Post on 14-Aug-2015
BAB I
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS
Nama : Tn. HS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan : Tamat SLTA
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Alamat : Jl. Duku No.28 Rt 004/005 Kel. Pertukangan utara Kec.
Pesanggrahan Jaksel
Masuk RS : 2 Februari 2013
Pengambilan Data : 7 Februari 2013
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit.
B. Keluhan Tambahan
Demam, sakit kepala, kejang
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari
SMRS. Satu hari sebelum masuk RS pasien mengalami demam tinggi dan kemudian
pasien kejang, seluruh badan menjadi kaku, mata mendelik keatas (+), klonjotan (-),
terjadinya selama 1 menit dan kemudian pasien sadar kembali dan merasa gelisah. Pasien
kemudian dibawa ke IGD dan di rawat di RS.ML dan kemudian dirujuk ke RS.Fatmawati.
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengalami demam naik turun. Pasien juga merasakan sakit
kepala yang berat, nyerinya seperti berdenyut diseluruh bagian kepala, dan tidak menjalar.
Pasien menyangkal adanya riwayat batuk lama, batuk berdarah, sering berkeringat pada
1
malam hari. Ibu pasien mengatakan selama 1 bulan terakhir badan pasien terlihat semakin
kurus dan nafsu makan berkurang. Adanya kelemahan satu sisi tubuh (-), bicara pelo (-),
mulut mencong(-), kesulitan menelan (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-), jantung (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes mellitus (-), hipertensi (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-), minum
OAT (-). Adek pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan pada tahun
2009.
F. Riwayat Sosial
Riwayat merokok (+) sebanyak 1 bungkus/hari sejak remaja, minum alkohol (-),
riwayat penggunaan obat-obatan terlarang (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 7 Februari 2013)
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Sikap : Berbaring
Keadaan Gizi : Kurang
Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36,5oC
Pernapasan : 18 x/menit
GCS : E4M6Vafasia
B. Keadaan Lokal :
Pulsasi Aa. Carotis : Teraba pulsasi kanan & kiri equal, regular, isi cukup
Pembuluh Darah Perifer : Capillary Refill Time < 2 detik
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Columna Vertebralis : Lurus di tengah
2
C. Pemeriksaan
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2cm medial linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra ICS 4
Batas jantung kiri : 2cm medial linea midklavikula sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I, II regular, pansistolik murmur (+) grade IV, gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi dada simetris kanan kiri, vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat + + , edema - - + + - -
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : (+)
Laseque : < 70° (tahanan) < 70° (tahanan)
Laseque Menyilang : (-) (-)
Kernig : < 135° (tahanan) < 135° (tahanan)
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)
3
B. Saraf-saraf Kranialis
N. I : TVD
N.II Kanan Kiri
Acies Visus : TVD TVD
Visus Campus : TVD TVD
Melihat Warna : TVD TVD
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata : Orthoposisi Orthoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : Baik Baik
Ke Temporal : Baik Baik
Ke Nasal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Atas : Baik Baik
Ke Temporal Bawah : Baik Baik
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : isokhor isokhor
Bentuk : Bulat, Ø 3mm Bulat, Ø 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya Konsensual: (+) (+)
Akomodasi : Baik Baik
Konvergensi : ` Baik Baik
N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : Baik Baik
Cabang Sesorik
Optahalmik : TVD TVD
Maxilla : TVD TVD
Mandibularis : TVD TVD
4
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : Baik Baik
Motorik Orbicularis : Baik Baik
Pengecap Lidah : TVD TVD
N. VIII
Vestibular
Vertigo : -
Nistagmus : -/-
Cochlear
Tuli Konduktif : TVD
Tuli Perspeptif : TVD
Test berbisik : baik/baik
N. IX, X
Motorik : Baik
Sensorik : TVD
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : TVD TVD
Menoleh : Baik Baik
N. XII
Pergerakan Lidah : Baik
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
C. Sistem Motorik
Kesan Hemiparese Sinistra
D. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
5
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
E. Sistem Sensorik
Proprioseptif : TVD
Eksteroseptif : TVD
F. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : TVD
Tes Rhomberg : TVD
Disdiadokinesia : TVD
Jari-Jari : TVD
Jari-Hidung : TVD
Tumit-Lutut : TVD
Rebound Pheomenon : TVD
Hipotoni : TVD
G. Fungsi Luhur
Astereognosia : TVD
Apraksia : TVD
Afasia : (+)
H. Fungsi Otonom
Miksi : Kateter
Defekasi : Pempers
Sekresi Keringat : Baik
I. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri
Bisep : (++) (++)
Trisep : (++) (++)
Radius : (++) (++)
Dinding Perut : (+) (+)
Otot Perut : (+) (+)
6
Lutut : (++) (++)
Tumit : (++) (++)
Cremaster : Tidak dilakukan
J. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri
Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (+) (+)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (+) (+)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)
K. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensi : -
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tanggal 2 Februari 2013)
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN HASIL
HEMATOLOGI
Hb 13.2–17.3 g/dl 11,3 g/dl
Ht 33-45 % 35 %
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 18 ribu/ul
Trombosit 150-440 ribu/ul 501 ribu/ul
Eritrosit 4.40-5.90 juta/uL 4,70 juta/ul
FUNGSI HATI
SGOT 0-34 mg/dl 26 mg/dl
7
SGPT 0-40 mg/dl 15 mg/dl
FUNGSI GINJAL
Ureum 20-40 mg/dl 19 mg/dl
Kreatinin 0,6-1,5 mg/dl 0,4 mg/dl
GLUKOSA
GDS 70-140 mg/dl 96 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 135-147 mmol/l 122 mmol/l
Kalium 3,10-5,10 mmol/l 5,00 mmol/l
Klorida 95 – 108 mmol/l 87 mmol/l
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
a. Foto thoraks (2 februari 2013)
Telah dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil sebagai berikut :
- Trakea ditengah
- Mediastinum superior tidak melebar
- Jantung :
Ukuran kesan membesar
Aorta baik
8
- Paru :
Kedua hilus tidak menebal
Tampak infiltrat di suprahiler dan perihiler paru kiri
Corakan bronkovaskular kasar dengan kranialisasi
- Tampak perselubungan homogen dilaterobasal hemitoraks kiri yang menutupi sinus
kostofrenikus dan hemidiafragma kiri. Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan baik
- Tulang-tulang costae dan soft tissue baik
Kesan : Jantung : Kardiomegali, tanda awal bendungan paru
Pulmo : Pleuropneumonia kiri
b. CT-Scan
Telah dilakukan CT-Scan kepala potongan axial interval 3 mm, 10 mm tanpa dan
dengan kontras. Hasilnya :
- Sulci serebri sempit, fissura sylvii menyempit
- Tampak lesi hipodens pada basal ganglia kiri, temporal kiri dan tidak menyangat
pasca pemberian kontras intravena
9
- Tampak penyangatan ringan di daerah sulci-sulci temporoparietal kanan dan kiri
- Ventrikel IV, III, lateralis melebar
- Struktur media tak tampak deviasi
- Cerebellum kiri tampak lesi hipodens yang pada pemberian kontras intravena tak
tampak penyangatan dan pons baik
Kesan :
- Meningoensefalitis dan cerebellitis kiri dengan oedema cerebri
- Hidrosefalus obstruktivus dengan sumbatan dibawah ventrikel IV
VII. RESUME
Anamnesis
Penurunan kesadaran yang perlahan sejak 1 hari SMRS, demam tinggi dan kemudian
kejang diikuti seluruh badan menjadi kaku, mata mendelik keatas (+), terjadinya
selama 1 menit dan kemudian pasien sadar kembali dan merasa gelisah.
Sejak 1 minggu SMRS pasien sudah mulai mengalami demam dan sakit kepala yang
berat, nyerinya seperti berdenyut diseluruh bagian kepala, dan tidak menjalar. Ibu
pasien mengatakan selama 1 bulan terakhir badan pasien terlihat semakin kurus dan
nafsu makan berkurang. Adek pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6
bulan pada tahun 2009.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4M6Vafasia
Kaku Kuduk : (+)
Laseque : < 70° (tahanan) < 70° (tahanan)
Kernig : < 135° (tahanan) < 135° (tahanan)
Sistem Motorik : Kesan Hemiparese sinistra
Babinsky : (+) (+)
Gordon : (+) (+)
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN HASIL
HEMATOLOGI
10
Hb 13.2–17.3 g/dl 11,3 g/dl
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 18 ribu/ul
Trombosit 150-440 ribu/ul 501 ribu/ul
ELEKTROLIT
Natrium 135-147 mmol/l 122 mmol/l
Klorida 95 – 108 mmol/l 87 mmol/l
RO THORAX
Telah dilakukan pemeriksaan foto thoraks dengan hasil sebagai berikut :
- Trakea ditengah
- Mediastinum superior tidak melebar
- Jantung :
Ukuran kesan membesar
Aorta baik
- Paru :
Kedua hilus tidak menebal
Tampak infiltrat di suprahiler dan perihiler paru kiri
Corakan bronkovaskular kasar dengan kranialisasi
- Tampak perselubungan homogen dilaterobasal hemitoraks kiri yang menutupi sinus
kostofrenikus dan hemidiafragma kiri. Sinus kostofrenikus dan diafragma kanan baik
- Tulang-tulang costae dan soft tissue baik
Kesan : Jantung : Kardiomegali, tanda awal bendungan paru
Pulmo : Pleuropneumonia kiri
CT SCAN
Telah dilakukan CT-Scan kepala potongan axial interval 3 mm, 10 mm tanpa dan
dengan kontras. Hasilnya :
- Sulci serebri sempit, fissura sylvii menyempit
- Tampak lesi hipodens pada basal ganglia kiri, temporal kiri dan tidak menyangat
pasca pemberian kontras intravena
11
- Tampak penyangatan ringan di daerah sulci-sulci temporoparietal kanan dan kiri
- Ventrikel IV, III, lateralis melebar
- Struktur media tak tampak deviasi
- Cerebellum kiri tampak lesi hipodens yang pada pemberian kontras intravena tak
tampak penyangatan dan pons baik
Kesan :
- Meningoensefalitis dan cerebellitis kiri dengan oedema cerebri
- Hidrosefalus obstruktivus dengan sumbatan dibawah ventrikel IV
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran, nyeri kepala, demam, kejang, afasia,
kaku kuduk (+), Laseq (+), kernig < 135˚, Kesan hemiparese
sinistra, babinsky (+), Gordon (+).
Diagnosis etiologi : Meningoencepalitis Tuberculosa
Diagnosis topik : Meningen, Ventrikel IV
IX. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
- Diet 1200 kkal/ hari
- O2 3 lt/mnt nasal canul
- Konsul paru
- Konsul jantung
- Konsul bedah saraf
Medikamentosa:
- NaCl 0,9 % 500 cc/12 jam
- R/H/Z/E/S : 450/300/1000/1000/750
- Glukon 3 x 250 mg po
- Dexametason 4 x 5 mg iv
- Ranitidin 2 x 50 mg iv
- Fenitoin 3 x 100 mg iv
12
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Rencana lumbal pungsi
XI. PROGNOSA
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
1. DEFINISI
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis
tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan
kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.1,2
2. EPIDEMIOLOGI
Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering
ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New
York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis
TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat
prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat
sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.2,3
3. PATOLOGI
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat
gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara
mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN),
leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang-benang fibrin. Selain itu
peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan
lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini
merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen
pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan
serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat
akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada
parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus
merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang
ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena
akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi
jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami fibrosis. 4
14
4. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat
aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan,
membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti
semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet
mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam
makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu
pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan
menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4
minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan
makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang
telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan.
Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila
fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut,
namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali.
Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena
terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus
infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat
menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.4-9
5. MANIFESTASI KLINIS
Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak
kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis.
Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena
tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium
kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan
saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada
stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma.
Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah
mengalami penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan
dengan derajat klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan
15
tingkah laku seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap
awal penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien.9
6. DIAGNOSIS
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang
hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala,
muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara
berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan
otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan
tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk
pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak).
Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan
perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi
abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran
ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya
saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang
maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang
terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau
trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan
kepala penderita dengan meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran
hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri.
Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada
sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada
pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan
bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks
sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena
jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB
tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena
adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit
sistemik.5,6
Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita
16
dengan meningitis bakterialis beresons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan
dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena
jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan
serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan
terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB
yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan “pelikel”,
yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel
proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai
50%, pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang
tinggi nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4
7. PENANGANAN
Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat
obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk
mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan
serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul,
17
kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam
pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi
(pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai
meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya
dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat
obat antituberkulosis dapat diberikan selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE /
7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6 minggu
untuk menurunkan gejala sisa neurologis.4,8
Tabel 1. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS9
Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)
8. KOMPLIKASI
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), kejang, ventrikulitis meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran
serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular
otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik
(peningkatan permeabilitas sawar darah otak).4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi
subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah
memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik. 5,7
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :
http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : http://www.wikipedia.com
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis. NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and
Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD.
MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal
Medicine Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014
20