Post on 09-Sep-2018
2014
Pusat Pemanfaatan
Penginderaan Jauh
LAPAN
Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungGunungGunungGunung AAAApipipipi
Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat
Daerah Terkena Bencana Erupsi Daerah Terkena Bencana Erupsi Daerah Terkena Bencana Erupsi Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiGunungapiGunungapiGunungapi
PROGRAM PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENERBANGAN DAN ANTARIKSA
BIDANG LINGKUNGAN DAN MITIGASI BENCANA
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
(LAPAN) TAHUN ANGGARAN 2014
ii Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi)
Disusun oleh:
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
(LAPAN)
Tim Penyusun:
Pengarah :
Dr. M. Rokhis Khomarudin, S.Si., M.Si.
Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Parwati, S.Si., M.Sc.
Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Peneliti:
Ir. Hidayat, M.T., Suwarsono, S.Si., M.Si.
Dr. Ir. Wiweka, M.T., Jalu Tejo Nugroho, S.Si., M.Si..
Editor, Penyunting, Desain, dan Layout:
Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.
Jakarta, Desember 2014
Pengembangan Model Pemanfaatan PengiPengembangan Model Pemanfaatan PengiPengembangan Model Pemanfaatan PengiPengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh nderaan Jauh nderaan Jauh nderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. dan salam sejahtera bagi kita semua. Berkat Rahmat Allah
S.W.T, maka laporan akhir tahun 2014 penelitian kami yang berjudul “Pengembangan
Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena
Bencana Erupsi Gunungapi)“ dapat diselesaikan dengan baik.
Harapan dari berbagai hasil kegiatan terkait dengan penelitian dan kajian pemanfaatan
penginderaan jauh untuk mendukung wahana memantau kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan dengan menggunakan data penginderaan jauh di wilayah Indonesia yang telah
dan akan terus dilaksanakan di Satuan Kerja Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,
LAPAN pada tahun berikutnya dapat terus terdokumentasi dengan baik dan dapat
dimanfaatkan kepada semua kalangan/pengguna.
Kami mengharapkan banyak masukan dari para narasumber untuk perbaikan laporan
penelitian ini, sehingga tujuan dan sasaran penelitian dapat tercapai sesuai dengan tugas
dan fungsi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN dalam menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh.
Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada
semua pihak, khususnya para peneliti dari Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi
Penginderaan Jauh, dan para penelaah, yang telah berupaya keras untuk menyusun dan
menerbitkan laporan akhir ini.
Jakarta, Desember 2014
Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
iv Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
RINGKASAN (EXECUTIVE SUMMARY)
Penelitian ini telah memberikan hasil pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh
untuk pemetaan cepat daerah terkena bencana, khususnya erupsi gunungapi, terutama sekali
dalam hal pemanfaatan data inderaja Landsat-8 LDCM yang baru saja diluncurkan di awal
tahun ini.
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil kajian adalah metode change detection
dengan variabel nilai reflektansi, indeks dan suhu kecerahan dapat dipergunakan sebagai
dasar untuk deteksi daerah terkena erupsi gunungapi. Data citra Landsat-8 Band 5 (0.845 –
0.885 µm) merupakan band yang paling sensitif untuk deteksi semua tipe tutupan lahan
(hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan juga lahan terbuka). Perubahan nilai reflektansi
dari semua tipe tutupan lahan (hutan, semak/belukar, lahan pertanian dan lahan terbuka)
menjadi deposit vulkanik (lava, lava debris, tephra, dan abu vulkanik) diindikasikan oleh
penurunan nilai reflektansi yang cukup besar pada band 5. Selain itu, variabel NDVI juga
memberikan hasil paling baik untuk deteksi dan pemisahan daerah yang terkena erupsi
gunungapi. Lebih lanjut, daerah yang tertutup oleh material produk erupsi gunungapi
memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya dan pola suhu yang
spesifik. Lava memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan lahar dan jatuhan abu vulkanik.
Sedangkan lahar sendiri memiliki suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jatuhan
abu vulkanik.
Rancangan untuk penyusunan guideline metode pemanfaatan data penginderaan jauh (jenis
Landsat-8) untuk deteksi daerah terkena erupsi gunungapi meliputi; 1) Input Data; 2) Proses;
dan 3) Output (Informasi); dan 4) Perhitungan tingkat akurasi. Input data adalah data proses
Landsat-8 periode sebelum dan pada saat/setelah erupsi. Parameter yang digunakan adalah
nilai reflektansi, indeks dan suhu kecerahan. Metode yang dapat diterapkan adalah metode
Change Detection dengan mengimplementasikan teknik pengambangan (thresholding).
Kesimpulan lainnya adalah bahwa model deteksi cepat daerah terkena bencana dapat
dijalankan dengan bantuan perangkat lunak ERDAS Imagine, ENVI, maupun Arc GIS.
Piranti lunak tersebut memiliki fitur untuk pengolahan citra secara cepat dan otomatis (fully
maupun semi-fully). ERDAS Imagine memiliki fitur Spatial Modeller, Arc GIS memiliki fitur
Modeller, sedangkan ENVI memiliki fitur IDL.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
v
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ii
KATA PENGANTAR iii
RINGKASAN iv
DAFTAR ISI v
BAB I. RANCANGAN PENELITIAN 1
Ringkasan Research Desain 1
Latar Belakang 1
Permasalahan 2
Tujuan dan Sasaran 3
Hasil Kegiatan 3
Metodologi 3
BAB II. STATE OF THE ART 8
BAB III. KAJIAN DATA LANDSAT-8 9
Karakteristik Teknis Satelit 9
Karaktreristik Spektral dan Spasial 10
Ketersediaan Data 11
Pengolahan Data Landsat-8 11
BAB IV. Deskripsi Gunung Api 14
Gunung Kelud 14
Gunung SInabung 31
BAB V. HASIL PENELITIAN (LANDSAT REFLEKTANSI) 41
Ringkasan Hasil 41
Data 41
Metode 41
Tahapan Pengolahan Data 42
Hasil 44
Kesimpulan 52
BAB VI. HASIL PENELITIAN (SUHU KECERAHAN) 55
Ringkasan Hasil 55
Data 55
Metode 56
Tahapan Pengolahan Data 56
Hasil 57
BAB VII. KAJIAN PERANGKAT LUNAK 61
Ketersediaan Perangkat Lunak 61
Kapasitas Perangkat Lunak 63
BAB VIII. REKOMENDASI PENYUSUNAN GUIDELINE 69
BAB IX. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71
DAFTAR PUSTAKA 73
1 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiBencana Erupsi GunungapiBencana Erupsi GunungapiBencana Erupsi Gunungapi
1
BAB I
RANCANGAN PENELITIAN
(RESEARCH DESIGN)
Ringkasan Research Design
Dalam konteks dukungan mitigasi bencana, teknologi sistem pengolahan data
inderaja sangat diperlukan dalam menghasilkan informasi daerah terkena bencana secara
efektif dan efisien. Model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemetaan cepat
daerah bencana erupsi gunungapi perlu dikembangkan dengan membangun sistem
pengolahan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk; 1) menginventarisasi dan
mengindentifikasi metode deteksi cepat daerah yang terkena bencana erupsi gunungapi
menggunakan metode change detection maupun ekstraksi parameter fisis daerah bencana;
2) menyusun model yang dapat digunakan untuk pemetaan cepat daerah bencana baik yang
menggunakan metode change detection maupun ekstraksi parameter fisis daerah bencana,
dan ; 3) menyusun guide line pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan
bencana erupsi gunungapi. Metodologi penelitian ini dibagi menjadi 7 (tujuh) tahapan besar,
yaitu tahap kajian literatur, inventarisasi data, pengolahan data untuk penyusunan model,
verifikasi dan validasi, penyusunan pedoman, pelaporan, seta publikasi dan
seminar/workshop. Selain bermanfaat dalam memperkaya khasanah IPTEK penginderaan
jauh, sistem ini dapat dioperasionalisasikan untuk produksi informasi daerah terkena dampak
bencana erupsi gunungapi di dalam kegiatan berikutnya. Informasi daerah terkena dampak
bencana erupsi gunungapi tersebut sangat bermanfaat bagi pengguna, khususnya dalam
rangka mendukung upaya mitigasi bencana erupsi gunungapi. Para pengguna dapat berasal
dari kalangan instansi pemerintah (termasuk: BNPB, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan
Umum), Pemerintah Daerah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO), akademisi,
maupun masyarakat umum.
Latar Belakang
Indonesia memiliki sekitar 129 gunungapi aktif yang berpotensi mengalami erupsi
dan menimbulkan bencana. Bencana yang berasal dari erupsi gunungapi dapat berasal dari
semburan lava pijar, jatuhan piroklastik, dan juga dari aliran lahar dingin. Kejadian besar
bencana erupsi gunungapi di akhir tahun 2013, yaitu erupsi Gunungapi Sinabung telah
menimbulkan dampak bencana yang nyata. Akibatnya, telah menelan korban jiwa manusia,
kerusakan permukiman, lahan pertanian, serta rusaknya infrastruktur. Tak terkecuali,
dampak kesehatan yang terjadi seperti ISPA yang diakibatkan oleh abu vulkanik yang
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
2
terhirup oleh saluran pernapasan. Tak kurang kerugian secara ekonomis dapat mencapai
angka milyaran rupiah.
Mengingat dampak-dampak yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi tersebut maka
diperlukan suatu upaya mitigasi bencana. Sebagai negara yang sering terjadi bencana,
usaha-usaha pemerintah dan pemerintah untuk mengatasi bencana perlu dilakukan baik dari
sisi teknologi, peraturan perundangan maupun sisi pendekatan sosial budaya. Di tingkat
nasional, upaya penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh BNPB. Dalam upaya
penanggulangan bencana tersebut dibutuhkan peran serta instansi terkait sehingga terwujud
suatu pendekatan penanggulangan yang integral, terpadu, dan komprehensif.
Dalam upaya penanggulangan bencana, ilmu dan teknologi memainkan peranan
penting yang tidak bisa dilepaskan. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
merupakan salah satu lembaga pemerintah yang juga ikut aktif berperan dalam upaya
penanggulangan bencana dengan kemampuan, sarana, dan prasarana yang dimilikinya.
Melalui PerKa No. 2 Tahun 2011 dalam struktur organisasinya terdapat Bidang Lingkungan
dan Mitigasi Bencana di bawah Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Bidang ini
mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan penginderaan
jauh untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana, serta melaksanakan penyiapan
bahan kerjasama teknis di bidangnya. Bidang ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) dalam upaya menjalankan tugasnya. Selain teknologi remote sensing
LAPAN juga telah mengembangkan teknologi penerbangan dan satelit dalam upaya
penanggulangan bencana.
Sudah banyak yang dilakukan untuk kegiatan penanggulangan bencana berbasis
data penginderaan jauh, namun hal yang sangat penting saat ini belum dilakukan adalah
pemetaan cepat daerah yang terkena bencana, khususnya yang diakibatkan oleh erupsi
gunungapi. Data penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk kegiatan tersebut karena
data ini memiliki historis yang baik dan memiliki resolusi spasial yang memadai. Untuk itu,
maka penelitian-penelitian untuk mengembangkan model pemetaan cepat sangat
diperlukan.
Permasalahan
Model pemanfaatan penginderaan jauh yang dilakukan oleh LAPAN untuk pemetaan
cepat daerah terkena bencana (rapid mapping), khususnya bencana erupsi gunungapi
sebagai respon cepat (quick response) masih belum dilakukan secara sistematis, standar,
dan otomatis. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk menjawab permasalahan-
permasalahan tersebut, yang apabila dirumuskan adalah : model deteksi cepat daerah
3 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
terkena bencana erupsi gunungapi berbasis teknologi inderaja manakah yang paling tepat
untuk dipergunakan?
Tujuan dan Sasaran
Tujuan kegiatan ini adalah:
1) Menginventarisasi dan mengindentifikasi metode deteksi cepat daerah yang terkena
bencana erupsi gunungapi menggunakan metode change detection maupun ekstraksi
parameter fisis daerah bencana.
2) Menyusun model yang dapat digunakan untuk pemetaan cepat daerah bencana baik
yang menggunakan metode change detection maupun ekstraksi parameter fisis daerah
bencana.
3) Menyusun guide line pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan
bencana erupsi gunungapi.
Sasaran kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1) Tersedianya review literatur terkait dengan metode deteksi cepat daerah yang terkena
bencana erupsi gunungapi.
2) Tersedianya rekomendasi model yang dapat digunakan dalam deteksi cepat daerah
terkena bencana erupsi gunungapi.
3) Tersedianya Guide line pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan
bencana erupsi gunungapi.
Hasil Kegiatan (Output)
Hasil kegiatan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
� Dokumen hasil review literatur terkait dengan metode deteksi cepat daerah yang
terkena bencana erupsi gunungapi.
� Dokumen teknis hasil kajian model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk
deteksi cepat daerah terkena bencana erupsi gunungapi serta rekomendasi model
yang paling sesuai untuk diaplikasikan.
� Guide line pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan bencana erupsi
gunungapi.
� Paper ilmiah
Metodologi
Secara garis besar metodologi penelitian ini dibagi menjadi 7 (tujuh) tahapan besar, yaitu
tahap kajian literatur, inventarisasi data, pengolahan data untuk penyusunan model,
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
4
verifikasi dan validasi, penyusunan pedoman, pelaporan, seta publikasi dan
seminar/workshop.
1) Tahap Kajian Literatur
Tahap ini dilakukan untuk menginventarisasi dan mengindentifikasi metode deteksi cepat
daerah yang terkena bencana erupsi gunungapi baik yang menggunakan metode
metode ekstraksi parameter fisis daerah bencana serta change detection serta model
lainnya yang memungkinkan melalui kajian literatur. Pada tahap ini akan diketahui state
of the art dari perkembangan iptek pemanfaatan data penginderaan jauh untuk aplikasi
di bidang kegunungapian, khususnya untuk pemetaan cepat daerah terkena bencana.
2) Tahap Inventarisasi Data
Data yang dipergunakan adalah citra inderaja optis, terutama citra Landsat, SPOT,
MODIS, NPP. Selain itu juga diupayakan untuk menggunakan citra SAR sebagai data
komplemen. Mengingat metode yang akan disusun adalah lebih pada change detection,
maka citra dipilih paling tidak 2 (dua) tanggal perekaman, yaitu yang mewakili periode
sebelum kejadian bencana dan pada saat atau setelah kejadian bencana.
3) Tahap Penyusunan Model
Hasil kajian literatur akan diperoleh model-model pemanfaatan data penginderaan jauh
untuk aplikasi di bidang kegunungapian, khususnya untuk pemetaan cepat daerah
terkena bencana yang nantinya akan dipilih yang paling memungkinkan dan
diujicobakan untuk kasus wilayah gunungapi terpilih.
4) Tahap Verifikasi dan Validasi untuk Uji Akurasi Model
� Model-model metode deteksi cepat yang telah diujicobakan kemudian diuji akurasinya
untuk mengetahui model manakah yang memberikan tingkat akurasi paling tinggi.
Sebagai data referensi untuk uji akurasi dipergunakan citra dengan resolusi lebih
tinggi dan didukung oleh data observasi lapangan.
� Selanjutnya, dilakukan penyusunan model yang dipilih dari metode yang paling
sesuai, yaitu yang memberikan tingkat akurasi paling tinggi dan dapat diaplikasikan
secara efektif dan efisien.
5 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
5) Tahap Penyusunan Pedoman (Guideline)
� Penyusunan guideline pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi daerah
terkena bencana erupsi gunungapi dilakukan untuk menghadirkan dokumen yang
sistematis sebagai patokan dalam menjalankan sistem rapid mapping.
6) Tahap Pelaporan
Laporan kegiatan disusun secara lengkap, sistematis, singkat, padat, jelas, dan terinci
mengenai berbagai hal yang telah dilakukan sesuai dengan tahapan riset mulai dari
penyusunan model, penyusunan SOP, hasil-hasil seminar hingga prestasi publikasi
ilmiah yang telah akan dilakukan.
7) Tahap Publikasi dan Seminar Ilmiah / Workshop
Hasil kajian model-model pemanfaatan data penginderaan jauh untuk aplikasi di bidang
kegunungapian, khususnya untuk pemetaan cepat daerah terkena bencana beserta
dokumen guideline yang telah tersusun kemudian diseminarkan. Hasil-hasil seminar
diharapkan dapat diperoleh masukan-masukan dari kalangan peneliti, akademisi,
maupun praktisi demi perbaikan hasil penelitian. Hasil penelitian yang dianggap sudah
final kemudian disusun dalam format karya tulis ilmiah untuk publikasinya.
Selengkapnya, Gambar 1-1 memperlihatkan diagram alur kegiatan penelitian
pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemetaan cepat daerah
terkena bencana.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
6
Gambar 1-1. Diagram alur kegiatan penelitian pengembangan model pemanfaatan
penginderaan jauh untuk pemetaan cepat daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
DATA
Sebelum Bencana
DATA
Pada Saat/Setelah Bencana
PREPROCESSING PREPROCESSING
EKSTRAKSI PARAMETER FISIS EKSTRAKSI PARAMETER FISIS
CHANGE DETECTION (∆X)
MODEL ∆X1 MODEL ∆X2 MODEL ∆X3 MODEL ∆X4 MODEL ∆X5 MODEL ∆Xn
UJI AKURASI MODEL
SELEKSI MODEL
RANCANG BANGUN SISTEM
RAPID MAPPING
INPUT PROSES OUTPUT
DATA ALAT SDM
PROTOTYPE
UJI COBA PROTOTYPE
SEMINAR/WORKSHOP
SISTEM RAPID MAPPING
PERBAIKAN PROTOTYPE
GUIDELINE PUBLIKASI (JURNAL)
YA
TIDAK
SURVEI LAPANGAN
DATA RESOLUSI TINGGI
ANCILLARY DATA
HARDWARE,SOFTWARE,ALGORITMA
7 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Ringkasan hasil kegiatan yang diharapkan tercapai dan pengguna yang akan
memanfaatkan hasil penelitian/ perekayasan
Hasil Kegiatan Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk
Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi adalah terdefinisikannya
sistematisasi rapid mapping di semua komponen masukan, proses dan keluarannya. Bentuk
hasil penelitian ini adalah model pemetaan cepat daerah terkena bencana erupsi gunungapi
yang tepat dan dapat dioperasionalkan untuk produksi informasi daerah terkena dampak
bencana erupsi gunungapi di dalam kegiatan berikutnya. Informasi daerah terkena dampak
bencana erupsi gunungapi tersebut sangat bermanfaat bagi pengguna, khususnya dalam
rangka mendukung upaya mitigasi bencana erupsi gunungapi. Para pengguna dapat berasal
dari kalangan instansi pemerintah (termasuk: BNPB, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan
Umum), Pemerintah Daerah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO), akademisi,
maupun masyarakat umum.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
8
BAB II
STATE of THE ART
PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DI BIDANG KEGUNUNGAPIAN
Kegiatan pemanfaatan data penginderaan jauh di bidang kegunungapian yang dilakukan
oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah dirintis sejak awal tahun
2000-an. Hingga saat ini pemanfaatan data penginderaan jauh masih terus dilakukan
khususnya untuk upaya-upaya respon tanggap darurat bencana oleh Bidang Pemantauan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang saat ini telah berganti nama menjadi Bidang
Lingkungan dan Mitigasi Bencana.
Beberapa peneliti di LAPAN telah mempublikasikan karya tulis terkait pemanfaatan data
penginderaan jauh untuk aplikasi di bidang kegunungapian (Wikanti et al., 2004; Suwarsono
et al., 2005; Yulianto et al., 2012; Parwati et al., 2013). Penelitian-penelitian tersebut memuat
tema-tema yang satu sama lainnya terpisah sehingga masih belum terangkai ke dalam satu
bentuk yang integral dan dapat dioperasionalisasikan untuk tujuan penanggulangan
bencana. Di sisi lain, karena keterbatasan dari sisi waktu, kegiatan respon tanggap darurat
yang dilakukan lebih ke arah pemberian informasi secara visual yang lebih bersifat kualitatif
dan belum menerapkan secara penuh model-model standar yang dapat menjadi acuan bagi
pemanfaatannya secara lebih luas. Uraian singkat beberapa penelitian terdahulu
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penelitian ini berfokus pada pemanfaatan data Landsat-8 sebagai generasi terbaru dari seri
Landsat untuk deteksi cepat daerah terkena bencana erupsi gunungapi di Indonesia.
Penelitian dengan menggunakan jenis data ini untuk aplikasi deteksi daerah terkena
bencana erupsi gunungapi di Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga
menjadi tantangan tersendiri untuk melakukan riset dengan topik ini, dengan harapan akan
ditemukan sesuatu yang baru yang bermanfaat baik dari sisi pengembangan sains inderaja
maupun dari sisi pemanfaatan praktisnya.
9 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB III
KAJIAN DATA LANDSAT-8
3.1. Karakteristik Teknis Satelit
Satelit Landsat 8 atau LDCM (Landsat Data Continuity Mission) merupakan generasi
terbaru dari seri Satelit Landsat. Satelit ini tercipta atas kerjasama beberapa institusi Amerika
Serikat, yaitu: the National Aeronautics and Space Administration (NASA), United States of
Geological Survey (USGS)-Department of the Interior (DOI), Orbital Science Corp., Ball
Aerospace & Technology Corp., dan NASA Goddard Space Flight Center.
Satelit Landsat 8 diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 dengan menggunakan
wahana roket Atlas-V di Vandenberg Air Force Base, California. Berat spacecraft (satelit)
2.071 kilogram, dimensi panjang 3 meter dengan diameter 2,4 meter. Kebutuhan power
berasal dari sebuah antena matahari (solar array) berdimensi 9 x 0,4 meter dan satu buah
baterai Nickel-Hydrogen (NiH2) 125 Ampere-Hour (Ahr). Transfer data secara Direct
Downlink dengan Solid State Recorders (SSR) dengan data rate 384 Mbps pada frekuensi
X-band serta 260,92 Mbps pada frekuensi S-band. Satelit ini didesain untuk minimum
berumur 5 tahun.
Orbit satelit sinkron matahari (Sun-synchronous) yang memungkinkan dapat
merekam seluruh daerah di permukaan bumi. Ketinggian orbit satelit 705 km, siklus orbit 233
dengan periode ulang 16 hari (setiap 16 hari akan berulang dan merekam daerah yang
sama) kecuali pada lintang tinggi di sekitar kutub. Satelit ini mampu melintasi satu putaran
bumi dalam waktu 98,9 menit dan memotong ekuator sekitar pukul 10 pagi waktu setempat.
Sistem lintasan path/row menggunakan Worldwide Reference System-2 (WRS-2). Gambar
3-1 memperlihatkan Satelit Landsat 8 berada pada orbitnya di ketinggian 705 km dari
permukaan bumi. Sedangkan Gambar 3-2 memperlihatkan instalasi sensor OLI dan TIRS
pada spacecraft Landsat 8.
Gambar 3-1.
Satelit Landsat 8, generasi Landsat terbaru,
berada pada orbitnya di ketinggian 705 km
dari permukaan bumi.
(Sumber: NASA)
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
10
Gambar 3-2.
Satelit Landsat 8, terpasang sensor OLI dan
TIRS. Sensor OLI diisolasi dengan warna
putih sedangkan sensor TIRS diisolasi
dengan warna kuning emas.
(Sumber: NASA)
3.2. Karakteristik Spektral dan Spasial
Keunggulan yang dimiliki Satelit Landsat 8 dibandingkan para pendahulunya adalah
muatan sensor yang dibawanya, yaitu terdiri dari sensor Operational Land Imager (OLI) dan
Thermal Infrared Sensor (TIRS). Sensor OLI terdiri dari sembilan kanal spectral dengan
resolusi spasial 30 m (15 m untuk kanal pankromatik) dengan lebar cakupan 185 km. Lebar
julat 10pectral sensor OLI merupakan penyempurnaan dari sensor ETM+ pada Satelit
Landsat 7, yaitu disempurnakan untuk menghindari fitur penyerapan atmosfer.
Dibandingkan dengan pendahulunya, Landsat 7 ETM+, perubahan paling besar
terdapat pada sensor OLI kanal 5 (0.845 – 0.885 µm). Perubahan ini ditujukan untuk
mengecualikan fitur penyerapan air pada panjang gelombang 0.825 µm di tengah dari kanal
inframerah dekat ETM+ kanal 4 (0.775 – 0.900 µm). Julat spektral pada kanal 8 sensor OLI
juga lebih sempit dibandingkan dengan ETM+. Ini ditujukan untuk menciptakan kontras yang
lebih besar antara daerah yang bervegetasi dengan lahan terbuka. Pada sensor OLI juga
ditambahkan dua kanal, yaitu kanal biru (kanal 1: 0.433 – 0.453 µm) dan kanal SWIR (kanal
9: 1.360 – 1.390 µm). Tambahan kanal 1 untuk pengamatan warna laut (ocean color) di
wilayah pesisir dan kanal 9 untuk mendeteksi awan cirrus.
Sensor Thermal Sensor Inframerah (TIRS) dipergunakan untuk mengukur suhu
permukaan tanah di dua band termal (band 10 dan 11). Sensor TIRS ditambahkan ke dalam
misi Satelit Landsat 8 untuk mendeteksi panjang gelombang panjang cahaya (inframerah
thermal) yang dipancarkan oleh bumi yang intensitasnya tergantung pada suhu permukaan.
Sensor TIRS yang dipasang pada Landsat 8 menggunakan Quantum Well Infrared
Photodetectors (QWIPs) yang sensitif terhadap dua kanal panjang gelombang inframerah,
yang membantu dalam memisahkan suhu dari permukaan bumi dan dari atmosfer.
11 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Tabel 3-1. Karakteristik spektral sensor OLI dan TIRS pada Satelit Landsat 8
Sensor No Kanal
Nama Spektrum
Julat Spektral
Resolusi spasial
OLI
1 Visible 0.433 – 0.453 30 m
2 Visible 0.450 – 0.515 30 m
3 Visible 0.525 – 0.600 30 m
4 Visible 0.630 – 0.680 30 m
5 NIR 0.845 – 0.885 30 m
6 SWIR 1 1.560 – 1.660 30 m
7 SWIR 2 2.100 – 2.300 30 m
8 Panchromatic
(PAN)
0.500 – 0.680 15 m
9 Cirrus 1.360 – 1.390 15 m
TIRS 10 TIRS 1 10.6 – 11.19 100 m
11 TIRS 2 11.5 – 12.51 100 m
Sumber : USGS
3.3. Ketersediaan Data
Data citra Landsat 8 baik OLI maupun TIRS dapat diperoleh dari Pusat Teknologi dan
Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Sejak
pertengahan tahun 2013, LAPAN mengoperasikan stasiun bumi (Ground Station) yang
mampu mengakuisisi data Landsat 8. Sifat data adalah free of charge (dapat diperoleh
secara gratis). Permintaan data dapat dilakukan secara langsung dengan mengajukan
permohonan tertulis yang ditujukan kepada: Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan
Jauh LAPAN, alamat : Jl. LAPAN No.70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Selain
melalui LAPAN, data dapat juga diakses melalui alamat website USGS berikut:
http://www.glovis.usgs.gov maupun http://www.earthexplorer.usgs.gov. Untuk memperoleh
data pada kedua alamat web tersebut perlu melakukan registrasi terlebih dahulu dengan
tanpa biaya.
3.4. Pengolahan Data Landsat-8
Standar produk Landsat-8 produk yang disediakan oleh USGS EROS Center terdiri
dari data Digital Number terkuantisasi dan terkalibrasi skala Numbers Digital (DN) yang
mewakili data citra multispektral yang diakuisi oleh kedua sensor baik Operasional Land
Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS).
Produk ini dibuat dalam format 16-bit unsigned integer dan dapat diskalakan dalam
reflektansi Top Of Atmosphere (TOA) dan/atau radian menggunakan menggunakan
koefisien rescaling radiometrik yang disediakan dalam file metadata produk (file MTL). File
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
12
MTL juga berisi konstanta termal yang diperlukan untuk mengkonversi data TIRS ke suhu
kecerahan (brightness temperature).
3.4.1. Konversi DN ke Radiance
Data OLI dan TIRS dapat dikonversi ke TOA spectral radiance menggunakan faktor
skala yang disediakan di dalam file metadata, dengan persamaan sebagai berikut:
Lλ = MLQcal + AL ........................................................................ (3-1)
Dimana :
Lλ : TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * µm))
ML : Band-specific multiplicative rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (RADIANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah nomor
band)
AL : Band-specific additive rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (RADIANCE_ADD_BAND_x, dimana x adalah nomor
band)
Qcal : Quantized and calibrated standard product pixel values (DN)
3.4.2. Konversi DN ke Radiance
Data OLI dapat juga dikonversi ke TOA planetary reflectance menggunakan faktor
skala yang disediakan di dalam file metadata (MTL file), dengan persamaan sebagai berikut:
ρλ' = MρQcal + Aρ ........................................................................ (3-2)
Dimana :
ρλ' : TOA planetary reflectance, tanpa koreksi solar angle. Catatan
bahwa ρλ' tidak memuat koreksi sun angle.
Mρ : Band-specific multiplicative rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (REFLECTANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah
nomor band)
Aρ : Band-specific additive rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (REFLECTANCE_ADD_BAND_x, dimana x adalah nomor
band)
Qcal : Quantized and calibrated standard product pixel values (DN)
TOA reflectance dengan koreksi sun-angle, dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
13 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
ρλ =
ρλ'
=
ρλ'
cos(θSZ) sin(θSE)
........................................................................ (3-3)
Dimana :
ρλ : TOA planetary reflectance.
θSE : Local sun elevation angle. Sun elevation angle di pusat scene citra
dalam derajat in degrees disediakan di file metadata
(SUN_ELEVATION).
θSZ : Local solar zenith angle; θSZ = 90° - θSE
Untuk perhitungan reflektansi yang lebih akurat, per pixel solar angle dapat digunakan
sebagai pengganti dari Sun elevation angle di pusat scene citra, tapi data sudut zenith
matahari per pixel saat ini tidak disediakan dengan produk Landsat-8.
3.4.3. Konversi ke Brightness Temperature
Data TIRS dapat juga dikonversi dari spectral radiance ke Brightness Temperature
dengan menggunakan konstanta termal yang disediakan di dalam file metadata (MTL file),
dengan persamaan sebagai berikut:
T =
K2
ln(
K1
+1)
Lλ
........................................................................ (3-4)
Dimana :
T : brightness temperature pada satelit (K)
Lλ TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * µm))
K1 : Band-specific thermal conversion constant yang diperoleh dari file
metadata (K1_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah nomor band,
10 or 11)
K2 : Band-specific thermal conversion constant yang diperoleh dari file
metadata (K2_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah nomor band,
10 or 11)
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
14
BAB IV
DESKRIPSI GUNUNGAPI (DAERAH PENELITIAN)
Uraian deskripsi daerah penelitian (G. Kelud dan G. Sinabung) meliputi deskripsi
umum, geologi, sejarah letusan, geofisika, deformasi, geokimia, mitigasi bencana, serta
kawasan rawan bencana. Uraian ini bersumber dari Data Dasar Gunungapi yang diambil dari
alamat situs Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi).
3.5. Gunungapi Kelud
4.1.1. Deskripsi Umum
Secara administrasi, wilayah G. Kelud berada di tiga kabupaten, yaitu Kab. Kediri,
Kab. Blitar dan Kab. Malang Provinsi Jawa Timur. Kota Kediri merupakan kota terdekat.
Koordinat puncak berada pada posisi 7°56’00’’ LS / 112°18’30’’ BT. Ketinggian puncak 1.731
m dpl dan ketinggian kawah 1113,9 m (Hadikusumo, 1960). Tipe gunungapi strato. Pos
pengamatan berada di Desa Margomulyo, Kecamatan Wates, Kediri yang terletak pada
koordinat 8°55’40,14’’ LS / 112°14’45,48’’ BT dan ketinggian 675 m dpl. Gambar 4-1
menunjukkan lokasi G.Kelud.
Gambar 4-1. Lokasi G. Kelud
4.1.2. Geologi
G. Kelud (1731 m) merupakan produk dari proses tumbukan antara lempeng Indo-Australia
yang menunjam ke bawah lempeng Asia tepatnya di sebelah selatan Jawa. Sebagai
15 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
gunungapi muda yang tumbuh pada zaman Kwarter Muda (Holosen), G.Kelud merupakan
salah satu gunungapi dalam deretan gunungapi yang tumbuh dan berkembang di dalam Sub
Zona Blitar dari Zona Solo, yang dimulai dari daerah bagian selatan Jawa bagian tengah
(G.Lawu) hingga Jawa bagian timur (G.Raung), yang dibatasi gawir sesar Pegunungan
Selatan. Perkembangan gunungapi muda ini sangat terbatas, hal ini nampak dari kerucut
gunungapi yang rendah, puncak tidak teratur, tajam dan terjal.
Keadaan puncak – puncak tersebut disebabkan oleh sifat letusannya yang sangat merusak
(eksplosif) yang disertai dengan pertumbuhan sumbat- sumbat lava seperti puncak Sumbing,
Gajahmungkur dan puncak Kelud.
Secara morfologi, G.Kelud dapat dibedakan menjadi 5 satuan morfologi (A.Djumarma,1991)
yaitu : Satuan morfologi Puncak dan Kawah ; Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi; Satuan
Morfologi Kerucut Samping; Satuan Morfologi Kaki dan Dataran serta Satuan Morfologi
Pegunungan sekitar.
Satuan Morfologi Puncak dan kawah mempunyai ketinggian diatas 1000 m dpl tersusun oleh
aliran lava, kubah lava, dan batuan piriklastik; bentuk morfologi tidak teratur, bukit –bukit
kecil dengan tebing curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40°, serta pola aliran
yang ada pada satuan morfologi ini adalah pola aliran radial.
Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi terletak pada ketinggian antara 600 – 1000 m dpl,
tersusun atas batuan piroklastik aliran, jatuhan dan endapan lahar. Kemiringan lereng antara
(5 – 20)°, serta pola aliran yang berkembang adalah pola radial – paralel.
Satuan Morfologi Kerucut Samping yang terdiri dari bukit Umbuk (1014 m) di sebelah barat
daya, bukit Pisang (865 m) di sebelah selatan dan bukit Kramasan (944 m) disebelah
tenggara lereng G.Kelud. Satuan ini tersusun oleh aliran lava, piroklastik aliran dan kubah
lava. Satuan morfologi ini mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 20°.
Satuan Morfologi Kaki dan Dataran mempunyai ketinggian kurang dari 600 m dpl,
kemiringan lereng kurang dari 5° dan pola alirannya parallel – braided, litologi penyusunnya
terdiri dari endapan lahar dan piroklastik jatuhan.
4.1.3. Sejarah Letusan
Sejarah aktivitas G.Kelud yang tercatat sejak tahun 1000 hingga 2014. Tanggal 10
September 2007, pukul 19.00-24.00 WIB tercatat Gempa Vulkanik Dalam (VA) 15 kali
kejadian dengan pusat gempa berada pada kedalaman 0,5 – 5 km. Tanggal 11 September
2007, pukul 00.00-12.00 WIB tercatat Gempa Vulkanik Dalam (VA) 1 (satu) kali, Low
frequensi 1 (satu) kali, Gempa Tremor 1 (satu) kali dengan amplituda maksimum 1 – 5 mm.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
16
Pada tanggal 11 September 2007 ; pukul 23:00 status G. Kelud dinaikan dari Normal ke
Waspada. Aktivitas kegempaan yang terus meningkat, data deformasi EDM dan Tiltmeter
menunjukkan inflasi dan data kimia juga menunjukkan adanya kenaikan suhu danau kawah
yang signifikan (Rosadi dkk, 2007), maka pada tanggal 29 September 2007 status aktivitas
dinaikkan menjadi Siaga (Level III). Tanggal 16 Oktober 2007, pukul 10:00 WIB hingga
17:00 WIB terekam 306 kejadian gempa Vulkanik Dangkal (VB) yang merupakan proses
terjadinya rekahan batuan secara progresif oleh fluida (magma, gas atau uap) menuju
permukaan, maka pada tanggal 16 Oktober 2007 status dinaikkan menjadi Awas (Level IV),
ketika terekam sekitar 500 gempa Vulkanik Dangkal (VB). Setelah peningkatan aktivitas
yang cukup signifikan pada tanggal 16 Oktober 2007, aktivitas kegempaan G. Kelud
cenderung menurun. Tanggal 24 Oktober 2007 kembali terekam gempa Vulkanik Dalam
(VA) dan Vulkanik Dangkal (VB) dalam jumlah yang signifikan. Keadaan ini berlangsung
sampai tanggal 31 Oktober 2007. Puncak krisis terjadi pada tanggal 3 Nopember 2007,
Keesokan harinya, pada tanggal 4 Nopember 2007, teramati munculnya kubah lava di
tengah danau kawah, yang menandakan fase letusan G. Kelud telah terjadi dan bersifat
efusif. Sifat letusan efusif ini berbeda dengan karakter letusan sebelumnya, pada tahun
1901, 1919, 1951, 1966 dan 1990 yang bersifat eksplosif.
Letusan terkini (Februari 2014) dianggap lebih dahsyat daripada tahun 1990.[13]
meskipun
hanya berlangsung tidak lebih daripada dua hari dan memakan 4 korban jiwa akibat
peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan. Peningkatan aktivitas sudah dideteksi di
akhir tahun 2013. Namun demikian, situasi kembali tenang. Baru kemudian diumumkan
peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak tanggal 2 Februari 2014.
Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian
pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV),
sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu
kurang dari dua jam, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif).
Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu
berupa aliran magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di
wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal
aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Kecamatan Wates dijadikan
tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah
lava, sesuai rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi
(PVMBG). Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta (berjarak
200 km dari pusat letusan), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
17 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Ada tiga macam ciri letusan yaitu :
a. Letusan semi magmatik merupakan letusan freatik yang terjadi akibat penguapan air
danau kawah yang merembes melalui rekahan pada dasar kawah yang secara
serentak kemudian dihembuskan ke atas permukaan. Jenis letusan ini umumnya
mengawali aktivitas gunung Kelud terutama memicu terjadinya letusan magmatik.
b. Letusan magmatik merupakan letusan yang menghasilkan rempah- rempah gunungapi
baru berupa lava, jatuhan piroklastik, dan aliran piroklastik. Letusan magmatik yang
terjadi umumnya bersifat eksplosif yang dipengaruhi penambahan kandungan gas
vulkanik disertai meningkatnya energi letusan terutama energi panas.
c. Erupsi efusif, magma mengalir ke permukaan, dapat membentuk kubah lava atau
mengalir ke lereng.
4.1.4. Geofisika
Seismik
Pada kondisi aktif normal, di G. Kelud rata-rata tercatat sekitar 2 gempabumi vulkanik tiap
bulan. Pada tanggal 10 September 2007, terekam 13 gempabumi vulkanik dalam,
sedangkan 11 September 2007 terekam 3 gempabumi vulkanik dalam. Pada tanggal 11
September 2007 ; Sebaran hiposenter gempa-gempa vulkanik G. Kelud adalah sebagai
berikut:
Gambar 4-2.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik
G.Kelud pada status Waspada.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
18
Gambar 4-3.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik
G.Kelud pada status Siaga.
Gambar 4-4.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik
G.Kelud pada status Awas.
Gambar 4-5.
Sebaran hiposenter gempabumi vulkanik
G.Kelud hingga tanggal 29 Oktober 2007.
Pada tanggal 26, 27, 28 dan 29 September 2007, terjadi lagi serangkaian gempabumi
Vulkanik-Dalam, maka status G. Kelud dinaikan dari Waspada ke Siaga. Tanggal 16 Oktober
19 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
2007, pukul 10:00 WIB mulai terekam gempabumi Vulkanik-Dangkal, hingga pukul 17:00
WIB terekam 306 gempa Vulkanik Dangkal. gambar berikut adalah sebaran hiposenter
gempabumi Vulkanik-Dangkal yang terekam pada 16 -17 Oktober 2007.
Masa krisis kegempaan dimulai pada 1 Nopember 2007, dan sejak 2 Nopember 2007 pukul
11:07 WIB, alat seismograf merekam gempa tremor vulkanik menerus yang merupakan
aktivitas dangkal dari proses bergeraknya magma ke permukaan. Tremor vulkanik mencapai
puncaknya dengan energi maksimum yang ditengarai dengan magnituda “over scale” pada
pukul 16:00 hingga berlangsung sekitar 40 menit pada tanggal 3 Nopember 2007.
Gaya Berat
Studi pendahuluan penyelidikan medan gravitasi di G. Kelud pernah dilakukan pada tahun
1987, diperoleh harga rapat massa (r) Bouguer 2,6 gr/cm3 (Wimpy dkk, 1987). Pada
Agustus 1999 dilakukan pemetaan gayaberat yang lebih rinci oleh BPPTK Yogyakarta
dengan cakupan area sekitar (20x20) km2 . Dari selisih hasil pengukuran gayaberat
mikro/mikrograviti dengan survei sebelum letusan, yaitu data BPPTK-UGM tahun 2000, pada
beberapa titik ukur ditunjukan pada tabel 1 dan 2. Survei pengukuran April 2008 telah
melakukan sekitar 27 titik pengukuran gayaberat dan GPS. Namun data-data yang sudah
diolah menunjukan hanya 6 titik ukur saja yang kira-kira mewakili titik-titik ukur berlokasi
sama antara survei gayaberat tahun 2000 dan 2008.
Anomali data gayaberat sebesar ~ 20 µgal (± 20 µgal) pada titik ukur sejauh ± 2 km dari
kubah lava adalah sangat kecil kemungkinannya bila hanya diakibatkan oleh massa kubah
lava baru yang muncul ke permukaan. Perhitungan kasar efek gayaberat akibat magma
yang terletak di bawah kawah puncak untuk titik ukur berjarak 2 km dari kubah lava adalah ~
18 µgal (diasumsikan tidak ada variasi level muka air tanah). Dari hasil pemodelan 3-D
mikrograviti G. Kelud kemungkinan suplai magma sampai kedalaman 5 atau 10 km.
Dari selisih hasil pengukuran gayaberat mikro/mikrograviti dengan survei sebelum letusan,
yaitu data BPPTK-UGM tahun 2000, pada beberapa titik ukur ditunjukan pada tabel 1 dan 2.
Survei pengukuran April 2008 telah melakukan sekitar 27 titik pengukuran gayaberat dan
GPS. Namun data-data yang sudah diolah menunjukan hanya 6 titik ukur saja yang kira-kira
mewakili titik-titik ukur berlokasi sama antara survei gayaberat tahun 2000 dan 2008.
Anomali data gayaberat sebesar ~ 20 µgal (± 20 µgal) pada titik ukur sejauh ± 2 km dari
kubah lava adalah sangat kecil kemungkinannya bila hanya diakibatkan oleh massa kubah
lava baru yang muncul ke permukaan. Perhitungan kasar efek gayaberat akibat magma
yang terletak di bawah kawah puncak untuk titik ukur berjarak 2 km dari kubah lava adalah ~
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
20
18 µgal (diasumsikan tidak ada variasi level muka air tanah). Dari hasil pemodelan 3-D
mikrograviti G. Kelud kemungkinan suplai magma sampai kedalaman 5 atau 10 km.
Gambar 4-6.
Pemodelan 3-D variasi mikrograviti
G.Kelud berdasarkan data tahun 2000
dan 2008.
Gambar 4-7.
Peta anomali Bouguer G.Kelud dan
sekitarnya. Titik (0,0): Pos PGA G.Kelud.
Jarak pada sumbu X dan Y x 10-1
km.
Garis melintang biru: error input data
(belum terkoreksi).
4.1.5. Deformasi
Pemantauan deformasi di G. Kelud dilakukan dengan memasang 2 stasion tiltmeter di G.
Sumbing dan G. Lirang. Pengiriman data dilakukan secara telemetri dengan menggunakan
radio pancar dari tiap stasion ke Pos Pengamatan G. Kelud. Hasil pengukuran deformasi
tiltmeter di stasion G. Lirang menunjukkan terjadi inflasi yang tajam sejak 3 Nopember 2007
pukul 17:42 WIB pada komponen tangensial maupun radial. Sejak 6 Nopember 2007 hasil
pengukuran deformasi tiltmeter di stasion G. Sumbing menunjukkan komponen radial
mengalami deflasi dan komponen tangensial datar.
Pengukuran GPS di G. Kelud secara episodik sejak tahun 1998 dilakukan terhadap 8 titik
GPS yang diletakan disekitar tubuh gunungapi dan 1 titik kontrol yang diletakan di Pos
Pengamatan Gunung Kelud. Dari 8 titik ukur yang ada, 2 diantarnya sudah hilang dan pada
pengukuran April 2008 dilakukan penggantian titik ukur yang hilang dan penambahan titik
21 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
ukur GPS baru sebanyak 8 titik ukur tersebar di sekitar puncak G. Kelud. Titik pengukuran
GPS seluruhnya terdiri dari 17 titik dengan radius 0,5 sampai 6 km dari pusat kegiatan saat
ini (Danau Kawah G. Kelud). Dari 17 titik pengukuran, 7 diantaranya merupakan titik ukur
lama yang telah dilakukan pengukuran terakhir pada Pebruari 2008.
Dari hasil pemantauan deformasi sejak tanggal 6 Nopember 2007 menunjukkan bahwa
proses miringnya Danau Kawah G. Kelud melambat menuju keseimbangan. Pengukuran
deformasi tubuh gunungapi merupakan metoda pemantauan yang berbasis waktu panjang.
Deformasi terjadi secara perlahan sesuai dengan perkembangan distribusi tekanan di dalam
gunung. Untuk mengintensifkan pengukuran deformasi, sejak tahun 1995 telah dilakukan
usaha mengembangkan penggunaan metoda baru untuk pemantauan G. Kelud.
Gambar 4-8. Grafik tiltimeter Oktober-Nopember 2007.
4.1.6. Geokimia
Kimia batuan
Jenis batuan G. Kelud adalah “Calk –alkaline” dengan komposisi dari medium Kbasalt
sampai dengan medium K-andesit. Sesuai dengan perioda letusannya batuan G.Kelud dapat
dibagi menjadi 3 yaitu batuan Kelud 1, Kelud 2 dan Kelud 3. Batuan Kelud 1 merupakan
batuan yang berasal dari letusan kawah Lirang dan Gajahmungkur yang berumur lebih tua
dari 100.000; Batuan Kelud 2 merupakan batuan yang berasal dari letusan kawah Tumpak,
Sumbing 1 dan Sumbing 2 yang berumur antara 100.000 – 40.000; Batuan Kelud 3 adalah
batuan yang berasal dari letusan kawah Dargo, upit,Badak 1 dan 2 swerta kawah Kelud
yang berumur kurang dari 40.000. Batuan Kelud 1 berkomposisi dari basalt – andesit, Kelud
2 berkomposisi basaltik andesit dan Kelud 3 berkomposisi dari basalt – basaltik andesit.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
22
Hasil sayatan tipis batuan G. Kelud (kubah lava 2007) menunjukkan tekstur porfiritik dan
glomeroporfiritik, vesikuler, berbutir halus hingga berukuran 2,3 mm.
Gambar 4-9. Sayatan tipis batuan Andesitis G.Kelud.
Kimia Air
Air Kawah Kelud sebelum letusan letusan 2007, mempunyai tingkat keasaman yang netral
sebagaimana air biasa, yaitu pH skitar 6,5. Namun demikian karena percampurannya
dengan gas-gas vulkanik dari dasar kawah, air itu mengandung Silika tinggi yaitu sekitar 95
ppm dan kadar belerang 550 ppm. Ciri utama air kawah Kelud ialah kandungan
bikarbonatnya cukup tinggi yaitu sekitar 530 ppm.
Letusan G. Kelud pada tanggal 03 November 2007 di awali oleh perubahan warna air danau
yang mulai teramati sejak pertengahan Agustus 2007. Hasil pengukuran fluks gas CO2 yang
keluar dari air danau kawah selama bulan Agustus 2007 meningkat dari 50 ton/hari hingga
333 ton/hari dan pada awal September fluks gas CO2 mencapai 500 ton/hari.
Tabel 4-1. Komposisi kimiawi air kawah G.Kelud dan air sungai di sekitarnya. Hasil survei
tahun 1999 dalam ppm, DHL=Daya Hantar Listrik (mmho/cm)
23 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Tabel 4-2. Perubahan temporal suhu, pH dan kimia air danau kawah (6 Oktober 1989 – 15
Januari 1990 dan (20 Agustus 2007 – 11 November 2007).
Tabel 4-3. Perubahan temporal rasio unsur-unsur kimia air danau kawah
(6 Oktober 1989 – 15 Januari 1990 dan (20 Agustus 2007 – 11 November 2007).
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
24
Kimia Gas
Konsentrasi gas CO2 yang tinggi tersebut juga karena gelembung gas sampai di udara,
gelembung gas akan bercampur dengan udara dan konsentrasi CO2 menjadi cukup rendah
sehingga efeknya tidak terasa. Sebagai contoh selama melakukanpengambilan contoh
gelembung gas (dan selama survei batimetri), petugas tidak merasakan adanya gejala
keracunan gas CO2, misalnyakepala pusing atau mata berkunang-kunang. Pemantauan gas
dilakukan dengan cara pengukuran fluks gas CO2 yang keluar dari permukaan danau kawah
guna mengestimasi kuantitas gas CO2 yang dihasilkan oleh proses pelepasan gas magma
(degassing) dalam satu hari. Pada kondisi aktif normal fluks gas CO2 berkisar di bawah 50
ton /hari, namun pada pengukuran di awal Agustus 2007 fluks gas CO2 meningkat hingga
mencapai 333 ton/hari. Kemudian pada pengukuran di awal September 2007, fluks gas CO2
masih menunjukkan peningkatan hingga mencapai angka di atas 500 ton/hari. Sedangkan
pengukuran pada pertengahan September 2007 menunjukkan penurunan fluks gas CO2
menjadi 344 ton/hari.
Tabel 4-4. Komposisi kimia gelembung gas kawah Kelud dari hasil survei 1999
25 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Gambar 4-10. Peta sebaran fluks CO2 G.Kelud, pengukuran tanggal 30 Juli – 2 Agustus
2007.
4.1.7. Mitigasi Bencana Gunungapi
Untuk mengantisipasi sekecil mungkin dampak negatif yang ditimbulkan oleh letusan
G.Kelud, maka telah dilakukan usaha penanggulangan bahaya baik sebelum, selama
berlangsung dan sesudah letusan. Kegiatan usaha penanggulangan bahaya sebelum
kejadian letusan antara lain adalah : pemantauan aktivitas gunung secara menerus dan
terpadu baik secara visual ataupun non visual dengan bermacam- macam metoda geofisika .
Visual
Pemantauan sehari–hari G.Kelud dipusatkan di Pos Pengamatan Margomulyo, meliputi
pemantauan visual dari warna, ketebalan dan tinggi asap solfatara dan cuaca di sekitar
puncak. Disamping itu pula dilakukan pengamatan langsung ke kawah meliputi pengukuran
suhu air dan pengamatan perubahan warna air G. Kelud serta pengamatan pergeseran
gelembung-gelembung gas yang muncul yang dapat diamati pada permukaan air kawah.
Selain secara visual pemantauan G. Kelud juga dilakukan dengan metoda seismisitas atau
kegempaan.
Seismik
Pemantauan kegempaan G. Kelud dimulai sejak dibangunnya Pos Pengamatan permanen
akhir tahun 1925, dengan dipasangnya sebuah seismograf Wiechert komponen vertikal.
Pada tahun 1987 mulai diperkenalkan seismograf Kinemetics PS-2 dengan sistem telemetri
radio. Sejak April 2007 telah dipasang tiga stasion tambahan. Sehingga dengan adanya 4
empat stasion seismometer
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
26
4.1.8. Kawasan Rawan Bencana Gunungapi
Berdasarkan potensi bahaya yang mungkin terjadi, Peta Kawasan Rawan Bencana G. Kelud
dapat dibagi menjadi tiga tingkat kerawanan, yakni: Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III),
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), dan Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I).
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III)
Kawasan Rawan Bencana-III (KRB-III), adalah kawasan yang selalu terlanda lahar letusan,
awan panas, bahan lontaran batu pijar, gas beracun, dan kemungkinan aliran lava.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa mendatang lebih
besar dari letusan 1990 atau terjadi percampuran magma (magma mixing) sehingga terjadi
letusan hebat yang banyak merubah morfologi G. Kelud secara drastis. KRB-III ini meliputi
areal seluas 14, 36 km2 (1.436 ha).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Daerah yang kemungkinan besar berpotensi terlanda oleh produk erupsi akan datang,
adalah lereng atas bagian barat dan baratdaya dengan jarak tidak lebih dari 5 km dari pusat
letusan. Sebaliknya sebaran ke arah lain dikontrol oleh adanya morfologi di sekitar puncak,
seperti G. Gajahmungkur (+1455 m), G. Kelud (+1731 m), dan G. Umbuk (+1014 m).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran Batu (pijar)
Berdasarkan letusan terdahulu, bahan lontaran produk G. Kelud mencapai 2 km untuk
berukuran bom vulkanik, dan berjarak hingga 10 km dari pusat letusan untuk fragmen batuan
berukuran kurang dari 2 cm. Daerah yang sering terlanda lontaran batu (pijar) adalah sektor
barat.
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II)
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan
panas, lahar letusan, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa awan panas, aliran lava dan lahar
letusan.
b. Kawasan rawan bencana terhadap bahan lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu
(pijar), hujan abu lebat.
Perluasan awan panas kemungkinan dapat terjadi apabila letusan di masa datang lebih
besar dari letusan 1990 atau terjadi percampuran magma (magma mixing) sehingga terjadi
letusan hebat yang banyak merubah keadaan morfologi G. Kelud secara drastis. Luas
Kawasan Rawan Bencana-II (KRB-II) ini diprediksi mencakup areal seluas 91,8 km2 (9.180
ha).
27 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Data geologi dan sejarah kegiatan masa lalu menunjukkan, bahwa produk letusan G. Kelud
banyak didominasi oleh aliran piroklastik (awan panas) dan lahar panas (lahar letusan),
bahkan hingga letusan magmatik terakhir (1990) masih didominasi aliran piroklastik (awan
panas) dan jatuhan piroklastik yang terutama menghancurkan dan menutup lereng barat dan
baratdaya G. Kelud. Sementara lahar hujan dialirkan melalui K. Bladak (sungai besar yang
mengalir ke arah baratdaya).
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran dan Hujan Abu Lebat
Material lontaran adalah semua jenis bahan letusan yang dilontarkan ke semua arah pada
saat terjadi letusan berupa bom vulkanik (kerak roti) yang berasal dari magma dan pecahan
batuan tua (fragmen litik). Bahan lontaran ini tidak terpengaruh oleh arah tiupan angin saat
terjadi letusan, karena berukuran besar.
Berdasarkan data geologi, morfologi dan pengamatan di lapangan, daerah-daerah yang
diperkirakan dapat terkena material lontaran (bom gunungapi, pecahan lava), hujan lumpur
(panas) dan fragmen batuan lainnya serta hujan abu lebat diperkirakan meliputi kawasan
hingga radius 5 km dari pusat erupsi.
Berdasarkan letusan terdahulu, bahan lontaran produk G. Kelud umumnya mencapai 5 km
untuk ukuran >2 cm hingga ukuran bom vulkanik, dan berjarak hingga 10 km dari pusat
letusan untuk fragmen batuan berukuran kurang dari 2 cm.
Hujan abu lebat adalah material letusan berbutir kecil (pasir hingga abu) yang dilontarkan
secara vertikal ke atas lalu jatuh kembali ke tanah, sedangkan yang berbutir lebih halus
umumnya terbawa angin lebih jauh sesuai dengan arah tiupan angin pada saat letusan.
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I)
Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan
kemungkinan terkena penyimpangan aliran lahar. Apabila letusannya membesar, maka
kawasan ini berpotensi tertimpa bahan jatuhan piroklastik berupa hujan abu dan lontaran
batu (pijar). Kawasan Rawan Bencana-I (KRB-I) ini dibedakan menjadi dua bagian, terdiri
dari:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa lahar, dan kemungkinan
penyimpangan aliran lahar, terletak di sepanjang sungai/di dekat lembah sungai atau di
bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak.
b. Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan piroklastik/lontaran berupa hujan abu tanpa
memperhatikan arah tiupan angin (saat terjadi letusan), dan kemungkinan terkena lontaran
batu (pijar). Kawasan Rawan Bencana-I ini diberi warna kuning, meliputi areal seluas 351
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
28
km2 (35.100 ha). Apabila saat terjadi letusan/kegiatan gunungapi disertai dengan turun
hujan lebat, maka masyarakat yang bertempat tinggal di dalam Kawasan Rawan Bencana-I
(KRB-I) perlu meningkatkan kewaspadaan.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Aliran Massa
Daerah yang perlu waspada terhadap lahar umumnya terletak di dekat lembah atau bagian
hilir sungai, sedangkan perluasannya sering terjadi terutama pada kelokan-kelokan sungai
yang bertebing rendah. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa lahar, dan
kemungkinan penyimpangan aliran lahar (apabila terjadi letusan yang lebih besar dari 1990).
Lahar/banjir yang mungkin terjadi di lereng dan kaki selatan akan melalui sungai K. Putih, K.
Semut, dan K. Lekso. Unit-unit pemukiman yang berpotensi terlanda lahar di alurK. Putih, di
antaranya adalah Kp. Leling, Purwosari, Sumberharjo, Mungklung, Tawang 1, Jeblog 1,
Sonogunting, dan sebagian Kp. Kali Putih. Sedangkan di alur K. Semut, di antaranya adalah
Kp. Lading 1, Babadan, Bogoangin, Kromasan 2, dan sebagian Kp. Sragi. Penyimpangan
aliran lahar kemungkinan dapat melanda kawasan hulu dan cabangcabang K. Semut, K.
Soso, K. Icir, dan K. Putih.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng dan kaki selatan-baratdaya adalah K.
Abab dan K. Jari. Pemukiman yang berpotensi dilanda lahar di kawasan ini adalah Kp.
Karangrejo, Babadan, Tawangsari, Jurangmenjeng, Garum, Diren, Combong Gajah,
Kuningan, dan sebagian Kp. Gaprang Dua. Penyimpangan aliran lahar kemungkinan dapat
terjadi di daerah hulu dan lembah K. Abab dan K. Jari.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng dan kaki baratdaya adalah K.
Lahargedog, K. Bladak, dan K. Kajar. Kawasan yang berpotensi terlanda penyimpangan
aliran laharr adalah di hulu K. Bladak. Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di barat
adalah K. Petungkobong, sementara unit pemukiman yang mungkin terlanda lahar/banjir
adalah Kp.Sumberurip, Sumberejo, Sindurejo, Lumpang, Kutukan, Japan, Jabalan,
Larangan, Singosari, dan sebagian Kp. Kandat. Penyimpangan aliran lahar dapat terjadi dari
K. Bladak ke K. Gedok dan K. Petung kobong.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng baratlaut adalah K. Sumberagung, K.
Toyoaning, K. Dermo, dan K. Puncu/K. Krinjing. Unit pemukiman yang mungkin terlanda
lahar/banjir adalah Kp. Sagi, Lorejo, Brenggolo, Bangkok, Besuk, Wonosari, Bulupasar,
sebagian Kp. Kranggan (melalui aliran K.Sumberagung); Kp.Sidomukti, Karangkletak,
Nambakan, Rejosari, sebagian Kp.Tawangsari (melalui aliran K.Toyoaning); Kp. Listrikan,
Karangnongko kidul, Dawuhan, Bolorejo, Wanoksian, Sitimerto,Semanding, dan sebagian
Kp. Cangkring (melalui aliran K. Dermo); Kp. Lestari,Gadungan, Gedangsewu, Duluran,
Talun, Gondosari, dan sebagian Kp. Mojoduwur (melalui aliran K. Puncu/K. Krinjing).
29 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Penyimpangan aliran lahar kemungkin bisa terjadi di sekitar hulu K. Ngobo, dan K. Puncu/K.
Krinjing.
Sungai yang berpotensi dilalui lahar/banjir di lereng utara adalah K. Konto dengan sejumlah
unit pemukiman, di antaranya adalah Kp. Sukorejo, Ngalik, Damarwulan, Pandeyan,
Sambong, Besuk, dan sebagian Kp. Blereng. Penyimpangan aliran lahar kemungkin bisa
terjadi di sekitar hulu K. Konto.
Kawasan Rawan Bencana Terhadap Bahan Lontaran Berdasarkan letusan 1990
menunjukan bahwa, bom volkanik dan bahan lontaran batu (pijar) lain bediameter >2 cm
dapat mencapai jarak 5 km dari kawah pusat, dan bahan lontaran berdiameter lebih kecil
dari 2 cm bisa mencapai jarak lebih dari 10 km dari
kawah pusat, sedangkan jatuhan abu letusan bisa mencapai jarak yang lebih jauh lagi.
Apabila terjadi letusan kembali di kawah pusat G. Kelud (setelah beristirahat 14 tahun),
maka skala letusannya bisa kecil, menengah atau besar. Besar/kecilnya skala letusan di
masa mendatang, akan sangat bergantung kepada besar/kecilnya akumulasi energi yang
dikumpulkan selama G. Kelud beristirahat. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka sebaran
bahan lontaran (berbutir lebih besar dari 2 cm) dibatasi pada radius 5 km dari pusat letusan,
sedangkan untuk butir lebih halus (lebih kecil dari 2 cm) berupa pasir halus dan abu
diperkirakan dapat mencapai jarak hingga 10 km dari pusat erupsi. Radius sebaran bahan
lontaran bisa saja lebih besar lagi manakala skala erupsi G. Kelud lebih besar dari skala
letusan 1990.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
30
Gambar 4-11. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Kelud
31 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
3.6. Gunungapi Sinabung
4.2.1. Deskripsi Umum
Secara administrasi, wilayah G. Sinabung berada Kabupaten Karo Provinsi Sumatera
Utara. Kota terdekat adalah Kabanjahe, Brastagi. Koordinat puncak berada pada posisi 3°10’
LS / 98°23.5’ BT. Ketinggian puncak 2.460 m dpl. Tipe gunungapi strato. Pos pengamatan
berada di Desa Surbhakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.
Gambar 4-12. Lokasi G. Sinabung
4.2.2. Geologi
Morfologi
Geomorfologi G. Sinabung dibagi menjadi 4 satuan morfologi berdasarkan morfografi dan
morfogenesa, yaitu :
1. Perbukitan Sedimen
2. Perbukitan Vulkanik
3. Kerucut Gunungapi
4. Puncak Gunungapi
Stratigrafi
Gunungapi Sinabung mempunyai satu khuluk, yang terdiri atas 25 satuan batuan erupsi
primer dari kawah pusat, dan 1 endapan batuan gunungapi sekunder. Endapan Pra
Sinabung di daerah ini berupa Satuan endapan Batugamping dan Endapan Aliran Piroklastik
Toba.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
32
Kajian foto radar dan telaahan sebaran pola morfologi yang ditunjang dengan penyelidikan
langsung di lapangan, terutama mengenai kontak antara satu satuan batuan dengan satuan
batuan lainnya yang berumur lebih muda dan atau lebih tua, maka stratigrafi gunungapi
daerah pemetaan berturut-turut dari tua ke muda, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Endapan Batugamping (Pgp)
2. Endapan Aliran Piroklastik Toba (QTb)
3. Aliran Piroklastik Sinabung 1 (QsP1)
4. Aliran Lava Sinabung 1 (QsL1)
5. Aliran Lava Sinabung 2 (QsL2)
6. Endapan Lahar Sinabung (QsLh)
7. Aliran Piroklastik Sinabung 2 (QsP2)
8. Aliran Lava Sinabung 3 (QsL3)
9. Aliran Lava Sinabung 4 (QsL4)
10. Aliran Lava Sinabung 5 (QsL5)
11. Aliran Piroklastik Sinabung 3 (QsP3)
12. Aliran Lava Sinabung 6 (QsL6)
13. Aliran Lava Sinabung 7 (QsL7)
14. Aliran Lava Sinabung 8 (QsL8)
15. Aliran Lava Sinabung 9 (QsL9)
16. Aliran Piroklastik Sinabung 4 (QsP4)
17. Aliran Lava Sinabung 10 (QsL10)
18. Aliran Lava Sinabung 11 (QsL11)
19. Aliran Lava Sinabung 12 (QsL12)
20. Aliran Piroklastik Sinabung 5 (QsP5)
21. Aliran Lava Sinabung 13 (QsL13)
22. Aliran Lava Sinabung 14 (QsL14)
23. Aliran Piroklastik Sinabung 6 (QsP6)
24. Aliran Lava Sinabung 15 (QsL15)
25. Aliran Piroklastik Sinabung 7 (QsP7)
26. Aliran Lava Sinabung 16 (QsL16)
27. Aliran Lava Sinabung 17 (QsL17)
28. Aliran Piroklastik Sinabung 8 (QsP8)
29. Endapan Alluvium (Qa)
33 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Struktur Geologi
Gunungapi Sinabung terbentuk pada tepian Baratlaut patahan cekungan Toba Tua. Garis
patahan Strike Slip mengiri sepanjang batas bagian barat Toba, yang bagian atasnya
terbentuk Gunungapi Sinabung menerus ke Timurlaut hingga Gunungapi Sibayak
merupakan sesar orde kedua.
Struktur Sesar Normal dijumpai di daerah Danau Kawar. Sesar Normal Kawar ini merupakan
sesar orde ketiga. Sesar tersebut kehilangan tekanan dan mengalami penurunan di bagian
Selatan yang merupakan hanging wall nya. Sesar ini dicirikan oleh morfologi triangular facet
yang menjadi salah satu penciri sesar normal.
Selain struktur sesar, struktur lainnya seperti Struktur kelurusan topografi yang pada
umumnya menunjukkan orientasi BaratDaya-TimurLaut serta struktur kawah juga di temukan
pada bagian puncak Gunungapi dengan orientasi BaratLaut-Tenggara.
Gambar 4-13.
Geologi G. Sinabung
4.2.3. Sejarah Letusan
Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi tipe B. Sejarah kegiatan gunungapi ini,
khususnya yang berupa letusan tidak banyak diketahui dan tidak terdapat dalam catatan
sejarah dan literatur.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
34
G. Sinabung tergolong tipe-B, karena tidak ada aktivitas letusan sejak 1600-an
(Kusumadinata, 1979). Sejak letusan sekitar 1.200 tahun yang lalu, letusan freatik terjadi
pada 27 Agustus 2010. Sehubungan dengan aktivitas tersebut, Kepala Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi mengklasifikasikan Gunung Sinabung ke A-Type gunung
berapi (Sutawidjaja, et al., 2013). Hingga pada akhir-pertengahan tahun 2013, gunungapi ini
mengalami erupsi lagi. Pada tanggal 3 November 2013, tingkat aktivitasnya dinaikkan dari
waspada menjadi Siaga. Kemudian dinaikkan lagi menjadi Awas pada tanggal 24 November
2013 pukul 10.00 WIB dikarenakan terjadi peningkatan secara signifikan aktivitas vulkanis.
Sejak tanggal 8 April 2014 pukul 17:00 WIB tingkat aktivitas kegiatan G. Sinabung
diturunkan dari tingkat aktivitas Awas menjadi Siaga. Sampai saat ini, aktivitas vulkanisme
masih terus berlangsung. Potensi bahaya dari erupsi G. Sinabung sampai dengan 11
September 2014 dapat berasal dari: aliran lava, guguran lava pijar, dan awan panas yang
mengarah ke arah selatan dan tenggara sejauh 5 kilometer. Selain itu, ada potensi bahaya
sekunder dari aliran lahar yang dapat terjadi akibat curah hujan tinggi sehingga mampu
mengangkut endapan abu/material erupsi/guguran lava/material rombakan melalui lembah-
lembah sungai.
4.2.4. Geofisika
Seismik
Energi kumulatif dihitung dari gempa vulkanik. Selama periode pengamatan, terjadi 3 kali
letusan, yang sebenarnya tidak terlalu ekstrim. Jika dilihat dari grafik energi kumulatifnya
tidak terjadi suatu kenaikan energi pelepasan yang sangat tajam yang berarti keluaran
energinya tidak terjadi secara besar besaran.
35 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Gambar 4-14.
Tampilan 3-D pusat sumber
gempa G. Sinabung
Tiltimeter
Pemantauan deformasi di Gunung Sinabung juga dilakukan dengan memasang stasiun
tiltmeter di sebelah tenggara dari Gunung Sinabung. Pengiriman data dilakukan secara
telemetri dengan menggunakan radio pancar dari stasiun ke Pos PGA di Desa Surbakti.
Gambar 4-15.
Grafik pengukuran deformasi
G. Sinabung dengan
Tiltimeter.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
36
4.2.5. Geokimia
Kimia Air
Tabel 4-5 menunjukkan hasil pengukuran suhu air panas G.Kinayan G. Sinabung. Gambar
4-16 menunjukkan hasil analisis kimia air danau-danau di sekitar G. Sinabung Gambar 4-16
menunjukkan grafik perubahan suhu air panas G.Kinayan G. Sinabung dari tanggal 30
Agustus – 16 September 2010. Tabel 4-6 dan 4-7 menunjukkan hasil analisis kimia air
danau-danau di sekitar G. Sinabung. Sedangkan Tabel 4-8 menunjukkan hasil pengukuran
gas vulkanik di udara pasca letusan 30 Agustus, 3 September dan 7 September 2010
Tabel 4-5. Hasil pengukuran suhu air panas G.Kinayan G. Sinabung
37 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Gambar 4-16. Grafik perubahan suhu air panas G.Kinayan G. Sinabung dari tanggal 30
Agustus – 16 September 2010
Tabel 4-6. Hasil analisis kimia air danau-danau di sekitar G. Sinabung
Tabel 4-7. Hasil analisis kimia air danau-danau di sekitar G. Sinabung
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
38
Tabel 4-8. Hasil pengukuran gas vulkanik di udara pasca letusan 30 Agustus, 3 September
dan 7 September 2010
4.2.6. Mitigasi Bencana Gunungapi
Kegiatan G. Sinabung dipantau secara menerus baik secara visual dan kegempaan dari Pos
Pengamatan G. Sinabung
Visual
39 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Berdasarkan pengamatan visual di lapangan G. Sinabung seringkali tertutup kabut, namun
pada saat gunung tampak jelas terlihat hembusan asap tipis hingga tebal berwarna putih
bertekanan lemah hingga sedang dengan ketinggian sekitar 50 - 200 m di atas kawah.
Seismik
Gambar 4-17 memperlihatkan jaringan seismik dan deformasi G. Sinabung.
Gambar 4-17. Jaringan seismik dan deformasi G. Sinabung
4.2.7. Kawasan Rawan Bencana Gunungapi
Berdasarkan sifat erupsi dan keadaan G.Sinabung saat ini, maka potensi bahaya erupsi
yang mungkin terjadi, adalah berupa: aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik
(lontaran batu pijar dan hujan abu), aliran lava serta lahar. Berdasarkan potensi bahaya yang
mungkin terjadi, kawasan rawan bencana G. Sinabung dapat dibagi menjadi tiga tingkat
kerawanan dari rendah ke tinggi, yiatu: Kawasan Rawan Bencana I, Kawasan Rawan
Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana III.
Kawasan Rawan Bencana III (KRB-III)
Kawasan rawan bencana III (KRB III), adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda
awan panas, aliran dan guguran lava, lontaran batu (pijar), hujan abu lebat dan gas beracun.
Kawasan rawan bencana III (KRB III) G.Sinabung terdiri atas dua bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa (awan panas, aliran dan guguran
lava), dan gas beracun.
b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan jatuhan hujan abu
lebat.
Kawasan Rawan Bencana II (KRB-II)
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
40
Kawasan rawan bencana II (KRB II), adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas,
aliran lava, guguran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini dibedakan
menjadi dua bagian:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa (awan panas, aliran dan guguran
lava).
b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat.
Kawasan Rawan Bencana I (KRB-I)
Kawasan rawan bencana I (KRB I) adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan
tertimpa hujan abu. Apabila letusannya membesar, maka kawasan ini kemungkinan
berpotensi tertimpa lontaran batu (pijar) berdiameter lebih kecil dari 2 cm. Kawasan rawan
bencana I (KRB I) ini dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa (lahar).
b. Kawasan rawan bencana terhadap material jatuhan (hujan abu dan lontaran batu
(pijar).
Gambar 4-18. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Sinabung
41 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB V
HASIL PENELITIAN
DETEKSI DAERAH TERKENA BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
MENGGUNAKAN DATA LANDSAT-8
BERDASARKAN NILAI REFLEKTANSI
5.1. Ringkasan Hasil
Metode deteksi yang dikembangkan adalah metode deteksi perubahan (change detection)
dari nilai pantulan reflektansi. Metode ini dilakukan dengan mengetahui nilai sebelum erupsi
dan pada saat atau setelah erupsi terjadi. Dasar pemahaman yang dipergunakan adalah,
proses erupsi vulkanik akan menghasilkan produk letusan (piroklastik atau lava) yang
endapannya akan terkonsentrasi di sekitar kawah atau lereng-lereng gunungapi. Di sini akan
terjadi perubahan kondisi sebelum tertutup endapan erupsi dan setelah tertutup endapan
erupsi. Perubahan kondisi ini akan terdeteksi oleh sensor satelit. Data yang dipergunakan
adalah Landsat-8 yang merekam wilayah G. Sinabung di Sumatera Utara dan G. Kelud di
Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, daerah terkena bencana erupsi
gunungapi akan mudah dideteksi dengan menggunakan data penginderaan jauh
berdasarkan perubahan nilai reflektansi dan indeks.
5.2. Data
Data yang dipergunakan adalah Landsat-8 yang merekam wilayah G. Sinabung di Sumatera
Utara dan G. Kelud di Jawa Timur. Tabel 5-1 berikut menyajikan nomor scene beserta
tanggal perekaman Landsat-8 yang dipergunakan.
Tabel 5-1. Nomor scene beserta tanggal perekaman Landsat-8 yang dipergunakan.
Wilayah Gunungapi
Nomor Scene Tanggal Perekaman
Sebelum Erupsi Setelah Erupsi
G. Kelud 118 / 066 26 Juni 2013 15 Juli 2014
G. Sinabung 129 / 058 7 Juni 2013 22 Maret 2014
5.3. Metode
Metode ini dilakukan dengan mengetahui nilai sebelum erupsi dan pada saat atau setelah
erupsi terjadi. Dasar pemahaman yang dipergunakan adalah, proses erupsi vulkanik akan
menghasilkan produk letusan (piroklastik atau lava) yang endapannya akan terkonsentrasi di
sekitar kawah atau lereng-lereng gunungapi. Di sini akan terjadi perubahan kondisi sebelum
tertutup endapan erupsi dan setelah tertutup endapan erupsi. Perubahan kondisi ini akan
terdeteksi oleh sensor satelit.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
42
5.4. Tahapan Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data meliputi; 1) Koreksi radiometrik (konversi DN menjadi
reflectance); 2) Delineasi wilayah Gunungapi; 3) Koreksi efek topografi;4) Perhitungan
statistik reflektansi dan indeks, dan 5) Deteksi daerah terkena erupsi.
5.4.1. Koreksi Radiometrik
Data Landsat-8 yang masih berupa nilai DN perlu dikonversi ke dalam reflektansi. Nilai
reflektansi disini adalah TOA planetary reflectance. Untuk mengkonversi menjadi nilai TOA
planetary reflectance, menggunakan persamaan sebagai berikut (USGS, 2013):
ρλ' = MρQcal + Aρ ..................................................................(5-1)
dimana ρλ' adalah TOA planetary reflectance (tanpa koreksi solar angle). Mρ adalah Band-
specific multiplicative rescaling factor diambil dari metadata
(REFLECTANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah band number), Aρ adalah band-
specific additive rescaling factor diambil dari metadata (REFLECTANCE_ADD_BAND_x,
dimana x adalah band number), dan Qcal adalah quantized and calibrated standard product
pixel values (DN).
Kemudian, sun angle correction of TOA reflectance dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut (USGS, 2013):
= = ................................................................(5-2)
dimana ρλ adalah TOA planetary reflectance, θSE adalah local sun elevation angle. Sun
elevation angle (dalam derajat) untuk pusat scene tersedia dalam file metadata
(SUN_ELEVATION). θSZ adalah local solar zenith angle, θSZ = 90° - θSE.
5.4.2. Delineasi Wilayah Gunungapi
Wilayah gunungapi merupakan suatu daerah di permukaan bumi yang memiliki karakteristik
spesifik yang dipengaruhi oleh proses vulkanisme. Delineasi wilayah gunungapi dilakukan
secara visual pada citra Landsat-8 komposit warna semu RGB 654. Komposisi citra tersebut
memperlihatkan warna alami (natural color). Dari komposisi warna tersebut, wilayah
gunungapi akan mudah untuk diidentifikasi. Untuk menajamkan citra, dipergunakan band 8
(pankromatik) dengan resolusi 15 meter. Teknik penajaman yang dipergunakan adalah
Brovey algorithm. Selain itu, untuk memperkuat kesan dan ekspresi topografi, dipergunakan
43 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
SRTM DEM 30 meter dengan pengesetan sudut azimuth dan sudut elevasi matahari
masing-masing 45°.
5.4.3. Koreksi Efek Topografi
Daerah bertopografi pegunungan akan memberikan efek distorsi nilai pantulan yang terekam
oleh sensor optis satelit. Pada permukaan yang sama, sisi lereng yang menghadap ke
sensor akan tampak lebih cerah dibandingkan sisi lereng yang menghadap ke arah lainnya.
Kondisi ini menjadi sebuah permasalahan pada saat klasifikasi citra dan evaluasi tematik
(Richter et al., 2009). Oleh sebab itu, dikembangkanlah metode koreksi topografi untuk
menurunkan atau menghilangkan sama sekali pengaruh topografi.
Metode koreksi topografi yang akan dilakukan adalah metode C-correction. Metode ini
merupakan pendekatan semi-empirical yang dikembangkan oleh Teillet et al. (1982). Metode
ini juga diimplementasikan dalam operasionalisasi proyek INCAS (Indonesian National
Carbon Accounting) untuk pengolahan data Landsat (Trisakti et al., 2009).
Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung reflektansi terkoreksi dengan
menggunakan metode c-correction adalah sebagai berikut:
LH = LT × ................................................................(5-3)
Dimana LH adalah reflectance pada permukaan horisontal (horizontal surface), LT adalah
reflectance pada permukaan miring (inclined surface), z adalah solar zenith angle, i adalah
local solar incident angle, c = b/m for LT = m × cos i + b. m adalah gradien dari garis regresi:
LT – cos i, dan b adalah intercept of line: LT – cos i. Cos i adalah solar illumination angle
antara solar incident angle dan local surface normal. Cos i bervariasi dari -1 (minimum)
hingga +1 (maksimum), yang mana dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
cos i = cos e cos z + sin e sin z cos (a-a’) .............................(5-4)
Dimana i adalah local solar incident angle, e adalah slope angle, z adalah solar zenith angle,
a adalah solar azimuth angle, dan a’ adalah aspect angle. Solar zenith angle dan solar
azimuth angle tersedia pada Landsat-8 metadata file (MTL), sedangkan slope angle dan
aspect angle dapat diturunkan dari DEM SRTM.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
44
5.4.4. Perhitungan Statistik dan Pemisahan Obyek Produk Erupsi
Kurva spektral dari produk erupsi gunungapi (lava, lava debris, lahar, dan tephra) dihasilkan
dari nilai pantulan (yang sudah terkoreksi dari efek topografi). Nilai pantulan tersebut dihitung
untuk kedua periode citra (sebelum dan setelah erupsi). Nilai-nilai yang dihasilkan tersebut
akan menggambarkan kondisi sebelum dan setelah erupsi serta perubahannya. Teknik
pengambangan (thresholding) berdasarkan perubahan nilai pantulan dari perhitungan
statistik dipergunakan untuk memisahkan daerah terkena erupsi gunungapi.
5.5. Hasil
5.5.1. Hasil Delineasi Wilayah Gunungapi Secara Visual
Hasil delineasi secara visual dari Landsat-8 dan DEM SRTM menunjukkan perkiraan batas-
batas wilayah vulkanik gunungapi. Untuk G. Sinabung, perkiraan luasnya adalah 4.251
hektar. Gambar 5-1 memperlihatkan hasil delineasi wilayah vulkanik gunungapi.
5.5.2. Hasil Delineasi Wilayah Gunungapi Secara Visual
Perhitungan c-factor untuk koreksi efek topografi menggunakan metode c-correction untuk
setiap band ditunjukkan pada Tabel 5-2. Training sampel diambil untuk penutup lahan hutan
pada daerah pegunungan. Gambar 5-1 memperlihatkan potongan daerah (cropping area)
hasil implementasi dari c-correction pada Landsat-8. Hasil menunjukkan nilai reflektansi
yang terkoreksi pada topografi pegunungan. Reflektansi yang belum terkoreksi
memperlihatkan warna lebih gelap.
45 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
SEBELUM ERUPSI
(7 Juni 2013)
SETELAH ERUPSI
(22 Maret 2014) R
GB
pa
n 6
54
8
(a)
(b)
RG
Bp
an
65
48
de
ng
an
DE
M t
ran
sp
are
nc
y
(c)
(d)
Gambar 5-1. Delineasi wilayah vulkanik G. Sinabung. Batas-batas ditunjukkan dengan garis
kuning putus-putus.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
46
Tabel 5-2. Nilai c-
factor untuk setiap
band Landsat-8
Band b m c
1 0.08
3
0.00
1
63.92
3
2 0.06
3
0.00
2
39.43
8
3 0.04
7
0.00
4
11.85
0
4 0.02
9
0.00
3
10.55
6
5 0.19
0
0.04
0
4.708
6 0.07
8
0.01
7
4.565
7 0.02
9
0.00
6
4.742
8 0.03
9
0.00
3
12.51
6
9 0.00
1
0.00
0
30.00
0
(a) Citra sebelum terkoreksi
(b) Citra setelah terkoreksi
Gambar 5-2. Hasil implementasi dari c-correction pada Landsat-8.
Citra ditampilkan dengan komposit warna RGB 654.
5.5.3. Analisis spektral
Kurva spektral dari produk erupsi gunungapi (lava, lava debris, lahar, dan tephra) dihasilkan
dari nilai pantulan (yang sudah terkoreksi dari efek topografi). Nilai pantulan tersebut dihitung
untuk kedua periode citra (sebelum dan setelah erupsi). Gambar 5-3 menunjukkan nilai
reflektansi daerah terkena erupsi untuk G. Sinabung pada berbagai tipe penutup lahan.
Terdapat beberapa tipe perubahan, umumnya dari daerah bervegetasi menjadi lahan
terbuka. Beberapa tipe daerah bervegetasi adalah hutan, semak/belukar, dan lahan
budidaya (pertanian). Beberapa tipe perubahan tutupan permukaan yang terdeteksi adalah:
� Lahan hutan berubah menjadi lahan tertutup lava (F�Lv);
� Lahan hutan berubah menjadi lahan tertutup material rombakan lava (F�Lvd);
� Lahan hutan berubah menjadi lahan tertutup tephra (F�Tp);
� Lahan semak/belukar berubah menjadi lahan tertutup material rombakan lava
(Sb�Lvd);
� Lahan semak/belukar berubah menjadi lahan tertutup tephra (Sb�Tp);;
� Lahan budidaya pertanian berubah menjadi lahan tertutup oleh abu vulkanik
(Agr�Ash); serta
� Lahan terbuka berubah menjadi lahan terbuka yang tertutup oleh tephra (Brn�Tp).
47 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Gambar 5-3. Nilai reflektansi pada daerah terkena erupsi gunungapi pada beberapa tipe
tutupan lahan (pada saat sebelum, setelah dan nilai perubahannya).
Band 5 (0.845 – 0.885 µm) dan Band 6 (1.560 – 1.660 µm) merupakan dua band yang paling
sensitif untuk deteksi semua tipe tutupan lahan (hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan
juga lahan terbuka). Perubahan dari hutan menjadi lava (lahan hutan seluruhnya berubah
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
48
menjadi lahan tertutup lava) diindikasikan oleh adanya peningkatan nilai reflektansi semua
band tampak (band 1, 2, 3 dan 4) serta band SWIRL (band 7). Sebaliknya, band 5 (NIR) dan
band 6 (SWIRS) mengalami penurunan. Pola ini juga sama untuk perubahan dari semak
belukar menjadi rombakan lava (lahan semak/belukar berubah menjadi lahan tertutup
material rombakan lava).
Perubahan dari hutan menjadi tephra (lahan hutan berubah menjadi lahan tertutup tephra)
diindikasikan oleh peningkatan nilai reflektansi untuk semua band (band 1, 2, 3, 4, 6 and 7)
kecuali band 5, nilai reflektansi band 5 akan mengalami penurunan. Pola ini juga sama
untuk untuk perubahan dari semak belukar menjadi tephra (lahan semak/belukar berubah
menjadi lahan tertutup tephra), dan juga perubahan dari lahan pertanian menjadi abu
vulkanik (lahan budidaya pertanian berubah menjadi lahan tertutup oleh abu vulkanik).
Terdapat pola yang unik pada perubahan dari lahan terbuka menjadi tephra (lahan terbuka
berubah menjadi lahan terbuka yang tertutup oleh tephra). Lahan terbuka sebelumnya
tersusun oleh material vulkanik berusia lebih tua, berubah menjadi lahan terbuka yang
tertutup oleh material produk erupsi muda/baru. Perubahan tersebut diindikasikan oleh
peningkatan nilai reflektansi untuk semua band tampak (band 1, 2, 3, and 4). Sebaliknya,
band NIR dan SWIR mengalami penurunan. Perhitungan gabungan /komposisi keseluruhan
tipe tutupan lahan (hutan, semak belukar, lahan pertanian dan lahan terbuka) menjadi
deposit vulkanik (lava, lava debris, tephra, dan abu vulkanik) diindikasikan oleh peningkatan
nilai reflektansi semua band kecuali band 5 yang mengalami penurunan.
Table 5-3. Perubahan nilai reflektansi F�Lv
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.0896 0.0686 0.0559 0.0323 0.3006 0.1089 0.0393 0.0455
Dev.std 0.0006 0.0006 0.0013 0.0010 0.0164 0.0052 0.0022 0.0020
Setelah
Erupsi
Mean 0.1385 0.1226 0.1030 0.1033 0.1084 0.0937 0.0851 0.1034
Dev.std 0.0028 0.0032 0.0042 0.0052 0.0063 0.0060 0.0052 0.0048
Perubahan Mean 0.0488 0.0540 0.0471 0.0709 -0.1922 -0.0153 0.0459 0.0579
Dev.std 0.0029 0.0032 0.0040 0.0051 0.0164 0.0063 0.0047 0.0049
Tabel 5-4. Perubahan nilai reflektansi F�Tp
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.0897 0.0693 0.0583 0.0349 0.3012 0.1131 0.0442 0.0479
Dev.std 0.0008 0.0009 0.0021 0.0018 0.0219 0.0087 0.0051 0.0027
Setelah
Erupsi
Mean 0.1332 0.1150 0.0904 0.0847 0.1128 0.1332 0.0967 0.0889
Dev.std 0.0020 0.0022 0.0024 0.0028 0.0083 0.0068 0.0048 0.0038
Perubahan Mean 0.0435 0.0457 0.0322 0.0498 -0.1885 0.0201 0.0525 0.0410
Dev.std 0.0021 0.0022 0.0031 0.0029 0.0232 0.0097 0.0056 0.0041
49 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Tabel 5-6. Perubahan nilai reflektansi Sb�Lvd
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.1020 0.0846 0.0814 0.0687 0.2674 0.1911 0.0924 0.0745
Dev.std 0.0009 0.0010 0.0016 0.0022 0.0075 0.0050 0.0031 0.0026
Setelah
Erupsi
Mean 0.1852 0.1755 0.1655 0.1799 0.2051 0.1857 0.1703 0.1707
Dev.std 0.0024 0.0027 0.0035 0.0046 0.0050 0.0053 0.0053 0.0049
Perubahan Mean 0.0832 0.0909 0.0842 0.1112 -0.0623 -0.0054 0.0779 0.0963
Dev.std 0.0024 0.0028 0.0041 0.0052 0.0093 0.0080 0.0063 0.0057
Tabel 5-7. Perubahan nilai reflektansi Sb�Tp
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.0911 0.0723 0.0727 0.0447 0.3955 0.1335 0.0513 0.0601
Dev.std 0.0020 0.0023 0.0055 0.0047 0.0129 0.0171 0.0096 0.0058
Setelah
Erupsi
Mean 0.1358 0.1189 0.0969 0.0928 0.1115 0.1411 0.1045 0.0958
Dev.std 0.0027 0.0032 0.0037 0.0050 0.0057 0.0100 0.0070 0.0047
Perubahan Mean 0.0448 0.0466 0.0242 0.0481 -0.2840 0.0076 0.0532 0.0356
Dev.std 0.0024 0.0026 0.0044 0.0042 0.0119 0.0212 0.0115 0.0049
Tabel 5-8. Perubahan nilai reflektansi Agr�Ash
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.1078 0.0898 0.0836 0.0645 0.3352 0.1658 0.0825 0.0744
Dev.std 0.0094 0.0108 0.0110 0.0167 0.0738 0.0267 0.0219 0.0150
Setelah
Erupsi
Mean 0.1638 0.1532 0.1397 0.1408 0.1847 0.1676 0.1292 0.1393
Dev.std 0.0058 0.0073 0.0090 0.0115 0.0155 0.0137 0.0119 0.0109
Perubahan Mean 0.0560 0.0634 0.0561 0.0763 -0.1505 0.0018 0.0466 0.0649
Dev.std 0.0087 0.0100 0.0102 0.0148 0.0721 0.0268 0.0213 0.0142
Tabel 5-9. Perubahan nilai reflektansi Brn�Tp
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.1101 0.0938 0.0774 0.0797 0.1588 0.2427 0.1596 0.0769
Dev.std 0.0043 0.0055 0.0067 0.0090 0.0263 0.0495 0.0374 0.0092
Setelah
Erupsi
Mean 0.1534 0.1412 0.1292 0.1375 0.1524 0.1382 0.1140 0.1315
Dev.std 0.0062 0.0072 0.0097 0.0139 0.0153 0.0168 0.0171 0.0141
Perubahan Mean 0.0433 0.0474 0.0518 0.0577 -0.0065 -0.1045 -0.0455 0.0546
Dev.std 0.0084 0.0099 0.0134 0.0199 0.0349 0.0615 0.0518 0.0194
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
50
Tabel 5-10. Perubahan nilai reflektansi dari gabungan /komposisi keseluruhan tipe tutupan
lahan (hutan, semak belukar, lahan pertanian dan lahan terbuka) menjadi deposit vulkanik
(lava, lava debris, tephra, dan abu vulkanik) (All�Vk)
Band 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebelum
Erupsi
Mean 0.0994 0.0804 0.0725 0.0527 0.3118 0.1487 0.0692 0.0632
Dev.std 0.0106 0.0121 0.0142 0.0192 0.0641 0.0396 0.0309 0.0165
Setelah
Erupsi
Mean 0.1531 0.1395 0.1222 0.1227 0.1537 0.1498 0.1182 0.1222
Dev.std 0.0182 0.0217 0.0272 0.0327 0.0401 0.0283 0.0263 0.0290
Perubahan Mean 0.0537 0.0590 0.0497 0.0700 -0.1581 0.0011 0.0489 0.0590
Dev.std 0.0133 0.0153 0.0181 0.0215 0.0738 0.0316 0.0265 0.0199
Gambar 5-4.
Grafik perubahan
All�Vk
Berdasarkan pola perubahan nilai reflektansi, dapat diketahui juga pola perubahan nilai
NDVI. Dari respon spektral dapat dilihat bahwa secara umum nilai reflektansi paling tinggi
ada pada band NIR (band 5) dan paling rendah ada pada band merah (band 4). Juga terlihat
penurunan paling tinggi terjadi pada band 5, serta penurunan paling rendah terjadi pada
band 4. Kombinasi kedua band (band 4 dan 5) dapat dipergunakan untuk deteksi perubahan
akibat erupsi gunungapi. NDVI diperoleh dengan perhitungan menggunakan kedua band
tersebut. NDVI dari Landsat-8 dapat dihitung dengan menggunakan persamaa sebagai
berikut:
..................................................................(5-5)
Dimana ρ4 dan ρ5 berturut-turut menrupakan nilai reflektansi band 4 dan band 5. Kemudian
untuk mengetahui kemampuan band atau indeks dalam memisahkan obyek (obyek daerah
terkena dan tidak terkena erupsi gunungapi) dipergunakan parameter D-values (Normalized
51 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Distance) (Kaufman & Remer, 1994). Nilai D-values > 1 menunjukkan bahwa band atau
index tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam memisahkan obyek. Persamaan 5-6
berikut dipergunakan untuk menghitung D-values.
..................................................................(5-6)
Dimana D adalah Normalized Distance, µ1 dan µ2 berturut-turut adalah nilai rerata sampel
sebelum dan sesudah erupsi. σ1 dan σ2 berturut-turut adalah nilai standar deviasi sampel
sebelum dan sesudah erupsi. Hasil perhitungan D-values dapat dilihat pada Tabel 5-11
berikut ini.
Table 5-11. Nilai D-values untuk setiap band dan NDVI dari Landsat-8
Variabel ρ1 ρ2 ρ3 ρ4 ρ5 ρ 6 ρ7 ρ8 NDVI
D-value 1.868 1.745 1.201 1.349 1.516 0.017 0.856 1.296 3.216
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, ρ5, ρ8, and NDVI menunjukkan
nilai D-values lebih dari 1. Jadi, band-band tersebut dan NDVI memiliki kemampuan yang
baik dalam membedakan/memisahkan obyek deposit vulkanik dan non deposit vulkanik.
Kemudian, band-band tersebut dan NDVI dipergunakan untuk pemisahan menggunakan
metode pengambangan (thersholding) berdasarkan nilai rerata dan standar deviasi, yang
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5-12.
Tabel 5-12. Nilai rerata dan standar deviasi untuk ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, ρ5, ρ8, dan NDVI
Periode Setelah
Erupsi
Perubahan
Rerata SD Rerata SD
ρ1 0.1531 0.0182 0.0537 0.0133
ρ2 0.1395 0.0217 0.0590 0.0153
ρ3 0.1222 0.0272 0.0497 0.0181
ρ4 0.1227 0.0327 0.0700 0.0215
ρ5 0.1537 0.0401 -0.1581 0.0738
ρ8 0.1222 0.0290 0.0590 0.0199
NDVI 0.1121 0.0524 -0.5987 0.1301
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
52
Kemudian ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, ρ5, ρ8, dan NDVI diujicoba untuk ekstraksi daerah terkena
bencana erupsi gunungapi yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5-5.
Hasil-hasil menunjukkan bahwa band 5 (NIR) dan NDVI dapat dipergunakan untuk
mendeteksi dan memisahkan daerah terkena erupsi gunungapi. Tetapi, tampak bahwa NDVI
memberikan hasil lebih baik dibandingkan band 5. Untuk band-band yang lainnya terlihat
kurang bagus karena tampak banyak memberikan kesalahan komisi (commission error).
5.6. Kesimpulan
Band 5 (0.845 – 0.885 µm) merupakan band yang paling sensitif untuk deteksi semua tipe
tutupan lahan (hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan juga lahan terbuka). Perubahan
nilai reflektansi dari semua tipe tutupan lahan (hutan, semak/belukar, lahan pertanian dan
lahan terbuka) menjadi deposit vulkanik (lava, lava debris, tephra, dan abu vulkanik)
diindikasikan oleh penurunan nilai reflektansi band 5. Band 5 menunjukkan penurunan nilai
paling besar sedangkan band 4 menunjukkan peningkatan nilai paling besar. Dibandingkan
dengan penggunaan band tunggal, variabel NDVI memberikan hasil paling baik untuk
deteksi dan pemisahan daerah yang terkena erupsi gunungapi.
53 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Band 1(µ- σ) Band 2 (µ- σ) Band 3 (µ- σ)
Band 4 (µ- σ) Band 5 (µ+ σ) Band 5 (µ+ 2σ)
Band 8(µ- σ) NDVI (µ+ σ) NDVI (µ+ 2σ)
Gambar 5-5. Implementasi
variabel ρ1, ρ2, ρ3, ρ4, ρ5, ρ8,
dan NDVI untuk pemisahan
daerah terkena erupsi
gunungapi berdasarkan
beberapa kriteria.
FCC RGBpan 6548 before
eruption
FCC RGBpan 6548 after
eruption
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
54
HASIL VERIFIKASI LAPANGAN
PERHITUNGAN NILAI REFLEKTANSI DI LAPANGAN
Hasil pengukuran reflektansi di lapangan memperlihatkan bahwa material hasil erupsi
(piroklastik & lava) memiliki karakteristik spektral yang berbeda dengan lahan terbuka
(landclearing). Sehingga, keduanya dapat dipisahkan berdasarkan nilai spektralnya.
Batuan Pumice (piroklastik) Batuan Lava Andesitis
Lahan Terbuka (Landclearing) Vegetasi (Tebu Muda)
Gambar 5-6. Nilai reflektansi beberapa obyek di lapangan
55 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB VI
HASIL PENELITIAN
DETEKSI DAERAH TERKENA BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
MENGGUNAKAN DATA LANDSAT-8
BERDASARKAN NILAI SUHU KECERAHAN
5.7. Ringkasan Hasil
Metode ini dilakukan dengan mengetahui nilai suhu kecerahan dari material produk
erupsi gunungapi. Dasar pemahaman yang dipergunakan adalah, proses erupsi vulkanik
akan menghasilkan produk letusan (piroklastik atau lava) yang endapannya akan
terkonsentrasi di sekitar kawah atau lereng-lereng gunungapi. Obyek-obyek material erupsi
yang baru keluar dari kawah tersebut diduga memiliki suhu lebih tinggi. Suhu tersebut akan
terdeteksi oleh sensor termal dari satelit. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa
daerah yang tertutup oleh material produk erupsi G. Sinabung memiliki pola suhu yang
spesifik. Namun, kondisi tersebut kurang terlihat untuk wilayah G. Kelud. Nilai TB band 10
untuk obyek piroklastik bervariasi berkisar 286 hingga 297 K, dengan rerata 291 dan standar
deviasi 2 K. Berdasarkan nilai TB band 10, lava memiliki kisaran suhu lebih tinggi
dibandingkan lahar dan ashfall, dan lahar memiliki kisaran suhu lebih tinggi dibandingkan
ashfall. Kisaran TB lava 306 hingga 330 K dengan rerata 311 K. Kisaran TB lahar 303
hingga 312 K dengan rerata 308 K, dan kisaran TB ashfall 284 hingga 292 K dengan rerata
290 K. TB10 dan TB 11 berkorelasi secara positif dan menunjukkan hubungan yang kuat.
Jadi, pemakaian satu band (band 10) sudah cukup untuk mewakili kondisi suhu permukaan
obyek piroklastik.
5.8. Data
Data yang dipergunakan adalah Landsat-8 yang merekam wilayah G. Sinabung di
Sumatera Utara dan G. Kelud di Jawa Timur. Tabel 6-1 berikut menyajikan nomor scene
beserta tanggal perekaman Landsat-8 yang dipergunakan.
Tabel 6-1. Nomor scene beserta tanggal perekaman Landsat-8 yang dipergunakan.
Wilayah Gunungapi
Nomor Scene Tanggal
G. Kelud 118 / 066 26 Juni 2013
G. Sinabung 129 / 058 7 Juni 2013
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
56
5.9. Metode
Metode ini dilakukan dengan mengetahui nilai suhu kecerahan dari material produk
erupsi gunungapi. Dasar pemahaman yang dipergunakan adalah, proses erupsi vulkanik
akan menghasilkan produk letusan (piroklastik atau lava) yang endapannya akan
terkonsentrasi di sekitar kawah atau lereng-lereng gunungapi. Obyek-obyek material erupsi
yang baru keluar dari kawah tersebut diduga memiliki suhu lebih tinggi. Suhu tersebut akan
terdeteksi oleh sensor termal dari satelit.
5.10. Tahapan Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data meliputi; 1) Perhitungan nilai suhu kecerahan (konversi DN
menjadi Temperature Brightness); 2) Penentuan sampling; 3) Analisis statistik.
Perhitungan Nilai Suhu Kecerahan
1) Konversi DN ke Radiance
Data OLI dan TIRS dapat dikonversi ke TOA spectral radiance menggunakan faktor
skala yang disediakan di dalam file metadata, dengan persamaan sebagai berikut:
Lλ = MLQcal + AL ........................................................................ (6-1)
Dimana :
Lλ : TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * µm))
ML : Band-specific multiplicative rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (RADIANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah nomor
band)
AL : Band-specific additive rescaling factor yang diperoleh dari file
metadata (RADIANCE_ADD_BAND_x, dimana x adalah nomor
band)
Qcal : Quantized and calibrated standard product pixel values (DN)
2) Konversi ke Brightness Temperature
Data TIRS dapat juga dikonversi dari spectral radiance ke Brightness Temperature
dengan menggunakan konstanta termal yang disediakan di dalam file metadata (MTL file),
dengan persamaan sebagai berikut:
T =
K2
ln( K1
+1)Lλ
........................................................................ (6-2)
57 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Dimana :
T : brightness temperature pada satelit (K)
Lλ TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * µm))
K1 : Band-specific thermal conversion constant yang diperoleh dari file
metadata (K1_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah nomor band,
10 or 11)
K2 : Band-specific thermal conversion constant yang diperoleh dari file
metadata (K2_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah nomor band,
10 or 11)
5.11. Hasil
5.5.4. Perhitungan Suhu Kecerahan dan Penentuan Sampling
Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa daerah yang tertutup oleh material
produk erupsi G. Sinabung memiliki pola suhu yang spesifik. Namun, kondisi tersebut kurang
terlihat untuk wilayah G. Kelud.
(a) Landsat 8 RGB 654 / 15 Juli 2014 (b) TB 10 / 15 Juli 2014
280 305 K
Gambar 6-1. Training sampel untuk analisis nilai TB di G. Kelud
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
58
(a) Landsat 8 RGB 654 / 22 Maret 2014 (b) TB 10 / 22 Maret 2014
280 345 K
Gambar 6-2. Training sampel untuk analisis nilai TB di G. Sinabung
5.5.5. Analisis Statistik
Nilai TB band 10 untuk obyek piroklastik bervariasi berkisar 286 hingga 297 K, dengan
rerata 291 dan standar deviasi 2 K. Berdasarkan nilai TB band 10, lava memiliki kisaran
suhu lebih tinggi dibandingkan lahar dan ashfall, dan lahar memiliki kisaran suhu lebih tinggi
dibandingkan ashfall. Kisaran TB lava 306 hingga 330 K dengan rerata 311 K. Kisaran TB
lahar 303 hingga 312 K dengan rerata 308 K, dan kisaran TB ashfall 284 hingga 292 K
dengan rerata 290 K. TB10 dan TB 11 berkorelasi secara positif dan menunjukkan hubungan
yang kuat. Jadi, pemakaian satu band (band 10) sudah cukup untuk mewakili kondisi suhu
permukaan obyek piroklastik.
Tabel 6-1. Nilai TB obyek piroklastik G. Kelud
(Landsat-8 / 15 Juli 2014)
OBYEK TB MIN MAX MEAN STD
PYROCLASTICS 10 285.59 297.44 290.82 2.27
11 281.80 292.22 286.73 2.00
59 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Tabel 6-2. Nilai TB obyek lava, lahar dan ashfall G. Sinabung
(Landsat-8 / 22 Maret 2014)
OBYEK TB MIN MAX MEAN STD
LAVA 10 305.06 329.78 311.13 6.98
11 293.16 314.41 298.38 5.90
LAHAR 10 302.73 312.09 308.54 2.68
11 290.43 298.36 295.31 2.13
ASHFALL 10 283.98 291.71 289.35 2.06
11 277.28 284.05 281.86 1.70
Gambar 5-3. Scattergrams TB 10 (x-axis) dan TB 11 (y-axis), obyek produk erupsi
(piroklastik) Gunungapi Kelud
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
60
Gambar 5-4. Scattergrams TB 10 (x-axis) dan TB 11 (y-axis), obyek produk erupsi
(piroklastik) Gunungapi Sinabung
61 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB VII
KAJIAN PERANGKAT LUNAK
UNTUK MENDUKUNG OTOMATISASI PEMETAAN CEPAT
DAERAH TERKENA BENCANA ERUPSI GUNUNGAPI
7.1. Ketersediaan Perangkat Lunak Pengolah Data Citra Inderaja
Pada saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis perangkat lunak untuk pengolahan
data citra penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Menurut Jensen (2005)
sebagian besar fungsi-fungsi penting yang dapat dilakukan oleh suatu perangkat lunak untuk
pemrosesan citra dan GIS secara garis besar meliputi beberapa kemampuan sebagai
berikut:
� Pengolahan awal citra (preprocessing)
� Tayangan (display) dan Penajaman Citra (enhancement)
� Ekstraksi informasi (information extraction)
� Ekstraksi informasi fotogrammetri (photogrammetric information extraction)
� Metadata atau pendokumentasian citra/peta (metadata and image/map lineage
documentation)
� Komposisi kartografi citra dan peta (image and map cartographic composition)
� Intergrasi pengolahan citra dan GIS (integrated image processing and GIS)
� Kemampuan-kemampuan penting lainnya (utilities), seperti jaringan, internet,
kompresi, dan ekspor/impor data.
Tabel 7-1 berikut menyajikan beberapa perangkat lunak dengan kemampuan fungsi-fungsi
yang dimiliki berturut-turut untuk yang licence dan open source.
Tabel 7-1. Beberapa perangkat lunak pengolah data citra inderaja dengan kemampuan
fungsi-fungsi yang dimiliki
No. Software OS 1 2 3 4 5 6 7 8
1 ACORN Windows x - - - - - - -
2 AGIS Windows - - - - - - - x
3 Applied Analysis
Subpixel Processing
Windows x v x - - - - -
4 ArcGIS W/Unix x x x x - - x x
5 ATCOR2 Windows x - v - - - - -
6 AUTOCAD 2004 W/UNIX x x v - - - v x
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
62
No. Software OS 1 2 3 4 5 6 7 8
7 BAE Systems SOCET
Set
W/UNIX x x x x - - - x
8 Blue Marble W/Unix x x - - - - x -
9 Earth View Windows x x x - - - - -
10 eCognition Windows x x x - - - - v
11 EIDETIC Earthscope Windows v v v - - - - -
12 ENVI W/U/M/
IDL
x x x v v v x v
13 DIMPLE Windows x x x - - - x v
14 Dragon Windows x x x - - - - -
15 ERDAS Imagine W/Unix x x x x x x x x
16 ER Mapper W/Unix x x x x - - x x
17 FullPixelSearch Mac x x x - - - - -
18 GENASYS W/Unix x x x - - - x x
19 Global Lab Image Windows - x v - - - - -
20 GRASS UNIX x x x - x x x x
21 IDRISI Windows x x x - - - x x
22 ImagePro Windows x x x - - - - -
23 Intelligent Library
Solution
UNIX x x - - x - x -
24 Intergraph W/Unix x x x x x x x x
25 MapInfo W/Unix - v - - x x x x
26 MrSID W/U/M x x - - - - - -
27 NOeSYS W/Mac v x - - - - - -
28 PCI Geomatica W/Unix x x x x x x x x
29 Photoshop W/U/M v x x - - - - -
30 R-WEL Windows x x x - - - x x
31 Remote View Windows x x x - - - - -
32 MacSadie Mac x x x - - - - -
63 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
No. Software OS 1 2 3 4 5 6 7 8
33 TNTmips W/Unix x x x x x x x x
34 OrthoView UNIX x x x - - - - -
35 VISILOG W/Unix x x x - - - - -
Sumber : Jensen (2005)
Berdasarkan kajian dan sumberdaya yang telah dimiliki oleh LAPAN, maka dalam
penelitian ini direkomendasikan 2 (dua) software utama, yaitu ArcGIS dan Erdas Imagine.
7.2. Kapabitas Perangkat Lunak Pengolah Data Citra Inderaja
1) ArcGIS
ARCGIS merupakan perangkat lunak yang handal untuk keperluan pemetaan dan
analisis geospasial. ArcGIS merupakan produk buatan ESRI yang berkantor besar di
Redlands, California, Amerika Serikat. Kantor Perwakilan ESRI di Indonesia (PT. Esri
Indonesia) berkantor di Jakarta, tepatnya di Menara 165, Lt.6, Unit B, Jl. TB. Simatupang
Kav 1. ArcGIS merupakan sistem yang lengkap untuk merancang dan mengelola solusi
melalui penerapan pengetahuan geografis. Pada saat ini, produk ArcGIS meliputi ArcGIS for
Desktop, ArcGIS for Mobile, ArcGIS for Server dan ArcGIS for online. Produk software
ArcGIS yang LAPAN sudah memiliki licence adalah ArcGIS for Desktop versi 10. ArcGIS for
Desktop memiliki kemampuan dalam analisis lanjutan dan geoprocessing (meningkatkan
pemahaman dan meningkatkan pengambilan keputusan menggunakan pemodelan kuat dan
alat analisis), memiliki tool-tool editing yang kuat (menyederhanakan desain data, masukan,
dan pembersihan dengan kemampuan pengeditan lanjutan), memiliki kendali proses
produksi kartografi (Otomasi banyak aspek kartografi, membuat produksi peta
cerdas/intelligent map yang kurang memakan waktu), serta memiliki kemampuan tak
terbatas dalam sharing data dan peta (mudah membuat dan berbagi informasi dengan
individu, kelompok, atau organisasi).
Fitur-fitur utama yang dimiliki oleh ArcGIS Desktop meliputi analisis spasial (spatial
analysis), pengelolaan data (data management), pemetaan dan visualisasi (mapping and
visualization), penyuntingan lanjutan (advanced editing), geocoding, proyeksi peta (map
projection), pengolahan citra lanjutan (advanced imagery), berbagi data (data sharing), dan
kustomisasi (customization).
� Spatial Analysis
Ratusan alat untuk melakukan analisis spasial termasuk dalam ArcGIS Desktop
untuk. Alat-alat ini memungkinkan Anda untuk mengubah data menjadi informasi
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
64
yang ditindaklanjuti dan mengotomatisasi banyak tugas GIS Anda. Sebagai
contoh, Anda dapat: Hitung kepadatan dan jarak, Lakukan analisis statistik
canggih, Melakukan overlay dan analisis kedekatan.
� Data Management
Dengan dukungan lebih dari 70 format data, Anda dapat dengan mudah
mengintegrasikan semua jenis data untuk visualisasi dan analisis. Serangkaian
luas geografis, tabular, dan manajemen metadata, pembuatan, dan alat-alat
organisasi memungkinkan Anda untuk: Mencari dan menemukan informasi
geografis; Rekam, lihat, dan mengelola metadata; Membuat dan mengelola skema
dari Geodatabases.
� Mapping and Visualization
Menghasilkan berkualitas tinggi peta tanpa kerepotan terkait dengan perangkat
lunak desain yang kompleks. Dengan ArcGIS Desktop untuk Anda dapat
mengambil keuntungan dari: Sebuah perpustakaan besar simbol; Sederhana
penyihir dan template peta standar; Luas suite unsur peta dan grafik
� Advanced Editing
Memanipulasi data dengan jumlah minimum klik dan mengotomatisasi alur kerja
Anda mengedit dengan alat editing kuat. Lanjutan editing dan koordinat geometri
(CoGo) alat menyederhanakan desain data Anda, masukan, dan pembersihan.
Multiuser dukungan editing memungkinkan beberapa pengguna untuk mengedit
geodatabase Anda pada saat yang sama, memfasilitasi berbagi data antara
departemen, organisasi, dan staf lapangan.
� Geocoding
Dari analisis data sederhana untuk bisnis dan manajemen pelanggan untuk teknik
distribusi, ada berbagai macam aplikasi yang geocoding dapat digunakan. Dengan
alamat Geocode, Anda bisa dengan leluasa menampilkan lokasi alamat dan
mengenali pola dalam informasi. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan melihat
informasi atau menggunakan beberapa alat analisis dalam ArcGIS Desktop untuk.
� Map Projections
Dengan pilihan yang luas dari sistem koordinat proyeksi dan geografis, ArcGIS
Desktop untuk memungkinkan Anda untuk mengintegrasikan dataset dari sumber
yang berbeda ke dalam kerangka kerja umum. Anda dapat dengan mudah
menggabungkan data, melakukan operasi analitik berbagai, dan menghasilkan
sangat akurat, peta kualitas profesional.
� Advanced Imagery
65 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Ada banyak cara Anda dapat bekerja dengan data gambar (data raster) di ArcGIS
untuk Desktop. Anda dapat menggunakannya sebagai latar belakang (basemap)
untuk menganalisis lapisan data lain, menerapkan berbagai jenis spesifikasi pada
dataset citra, atau menggunakannya sebagai bagian dari analisis.
� Data Sharing
Kekuatan dan kenyamanan ArcGIS Online sekarang di ujung jari Anda. Dengan
ArcGIS Desktop untuk (mulai versi 10), Anda dapat mengambil keuntungan penuh
dari ArcGIS online tanpa harus meninggalkan antarmuka ArcMap. Impor
basemaps, mencari data atau fitur, dan berbagi informasi dengan individu atau
kelompok dari lokasi, nyaman terpusat
� Customization
Mudah menyesuaikan user interface dengan menambahkan dan menghapus
tombol, item menu, atau docking toolbar dalam ArcGIS Desktop untuk, atau
mengembangkan GIS desktop kustom aplikasi withArcGIS Engine, yang tersedia
melalui Esri Developer Network (EDN).
Namun demikian, untuk ArcGIS, licence yang dimiliki oleh LAPAN terbatas pada
ArcGIS Standard. Untuk memenuhi kebutuhan dalam riset ini diperlukan extention tool
tambahan seperti 3D Analyst Tools, Network Analyst Tools, Spatial Analyst Tools, Data
Interoperability Tools, Editing Tools, Geostatistical Analyst Tools, dan Schematic Tools
(target pengadaan tahun 2013).
2) ERDAS Imagine
ERDAS Imagine merupakan sebuah perangkat lunak pengolah data penginderaan
jauh dengan kemampuan berbasis raster yang didesain oleh ERDAS. Versi terbaru dari
ERDAS Imagine adalah versi 11.0.4 yang di-launching tahun 2011. Tujuan utama dibangun
software ini adalah untuk permrosesan data geospasial format raster dan memungkinkan
pengguna untuk mempersiapkan, menampilkan, dan menajamkan citra dijital untuk
keperluan pemetaan di dalam Sistem Informasi Geografis (GIS) maupun Computer-aided
Design (CADD). Produk-produk ERDAS sebelumnya adalah ERDAS 4 (1978), ERDAS 7.x
(1982), dan ERDAS Imagine yang mulai dirintis sejak rilisan pertama di tahun 1990.
ERDAS Imagine menggabungkan pengolahan dan analisis citra geospasial,
penginderaan jauh dan GIS dalam satu paket, dengan kemampuan yang kuat dan
kenyamanan dalam pemakaian. Hal ini memungkinkan pengguna untuk dengan mudah
menciptakan nilai tambah produk-produk seperti citra 2D, mosaik ortofoto, klasifikasi penutup
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
66
lahan, film 3D flythrough, pemvektoran, dan komposisi peta kartografi yang berkualitas dari
data geospasial.
ERDAS Imagine tersedia dalam tiga tingkatan produk sesuai dengan skala tingkat
kebutuhan penggunaan data geospasial yang dibutuhkan, yaitu:
� ERDAS Imagine Essential; merupakan entry level pengolahan produk citra untuk
pembuatan peta dan dilengkapi dengan tools yang sederhana. ERDAS Imagine
Essentials memungkinkan batch processing secara serial.
� ERDAS Imagine Advantage; mencakup semua kemampuan ERDAS Imagine
Essential. Dengan tambahan, kemampuan pemrosesan spektral tingkat tinggi,
registrasi citra, mosaik dan analisis citra, dan kemampuan dalam deteksi
perubahan (change detection). ERDAS Imagine Advantage memungkinkan batch
processing secara paralel untuk mempercepat keluaran.
� ERDAS Imagine Professional; mencakup semua kemampuan ERDAS Imagine
Advantage. Dengan tambahan, tersedia toolset produksi untuk pengolahan
spektral, hiperspektral, dan pemrosesan radar, dan termasuk juga pemodelan
spasial. Dalam paket ERDAS Imagine Professional sudah termasuk juga ERDAS
ER Mapper. Tabel 7-2 menunjukkan perbandingan kemampuan dasar dari ketiga
paket ERDAS Imagine.
Tabel 7-2. Perbandingan kemampuan dasar dari paket-paket ERDAS Imagine
67 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Sumber: http://geospatial.intergraph.com/Libraries/Content_Images/imagine_2010_chart.sflb.ashx
3) ENVI
ENVI (Environment for Visualising Image) merupakan jenis perangkat lunak yang
juga populer dipergunakan pada saat ini. ENVI yang berbasis sistem operasi Windows
memiliki fungsi analisis yang sangat baik. ENVI dikembangkan oleh RSI (Research System
Institute) Inc. yang berbasis di Amerika Serikat.
Fungsi-fungsi yang menonjol dari ENVI adalah kemampuannya dalam membaca dan
mengonversi data baik impor maupun ekspor dalam banyak format, membuat pemotongan
subimage dalam pilihan secara bebas, melakukan koreksi dan kalibrasi citra (geometrik dan
radiometrik), klasifikasi multispektral dan hiperspektral berikut dengan menu-menu post-
classification yang lepas dari fungsi-fungsi dalam GIS, visualisasi dan analisis data
topografi. Selain itu, dalam ENVI juga dilengkapi dengan modul untuk analisis citra SAR.
Salahsatu keunggulan ENVI adalah perangkat lunak ini dibuat secara terintegrasi
dengan modul pemrograman IDL (Interactive Data Language). Dalam modul ini, pengguna
dapat memprogram sendiri modul yang diinginkan yang kemudian diintegrasikan dengan
menu-menu yang sudah tersedia (secara lengkap). Kekurangan yang dimiliki oleh ENVI
adalah kekurangmampuan dalam mengintegrasikan hasil analisis citra secara spektral
dengan data spasial lainnya serta kurangnya dalam aspek penyajian kartografis.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
68
Sampai saat ini, LAPAN sedang melakukan upaya untuk memiliki lisensi dalam
menggunakan perangkat lunak ini versi terbaru, yaitu ENVI 5.0 (target pengadaan
barang/jasa tahun 2013).
7.3. Rekomendasi pemanfaatan perangkat lunak
Berdasarkan kajian ini maka untuk keperluan otomatisasi pemetaan cepat daerah
terkena bencana menggunakan citra penginderaan jauh dapat dipergunakan software
ERDAS Imagine Professional, ArcGIS, maupun ENVI. Hasil kajian ini tepat berkenaan
dengan licence ERDAS Imagine Professional, ArcGIS dan ENVI yang sudah dan akan
dimiliki LAPAN.
69 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB VIII
REKOMENDASI PENYUSUNAN GUIDELINE
METODE PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH
(LANDSAT-8) UNTUK DETEKSI DAERAH TERKENA BENCANA
ERUPSI GUNUNGAPI
7.4. Pendahuluan
Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa daerah terkena erupsi gunungapi
dapat dideteksi dan dipisahkan dengan menggunakan data Landsat-8. Parameter yang
dapat dipergunakan adalah nilai reflektansi dan nilai suhu kecerahan. Hal ini menjadi dasar
dalam merancang pedoman (guideline) metode pemanfaatan data penginderaan jauh
(Landsat-8) untuk deteksi daerah terkena erupsi gunungapi. Penyusunan guideline ini
menjadi salahsatu tugas LAPAN sesuai dengan amanat UU No.21 Tahun 2013 Tentang
Keantariksaan.
7.5. Skema Metode
Skema metode pemanfaatan data penginderaan jauh (Landsat-8) untuk deteksi daerah
terkena erupsi gunungapi meliputi; 1) Input Data; 2) Proses; dan 3) Output (Informasi); dan
4) Perhitungan tingkat akurasi. Input data adalah data proses Landsat-8 periode sebelum
dan pada saat/setelah erupsi. Parameter yang digunakan adalah nilai reflektansi, indeks dan
suhu kecerahan. Metode yang direkomendasikan adalah metode Change Detection. Teknik
pengambangan (thresholding) dapat dipergunakan dalam implementasinya. Untuk verifikasi,
direkomendasikan menggunakan data citra resolusi spasial lebih tinggi (seperti SPOT-5/6/7).
Perhitungan akurasi meliputi akurasi keseluruhan (overall accuracy), akurasi pengguna (user
accuracy) dan akurasi produser (producer accuracy). Output dari metode ini adalah informasi
daerah terkena erupsi gunungapi yang disajikan dalam format raster atau vektor. Gambar 8-
1 memperlihatkan Alur Metode Deteksi Daerah Terkena Erupsi Gunungapi Menggunakan
Citra OPTIS (Landsat-8).
7.6. Pengembangan Metode
Rancangan pedoman yang direkomendasikan ini hanya mendasarkan pada riset yang
dilakukan di dua wilayah gunungapi (G.Sinabung dan G.Kelud). Pengembangan metode
disarankan untuk terus dilakukan dengan melakukan riset yang mengambil lokasi di wilayah
gunungapi lainnya, sehingga mampu mewakili karakteristik gunungapi-gunungapi di
indonesia. Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan metode dengan menggunakan
jenis citra satelit lainnya, baik optis maupun radar.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
70
Gambar 8-2. Alur Metode Deteksi Daerah Terkena Erupsi Gunungapi Menggunakan Citra
OPTIS (Landsat-8)
PHYSICAL
PARAMETER
EXTRACTION
Landsat 8
Pre-Disaster
Reflectance t1
Temperature Brightness t1
Index t1
Reflectance t2
Temperature Brightness t2
Index t2
INPUT
(Data
Process)
Training
Sampel
THRESHOLDING
- Reflectance
- Tb
- Index
- Combination
PROCESS
OUTPUT
(Information)
RESULTED
INFORMATION
ACCURACY
User Accuracy
Producer Accuracy
Overall Accuracy
ACCURACY
ASSESMENT
AFFECTED AREA OF
VOLCANO ERUPTION
VOLCANO
ERUPTION
Landsat 8
During/Post Disaster
CHANGE DETECTION
ALGORITMA
BEST SELECTION
(Discrimination
Abbility)
SAMPEL
ACCURACY
Distance Value
Data Correction
(Radiometric;
Geometric)
Data Correction
(Radiometric;
Geometric)
SPOT-5/6
71 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
BAB IX
KESIMPULAN dan REKOMENDASI
Penelitian ini telah memberikan hasil pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh
untuk pemetaan cepat daerah terkena bencana, khususnya erupsi gunungapi, terutama
sekali dalam hal pemanfaatan data inderaja Landsat-8 LDCM yang baru saja diluncurkan di
awal tahun ini.
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil kajian adalah metode change
detection dengan variabel nilai reflektansi, indeks dan suhu kecerahan dapat dipergunakan
sebagai dasar untuk deteksi daerah terkena erupsi gunungapi. Data citra Landsat-8 Band 5
(0.845 – 0.885 µm) merupakan band yang paling sensitif untuk deteksi semua tipe tutupan
lahan (hutan, semak belukar, lahan pertanian, dan juga lahan terbuka). Perubahan nilai
reflektansi dari semua tipe tutupan lahan (hutan, semak/belukar, lahan pertanian dan lahan
terbuka) menjadi deposit vulkanik (lava, lava debris, tephra, dan abu vulkanik) diindikasikan
oleh penurunan nilai reflektansi yang cukup besar pada band 5. Selain itu, variabel NDVI
juga memberikan hasil paling baik untuk deteksi dan pemisahan daerah yang terkena erupsi
gunungapi. Lebih lanjut, daerah yang tertutup oleh material produk erupsi gunungapi
memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan daerah sekitarnya dan pola suhu yang spesifik.
Lava memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan lahar dan jatuhan abu vulkanik.
Sedangkan lahar sendiri memiliki suhu yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jatuhan
abu vulkanik.
Rancangan untuk penyusunan guideline metode pemanfaatan data penginderaan jauh (jenis
Landsat-8) untuk deteksi daerah terkena erupsi gunungapi meliputi; 1) Input Data; 2) Proses;
dan 3) Output (Informasi); dan 4) Perhitungan tingkat akurasi. Input data adalah data proses
Landsat-8 periode sebelum dan pada saat/setelah erupsi. Parameter yang digunakan adalah
nilai reflektansi, indeks dan suhu kecerahan. Metode yang dapat diterapkan adalah metode
Change Detection dengan mengimplementasikan teknik pengambangan (thresholding).
Kesimpulan lainnya adalah bahwa model deteksi cepat daerah terkena bencana dapat
dijalankan dengan bantuan perangkat lunak ERDAS Imagine, ENVI, maupun Arc GIS. Piranti
lunak tersebut memiliki fitur untuk pengolahan citra secara cepat dan otomatis (fully maupun
semi-fully). ERDAS Imagine memiliki fitur Spatial Modeller, Arc GIS memiliki fitur Modeller,
sedangkan ENVI memiliki fitur IDL.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
72
Rekomendasi kegiatan berikutnya adalah perlu terus dilakukan pengembangan metode
deteksi dengan melakukan riset yang mengambil lokasi di wilayah gunungapi lainnya,
sehingga mampu mewakili karakteristik gunungapi-gunungapi di indonesia. Selain itu juga
perlu dilakukan pengembangan metode dengan menggunakan jenis citra satelit lainnya, baik
optis maupun radar.
73 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
DAFTAR PUSTAKA
Asriningrum, W., Noviar, H., Suwarsono. 2004. Extracting the damaging effects of the 2010
eruption of Merapi volcano in Central Java, Indonesia. Natural Hazards. DOI
10.1007/s11069-012-0438-4
Benoît, S.B., Christelle, W., d’Oreye, N., 2010. A new map of the lava flow field of
Nyamulagira (D.R. Congo) from satellite imagery. Journal of African Earth Science 58, 778-
786.
Bignami, C., Ruch, J., Chini, M., Neri, M., Buongiorno, M.F., Hidayati, S., Surono, 2013.
Pyroclastic density current volume estimation after the 2010 Merapi volcano eruption using
X-band SAR. Journal of Volcanology and Geothermal Research 261, 236-243.
Davila, N., Capra, L., Gavilanes-Ruiz, J.C., Varley, N., Norini, G., Vazquez, A.G., 2007.
Recent lahars at Volcán de Colima (Mexico): Drainage variation and spectral classification.
Journal of Volcanology and Geothermal Research 165, 127-141.
Dean, K.G., Dehn, J., Papp, K.R., Smith, S., Izbekov, P., Peterson, R., Kearney, C., Steffke,
A., 2004. Integrated satellite observations of the 2001 eruption of Mt. Cleveland, Alaska.
Journal of Volcanology and Geothermal Research 135, 51-73.
Ebmeier, S.K., Biggs, J., Mather, T.A., Elliott, J.R., Wadge, G., Amelung, F., 2012.
Measuring large topographic change with InSAR: Lava thicknesses, extrusion rate and
subsidence rate at Santiaguito volcano, Guatemala. Earth and Planetary Science Letters
335-336, 216-225.
ESRI. http://www.esri.com/software/arcgis. diakses tanggal 29 Januari 2013 pukul 10:47 am.
Flynn, L.P., Harris, A.J.L., Rothery, D.A., Oppenheimer, 2000. High-Spatial-Resolution
Thermal Remote Sensing of Active Volcanic Features Using Landsat and Hyperspectral
Data. Remote Sensing of Active Volcanism. Geophysical Monograph 116, 161-177.
Flynn, L.P., Harris, A.J.L., Wright, R., 2001. Improved identification of volcanic features using
Landsat 7 ETM+. Remote Sensing of Environment 78, 180-193.
Harris, A.J.L., Flynn, L.P., Keszthelyi, L., Mouginis-Mark, P.J., Rowland, S.K., Resing, J.A.,
1998. Calculation of lava effusion rates from Landsat TM data. Bull Volcanol 60, 52-71.
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/aktivitas-gunungapi/622-evaluasi-tingkat-
aktivitas-siaga-level-iii-g-sinabung-hingga-tanggal-11-september-2014. Accessed on Oktober
18, 2014.
Jensen, J.R. (2005). Introductory digital image processing, a remote sensing perspective.
Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
74
Kadarsetia, E., Primulyana, S., Sitinjak, P., Saing, U.B., 2006. Karakteristik kimiawi air
danau kawah Gunung Api Kelud, Jawa Timur pasca letusan tahun 1990. Jurnal Geologi
Indonesia 1(4), 185-192.
Kaufman, Y.J., Remer, L.A., 1994. Detection of forest fire using Mid-IR reflectance: and
application fro aerosols study. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing 32,
672-683.
Kusumadinata, K., 1979. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi.
Lombardo, V., Buongiorno, M.F., Pieri, D., Merucci, L., 2004. Differences in Landsat TM
derived lava flow thermal structures during summit and flank eruption at Mount Etna. Journal
of Volcanology and Geothermal Research 134, 15-34.
Lu, Z., Rykhus, R., Masterlark, T., Dean, K.G., 2004. Mapping recent lava flows at Westdahl
Volcano, Alaska, using radar and optical satellite imagery. Remote Sensing of Environment
91, 345-353.
Novak, I.D., Soulakellis, N., 2000. Identifying geomorphic features using LANDSAT-5 TM
data processing techniques on Lesvos, Greece. Geomorphology 34, 101-109.
Pallister, J.S., Schneider, D.J., Griswold, J.P., Keeler, R.H., Burton, W.C., Noyles, C.,
Newhall, C.G., Ratdomopurbo, A., 2013. Merapi 2010 eruption—Chronology and extrusion
rates monitored with satellite radar and used in eruption forecasting. Journal of Volcanology
and Geothermal Research 261, 144-152.
Parwati, Yulianto, F., Suwarsono, Zubaidah,A., Suprapto,T., Wiweka. 2013. Pemanfaatan
Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Potensi Aliran Erupsi Gunung Api dan Banjir Lahar
Dingin . Majalah Inderaja (4)6, 46-53.
Patrick, M.R., Dehn, J., Rapp, K.R., Lub, Z., Dean, K., Moxey, L., Izbekov, P., Guritz, R.
2003. The 1997 eruption of Okmok Volcano, Alaska: a synthesis of remotely sensed
imagery. Journal of Volcanology and Geothermal Research 127, 87-105.
Patrick, M., Dean, K., dehn, J., 2003. Active mud volcanism observed with Landsat 7 ETM+.
Journal of Volcanology and Geothermal Research 131, 307-320.
Pinel, V., Hooper, A., De la Cruz-Reyna, S., Reyes-Davila, G., Doin, M.P., Bascou, P., 2011.
The challenging retrieval of the displacement field from InSAR data for andesitic
stratovolcanoes: Case study of Popocatepetl and Colima Volcano, Mexico. Journal of
Volcanology and Geothermal Research 200, 49-61.
Pratomo, I., 2006. Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan
gunung api dalam sejarah. Jurnal Geologi Indonesia1(4), 209-227.
Riddick, S.N., Schmidt, D.A., Deligne, N.I., 2012. An analysis of terrain properties and the
location of surface scatterers from persistent scatterer interferometry. ISPRS Journal of
Photogrammetry and Remote Sensing 73, 50-57.
75 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
Stevens, N.F., Manville, V., Heron, D.W., 2002. The sensitivity of a volcanic low model to
digital elevation model accuracy: experiments with digitised map contours and interferometric
SAR at Ruapehu and Taranaki volcanoes, New Zealand. Journal of Volcanology and
Geothermal Research 119, 89-105.
Sutawidjaja, I.S., Prambada, O., Siregar, D.A., 2013. The August phreatic eruption of Mount
Sinabung, North Sumatra. Indonesian Journal of Geology 8 (1), 55-61.
Teillet, P., Guindon, B., Goodenough, D., 1982. On the slope-aspect correction of
Multispectral Scanner Data. Canadian Journal of Remote Sensing 8(2), 84-106.
Trisakti, B., Kartasasmita, M., Kustiyo, Kartika, T., 2009. Kajian koreksi terrain pada citra
Landsat Thematic Mapper (TM). Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra
Digital 6, 1-10.
USGS, http://landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_Product.php, diakses pada 2013-06-01
03:48 pm
Wright, R., Flynn, L.P., Harris, A.J.L., 2001. Evolution of lava flow-fields at Mount Etna, 27–
28 October 1999, observed by Landsat 7 ETM+. Bull Volcanol 63, 1-7.
Wessels, R.L., Vaughan, R.G., Patrick, M.R., Coombs, M.L., 2013. High-resolution satellite
and airborne thermal infrared imaging of precursory unrest and 2009 eruption at Redoubt
Volcano, Alaska. Journal of Volcanology and Geothermal Research 259, 248-269.
Yulianto, F., Sofan, P., Khomarudin, M.R., Haidar, M. 2012. Extracting the damaging effects
of the 2010 eruption of Merapi volcano in Central Java, Indonesia. Natural Hazards. DOI
10.1007/s11069-012-0438-4
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
76
Lampiran
1
KEBUTUHAN PENGGUNA (USER REQUIREMENTS)
LAPORAN HASIL RAPAT Koordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam Rangka Kajian Permintaan Pengguna Informasi Kebencanaan-Gunungapi dari Data Satelit
Waktu Jum’at, 22 Agustus 2014, pukul 09.00 – 11.30 WIB
Tempat Ruang Rapat Bidang LMB
Peserta 1. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.
2. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Agenda 1. Sosialisasi produk-produk informasi terkait bencana erupsi
gunungapi berbasis penginderaan jauh yang selama ini telah
dihasilkan oleh LAPAN.
2. Mengetahui state of the art informasi kegunungapian yang
dibutuhkan oleh stakeholder/pengguna, khususnya dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
3. Menerima saran/masukan mengenai bentuk informasi
kegunungapian bagaimanakah yang sebaiknya dibuat dengan
berbasis citra satelit.
Hasil Rapat 1. PVMBG memberikan respon positif terhadap kegiatan riset
pemanfaatan data satelit untuk deteksi daerah terkena erupsi
gunungapi yang dilakukan oleh Pusfatja LAPAN.
2. PVMBG memaparkan keperluan data penginderaan jauh untuk
mendukung kegiatan di PVMBG, khususnya dalam modelling
asap letusan dan daerah terkena aliran lava/lahar. Data DEM
resolusi tinggi diperlukan untuk mendukung modelling tersebut.
Rencana
selanjutnya
1. Rencana pembuatan Buku Pemantauan 22 Gunungapi Prioritas
(dari Citra Inderaja).
2. Rencana kunjungan Tim Pusfatja LAPAN ke PVMBG.
3. Tindak lanjut untuk penyusunan MoU, LAPAN – Badan Geologi.
Dokumentasi/Foto-foto Kegiatan
77 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
LAPORAN HASIL PERTEMUAN Koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kajian Permintaan Pengguna Informasi Kebencanaan-Gunungapi dari Data Satelit
Waktu Rabu, 27 Agustus 2014, pukul 13.00 – 15.00 WIB
Tempat Kantor BPBD Kab. Malang
Peserta 1. BPBD Kab. Malang
2. Tim Survei Pusfatja LAPAN
Agenda 1. Sosialiasi riset pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi
daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
2. Diskusi permintaan pengguna.
3. Koordinasi rencana survei.
Hasil Rapat 1. Pihak BPBD Kab. Malang memberikan respon positif terhadap
kegiatan riset yang dilakukan oleh Pusfatja LAPAN, khususnya
terkait dengan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi
daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
2. LAPAN menyerahkan print-out ukura A3 produk-produk
pemantauan erupsi G.Kelud tahun 2014 dari citra satelit.
3. Pihak BPBD berkenan untuk meminta hasil-hasil riset yang
dilakukan oleh Pusfatja LAPAN dalam konteks jenis bencana
secara lebih luas (erupsi gunungapi, abrasi pantai, kekeringan,
dll.).
Rencana
selanjutnya
Dalam pertemuan ini pihak BPBD Kab. Malang akan mencoba
melakukan penjajagan bentuk kerjasama yang tepat untuk ke
depannya.
Dokumentasi/Foto-foto Kegiatan
Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
78
LAPORAN HASIL PERTEMUAN Koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kajian Permintaan Pengguna Informasi Kebencanaan-Gunungapi dari Data Satelit
Waktu Kamis, 28 Agustus 2014, pukul 10.00 – 15.00 WIB
Tempat Kantor BPBD Kab. Blitar
Peserta 1. BPBD Kab. Blitar
2. Tim Survei Pusfatja LAPAN
Agenda 1. Sosialiasi riset pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi
daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
2. Diskusi permintaan pengguna.
3. Koordinasi rencana survei.
Hasil Rapat 1. Pihak BPBD Kab. Blitar memberikan respon positif terhadap
kegiatan riset yang dilakukan oleh Pusfatja LAPAN, khususnya
terkait dengan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi
daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
2. Pihak BPBD berkenan untuk mendampingi selama pelaksanaan
survei lapangan di wilayah Kab. Blitar.
Rencana
selanjutnya
Dalam pertemuan ini pihak BPBD Kab. Blitar akan mencoba
melakukan penjajagan bentuk kerjasama yang tepat untuk ke
depannya, terutama dalam pelatihan dan permintaan data citra satelit.
Dokumentasi/Foto-foto Kegiatan
79 Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi GunungapiUntuk Pemetaan Cepat Daerah Terkena Bencana Erupsi Gunungapi
LAPORAN HASIL PERTEMUAN Koordinasi dengan Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) G.Kelud
Kajian Permintaan Pengguna Informasi Kebencanaan-Gunungapi dari Data Satelit
Waktu Jumat, 29 Agustus 2014, pukul 13.00 – 15.00 WIB
Tempat Pos Pengamatan G. Kelud Kab. Kediri
Peserta 1. Staf Pengamat G. Kelud
2. Tim Survei Pusfatja LAPAN
Agenda 1. Sosialiasi riset pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi
daerah terkena bencana erupsi gunungapi.
2. Diskusi permintaan pengguna.
3. Koordinasi rencana survei.
Hasil Rapat 1. Pihak PGA memberikan respon positif terhadap kegiatan riset
yang dilakukan oleh Pusfatja LAPAN, khususnya terkait dengan
pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi daerah
terkena bencana erupsi gunungapi.
2. Pihak PGA berkenan untuk mendampingi selama pelaksanaan
survei lapangan di wilayah Kab. Blitar.
Rencana
selanjutnya
Dalam pertemuan ini pihak Tim LAPAN menyerahkan print-out A3
hasil pemantauan erupsi G.Kelud tahun 2014. Pihak PGA meminta
untuk bisa akses informasi hasil pemantauan bencana, khususnya
terkait erupsi G. Kelud.
Dokumentasi/Foto-foto Kegiatan
PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2014