, klasifikasi fungsi, dan
klasifikasi jenis belanja. Uraian di bawah
ini menjelaskan substansi yang diatur
dalam PMK dimaksud dan pemutakhiran
penerapan akun belanja.
Klasifikasi OrganisasiAmanat Pasal 6 ayat (2) UU No.17 Tahun
2003 menyatakan bahwa Presiden selaku
Kepala Pemerintahan memberikan kuasa
pengelolaan keuangan negara, salah satunya
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang
dipimpinnnya. Masing-masing K/L dapat
mengetahui berapa alokasi anggaran yang
dikelolanya melalui pengelompokkan alokasi
anggaran berdasarkan nomenklatur K/L
sebagaimana TUPOKSI yang didelegasikan
Presiden. Daftar kelompok pengelola
anggaran berasal dari APBN inilah yang kita
kenal dengan istilah Bagian Anggaran (BA).
Tata cara penilaian suatu K/L menjadi
BA telah diatur dalam PMK Nomor 93/
PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan RKA KL. Saat ini, KL yang
telah ditetapkan sebagai BA tersendiri
berjumlah 113 Unit, tetapi yang saat ini aktif
digunakan berjumlah 80 unit.
klasifikasi fungsiAmanat Pasal 7 ayat (1) UU No.17 Tahun
2003 menyatakan bahwa kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara digunakan
untuk mencapai tujuan bernegara. Makna
tersirat dari pernyataan tersebut, alokasi
belanja negara harus diarahkan kepada
penyelenggaraan fungsi-fungsi suatu
pemerintahan dalam rangka pencapaian
tujuan bernegara. Nomenklatur fungsi
dan sub fungsi (tercantum dalam lampiran
II PMK), mengacu kepada Government
Finance Statistics tahun 2001 (GFS Manual
2001). GFS Manual 2001 disusun oleh IMF
berdasarkan hasil kajian atas penerapan
fungsi-fungsi pemerintahan di seluruh dunia.
Jumlah fungsi tersebut merupakan fungsi
minimal (dasar) pemerintahan yang pasti
ada di seluruh negara di dunia. Kesebelas
fungsi tersebut terdiri dari : (1) Fungsi
Pelayanan Umum; (2) Fungsi Pertahanan;
(3) Fungsi Ketertiban dan Keamanan;
(4) Fungsi Ekonomi; (5) Perlindungan
Lingkungan Hidup; (6) Fungsi Perumahan
dan Pemukiman; (7) Fungsi Kesehatan; (8)
Fungsi Pariwisata dan Budaya; (9) Fungsi
Agama; (10) Fungsi Pendidikan; dan (11)
Fungsi Perlindungan Sosial.
K/L pengemban suatu TUPOKSI yang
secara tersurat memiliki kesesuaian dengan
nomenklatur fungsi maupun subfungsi
dan/atau sesuai dengan penjelasan pada
subfungsi (tercantum pada lampiran II
PMK ini), K/L tersebut mengelola sebagian
keuangan negara pada alokasi belanja
negara di kelompok fungsi dimaksud. Ada 2
(dua) fungsi yang perlu mendapat perhatian
lebih dalam penerapan penyusunan RKA-
K/L: Fungsi Pelayanan Umum; dan Fungsi
Pendidikan. Tujuannya agar tidak salah
memahami pengelompokan atas fungsi
dimaksud.
Fungsi Pelayanan Umum tidak identik
dengan penyelenggaraan unit layanan
umum yang ada pada semua kesekretariatan
KL. Fungsi ini harus dilihat sebagai
fungsi pemerintahan yang memberikan
dukungan kepada penyelenggaraan fungsi
utama lainnya. Oleh karena itu tidak
seharusnya alokasi belanja K/L pada
unit kesekretariatan terpisah dengan unit
teknis yang melaksanakan fungsi utama
yang lain. Lebih tegasnya, tidak semua K/L
melaksanakan fungsi ini.
Fungsi Pendidikan merupakan amanat Pasal
49 ayat (1) UU No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Batasan
pengertian pendidikan harus dipahami
dengan bijak. Saat ini, batasan pengertian
pendidikan masih terlalu luas, sehingga
pengawasan penggunaan fungsi ini belum
dapat dilakukan sebagaimana mestinya.
Kecenderungan atas penggunaan fungsi
ini lebih didominasi oleh kebijakan politis
dan sarana bagi KL untuk mendapat alokasi
belanja negara.
14 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
Pene
rapan
Klas
ifikas
i Ang
garan
Dala
m Pe
nyusu
nan R
KA-K/
L
Klasifikasi Jenis BelanjaAmanat Pasal 11 ayat (5) UU No.17
Tahun 2003 menyatakan bahwa belanja
negara dirinci menurut organisasi, fungsi,
dan jenis belanja. Klasifikasi jenis belanja
lebih diarahkan untuk tujuan manajemen
anggaran (baca : transaksi yang bersifat kas)
yang sangat penting untuk pengendalian
anggaran dan monitoring. Tegasnya,
tujuan penerapan jenis belanja pada
penyusunan RKA K/L: guna mewujudkan
akuntabilitas transaksi sebagai bentuk
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
yang berperan mencatat transaksi yang telah
terjadi, menyajikan dan mengungkapkannya
dalam laporan keuangan.
Jenis belanja yang digunakan dalam
penganggaran: (51) Belanja Pegawai, (52)
Belanja Barang, (53) Belanja Modal, (54)
Belanja Bunga Utang, (55) Belanja Subsidi,
(56) Belanja Hibah, (57) Belanja Bantuan
Sosial, dan (58) Belanja Lain-Lain. Sejak
tahun anggaran 2011, penerapan klasifikasi
jenis belanja pada dokumen RKA K/L
dan DIPA menggunakan kelompok 2
(dua) digit. Namun demikian, penyusunan
RKA K/L pada formulir kertas kerja tetap
menggunakan kelompok 6 (digit) mengacu
Bagan Akun Standar (BAS).
Pemutakhiran Penerapan Akun Belanja
Pengaturan lebih lanjut penerapan jenis
belanja dalam penyusunan RKA K/L
mengacu pada PMK No.91/PMK.05/2007
tentang Bagan Akun Standar. PMK ini
mengatur bahwa Bagan Akun Standar
selanjutnya dikelola/dikurangi/ditambah
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan
c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan (selanjutnya disebut Dit. APK).
Dalam rangka penganggaran tahun 2012,
Dit. APK melakukan langkah berupa
pemutakhiran beberapa akun belanja.
Tujuannya jelas: 1) pengguna (para
perencana) yang menyusun/menelah
dokumen penganggaran mempunyai
persepsi sama atas penerapan akun belanja;
dan 2) penertiban penggunaan akun
belanja dalam pengalokasian anggaran/
belanja sesuai dengan akidah akuntansi yang
berlaku umum. Pemutakhiran ini berkaitan
dengan dua jenis belanja: Belanja Barang
dan Bantuan Sosial.
Rincian Belanja Barang dalam PMK terbagi
dalam:
1. Belanja Barang Operasional
Kelompok transaksi belanja barang ini
untuk menampung semua pendanaan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan
dasar suatu Satker dan umumnya
bersifat internal.
2. Belanja Barang Non Operasional
Kelompok transaksi belanja barang ini
untuk menampung semua pendanaan
dalam rangka pelaksanaan strategi
pencapaian target kinerja suatu Satker
dan umumnya pelayanan yang bersifat
eksternal
3. Belanja Barang Badan Layanan Umum
Kelompok transaksi belanja barang ini
untuk menampung semua pendanaan
operasional BLU termasuk pembayaran
gaji dan tunjangan pegawai BLU.
4. Belanja Barang untuk Masyarakat atau
Entitas lain
Kelompok transaksi belanja barang ini
untuk menampung pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan kepada
masyarakat atau entitas lain yang tujuan
kegiatannya tidak termasuk dalam kriteria
kegiatan bantuan sosial. Termasuk dalam
kelompok ini adalah kelompok transaksi
belanja barang penunjang kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Sedangkan pemutakhiran akun belanja
untuk Bantuan Sosial diatur lebih lanjut
berupa pengelompokan akun belanjanya.
Perbedaan pengaturan akun belanja
Bantuan Sosial yang baru dengan yang
lama: 1) penetapan kriteria Resiko Sosial
(Bultek KSAP No.10 Tahun 2011) yang
menjadi dasar klasifikasi belanja bantuan
social; dan 2) pengelompokan yang
lebih spesifik mengenai Bantuan Sosial.
Pengelompokan belanja Bantuan Sosial
tersebut terdiri dari :
1. Belanja Bantuan Sosial untuk
Rehabilitasi Sosial;
2. Belanja Bantuan Sosial untuk Jaminan
Sosial;
3. Belanja Bantuan Sosial untuk
Pemberdayaan Sosial;
4. Belanja Bantuan Sosial untuk
Perlindungan Sosial;
5. Belanja Bantuan Sosial untuk
Penanggulangan Kemiskinan;
6. Belanja Bantuan Sosial untuk
Penanggulangan Bencana.
Penulis adalah :Kepala Seksi Klasifikasi Anggaran
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 15
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
Pene
rapan
Klas
ifikas
i Ang
garan
Dala
m Pe
nyusu
nan R
KA-K/
L
16 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
Urgensi Dari Perumusan Arah, Proses, Prasyarat, Dan Identifikasi Peluang Serta Tantangannya
DJA Sukses “Naik Kelas” :
Untuk suatu unit kerja yang mempunyai tugas rutin, proses kenaikan kelas bukanlah menjadi hal yang biasa. Hal ini
dikarenakan platform unsur-unsurnya belum tentu secara khusus disiapkan untuk selalu naik kelas. Tentu berbeda
dengan para siswa yang memang platformnya adalah naik kelas dan lulus. Meskipun terkait dan bisa didukung dengan
baiknya kualitas pelaksanaan tugas rutin, tetapi kenaikan kelas bukanlah tugas rutin itu sendiri. Oleh karena itu, kenaikan
kelas harus dikerjakan sejalan tetapi di luar tugas rutin, sehingga memerlukan upaya lebih keras.
Oleh : Purwiyanto
LATAR BELAKANG PERLUNYA
NAIK KELAS
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo
berkali-kali menekankan agar Direktorat
Jenderal Anggaran (DJA) meningkatkan
kemampuan nya sebagai pengelola
anggaran negara. DJA diharapkan mampu
meningkatkan perannya sehingga dapat
“naik kelas” dari hanya sekedar budget
administrator menjadi budget analyst.
Sebagai salah satu unit kerja pengelola
keuangan negara, DJA mengemban tugas
dan fungsi yang semakin berkembang
dari waktu ke waktu, baik dalam
pengelolaan belanja negara
maupun pendapatan negara.
Di sisi belanja, perkembangan
tersebut menyangkut banyak
aspek, baik volume anggarannya,
kementerian negara/ lembaga
(K/L) yang menjadi stakeholdernya,
variasi komponen belanjanya,
maupun jenis dan jumlah
program/kegiatannya. Dalam tahun
2011, secara nominal belanja
negara yang ditangani khususnya belanja
pemerintah pusat (BPP) telah berkembang
pesat sehingga mencapai sekitar 2,5 kali
lipat dari kondisinya dalam tahun 2005.
Perkembangan tersebut sejalan dengan
tercapainya pertumbuhan rata-rata
belanja pemerintah pusat yang mencapai
16,7 persen per tahun. Selain itu, PNBP
yang menjadi tanggung jawab DJA secara
nominal juga mengalami perkembangan
pesat sehingga dalam tahun 2011
volumenya telah mencapai hampir dua kali
lipat dari volumenya dalam tahun 2005.
Perkembangan PNBP juga menyangkut
banyak aspek, seperti volume pendapatan,
jenis/ sumber pendapatan, tarif PNBP, serta
pagu penggunaannya
Konsekuensi logis dari perkembangan
berbagai aspek pengelolaan anggaran negara
tersebut, adalah meningkatnya tanggung
jawab serta tantangan dan risiko yang
harus dihadapi oleh DJA dalam pelaksanaan
tugas, saat ini dan di masa depan. Dengan
melihat trend perkembangan BPP dan
PNBP dalam periode 2005-2011 tersebut,
maka dalam lima tahun mendatang, volume
anggaran yang harus dikelola oleh DJA bisa
mencapai dua kali dari kondisi tahun 2011
yang berarti sekitar empat atau lima kali
dari kondisinya dalam tahun 2005.
Untuk mensikapi kondisi tersebut,
siap memperbaiki kebijakan, regulasi,
administrasi, serta manajemen pelaksanaan
tugas agar kinerja DJA dalam pengelolaan
anggaran negara di masa depan tidak
mengalami penurunan, atau bahkan
diharapkan menjadi jauh lebih baik dari
kondisi sekarang. Kondisi tersebut sejalan
dengan salah satu pendapat penting
dalam teori ekonomi pembangunan yang
menyatakan bahwa “untuk berada di tempat
yang sama, kita harus selalu berlari lebih
cepat”. Konsep tersebut kurang lebih dapat
ditafsirkan bahwa untuk mempunyai kinerja
yang sama pada tingkat tertentu, kita harus
selalu bekerja secara lebih, dalam arti lebih
keras, lebih cerdas, dan lebih baik. Naik kelas
bagi DJA memang perlu diupayakan dengan
sukses. Konsekuensinya, terdapat beberapa
substansi penting yang perlu dipersiapkan
dalam mencapai kesuksesan tersebut.
Penulis bermaksud menyumbangkan
pikiran untuk menyampaikan beberapa
hal yang kiranya diperlukan bagi persiapan
kenaikan kelas tersebut.
ARAH NAIK KELAS
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara
Bab II Mengenai Kekuasaan
Keuangan Negara, Pasal 6
mengatur bahwa “Presiden selaku
Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan, dan
Kekuasaan tersebut dikuasakan
kepada Menteri Keuangan, selaku
pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara
yang dipisahkan”. Selanjutnya, dalam
Pasal 7 diatur bahwa “Kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara digunakan
untuk mencapai tujuan bernegara”, dan
“Dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan
bernegara tersebut, setiap tahun disusun
APBN dan APBD. APBN yang merupakan
wujud pengelolaan keuangan negara dan
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran
belanja, dan pembiayaan, harus disusun
sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan negara dan kemampuan
Di sisi pendapatan negara, yaitu penerimaan negara bukan pajak (PNBP), tugas
DJA antara lain merumuskan kebijakan dan regulasi
PNBP, perencanaan pagu penggunaan PNBP, dan
monitoring serta evaluasi pengelolaan PNBP.
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 17
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
DJA
Sukse
s “Na
ik Ke
las”:
Urge
nsi
Dari P
erumu
san A
rah, P
roses
, Pras
yarat
, Dan
Iden
tifika
si Pe
luang
Sert
a Ta
ntang
anny
a
dalam menghimpun pendapatan negara.
Secara teori, fungsi pemerintahan yang
diselenggarakan untuk mencapai tujuan
bernegara seperti disebut dalam undang-
undang tersebut terdiri dari fungsi non
ekonomi yang merupakan fungsi dasar
pemerintahan dan fungsi ekonomi. Fungsi
nonekonomi meliputi fungsi-pemerintah
untuk menyelenggarakan pertahanan
dan keamanan, peradilan, serta pelayanan
umum. Sementara itu, fungsi ekonomi
yang meliputi fungsi-fungsi (1) alokasi
untuk membantu mengalokasikan
sumber-sumber daya ekonomi secara
efisien, (2) distribusi untuk memperbaiki
distribusi pendapatan masyarakat, dan (3)
stabilisasi untuk mengatasi masalah atau
mencapai berbagai tujuan kinerja ekonomi
makro. Sebagai bagian dari Kementerian
Keuangan, DJA mempunyai tugas, baik di
bidang belanja negara maupun di bidang
pendapatan negara. Dengan demikian,
dalam melaksanakan tugasnya, DJA harus
mampu berperan dalam mencapai tujuan
bernegara (menciptakan kesejahteraan
masyarakat) sebaik mungkin melalui alokasi
belanja negara secara efektif, efisien, dan
berkualitas, sekaligus mengumpulkan
pendapatan negara (PNBP) secara optimal.
Kondisi ideal dari tugas pengelolaan belanja
negara antara lain adalah (1) perencanaan
program/kegiatan yang sesuai kebutuhan,
(2) alokasi anggaran yang efektif dan
efisien, (3) pelaksanaan anggaran yang
sesuai jadwal dan memenuhi kriteria
good governance, serta (4) tercapainya
output dan outcome yang direncanakan.
Sehubungan dengan itu, pelaksanaan
tugas DJA dalam mengalokasikan belanja
negara (khususnya belanja pemerintah
pusat) secara efektif, efisien dan berkualitas
antara lain mencakup tugas-tugas terkait
dengan (1) perumusan kebijakan dan
regulasi di bidang belanja negara, (2)
pengalokasian anggaran belanja negara, dan
(3) monitoring serta evaluasi pelaksanaan
anggaran. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
tersebut, belanja negara harus memenuhi
kriteria efektif, efisien, dan berkualitas.
Selanjutnya, penggunaan anggaran
belanja negara secara efektif, efisien, dan
berkualitas tersebut dapat dicapai melalui
perencanaan anggaran yang akurat, serta
proses pelaksanaan anggaran yang tepat
jumlah, tepat sasaran, tepat waktu, dan
tepat hasil. Oleh karena itu, kondisi naik
kelas bagi DJA terkait dengan hal tersebut
adalah meningkatnya kemampuan untuk
meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
kualitas belanja negara, khususnya belanja
Pemerintah Pusat. Tolok ukur dari naik
kelas tersebut, selain meningkatnya akurasi
perencanaan yang antara lain ditunjukkan
oleh tercapainya realisasi anggaran
(penyerapan) secara tepat waktu dan
jumlah, juga ditunjukkan oleh tercapainya
output dan outcome dari kegiatan yang
direncanakan dan anggaran yang digunakan.
Di sisi pendapatan negara, yaitu
penerimaan negara bukan pajak (PNBP),
tugas DJA antara lain merumuskan
kebijakan dan regulasi PNBP, perencanaan
pagu penggunaan PNBP, dan monitoring
serta evaluasi pengelolaan PNBP. Dalam
hal ini, kondisi naik kelas bagi DJA
adalah meningkatnya kemampuan untuk
mengumpulkan pendapatan negara secara
optimal, dalam arti melakukan perencanaan
yang akurat, pengumpulan pendapatan yang
optimal, dan mengelolanya sesuai dengan
prinsip-prinsip good corporate governance
(GCG), sekaligus meningkatkan kinerja dari
para stakeholder PNBP. Tolok ukur dari naik
kelas tersebut, adalah meningkatnya akurasi
perencanaan yang dihasilkan, yang antara
lain ditunjukkan oleh tercapainya realisasi
PNBP secara optimal dan tepat waktu.
Perlu ditambahkan, bahwa pengertian
optimal tersebut berarti sesuai dengan
potensi yang ada, dengan tetap menjaga
perkembangan objeknya.
Selain DJA, dalam pelaksanaan proses
pengelolaan anggaran juga melibatkan
stakeholder lain, baik intern maupun
ekstern Kementerian Keuangan. Dalam
menjalani proses tersebut, tidak jarang
diperlukan pembahasan sehingga
diperlukan kemampuan untuk menjelaskan
dan kekuatan tawar (bargaining power)
yang tinggi. Secara filosofis, kemampuan
untuk menjelaskan dan kekuatan tawar
tersebut terkait dengan tingkat kompetensi
organisasi dan SDM yang ditugaskan. Dalam
hal ini, terminologi naik kelas bagi DJA
kenaikan kemampuan untuk menjelaskan
dan mempunyai posisi tawar yang kuat
dalam berbagai pembahasan dan negosiasi
di bidang pengelolaan anggaran dengan
berbagai stakeholder.
PROSES NAIK KELAS
Untuk suatu unit kerja yang mempunyai
tugas rutin, proses kenaikan kelas bukanlah
menjadi hal yang biasa. Hal ini dikarenakan
platform unsur-unsurnya belum tentu secara
khusus disiapkan untuk selalu naik kelas.
Tentu berbeda dengan para siswa yang
memang platformnya adalah naik kelas dan
lulus. Meskipun terkait dan bisa didukung
dengan baiknya kualitas pelaksanaan tugas
rutin, tetapi kenaikan kelas bukanlah tugas
rutin itu sendiri. Oleh karena itu, kenaikan
18 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
DJA
Sukse
s “Na
ik Ke
las”:
Urge
nsi
Dari P
erumu
san A
rah, P
roses
, Pras
yarat
, Dan
Iden
tifika
si Pe
luang
Sert
a Ta
ntang
anny
a
kelas harus dikerjakan sejalan tetapi di luar
tugas rutin, sehingga memerlukan upaya
lebih keras.
Untuk mencapai kenaikan kelas yang
berkualitas, hal penting yang harus dimiliki
oleh SDM DJA adalah platform seperti
siswa berprestasi yang merasa harus
naik kelas bahkan menduduki ranking
tinggi, atau platform militer yang harus
siap untuk menang dalam bertempur
dan berperang dalam mempertahankan
negara, atau para atlet yang harus menjadi
juara dan mempertahankan kejuaraannya,
atau bahkan memecahkan rekor. Untuk
mencapai kesuksesan dalam mencapai
suatu tujuan strategis tertentu, proses
atau tahap-tahap pencapaian merupakan
faktor penting dalam pencapaian tujuan
tersebut. Oleh karena itu, proses
pencapaian tersebut harus dirumuskan
dengan matang, rinci, disepakati, dan
dipahami, serta kemudian digunakan
secara disiplin dan ditinjau ulang serta
disempurnakan untuk menjalani langkah
pencapaian tujuan tersebut.
Proses atau tahap yang diperlukan untuk
naik kelas bagi DJA antara lain adalah (1)
menyesuaikan pola pikir, sikap, perilaku,
dan orientasi SDM dengan platform untuk
naik kelas, antara lain menyadari bahwa
tantangan tugas DJA akan semakin berat
di masa depan, dan bila tidak disiapkan
dari sekarang untuk menghadapinya maka
tantangan tersebut akan menjadi masalah
yang lebih kompleks di masa depan, (2)
menyusun titik tujuan dari kenaikan kelas,
strategi pencapaian, sekaligus organisasi
atau task force sebagai PIC dari upaya
untuk naik kelas (3) mengidentifikasi
kondisi existing DJA, khususnya identifikasi
permasalahan yang bisa diselesaikan
dan potensi yang bisa dikembangkan,
(4) mempersiapkan rencana kerja dari
implementasinya, payung hukum dan
regulasi, serta anggaran dan fasilitas (5)
implementasi pencapaian, yang dilakukan
secara intensif, dan (6) monitoring,
evaluasi, pelaporan, dan penyempurnaan
terkait semua proses yang direncanakan
dan dijalani.
PRASYARAT NAIK KELAS
Prasyarat naik kelas secara berkualitas
adalah hal-hal yang harus ada agar
DJA bisa naik kelas secara berkualitas.
Ketiadaan salah satu atau beberapa
prasyarat tersebut akan menyebabkan
tidak naik kelas, atau naik kelas tetapi
tidak berkualitas. Sehubungan dengan
itu, prasyarat yang harus tersedia dalam
rangka naik kelas secara berkualitas
antara lain adalah (1) kesepahaman
dan kesediaan dari semua pemangku
kepentingan DJA tentang perlunya naik
kelas tersebut, serta kesadaran tentang
dampak biaya dan manfaatnya (2)
pengetahuan tentang posisi riil saat ini
dan posisi kelas baru yang ingin dicapai,
(3) PIC yang kredibel untuk menjadi agen
pencapaian (mengelola) kenaikan kelas,
(3) arah dan strategi yang jelas, terukur,
konsisten, dan kontinyu, (4) SDM di tingkat
analis dan teknis yang mempunyai disiplin
keahlian yang memadai untuk berpikir
dan bekerja multidimensi serta dikelola
dan dikembangkan dengan baik dari
semua aspek, baik recruitment, pembinaan,
remunerasi/insentif, opportunity, maupun
reward and punishment, (5) database yang
memadai dalam arti valid, lengkap, tersedia
secara kontinyu dan real time menyangkut
pendapatan (langkah kebijakan, langkah
administratif, realisasi penerimaan, potensi,
tarif, objek, subjek, kondisi sektor ekonomi
terkait, benchmark di negara lain), belanja
(langkah kebijakan, langkah administratif,
realisasi belanja negara, Volume input dan
unit cost, ouput, outcome, benchmark di
negara lain), (6) model yang akurat dan
selalu dievaluasi serta disempurnakan
(perencanaan, perk real, structural
change, analisis dampak ekonomi makro),
(7) aturan yang representatif yang
memperhitungkan implementasinya,
benefit dan costnya (primer, sekunder, dan
tertier), dampak dan respon stakeholder
yg tidak distortif, (8) teknologi informasi
yang representatif, (9) networking yang
terkelola dengan baik sehingga dapat
menjamin kelangsungan penyediaan dana,
data/informasi, dan teknologi sesuai waktu,
jumlah dan kualitas yang diperlukan, serta
dukungan lain yang diperlukan. Selanjutnya,
mengingat tugas DJA di bidang keuangan
negara ini merupakan tugas yang selalu
bekaitan dengan dinamika yang tinggi dari
objek tugas tersebut, maka sikap antisipatif
dan inovatif terhadapi perubahan tugas dan
faktor penentunya, baik secara kuantitas
maupun secara kualitas, (10) dilaksanakan
tanpa menganggu kegiatan rutin DJA, atau
bahwa diupayakan untuk bersinergi, (11)
anggaran dan fasilitas yang diperlukan.
PELUANG DAN TANTANGAN
UNTUK NAIK KELAS
Proses pengelolaan keuangan negara, baik
di sisi pendapatan maupun di sisi belanja
negara melibatkan banyak pemangku
kepentingan, sejak dari tahap perencanaan,
penentuan alokasi, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi, serta upaya perbaikan dan
penyempurnaannya. Dalam kesehariannya,
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 19
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
DJA
Sukse
s “Na
ik Ke
las”:
Urge
nsi
Dari P
erumu
san A
rah, P
roses
, Pras
yarat
, Dan
Iden
tifika
si Pe
luang
Sert
a Ta
ntang
anny
a
masing-masing stakeholder tersebut
dapat mempunyai posisi yang berbeda,
bahkan tidak jarang nampak berlawanan,
dengan posisi DJA.
Sesuai dengan konsep-konsep ekonomi
seperti kelangkaan (scarcity), hukum
selalu naiknya peran pemerintah
(The Law of Increasing State Activity –
Adolf Wagner), hukum permintaan
dan penawaran, game theory, general
equilibrium, prinsip dinamika ekonomi,
dan konsep-konsep penting lainnya, maka
pembahasan anggaran pendapatan dan
belanja sering menjadi penuh tantangan
karena berkaitan dengan aksi dan reaksi
para pemangku kepentingan. Di
sisi lain, banyak juga peluang yang
tersedia untuk dimanfaatkan
dalam mendukung pelaksanaan
tugas yang ada.
Berbagai peluang yang
dapat dimanfaatkan untuk
memperlancar pelaksanaan
tugas DJA antara lain adalah
terdapatnya berbagai
undang-undang dan regulasi yang
representatif, kondisi SDM, organisasi,
dan manajemen yang memadai secara
kuantitas dan kualitas, serta tingginya
kesadaran dari stakeholder mengenai
terdapatnya kepentingan bersama
dalam rangka membangun negara untuk
mensejahterakan masyarakat. Peluang
lainnya adalah adanya kesadaran saling
memerlukan dari para stakeholder
dalam proses pengelolaan anggaran
dan keuangan negara dan kesadaran
sebagai abdi negara dan masyarakat
yang harus melaksanakan tugas yang
diembannya dengan baik. Selain daripada
itu, perkembangan ilmu, teknologi, dan
informasi juga sangat membantu dalam
melaksanakan pengelolaan anggaran.
Sementara itu, tidak sedikit tantangan
yang dihadapi dalam pengelolaan
keuangan negara. Salah satunya adalah
adanya kelangkaan, yang antara lain
tercermin pada tingginya permintaan
anggaran yang harus dipenuhi, sedangkan
anggaran yang tersedia sangat terbatas,
sehingga menimbulkan konsekuensi
pada keperluan disusunnya prioritas
secara akurat. Hal tersebut menimbulkan
keperluan akan tingginya kompetensi
untuk menyusun prioritas, membahas,
dan menegosiasi alokasi anggaran, baik
internal pemerintah yang dengan K/L,
maupun antara pemerintah dengan
lembaga negara lainnya seperti DPR
dan DPD. Selain itu, terdapat aspek
governance dalam pengelolaan anggaran
yang berpotensi menimbulkan dampak
urusan dengan auditor (BPKP dan BPK)
dan lembaga pemberantas korupsi (KPK,),
serta berbagai pendapat masyarakat dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tantangan lainnya adalah kondisi SDM
yang lebih suka berada pada posisi status
quo dan sulit diajak untuk naik kelas, SDM
yang berfikir parsial (partial equilibrium),
dan tidak mau mempertimbangkan
reaksi stakeholder lain dalam perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan
dalam pengelolaan anggaran. Tantangan
yang nampaknya paling sulit diatasi
adalah sulitnya menjaga konsistensi utk
mendudukkan upaya naik kelas pada
prioritas yang semestinya, karena bisa
terabaikan kalau tugas rutinnya banyak
ditambah lagi dengan tugas ad hoc yang
sering datang dengan waktu dan volume
yang tidak terduga.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang dilakukan
dalam bagian sebelumnya,
dapat disampaikan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Untuk naik kelas, DJA
mendefinisikan (i) arah dari
kenaikan kelas yang ingin dicapai,
(ii) proses dari kenaikan kelas yang
akan ditempuh, (iii) prasyarat dari
kenaikan kelas yang diperlukan,
dan (iv) mengidentifikasi peluang
dan tantangan dari kenaikan
kelas,
2. Arah dari kenaikan kelas DJA
mencakup (i) di sisi belanja negara
adalah meningkatnya kemampuan
untuk memperbaiki efisiensi,
efektivitas, dan kualitas belanja negara,
khususnya belanja Pemerintah Pusat,
(ii) di sisi pendapatan negara adalah
meningkatnya kemampuan untuk
mengumpulkan pendapatan negara
secara optimal sesuai dengan prinsip-
prinsip good corporate governance
(GCG), (iii) di sisi koordinasi adalah
naiknya kekuatan tawar dalam berbagai
pembahasan dan negosiasi dalam
Prasyarat kenaikan kelas DJA mencakup (i) kesepahaman dan kesediaan dari semua pemangku kepentingan
untuk naik kelas, dan menanggung dampak biaya
dan manfaatnya
20 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
DJA
Sukse
s “Na
ik Ke
las”:
Urge
nsi
Dari P
erumu
san A
rah, P
roses
, Pras
yarat
, Dan
Iden
tifika
si Pe
luang
Sert
a Ta
ntang
anny
a
pengelolaan anggaran
3. Proses dari kenaikan kelas DJA
mencakup (i) menyesuaikan pola
pikir, sikap, perilaku, dan orientasi
SDM dengan platform untuk naik
kelas, (ii) menyusun titik tujuan dari
kenaikan kelas, strategi pencapaian,
sekaligus organisasi atau task force
sebagai PIC dari upaya untuk naik
kelas (iii) mengidentifikasi kondisi
existing DJA, khususnya identifikasi
permasalahan yang bisa diselesaikan
dan potensi yang bisa dikembangkan,
(iv) mempersiapkan rencana kerja
dari implementasinya, payung hukum
dan regulasi, serta anggaran dan
fasilitas (v) implementasi pencapaian,
yang dilakukan secara intensif, dan (vi)
monitoring, evaluasi, pelaporan, dan
penyempurnaan terkait semua proses
yang direncanakan dan dijalani.
4. Prasyarat kenaikan kelas DJA
mencakup (i) kesepahaman dan
kesediaan dari semua pemangku
kepentingan untuk naik kelas, dan
menanggung dampak biaya dan
manfaatnya (ii) pengetahuan tentang
posisi riil saat ini dan posisi kelas
baru yang ingin dicapai, (iii) PIC
yang kredibel untuk menjadi agen,
(iv) arah dan strategi yang jelas,
terukur, konsisten, dan kontinyu,
(v) SDM di tingkat analis dan teknis
yang mempunyai disiplin keahlian
yang memadai (vi) database yang
memadai, (vii) model yang akurat dan
selalu dievaluasi serta disempurnakan,
(viii) aturan yang representatif, (ix)
teknologi informasi yang representatif,
(x) networking yang terkelola
dengan baik, (xi) dilaksanakan tanpa
menganggu atau bahkan bersinergi
dengan tugas rutin, dan (xii) anggaran
serta fasilitas yang diperlukan.
5. Peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
memperlancar pelaksanaan tugas DJA
antara lain adalah (i) undang-undang
dan regulasi yang representatif, (ii)
SDM dan organisasi yang memadai,
(iii) tingginya kesadaran mengenai
terdapatnya kepentingan bersama
untuk mensejahterakan masyarakat,
(iv) adanya kesadaran saling
memerlukan, (v) kesadaran sebagai
abdi negara dan masyarakat, dan (vi)
perkembangan ilmu, teknologi, dan
informasi. Sementara itu tantangan
yang dihadapi dalam pengelolaan
keuangan negara adalah (i) kelangkaan
anggaran, (ii) aspek governance dalam
pengelolaan anggaran yang berpotensi
menimbulkan dampak urusan dengan
auditor (BPKP dan BPK) dan lembaga
pemberantas korupsi (KPK,), (iii)
berbagai pendapat masyarakat dan
lembaga swadaya masyarakat (LSM)
(iv) kondisi sebagian SDM yang
lebih suka berada pada posisi status
quo dan sulit diajak untuk naik kelas,
SDM yang berfikir parsial (parsial
equilibrium), dan tidak mampu/
mau mempertimbangkan reaksi
stakeholder lain dalam perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan
dalam pengelolaan anggaran, (e)
tidak terjaganya konsistensi utk
mendudukkan upaya naik kelas pada
prioritas yang semestinya,.
(Penulis adalah Tenaga Pengkaji Bidang
PNBP)
Dalam rangka mencapai harapan untuk
naik kelas bagi DJA, hal utama yang
dapat penulis sarankan untuk ditempuh
pertama kali adalah menunjuk PIC
yang representatif sebagai agen dari
upaya kenaikan kelas tersebut yang
diberi tugas untuk merumuskan
strategi pencapaian upaya tersebut,
seperti mengidentifikasi arah, proses,
prasyarat yang diperlukan, langkah
solusi untuk memanfaatkan peluang
dan tantangan yang ada. PIC yang
ditunjuk memerlukan beberapa syarat,
yaitu (1) paham mengenai proses
bisnis DJA termasuk, siklus tugas,
peta dan profil stakeholder, berbagai
masalah yang akan untuk diselesaikan,
potensi pengembangan yang akan
diunggulkan, kekuatan SDM, dan (2)
mampu meluangkan waktu khusus
untuk menangani tugas kenaikan kelas
tersebut, (3) mampu berkoordinasi
dengan berbagai stakeholder DJA,
dan (4) mempunyai kemampuan
manajemen yang memadai. Selain
itu, program kenaikan kelas tersebut
harus segera diluncurkan untuk
ditindaklanjuti.
REKOMENDASI
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 21
PERE
NCAN
AAN
ANGG
ARAN
DJA
Sukse
s “Na
ik Ke
las”:
Urge
nsi
Dari P
erumu
san A
rah, P
roses
, Pras
yarat
, Dan
Iden
tifika
si Pe
luang
Sert
a Ta
ntang
anny
a
22 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
P N
B P
REVISI UU NOMOR 20 TAHUN 1997: QUO VADIS PNBP?Oleh : Arief Masdi
eformasi Tahun 1998 yang diawali
dengan reformasi di bidang politik
pada akhirnya merambah ke bidang
ekonomi, sosial dan hukum, termasuk di
dalamnya reformasi di bidang pengelolaan
keuangan negara. Pasca reformasi Tahun
1998, undang-undang yang mengatur
tentang keuangan negara, perbendaharaan
negara, pemeriksaan keuangan negara,
perpajakan, kepabeanan telah mengalami
perubahan atau revisi. Namun, ada satu
Undang-undang yang sepertinya luput
dari perhatian publik yaitu Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang PNBP merupakan salah satu
Undang-undang yang di bidang keuangan
negara khususnya pendapatan negara
yang ditetapkan pada masa orde baru atau
sebelum reformasi Tahun 1998. Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 masih
mengacu pada Indische Comptabiliteitswet
(Staatblad Tahun 1925 Nomor 448)
sebagaimana telah diubah dan ditambah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1968. Padahal saat ini, Indische
Comptabiliteitswet telah digantikan dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. Secara yuridis,
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
sudah waktunya untuk direvisi.
Reformasi juga membawa perubahan
signifikan di bidang sosial, termasuk
sosiologi pembentukan peraturan
perundang-undangan. Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP
ditetapkan pada masa/rezim pemerintah
yang represif. Kondisi tersebut, sangat
berbeda dengan saat ini dimana
pemerintah diharuskan untuk bersikap
responsif terhadap tuntutan masyarakat.
Penguatan posisi masyarakat dalam
hubungannya dengan pemerintah
mewarnai pembentukan peraturan
perundang-undangan pasca reformasi
1998. Secara sosiologis, materi muatan
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1997 yang terkait hubungan negara,
pemerintah dan masyarakat perlu ditinjau
kembali.
PNBP Riwayatmu Dulu
Sebelum Undang-undang Nomor 20
Tahun 1997 ditetapkan, kondisi ekonomi
Indonesia sedang membutuhkan sumber
pembiayaan selain penerimaan dari
perpajakan. Saat itu, potensi penerimaan
negara lain yang paling menjanjikan dengan
potensi penerimaan cukup besar adalah
PNBP. Permasalahan saat itu, adalah belum
adanya Undang-undang yang melandasi
penyelenggaraan dan pemungutan PNBP.
Padahal, kelompok PNBP yang ada
pada Instansi Pemerintah (Kementerian/
Lembaga) cukup banyak, antara lain PNBP
dari pemanfaatan sumber daya alam,
dari hasil pengelolaan dana Pemerintah,
dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan, dari kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan pemerintah,
dari putusan pengadilan dan pengenaan
denda administrasi dan dari hibah yang
merupakan hak pemerintah.
Kondisi kekosongan peraturan perundang-
undangan saat itu, menimbulkan moral
hazard pada Instansi Pemerintah yang
melaksanakan pemungutan PNBP.
Banyak Instansi Pemerintah yang enggan
untuk melaporkan dan menyetor
PNBP ke Kas Negara. Tidak adanya
penegakan hukum (law enforcement) di
bidang PNBP juga menjadi pendorong
ketidakpatuhan Instansi Pemerintah dalam
menyelenggarakan pengelolaan PNBP
yang baik.
Ditetapkannya Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang PNBP ternyata
mampu menjadi alat penertiban dan
penegakan hukum dalam pengelolaan
PNBP. Undang-undang Nomor 20 Tahun
1997 tentang PNBP mengatur konsep
hukuman (punishment) yang cukup tegas
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh
wajib bayar dan pejabat pengelola PNBP
pada Instansi Pemerintah. Hukuman
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1997 dapat berupa hukuman administrasi
berupa denda dan sanksi pidana penjara.
Konsep hukuman dalam pengelolaan
PNBP ini ternyata membawa pengaruh
cukup signifikan terhadap ketertiban dan
kepatuhan Instansi Pemerintah dalam
melaporkan dan menyetor PNBP.
Penegakan hukum dalam pengelolaan
PNBP yang diusung Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP
saat itu, tidak serta merta diterima oleh
semua Instansi Pemerintah. Beberapa
Instansi Pemerintah resisten dan berusaha
bertahan dengan pola lama yang
sarat dengan moral hazard. Kondisi ini
menghasilkan bentuk ‘kompromi’ dalam
pengelolaan PNBP yang dinamakan
earmarked. Dalam konsep Earmarked
PNBP, Instansi Pemerintah berikan
kewenangan dapat menggunakan PNBP
yang dipungut/dihasilkannya, untuk
membiayai kegiatan tertentu dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
Konsep earmarked dalam Undang-undang
R
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 23
P N
B P
REVIS
I UU
NOM
OR 2
0 TA
HUN
1997
: QUO
VADI
S PN
BP?
Nomor 20 Tahun 1997, nampaknya
disambut cukup baik oleh Instansi
Pemerintah. Banyak Instansi Pemerintah
yang kemudian melaporkan dan
menyetorkan hasil pungutan PNBP ke Kas
Negara. Jumlah penerimaan negara yang
dikelola off budget pun semakin berkurang
dan sedikit. Instansi Pemerintah mulai rajin
melaporkan PNBP yang dipungut dengan
harapan nantinya dapat menggunakan
kembali PNBP tersebut untuk membiayai
kegiatan Instansi mereka sendiri.
Pengesahan Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang PNBP
yang didalamnya mengatur
dengan tegas tentang hukuman
(punishment) dan penggunaan
PNBP (earmarked), mampu
meningkatkan realisasi PNBP
cukup signifikan. Data realisasi
PNBP menunjukkan, pada Tahun
Anggaran 1996/1997 realisasi
PNBP mencapai Rp 30,29 Triliun
meningkat menjadi sebesar Rp
41,34 Triliun pada Tahun Anggaran
1997/1998. Peningkatan realisasi PNBP
terus berlanjut pada Tahun Anggaran
1998/1999 dimana PNBP mencapai
sebesar Rp 55,64 Triliun. Sementara itu,
pada Tahun Anggaran 1999/2000 mampu
mencapai sebesar Rp 91,52 Triliun.
PNBP Mau Kemana?Kondisi yang melingkupi lahirnya Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
PNBP empat belas tahun yang lalu
berbeda dengan kondisi saat ini atau
pasca reformasi Tahun 1998. Gelombang
reformasi di bidang keuangan negara
ditandai dengan digantikannya Indische
Compabiliteitswet (ICW) oleh Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Kemudian disusul
dengan lahirnya Undang-undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan Undang-undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
Paket Undang-undang di bidang keuangan
negara membawa perubahan mendasar
dalam sistem pengelolaan keuangan
negara. Perubahan mendasar dalam
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, antara lain
ruang lingkup keuangan negara termasuk
sumber dan lingkup pendapatan negara;
penegasan kewenangan Menteri
dan Menteri/Pimpinan Lembaga;
penekanan konsep penyetoran,
pencatatan, pengelolaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban yang harus dikelola
secara profesional, akuntabel, kredibel
dan transparan. Perubahan-perubahan
konsep mendasar di bidang pengelolaan
keuangan negara tersebut, menjadi salah
satu amanah yang juga harus dijalankan
dalam pengelolaan keuangan negara
termasuk PNBP.
Dalam pengelolaan PNBP saat ini,
terdapat beberapa substansi pokok yang
akan disesuaikan dan diadaptasi ke dalam
konsep revisi Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang PNBP. Substansi
tersebut, antara lain penyesuaian dan
penegasan konsep ruang lingkup PNBP
termasuk definisi dan kelompok PNBP;
kewenangan Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga; konsep
penetapan jenis dan tarif; konsep
penyetoran, pemungutan dan penagihan;
konsep pemeriksaan, pengembalian,
keberatan dan keringanan; konsep
penggunaan (earmarked); konsep
pembinaan dan pengawasan;
konsep pelaporan dan
pertanggungjawaban; dan konsep
pemberian sanksi administrasi
dan pidana.
Substansi pokok tersebut telah
menjadi bahan kajian bersama
antara Kementerian Keuangan
dan para stakeholder PNBP, guna
menemukan bentuk konsep
terbaik pengelolaan PNBP ke depan.
Sebagai contoh, dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997, PNBP didefinisikan
secara residual seperti keranjang sampah
sekaligus sangat lentur. PNBP didefinisikan
sebagai seluruh penerimaan Pemerintah
Pusat yang tidak berasal dari penerimaan
perpajakan. Definisi PNBP yang keranjang
sampah tersebut, misalnya dapat direvisi
dengan memasukkan kelompok PNBP
dalam definisi tersebut, sehingga menjadi
penerimaan yang berasal dari pemanfaatan
SDA, pengelolaan kekeyaan negara dan
penerimaan berasal dari pelayanan yang
diselenggarakan oleh negara.
Munculnya konflik kewenangan antara Menteri Keuangan dengan Menteri/
Pimpinan Lembaga ataupun antar Menteri/Pimpinan
Lembaga terkait pengelolaan PNBP, seperti penetapan jenis dan tarif PNBP dan
penggunaan PNBP
24 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
P N
B P
REVIS
I UU
NOM
OR 2
0 TA
HUN
1997
: QUO
VADI
S PN
BP?
Masalah kewenangan Menteri Keuangan
dan Menteri/Pimpinan Lembaga di bidang
pengelolaan PNBP juga menjadi isu pokok
dalam revisi Undang-undang Nomor 20
Tahun 1997. Dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997, Menteri Keuangan
diberikan kewenangan delegatif untuk
menunjuk Instansi Pemerintah untuk
menagih dan atau memungut PNBP yang
terutang. Sementara itu dalam Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2003, Menteri/
Pimpinan Lembaga memiliki kewenangan
atributif untuk melaksanakan pemungutan
PNBP dan menyetorkannya ke kas negara.
Jika dilihat, dalam pengelolaan PNBP saat
ini, dibutuhkan pemberian kewenangan
atributif kepada Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga yang lebih luas
dan tegas guna menyelesaikan berbagai
permasalahan yang ada dibandingkan
kewenangan yang dimiliki saat ini.
Munculnya konflik kewenangan antara
Menteri Keuangan dengan Menteri/
Pimpinan Lembaga ataupun antar Menteri/
Pimpinan Lembaga terkait pengelolaan
PNBP, seperti penetapan jenis dan tarif
PNBP dan penggunaan PNBP, juga menjadi
isu pokok yang akan dimasukkan dalam
revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun
1997. Beberapa ahli hukum memberikan
usulan bahwa permasalahan konflik
kewenangan, dapat diselesaikan dengan
mengembalikan kepada kewenangan
Presiden. Selain itu, dapat juga dengan
memberikan kewenangan atributif kepada
Menteri atau Pejabat setingkat Menteri
untuk menyelesaikan konflik kewenangan
tersebut.
Permasalahan lain yang sering menjadi
bahan perdebatan dalam kajian revisi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
tentang PNBP adalah penggunaan PNBP
(earmarked). Sebagian ahli keuangan
menganggap konsep earmarked tidak
efisien dan memperpanjang administrasi,
sedangkan sebagian pakar keuangan
lain mengatakan konsep earmarked
merupakan jawaban atas kelemahan
penganggaran umum yang tidak
mampu memberikan kepastian dalam
mengalokasikan dana, khususnya kepada
unit-unit yang menjalankan pelayanan
publik.
Prolegnas 2010-2014Saat ini revisi Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang PNBP telah
masuk dalam Proglam Legislasi Nasional
(Prolegnas) DPR RI Tahun 2010-2014,
dimana pemerintah (Kementerian
Keuangan) selaku inisiator. Permasalahan-
permasalahan dalam pengelolaan PNBP
tersebut telah menjadi bahan bahan kajian
di Kementerian Keuangan (Direktorat
Jenderal Anggaran) selaku unit yang
mengkoordinir penyusunan draft naskah
akademik dan draft RUU revisi Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
PNBP. Kementerian Keuangan (Direktorat
Jenderal Anggaran), saat ini sedang
melakukan kajian dengan berbagai
pendekatan awal. Pendekatan awal yang
saat ini sedang dilakukan antara lain :
1. Melakukan identifikasi ketentuan
dalam UU PNBP yang perlu direvisi;
2. Melakukan identifikasi ketentuan dalam
UU PNBP terkait Paket UU Keuangan
Negara;
3. Melakukan identifikasi ketentuan dalam
UU Perpajakan dan UU Kepabeanan
dan Cukai yang relevan sebagai
pembanding bagi UU PNBP;
4. Melakukan identifikasi ketentuan PNBP
dalam Undang-Undang Sektoral;
5. Melakukan studi pustaka antara terkait
bechmarking pengelolaan PNBP di
negara lain;
6. Menyebarkan kuesioner untuk
menampung masukan stakeholders
terkait penyelenggaraan dan
pengelolaan PNBP pada Kementreian/
Lembaga;
7. Melakukan focus group discussion.
Pada dasarnya, tantangan besar yang
di bidang pengelolaan Keuangan
Negara khususnya pengelolaan PNBP
merupakan tantangan Kementerian
Keuangan (Direktorat Jenderal
Anggaran) guna mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Oleh karena itu, revisi
atas Undang-undang Nomor 20
Tahun 1997 tentang PNBP merupakan
pintu masuk sekaligus perangkat
konstitusional untuk menjawab
tantangan tersebut.
Penulis adalah :Kepala Seksi pada Direktorat PNBP
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 25
P N
B P
REVIS
I UU
NOM
OR 2
0 TA
HUN
1997
: QUO
VADI
S PN
BP?
26 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
P N
B P
Oleh : Robby martaputra dan Embun
Mengapa Dan Bagaimana Revisi UU No. 20Tahun 1997 Tentang PNBP
Askolani, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak
S etelah lebih dari satu dasawarsa
dijadikan sebagai landasan pengelolaan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP), UU
No. 20 Tahun 1997 akhirnya harus melalui tahap
revisi. Proses tersebut diperkuat dengan telah
masuknya revisi UU 20/1997 sebagai salah satu
Program Legislasi Nasional 2010-2014.
Mengetahui mengapa dan bagaimana proses
revisi ini berlangsung merupakan kepentingan
banyak stakeholders baik di lingkungan intern
Kementerian Keuangan maupun ekstern
seperti kementerian/lembaga, BUMN, Pemda,
dan masyarakat pada umumnya. Tidak dapat
dipungkiri, peranan PNBP sebagai salah satu
penerimaan negara di luar pajak dan hibah
semakin meningkat sejalan perkembangan
waktu. Hal ini terlihat dari pertumbuhan
realisasi PNBP yang signifikan selama
sepuluh tahun terakhir, sebagaimana tampak
pada grafik berikut ini:
Reporter Warta Anggaran berkesempatan
mewawancarai Askolani, Direktur
Penerimaan Negara Bukan Pajak selaku
Ketua Tim Perumus dan Penyusun revisi
UU 20/1997. Meski baru 5 bulan terakhir
memimpin Direktorat PNBP, sebenarnya
PNBP bukan merupakan hal yang baru bagi
pria kelahiran kota pempek pada 45 tahun
silam ini. Sebelumnya Askolani menjabat
sebagai Kepala Pusat Kebijakan APBN,
Badan Kebijakan Fiskal selama 2,5 tahun
setelah sempat menjabat sebagai Kepala
Bidang Kebijakan Penerimaan Bukan Pajak
selama periode Oktober – Desember 2008.
Pada periode pernah bekerja di berbagai
unit yang mengelola kebijakan belanja
negara di Direktorat Jenderal Anggaran
dan Perimbangan Keuangan serta Badan
Kebijakan Fiskal. Dengan pengalaman
bekerja selama hampir 20 tahun di berbagai
instansi yang berbeda tersebut, tampaknya
lokomotif revisi UU PNBP kali ini berada di
tangan “masinis” yang tepat. Berikut adalah
petikan hasil wawancara dengan Askolani
selama 30 menit di pagi yang terasa singkat,
padat, namun ringan tersebut.
Revisi atas UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP saat ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014. Sebenarnya, apakah yang melatarbelakangi dilakukannya revisi atas UU No. 20 Tahun 1997 tersebut?Apabila kita lihat dari jangka waktunya, UU
PNBP ini memang sudah berlaku cukup
lama, hampir 14 tahun. Dari hasil evaluasi kita,
memang ditemukan cukup banyak hal yang
harus disesuaikan dengan perkembangan
situasi aktual dan tantangan-tantangan di
masa depan. Selain itu,
dari sisi hukum sudah
banyak perkembangan
yang terjadi, seperti
Amandemen UUD 1945,
diterbitkannya Paket
UU Keuangan Negara,
lahirnya “Undang-Undang
MD3” dan UU 9/2009
tentang Badan Hukum
Pendidikan. Seluruh
ketentuan perundangan
tersebut bersifat dinamis,
dan bersentuhan dengan
basis UU 20/1997 tentang PNBP yang
berkenaan dengan penerimaan SDA,
laba BUMN, dan kementerian/lembaga,
sehingga dalam perjalanannya banyak hal
yang harus dibenahi atau diperbaiki. Revisi
adalah langkah yang paling tepat untuk
mengharmonisasikan dan menyesuaikan
regulasi PNBP serta dalam rangka
mengantisipasi kebijakan PNBP ke depan.
UU 20/1997 tentang PNBP telah diterapkan selama hampir 14 tahun. Permasalahan apakah yang mengemuka di dalam pelaksanaannya sepanjang waktu tersebut?Tantangan yang kami evaluasi sepanjang
14 tahun pengelolaan PNBP berdasarkan
UU 20/1997 ini setidaknya ada empat,
yaitu: (1) mengoptimalkan potensi-potensi
PNBP, (2) mendukung kebijakan fiskal yang
sustainsble, (3) peningkatan kinerja BUMN,
dan (4) peningkatan kualitas pelayanan
kementerian/lembaga. Memang tidak
semua pelayanan umum harus dikenakan
biaya atau tarif, namun demikian kita tetap
harus memegang prinsip kewajaran dan
keadilan. Apabila dikenakan tarif pelayanan
dan pengelolaan potensi PNBP tentunya
harus tetap berpegang kepada prinsip-
prinsip tersebut.
Aspek-aspek apa sajakah yang menjadi titik fokus dalam revisi UU 20/1997 ini?Fokus pertama adalah manajemen
pengelolaan PNBP yang baik, yaitu
mengatur bagaimana hubungan
antara fungsi Kementerian Keuangan
sebagai Chief Financial Officer dengan
kementerian/lembaga, atau hubungan
antara Kementerian Keuangan bersama
dengan kementerian/lembaga dalam
menjalankan kebijakan publik. Selanjutnya
mengupayakan agar seluruh lembaga
pemerintah dapat bekerja dengan
prinsip good goverannce, transparansi, dan
akuntabilitas. Selain itu, kita juga meninjau
kembali mekanisme penganggaran PNBP,
penyetoran, dan pertanggungjawabannya,
termasuk juga mengenai tarif dan sanksi
atas keterlambatan penyetoran. Di dalam
merancang revisi UU PNBP ini kami akan
melihat bagaimana pengalaman di masa lalu,
kondisi sekarang ini, dan juga mengantisipasi
tantangan ke depannya.
Salah satu isu pokok yang menjadi
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 27
P N
B P
Asko
lani,
Direk
tur Pe
nerim
aan N
egara
Buk
an Pa
jak M
enga
pa D
an B
agaim
ana
Revis
i UU
No. 2
0 Ta
hun 1
997
Tenta
ng PN
BP
perhatian para stakeholder dalam pengelolaan PNBP adalah earmarking. Kemana arah kebijakan mengenai earmarking dalam revisi UU yang akan disusun ini, apakah tetap sama seperti yang telah berjalan atau akan ada perubahan yang signifikan?Apabila yang dimaksudkan di sini adalah
mekanisme penggunaan kembali PNBP,
sebenarnya ini adalah mengenai insentif,
yang salah satu bentuknya bisa berupa izin
untuk menggunakan kembali sebagian PNBP.
Kami menekankan bahwa pada prinsipnya
apabila sebagian PNBP digunakan kembali
maka penggunannya harus betul-betul
tepat, yaitu dalam rangka mendukung
tugas-tugas pokok kementerian/lembaga
dalam rangka pelayanan publik dan juga
untuk menghasilkan PNBP yang optimal.
Terkait dengan aspek pemeriksaan dan pengawasan terhadap pengelolaan PNBP, apakah nantinya akan ada perubahan yang substantif apabila dibandingkan dengan praktik yang telah berjalan saat ini?Memang hal tersebut merupakan salah
satu dari beberapa isu yang akan kami
coba untuk menguraikan dan mencarikan
regulasi yang lebih tepat untuk mengatasi
permasalahan yang ada sepanjang proses
revisi UU PNBP ini, seperti misalnya
ada PNBP yang tidak disetorkan, tidak
dilaporkan, disetorkan tapi terlambat,
atau disetorkan namun jumlahnya tidak
tepat, khususnya pada PNBP SDA yang
tergantung pada volatilitas nilai tukar
rupiah, harga minyak mentah, dan variabel-
variabel lainnya. Usaha perbaikan dapat
dilakukan dengan adanya peningkatan
pada fungsi pengawasan. Namun demikian,
fungsi pengawasan yang baik hanya dapat
terlaksana apabila didahului dengan adanya
regulasi yang tepat. Apabila regulasi sudah
tepat dan dilaksanakan secara konsisten,
baru kita bisa melaksanakan fungsi
pengawasan tersebut.
Saat ini cukup banyak UU Sektoral yang juga mengatur pengelolaan di bidang PNBP. Berkenaan dengan hal tersebut, strategi apa yang digunakan untuk mengharmonisasikan pengaturan pengelolaan PNBP dalam revisi UU PNBP dengan UU sektoral yang telah ada tersebut? Bagaimana caranya?Tehadap UU Sektoral, pada satu sisi dengan
adanya Amandemen UU 1945 tentunya
terjadi banyak perubahan yang menuntut
dilakukannya penyesuaian-penyesuaian,
selain juga karena adanya Paket UU
Keuangan Negara. Harmonisasi itu penting,
terutama harmonisasi kesetaraan, yaitu
menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan
yang serupa, dan harmonisasi dalam
segi hukum. Dengan adanya harmonisasi,
diupayakan tidak muncul adanya berbagai
polemik setelah proses revisi UU PNBP
20/1997 ini selesai.
Sebenarnya apakah yang menjadi
tujuan/sasaran Pemerintah ke
depan setelah revisi atas UU PNBP
selesai dan UU yang baru tersebut
diberlakukan?
Harapan kita adalah: pertama, bagaimana
PNBP dapat dikelola secara baik, adil dan
sesuai dengan fungsinya, baik itu merupakan
fungsi pelayanan pada kementerian/
lembaga maupun fungsi penerimaan
sumber daya alam migas dan nonmigas,
serta laba BUMN. Kedua, dengan adanya
revisi UU PNBP ini kita dapat menyikapi dan
menemukan penyelesaian atas berbagai
permasalahan dalam pengelolaan PNBP
selama ini. Ketiga, tentunya revisi ditujukan
agar ketentuan perundangan yang baru
tersebut dapat diimpementasikan dengan
baik dan mendukung fungsi governance.
Bagaimana perkembangan proses
revisi UU 20/1997 sampai dengan saat
ini?
Sebelum menjelaskan mengenai
perkembangannya, pertama-tama saya
akan menjelaskan mengenai tahap-
tahapnya. Revisi UU PNBP yang
dilaksanakan pada tahun 2011 ini tentunya
harus sejalan dengan perkembangan
ketentuan perundangan, sebagaimana
diketahui bahwa UU 10/2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan baru saja digantikan dengan
UU 12/2011. Selain pentahapan, hal kedua
yang perlu diperhatikan adalah time table
yang kita susun dengan mengikuti regulasi
tersebut, bahwa pada akhir tahun ini 2011
kami merencanakan finalisasi draft Naskah
Akademik. Apabila Naskah Akademik
telah selesai, proses akan dilanjutkan ke
penyusunan isi draft revisi UU PNBP
tersebut. Dijadwalkan bahwa draft revisi
UU PNBP akan dibahas dan diputuskan di
Pimpinan pada tahun 2012. Apabila dapat
disepakati Pimpinan, maka draft RUU
akan diajukan untuk dibahas di DPR pada
tahun 2013. Seperti diketahui, revisi UU
20/1997 telah termasuk dalam Program
Legislasi Nasional sampai dengan tahun
2014. Dengan demikian untuk menunjang
mekanisme di time table tersebut, sejak
tahap penyusunan draft Naskah Akademik
kami selalu memfasilitasi komunikasi antar
pemangku kepentingan (stakeholders) baik
dari pihak akademisi, praktisi hukum, sampai
dengan instansi pemerintah. Komunikasi
tersebut dibuat dalam bentuk diskusi, rapat,
1. Paket UU Keuangan Negara terdiri dari UU17/2003 tentang Keuangan
Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan, dan UU 15/ 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
2. “UU MD3” dimaksudkan dengan UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD
CATATAN:
28 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
P N
B P
Asko
lani,
Direk
tur Pe
nerim
aan N
egara
Buk
an Pa
jak M
enga
pa D
an B
agaim
ana
Revis
i UU
No. 2
0 Ta
hun 1
997
Tenta
ng PN
BP
atau forum yang terkait dengan masing-
masing fungsi misalnya pengelolaan
sumber daya alam, laba BUMN, dan
kementerian/lembaga. Tentunya seluruh
tahap komunikasi ini harus disusun secara
sistematis dan terukur, sehingga dapat
diperoleh masukan yang utuh dalam
proses revisi UU PNBP, khususnya dalam
mengembangkan draft Naskah Akademik
dalam waktu yang dekat ini.
Sesuai ketentuan, ketika pemerintah
akan menetapkan tarif atas suatu
layanan yang masuk dalam kategori
PNBP maka harus ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah (PP), namun
demikian pada pratiknya ternyata
ada beberapa pungutan yang tidak
melalui proses penetapan dalam
PP, contohnya tarif pendidikan di
perguruan tinggi negeri. Bagaimana
Pemerintah menyikapi hal ini dengan
revisi UU PNBP? Apa strateginya
ke depan supaya sesuai dengan
ketentuan?
Benar adanya bahwa persoalan biaya
pendidikan di perguruan tinggi negeri
merupakan salah satu dari berbagai
tantangan yang perlu disikapi dalam
pengelolaan PNBP saat ini. Kami
mengupayakan untuk menemukan
solusi penyelesaian yang baik supaya
di masa depan tidak timbul berbagai
permasalahan. Lebih jauh lagi, karena
hal ini juga terkait dengan fungsi badan
layanan umum (BLU), maka sebaiknya
diupayakan adanya harmonisasi dengan
unit pengelola BLU dan juga unit yang
menangani masalah pengelolaan aset,
karena sebagaimana diketahui bahwa
ketentuannya mengacu kepada Peraturan
Pemerintah. Dengan demikian, kami
berharap hal-hal yang diatur di dalam
revisi UU 20/1997 ini tidak lagi bersifat
parsial namun sudah menyeluruh dan
komprehensif.
DATA PRIBADINama Lengkap : Askolani, SE. MA
Tempat /Tanggal Lahir : Palembang 11 Juni 1966
Status/Jumlah Anak : Kawin / 2
Strata II Master of Art : Univ. of Colorado at Denver, USA (Economics)
Koresponden : Robby dan Embun
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 29
P N
B P
Asko
lani,
Direk
tur Pe
nerim
aan N
egara
Buk
an Pa
jak M
enga
pa D
an B
agaim
ana
Revis
i UU
No. 2
0 Ta
hun 1
997
Tenta
ng PN
BP
PR
OFI
LE
Photo bersama para Duta SPAN Koordinator (DSK) dan Duta SPAN Unit (DSU) dengan sekretaris DJA, Dirjen Anggaran dan DIrektur SP pada saat acara sosialisasi SPAN di DJA tanggal 26 September 2011Dari ki-ka : Aang Prabudi S. (Dit.Angg.I DSK), Aang Pugarista M. (Dit. Angg III-DSK), Mujono B. (Sekretaris-DSK) Alfian Mujiwardhani (Dit. PAPBN-DSU), Ari
Wahyuni (Sekretaris Ditjen Anggaran), Herry Purnomo (Dirjen Anggaran), Masria H. Simandjuntak (Dit. Angg I-DSU), Rakhmat (Direktur SP), Dede Solihin
(Dit. Angg.II-DSU), Kelik Umar Sumaji (Dit. Angg.III-DSU) dan Seprina Hasan Effendi (Dit.PNBP-DSU).
30 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Perlu Komitmen dan Kerjasama Yang Nyatadan Sungguh-Sungguh Agar SPAN Dapat Berhasil
PROFILE DUTA SPAN (2) :
RA (Change Readiness Assessment)
II merupakan salah satu tools yang
berbentuk survey untuk melihat kesiapan
para pegawai DJA dalam menerima
perubahan terkait implementasi SPAN.
Partisipasi para pegawai dalam CRA II
dapat dijadikan parameter untuk melihat
seberapa jauh komitmen para pegawai
untuk mendukung implementasi SPAN
Lahir di sebuah desa dan kecamatan
terpencil, kecamatan Pituruh, sebuah
kecamatan paling barat dari Kabupaten
Purworejo Jateng yang berbatasan
langsung dengan wilayah Kabupaten
Kebumen atau tepatnya 25 km dari pusat
kota Kabupaten Purworejo Propinsi
Jawa Tengah, hampir 41 tahun yang silam.
Uniknya, menurut catatan Surat Tanda
Kenal Lahir yang pernah dikeluarkan
oleh pemerintah desa, Ayah lima anak ini
(Fadhilah Izzatul Mar’ah, Muhammad
Hanif S.Q., Rayyan Sayyidil Dzaki, Hiliya
Nasywa dan Hana Syakira) pernah
tercatat lahir di kota Rembang Jateng.
Namun, dengan alasan untuk kemudahan
pengurusan surat-surat kependudukan di
kelak kemudian hari, dalam akta kelahiran
akhirnya dicatat lahir di kota Purworejo.
Meskipun begitu, pria ini mengaku pernah
tinggal dan sekolah di Rembang hingga
tahun 1977, saat dimana akhirnya ayahnya
memutuskan untuk berdinas di Komando
Rayon Militer (Koramil) Pituruh.
Raut wajahnya sekilas, bila orang belum
mengenal, sering mengira bahwa pria ini
berasal dari Sumatera. Barangkali karena
raut wajahnya yang mengisyaratkan
ketegasan, senang to the point. Namun,
begitu mendengar namanya, maka jelas
bahwa pria ini asli orang Jawa Tengah.
MUJONO, begitu teman-teman kantor
atau mitra kerjanya biasa memanggilnya.
Pemilik nama lengkap MUJONO
BASUKI yang berzodiak Piscess, tinggal
di perkampungan orang Betawi di wilayah
Desa Perigi Lama, Pondok Aren, Kota
Tangerang Selatan, tepatnya 3 km sebelum
masuk kawasan JPG (Jaringan Pipa Gas)
suatu tempat dimana para pencinta
sepeda gunung dan komunitas bike to work
biasa berkumpul.
Ada cerita menarik yang terjadi disekitar
tahun 2010 mengenai tempat tinggalnya.
Bermula dari perbuatan seseorang yang
tidak bertanggungjawab di kantornya.
Menurut informasi yang diterimanya,
selama beberapa hari rumahnya di ‘satroni’
oleh beberapa orang untuk melihat lebih
dekat kondisi rumahnya. Orang tersebut
seakan tidak percaya bahwa ada seorang
pegawai DJA yang tinggal di kawasan
kampung seperti itu. Mungkin karena
secara kebetulan akses jalan maupun
lokasi kampung tersebut berhimpitan
langsung dengan kawasan Bintaro (Sektor
9) maka mereka berusaha selama hampir
seminggu untuk memastikan apakah
kondisi tersebut nyata atau tidak.
“ Kawasan tempat saya tinggal itu mirip
dengan kawasan dekat kampus STAN
Jurangmangu era tahun 90-an, seperti di
sekitar Jalan Jengkol atau kawasan orang
kampung Betawi pada umumnya. Empang
lele untuk menampung air limbah rumah
tangga masih banyak terdapat di sekitar
rumah saya meski lokasinya dekat dengan
komplek Bintaro Permata, “ begitu dia
mendiskripsikan tentang tempat tinggalnya.
Kariernya sebagai PNS di Kementerian
Keuangan diawali di Pusat Pengolahan
Data dan Informasi Anggaran (PPDIA)
Bandung selepas dari Prodip III Keuangan
Spesialisasi Anggaran (sekarang istilah
Prodip III Keuangan sudah tidak ada lagi,
melebur kedalam STAN) tahun 1992
hingga tahun 2000 yaitu saat mutasi besar-
besaran alumni STAN-Prodip. Mulai tahun
2000 hingga pertengahan 2005 berkarier
di Kanwil III DJA Padang Sumatera Barat,
dan baru mulai 2005 kembali ke Jakarta
bergabung di DJAPK dan sekarang
berubah menjadi DJA ‘versi’ baru.
Keterlibatannya dalam Project SPAN
dimulai sekitar awal tahun 2011 (setahun
setelah mutasi ke Setditjen Anggaran)
yaitu tatkala ditunjuk sebagai salah satu
anggota team Change Management and
Communication (CMC) DJA untuk stream
Organisasi. Karena kesibukkan anggota
lainnya dalam team CMC SPAN DJA, maka
dia sering mewakili rapat-rapat mingguan
Project SPAN. Alhasil, dia semakin intens
terlibat dalam Project SPAN, terlebih-lebih
setelah dirinya juga ditunjuk sebagai salah
satu Duta SPAN Koordinator di DJA.
Pada medio Nopember 2011, disela-
sela kesibukannya berkesempatan untuk
menyampaikan beberapa pandangannya
mengenai persiapan implementasi SPAN
kepada Warta Anggaran, dan berikut
petikan wawancaranya dengan Warta
Anggaran.
Peranan Duta SPAN dalam
persiapan implementasi SPAN.
Sekedar untuk mengingatkan kembali
bahwa sebagai tindak lanjut dari UU No. 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU
No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dan UU No. 15 tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
maka digulirkanlah program GFMRAP
(Government Financial Management and
Revenue Administrative Project) yang
didukung oleh Bank Dunia sebagai
upaya untuk mereformasi pengelolaan
keuangan pemerintah Indonesia. Salah
satu komponen dari GFMRAP adalah PFM
(Public Financial Management ) dengan
C
PR
OFI
LE
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 31
PRO
FILE D
UTA
SPAN
(2) :
Perlu
Kom
itmen
dan
Kerj
asam
a Ya
ng N
yata
dan S
ungg
uh-Su
nggu
h Aga
r SPA
N Da
pat B
erhas
il
tujuan untuk memperkuat efektifitas,
keterbukaan and pertanggungjawaban
dari pengeluaran pemerintah. Salah satu
inisiatif untuk mencapai tujuan tersebut
adalah modernisasi penganggaran dan
pelaksanaan perbendaharaan (Modernize
Budget & Treasury Operation).
Selanjutnya, untuk mewujudkan hal itu maka
digulirkanlah Program RPPN (Reformasi
Penganggaran dan Perbendaharaan
Negara) dengan beberapa produknya
antara lain : SPAN, SAKTI, Bussiness Process,
Change Management dan Service Desk.
Dengan demikian jelas bahwa SPAN
itu milik Kementerian Keuangan yang
implementasi harus dilaksanakan di Ditjen
Anggaran, Ditjen Perbendaharaan dan
Pusintek. Manfaat SPAN nantinya selain
untuk ke-2 unit eselon I tersebut dan
Pusintek juga akan dirasakan oleh seluruh
satker di Kementerian Negara/lembaga.
Dampak dari implementasi SPAN nantinya
tidak hanya terjadi perubahan pada proses
bisnis internal dan IT saja namun juga akan
berdampak pada perubahan peran pegawai
pada unit yang terkena dampak langsung
dari SPAN, misalnya kalau di DJA adalah
para pegawai di lingkungan Direktorat
Anggaran I, II dan III serta sebagian pegawai
di unit Direktorat PNBP dan Direktorat
Penyusunan APBN yang dalam tugasnya
nanti berhubungan/
menggunakan akses data
elektronik APBN. Untuk
itu, diperlukan kesiapan
para pegawai untuk
menghadapi itu semua.
Disinilah titik kritis
persiapan implementasi
SPAN yaitu diperolehnya
komitmen yang sungguh-
sungguh dari para
pegawai untuk menerima
dan menjalankan SPAN.
Mengapa ? Dalam
banyak hal, secara umum
bahwa manusia itu
akan bersedia berubah
bila mereka mengerti
dan menerima alasan
mengapa mereka harus
berubah. Disisi lain komitmen manusia
pada perubahan dapat diperoleh bila
kebutuhan pribadi mereka dapat dipenuhi
dan perubahan itu memberikan solusi atau
manfaat bagi kebutuhan praktis mereka.
Untuk itulah maka keberadaan CMC
sangat diperlukan untuk memfasilitasi
dan mengkomunikasikan segala hal
yang diperlukan guna memdapatkan
komitmen para pegawai selaku yang akan
menjalankan SPAN. Namun, karena luasnya
cakupan organisasi dan banyaknya pegawai
yang harus mendapatkan penjelasan
mengenai SPAN dan dipersiapkan untuk
menerima perubahan, khususnya di Ditjen
Perbendaharaan, maka guna membantu
tugas dari team CMC SPAN dibuatlah
program Duta SPAN Koordinator di
tingkat pusat dan Duta SPAN Unit yang
ada di masing-masing KPPN/Unit Eselon III.
Lalu bagaimana dengan Ditjen
Anggaran ? Meski cakupan organisasi
DJA (juga Pusintek) tidak seluas Ditjen
Perbendaharaan yang mempunyai kantor
daerah di setiap propinsi, namun karena
tidak ada unit khusus yang menangani
project SPAN dan anggota team CMC
SPAN melekat di Sekretariat Ditjen yaitu
Bagian OTL dan Bagian Kepegawaian maka
keberadaan Duta SPAN (Koordinator
dan Unit) masih tetap diperlukan. Hanya
bedanya dengan Pusintek jika Duta SPAN
Koordinator diambil alih langsung oleh
team CMC SPAN Pusintek dan Duta
SPAN Unit mewakili bagian/unit eselon III
maka di DJA dari 3 DSK hanya 1 DSK yang
sekaligus mewakili team CMC sedangkan
2 sisanya dipilih melalui seleksi wawancara
serta untuk Duta SPAN Unit mewakili unit
eselon II.
Apakah seorang Duta SPAN wajib
menguasai secara detail proses bisnis dan
IT yang digunakan ? Mengutip, pernyataan
Sanker -perwakilan Bank Dunia di Project
SPAN- bahwa Duta SPAN bukanlah
seorang salesman yang menjual produk
dagangan, yang selalu mengatakan bahwa
produknya adalah produk nomer 1, tapi
peran Duta SPAN dalam project SPAN
adalah membantu team CMC SPAN
dalam menjelaskan cakupan project
SPAN, manfaat yang akan diperoleh dan
perubahan-perubahan apa yang bakal
terjadi bila SPAN berjalan. Dengan demikian
jelas, bahwa peranan Duta SPAN baik di
DJA, DJPB dan Pusintek adalah membantu
CMC SPAN di Unit Eselon I masing-masing
dalam mengkomunikasikan tentang SPAN
PR
OFI
LE
32 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
PRO
FILE D
UTA
SPAN
(2) :
Perlu
Kom
itmen
dan
Kerj
asam
a Ya
ng N
yata
dan S
ungg
uh-Su
nggu
h Aga
r SPA
N Da
pat B
erhas
il
baik secara formal (terlibat langsung dalam
acara sosialisasi, diskusi/FGD tentang
SPAN) maupun secara informal (melalui
obrolan ringan/santai baik di kantin,
diperjalanan maupun ditempat-tempat lain
yang memungkinkan, menyebarkan leaflet
dsb). Selain itu juga untuk memberikan
informasi/umpan balik kepada CMC
mengenai keluhan, harapan dan keinginan
dari para pegawai terkait issue SPAN.
Namun, idealnya memang seorang Duta
SPAN perlu mengetahui cakupan SPAN
yang lebih luas, tidak hanya pada sejarah/
latar belakang SPAN serta manfaatnya
saja, tapi juga mengetahui secara benar
tentang perubahan proses bisnis yang akan
terjadi dan peranan IT dalam project SPAN
nantinya. Sehingga fungsi dan peranan Duta
SPAN dalam mengkomunikasikan SPAN
kepada para pegawai bisa lebih optimal.
Untuk itu, setiap perkembangan/perubahan
proses bisnis internal (dengan segala
implikasinya) dan IT yang terjadi secepatnya
dapat disampaikan kepada Duta SPAN,
dengan demikian diharapkan keraguan
para pegawai terhadap keberhasilan
implimentasi SPAN dapat dieleminir.
Suami dari Neneng Kuswati (yang Asli
Garut alias ASGAR) merupakan satu dari
sedikit pegawai di DJA yang menyenangi
kegiatan memancing di laut selain olahraga
badminton setiap Jumat pagi dan juga
travelling. Mengenai hobbi memancingnya ini,
dia mengatakan bahwa yang menarik dari
memancing adalah lebih kepada rasa sensasi
saat menarik bearings untuk mengalahkan
ikan yang menyambar umpan. Bagi sebagian
orang lainnya sering mengatakan bahwa
memancing merupakan pekerjaan yang
sia-sia. “Ahh.. itu mah karena mereka gak
suka memancing aja. Menurut saya, yang
terpenting adalah jangan melalaikan untuk
tetap ibadah (tetap sholat dalam kondisi
apapun) dan tetap memperhatikan hak-hak
keluarga,” begitu kilahnya.
Komitmen yang sungguh-sungguh
dari seluruh pihak terkait
Dalam sebuah organisasi, setiap perubahan
(kearah yang lebih baik) yang diharapkan
selalu mengalami hambatan dan kendala.
Masalah klasik yang selalu terjadi adalah
masalah dana dan koordinasi. Menurutnya,
hambatan dan kendala tersebut dapat
dicari jalan keluarnya jika setiap pihak
saling berkomitmen dan bekerjasama
yang sungguh-sungguh untuk menerima
dan mendukung pelaksanaan dari semua
kebijakan yang telah diputuskan.
Terkait dengan persiapan implementasi
SPAN di DJA, maka koordinasi antara team
CMC, BPI dan IT masih perlu ditingkatkan
lagi. Dikatakannya : “Hingga saat ini antara
team CMC, BPI dan IT terkesan masih
jalan sendiri-sendiri. Kemajuan atau
perkembangan business process dan IT
seringkali tidak ter-update atau tidak
diketahui oleh team CMC. Padahal didalam
CMC-lah seluruh kegiatan persiapan
implementasi SPAN direncanakan
terutama terkait dengan training untuk para
pegawai”
Terkait alokasi dana untuk kegiatan
persiapan implementasi SPAN di DJA
juga masih menjadi kendala. “ Menurut
yang saya ketahui, setidaknya untuk team
CMC SPAN DJA, pada tahun anggaran
2011 tidak tersedia dana yang secara
khusus dialokasikan untuk kegiatan SPAN.
Demikian pula untuk tahun anggaran 2012
juga belum dialokasikan. Dari beberapa
kegiatan SPAN yang berhasil dilaksanakan
di TA 2011 hanya 1 kegiatan yang dananya
khusus dialokasikan untuk itu yaitu kegiatan
team building yang ditujukan untuk
memperoleh komitmen dukungan dari
jajaran pimpinan di DJA terhadap SPAN.
Dan pada TA 2012 alokasi dana kegiatan
SPAN adalah untuk kegiatan training end
user hyperion sekitar 500 pegawai.”.
Untuk meningkatkan koordinasi dan dalam
rangka mendapatkan komitmen dukungan
dari seluruh pihak, maka dalam rencana
kerja CMC SPAN telah dirumuskan tentang
perlunya team koordinasi yang diberi nama
KIS (Komite Implementasi SPAN) baik
di DJA, DJPB maupun Pusintek. Adapun
bentuk ataupun struktur KIS diserahkan
kepada masing-masing unit eselon I.
“ Baik di Ditjen Perbendaharaan maupun
Pusintek telah dibentuk team koordinasi
dalam rangka persiapan implementasi
SPAN, namun berbeda strukturnya
teamnya. Jika di Ditjen Perbendaharaan
dibentuk KISS (Komite Implementasi SPAN
dan SAKTI) pada setiap unit eselon III di
daerah dan 1 KISS ditingkat pusat maka
di Pusintek menggunakan struktur team
koordinasi yang sudah ada. Nach, untuk
DJA saya berharap sebelum bulan April
2012 sudah berhasil dibentuk KIS guna
meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antara team BPI, IT dan CMC serta unit-
unit terkait lainnya.”
Menaruh keinginan dan harapan yang tinggi
kepada para pegawai untuk menerima dan
mendukung implementasi SPAN, tidak akan
tercapai secara maksimal jika kurang atau
tidak disertai dengan komitmen dukungan
dan kerjasama yang sungguh-sungguh dari
semua unit atau pihak yang berkompeten,
disamping koordinasi yang bagus diantara
unit-unit yang terlibat langsung dalam
implementasi SPAN. Salam Transformasi !!!
(WA – MB)
PR
OFI
LE
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 33
PRO
FILE D
UTA
SPAN
(2) :
Perlu
Kom
itmen
dan
Kerj
asam
a Ya
ng N
yata
dan S
ungg
uh-Su
nggu
h Aga
r SPA
N Da
pat B
erhas
il
BER
ITA
34 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Saat ini pembahasan dan penyelesaian
RAPBN 2012 memasuki tahap krusial,
yaitu alokasi pemanfaatan anggaran hasil
optimalisasi pembahasan RAPBN 2012.
Tercapainya tambahan anggaran hasil
optimalisasi tersebut bukan merupakan
penggelembungan anggaran atau maksud-
maksud lain, namun merupakan pelaksana-
an tugas konstitusi oleh Pemerintah dan
DPR. Pemerintah dan DPR tetap menjaga
governance proses penyusunan dan pem-
bahasan RAPBN 2012, sehingga terjaga
akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi
proses penyelesaian RAPBN 2012.
Untuk itu, pada tanggal 17 Oktober 2011
diadakan rapat koordinasi Penyelesaian
RUU APBN 2012 di auditorium Dhana-
pala Gedung Sutikno Slamet Kementerian
Keuangan yang dihadiri oleh perwakilan
seluruh Kementerian/Lembaga dan diisi
dengan arahan dari Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa dan
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo.
Acara dibuka dengan laporan Direktur
Jenderal Anggaran, Herry Purnomo yang
menyampaikan laporan progress pemba-
hasan dan penyelesaian RUU APBN 2012
dengan DPR.
“Jangan memaksakan sesuatu karena ada
bagian dari optimalisasi, kalau belum siap
jangan dipaksakan apalagi dengan proyek
yang tidak nyambung” demikian pesan
Hatta Rajasa ketika menyampaikan ara-
hannya.
Selanjutnya Hatta Rajasa meminta kepada
seluruh K/L untuk mencari terobosan-
terobosan baru dalam pelaksanaan pro-
gram dan kegiatan tapi tetap menjaga
akuntabilitas dan transparansi, jangan ha-
nya melakukan bussiness as usual. Dana
optimalisasi bukanlah akal-akalan tapi
merupakan proses yang akuntabel dan
dilakukan untuk memberikan nilai tambah
bagi kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya, Menteri Keuangan, Agus Mar-
Menko PerekonomianMemimpin Rapat Koordinasi Penyelesaian RAPBN 2012
towardojo menyampaikan Pokok-pokok
Hasil Pembahasan RAPBN 2012 dan
penyelesaiannya .
Menteri Keuangan menyampaikan ba-
hwa dalam menyusun RKA-Kl Dalam
menyusun RKA K/L Tahun 2012, harus
memperhatikan (i) Tugas, Fungsi dan ke-
wenangan masing-masing, (ii) Mengkaji
ulang pembangunan gedung baru dan
menundanya apabila tidak sangat mende-
sak, (iii); Dalam mengalokasikan dana de-
konsentrasi dan dana tugas pembantuan
agar mengacu pada ketentuan peraturan
perundang‐undangan, (iv) Kementerian
Negara/Lembaga yang menyelenggarakan
sekolah/ lembaga pendidikan agar men-
cantumkan dalam klasifikasi fungsi pendidi-
kan, dan (v) Dalam pengalokasian bantuan
belanja sosial, dapat langsung diberikan
kepada masyarakat dan/atau lembaga ke-
masyarakatan guna melindungi terjadinya
dari resiko sosial. (RA)
enteri Keuangan, Agus
Martowardojo berpesan
kepada seluruh jajaran
Direktorat Jenderal Anggaran agar
kita berpegang pada visi yang benar,
kegiatan yang fokus, dan komitmen
bersama untuk mewujudkan tujuan
organisasi. “ Saudara-saudara perform
exceeding expectation” apresiasi Agus,
atas capaian kinerja Ditjen Anggaran
selama tahun 2011.
Hal tersebut dikatakan setelah Direk-
tur Jenderal Anggaran, Herry Purnomo
menyampaikan laporan singkat atas
capaian-capaian Ditjen Anggaran se-
panjang tahun 2011 dihadapan + 800
pegawai Ditjen Anggaran dalam acara
Rapat Kerja Direktorat Jenderal Angga-
ran yang diselenggarakan pada Kamis, 1
Desember 2011 bertempat di ballroom
Dhanapala Kementerian Keuangan, tur-
ut hadir pula Wakil Menteri Keuangan I,
Anny Ratnawati.
Dalam laporannya Herry Purnomo
menyampaikan bahwa proses pemba-
hasan RUU APBN telah mengalami ke-
majuan yang sangat baik dalam menjaga
transparansi dan akuntabilitas publik.
Semua rapat-rapat kerja dalam pemba-
hasan berbagai substansi APBN 2012
telah dilakukan secara terbuka, dan da-
pat diakses oleh semua pihak. Hal ter-
sebut juga mendapatkan apresiasi dari
Agus Martowardojo.
Selain itu, Herry Purnomo juga
menyampaikan bahwa seluruh
jajaran Direktorat Jenderal Anggaran
sudah melaksanakan nilai-nilai
Kementerian Keuangan dan selalu
berusaha meningkatkan integritas,
profesionalisme dan bersinergi dalam
melaksanakan tugas. Selain itu juga
berusaha memberikan pelayanan
terbaik kepada masyarakat dan
mencari terobosan-terobosan baru
untuk mencapai nilai kesempurnaan.
Secara simbolik, Menteri Keuangan
menyematkan pin Nilai-nilai
Kementerian Keuangan kepada Dirjen
Anggaran dan diikuti oleh seluruh
pegawai DItjen Anggaran.
Hal yang menarik dalam acara rapat
kerja adalah para pejabat eselon II
Ditjen Anggaran menjadi petugas
yang melayani seluruh pegawai untuk
melakukan registrasi.
M
BER
ITA
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 35
Menteri KeuanganMengapresiasi Kinerja Direktorat Jenderal Anggaran
LIP
UTA
N
36 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Oleh : Hisyami Adib
Liputan Rapim DJA Tahun 2011
aik Kelas, apa arti 2 kata tersebut
untuk anda sekarang? Sebelum anda
menjawab, cobalah bawa kembali
ingatan anda ke beberapa (puluh) tahun
silam, ketika anda masih duduk di bangku
sekolah maupun kuliah, dan tanyakan
pertanyaan yang sama. Momen kenaikan
kelas adalah momen-momen yang penuh
detail-detail nostalgia mulai dari berapa nilai
raport anda (ada angka merahnya kah?),
ketegangan ketika orangtua mengambilkan
raport itu untuk kita, dan masih banyak lagi
lainnya.
Dalam sambutan pembukaan Rapat Kerja
Ditjen Anggaran di audotarium Dhanapala,
1 Desember 2010 yang lalu,
Menteri Keuangan berkali-kali
menyebut dua kata tersebut.
Nampaknya beliau hendak
menyampaikan pesan bahwa DJA
sebagai salah satu unit vital di
lingkungan Kementerian Keuangan
telah bekerja dengan baik dalam
melakukan tugasnya sebagai
pengelola keuangan negara dan
hal tersebut sangat diperhatikan
oleh beliau. Namun begitu, beliau
meminta agar segenap jajaran
Direktorat Jenderal Anggaran
tidak berpuas hati cukup sampai disini,
atau yang disebut oleh beliau sebagai
mental “Campers”. Dalam analoginya, Agus
Martowardojo menjelaskan bahwa yang
disebut dengan Campers adalah sikap
mental yang puas dengan apa yang telah
dicapai sekarang dan tidak tertantang
untuk meraih hasil yang lebih baik lagi di
masa yang akan datang. Beliau meminta
agar seluruh warga DJA agar memiliki sikap
mental Climbers yang selalu tertantang
untuk mencapai hasil yang lebih baik dari
sebelumnya dengan berbekalkan evaluasi
atas yang telah dilakukan dan perencanaan
matang sebelum melakukan pendakian
kembali.
Nampaknya tantangan Menteri Keuangan
tersebut disambut hangat oleh segenap
warga DJA. Hal itu terlihat pada rapat-
rapat koordinasi yang langsung digelar
selepas acara pembukaan rapat kerja
tersebut. Rapat koordinasi yang dihadiri
sebagian pejabat eselon III dan eselon IV
perwakilan masing-masing unit eselon II
serta seluruh pejabat eselon II terbagi
dalam 3 komisi yang fokus membahas
mengenai Revitalisasi PNBP Dalam Rangka
Mendukung Peningkatan PNBP dan
Perbaikan Pengelolaan PNBP, Penyusunan
RAPBN 2013, Monitoring dan Evaluasi.
Setelah rangkaian rapat-rapat komisi
yang melelahkan tersebut dirampungkan,
masing-masing komisi memberikan
kesimpulan dan rekomendasi yang nantinya
akan disampaikan oleh Ketua Komisinya
pada saat Rapat Pimpinan DJA yang
berlangsung di Tanah Lot, Bali pada tanggal
7 s.d 9 Desember 2011.
Reformasi PNBP merupakan tema utama
presentasi Komisi yang disampaikan
langsung oleh Askolani, Direktur PNBP.
Ada 2 (dua) issue yang muncul dari Komisi
I ini yaitu pertama, usaha meningkatkan
penerimaan PNBP dan kedua, memperbaiki
pengelolaan PNBP.
Issue tersebut sangat penting untuk
diperhatikan mengingat bahwa peran PNBP
dalam penerimaan negara adalah sangat
penting, yang pada saat ini merupakan
penyumbang kedua terbesar penerimaan
negara setelah pajak. Namun perlu diingat,
bahwa total penerimaan tersebut masih
sangat bergantung pada harga minyak dunia
dan total lifting minyak, sehingga sifatnya
sangat fluktuatif, kemudian yang perlu
dipahami juga bahwa PNBP juga sebagai
unit pengelola subsidi BBM dan listrik yang
menyedot hampir 11% dari total belanja
APBN yang oleh beliau dianggap masih
belum efisien dalam pengelolaannya akan
menjadi target perbaikan kedepan meski
bukan menjadi tugas utama dari direktorat
PNBP. Menurutnya, perbaikan tersebut
bisa dilakukan dengan cara meningkatkan
komunikasi secara efektif dan
secara konsisten memberikan
peringatan kepada kementerian
ESDM sebagai pengelola utama
kebijakan energi nasional tentang
betapa krusialnya perbaikan-
perbaikan ini harus dilakukan.
Selain itu, dia melihat masih banyak
peraturan-peraturan PNBP
yang masih menggunakan nama
unit lama (non-DJA), sehingga
dipandang perlu untuk merevisi
peraturan-peraturan agar sejalan dengan
kebijakan dan tupoksi DJA yang baru.
Sesi presentasi yang kedua disampaikan
oleh Direktur Anggaran I, Parluhutan
Hutahean, mewakili Komisi III yang
membahas mengenai proses penyusunan
RAPBN 2013. Beberapa rekomendasi
Komisi III antara lain DJA perlu me-
revitalisasi perannya sebagai unit yang
bertanggungjawab dalam menyusun
APBN. Untuk itu beberapa hal yang perlu
dilaksanakan :
Melakukan penetapan prioritas anggaran
dan alokasi anggaran belanja K/L
N
Rapim DJA tahun 2011 yang dilaksanakan di Bali tersebut
mendapat atensi dari pimpinan puncak Kemenkeu. Meskipun Menteri Keuangan
berhalangan hadir, namun kehadiran Wakil Menteri
Keuangan, Anny Ratnawati,
LIP
UTA
N
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 37
Liputa
n Ra
pim
DJA
Tahu
n
(discretionary dan non discretionary), baik
sendiri maupun bersama-sama dengan
Bappenas.
Memfokuskan pada fungsi perencanaan
dan penganggaran yang bersifat strategis,
sedangkan mengenai masalah-masalah
revisi anggaran yang bersifat teknis
administrasi penganggaran diusulkan untuk
dialihkan ke Ditjen Perbendaharaan.
Sesi terakhir presentasi dalam Rapim DJA
tersebut disampaikan Direktur Sistem
Penganggaran, Rakhmat, mewakili Komisi
II yang membahas mengenai Monitoring
dan Evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKA
K/L. Menurutnya, saat ini masih terdapat
berbagai permasalahan dalam melakukan
proses Monitoring dan Evaluasi baik
yang bersifat internal maupun eksternal.
Permasalahan tersebut bervariasi mulai
dari frekuensi revisi (baik revisi yang
memerlukan persetujuan DPR maupun
revisi oleh K/L) yang masih tinggi, sistem
alokasi dan penelaahan yang belum
mengalami perubahan, hingga tendensi
trend penyerapan yang rendah di awal
tahun dan menumpuk di akhir tahun. Untuk
mengatasi hal tersebut dalam kesimpulan
dan rekomendasinya, ditegaskan bahwa
pelaksanaan tusi DJA harus disempurnakan
sesuai dengan tuntutan peraturan
perundang-undangan. DJA perlu mengubah
mekanisme pelaksanaan tugas fungsinya,
yang selama ini lebih berperan sebagai
budget administrator ditingkatkan menjadi
budget analyst.
Beberapa rekomendasi Komisi II
antara lain :
Memperbaiki sistem penganggaran berbasis
kinerja dalam rangka meningkatkan
efektifitas kinerja KL .
Memperbaiki standar biaya yang mencakup
standarisasi kegiatan, standarisasi biaya
dan metode perhitungan biaya sebagai
instrumen pokok dalam efisiensi
perencanaan anggaran
Peningkatan analisa dan penilaian data
perencanaan anggaran melalui mekanisme
monitoring dan evaluasi yang akan
menghasilkan rekomendasi .
Rapim DJA tahun 2011 yang dilaksanakan
di Bali tersebut mendapat atensi dari
pimpinan puncak Kemenkeu. Meskipun
Menteri Keuangan berhalangan hadir,
namun kehadiran Wakil Menteri Keuangan,
Anny Ratnawati, dalam Rapim tersebut
seolah mengobati kekecewaan para
peserta Rapim. Dalam arahannya, Anny
Ratnawati menegaskan bahwa DJA tidak
cukup hanya sekedar harus naik kelas,
namun DJA harus naik kelas dengan ‘gelar’
LIP
UTA
N
38 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
summa cum-laude, naik kelas dengan
predikat ‘sangat memuaskan’. Maksudnya,
proses kenaikan kelas ini hanya sekedar
menaikkan level kinerja, namun juga harus
merubah paradigma dalam membahas,
membaca dan membicarakan mengenai
sistem penganggaran yang tidak hanya
untuk Kemenkeu saja tapi juga untuk
seluruh negara (Kementerian / Lembaga).
Lebih jauh, Anny Ratnawati, memuji
langkah-langkah yang di lakukan oleh DJA
dalam merubah paradigma sebagai Budget
Administror menjadi Budget Analyst
dan mendukung keinginan tersebut
yang disebutnya sebagai salah satu
cara untuk naik kelas secara summa
cum-laude. Langkah lain yang
dapat ditempuh adalah melalui
peningkatan capacity building dan
pemanfaatan teknologi informasi
dalam kegiatan bisnis proses.
Rapim DJA 2012 yang berlangsung
di Bali selama tiga hari ini
mengambil tema “Implementasi
Reformasi Penganggaran Yang Dilandasi
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan” selain
berisi paparan tentang hasil kesimpulan dan
rekomendasi dari Raker DJA sebelumnya,
juga berisi kegiatan Team Building untuk
menumbuhkan soliditas antar pejabat
di seluruh unit eselon II yang ada di
DJA. Arahan-arahan yang diberikan baik
oleh Dirjen Anggaran maupun Wakil
Menkeu mendapat tanggapan beragam
dari para peserta Rapim. John David
Siburian, Kasubdit Penerimaan K/L II Dit.
PNBP, berpendapat bahwa ide-ide yang
dipaparkan dalam rapim tersebut sangat
jelas arahnya dan relatif dapat dilaksanakan.
Namun, dia juga memberi catatan bahwa
dalam segi pelaksanaannya seyogianya tetap
mempertimbangkan aspek kemampuan
SDM dan kemampuan organisasi,
diantaranya dapat dilaksanakan dengan
target dan tahapan yang lebih terencana
agar hasilnya juga lebih maksimal.
Lebih lanjut, dikatakannya bahwa terkait
dengan peraturan perundang-undangan,
akan sangat bermanfaat sekali jika ada
semacam tahapan dalam mengevaluasi
(kajian) situasi di lapangan terlebih
dahulu sehingga dapat diketahui sejauh
mana persoalan yang dihadapi oleh
para pemangku kepentingan terkait
peraturan perundang-undangan yang baru.
Dengan demikian, diharapkan peraturan
tersebut mampu menjawab tuntas segala
permasalahan yang dihadapi.
Senada dengan itu, Wawan Sunarjo,
Kasubdit Harmonisasi Peraturan Jaminan
Sosial Dit. HPP, berpendapat bahwa
peningkatan kualitas SDM dan perubahan
proses bisnis menjadi salah satu faktor
kunci dalam perubahan pola pikir dari
budget administrator menjadi budget
anayst. Terkait dengan penelaahan RKA
K/L, dia menyatakan setuju dengan
sistem penelaahan RKA K/L on line atau
penelaahan RKA K/L tanpa tatap muka,
namun menurutnya sistem online bukan
berarti tidak ada tatap muka sama sekali
dengan K/L seperti misalnya terkait
pembinaan kepada K/L yang tidak bisa
dilakukan secara online. Untuk keberhasilan
sistem penelaahan RKA K/L on line perlu
didukung oleh teknologi informasi yang
memadai.
Namun apapun segala detail yang terjadi,
perasaan optimis dalam menyambut
tantangan yang ada di depan terasa
sangat kental dalam acara tersebut.
Selayaknya beberapa (puluh) tahun
lalu ketika masih duduk di bangku
sekolah, ternyata persoalan naik
kelas masih menjadi persoalan yang
tidak sederhana, sering membuat
kita harap-harap cemas dan masih
membutuhkan usaha yang keras
dalam mewujudkannya, apalagi jika
kali ini taruhannya bukan sekedar
hadiah atau hukuman dari orangtua
kita, akan tetapi nasib dari ratusan
juta rakyat Indonesia yang menggantungkan
harap mereka pada kita selaku pengelola
anggaran. Tantangan dan tentangan pasti
akan kita temui, namun dengan niat ikhlas
karena Allah SWT dan tekad yang kukuh
serta diiringi doa, pasti kita akan bisa naik
kelas dengan predikat Summa Cum Laude
dan pada akhirnya kita akan bisa mengulang
senyum kebahagiaan yang sama seperti
(puluhan) tahun lalu, bedanya kali ini
yang tersenyum bukan hanya kita sendiri,
tapi ratusan juta rakyat Indonesia yang
menggantungkan asa mereka pada kerja
keras kita semua warga DJA..
Semoga….!
Terkait dengan penelaahan RKA K/L, dia menyatakan
setuju dengan sistem penelaahan RKA K/L on line
atau penelaahan RKA K/L tanpa tatap muka, namun menurutnya sistem online
bukan berarti tidak ada tatap muka sama sekali dengan K/L
LIP
UTA
N
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 39
Liputa
n Ra
pim
DJA
Tahu
n
Berdiri (ki-ka) : Hery Arif (Dit.P-APBN), Sardi (Setditjen), Sutarsono (Dit.Angg.I), Hartanto (Dit.SP), Jauhar R.Y. (Dit.SP), Rice K. (Dit.P-APBN), Diah Dian Utami (Dit.PNBP), Handojo (Dit.Angg.III), Winarto (Dit.Angg.III).Herry Syafardi (Dit.PNBP), Agus Slamet R. (Dit. HPP), A.Ikhsan (dit. Angg.I), Agus Budi S.(Dit Angg.II), Sunandar (Dit.HPP),
Wisnu T. (Dit.Angg.II) Duduk (ki-ka) : Agus Hermanto (Kapusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan), Herry Purnomo (Dirjen Anggaran), Ari Wahyuni (Sesditjen Anggaran)
LIP
UTA
N
40 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Managerial Skill Workshop For Potential Leader Direktorat Jenderal Anggaran
mewakili unit eselon II masing-masing.
Akhirnya, pada awal Desember 2011
terpilih 16 (enam belas) pegawai
berprestasi Ditjen Anggatan yaitu :
Menurut Kapusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan, Agus Hermanto, bahwa
secara umum workshop tersebut didesain
berupa kegiatan-kegiatan tidak melelahkan,
sifatnya fun namun tetap mempunyai
manfaat. Sebagai pihak yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan acara tersebut, lebih
lanjut Agus Hermanto mengatakan bahwa
kegiatan tersebut merupakan pilot project
dari pemilihan pegawai berprestasi yang
diselenggarakan di lingkungan Kementerian
Keuangan. Harapannya kedepan kegiatan-
kegiatan semacam ini bisa dikembangkan
oleh unit-unit lain selain Ditjen Anggaran.
Selain sebagai reward bagi pegawai yang
mempunyai kinerja baik, juga dapat
sebagai motivasi agar para pegawai bisa
meningkatkan disiplin dan berkinerja yang
baik sesuai dengan nilai-nilai keuangan.
Selama 3 hari para peserta diberikan
materi pelatihan kepemimpinan, self
kompetensi berupa komunikasi efektif,
cara pengambilan keputusan serta game-
game kerjasama untuk meciptakan sinergi
diantara para peserta. Pemateri dalam
workshop ini bukan berasal dari pihak
BPPK saja, akan tetapi berasal dari pihak
luar BPPK yang berkompeten dibidangnya.
“BPPK tidak mengatakan ini yang terbaik
ada awal bulan desember, tepatnya pada
tanggal 6 sampai 8 Desember 2011,
Ditjen Anggaran bekerja sama dengan
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan -
BPPK Kemenkeu, mengadakan workshop
yang diperuntukkan para pegawai
berprestasi (saat ini masih diperuntukkan
bagi pejabat eselon IV dan pelaksana) dari
masing-masing unit eselon II di lingkungan
DJA.
Workshop yang bertajuk “Managerial Skill
Workshop For Potential Leader” ini didesain
berupa kegiatan-kegiatan pelatihan yang
tidak melelahkan tetapi namun tetap tidak
menghilangkan esensinya untuk membekali
setiap peserta dengan soft competency, yang
bermanfaat tidak hanya kepada peserta,
namun juga untuk unit eselon II maupun
untuk Ditjen Anggaran. Selain tentu saja
dimaksudkan untuk memberikan reward
atas prestasi kerja yang telah peserta
berikan untuk DJA.
Proses pemilihan pegawai berprestasi
di DJA awalnya dimulai dari seleksi dari
setiap unit eselon III, dimana setiap pegawai
diwajibkan untuk mengisi kuisioner untuk
memilih calon pegawai berprestasi 1 (satu)
pejabat eselon IV dan 1 (satu) orang
pelaksana, dari beberapa kandidat yang
telah ditetapkan oleh Bagian Kepegawaian
berdasar kriteria tertentu, diantaranya
tingkat kehadiran dan tidak terkena
hukuman disiplin pegawai.
Setelah terpilih masing-masing unit eselon
III, 1 pasangan calon pegawai berprestasi
(terdiri atas pejabat eselon IV dan
pelaksana tersebut) kemudian dilakukan
seleksi antar unit eselon III pada unit eselon
II yangbersangkutan, selanjutnya ditetapkan
nominasi calon pegawai berprestasi
peringkat 1 s.d peringkat 3 dan untuk
kemudian dipilih 1 pasangan pegawai
berprestasi oleh Direktur/Sesditjen
yang BPPK berikan, tetapi inilah yang bisa
BPPK lakukan untuk saat ini” demikian kata
Agus Hermanto. Dijelaskannya, selama
workshop diharapkan dapat merubah
mindset, mempunyai prakarsa, disiplin yang
tinggi, serta bagaimana berkomunikasi
secara efektif.
Adalah suatu kehormatan dan bentuk
dukungan atas penyelenggaraan workshop
tersebut, dimana Direktur Jenderal
Anggaran, Herry Purnomo, dan Sekretaris
Ditjen Anggaran, Ary Wahyuni, berkenan
hadir dan memberikan sambutan
pada acara penutupan workshop.
Dalam sambutannya, Dirjen Anggaran
mengatakan “Dalam memimpin Organisasi,
tantangannya adalah perubahan. Hal inilah
yang harus bisa dicermati, perubahan apa
saja yang harus dilakukan DJA, dan dalam
mengendalikan perubahan diperlukan
orang-orang yang handal”.
Lebih lanjut Dirjen Anggaran
mengharapkan kepada para peserta
adalah pada saat kembali ke unit organisasi
nantinya bisa menjalankan tugas lebih baik
dan bisa memberikan motivasi kepada
pegawai yang lain. “Jadilah agent of change
dengan visi yang jelas yaitu bagaimana cara
menyikapi kebutuhan-kebutuhan yang
ada di DJA,” begitu pesan kunci Dirjen
Anggaran dalam akhir sambutannya. ***
P
Managerial Skill Workshop For Potential Leader Direktorat Jenderal Anggaran
Pada awal bulan desember, tepatnya pada tanggal 6 sampai 8 Desember 2011, Ditjen Anggaran bekerja sama dengan Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan ‐ BPPK Kemenkeu, mengadakan workshop yang diperuntukkan para pegawai berprestasi (saat ini masih diperuntukkan bagi pejabat eselon IV dan pelaksana) dari masing‐masing unit eselon II di lingkungan DJA.
Workshop yang bertajuk “Managerial Skill Workshop For Potential Leader” ini didesain berupa kegiatan‐kegiatan pelatihan yang tidak melelahkan tetapi namun tetap tidak menghilangkan esensinya untuk membekali setiap peserta dengan soft competency, yang bermanfaat tidak hanya kepada peserta, namun juga untuk unit eselon II maupun untuk Ditjen Anggaran. Selain tentu saja dimaksudkan untuk memberikan reward atas prestasi kerja yang telah peserta berikan untuk DJA.
Proses pemilihan pegawai berprestasi di DJA awalnya dimulai dari seleksi dari setiap unit eselon III, dimana setiap pegawai diwajibkan untuk mengisi kuisioner untuk memilih calon pegawai berprestasi 1 (satu) pejabat eselon IV dan 1 (satu) orang pelaksana, dari beberapa kandidat yang telah ditetapkan oleh Bagian Kepegawaian berdasar kriteria tertentu, diantaranya tingkat kehadiran dan tidak terkena hukuman disiplin pegawai.
Setelah terpilih masing‐masing unit eselon III, 1 pasangan calon pegawai berprestasi (terdiri atas pejabat eselon IV dan pelaksana tersebut) kemudian dilakukan seleksi antar unit eselon III pada unit eselon II yangbersangkutan, selanjutnya ditetapkan nominasi calon pegawai berprestasi peringkat 1 s.d peringkat 3 dan untuk kemudian dipilih 1 pasangan pegawai berprestasi oleh Direktur/Sesditjen mewakili unit eselon II masing‐masing.
Akhirnya, pada awal Desember 2011 terpilih 16 (enam belas) pegawai berprestasi Ditjen Anggatan yaitu :
Unit Eselon II Pejabat Eselon IV Pelaksana
Sekretariat Ditjen Indrasworo Bagus A. Sardi
Direktorat Anggaran I Achmad Ikhsan Sutarsono
Direktorat Anggaran II Agus Budi S. Wisnu Trianggana
Direktorat Anggaran III Winarto Handojo Wibowo
Direktorat Penyusunan APBN Rice Krisnawati Hery Arif
Direktorat PNBP Diah Dian Utami Herry Syafardi
Direktorat Sistem Penganggaran Jauhar Rafid Y. Hartanto
Direktorat HPP Agus Slamet R. Sunandar
LIP
UTA
N
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 41
Man
ageri
al Sk
ill W
orksh
op Fo
r Pote
ntial
Leade
r Di
rektor
at Jen
deral
Ang
garan
Rapi, bersih dan tertib adalah gambaran yang mucul ketika pertama kali menginjakkan kaki
di pelataran parkir gedung KPPN Denpasar. Dan kesan baik itu makin terlihat nyata ketika
memasuki kantor yang beralamat di Komplek Gedung Keuangan Negara Jalan Dr. Kusuma
Atmaja Denpasar, Bali. Baik para customer yang sedang menanti giliran maupun yang telah
selesai mengurus keperluannya nampak puas dengan layanan yang diberikan.
LIP
UTA
N
42 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Salah satu Kuncinya adalah SDM yang berkualitas
Profil Kantor PelayananKepala KPPN Denpasar : Oleh : Faisal, Sammy dan Ully
ejak beberapa tahun yang lalu,
masing-masing unit eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan
seakan berlomba untuk membuat
produk pelayanan unggulan di
lingkungan unitnya, tak terkecuali di
Ditjen Anggaran yang pada tahun
2012 akan meluncurkan salah satu
produk unggulannya yang diberi nama
Pusat Layanan DJA. Pada proses
perjalanan pembentukan Pusat
Layanan DJA, sebelumnya, pada awal
tahun 2011 telah diadakan kunjungan
ke kantor pelayanan KPPN Yogyakarta.
Menjelang akhir tahun 2011, team
Warta Anggaran/WA (Sammy, Ully
dan Faisal) berkesempatan melakukan
kunjungan ke kantor pelayanan KPPN
Denpasar yang pada tahun 2011
terpilih sebagai Juara II untuk kategori
kantor pelayanan percontohan tingkat
Ditjen Perbendaharaan. Selain melihat
suasana pelayanan yang diberikan,
team WA juga berkesempatan untuk
mewancarai Kepala KPPN Denpasar,
Moch. Chomnur Susanto, disela-
sela kesibukannya menjelang akhir
tahun anggaran. Berikut adalah petikan
wawancaranya.
Rapi, bersih dan tertib adalah gambaran
yang mucul ketika pertama kali
menginjakkan kaki di pelataran parkir
gedung KPPN Denpasar. Dan kesan
baik itu makin terlihat nyata ketika
memasuki kantor yang beralamat di
Komplek Gedung Keuangan Negara
Jalan Dr. Kusuma Atmaja Denpasar,
Bali. Baik para customer yang sedang
menanti giliran maupun yang telah
selesai mengurus keperluannya
nampak puas dengan layanan yang
diberikan.
Bagaimana konsep pelayanan yang diberikan oleh KPPN Denpasar saat ini ?
Mulai dicanangkan KPPN Percontohan,
(prinsip) pertama adalah satker sebagai
stakeholder hanya berhubungan satu
pihak yaitu di FO (front office). Secara
(seperti mekanisme) “ban berjalan”,
dokumen mereka akan mengalir
dengan sendirinya (hingga ke bagian
pencairan).
Kedua adalah kita buat SOP untuk
mengurangi interaksi antara satker
yang dilayani dengan staff-staff di
KPPN, sehingga diharapkan satker tidak
merasa di ‘pingpong’, dari satu meja
kerja ke meja kerja yang lain. SOP itu
bertujuan agar bendaharawan satker
yakin bahwa tagihan/dokumen (SPM)
yang disampaikannya itu apakah bisa
disetujui/dibayar menjadi SP2D atau
tidak.
Antara KPPN percontohan dan
(KPPN) non percontohan semuanya
sama SOP-nya. Bedanya, jika di KPPN
percontohan itu sudah mempunyai unit
FO yang merupakan kunci pelayanan
yang kita berikan. Pembayaran (SPM)
bisa dilakukan/disetujui atau tidak
tergantung oleh FO, karena petugas
di FO melakukan pengujian atas
tagihan/SPM yang diajukan, meski
tidak tertutup kemungkinan di middle
(proses selanjutnya-red) ada pengujian
lagi. Jika di FO bagus pengujiannya,
(maka) di middle tidak (akan) begitu
banyak pengembalian dokumen.
Bagaimana dengan konsep pelayanan “One Stop Service” yang ada di sini ?
Dulu, saat kita masih bernama KPKN,
proses kerjanya masih manual, tidak
ada arsip data komputer (ADK). Jadi
berkas harus rapi dan tebal. Berkas
seharusnya terlebih dahulu masuk
ke loket penerimaan SPP, namun
umumnya bendaharawan satker masuk
ke ruangan seksi perbendaharaan
dengan membawa berkas (SPPD,
bukti pengeluaran lainnya) dan
berinteraksi secara langsung (tatap
muka) baik dengan kepala seksi
maupun pelaksananya. Pertemuan
secara langsung itulah yang ditengarai
terjadi proses kolusi. Memang, dahulu
KPKN dikenal tidak bersih karena
secara hukum. Kami memang punya
kewenangan penuh (secara hukum/
peraturan) untuk menguji tagihan
yang diajukan oleh bendaharawan
satker. Dan kolusi terjadi karena antara
pegawai KPPN dan bendaharawan
satker saling mempunyai kepentingan.
Oleh karena itu, SOP Layanan Unggulan
1 Jam (One Stop Service) dibuat untuk
mengurangi proses tatap muka antara
S
LIP
UTA
N
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 43
pegawai KPPN dengan bendaharawan
satker dan cukup terjadi di FO.
Berikutnya adalah adanya
penyederhanaan dokumen. Dahulu,
berkas kontrak secara lengkap
harus disertakan ke KPKN pada saat
mengajukan SPM. Namun sekarang
berkas yang diajukan ke KPPN lebih
sederhana. Satker cukup mengirimkan
ringkasan kontraknya atau hanya SPTB-
nya saja dilengkapi dengan Arsip Data
Komputer (ADK). Dan ADK inilah
yang berjalan dari FO sampai ke Bank.
Singkatnya, interaksi tatap muka cuma
terjadi dengan bendaharawan/pegawai
dari satker yang bersangkutan yang
telah didaftarkan ke KPPN yang dapat
berinteraksi dengan pegawai KPPN
dan itu hanya terjadi di FO. Pegawai
KPPN yang ada di back office tidak
bisa melakukan editing terhadap data
itu atau tidak bisa melakukan rekayasa.
Dalam hal ini kami hanya menguji
secara formal dan substantif dan jika
itu sudah beres/selesai bendaharawan
satker bisa pulang.
Apa yang dimaksud dengan “Layanan Unggulan 1 Jam” ?
Pertama dari segi aplikasi sudah ada
alat kontrolnya, dokumen masuk jam
berapa dan keluar jam berapa. “Layanan
Unggulan 1 jam” merupakan salah satu
IKU dari KPPN Denpasar jadi tidak bisa
di tawar-tawar lagi. Bisa dikatakan klien
yang datang ke KPPN akan dilayani
dalam 1 jam atau bahkan kurang dari
1 jam tergantung dari banyaknya
keperluan, tapi mohon dipahami
bahwa yang dimaksud pelayanan 1 Jam
disini adalah 1 jam terhitung mulai dari
LIP
UTA
N
44 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Profil
Kanto
r Pela
yana
n Kep
ala K
PPN
Denp
asar:
“(Sa
lah sa
tu) K
uncin
ya a
dalah
SDM
yang
berk
ualita
s”
Profil
Kanto
r Pela
yana
n Kep
ala K
PPN
Denp
asar:
“(Sa
lah sa
tu) K
uncin
ya a
dalah
SDM
yang
berk
ualita
s”
berkas diterima sampai selesai proses.
Semua KPPN yang ada, sekitar 177
KPPN sudah mengadopsi SOP
percontohan, yang awalnya hanya ada
pada beberapa daerah. Belum seluruh
KPPN mengadopsi SOP Percontohan
atau belum seluruhnya KPPN yang ada
merupakan KPPN Percontohan. Secara
bertahap seluruh KPPN akan mengarah
kesana. Secara secara keseluruhan
KPPN di tingkat provinsi merupakan
KPPN Percontohan. Walaupun
belum menjadi KPPN percontohan
pada dasarnya seluruh KPPN telah
mengadopsi SOP percontohan yaitu
menjadikan “Layanan Unggulan1 Jam”
menjadi produk unggulan KPPN.
Apa saja hambatan dalam melakukan perubahan?
Awalnya KPPN percontohan
diterapkan sekitar tahun 2007, yang
pada waktu itu para pegawai di bagian
FO di seleksi/assessment terlebih
dahulu. Seleksinya tidak hanya meliputi
tentang teori pencairan dana, tapi
juga integritas masing-masing pegawai
yang akan ditempatkan di bagian
FO. Awalnya, yang boleh mengikuti
seleksi umurnya juga dibatasi. Namun
kemudian, karena banyaknya manfaat/
keuntungan yang dirasakan dari
dibentuknya KPPN Percontohan
serta semakin banyaknya KPPN
Percontohan yang dibentuk, maka saat
ini pegawai yang bisa mengikuti seleksi
dilonggarkan sampai pegawai yang
berumur 50 thn.
Yang terpenting dari hasil seleksi
tersebut adalah merubah pola pikir
pegawai dan hal itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan.
Bagaimana kiat-kiat dalam memberikan pelayanan prima?
Untuk memberikan pelayanan prima
diperlukan standarisasi pelayanan
mulai dari proses bisnisnya bahkan
juga bentuk/format dokumen
yang diharuskan dibuat oleh
stakeholder. Selain itu juga kita harus
menginformasikan secara cepat dan
tepat setiap ada perubahan peraturan
kepada stakeholder. Jadi harus ada
standar baku dan ada komitmen,
komitmen dari semua orang untuk
menjadi lebih baik. Itulah yang selalu
ditekankan oleh para pimpinan
kami pada saat penerapan KPPN
percontohan.
Bagaimana proses pembentukan komitmen ?
Beberapa hal dapat dilakukan
untuk memperoleh komitmen dari
pegawai, diantaranya melalui kegiatan
GKM (Gugus Kendali Mutu). GKM
merupakan sarana untuk berinteraksi
antara pimpinan dengan lini yang ada di
bawah guna menyatukan/menyamakan
pendapat. Jika ada peraturan baru
atau ada permasalahan di lapangan
akan dibahas di GKM agar tercapai
kesatuan/kesamaan cara pandang
antara pegawai dan pimpinan. Jangan
sampai kepala KPPN mengatakan
‘A’ tetapi FO mengatakan ‘C’. Melalui
GKM itulah kita samakan pendapat
dan kita samakan apa yang ingin kita
capai, kendala apa yang dihadapi dan
apa yang harus kita perbaiki. Itu salah
satu sarana yang kami pakai untuk
memperoleh komitmen dari setiap
pegawai dan (juga) pimpinan.
LIP
UTA
N
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 45
Profil
Kanto
r Pela
yana
n Kep
ala K
PPN
Denp
asar:
“(Sa
lah sa
tu) K
uncin
ya a
dalah
SDM
yang
berk
ualita
s”
Oleh : Asrukhil Imro
Kepatuhan dankepatutan
46 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Di sebuah tempat parkir hotel
berbintang di Jakarta, turunlah
seseorang dari sebuah mobil dengan
gagah, berbusana batik merah, terlihat
mewah. Kebetulan kami melihat mobil
yang ditumpangi. Ada sesuatu yang
menarik dari mobil keren warna hitam
yakni nomornya yang luar biasa, B
5241 DL. Bagi sebagian orang, nomor
memiliki arti tersendiri. Dan nomor ini
memiliki arti tersendiri bagi pemiliknya.
Hingga orang lain ingin tahu artinya.
Ketika tiba di loby, kami berpapasan
dengannya dan bertegur sapa. Kami
sampaikan pujian atas mobil keren
dan penampilan menawan. Dia
pun senang atas pujian tersebut,
dengan senyum lebar dan penuh
kebanggaan, dia menceritakan banyak
hal tentang pekerjaanya, prestasinya
dan pencapainnya yang membuat iri
pendengarnya. Tentu yang menarik
adalah kisah nomor mobilnya.
“Agar kacang tidak lupa akan kulitnya,”
begitulah kalimat yang keluar dari
mulutnya. Kami tambah penasaran.
Dengan tersipu malu dia menceritakan
kalau mobil tersebut diperoleh dari
hasil perjalanan dinas dan penugasan
dari kantor. Woow…pantaslah nomor
mobilnya mencerminkan nomor akun
belanja perjalanan dinas dan DL adalah
Dinas Luar. Mungkinkah perjalanan
dinas bisa membuat orang kaya?
Berbicara perjalanan dinas, tidak bisa
lepas dari aturan PMK Nomor 45/
PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas
Dalam Negeri bagi Pejabat Negara,
Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak
Tetap. Dalam PMK tersebut, mengatur
komponen perjalanan dinas yang
terdiri dari uang harian yang meliputi
uang makan, uang saku, dan transpor
lokal; biaya transpor pegawai; dan
biaya penginapan merupakan biaya
yang diperlukan untuk menginap di
hotel atau di tempat menginap lainnya.
Dan apabila Anda sebagai pejabat
eselon I dan II akan mendapatkan
uang representative. Serta fasilitas lain
berupa sewa kendaraan dalam kota
untuk Pejabat Negara.
Selain aturan perjalanan dinas ada
batasan lain berupa standar biaya
yang mengatur besaran biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan perjalanan
dinas. Misalkan orang akan melakukan
perjalanan dinas ke Semarang selama
tiga hari dan menggunakan angkutan
udara, maka yang bersangkutan akan
mendapatkan uang harian selama tiga
hari dikalikan tarif, uang transport yang
meliputi tiket pesawat, airport tax, dan
uang taksi serta biaya penginapan.
Uang harian lebih bersifat lumpsum
sedangkan uang transport dan biaya
penginapan bersifat at cost. Gabungan
keduanya diharapkan memberikan
keleluasaan dan kenyamanan dalam
melakukan perjalanan dinas. Ini sesuai
dengan semangat dari aturan perjalanan
dinas memberikan keleluasaan dan
kepercayaan kepada pegawai yang
melakukan perjalanan.
Uang harian yang bersifat lumpsum
sehingga membuat nyaman karena
berapapun jumlah uang terpakai maka
uang yang akan dipertanggungjawabkan
tetaplah sebesar yang diterima.
Berbeda dengan uang transport dan
biaya penginapan yang bersifat at cost
yaitu sesuai jumlah pengeluaran riil yang
terjadi dan dibuktikan dengan tiket dan
kuitansi. Apabila uang perjalanan dinas
lebih dikembalikan ke kas negara.
Melakukan perjalanan dinas bukanlah
semata mematuhi rambu-rambu
peraturan perjalanan dinas. Tetapi ada
rambu-rambu lain yaitu kepatutan.
Sebagai contoh uang taksi pergi-pulang
bandara yang dipertanggungjawabkan
(SPJ) dengan daftar pengeluaran riil.
Dalam buku Standar Biaya jumlahnya
cukup lumayan besar untuk tarif Jakarta,
apakah seandainya yang bersangkutan
pergi-pulang menggunakan bus
bandara yang lebih murah harus di SPJ
kan dengan menggunakan taksi?
Keleluasan dan kepercayaan dalam
melakukan perjalanan dinas sepatutnya
di jaga dengan membuktikan hasil
terbaik dan tentunya dengan bukti
pengeluaran yang asli. Bukti pengeluaran
palsu atau asli tapi palsu sungguh
bukan hanya tidak patut tetapi sangat
menjijikan. Mencederai kepercayaan,
melukai integritas, merobek rasa
keadilan, dan mengkhianati rakyat
pembayar pajak.
Teringat salah satu episode terbaik
dalam sejarah. Yakni ketika Khalifah
Umar bin Abdul Azis menerima
putranya di malam hari. “Urusan
apakah yang hendak kau bicarakan,
urusan pribadi atau negara? Kalau
urusan pribadi, lampu ini akan aku
matikan sebab lampu ini dibiayai dari
negara. Tetapi kalau urusan negara
silakan,” begitu Umar menyampaikan.
Aku menangis tersungkur ditengah
malam, mohon ampun. Imro
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 47
I’m going to let you in on a little secret. Ready? Well, here it is: starting in 2012, we’re going to do the 360.If the name does not ring any bell at all, try ‘multi-rater review’, ‘multi-source feedback’, or ‘multi-source assessment’. I’m sure by now you have a pretty decent picture of what 360-degree is. Basically, it’s a method of performance review in which you are assessed, not only by your supervisor, but also two of your peers and a couple of subordinates. So, now, your take-home pay depends on the mercy of five people, instead of one. If you have to blame anyone, blame the Germans. They were the one who started this method in the first place. During the World War II, the German felt that they weren’t getting good enough performance reviews to start a proper, all-out war. Hence, they started ordering their soldiers to rate their officers and peers. Everyone reviewed everyone.Despite their eventual loss, the 360 system gained favorable attention. The first documented use of surveys to accomplish 360-degree feedback was in the 1950s, by the Esso Research and Engineering Company. With the invention of typewriter, which provided much needed anonymity, the usage grew even more. In 1990s, it was estimated that more
than one-third of the total companies in the United States incorporated the 360-degree review in their performance management scheme. A decade later, it is claimed that 90% of the Fortune 500 firms were doing it. In 2011, it knocked at our door.I can see bitter resentments coming. First, the Balanced Scorecard, and then we have Performance Contract, and then the PMK 190 Staff Evaluation, and now this?!? Will we ever stop adopting management fads?, you might ask. First of all it’s not a fad. It CAN work. Secondly, no, we’re not going to stop adopting new methods. It’s part of our quest for excellence. It’s our way of creating a better and fairer work system. Remember how we complain about our supervisors being subjective during our evaluation? The 360 is one remedy for this situation. Also, our current performance review system just doesn’t really cut it. I’m looking at you, DP3.Back to being subjective. In the old days, your performance is how your supervisor sees it. No matter how hard you think you have worked, if your supervisor thinks you’re lazy slob who spends most of his time downloading Ayu Tingting’s latest clips, you can kiss your next raise goodbye. This time around, you have the opinion of
your peers and your subordinates to back you up. That is, unless these guys also think that you’re a first-class procrastinator who is addicted to the internet and cute dangdut singers. If that is the case, then you probably are.
The good thing about the 360 is, among many others, that it improves the overall quality of performance feedback. It introduces a fairer atmosphere in the workplace by making sure that your performance is rated accordingly and that your fate is not entirely decided by one man’s opinion. In our 360 scheme, you even get to nominate your rater. However, from the administrative point of view the 360 degree -review is a nightmare. On the average, one person will be evaluated by four people. In DJA, that translates into around 3200 results to read and file. Every six months. Don’t worry too much, though. I’ve heard that Secretariat General is developing an application for that purpose. All we have to do is point and click.So, the question at this point is not whether the 360-degree will work. It has been decided. The real question is how we are going to make it work. We can start by making an honest appraisal.
The 360-Degree ReviewBy Eko Widyasmoro
ENG
LSIH
CO
RN
ER
48 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
“If NASA engineers had evidenced had the
same level of forecasting skill as our top
economists, the Cassini mission (salah satu
misi luar angkasa NASA-pen)would have had
a very different outcome. Not only the satellite
have missed its orbit, but in all likelihood the
rocket would have turned downward on lift-off,
bored through the Earth’s crust, and exploded
somewhere deep in the magma.”
Pernyataan yang terdengar sinis dan
kontroversial tersebut terpampang di halaman
“Introduction” dari buku How an Economy Grows and Why it Crashes karya Schiff
bersaudara, yaitu Peter dan Andrew Schiff.
Bukan tanpa alasan mereka mengawali buku
mereka dengan pernyataan tersebut, karena
pada dasarnya pernyataan tersebut adalah
inti dari seluruh buku setebal 233 halaman
tersebut.
Buku ini menceritakan tentang 3 orang
sahabat-Able, Baker, and Charlie- yang
terdampar di sebuah pulau dan tidak memiliki
sumberdaya apapun untuk bertahan hidup
kecuali perairan sekitar mereka yang –
untungnya- berlimpah dengan ikan. Akan
tetapi mereka tidak memiliki peralatan apapun
untuk menangkap ikan kecuali dengan tangan,
dan oleh karena tingkat kesulitannya yang
tinggi waktu mereka seharian hanya cukup
untuk menangkap 1 ekor ikan yang hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka
selama satu hari.
Suatu hari Able memiliki ide untuk membuat
semacam alat penangkap ikan agar dapat
menangkap ikan dengan lebih banyak dan
akhirnya memiliki simpanan ikan. Dengan
menggunakan bahan2 sederhana yang ada, dia
akhirnya memutuskan untuk menggunakan
waktunya seharian untuk membuat jala
dengan konsekuensi kehilangan kesempatan
untuk menangkap ikan dan harus menahan
lapar. Teman2nya (Baker dan Charlie)
menertawakan idenya tersebut dan menyebut
rencana Able itu sebagai rencana yang bodoh
dan mereka juga mengancam tidak akan
membantu Able jika ternyata dia gagal dan
akhirnya kelaparan. Tapi ejekan itu berhenti
ketika Able menunjukkan keberhasilannya
menangkap ikan 2 kali lebih banyak. Setelah
melihat keberhasilan Able, kedua temannya
ingin meminjam jala tersebut, namun oleh Able
permintaan tersebut ditolak mengingat semua
ejekan yang dia dapatkan dan juga resiko
rusaknya jala jika dipinjamkan. Oleh karena
itu, dia menawarkan untuk meminjamkan
ikan persediaannya (hasil tangkapan dengan
jala) agar mereka berdua bisa memiliki waktu
untuk membuat jala mereka sendiri tanpa
harus kelaparan seperti dia dulu. Tapi sebagai
imbalannya mereka harus mengembalikan 2
ekor ikan tiap 1 ekor ikan yang mereka pinjam.
Ceritapun berlanjut dengan cerita tentang
perkembangan sistem perekonomian yang
makin lama semakin canggih, tapi apakah
semakin canggih berarti meningkat juga
kesejahteraan? Pertanyaan inilah yang akan
dijawab pada kisah-kisah lain di buku ini.
Secara umum, buku ini menerangkan tentang
sistem perekonomian, khususnya di Amerika
secara sederhana dan cenderung komikal
sehingga mudah untuk dipahami orang awam
yang tidak pernah mengerti mengenai sistem
perekonomian.Konsep-konsep perekonomian
makro seperti pengaruh ekspor impor,
simpanan masyarakat, inflasi, rasio suku bunga,
efek kredit konsumsi juga dijelaskan dengan
penuh humor. Meski begitu kisah di buku
ini memuat kejadian-kejadian yang nyata
terjadi, misalnya “The Great Recession” di AS,
“DotCom Bubble burst” yang terjadi di era
tahun 2000an, hingga fakta bahwa selama ini,
tiap tahun Amerika Serikat memiliki defisit
anggaran hampir sebesar anggaran Indonesia
dan mereka ternyata bertahan karena adanya
utang dari negara lain.
Terlepas dari reputasi Peter dan Andrew
Schiff sebagai pakar ekonomi dan keuangan
yang terkemuka di AS dan pengalaman
mereka selama ini, buku ini memiliki sedikit
kekurangan yaitu banyaknya “Economic
Insight” alias opini pribadi yang bertebaran di
buku ini. Akan tetapi meskipun begitu, buku ini
tetap memenuhi janjinya seperti yang tertera
di halaman kover belakang, “The story may
appear simple on the surface but it will leave
you with a powerful understanding of How an
Economy Grows and Why it Crashes.”
Judul : How an Economy Grows and Why it
Crashes (Hard Cover)
Penulis : Peter D. Schiff & Andrew J. Schiff
Penerbit : John Wiley & Sons, Inc.
How an Economy Grows and Why It Crashes (Hardcover)Hisyami Adib.A | Pustakawan DJA
Definisi hobi menurut Wikipedia adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang untuk menenangkan pikiran seseorang. Kata Hobi merupakan sebuah kata serapan dari Bahasa Inggris “Hobby”. Hobi adalah bagian dari hidup setiap manusia modern. Hidup kita akan lebih berwarna, semangat, segar dan bisa mengurangi kebosanan dalam aktivitas hidup kita sehari-hari.
Setiap orang pasti mempunyai hobi. Ada ratusan atau bahkan jutaan hobi yang dilakukan oleh tiap orang, misalnya ada hobi bersepeda, mendaki gunung, travelling, memelihara binatang, memasak, otomotif, dll. Dari sekian banyak hobi tersebut, ada satu hobi yang bisa dilakukan secara bersama-sama/simultan dengan hobi yang lain, yaitu fotografi. Selain itu beberapa hal di bawah ini mungkin bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi anda untuk menjadikan fotografi sebagai hobi.
Setelah beberapa tahun menekuni hobi fotografi, ternyata fotografi adalah hobi yang sangat menyenang, unik, kreatif, bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, sehingga tidak membosankan. Dikatakan unik, karena foto dapat dinikmati oleh siapa saja dengan bebas, bahkan kadang rasa yang ditawarkan oleh fotografer diterima berbeda oleh penikmat foto. Bisa dibilang kreatif, karena fotografi memberikan kemerdekaan/kebebasan kepada kita untuk berkreasi tanpa batas, sejauh imajinasi dan otak kita dapat berkolaborasi secara kreatif.
Kegiatan fotografi juga bisa membantu kita untuk menyeimbangkan fungsi otak, karena fotografi secara umum dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu satu kegiatan penggalian ide, perencanaan serta konsep di mana rasa dan “sense of art” tersebut muncul. Kegiatan lainnya adalah kegiatan teknis mengoperasikan kamera yang penuh perhitungan agar bisa mendapatkan visual atau gambar apa yang telah dipesankan pada kegiatan konsep
Mengapa MenjadikanFotografi sebagai hobi ?
atau ide. Disinilah otak kiri dan otak kanan digunakan dalam hobby memotret kita.
Fotografi selalu berkembang setiap masa, sisi dinamis dari fotografi yang selalu berkembang pada setiap jaman, baik dari sisi perkembangan teknologi dan dari sisi trend dan taste gambar (dari jaman analog/film dengan kamar gelap sampai jaman digital dengan software pengolah foto).
Kita bisa memilih obyek dan jenis fotografi apa yang kita suka (model, “human interest”, landscape/alam, jurnalistik, travelling, still life, makro dll) dengan menggunakan banyak pilihan alat (kamera analog film, kamera pocket, medium format, large format, panorama, range finder, DSLR, dll). Masing-masing pengertian/definisi dari jenis fotografi tersebut akan saya jelaskan dalam artikel berikutnya.
Hal-hal yang perlu dipersiapkanSama dengan hobi-hobi yang lain, untuk memulai hobi fotografi perlu dipersiapkan atau diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kamera dan aksesorinya.Modal dasar untuk memulai hobi fotografi tentu saja adalah sebuah kamera, apapun jenisnya. Setiap jenis kamera mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tetapi bukan ingin mengecilkan arti kamera jenis lain, sebuah kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) lebih dapat mengakomodasi semua kebutuhan yang diperlukan untuk belajar fotografi secara lebih optimal.
2. Baca semua hal tentang fotografiMembaca semua literatur yang berkaitan dengan fotografi akan membuka wawasan tentang hobi yang sedang anda tekuni
ini. Baik itu literatur yang bersifat offline maupun online, akan sangat berguna.
3. Belajar sendiri/otodidak atau kursusSaya mempelajari fotografi secara otodidak, sebab cara belajar ‘ trial and error ‘ yang selama ini saya lakukan, tampaknya lebih ada hasilnya bagi saya. Dewasa ini bermacam tempat kursus fotografi banyak bermunculan. Ada tempat kursus yang dimiliki oleh fotografer terkenal sampai ke forum-forum di internet atau komunitas. Di tempat kursus hanya dititikberatkan pada penguasaan dasar-dasar ilmu fotografi. Biasanya tempat kursus mengajarkan mulai dari tingkat basic, advance, maupun intermediate. Tapi pada akhirnya, anda juga harus mempunyai gaya/style sendiri. Bergabung dengan komunitas atau milis fotografi akan sangat membantu proses pembelajaran anda. Selain itu mengikuti “hunting bareng” juga akan membantu anda mendapatkan ilmu/teknis fotografi yang baru.
4. Mengikuti kontes atau lomba fotoIkutilah lomba-lomba foto yang sering diadakan oleh komunitas, majalah ataupun di kelompok kecil di mana anda terlibat, belum perlu mengikuti lomba foto bertaraf nasional apalagi internasional, sebagai ajang untuk mengasah kreatifitas visual juga sebagai ajang pengakuan terhadap hasil karya anda jika terpilih. Hal ini akan memacu semangat kita untuk terus memperdalam ilmu fotografi.
5. Jangan membatasi diriKetika sedang belajar fotografi sebaiknya anda tidak membatasi diri dengan hanya mempelajari satu jenis fotografi saja, misalnya; hanya jenis landscape/pemandangan saja. Praktekkan berbagai macam jenis fotografi
Penulis : Fr. Edy Santoso | Adalah staf pada Direktorat Anggaran III penghobi serius fotografi
PO
JOK
FO
TO
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 51
Jalan Masih Panjang | By Edy ‘Singo’ |Lokasi : Pulau Rinca, Manggarai Barat NTTFoto ini saya ambil waktu trip dalam rangka promosi Pulau Komodo menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Alam Dunia. Sedikit dinaikan saturasinya untuk mendapatkan warna yang lebih matang.
City Scape | by Wirawan Seti ‘Adji’ |Lokasi : Menteng Jakarta PusatFoto diambil dari lantai 4 sebuah gedung di Menteng Jakarta Pusat. Sudah lama saya ingin memotret kota Jakarta pada waktu malam, kebetulan pada waktu itu dapat spot yang bagus, maka jadilah foto ini, walaupun kondisi saat itu langit sedang mendung.
EOS 5D , Lensa Tamron 28-75mm F/2.8, ISO 200 , Diafragma F/11 , Exposure 1/200 dtk , Kompensasi +1 Stop
EOS 60D, Lensa Canon 17-40mm, F/4 L Series, ISO 400, Diafragma F/9, Exposure 5 detik
yang anda sudah pelajari. Misalnya; fotografi makro, model, children, still life, dengan bermacam jenis angle dan pencahayaan. Dengan demikian wawasan fotografi anda semakin luas dan memudahkan ketika anda ingin memilih jenis fotografi apakah yang ingin anda focus dan untuk ditekuni.
6. LatihanIlmu fotografi terdiri dari sebagian kecil terdiri dari teori dan lebih banyak pada praktek. Jadi semakin sering dan semakin tekun anda mempraktekkan teori fotografi yang telah anda pelajari semakin cepat pula anda menguasai segala aspek berkenaan dengan fotografi.
Sebagai penutup, apabila anda serius dengan hobi ini, ternyata fotografi juga bisa mendatangkan penghasilan yang lumayan. Kreatifitas dan keuletan anda bisa membuat hobi ini menjadi bisnis yang menguntungkan. Hampir setiap kegiatan pasti membutuhkan fotografi sebagai media dokumentasinya.
PO
JOK
FO
TO
Mulai edisi nomor 23 Warta Anggaran
(WA) menambah rubrik baru :
Pojok Photografi yang diasuh oleh
Fransiskus Edy Santoso (Edy ‘ Singo’)
Redaksi menerima pertanyaan dan foto-foto
hasil karya Anda. Kirimkan foto hasil karya
terbaik Anda, disertai data teknis, lokasi dan
narasi singkat ke email :
wartaanggaran@gmail.com
SERTIJAB DIRJEN ANGGARANKamis, 17 Februari 2011, bertempat di Ruang Rapat Direktur
Jenderal Anggaran dilakukan serah terima jabatan Direktur Jenderal
Anggaran dari Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran
Negara K.A. Badaruddin selaku plh. Direktur Jenderal Anggaran
kepada Herry Purnomo yang telah dilantik menjadi Direktur
Jenderal Anggaran. Acara serah terima yang dihadiri oleh sejumlah
pejabat eselon III di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran ini
berlangsung secara sederhana dan khidmat.
Herry Purnomo yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur
Jenderal Perbendaharaan, dilantik sebagai Direktur Jenderal
Anggaran menggantikan Anny Ratnawati yang telah diangkat
sebagai Wakil Menteri Keuangan.
SOSIALISASI LHKPNKamis, 10 Maret 2011, bertempat di Ruang Rapat Kresna Lantai
P5 Gedung Sutikno Slamet diselenggarakan sosialisasi mengenai
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Peserta
sosialisasi adalah para wajib LHKPN di lingkungan Ditjen Anggaran
yang berjumlah kurang lebih 150 orang.
Acara dibuka oleh Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana DJA,
Meriyam Megia Shahab. Dilanjutkan dengan sosialisasi mengenai
KMK Nomor 38/KMK.01/2011 tentang Penyelenggara Negara di
Lingkungan Kementerian Keuangan yang Wajib Menyampaikan
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dengan
narasumber Kepala Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat
Jenderal Kementerian Keuangan, Anis Said Basalamah.
Sosialisasi mengenai tata cara pelaporan LHKPN disampaikan
oleh wakil dari Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, Komisi Pemberantasan
Korupsi. Narasumber dari KPK menjelaskan tentang tata cara
pengisian formulir LHKPN, yaitu formulir LHKPN Model KPK-A
bagi yang wajib LHKPN yang baru pertama kali menyampaikan,
dan formulir LHKPN Model KPK-B bagi wajib LHKPN yang telah
menyampaikan LHKPN Model KPK-A.
PENANDATANGANAN KONTRAK KINERJA PEJABAT ESELON IIPada hari Rabu, 16 Maret 2011, bertempat di Ruang Rapat
Direktur Jenderal Anggaran Gedung Sutikno Slamet Lantai 4,
dilaksanakan Penandatanganan Kontrak Kinerja Eselon II. Acara
tersebut dihadiri Direktur Jenderal Anggaran, para pejabat eselon
II, serta para pejabat eselon III dan IV di lingkungan DJA. Dengan
disaksikan oleh Direktur Jenderal Anggaran, Pejabat Eselon II di
lingkungan DJA menandatangani kontrak kinerja masing-masing.
Dirjen Anggaran, Herry Purnomo menghimbau agar komitmen
yang telah ditandatangani diperhatikan dan dijalankan dengan
sungguh-sungguh. Dirjen Anggaran mengingatkan kepada para
pejabat eselon II untuk menjaga capaian kinerja agar sesuai dengan
target yang telah ditetapkan.
SOSIALISASI TATA CARA REVISI ANGGARANSenin, 28 Maret 2011 dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Menteri
Kaleidoskop
KA
LEID
OSK
OP
20
11
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 53
Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Revisi
Anggaran Tahun Anggaran 2011 bertempat di Gedung Dhanapala,
Kementerian Keuangan. Sosialisasi diikuti oleh para pegawai
Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian/Lembaga.
Pemaparan PMK tentang Tata Cara Revisi Anggaran disampaikan
oleh Made Arya Wijaya, Kepala Subdirektorat Pengembangan
Sistem Penganggaran. Pada dasarnya, revisi anggaran bertujuan
untuk antisipasi terhadap perubahan kondisi dan prioritas
kebutuhan, mempercepat pencapaian kinerja, dan meningkatkan
efektivitas, kualitas belanja dan optimalisasi penggunaan anggaran
yang terbatas.
Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri
berwenang dalam penetapan Revisi Anggaran Tahun Anggaran
2022. Pengajuan revisi anggaran untuk APBN TA 2011 selambat-
lambatnya 14 Oktober 2011, untuk Revisi Anggaran pada
Direktorat Jenderal Anggaran. Sedangkan untuk Revisi Anggaran
pada Kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan
selambat-lambatnya 28 Oktober 2011
WORKSHOP REVIEW BASELINE TAHUN ANGGARAN 2012DJA menyelenggarakan acara workshop Reviu Angka Dasar
(Baseline) Tahun Anggaran 2012 pada tanggal 21-24 Juni 2011
bertempat di Auditorium Dhanapala, Kementerian Keuangan.
Peserta workshop berasal dari K/L yang berbeda-beda agar lebih
banyak pihak yang mendapatkan pemahaman yang baik tentang
Baseline. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari
prakiraan belanja pada angka dasar tahun 2012 dan 2013.
Workshop dibuka oleh Direktur Sistem Penganggaran, Rakhmat
dan Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran, Ari Wahyuni.
Workshop dipandu oleh Ernest Patria Raihan, dengan pembicara
Achmad Zunaidi dan Sean O’Grady dari Government Partnership
Fund/Australian-Indonesia Partnership.
SOSIALISASI PETUNJUK PENYUSUNAN RKA-K/LDirektur Jenderal Anggaran menghimbau seluruh K/L untuk
menghindari calo anggaran dan tidak memberi gratifikasi kepada
petugas DJA dalam penyusunan dan penelaahan RKA-KL 2012.
Hal tersebut disampaikan dalam sosialisasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan
dan Penelaahan RKA-K/L. Sosialisasi dilakukan tanggal 5-6 Juli 2011
bertempat di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan.
Sosialisasi dilakukan dalam rangka persiapan kegiatan penelaahan
RKA-KL antara DJA dengan seluruh KL yang akan dilaksanakan
pada tanggal 6-25 Juli 2011. Sosialisasi disampaikan kepada petugas
penelaah, baik dari DJA maupun dari K/L. Sebelum dilakukan
paparan oleh para pejabat DJA, Wakil Menteri Keuangan, Anny
Ratnawati memberikan pesan bahwa tahun ini merupakan (tahun
pertama pelaksanaan) Performance Based Budgetting sehingga
orientasi alokasi anggaran belanja harus berdasarkan outcome
dan output. Wamenkeu juga berharap agar terjalin komunikasi
yang baik antara DJA dengan komisi terkait di DPR-RI agar proses
penganggaran yang telah ditetapkan dapat berjalan lancar.
Paparan sosialisasi disampaikan oleh Direktur Sistem Penganggaran
dan Kasubdit Transformasi Penganggaran mengenai Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL. PMK ini merupakan
pedoman dalam rangka pemantapan penerapan Penganggaran
Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
secara penuh. Pada sesi terakhir disampaikan paparan mengenai
Sistem Aplikasi RKA-KL oleh tim Aplikasi Sistem Penganggaran.
KaleidoskopK
ALE
IDO
SKO
P 2
011
54 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
CAPACITY BUILDING : ONE MINUTE AWARENESSDalam rangka meningkatkan integritas pegawai DJA, pada tanggal
28 Juli 2011 bertempat di Auditorium Dhanapala dilaksanakan
Training Integritas dan Motivasi, dengan pembicara utama training
adalah Nanang Qosim Yusuf, yang telah dikenal sebagai master
trainer dan penulis buku yang sukses.
Nanang Qosim Yusuf, atau lebih akrab dipanggil Naqoy,
menyampaikan materi training selama 2 jam. Dalam acara ini, peserta
diajarkan untuk tidak boleh puas dengan keadaan good, tapi harus
berusaha untuk mencapai great serta dilatih bagaimana menemukan
sesuatu yang mendorong seseorang menuju kesuksesan. Naqoy
mengatakan bahwa kesuksesan seseorang ditentukan hanya dalam
satu menit yang dapat mengubah hidup. Inilah yang disebutnya
sebagai One Minute Awareness (OMA). One minute awareness ini
berbeda-beda bagi tiap orang. Pada akhir sesi, Naqoy mengajak
seluruh pegawai DJA yang mengikuti training untuk merenung dan
mencari one minute awareness dalam dirinya masing-masing.
SOSIALISASI SPANPengelolaan anggaran negara yang efektif, efisien, transparan,
dan akuntabel merupakan harapan dari seluruh masyarakat.
Mewujudkan hal tersebut merupakan tugas berat yang harus
dilaksanakan oleh DJA sebagai perencana anggaran. Salah
satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
dibangunnya Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN). SPAN Project dibangun melalui penyempurnaan proses
bisnis yang didukung oleh teknologi informasi yang terintegrasi.
Itulah inti dari sambutan Dirjen Anggaran, Herry Purnomo, kepada
seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan DJA pada acara Sosialisasi
SPAN (Senin/26 September 2011) yang mengambil tema : “Menuju
Pengelolaan Anggaran Negara Yang Efisien, Efektif, Transparan, dan
Akuntabel Melalui Penyempurnaan Proses Bisnis dan Pemanfaatan
Teknologi Informasi Yang Terintegrasi”.
SPAN bukan merupakan urusan Ditjen Perbendaharaan saja,
namun SPAN adalah milik semua unit eselon I di Kementerian
Keuangan. Manfaat SPAN akan dirasakan tidak hanya bagi unit
Eselon I di Kementerian Keuangan saja, tapi akan dirasakan
juga oleh Kementerian/Lembaga serta stakeholder lainnya di
bidang perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran dan
pelaporannya.
PELATIHAN JURNALISTIKPelatihan jurnalistik yang diselenggarakan selama dua hari, 11-12
Oktober 2011 di Jakarta dan diikuti oleh 25 orang pegawai DJA yang
memiliki minat dan kemampuan untuk berkecimpung dalam media
kehumasan DJA, bertujuan untuk menciptakan pengelola-pengelola
media kehumasan baik media cetak dan media elektronik DJA yang
dapat menjadi “corong” DJA dalam menyampaikan setiap kebijakan
penganggaran kepada publik. Kegiatan pelatihan ini dibuka oleh
Direktur Jenderal Anggaran, Herry Purnomo dengan didampingi
oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Anggaran, Ari Wahyuni.
Sebagai narasumber, DJA mendatangkan para pakar jurnalistik yang
sangat berpengalaman di media cetak maupun media elektronik,
yaitu Head of Corporate Communication Media Televisi Indonesia,
Adjie S. Soera Atmadjie dan Produser Seputar Indonesia Pagi,
Winarto.
RAPAT KOORDINASI PENYELESAIAN RUU APBN 2012Pada tanggal 17 Oktober 2011 diadakan rapat koordinasi
KA
LEID
OSK
OP
20
11
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 55
Penyelesaian RUU APBN 2012 di auditorium Dhanapala
Gedung Sutikno Slamet Kementerian Keuangan yang dihadiri
oleh perwakilan seluruh Kementerian/Lembaga dan diisi dengan
arahan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta
Rajasa dan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo. Acara dibuka
dengan laporan Direktur Jenderal Anggaran, Herry Purnomo yang
menyampaikan laporan progress pembahasan dan penyelesaian
RUU APBN 2012 dengan DPR.
Dalam arahannya, Hatta Rajasa meminta kepada seluruh K/L untuk
mencari terobosan-terobosan baru dalam pelaksanaan program
dan kegiatan tapi tetap menjaga akuntabilitas dan transparansi,
jangan hanya melakukan bussiness as usual. Dana optimalisasi
bukanlah akal-akalan tapi merupakan proses yang akuntabel dan
dilakukan untuk memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan rakyat.
SOSIALISASI NILAI-NILAI KEMENTERIAN KEUANGANKegiatan Sosialisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan yang
diselenggarakan di komplek Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Pajak, pada hari Sabtu, 22 Oktober 2011 berlangsung cukup
semarak dan penuh semangat. Kegiatan sosialisasi diawali dengan
senam bersama Menteri Keuangan dan seluruh pegawai yang
hadir. Dalam kesempatan itu Menteri Keuangan memperkenalkan
seluruh para pejabat eselon I termasuk Wakil Menteri Keuangan
Anny Ratnawati dan Mahendra Siregar yang baru saja dilantik.
Acara inti sosialisasi nilai-nilai Kementerian Keuangan diselingi
dengan penampilan dari enam unit eselon I, yaitu Direktorat
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Badan Kebijakan Fiskal,
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, serta
Direktorat Jenderal Anggaran yang dikomandani oleh Direktur
Jenderal Anggaran, Herry Purnomo.
PENELAAHAN RKA-K/L (PAGU DEFINITIF)Sejak tanggal 7 November 2011, ratusan petugas penelaah dari
berbagai satuan kerja di Kementerian Negara/Lembaga (K/L)
setiap harinya akan memadati komplek Kementerian Keuangan di
Jl. Dr. Wahidin No. I untuk melakukan pembahasan akhir alokasi
anggaran 2012 dengan Direktorat Jenderal Anggaran.
Selama dua minggu kedepan, Gedung Sutikno Slamet telah
disiapkan menjadi tempat penelaahan bagi Direktorat Anggaran III
bersama mitra kerjanya (kementerian/lembaga bidang polhukam),
sedangkan Gedung Radius Prawiro diperuntukan bagi Direktorat
Anggaran I dengan mitra kerjanya (kementerian/lembaga bidang
perekonomian), dan Aula Gedung R.M. Notohamiprodjo disiapkan
untuk Direktorat Anggaran II dan mitra kerjanya (kementerian/
lembaga bidang kesra).
PELANTIKAN LINTAS ESELON IBertempat di Ruang Rapat Direktur Jenderal Anggaran, Senin, 21
November 2011, secara resmi Direktur Jenderal Anggaran, Herry
Purnomo melantik Langgeng Suwito, S.E., M.Com sebagai Kasubdit
Standar Biaya, dan Gede Ginarya, S.Sos. sebagai Kasubdit Teknologi
dan Informasi Penganggaran.
Selain dihadiri oleh para pejabat eselon II dan pejabat eselon
III, hadir pula dalam acara pelantikan tersebut, mantan pejabat
eselon III di Ditjen Anggaran, Afrizal dan Nuritawati, yang akan
dilantik sebagai pejabat eselon III di lingkungan Direktorat Jenderal
KaleidoskopK
ALE
IDO
SKO
P 2
011
56 Warta anggaran | 23 Tahun 2012
Perbendaharaan. ”Mutasi antar unit eselon I ini adalah hal yang
wajar dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi. Sebelumnya
Ditjen Anggaran juga telah melantik pejabat eselon II yang berasal
dari luar Ditjen Anggaran”, demikian disampaikan Herry Purnomo
dalam sambutannya.
”Kedepan, pelaksanaan mutasi lintas unit eselon I tidak hanya sampai
pada level eselon III saja. Namun bisa juga dilaksanakan sampai
dengan level eselon IV, karena kebutuhan dan perkembangan
organisasi yang cukup dinamis. Terlebih lagi dengan adanya
implementasi SPAN, yang akan merubah pelaksanaan pekerjaan
yang semula bersifat manual menjadi bersifat otomatis. Hal ini
tentunya akan menuntut perubahan mindset dari para pejabat di
lingkungan Ditjen Anggaran”, tambah Herry Purnomo.
SOSIALISASI LANGKAH-LANGKAH TINDAK LANJUT ATAS UU APBN TAHUN 2012 DALAM RANGKA PENCIPTAAN NILAI LEBIH PELAKSANAAN APBN T.A. 2012Penyelenggaraan kegiatan sosialisasi ini sangat tepat dan berguna
bagi kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN
T.A. 2012, demikian disampaikan oleh Menteri Keuangan, Agus
Martowardojo dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Langkah-
Langkah Tindak Lanjut Atas UU APBN Tahun 2012 Dalam Rangka
Penciptaan Nilai Lebih Pelaksanaan APBN T.A. 2012, yang bertempat
di Auditorium Dhanapala pada Selasa, 29 November 2011.
Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi Direktur Jenderal
Anggaran, Herry Purnomo tentang hal-hal terkait dengan arah
kebijakan dan tindak lanjut hasil pembahasan APBN 2012 dan hasil
penelaahan RKA-K/L 2012, disambung dengan presentasi Direktur
Jenderal Perbendaharaan, Agus Suprijanto, yang membawakan
materi tentang Overview Penyerapan APBN TA 2011 dan
Persiapan Pelaksanaan Anggaran TA 2012.
RAKER DJAMenteri Keuangan, Agus Martowardojo berpesan kepada seluruh
jajaran Direktorat Jenderal Anggaran agar kita berpegang pada
visi yang benar, kegiatan yang fokus, dan komitmen bersama untuk
mewujudkan tujuan organisasi. ”Saudara-saudara perform exceeding
expectation” apresiasi Agus, atas capaian kinerja Ditjen Anggaran
selama tahun 2011.
Hal tersebut dikatakan setelah Direktur Jenderal Anggaran, Herry
Purnomo menyampaikan laporan singkat atas capaian-capaian
Ditjen Anggaran sepanjang tahun 2011 dihadapan + 800 pegawai
Ditjen Anggaran dalam acara Rapat Kerja Ditjen Anggaran yang
diselenggarakan pada Kamis, 1 Desember 2011 bertempat di
ballroom Dhanapala Kementerian Keuangan, turut hadir pula Wakil
Menteri Keuangan I, Anny Ratnawati.
Dalam laporannya Herry Purnomo menyampaikan bahwa salah satu
capaian penting Ditjen Anggaran adalah pelaksanaan pembahasan
RAPBN 2012 dengan DPR secara transparan. Upaya tersebut juga
mendapatkan apresiasi Menteri Keuangan.
Selain berisi Laporan Dirjen Anggaran dan arahan Menteri Keuangan,
rapat kerja juga diisi dengan internalisasi nilai-nilai Kementerian
Keuangan. Dirjen Anggaran juga menyampaikan bahwa seluruh
jajaran DJA sudah melaksanakan nilai-nilai Kementerian Keuangan
dan selalu berusaha meningkatkan integritas, profesionalisme dan
bersinergi dalam melaksanakan tugas. Selain itu juga berusaha
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan mencari
terobosan-terobosan baru untuk mencapai nilai kesempurnaan.
Secara simbolik, Menteri Keuangan menyematkan pin Nilai-nilai
Kementerian Keuangan kepada Dirjen Anggaran dan diikuti oleh
seluruh pegawai DItjen Anggaran.
KA
LEID
OSK
OP
20
11
Warta anggaran | 23 Tahun 2012 57
Raker bali, 8 des 2011
Sosialisasi SPAN
Sosialisasi Dalam Rangka Menciptakan Penciptaan Nilai Lebih
Foto Peristiwa
Pembukaan Raker Jakarta, 1 des 2011
Penelaahan RKAKL Ta 2012Penelaahan RKAKL TA 2012
Rapat Komisi Pada Raker Jakarta, 1 Des 201